69
Bab IV
Perancangan dan Evaluasi Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen
IV.1
Perancangan Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen Berdasarkan Perspektif Zachman
Pada bab IV, telah dirancang sebuah model berupa arsitektur yang memberikan gambaran tentang bagaimana mengelola kompetensi dosen di lingkungan perguruan tinggi. Untuk mempermudah menerapkan Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen di lapangan, maka dibuat sebuah framework sebagai kerangka kerja. Berdasarkan hasil penganalogian pada bab III yang menunjukkan adanya kesesuaian antar kedua objek analogi, maka untuk membangun Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen digunakan method sesuai dengan Perspektif Zachman dalam membangun Enterprise Architecture Framework. Zachman membuat Enterprise Architecture Framework dalam bentuk matriks yang terdiri dari sejumlah baris dan kolom. Dengan demikian untuk membentuk framework dalam penelitian ini harus diawali dengan pendefinisian baris dan kolom dari matriks yang dibangun.
IV.1.1 Skenario Penggunaan Perspektif Zachman Framework yang ditetapkan oleh Zachman merupakan salah satu metode pemodelan Sistem Informasi yang sekaligus mendefinisikan enterprise secara lengkap. Framework Zachman sangat bermanfaat dalam memberikan kerangka untuk pengembangan Sistem Informasi secara menyeluruh bagi enterprise. Sistem Informasi dianggap sebagai salah satu alat bantu pendukung enterprise untuk mencapai tujuannya dengan lebih efektif dan efisien. Dalam membangun Sistem Informasi, Framework Zachman biasanya digunakan untuk mendeskripsikan requirement atau kebutuhan apa saja yang diperlukan enterprise yang harus tercakup dalam Sistem Informasi tersebut. Sebelum mendeskripsikan mengenai Sistem Informasi yang akan dibangun, maka terlebih dahulu harus diketahui arah dan tujuan enterprise. Ini akan memberikan landasan yang kuat dalam
70
mendefinisikan apa sebenarnya fungsi yang dibutuhkan pihak enterprise yang perlu tercakup dalam Sistem Informasi.
Dalam pengelolaan kompetensi dosen, juga diperlukan alat bantu sebagai pendukung tercapainya tujuan pengelolaan kompetensi dosen dengan lebih efektif dan efisien. Berdasarkan ide dari Zachman yang mendeskripsikan requirement dari alat bantu untuk enterprise kedalam bentuk framework, maka pada penelitian ini juga telah dikembangkan sebuah framework untuk mendeskripsikan requirement yang dibutuhkan dalam pengelolaan kompetensi dosen. Sama halnya dengan framework Zachman, sebelum mendeskripsikan alat bantunya maka terlebih dahulu perlu dideskripsikan arah dan tujuan dari pihak perguruan tinggi mengelola kompetensi dosen. Karena hal inilah yang menjadi landasan bagi penentuan alat bantu yang diperlukan oleh perguruan tinggi dalam pengelolaan kompetensi dosen. Alat bantu ini kemudian diwujudkan atau dibangun guna mencapai kompetensi dosen yang diinginkan. Wujud dari alat bantu ini sendiri adalah kesatuan bentuk pengelolaan kompetensi dosen, berupa standar kompetensi yang harus dipenuhi dosen yang tertuang dalam model kompetensi, aktifitasaktifitas pengelolaan kompetensi dosen, serta data-data dosen lengkap dengan kompetensi yang dimilikinya.
Sebelum dijelaskan tahap membangun matriks dari Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai bagaimana mengadopsi cara Zachman membangun Enterprise Architecture Framework. Bila ditinjau kembali pendefinisian pada sub bab II.3.3, dijelaskan bahwa dalam penyusunan definisi dari perspektif pihak-pihak yang terlibat, terlihat cara pendefinisiannya berbentuk seperti aliran. Dimulai dari pendefinisian sistem yang akan dibangun secara umum, kemudian diturunkan sampai pada penerapan alat bantu yang dikembangkan untuk mendukung sistem. Artinya adalah membaca setiap kolom dalam matriks dari baris paling atas (perspektif planner) sampai pada baris paling bawah (functioning). Matriks juga harus dapat dibaca dari kolom paling kiri (data) sampai pada kolom paling kanan (motivation). Artinya bagaimana setiap perspektif mendefinisikan sistem yang
71
akan dibangun, dimulai dari data apa yang akan diolah, sampai pada kenapa diperlukan adanya sistem tersebut. Cara pembacaan matriks seperti inipun harus dapat diberlakukan pada matriks yang selanjutnya dijelaskan pembangunannya dalam sub bab IV.1.2 sampai IV.1.3.
IV.1.2 Pendefinisian Perspektif (Baris) Sebagai lembaga dengan peran utama menyelenggarakan pendidikan, membentuk pengetahuan, serta menerapkan dan menyebarkan pengetahuan pada masyarakat luas, maka perguruan tinggi membutuhkan dukungan dosen yang berkompeten dibidangnya. Kompetensi dosen merupakan sesuatu yang bersifat dinamis. Karena kondisi lingkungan yang sering mengalami perubahan menuntut adanya penyesuaian antara kompetensi yang dimiliki dosen dengan kompetensi yang dibutuhkan lingkungan. Berdasarkan keadaan ini maka pihak perguruan tinggi perlu melakukan pengelolaan kompetensi dosen yang terencana dan terorganisasi dengan baik. Untuk mewujudkan strategi perguruan tinggi dalam pengelolaan kompetensi dosen menjadi terlaksana sampai pada tahap implementasinya, diperlukan keterlibatan dari sejumlah pihak. Dalam penjelasan pada sub bab III.2.3 mengenai pengorganisasian pengelolaan kompetensi dosen, terlihat bahwa pihak-pihak
yang terlibat serta memiliki kepentingan dalam pengelolaan
kompetensi dosen dan memberikan perspektifnya pada model yang dibangun adalah: 1.
Top manajemen, merupakan pihak yang dalam model pengelolaan kompetensi dosen mempunyai wewenang untuk meletakkan landasan dan memberikan arahan atas pembentukan dan pengelolaan kompetensi dosen. Pihak ini menyusun strategi dan mendefinisikan bentuk langkah taktis untuk dilaksanakan oleh level selanjutnya dalam sistem pengelolaan kompetensi dosen. Pada level top manajemen, terdapat peran
dalam
penetapan
kebijakan
serta
perancangan
bentuk
pengelolaan kompetensi dosen. Dalam perannya untuk menetapkan kebijakan, top manajemen melakukan tugasnya dalam mengarahkan kebijakan-kebijakan akademik serta pengembangan perguruan tinggi. Kebijakan yang telah ditetapkan memberikan landasan dalam
72
penentuan bentuk pengelolaan kompetensi dosen. Sedangkan dalam perannya untuk merancang bentuk pengelolaan kompetensi dosen, top manajemen melakukan tugasnya dalam menyusun perencanaan alat bantu untuk pengelolaan kompetensi dosen dan mengawasi pelaksanaan dari proses pengelolaannya. 2.
Divisi pengelolaan sumber daya manusia, pihak yang membantu mewujudkan strategi perguruan tinggi dengan melakukan salah satu fungsi pendukung. Manajemen sumber daya manusia merupakan fungsi pendukung yang dilaksanakan oleh divisi sumber daya manusia. Dibawah pengawasan top manajemen yang membawahi bidang sumber daya manusia, divisi sumber daya manusia menangani segala macam masalah yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya manusia. Termasuk salah satunya adalah pengelolaan kompetensi dosen.
3.
Wadah dosen serumpun ilmu, tempat bernaung para dosen dengan bidang keilmuan yang sejenis. Melalui wadah ini, didefinisikan cakupan pengetahuan yang perlu dikuasai seorang dosen. Wadah ini juga menjadi titik awal tempat dosen mengasah dan mengembangkan kompetensi yang dimilikinya. Dengan adanya proses pengelolaan kompetensi dosen, maka wadah dosen serumpun ilmu juga dapat terbantu dalam memenuhi kebutuhan akan kompetensi dosen untuk bidang pekerjaan tertentu.
Untuk menempatkan setiap pihak dalam baris dari matriks, maka perlu dilihat kembali pendefinisian baris pada matriks Enterprise Architecture Framework yang didefinisikan oleh Zachman. Menurut Zachman, terdapat sejumlah baris berisi pendefinisian sistem yang dibangun dari setiap pihak yang terlibat dalam pembangunan dan pengelolaan sistem. Pendefinisiannya terangkum dalam perspektif setiap pihak, yang terdiri dari: 1.
Perspektif planner, yang mendefinisikan arah dan tujuan bisnis enterprise sebagai arah dari pembangunan sistem.
2.
Perspektif business owner, yang mendefinisikan sifat alami bisnis serta dibidang apa bisnis bergerak.
73
3.
Perspektif architect, yang merupakan pendefinisian para arsitek tentang fungsi-fungsi
yang
terkandung
dalam
bisnis,
dengan
bentuk
penggambaran yang dapat dimengerti baik oleh orang yang mengerti bahasa organisasi serta orang yang mengerti bahasa teknologi. Peran arsitek adalah untuk membantu orang teknis memahami bisnis organisasi dalam bahasa yang lebih dapat dipahami oleh orang teknis. Pemahaman ini akan sangat berperan dalam proses pendefinisian dan pembangunan teknologi untuk mendukung keperluan bisnis yang merupakan tugas dari orang teknik. 4.
Perspektif designer, merupakan pendefinisian mengenai teknologi atau alat bantu yang akan digunakan dalam mendukung pelaksanaan proses bisnis.
5.
Perspektif builder, merupakan sudut pandang dari para pekerja yang akan turun langsung dalam pembangunan teknologi pendukung proses bisnis.
6.
Perspektif functioning, merupakan pendefinisian tentang bagaimana sistem yang dibangun dapat dijalankan atau diwujudkan dalam dunia nyata.
Bila ditinjau kembali antara pendefinisian pihak yang terlibat dalam pengelolaan kompetensi dosen, serta pihak yang terlibat dalam pengelolaan enterprise seperti didefinisikan Zachman pada matriksnya, maka terlihat adanya kesesuaian peran dari pihak-pihak tersebut. Kesesuaiannya dapat dilihat pada peran top manajemen dalam penetapan kebijakan dengan peran planner dan business owner dalam penetapan arah dan tujuan yang menjadi landasan dari pembangunan sistem. Selain itu peran top manajemen dalam perancangan bentuk pengelolaan kompetensi dosen serta alat bantu yang dibutuhkan untuk proses pengelolaannya juga memiliki kesesuaian dengan peran architecture dan designer dalam perancangan fungsi-fungsi yang seharusnya terkandung pada bisnis dan alat bantu yang sekiranya diperlukan untuk mendukung pelaksanaan fungsi bisnis.
74
Divisi sumber daya manusia memiliki peran yang sesuai dengan peran builder, dimana perannya sama-sama untuk mendukung terlaksananya maksud dari pihak pada level diatasnya agar sampai pada tahap implementasi. Caranya dengan mewujudkan alat bantu yang didefinisikan pihak pada level diatasnya. Bila pada enterprise, alat bantu yang dimaksudkan adalah dukungan IT, maka pada pengelolaan kompetensi dosen alat bantu yang dimaksud adalah proses pengelolaan kompetensi dosen dan model kompetensinya.
Level paling bawah yaitu wadah dosen serumpun ilmu memiliki peran yang sesuai dengan peran builder, yaitu sama-sama berperan dalam mewujudkan alat bantu pendukung terlaksananya maksud dari pihak pada level atas. Selain itu, terdapat pula kesesuaian peran wadah ini dengan functioning yaitu dalam mewujudkan sistem yang telah dibangun kedalam dunia nyata. Bila pada enterprise, maksudnya adalah bagaimana mengimplementasikan dukungan IT yang telah dibangun agar dapat digunakan dalam organisasi. Pada wadah dosen serumpun ilmu maksudnya adalah bagaimana mencapai kondisi dosen yang berkompeten melalui penerapan dari fungsi-fungsi pengelolaan kompetensi dosen. Gambar IV.1 menunjukkan pemetaan kesesuaian peran dari perspektif/baris pada Enterprise Architecture Framework dari Zachman dengan perspektif pada Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen.
Gambar IV.1 Pemetaan Kesesuaian Perspektif Pada Enterprise Architecture Framework Zachman dan Perspektif Pada Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen
75
Berdasarkan kesesuaian seperti yang diperlihatkan pada gambar IV.1 maka dapat dinyatakan bahwa ketiga pihak yang perlu memberikan perspektifnya atas objek yang telah dibangun pada penelitian ini adalah top manajemen, divisi SDM, dan wadah dosen serumpun ilmu. Posisi setiap pihak yang memberikan perspektif bila disusun kedalam baris dari matriks terlihat seperti pada tabel IV.1. Tabel IV.1 Pendefinisian Perspektif / Baris Matriks Aspek Perspektif Top Manajemen Divisi SDM Wadah Dosen Serumpun Ilmu
IV.1.3 Pendefinisian Aspek (Kolom) Setelah mendefinisikan perspektif atau baris dari matriks yang dibangun, maka langkah selanjutnya adalah mendefinisikan aspek atau kolom dari matriks. Dalam membangun sistem pengelolaan kompetensi dosen maka setiap pihak yang telah didefinisikan pada tabel IV.1 harus mendefinisikan sistem yang dibangun berdasarkan aspek-aspek tertentu, yaitu: 1. Motivasi alasan dari pelaksanaan proses. 2. Aktivitas hal apa saja yang perlu dilakukan berhubungan dengan pengelolaan kompetensi dosen. 3. Data data-data yang diperlukan dan dihasilkan oleh proses pengelolaan kompetensi dosen oleh pihak perguruan tinggi. 4. Waktu merupakan waktu dari pelaksanaan proses. 5. Lokasi disini lokasi dianggap sebagai cakupan tugas dan wewenang dari peran masing-masing pihak. 6. Orang merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengelolaan kompetensi dosen, beserta tugas dan wewenangnya masing-masing.
76
Pendefinisian dimulai dari motivasi, dikarenakan motivasi memberikan dasar dan alasan yang kuat atas perlunya dilaksanakan pengelolaan kompetensi dosen. Selanjutnya ditetapkan hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mengelola kompetensi dosen. Dari proses pengelolaan dihasilkan data yang berhubungan dengan dosen dan kompetensinya, dimana data ini juga menjadi masukan dalam proses pengelolaan selanjutnya. Untuk membantu memberikan kontrol atas proses pengelolaan maka perlu ditetapkan periode pelaksanaannya. Hal penting lainnya adalah perlu dilihat struktur organisasi dari perguruan tinggi. Melalui struktur organisasi bisa didapatkan gambaran mengenai posisi dari setiap pihak, dimana posisi ini menentukan cakupan wewenang, dan tugas dari setiap pihak.
Sama seperti pada tahap pembentukan baris, maka untuk membentuk kolom juga perlu dilihat kembali pendefinisian dari kolom pada Enterprise Architecture Framework Zachman. Setiap pihak yang memberikan perspektifnya terhadap objek yang dibangun, mendefinisikan berdasarkan pengelompokkan: 1.
Data berisi hal-hal penting yang perlu dikelola dalam sistem, ditampilkan dalam bentuk angka dan huruf atau biasa disebut karakter, yang diolah oleh komputer.
2.
Activities berisi pendefinisian tentang apa yang akan dikerjakan oleh sistem.
3.
Locations lokasi atau tempat pelaksanaan proses. Melalui lokasi ditunjukkan cakupan atau jangkauan dari proses yang dilaksanakan.
4.
People orang-orang dalam enterprise yang terlibat dalam pelaksanaan proses dari sistem.
5.
Time merupakan waktu dari pelaksanaan proses.
6.
Motivations alasan dari pelaksanaan proses yang pada akhirnya juga menunjukkan alasan dari pengembangan sistem.
Bila dilihat, pendefinisian kolom pada Enterprise Architecture Framework Zachman dan pada Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen memiliki kesesuaian untuk setiap kolomnya. Tapi pada Framework Arsitektur
77
Pengelolaan Kompetensi Dosen ditemukan bahwa pendefinisian dari isi kolom lokasi dan orang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Bila pada kolom orang ditetapkan keterlibatan sejumlah pihak dalam pengelolaan kompetensi dosen. Keterlibatan ini karena pihak-pihak tersebut memiliki peran atau tugas tertentu dalam pelaksanaan proses pengelolaan kompetensi dosen. Sedangkan pada kolom lokasi berisi tentang cakupan dari perannya dalam pengelolaan kompetensi dosen. Misalnya terdapat proses penyusunan strategi guna mencapai sasaran kompetensi yang ditetapkan. Salah satu tugas top manajemen adalah menyusun strategi perguruan tinggi, termasuk didalamnya adalah strategi pengelolaan kompetensi dosen. Dengan
sendirinya dapat dinyatakan bahwa peran top manajemen
mencakup penyusunan strategi pengelolaan kompetensi dosen, karena proses penyusunan ini terjadi pada level top manajemen.
Bila dilihat bahwa kolom orang yang menyatakan peran setiap pihak yang terlibat dalam pengelolaan kompetensi dosen juga sekaligus dapat mewakili kolom lokasi. Karena peran orang juga menunjukkan sejauh mana cakupan tugas yang dimilikinya. Sehingga diambil kesimpulan bahwa pada matriks yang dibangun, kolom lokasi dihilangkan karena isinya dapat terwakili oleh kolom orang. Gambar IV.2 menunjukkan pemetaan kesesuaian peran dari aspek/kolom pada Enterprise Architecture Framework dari Zachman dengan perspektif pada Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen.
Aspek Motivasi
Aspek Motivasi
Aspek Aktivitas
Aspek Aktivitas
Aspek Data
Aspek Data
Aspek Waktu
Aspek Waktu
Aspek Lokasi Aspek Orang Aspek Orang
Gambar IV.2 Pemetaan Kesesuaian Aspek Pada Enterprise Architecture Framework Zachman dan Aspek Pada Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen
78
Sesuai dengan gambar IV.2 maka dapat dinyatakan bahwa aspek-aspek yang harus didefinisikan oleh setiap pihak adalah motivasi, aktivitas, data, waktu, orang. Bila dimasukkan kedalam matriks maka posisi dari aspek-aspek menjadi seperti pada tabel IV.2.
Tabel IV.2 Pendefinisian Aspek/Kolom Matriks Aspek Motivasi Aktivitas
Data
Waktu
Orang
Perspektif
IV.1.4 Pembentukan Matriks dari Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen Dari pendefinisian baris dan kolom pada sub bab IV.1.2 dan IV.1.3, maka bila disatukan didapat bentuk matriks yang terdiri dari baris top manajemen, divisi sumber daya manusia, dan wadah dosen serumpun ilmu, serta kolom motivasi, aktivitas, data, waktu, orang. Hasilnya dapat dilihat pada tabel IV.3
Tabel IV.3 Penyatuan Baris & Kolom Matriks Aspek
Motivasi Aktivitas
Data
Waktu Orang
Perspektif Top Manajemen Divisi SDM Wadah Dosen Serumpun Ilmu
Setelah setiap baris dan kolom matriks ditetapkan, selanjutnya adalah mengisi setiap sel matriks. Langkah pertama adalah mengisi sel berdasarkan cara pembacaan matriks dari kiri ke kanan.
79
1.
Perspektif Top Manajemen Dalam sudut pandang top manajemen dari perguruan tinggi, terdapat alasan kuat kenapa diperlukan adanya bentuk pengelolaan kompetensi dosen. Pihak top manajemen perlu mempertimbangkan tugas utama dari perguruan tinggi sebagai lembaga pembentuk dan penyebar ilmu pengetahuan. Tugas utama ini tertuang dalam visi, misi, dan tujuan perguruan tinggi.
Untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan perguruan tinggi, diperlukan dukungan dari berbagai pihak termasuk dosen yang berkompeten dibidangnya. Kemudian muncul kebutuhan akan kompetensi dosen yang harus terkelola dengan baik. Pihak top manajemen menyusun strategi yang berhubungan dengan pencapaian sasaran dari pengelolaan kompetensi dosen, serta merancang bagaimana bentuk pelaksanaan strateginya. Ini memberikan arahan yang jelas bagi level selanjutnya untuk menjalankan strategi sampai pada tahap implementasi. Dalam rangka mencapai sasaran dari pengelolaan kompetensi dosen, maka diperlukan masukan mengenai hal apa saja yang harus dapat diakomodir oleh bentukan kompetensi. Masukannya juga berupa data mengenai sejauh mana kompetensi yang dimiliki dosen saat ini.
Untuk memberikan kemudahan bagi pihak top manajemen dalam melakukan
kontrol
terhadap
pencapaian
sasaran
pengelolaan
kompetensi dosen, maka hasil dari pengelolaan kompetensi dosen dievaluasi untuk setiap periode. Hal ini termuat dalam jangka waktu program kerja pelaksanaan rencana strategis perguruan tinggi. Hal lain yang dapat membantu proses kontrol adalah dengan menetapkan cakupan peran dan tugas dari top manajemen sesuai dengan posisinya dalam struktur organisasi. 2.
Perspektif Divisi Sumber Daya Manusia Divisi sumber daya manusia merupakan salah satu pihak yang membantu mewujudkan visi, misi, dan strategi yang telah ditetapkan
80
oleh top manajemen agar sampai kepada level implementasinya. Hal ini dikarenakan salah satu fungsi yang harus dipenuhi oleh divisi sumber daya manusia adalah untuk membantu mewujudkan program kerja pelaksanaan rencana strategis perguruan tinggi. Salah satu bagian dari rencana strategis adalah untuk terus mengembangkan kompetensi yang dimiliki para dosen.
Untuk menjalankan fungsi divisi SDM dalam mewujudkan rencana strategis pengelolaan kompetensi dosen, maka diperlukan sejumlah aktivitas yang harus dikelola. Aktivitas-aktivitas tersebut berhubungan dengan pengelolaan data dosen dan kompetensinya. Seluruh aktivitas tersebut diterangkan dalam proses bisnis pengelolaan kompetensi dosen. Untuk keperluan pelaksanaannya, dibutuhkan sebuah model kompetensi dosen yang dijadikan standar mengenai kompetensi apa saja yang harus dimiliki seorang dosen. Proses ini juga mengelola data dosen dan kompetensinya.
Agar dapat mendukung pengontrolan dari top manajemen, maka divisi sumber daya manusia juga mempunyai jadwal pelaksanaan aktivitas pengelolaan kompetensi dosen. Dengan jadwal pelaksanaan yang jelas, dapat membantu memberikan masukan pada pihak top manajemen untuk memantau pencapaian sasaran pengelolaan kompetensi dosen perguruan tinggi. Sesuai dengan posisinya dalam struktur organisasi, maka
divisi
sumber
daya
manusia
mempertanggungjawabkan
pekerjaannya kepada top manajemen. Divisi sumber daya manusia juga mempunyai cakupan peran dan tugas untuk mengkoordinir wadah dosen serumpun ilmu
dalam pelaksanaan aktivitas pengelolaan
kompetensi dosen. 3.
Perspektif Wadah Dosen Serumpun Ilmu Alasan utama keterlibatan dari wadah dosen serumpun ilmu dalam pengelolaan
kompetensi
dosen
tentunya
adalah
untuk
turut
menyukseskan visi, misi, dan strategi pengelolaan kompetensi dosen
81
yang telah ditetapkan pihak top manajemen. Alasan lainnya adalah agar dapat terus memenuhi kebutuhan akan kompetensi dosen untuk bidang tugas tertentu. Misalnya untuk tugas mengajar, membimbing penulisan ilmiah, dan lainnya.
Agar proses pengembangan kompetensi dosen dapat terkoordinasi dengan baik oleh divisi sumber daya manusia, maka harus ada bentuk prosedur
umum
yang
berhubungan
dengan
proses-proses
pengembangan kompetensi dosen tingkat perguruan tinggi. Data dosen dan
kompetensi
yang
dimilikinya
dibutuhkan
untuk
proses
pengembangan kompetensi. Data lain yang perlu ada pada wadah dosen serumpun ilmu adalah kerangka pengetahuan untuk mendefinisikan cakupan pengetahuan apa saja yang perlu dikuasai seorang dosen sesuai rumpun ilmunya.
Pada level wadah dosen serumpun ilmu, terdapat jadwal kegiatan pengembangan kompetensi dosen (pelatihan, seminar, lokakarya, dll). Jadwal kegiatan pada wadah ini harus dikoordinasikan dengan divisi sumber daya manusia. Sehingga pelaksanaan kegiatannya menjadi sesuai dengan program kerja pengelolaan kompetensi dosen yang harus dipenuhi divisi sumber daya manusia. Demi memudahkan tugas divisi SDM, maka wadah ini juga berperan dalam mengkoordinasi dosendosennya untuk keperluan pengembangan kompetensi dosen. Tugas wadah dosen serumpun ilmu juga mencakup pemenuhan akan kebutuhan kompetensi dosen untuk tugas tertentu, seperti mengajar, membimbing penulisan ilmiah dan lainnya.
Dari hasil pendefinisian aspek-aspek berdasarkan sudut pandang setiap pihak, maka bila pendefinisian tersebut dimasukkan kedalam setiap sel pada matriks terlihat seperti pada tabel IV.4. Matriks pada tabel IV.4 selanjutnya dinyatakan sebagai Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen.
82
Selain dibaca berdasarkan kolomnya, matriks juga harus dapat dibaca berdasarkan barisnya. Pembacaannya dimulai dari perspektif top manajemen, divisi SDM, kemudian wadah dosen serumpun ilmu. 1. Aspek Motivasi Pada aspek motivasi dinyatakan alasan dari perlunya diadakan pengelolaan kompetensi dosen. Level top manajemen melihat perlunya pengelolaan kompetensi dosen berdasarkan pada tugas utama dari perguruan tinggi yang tertuang dalam visi, misi dan tujuan perguruan tinggi. Tentunya untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan ini dibutuhkan dukungan dosen yang berkompeten dibidangnya. Karena itu diperlukan adanya bentuk pengelolaan kompetensi dosen, untuk menjaga kondisi perguruan tinggi agar selalu memiliki dosen dengan kompetensi yang sesuai kebutuhan saat ini.
Visi, misi dan tujuan perguruan tinggi
tentunya dapat tercapai melalui dukungan dari para pihak pembantu, dimana didalamnya termasuk divisi sumber daya manusia dan wadah dosen serumpun ilmu. 2. Aspek Aktivitas Untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan perguruan tinggi, maka diperlukan penyusunan rencana strategis oleh top manajemen untuk dijalankan level bawahnya. Dengan berdasarkan pada rencana strategis ini, lalu ditentukan aktifitas-aktifitas apa saja yang perlu dilakukan. Aktifitas-aktifitas yang merupakan bagian dari proses pengelolaan kompetensi dosen kemudian oleh divisi sumber daya manusia dijalankan dan dikoordinir pelaksanaannya. Sedangkan wadah dosen serumpun ilmu juga perlu turut mendukung pelaksanaan proses pengelolaan kompetensi dosen. Karena
objek yang dikelola yaitu
dosen, berada atau bernaung dalam wadah dosen serumpun ilmu. 3. Aspek Data Pada aspek data, top manajemen mendefinisikan sasaran dari pengelolaan kompetensi dosen. Sasaran ini menjadi tolak ukur keberhasilan proses pengelolaan. Dalam membentuk sasaran ini,
83
tentunya top manajemen harus melihat kondisi lingkungan eksternal untuk mendapatkan masukan berupa kebutuhan apa saja dari lingkungan eksternal yang harus terakomodir dalam kompetensi dosen. Pengukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran dapat dilakukan melalui pembandingan data dosen dan kompetensinya dengan standar kompetensi yang seharusnya dimiliki dosen. Proses pengukurannya sendiri dikoordinir oleh pihak divisi sumber daya manusia. Sehingga untuk dapat menghasilkan laporan data dosen dan kompetensinya yang bermanfaat untuk pengontrolan top manajemen, maka divisi sumber daya manusia memerlukan data seluruh dosen perguruan tinggi beserta kompetensinya, juga standar kompetensi yang termuat dalam model kompetensi dosen. Data dosen dan kompetensinya berasal dari wadah dosen serumpun ilmu. Dari wadah ini pula bisa didapatkan informasi berupa kerangka pengetahuan yang menentukan pengetahuan apa saja yang perlu dimiliki seorang dosen sesuai dengan rumpun ilmunya. 4. Aspek Waktu Demi keperluan pengontrolan, maka dibutuhkan evaluasi sesuai dengan periode tertentu. Pada level top manajemen, evaluasi ini muncul dalam bentuk jangka waktu dari program kerja rencana strategis. Dari jangka waktu program kerja ini, kemudian diturunkan jadwal pelaksanaan aktifitas pengelolaan kompetensi dosen tingkat universitas yang akan dikoordinir oleh divisi sumber daya manusia serta. Selain jadwal pelaksanaan aktifitas pengelolaan kompetensi dosen untuk tingkat universitas, setiap wadah dosen serumpun ilmu juga memiliki jadwal pelaksanaan yang tentunya harus disesuaikan dengan jadwal pada tingkat universitas. 5. Aspek Orang Setiap pihak yang terlibat dalam bentuk pengelolaan kompetensi dosen memiliki cakupan perannya masing-masing. Cakupan peran ini akan memberikan batasan yang jelas mengenai sejauh mana tugas dari setiap pihak dalam pengelolaan kompetensi dosen. Top level mempunyai tugas sebagai pengontrol secara keseluruhan atas pengelolaan
84
kompetensi
dosen.
Dibawahnya,
divisi
sumber
daya
manusia
bertanggung jawab secara langsung kepada top manajemen atas tugasnya mengkoordinir pelaksanaan proses pengelolaan kompetensi dosen. Koordinasi divisi sumber daya manusia atas pelaksanaan pengelolaan kompetensi dosen dilakukan terhadap seluruh wadah dosen serumpun ilmu pada universitas. Wadah ini sendiri berperan dalam mengkoordinasi dosen-dosennya untuk keperluan pengembangan kompetensi dosen. Tugas lainnya juga mencakup pemenuhan akan kebutuhan kompetensi dosen untuk tugas tertentu, seperti mengajar, membimbing penulisan ilmiah dan lainnya. Pada tabel IV.4 diperlihatkan matriks dari Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen secara utuh.
Tabel IV.4 Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen
85
IV.1.5 Penggunaan Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen Pada Perguruan Tinggi Dalam menggunakan framework yang dibangun pada perguruan tinggi, maka diperlukan sejumlah data dari pihak universitas untuk mengisi sel pada matriks. Selain itu, diperlukan hasil analisis pada bab III untuk melengkapi pengisian sisa sel. Contoh pengisian sel-sel matriks seperti yang nanti dijelaskan pada sub bab IV.2.1 yaitu pada studi kasus. Hasil akhir matriks yang telah diisi sel-selnya harus dapat dibaca dari baris paling atas sampai pada baris paling bawah. Selain itu, pembacaan matriks juga harus dapat dilakukan dalam setiap barisnya, yaitu dari kolom paling kiri sampai pada kolom paling kanan. Bentuk pembacaan matriks ini seperti yang dipaparkan pada sub bab IV.1.1.
Pada sub bab II.2.3 telah dijelaskan bahwa kompetensi bersifat dinamis, karena ada pengaruh dari lingkungan eksternal. Perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal menyebabkan timbulnya perubahan terhadap kebutuhan kompetensi dosen. Perguruan tinggi harus dapat menangkap fenomena akan adanya kondisi dinamis dari kompetensi, untuk selanjutnya disosialisasikan dalam proses pengelolaan kompetensi dosen. Masukan dari lingkungan eksternal berupa perubahan kebutuhan kompetensi akan masuk lewat level top manajemen. Selanjutnya top manajemen mengambil langkah-langkah penyesuaian, dimana langkah penyesuaian ini diteruskan pada level-level dibawahnya untuk dilaksanakan. Bila masukan diterima lewat level bawah, misalnya dari wadah dosen serumpun ilmu, maka masukan tersebut harus dikonfirmasikan dengan pihak top manajemen. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar landasan pengelolaan kompetensi dosen yang ditetapkan oleh pihak top manajemen dapat selalu konsisten dengan penerapannya pada level bawah. Framework yang dibangun membantu pihak perguruan tinggi dalam menghadapi dan mengakomodir bentuk perubahan atas kebutuhan kompetensi dosen. Dengan tanggap terhadap permintaan lingkungan eksternal akan perubahan kebutuhan kompetensi, maka perguruan tinggi dapat menjaga kondisi kompetensi dosennya dengan kebutuhan kompetensi saat ini.
selalu relevan
86
Dalam Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen tidak dibahas mengenai bagaimana bentuk pengembangan Sistem Informasi untuk mendukung proses pengelolaannya. Tapi bilapun akan dibangun sebuah Sistem Informasi, maka Framework ini dapat membantu menunjukkan seperti apa fungsi-fungsi yang harus terdapat dalam Sistem Informasi, data apa saja yang perlu diolah, serta siapa saja pengguna dari sistemnya. Gambar IV.3 menunjukkan bentuk sistem informasi yang bisa dikembangkan.
Gambar IV.3 Bentuk Sistem Informasi Berdasarkan Pada Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen IV.2
Evaluasi Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen Pada Studi Kasus
Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti framework untuk penelitian bidang Sistem Informasi dari (Hevner, dkk., 2004). Dalam referensi tersebut dijelaskan bahwa salah satu cara untuk mengevaluasi model yang dibangun adalah melalui studi kasus. Dalam studi kasus, model dicoba untuk diterapkan kedalam dunia nyata. Pada sub bab IV.2.1 dijelaskan mengenai proses studi kasus.
IV.2.1 Skema Pelaksanaan Evaluasi Evaluasi terhadap Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen dilakukan di Universitas Komputer Indonesia. Proses evaluasi adalah dengan mengisi setiap sel dari matriks Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen yang disesuaikan dengan kondisi pada tempat penelitian. Untuk mengisi
87
setiap sel, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data yang dijadikan sumber pengisian sel. Adapun data yang diperlukan didapat dari dokumen tertulis milik perguruan tinggi. Dokumen tersebut adalah buku panduan Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM, 2007), serta Lampiran Borang Program Studi Manajemen Informatika FTIK Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM, 2006). Sumber lain yang digunakan untuk pengisian sel-sel pada matriks adalah melalui hasil analisa yang dilakukan pada bab III mengenai bentuk kompetensi dosen dan pengelolaannya pada perguruan tinggi.
Setelah seluruh sel terisi dan dirangkai menjadi matriks maka matriksnya dikonfirmasikan kembali ke pihak universitas. Tujuannya adalah untuk validasi atau untuk melihat apakah matriks tersebut telah sesuai dengan kondisi universitas. Hal ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Hasil pengolahan data kuesioner dapat digunakan untuk mengetahui pendapat pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan kompetensi dosen mengenai faktor apa saja yang perlu tercakup dalam sebuah bentuk pengelolaan kompetensi dosen. Melalui hasil pengolahan data kuesioner, dapat ditentukan apakah framework yang dibangun pada penelitian ini sudah dapat mengakomodir kebutuhan universitas akan pengelolaan kompetensi dosen atau belum.
Pengisian Sel-sel Matriks Setelah mendapatkan data dari dokumen perguruan tinggi serta hasil analisa pada bab III, maka langkah selanjutnya dari proses evaluasi adalah mengisi sel-sel matriks berdasarkan data yang didapat. 1.
Pengisian Sel Berdasarkan Data Perguruan Tinggi Data yang didapatkan dari pihak Universitas Komputer Indonesia berupa buku pedoman dan lampiran borang memberikan masukan dalam mengisi sejumlah sel pada matriks, yaitu seperti yang terlihat pada tabel IV.5.
88
Tabel IV.5 Pengisian Sel Matriks Berdasarkan Data Dari Pihak Perguruan Tinggi Baris/Perspektif Kolom/Aspek Top Manajemen Motivasi Top Manajemen Top Manajemen
Aktivitas Waktu
Top Manajemen
Orang
Divisi SDM
Orang
Divisi SDM
Data
Program Studi
Data
Program Studi
Orang
2.
Isian Sel Visi, misi, dan tujuan Universitas Komputer Indonesia Strategi Pengelolaan Kompetensi Dosen Jangka waktu Program kerja Universitas Komputer Indonesia cakupan peran dan tugas meliputi kontrol pengelolaan kompetensi dosen dan aktifitas terkait lainnya cakupan peran dan tugas meliputi koordinasi aktifitas pengelolaan kompetensi dosen Data dosen universitas (belum termasuk data kompetensinya) Data dosen program studi (belum termasuk data kompetensinya), dan kerangka pengetahuan sesuai rumpun ilmu program studi cakupan peran dan tugas meliputi koordinasi dosen yang akan dikelola kompetensinya
Pengisian Sel Berdasarkan Data Hasil Analisa Bab III Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan pada bab III, didapatkan sejumlah data yang dapat digunakan untuk mengisi kolom aktivitas dan data, seperti yang terlihat pada tabel IV.6
Tabel IV.6 Pengisian Sel Matriks Berdasarkan Data Hasil Analisa Bab III Baris/Perspektif Kolom/Aspek Top Manajemen Data
Divisi SDM Divisi SDM Program Studi
Aktivitas Data Aktivitas
Isian Sel Masukan untuk pembentukan kompetensi, didapatkan dari sejumlah sumber yang membahas tentang kompetensi dan kompetensi dosen Proses bisnis pengelolaan kompetensi dosen Model kompetensi dosen Prosedur pelaksanaan proses-proses pengelolaan kompetensi dosen
Dari penjelasan mengenai pengisian sel-sel berdasarkan sumber-sumber yang didapatkan baik dari pihak Universitas Komputer Indonesia maupun dari hasil analisa pada bab III, terlihat bahwa terdapat sejumlah sel yang masih belum terisi. Ini dikarenakan sumber pengisian sel tidak didapatkan baik dari hasil analisa bab III maupun dari dokumen perguruan tinggi. Sel-sel tersebut terdiri dari:
89
1.
Pada baris divisi sumber daya manusia, kolom data baru memuat model kompetensi dosen. Sedangkan data dosen belum disertai dengan kompetensi yang dimiliki setiap dosennya. Hal ini dikarenakan untuk kondisi saat ini memang belum terdapat pengelolaan kompetensi dosen. Sehingga pihak universitas belum memiliki data yang terintegrasi tentang dosen dengan kompetensi yang dimilikinya. Dan dikarenakan belum ada pengelolaan kompetensi dosen pada kondisi saat ini menyebabkan pihak universitas sendiri belum mempunyai data untuk mengisi kolom motivasi dan waktu.
2.
Kondisi yang sama ditemukan dalam mengisi baris program studi. Belum adanya pengelolaan kompetensi dosen pada kondisi saat ini menyebabkan tidak didapatkan sumber dari pihak universitas untuk mengisi kolom data (data dosen dengan kompetensi yang dimilikinya), motivasi, dan waktu.
Untuk sel-sel yang masih kosong, khusus kolom waktu dan motivasi didefinisikan dengan menurunkan dari pendefinisian motivasi dan waktu pada baris top manajemen. Sedangkan untuk data kompetensi dosen didapatkan melalui proses penilaian dosen dari pihak universitas. Proses penilaian perlu mengikuti periode pelaksanaan penilaian yang ditentukan oleh pihak universitas. Untuk itu, data kompetensi dosen belum dapat diperlihatkan pada penelitian ini.
Setelah seluruh sel telah didefinisikan, maka disusun secara utuh kedalam bentuk Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen untuk Universitas Komputer Indonesia. Lebih jelasnya mengenai rincian dari penyusunan framework tersebut dapat dilihat pada lampiran B.
Penilaian Relevansi Framework Dengan Kondisi di Dunia Nyata Setelah menyusun framework, langkah selanjutnya adalah menilai relevansi antara framework dengan kondisi sebenarnya di dunia nyata. Maksudnya adalah apakah framework yang dibangun sudah dapat mengakomodir kebutuhan akan bentuk pengelolaan kompetensi dosen pada universitas. Untuk menilainya maka dilakukan penyebaran kuesioner. Melalui pengolahan data kuesioner, didapatkan
90
pendapat pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan kompetensi dosen mengenai faktor apa saja yang perlu tercakup dalam sebuah bentuk pengelolaan kompetensi dosen. Sehingga bisa dilihat apakah framework yang dibangun pada penelitian ini sudah dapat mengakomodir kebutuhan universitas akan pengelolaan kompetensi dosen, sesuai dengan yang didapatkan dari data hasil kuesioner. Informasi terkait mengenai proses pengolahan data kuesioner terlampir pada lampiran D. 1. Skenario Penyebaran kuesioner dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai pendapat dari pihak universitas tentang faktor apa saja yang sebaiknya tercakup dalam sebuah bentuk pengelolaan kompetensi dosen. Apakah faktor-faktor tersebut seperti yang sudah dinyatakan dalam framework yang dibangun pada penelitian ini atau tidak. Untuk itu, setiap faktor pengelolaan kompetensi dosen yang terdapat dalam framework menjadi dasar penyusunan butir pertanyaan dalam kuesioner. Setiap butir pertanyaan diwakili dalam sebuah variabel. Adapun bentuk pertanyaan dikelompokkan berdasarkan faktor pengelolaan kompetensi dosen dari sisi top manajemen, divisi sumber daya manusia, maupun program studi. Tabel IV.7 menunjukkan variabel/point pertanyaan yang dibuat
berdasar
faktor-faktor
dari
framework,
sesuai
dengan
pengelompokan berdasar top manajemen, divisi sumber daya manusia, dan program studi. Tabel IV.7 Skenario Pembentukan Kuesioner Kelompok Sisi Top Manajemen
Nama variabel VAR1
VAR2 VAR3 VAR4
VAR5
Sumber Pertanyaan Pentingnya pengelolaan kompetensi untuk menunjang visi, misi, tujuan perguruan tinggi. Perlunya strategi pelaksanaan pengelolaan kompetensi dosen. Perlunya masukan lingkungan eksternal dalam pembentukan standar kompetensi. Sasaran pencapaian kompetensi dosen serta data dosen dan kompetensinya sebagai alat kontrol. Jangka waktu program kerja pengelolaan kompetensi dosen sebagai alat kontrol bagi top manajemen.
Nomor Pertanyaan Pertanyaan no.1 Pertanyaan no.2 Pertanyaan no.3 Pertanyaan no.4 Pertanyaan no.5
91
Tabel IV.7 Skenario Pembentukan Kuesioner (Lanjutan) Kelompok Sisi Divisi SDM
Nama variabel VAR6
VAR7
VAR8
VAR9
Sisi Program Studi
VAR10
VAR11
VAR12
VAR13 VAR14
Top Manajemen, Divisi SDM, Program Studi
VAR15
Sumber Pertanyaan Perlunya peran divisi SDM dalam pelaksanaan pengelolaan kompetensi dosen untuk menunjang visi, misi, tujuan perguruan tinggi. Peran divisi SDM dalam mengkoordinasi pengelolaan kompetensi dosen untuk tingkat perguruan tinggi. Divisi SDM perlu data-data berupa standar kompetensi dan data dosen serta kompetensi yang dimilikinya. Divisi SDM perlu jadwal pelaksanaaan untuk memudahkan koordinasi dan pertanggungjawaban kepada pihak top manajemen. Pengelolaan kompetensi dosen membantu pihak program studi untuk memenuhi kebutuhannya akan dosen yang berkompeten dibidang tertentu. Pentingnya prosedur pelaksanaan proses pengelolaan kompetensi dosen untuk dijadikan panduan bagi program studi. Sumber pembentukan cakupan pengetahuan apa saja yang perlu dikuasai seorang dosen bisa didapatkan dari program studi. Program studi perlu menyimpan data dosen dan kompetensi yang dimilikinya. Perlunya jadwal pelaksanaan untuk program studi yang disesuaikan dengan jadwal pelaksanaan divisi SDM. Perlunya penetapan cakupan tugas dari setiap pihak yang terlibat dalam proses pengelolaan kompetensi dosen.
Nomor Pertanyaan Pertanyaan no.6
Pertanyaan no.7
Pertanyaan no.8 Pertanyaan no.9
Pertanyaan no.10
Pertanyaan no.11 Pertanyaan no.12
Pertanyaan no.13 Pertanyaan no.14 Pertanyaan no.15
2. Populasi Sasaran Pada evaluasi, karena studi kasusnya dilaksanakan di Universitas Komputer Indonesia maka populasi yang menjadi sasaran survey adalah pihak-pihak dari universitas yang terlibat dalam pengelolaan kompetensi dosen. Lebih khususnya lagi yaitu dosen dan staf administrasi divisi sumber daya manusia.
92
3. Desain Sampel Desain sampel terdiri dari teknik pengumpulan sampel dan jumlah sampelnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Simple Random Sampling (SRS). Pada teknik Simple Random Sampling, sampel diambil secara acak dari populasi. Untuk jumlah sampel, diambil sebanyak 30 orang sesuai dengan referensi Uma Sekaran (2003) yang menyatakan ukuran sampel minimal 30 unit. 4. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah jenis data kuantitatif, yaitu data berupa angka yang diperoleh dari jawaban responden yang telah diboboti. Sedangkan sumber data yang dipakai dalam penelitian ini melalui kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada responden guna memperoleh data-data mengenai pendapat atau tanggapan responden. 5. Pengukuran Variabel Dalam penelitian ini digunakan format skala Likert’s Summated Rating (LSR), maka data hasil kuesioner dapat dianggap memenuhi kriteria skala pengukuran interval. Agar lebih mudah dalam memberikan penilaian dan analisa terhadap skor jawaban responden, peneliti melakukan kategorisasi terhadap rata-rata skor jawaban responden. Skor jawabannya adalah 1=Sangat Setuju, 2=Setuju, 3=Ragu-ragu, 4=Tidak Setuju, 5 = Sangat Tidak Setuju. 6. Interpretasi Output Pengolahan Data Setelah
ditetapkan
semua
kelengkapan
untuk
penyebaran
dan
pengolahan data hasil kuesioner, maka langkah selanjutnya adalah men yebarkan kuesioner untuk mendapatkan informasi yang diharapkan dari para responden. Kemudian data hasil penyebaran kuesioner diolah menggunakan aplikasi SPSS 12. Bentuk kuesioner dan data hasil pengolahannya terlihat pada lampiran D. Selanjutnya akan dipaparkan mengenai interpretasidari hasil pengolahan datanya.
93
a. Uji Reliabilitas Validitas Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat sejauh mana pengukuran dapat dipercaya. Menurut Kaplan (1993), suatu variabel dinyatakan reliabel jika koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,7. Untuk uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel reliability statistics. Bila nilai dari alpha Cronbach’s lebih besar dari 0,7 maka dapat dinyatakan reliabel. Dan pada tabel Item-Total Statistics, karena setiap variabel memiliki nilai alpha Cronbach’s yang lebih besar dari 0,7 maka dinyatakan reliabel. (lihat lampiran D) Uji validitas untuk mengukur sejauh mana ketepatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya, agar bisa didapatkan data yang relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran. Menurut Kaplan (1993) suatu variabel penelitian dinyatakan valid bila nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,3. Untuk menguji validitas dilihat pada tabel ItemTotal Statistics pada kolom Corrected Item-Total Correlation. Pada tabel tersebut, karena 15 variabel yang diuji memiliki nilai koefisien validitasnya (Corrected Item-Total Correlation) lebih dari 0,3 maka setiap variabel dinyatakan valid. (lihat lampiran D) b. Uji Korelasi Uji korelasi untuk menunjukkan hubungan keeratan antar variabel. Untuk mengukur keeratan hubungan maka digunakan koefisien korelasi Pearson, yang biasa digunakan untuk menunjukkan hubungan antar dua variabel. Pada tabel correlations ditunjukkan keterhubungan antar variabel. Terdapat beberapa sel data dengan tanda bintang (* atau **). Tanda satu bintang (*) berarti bahwa antar variabel memiliki hubunga keeratan hubungan yang berarti pada taraf signifikan 5%. Sedangkan tanda dua bintang (**) berarti bahwa antar variabel memiliki hubungan keeratan yang berarti pada taraf signifikan 1%. (lihat lampiran D)
94
c. Uji Bobot Uji bobot dimaksudkan untuk melihat bobot rata-rata dari setiap variabel. Artinya untuk sebuah variabel, rata-rata jawaban yang dipilih responden berada pada skala berapa bila dilihat dari skor jawaban kuesioner. Nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel Item statistics kolom mean. Skor jawaban kuesioner adalah 1=Sangat Setuju, 2=Setuju, 3=Ragu-ragu, 4=Tidak Setuju, 5 = Sangat Tidak Setuju. Pada tabel IV.8 diperlihatkan hasil dari uji bobot untuk setiap variabel.
Tabel IV.8 Uji Bobot Berdasar rata-rata Jawaban Tiap Variabel Variabel VAR1
Kesimpulan
STS
TS
RR
SS
S 1,59
Variabel 1 memiliki rata-rata 1,59. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan sangat setuju untuk variabel 1. VAR2
STS
TS
RR
S
SS
2,00
Variabel 2 memiliki rata-rata 2,00. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan ragu-ragu untuk variabel 2. VAR3
STS
TS
RR
S
SS
1,89
Variabel 3 memiliki rata-rata 1,89. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan sangat setuju untuk variabel 3.
95
Tabel IV.8 Uji Bobot Berdasar rata-rata Jawaban Tiap Variabel (Lanjutan) Variabel VAR4
Kesimpulan
STS
TS
RR
S
SS
2,00
Variabel 4 memiliki rata-rata 2,00. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan ragu-ragu untuk variabel 4. VAR5
STS
TS
RR
S
SS
2,20
Variabel 5 memiliki rata-rata 2,20. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan ragu-ragu untuk variabel 5. VAR6
STS
TS
RR
S
SS
2,00
Variabel 6 memiliki rata-rata 2,00. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan sangat setuju untuk variabel 6. VAR7
STS
TS
RR
S
SS
1,85
Variabel 7 memiliki rata-rata 1,85. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan ragu-ragu untuk variabel 7. VAR8
STS
TS
RR
S
SS
1,83
Variabel 8 memiliki rata-rata 1,83. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan ragu-ragu untuk variabel 8.
96
Tabel IV.8 Uji Bobot Berdasar rata-rata Jawaban Tiap Variabel (Lanjutan) Variabel VAR9
Kesimpulan
STS
TS
S
RR
SS
1,89
Variabel 9 memiliki rata-rata 1,89. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan sangat setuju untuk variabel 9. VAR10
STS
TS
S
RR
SS
1,94
Variabel 10 memiliki rata-rata 1,94. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan sangat setuju untuk variabel 10.
VAR11
STS
TS
S
RR
SS
2,28
Variabel 11 memiliki rata-rata 2,28. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan sangat setuju untuk variabel 11. VAR12
STS
TS
S
RR
SS
2,40
Variabel 12 memiliki rata-rata 2,40. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan sangat setuju untuk variabel 12. VAR13
STS
TS
RR
S
SS
2,00 Variabel 15 memiliki rata-rata 2,00. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan ragu-ragu untuk variabel 15.
97
Tabel IV.8 Uji Bobot Berdasar rata-rata Jawaban Tiap Variabel (Lanjutan) Variabel VAR14
Kesimpulan
STS
TS
RR
S
SS
2,20
Variabel 12 memiliki rata-rata 2,20. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan sangat setuju untuk variabel 12. VAR15
STS
TS
RR
S
SS
2,00
Variabel 15 memiliki rata-rata 2,00. Artinya kebanyakan responden cenderung setuju dibandingkan ragu-ragu untuk variabel 15.
Dari hasil uji bobot didapatkan bahwa kebanyakan responden setuju dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kompetensi dosen, yang termuat pada daftar pertanyaan kuesioner. Faktor-faktor tersebut telah termuat dalam framework yang dikembangkan pada penelitian ini. Dengan kata lain, framework yang dikembangkan telah sesuai dan dapat mengakomodir kebutuhan akan pengelolaan kompetensi dosen bagi pihak universitas.
IV.2.2 Kesimpulan Hasil Evaluasi Dari hasil penyusunan Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen untuk Universitas Komputer Indonesia, ditemukan beberapa hal yaitu: 1. Model kompetensi dosen yang terdapat dalam Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen pada saat diterapkan dapat dilakukan penyesuaian untuk mengakomodir kebutuhan khusus universitas akan kompetensi dosen yang belum tercakup pada model ini.
98
2. Untuk beberapa hal yang ada dalam sel-sel matriks tidak dapat langsung terlihat dari hasil evaluasi ini. Karena sumber pengisian selnya merupakan sesuatu yang didapatkan dari hasil penerapan proses pengelolaan kompetensi dosen. Misalnya untuk mendapatkan laporan bagi pihak top manajemen mengenai kompetensi dosen saat ini, maka dibutuhkan waktu untuk menguji kompetensi yang dimiliki oleh dosen universitas. Waktu pengujian juga harus disesuaikan dengan jadwal pelaksanaan yang telah ditetapkan pihak universitas. Begitupun dengan aktivitas perubahan model kompetensi dosen, prosesnya memakan waktu yang tidak sebentar. Karena harus dapat dipastikan bahwa perubahan akan kebutuhan kompetensi dosen dari lingkungan eksternal dapat terakomodir dalam proses perubahan model kompetensi. 3. Dalam proses validasi framework, karena kebanyakan responden setuju dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kompetensi dosen dan telah termuat pada framework, maka dapat dinyatakan bahwa framework yang dikembangkan telah sesuai dan dapat mengakomodir kebutuhan akan pengelolaan kompetensi dosen bagi pihak universitas.