PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN VOLUME HINGGA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Oleh : Giri Iriani Jaya Ningrum NIM: 123114021
PROGRAM STUDI MATEMATIKA/JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SOLUTION TO THE MEMBRANE RUPTURE PROBLEM IN A PIPELINE USING FINITE DIFFERENCE AND FINITE VOLUME METHODS Thesis Presented as a Partial Fulfillment of the Requirement to Obtain the Sarjana Sains Degree in Mathematics
By : Giri Iriani Jaya Ningrum Student Number: 123114021
MATHEMATICS STUDY PROGRAM/DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2016
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 11 Mei 2016 Penulis,
Giri Iriani Jaya Ningrum
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN.” (Yeremia 17:7)
Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertaiku, Kedua orang tua tercinta, Sugihartono dan Anastasia Rina Nurdayati, serta kakak terkasih Yogi Riantono Kusumo.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Aliran adalah pergerakan yang biasanya terjadi pada gas atau cairan. Aliran yang berupa gas atau cairan ini disebut aliran fluida. Ada banyak contoh aliran yang terjadi dikehidupan sehari-hari, misalnya aliran udara disekitar sayap pesawat, aliran darah di dalam tubuh manusia, dan lain sebagainya. Skripsi ini akan membahas aliran udara yang terjadi pada pipa satu dimensi, yaitu kondisi pecahnya membran dalam pipa (perpecahan membran dalam pipa). Sistem yang mengatur masalah akustik ini adalah model matematika yang melibatkan persamaan diferensial parsial, yaitu suatu masalah Riemann dari persamaan akustik. Aliran udara yang terjadi di dalam pipa akan diilustrasikan dan penyelesaian numerisnya akan dicari. Penyelesaian numeris ini meliputi metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Analisis hasil simulasi yaitu untuk membandingkan metode mana yang paling baik dari ketiga metode dan melihat residual dari metode volume hingga Lax-Friedrichs. Solusi numeris yang menggunakan metode beda hingga grid kolokasi dan metode beda hingga grid selang-seling menghasilkan solusi yang tidak stabil, sedangkan solusi numeris yang menggunakan metode volume hingga LaxFriedrichs menunjukkan solusi yang stabil dan tidak terdapat osilasi. Kata kunci : Persamaan diferensial, hukum kekekalan, persamaan akustik, metode beda hingga, metode volume hingga
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Flow is the movement that normally occurs in a gas or liquid. The gaseous or liquid flow is called the fluid flow. There are many flow examples that happen in daily life, such as the airflow around airplane wings, the blood flow in a human body, and so on. This undergraduate thesis discusses the airflow that occurs in a pipe on one dimension, namely the condition of the membrane rupture in the pipeline. The system that governs this acoustics problem is the mathematical model involving the partial differential equation, which is a Riemann problem from the acoustics equation. The airflow that occurs in the pipeline is illustrated, and its numerical solution is searched for. This numerical solution is sought using a collocated finite difference method, a staggered finite difference method, and the Lax-Friedrichs finite volume method. The analysis of the simulation results is to compare which method is the best of all three methods and to see the residual of Lax-Friedrichs finite volume method. The numerical solutions using collocated finite difference method and staggered finite difference method are unstable, whereas the numerical solution using the Lax-Friedrichs finite volume methods is stable and there is no oscillation, as long as the stability criterion is satisfied. Keywords: Differential equations, conservation laws, acoustics equation, finite difference method, finite volume method.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat
yang diberikan kepada
penulis
sehingga penulis
mampu
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini melibatkan banyak pihak yang membantu penulis dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan hambatan selama proses penulisan skripsi. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi, dan juga selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 2. Bapak Hartono, Ph.D selaku Kaprodi Matematika dan Dosen Pembimbing Akademik. 3. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, S.J., Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., Bapak Ir. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosendosen prodi matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan. 4. Bapak/Ibu dosen/karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah berdinamika bersama selama penulis berkuliah. 5. Kedua orang tua, kakak, dan mas Ryan yang telah membantu dan mendukung saya selama pengerjaan skripsi.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Teman-teman Matematika 2012: Lia, Ajeng, Putri, Sila, Anggun, Manda, Happy, Noni, Dewi, Ryan, Budi, Ega, Bobby, Tika, Ferny, Juli, Ilga, Oxi, dan Risma yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, dan memberikan kecerian serta dukungan selama kuliah. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga segala perhatian, dukungan, bantuan dan cinta yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Tuhan Yesus Kristus. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi referensi belajar yang baik.
Yogyakarta, 11 Mei 2016 Penulis,
Giri Iriani Jaya Ningrum
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Giri Iriani Jaya Ningrum
Nomor Mahasiswa
: 123114021
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN VOLUME HINGGA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencatumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 11 Mei 2016
Yang menyatakan
(Giri Iriani Jaya Ningrum)
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iv HALAMAN KEASLIAN KARYA ....................................................................v HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................vi ABSTRAK ..........................................................................................................vii ABSTRACT ........................................................................................................viii KATA PENGANTAR ........................................................................................ix LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..............................xi DAFTAR ISI .......................................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1 A. Latar Belakang....................................................................................1 B. Rumusan Masalah ..............................................................................3 C. Batasan Masalah .................................................................................4 D. Tujuan Penulisan ................................................................................4 E. Metode Penulisan ...............................................................................5 F. Manfaat Penulisan ..............................................................................5 G. Sistematika Penulisan .........................................................................5
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II TEORI PERSAMAAN DIFERENSIAL ................................................ A. Klasifikasi Persamaan Diferensial ......................................................8 B.
Aturan Rantai .....................................................................................11
C. Integral ................................................................................................13 D. Penurunan Numeris ............................................................................16 E. Nilai Eigen dan Vektor Eigen .............................................................20 F. Persamaan Diferensial Hiperbolik ......................................................23 G. Karakteristik Persamaan Akustik .......................................................23 H. Bentuk Umum Hukum Kekekalan .....................................................25 I.
Domain Dependen dan Range Influence untuk Persamaan Hiperbolik ..............................................................28
J.
Kondisi CFL .......................................................................................29
K. Matriks Jacobian .................................................................................32 BAB III PERSAMAAN AKUSTIK DAN METODE NUMERISNYA ............ A. Hukum Kekekalan ..............................................................................34 B. Hukum Kekekalan dan Persamaan Diferensial .................................36 C. Persamaan Adveksi ............................................................................40 D. Persamaan Nonlinear dalam Dinamika Fluida ...................................44 E. Akustik Linear ....................................................................................48 F. Gelombang Suara ..............................................................................52 G. Persamaan Gelombang Orde Kedua ...................................................54 H. Masalah Pecahnya Membran dalam Pipa ...........................................55 I.
Metode Beda Hingga ..........................................................................56
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
J.
Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs.............................................63
K. Residual Lokal Lemah ........................................................................74 BAB IV PERBANDINGAN HASIL SIMULASI NUMERIS ........................... A. Hasil Metode Beda Hingga Grid Kolokasi .........................................76 B. Hasil Metode Beda Hingga Grid Selang-Seling .................................79 C. Hasil Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs ...................................80 BAB V PENUTUP .............................................................................................. A. Kesimpulan .........................................................................................84 B. Saran ...................................................................................................84 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................86 LAMPIRAN ........................................................................................................
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, metode, manfaat dan sistematika penulisan. A. Latar Belakang Masalah Aliran adalah pergerakan yang biasanya terjadi pada gas atau cairan, yang menggambarkan bagaimana gas atau cairan itu berperilaku dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Aliran yang berupa gas atau cairan ini biasanya disebut aliran fluida. Fluida diartikan sebagai zat alir. Ada banyak contoh aliran fluida dalam kehidupan sehari-hari, misalnya aliran udara di sekitar sayap pesawat, aliran darah di dalam tubuh manusia, tumpahan minyak di laut, dan lain sebagainya. Aliran dapat bersifat tunak atau tidak tunak. Jika semua sifat aliran tidak bergantung pada waktu, maka alirannya disebut tunak, artinya jika arus tidak berubah dari waktu ke waktu. Contoh aliran tunak, misalnya udara yang mengalir melalui pipa dengan laju yang konstan. Sebaliknya, jika semua sifat aliran bergantung pada waktu, maka alirannya disebut tidak tunak. Contoh aliran tidak tunak, misalnya banjir. Skripsi ini akan difokuskan pada aliran udara yang terjadi pada pipa pada saat membran yang berada di tengah pipa pecah. Pada skripsi ini, akan dilihat gerakan kecepatan dan tekanan pada sistem pipa. Akan dicari pula solusi yang tepat untuk masalah pecahnya membran dalam
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
sistem pipa ini, dan akan dilihat solusi mana yang akan menghasilkan osilasi paling sedikit. Pada skripsi ini akan dibahas aliran udara yang mengalir dari pipa sebelah kiri membran menuju pipa sebelah kanan membran. Masalah ini adalah suatu masalah Riemann. Persamaan yang mengatur masalah ini adalah persamaan akustik linear. Sistem yang mengatur masalah akustik ini menggunakan model matematika yang melibatkan persamaan diferensial parsial, yaitu: 𝜕𝑝(𝑥, 𝑡) 𝜕𝑢(𝑥, 𝑡) = 0, + 𝜌𝑐² 𝜕𝑡 𝜕𝑥
(1.1)
𝜕𝑢(𝑥, 𝑡) 1 𝜕𝑝(𝑥, 𝑡) = 0, + 𝜕𝑡 𝜌 𝜕𝑥
(1.2)
dengan p adalah tekanan fluida, u adalah kecepatan fluida, ⍴ massa jenis fluida, c adalah kecepatan perambatan gelombang tekanan pada fluida, t adalah variabel waktu dan x adalah variabel ruang dimensi satu di saluran pada pipa. Ilustrasi aliran udara dalam pipa ditunjukkan pada Gambar 1. 𝑝kiri = 1 𝑢kiri = 0
𝑝kanan = 0.1 membran
𝑢kanan = 0
Gambar 1. Masalah sistem pipa
Masalah dalam dinamika fluida terlalu rumit untuk dipecahkan secara analitik. Dalam kasus ini, masalah harus diselesaikan dengan metode numerik. Studi ini disebut dinamika fluida numerik atau komputasi. Dinamika fluida komputasi adalah analisis sistem yang melibatkan aliran fluida, perpindahan panas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
dan fenomena terkait seperti reaksi kimia dengan cara simulasi berbasis komputer. Teknik ini sangat kuat dan mencakup berbagai bidang aplikasi industri dan nonindustri. Ada banyak metode numerik yang tersedia, seperti metode volume hingga, metode elemen hingga, metode beda hingga, dan lain sebagainya. Metode beda hingga dikembangkan berdasarkan diskritisasi langsung dari persamaan diferensial yang dipandang. Pada skripsi ini akan dibandingkan metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs untuk melihat metode mana yang akan menghasilkan simulasi yang paling stabil dan tidak terdapat osilasi. Metode beda hingga grid kolokasi menentukan nilai pendekatan untuk semua variabel p dan u yang tidak diketahui secara bersamaan. Metode beda hingga grid selang-seling menentukan pendekatan variabel p dan u secara selang-seling. Skripsi ini akan merujuk beberapa buku dan jurnal. Rujukan utama adalah LeVeque (1992, 2002) yang memberikan teori tentang metode numeris grid kolokasi. Selanjutnya, karya Stelling dan Duinmejer (2003) juga akan dipelajari, khususnya tentang metode numeris grid selang seling.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana memodelkan persamaaan aliran udara dalam sistem pipa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
2. Bagaimana menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan menggunakan metode beda hingga grid kolokasi? 3. Bagaimana menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan menggunakan metode beda hingga grid selang-seling? 4. Bagaimana menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs? 5. Metode manakah yang akan menghasilkan solusi yang paling stabil dan tidak terdapat osilasi antara metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs yang dibahas?
C. Batasan Masalah Agar penulisan mencapai tujuan yang dimaksud, maka perlu ada batasan mengenai permasalahan yang diangkat. Adapun batasan masalahnya adalah permasalahan aliran udara dalam sistem pipa berdimensi satu yang diselesaikan dengan metode beda hingga dan metode volume hingga.
D.
Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut: 1. Memodelkan persamaan aliran udara dalam sistem pipa. 2. Menyelesaikan
persamaan
aliran
udara
dalam
menggunakan metode beda hingga grid kolokasi.
sistem
pipa
dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
3. Menyelesaikan
persamaan
aliran
udara
dalam
sistem
pipa
dengan
sistem
pipa
dengan
menggunakan metode beda hingga grid selang-seling. 4. Menyelesaikan
persamaan
aliran
udara
dalam
menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs. 5. Akan diperoleh metode yang paling stabil dan tidak terdapat osilasi untuk menyelesaikan masalah Riemann dari persamaan diferensial parsial ini.
E. Metode Penulisan Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah studi pustaka dari buku-buku dan jurnal-jurnal serta praktek simulasi numeris.
F. Manfaat Penulisan Dengan memodelkan aliran udara pada sistem pipa, dapat mensimulasikan kecepatan dan tekanan yang sesuai pada pipa agar tidak terjadi membran pecah.
G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
E. Metode Penulisan F. Manfaat Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II. TEORI PERSAMAAN DIFERENSIAL A. Klasifikasi Persamaan Diferensial B. Aturan Rantai C. Integral D. Penurunan Numeris E. Persamaan Diferensial Hiperbolik F. Karakteristik Persamaan Akustik G. Bentuk Umum Hukum Kekekalan H. Domain Dependen dan Range Influence untuk Persamaan Hiperbolik I. Kondisi CFL J. Nilai Eigen dan Vektor Eigen K. Matriks Jacobian BAB III. PERSAMAAN AKUSTIK DAN METODE NUMERISNYA A. Hukum Kekekalan B. Hukum Kekekalan dan Persamaan Diferensial C. Persamaan Adveksi D. Persamaan Nonlinear dalam Dinamika Fluida E. Akustik Linear F. Gelombang Suara G. Persamaan Gelombang Orde Kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
H. Masalah Pecahnya Membran dalam Pipa I. Metode Beda Hingga J. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs K. Residual Lokal Lemah BAB IV. PERBANDINGAN HASIL SIMULASI NUMERIS A. Hasil Metode Beda Hingga Grid Kolokasi B. Hasil Metode Beda Hingga Grid Selang-Seling C. Hasil Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II TEORI PERSAMAAN DIFERENSIAL
Pada bab ini akan dibahas klasifikasi persamaan diferensial, aturan rantai, integral, penurunan numeris, nilai dan vektor eigen, persamaan diferensial hiperbolik, karakteristik persamaan akustik, bentuk umum hukum kekekalan, domain dependen dan range influence untuk persamaan hiperbolik, kondisi CFL, serta matriks Jacobian. Penjabaran dalan bab ini akan menjadi landasan teori bagi Bab III dan Bab IV. A. Klasifikasi Persamaan Diferensial Suatu persamaan menyatakan relasi kesetimbangan antara dua hal. Persamaan diferensial adalah suatu persamaan menyatakan hubungan suatu fungsi terhadap turunan-turunannya. Klasifikasi persamaan diferensial bisa didasarkan pada banyaknya variabel bebas yang terlibat, orde persamaan diferensial, dan berdasarkan sifat linear/nonlinear. 1.
Klasifikasi berdasarkan variabel bebas yang terlibat Fungsi bisa mempunyai satu variabel bebas atau lebih. Jika fungsi hanya
mempunyai satu variabel bebas, maka persamaan diferensial tersebut disebut persamaan diferensial biasa. Jika fungsi mempunyai lebih dari satu variabel bebas, maka persamaan diferensial tersebut disebut persamaan diferensial parsial.
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
Contoh 2.1 Contoh persamaan diferensial biasa (Ross, 1989) 𝑑2 𝑦 𝑑𝑦 2 + 𝑥𝑦 ( ) = 0. 𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 Persamaan di atas merupakan contoh persamaan diferensial biasa. Terlihat bahwa variabel 𝑥 adalah variabel bebas tunggal dan 𝑦 adalah variabel tidak bebas. Contoh 2.2 Contoh persamaan diferensial parsial 𝜕𝑣 𝜕𝑣 + = 𝑣. 𝜕𝑠 𝜕𝑡 Persamaan di atas merupakan contoh dari persamaan diferensial parsial. Terlihat bahwa variabel 𝑠 dan 𝑡 adalah variabel bebas dan 𝑣 adalah variabel tidak bebas. 2.
Klasifikasi berdasarkan orde persamaan diferensial Orde persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari turunan fungsi
yang terlibat dalam persamaan diferensial. Persamaan diferensial biasa contoh 2.1 mempunyai orde dua, sebab turunan tertinggi dari fungsi yang terlibat adalah turunan kedua. Persamaan diferensial parsial contoh 2.2 mempunyai orde satu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
3.
Klasifikasi berdasarkan sifat linear/nonlinear Persamaan diferensial dapat terbagi menjadi dua, yaitu linear dan
nonlinear. Persamaan diferensial biasa linear orde 𝑛 dengan variabel tak bebas 𝑦 dan variabel bebas 𝑥 adalah persamaan diferensial yang dapat dinyatakan dalam bentuk:
𝑎0 (𝑥)
𝑑𝑛 𝑦 𝑑 𝑛−1 𝑦 𝑑𝑦 (𝑥) + 𝑎 + ⋯ + 𝑎𝑛−1 (𝑥) + 𝑎𝑛 (𝑥)𝑦 = 𝑏(𝑥), 1 𝑛 𝑛−1 𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥
dimana 𝑎0 tidak sama dengan nol. Jadi, linear disini adalah linear terhadap variable tak bebas dan turunan-turunannya. Persamaan diferensial di atas linear, sebab tidak ada perkalian antara fungsi 𝑦 dan 𝑦 atau 𝑦 dengan turunannya, dan tidak ada fungsi transendental dari 𝑦 atau turunannya. Contoh 2.3 Persamaan diferensial biasa berikut keduanya linear 𝑑2𝑦 𝑑𝑦 + 5 + 6𝑦 = 0, 𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 𝑑4𝑦 𝑑3 𝑦 𝑑𝑦 2 3 = 𝑥𝑒 𝑥 . + 𝑥 + 𝑥 𝑑𝑥 4 𝑑𝑥 3 𝑑𝑥 Persamaan diferensial biasa nonlinear adalah persamaan diferensial biasa yang tak linear. Contoh 2.4 Persamaan diferensial biasa berikut ketiganya nonlinear
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
𝑑2𝑦 𝑑𝑦 +5 + 6𝑦 2 = 0, 2 𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑2𝑦 𝑑𝑦 3 + 5 ( ) + 6𝑦 = 0, 𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 𝑑2 𝑦 𝑑𝑦 + 5𝑦 + 6𝑦 = 0. 2 𝑑𝑥 𝑑𝑥
B. Aturan Rantai Aturan rantai merupakan cara yang digunakan untuk mendiferensialkan suatu fungsi komposisi. 1.
Aturan Rantai Kasus I (Leithold, 1986) Misalkan 𝑦 fungsi dalam 𝑢, didefinisikan oleh persamaan 𝑦 = 𝑓(𝑢), 𝐷𝑢 𝑦
ada dan 𝑢 fungsi dalam 𝑥 didefinisikan oleh persamaan 𝑢 = 𝑔(𝑥) dengan 𝐷𝑥 𝑢 ada, maka 𝑦 merupakan fungsi dalam 𝑥, 𝐷𝑥 𝑦 ada dan memenuhi: 𝐷𝑥 𝑦 = 𝐷𝑢 𝑦 ∙ 𝐷𝑥 𝑢 atau 𝑑𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑢 = ∙ . 𝑑𝑥 𝑑𝑢 𝑑𝑥 Contoh 2.5 Carilah 𝑑𝑦⁄𝑑𝑢 dari persamaan 𝑦 = 4𝑥 4 − 6 dan 𝑥 = 𝑢2 + 4 Penyelesaian: 𝑑𝑦 𝑑𝑥 = 16𝑥 3 dan = 2𝑢 𝑑𝑥 𝑑𝑢
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
𝑑𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑦 = ( ).( ) 𝑑𝑥 𝑑𝑢 𝑑𝑢 𝑑𝑦 = 16𝑥 3 ∙ 2𝑢 𝑑𝑢 𝑑𝑦 = 32𝑥 3 𝑢. 𝑑𝑢 Karena 𝑥 = 𝑢2 + 4, diperoleh
2.
𝑑𝑦 𝑑𝑢
3
= 32(𝑢2 + 4) 𝑢.
Aturan Rantai Kasus II Berikut ini merupakan aturan rantai untuk fungsi dua variabel dengan
masing-masing variabel juga merupakan fungsi dua variabel. Misalkan 𝑢 fungsi dalam 𝑥 dan 𝑦, didefinisikan oleh persamaan 𝑢 = 𝑓(𝑥, 𝑦), dan 𝑥 = 𝐹(𝑟, 𝑠), 𝑦 = 𝐺(𝑟, 𝑠) dengan
𝜕𝑥 𝜕𝑟
,
𝜕𝑥 𝜕𝑠
,
𝜕𝑦 𝜕𝑟
, dan
𝜕𝑦 𝜕𝑠
semuanya ada. Maka 𝑢 juga merupakan
fungsi dalam 𝑟 dan 𝑠, dan memenuhi: 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑥 𝜕𝑢 𝜕𝑦 = ( )( ) + ( )( ) 𝜕𝑟 𝜕𝑥 𝜕𝑟 𝜕𝑦 𝜕𝑟 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑥 𝜕𝑢 𝜕𝑦 = ( ) ( ) + ( ) ( ). 𝜕𝑠 𝜕𝑥 𝜕𝑠 𝜕𝑦 𝜕𝑠 Contoh 2.6 Misalkan 𝑢 = 𝑥 3 𝑦, dengan 𝑥 = 2𝑠 dan 𝑦 = 𝑠 2 . Tentukan 𝑑𝑢⁄𝑑𝑠 Penyelesaian: 𝜕𝑢 𝑑𝑥 𝜕𝑢 𝑑𝑦 𝑑𝑢 = ( )( ) + ( )( ) 𝜕𝑥 𝑑𝑠 𝜕𝑦 𝑑𝑠 𝑑𝑠 = (3𝑥 2 𝑦 ∙ 2) + (𝑥 3 ∙ 2𝑠)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
= 6𝑥 2 𝑦 + 2𝑥 3 𝑠 = 6(2𝑠)2 (𝑠 2 ) + 2(2𝑠)3 𝑠 𝑑𝑢 = 40𝑠 4 𝑑𝑠
C. Integral Ada dua macam integral, yaitu integral tak tentu dan integral tentu. 1.
Integral Tentu
Definisi 2.1 Sebuah fungsi 𝐹 disebut antiturunan 𝑓 pada interval 𝐼 jika 𝐷𝑥 𝐹(𝑥) = 𝑓(𝑥) pada 𝐼, yakni jika 𝐹 ′ (𝑥) = 𝑓(𝑥) untuk 𝑥 dalam 𝐼. Teorema (Varberg Purcell Rigdon, 2007) Jika 𝑟 adalah sebarang bilangan rasional kecuali −1, maka
∫ 𝑥 𝑟 𝑑𝑥 =
𝑥 𝑟+1 + 𝐶. 𝑟+1
Bukti: Untuk membuktikan 𝐹 ′ (𝑥) = 𝑓(𝑥), maka akan dicari turunan untuk ruas kanan
𝐷𝑥 [ Teorema terbukti.
𝑥 𝑟+1 1 (𝑟 + 1)𝑥 𝑟 = 𝑥 𝑟 . + 𝐶] = 𝑟+1 𝑟+1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
Contoh 2.7 (Anton, 2012) 1
Fungsi 𝐹(𝑥) = 3 𝑥 3 adalah antiturunan dari 𝑓(𝑥) = 𝑥 2 pada interval (−∞, +∞) karena untuk semua 𝑥 di interval
𝐹 ′ (𝑥) =
𝑑 1 3 [ 𝑥 ] = 𝑥 2 = 𝑓(𝑥). 𝑑𝑥 3
1
Namun, 𝐹(𝑥) = 3 𝑥 3 bukan satu-satunya antiturunan dari 𝑓 pada interval. Jika ditambahkan sebarang konstan 𝐶 ke
1 3
1
𝑥 3 , maka fungsi 𝐺(𝑥) = 3 𝑥 3 + 𝐶 juga
antiturunan dari 𝑓 pada interval (−∞, +∞), sebab
𝐺 ′ (𝑥) =
𝑑 1 3 [ 𝑥 + 𝐶] = 𝑥 2 + 0 = 𝑓(𝑥). 𝑑𝑥 3
Pada umumnya setiap antiturunan merupakan suatu yang tunggal, antiturunan lainnya dapat diperoleh dengan menambahkan suatu konstanta untuk antiturunan yang diketahui. Dengan demikian, 1 3 𝑥 , 3
1 3 𝑥 + 2, 3
1 3 𝑥 − 5, 3
1 3 𝑥 + √2 3
merupakan antiturunan dari 𝑓(𝑥) = 𝑥 2 . 2.
Integral Tentu
Luas Daerah (Martono, 1999) Pada Gambar 2.1 (a) daerah 𝐷 di bidang yang dibatasi grafik fungsi kontinu 𝑓, garis 𝑥 = 𝑎, garis 𝑥 = 𝑏, dan sumbu 𝑥, dengan 𝑓(𝑥) ≥ 0 pada [𝑎, 𝑏], ditulis 𝐷 = {(𝑥, 𝑦): 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏, 0 ≤ 𝑦 ≤ 𝑓(𝑥)}.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
𝑦
𝑦
𝑓
𝑓
𝐷
𝐷
0
𝑎
𝑏
𝑥
0
𝑎 𝑐1
Gambar 2.1 (a) Ilustrasi kurva fungsi 𝑓
𝑥𝑖
𝑥1 𝑐𝑖
𝑏
𝑥
𝑐𝑛
Gambar 2.1 (b) Ilustrasi partisi kurva fungsi 𝑓
Dengan menggunakan limit, luas daerah 𝐷 dihitung dengan langkah konstruksi sebagai berikut: 1. Selang tertutup [𝑎, 𝑏] dibagi menjadi 𝑛 bagian yang sama panjang, sehingga diperoleh titik pembagian 𝑎 = 𝑥0 < 𝑥1 < 𝑥2 < ⋯ < 𝑥𝑖−1 < 𝑥𝑖 < ⋯ < 𝑥𝑛 = 𝑏. Himpunan titik-titik pembagian 𝑃 = {𝑥0 , 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 } dinamakan partisi untuk [𝑎, 𝑏]. Selang bagian ke-𝑖 dari partisi 𝑃 adalah [𝑥𝑖−1 , 𝑥𝑖 ], 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛, dan panjang selangnya adalah ∆𝑥𝑖 = 𝑥𝑖 − 𝑥𝑖−1. Panjang partisi 𝑃 didefinisikan sebagai ||𝑃|| = max ∆𝑥𝑖 . 1≤𝑖≤𝑛
2. Pilih 𝑐𝑖 ∈ [𝑥𝑖−1 , 𝑥𝑖 ], 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛 kemudian dibuat persegi panjang dengan ukuran alas = ∆𝑥𝑖 = 𝑥𝑖 − 𝑥𝑖−1 , 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
tinggi = 𝑓(𝑐𝑖 ), 𝑐𝑖 ∈ [𝑥𝑖−1 , 𝑥𝑖 ], 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛. Luas persegi panjang ke-𝑖 pada Gambar. 2.1 (b) adalah ∆𝐿𝑖 = 𝑓(𝑐𝑖 )∆𝑥𝑖 , sehingga luas daerah 𝐷 yang dihampiri oleh 𝑛 buah persegi panjang adalah 𝑛
Luas 𝐷 ≈ ∑ 𝑓(𝑐𝑖 )∆𝑥𝑖 . 𝑖=1
3. Nilai eksak luas daerah 𝐷 dicapai bila 𝑛 → ∞. Untuk partisi yang setiap selang bagiannya sama panjang, 𝑛 → ∞ sama artinya dengan ||𝑃|| → 0, sehingga 𝑛
𝑛
Luas 𝐷 = lim ∑ 𝑓(𝑐𝑖 )∆𝑥𝑖 = lim ∑ 𝑓(𝑐𝑖 )∆𝑥𝑖 . 𝑛→∞
||𝑃||→0
𝑖=1
𝑖=1
Definisi 2.2 Integral tentu dari fungsi 𝑓 pada selang tertutup [𝑎, 𝑏], ditulis dengan 𝑏
𝑏
lambang ∫𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥, didefinisikan sebagai ∫𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = lim ∑𝑛𝑖=1 𝑓(𝑐𝑖 )∆𝑥𝑖 . ||𝑃||→0
D. Penurunan Numeris Salah satu cara untuk menyelesaikan persamaan diferensial adalah dengan menggunakan metode beda hingga. Metode ini menggunakan pendekatan ekspansi Taylor di titik acuannya. Deret Taylor dapat memberikan nilai hampiran bagi suatu fungsi pada suatu titik, berdasarkan nilai fungsi dan derivatifnya, dipandang deret Taylor pada persamaan (2.1), yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
𝑓(𝑥𝑖+1 ) ≈ 𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑓 ′ (𝑥𝑖 )ℎ +
𝑓 ′′ (𝑥𝑖 ) 2 𝑓 ′′′ (𝑥𝑖 ) 3 𝑓 (𝑛) (𝑥𝑖 ) 𝑛 ℎ + ℎ +⋯+ ℎ 2! 3! 𝑛!
(2.1)
+ 𝑅𝑛 , dengan 𝑅𝑛 adalah: 𝑅𝑛 =
𝑓 (𝑛+1) (𝜉) 𝑛+1 ℎ , (𝑛 + 1)!
ℎ = 𝑥𝑖+1 − 𝑥𝑖 .
Penurunan numeris pada metode beda hingga dapat diambil salah satu dari tiga pendekatan, yaitu 1. Beda maju Dipandang 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) =
𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑂(𝑥𝑖+1 − 𝑥𝑖 ) 𝑥𝑖+1 − 𝑥𝑖
(2.2)
∆𝑓𝑖 + 𝑂(ℎ), ℎ
(2.3)
atau 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) = dengan ∆𝑓𝑖 = 𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 𝑓(𝑥𝑖 ). Persamaan (2.2) dan (2.3) menggunakan data ke-𝑖 dan 𝑖 + 1 untuk menghampiri turunan pertama dari 𝑓(𝑥). Persamaan ini disebut aproksimasi diferensiasi maju dari turunan pertama. turunan sebenarnya
𝑓(𝑥)
aproksimasi ℎ
𝑥𝑖
𝑥𝑖+1
Gambar 2.2 (a). Grafik aproksimasi beda maju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
2. Beda mundur Dipandang 𝑓(𝑥𝑖−1 ) = 𝑓(𝑥𝑖 ) − 𝑓 ′ (𝑥𝑖 )ℎ +
𝑓 ′′ (𝑥𝑖 ) 2 ℎ −⋯ 2!
(2.4)
Persamaan (2.4) merupakan deret Taylor yang diperluas mundur untuk menghitung nilai sebelumnya menggunakan nilai sekarang. Deret (2.4) dipotong setelah suku turunan pertama, maka diperoleh: 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) ≈
𝑓(𝑥𝑖 ) − 𝑓(𝑥𝑖−1 ) ∇𝑓𝑖 + 𝑂(ℎ) = + 𝑂(ℎ), ℎ ℎ
(2.5)
dengan ∇𝑓𝑖 = 𝑓(𝑥𝑖 ) − 𝑓(𝑥𝑖−1 ). Persamaan (2.5) merupakan aproksimasi diferensiasi beda mundur dari turunan pertama. 𝑓(𝑥) turunan sebenarnya aproksimasi ℎ
𝑥𝑖−1
𝑥𝑖
Gambar 2.2 (b). Grafik aproksimasi beda mundur 3. Beda Pusat Akan dikurangkan persamaan (2.29) dari deret maju Taylor (2.26), maka: 𝑓(𝑥𝑖−1 ) − 𝑓(𝑥𝑖+1 ) = (𝑓(𝑥𝑖 ) − 𝑓(𝑥𝑖 )) − (𝑓 ′ (𝑥𝑖 )ℎ + 𝑓 ′ (𝑥𝑖 )ℎ) + 𝑓′′(𝑥𝑖 ) 2 𝑓 ′′′ (𝑥𝑖 ) 3 ℎ − ℎ −⋯ 2! 3!
𝑓 ′′ (𝑥𝑖 ) 2 ℎ − 2!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
Setelah beberapa perhitungan dan operasi aljabar, maka diperoleh 𝑓(𝑥𝑖+1 ) = 𝑓(𝑥𝑖−1 ) + 2𝑓 ′ (𝑥𝑖 )ℎ + 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) =
𝑓′′′(𝑥𝑖 ) 3 ℎ +⋯ 3!
(2.6)
𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 𝑓(𝑥𝑖−1 ) 𝑓 ′′′ (𝑥𝑖 ) 2 − ℎ +⋯ 2ℎ 6
(2.7)
𝑓(𝑥𝑖+1 ) − 𝑓(𝑥𝑖−1 ) − 𝑂(ℎ2 ). 2ℎ
(2.8)
atau 𝑓 ′ (𝑥𝑖 ) =
Persamaan (2.8) merupakan aproksimasi diferensiasi tengah (pusat) dari turunan pertama. turunan sebenarnya
𝑓(𝑥)
aproksimasi 2ℎ 𝑥𝑖−1
𝑥𝑖+1
Gambar 2.2 (c). Grafik aproksimasi beda pusat Contoh 2.8 Gunakan aproksimasi beda maju, beda mundur dan beda pusat untuk menghampiri turunan pertama dari: 𝑓(𝑥) = −0.1𝑥 4 − 0.15𝑥 3 − 0.5𝑥 2 − 0.25𝑥 + 1.2 Pada titik 𝑥 = 0.5 dengan ukuran langkah ℎ = 0.5. Turunan dari 𝑓(𝑥) dapat dihitung secara langsung, yakni: 𝑓 ′ (𝑥) = −0.4𝑥 3 − 0.45𝑥 2 − 1.0𝑥 − 0.25, sehingga nilai eksak 𝑓 ′ (0.5) = −0.9125. Untuk ℎ = 0.5, maka:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
𝑓(𝑥𝑖−1 ) = 1.2
𝑥𝑖−1 = 0
𝑓(𝑥𝑖 ) = 0.925
𝑥𝑖 = 0.5
𝑓(𝑥𝑖+1 ) = 0.2
𝑥𝑖+1 = 1
Aproksimasi beda maju dari persamaan (2.27), yaitu: 𝑓 ′ (0.5) =
0.2 − 0.925 = −1.45 0.5
dengan error relatif sebesar 𝜀𝑡 = −58.9%. Aproksimasi beda mundur dari persamaan (2.30), yaitu: 𝑓 ′ (0.5) ≈
0.925 − 1.2 = −0.55 0.5
dengan error relatif sebesar 𝜀𝑡 = 39.7%. Aproksimasi beda pusat dari persamaan (2.33), yaitu: 𝑓 ′ (0.5) ≈
0.2 − 1.2 = −1 1
dengan error relatif sebesar 𝜀𝑡 = −9.6%. Terlihat bahwa aproksimasi beda pusat memberikan hampiran bagi turunan pertama dengan error yang paling kecil, artinya aproksimasi beda pusat ini memberikan penyelesaian yang paling mendekati nilai eksaknya. Teori tentang penurunan numeris ini merujuk dari buku Setiawan (2006)
E. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Bagian ini menjelaskan pengertian nilai eigen dan vektor eigen suatu matriks.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
Definisi 2.3 (Leon, 2001) Misalkan 𝐴 adalah suatu matriks 𝑛 × 𝑛. Skalar 𝜆 disebut sebagai suatu nilai eigen atau nilai karakteristik dari 𝐴 jika terdapat suatu vektor taknol 𝐱, sehingga 𝐴𝐱 = 𝜆𝐱. Vektor 𝐱 disebut vektor eigen atau vektor karakteristik dari 𝜆. Contoh 2.9 Misalkan 4 −2 2 𝐴=( ) dan 𝐱 = ( ) 1 1 1 dapat dilihat bahwa
𝐴𝐱 = (
6 4 −2 2 2 ) ( ) = ( ) = 3 ( ) = 3𝐱 3 1 1 1 1
dengan demikian 𝜆 = 3 adalah nilai eigen dari 𝐴 dan 𝐱 = (2,1)𝑇 merupakan vektor eigen dari 𝜆. Sebarang kelipatan taknol dari 𝐱 akan menjadi vektor eigen, karena 𝐴(𝛼𝐱) = 𝛼𝐴𝐱 = 𝛼𝜆𝐱 = 𝜆(𝛼𝐱). Jadi, (4,2)𝑇 juga vektor eigen milik 𝜆 = 3. 4 ( 1
12 4 −2 4 ) ( ) = ( ) = 3 ( ). 6 1 2 2
Misalkan 𝐴 adalah matriks 𝑛 × 𝑛 dan 𝜆 adalah suatu skalar, persamaan 𝐴𝐱 = 𝜆𝐱 dapat ditulis dalam bentuk (𝐴 − 𝜆𝐼)𝐱 = 𝟎. Dengan menghitung determinan dari (2.23), yaitu
(2.9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
det(𝐴 − 𝜆𝐼) = 0 dapat ditentukan sebuah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks 𝐴. Contoh 2.10 Carilah nilai-nilai eigen dan vektor eigen yang bersesuaian dari matriks 3 2 ). 3 −2
𝐴=(
Penyelesaian: Persamaan karakteristiknya adalah 3−𝜆 | 3
2 | = 0 atau λ2 − 𝜆 − 12 = 0. −2 − 𝜆
Jadi, nilai-nilai eigen dari 𝐴 adalah 𝜆1 = 4 dan 𝜆2 = −3. Untuk mencari vektor eigen yang dimiliki oleh 𝜆1 = 4, harus ditentukan ruang nol dari 𝐴 − 4𝐼. 𝐴 − 4𝐼 = (
−1 2 ). 3 −6
Dengan menyelesaikan (𝐴 − 4𝐼)𝐱 = 𝟎, dengan 𝐱 = (x1 , x2 )𝑇 , akan didapatkan 𝐱 = (2x2 , x2 )𝑇 . Jadi semua kelipatan taknol dari (2,1)𝑇 adalah vektor eigen milik 𝜆1 dan {(2,1)𝑇 } adalah suatu basis untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan 𝜆1 . Dengan cara yang sama, untuk mendapatkan vektor eigen bagi 𝜆2 , harus diselesaikan (𝐴 + 3𝐼)𝐱 = 𝟎. Pada kasus ini {(−1,3)𝑇 } adalah basis untuk 𝑁(𝐴 + 3𝐼) dan sembarang kelipatan taknol dari (−1, 3)𝑇 adalah vektor eigen yang bersesuaian 𝜆2 .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
F. Persamaan Diferensial Hiperbolik Sistem hiperbolik pada persamaan diferensial parsial dapat digunakan untuk memodelkan berbagai macam fenomena yang melibatkan gerakan gelombang. Masalah yang diangkat umumnya tergantung pada waktu, sehingga solusinya tergantung pada waktu serta satu atau lebih variabel spasial. Dalam ruang dimensi satu, sistem orde pertama persamaan diferensial parsial homogen di 𝑥 dan 𝑡 memiliki bentuk 𝑞𝑡 (𝑥, 𝑡) + 𝐴𝑞𝑥 (𝑥, 𝑡) = 0,
(2.10)
disini 𝑞: ℝ × ℝ → ℝ𝑚 adalah vektor dengan 𝑚 komponen yang mewakili fungsi yang tidak diketahui (tekanan, kecepatan, dan lainnya) yang akan ditentukan, dan 𝐴 adalah sebuah matriks konstan yang berukuran 𝑚 × 𝑚.
G. Karakteristik Persamaan Akustik Dipandang persamaan akustik 𝑝𝑡 + 𝜌𝑐 2 𝑢𝑥 = 0,
(2.11)
1 𝑢𝑡 + 𝑝𝑥 = 0. 𝜌
(2.12)
Persamaan di atas dapat ditulis ulang dengan memperkenalkan vektor 𝑞 seperti yang terlihat pada persamaan (2.13) 𝑞𝑡 + 𝐴𝑞𝑥 = 0, 𝑝 0 dengan 𝑞 = ( ) , 𝐴 = ( 𝑢 1⁄𝜌
𝜌𝑐 2 ), serta 𝜌 dan 𝑐 adalah konstan. 0
(2.13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
Nilai eigen dan vektor eigen berkorespondensi dengan matriks 𝐴 dilambangkan 𝑒1 , 𝑒2 dan 𝑟̅ 1 , 𝑟̅ 2 masing-masing. Matriks 𝑅 dan 𝐸 adalah matriks eigen didefinisikan pada persamaan (2.14)
𝑅 = (𝑟̅ 1 𝑟̅ 2 ),
𝐸=(
𝑒1 0
0 ). 𝑒2
(2.14)
Asumsikan matriks 𝐴 mempunyai dua nilai eigen real berbeda dengan persamaan diagonalisasi dari matriks 𝐴 dapat dilihat pada persamaan (2.15) 𝑅 −1 𝐴𝑅 = 𝐸.
(2.15)
Menggunakan sifat diagonalisasi, maka persamaan (2.15) dapat ditulis ulang menjadi: 𝑅 −1 𝑞𝑡 + 𝑅 −1 𝐴𝑅𝑅 −1 𝑞𝑥 = 0 atau 𝑅 −1 𝑞𝑡 + 𝐸𝑅 −1 𝑞𝑥 = 0. 1
Substitusi variabel 𝑅 −1 𝑞 = 𝜔 = (𝜔2 ) hasil pada persamaan akhir dipisahkan 𝜔 (2.16) 𝜔1𝑡 + 𝑒1 𝜔𝑥1 = 0 (2.16) 𝜔𝑡2 + 𝑒2 𝜔𝑥2 = 0. 𝑝 Persamaan (2.11) dan (2.12) dalam bentuk (2.12) dengan 𝑞 = ( ), 𝑢 0 𝐴=( ⁄ 1 𝜌
𝜌𝑐 2 ). Nilai eigen 𝑒1 , 𝑒2 dan berkorespondensi vektor eigen 𝑟̅ 1 , 𝑟̅ 2 0
untuk matriks 𝐴 dapat dilihat pada persamaan (2.17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
𝑟̅ 1 = (𝜌𝑐) 1
𝑒1 = 𝑐 𝑒2 = −𝑐
𝑟̅
−𝜌𝑐 =( ) 1
2
(2.17)
Solusi persamaan adveksi (2.13), ditulis dalam variabel baru 𝜔 berjalan dengan 1
kecepatan 𝑐 dan −𝑐. Solusi variabel baru 𝜔 = (𝜔2 ) terdiri dari dua gelombang 𝜔 yang sesuai dengan masing-masing komponen 𝜔, yaitu 𝜔1 berjalan dengan kecepatan 𝑐 dan 𝜔2 berjalan dengan kecepatan −𝑐.
H. Bentuk Umum Hukum Kekekalan Dalam ruang dimensi satu, metode volume hingga didasarkan pada membagi domain spasial ke dalam interval (grid sel) dan mengaproksimasi integral 𝑞 untuk masing-masing volume grid sel tersebut. Dalam setiap langkah waktu, nilai-nilai integral tersebut diperbaharui dengan melakukan pendekatan terhadap fluks di titik akhir interval. Misal
sel
ke-𝑖
dinotasikan
dengan
𝐶𝑖 = (𝑥𝑖−1⁄2 , 𝑥𝑖+1⁄2 ),
yang
ditunjukkan pada Gambar 2.3. Nilai 𝑄𝑖𝑛 akan mengaproksimasi dengan nilai ratarata sepanjang interval ke-𝑖 pada waktu 𝑡𝑛 : 𝑄𝑖𝑛
1 𝑥𝑖+1⁄2 1 ≈ ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡𝑛 )𝑑𝑥 ≡ ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡𝑛 )𝑑𝑥, ∆𝑥 𝑥𝑖−1⁄2 ∆𝑥 𝐶𝑖
(2.18)
dengan ∆𝑥 = 𝑥𝑖+1⁄2 − 𝑥𝑖−1⁄2 adalah panjang sel. Jika 𝑞(𝑥, 𝑡) adalah sebuah fungsi halus, maka integral (2.18) sesuai dengan nilai dari 𝑞 pada titik tengah dari interval ke 𝑂(∆𝑥 2 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
𝑄𝑖𝑛+1 𝑡𝑛+1 𝑛 𝐹𝑖−1 ⁄2
𝑡𝑛
𝑛 𝑄𝑖−1
𝑛 𝐹𝑖+1 ⁄2
𝑄𝑖𝑛
𝑛 𝑄𝑖+1
Gambar 2.3. Ilustrasi metode volume hingga untuk memperbaharui ratarata sel 𝑄𝑖𝑛 oleh fluks pada tepi sel, pada ruang 𝑥 − 𝑡. Dipandang hukum kekekalan 𝑥2
𝑑 ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = 𝐹1 (𝑡) − 𝐹2 (𝑡). 𝑑𝑡 𝑥1
Bentuk integral dari hukum kekekalan di atas memberikan 𝑑 ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡) 𝑑𝑥 = 𝑓 (𝑞(𝑥𝑖−1⁄2 , 𝑡)) − 𝑓 (𝑞(𝑥𝑖+1⁄2 , 𝑡)). 𝑑𝑡 𝐶𝑖
(2.19)
Dapat digunakan bentuk ini untuk membangun suatu algoritma. Diberikan 𝑄𝑖𝑛 , rata-rata sel pada waktu 𝑡𝑛 , akan mengaproksimasi 𝑄𝑖𝑛+1, rata-rata sel pada waktu selanjutnya 𝑡𝑛+1 dengan panjang langkah waktu ∆𝑡 = 𝑡𝑛+1 − 𝑡𝑛 . Integralkan (2.19) pada waktu 𝑡𝑛 sampai 𝑡𝑛+1 diperoleh 𝑡𝑛+1
∫ 𝑞(𝑥, 𝑡𝑛+1 )𝑑𝑥 − ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡𝑛 )𝑑𝑥 = ∫ 𝐶𝑖
𝐶𝑖
𝑡𝑛
𝑡𝑛+1
−∫
𝑓 (𝑞(𝑥𝑖+1⁄2, 𝑡)) 𝑑𝑡.
𝑡𝑛
Persamaan di atas dibagi dengan ∆𝑥, maka diperoleh
𝑓(𝑞( 𝑥𝑖−1⁄2, 𝑡))𝑑𝑡
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
1 1 ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡𝑛+1 )𝑑𝑥 = ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡𝑛 )𝑑𝑥 ∆𝑥 𝐶𝑖 ∆𝑥 𝐶𝑖 −
𝑡𝑛+1 1 [∫ 𝑓 (𝑞(𝑥𝑖+1⁄2, 𝑡)) 𝑑𝑡 ∆𝑥 𝑡𝑛
(2.20)
𝑡𝑛+1
−∫
𝑓 (𝑞(𝑥𝑖−1⁄2, 𝑡)) 𝑑𝑡].
𝑡𝑛
Hal ini memberitahu bahwa rata-rata dari 𝑞 (2.18) harus diperbaharui dalam satu langkah waktu. Secara umum, tidak bisa ditentukan secara langsung integral waktu pada sisi kanan (2.20), karena 𝑞(𝑥𝑖±1⁄2 , 𝑡) bervariasi terhadap waktu sepanjang setiap tepi sel dan tidak ada solusi eksaknya, tetapi ini menunjukkan bahwa harus dipelajari metode numerik dalam bentuk 𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
Δ𝑡 𝑛 𝑛 (𝐹 − 𝐹𝑖−1 ⁄2 ), Δ𝑥 𝑖+1⁄2
(2.21)
𝑛 dengan 𝐹𝑖−1 ⁄2 adalah aproksimasi rata-rata fluks sepanjang 𝑥 = 𝑥𝑖−1⁄2 :
𝑛 𝐹𝑖−1 ⁄2 ≈
1 𝑡𝑛+1 ∫ 𝑓 (𝑞(𝑥𝑖−1⁄2 , 𝑡)) 𝑑𝑡. ∆𝑥 𝑡𝑛
Jika mengaproksimasi rata-rata fluks berdasarkan pada nilai 𝑄 𝑛 , maka diperoleh metode yang sepenuhnya diskret. 𝑛 Misalkan 𝐹𝑖−1 ⁄2 dapat dihasilkan dengan hanya bergantung pada nilai 𝑛 𝑄𝑖−1 dan 𝑄𝑖𝑛 , rata-rata sel pada kedua sisi dari interface ini. Maka 𝑛 𝑛 𝑛 𝐹𝑖−1 ⁄2 = Ӻ(𝑄𝑖−1 , 𝑄𝑖 ),
dengan Ӻ adalah suatu fungsi fluks. Metode (2.21) menjadi 𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 𝑛 [Ӻ(𝑄𝑖𝑛 , 𝑄𝑖+1 ) − Ӻ(𝑄𝑖−1 , 𝑄𝑖𝑛 )]. ∆𝑥
(2.22)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Metode tertentu yang diperoleh tergantung pada pemilihan rumus Ӻ, tetapi secara umum metode ini merupakan metode eksplisit stensil tiga titik, yang berarti 𝑛 𝑛 bahwa nilai 𝑄𝑖𝑛+1 akan bergantung pada tiga nilai 𝑄𝑖−1 , 𝑄𝑖𝑛 , dan 𝑄𝑖+1 pada level
waktu sebelumnya. Metode (2.22) dapat dilihat sebagai aproksimasi beda hingga untuk hukum kekekalan 𝑞𝑡 + 𝑓(𝑞)𝑥 = 0, yang memberikan 𝑛 𝑛 𝑄𝑖𝑛+1 − 𝑄𝑖𝑛 𝐹𝑖+1 ⁄2 − 𝐹𝑖−1⁄2 + = 0. ∆𝑡 ∆𝑥
(2.23)
I. Domain Dependen dan Range Influence untuk Persamaan Hiperbolik Domain dependen pada titik (𝑋, 𝑇) didefinisikan sebagai berikut: 𝒟(𝑋, 𝑇) = {𝑋 − 𝜆𝑝 𝑇: 𝑝 = 1,2, … , 𝑚}, dengan (𝑋, 𝑇) adalah titik yang ditetapkan pada ruang-waktu dan 𝜆𝑝 adalah kecepatan gelombang, ilustrasi domain dependen dapat dilihat pada Gambar 2.4. 𝑥0 + 𝜆1 𝑡
(𝑋, 𝑇)
(a) 𝑋 − 𝜆3 𝑇
𝑋 − 𝜆2 𝑇
𝑋 − 𝜆1 𝑇
(b)
𝑥0 + 𝜆2 𝑡
𝑥0 + 𝜆3 𝑡
𝑥0
Gambar 2.4. Sistem hiperbolik khusus tiga persamaan dengan 𝜆1 < 0 < 𝜆2 < 𝜆3, (a) menunjukkan domain dependen dari titik (𝑋, 𝑇), dan (b) menunjukkan range influence titik 𝑥0 . Sekarang fokus pada titik tunggal 𝑥0 pada waktu 𝑡 = 0. Pilihan data pada saat ini hanya akan mempengaruhi sinar karakteristik 𝑥0 + 𝜆𝑝 𝑡 untuk 𝑝 = 1, 2, … , 𝑚.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Himpunan titik-titik ini disebut range influence titik 𝑥0 , yang diilustrasikan pada Gambar 2.4 (b).
J. Kondisi CFL Kondisi CFL merupakan syarat perlu yang harus dipenuhi oleh metode volume hingga atau metode beda hingga jika diinginkan solusi yang stabil dan konvergen ke solusi persamaan diferensial, yaitu ketika grid diperkecil atau ∆𝑥 diperkecil. Dengan metode eksplisit (2.22) nilai 𝑄𝑖𝑛+1 hanya bergantung pada tiga 𝑛 𝑛 nilai 𝑄𝑖−1 , 𝑄𝑖𝑛 , dan 𝑄𝑖+1 pada waktu sebelumnya. Misal pengaplikasian metode
tersebut untuk persamaan adveksi 𝑞𝑡 + 𝑢̅𝑞𝑥 = 0 dengan 𝑢̅ > 0 sehingga penyelesaian eksaknya hanya didefinisikan pada kecepatan 𝑢̅ dan bergerak sejauh 𝑢̅∆𝑡 dalam satu langkah waktu. Gambar 2.5 (a) menunjukkan situasi dimana 𝑢̅∆𝑡 < ∆𝑥, sehingga informasi yang menyebar kurang dari satu grid sel dalam 𝑛 langkah waktu. Dalam hal ini, akan mendefinisikan fluks pada 𝑥𝑖−1⁄2 di 𝑄𝑖−1 dan
𝑄𝑖𝑛 saja. Pada Gambar 2.5 (b), sebuah langkah waktu yang besar dengan 𝑢̅∆𝑡 > 𝑛 ∆𝑥. Pada kasus ini, fluks pada 𝑥𝑖−1⁄2 jelas bergantung pada nilai 𝑄𝑖−2 , dan
menjadi rata-rata sel baru 𝑄𝑖𝑛+1. Metode (2.22) akan tidak stabil ketika diaplikasikan untuk langkah waktu yang besar, tidak peduli bagaimana fluks 𝑛 (2.21) harus ditentukan, jika fluks numeris ini hanya bergantung pada 𝑄𝑖−1 dan
𝑄𝑖𝑛 .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
𝑡𝑛+1
𝑡𝑛+1
𝑡𝑛
(a)
𝑛 𝑄𝑖−1
𝑄𝑖𝑛 𝑥𝑖−1⁄2
𝑡𝑛
𝑛 𝑄𝑖−2
(b)
𝑛 𝑄𝑖−1
𝑄𝑖𝑛
𝑥𝑖−1⁄2
Gambar 2.5. Karakteristik untuk persamaan adveksi, menunjukkan informasi yang mengalir ke dalam sel 𝐶𝑖 selama langkah waktu tunggal. (a) Untuk langkah waktu yang cukup kecil, fluks pada 𝑥𝑖−1⁄2 hanya bergantung pada nilai-nilai sel 𝑛 didekatnya, yaitu hanya bergantung pada 𝑄𝑖−1 pada kasus ini 𝑢̅ > 0. (b) Untuk langkah waktu yang cukup besar, fluks akan bergantung pada nilai-nilai yang lebih jauh.
Hal ini merupakan akibat dari kondisi CFL, yang dinamai atas Courant, Friedrichs, dan Lewy. Mereka menulis paper pertama mengenai metode beda hingga untuk persamaan diferensial parsial. Mereka menggunakan metode beda hingga sebagai alat analitik untuk membuktikan keberadaan dari solusi eksak persamaan diferensial parsial. Idenya adalah untuk mendefinisikan barisan dari aproksimasi penyelesaian (menggunakan metode beda hingga), membuktikan bahwa mereka konvergen ketika grid diperkecil, dan menunjukkan bahwa limit fungsinya memenuhi persamaan diferensial parsial, memberikan keberadaan dari suatu solusi. Dalam proses membuktikan konvergensi barisan ini, mereka mengakui kondisi stabilitas yang diperlukan untuk setiap metode numeris: Kondisi CFL: Suatu metode numeris akan konvergen hanya jika domain dependen numerisnya memuat domain dependen sebenarnya dari persamaan diferensial parsial, setidaknya limit ∆𝑡 dan ∆𝑥 menuju ke nol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
Domain dependen 𝒟(𝑋, 𝑇) untuk persamaan diferensial parsial telah didefinisikan pada subbab sebelumnya. Domain dependen numeris dari metode dapat didefinisikan dengan cara yang sama sebagai himpunan titik-titik dimana data awal mungkin dapat mempengaruhi solusi numeris pada titik (𝑋, 𝑇). Ilustrasi ini mudah untuk menggambarkan metode beda hingga dimana nilai titik demi titik dari 𝑄 digunakan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 untuk metode tiga titik. Pada Gambar 2.6 (a) terlihat bahwa 𝑄𝑖2 bergantung pada 0 0 1 1 𝑄𝑖−1 , 𝑄𝑖1 , 𝑄𝑖+1 dan juga pada 𝑄𝑖−2 , . . . , 𝑄𝑖+2 . Hanya data awal pada interval 𝑋 −
2∆𝑥 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑋 + 2∆𝑥 𝑎 dapat mempengaruhi solusi numeris di (𝑋, 𝑇) = (𝑥𝑖 , 𝑡2 ). Jika grid diperkecil dengan faktor kedua dalam ruang dan waktu (∆𝑥 𝑏 = ∆𝑥 𝑎 ⁄2), tapi selanjutnya akan fokus pada titik (𝑋, 𝑇), maka lihat Gambar 2.6 (b) bahwa aproksimasi numeris pada titik tersebut bergantung pada data awal di lebih banyak titik pada interval 𝑋 − 4∆𝑥 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑋 + 4∆𝑥 𝑏 . Tapi ini interval yang sama dengan sebelumnya. Jika terus menyempurnakan grid dengan rasio ∆𝑡⁄∆𝑥 ≡ 𝑟 yang tetap, maka domain dependen numeris dari titik (𝑋, 𝑇) adalah 𝑋 − 𝑇⁄𝑟 ≤ 𝑥 ≤ 𝑋 + 𝑇⁄𝑟. Agar kondisi CFL dipenuhi, domain dependen dari penyelesaian harus berada dalam interval ini. Untuk persamaan adveksi 𝑞𝑡 + 𝑢̅𝑞𝑥 = 0, misalnya 𝒟(𝑋, 𝑇) adalah titik tunggal 𝑋 − 𝑢̅𝑇, karena 𝑞(𝑋, 𝑇) = 𝑞̆(𝑋 − 𝑢̅𝑇). Kondisi CFL kemudian mengharuskan 𝑋 − 𝑇⁄𝑟 ≤ 𝑋 − 𝑢̅𝑇 ≤ 𝑋 + 𝑇⁄𝑟 dan karena 𝑢̅∆𝑡 𝑣≡| | ≤ 1. ∆𝑥
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
𝑇 = 𝑡2
𝑡0 𝑋
(a) 𝑇 = 𝑡4
𝑡0
𝑋
(b) Gambar 2.6. (a) Domain dependen numeris dari titik grid ketika menggunakan metode beda hingga eksplisit, dengan jarak ∆𝑥 𝑎 . (b) Pada grid yang lebih halus 1
jaraknya ∆𝑥 𝑏 = 2 ∆𝑥 𝑎 . Rasio 𝑣 di atas disebut bilangan CFL, atau biasanya disebut bilangan Courant. Diingat bahwa 𝑣 ≤ 1 merupakan syarat perlu kestabilan; artinya meskipun syarat ini dipenuhi, syarat ini tidak menjamin suatu kestabilan. Akan tetapi metode numeris yang stabil, pasti memenuhi syarat ini.
K. Matriks Jacobian Matriks Jacobian 𝐽 dari sistem persamaan (Muqtadiroh, Fatmawati, dan Windarto, 2013) 𝑦1 = 𝑓1 (𝑥1, 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ), 𝑦2 = 𝑓2 (𝑥1, 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ), ⋮ 𝑦 = 𝑓 (𝑥 𝑛 1, 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ), { 𝑛
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
adalah 𝜕𝑦1 𝜕𝑥1 𝐽= ⋮ 𝜕𝑦𝑛 (𝜕𝑥1
… ⋱ …
𝜕𝑦1 𝜕𝑥𝑛 ⋮ . 𝜕𝑦𝑛 𝜕𝑥𝑛 )
Adapun determinan dari matriks 𝐽 (Yoman, 2014), yaitu 𝜕(𝑦1 , … , 𝑦𝑛 |𝐽| = | |. 𝜕(𝑥1 , … , 𝑥𝑛 Contoh 2.11 Dipandang sistem persamaan 𝑦1 = 𝑥1 + 𝑥2 𝑦2 = 𝑥12 − 𝑥2 . Sistem tersebut mempunyai matriks Jacobian 1 𝐽=( 2𝑥1
1 ) −1
dengan determinan dari matriks 𝐽 adalah |𝐽| = −1 − 2𝑥1 .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
BAB III PERSAMAAN AKUSTIK DAN METODE NUMERISNYA
Pada bab ini akan dibahas hukum kekekalan, hukum kekekalan dan persamaan diferensial, persamaan adveksi, persamaan nonlinear dalam dinamika fluida, akustik linear, gelombang suara, persamaan gelombang orde kedua, pecahnya membran dalam pipa, metode beda hingga, metode volume hingga LaxFriedrichs, serta residual lokal lemah. A. Hukum Kekekalan Sebuah sistem linear berbentuk 𝑞𝑡 + 𝐴𝑞𝑥 = 0,
(3.1)
dikatakan hiperbolik jika 𝑚 × 𝑚 matriks 𝐴 dapat didiagonalisasi dengan nilai eigen real. Contoh paling sederhana dari hukum kekekalan satu dimensi adalah persamaan diferensial parsial 𝑞𝑡 (𝑥, 𝑡) + 𝑓(𝑞(𝑥, 𝑡))𝑥 = 0 dengan 𝑓(𝑞) adalah fungsi fluks. Dapat ditulis ulang dalam bentuk kuasilinear 𝑞𝑡 + 𝑓 ′ (𝑞)𝑞𝑥 = 0.
(3.2)
𝑞𝑡 (𝑥, 𝑡) + 𝐴𝑞𝑥 (𝑥, 𝑡) = 0
(3.3)
Bahkan masalah linear
adalah hukum kekekalan dengan fungsi fluks linear 𝑓(𝑞) = 𝐴𝑞. Banyak masalah fisika menimbulkan hukum kekekalan nonlinear dengan 𝑓(𝑞) adalah fungsi nonlinear dari 𝑞, sebuah vektor dari kuantitas kekal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Hukum kekekalan biasanya muncul paling alami dari hukum-hukum fisika dalam bentuk integral, yang menyatakan bahwa untuk setiap dua titik 𝑥1 dan 𝑥2 , 𝑑 𝑥2 ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = 𝑓(𝑞(𝑥1 , 𝑡)) − 𝑓(𝑞(𝑥2 , 𝑡)). 𝑑𝑡 𝑥1
(3.4)
Setiap komponen dari 𝑞 mengukur massa jenis beberapa kuantitas kekal, dan persamaan (3.4) hanya menyatakan bahwa massa total kuantitas ini diantara dua titik dapat berubah hanya karena fluks melewati titik akhir. Sebuah alat mendasar dalam pengembangan metode volume hingga adalah masalah Riemann, yang merupakan persamaan hiperbolik bersama-sama dengan data awal khusus. Data yang sesepenggal konstan dengan lompatan diskontinuitas di beberapa titik, misalkan 𝑥 = 0 𝑞 𝑞(𝑥, 0) = { 𝑙 𝑞𝑟
jika 𝑥 < 0, jika 𝑥 > 0.
(3.5)
Jika 𝑄𝑖−1 dan 𝑄𝑖 merupakan rata-rata sel di dua sel grid berdekatan pada grid volume hingga, maka dengan memecahkan masalah Riemann dengan 𝑞𝑙 = 𝑄𝑖−1 dan 𝑞𝑟 = 𝑄𝑖 , akan diperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menghitung fluks numeris dan memperbarui rata-rata sel selama langkah waktu. Untuk sistem hiperbolik linear, masalah Riemann mudah diselesaikan dengan nilai eigen dan vektor eigen matriks 𝐴.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
B. Hukum Kekekalan dan Persamaan Diferensial Untuk melihat bagaimana hukum kekekalan timbul dari prinsip-prinsip fisika, akan dimulai dengan mempertimbangkan masalah dinamika fluida, dimana gas atau cairan mengalir melalui pipa satu dimensi dengan kecepatan yang dikenal 𝑢(𝑥, 𝑡), yang diasumsikan bervariasi hanya atas jarak 𝑥 sepanjang pipa dan waktu 𝑡. Biasanya masalah dinamika fluida harus menentukan gerak cairan, yaitu fungsi kecepatan 𝑢(𝑥, 𝑡) sebagai bagian dari solusi, tapi akan diasumsikan ini sudah diketahui dan hanya model konsentrasi atau kepadatan beberapa zat kimia dalam cairan ini. Misalkan 𝑞(𝑥, 𝑡) merupakan konsentrasi pelacak, fungsi ini yang akan ditentukan. Secara umum, konsentrasi harus diukur dalam satuan massa per satuan volume, misalnya gram per meter kubik, tetapi dalam mempelajari pipa satu dimensi dengan variasi hanya di 𝑥, dianggap 𝑞 yang diukur dalam satuan berat per satuan panjang, misalnya gram per meter. Kepadatan ini dapat diperoleh dengan mengalikan kepadatan tiga dimensi dengan luas penampang pipa (satuan meter persegi). Kemudian 𝑥2
∫ 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥
(3.6)
𝑥1
merupakan massa total pelacak di bagian pipa antara 𝑥1 dan 𝑥2 pada waktu 𝑡, dan memiliki satuan massa. Perhatikan bagian pipa 𝑥1 < 𝑥 < 𝑥2 dan bahwa integral (3.6) berubah terhadap waktu. Misalkan 𝐹𝑖 (𝑡) menjadi tingkat dimana pelacak mengalir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
melewati titik tetap 𝑥𝑖 untuk 𝑖 = 1, 2 (diukur dalam gram per detik). Akan digunakan konvensi yang 𝐹𝑖 (𝑡) > 0 untuk aliran yang mengalir ke kanan, sedangkan 𝐹𝑖 (𝑡) < 0 berarti untuk fluks ke kiri, dari |𝐹𝑖 (𝑡)| gram per detik. Massa total di bagian [𝑥1 , 𝑥2 ] berubah hanya karena fluks pada titik akhir, diperoleh 𝑑 𝑥2 ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = 𝐹1 (𝑡) − 𝐹2 (𝑡). 𝑑𝑡 𝑥1
(3.7)
Perhatikan bahwa +𝐹1 (𝑡) dan −𝐹2 (𝑡) keduanya merupakan fluks. Persamaan (3.7) adalah dasar bentuk integral dari hukum kekekalan. Laju perubahan dari massa total melalui titik akhir ini adalah dasar dari kekekalan. Akan ditentukan fluks fungsi 𝐹𝑗 (𝑡) terkait dengan 𝑞(𝑥, 𝑡), sehingga akan diperoleh persamaan yang bisa dipecahkan untuk 𝑞. Dalam kasus aliran fluida, fluks pada setiap titik 𝑥 pada waktu 𝑡 hanya diberikan oleh massa jenis 𝑞(𝑥, 𝑡) dan kecepatan 𝑢(𝑥, 𝑡): fluks pada (𝑥, 𝑡) = 𝑢(𝑥, 𝑡)𝑞(𝑥, 𝑡).
(3.8)
Kecepatan disini memberitahukan seberapa cepat partikel bergerak melewati titik 𝑥 (dalam meter per detik), dan massa jenis 𝑞 menerangkan berapa gram cairan kimia yang terkandung, sehingga produk diukur dalam gram per detik. Misalnya 𝑢(𝑥, 𝑡) adalah fungsi yang diketahui, maka fungsi fluks bisa ditulis sebagai fluks = 𝑓(𝑞, 𝑥, 𝑡) = 𝑢(𝑥, 𝑡)𝑞.
(3.9)
Secara khusus, jika kecepatan tidak bergantung pada 𝑥 dan 𝑡, sehingga 𝑢(𝑥, 𝑡) = 𝑢̅ adalah sebuah konstan, maka dapat ditulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
fluks = 𝑓(𝑞) = 𝑢̅𝑞.
(3.10)
Disini, fluks pada setiap titik dan waktu dapat ditentukan langsung dari nilai kuantitas kekal pada titik, dan tidak tergantung sama sekali pada lokasi dalam ruang waktu. Dalam hal ini, persamaan disebut otonom. Persamaan otonom banyak muncul dalam banyak aplikasi dan lebih sederhana untuk menangani persamaan non otonom atau variabel-koefisien. Untuk persamaan otonom fluks 𝑓(𝑞) hanya bergantung pada nilai 𝑞, maka hukum kekekalan (3.7) ditulis ulang sebagai 𝑑 𝑥2 ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = 𝑓(𝑞(𝑥1 , 𝑡)) − 𝑓(𝑞(𝑥2 , 𝑡)). 𝑑𝑡 𝑥1
(3.11)
Sisi kanan dari persamaan ini dapat ditulis ulang dengan menggunakan notasi standar dari kalkulus: 𝑥
2 𝑑 𝑥2 ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = −𝑓(𝑞(𝑥, 𝑡))| . 𝑑𝑡 𝑥1
(3.12)
𝑥1
Asumsikan bahwa 𝑞 dan 𝑓 adalah fungsi halus, maka persamaan dapat ditulis ulang menjadi 𝑥2 𝑑 𝑥2 𝜕 ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = − ∫ 𝑓(𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥, 𝑑𝑡 𝑥1 𝑥1 𝜕𝑥
(3.13)
dengan beberapa modifikasi lebih lanjut, 𝑥2
∫ [ 𝑥1
𝜕 𝜕 𝑞(𝑥, 𝑡) + 𝑓(𝑞(𝑥, 𝑡))] 𝑑𝑥 = 0. 𝜕𝑡 𝜕𝑥
(3.14)
Misalnya integral (3.14) harus bernilai nol untuk semua nilai 𝑥1 dan 𝑥2 , maka integral harus identik dengan nol. Persamaan diferensial menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
𝜕 𝜕 𝑞(𝑥, 𝑡) + 𝑓(𝑞(𝑥, 𝑡)) = 0. 𝜕𝑡 𝜕𝑥
(3.15)
Persamaan (3.15) disebut bentuk diferensial hukum kekekalan, dan bisa ditulis ulang menjadi: 𝑞𝑡 (𝑥, 𝑡) + 𝑓(𝑞(𝑥, 𝑡))𝑥 = 0.
(3.16)
Berikut merupakan contoh dari persamaan diferensial parsial hukum kekekalan: 1. Persamaan adveksi dengan 𝑞 = 𝑢 dan 𝑓(𝑞) = 𝑐. 𝑢 yaitu: 𝑢𝑡 + (𝑐𝑢)𝑥 = 0, dengan 𝑐 konstan. Persamaan di atas memodelkan aliran zat dengan kecepatan 𝑐. 2. Persamaan akustik linear dengan 𝑢0 𝑝 + 𝑘0 𝑢 𝑝 𝑞̅ = [ ] dan 𝑓 (̅ 𝑞̅) = [ 1 ], dengan 𝑢0 , 𝑘0 , 𝜌0 konstan. 𝑝 + 𝑢0 𝑢 𝑢 𝜌 0
Persamaan akustik ditulis ̅ ̅)𝑥 = 0 𝑞̅𝑡 + 𝑓 (𝑞 atau 𝑢0 𝑝 + 𝑘0 𝑢 𝑝 [ ] +[1 ] =0 𝑢𝑡 𝑝 + 𝑢0 𝑢 𝜌0 𝑥 atau 𝑢0 + 𝑘0 𝑝 𝑝 [ ] +[1 ][ ] = 0 𝑢𝑡 + 𝑢0 𝑢 𝑥 𝜌0 Disini 𝑝 menyatakan tekanan dan 𝑢 menyatakan kecepatan dalam aliran. 3. Persamaan gelombang air dangkal dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
𝑞̅ = [
𝑢ℎ ℎ 2 ] dan 𝑓 (̅ 𝑞̅ ) = [𝑢2 ℎ + 1 gℎ2 ] = 0, disini ℎ(𝑥, 𝑡) menyatakan kedalaman 𝑢ℎ 2
air, 𝑢(𝑥, 𝑡) menyatakan kecepatan aliran, dan g adalah percepatan gravitasi bumi.
C. Persamaan Adveksi Untuk fungsi fluks (3.10), hukum kekekalan (3.16) menjadi 𝑞𝑡 + 𝑢̅𝑞𝑥 = 0.
(3.17)
Persamaan (3.17) disebut persamaan adveksi, misalnya model adveksi dari sebuah pelacak bersama dengan fluida. Pelacak berarti zat yang hadir dalam konsentrasi sangat kecil dalam fluida, sehingga besarnya konsentrasi tidak berpengaruh pada dinamika fluida. Masalah satu dimensi ini konsentrasi atau massa jenis 𝑞 dapat 𝑥
dihitung dalam satuan gram per meter sepanjang pipa, sehingga ∫𝑥 2 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 1
mengukur total massa (dalam gram) dalam bagian pipa. Persamaan (3.17) adalah skalar, linear, dengan koefisien konstan dan adalah persamaan diferensial parsial jenis hiperbolik. Sebarang fungsi halus dengan bentuk 𝑞(𝑥, 𝑡) = 𝑞̃(𝑥 − 𝑢̅𝑡)
(3.18)
memenuhi persamaan diferensial (3.17), dan pada kenyataannya setiap solusi untuk (3.17) adalah fungsi sebarang berbentuk 𝑞̃. Perhatikan bahwa 𝑞(𝑥, 𝑡) adalah konstan sepanjang sinar garis dalam ruang waktu 𝑥 − 𝑢̅𝑡 = konstan. Misalnya, sepanjang sinar garis 𝑋(𝑡) = 𝑥0 + 𝑢̅𝑡 nilai dari 𝑞(𝑋(𝑡), 𝑡) sama dengan 𝑞̃(𝑥0 ). Nilai dari 𝑞 dengan kecepatan konstan 𝑢̅, karena fluida pada pipa (dan karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
massa jenis dari pelacak bergerak bersama fluida) yang merupakan adveksi dengan kecepatan konstan. Sinar garis 𝑋(𝑡) disebut karakteristik dari persamaan. Untuk persamaan (3.17), terlihat bahwa sepanjang 𝑋(𝑡) turunan terhadap waktu 𝑞(𝑋(𝑡), 𝑡) adalah 𝑑 𝑞(𝑋(𝑡), 𝑡) = 𝑞𝑡 (𝑋(𝑡), 𝑡) + 𝑋′(𝑡)𝑞𝑥 (𝑋(𝑡), 𝑡) 𝑑𝑡 = 𝑞𝑡 + 𝑢̅𝑞𝑥 = 0.
(3.19)
dan persamaan (3.17) menghasilkan sebuah solusi trivial dari persamaan diferensial biasa
𝑑 𝑑𝑡
𝑄 = 0, dengan 𝑄(𝑡) = 𝑞(𝑋(𝑡), 𝑡). Ini mengarah pada
kesimpulan bahwa 𝑞 adalah konstan sepanjang karakteristik. Untuk menentukan solusi khusus (3.17), diperlukan informasi lebih lanjut untuk menentukan 𝑞̅ fungsi di (3.18), yaitu kondisi awal dan mungkin kondisi batas untuk persamaan ini. Pertama perhatikan kasus pipa panjang tak terhingga tanpa batas, sehingga (3.17) berlaku untuk −∞ < 𝑥 < ∞. Kemudian untuk menentukan 𝑞(𝑥, 𝑡) untuk semua waktu 𝑡 > 𝑡0 dibutuhkan kondisi awal pada saat 𝑡0 , yaitu massa jenis awal distribusi pada waktu tertentu. Misal diketahui 𝑞(𝑥, 𝑡0 ) = 𝑞̆(𝑥),
(3.20)
dengan 𝑞̆ adalah fungsi yang diberikan. Kemudian akan dicari persamaan karakteristik dari persamaan (3.17) 𝑞𝑡 + 𝑢̅𝑞𝑥 = 0, 𝑡 ≥ 𝑡0 & − ∞ < 𝑥 < ∞ Persamaan karakteristiknya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
𝑑𝑡 𝑑𝑥 𝑑𝑞 = = . 1 𝑢̅ 0 Dari 𝑑𝑡 𝑑𝑥 = , 1 𝑢̅ 1 ∫ 𝑑𝑡 = ∫ 𝑑𝑥, 𝑢̅ 𝑡=
1 𝑥 + 𝑐, 𝑢̅
kedua ruas dikalikan dengan 𝑢̅, sehingga 𝑢̅𝑡 = 𝑥 + 𝑢̅𝑐, kedua ruas dijumlahkan dengan 𝑥, lalu dikalikan dengan −1 𝑥 − 𝑢̅𝑡 = −𝑢̅𝑐, sehingga diperoleh persamaan di bawah ini, dengan 𝑐1 sebarang konstan 𝑥 − 𝑢̅(𝑡 − 𝑡0 ) = 𝑐1 . Dari: 𝑑𝑡 𝑑𝑞 = , 1 0 𝑑𝑞 = 0, kedua ruas diintegralkan, sehingga 𝑞 = 𝑐2 . Solusi umum 𝜙(𝑐1 , 𝑐2 ) = 0 𝜙(𝑥 − 𝑢̅(𝑡 − 𝑡0 ), 𝑞) = 0 𝑞(𝑥, 𝑡) = 𝑞̆(𝑥 − 𝑢̅(𝑡 − 𝑡0 ))
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
untuk 𝑡 > 𝑡0 . Jika pipa memiliki panjang terbatas 𝑎 < 𝑥 < 𝑏, maka harus ditentukan fungsi waktu dari massa jenis pelacak pada akhir aliran. Misalnya, jika 𝑢̅ > 0 maka harus ditentukan kondisi batas di 𝑥 = 𝑎, misalkan 𝑞(𝑎, 𝑡) = 𝑔0 (𝑡) untuk 𝑡 ≥ 𝑡0 dengan ditambahkan ke kondisi awal 𝑞(𝑥, 𝑡) = 𝑞̆(𝑥) untuk 𝑎 < 𝑥 < 𝑏.
𝑡↑
𝑡↑
(a) 𝑎
𝑏
(b) 𝑎
𝑏
Gambar 3.1. Solusi persamaan adveksi konstan sepanjang karakteristik. Ketika menyelesaikan persamaan ini pada interval [𝑎, 𝑏], diperlukan kondisi batas pada 𝑥 = 𝑎 jika 𝑢̅ > 0 yang ditunjukkan pada gambar (a), atau pada 𝑥 = 𝑏 jika 𝑢̅ < 0 yang ditunjukkan pada gambar (b). Sehingga solusinya menjadi: 𝑥−𝑎 ) jika 𝑎 < 𝑥 < 𝑎 + 𝑢̅(𝑡 − 𝑡0 ), 𝑢̅ 𝑞(𝑥, 𝑡) = { 𝑞̆(𝑥 − 𝑢̅(𝑡 − 𝑡0 )) jika 𝑎 + 𝑢̅(𝑡 − 𝑡0 ) < 𝑥 < 𝑏. 𝑔0 (𝑡 −
Perhatikan bahwa tidak diperlukan kondisi batas di batas luar aliran 𝑥 = 𝑏 (pada kenyataannya tidak bisa, sebab massa jenis sepenuhnya ditentukan oleh data yang sudah diberikan). Dengan kata lain 𝑢̅ < 0, kemudian mengalir ke kiri diperlukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
kondisi batas di 𝑥 = 𝑏 bukan di 𝑥 = 𝑎. Akan diambil waktu awal menjadi 𝑡 = 0 untuk menyederhanakan notasi.
D. Persamaan Nonlinear dalam Dinamika Fluida Dalam model aliran pipa yang dibahas di atas, fungsi 𝑞(𝑥, 𝑡) mewakili massa jenis beberapa pelacak yang dilakukan bersama dengan cairan, tetapi hadir dalam jumlah kecil sehingga distribusi 𝑞 tidak berpengaruh pada kecepatan fluida. Dengan mempertimbangkan massa jenis cairan itu sendiri, gram per meter, misalnya untuk masalah satu dimensi ini. Akan dinotasikan massa jenis fluida oleh simbol standar 𝜌(𝑥, 𝑡). Jika cairan mampat, maka 𝜌(𝑥, 𝑡) adalah konstan dan masalah satu dimensi ini tidak terlalu menarik. Diasumsikan bahwa kecepatan 𝑢̅ adalah konstan, maka massa jenis 𝜌 akan memenuhi persamaan adveksi sama seperti sebelumnya (dengan fluks adalah 𝑢̅𝜌 dan 𝑢̅ adalah konstan) 𝜌𝑡 + 𝑢̅𝜌𝑥 = 0.
(3.21)
Sebelumnya diasumsikan massa jenis pelacak 𝑞 tidak berpengaruh pada kecepatan, hal ini tidak lagi terjadi. Sebaliknya, kecepatan 𝑢(𝑥, 𝑡) yang telah diketahui dan akan dihitung bersama dengan 𝜌(𝑥, 𝑡). Fluks massa jenis masih mengambil bentuk (3.8), dan hukum kekekalan 𝜌 memiliki bentuk 𝜌𝑡 + (𝜌𝑢)𝑥 = 0,
(3.22)
yang cocok dengan (3.21) hanya jika 𝑢 adalah konstan. Persamaan ini umumnya disebut persamaan kontinuitas dalam dinamika fluida, dan model konservasi massa. Produk 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑢(𝑥, 𝑡) memberikan massa jenis momentum, dalam arti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
bahwa integral dari 𝜌𝑢 antara dua titik 𝑥1 dan 𝑥2 menghasilkan momentum total dalam interval ini, dan dapat berubah hanya karena fluks momentum melalui titik akhir dari interval. Momentum fluks melewati setiap titik 𝑥 terdiri dari dua bagian. Pertama momentum dibawa melewati titik ini bersama dengan gerakan cairan. Untuk setiap fungsi massa jenis 𝑞 fluks ini memiliki bentuk 𝑞𝑢, untuk momentum 𝑞 = 𝜌𝑢 dikontribusi ke fluks (𝜌𝑢)𝑢 = 𝜌𝑢2 . Pada dasarnya ini adalah fluks adveksi, meskipun dalam kasus dimana kuantitas adveksi adalah kecepatan atau momentum dari cairan itu sendiri, fenomena ini sering disebut sebagai konveksi daripada adveksi. Selain fluks konvektif makroskopik ini, ada juga momentum fluks mikroskopis karena tekanan dari cairan. Ini masuk ke dalam fluks momentum, yang sekarang menjadi fluks momentum = 𝜌𝑢2 + 𝑝. Bentuk integral dari hukum kekekalan (3.12) kemudian 𝑑 𝑥2 𝑥 ∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑢(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = −[𝜌𝑢2 + 𝑝]𝑥12 . 𝑑𝑡 𝑥1
(3.23)
Diasumsikan 𝜌, 𝑢 dan 𝑝 halus, maka diperoleh persamaan diferensial (𝜌𝑢)𝑡 + (𝜌𝑢2 + 𝑝)𝑥 = 0,
(3.24)
model kekekalan dari momentum. Gabungkan (3.24) dengan persamaan kontinuitas (3.22), maka terdapat dua sistem hukum kekekalan untuk kekekalan massa dan momentum. Ini merupakan sepasang persamaan, karena 𝜌 dan 𝜌𝑢 muncul di keduanya. Kedua persamaan tersebut juga jelas nonlinear, karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
produk yang tidak diketahui muncul. Dalam mengembangkan hukum kekekalan 𝜌𝑢 telah diperkenalkan yang diketahui, tekanan 𝑝(𝑥, 𝑡). Tekanan bukanlah kuantitas kekal, namun akan diperkenalkan variabel ke empat, yaitu energi dan persamaan tambahan untuk kekekalan energi. Massa jenis dari energi akan dinotasikan dengan 𝐸(𝑥, 𝑡). Ini tetap tidak bisa menghitung tekanan, dan untuk menutup sistem harus ditambahkan persamaan state, persamaan aljabar yang menentukan tekanan pada setiap titik dalam hal massa, momentum dan energi pada titik. Misalkan jenis khusus dari aliran yang dapat diturunkan kekekalan persamaan energi dan menggunakan persamaan yang sederhana dari state yang menentukan 𝑝 dari 𝜌 saja. Misalnya jika ada gelombang kejut yang hadir, maka seringkali benar untuk mengasumsikan bahwa entropi gas adalah konstan. Aliran seperti ini disebut isentropik. Asumsi ini wajar khususnya jika ingin menurunkan persamaan linear akustik. Dalam hal ini terlihat gerakan yang sangat kecil amplitudo (gelombang suara) dan aliran tetap isentropik. Dalam kasus isentropik persamaan state 𝑝 = 𝑘̂𝜌𝛾 ≡ 𝑃(𝜌),
(3.25)
dengan 𝑘̂ dan 𝛾 yang keduanya merupakan konstanta (dengan 𝛾 ≈ 1.4 untuk udara). Lebih umum dapat diasumsikan persamaan state berbentuk 𝑝 = 𝑃(𝜌),
(3.26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
dengan 𝑃(𝜌) adalah fungsi yang diberikan untuk menentukan tekanan dari massa jenis. Agar lebih realistis dapat diasumsikan bahwa 𝑃′ (𝜌) > 0 untuk 𝜌 > 0.
(3.27)
Meningkatkan densitas gas akan menyebabkan peningkatan yang sesuai dalam tekanan. Perhatikan persamaan isentropik dari state (3.25) memiliki sifat ini. Asumsi (3.27) akan diperlukan untuk mendapatkan sistem hiperbolik. Menggunakan persamaan (3.26) di (3.24), bersama-sama dengan persamaan kontinuitas (3.22) memberikan sebuah sistem tertutup dari dua persamaan: 𝜌𝑡 + (𝜌𝑢)𝑥 = 0, (3.28) 2
(𝜌𝑢)𝑡 + (𝜌𝑢 + 𝑃(𝜌))𝑥 = 0. Ini merupakan pasangan sistem dari dua hukum kekekalan nonlinear, yang mana dapat ditulis dalam bentuk 𝑞𝑡 + 𝑓(𝑞)𝑥 = 0
(3.29)
𝜌𝑢 𝜌 𝑞1 𝑞2 𝑞 = [𝜌𝑢 ] = [ 2 ] , 𝑓(𝑞) = [ 2 ]=[ 2 2 1 ]. 𝜌𝑢 + 𝑃(𝜌) (𝑞 ) ⁄𝑞 + 𝑃(𝑞1 ) 𝑞
(3.30)
Jika didefinisikan
Lebih umum, sebuah sistem hukum kekekalan berdimensi 𝑚 mengambil bentuk (3.29) dengan 𝑞 ∈ ℝ𝑚 dan 𝑓: ℝ𝑚 → ℝ𝑚 . Komponen 𝑓 adalah fluks dari masing masing komponen dari 𝑞, dan secara umum setiap fluks mungkin tergantung pada nilai-nilai salah satu atau semua dari jumlah kuantitas kekal pada titik itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Bentuk diferensial hukum kekekalan diasumsikan 𝑞 halus, dari bentuk fundamental integral. Perhatikan bahwa ketika 𝑞 halus, persamaan (3.29) dapat ditulis sebagai 𝑞𝑡 + 𝑓 ′ (𝑞)𝑞𝑥 = 0,
(3.31)
dengan 𝑓′(𝑞) adalah matriks Jacobian dengan entry (𝑖, 𝑗) diberikan oleh 𝜕𝑓𝑖 ⁄𝜕𝑞𝑗 . Bentuk (3.31) disebut bentuk quasilinear dari persamaan, karena menyerupai sistem linear. 𝑞𝑡 + 𝐴𝑞𝑥 = 0,
(3.32)
dengan 𝐴 adalah sebuah matriks 𝑚 × 𝑚. Ada hubungan erat antara teori-teori ini, dan matriks Jacobian 𝑓′(𝑞) berperan penting dalam teori nonlinear.
E. Akustik Linear Pada umumnya selalu diperoleh sistem linear dari masalah nonlinear dengan linearisasi. Ini sama saja dengan mendefinisikan 𝐴 = 𝑓′(𝑞0 ) untuk beberapa fixed state 𝑞0 dalam sistem linear (3.32), dan memberikan masalah matematika sederhana yang berguna dalam beberapa situasi, terutama ketika mempelajari gangguan kecil dalam beberapa keadaan konstan. Untuk melihat bagaimana hal ini terjadi, misalkan akan dimodelkan perambatan gelombang suara dalam tabung gas satu dimensi. Gelombang akustik adalah gangguan tekanan yang sangat kecil yang merambat melalui gas kompresibel, menyebabkan perubahan kecil dalam massa jenis dan tekanan gas melalui gerakan kecil dari gas dengan nilai yang sangat kecil dari kecepatan 𝑢.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
Gendang telinga kita sangat sensitif terhadap perubahan kecil dalam tekanan dan mengakibatkan osilasi kecil pada tekanan dan menjadi impuls saraf yang diartikan sebagai suara. Akibatnya, sebagian besar dasar fenoma gelombang suara merupakan linear. Sebagai fenomena linear, tidak melibatkan gelombang kejut, sehingga linearisasi dari persamaan isentropik yang ditulis di atas cocok. Akan dilakukan linearisasi dari (3.30), misalkan 𝑞(𝑥, 𝑡) = 𝑞0 + 𝑞̃(𝑥, 𝑡),
(3.33)
dengan 𝑞0 = (𝜌0 , 𝜌0 𝑢0 ) adalah background state yang di linearisasi dan 𝑞̃ adalah sebuah gangguan yang diharapkan dapat dihitung. Biasanya 𝑢0 = 0, tapi itu bisa saja tidak sama dengan nol jika ingin dipelajari propagasi suara pada kekuatan konstan angin, misalnya. Menggunakan (3.33) di (3.17) dan membuang setiap formula yang melibatkan produk dari variabel 𝑞̃, akan didapatkan persamaan linear 𝑞̃𝑡 + 𝑓 ′ (𝑞0 )𝑞̃𝑥 = 0.
(3.34)
Ini adalah sistem linear konstan koefisien model evolusi gangguan kecil. Untuk mendapatkan persamaan akustik, dihitung matriks Jacobian untuk sistem dinamika gas (3.28) yang disederhanakan. Dengan mendiferensiasi fungsi fluks (3.30) memberikan 𝑓 ′ (𝑞) = [
𝜕𝑓 1 ⁄𝜕𝑞1 𝜕𝑓 2 ⁄𝜕𝑞1
𝜕𝑓 1 ⁄𝜕𝑞 2 ] 𝜕𝑓 2 ⁄𝜕𝑞 2
= [
0 1 1 2⁄ 1 ] −(𝑞 ) (𝑞 ) + 𝑃′(𝑞 ) 2𝑞 𝑞
= [
0 1 ]. −𝑢2 + 𝑃′(𝜌) 2𝑢
2 2⁄
1 2
(3.35)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
Persamaan akustik linear sehingga diambil bentuk sistem konstan koefisien linear (3.34), yaitu 𝐴 = 𝑓 ′ (𝑞0 ) = [
−𝑢02
0 1 ]. + 𝑃′(𝜌0 ) 2𝑢0
(3.36)
Perhatikan bahwa vektor 𝑞̃ dalam sistem (3.34) memiliki komponen 𝜌̃ dan 𝜌𝑢 ̃ merupakan gangguan massa jenis dan momentum. Komponen dalam sistem ini ditulis dalam bentuk 𝜌̃𝑡 + (𝜌𝑢 ̃ )𝑥 = 0 (𝜌𝑢 ̃ )𝑡 +
(−𝑢02
+
𝑃′ (𝜌0 )) 𝜌̃𝑥
(3.37) + 2𝑢0 (𝜌𝑢 ̃ )𝑥 = 0.
Secara fisik seringkali lebih alami untuk model gangguan 𝑢̃ dan 𝑝̃ dalam kecepatan dan tekanan, karena ini sering dapat diukur secara langsung. Untuk mendapatkan persamaan tersebut, catatan pertama gangguan tekanan dapat berhubungan dengan gangguan massa jenis melalui persamaan state 𝑝0 + 𝑝̃ = 𝑃(𝜌0 + 𝜌̃) = 𝑃(𝜌0 ) + 𝑃′ (𝜌0 )𝜌̃ + ⋯, dan karena 𝑝0 = 𝑃(𝜌0 ), diperoleh 𝑝̃ ≈ 𝑃′ (𝜌0 )𝜌̃. Juga didapatkan 𝜌𝑢 = (𝜌0 + 𝜌̃)(𝑢0 + 𝑢̃) = 𝜌0 𝑢0 + 𝜌̃𝑢0 + 𝜌0 𝑢̃ + 𝜌̃𝑢̃, dan juga 𝜌𝑢 ̃ ≈ 𝑢0 𝜌̃ + 𝜌0 𝑢̃. Menggunakan sifat ini dalam persamaan (3.37) dan dilakukan beberapa operasi mengarah ke bentuk alternatif persamaan akustik linear
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
𝑝̃𝑡 + 𝑢0 𝑝̃𝑥 + 𝐾0 𝑢̃𝑥 = 0, (3.38) 𝜌0 𝑢̃𝑡 + 𝑝̃𝑥 + 𝜌0 𝑢0 𝑢̃𝑥 = 0, dengan 𝐾0 = 𝜌0 𝑃′ (𝜌0 ).
(3.39)
Persamaan (3.38) dapat ditulis sebagai sistem linear 𝑢 𝑝 [ ] +[ 0 𝑢𝑡 1⁄𝜌0
𝐾0 𝑝 ] [ ] = 0. 𝑢0 𝑢 𝑥
(3.40)
Disini telah dihilangkan penulisan tilde pada 𝑝 dan 𝑢 dan menggunakan
𝑞(𝑥, 𝑡) = [
𝑝(𝑥, 𝑡) ] 𝑢(𝑥, 𝑡)
untuk menotasikan gangguan tekanan dan kecepatan pada akustik. Sistem (3.40) juga dapat diturunkan oleh penulisan pertama hukum kekekalan (3.28) sebagai sebuah himpunan non konservatif dari persamaan untuk 𝑢 dan 𝑝, yang hanya berlaku untuk solusi halus. Sebuah kasus khusus dalam persamaan ini diperoleh dengan menetapkan 𝑢0 = 0. Pada kasus ini koefisien matriks 𝐴 muncul pada sistem (3.40)
𝐴=[
0 1⁄𝜌0
𝐾0 ] 0
(3.41)
dan persamaan diturunkan menjadi 𝑝𝑡 + 𝐾0 𝑢𝑥 = 0, (3.42) 𝜌0 𝑢𝑡 + 𝑝𝑥 = 0. Parameter 𝐾0 disebut modulus bulk kompresibilitas material.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
F. Gelombang Suara Jika dipecahkan persamaan akustik linear dalam gas stasioner, diharapkan solusi terdiri dari gelombang suara merambat ke kiri dan kanan. Karena persamaan linear, diharapkan bahwa solusi umum terdiri dari superposisi linear dari gelombang bergerak di setiap arah, dan setiap gelombang merambat dengan kecepatan konstan (kecepatan suara) dengan bentuknya tidak berubah. Hal ini menunjukkan solusi untuk sistem (3.42) berbentuk 𝑞(𝑥, 𝑡) = 𝑞̅ (𝑥 − 𝑠𝑡) untuk sebuah kecepatan 𝑠, dengan 𝑞̅(𝜉) adalah sebuah fungsi dari satu variabel. Dengan ansatz ini dihitung bahwa 𝑞𝑡 (𝑥, 𝑡) = −𝑠𝑞̅ ′ (𝑥 − 𝑠𝑡), 𝑞𝑥 (𝑥, 𝑡) = 𝑞̅ ′ (𝑥 − 𝑠𝑡), dan persamaan 𝑞𝑡 + 𝐴𝑞𝑥 = 0 diturunkan menjadi 𝐴𝑞̅ ′ (𝑥 − 𝑠𝑡) = 𝑠𝑞̅ ′ (𝑥 − 𝑠𝑡),
(3.43)
dengan 𝑠 adalah sebuah skalar, sedangkan 𝐴 adalah sebuah matriks. Ini hanya mungkin jika 𝑠 sebuah nilai eigen dari matriks 𝐴, dan 𝑞̅ (𝜉) juga menjadi vektor eigen yang terkait dari 𝐴 untuk setiap nilai 𝜉. Untuk matriks 𝐴 di (3.41) dengan mudah dihitung bahwa nilai eigen 𝜆1 = −𝑐0 dan 𝜆2 = +𝑐0 ,
(3.44)
𝑐0 = √𝐾0 ⁄𝜌0 ,
(3.45)
dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
yang merupakan kecepatan suara dalam gas. Seperti yang diharapkan, gelombang dapat merambat di kedua arah dengan kecepatan ini. Dari persamaan (3.39), terlihat bahwa (3.46)
𝑐0 = √𝑃′(𝜌0 ).
Untuk koefisien matriks 𝐴 yang lebih umum (3.40) dengan 𝑢0 ≠ 0, nilai eigen yang ditemukan 𝜆1 = 𝑢0 − 𝑐0 dan 𝜆2 = 𝑢0 + 𝑐0 .
(3.47)
Ketika fluida bergerak dengan kecepatan 𝑢0 , gelombang suara masih merambat dengan kecepatan ±𝑐0 relatif terhadap fluida, dan pada kecepatan 𝜆1 dan 𝜆2 relatif terhadap a fixed observer. Terlepas dari nilai 𝑢0 , vektor eigen dari koefisien matriks yaitu 𝑟1 = [
−𝜌0 𝑐0 ], 1
𝑟2 = [
𝜌0 𝑐0 ]. 1
(3.48)
Setiap kelipatan skalar dari setiap vektor akan menjadi vektor eigen. Dipilih normalisasi tertentu (2.58) karena kuantitas 𝑍0 ≡ 𝜌0 𝑐0
(3.49)
adalah sebuah parameter penting pada akustik, yang biasa disebut impedance of the medium.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
G. Persamaan Gelombang Orde Kedua Dari persamaan akustik (3.42) dapat dieliminasi kecepatan 𝑢 dan diperoleh sebuah persamaan orde kedua untuk tekanan. Turunan persamaan tekanan terhadap𝑡 dan persamaan kecepatan terhadap 𝑥 kemudian dikombinasikan memberikan
𝑝𝑡𝑡 = −𝐾0 𝑢𝑥𝑡 = −𝐾0 𝑢𝑡𝑥 = 𝐾0 (
1 𝑝 ) = 𝑐02 𝑝𝑥𝑥 . 𝜌0 𝑥 𝑥
Ini menghasilkan persamaan gelombang orde kedua bentuk klasik 𝑝𝑡𝑡 = 𝑐02 𝑝𝑥𝑥 (𝑐0 ≡ konstan).
(3.50)
Ini juga merupakan persamaan hiperbolik sesuai dengan klasifikasi standar persamaan diferensial orde kedua. Persamaan orde kedua dari (3.50), dapat diturunkan sistem hiperbolik orde pertama oleh definisi variabel baru 𝑞1 = 𝑝𝑡 ,
𝑞 2 = −𝑝𝑥 ,
jadi (3.50) menjadi 𝑞𝑡1 + 𝑐02 𝑞𝑥2 = 0, sedangkan persamaan turunan parsial campuran memberikan 𝑞𝑡2 + 𝑞𝑥1 = 0. Dua persamaan ini diambil bersama-sama yang memberikan sistem 𝑞𝑡 + 𝐴̃𝑞𝑥 = 0, dengan matriks koefisien 2 𝐴̃ = [0 𝑐0 ]. 1 0
(3.51)
Matriks ini mirip dengan matriks 𝐴 dari (3.41), yang berarti bahwa ada kesamaan transformasi 𝐴̃ = 𝑆𝐴𝑆 −1 yang berkaitan dengan dua matriks. Matriks 𝑆 berhubungan dengan dua himpunan dari variabel dan mengarah ke perubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
yang sesuai dalam matriks vektor eigen, sementara nilai eigen dari dua matriks adalah sama, ±𝑐0 .
H. Masalah Pecahnya Membran dalam Pipa Sistem yang mengatur masalah Riemann ini menggunakan model matematika yang melibatkan persamaan diferensial parsial, yaitu: 𝜕𝑝(𝑥, 𝑡) 𝜕𝑢(𝑥, 𝑡) + 𝜌𝑐² =0 𝜕𝑡 𝜕𝑥
(3.52)
𝜕𝑢(𝑥, 𝑡) 1 𝜕𝑝(𝑥, 𝑡) + =0 𝜕𝑡 𝜌 𝜕𝑥
(3.53)
dengan p adalah tekanan fluida, u adalah kecepatan fluida, ⍴ massa jenis fluida, c adalah kecepatan perambatan gelombang tekanan pada fluida, t adalah variabel waktu dan x adalah variabel ruang dimensi satu di saluran pada pipa. Akan disimulasikan masalah pada pipa ini menggunakan metode beda hingga dan metode volume hingga dengan menggunakan MATLAB. Adapun beberapa asumsi yang terdapat dalam skripsi ini, yaitu diasumsikan membran yang berada di tengah pipa ini pecah begitu saja, pipa yang digunakan tidak terdapat kebocoran, tidak ada turbulensi, tidak adanya gesekan pada pipa, aliran yang terjadi di pipa ini hanya berdimensi satu, dan fluida yang terdapat di dalam pipa ideal dan seragam terhadap massa jenis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
𝑝kanan = 0.1
𝑝kiri = 1 𝑢kiri = 0
𝑢kanan = 0
membran
Gambar 3.2. Masalah sistem pipa Membran yang berada di tengah pipa berada di titik 𝑥 = 0 dan kondisi awal untuk tekanan fluida, yaitu 𝑝(𝑥, 0) = {
1, 0.1,
jika 𝑥 < 0 jika 𝑥 > 0
dan kecepatan awal fluida, yaitu 𝑢(𝑥, 0) = 0, untuk semua 𝑥. Diambil domain ruang [−5,5]. Simulasi ini akan dihentikan untuk waktu 𝑡 = 0.5.
I. Metode Beda Hingga Pendekatan beda hingga adalah hampiran atau perkiraan solusi untuk persamaan diferensial, yaitu untuk menemukan fungsi atau beberapa pendekatan diskrit untuk fungsi ini yang memenuhi hubungan tertentu antara berbagai turunannya pada beberapa wilayah tertentu dari ruang dan waktu dengan beberapa kondisi batas di sepanjang domain. Metode beda hingga digunakan untuk masalah yang sulit diselesaikan secara analitik. Hasil metode beda hingga dengan mengganti derivatif dalam persamaan diferensial dengan perkiraan beda hingga. Misalkan akan diselesaikan masalah persamaan diferensial parsial 𝑢𝑡 + 𝑢𝑥 = 0,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
domain yang dipandang 0 < 𝑥 < 10. Dengan metode beda hingga domain didiskritkan sebagai berikut: 𝑥=0 𝑥1
1
2
3
𝑥 =10
4
𝑥𝑁+1 = 10
secara notasi, 𝑥𝑖 = (𝑖 − 1)∆𝑥 dengan, 𝑖 = 1, 2, . . . , 𝑁, 𝑁 + 1 dan ∆𝑥 =
10 𝑁
Misal diambil diskritisasi 𝑢𝑥 dengan beda mundur, sehingga skema 𝑢𝑥 menjadi:
𝑢𝑥 ≈
𝑛 𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖−1 , ∆𝑥
disini 𝑢𝑖 = 𝑢(𝑥𝑖 , 𝑡 𝑛 ). Selanjutnya, akan diambil diskritisasi 𝑢𝑡 dengan beda maju, sehingga skema 𝑢𝑡 menjadi: 𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 𝑢𝑡 ≈ , ∆𝑡 disini 𝑡 = 𝑡 𝑛 = (𝑛 − 1)∆𝑡 dengan 𝑛 = 1, 2, . . . Jadi, diskritisasi 𝑢𝑡 + 𝑢𝑥 = 0 menjadi 𝑛 𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖−1 + = 0, ∆𝑡 ∆𝑥
dengan
menjumlahkan kedua ruas dengan −
𝑛 𝑢𝑖𝑛 −𝑢𝑖−1
∆𝑥
menjadi: 𝑛 𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖−1 =− , ∆𝑡 ∆𝑥
selanjutnya kedua ruas di kali dengan ∆𝑡, sehingga
, maka skema di atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 = −
∆𝑡 𝑛 𝑛 𝑢𝑖 − 𝑢𝑖−1 , ∆𝑥
Langkah terakhir, yaitu menjumlahkan kedua ruas dengan 𝑢𝑖𝑛 𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 𝑛 (𝑢 − 𝑢𝑖−1 ). ∆𝑥 𝑖
Skema di atas adalah skema beda hingga untuk 𝑢𝑡 + 𝑢𝑥 = 0, dengan 𝑢𝑥 menggunakan hampiran beda mundur dan 𝑢𝑡 menggunakan hampiran beda maju. 1. Metode Beda Hingga Grid Kolokasi untuk Masalah Riemann Pada bagian ini akan dibahas penyelesaian masalah Riemann ini menggunakan metode beda hingga grid kolokasi. Pertama akan diselesaikan masalah Riemann ini menggunakan aproksimasi beda maju untuk diskretisasi waktu dan beda pusat untuk diskretisasi ruang. Kedua akan diselesaikan masalah Riemann ini menggunakan aproksimasi beda maju untuk diskretisasi waktu dan beda mundur untuk diskretisasi ruang. Persamaan (3.52) dan (3.53) dapat ditulis menjadi 𝑝𝑡 + 𝜌𝑐 2 𝑢𝑥 = 0,
(3.54)
1 𝑢𝑡 + 𝑝𝑥 = 0, 𝜌
(3.55)
misal: 𝑝𝑖𝑛 = 𝑝(𝑥𝑖 , 𝑡 𝑛 ), 𝑢𝑖𝑛 = 𝑢(𝑥𝑖 , 𝑡 𝑛 ). Pertama akan diambil diskretisasi 𝑝𝑡 dengan beda maju dan diambil diskretisasi 𝑢𝑥 dengan beda pusat, sehingga skema beda hingga dari (3.54) dan (3.55) menjadi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
𝑝𝑡 ≈
𝑝𝑖𝑛+1 − 𝑝𝑖𝑛 , ∆𝑡
𝑛 𝑛 𝑢𝑖+1 − 𝑢𝑖−1 𝑢𝑥 ≈ . 2∆𝑥
Jadi diskretisasi 𝑝𝑡 +⍴𝑐²𝑢𝑥 = 0 menjadi: 𝑛 𝑛 𝑝𝑖𝑛+1 − 𝑝𝑖𝑛 𝑢𝑖+1 − 𝑢𝑖−1 + 𝜌𝑐 2 = 0, ∆𝑡 2∆𝑥
menjumlahkan kedua ruas dengan −
dengan
𝑛 𝑛 𝑢𝑖+1 −𝑢𝑖−1
2∆𝑥
, maka skema di atas
menjadi: 𝑛 𝑝𝑖𝑛+1 − 𝑝𝑖𝑛 𝑢𝑛 − 𝑢𝑖−1 2 𝑖+1 = − 𝜌𝑐 ∆𝑡 2∆𝑥
selanjutnya kedua ruas dikali dengan ∆𝑡, sehingga 𝑝𝑖𝑛+1 − 𝑝𝑖𝑛 = −
∆𝑡 𝑛 𝑛 ), 𝜌𝑐 2 (𝑢𝑖+1 − 𝑢𝑖−1 2∆𝑥
Langkah terakhir menjumlahkan kedua ruas dengan 𝑝𝑖𝑛 sehingga diperoleh skema beda hingga untuk 𝑝𝑡 +⍴𝑐²𝑢𝑥 = 0, yaitu 𝑝𝑖𝑛+1 = 𝑝𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 𝑛 ). 𝜌𝑐 2 (𝑢𝑖+1 − 𝑢𝑖−1 2∆𝑥
(3.56)
Akan diambil diskretisasi 𝑢𝑡 dengan beda maju dan diskretisasi 𝑝𝑥 dengan beda pusat, sehingga 𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 𝑢𝑡 ≈ , ∆𝑡 𝑛 𝑛 𝑝𝑖+1 − 𝑝𝑖−1 𝑝𝑥 ≈ . 2∆𝑥
1
Jadi diskretisasi 𝑢𝑡 + 𝜌 𝑝𝑥 = 0 menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
𝑛 𝑛 𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 1 𝑝𝑖+1 − 𝑝𝑖−1 + = 0, ∆𝑡 ⍴ 2∆𝑥 𝑛 𝑛 −𝑝𝑖−1 1 𝑝𝑖+1
menjumlahkan kedua ruas dengan − ⍴
dengan
2∆𝑥
, maka skema di atas
menjadi: 𝑛 𝑛 𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 1 𝑝𝑖+1 − 𝑝𝑖−1 =− ∆𝑡 ⍴ 2∆𝑥
selanjutnya mengalikan kedua ruas dengan ∆𝑡, sehingga
𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 = −
1 ∆𝑡 𝑛 𝑛 𝑝 − 𝑝𝑖−1 ⍴ 2∆𝑥 𝑖+1
Langkah terakhir menjumlahkan kedua ruas dengan 𝑢𝑖𝑛 sehingga diperoleh skema 1
beda hingga untuk 𝑢𝑡 + 𝜌 𝑝𝑥 = 0, yaitu
𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 −
∆𝑡 1 𝑛 𝑛 (𝑝 − 𝑝𝑖−1 ). 2∆𝑥 𝜌 𝑖+1
(3.57)
Selanjutnya akan diambil diskretisasi 𝑝𝑡 dengan beda maju dan diambil diskretisasi 𝑢𝑥 dengan beda mundur, sehingga 𝑝𝑖𝑛+1 − 𝑝𝑖𝑛 𝑝𝑡 ≈ , ∆𝑡 𝑢𝑥 ≈
𝑛 𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖−1 . ∆𝑥
Jadi diskretisasi 𝑝𝑡 +⍴𝑐²𝑢𝑥 = 0 menjadi 𝑛 𝑝𝑖𝑛+1 − 𝑝𝑖𝑛 𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖−1 + 𝜌𝑐 2 = 0, ∆𝑡 ∆𝑥
dengan menjumlahkan kedua ruas dengan −𝜌𝑐 2 menjadi:
𝑛 𝑢𝑖𝑛 −𝑢𝑖−1
∆𝑥
, maka skema di atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
𝑛 𝑝𝑖𝑛+1 − 𝑝𝑖𝑛 𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖−1 = − 𝜌𝑐 2 , ∆𝑡 ∆𝑥
selanjutnya mengalikan kedua ruas dengan ∆𝑡, sehingga
𝑝𝑖𝑛+1 − 𝑝𝑖𝑛 = −
∆𝑡 𝑛 ), 𝜌𝑐 2 (𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖−1 ∆𝑥
Langkah terakhir menjumlahkan kedua ruas dengan 𝑝𝑖𝑛 sehingga diperoleh skema beda hingga untuk 𝑝𝑡 + 𝜌𝑐 2 𝑢𝑥 = 0, yaitu 𝑝𝑖𝑛+1 = 𝑝𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 ) 𝜌𝑐 2 (𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖−1 ∆𝑥
(3.58)
Akan diambil diskretisasi 𝑢𝑡 dengan beda maju dan diskretisasi 𝑝𝑥 dengan beda mundur, sehingga 𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 𝑢𝑡 ≈ , ∆𝑡 𝑝𝑥 ≈
𝑛 𝑝𝑖𝑛 − 𝑝𝑖−1 . ∆𝑥
1
Jadi diskretisasi 𝑢𝑡 + 𝜌 𝑝𝑥 = 0 menjadi 𝑛 𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 1 𝑝𝑖𝑛 − 𝑝𝑖−1 + = 0, ∆𝑡 ⍴ ∆𝑥
dengan
menjumlahkan kedua ruas dengan −
𝑛 1 𝑝𝑖𝑛 −𝑝𝑖−1
⍴
∆𝑥
menjadi: 𝑛 𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 1 𝑝𝑖𝑛 − 𝑝𝑖−1 =− , ∆𝑡 ⍴ ∆𝑥
selanjutnya mengalikan kedua ruas dengan ∆𝑡, sehingga
𝑢𝑖𝑛+1 − 𝑢𝑖𝑛 = −
1 ∆𝑡 𝑛 𝑛 𝑝 − 𝑝𝑖−1 , ⍴ ∆𝑥 𝑖
maka skema di atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Langkah terakhir menjumlahkan kedua ruas dengan 𝑢𝑖𝑛 sehingga diperoleh skema 1
beda hingga untuk𝑢𝑡 + 𝜌 𝑝𝑥 = 0 , yaitu
𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 −
1 ∆𝑡 𝑛 𝑛 (𝑝 − 𝑝𝑖−1 ). ⍴ ∆𝑥 𝑖
(3.59)
2. Metode Beda Hingga Grid Selang-Seling untuk Masalah Riemann Pada bagian ini akan diselesaikan persamaan akustik menggunakan metode beda hingga grid selang-seling. Perhatikan persamaan (3.54) dan (3.55) pada wilayah perhitungan 0 < 𝑥 < 𝑋, 𝑡 > 0 dengan ruang partisi selang-seling 𝑥1⁄2 = 0, 𝑥1 , . . . , 𝑥𝑖−1⁄2 , 𝑥𝑖 , 𝑥𝑖+1⁄2 , . . . , 𝑥𝑁𝑥+1⁄2 = 𝑋. Beda hingga selang-seling artinya mendekati dua persamaan (3.54) dan (3.55) pada sel yang berbeda. Dalam formulasi selang-seling, nilai 𝑝 dihitung di titiktitik grid penuh 𝑥𝑖 , 𝑖 = 1, . . . , 𝑁𝑥 dan 𝑢 dihitung di titik-titik grid setengah 𝑥𝑖+1⁄2 , 𝑖 = 0, . . . , 𝑁𝑥. Selanjutnya, akan didekati persamaan (3.54) pada sel [𝑥𝑖−1⁄2 , 𝑥𝑖+1⁄2 ], dan persamaan (3.55) pada sel [𝑥𝑗 , 𝑥𝑗+1 ]. 𝑝𝑖−1
𝑢𝑖−1
𝑝𝑖
𝑢𝑖+1
𝑝𝑖+1
𝑥𝑖−1
𝑥𝑖−1
𝑥𝑖
𝑥𝑖+1
𝑥𝑖+1
2 2
2 2
Persamaan (3.54) dan (3.55) didekati
𝑝𝑖𝑛+1 = 𝑝𝑖𝑛 − 𝜌𝑐 2 𝑛 𝑢𝑛+1 1 =𝑢 1− 𝑖+
2
𝑖+
2
∆𝑡 𝑛 (𝑢 1 −𝑢𝑛 1 ), ∆𝑥 𝑖+2 𝑖−2
1 ∆𝑡 𝑛 (𝑝 −𝑝𝑛 ). 𝜌 ∆𝑥 𝑖+1 𝑖
(3.60)
(3.61)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
J. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs Pada subbab ini akan dijelaskan metode volume hingga Lax Friedrichs. Bagian pertama akan dijelaskan perhitungan fluks secara numeris dalam metode volume hingga. Bagian kedua akan dijelaskan penyelesaian masalah Riemann menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs. 1. Perhitungan Fluks secara Numeris dalam Metode Volume Hingga Dipandang persamaan diferensial parsial hukum kekekalan yang bersifat hiperbolik 𝑞𝑡 + 𝑓(𝑞)𝑥 = 0 atau ditulis 𝜕 𝜕 𝑞(𝑥, 𝑡) + 𝑓(𝑞(𝑥, 𝑡)) = 0. 𝜕𝑡 𝜕𝑥 Misalkan domain ruang didiskretkan menjadi sebanyak berhingga kontrol volume atau sel sebagai berikut: 𝑥
𝑖−
3 2
𝑥 𝑥𝑖−1
𝑖−
𝑥
1 2
𝑖+
𝑥
1 2
𝑖+
3 2
𝑥𝑖+1
𝑥𝑖
dengan ∆𝑥 = 𝑥𝑖+1 − 𝑥𝑖 atau ∆𝑥 = 𝑥𝑖+1 − 𝑥𝑖−1 . 2
2
Domain waktu didiskretkan menjadi 𝑡 𝑛 = 𝑛 ∙ ∆𝑡, 𝑛 = 0, 1, 2, 3, . .. Selanjutnya, misalkan 𝑄𝑖𝑛 adalah pendekatan dari rata-rata volume kuantitas 𝑞(𝑥, 𝑡) dalam interval ruang ke-𝑖 diwaktu 𝑡 𝑛 , yaitu 𝑥 1 𝑖+ 2
1 𝑄𝑖𝑛 ≈ ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡 𝑛 )𝑑𝑥. ∆𝑥 𝑥 1 𝑖− 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
𝑛 Misalkan pada 𝐹𝑖+ 1 adalah pendekatan dari rata-rata fluks𝑓(𝑞(𝑥, 𝑡)) di titik 𝑥 1 𝑖+ 2
2
dalam interval waktu [𝑡 𝑛 , 𝑡 𝑛+1 ], yaitu: 𝑡 𝑛+1
𝐹𝑛 1 ≈ 𝑖+
2
1 ∫ 𝑓 (𝑞 (𝑥𝑖+1 , 𝑡)) 𝑑𝑡. ∆𝑥 2 𝑡𝑛
Dari hukum kekekalan laju perubahan kuantitas (massa) dinyatakan oleh: 𝑥 1 𝑖+ 2
𝑑 ∫ 𝑞(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = − [𝑓(𝑞(𝑥𝑖+1 , 𝑡)) − 𝑓(𝑞(𝑥𝑖−1 , 𝑡))], 𝑑𝑡 2 2 𝑥 1 𝑖− 2
dengan nilai-nilai pendekatan diperoleh: 𝑄𝑖𝑛+1 − 𝑄𝑖𝑛 =− ∆𝑡
𝐹𝑛 1 − 𝐹𝑛 1 𝑖+
𝑖−
2
∆𝑥
2
,
atau ditulis: 𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 (𝐹 1 − 𝐹 𝑛 1 ). 𝑖− ∆𝑥 𝑖+2 2
Persamaan di atas adalah skema metode volume hingga untuk 𝑞𝑡 + 𝑓(𝑞)𝑥 = 0. Diketahui nilai 𝑄𝑖𝑛 merupakan kuantitas numeris di semua titik 𝑥𝑖 pada waktu 𝑡 𝑛 . Oleh sebab itu, fluks di titik 𝑥𝑖 pada waktu 𝑡 𝑛 juga diketahui, yaitu 𝐹𝑖𝑛 ≈ 𝑓(𝑞(𝑥𝑖 , 𝑡 𝑛 )) 𝐹𝑖𝑛 ≈ 𝑓(𝑄𝑖𝑛 ) Di titik-titik 𝑥𝑖+1 , fluks dapat dihitung menggunakan beberapa pendekatan 2
1. Fluks tak stabil 1 𝑛 )], 𝐹 𝑛 1 ≈ [𝑓(𝑄𝑖𝑛 ) + 𝑓(𝑄𝑖+1 𝑖+ 2 2 sehingga skema metode volume hingga menjadi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 1 1 1 1 𝑛 𝑛 ) − 𝑓(𝑄𝑖−1 ) − 𝑓(𝑄𝑖𝑛 )] [ 𝑓(𝑄𝑖𝑛 ) + 𝑓(𝑄𝑖+1 ∆𝑥 2 2 2 2
𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 1 1 𝑛 𝑛 ) − 𝑓(𝑄𝑖−1 )], [ 𝑓(𝑄𝑖+1 ∆𝑥 2 2
namun skema metode volume hingga (3.9) ini tidak stabil. 2. Fluks Lax-Friedrichs Misal diketahui persamaan 𝑞𝑡 + 𝑓(𝑞)𝑥 = 0. Akan diselesaikan menggunakan metode volume hingga 𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 (𝐹 1 − 𝐹 𝑛 1 ). 𝑖− ∆𝑥 𝑖+2 2
(3.62)
𝑛 𝑛 Dengan menggunakan fluks Lax-Friedrichs akan dicari nilai 𝐹𝑖+ 1 dan 𝐹 1 , yaitu 𝑖− 2
𝐹𝑛 1 = 𝑖+
2
𝐹𝑛 1 = 𝑖−
2
2
1 𝑛 ∆𝑥 (𝐹𝑖+1 + 𝐹𝑖𝑛 ) − (𝑄 𝑛 − 𝑄𝑖𝑛 ), 2 2∆𝑡 𝑖+1
(3.63)
1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 𝑛 (𝐹𝑖 + 𝐹𝑖−1 )− (𝑄 𝑛 − 𝑄𝑖−1 ). 2 2∆𝑡 𝑖
(3.64)
Substitusi persamaan (3.63) dan (3.64) ke persamaan (3.62) 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 1 𝑛 ∆𝑥 (𝑄 𝑛 − 𝑄𝑖𝑛 ) ( (𝐹𝑖+1 + 𝐹𝑖𝑛 ) − ∆𝑥 2 2∆𝑡 𝑖+1
𝑄𝑖𝑛+1 = 1 ∆𝑥 𝑛 𝑛 )− (𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑖−1 ))), − ( (𝐹𝑖𝑛 + 𝐹𝑖−1 2 2∆𝑡 𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑖𝑛+1 =
∆𝑡 1 𝑛 1 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 1 𝑛 1 𝑛 ( 𝐹𝑖+1 + 𝐹𝑖𝑛 − 𝑄𝑖+1 + 𝑄 − 𝐹𝑖 − 𝐹𝑖−1 ∆𝑥 2 2 2∆𝑡 2∆𝑡 𝑖 2 2 +
∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 𝑄 − 𝑄 ), 2∆𝑡 𝑖 2∆𝑡 𝑖−1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑖𝑛+1 =
∆𝑡 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ( 𝐹𝑖+1 − 𝑄𝑖+1 + 𝑄𝑖 − 𝐹𝑖−1 + 𝑄 ∆𝑥 2 2∆𝑡 2∆𝑡 2 2∆𝑡 𝑖 −
∆𝑥 𝑛 𝑄 ), 2∆𝑡 𝑖−1
𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ( 𝐹𝑖+1 − 𝑄𝑖+1 + 𝑄𝑖 − 𝐹𝑖−1 − 𝑄 ), ∆𝑥 2 2∆𝑡 ∆𝑡 2 2∆𝑡 𝑖−1
𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 1 𝑛 ∆𝑡 𝑛 1 𝑛 𝐹𝑖+1 + 𝑄𝑖+1 − 𝑄𝑖𝑛 + 𝐹𝑖−1 + 𝑄𝑖−1 , 2∆𝑥 2 2∆𝑥 2
𝑄𝑖𝑛+1 = −
∆𝑡 𝑛 1 𝑛 ∆𝑡 𝑛 1 𝑛 𝐹𝑖+1 + 𝑄𝑖+1 + 𝐹𝑖−1 + 𝑄𝑖−1 , 2∆𝑥 2 2∆𝑥 2
Sehingga skema metode volume hingga Lax-Friedrichs untuk persamaan 𝑞𝑡 + 𝑓(𝑞)𝑥 = 0, yaitu 1 𝑛 ∆𝑡 𝑛 𝑛 )− (𝐹 𝑛 − 𝐹𝑖−1 ). 𝑄𝑖𝑛+1 = (𝑄𝑖+1 + 𝑄𝑖−1 2 2∆𝑥 𝑖+1 Skema Lax-Friedrichs memodifikasi skema volume hingga tak stabil (3.61), yaitu 1 𝑛 𝑛 ), 𝑄𝑖𝑛 ≈ (𝑄𝑖+1 + 𝑄𝑖−1 2 sehingga diperoleh: 𝑄𝑖𝑛+1 =
1 𝑛 ∆𝑡 1 𝑛 𝑛 𝑛 (𝑄𝑖+1 + 𝑄𝑖−1 )− ) − 𝑓(𝑄𝑖−1 )]. [𝑓(𝑄𝑖+1 2 2∆𝑥 2
Skema Lax-Friedrichs (3.13) ini stabil untuk ∆𝑡 yang cukup kecil.
(3.65)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
3. Fluks Upwind Fluks upwind cocok untuk masalah yang sudah diketahui arah rambatan gelombang. Misalnya akan diselesaikan persamaan diferensial parsial 𝑞𝑡 + 𝑐𝑞𝑥 = 0,
(3.66)
dengan 𝑐 konstan positif (arah rambat gelombang ke kanan). 𝑛 Dengan menggunakan flux upwind akan dicari nilai 𝐹𝑖+ 1 , yaitu 2
𝐹 𝑛 1 ≈ 𝑓(𝑞(𝑥 , 𝑡 𝑛 )), 𝑖 𝑖+ 2
𝐹 𝑛 1 ≈ 𝑐 ∙ 𝑞(𝑥 , 𝑡 𝑛 ), 𝑖 𝑖+ 2
𝐹𝑛 1 ≈ 𝑐 ∙ 𝑄𝑛 . 𝑖+ 𝑖 2
𝑛 Selanjutnya akan dicari nilai 𝐹𝑖− 1 , yaitu 2
𝐹 𝑛 1 ≈ 𝑓(𝑞(𝑥 , 𝑡 𝑛 )), 𝑖−1 𝑖− 2
𝐹 𝑛 1 ≈ 𝑐 ∙ 𝑞(𝑥 , 𝑡 𝑛 ), 𝑖−1 𝑖− 2
𝐹𝑛 1 ≈ 𝑐 ∙ 𝑄𝑛 . 𝑖− 𝑖−1 2
Dengan demikian skema upwind untuk persamaan diferensial parsial (3.66) adalah 𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 (𝐹 1 − 𝐹 𝑛 1 ), 𝑖− ∆𝑥 𝑖+2 2
𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 (𝑐 ∙ 𝑄𝑖𝑛 − 𝑐 ∙ 𝑄𝑖−1 ), ∆𝑥
𝑄𝑖𝑛+1 = 𝑄𝑖𝑛 −
𝑐∆𝑡 𝑛 𝑛 (𝑄𝑖 − 𝑄𝑖−1 ). ∆𝑥
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
2. Penyelesaian Masalah Riemann menggunakan Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs Akan diselesaikan masalah Riemann menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Persamaan diferensial parsial yang mengatur masalah Riemann ini, yaitu 𝑝𝑡 + 𝜌𝑐 2 𝑢𝑥 = 0,
(3.67)
1 𝑢𝑡 + 𝑝𝑥 = 0. 𝜌
(3.68)
Persamaan diferensial parsial ini dapat diubah ke dalam satu sistem persamaan diferensial satu variabel. Nilai 𝑞 didefinisikan sebagai bentuk yang nyata dari vektor dua dimensi yang memuat nilai tekanan dan kecepatan, sedangkan matriks 𝐴 yang berisi nilai massa jenis fluida dan kecepatan perambatan gelombang tekanan pada fluida yang ditulis sebagai berikut: 𝑝 0 [ ] +[ 𝑢𝑡 1⁄⍴
⍴𝑐 2 𝑝 ][ ] = 0 0 𝑢𝑥
sehingga dapat ditulis ke dalam sistem persamaan diferensial satu persamaan 𝑞𝑡 + 𝐴𝑞𝑥 = 0
(3.69)
Vektor 𝐴𝑞 diatas merupakan fungsi fluks pada persamaan linear yang mengatur. Fungsi fluks 𝐴𝑞(𝑥𝑖 , 𝑡𝑗 ) mewakilkan fluks 𝑞 yang melewati titik 𝑥𝑖 pada waktu 𝑡𝑗 . Pertama persamaan (3.69) akan diselesaikan, namun akan dilihat apa yang terjadi pada kasus satu dimensi, ketika matriks 𝐴 setara dengan sebuah konstan 𝑎 dan variabel 𝑞 setara dengan sebuah skalar variabel 𝑢. Persamaan satu dimensi (3.69) sering disebut persamaan adveksi. Dipandang persamaan 𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑥 = 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
dengan 𝑢 adalah kecepatan adveksi dan 𝑎 adalah konstan. Akan diselesaikan persamaan adveksi diatas dengan menggunakan metode volume hingga LaxFriedrichs. 𝑢𝑡 + 𝑎𝑢𝑥 = 0 Karena 𝑎 merupakan suatu konstan, maka 𝑢𝑡 + (𝑎𝑢)𝑥 = 0
(3.70)
Skema metode volume hingga untuk 𝑢𝑡 + (𝑎𝑢)𝑥 = 0 adalah 𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 (𝐹 1 − 𝐹 𝑛 1 ). 𝑖− ∆𝑥 𝑖+2 2
Lax-Friedrichs 𝐹 𝑛 1 = 1 (𝑓(𝑢𝑛 ) + 𝑓(𝑢𝑛 )) − ∆𝑥 (𝑢𝑛 − 𝑢𝑛 ) 𝑖+ 𝑖+1 𝑖 𝑖 2 2 2∆𝑡 𝑖+1 𝐹 𝑛 1 = 1 (𝑎𝑢𝑛 + 𝑎𝑢𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑢𝑛 − 𝑢𝑛 ) 𝑖+ 𝑖+1 𝑖 𝑖 2 2 2∆𝑡 𝑖+1 untuk 𝐹 𝑛 1 = 1 (𝑓(𝑢𝑛 ) + 𝑓(𝑢𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑢𝑛 − 𝑢𝑛 ) 𝑖− 𝑖 𝑖−1 𝑖−1 2 2 2∆𝑡 𝑖 𝐹 𝑛 1 = 1 (𝑎𝑢𝑛 + 𝑎𝑢𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑢𝑛 − 𝑢𝑛 ). 𝑖− 𝑖 𝑖−1 𝑖−1 2 2 2∆𝑡 𝑖 𝑛 𝑛 Dengan mensubstitusi 𝐹𝑖+ 1 dan 𝐹 1 , maka skema metode volume hingga Lax𝑖− 2
2
Friedrichs untuk persamaan adveksi (3.18) menjadi: 𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 (𝐹 1 − 𝐹 𝑛 1 ), 𝑖− ∆𝑥 𝑖+2 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
𝑢𝑖𝑛 −
∆𝑡 1 ∆𝑥 𝑛 𝑛 (𝑢𝑖+1 − 𝑢𝑖𝑛 ) ( (𝑎𝑢𝑖+1 + 𝑎𝑢𝑖𝑛 ) − ∆𝑥 2 2∆𝑡
𝑢𝑖𝑛+1 = 1 ∆𝑥 𝑛 𝑛 𝑛 )− (𝑢 − 𝑢𝑖−1 ))), − ( (𝑎𝑢𝑖𝑛 + 𝑎𝑢𝑖−1 2 2∆𝑡 𝑖 𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖𝑛+1 =
∆𝑡 1 𝑛 1 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 1 𝑛 ( 𝑎𝑢𝑖+1 + 𝑎𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖+1 + 𝑢 − 𝑎𝑢 ∆𝑥 2 2 2∆𝑡 2∆𝑡 𝑖 2 𝑖 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 − 𝑎𝑢𝑖−1 + 𝑢 − 𝑢 ), 2 2∆𝑡 𝑖 2∆𝑡 𝑖−1
𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖𝑛+1 =
∆𝑡 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ( 𝑎𝑢𝑖+1 − 𝑢𝑖+1 + 𝑢𝑖 − 𝑎𝑢𝑖−1 + 𝑢 ∆𝑥 2 2∆𝑡 2∆𝑡 2 2∆𝑡 𝑖 −
𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖𝑛+1 = −
∆𝑥 𝑛 𝑢 ), 2∆𝑡 𝑖−1
∆𝑡 1 𝑛 1 ∆𝑡 1 1 𝑛 𝑛 𝑛 𝑎𝑢𝑖+1 + 𝑢𝑖+1 − 𝑢𝑖𝑛 + 𝑎𝑢𝑖−1 − 𝑢𝑖𝑛 + 𝑢𝑖−1 , 2∆𝑥 2 2 2∆𝑥 2 2
∆𝑡 1 𝑛 ∆𝑡 1 𝑛 𝑛 𝑛 𝑎𝑢𝑖+1 + 𝑢𝑖+1 + 𝑎𝑢𝑖−1 + 𝑢𝑖−1 , 2∆𝑥 2 2∆𝑥 2
maka model volume hingga Lax-Friedrichs untuk persamaan adveksi (3.70), yaitu: 𝑢𝑖𝑛+1 =
1 𝑛 𝑎∆𝑡 𝑛 𝑛 𝑛 (𝑢𝑖−1 + 𝑢𝑖+1 )− (𝑢 − 𝑢𝑖−1 ). 2 2∆𝑥 𝑖+1
Gambar 3.3 menunjukkan solusi numeris untuk persamaan adveksi menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Pada simulasi ini digunakan 𝑁 = 400, ∆𝑥 = 0.025, dan ∆𝑡 = ∆𝑥. Simulasi ini berhenti saat 𝑡 = 1.525.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
Gambar 3.3 Grafik persamaan adveksi menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs saat 𝑡 = 1.500, 𝑁 = 400, ∆𝑥 = 0.025, dan ∆𝑡 = ∆𝑥. Persamaan adveksi (3.69) yang merupakan satu sistem dari dua persamaan diferensial parsial (3.67) dan (3.68) ini sudah diselesaikan mengunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Selanjutnya akan diselesaikan masalah Riemann (3.67) dan (3.68) menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Pertama akan dicari diskritisasi dari persamaan (3.67). Skema metode volume hingga untuk persamaan 𝑝𝑡 + 𝜌𝑐 2 𝑢𝑥 = 0 adalah 𝑝𝑖𝑛+1 = 𝑝𝑖𝑛 − 𝑛 Akan dicari nilai 𝐹𝑖+ 1 2
∆𝑡 𝑛 (𝐹 1 − 𝐹 𝑛 1 ). 𝑖− ∆𝑥 𝑖+2 2
(3.71)
𝑛 dan 𝐹𝑖− 1 menggunakan metode volume hingga Lax2
Friedrichs, yaitu ∆𝑥 𝑛 𝐹𝑛 1 = 1 𝑛 𝑛 𝑖+ (𝐹 ) (𝑝𝑖+1 − 𝑝𝑖𝑛 ) + 𝐹 − 𝑖+1 𝑖 2 2 2∆𝑡
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
𝐹 𝑛 1 = 1 (𝜌𝑐 2 𝑢𝑛 + 𝜌𝑐 2 𝑢𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑝𝑛 − 𝑝𝑛 ) 𝑖+ 𝑖+1 𝑖 𝑖 2 2 2∆𝑡 𝑖+1
(3.72)
dan 𝐹 𝑛 1 = 1 (𝐹 𝑛 + 𝐹 𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑝𝑛 − 𝑝𝑛 ) 𝑖− 𝑖−1 𝑖−1 2 2 𝑖 2∆𝑡 𝑖 𝐹 𝑛 1 = 1 (𝜌𝑐 2 𝑢𝑛 + 𝜌𝑐 2 𝑢𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑝𝑛 − 𝑝𝑛 ). (3.73) 𝑖− 𝑖 𝑖−1 𝑖−1 2 2 2∆𝑡 𝑖 𝑛 𝑛 Dengan mensubstitusi 𝐹𝑖+ 1 dan 𝐹 1 𝑖− 2
ke (3.71), maka skema metode volume
2
hingga Lax-Friedrichs persamaan diferensial parsial (3.67) menjadi: 𝑝𝑖𝑛+1 = 𝑝𝑖𝑛 −
𝑝𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 (𝐹 1 − 𝐹 𝑛 1 ), 𝑖− ∆𝑥 𝑖+2 2
∆𝑡 1 ∆𝑥 𝑛 𝑛 (𝑝𝑖+1 − 𝑝𝑖𝑛 ) ( (𝜌𝑐 2 𝑢𝑖+1 + 𝜌𝑐 2 𝑢𝑖𝑛 ) − ∆𝑥 2 2∆𝑡
𝑝𝑖𝑛+1 = 1 ∆𝑥 𝑛 𝑛 𝑛 )− (𝑝 − 𝑝𝑖−1 ))) − ( (𝜌𝑐 2 𝑢𝑖𝑛 + 𝜌𝑐 2 𝑢𝑖−1 2 2∆𝑡 𝑖 𝑝𝑖𝑛
∆𝑡 𝜌𝑐 2 𝑛 𝜌𝑐 2 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 𝜌𝑐 2 𝑛 − ( 𝑢 + 𝑢 − 𝑝 + 𝑝 − 𝑢 ∆𝑥 2 𝑖+1 2 𝑖 2∆𝑡 𝑖+1 2∆𝑡 𝑖 2 𝑖
𝑝𝑖𝑛+1 = −
𝑝𝑖𝑛 −
𝜌𝑐 2 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 𝑢𝑖−1 + 𝑝 − 𝑝 ), 2 2∆𝑡 𝑖 2∆𝑡 𝑖−1
∆𝑡 𝜌𝑐 2 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 𝜌𝑐 2 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ( 𝑢𝑖+1 − 𝑝𝑖+1 + 𝑝𝑖 − 𝑢𝑖−1 + 𝑝 ∆𝑥 2 2∆𝑡 2∆𝑡 2 2∆𝑡 𝑖
𝑝𝑖𝑛+1 = −
∆𝑥 𝑛 𝑝 ), 2∆𝑡 𝑖−1
𝑝𝑖𝑛+1 = 𝑝𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝜌𝑐 2 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 𝜌𝑐 2 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ( 𝑢𝑖+1 − 𝑝𝑖+1 + 𝑝𝑖 − 𝑢𝑖−1 − 𝑝 ), ∆𝑥 2 2∆𝑡 ∆𝑡 2 2∆𝑡 𝑖−1
𝑝𝑖𝑛+1 = 𝑝𝑖𝑛 −
𝜌𝑐 2 ∆𝑡 𝑛 1 𝑛 𝜌𝑐 2 ∆𝑡 𝑛 1 𝑛 𝑢𝑖+1 + 𝑝𝑖+1 − 𝑝𝑖𝑛 + 𝑢𝑖−1 + 𝑝𝑖−1 , 2∆𝑥 2 2∆𝑥 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
𝑝𝑖𝑛+1 = −
𝜌𝑐 2 ∆𝑡 𝑛 1 𝑛 𝜌𝑐 2 ∆𝑡 𝑛 1 𝑛 𝑢𝑖+1 + 𝑝𝑖+1 + 𝑢𝑖−1 + 𝑝𝑖−1 , 2∆𝑥 2 2∆𝑥 2
maka model volume hingga Lax-Friedrichs untuk persamaan diferensial parsial (3.67), yaitu: 1 𝑛 𝜌𝑐 2 ∆𝑡 𝑛 𝑛 𝑛 )− (𝑢𝑖+1 − 𝑢𝑖−1 ). 𝑝𝑖𝑛+1 = (𝑝𝑖+1 + 𝑝𝑖−1 2 2∆𝑥
(3.74)
Selanjutnya akan dicari diskretisasi dari persamaan (3.16). Skema metode volume hingga untuk persamaan 1 𝑢𝑡 + 𝑝𝑥 = 0. 𝜌 adalah 𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 − 𝑛 Akan dicari nilai 𝐹𝑖+ 1 2
∆𝑡 𝑛 (𝐹 1 − 𝐹 𝑛 1 ) 𝑖− ∆𝑥 𝑖+2 2
(3.75)
𝑛 dan 𝐹𝑖− 1 menggunakan metode volume hingga Lax2
Friedrichs, yaitu 𝐹 𝑛 1 = 1 (𝐹 𝑛 + 𝐹 𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑢𝑛 − 𝑢𝑛 ) 𝑖+ 𝑖 𝑖 2 2 𝑖+1 2∆𝑡 𝑖+1 𝐹 𝑛 1 = 1 (1 𝑝𝑛 + 1 𝑝𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑢𝑛 − 𝑢𝑛 ) 𝑖+ 𝑖 2 2 𝜌 𝑖+1 𝜌 𝑖 2∆𝑡 𝑖+1
(3.76)
dan 𝐹 𝑛 1 = 1 (𝐹 𝑛 + 𝐹 𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑢𝑛 − 𝑢𝑛 ) 𝑖− 𝑖−1 𝑖−1 2 2 𝑖 2∆𝑡 𝑖 𝐹 𝑛 1 = 1 (1 𝑝𝑛 + 1 𝑝𝑛 ) − ∆𝑥 (𝑢𝑛 − 𝑢𝑛 ). 𝑖− 𝑖−1 2 2 𝜌 𝑖 𝜌 𝑖−1 2∆𝑡 𝑖
(3.77)
𝑛 𝑛 Dengan mensubstitusi 𝐹𝑖+ 1 dan 𝐹 1 ke (3.75), maka skema metode volume 𝑖− 2
2
hingga Lax-Friedrichs persamaan diferensial parsial (3.68) menjadi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 −
𝑢𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 (𝐹 1 − 𝐹 𝑛 1 ) 𝑖− ∆𝑥 𝑖+2 2
∆𝑡 1 1 𝑛 1 ∆𝑥 𝑛 (𝑢 − 𝑢𝑖𝑛 ) ( ( 𝑝𝑖+1 + 𝑝𝑖𝑛 ) − ∆𝑥 2 𝜌 𝜌 2∆𝑡 𝑖+1
𝑢𝑖𝑛+1 = 1 1 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 𝑛 (𝑢 − 𝑢𝑖−1 ))) − ( ( 𝑝𝑖𝑛 + 𝑝𝑖−1 )− 2 𝜌 𝜌 2∆𝑡 𝑖 𝑢𝑖𝑛 − 𝑢𝑖𝑛+1 =
∆𝑡 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ( 𝑝𝑖+1 − 𝑢𝑖+1 + 𝑢𝑖 − 𝑝𝑖−1 + 𝑢 ∆𝑥 2𝜌 2∆𝑡 2∆𝑡 2𝜌 2∆𝑡 𝑖 −
∆𝑥 𝑛 𝑢 ) 2∆𝑡 𝑖−1
𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 −
∆𝑡 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ∆𝑥 𝑛 1 𝑛 ∆𝑥 𝑛 ( 𝑝𝑖+1 − 𝑢𝑖+1 + 𝑢𝑖 − 𝑝𝑖−1 − 𝑢 ) ∆𝑥 2𝜌 2∆𝑡 ∆𝑡 2𝜌 2∆𝑡 𝑖−1
𝑢𝑖𝑛+1 = 𝑢𝑖𝑛 −
∆𝑡 𝑛 1 𝑛 ∆𝑡 𝑛 1 𝑛 𝑝𝑖+1 + 𝑢𝑖+1 − 𝑢𝑖𝑛 + 𝑝𝑖−1 + 𝑢𝑖−1 2𝜌∆𝑥 2 2𝜌∆𝑥 2
𝑢𝑖𝑛+1 = −
∆𝑡 𝑛 1 𝑛 ∆𝑡 𝑛 1 𝑛 𝑝𝑖+1 + 𝑢𝑖+1 + 𝑝𝑖−1 + 𝑢𝑖−1 2𝜌∆𝑥 2 2𝜌∆𝑥 2
maka model volume hingga Lax-Friedrichs untuk persamaan diferensial parsial (3.68), yaitu: 1 𝑛 ∆𝑡 𝑛 𝑛 )− (𝑝𝑛 − 𝑝𝑖−1 ). 𝑢𝑖𝑛+1 = (𝑢𝑖+1 + 𝑢𝑖−1 2 2𝜌∆𝑥 𝑖+1
(3.78)
Jadi model akustik linear, jika diselesaikan menggunakan dengan metode volume hingga Lax-Friedrichs mempunyai skema (3.73) dan (3.77).
K. Residual Lokal Lemah Dipandang hukum kekekalan skalar dengan kondisi awal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
𝑞 + 𝑓(𝑞)𝑥 = 0, { 𝑡 𝑞(𝑥, 𝑡) = 𝑞0 (𝑥),
− ∞ < 𝑥 < ∞, 𝑡 = 0.
(3.79)
Diperoleh skema residual untuk hukum kekekalan di atas, yaitu
⁄
𝑛−1 2 𝐸𝑗+1 ⁄2 =
∆𝑥 𝑛 𝑛 𝑛−1 [𝑞𝑗 − 𝑞𝑗𝑛−1 + 𝑞𝑗+1 − 𝑞𝑗+1 ] 2 (3.83) +
∆𝑡 𝑛−1 𝑛 [𝑓(𝑞𝑗+1 ) − 𝑓(𝑞𝑗𝑛−1 ) + 𝑓(𝑞𝑗+1 ) − 𝑓(𝑞𝑗𝑛 )] 2
setelah beberapa perhitungan. (Teori mengenai residual lokal lemah ini merujuk dari jurnal karya Mungkasi, Li, dan Roberts (2014)).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV PERBANDINGAN HASIL SIMULASI NUMERIS
Pada bab ini, akan dipaparkan hasil simulasi numeris yang telah dibahas di bab sebelumnya dan akan dibandingkan solusi mana yang paling baik. Solusi numeris tersebut meliputi metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Besaran-besaran diasumsikan mempunyai satuan SI (Sistem Internasional). Simulasi numeris menggunakan metode beda hingga dan volume hingga diselesaikan menggunakan MATLAB dengan kondisi awal yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
𝑝kiri = 1 𝑢kiri = 0 𝑝kiri = 1
𝑝kanan = 0.1 membran
𝑢kanan = 0
Gambar 4.1. Membran di tengah pipa dengan kondisi awal adalah fluida yang ideal. Tekanan di sebelah kiri membran adalah 1 dan di sebelah kanan membran adalah 0.1, dengan kecepatan mula-mula bernilai 0.
A. Hasil Metode Beda Hingga Grid Kolokasi Gambar 4.2 menunjukkan simulasi numeris menggunakan metode beda hingga grid kolokasi, dengan hampiran beda pusat untuk diskritisasi ruang dan beda maju untuk diskritisasi waktu dengan skema pada persamaan (3.56) dan (3.57). Pada simulasi ini diambil 𝑁 = 400, ∆𝑥 = 0.025, ∆𝑡 = 0.1∆𝑥. Simulasi
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
berhenti pada saat 𝑡 = 1.500. Grafik menunjukkan tekanan pada kiri membran mengalir ke kanan membran. Metode beda hingga grid kolokasi tidak stabil untuk menyelesaikan masalah Riemann dari persamaan akustik linear. Dengan demikian metode beda hingga grid kolokasi menggunakan hampiran beda pusat untuk diskritisasi ruang dan beda maju untuk diskritisasi waktu bukan penyelesaian yang tepat untuk masalah Riemann, menurut persamaan akustik linear.
Gambar 4.2 Grafik 𝑝 dan 𝑢 menggunakan metode beda hingga grid kolokasi dengan hampiran beda pusat untuk diskritisasi ruang dan beda maju untuk diskritisasi waktu saat 𝑡 = 1. 500, 𝑁 = 400, ∆𝑥 = 0.025, dan ∆𝑡 = 0.1 ∆𝑥. Pada simulasi ini diambil nilai 𝜌 = 1, dan 𝑐 = 1. Selanjutnya, akan dipaparkan simulasi numeris menggunakan metode beda hingga grid kolokasi menggunakan hampiran beda maju untuk diskritisasi waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
dan beda mundur untuk diskritisasi ruang dengan skema pada persamaan (3.58) dan (3.59) yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Pada simulasi ini, diambil 𝑁 = 400, ∆𝑥 = 0.025, ∆𝑡 = 0.1∆𝑥. Simulasi berhenti pada saat 𝑡 = 1.500. Grafik menunjukkan tekanan pada kiri membran mengalir ke kanan membran. Metode beda hingga grid kolokasi tidak stabil untuk menyelesaikan masalah Riemann dari persamaan akustik linear. Terlihat bahwa grafik membesar tanpa batas. Metode ini juga bukan pilihan tepat untuk penyelesaian masalah Riemann.
Gambar 4.3 Grafik 𝑝 dan 𝑢 menggunakan metode beda hingga grid kolokasi dengan hampiran beda maju untuk diskritisasi waktu dan beda mundur untuk diskritisasi ruang saat 𝑡 = 1. 500, 𝑁 = 400, ∆𝑥 = 0.025, dan ∆𝑡 = 0.1 ∆𝑥. Pada simulasi ini diambil nilai 𝜌 = 1, dan 𝑐 = 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
B. Hasil Metode Beda Hingga Grid Selang-Seling Gambar 4.3 menunjukkan solusi dari simulasi numeris menggunakan metode beda hingga grid selang seling dengan skema pada persamaan (3.60) dan (3.61). Pada simulasi ini digunakan 𝑁 = 400, ∆𝑡 = 0.1∆𝑥. Simulasi ini berhenti pada saat 𝑡 = 1.500. Grafik menunjukkan tekanan pada kiri membran mengalir ke kanan membran. Metode beda hingga grid selang seling ini tidak stabil untuk masalah Riemann dari persamaan akustik linear.
Gambar 4.4 Grafik 𝑝 dan 𝑢 menggunakan metode beda hingga grid selang-seling saat 𝑡 = 1.500, 𝑁 = 400, ∆𝑥 = 0.025, dan ∆𝑡 = 0.1 ∆𝑥. Pada simulasi ini diambil nilai 𝜌 = 1, dan 𝑐 = 1. Terlihat dari metode beda hingga grid kolokasi dengan hampiran beda pusat untuk diskritisasi ruang dan beda maju untuk diskritisasi waktu mempunyai penyelesaian yang sama dengan metode beda hingga grid selang-seling. Ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
grafik di atas menunjukkan bahwa metode-metode ini bukan pilihan yang tepat untuk menyelesaikan masalah Riemann dari persamaan akustik linear. Solusi numeris dari ketiga metode tidak stabil dan masih banyak terdapat osilasi.
C. Hasil Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs Pada bagian ini, akan ditunjukkan solusi numeris masalah Riemann menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs dengan skema pada persamaan (3.74) dan (3.78) yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pada simulasi ini diambil 𝑁 = 400, ∆𝑡 = ∆𝑥, dan simulasi berhenti pada saat 𝑡 = 1.500. Telah terlihat dari grafik solusi sudah stabil dan tidak terdapat osilasi.
Gambar 4.5 Grafik 𝑝 dan 𝑢 menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs saat 𝑡 = 1.500, 𝑁 = 400, ∆𝑥 = 0.025, dan ∆𝑡 = ∆𝑥. Pada simulasi ini diambil nilai 𝜌 = 1, dan 𝑐 = 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Pada grafik jelas terlihat bahwa metode volume hingga Lax-Friedrichs merupakan pilihan yang tepat untuk penyelesaian masalah Riemann. Selanjutnya, akan dilihat simulasi numeris untuk ∆𝑡 yang berbeda. Gambar 4.5 menunjukkan simulasi numeris menggunakan metode volume hingga Lax Friedrichs. Pada simulasi ini, diambil 𝑁 = 400, ∆𝑡 = 0.1∆𝑥, dan simulasi berhenti pada saat 𝑡 = 1.500.
Gambar 4.6 Grafik 𝑝 dan 𝑢 menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs saat 𝑡 = 1.500, 𝑁 = 400, ∆𝑥 = 0.025, dan ∆𝑡 = 0.1∆𝑥. Pada simulasi ini diambil nilai 𝜌 = 1, dan 𝑐 = 1. Solusi numeris menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs dengan ∆𝑡 yang berbeda, menghasilkan solusi numeris yang berbeda. Gambar 4.6 merupakan solusi numeris menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs dan terlihat residual dari tekanan dan kecepatan bernilai 10−16, yang berarti solusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
numeris
dari
metode
volume
hingga
Lax-Friedrichs
dengan
∆𝑡 = ∆𝑥
menghasilkan solusi yang mendekati solusi eksaknya. Selanjutnya akan dilihat residual menggunakan ∆𝑡 = 0.5∆𝑥.
Gambar 4.7 Grafik dari tekanan, kecepatan dan residual dari keduanya menggunakan metode volume hingga pada waktu 𝑡 = 1.5 𝑁 = 400, dan ∆𝑡 = ∆𝑥. Pada simulasi ini diambil nilai 𝜌 = 1, dan 𝑐 = 1. Perhatikan bahwa besarnya kedua residual adalah 10−16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
Gambar 4.8 Grafik dari tekanan, kecepatan dan residual dari keduanya menggunakan metode volume hingga pada waktu 𝑡 = 1.5 𝑁 = 400, dan ∆𝑡 = 0.5∆𝑥. Pada simulasi ini diambil nilai 𝜌 = 1, dan 𝑐 = 1. Perhatikan bahwa besarnya kedua residual adalah 4 × 10−5 .
Terlihat bahwa solusi yang tepat untuk masalah Rieman dari persamaan akustik linear dapat dicari dengan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Metode beda hingga grid kolokasi dan metode beda hingga grid selang-seling menghasilkan solusi yang tidak stabil dan masih banyak terdapat osilasi, sedangkan metode volume hingga Lax-Friedrichs sudah stabil dan tidak terdapat osilasi untuk ∆𝑡 yang cukup kecil. Hasil-hasil dalam bab ini telah dipresentasikan dalam The 2016 International Conference on Information Systems and Applied Mathematics (ICIAMath 2016) (Mungkasi dan Ningrum 2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP Pada bab ini berisi kesimpulan atas bab-bab sebelumnya, serta saran untuk penelitian selanjutnya. A. Kesimpulan Pada bab sebelumnya telah dipaparkan penyelesaian dan simulasi numeris untuk persamaan akustik pada masalah pecahnya membran dalam pipa. Terlihat pula simulasi numeris dengan menggunakan metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Solusi numeris menggunakan metode beda hingga grid kolokasi dan metode beda hingga grid selang-seling terlihat sama. Simulasi numeris menggunakan kedua metode tersebut tidak stabil dan masih banyak terdapat osilasi, sedangkan simulasi numeris menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs terlihat sudah stabil dan tidak terdapat osilasi. Terlihat pula residual untuk penyelesaian menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Jika diambil ∆𝑡 = ∆𝑥, menunjukkan bahwa solusi numeris persamaan akustik linear menghasilkan solusi numeris yang mendekati solusi eksaknya. B. Saran Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kelak ada yang melanjutkan penelitian ini.
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Tulisan ini hanya membahas persamaan akustik di ruang dimensi satu, penulis berharap kelak ada yang melanjutkan penelitian untuk ruang dimensi yang lebih tinggi lagi, serta penyelesaian numeris menggunakan model yang lebih baik lagi, misalnya model akustik nonlinear.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Howard, A. (2012). Calculus Early Transcendentals. United States of America: Drexel University. Leithold, L. (1986). Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik. Penerbit. PT Bina Aksara, Jakarta. Leon, J. S.(2001). Aljabar Linear dan aplikasinya edisi 5. Penerbit: Erlangga, Jakarta. LeVeque, R. J. (1992). Numerical Methods for Conservation Laws. Basel: Birkhauser. LeVeque, R. J. (2002). Finite Volume Methods for Hyperbolic Problems. Cambridge: Cambridge University Press. Markendahl, A. (2010). Finite Volume Simulation of Fast Transients in a Pipe System. Uppsala Universitet. Martono, K. (1999). Kalkulus. Penerbit: Erlangga, Jakarta. Mungkasi, S., Li, Z., dan Roberts, S. G. (2014). Weak Local Residuals as Smoothness Indicators for the Swallow Water Equations Applied Mathematics Letters, Vol. 30, hal. 51-55. Mungkasi, S. dan Ningrum, G. I. J. (2016). Numerical Solution to the Linear Acoustics Equations. Dikirim untuk AIP Conference Proceedings, The
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
2016 International Conference on Information Systems and Applied Mathematics. Muqtadiroh, L. A., Fatmawati, dan Windarto (2013). Analisis Model Matematika Penyebaran HIV/AIDS dengan Tahapan Laten yang Berbeda. Journal of Mathematics, Vol. 2, hal. 2. Ross, S. L. (1989). Introduction to Ordinary Differential Equations. University of New Hampshire. Setiawan, A. (2006). Pengantar Metode Numerik. Yogyakarta Stelling, G. S. dan Duinmeijer, S. P. A. (2003). A Staggered Conservative Scheme for every Froude Number in Rapidly Varied Shallow Water Flows. International Jurnal for Numerical Methods in Fluids, Vol. 43, hal. 13291354. Varberg, D., Purcell, E. J., dan Rigdon, S. E. (2007). Kalkulus Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga (Alih bahasa oleh: I Nyoman Susila). Yoman, A. R. (2014). Metode Volume Hingga untuk Persamaan Adveksi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
LAMPIRAN Berikut merupakan code program MATLAB untuk masing-masing simulasi numeris pada Bab III dan Bab IV. 1. Code untuk metode volume hingga Lax-Freidrichs pada persamaan adveksi (Gambar 3.3). clc; clear all; Nx = 400; L = 5; Dx = 2*L/Nx; x1 = -L:Dx:L; x
= x1(1:Nx)+Dx/2;
Dt = Dx; unew=zeros(1,Nx); u0=0*x; for i=1:Nx if x(i)<1 u0(i)=1; else u0(i)=0; end end
% banyaknya langkah pada ruang x1 % ukuran langkah pada ruang x % membuat langkah pada ruang dengan dx adalah jarak dari titik a ke b % membuat langkah pada ruang x1 sehingga jarak langkah semakin kecil % ukuran langkah waktu t % tempat penyimpanan perhitungan u % untuk penyimpanan nilai awal u
plot(x,u0) t=0; un=u0; ue=0*u0; a=1; tstop=1.5;
% waktu % untuk % untuk eksak % nilai % waktu
awal input iterasi metode volume hingga penyimpanan data perhitungan solusi konstan a t berhenti
while (t
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
%perbarui nilai batasnya unp1(1)=0; unp1(Nx)=0; %%%%%% end t=t+Dt; %update waktu figure(1) plot(x,unp1,'LineWidth',2) title(sprintf('kecepatan numeris saat t=%4.3f',t)) ylim([0,1.2]) pause(0.001) un=unp1 ; end
2. Code untuk metode beda hingga grid kolokasi, dengan hampiran beda pusat untuk diskritisasi ruang dan hampiran beda maju untuk diskritisasi waktu pada persamaan akustik (Gambar 4.2). close all; clear all; clc; Nx = 400; L = 5; Dx = 2*L/Nx; x1 = -L:Dx:L; x
= x1(1:Nx)+Dx/2;
Dt = 0.1*Dx; rho=1; c=1; u0=0*x; p0=0*x; for i=1:Nx if x(i)< 0 u0(i)=0; p0(i)=1; else u0(i)=0; p0(i)=0.1; end end plot(x,p0); plot(x,u0); t=0; tstop=1.5;
% banyaknya langkah pada ruang x1 % ukuran langkah pada ruang x % membuat langkah pada ruang dengan dx adalah jarak dari titik a ke b % membuat langkah pada ruang x1 sehingga jarak langkah semakin kecil %ukuran langkah waktu t % massa jenis fluida % kecepatan rambat gelombang % untuk penyimpanan nilai awal u % untuk penyimpanan nilai awal p
% waktu awal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
u=u0; p=p0; while(t
3. Code untuk metode beda hingga grid kolokasi, dengan hampiran beda mundur untuk diskritisasi ruang dan hampiran beda maju untuk diskritisasi waktu pada persamaan akustik (Gambar 4.3). clc; clear all;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
Nx = 400; % L = 5; Dx = 2*L/Nx; % x1 = -L:Dx:L; % jarak dari titik a ke x = x1(1:Nx)+Dx/2; % langkah semakin kecil Dt = 0.1*Dx; % rho=1; % c=1; % pnew=zeros(1,Nx); % unew=zeros(1,Nx); %
banyaknya langkah pada ruang x1 ukuran langkah pada ruang x membuat langkah pada ruang dengan dx adalah b membuat langkah pada ruang x1 sehingga jarak ukuran langkah waktu t massa jenis fluida kecepatan rambat gelombang tempat penyimpanan perhitungan p tempat penyimpanan perhitungan u
u0=0*x; % untuk penyimpanan nilai awal u p0=0*x; % untuk penyimpanan nilai awal p for i=1:Nx if x(i)< 0 u0(i)=0; p0(i)=1; else u0(i)=0; p0(i)=0.1; end end plot(x,p0); plot(x,u0); t=0; % waktu awal tstop=1.5; u=u0; p=p0; while(t
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
figure(1) subplot(2,1,1) plot(x,p,'LineWidth',2) title(sprintf('tekanan pada waktu t=%4.3f',t)) xlim([-L L]) ylim([0 5]) subplot(2,1,2) plot(x,u,'LineWidth',2) title(sprintf('kecepatan pada waktu t=%4.3f',t)) xlim([-L L]) ylim([0 5]) pause(0.01)
end
4. Code untuk metode beda hingga grid selang-seling pada persamaan akustik (Gambar 4.4). clc clear all Nx = 400; L = 5; Dx = 2*L/Nx; x1 = -L:Dx:L;
% banyaknya langkah pada ruang x1
u0=0*x; p0=0*x;
% untuk penyimpanan nilai awal u % untuk penyimpanan nilai awal p
% ukuran langkah pada ruang x % membuat langkah pada ruang dengan dx adalah jarak dari titik a ke b x = x1(1:Nx)+Dx/2; % membuat langkah pada ruang x1 sehingga jarak langkah semakin kecil Dt = 0.1*Dx; % ukuran langkah waktu t p=zeros(1,Nx); % tempat penyimpanan perhitungan p u=zeros(1,Nx); % tempat penyimpanan perhitungan u
% kondisi awal program for i=1:Nx if x(i)<0 u0(i)=0; p0(i)=1; else u0(i)=0; p0(i)=0.1; end end %gambar awal program
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
plot(x,p0) plot(x,u0) pause(1) tfinal=1; % waktu akhir nIteration=tfinal/Dt; t=0; % waktu awal un=u0; % untuk input iterasi metode beda hingga staggered grids pn=p0; % untuk input iterasi metode beda hingga staggered grids xodd=zeros(1,Nx/2); % membuat ruang untuk menghitung kecepatan air uodd=zeros(1,Nx/2); % membuat ruang untuk perhitungan kecepatan aliran air pada grid ganjil xeven=zeros(1,Nx/2); % membuat ruang untuk menghitung tekanan air peven=zeros(1,Nx/2); % membuat ruang untuk perhitungan tekanan aliran air pada grid genap % menghitung kecepatan dan tekanan aliran air. Jika hasil modulonya nol % maka hasil perhitungannya masuk ke grid genap. Jika hasil modulonya tidak nol % maka hasil perhitungannya masuk ke grid ganjil. for i=1:Nx if mod(i,2) == 0 xeven(i/2) = x(i); else xodd((i+1)/2) = x(i); end end %initial condition p(1,1:Nx/2) = 1; p(1,Nx/2:Nx) = 0.1; u(1,1:Nx/2) = 0; u(1,Nx/2:Nx) = 0; %mulai perhitungan figure(1) %initial condition %p(1) = 1; %p(end) = 0.1; %u(1) = 0; %u(end) = 0; tstop=1.5; % program ini berjalan sampai waktu tStop detik rho=1; % massa jenis fluida c=1; % kecepatan rambat gelombang while (t
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
unew = zeros(1,Nx); for i = 3:Nx-2 if mod(i,2) == 0 % perhitungan tekanan pada grid yang genap uuiph = uu(i+1); uuimh = uu(i-1); pnew(i) = pp(i) - rho*c^2*Dt/(2*Dx)*(uuiph - uuimh); end end %kondisi batas pnew(1:3) = 1; pnew(end-3:end) = 0.1; unew(1:3) = 0; unew(end-3:end) = 0; %perhitungan dengan metode beda hingga grid selang-seling for i=4:Nx-4 if mod(i,2)~=0; %perhitungan tekanan pada grid yang ganjil ppiph = pp(i+1); ppimh = pp(i-1); unew(i) = uu(i) - (1/rho)*Dt/(2*Dx)*(ppiph - ppimh); end end %boundary condition pnew(1:4) = 1; pnew(end-4:end) = 0.1; unew(1:4) = 0; unew(end-4:end) = 0; p = pnew; % memperbarui hasil perhitungan p u = unew; % memperbarui hasil perhitungan U % menggambar hasil perhitungan P dan U for i = 1:Nx if mod(i,2) == 0 peven(i/2) = p(i); else uodd((i+1)/2) = u(i); end end t=t+Dt; figure(1) subplot(2,1,1) plot(xeven,peven,'LineWidth',2) title(sprintf('tekanan pada waktu t t=%4.3f',t)) xlim([-L L])
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
ylim([0 2]) subplot(2,1,2) plot(xodd,uodd,'LineWidth',2) title(sprintf('kecepatan pada waktu t t=%4.3f',t)) xlim([-L L]) ylim([0 2]) pause(0.01) end
5. Code untuk metode volume hingga Lax-Friedrichs pada persamaan akustik, dengan ∆𝒕 = ∆𝒙 (Gambar 4.5). clc; clear all; Nx = 400; L = 5; Dx = 2*L/Nx; x1 = -L:Dx:L; x
= x1(1:Nx)+Dx/2;
Dt = Dx; pnew=zeros(1,Nx); unew=zeros(1,Nx); u0=0*x; p0=0*x; for i=1:Nx if x(i)< 0 u0(i)=0; p0(i)=1; else u0(i)=0; p0(i)=0.1; end end
% banyaknya langkah pada ruang x1 % ukuran langkah pada ruang x % membuat langkah pada ruang dengan dx adalah jarak dari titik a ke b % membuat langkah pada ruang x1 sehingga jarak langkah semakin kecil % ukuran langkah waktu t % tempat penyimpanan perhitungan p % tempat penyimpanan perhitungan u % untuk penyimpanan nilai awal u % untuk penyimpanan nilai awal p
%plot(x,P0) pause(1) t=0; un=u0; pn=p0; c=1; rho=1; tstop=1.5;
% % % % % %
waktu untuk untuk cepat massa waktu
awal input iterasi metode volume hingga input iterasi metode volume hingga rambat gelombang jenis air berhenti pada saat t
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
while(t
6. Code untuk metode volume hingga Lax-Friedrichs pada persamaan akustik, dengan ∆𝒕 = 𝟎. 𝟏 ∗ ∆𝒙 (Gambar 4.6). clc; clear all; Nx = 400; L = 5;
% banyaknya langkah pada ruang x1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
Dx = 2*L/Nx; x1 = -L:Dx:L; x
= x1(1:Nx)+Dx/2;
Dt = 0.1*Dx; pnew=zeros(1,Nx); unew=zeros(1,Nx); u0=0*x; p0=0*x; for i=1:Nx if x(i)< 0 u0(i)=0; p0(i)=1; else u0(i)=0; p0(i)=0.1; end end
% ukuran langkah pada ruang x % membuat langkah pada ruang dengan dx adalah jarak dari titik a ke b % membuat langkah pada ruang x1 sehingga jarak langkah semakin kecil % ukuran langkah waktu t % tempat penyimpanan perhitungan p % tempat penyimpanan perhitungan u % untuk penyimpanan nilai awal u % untuk penyimpanan nilai awal p
%plot(x,P0) pause(1) t=0; un=u0; pn=p0; c=1; rho=1; tstop=1.5;
% % % % % %
waktu untuk untuk cepat massa waktu
awal input iterasi metode volume hingga input iterasi metode volume hingga rambat gelombang jenis air berhenti pada saat t
while(t
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
t=t+Dt; %update waktu figure(1) subplot(2,1,1) plot(x,pnp1,'LineWidth',2) title(sprintf('tekanan pada saat t=%4.3f',t)) xlim([-L L]) ylim([0 2]) subplot(2,1,2) plot(x,unp1,'LineWidth',2) title(sprintf('kecepatan pada saat t=%4.3f',t)) xlim([-L L]) ylim([0 2]) pause(0.01) un=unp1 ; pn=pnp1 ; end
7. Code untuk residual metode volume hingga Lax-Friedrichs pada persamaan akustik, dengan ∆𝒕 = ∆𝒙 (Gambar 4.7). clc; clear all; Nx = 400; L = 5; Dx = 2*L/Nx; x1 = -L:Dx:L; x
= x1(1:Nx)+Dx/2;
Dt = Dx; pnew=zeros(1,Nx); unew=zeros(1,Nx); RP=zeros(1,Nx); RU=zeros(1,Nx); u u0=0*x; p0=0*x; for i=1:Nx if x(i)< 0 u0(i)=0; p0(i)=1; else u0(i)=0; p0(i)=0.1; end end %plot(x,P0) pause(1)
% banyaknya langkah pada ruang x1 % ukuran langkah pada ruang x % membuat langkah pada ruang dengan dx adalah jarak dari titik a ke b % membuat langkah pada ruang x1 sehingga jarak langkah semakin kecil % ukuran langkah waktu t % tempat penyimpanan perhitungan p % tempat penyimpanan perhitungan u % tempat penyimpanan residual dari tekanan p % tempat penyimpanan residual dari kecepatan
% untuk penyimpanan nilai awal u % untuk penyimpanan nilai awal p
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
t=0; un=u0; pn=p0; c=1; rho=1; tstop=1.5;
% % % % % %
waktu untuk untuk cepat massa waktu
awal input iterasi metode volume hingga input iterasi metode volume hingga rambat gelombang jenis fluida berhenti pada saat t
while(t
+
for i=2:Nx-1 Fkananlama= (1/rho)*pn(i+1); Fkirilama = (1/rho)*pn(i);
Fkananbaru= (1/rho)*pnp1(i+1); Fkiribaru = (1/rho)*pnp1(i); RU(i) = 0.5*Dx*(unp1(i) - un(i) + unp1(i+1)-un(i+1)) 0.5*Dt*(Fkananlama-Fkirilama + Fkananbaru-Fkiribaru); end RP(1:3)=0; RP(Nx-3:Nx)=0; RU(1:3)=0; RU(Nx-3:Nx)=0; %perbarui nilai batasnya unp1(1)=0; unp1(Nx)=0;
+
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
pnp1(1)=1; pnp1(Nx)=0.1; %%%%%% t=t+Dt; %update waktu figure(1) subplot(2,2,1) plot(x,pnp1,'LineWidth',2) xlim([-L L]) ylim([0 1.1]) xlabel('Position') ylabel('Tekanan') subplot(2,2,3) plot(x+0.5*Dx,RP,'LineWidth',2) xlim([-L L]) ylim([-eps eps]) xlabel('Position') ylabel('Residual dari tekanan') subplot(2,2,2) plot(x+0.5*Dx,unp1,'LineWidth',2) xlim([-L L]) ylim([-0.05 0.5]) xlabel('Position') ylabel('kecepatan') subplot(2,2,4) plot(x,RU,'LineWidth',2) xlim([-L L]) ylim([-eps eps]) xlabel('Position') ylabel('Residual dari kecepatan') pause(0.01) un=unp1 ; pn=pnp1 ; end
8. Code untuk residual metode volume hingga Lax-Friedrichs pada persamaan akustik, dengan ∆𝒕 = 𝟎. 𝟓∆𝒙 (Gambar 4.8). clc; clear all; Nx = 400; L = 5; Dx = 2*L/Nx; x1 = -L:Dx:L;
% banyaknya langkah pada ruang x1 % ukuran langkah pada ruang x % membuat langkah pada ruang dengan dx adalah jarak dari titik a ke b
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
x
= x1(1:Nx)+Dx/2;
Dt = 0.5*Dx; pnew=zeros(1,Nx); unew=zeros(1,Nx); RP=zeros(1,Nx); RU=zeros(1,Nx); u u0=0*x; p0=0*x; for i=1:Nx if x(i)< 0 u0(i)=0; p0(i)=1; else u0(i)=0; p0(i)=0.1; end end
% membuat langkah pada ruang x1 sehingga jarak langkah semakin kecil % ukuran langkah waktu t % tempat penyimpanan perhitungan p % tempat penyimpanan perhitungan u % tempat penyimpanan residual dari tekanan p % tempat penyimpanan residual dari kecepatan
% untuk penyimpanan nilai awal u % untuk penyimpanan nilai awal p
%plot(x,P0) pause(1) t=0; un=u0; pn=p0; c=1; rho=1; tstop=1.5;
% % % % % %
waktu untuk untuk cepat massa waktu
awal input iterasi metode volume hingga input iterasi metode volume hingga rambat gelombang jenis fluida berhenti pada saat t
while(t
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
RP(i) = 0.5*Dx*(pnp1(i) - pn(i) + pnp1(i+1)-pn(i+1)) 0.5*Dt*(Fkananlama-Fkirilama + Fkananbaru-Fkiribaru); end
+
for i=2:Nx-1 Fkananlama= (1/rho)*pn(i+1); Fkirilama = (1/rho)*pn(i);
Fkananbaru= (1/rho)*pnp1(i+1); Fkiribaru = (1/rho)*pnp1(i); RU(i) = 0.5*Dx*(unp1(i) - un(i) + unp1(i+1)-un(i+1)) 0.5*Dt*(Fkananlama-Fkirilama + Fkananbaru-Fkiribaru); end RP(1:3)=0; RP(Nx-3:Nx)=0; RU(1:3)=0; RU(Nx-3:Nx)=0; %perbarui nilai batasnya unp1(1)=0; unp1(Nx)=0; pnp1(1)=1; pnp1(Nx)=0.1; %%%%%% t=t+Dt; %update waktu figure(1) subplot(2,2,1) plot(x,pnp1,'LineWidth',2) xlim([-L L]) ylim([0 1.1]) xlabel('Position') ylabel('Tekanan') subplot(2,2,3) plot(x+0.5*Dx,RP,'LineWidth',2) xlim([-L L]) %ylim([-eps eps]) xlabel('Position') ylabel('Residual dari tekanan') subplot(2,2,2) plot(x+0.5*Dx,unp1,'LineWidth',2) xlim([-L L]) ylim([-0.05 0.5]) xlabel('Position') ylabel('kecepatan') subplot(2,2,4) plot(x,RU,'LineWidth',2) xlim([-L L]) %ylim([-eps eps]) xlabel('Position')
+
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
ylabel('Residual dari kecepatan') pause(0.01) un=unp1 ; pn=pnp1 ; end