PENYAKIT SELAKARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMAN FAATAN TENAGA KU DA BAG I PETAN I Sukardi Hastiono Balai Penelitian Penyakit Hewan, Bogor PENDAHULUAN
diternakkan dengan tujuan dirnanfaatkan tenaganya, clan bukan untuk memperoleh produk yang dihasilKuda rnemang merupakan jenis hewan yang kannya seperti daging, susu clan lain-lain, sebagaisudah lama diternakkan, clipelihara clan dimanfaatmana diharapkan dari jenis ternak lainnya yang kan tenaganya oleh manusia . Pada rnasa sebelurri benar-benar disebut "ternak" menurut pengertian perang, pemanfaatan kuda ini sangat menonjol . sekarang . Meskipun ada beberapa daerah di IndonePada saat itu, kendaraan bermotor belurn banyak disia ini yang penduduknya menggemari daging kuda, jumpai dan dipergunakan orang, sehingga baik untuk narnun hal itu tidak seberapa besar arti dan andilnya keperluan transpor sipil maupun militer, wanfaat bagi usaha Pernerintah dalam mencukupi kebutuhan kuda ini cukup besar . Dengan dernikian, kuda rneprotein hewani . rupakan jenis ternak yang telah cukup tua diusahaDewasa ini, di sub-sektor peternakan, telah terkan clan dimanfaatkan orang, terrnasuk di negara kita jadi pergeseran dalam pengelompokan komoditi asal ini . ternak, dari komoditi daging, telur clan susu, menjadi Dalarn era pembangunan sekarang ini, peranan kornoditi ternak besar, ternak kecil, ternak unggas kuda tersebut berangsur-angsur surut. Boleh clikata clan aneka ternak . Dalam kedua "kurun-waktu" tersudah memasuki masa senja, kalau belum dapat di sebut, kuda tidak cukup menonjol peranannya . sebut telah terbenaw . Sejak dahulu kuda rnemang Dalam pengelorngokan komoditi sekarang ini, kuda tidak termasuk ke dalam kelompok komoditi ternak besar, karena ke dalam ke_ lompok ini hanya dimasukkan ternak sapi dan kerbau (ruminansia besar) . Jelas kuda pun bukanlah anggota dari kelompok ternak kecil (kambing, domba dan babi), apalagi ternak unggas yang bukan jenisnya . Ke dalam kelompok aneka ternak masih menjadi tanda tanya . Namun demikian, paling tidak kuda dapat dimasukkan ke dalam kelompok ini. Meskipun kuda tidak cukup besar peranannya dalam pembangunan peternakan khususnya dan pembangunan pertanian Gambar 1. Bisul clan tukak Selakarang di daerah pada umumnya, namun leher, bahu, kaki clan perut kuda . penulis ingin menyoroti
SUKARDI HASTIONO : Penyakit Selakararig
peranannjra dari aspek lain . Yaitu peranan kuda sebagai sumber tenaga bagi petani kecil, dikaitkan dengan kejadian penularan penyakit Selakarang, yang dalam hal ini merupakan penyakit mikotik pada kuda, yang hingga sekarang masih belum dapat diatasi, khususnya di beberapa daerah di Sulawesi . Sebagai sumber tenaga, dalam masa pembangunan sekarang ini, peranan kuda masih cukup besar di beberapa daerah tertentu seperti di Sula wesi, Nusa Tenggara clan beberapa tempat di Jawa clan Sumatra, meskipun sudah terdesak oleh kendaraan bermotor . Hal ini disebabkan karena kuda mempunyai beberapa kekhususan tertentu clan fungsi yang lebih luwes . Selain sebagai tenaga penarik delman, kuda dapat sekaligus menjadi tenaga penarik gerobak, kuda beban atau bahkan menjadi kuda tunggang sebagai sarana rekreasi atau kesenangan di waktu luang . Di samping itu, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan kuda lebih banyak disukai dari pada kendaraan bermotor . Dalam hal ini, ditinjau dari sudut peranan tersebut, kuda merupakan sumber penghasilan utama bagi rakyat/petani kecil di daerah-daerah tersebut di atas, atau setidak-tidaknya sumber penghasilan tambahan .
PENYAKIT SELAKARANG PADA KUDA
lainnya . Bisul-bisul ini ditemukan sepanjang saluran limfe kulit clan bawah-kulit, terutama di daerah leher, bahu clan kaki bagian atas . Bahkan jejas ini dapat pula ditemukan pada lapisan selaput lendir (mukosa) hidung sampai tenggorok, sehingga dapat dikelirukan dengan Malleus (penyakit Bolor menular), yang disebabkan oleh bakteri (1 ; 7) . Menurut pengamatan penulis, di daerah Sulawesi Utara, jejas ini terclapat pula di bagian kepala, dada . clan perut (Gambar 1) . Berdasarkan gejala ini, orang Minahasa menyebutnya penyakit Bobento. Bisul-bisul ini, apabila telah matang, akan pecah clan terjadilah tukak (borok) . Sementara itu, timbul bisul baru dalam berbagai tingkat kematangan di tempat-tempat lain, tetapi masih dalam jalur saluran limfe tersebut . Apabila bisul terbentuk pada kelenjar limfe, maka bisul itu akan tampak lebih besar. Bisulbisul ini dapat pula berkelompok membentuk suatu bisul besar clan difus . Bisul yang pecah akan mengeluarkan nanah yang kadang-kadang bercampur darah . Pada suatu saat, bisul yang pecah akan menyembuh, tetapi di tempat lain timbul beberapa bisul baru . Dengan demikian, penyakit ini berjalan menahun (kronis, merana) clan agak sulit disembuhkan (1 ; 2; 7) . Penularannya terjadi secara kontak langsung antara kuda sakit dengan kuda se-hat, atau tak langsung melalui barang atau benda lainnya yang tercemar nanah kuda yang sakit. Selain itu, bisul yang pecah akan menarik perhatian lalat tertentu, biasanya lalat
Penyakit Selakarang atau disebut juga Limfangitis Epizootika (Epizootic Lymphangitis) dahulu populer dengan nama Saccharomycosis . Penyebabnya adalah cendawan dari kelompok ragi-ragian yang disebut Saccharomyces farcirninosus, atau menurut klasifikasi sekarang disebut Histoplasma farciminosum (1 ; 7) . Di Indonesia, penyakit ini sudah cukup lama dikenali pada kuda sebagai penyakit yang paling merugikan . Daerah penyebarannya adalah Sulawesi, terutama Sulawesi Utara dan Selatan, clan diduga di beberapa daerah Indonesia lainnya (5 ; 8) . Gejala utamanya adalah terbentuknya jejas (lasio) berupa bisul berisi nanah bercampur sel-sel ragi, Gambar 2 . Kuda berperanan penting dalam pc:nyebesel-sel limfe (getah rangan sungai tanpa jembatan bening) clan sel-sel runtuh
WARTAZOA, Vol. 1 No . 1, Juli 1983
Garnbar 3. Deiman atau bendi, sarana transportasi bertenaga kuda . penggigit atau penghisap darah . Lalat inilah yang diduga keras merupakan peminclah (vektor) penyakit ini dari kuda yang satu kepada kuda yang lainnya (1 ; 2) . Walaupun penyakit Selakarang berjalan menahun, namun kejadiannya di negara-negara Eropa jarang bersifat sebagai suatu endemi, melainkan hanya sebagai suatu letusan saja, terutama pada kuda-kuda yang dipelihara secara berkelompok seperti kuda kavaleri clan kuda pacu (1 ; 2) . Jungerman dan Schwartzman (6) menyebutkan bahwa di Asia dan daerah sekitar Mediteran, penyebaran penyakit Selakarang ini justru lebih sering bersifat endemik . Kudakuda rakyat, yang walaupun dipelihara secara perseorangan, namun satu sama lain saling berdekatan clan sering dipergunakan dalam suatu usaha yang hampir serupa, misalnya sebagai tenaga tarik delman, gerobak clan sebagainya, seperti yang terdapat di beberapa tempat di Indonesia, sering mendapat wabah Selakarang secara endemik ini . Secara ekonomik, Selakarang cukup merupakan rakyat meskipun mortalitasnya renclah, yaitu sekitar 10-15% saja (2) . Hal ini disebabkan karena penyakit Selakarang selalu berjalan kronis, sehingga proses persembuhannya lama clan belum ada obat ampuh yang mampu menyembuhkannya. Mungkin ada beberapa obat yang cliketahui baik sebagai bahan terapi terhadap Selakarang ini, seperti sublimat (H g Cl2) clan lain-lain misalnya (1), namun masih belum cliketahui apakah obat-obat tersebut mudah diperoleh di pasaran Indonesia clan clapat terjangkau oleh ke-
mampuan keuangan rakyat . Hal ini merupakan masalah lain yang perlu dipecahkan . Berbicara mengenai bahaya wabah Selakarang, pada masa perang dahulu, terutama di negaranegara Eropa clan Afrika Selatan, yang pada saat itu tenaga kuda masih banyak dibutuhkan clan dipergunakan, dan merupakan satu-satunya jenis hewan yang paling bermanfaat, baik untuk melakukan pengangkutan serdadu clan peralatan militer mau-pun perbekalan, atau juga orang-orang yang terluka akibat perang, letusan wabah Selakarang ini sangat terkenal sebagai suatu hal yang dianggap sangat serius (1) . Betapa tidak, karena pada saat itu kenclaraan bermotor yang bersifat mobil belum ada atau masih sangat terbatas . Padahal dalam keadaan demikian, sarana mobilitas sangat diperlukan . Kini, hal yang demikian itu sudah bukan suatu masalah lagi . Alat transportasi bermotor, mulai dari yang paling ringan clan dapat menclaki ke bukit yang terjal sekalipun sampai kepada yang berat clan mampu mengangkut, membawa dan memindahkan peralatan militer yang bagaimanapun beratnya, sangat mudah diperoleh, asalkan biayanya memungkinkan . Walaupun demikian, dalam beberapa hal tertentu, kuda ini masih juga dipergunakan dalam kegiatan militer.
PERANAN KUDA SEBAGAI SUMBER PENGHASILAN RAKYAT Peranan tenaga kuda bagi kepentingan manusia telah dimaklumi sejak dahulu, walaupun telah meng-
Gambar 4. Gerobak, alas angkutan barang yang serbaguna.
SUKARDI HAS TIONO : Penyakit Selakarang alami beberapa perubahan fungsi clan kegunaan . Di negara-negara maju pun tenaga kuda ini masih banyak dipergunakan . Bukan lagi sebagai tenaga tarik sarana transportasi sebagaimana terjadi beberapa waktu yang lampau sampai dengan dasawarsa keempat dari abad ini, melainkan sebagai makhluk penghibur atau untuk kesenangan seperti pacuan atau ketangkasan menunggang clan sebagainya . Di Indonesia, peranan kuda yang ingin disoroti penulis bukanlah seperti yang disebutkan di atas, meskipun ticlak tertutup kemungkinannya akan hal itu, melainkan sebagai sumber tenaga yang dapat memberi penghasilan bagi rakyat atau petani kecil . Peranan yang disebut terakhir ini, mempunyai dampak positif yang lebih besar dalam era pembangunan sekarang ini, dari pada peranan yang disebut per-
Gambar 5. Kucla pateker kuda beban yang sangat populer di Sulawesi Selatan . tama, yang dalam hal ini hanya merupakan milik beberapa orang tertentu saja . Meskipun Indonesia sudah terbawa arus kernajuan teknologi dalam bidang transportasi, namun karena Tanah Air kita ini sangat luas clan terdiri atas beribu-ribu pulau yang terpisah satu sama lain oleh laut, dengan masyarakat yang kemajuan clan tingkat pengetahuannya masih sangat heterogen, maka yang terbawa arus tadi hanyalah daerah-daerah atau kota-kota yang telah maju saja . Masih banyak daerah yang pelosok-pelosoknya belum terjangkau oleh kemajuan teknologi sarana mobilitas tersebut . Di daerah-daerah demikian, peranan kuda sebagai sumber tenaga tarik atau angkut masih sangat besar .
Di daerah-daerah yang prasarana transportasinya belum baik, seperti jalan-jalan yang masih berbatubatu, daerah yang terjal dan berbukit-bukit, jembatan yang belum dibangun sehingga untuk menyeberangi sungai-sungai yang lebar harus menggunakan rakit (Gambar 2), atau turun langsung ke sungai tersebut, hanya kudalah yang mungkin dapat melakukan kegiatan demikian, sebab mereka lebih luwes clan tidak mengenal istilah mogok, kecuali kalau sakit. Secara garis besar, peranan kuda sebagai tenaga tarik atau angkut sesuai dengan jenis kegunaan clan rnacarn kendaraan yang ditariknya, dapat dibagi atas (a) Sebagai tenaga tarik kendaraan angkutan manusia, yang namanya berbecla-becla, sesuai dengan lokasi daerahnya masing-masing. Di Yogyakarta clan sekitarnya, kendaraan atau kereta kuda demikian disebut andong, dengan bentuk yang agak lebih panjang, beroda empat, sehingga mampu menampung lebih banyak penumpang . Kereta kuda yang berukuran seclang disebut delman, untuk beberapa tempat di Jawa Barat, atau bendi (Gambar 3) clan idokar, untuk beberapa tempat di Sumatra, Sulawesi clan daerah lainnya . Daya tampung delman ini antara 5 - 6 orang termasuk kusir . Di daerah Banten, clan mungkin juga di tempat lainnya disebut sado, dengan penumpang hanya 4 orang termasuk kusir, dengan posisi clucluk 2 orang ke depan clan 2 orang ke belakang . Di Cibaclak (Sukabumi, Jawa Barat) clan sekitarnya, ada kereta kuda sejenis delman dengan karoseri serupa oplet clan disebut nayor. Kereta-kereta kuda demikian umumnya mempunyai roda 2 buah (kecuali andong), terbuat dari kayu, berjari-jari clan lingkaran luarnya dibalut dengan karet mati . Dengan adanya kendaraan bermotor sekarang ini, roda-roda kayu tadi kadang-kadang diganti dengan roda kendaraan berniotor dengan ban luar clan dalam yang diisi angin . (b) Sebagai tenaga tarik kendaraan pengangkut barang, disebut gerobak (Gambar 4), pedati atau cikar. Rodanya serupa dengan roda delman, te tapi lingkaran luarnya biasanya dibalut dengan pelat besi, meskipun ada juga gerobak yang menggunakan pembalut ban karet mati atau ban pompa angin . Kegunaan gerobak sangat bervariasi tergantung kebutuhan . Biasanya cligunakan untuk mengangkut bahan bangunan, barang keperluan rumah tangga, kadang-kadang sayurmayur, hasil-hasil pertanian atau inclustri, atau
WARTAZOA Vol. 1 No. 1, Juli 1983
bahkan sampah atau limbah yang hendak dibuang . Boleh dikata gerobak berfungsi serbaguna . (c) Sebagai tenaga angkut langsung yang disebut juga kuda beban . Kuda demikian sering dipergunakan untuk mengangkut barang-barang hasil pertanian dari sawah atau ladang ke jalan umum, atau ke tempat-tempat penyimpanan (lumbung, gudang), atau tempat-tempat pemasaran clan sebagainya . Kuda beban demikian di Sulawesi Selatan sangat populer dengan sebutan kuda pateke (Gambar 5) . Kadang-kadang kuda demikian ini digunakan juga untuk mengangkut kayu dari hutan, ternak kecil atau bahan-bahan bangunan . Kuda beban dernikian mempunyai daya angkut yang lebih terbatas, namun mampu menjelajahi daerah-daerah yang sulit clan terjal . (d) Beberapa petani yang memiliki kuda clan sawah clan belum mampu mengganakan traktor, sering memanfaatkan tenaga kudanya untuk bekerja di sawah sebagai penarik luku (bajak) atau garu . Dengan demikian, kuda berperan menggantikan fungsi kerbau atau sapi yang biasanya mengerjakan sawah . Selain itu, kuda dapat pula mengambil peranan sebagai tenaga pemutar mesin giling atau mesin lainnya, terutama di daerah industri kecil seperti "pabrik" tahu misalnya .
(e) Sebagai kuda tunggang atau kuda pacu untuk daerah-daerah tertentu yang mempunyai tradisi sejak lama, peranan kuda di daerah demikian sangat besar pula sebagai alat rekreasi, kesenangan clan hiburan atau upacara-upacara tradisi atau adat . Di daerah Sulawesi clan Nusa Tenggara misalnya, acara pacuan kuda sudah merakyat, dan selalu diselenggarakan setiap kali ada kejadian penting, paling tidak setahun sekali . Walaupun tidak tertutup kemungkinan adanya usahausaha perjudian, namun selama masih dalam batas-batas kewajaran, keadaan itu masih dapat diizinkan oleh Pemerintah, demi memupuk kebudayaan dan tradisi setempat . Peranan-peranan di atas, khususnya (a), (b), clan (c) menclatangkan penghasilan bagi pemiliknya, karena merupakan usaha tetap sebagai mata penca harian . Sedangkan peranan (d) clan (e), clan juga sebagian dari peranan (c) lebih banyak diharapkan tenaganya secara langsung dari pada sebagai sumber penghasilan bagi keluarganya .
PENGARUH WABAH SELAKARANG TERHADAP PERANAN KUDA BAGI PETANI Dalam uraiannya menqenai penyakit-penyakit
Gambar 6. Pasar di Palu, Sulawesi Tengah, selalu dipenuhi oleh bendi. cendawan pada hewan, Hastiono (4) menggolongkan Selakarang ke dalam mikosis sub-kutan dan intermediat Oleh karena itu, manifestasi klinisnya sangatjelas pada kulit, dan dengan sendirinya penyakit mudah dikenali . Di Sulawesi, Selakarang masih ditemukan secara endemik . Dalam sejarah penyakit di daerah ini, Selakarang termasuk penyakit mikotik yarTg sudah cukup lama dikenali, sejak puluhan tahun yang lalu . Rakyat sudah terbiasa rnenyaksikan penyakit ini pada kuda-kuda mereka, sehingga laporan kejadian atau wabah penyakit jarang atau tidak pernah dilakukan . Perhatian dan usaha Pemerintah pun untuk memberantasnya tidak pernah ada sejak jaman penjajahan dahulu hingga sekarang, walaupun pernah dibahas masalah imuno-terapinya oleh Bubberman (3) . Oleh karenanya, Selakarang belum pernah dapat dihilangkan dari daerah ini . Dalam kaitannya dengan masalah ini, penulis ingin membahas secara khusus mengenai dampak wabah Selakarang ini terhadap perekonomian rakyat yang usaha utamanya sebagian besar menggantungkan diri pada tenaga kuda yang dimilikinya, khususnya di daerah Sulawesi . Dalam survei dan peninjauan lapangan terhadap penyakit Selakarang yang dilakukan di tiga propinsi, yakni Sulawesi Utara, Tengah clan Selatan, tampak bahwa potensi tenaga kuda masih cukup besar sebagai sumber mata pencaharian di samping bertani . Walaupun jumlah kendaraan bermotor makin meningkat, yang disertai juga dengan pening-
SUKARDI HASTIONO : Penyakit Selakarang
katan prasarananya, yaitu jalan-jalan raya yang merupakan urat nadi perekonomian, namun peranan kuda sebagai tenaga tarik delman atau bendi masih cukup besar. Di kota-kota besar, masih banyak dijumpai delman berkeliaran mencari penumpang (Gambar 6), apalagi di daerah-daerah pelosok yang masih belum terjangkau oleh kemajuan teknologi demikian. Melihat gejala ini, apabila dikaitkan dengan kejadian suatu wabah Selakarang, dapat dibayangkan betapa besar kerugian ekonomi yang ditimbulkan nya. Sebagaimana diketahui, kuda yang sakit akan lama sembuhnya, atau tak pernah dapat sembuh (kronis), dan tentu saja tidak dapat digunakan berusaha . Apabila misalnya dalam keadaan kuda sehat, petani berpenghasilan antara Rp. 5 .000,- sampai Rp. 15.000, - dalam sehari, maka dengan kuda sakit, penghasilan itu bisa hilang atau berkurang . Pada umumnya rakyat di Sulawesi tidak memiliki banyak kuda . Mereka rata-rata memiliki paling banyak 2 ekor . Dengan demikian, apabila kudanya sakit, tiada kuda lain yang dapat diharapkan sebagai sumber penghasilan bagi keluarganya . Kerugian ekonomi per tahun dapat diperhitungkan dengan mengalikan kerugian ekonomi harian dengan persentase morbiditas, jumlah populasi kuda di seluruh Sulawesi, dan jumlah hari dalam setahun (365 hari) . Saran terbaik untuk mengatasi hal ini adalah memberantas penyakit tersebut di samping penyakit kuda lainnya . Karena Selakarang bersifat kronis, maka dalam memberantasnya akan lebih banyak memerlukan kesabaran dan pengeluaran biaya dari pemiliknya, jika dibandingkan dengan pemberantasan terhadap penyakit lainnya . Program pemberantasan yang mantap dan teratur sangat diharapkan dari Pemerintah dalam membantu mengatasi masalah ini, karena rakyat kecil tidak akan mampu melakukannya secara send iri-sendiri . Usaha ini agaknya akan berdampak positif yang jelas dalam beberapa aspek, antara lain (1) Kuda, yang selama ini kurang potensial dalam pembangunan peternakan, populasinya akan meningkat__dan dapat berperanan lebih berarti dalam pembangunan pada umumnya . Kemudian, sarana transportasi bertenaga kuda jumlahnya akan meningkat pula, karena rakyat mulai bergairah lagi dalam bidang usaha ini, yang berarti menambah atau meningkatkan penghasilannya . (2) Peningkatan kendaraan bertenaga kuda tadi, dalam masa resesi sekarang ini, akan menunjang usaha Pemerintah dengan kebijaksanaan peng hematan energinya, dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan hidup, yang sekarang 10
sedang digalakkan oleh Pemerintah, karena pengurangan atau pembatasan penggunaan kendaraan bermotor dapat berarti menghemat energi dan melestarikan lingkungan hidup . (3) Aspek lain yang dapat dilihat dad keadaan ini ialah bahwa, apabila peningkatan kendaraan bertenaga kuda tersebut diarahkan untuk tujuan promosi pariwisata, maka pembangunan di bidang kepariwisataan akan lebih berkembang dan mempunyai prospek yang lebih cerah, karena sarana angkutan demikian kelihatan lebih berkepribadian dan merupakan ciri spesifik bagi Indonesia . Untuk itu semua, harus ada pengaturan lebih lanjut, khususnya dalam pengoperasian kendaraan bermotor dan tak bermotor. Kendaraan bermotor sebaiknya dioperasikan di luar kota atau untuk tujuan transportasi antar kota, sedangkan kendaraan tak bermotor, khususnya yang menggunakan tenaga kuda, lebih diutamakan digunakan di dalam kota atau daerah yang mempunyai potensi besar dalam bidang kepariwisataan . Di samping itu, tentu saja untuk menutupi kekurangan sarana transportasi di daerah demikian, pengoperasian kendaraan bermotor dapat dilakukan dalam batas-batas tertentu . Pengaturan ini tidak saja dapat berlaku untuk daerah Sulawesi, tetapi juga bagi daerah lain seperti misalnya Yogya karta, Surakarta, Bali, Danau Toba dan sebagainya . Hal-hal di atas hanya akan mungkin dapat dilaksanakan dengan baik apabila ada saling pengertian antara berbagai instansi yang berkecimpung baik di bidang peternakan, perhubungan, pariwisata, penghwasan lingkungan, pemerintahan daerah maupun instansi lainnya .
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5.
Ainsworth, G .C . dan P .K .C . Austwick, 1973. Fungal Diseases of Animals, 2nd Ed ., CAB, Farnham Royal, Slough, England . Blood, D .C . dan J .A. Henderson, 1974. Veterinary Medicine. 4th Ed., Bailliere-Tindall, London, England . Bubberman, C., 1921 . Over immunotherapie bij Saccharomyces farciminosus, N.I. Bl. v. Dierg., 33 : 85 - 106 . Hastiono, S ., 1977 . Penyakit-penyakit cendawan pada hewan. Bagian I. Sistematika penyakit . Bul. LPPH, 9 (13) : 38 - 51 . -, 1981 . Beberapa penyakit mikotik penting pada hewan dan peranannya bagi kesehatan masyarakat : Suatu tinjauan . Makalah yang disampaikan dalam Seminar Parasitologi Na-
WARTAZOA Vol. 1 No . 1, Juli 1993
sional Ke-2 dan Kongres 1981, Jakarta .
P41, 24-27 Juni
7.
6 . Jungerman, P .F . dan R .M. Schwartzman, 1972. Veterinary Medical Mycology . Lea £t Febiger, Philadelphia, USA .
8.
Pallin, W.A ., 1904. A treatise on Epizootic lymphangitis . 2nd Ed ., University Press of Liverpool, London, England . Ressang, A.A., 1963. Buku Peladjaran Patologi Chusus Veteriner . Departemen Urusan Research Nasional R .I .