PERBEDAAN EFEKTIVITAS DOSIS KAPUR TOHOR DAN MBIO TERHADAP KEPADATAN LALAT DI TPA CIANGIR KOTA TASIKAMLAYA
SARI KURNIAWATI 1) ANDIK SETIYONO2) YULDAN FATURAHMAN3) Mahasiswa Fakultas Ilmu Peminatan Kesehatan Lingkungan Universitas Siliwangi (
[email protected]) 1) Dosen Pembimbing Bagian Kesehatan Lingkungan Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi (
[email protected]) 2 ABSTRAK Sampah merupakan limbah yang bersifat padat dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan. dan melindungi investasi pembangunan, apabila sampah tidak dikelola dengan benar maka dapat menimbulkan permasalahan terutama masalah lingkungan. TPA Ciangir dipilih oleh pemerintah Tasikmalaya sebagai tempat pembuangan akhir sampah, tetapi di TPA Ciangir memiliki permasalahan dalam pengolahan sampahnya yang masih menggunakan sistem open dumping. Mengetahui kepadatan lalat di TPA Ciangir peneliti melakukan eksperimen dengan kapur tohor dan Mbio, rata-rata kepadatan lalat sebelum perlakuan dosis kapur tohor dan Mbio terdapat 41,83 ekor lalat sedangkan menurut Sk Ditjen PPM & PLP apabila melebihi 20 ekor per blok grill harus mendapatkan pengolahan atau cara penanganan sampah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas dosis kapur tohor dan Mbio terhadap kepadatan lalat di TPA Ciangir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eksperimen dengan menggunakan rancangan pretest-posttes with control grup design. Sampel penelitian ini sampah di TPA Ciangir dengan jumlah sampel 54. Hasil penelitian didapatkan rata-rata persentase penurunan pada dosis kapur 20 gr 8,55% kepadatan lalat 39,7 ekor, dosis 40 gr 18,60% kepadatan lalat 32,7 ekor, dosis 60 gr 51,23% kepadatan lalat 20,1 ekor dan dosis Mbio 20 ml 7,40% kepadatan lalat 39, dosis 40 ml 10% kepadatan lalat 35,8 ekor, dosis 60 ml 38,35% kepadatan lalat 25,5 ekor. Hasil uji kruskal wallis perbedaan persentase pada perlakuan berbagai dosis kapur tohor nilai p= 0,008 < α=0,05 Ho ditolak dan hasil kruskal wallis perbedaan persentase pada perlakuan berbagai dosis Mbio nilai p=0,039 < α=0,05 Ho ditolak, hasil kruskal wallis kapadatan lalat perlakuan berdasarkan dosis kapur nilai p=0,000 < α=0,05 Ho ditolak dan kepadatan lalat perlakuan berdasarkan dosis Mbio nilai p=0,002 < α=0,05 Ho ditolak. Sedangkan untuk mengetahui dosis yang efektif didapatkan dosis kapur tohor 60 gr dapat menurunkan kepadatan sebelum 44,33 ekor sesudah perlakuan dosis kapur 60 gr 20,1 ekor (51,23%) tidak melebihi peraturan Sk Ditjen PPM & PLP .
Kata kunci
: Kapur Tohor, Mbio, Kepadatan Lalat
Kepustakan
: 7 ( 1996 – 2013 )
EFFECTIVE OF DIFFERENT DOSES CALCIUM OXIDE AND MBIO DENSITY OF FLIES IN TPA CIANGIR TASIKAMLAYA CITY
SARI KURNIAWATI 1) ANDIK SETIYONO2) YULDAN FATURAHMAN3) Students of the Faculty of Environmental Health Specialisation Siliwangi University (
[email protected]) 1) Supervisor Environmental Health Division of Health Sciences University of Siliwangi (
[email protected]) 2 ABSTRACT Waste is waste that is solid from organic and inorganic substances that are considered useless and should be managed so as not to harm the environment. and protecting development investments, if waste is not managed properly it can cause problems, especially environmental problems. TPA Ciangir chosen by the government Tasikmalaya as landfill, but the TPA Ciangir have problems in the processing of waste that still use open dumping system. Knowing the density of flies in the TPA Ciangir researchers conducted experiments with CO2 and Mbio, the average density of flies before treatment dose of CO2 and there Mbio 41.83 Sk flies while according to the Directorate General of PPM and PLP when exceeding 20 individuals per block grill should have processing or ways of handling garbage. The purpose of this study was to determine differences in the effectiveness of CO2 and Mbio dose to the density of flies in the TPA Ciangir. The method used in this research experiment using a pretest-posttes with control group design. The research sample waste in the TPA Ciangir the number of samples 54. The results showed the average percentage reduction in the dose of 20 g chalk flies 39.7 (8.55%) density tail, a dose of 40 g of (18.60%) 32.7 tail fly density, dose of 60 g (51.23%) density tail and flies 20.1 Mbio dose of 20 ml (7.40%) density of 39 flies, a dose of 40 ml of ( 10% )the density of flies 35.8 tail, a dose of 60 ml of (38.35%) the density of flies 25.5 tail. Kruskal Wallis test results of the percentage difference in the treatment of various doses of CO2 p = 0.008 <α = 0.05 Ho is rejected and Kruskal-Wallis results of the percentage difference in the treatment of various doses Mbio p = 0.039 <α = 0.05 Ho is rejected, the results of Kruskal Wallis difernt flies lime dose treatment based p-value = 0.000 <α = 0.05 and the density of flies Ho refused treatment by dose Mbio p = 0.002 <α = 0.05 Ho is rejected. While to know the effective dose obtained 60 grams of CO2 dose may decrease the density of the tail after treatment before 44.33 lime dose of 60 g 20.1 tail (51.23%) did not exceed regulatory Sk DG PPM & PLP. . Keywords
: Calcium Oxide , Mbio, Density Flies
Kepustakan : 7 (1996 - 2013).
A. PENDAHULUAN Peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan industri yang semakin pesat akan memberikan dampak pada jumlah sampah yang dihasilkan antara lain sampah plastik, kertas, produk kemasan yang mengandung B3 (Bahan Beracun Berbahaya) (Notoatmdjo : 2003). Diperkirakan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya tahun 2013 sebanyak 700.699 jiwa yang terkonsentrasi di daerah perkotaan dan diperkirakan timbunan sampah kota Tasikmalaya sebasar 166 m3/hari. Sampah yang terangkut ke TPA Ciangir sebesar 38% ( Data Dinas Cipta Karya Tasikmalaya, 2014). Pencemaran lingkungan pasti akan terjadi apabila timbunan sampah tersebut tidak terlokalisasi dan terisolasi dengan benar dan baik. Ditemukan tidak kurang dari 60.000 sampai 100.000 spesies lalat, namun dari sekian banyak spesies lalat ada beberapa spesies lalat yang mempunyai peranan terhadap kesehatan manusia, diantaranya adalah lalat rumah (Musca domestica) dan lalat hijau (Lucilia sp) yang dapat menularkan secara mekanik organisme penyebab penyakit, misalnya : bakteri, virus polio dan parasit (Soemarto, 199 : 32). Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciangir Di Desa Tamansari masih Open Dumping dimana sampah dibiarkan terbuka tanpa ada perlakuan untuk mengelola sampahnya, hal ini berpotensi besar sebagai sarang berbagai vektor penyakit salah satunya lalat. Survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 15 Desember tahun 2013 kepadatan lalat di TPA tersebut adalah 41 ekor. Berdasarkan SK Dirjen PPM dan PLP No. 281-II/PD.03.04 LP Ph 1989, apabila kepadatan lalat di sekitar tempat sampah melebihi 2 ekor per blok grill, perlu dilakukan pemberantasan dan perbaikan pengelolaan sampahnya. B. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan eksperimen semu (Quasi Eksperimen) dengan rancangan penelitian one grup pre post test design (desain sebelum dan sesudah satu kelompok). Populasi dalam peneilitian ini adalah sampah yang berada di TPA Ciangir Tamansari Tasikmalaya, Banyaknya pengulangan dalam penelitian dapat ditentukan dengan rumus replikasi eksperimental sebagai berikut (Sudjana, 1996 : 172):
t(r-1) ≥ 15
Dimana : t = banyaknya perlakuan atau treatment r = banyaknya pengulangan atau replikasi dalam penelitian ini diketahui banyaknya perlakuan adalah 3 buah perlakuan. Jadi banyaknya pengulangan adalah 6 kali, dengan demikian jumlah sampel yang harus diambil dengan menggunakan 6 perlakuan dan 6 kali pengulangan adalah sebanyak 54 sampel. Perincian dari jumlah sampel tersebut adalah 18 buah sampel untuk sampel sampah tanpa perlakuan atau kontrol dan 36 sampel untuk sampel sampah yang mendapatkan perlakuan dosis kapur tohor (CaO) dan Mbio. C. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Gambaran Umum Penelitian Hasil pengukuran suhu udara yang dilakukan pada saat penelitian berlangsung yaitu tanggal 18 Agustus tahun 2014 yang dimulai pada pukul 08.00-13.00 BBWI. Suhu rata-rata di lokasi penelitian 34,1 0C, suhu tersebut masih berada pada rentang sifat lalat yaitu fototropik (menyukai sinar) pada suhu 15 0C – 45 0C. Pengukuran suhu cenderung semakin siang semakin tinggi sedangkan kelembaban semakin rendah yaitu rata-rata kelembaban di lokasi penelitian adalah 28,65 %, sehingga kelembaban udara optimum yang mendukung keaktifan lalat tidak diperoleh, kelembaban yang optimum adalah 90%. Hasil penelitian kepadatan rata-rata sebelum perlakuan dosis kapur 20 gr sebanyak 44,33 dan sesudah perlakuan sebanyak 39,7 ekor dengan rata-rata persentase 8,55%, sebelum perlakuan dosis 40 gr sebanyak 40 ekor sesudah perlakuan sebanyak 32,7 ekor
dengan
rata-rata persentase 18,60% dan
sebelum perlakuan dosis 60 gr sebanyak 40,1 ekor dan sesudah perlakuan sebanyak 20,1 ekor dengan rata-rata persentase 51,23%. Kapur tohor juga bersifat higroskopis yaitu mempunyai kemampuan untuk menyerap air sehingga mengurangi kelembaban sampah. (Departemen Pertambangan dan Energi, 1992 : 2).
Hasil penelitian rata-rata kepadatan sebelum perlakuan dosis Mbio 20 ml sebanyak 44,33 ekor sesudah perlakuan sebanyak 39 ekor dengan rata-rata persentase 7,40%, sebelum perlakuan dosis Mbio 40 ml sebanyak 40 ekor sesudah perlakuan sebanyak 35, 8 ekor dengan rata-rata persentase 10% dan sebelum perlakuan dosis Mbio 60 ml sebanyak 41,2 ekor sesudah perlakuan sebanyak
25,5 ekor dengan rata-rata persentase 38,35%. Mbio dapat
digunakan dengan memanfaatkan mikroba atau mikroorganisme yang terdapat pada produk teknologi Mbio dan juga biasa digunakan sebagai pembuatan compostin (Priyadi, 2004: 12). Analisis Bivariat a). Perbedaan Persentase Kepadatan Lalat Sebelum dan Sesudah Perlakuan Berbagai Dosis Kapur Tohor Tabel 4.1 Perbedaan Presentase Kepadatan Lalat Kontrol dan Perlakuan Berbagai Dosis Kapur Tohor Variabel N Mean Rank P valuve Ket Kontrol 18 20,61 Ada Dosis Kapur 20 gr 6 7,42 0,008 Perbedaan Dosis Kapur 40 gr 6 14,92 Dosis Kapur 60 gr 6 26,83 Total 36 Hasil uji kruskal wallis didapatkan nilai Probabilitas sebesar p = 0,008 yang berarti lebih kecil daripada α (0,05), artinya ada perbedaan persentase kepadatan lalat sebelum dan sesudah perlakuan berbagai dosis kapur tohor. b). Perbedaan Persentase Sebelum dan Sesudah Perlakuan Berbagai Dosis Mbio. Tabel 4. 2 Perbedaan Presentase Kepadatan Lalat Kontrol dan Perlakuan Berbagai Dosis Mbio Variabel Kontrol Dosis Mbio 20 ml Dosis Mbio 40 ml Dosis Mbio 60 ml Total
N 18 6 6 6 36
Mean Rank 19,89 10,25 14,75 26,33
P valuve
Ket
0,039
Ada Perbedaan
Hasil uji kruskal wallis didapatkan nilai Probabilitas sebesar p = 0,039 yang berarti lebih kecil daripada α (0,05), artinya ada perbedaan persentase kepadatan lalat sebelum dan sesudah perlakuan berbagai dosis Mbio. c). Perbedaan Kepadatan
Sebelum dan Sesudah Perlakuan Berbagai
Dosis
Kapur Tohor. Tabel 4.3 Perbedaan Kepadatan Lalat Sebelum dan Sesudah Perlakuan Berbagai Dosis Kapur Tohor Variabel N Mean Rank P valuve Ket Kontrol 18 24,78 Ada Dosis Kapur 20 gr 6 19,75 0,000 Perbedaan Dosis Kapur 40 gr 6 12,17 Dosis Kapur 60 gr 6 4,75 Total 36 Hasil uji kruskal wallis didapatkan nilai Probabilitas sebesar p = 0,000 yang berarti lebih kecil daripada α (0,05), artinya ada perbedaan kepadatan lalat sebelum dan sesudah perlakuan berbagai dosis kapur tohor. d). Perbedaan Kepadatan Sebelum dan Sesudah Perlakaun Berbagai Dosis Mbio. Tabel 4.4 Perbedaan Kepadatan Lalat Sebelum dan Sesudah Perlakuan Berbagai Dosis Mbio Variabel
N
Mean Rank 23,11 21,75 14,67 5,25
P valuve
Ket
Kontrol 18 Ada Dosis Mbio 20 ml 6 0,002 Perbedaan Dosis Mbio 40 ml 6 Dosis Mbio 60 ml 6 Total 36 Hasil uji kruskal wallis didapatkan nilai Probabilitas sebesar p = 0,002 yang berarti lebih kecil daripada α (0,05), artinya ada perbedaan kepadatan lalat sebelum dan sesudah perlakuan berbagai dosis Mbio. Hasil uji LSD Mean Difference terbesar yaitu 21.667 terdapat pada dosis kapur tohor 60 gr dengan nilai probabilitas p = 0,000 , maka dosis kapur 60 gr dapat menurunkan kepadatan lalat tidak melebihi SK Dirjen PPM dan PLP No.
281-II/PD.03.04. LP Ph 1989 yaitu dapat menurunkan rata-rata kepadatan lalat 20,1 ekor (51,23%). D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian Perbedaan Efektivitas Dosis Kapur Tohor dan Mbio terhadap Kepadatan Lalat di TPA Ciangir Kota Tasikmalaya dan pembahasannya dapat disimpulkan sebagai a. Rata-rata kepadatan lalat di TPA Ciangir 41,83 ekor, maka diperlukan cara penanganan dan pengolahan sampah, rata-rata kepadatan lalat di TPA Ciangir tidak memenuhi syarat Dirjen PPM dan PLP No. 281-II/PD.03.04. LP Ph 1989. b. Rata – rata kepadatan lalat yang hingap pada sampah dengan dosis kapur tohor 20 gr sebanyak 39,7 ekor (8,55%), dosis kapur tohor 40 gr 32,7 ekor (18,60%) dan dosis kapur tohor 60 gr 20,1 ekor (51,23%) c. Rata-rata kepadatan lalat dengan dosis Mbio 20 ml 39 ekor (7,40%), dosis Mbio 40 ml 35,8 ekor (10%) dan dosis Mbio 60 ml 25,5 ekor ( 38,35%). d. Ada perbedaan persentase kepadatan lalat sebelum dan sesudah perlakuan berbagai dosis kapur tohor . Ada perbedaan persentase kepadatan lalat sebelum dan sesudah perlakuan berbagai dosis Mbio. e. Ada perbedaan kepadatan lalat sebelum dan sesudah perlakuan berbagai dosis kapur tohor . Ada perbedaan kepadatan lalat sebelum dan sesudah perlakuan berbagai dosis Mbio . f. Dosis kapur tohor 60 gr merupakan dosis efektif menurunkan kepadatan lalat untuk volume 100 litter sampah dengan rata-rata sebelum perlakuan 44,33 ekor sesudah perlakuan 20,1 ekor (51,23%). 2.
SARAN a. Bagi Peniliti Lain Perlu dilakukan pengukuran kadar air sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk mengetahui dosis kapur tohor atau Mbio yang lebih efektif dalam menurunkan kepadatan lalat yang hinggap pada sampah.
Daftar Pustaka 1. Departemen Pembakaran dan Energi, Tungku Pembakaran Kapur dengan Bahan Bakar Batu Bara, Bandung, 1991. 2. Diktorat Jendral PPM dan PLP , Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat, Depkes RI, Jakarta, 1992. 3. Dokumen-dokumen Dinas lingkungan Hidup, Cipta Karya Kota Tasikmalaya, 2014. 4. Priyadi, Rudi, Pemanfaatan dan Aplikasi Teknologi Porasi Mbio dalam Budidaya Pertanian Akrab Lingkungan (Pertanian Organik),
Universitas
Siliwangi, Tasikmalaya, 2004. 5. Sudjana, Metode Statistika, Tarsito, Bandung, 1996. 6. Soemarto, Diktat Entomologi Kedokteran, Akademi Kesehatan Lingkungan, Bandung, 1996. 7. Tim Dosen Manajemen Data, Modul Manajemen Data, Fakultas Kesehatan Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, 2013.