Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
PENYERTAAN DINDING PENGISI DALAM PEMODELAN KERANGKA BETON BERTULANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP HASIL PERENCANAAN STRUKTUR Made Sukrawa Jurusan Teknik Sipil FT Unud. E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kajian tentang perkembangan model analisis kerangka dengan dinding pengisi (KDP) telah dilakukan dan model ini kemudian diterapkan pada struktur bangunan apartemen 5 lantai. Struktur dimodel sebagai kerangka terbuka (MOF) dan KDP menggunakan elemen hingga (MEH) dan strat diagonal (MSD). Pendekatan empiris juga digunakan untuk memeriksa tegangan dinding. Dimensi kerangka bervariasi dengan ketebalan dinding tetap sebesar 200 mm, sedangkan pelat lantai 120 mm dimodel untuk memperhitungkan pengaruh beban vertikal pada struktur. Implikasi biaya dari variasi model dilihat dari kebutuhan tulangan dan volume beton pada 3 kelompok model M1, M2 dan M3. MOF untuk M1 dipakai sebagai acuan, sedangkan MEH dengan elemen shell dan plane strain serta MSD dengan strat tunggal dan 3 strat dibuat untuk semua kelompok model. MSD dengan strat tunggal dibedakan antara lebar 650 mm dan 1300 mm. Semua model (1 MOF, 6 MEH, dan 9 MSD) dianalisis sebagai struktur linier elastik menggunakan program SAP2000 dan dibandingkan hasilnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa MOF jauh lebih fleksibel dari KDP. MEH dan MSD menunjukkan hasil yang konsisten dan logis dimana kekakuan struktur meningkat dari MOF ke MSD dan MEH. Nilai momen dan geser pada kerangka membesar dari MEH ke MSD dan MOF akibat dari peningkatan kekakuan dari MOF ke MSD dan MEH, sehingga, kebutuhan tulangan pada MSD dan MEH juga berkurang. Volume beton dan tulangan pada KDP lebih kecil dari kebutuhan pada MOF dengan rasio masing-masing 66,7% dan 49,5%. Tegangan yang terjadi pada dinding masih dalam batas-batas kekuatan bahan sehingga pemodelan dinding sebagai bagian dari struktur tidak akan menambah komponen biaya. Kata kunci : Kerangka dengan dinding pengisi, Model elemen hingga, Model strat diagonal, Struktur kerangka beton bertulang.
1. PENDAHULUAN Sejumlah besar kasus bangunan bertingkat di Indonesia (seperti apartemen, rusun dan hotel) menggunakan struktur kerangka beton bertulang (KBB) dengan dinding bata atau batako sebagai pemisah ruangan. Seringkali posisi dinding ini direncanakan tepat pada as kolom dan balok sehingga membentuk kerangka dengan dinding pengisi, yang untuk selanjutnya disingkat KDP sebagai padanan dari istilah masonry infilled-frame. Pada kasus bangunan bertingkat dua atau tiga lantai (seperti vila dan rumah tinggal) sering dijumpai ketebalan kolom rata dengan dinding sehingga tidak memenuhi ketentuan dimensi minimal perencanaan tahan gempa, yakni SNI 03-2847-2002 dan 031726-2002. Kasus-kasus di atas menjadi tantangan bagi perencana struktur untuk selalu memenuhi kaidah teknis dan ekonomis struktur yang dirancangnya. Salah satu bentuk kreatifitas perancang struktur adalah mengikutkan dinding pengisi (DP) sebagai bagian dari sistim penahan beban, yang biasanya tidak diperhitungkan karena kurangnya pedoman (peraturan) dan metode analisis baku yang tersedia. Disamping itu, material dinding bersifat getas dan keberadaannya sering tidak beraturan (berubah-ubah selama masa layan bangunan, berlubang, tidak pada as kerangka dan lainnya). Untuk itu banyak insinyur berkesimpulan bahwa pengabaian dinding dalam analisis tidak mengurangi faktor keamanan struktur. Sayangnya, pengabaian DP dalam analisis KBB tidak selalu menghasilkan perencanaan yang aman. Kasus gempa di berbagai tempat telah menunjukkan adanya keruntuhan soft story akibat tidak meratanya kekakuan tingkat yang bersumber dari interaksi tak terduga antara DP dengan KBB. Sebagai contoh adalah kasus Gempa Padang tanggal 30 September 2009 (Dewobroto, 2009), Gempa Bingol di Turki pada tahun 2003 (Dewobroto, 2005) dan Gempa Wenchuan di China pada tahun 2008 (Kermani et.al., 2008). Kasus kegagalan soft story ini menjadi alasan kuat untuk memperhitungkan dinding dalam perencanaan. Hal ini berdampak bukan hanya pada keamanan tetapi juga pada biaya. Terkait potensi terjadinya kegagalan soft story pada kasus dinding tidak beraturan dilaporkan oleh Hashmi and Madan (2008), sedangkan dampak pada biaya dilaporkan oleh Das and Murty (2004) bahwa penyertaan dinding dalam analisis menghasilkan perencanaan yang lebih aman dan lebih efisien karena berkurangnya kebutuhan baja tulangan pada struktur KBB. Korkmaz et.al. (2007) menegaskan terjadinya peningkatan stabilitas dan integritas struktur KBB dengan adanya DP.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 401
Made Sukrawa
Dalam studi ini dikaji perkembangan teori dan metode analisis KDP serta pedoman perencanaan (code) yang mengatur tentang KDP. Kemudian, teori yang berkembang diterapkan dengan menganalisis pengaruh penyertaan DP terhadap hasil perencanaan struktur KBB yang meliputi dimensi, kekakuan dan volume material KBB. Sebagai contoh kasus digunakan rencana struktur bangunan apartemen 5 lantai di Nusa Dua – Bali dengan dinding penyekat antar ruangan tepat berada pada as KBB dan menerus dari bawah ke atas. Dari sini diharapkan diperoleh gambaran umum tentang prosedur analisis dan perilaku KDP, serta implikasi biayanya dalam perencanaan.
2. PERKEMBANGAN MODEL ANALISIS KDP Karena inersianya yang besar maka dalam menahan beban gempa, struktur KDP ini berperilaku berbeda dengan kerangka terbuka (open frame, OF). Untuk itu diperlukan metode dan model analisis yang mampu memperhitungkan interaksi antara DP dan KBB dan memperhitungkan sifat material yang non linier dan getas (brittle). Secara teori, sudah banyak peneliti yang mengusulkan metode analisis KDP. Bahkan dinding berlubang juga telah diteliti dan diusulkan model analisisnya (Mondal and Jain, 2008). Smith and Coull (1991) termasuk pelopor dalam hal ini. Dalam bukunya tentang struktur bangunan tinggi, topik kerangka dengan dinding pengisi (infilled-frame) dibahas dalam bab tersendiri, dimana, mereka mendefinisikan KDB sebagai kombinasi yang unik antara kerangka yang relatif fleksibel dikakukan oleh dinding yang kaku (pada bidangnya), sedangkan dinding yang getas dibingkai oleh kerangka yang daktil. Dari kombinasi tersebut dihasilkan sistim struktur bresing yang kaku dan tangguh (tough) dimana, setelah retak, dinding masih mampu menahan beban yang jauh melampaui kekuatannya tanpa kerangka. Bell and Davidson (2001) mendukung pernyataan ini dengan mangacu pada kriteria FEMA-273 tentang penerimaan deformasi dimana, rasio antara gaya geser elastis dan kuat geser dibatasi sampai 4. Hal ini mengindikasikan kemampuan KDP menahan beban melampaui kapasitas dindingnya sendiri walaupun sudah mengalami kerusakan. Secara garis besarnya, pemodelan KDP dikelompokan menjadi dua yaitu model makro atau global dan model mikro berupa model elemen hingga (MEH). Disamping itu juga ada pendekatan empiris dan pedoman perencanaan KDP yang dibahas berikut ini.
Model makro Efek dari adanya dinding pengisi pada kerangka telah disadari sejak dulu dan teori dan metode analisisnya berevolusi sejak tahun 1958 seperti dirangkum oleh Asteris (2008). Dilaporkan bahwa teori pemodelan KDP menggunakan bresing diagonal pertama kali diusulkan oleh Polyakov. Holmes kemudian memodel DP dengan strat (strut) diagonal ekivalen dengan ujung-ujungnya berupa sendi, dengan ketebalan sama dengan tebal dinding dan lebar sama dengan 1/3 panjang diagonal, tanpa memperhitungkan kekakuan kerangka. Smith pada tahun 1966 menyertakan pengaruh panjang kontak dalam menentukan lebar strat diagonal dimana, teori panjang kontak ini, diadaptasi dari teorinya Hetenyi tentang Beam on elastic foundation. Berdasarkan konsep panjang kontak tersebut kemudian Mainstone mengusulkan besaran lebar strat diagonal dalam bentuk persamaan empiris yang memperhitungkan kekakuan kerangka, yang banyak dirujuk peneliti, termasuk oleh Federal Emergemcy Management Agency (FEMA), suatu lembaga pengelola keadaan darurat di Washington DC, USA. Smith and Coull (1991) membahas perilaku KDP sebagai kerangka dengan bresing diagonal dan dinding dianggap mengakukan kerangka melalui mekanisme geser dan rangka batang (Gambar 1.a dan 1.b). Pada Gambar 1.b aksi rangka batang ekivalen pada KDP timbul sebagai hasil dari pemodelan dinding sebagai strat diagonal dengan ujungujungnya berupa sendi. Akibat beban lateral, kolom menerima gaya tarik (kiri) dan tekan (kanan), sedangkan strat diagonal menerima tekanan. Gambar 1.c menunjukkan moda kegagalan pada dinding dan kerangka terkait interaksi antara keduanya. Kegagalan pada dinding meliputi kegagalan geser bertingkat melalui join pada dinding, kegagalan tumpu akibat tegangan tekan yang tinggi pada pojok kiri atas dinding, dan retak diagonal akaibat tegangan tarik tegak lurus diagonal. Pada kerangka terjadi kegagalan geser pada pertemuan balok kolom pada kolom tarik dan pada dasar kolom untuk kolom tekan, serta kegagalan tarik aksial pada kolom tarik. Smith and Coull juga mengusulkan rumus-rumus empiris untuk menghitung gaya-gaya dan tegangan pada dinding sebagai pedoman dalam perencanaan pendekatan. Dalam pemodelan dinding pengisi sebagai strat diagonal, untuk menentukan lebar diagonal tekan, Wef diperlukan dimensi komponen KDP seperti ditunjukkan dalam Gambar 2. Adapun lebar strat diagonal ini dinyatakan dalam dua persamaan berikut yang dirumuskan oleh Mainstone (Demir and Sivri, 2002) yang juga dirujuk oleh FEMA.
We f = 0,175(λH )
S - 402
−0 , 4
H 2 + L2
(1)
dan
λ=4
E m t sin 2θ 4Ec I c H m
(2)
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Penyertaan Dinding Pengisi Dalam Pemodelan Kerangka Beton Bertulang Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Perencanaan Struktur
Notasi Em dan Ec adalah modulus elastisitas material dinding dan kerangka, t dan θ adalah tebal dinding dan sudut strat diagonal, H dan Hm adalah tinggi kolom dan dinding. Ic adalah momen inersia kolom dalam satuan kip-in. Tegangan pada dinding pengisi dihitung dengan membagi komponen gaya aksial strat dengan luas penampang strat (Wef .t) dimana, ke arah vertikal berupa tegangan tekan dan arah horizontal berupa tegangan geser (Das and Murty, 2004).
Retak Geser
Retak Diagonal Retak Geser
Retak Tarik
Retak Geser
(a) Mekanisme geser (b) Aksi rangka batang (c) Moda kegagalan Gambar 1. Ilustrasi perilaku struktur KDP dan moda keruntuhannya Selama dua dekade terakhir teori strat diagonal dengan strat tunggal dianggap kurang mewakili efek DP pada kerangka terkait dengan momen dan gaya geser yang terjadi pada kerangka. Dilaporkan oleh Asteris, diantara para peneliti yang mengusulkan jumlah strat ganda adalah Reflak and Faijfar 1991, Saneinejad and Hobbs 1995, Buonopane and White 1999. Chrysostomou mengusulkan model dengan 6 strat bersilangan yang hanya menerima gaya tekan, masing-masing 3 strat dalam satu diagonal. Model ini diakui mampu memodel interaksi antara DP dengan kerangka disekitarnya. Bell and Davidson (2001) mngkaji beberapa studi di Eropa dan Amerika terkait penggunaan strat diagonal dalam pemodelan KDP. Disimpulakn bahwa model dengan beberpa strat lebih baik dari model strat tunggal. Vaseva (2009) di Bulgaria juga mengusulkan model strat ganda untuk memperoleh gaya-gaya dalam yang lebih realistik pada strktur kerangka. Kemudian Amato et.al (2009) mengusulkan model terbaru tentang strat diagonal pada dinding pengisi dimana beban vertikal diperhitungkan bersamaan dengan pengaruh beban lateral. Dilaporkan bahwa model yang diusulkan memberikan nilai w/d yang jauh lebih besar dari nilai yang diusulkan oleh Mainstone yang diadopsi dalam FEMA 356. Untuk aspek rasio L/h = 1, nilai w/d yang diusulkan setidak-tidaknya 2 kali lebih besar dari nilai yang dianjurkan dalam FEMA 356. Dia juga mengkaji secara kritis dua pedoman perencanaan (code) yang sering dijadikan acuan yaitu Eurocode 8 dan FEMA 356. Secara terpisah Singh and Das (2006) melaporkan model nonlinier dan analisis statik push over untuk struktur 4, 8 dan 16 lantai dimana, dengan adanya DP, terjadi peningkatan kekakuan, kekuatan dan kinerja struktur dalam menahan beban gempa.
Model mikro (model elemen hingga) Perkembangan metode elemen hingga memungkinkan pemodelan mikro dari DP dalam kerangka dilakukan lebih detail dimana kerangka dimodel dengan elemen batang (frame/beam), DP dimodel dengan elemen bidang (plane) dan bidang kontak antara kerangka dan dinding pengisi dimodel dengan elemen interface atau elemen join satu dimensi. Mallick and Severn seperti dilaporkan oleh Asteris (2008), pertama kali mengusulkan model elemen hingga (MEH) untuk KDP pada tahun 1967 dimana interaksi antara kerangka dengan DP sepanjang bidang kontak (interface) hanya berupa gaya normal. Hal ini diatasi dengan memodel kerangka sebagai elemen beam tanpa deformasi aksial dan DP dimodel sebagai elemen segiempat linier elastik dengan 2 derajat kebebasan (Dof) pada keempat titik nodalnya. Model ini diakui dapat memberikan hasil yang bersesuaian dengan hasil pengujian laboratorium dengan batasan rasio tinggi dan lebar DP tidak lebih dari dua. Liauw and Kwan mengusulkan pemakaian elemen plane stress untuk DP dan bidang kontaknya dimodel dengan elemen bar yang mampu mensimulasi terjadinya pemisahan (separation) dan gelincir (slip). Material DP dalam keadaan tarik dimodel sebagai elastik linear dan getas dimana sebelum retak bersifat isotropik dan setelah retak bersifat anisotropik. Terkait dengan itu, modulus elastisitas (E) dan modulus geser (G) pada arah tegak lurus retak dianggap sama dengan nol. Dalam kondisi tekan DP dimodel sebagai material nonlinier dengan kondisi uniaksial. Model ini juga dilaporkan memberikan hasil yang bersesuaian dengan hasil tes di lab. Asteris sendiri mengusulkan modifikasi dari teorinya sendiri, dimana panjang kontak dan tegangan kontak dihitung sebagai bagian integral dalam analisis dengan memperhitungkan pemisahan antara kerangka dengan dinding yang bersifat anisotropik. Sebagai
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 403
Made Sukrawa
aplikasi dari teorinya, dia memodel KDP yang telah diuji sebelumnya. Asteris menyimpulkan bahwa perilaku elastik dari KDP sangat kritis dalam memahami respon struktur dengan pembebanan gempa (berulang dan bolak balik). Dhanasekar and Page mengusulkan elemen join untuk memodel hubungan antara DP dengan kerangka untuk melihat efek dari sifat bahan DP terhadap perilaku struktur komposit. Axley and Bertero juga mengusulkan model, demikian halnya para peneliti lain. Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan yang pasti sampai saat ini belum ada satu model yang mampu memodel dengan akurat perilaku KDP yang sesungguhnya.
Pendekatan empiris dalam perencanaan KDP Kompleksitas perilaku dinding getas yang berinteraksi dengan kerangka daktil menimbulkan kesulitan dalam mengevaluasi tegangan-tegangan yang terjadi pada dinding maupun pada kerangka. Smith and Coull (1991) mengusulkan rumus-rumus empiris untuk perencanaan sebagai perpaduan hasil penelitian, analisis, dan MEH. Pendekatan dalam disain KDP yang digunakan untuk memprediksi keruntuhan pada dinding adalah pendekatan plastis dimana keruntuhan yang terjadi pada dinding meliputi geser, tarik dan tekan. Kegagalan geser yang terjadi pada dinding pengisi berkaitan dengan tegangan geser akibat gaya lateral Q, yang secara empiris dapat dirumuskan dalam persamaan (3), sedangkan tegangan tarik diagonal yang terjadi pada bagian pojok bawah dan tengah dinding pengisi dirumuskan dalam persamaan (4) Tegangan geser
τ xy =
1,43Q Lt
(3)
Tegangan tarik diagonal
σd =
0,58Q Lt
(4)
Panjang dinding pengisi yang menekan kolom di tiap tingkatnya bergantung pada kekakuan lentur kolom. Kolom yang lebih kaku menyebabkan tekanan pada kolom semakin luas sehingga tegangan tekan yang terjadi pada dinding menjadi lebih kecil. Tegangan tekan pada dinding pengisi dirumuskan dalam persamaan (5).
Hm − 0,2 Q 0,8 L Tegangan diagonal tekan σ y = Lt
(5)
Pendekatan panjang keruntuhan dinding yang menekan kolom kerangka yang dinotasikan sebagai α dianalogikan sebagai teori balok di atas pondasi elastis yang dirumuskan dalam dua persamaan berikut.
α=
π 2λ
(6)
λ=4
Emt 4 E c Ih
(7)
Parameter λ merupakan kekakuan dinding pengisi relatif terhadap kekakuan lentur kolom dimana, semakin besar kekakuan kolom maka nilai λ akan semakin kecil sehingga dinding pengisi yang menekan kolom akan semakin panjang.
Pedoman perencanaan KDP Amato et al (2009) secara kritis menyoroti dua pedoman perencanaan yang mengatur tentang KDP yaitu Eurocode 8 dan FEMA 356. Eurocode 8 menyatakan bahwa kontribusi DP dalam meningkatkan kekakuan dan kekuatan gedung harus diperhitungkan. Namun demikian Eurocode 8 tidak memberikan arahan tentang model yang harus digunakan sehingga perencana mendapat kebebasan dalam memilih model yang dianggap sesuai. Berbeda dengan Eurocode 8, FEMA 356 secara tegas menyatakan bahwa: the effect of infill has to be considered by a FEM analysis or alternatively, by introducing a diagonal pin-jointed strut equivalent to the infill. Untuk opsi model strat diagonal dijelaskan bahwa: Under lateral forces the frame tends to separate from the infill near the windward lower and leeward upper corners of the infilled mesh.FEMA 356 juga mengatur tentang dimensi strat diagonal yang harus didiperhitungkan dalam pemodelan KDP berdasarkan persamaan yang diusulkan oleh Mainstone. Kaushik et al (2006) menelaah berbagai pedoman perencanaan yang ada terkait dengan KDP. Code dari 16 negara dan FEMA 306 sebagai pengelola kondisi darurat di USA dirujuk dan dibandingkan terkait dengan perencanaan KDP. Dari 16 code yang dibahas, ada dua (NZS-New Zealand dan SNIP-Rusia) yang merekomendasikan untuk mengisolasi DP dari KBB sehingga pengaruh negatif DP yang getas dan penempatan yang tidak teratur dapat dihindari. Sisanya, 14 code dan FEMA memilih untuk mengambil manfaat positif dari adanya DP sebagai bagian dari struktur bangunan, dengan berbagai catatan tentang prosedur perencanaannya, untuk meminimalkan efek negatif dari adanya DP. Indonesia termasuk negara yang tidak memiliki peraturan perencanaan kerangka dengan dinding pemikul.
S - 404
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Penyertaan Dinding Pengisi Dalam Pemodelan Kerangka Beton Bertulang Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Perencanaan Struktur
Bell and Davidson (2001), setelah mengkaji studi dan peraturan di Eropa dan Amerika, mengkritisi pedoman perencanaan di New Zealand yang mengindikasikan efek negatif dari DP berupa soft story, sedangkan hasil studi yang dirujuk menunjukkan hal sebaliknya. Berkat kekakuan, kekuatan dan efek damping dari DP, diperoleh deformasi yang lebih kecil dari nilai yang diperlukan untuk terjadinya mekanisme soft story.
3. APLIKASI MODEL ANALISIS DALAM PERENCANAAN Analisis 3D dari struktur apartemen 5 lantai telah dilakukan, dengan dimensi KBB bervariasi dan tebal DP tetap sebesar 200 mm. Kuat tekan beton, fc’ adalah 25 MPa sedangkan kuat tekan dinding, fm’ adalah 15 MPa dengan modulus elastisitas, Em sebesar 7000 MPa dan rasio Poisson 0.25. Tulangan KBB direncanakan dengan fy 400 MPa untuk tulangan memanjang dan fy 320 MPa untuk tulangan geser. Pelat lantai 120 mm juga dimodel untuk memperhitungkan pengaruh beban vertikal pada struktur KDP. Gambar 3 menunjukkan denah struktur yang ditinjau sedangkan Gambar 4 menunjukkan jenis pemodelan struktur yang dilakukan meliputi: Kerangka terbuka, MOF (Gambar 4.a); KDP dengan dinding dimodel sebagai elemen hingga, MEH (Gambar 4.b); KDP dengan dinding dimodel sebagai strat diagonal, MSD (Gambar 4.c).
Gambar 2. Dimensi terkait lebar strat diagonal
Gambar 3. Denah struktur dengan dinding pengisi
Tiga kelompok model, M1, M2 dan M3 yang dibedakan berdasarkan dimensi kerangka yang digunakan ditunjukkan dalam Tabel 1. Model yang dibuat meliputi: MOF untuk model 1 saja (M1-OF) yang nantinya dipakai sebagai acuan; MEH untuk ketiga kelompok model dimana dinding dimodel sebagai elemen shell dan plane strain (3 buah Mi-shell dan 3 buah Mi-plane); MSD dengan strat tunggal dan tiga strat untuk semua model (3 buah Mi-1stratw650, 3 buah Mi-1strat-w1300, 3 buah Mi-3strat-w650). Dengan demikian diperoleh 16 buah model struktur (1 MOF, 6 MEH, dan 9 MSD) untuk dilakukan analisis linier elastik menggunakan program SAP2000 (-, 2007) dan dibandingkan hasilnya.
(a) Model kerangka terbuka (MOF)
(b) Model elemen hingga (MEH) Gambar 4. Model struktur kerangka
(c) Model strat diagonal (MSD)
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 405
Made Sukrawa
Tabel 1. Dimensi kerangka pada masing-masing model (mm/mm) Kelompok Model M1: Balok (mm/mm) Kolom (mm/mm) M2: Balok Kolom M3: Balok Kolom
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 350/500 300/500 300/700 250/400 200/500 300/450 250/450 300/500 250/500
Atap
65,39 kN 65,04 kN 49,34 kN 35,19 kN 18,77 kN
Catatan: tebal dinding pengisi 200 mm untuk semua tingkat
Gambar 5. Beban statik ekivalen
Model dengan strat tunggal dibedakan antara lebar strat 650 mm (sesuai persamaan 1 dan 2) dengan 1300 mm yakni dua kali 650 mm, sebagai akibat interaksi beban vertikal (Amato, 2009). Model dengan tiga strat mengacu pada usulan Chrysostomou (Asteris, 2008) dan peneliti lainnya yang menganjurkan model strat ganda. Adapun lebar strat 650 mm diperoleh dari persamaan 1 dan 2 (Parwata, 2010). Model dengan 3 strat menggunakan lebar strat 650 mm dengan jarak 650 mm di kiri dan kanan diagonal. Disamping analisis dengan 16 model, juga dilakukan perhitungan tegangan pada dinding pengisi menggunakan persamaan empiris (persamaan 3-6) yang diusulkan oleh Smith and Coull (1991). Pembebanan yang diperhitungkan meliputi beban mati, beban hidup (250 kg/m2), dan beban gempa statik ekivalen (Gambar 5) untuk wilayah gempa 5 dengan faktor reduksi R = 5,5. Arah pembebanan gempa yang ditinjau adalah 100% arah dinding dan 30% tegak lurus dinding. Analisis elastik linier dengan SAP2000 versi 11 dilakukan dengan kombinasi beban D+L+E digunakan untuk membandingkan deformasi dan gaya-gaya dalam yang terjadi pada struktur dari masing-masing model, sedangkan untuk perencanaan tulangan kerangka digunakan kombinasi beban terfaktor sesuai dengan SNI beton bertulang. Hasil analisis dirangkum dalam Tabel 2 berupa rasio simpangan, tegangan pada dinding, rasio momen dan gaya lintang pada kerangka, rasio tulangan dan volume beton untuk KBB. Hasil analisis menunjukkan bahwa model struktur dengan dinding pengisi (MEH dan MSD) berperilaku jauh lebih kaku dari struktur tanpa dinding (MOF). Untuk dimensi kerangka yang sama (M1), dibandingkan dengan MOF, MEH 25 kali lebih kaku, sedangkan MSD 15 kali lebih kaku. Disini terlihat ketidaksesuaian deformasi pada MEH dan MSD dengan rasio sekitar 0,6 dimana hal ini terkait dengan model analisis linier elastik pada MEH sedangkan dalam perumusan MSD sudah termasuk faktor non linier anisotropik pada material dinding. Dalam kondisi pembebanan layan (gempa sedang) hasil dari MEH akan lebih akurat sedangkan pada pembebanan batas (gempa kuat) nilai deformasi struktur akan mendekati hasil pada MSD. Pada MEH, antara Mi-shell dan Mi-plane menunjukkan deformasi yang hampir sama tetapi pada Mi-plane tegangan pada dinding tidak terbaca. Untuk MSD, deformasi pada model dengan 1 dan 3 strat tidak jauh berbeda, tetapi tegangan yang terjadi pada dinding berbeda-beda dimana model dengan 3 strat menghasilkan tegangan geser dan tekan terkecil karena luas strat yang lebih besar. Dibandingkan dengan MEH dan MSD, perhitungan empiris menghasilkan tegangan geser dan tekan yang paling kecil sedangkan tegangan tarik diagonal yang terjadi bersesuaian dengan hasil MEH. Antara MEH dan MSD terdapat kesesuaian nilai tegangan pada dinding terutama pada MSD dengan 3 strat dan lebar strat 1300 mm. Pada semua model, MEH memberikan tegangan tekan lebih besar dari MSD dan pendekatan empiris. Tabel 2. Perbandingan hasil analisis relatif terhadap model kerangka terbuka (M1-OF) MODEL M1-OF M1-Shell M1-Plane M1-1strat-w650 M1-3 strat-w650 M1-1 strat-w1300 M2-Shell M2-Plane M2-1strat-w650 M2-3 strat-w650 M2-1 strat-w1300 M3-Shell
S - 406
Def. (1) 1,000 0,034 0,050 0,131 0,040 0,090 0,037 0,061 0,094 0,136 0,171 0,042
Tegangan (Mpa)
Momen
Geser (2)
Tekan (3)
Tarik (4)
0,509
1,196
0,185
0,760 0,789 0,613 0,872
0,676 0,701 0,544 1,505
1,131 0,848 0,605 0,677
1,005 0,754 0,537 1,285
0,385
0,280
Geser
Tulangan
Blk
Klm
Blk
Klm
Blk
Klm
1,000 0,052 0,045 0,427 0,245 0,280 0,006 0,004 0,277 0,238 0,209 0,037
1,000 0,057 0,048 0,265 0,240 0,089 0,002 0,002 0,072 0,090 0,044 0,024
1,000 0,078 0,067 0,480 0,328 0,391 0,039 0,036 0,328 0,305 0,283 0,048
1,000 0,027 0,023 0,278 0,446 0,094 0,023 0,018 0,102 0,235 0,059 0,030
1,000 0,491 0,491 0,523 0,491 0,491 0,271 0,271 0,407 0,348 0,407 0,373
1,000 0,344 0,344 0,530 0,517 0,362 0,164 0,164 * * * 0,245
Vol Beton
1,000
0,548
0,666
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Penyertaan Dinding Pengisi Dalam Pemodelan Kerangka Beton Bertulang Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Perencanaan Struktur
M3-Plane 0,057 0,028 0,016 0,043 0,021 0,373 0,245 M3-1strat-w650 0,097 0,994 0,884 0,320 0,124 0,373 0,188 0,464 0,526 M3-3 strat-w650 0,086 0,836 0,743 0,232 0,144 0,360 0,227 0,383 0,437 M3-1 strat-w1300 0,086 0,612 0,544 0,233 0,025 0,319 0,068 0,464 0,377 Empiris 0,510 0,230 0,210 Catatan: * Dimensi tidak memadai dan kolom mengalami overstress. (1) Deformasi maks terjadi pada level atap. (2)
Tegangan maks terjadi pada lantai bawah pada bagian tengah dinding. (3) Pada pojok kiri atas. (4) Pada pojok kanan atas. Karena kekakuan MEH yang besar maka momen dan geser yang terjadi pada kolom dan balok menjadi jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai-nilai pada MSD dan MOF. Sebagai konsekuensinya, tulangan yang diperlukan pada KDP menjadi lebih kecil dengan rasio maksimum 52,6% terjadi pada M3-1strat. MSD dengan strat lebar dan ganda menghasilkan rasio tulangan lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan strat ganda memberikan hasil yang lebih konservatif untuk tujuan perencanaan. Pada M2 dimana dimensi kerangka kecil, terjadi overstress pada kolom pada MSD. Ini menandakan bahwa MSD memberikan hasil yang lebih konservatif dari MEH dimana hal ini juga terlihat jelas dari deformasi yang terjadi. Implikasi biaya dari hasil pemodelan ini, disamping dari tulangan, juga terlihat dari volume beton yang diperlukan. Tampak dari Tabel 2 bahwa untuk kolom dan balok pada M3-3strat volume beton dan luas tulangan yang diperlukan masing-masing 66,7% dan 49,5%. Dari sisi dinding pengisi terlihat bahwa tegangan yang terjadi pada dinding masih dalam batas-batas kekuatan bahan dinding (bata ataupun batako) yang umum digunakan sehingga pemodelan dinding sebagai bagian dari struktur tidak akan menambah komponen biaya. Perilaku struktur KDP dapat dilihat dari besaran simpangan pada masing-masing tingkat untuk ketiga kelompok model seperti disajikan dalam Gambar 6. Tampak dari grafik bahwa diantara kelompok model (M1, M2 dan M3) diperoleh nilai deformasi yang konsisten dan rasional. Kekakuan struktur meningkat secara jelas dari MOF ke MSD dan MEH. Variasi strat dalam MSD menunjukkan kekakuan yang relatif sama dengan sedikit peningkatan pada model dengan strat 1300 mm dan 3 strat. Pengaruh dimensi kerangka pada kekakuan struktur nampak jelas pada MSD dimana, M1-strat dengan dimensi kerangka terbesar menunjukkan simpangan terkecil sedangkan M2-strat dengan dimensi kerangka terkecil menyimpang paling besar. 12
Deformasi (mm)
12 M1-OF
M1-OF
12
10
10
8
8
8
6
6
6
4
4
4
10
2
S trut MEH
0 0
1
2 3 Tingkat
4
5
2
S trut
2
0
MEH
0
0
1
2 3 Tingkat
4
5
M1-OF
S trut MEH
0
1
2 3 Tingkat
4
5
(a) Deformasi pada M1 (b) Deformasi pada M2 (c) Deformasi pada M3 Gambar 6. Deformasi struktur pada level lantai dengan M1-OF sebagai acuan
4. PENUTUP Dari kajian tentang perkembangan model analisis KDP diketahui bahwa model makro dan mikro yang berkembang belum mampu menirukan dengan akurat perilaku KDP yang merupakan kombinasi unik antara DP yang kaku tetapi getas yang dibingkai oleh KBB yang daktil tetapi fleksibel. Namun demikian, untuk tujuan perencanaan, teori dan pemodelan yang ada dapat digunakan sebagai pedoman. Dari 16 model struktur 3D yang dibuat, dengan dan tanpa DP, diperoleh beberapa kesimpulan berikut. 1. Kerangka terbuka tanpa dinding (MOF) jauh lebih fleksibel dari kerangka dengan dinding (KDP). Walaupun terjadi perbedaan deformasi antara MEH dan MSD, kedua model menunjukkan hasil yang konsisten dan logis dengan kekakuan struktur meningkat dari MOF ke MSD dan MEH. MEH dengan elemen shell dan plane strain pada SAP2000 memberikan nilai deformasi yang sebanding, tetapi elemen shell memberikan hasil yang lebih lengkap. 2. Nilai momen dan geser pada kerangka membesar dari MEH ke MSD dan MOF akibat dari peningkatan kekauan dari MOF ke MSD dan MEH. Sebagai konsekuensinya, kebutuhan tulangan pada MSD dan MEH juga berkurang. Untuk keperluan perencanaan KDP, MSD dengan 3 strat memberikan hasil yang paling konservatif.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 407
Made Sukrawa
3.
Implikasi biaya dari penyertaan dinding dalam pemodelan struktur terlihat dari kebutuhan volume beton dan tulangan dengan nilai masing-masing 66,7% dan 49,5% dari kebutuhan pada MOF. Tegangan yang terjadi pada dinding masih dalam batas-batas kekuatan bahan sehingga pemodelan dinding sebagai bagian dari struktur tidak akan menambah komponen biaya.
Untuk mempelajari lebih dalam tentang perilaku KDP ini maka perlu dilakukan studi lebih lanjut dengan mempertimbangkan pemodelan nonlinier, pembebanan dinamik ataupun pushover statik, interface antara kerangka dan dinding, sifat anisotropik dan sifat material pada arah diagonal. Variasi tebal dan kondisi dinding juga perlu dikaji untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif. Akhirnya, karena kontribusinya yang besar terhadap perilaku struktur, dinding pengisi seharusnya diperhitungkan dalam analisis untuk menghindari efek negatif dari interaksi tak terduga antara dinding dengan kerangka dan untuk memperoleh hasil perencanaan yang lebih realistis dan efisien. Untuk itu diperlukan adanya pedoman perencanaan (SNI).
DAFTAR PUSTAKA Amato, G., Fossetti, M., Cavaleri, L., Papia. M. (2009). “An Updated Model of Equivalent Diagonal Strat for Infill Panels”. E. Cosenza (ed), Eurocode 8 Perspectives from the Italian Standpoint Workshop, 119-128, © 2009 Doppiavoce, Napoli, Italy Anonim. (2007). CSI Analysis Reference Manual for SAP2000, ETABS, and SAFE. Computer and Structures, Inc. Berkeley, CA. USA. January 2007. Asteris, P.G. (2008). “Finite Element Micro-Modeling of Infilled Frames”. Electronic Journal of Structural Engineering (8) 2008. Bell, D.K. and Davidson, B.J. (2001). “Evaluation of Earthquake Risk Buildings with Masonry Infill Panels”. NZSEE 2001 Conference. Demir, F. and Sivri, M. (2002). “Earthquake Response of Masonry Infilled Frames”. ECAS2002 International Symposium on Structural and Earthquake Engineering, October 14, 2002, Middle East Technical University, Ankara, Turkey. Dewobroto, W. (2009) “http://wiryanto.wordpress.com/2009/10/26/foto-foto-gempa-di-padang”. Diakses tanggal 23 April 2010. Dewobroto, W. (2005). “Analisis Inelastis Portal-Dinding Pengisi dengan Equivalent Diagonal Strat”. Jurnal Teknik Sipil ITB. Edisi Vol. 12/4, Oktober 2005. Das, D. and Murty, C.V.R (2004). “Brick masonry infill in seismic design of RC framed buildings: Part I – Cost implications”. July 2004 - The Indian Concrete Journal. Hashmi, A.K. and Madan, A. (2008). Damage Forecast for Masonry Infilled Reinforced Concrete Framed Building Subjected to Earthquake in India. Current Science, Vol. 94, No 1. 10 January 2008. Kaushik, H.B., Rai, D.C., and Jain, S.K. (2006). “Code Approaches to Seismic Design of Masonry-Infilled Reinforced Concrete Frames: A State-of-the-Art Review”. Earthquake Spectra, Volume 22, No. 4, pages 961– 983, November 2006; © 2006, Earthquake Engineering Research Institute. Korkmaz, K.A., Demir, F. and Mustafa S.VR. (2007). ”Earthquake Assessment of R/C Structures with Masonry Infill Walls”. International Journal of Science & Technology Volume 2, No 2, 155-164, 2007. Mohebkhah, A., Tasnimi, A.A. and Moghadam, H.A. (2007). “A Modified Three-Strat (MTS) Model for MasonryInfilled Steel Frames with Openings”. JSEE: Spring and Summer 2007, Vol. 9, No. 1, 2. Mondal, G. and Jain, S.K. (2008). “Lateral Stiffness of Masonry Infilled Reinforced Concrete (RC) Frames with Central Opening”. Earthquake Spectra, Volume 24, No. 3, pages 701–723, August 2008; Earthquake Engineering Research Institute. Parwata, G.A.(2010). “Perencanaan Struktur Portal Gedung dengan dan Tanpa Pemodelan Dinding Pengisi”. Draft Tugas Akhir pada program S1 Teknik Sipil.Ft Unud. Komunikasi pribadi. Singh, Y., Das, D. (2006). ”Effect of URM Infills on Seismic Performance of RC Frame Buildings” 4th International Conference on Earthquake Engineering. October 12-13, 2006 Taipei, Taiwan. Smith, B.S. and Coull, A. (1991). Tall Building Structures; Analysis and Design. John Wiley and Sons, Inc. Vaseva, E. (2009). “Seismic Analysis of Infilled R/C Frames with Implementation of a Masonry Panel Models”. 11th National Congress on Theoretical and Applied Mechanics, 2-5 Sept. 2009, Borovets, Bulgaria.
S - 408
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta