Artikel Penelitian
Peran Faktor Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal
Sarimawar Djaja, Dwi Hapsari, Ning Sulistyowati, Dina Bisara Lolong Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI
Abstrak: Dalam lima tahun terakhir tidak didapatkan penurunan angka kematian neonatal yang bermakna. Analisis bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan terhadap kesakitan (diare/ISPA/pneumoni) dan kematian neonatal. Desain penelitian adalah cross sectional menggunakan data gabungan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Susenas 2007, dengan jumlah sampel sebesar 280 000 rumah tangga (RT) yang tersebar di 18 000 blok sensus yang dipilih secara probability proportional to size. Analisis melalui uji bivariat dan multivariat. Dari setiap blok sensus diambil 16 RT secara systematic random sampling. Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko neonatal yang sakit diare/ISPA/pneumoni meningkat pada keluarga dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah, bayi yang tinggal di perdesaan, dan bayi yang tidak mendapat Kunjungan Neonatal minggu pertama (KN1) masing-masing sebesar 2,5 kali, 3,1 kali, dan 1,6 kali dibandingkan dengan keluarga pendapatan menengah ke atas, tinggal di perkotaan, dan mendapat KN1. Risiko kematian neonatal akan meningkat 9,5 kali apabila bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR), 3,4 kali bila ibu tidak berpendidikan/tidak tamat sekolah dasar dibandingkan ibu tamat sekolah menengah atas. Untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi baru lahir perlu kerjasama lintas sektor untuk meningkatkan status ekonomi masyarakat dan pendidikan perempuan, tanpa mengabaikan penanganan berkualitas terhadap ibu hamil risiko tinggi, ibu bersalin, dan ibu nifas dan bayi berat badan lahir rendah dan gangguan pernapasan. Kata kunci: neonatal, morbiditas, mortalitas, sosio-ekonomi, pelayanan kesehatan
370
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009
Faktor Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal
Contribution of Socio Economical, Biological and Health Service Factors towards Neonatal Morbidity and Mortality Sarimawar Djaja, Dwi Hapsari, Ning Sulistyowati, Dina Bisara Lolong Research Center of Ecology and Heath Status, National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health RI
Abstract: In the last five years period the neonatal mortality rate decreased insignificantly. The aim of this analysis is to identify the background factors of neonatal morbidity (diarrhea/acute respiratory infection(ARI)pneumonia) and neonatal mortality in Indonesia. The research designed is cross sectional and using Baseline Health Research 2007 data merged with Susenas 2007 data to get the socio-economic variabel. Sample consists of 280,000 household spreading in the 18 000 block census, chosen through probability proportional to size selection. Systematic random sampling of 16 household applied from each selected block census. Bivariate and multivariate analysis with logistic regression was done to all neonatal suffering acute respiratory infection/pneumonia/diarrhea and neonatal death. The result of multivariate analysis shows risk of neonatal morbidity for diarrhea/ARI/pneumonia increases in moderate-low level of family income, babies in the rural area, and babies not visited by midwives in the first week after born, compared to babies with high level of family income, live in urban area, and visited by midwives. The risk of low birth weight increase 9.5 times to neonatal death, and the risk of mother with no education or does not graduate the primary school increases 3.4 times to neonatal death compared with mother graduate from senior high school. To increase the survival of the neonatal babies there should be attempts with other sectors to increase the economic status of the population, education of the women, as well improving the quality of care for high risk pregnant mothers, delivery/postpartum mothers, low birth weight babies and newborn babies with respiratory disorders. Key words: neonatal, morbidity, mortality, socio-economic, health services
Pendahuluan Kesakitan dan kematian pada bayi baru lahir tetap menarik untuk didiskusikan mengingat keduanya merupakan indikator penting yang menggambarkan derajat kesehatan bayi. Setiap tahun delapan juta bayi lahir, dan meninggal dalam bulan pertama dari kehidupannya.1,2 Kejadian tersebut sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.3 Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 20034 dan 20075 menunjukkan bahwa angka kematian bayi baru lahir (neonatal) tidak menurun secara berarti (20 per 1 000 Kelahiran Hidup (KH) dan 19 per 1 000 KH). Masa neonatal merupakan masa yang rentan. Data menunjukkan duapertiga kematian bayi terjadi pada bulan pertama kehidupannya. Kematian neonatal merupakan akibat dari faktor medis, faktor sosial, dan kegagalan sistem yang dipengaruhi oleh budaya. Disinyalir, kematian bayi baru lahir banyak terjadi di negara berkembang, di rumah, tanpa bantuan penolong yang professional, terlambat akses ke pelayanan kesehatan, ibu mengalami komplikasi yang mempengaruhi kesehatan bayi baru lahir, biasanya dengan kondisi sosial rendah.6 Laporan media di beberapa kabupaten di Indonesia Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009
menunjukkan keprihatian atas kematian bayi neonatal yang disebabkan kemiskinan.7, 8 Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 20079 menunjukkan prevalensi ISPA dan diare pada anak di bawah satu tahun sebesar 36 dan 17 persen. Analisis lanjut bayi baru lahir hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 200110 menunjukkan prematuritas, bayi berat lahir rendah, asfiksia merupakan penyebab yang prevalen pada kematian bayi neonatal dini (0-6 hari). Penyebab yang prevalen pada kematian bayi neonatal lanjut adalah infeksi. Kesehatan ibu yang buruk selama kehamilan akan mempengaruhi perkembangan, pembentukan, dan kesehatan janin di dalam kandungan. Bayi yang lahir dengan kondisi tidak sehat seperti berat lahir rendah, asfiksia, sepsis, kelainan kongenital yang mungkin bertahan pada periode neonatal berisiko besar mengalami disabilitas untuk masa lama atau meninggal pada masa anak-anak. Hal tersebut perlu mendapat perhatian pemerintah untuk membangun status kesehatan masyarakat yang baik sejak bayi dikandung, ketika dilahirkan, sampai melewati masa anak-anak dan menjadi dewasa.
371
Faktor Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal Studi dilakukan dengan cara menganalisis data Riskesdas 2007 yang berintegrasi dengan Susenas 2007 dan berhasil digabung untuk melihat gambaran kesakitan (diare/ ISPA/pneumoni) dan kematian pada bayi neonatal serta faktor-faktor sosio ekonomi dan pelayanan kesehatan yang berperan. Metode Desain penelitian adalah cross sectional. Data yang digunakan adalah data Riskesdas 2007 digabungkan dengan data Susenas 2007 untuk memperoleh variabel sosioekonomi. Data Riskesdas 2007 mencakup seluruh sampel Kor Susenas 2007 sebesar kurang lebih 280 000 RT yang ada di 18 000 blok sensus terpilih, dan dari masing-masing blok sensus diambil 16 RT. Pengumpulan data memakai kuesioner yang dikumpulkan melalui wawancara untuk mengetahui status kesehatan bayi dan penyebab kematian dengan menggunakan kuesioner AV dengan diagnosis berdasarkan ICD-10.11 Sampel adalah semua anggota individu rumah tangga yang di Riskesdas 2007 yang berumur 0 hari sampai dengan 28 hari yang datanya berhasil digabung dengan data Susenas Kor 2007. Data kesakitan diambil dari data kesehatan masyarakat Riskesdas 2007 yang memberikan gambaran individu di populasi, sedangkan data kematian diambil dari data suplemen autopsi verbal Riskesdas 2007 yang Tabel 1.
Status Ekonomi Kuintil 4-5 Kuintil 1-3 Daerah Perkotaan Perdesaan Pendidikan ibu SMA+ Tamat SD-SMP Tdk sekolah/tmt SD Rumah sehat Ya Tidak BBLR Tidak Ya KN1 Ya Tidak KN2 Ya Tidak Pemanfaatan faskes Faskes Non faskes
372
Hasil Analisis Neonatal Sakit Prevalensi neonatal sakit ISPA/pneumonia/diare sebesar 17,9 persen. Menurut karakteristik sosio-demografi yaitu
Prevalensi dan Rasio Odd Neonatal Sakit dalam Kaitannya dengan Karakteristik SosioDemografi, Lingkungan, Kondisi Bayi dan Pelayanan Kesehatan
Karakteristik
Total
menggambarkan kematian individu di rumah tangga sampel. Analisis kesakitan dan kematian dilakukan dengan deskriptif, uji bivariat dan multivariat. Analisis akan dilakukan secara deskriptif untuk melihat prevalensi kesakitan neonatal karena diare/ISPA/pneumonia yang berkaitan dengan faktor sosiodemografi (status ekonomi, daerah tempat tinggal, pendidikan ibu), faktor lingkungan (rumah sehat yang merupakan komposit luas lantai, bahan bakar, sumber air minum, fasilitas buang air besar), kondisi bayi (berat badan lahir), pelayanan kesehatan (kunjungan neonatal/KN1, KN2, upaya pencarian pengobatan). Analisis deskriptif untuk melihat kematian neonatal yang berkaitan dengan status ekonomi, daerah tempat tinggal, pendidikan ibu, dan berat badan lahir. Rasio odds digunakan untuk menentukan determinan dari kematian neonatal. Untuk mengetahui faktor determinan kesakitan dan kematian neonatal dilakukan uji multivariat, pertama-tama ditentukan determinan potensial melalui pengujian regresi logistik bivariat dengan nilai p<0,25. Selanjutnya, semua determinan potensial dengan nilai p<0,25 akan diikutsertakan di dalam model dan dilakukan pengujian regresi logistik dengan nilai p<0,05.
ISPA/Pneumoni/Diare Tidak Ya f % f %
N weight
P value
OR
CI 95%
1,00 2,84
1,71 - 4,73
1,00 3,43
2,13 - 5,53
1,00 1,01 3,00
0,62 - 1,65 1,69 - 5,32
1,00 1,68
0,70 - 4,05
1,00 2,13
1,29 - 3,52
1,00 2,12
1,39 - 3,24
1,00 0,59
0,39 - 0,89
1,00 0,26
0,16 - 0,42
0,00 200 303
90,5 77,3
21 89
9,5 22,7
221 392 0,00
255 248
91,1 74,5
25 85
8,9 25,5
280 333 0,00
175 266 62
85,0 85,0 66,0
31 47 32
15,0 15,0 34,0
206 313 94
45 458
88,2 81,5
6 104
11,8 18,5
51 562
0,22
0,00 435 68
84,0 70,8
83 28
16,0 29,2
518 96 0,00
281 222
87,3 76,3
41 69
12,7 23,7
322 291 0,01
178 325
77,1 85,1
53 57
22,9 14,9
231 382 0,00
55 448
61,1 85,7
35 75
38,9 14,3
90 523
503
82,1
110
17,9
613
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009
Faktor Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal daerah tempat tinggal, prevalensi neonatal sakit ISPA/ Pneumoni/Diare di perdesaan (26 persen) lebih tinggi daripada di perkotaan (9 persen). Dikaitkan dengan status ekonomi, prevalensi neonatal sakit di rumah tangga dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah (indeks kuintil 1-3) sebesar 23 persen, sedangkan di rumah tangga dengan tingkat pendapatan atas (indeks kuintil 4-5) prevalensi neonatal sakit sebesar 10 persen. Dikaitkan dengan pendidikan ibu, prevalensi neonatal sakit yang ibunya berpendidikan tamat SD atau lebih muda dua kali lebih besar (34 persen) daripada ibu dengan pendidikan SMA ke atas (15 persen). Namun prevalensi neonatal sakit yang ibunya berpendidikan tamat SDSMP sama dengan ibu yang berpendidikan SMA atau lebih (masing-masing 15 persen). Hasil analisis regresi logistik bivariat untuk mengetahui determinan potensial, menunjukkan bahwa variabel daerah, status ekonomi, dan pendidikan ibu mempunyai nilai p<0,25. Bayi neonatal di rumah tangga dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah mempunyai risiko 2,8 kali terkena Diare/ ISPA/Pneumonia dibandingkan bayi neonatal di rumah tangga dengan tingkat pendapatan menengah ke atas. Bayi neonatal yang tinggal di perdesaan mempunyai risiko 3,4 kali terkena diare/ISPA/pneumoni dibandingkan bayi yang tinggal di perkotaan. Bayi neonatal yang ibunya tidak berpendidikan atau tidak tamat SD berisiko 3 kali untuk terkena diare/ispa/pneumoni dibandingkan bayi neonatal. Berdasarkan karakteristik lingkungan, prevalensi neonatal sakit ISPA/Pneumoni/Diare yang bertempat tinggal dengan kondisi rumah tidak sehat lebih tinggi daripada neonatal yang bertempat tinggal dengan kondisi rumah sehat. Hasil analisis regresi logistik bivariat menunjukkan variabel rumah sehat mempunyai nilai p<0,25. Bayi neonatal yang tinggal di rumah tidak sehat mempunyai risiko 1.7 kali terkena diare/ispa/pneumoni dibandingkan bayi neonatal yang tinggal di rumah sehat. Berdasarkan karakteristik kondisi bayi ketika dilahirkan, prevalensi neonatal sakit ISPA/Pneumoni/Diare dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih tinggi (29 persen) daripada neonatal dengan berat badan lahir normal (16 persen). Hasil analisis regresi logistik bivariate menunjukkan bahwa variabel BBLR mempunyai nilai p<0.25. Bayi neonatal yang pada saat lahir BBLR mempunyai risiko 2,1 kali terkena diare/ ispa/pneumoni dibandingkan bayi neonatal yang tidak BBLR. Menurut karakteristik pelayanan kesehatan, prevalensi
neonatal yang menderita sakit ISPA/Pneumoni/Diare yang tidak mendapatkan pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) lebih tinggi (24 persen) daripada neonatal yang pernah mendapatkan pelayanan KN1 (13 persen). Sebaliknya, prevalensi neonatal yang menderita sakit ISPA/Pneumoni/ Diare yang tidak pernah mendapat pelayanan kunjungan neonatal kedua (KN2) lebih rendah (15 persen) daripada neonatal yang pernah mendapatkan pelayanan KN2 (23 persen). Prevalensi bayi neonatal yang menderita ISPA/Pneumonia/ Diare yang memanfaatkan fasilitas kesehatan lebih tinggi (39 persen) daripada yang tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan (14 persen). Hasil analisis regresi logistik bivariat menunjukkan bahwa variabel BBLR, KN1, KN2 dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai nilai p<0,25. Bayi neonatal yang tidak melakukan KN1 mempunyai 2.1 kali untuk terkena diare/ISPA/pneunomia dibandingkan bayi neonatal yang melakukan KN1. Bayi neonatal yang tidak melakukan KN2 mempunyai risiko 0,6 kali terkena diare/ispa/pneumonia dibandingkan bayi yang melakukan KN2. Hal tersebut menunjukkan risiko protektif bagi bayi yang tidak melakukan kunjungan neonatal, yang berarti mempunyai risiko lebih kecil untuk terkena sakit. Bayi neonatal yang tidak menggunakan fasilitas kesehatan mempunyai risiko 0,3 kali untuk terkena penyakit diare/ISPA/pneumonia dibandingkan bayi neonatal yang menggunakan fasilitas kesehatan. Untuk melihat keterkaitan variabel-variabel yang berpengaruh pada kesakitan neonatal, dilakukan analisis multivariat dengan model logistik regresi. Dari hasil pengujian pada analisis regresi logistik bivariat sebelumnya, dari 8 variabel bebas terpilih semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25. Tahap selanjutnya 8 variabel tersebut diikutsertakan ke dalam pengujian model regresi logistik. Dengan mempertimbangkan variabel substansi yang terlibat maka peneliti memilih menggunakan motode Enter dan tingkat signifikansi sebesar lima persen, diperoleh empat buah variabel yang signifikan yaitu: status ekonomi, daerah tempat tinggal, kunjungan neonatal pertama, dan pemanfaatan fasilitas kesehatan (Tabel 2). Hasil analisis dari model terpilih berikut: Bayi neonatal di rumah tangga dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah mempunyai risiko 2,5 kali terkena Diare/ISPA/Pneumonia dibandingkan bayi neonatal di rumah tangga dengan tingkat pendapatan atas setelah dikontrol dengan faktor daerah tempat tinggal, kunjungan neonatal, pemanfaatan fasilitas kesehatan. Bayi neonatal
Tabel 2. Model Akhir Analisis Multivariat Neonatal Sakit
B
Status ekonomi Daerah tempat tinggal Kunjungan neonatal ke1 Pemanfaatan faskes Constant
0,91 1,12 0,49 -1,47 -1,97
P value (signifikan)
0,00 0,00 0,04 0,00 0,00
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009
OR
2,48 3,05 1,63 0,23 0,14
95% CI untuk OR Batas Batas%
1,45 1,82 1,02 0,14
4,22 5,10 2,60 0,39
P model
0,00
Klasifikasi benar 83,40
373
Faktor Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal yang tinggal di perdesaan mempunyai risiko 3,1 kali terkena diare/ISPA/pneumoni dibandingkan bayi yang tinggal di perkotaan setelah dikontrol dengan faktor tingkat pendapatan, kunjungan neonatal, pemanfaatan fasilitas kesehatan. Bayi neonatal yang tidak mendapatkan KN1 mempunyai 1,6 kali untuk terkena diare/ISPA/pneunomia dibandingkan bayi neonatal yang melakukan KN1 setelah dikontrol dengan faktor status ekonomi, daerah tempat tinggal, pemanfaatan fasilitas kesehatan. Bayi neonatal yang tidak menggunakan fasilitas kesehatan atau ke pengobat tradisional mempunyai risiko 0,3 kali untuk terkena penyakit diare/ISPA/pneumoni dibandingkan bayi neonatal yang menggunakan fasilitas kesehatan setelah dikontrol dengan faktor status ekonomi, daerah tempat tinggal, dan kunjungan neonatal. Jadi yang tidak ke fasilitas kesehatan mempunyai risiko protektif. Berdasarkan analisis multivariat maka status neonatal sakit dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Sakit = -1.97 + 0.91* status ekonomi + 1.12* daerah tempat tinggal + 0.49* kunjungan neonatal pertama – 1.47* pemanfaatan fasilitas kesehatan P model = 0.00 dan persentase klasifikasi benar yang menyatakan bahwa model terpilih signifikan dan mampu memprediksi neonatal sakit diare/ISPA/pneumoni dengan menggunakan persamaan di atas sebesar 83,4 persen. Analisis Neonatal Meninggal Prevalensi neonatal meninggal sebesar 20,7 persen. Menurut status ekonomi antara kuintil 1-3 dan kuintil 4-5 neonatal yang meninggal tidak berbeda, namun menurut pendidikan ibu prevalensi neonatal mati pada ibu dengan pendidikan SMA ke atas lebih kecil daripada ibu dengan pendidikan tidak sekolah atau SD-SMP. Prevalensi bayi neo-
Tabel 3.
natal dengan BBLR yang meninggal lebih tinggi daripada bayi dengan berat badan lahir normal (Tabel 3). Hasil analisis regresi logistik bivariate menunjukkan variabel pendidikan ibu, dan bayi neonatal lahir dengan BBLR mempunyai nilai p<0.25. Bayi neonatal yang ibunya tidak berpendidikan atau tidak tamat SD mempunyai risiko 2,8 kali untuk meninggal dibandingkan bayi neonatal yang ibunya berpendidikan SMA ke atas. Bayi neonatal yang mempunyai ibu berpendidikan SD-SMP mempunyai risiko 1,8 kali untuk meninggal dibandingkan bayi neonatal yang mempunyai ibu berpendidikan SMA ke atas. Bayi neonatal dengan BBLR mempunyai risiko 8,5 kali untuk mati dibandingkan bayi neonatal yang tidak BBLR (Tabel 3). Analisis multivariat dengan model logistik regresi dilakukan untuk melihat keterkaitan variabel-variabel yang berpengaruh pada kematian neonatal. Dari hasil pengujian pada analisis regresi logistik bivariat sebelumnya, dari 4 variabel bebas terpilih 2 variabel yang mempunyai nilai p<0,25. Tahap selanjutnya 2 variabel tersebut diikutsertakan ke dalam pengujian model regresi logistik. Dengan mempertimbangkan variabel substansi yang terlibat maka peneliti memilih menggunakan metode Enter dan tingkat signifikansi sebesar lima persen, diperoleh dua buah variabel yang signifikan. Berdasarkan analisis multivariat maka status neonatal meninggal dapat diprediksi dengan menggunakan model sebagai berikut (Tabel 4). Bayi neonatal yang mempunyai ibu tidak berpendidikan atau tidak tamat SD mempunyai risiko 3,4 kali untuk mati dibandingkan bayi neonatal yang mempunyai ibu berpendidikan SMA ke atas setelah dikontrol faktor BBLR. Bayi neonatal yang mempunyai ibu tidak berpendidikan SD-SMP mempunyai risiko 2 kali untuk mati dibandingkan bayi neonatal yang mempunyai ibu berpendidikan SMA ke atas setelah dikontrol faktor BBLR. Bayi neonatal dengan BBLR mem-
Prevalensi dan Rasio Odd Neonatal Meninggal dalam Kaitan dengan Karakteristik SosioDemografi dan Kondisi Bayi Status
Karakteristik
Sehat f
Status ekonomi kuintil 4-5 kuintil 1-3 Pendidikan ibu sma+ sd-smp tdk sekolah BBLR tidak ya Daerah perkotaan perdesaan Total
374
Mati %
Total
f
%
47 74
20,35 20,96
P value
OR
CI 95%
1,00 1,04
0,69 - 1,57
1,00 1,83 2,77
1,09 - 3,07 1,46 - 5,26
1,00 8,48
5,35 - 13,46
1,00 1,18
0,79 - 1,77
0,86 184 279
79,65 79,04
231 353 0,00
155 247 61
87,08 78,91 70,93
23 66 25
12,92 21,09 29,07
178 313 86
412 51
87,47 45,54
59 61
12,53 54,46
471 112
0,00
0,42 226 237
80,71 77,96
54 67
19,29 22,04
280 304
463
79,28
121
20,72
584
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009
Faktor Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal Tabel 4. Model Akhir Analisis Multivariat Neonatal Mati 95% C.I. untuk OR B P value (Signifikan) Pendidikan Didik(1) Didik(2) BBLR(1) Constant
OR
Batas bawah
0,02 0,00 0,00 0,07
1,99 3,35 9,45
Batas atas
0,00
-2,64
P model
0,00 0,69 1,21 2,25 0,00
punyai risiko 9,5 kali untuk mati dibandingkan bayi neonatal tidak BBLR setelah dikontrol faktor pendidikan ibu. Berdasarkan analisis multivariat maka status neonatal sakit dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Neonatal mati = -2,64 + 0,69* didik (sd-smp) + 1,21* didik (tdk sekolah) +2,25* BBLR P model = 0,00 dan persentase klasifikasi benar yang menyatakan model terpilih signifikan dan mampu memprediksi neonatal mati dengan menggunakan persamaan di atas sebesar 81,5 persen. Diskusi Hasil analisis multivariat pada penelitian ini mempunyai keterbatasan karena ketersediaan variabel untuk kesakitan dan kematian neonatal berbeda. Variabel yang dimasukkan dalam analisis ini merupakan semua variabel yang tersedia dari hasil penggabungan antara data Riskesdas dan Susenas 2007. Kematian neonatal tidak terlepas dari kondisi bayi ketika lahir dan kesakitan yang dialaminya. Status kesehatan ibu berpengaruh terhadap kondisi kesehatan bayi sampai usia 0-6 hari. Ibu hamil yang mengalami perdarahan intapartum seperti placenta praevia atau solutio placenta, infeksi intrapartum mudah menimbulkan infeksi pada janin.12 Gejala asfiksia yang terjadi pada bayi baru lahir bisa merupakan gejala dari pneumonia yang mungkin merupakan pneumonia kongenital, pneumonia aspirasi cairan ketuban pada saat kelahiran, atau cross infection pneumoni.13 Bayi neonatal yang bisa melewati minggu pertama dari kehidupannya, kemungkinan masih dapat terkena beberapa penyakit seperti diare, ISPA/pneumonia aspirasi akibat pemberian makanan, respiratory distress syndrome, atau penyakit infeksi lainnya, yang dapat menimbulkan kematian.14 Disease Control Priorities in Developing Countries (DCP2) melaporkan penyakit infeksi seperti pneumonia, diare dan tetanus adalah 3 penyebab utama kematian neonatal, diikuti oleh kelahiran premature dan asfiksia.15 Hasil SDKI 2007 menunjukkan bahwa prevalensi bayi BBLR di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan dan prevalensi bayi BBLR pada keluarga dengan tingkat pendapatan rendah (quintil 1) berbeda signifikan dengan pendapatan tinggi (quintil 4-5) (11 persen vs. 6 persen).5 Kelahiran dari kondisi kesehatan
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009
1,13 1,64 5,83
% Klasifikasi benar 81,5 3,51 6,85 15,32
ibu yang buruk atau defisiensi gizi setelah melahirkan biasanya akan menghasilkan bayi malnutrisi yang mudah meninggal pada usia dini. Banyak bayi dan anak dari mayarakat miskin dengan gizi buruk di awal kehidupannya yang masih dapat bertahan hidup, akan tetapi mereka akan mengalami hambatan pertumbuhan fisik dan intelektual, rentan terhadap penyakit, serta akan mengalami gangguan di kehidupan produktif pada saat mereka menjadi dewasa.16 Analisis bivariat menunjukkan bahwa tingkat pendapatan keluarga, daerah tempat tinggal, pendidikan ibu neonatal, kondisi rumah, bayi lahir dengan berat lahir rendah, kunjungan neonatal pada minggu pertama (KN1) mempengaruhi kejadian sakit pada neonatal, namun setelah dilakukan analisis regresi logistik, variabel yang berperan adalah tingkat pendapatan keluarga, daerah tempat tinggal, KN1, pemanfaatan fasilitas kesehatan. Tingkat pendapatan menengah ke bawah berisiko 2,5 kali terkena diare/ISPA/pneumonia. Variabel ekonomi bukan hanya menjadi tanggung jawab unit kesehatan, tetapi bagaimana pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa membangun dan meningkatkan status ekonomi masyarakat secara makro, dan otomatis akan meningkatkan tingkat pendapatan keluarga. Tingkat pendidikan ibu juga bersandar pada kemampuan keluarga membelanjakan pendapatannya untuk pendidikan anaknya termasuk anak perempuan yang kelak akan menjadi seorang ibu. Ibu yang berpendidikan akan lebih mampu menjaga kondisi kehamilannya, lebih bijak memilih penolong persalinan, dan memelihara bayinya. Itulah sebabnya hasil analisis bivariat menunjukkan tingkat pendidikan ibu berperan terhadap kejadian kesakitan. Jadi pendidikan dan status ekonomi di keluarga mempunyai nilai yang sama seperti mata uang dengan dua sisi. Penelitian di Nordic menunjukkan bahwa determinan terpenting dari kematian bayi adalah tingkat pendidikan ibu.17 Hal ini seiring dengan hipothesis yang menyatakan bahwa pendidikan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko retardasi pertumbuhan intra-uterine.18 Menurut daerah tempat tinggal, di perdesaan berisiko 3 kali menyebabkan kejadian diare, ISPA/pneumonia. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi bayi yang tinggal di perdesaan seperti upaya masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang memenuhi 375
Faktor Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal syarat kesehatan agar bayi tersebut terhindar dari penyakit belum terpenuhi di perdesaan. Kunjungan neonatal pertama (KN1) oleh bidan dimaksudkan memeriksa kesehatan bayi baru lahir, menasehati ibu bayi mengenai cara meningkatkan pemberian ASI, perawatan bayi dan imunisasi, serta mengenal tanda-tanda bayi yang tidak sehat. Apabila bayi neonatal tidak menerima pelayanan KN1 maka kejadian diare/ISPA/pneumoni meningkat 1,6 kali. Kunjungan neonatal pertama juga membekali para bidan untuk dapat melakukan manajemen terpadu bayi muda yaitu tindakan pencegahan terhadap penyakit diare, ispa, malaria, sehingga bidan dapat lebih awal memberi nasehat kepada ibu bayi untuk melakukan pencegahan terhadap penyakit-penyakit tersebut. Hasil analisis regresi logistik untuk neonatal meninggal hanya mencakup beberapa variabel yang tersedia pada kuesioner AV yaitu ekonomi, pendidikan, berat badan lahir. Pendidikan ibu berperan terhadap kejadian kematian bayi neonatal. Bayi neonatal yang mempunyai ibu/KRT tidak berpendidikan atau tidak tamat SD mempunyai risiko 3,4 kali untuk mati dibandingkan bayi neonatal yang mempunyai ibu berpendidikan SMA ke atas. Bayi yang lahir dengan BBLR mempunyai risiko 9,5 kali menyebabkan kematian neonatal dibandingkan bayi yang lahir dengan BBLN. Ibu/KRT tidak berpendidikan SD-SMP, bayi mereka mempunyai risiko 2 kali meninggal pada masa neonatal dibandingkan ibu berpendidikan SMA ke atas. Hasil analisis lanjut SDKI 200319 menunjukkan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah (<2500 gram) berisiko 5 kali lebih besar mengalami kematian pada masa neonatal. Selain BBLR, tingkat pendapatan keluarga menengah ke bawah berisiko 2 kali lebih bayi meninggal pada masa neonatal dibandingkan keluarga dengan tingkat pendapatan atas. Christiana R. Titaley mengemukakan BBLR berisiko 2,8 kali meninggal pada masa neonatal, dan kematian neonatal berisiko 1.8 kali jika kedua orang tua (ayah dan ibu) bekerja, dan berisiko 3 kali jika ayah tidak bekerja. Kematian neonatal akan terlindungi dengan kunjungan neonatal (postnatal care), dengan risiko 0,6 kali.20 Michael menunjukkan bahwa insiden pneumonia pada bayi dengan BBLR di negara dengan pendapatan rendah mendekati 10 persen dibandingkan bayi dengan berat lahir normal di negara maju sebesar 1 persen.21 Faktor kesehatan ibu dan pelayanan kesehatan yang berpengaruh terhadap kejadian kematian neonatal, dapat dirujuk hasil analisis lanjut SDKI 200319 dengan pertimbangan bahwa angka kematian neonatal tahun 2007 tidak berbeda dibandingkan tahun 2003. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah kelahiran 3 atau lebih berisiko hampir tiga kali terhadap peluang terjadinya kematian neonatal. Pemeriksa kehamilan tenaga non-medis berisiko 3,5 kali terhadap peluang terjadinya kematian neonatal. Ibu dengan komplikasi kehamilan yaitu kejang-kejang dan pingsan berisiko paling besar terhadap terjadinya kematian bayi pada masa neonatal (OR 12,7). Perdarahan ketika hamil mempunyai risiko 4 kali lebih 376
besar. Komplikasi demam tinggi dan mengeluarkan lendir berbau dari jalan lahir pada saat bersalin mempunyai risiko 3 kali lebih besar terhadap kejadian kematian bayi pada masa neonatal daripada ibu tanpa komplikasi. Beberapa penelitian mengenai status gizi ibu hamil menunjukkan bahwa kekurangan gizi ketika hamil mengakibatkan bayi BBLR, lahir mati, dan kematian neonatal.22, 23 Hasil penelitian perhitungan estimasi ekonomi untuk mencegah kasus bayi BBLR memerlukan dana USD 510 dan untuk menurunkan insiden bayi BBLR di negara berpendapatan rendah dilakukan melalui peningkatan produktivitas, sebagian melalui peningkatan pendidikan.24 Kesimpulan dan Saran Faktor-faktor yang meningkatkan risiko bayi baru lahir menderita diare/ispa/pneumoni adalah pendidikan ibu tidak sekolah/tidak tamat SD, pendapatan keluarga menengah ke bawah, tinggal di pedesaan, tidak mendapatkan pelayanan kunjungan neonatal pertama. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko bayi baru lahir (neonatal) meninggal adalah berat badan lahir rendah dan pendidikan ibu tidak sekolah/tidak tamat SD. Untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi baru lahir perlu dilakukan upaya berikut: 1. Pendidikan perempuan, karena dengan pendidikan yang baik akan mengubah perilaku ibu sehingga lebih mampu menjaga kehamilannya, memilih penolong persalinan yang tepat, dan merawat bayi lebih baik. 2. Peningkatan status ekonomi masyarakat, sehingga pendapatan keluarga meningkat dan keluarga mampu mampu memenuhi gizi yang cukup untuk ibu hamil dan keluarga serta menggunakan pelayanan kesehatan yang profesional, 3. Peningkatan keterampilan dan penyegaran keilmuan untuk bidan desa, bidan puskesmas, dan bidan rumah sakit untuk mendeteksi gangguan kesehatan ibu secara dini, menangani kasus risiko tinggi, menangani gangguan pernapasan pada bayi lahir dan menangani bayi BBLR. 4. Penilaian kinerja Puskesmas dengan kualifikasi Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan rumah sakit kabupaten dengan kualifikasi Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), serta Rumah Sakit Gerakan Sayang Ibu. 5. Pemberian dana bantuan untuk rakyat miskin difokuskan pada peningkatan pelayanan kesehatan seperti pemenuhan gizi ibu hamil dan menyusui, penanganan infeksi kronis pada ibu hamil, serta penanganan kasus bayi lahir dengan BBLR secara komprehensif. Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Tim Panel Riskesdas 2007 yang telah memberikan masukan pada saat seleksi in-depth analysis dan juga kepada Tim Reviewer Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009
Faktor Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal yang memberikan koreksi dan masukan setelah penulis menyelesaikan artikel penelitian berjudul “Peran faktor Sosioekonomi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal, Riset Kesehatan Dasar 2007.” Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes yang telah membuka kesempatan melakukan analisis data Riskesdas, sehingga lebih banyak informasi yang dapat disajikan bagi pengelola program kesehatan. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Save the children. The State of the World’s Newborns. Washington, DC. Save the children fund, 2001 (cited from J.Lawn, Brian J. McCarthy, Susan Rae Ross. The Healthy Newborn, A reference manual for program managers. CDC, CCHI, Care). WHO/UNFPA/UNICEF/WB. “Reduction of maternal mortality A Joint WHO/ UNFPA/UNICEF/ World Bank Statement.” Geneva: WHO, 1999. World Health Organization. Perinatal Mortality: A listing of available information. WHO/FRH/MSM/96.7. Geneva: WHO; 1996 (dikutip dari The Healthy Newborn). Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan, Macro International Inc. Survei Demografi dan Kesehatan 2003, Bab 9. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro International (Macro), 2007. Ringkasan Hasil Survei Demografi dan Kesehatan 2007, Calverton, Maryland, USA: BPS dan Macro. Besley M. “Global Overview of Newborn Health.” Summary of oral report to Director-General of WHO at 89th meeting of WHO Executive Board. January 1992. Serambi Indonesia. Aceh Rawan Kematian Ibu Melahirkan. Rubrik Kutaraja Edisi 28/7/2007 10:17:23. [Dikutip 27 Maret 2009]. Tersedia dari http://www.arf.or.id/library/download/kliping_koran/ D/%5B280707%5DAceh%20rawan%20kematian%20ibu%20 melahirkan.pdf. Kabar Indonesia; 16 Januari 2009, 15:02:48 WIB. Kematian Bayi Baru Lahir di Pacitan Meningkat [dikutip 26 Februari 2009] Tersedia dari http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil= 3&jd=Kematian+Bayi+Baru+Lahir+di+Pacitan+Meningkat&dn=20090116115101. Departeman Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Indonesia – Tahun 2007, Mortalitas.p.275-285. Djaja S, Soemantri S. Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal) dan Sistem Pelayanan Kesehatan yang Berkaitan di Indonesia, SKRT 2001. Buletin penelitian Kesehatan, Vol.31, N0.32003.p.155-165, ISSN 0125-9695. World Health Organization. International Classification of Diseases and Related Health Problem Tenth Revision; 1992 (1). Geneva: WHO; 1993. Reproline. [homepage on the internet]. Maternal and Neonatal Health. Special Report: Reducing Perinatal and Neonatal Mortality [updated 2003 July 9; cited 2009 March 28]. Available from: http://www.reproline.jhu.edu/english/2mnh/perinatal.htm. Bhakoo ON. Department of Pediatrics, Postgraduate Institute of Medical Education and Research, 160012 Chandigarh. Pneumonia in The Newborn. Indian J. Pediatr. [article on the internet]. 1987 March. [cited 2009 March 28]; 54:199-204. Available from http://www.springerlink.com/content/ax18133551315r62/ fulltext.pdf?page=1. WHO International [homepage on the internet]. Program and Projects: Child and Adolescent Health and Development. Topics: Newborn, Infants and Children. [Cited 2009 March 27]. Available from http://www.who.int/child adolescent health/topics/prevention care/child/en/index.html.
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009
15. Crossette Barbara. Simple and Cost-Effective Interventions Abound For Other Causes of Neonatal Mortality in Halting the Global Epidemic of Neonatal Death and Malnutrition. Disease Control Priorities in Developing Countries (DCP2), The World Bank Group, 2006 July 1. cited 2009 March 4]. Available from: http://www.dcp2.org/features/10/halting-the-global-epidemic-ofneonatal-death-and-malnutrition. 16. Crossette Barbara. Simple Steps and Better Access to Health Care Keys in Halting the Global Epidemic of Neonatal Death and Malnutrition. Disease Control Priorities in Developing Countries (DCP2), The World Bank Group, 2006 July 1. [cited 2009 March 30]. Available from: http://www.dcp2.org/features/10/halting-the-global-epidemic-of-neonatal-death-and-malnutrition. 17. Arntzen A, Mortensen L, Schnor O, Cnattingius S, Gissler M, Andersen AMN. Neonatal and postneonatal mortality by maternal education-a population-based study of trends in the Nordic countries, 1981–2000. The European Journal of Public Health 2008 18(3):245-251; doi:10.1093/eurpub/ckm125 [homepage on the internet]. [cited 2009 March 30]. Available from http:// eurpub.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/18/3/245. 18. Raum E, Arabin B, Schlaud M, Walter U, Schwartz FW. The impact of maternal education on intrauterine growth: a comparison of former West and East Germany. Int J Epidemiol 2001;30:81–7 (cited from Hugo Devlieger, Guy Martens and Andries Bekaert. Social inequalities in perinatal and infant mortality in the northern region of Belgium/the Flanders. The European Journal of Public Health 2005 15(1):15-19; doi:10.1093/ eurpub/cki104). [Cited 2009 March 30]. Available from http:// eurpub.oxfordjournals.org/cgi/content/full/15/1/15. 19. Djaja S, Suchroni A, Afifah T. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Kematian Neonatal di Indonesia, Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003. Majalah Kedokteran Damianus, ISSN: 1412-4602 Volume 6, Nomer 3., September 2007. 20. Titaley CR, Dibley MJ, Agho K, Roberts CL, Hall J. Determinants of Neonatal Mortality in Indonesia. BMC Public Health 2008, 8:32 doi: 10.1186/1471-2458-8-232. [Cited 2009 March 28]. Available from http://www.biomedcentral.com/1471-2458/ 8/232. 21. Speer ME. Neonatal pneumonia. Update for Patients, section editors Joseph A Garcia-Prats, Morven S Edwards. Deputy Editor Melanie S Kim. [update 2009 Jan 1; cited 2009 March 28]. Available from http://www.uptodate.com/patients/content/ topic.do?topicKey=~Gx8sp4NiUzNDzx. 22. Saraswati E. Resiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia untuk melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Penelitian Gizi dan Makanan Jilid 21, 1998 dikutip dari Zulhaida Lubis, Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi Yang Dilahirkan. Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana/S3, Institut Pertanian Bogor, November 2003 [dikutip 4 Maret 2009]. Tersedia dari: http:// tumoutou.net/702_07134/zulhaida_lubis.htm. 23. Lubis Z. Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi Yang Dilahirkan. Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana/S3, Institut Pertanian Bogor, November 2003 [dikutip 4 Maret 2009]. Tersedia dari: http://tumoutou.net/702_07134/ zulhaida_lubis.htm. 24. Alderman H, Behrman JR. Reducing the Incidence of Low Birth Weight in Low-Income Countries Has Substantial Economic Benefits. The World Bank Research Observer 2006 21(1):25-48; doi:10.1093/wbro/lkj001. Published online 2006, January 12 [cited 2009 March 29]. Available from http://wbro.oxfordjournals.org/ cgi/content/abstract/21/1/25.
HQ
377