PERBANDINGAN STABILITAS INSTRUMENTASI IN SITU DENGAN INSTRUMENTASI SETELAH REDUKSI PADA SPONDILOLISTESIS DEGENERATIF: MODEL IN VITRO PADA BABI
COMPARISON OF STABILITY BETWEEN IN SITU AND AFTER REDUCTION INSTRUMENTATION IN DEGENERATIVE SPONDYLOLISTHESIS: AN IN VITRO PORCINE MODEL
Risal, Henry Yurianto, M. Ruksal Saleh Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
Alamat Korespondensi: Risal dr Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP 081241324611 Email:
[email protected]
Abstrak Peranan reduksi dalam penatalaksanaan spondilolistesis degeneratif masih kontroversi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek jaringan lunak terhadap stabilitas model spondilolisthesis degeneratif. Penelitian ini bersifat eksperimental. Sampel dibagi menjadi kelompok instrumentasi in situ dan instrumentasi setelah reduksi. Penelitian awal melalui prosedur destabilisasi dengan cara reseksi sendi facet bilateral, discectomy total dan pembebasan Ligamen anterior dan posterior. Selanjutnya, vertebra kaudal difiksasi, vertebra cranial dibiarkan bebas. Kemudian, dilakukan pemberian gaya geser anterior pada sampel menggunakan mesin. Selanjutnya, dilakukan instrumentasi pedicle screw-rods system. Kedua kelompok diberikan gaya geser anterior pada vertebra kaudal menggunakan alat yang sama. Tes dihentikan setelah pergeseran ke anterior dari vertebra kranial mencapai 5 mm. Hasil Penelitian menunjukkan nilai rata-rata gaya geser maksimum yang diperlukan untuk mencapai listhesis 5 mm pada kelompok instrumentasi in situ adalah 506,6667±59,62103; pada kelompok instrumentasi setelah reduksi adalah 325,0000±63,98125. Hasil uji statistik Mann-Whitney kelompok instrumentasi In-situ dibandingkan kelompok instrumentasi setelah Reduksi adalah p=0,08 (berbeda bermakna). Disimpulkan terdapat perbedaan bermakna dalam hal gaya geser maksimum yang diperlukan untuk mencapai listesis 5 mm antara kelompok instrumentasi in situ dengan kelompok instrumentasi setelah reduksi. Kata Kunci: Spondilolistesis degeneratif, reduksi, in situ
Abstract The role of reduction in treatment of the the degenerative spondylolisthesis is still controversial. The research aimed to investigate the effect of soft tissue on the stability of the degenerative spondylolisthesis on the animal model (porcus domesticus). This was an experimental research. Samples were divided into the in situ instrumentation group and after reduction instrumentation group. The initial step was destabilization by bilateral facet joints resection, total discectomy, and preservation of anterior and posterior ligaments. The caudal vertebra was fixated, while the cranial vertebra was free. Then, anterior shear force is applied to the cranial vertebra using testing machine. After that, pedicle screw-rods system was conducted. Both the group were given the anterior shear using the same instrument. The test was terminated once the displacement reached 5 mm. The research result indicates that the mean score of maximal shear force needed to achieve 5 mm listhesis on the in situ instrumentation group is 506,6667 ± 59,62103; on the reduction instrumentation group is 325,0000 ± 63,98125. The result of Mann-Whitney Statistic test on the in situ instrumentation group compared with the after reduction instrumentation group is p = 0.08, which is significantly different. As a conclusion, there is significant difference of maximum shear forces needed to achieve 5 mm listhesis between in situ and after reduction instrumentation group. Key words; Degenerative spondylolisthesis, reduction, in situ.
PENDAHULUAN Spondilolistesis degeneratif merupakan hal yang umum terjadi pada individu-individu berusia lebih dari 50 tahun (Denard et al., 2010). Beberapa penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa kondisi tersebut terjadi empat kali lebih banyak pada wanita, dan paling sering ditemukan pada segmen L4-L5. Etiologi dari spondilolistesis degeneratif bersifat
multi-faktorial.
Kehamilan,
generalized
joint
laxity,
dan
ooforektomi
dipertimbangkan sebagai faktor-faktor predisposisi terjadinya kondisi ini, serta alasan di balik predominansinya pada wanita (Majid et al., 2008). Orientasi sagittal dari facet joint serta peningkatan sudut pedikel-facet telah dijelaskan sebagai factor-faktor predisposisi. Sebuah korelasi telah ditemukan antara spondilolistesis degeneratif L4-L5, serta orientasi koronal dari facet L5-S1 dan sakralisasi dari segmen ini. Hubungan ini dapat diinterpretasikan sebagai sumber stress yang lebih besar terhadap L4-L5 (Sengupta et al., 2005). Pembahasan mengenai peranan reduksi pada spondilolistesis degeneratif masih kontroversial. Reduksi spondilolisthesis secara teori dapat merestorasi morfologi kanalis spinalis dan foramen intervertebralis sehingga terjadi dekompresi secara tidak langsung dan memperbaiki aligment sagital lumbosacral. Namun demikian,
dalam literature tidak
ditemukan konsensus mengenai keuntungan reduksi terhadap hasil fungsional klinis. Argumen yang menentang tindakan reduksi menitikberatkan pada tingginya biaya yang diperlukan untuk operasi, serta resiko lebih tinggi untuk terjadinya komplikasi-komplikasi neurologis akibat peningkatan tekanan terhadap radiks saraf selama proses manuver reduksi (NASS Evidence-Based Guideline Development Committee, 2008). Bednar (2002), melaporkan hasil fusi dengan instrumentasi posterior untuk spondilolisthesis degeneratif dengan reduksi listhesis. Dalam review 56 kasus dengan ratarata follow –up 33 bulan, penulis melaporkan nyeri berkurang pada 82 % pada kelompok dengan nyeri pada kaki dan 75 % pada kelompok dengan nyeri dominan pada punggung. Pemantauan dengan radiologi setelah 1 tahun menunjukkan listhesis kembali pada 16% kasus. Penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dengan reduksi listhesis dibandingkan dengan fusi in situ. Studi retrospektif kohort oleh Dharmayuda (2010), terhadap 40 pasien dengan degeneratif spondilolisthesis yang ditangani dengan instrumentasi in situ dan reduksi menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal hasi fungsional klinis. Hasil penelitian oleh Hagenmaier et al (2013), menunjukkan tidak ada korelasi antara besarnya reduksi yang bisa dinilai dari gambaran radiografi dengan hasil klinis yang diharapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek jaringan lunak terhadap stabilitas model spondilolisthesis degeneratif.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (experimental study) dengan menggunaan hewan coba Babi (Porcus domesticus) sebagai model spondilolistesis degeneratif . Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akademi Teknik Industri Makassar. Penelitian dimulai pada bulan februari 2015. Populasi penelitian adalah Babi jantan Porcus domesticus dengan berat 75-85 kilogram dan batas usia 6-9 bulan. Sampel dipilih melalui cara randomized sampling dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrumentasi in situ dan kelompok instrumentasi setelah reduksi. Besar sampel dihitung dengan rumus tabel uji Mann Whitney dengan sampel yang ditentukan sebanyak duabelas sampel, masing masing 6 sampel untuk tiap kelompok Dua belas kadaver fresh frozen vertebra lumbar babi yang diperoleh untuk penelitian ini. Spesimen dipanen dari Porcus Domesticus jantan (usia rata-rata 8 bulan, rentang usia 6 sampai 9 bulan, berat rata-rata 80 kg, rentang 75-85 kilogram), yang diperoleh dari Tempat Pemotongan Hewan. Jaringan otot dibuang dengan hati-hati, menyisakan semua ligamen dan sendi kapsul utuh. Semua spesimen dibungkus dalam kantong plastik dan disimpan dalam freezer pada -20˚ C sebelum pengujian biomekanis. Pengujian dilakukan pada suhu kamar (20˚ C). Selama persiapan dan pengujian, spesimen dibalut dengan kasa untuk menjaga sampel tetap lembab. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrumentasi in situ dan kelompok instrumentasi setelah reduksi. Untuk membuat model spondilolistesis degeneratif (neural arch utuh ) tanpa kerusakan tulang , langkah awal adalah prosedur destabilisasi sebagai berikut ; reseksi sendi facet bilateral dan discectomy total . Reseksi sendi facet diakukan dengan menggunakan rongeurs tulang standar dan rongeurs Kerrison. Selanjutnya, discectomy total (nucleus pulposus dan anulus fibrosis) menggunakan Rongeurs hipofisis dan kuret .Ligamen longitudinal Anterior dan kompleks ligamentum posterior dengan hati-hati dibebaskan dari jaringan otot dan lemak. Selanjutnya Vertebra kaudal difiksasi pada batang baja stainless yang se suai dengan kanal vertebra dan dibenamkan dalam polymethylmethacrylate , sehingga tidak ada gerakan pada vertebra bagian distal . Vertebra cranial dibiarkan bebas. Satu-satunya struktur yang membatasi pergeseran dari vertebra cranial adalah artikulasi dengan vertebra kaudal. Prosedur selanjutnya adalah pemberian gaya geser anterior pada sampel menggunakan Lloyd Instruments Material testing
Machine (LR 10 K Plus Material Testing 0,1 – 10 kN). Energi yang dibutuhkan untuk tiap pergeseran 1mm dicatat menggunakan software NEXYGEN. Tes dihentikan setelah pergeseran ke anterior dari vertebra kranial mencapai 5 mm. Setelah pembuatan model spndilolisthesis selesai, tahap berikutnya adalah instrumentasi dengan menggunakan pedicle screw-rods system. Empat skrew pedikel stainless steel ukuran masing masing panjang 35mm, diameter 5,5mm dan dua rod stainless steel masing masing dengan ukuran diameter 6mm, panjang 5cm pada satu model Spondilolisthesis degeneratif tanpa mereduksi listhesis. Pada kelompok instrumentasi in situ, implantasi pedicle screw-rods system dilakukan tanpa reduksi pada model spondilolisthesis degeneratif. Pada kelompok instrumentasi setelah reduksi, implantasi pedicle screw-rods system dilakukan dengan reduksi sempurna pada model spondilolisthesis degeneratif. Setelah instrumentasi dengan pedicle screw-rods system, selanjutnya dilakukan uji biomekanik. Dengan Vertebra kaudal difiksasi pada batang baja stainless dan polymethylmethacrylate, prosedur selanjutnya adalah pemberian gaya geser anterior pada vertebra kaudal menggunakan Lloyd Instruments Material testing Machine (LR 10 K Plus Material Testing 0,1 – 10 kN). Energi yang dibutuhkan untuk tiap pergeseran 1mm dicatat menggunakan software NEXYGEN. Tes dihentikan setelah pergeseran ke anterior dari vertebra kranial mencapai 5 mm.
HASIL PENELITIAN Pada akhir penelitian ini jumlah sampel adalah dua belas kadaver lumbar babi. Sampel ini dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama mendapat perlakuan
instrumentasi in situ. Kelompok kedua mendapat perlakuan instrumentasi setelah reduksi. Sepuluh sampel dieksklusi karena rusak selama percobaan. Nilai rata-rata gaya geser maksimum yang diperlukan untuk mencapai listhesis 5 milimeter sebelum instrumentasi pada kelompok in situ adalah 1361.6667±293.34803; pada kelompok Reduksi adalah 1321.8333±295.83740. Hasil uji statistik Mann-Whitney untuk kelompok In situ
dibandingkan kelompok
Reduksi adalah p=0,631
( tidak berbeda
bermakna). Nilai rata-rata gaya geser maksimum yang diperlukan untuk mencapai listhesis 5 mm pada kelompok Instrumentasi in situ adalah 506,6667±59,62103 ; pada kelompok Instrumentasi setelah Reduksi adalah 325,0000±63,98125. Hasil uji statistik Mann-Whitney untuk kelompok Instrumentasi In-situ
dibandingkan kelompok
Reduksi adalah p=0,006 (berbeda bermakna).
Instrumentasi setelah
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan gaya geser maksimum yang dibutuhkan untuk mencapai listesis 5 milimeter antara kelompok instrumentasi in situ dengan kelompok instrumentasi setelah reduksi. Perbedaan ini bisa dijelaskan oleh dua hal; perbedaan kontur rods ( bending rods pada instrumentasi in situ dan straight rods pada instrumentasi setelah reduksi), dan peranan jaringan lunak pada setiap kelompk sampel. Penelitian oleh Lindsey et al (2006), menunjukkan bahwa setelah mengalami pembengkokan, kekuatan maupun kekakuan dari rods akan berkurang. oleh karena itu perbedaan kontur rods tidak dapat dapat menjelaskan
perbedaan yang signifikan gaya geser maksimum yang
dibutuhkan untuk mencapai listhesis lima milimeter antara kelompok instrumentasi in situ dengan kelompok instrumentasi setelah reduksi. Peranan jaringan lunak menjadi penting untuk menjelaskan perbedaan tersebut diatas. Hal ini karena pada kelompok instrumentasi in situ, jaringan lunak dalam keadaan teregang sehingga membantu mempertahankan stabilitas. Sementara pada kelompok instrumentasi setelah reduksi, jaringan lunak dalam keadaan longgar sehingga stabilitas hanya dipertahankan oleh implant (pedicle screw dan Rods). Karena keterbatasan persediaan kadaver manusia, penggunaan kadaver fresh frozen binatang sebagai model percobaan terutama dalam bidang biomekanik vertebra telah dilakukan secara luas mengingat keuntungan yang ditawarkan dibandingkan model yang lain (Kettler et al., 2007). Penggunaan kadaver fresh-frozen babi sebagai model dalam percobaan ini berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya bahwa vertebra babi merupakan model yang representatif untuk vertebra manusia (Busscher et al., 2010; Wilke et al., 2011). Pemilihan sampel fresh-frozen pada penelitian ini
menimbulkan kekhawatiran
mengenai efek dari pembekuan, penyimpanan, dan pencairan dari spesimen tersebut. Untungnya, pertanyaan ini telah dijawab dalam penelitian yang didesain secara khusus untuk menilai efek dari pembekuan yang berlangsung lama. Dalam satu penelitian yang melibatkan pembekuan yang berlangsung lama dari tulang belakang torakal manusia, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara spesimen segar dan spesimen yang disimpan sampai tujuh bulan dalam temperature -18oC mengenai besaran pergeseran setelah diberikan beban fisiologis (Panjabi et al., 1985). Penelitian lain, dipublikasikan 10 tahun kemudian oleh peneliti lain dengan membandingkan efek dari beban fisiologis yang diberikan pada tulang belakang domba sebelum dan sesudah 3 bulan pembekuan. Tidak ada perbedaan bermakna yang ditemukan (Gleizes et al., 1998).
Pada penelitian ini, model spondilolistesis degeneratif diperoleh dengan melakukan bilateral
facetectomy dan discectomy. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa pada
spondilolistesis degeneratif, telah terjadi disfungsi dari sendi facet dan diskus intervertebralis. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Crawford et al (2001), dan Melynk et al (2013), dalam membuat model spondilolistesis degeneratif. Hasil analisa statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan gaya geser maksimum yang dibutuhkan untuk mencapai listesis 5 milimeter sebelum dilakukan instrumentasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi sampel pada masing masing kelompok sebelum dilakukan instrumentasi tidak berbeda bermakna.
KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat perbedaan bermakna dalam hal gaya geser maksimum yang diperlukan untuk mencapai listhesis lima millimeter antara kelompok instrumentasi in situ dengan kelompok instrumentasi setelah reduksi. Hal ini karena jaringan lunak meningkatkan stabilitas pada instrumentasi in situ. Disarankan untuk penelitian lebih lanjut dengan metode in vivo sehingga variabel yang mempengaruhi stabilitas instrumentasi pada spondilolisthesis degeneratif dapat diukur dengan lebih akurat
DAFTAR PUSTAKA
Bednar DA. (2002). Surgical management of lumbar degenerative spinal stenosis with spondylolisthesis via posterior reduction with minimal laminectomy. J Spinal Disord Tech;15:105–9. Busscher I., Ploegmakers J., Verkerke G., & Veldhuizen A. ( 2010). Comparative anatomical dimensions of the complete human and porcine spine. European spine journal 19(7):1104-14. Crawford NR., Cagli S., Sonntag VK., & Dickman CA.(2001). Biomechanics of grade I degenerative lumbar spondylolisthesis. Part 1: in vitro model. Journal of neurosurgery.94(1 Suppl):45-50 Denard PJ., Holton KF., Miller J., Fink HA., Kado DM., Yoo JU., et al. (2010). Lumbar spondylolisthesis among elderly men: prevalence, correlates, and progression. Spine (Phila Pa 1976).;35(10):1072-8. Dharmayuda CGO.( 2010). Outcome Comparison Between 2nd - 3rd Grade Degenerative Spondylolisthesis Treated With Full Reduction and In-Situ Fusion. Majalah Orthopaedi Indonesia.;XXXVIII(1):24-8. Gleizes V., Viguier E., & Feron JM. (1998). Effects of freezing on the biomechanics of the intervertebral disc. Surg Radiol Anat 20:403-407. Hagenmaier F., Delawi D., Verschoor N., Oner F., & Susante V. ( 2013). No correlation between slip reduction in low-grade spondylolisthesis or change in neuroforaminal morphology and clinical outcome. BMC Musculoskeletal Disorders, 14:245 Kettler A., Liakos L., Haegele B., & Wilke HJ.( 2007) . Are the spines of calf, pig and sheep suitable models for pre-clinical implant tests? European spine journal ;16(12):218692. Lindsey C., Deviren V., Xu Z., Yeh RF., & Puttlitz CM. (2006). The effects of rod contouring on spinal construct fatigue strength. Spine (Phila Pa 1976). 31(15):1680-7. Majid K.& Fischgrund JS. (2008). Degenerative Lumbar Spondylolisthesis: Trends in Management. Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons.;16(4):20815. Melnyk A., Kingwell SP., Zhu Q., Chak J., Dvorak MF., & Oxland TR. (2013).An In Vitro Model of Degenerative Lumbar Spondylolisthesis. SPINE Volume 38, Number 14; 870–877 NASS Evidence-Based Guideline Development Committee. (2008). Diagnosis and Treatment of Degenerative Lumbar Spondylolisthesis: Definition and Natural History of Degenerative Lumbar Spondylolisthesis. North American Spine Society. 9 Panjabi MM., Krag MH., White AW., & Southwick W. (1985). Effects of preload on load displacement curves of the lumbar spine. Orthop Clin North Am 8:181-192, Sengupta DK. & Herkowitz HN.( 2005). Degenerative Spondylolisthesis: Review of Current Trends and Controversies. SPINE.;30(6S):S71-S81. Wilke HJ., Geppert J. & Kienle A. (2011). Biomechanical in vitro evaluation of the complete porcine spine in comparison with data of the human spine. European spine journal.;20(11):1859-68