KEPUTUSAN KOMISI A PENGUATAN
PERAN POLITIK UMAT ISLAM INDONESIA
Setelah membaca dan mendengar paparan narasumber sidang Kornisi A, diputuskan sebagai berikut:
dan pembahasan
di
1. Meneguhkan kernbali komitmen umat Islam terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perrnusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Urnat Islam memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, bertanggung jawab untuk mempertahankan, mengawal. dan menglsl pembangunan dalam mewujudkan cita-cita pendiri bangsa (founding fathers) menuJu masyarakat yang adil, makrnur, arnan, dan damai. 3. Umat Islam Indonesia sebagai bagian terbesar penduduk Indonesia dengan dasar Islam Rahrnatan lil Alamin telah menunjukkan komitmen untuk menjaga dan merawat kemajernukan bangsa baik dari segi agama, suku, dan budaya. 4. Masyarakat yang dicita-citakan tersebut belum terwujud sepenuhnya, bahkan telah terjadi penyimpangan-penyimpangan sebagai akibat liberalisasi di bidang politik seperti politik koruptif, manipulatif, dan menghalalkan segala cara. 5. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, umat Islam dituntut untuk memperkuat peran politiknya, dan untuk mewujudkan hal ini umat Islam harus memiliki kesadaran dan literasi politik yang berbasis kepada prinsip-prinsip politik Islam, yakni tauhid, syura, keadilan, persamaan, damai dan amanah.
6. Kesadaran dan ketaatan politik umat Islam diwujudkan dalam peningkatan pemahaman terhadap Pancasila sebagai dasar filosofis negara, dasar konstitusional dan sistem penegakan hukum yang berkeadilan dan berperadaban. 7. Untuk menciptakan kesadaran dan ketaatan politik, diperlukan pendidikan politik dan kaderisasi kepemimpinan bagi umat Islam dengan melibatkan peran pendidikan tinggi Islam, pondok pesantren, partai. dan organisasi sosial keagamaan lainnya. MUI dan Ormas keagamaan lainnya dituntut untuk merumuskan tentang pendidikan politik yang menjelaskan artikulasi dan agregasi kepentingan (aspirasi) umat Islam. 8. Salah satu bentuk penguatan peran politik Islam adalah penguatan ormas Islam sebagai pilar masyarakat sipil (civil society), dalam bentuk pemenuhan aspirasi umat Islam dalam regulasi dan kebijakan penyelenggaraan Negara. Peran politik umat Islam juga diwujudkan dalam bentuk peran kontrol dan penyeimbang sebagai perwujudan dari prinsip amar makruf nahi munkar. 9. Dalam hal seleksi kepemimpinan, umat Islam dituntut untuk mengedepankan semangat persatuan dan ukhuwah Islamiyah, serta melakukan identifikasi masalah serta pemetaan geopolitik nasional dan regional untuk memperoleh pemimpin yang bisa diterima (akseptabel), berkemampuan (kredibel), dan amanah (akuntabel) sesuai aspirasi umat dan bangsa Indonesia. 10. Dalam hal penguatan peran politik urnat Islam, KUII mengamanatkan kepada MUI untuk membentuk semacam forum musyawarah (majelis syura) yang beranggotakan pimpinan Ormas-orrnas dan lembagalembaga Islam dan Badan Pekerja untuk menjalankan keputusan dan program-program keumatan dan kebangsaan. Yogyakarta,
Rabiu Tsani 1436 H / 11 Februari 2015
Ketua Sidang : KH. Drs. Amidhan Saberah Sekretaris Sidang : Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA Tim Perumus 1. KH. Drs. Amidhan Saberah 2. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA 3. KH. A. Cholil Ridwan, Lc 4. KH. Drs. Natsir Zubaidi 5. Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah 6. Prof. H. [awahir Thontowi, S.H., Ph.D 7. TGH. Husnudduat 8. KH. Drs. Sodikun, M.Si 9. Dr. Hj. Azizah, MA 10. Arif Fahrudin, MA
2/11/2015
Penguatan Peran Ekonomi Umat Islam
Disampaikan Oleh: Komisi B Bidang Ekonomi Kongres Umat Islam Indonesia VI Yogjakarta, 8-11 Februari 2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Latar belakang
Komisi B Bidang Ekonomi
Penguatan Ekonomi Umat
• Adalah semua upaya untuk meningkatkan kesejahteraan, keadilan, kestabilan dan keberkahan ekonorni umat. • Allah SWT telah memberikan karunia yang besar kepada bangsa Indonesia, berupa sumber daya alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang besar. Kedua hal itu merupakan sebuah potensi bagi pengembangan kekuatan ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan, keadilan, kestabilan dan keberkahan bagi seluruh rakyat Indonesia.
1
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Problema
Komisi B Bidang Ekonomi
Ekonomi Umat Umat Islam Indonesia menghadapi sejumlah masalah ekonomi: Kemiskinan. Menurut data BPS 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia 28,55 juta orang (dengan garis kemiskinan Rp 292.951 per kapita per bulan) dimana di dalamnya umat Islam adalah merupakan mayoritas. Kesenjangan ekonomi Kesenjangan yang sangat mengkhawatirkan, ditunjukkan oleh terus menaiknya indeks gini. Hal ini mencerminkan kegagalan pembangunan di bidang ekonomi, khususnya menyangkut distribusi kekayaan dan pendapatan, dimana pertumbuhan ekonomi selama ini ternyata lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang. Dehumanisasi Akibat berkembangnya praktek ekonomi seperti penyalahgunaan narkoba, industri seks dan pornografi, perdagangan miras dan sejenisnya dimana volume usahanya terus meningkat Kekayaan sumber daya alam di negeri ini yang begitu melimpah ternyata tak bisa memberikan kesejahteraan bagi mayoritas rakyat, karena pengelolaannya yang tidak acil. dan lebih banyak didominasi oleh perusahaan asing.
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Akar Masalah
Komisi B Bidang Ekonomi
1. Hidup dalam sistem Ekonomi Liberal, yang menghasilkan peraturan perundangan dan kebijakan yang tidak adil, diskriminatif dan abai terhadap ketentuan halal dan haram 2. Penguatan peran ekonomi umat Islam Indonesia, erat terkait dengan penguatan peran politik dan sosial-budaya. Lebih jauh dari itu, karena jumlah penduduk miskin di Indonesia sebagian besarnya merupakan umat Islam, maka penguatan peran ekonomi umat Islam di Indonesia sama artinya dengan penguatan fondasi ekonomi Negara. 3. Penguatan peran ekonomi umat terkendala oleh tiga faktor utama, yakni faktor kultural berupa rendahnya kualitas SDM akibat rendahnya pengetahuan dan keterampilan serta kemalasan berusaha, serta adanya budaya yang menganggap bekerja keras untuk urusan dunia tidak sesuai dengan anjuran agama. Kedua, faktor struktural berupa buruknya distribusi kekayaan akibat sisetem ekonomi liberal yang melahirkan peraturan dan kebijakan yang tidak berkeadilan dan diskriminatif sehingga tidak memberikan keberkahan serta hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan sebagian besar yang lain yang notabene adalah umat Islam. Ketiga, faktor Manajerial. Manajemen sumberdaya umat masih dirasakan lemah. Oleh karena itu, agenda penguatan peran ekonomi umat harus dimulai dengan mengurai dua kendala tersebut
2
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Komisi B Bidang Ekonomi
Permasalahan Kultural
• Rendahnya jiwa entrepreneurial di kalangan umat muslim • Umat muslim lebih memaknai agama sebagai ritual formal
Struktural KeJembagaan
:
• Pemerintah belum memiliki lembaga keuangan dan permodalan syariah yang mendukung perekonomian umat • Pemerintah belum mengambil peran secara dominan disektor hulu ReguJasi:
• Belum adanya undang-undang yang mengatur sistem perekonomian nasional • Sistem ekonomi syariah belum merupakan bagian dari sistem ekonomi nasional
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Permasalahan Struktural - Kelembagaan
Komisi B Bidang Ekonomi
.
• Tidak dimilikinya blue print sistem ekonomi syariah nasional
• Pemerintah kurang mampu melindungi sumber daya alam untuk kepentingan umat • Sistem pendidikan 'hanya berorientasi pada nilai akademis
Managerial • Oaya saing ekonomi umat yang rendah • Terbatasnya akses pelaku usaha muslim UMKM ke pasar • Rendahnya kemampuan mengeksplorasi sumber daya lokal
3
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Solusi
Komisi B Bidang Ekonomi
Kultural • Pemerintah memasukan sharia entrepeneurial dalam sistem pendidikan nasional • Mengembangkan program edukasi tentang pemaknaan beragama dalam kehidupan muamalah dan kemuliaan profesi pedagang. Struktural Kelembagaan : • Pemerintah membentuk BUMN keuangan/permodalan syariah • Pemerintah membentuk BUMN yang menangani industri hulu khususnya yang berkaitan dengan ekonomi umat Regulasi: • Pemerintah mendorong diterbitkanya undang-undang yang mengatur sistem perekonomian nasional (amanah amandement UUD 45)
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Komisi B Bidang Ekonomi
• Pemerintah menjadikan sistem ekonomi syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi nasional dalam Program Pembangunan Nasional •
Pemerintah menerbitkan blue print sistem ekonomi syariah nasional sebagai haluan
utama pengambangan ekonomi syariah yang tumbuh, stabil, adil dan berkah • Pemerintah harus melindungi sumber daya alam dari kepentingan asing/korporasi dan lebih berpihak pada kepentingan umat Manajerial • Pemerintah bersama industri mengembangkan program standarisasi kompetansi, dukungan teknologi dan program pendampingan implemetasi • Pemerintah menfasilitasi pengusaha UMKM muslim untuk dapat mengakses pasar nasional dan pasar global. • Pemerintah menfasilitasi pengembangan teknologi produk lokal dan membuat program promosi di pasar internasional.
4
2/11/2015
Integreted Sharia Economic System i.
I III
.ro
,:; tl.O Q)
ex:
I-
'Vi
I~ :c::x:
1. Mendorong Pemerintah dan DPR-RI untuk membuat undang-undang yang mengatur sistem perekonomian nasional dengan menjadikan sistem ekonomi syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi nasional 2. Mendesak Pemerintah untuk: a.
Mendirikan lembaga keuangan/permodalan syariah BUMN
b.
Memperbesar perannya dalam pengembangan industri hulu yang berpihak kepada ekonomi umat dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan dan energi
c.
Membentuk BUMN penyedia jaminan sosial bagi umat seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang berbasis syariah
d.
Melindungi sumber daya alam dari kepentingan asing/korporasi dan lebih berpihak pada kepentingan umat dengan melakukan nasionalisasi dan renegosiasi.
5
2/11/2015
Road Map ImRlementasi Ekonomi S~ariah di Indone~a .20J_5-2020
Deklarasi Kongres Bidang Ekonomi
Menjadikan Ekonomi Syariah Sebagai Bagian Dominan Ekonomi Nasional
I
2020 SistemEkonomiSyariah Transformasisistem sebagaibagiandominan ekonomisesuaidengan sistemekonomi prinsipsyariah nasional
I
MemperkokohSistem Keuangandan Ekonomi Syariahsertamental entrepreneurmuslim Ekonomi sharia sebagai kurtkuturn wajib pendidikan BUMN Shana Banking. insuransce. Invesment 20% APBN dengan pola syariah Regulasi/perundangan ekonomi syariah Entrepreneur muslim tumbuh 20%
Sumber DayaManusia . RegulasiI . Perundangan
Alokasi Univ Negen Ekonoml Syariah Institute Negeri Sharia Entrepreneur Penguatan perundanganl requtas: ekonomi syariah 30 % APBN dengan pota syariah
Lembaga profesl ekonoml syariah Integreted sharia economic system lakat tumbuh menjadi 10% dari potensi dan wakaf tunai tumbuh 5% darl potensi 40% APBN dengan pola syariah
Konggres Umat IslamIndonesiaVI
Komisi B Bidang Ekonomi
Program Eksekusi : Langkah2 Operasional 1.
Mereview dan memberikan usulan perbaikan peraturan perundangundangan dan kebijakan yang terkait dengan ekonomi umat.
DPR, Pemerintah, Perguruan Tinggi (khususnya Perguruan Tinggi Islam), MUI.
2.
Mengembangkan kewirausahaan sejak dini dan penguatan umat Islam sebagai pelaku pasar, hulu hingga hilir yang bernilai tambah termasuk dalam perdagangan retail, kuliner dan busana muslim
KADIN, IPMI, ISMI, ICMI, HIPKA, Asosiasi Muslim.
3.
Memperkuat Ekonomi Mikro dan Pemberdayaan Ekonomi berbasis Orrnas Islam dan Pesantren, terutama di Desa-Desa, dengan memanfaatkan potensi pasar umat yang didukung gerakan ZISWAF bersama-sama.
MUI, BKSPP, RMI, BAZNAS, LAZ, ICMI dan Lembaga Sosial dan Kemanusiaan Umat, Perguruan Tinggi
4.
Mengembangkan Industri halal termasuk di dalamnya industri pariwisala dan ekonomi kreatif
MUI, LHNU, KADIN, ISMI, IPMI, BPOM, LHMU, IHI-ACT, HIPKA
5.
Mendirikan Bank Umum Syariah yang dimiliki umat yang berpihak dalam menumbuhkan UKM, termasuk di dalamnya mendukung pendirian Bank Wakaf Indonesia.
BWI, leMI, ASBISINDO, IDB
6
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Komisi B Bidang Ekonomi
Program Eksekusi . Langkah2 Operasional _l_
6.
Menjadikan Masjid sebagai sentra penguatan sosial-ekonomi umat, termasuk mendirikan BMT dan toko retail umat, dimulai dengan pilot project Satu Oesa Satu BMT.
MUI, leMI, OMI, ABSINOO, PBMTI, KAOIN, HIPMI, ISMI
7.
Meningkatkan kualitas SOM pengelola industri Ekonomi Syariah melalui lembaga pendidikan, agar industri syariah lebih sesuai syariah dan kompetitif di pasar.
MUI, Perguruan Tinggi, IMZ,
8.
Meningkatkan pemahaman dan praktek ekonomi syariah seperti perbankan syariah, ZISWAF, Asuransi Syariah, Arbitrase Syariah dan lain-lain.
MUI, Media Islam, MUIMI, IKADI, Ormas Islam, BAMI, ISEI, MES, IAEI, PKES, OJK
9.
Membiasakan umat untuk melakukan transaksi ekonomi yang berorientasi dari umat, oleh umat dan untuk umat.
MUI, Media Islam, MUIMI, IKAOI, Ormas Islam, BAMI. ISEI. MES, IAEI. PKES, OJK
10.
Merekomendasikan kepada MUI untuk mengk6ordinir. melaksanakan serta membentuk POKJA penguatan ekonomi umat yang menindaklanjuti hasil KUII VI Jogjakarta
MUI
Pimpinan Sidang
H. Anwar Abbas
I","
..
-e-
i
i
•.
Sekretaris
HM. Nadratuzzaman Hosen
Tim Perumus Ahmad Mukhlis Yusuf (Ketua) Taufik Mahrus (Sekretaris) Anggota: Ahmad Juwaini Syuhemadi Syukur M. Azrul Tanjung M. Ismail Yusanto Fitri Fauziah Bambang Kusumanto Lukman Muslimin'
7
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI Komisi B Bidang Ekonomi
Terima Kasih
8
MA TERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA VI
PENGUATAN PERAN SOSIAl BUDAYA UMAT ISLAM INDONESIA
KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA VI YOGYAKARTA, 8-11 FEBRUARI 2015
1
MA TERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA VI
Penguatan
Peran Sosial Budaya Umat Islam Indonesia
1. Latar Belakang Telaah keagamaan Islam selalu berkaitan dengan sejarah (historis) dan kajian realitas (empiris) umat Islam. Islam merupakan bagian penting dalam setting historis dan sosial. Pada sisi lain, secara fenomenologis realitas sosial umat Islam memiliki pola umum untuk dapat dipahami baik secara intuitif dan intelektual. Islam sesungguhnya bukan hanya suatu sistem teologi semata, melainkanlslam merupakan peradaban yang lengkap. Islam merupakan suatu kausalitas atan perpaduan (integrasi) persoalan agama (ritual) dan duniawi (amaliah). Dalam Islam, tidak bisa dipisahkan antara wilayah sakral dan profan. Dalam tradisi Islam terdapat jalinan kuat antara spirit dan hukum keagamaan dengan wilayah sosial. Islam tidak pernah padam dari sudut ideologi. Bahkan Islam akan tidak pernah terpisah dari persoalan sosial-budaya. Karena itu, tidak perlu heran kalau Islam pernah mengukir sejarah dunia. Islam telah mengalami kejayaan gemilang dan dirasakan sebagai warisan dan blueprint sosial yang masih sangat mungkin dapat dihidupkan kembali pada zaman yang berbeda. Sejarah Islam di Indonesia mencatat, bahwa kehadiran Islam ke Nusantara melalui proses yang panjang, khususnya melalui jalur perdagangan. Jejak sejarah Islam Indonesia, setidaknya dapat dilihat secara nyata melalui struktur sosial, seni budaya, pendidikan, dan politik. Secara keseluruhan perjalanan bangsa Indonesia identik sebagai perjalanan sejarah Islam Indonesia itu sendiri. Dalam konteks kekinian dengan ciri globalisasi dan modernisasi di Indonesia tidak otomatis mengakibatkan memudarnya keislaman. Sebaliknya, Islam justru semakin menguat secara kultural, sosial maupun politik. Umat Islam, sebagai konsekuensi memegang mayoritas, memungkinkan paling banyak bersentuhan dengan modernisasi. Hal ini ---bisa jadi --- menjadi faktor penentu kebangkitan (spiritualitas dan intelektualas) umat Islam saat ini di era ciri globalisasi dan modernisasi. Kesadaran ini, hendaknya mengilhami penyusunan skenario pembangunan Indonesia. Peradaban sosial budaya Islam Indonesia, akan terus bergerak sejalan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat Islam perlu melihat kecenderungan (trend) arah perkembangan sosial budaya Islam Indonesia, setidaknya dalam perspektif struktur sosial, seni budaya, pendidikan, dan politik. Sudah saatnya dibangun perspektif baru untuk melakukan revitalisasi sosial, budaya, dan arsitektur peradaban Islam Indonesia. Meskipun butuh waktu yang tidak singkat gagasan revitalisasi sosial, budaya, dan arsitektur peradaban Islam Indonesia di masa depan yang memiliki ciri dinamis, modern, maju, dan religius merupakan suatu ikhtiar yang perlu diperjuangkan bersama.
2. Revitalisasi Sosial, Budaya, dan Arsitektur Peradaban Islam Indonesia 2.1. Revitalisasi Arsitektur Peradaban Islam Indonesia Pasca reformasi, masyarakat bangsa Indonesia terus melakukan konsolidasi untuk kepentingan pembangunan, baik pembangunan yang bersifat fisik maupun yang bersifat non-fisiko Yang bersifat fisik antara lain terkait dengan pembangunan 2
MA TERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA
VI
infrastruktur, jembatan, hunian, pusat perdagangan, pusat pendidikan, kawasan pemukiman, jalan, dan yang terkait dengan kebijakan tat ruang. Yang terkait dengan non-fisik adalah tentang pembangunan sistem hukum, pembangunan sistem politik dan ketatatnegaraan, sistem pendidikan, hingga pembangunan karakter kebudayaan dan peradaban bangsa Indonesia. Salah satu hal mendasar yang kemudian memberikan pengaruh signifikaan dalam pembangunan arsitektur wilayah dan tata ruang serta identitas budaya bangsa adalah kebijakan otonomi daerah. Oengan kewenangan yang dirniliki, masing-masing daerah berlomba mengembangkan wilayahnya. Pusat-pusat daerah baru dikembangkan. Untuk itu, umat Islam perlu merumuskan strategi kebudayaan yang bersifat operasional dan praktis, baik yang terkait dengan simbol keagamaan maupun substansi dari nilai keagamaan dalam proses pembangunan daerah baru tersebut. Pengarusutamaan norma, nilai, dan spirit keislaman harus terus dilakukan dalam proses pembangunan dan pembangunan peradaban. Oi sinilah relevansi dan esensi pribumisasi Islam dalam konteks kebangsaan. Islam menjadi kaedah penuntun dalam setiap proses pembangunan budaya dan peradaban. Pasca reformasi, pembangunan infrastruktur memperoleh prioritas utama. Pembangunan pusat ekonomi, pusat pemukiman baru, jalan, jembatan, pusat rekreasi, dan sejenisnya dapat ditemukan dengan mudah, baik di pusat kota maupun di pelosok desa. Tetapi pada saat yang sama, kita tidak melihat kontribusi desain peradaban Islam dalam proses pembangunan terse but. Bahkan, secara kasat mata, Simbol peradaban dan budaya Islam semakin lama semakin marginal dan terpinggirkan, baik yang bersifat fisik (bangunan, tata ruang dan tata wilayah, lanskap kota) maupun yang bersifat non-fisik (sistem pendidikan, seni budaya, kebudayaan wilayahjkota). Tumbuhnya pemukiman baru, baik berupa kawasan kota baru, pemukiman, kompleks perumahan, kondominium, residensial, apartemen, dan sejenisnya, selalu dibarengi dengan pusat pendidikan dan pusat perbelanjaan, yang secara umum diikuti oleh keberadaan lembaga pendidikan yang nota bene tidak memiliki akar keislaman dan kebangsaan. Belum lagi perencanaan tata wilayahnya yang tidak ramah terhadap simbol ke-Islaman. Padahal, salah satu cara efektif dalam membangun budaya manusia adalah melalui jalur pendidikan, dan basis lingkungan pemukiman. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, ditambah dengan keran kebebasan berekspresi, menambah riuh rendahnya jalinan informasi yang kemudian membentuk karakter dan budaya bangsa secara sangat cepat. Budaya Barat yang berbasis teologi Kristiani dengan mudah masuk, dan disadari atau tidak, telah mengubah cara pandang masyarakat muslim di Indonesia. Hegemoni budaya pop yang didominasi Barat sebagai kiblat terus meracuni generasi muda Islam, yang akhirnya mereka gandrung dengan budaya tersebut, meski tak jarang bertentangan secara diametral dengan norma agama Islam. Sementara, Islam dan umat Islam serta budayawan dan seniman Islam tidak cukup hadir di dalam ruang ini untuk berkontestasi memberikan "alternatif" dan "pembanding", sehingga pertandingan untuk mengisi ruang seni dan budaya didominasi oleh budaya Barat yang nota bene tidak memiliki akar ke-Islaman, nyaris tanpa perlawanan berarti; dari umat Islam dan budayawan Islam,
3
MATERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA VI Oalam sejarah kejayaan Islam di nusantara, kita bisa menyaksikan integrasi semangat keagamaan dalam perencanaan pembangunan, termasuk di dalamnya perencanaan tata kota dan tata ruang wilayah, sehinga lanskap daerah akan sangat dengan mudah dikenali sebagai daerah yang memiliki basis budaya Islam, tanpa kehilangan identitas budaya lokalnya. Penataan kota masa kerajaan Islam Nusantara, yang hingga kini masih banyak kita temukan jejaknya, selalu menempatkan pusat pemerintahan berdekatan dengan pusat keagamaan, pendidikan, dan pusat ekonomi. semacam ini sampai sekarang masih terus dapat disaksikan, dimana hampir setiap kota di Jawa yang dibangun pada masa kerajaan Islam, pusat pemerintahannya senantiasa berada dipusat kota yang terdapat alun-alun didepannya, masjid di sebelah baratnya, penjara dan pasar di sekitarnya. Kecuali itu ciri khas jalan-jalan yang membelah dari pusat alun-alun danperkampungan yang dihuni oleh komunitas orang santri yang disebut kauman telah menjadi ciri khas tata kota di jawa. Bentuk arsitektur tata kota yang lain dapat kita lihat pada bangunan tamansari dan hiasan pada keraton seperti pada bangunan keraton yogya yang memiliki hiasan kaligrafi atau huruf Arab, gapura, masjid dan benteng. Pada aspek seni dan budaya misalnya, aktifitas seni Aceh seperti tari saman dan Jawa seperti samrah dan raddad memiliki folosofi dan dimensi spiritualitas agama Islam yang sangat agung, yang divisualisasi dalam bentuk seni gerak dan tari. Para Ulama juga tampil dalam menyajikan seni rupa yang berdimensi keagamaan; demikian juga lagu dan nyanyian juga sangat inspiratif, produktif, dan religius. Arsitektur bangunan fisik gedung juga dibangun dengan filosofi yang sangat kuat aspek religiusitasnya. Ada keterkaitan erat pembangunan fisik dengan dimensi ilahiyah. Pengembangan infrastruktur di Indonesia kini, seolah kering dari sisi spiritualitas agama. Islam dan umat Islam tidak cukup hadir dalam memberikan guidance dan penuntun dalam menyusun rancang bangun peradaban bangsa melalui kebijakan tata ruang dan lanskap wilayah yang mencerminkan religiusitas. Oi tengah gencarnya pembangunan infrastruktur dewasa ini, identitas budaya dan peradaban Islam semakin lama semakin terkikis. Sekedar menyebut contoh, pembangunan gedung-gedung pencakar langit yang telah dan sedang dibangun, tidak cukup banyak yang memiliki desain bangunan yang mengadaptasi arsitektur Islam. Oi samping itu, pembangunan gedung-gedung tersebut justru meminggirkan bangunan-bangunan yang sudah ada, yang memiliki historikal Islam; seperti masjid, pesantren, sekolah Islam, dan sejenisnya. Oi sepanjang Jalan MH Thamrin dan Sudirman di Jakarta, yang menjadi "front stage" dan icon Jakarta,tak satupun bangunan yang dapat dibanggakan sebagai bangunan yang mencerminkan wajah Jakarta yang religius. Bahkan, di kawasan bundaran Semanggi, berdiri cukup megah kampus Unika Atmajaya, dan di belakangnya, dengan identitas yang cukup mencolok, RSSiloam dengan logo salib yang sangat dominan. Fakta yang lain, di saat pembangunan pusat perkantoran baru, baik karena wilayah pemekaran maupun relokasi. Oesain pembangunan fisiknya pun tidak mengintegrasikan semangat kebudayaan dan peradaban Islam di dalamnya. Oominasi pembangunan pusat perbelanjaan juga tidak diimbangi dengan peneguhan
4
MATERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESLA VI simbol spiritualitas di dalamnya. Kepentingan keuntungan ekonomis menjadi faktor dominan dalam pembangunan. Oi samping aspek fisik, pada aspek budaya, umat Islam juga tidak cukup ambil peran untuk mengisi dan berkontestasi. Pada bulan ramadhan dan Idul Fitri serta hari-hari besar Islam, dulu memiliki nuansa kemeriahan, dan seolah menjadi identitas budaya, yang menyatu dengan masyarakat secara umum. Kini, takbir pada saat idul fitri saja sudah mulai dilokalisir "hanya" di masjid. Belum lagi hari-hari besar Islam lain seperti Maulid Nabi saw, Isra' Mi'raj, Idul Adha, Tahun Baru Hijriyah, dan sejenisnya. Peristitiwanya menjadi sangat "Iokal" dan kembali "hanya" milik umat Islam, dan itupun "sebagian umat Islam". Oi sisi lain, momentum keagamaan agama lain terus dikembangkan secara kreatif dan disosialisasikan sedemikian rupa, dan akhirnya menjadi "ritual nasional" yang pengikutnya melampaui hanya sekedar umatnya. Tengok saja misalnya saat Natal dan Tahun Baru Masehi. Topi sinterklas mendominasi pemandangan di bulan Oesember di berbagai ruang publik, dengan segala pernak perniknya; tahun baru masehi menjadi begitu istimewa dengan berbagai pesta penyambutannya; yang secara tidak sadar telah mampu merubah dan menjadi budaya yang diterima oleh seluruh bangsa Indonesia. Oi sinilah perlunya konsolidasi ideologi, visi, dan juga gagasan untuk merumuskan strategi kebudayaan Islam, merivitalisasi norma dan nilai keagamaan dan membumikannya dalam peradaban dan kebudayaan bangsa Indonesia; memastikan Islam hadir secara aktif dalam mewarnai dan membangun cetak biru peradabang bangsa, menghadirkan spirit keagamaan Islam dalam mewarnai peradaban bangsa Indonesia serta mengarusutamakan budaya Islam sebagai identitas budaya bangsa. Kongres Umat Islam VI sudah seharusnya merumuskan langkah kongkrit dengan mendorong seluruh elemen strategis umat Islam untuk bersatu padu mewujudkan lanskap peradaban bangsa Indonesia dengan paduan norma, tata nilai, dan spirit keislaman. 2.2. Revitalisasi Sosial Umat Islam Indonesia Oinamika transformasi kontemporer telah menampilkan fenomena baru di kalangan umat Islam. Peningkatan taraf pendidikan dan ekonomi, telah menumbuhkan kelas menengah perkotaan yang menampilkan wajah "umat Islam modern". Modernitas dan gaya hidup, serta peningkatan spiritualitas umat Islam baik di perkotaan dan pedesaan telah mampu menampilkan "wajah" Islam yang bercorak urban dan modern. Peningkatan kesadaran penggunaan busana muslimah, baik di perkotaan dan pedesaan, mengindikasikan tumbuhnya kesadaran baru sebagai refleksi dari pendalaman dan penghayatan keagamaan di kalangan muslimah. Peningkatan spiritualitas umat Islam Indonesia, juga diindikasikan dengan meningkatnya daftar tunggu jemaah haji. Publikasi Kementerian Agama RI Januari 2015 mencatat daftar tunggu haji tertinggi yaitu 2 (dua) kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan meliputi Kabupaten Wajo yaitu tahun 2042 dan Kabupaten Bantaeng tahun 2040. Lamanya daftar tunggu untuk menunaikan ibadah haji, setidaknya mengindikasikan tingginya kesadaran akan menunaikan ibadah haji dan meningkatnya derajat ekonomi umat Islam Indonesia.
5
MATERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA VI Meningkatnya peran politik dan birokrasi umat Islam, setidaknya pada aspek kuantitas merupakan indikasi dari mobilitas sosial umat Islam. Peningkatan secara signifikan, masyarakat terdidik di kalangan umat Islam juga menjadi cermin dinamika dan transformasi sosial umat Islam yang semakin tajam. Sebaliknya, umat Islam kontemporer juga masih didera berbagai persoalan sosial, diantaranya kemiskinan, kesenjangan sosial-ekonomi, kebodohan, konflik sosial internal umat Islam ---vertikal dan horizontal, serta konflik antar umat Islam sebagai akibat (efek ikutan) dari mobilitas sosial. Data Biro Pusat Statistik (BPS)menunjukkan, bahwa secara absolut kemiskinan di Indonesia menyentuh angka 10.356.690 (kota) dan 17.371.690 (desa). Bila menurut sensus penduduk tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,91% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha dan 0,05% Khonghucu; maka kisaran kemiskinan Indonesia 90% atau lebih yaitu umat Islam. Kemiskinan sebagai problem sosial pada prinsipnya telah mendapatkan jawaban yang jelas dalam ajaran Islam dengan konsep zakat, infak dan sedekah. Namun, bagaimana realisasi dalam kenyataannya, kelembagaan zakat, infaq, dan shadakah masih belum berperan secara signifikan dalam peningakatan ekonomi umat Islam. Problematika sosial lainnya, seperti mengenai pluralisme,tafsir kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pluralisme, khususnya dikaitkan dengan toleransi beragama, mendudukan umat Islam dalam posisi dilematis dan kurang diuntungkan. Menurut data BPSpartisipasi pendidikan di atas; menunjukkan bahwa partisipasi pendidikan umat Islam di Indonesia semakin menu run sejalan dengan peningkatan jenjang pendidikan. Angka partisipasi murni (APM) tahun 2013 menunjukkan 95,52 (SD/MI); 73,73 (SMP/MTs); 54,12 (SM/MA); dan 18,08 (PT). Menurunnya partisipasi murni pendidikan sejalan dengan meningkatnya jenjang pendidikan, maka akan mengakibatkan pengangguran yang berasal di kalangan umat Islam. Data BPSmenunjukkan, bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dalam rentang (66,16-69,96) persen dengan tingkat pengangguran terbuka (TPK) dalam rentang (5,92-11,24) persen atau antara (7,17-11,90) juta. lumlah pengangguran (menurut publikasi BPSlainnya) pada Februari 2014 mencapai 7,2 juta orang, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)cenderung menurun, dimana TPT Februari 2014 sebesar 5,70 persen turun dari TPT Agustus 2013 sebesar 6,17 persen dan TPT Februari 2013 sebesar 5,82 persen. Pada Februari 2014, TPT untuk pendidikan Sekolah Menengah Atas menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 9,10 persen, disusul oleh TPT Sekolah Menengah Pertama sebesar 7,44 persen, sedangkan TPT terendah terdapat pada tingkat pendidikan SO ke bawah yaitu sebesar 3,69 persen. Jika dibandingkan keadaan Februari 2013, TPT pada semua tingkat pendidikan mengalami penurunan kecuali pada tingkat pendidikanSD ke bawah dan Diploma. Profil persolan sosial umat Islam, cukup terwakili dengan melihat indikator rendahnya taraf pendapatan (ekonomi), pendidikan, dan tingginya pengangguran di Indonesia. Kesimpulan berdasarkan data BPS (dengan menggunakan acuansensus penduduk tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam) cukup mewakili kerisauan bersama atas potren persoalan sosial umat Islam.
6
MA TERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA
VI
2.3. Revitalisasi Budaya Islam Nusantara Budaya Islam Indonesia tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah panjang masyarakat Indonesia. Budaya dimaknai sebagai hasil pemikiran, keyakinan, perilaku. Budaya juga dikenal sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa man usia. Budaya umat Islam Indonesia, dengan demikian, akan memiliki dimensi yang jamak sesuai dengan relativitas cipta, rasa, dan karsa umat Islam. Era kontemporer (kekinian) bercirikan globalisasi, komunikasi dan informasi saat memberikan dampak pada percepatan informasi dan komunikasi. Implikasinya terjadinya pertukaran dan transformasi budaya secara massif dalam berbagai bentuk seperti produk karya seni dan ilmu pengetahuan.Dampak iringan paling dirasakan dalam realitas kehidupan masyarakat, diantaranya maraknya tayangan televisi, internet, pola gaya hidup. Secara faktual ---dengan menyebut--- tayangan televisi, internet, pola gaya hidup masih jauh dari budaya Islam ideal. Secara diametral konten atau substansi budaya saat ini ---tayangan televisi, internet, pola gaya hidup--- bertentangan dengan nilai Islam. Meski pun masih ada ---dengan jumlah yang sangat terbatas--yang sejalan atau setidaknya tidak bertentangan dengan kaidah dan nilai Islam. Celakanya, tayangan televisi, internet, pola gaya hidup itulah yang banyak dijadikan kiblat oleh umat Islam. Globalisasi sebagai konsekuensi revolusi iptek (ilmu, pengetahuan dan teknologi), komunikasi dan informasi membawa dampak sangat luas, diantaranya pada aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Umat Islam dan negara kehabisan cara untuk melakukan filter terhadap merebaknya pengaruh akibat dari tayangan televisi, internet, pola gaya hidup. Berbagai regulasi untuk menahan efek negatif terhadap tayangan televisi, internet, pola gaya hidup banyak menemui jalan buntu. Terminologi tingkat budaya masyarakat Indonesia ---menu rut data BPS--dicirikan oleh konsumsi informasi masyarakat yang berasal dari kegiatan mendengar radio, menonton televisi, membaca surat kabar/majalah, dan melakukan olahraga. Berdasarkan data Indikator Sosial Budaya 2003, 2006, 2009, dan 2012 di atas, terjadi penurunan secara cukup signifikan pada kegiatan mendengar radio, yaitu dari 50,29% (tahun 2003) menjadi hanya 18,57% (tahun 2012). Sementara kegiatan menonton televisi naik dari 84,94% (tahun 2003) menjadi 91,68% (tahun 2012). Penurunan juga terjadi pada kegiatan membaca surat kabar/majalah dari 23,70% (tahun 2003) menjadi hanya 17,66% (tahun 2012); dan kegiatan Melakukan Olahraga dari 25,45% (tahun 2003) menjadi hanya 24,99% (tahun 2012). Pada sisi lain, revolusi iptek, komunikasi dan informasi membawa dampak positif. Melalui televisi, internet dan media elektronik banyak informasi positif bisa dimanfaatkan bagi pengembangan iptek, sosial budaya, dan ekonomi. Taraf keterdidikan, kepintaran/kecerdasan masyarakat makin meningkat. Secara kultural, etos dan gairah kerja keras bisa dibangun; sehingga mampu membongkar sikap pasrah, malas dan statis di masyarakat. Bahkan, melalui revolusi iptek, komunikasi dan informasi Indonesia dapat menggenjot peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM)agar dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pada era modern saat ini, kiblat budaya bukan dialamatkan pada negara dengan peradaban maju, melainkan pada dunia barat yang dipandang sebagai kiblat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak pelak, dunia barat menjadi rujukan 7
MA TERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA VI dan dunia timur dipandang sudah ketinggalan zaman dan tidak relevan lagi. Pemikiran demikianbisa saja kita katakan keliru, dengan alasan bahwa pada dasarnya Islam telah memberikan kontribusi yang amat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi saat ini. Islam juga diklaim telah memberikan kontribusi bagi kemajuan Barat dimana ilmuwan Barat telah mempelajari karya ilmuwan Islam sepertilbnu Rusyd, AI Farabi, Ibn Sina, dan banyak lagi yang lainnya. Namun, faktanya ketika umat Islam mau belajar mengenai ilmu dan teknologi, arahnya jelas yaitu negara Barat. Islam ---dalam perspektif budaya komunal--- merupakan tatanan masyarakat yang menjaga dan menegakkan aqidah dan svori'ot, serta rahmatan iiI alamin{mensejahterakan seluruh alam dan umat manusia).lslam mengharuskan umat manusia untuk merenungkan seluruh ciptaan Illahi dan menggali ilmu pengetahuan. Dengan demikian, menggali ilmu, pengetahuan, dan teknologi (iptek) adalah kewajiban syari'ah bagi umat Islam. Posisi strategis umat Islam dalam era globalisasi, yaitu memberikan arah dan bimbinganagar umat Islamtidak menjauh dari konsepsi dan budaya Islam. Umat Islam harus tetap teguh berpijak pada nilai Islam untuk membentengi berkembangnya ideologi sekuler dan budaya yang bertentangan ajaran Islam. Dengan demikian, maka peran ilmu dan keagamaan Islam perlu dikonstruksikanuntuk mewarnai era globalisasi,sehingga dapat dimanfaatkan secara positifbagi membangun tatanan dunia baru yang memiliki platform dan berkiblat pada budaya dan nilai keislaman. 3. Strategi Implementasi Apa sesungguhnya agenda penting dalam penguatan peran sosial budaya umat Islam Indonesia? Beberapa agenda di bawah ini, merupakan perasan dari berbagai pemikiran di atas, untuk mengarahkan pada opsi implementasi. 3.1. Strategi implementasi revitalisasi arsitektur peradaban Islam Indonesia a. Umat Islam perlu mengembangkan arsitektur peradaban Islam Indonesia baik pada aspek fisik maupun pengembangan budaya pada aspek pengembangan platform budaya Islam. b. Umat Islam hendaknya terus menjaga dan melestarikan tradisi budaya keislaman seperti budaya Betawi, Aceh, Riau dan Banten. c. Tokoh dan pemimpinan umat Islam hendaknya secara intensif melakukan konsolidasi ideologi, VIS I, dan gagasan untuk merumuskan dan mengimplementasikan revitalisasi arsitektur Islam di Indonesia. d. Umat Islam Indonesia hendaknya hadir secara aktif dalam mewarnai dan membangun cetak biru (blue print) revitalisasi arsitektur Islam di Indonesia yang bersumber pada spirit keagamaan Islam. 3.2. Strategi implementasi revitalisasi sosial umat Islam Indonesia a. Kehidupan keberagamaan baik pada peningkatankeyakinan (beliefi, ibada (ritual), ukhuwah islamiyah dalam masyarakat (community) perlu terus didorong, dibina dan dikembangkan.
8
MATERl KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA VI b. Perlu didorong peningkatan, pertumbuhan dan perkembangan peran lembaga (institusi) keagamaan dalam usaha memerangi kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran di kalangan umat Islam. c. Umat Islam hendaknya melakukan transformasi sosial dalam membentuk dan membangun tatanan sosial umat Islam yang rahmatan IiI 'alamin dengan tidak meninggalkan ciri modernitas, ilmu pengetahuan dan teknologi yang didukung oleh kesejahteraan ekonomi. 3.3. Strategi implementasi revitalisasi budaya Islam Nusantara a. Tokoh dan pimpinan umat Islam hendaknya mengambil langkah penting dalam melakukan gerakan pembudayaan dengan merujuk pada peningkatan budaya belajar, sadar pentingnya informasi (melalui kegiatan mendengarkan radio, menonton tayangan positif, membaca, dan berolahraga), dan pola hidup sehat. Melalui peningkatan budaya belajar dan sadar pentingnya informasi, maka usaha membumikan AI-Quran dan As-sunnah sebagai basis pengembangan iptek dan kebudayaan dapat berjalan optimal. b. Perlu dibangun kesadaran akan pentingnya penguasaan iptek (ilmu, pengetahuan, dan teknologi) dan pendalaman keagamaan Islam secara memadai guna menghadapi era globalisasi, sehingga dapat dibentuk tatanan dunia baru yang memiliki platform dan berkiblat pada budaya dan nilai keislaman. c. AI-Quran dan As-sunnah harus dijadikan rujukan dasar dalam pengembangan tayangan televisi, internet, pola gaya hidup, dan budaya Islam (hasil pemikiran, keyakinan, perilaku, cipta, rasa, dan karsa manusia). d. Umat Islam hendaknya melakukan lompatan dalam rekayasa budaya (cultural engineering) dan rekayasa sosial (social engineering) dalam rangkamembangun peradaban baru dengan iptek dan kebudayaan Islam yang lebih maju dan modern.
9
MATERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA
VI
HASll RUMUSAN KOMISI C BIDANG SOSIAl BUDAYA EMPAT STRATEGI UTAMA Komisi Sosial Budaya menyepakati bahwa dalam rangka penguatan peran sosial budaya umat Islam Indonesia ditempuh (di antaranya) melalui empat strategi utama, yaitu: 1. Penguatan Institusi Keluarga a. Menyelenggarakan edukasi pra-nikah. b. Menghidupkan fungsi dan kegiatan pembinaan keluarga melalui lembaga terkait seperti : majelis taklim, ormas Islam, dan lembaga pendidikan. c. Memperkuat relasi intrakeluarga sesuai nilai-nilai keislaman melalui keteladanan. d. Menyediakan fasilitas dan sarana publik yang ramah bagi anak dan keluarga. 2. Pengembangan Generasi Muda a. Merevitalisasi kegiatan remaja masjid. b. Meningkatkan kegiatan remaja melalui organisasi kepemudaan Islam. c. Menyelenggarakan festival budaya Islam. d. Melindungi generasi muda dari pornografi, narkoba, pergaulan bebas, dan perilaku amorallainnya. e. Menyediakan sumber informasi dan sumber belajar yang menyenangkan. 3. Perlindungan umat dari pemurtadan, aliran sesat, sinkretisme, perdukunan, wangsit, dan pemikiran SIPIUS(sekularisme, pluralisme, dan liberalisme). a. Memetakan daerah rawan pemurtadan, aliran sesat, sinkretisme, perdukunan, wangsit, dan pemikiran SIPILIS. b. Mengoptimalkan dakwah di daerah rawan pemurtadan, aliran sesat, sinkretisme, perdukunan, wangsit, dan pemikiran SIPIUS c. Menguatkan kapasitas da'i melalui program pendidikan, pelatihan, dan kegiatan sejenis. d. Memberikan dukungan pendanaan bagi kegiatan dakwah. 4. Revitalisasi budaya Islam melalui kesultanan a. Mengacu pada landasan hukum : Amandemen ke 2, UUD 1945 pasal18b, dan Permendagri No. 39 tahun 2007. b. Menyelenggarakan festival kesultanan Islam, baik nasional maupun internasiona I. c. Menyelenggarakan penelitian, pengkajian dan pengembangan kesultanan Nusantara. d. Menciptakan dan menjadikan kesultanan Nusantara sebagai model budaya Islami, yang menggambarkan keharmonisan antara manusia, alam dan Allah Swt. (Hal-hal yang lebih rinci sebagaimana tertuang dalam 40 pointers terlampir dalam Yarasutra)
10
MATERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA Pimpinan Sidang : 1. Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas 2. Prof. Dr. Hj. Tuti Alawiyah 3. Dr. H. Sinansari ecip 4. Drs. H. Basri Bermanda, MBA
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Tim Perumus : 1. Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya 2. Prof. Dr. H. Muhammad Asdar 3. Prof. Dr. H. Rahmat Soe'oed, M.A 4. Drs. Taslim, M.A 5. Dr. H.M. Asrorun Ni'am Sholeh, M.A 6. Dr. Hj. Rustuti Rumagesan, MBA 7. Dr. Hj. Sururin
(Ketua) (Sekretaris) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
VI
11