PENINGKATAN UNJUK KERJA M-QAM MELALUI KANAL SATELIT NON-LINIER MENGGUNAKAN TEKNIK PREDISTORSI ADAPTIF Suwadi dan Erdis Irwandi Multimedia Telecommunication Research Group, Dept of Electrical Engineering, ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected]
Sistem komunikasi satelit adalah sistem komunikasi yang mampu menjangkau hampir seluruh dunia. M-QAM merupakan sistem modulasi digital yang digunakan pada komunikasi satelit dengan bit rate yang tinggi. Sistem komunikasi satelit bersifat power limited, sehingga pada komunikasi satelit, Traveling Wave Tube Amplifier (TWTA) di transponder satelit dioperasikan pada penguatan optimal, yaitu kondisi dekat saturasi (daerah tak linier). Pengaruh ketidaklinieran ini menyebabkan distorsi sinyal yang signifikan dan penurunan unjuk kerja sistem sehingga diperlukan suatu predistorsi Adaptif (PD) untuk mengurangi efek tersebut. Hasil simulasi dan analisa data, didapatkan pengaruh TWTA pada sistem kanal non linear mengakibatkan penurunan unjuk kerja sistem yang signifikan. Kinerja sistem pada daerah dekat saturasi, yaitu pada IBO 2 dB, pada SNR 14 dB, predistorter orde 9 dan 7 dapat memperbaiki kinerja BER sistem 16 QAM sekitar 23 kali dan 14 kali. Sedangkan pada 64 QAM predistorter orde 9 dan 7 dapat memperbaiki kinerja BER sekitar 7 kali dan 4 kali. Kata Kunci : TWTA, M-QAM, Predistorsi adaptif 1. PENDAHULUAN Pada masa sekarang, komunikasi diharapkan mampu menjangkau seluruh dunia. Sistem komunikasi melalui satelit mempunyai kemampuan daerah cakupan yang luas, hampir seluruh permukaan bumi. Sistem digital merupakan salah satu alternatif sarana yang ditawarkan pada sistem komunikasi satelit. Komunikasi digital menggunakan kanal satelit memegang peranan yang sangat penting dalam dunia telekomunikasi saat ini, karena sistem digital mempunyai kelebihan relatif tahan terhadap gangguan (keandalan tinggi) dibanding sistem analog. M-QAM merupakan sistem modulasi digital yang digunakan pada komunikasi satelit dengan bit rate yang tinggi. Selain mempunyai kelebihan diatas, sistem digital mempunyai kelemahan yaitu spektrum yang lebar, sehingga spektrum tersebut perlu dibatasi dengan melakukan pemfilteran. Pada proses pemfilteran yang kurang sempurna ini akan timbul Inter Symbol Interference (ISI) atau interferensi antar simbol. Sistem satelit bersifat power limited yaitu Travelling Wave Tube Amplifier (TWTA) transponder satelit mempunyai keluaran daya terbatas, sehingga TWTA dioperasikan pada daerah dekat saturasi untuk
menjamin daya teradiasi maksimum. Pada daerah dekat saturasi, TWTA mempunyai karakteristik tak linier pada konversi Amplitude to Amplitude (AM/AM) dan Amplitude to Phase (AM/PM). Pengaruh ketidaklinieran ini menyebabkan distorsi sinyal yang signifikan dan penurunan unjuk kerja sistem[1]. Teknik predistorsi telah dikemukakan sebagai solusi potensial untuk mengatasi efek distorsi non linier [2]. Tujuan teknik predistorsi yaitu untuk memperkenalkan “inverse” nonlinier agar dapat menangani kerugian distorsi AM/AM dan AM/PM yang dibangkitkan oleh amplifier nonlinier. Predistorsi menggunakan sebuah memori nonlinier yang ditempatkan antara shaping filter dan HPA (High Power Amplifier). Memori nonlinier dapat didesain secara digital menggunakan sebuah mapping predistorsi atau sebuah fungsi polynomial dasar pada cartesian atau polar. Teknik look-up table dua dimensi dengan umpan balik digital adaptive pada baseband telah sukses dilakukan [3]. Teknik ini memiliki keuntungan dengan melakukan sedikit perintah untuk non-linier dan sedikit teknik modulasi. Bagaimanapun untuk mendapatkan sebuah ketelitian yang dapat diterima, ukuran dari look-up tabel harus lebih besar, sehingga kekurangan utama dengan mapping predistorsi yaitu ukuran look-up tabel yang besar, akibatnya memiliki waktu adaptasi yang lama. Teknik predistorsi sudah dimanfaatkan untuk menangani masalah pada jaringan satelit. Kanal satelit bersifat non-linier dengan adanya komponen TWTA sebagai penguat. Masalah yang timbul yaitu pengaruh ketidaklinieran pada TWTA menyebabkan distorsi sinyal yang signifikan dan penurunan unjuk kerja sistem [4]. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengaruh dari predistorsi terhadap sistem komunikasi dan sejauh mana penggunaan predistorsi masih dapat melinierkan sistem komunikasai tersebut. Untuk menghitung BER digunakan simulasi dengan menggunakan metode Monte Carlo. 2. MODEL SISTEM Sistem komunikasi satelit bekerja pada mode passband. Mode tersebut bila disimulaikan memerlukan waktu yang lama. Untuk mengurangi beban komputasi
1
sinyal dari kanal lain, tidak ada interferensi multipath baik pada sisi uplink maupun downlink, sehingga tidak ada fading yang diakibatkan penjumlahan sinyal multipath yang berbeda fasa, tidak ada interferensi cochannel, yaitu tidak ada pengggunaan ulang frekuensi, frekuensi dianggap hanya digunakan oleh satu kanal saja, tidak ada pergeseran frekuensi akibat efek Doppler, pewaktu simbol dianggap ideal, kanal dimodelkan kanal AWGN, jumlah bit yang dibangkitkan sebanyak 100.000 bit. Gambar 1 Pemodelan Sistem
dan waktu proses digunakan mode baseband. Sistem komunikasi satelit tak linear untuk komunikasi digital MQAM dimodelkan sebagai sistem baseband kompleks seperti pada gambar 1. Elemen yang tak linear diasumsikan hanya di sistem satelit bagian TWTA. Sinyal masukan berupa modulator 16 QAM dan 64 QAM berupa data simbol 0 sampai dengan 15 (untuk 16-QAM) dan 0 sampai dengan 63 (untuk 64-QAM) yang dihasilkan oleh generator random berdistribusi uniform. Sinyal keluaran modulator terpisah menjadi dua kanal yaitu in-phase dan q-phase. Seperti terlihat pada gambar 1, sinyal in-phase dan q-phase mengalami perilaku yang sama. Sinyal keluaran modulator berupa pulsa persegi. Sinyal gelombang persegi tersebut mempunyai spektrum frekuensi yang lebar, sehingga pada pemancar dilakukan pemfilteran. Semua filter yang digunakan pada sistem baseband kompleks tersebut adalah filter lolos rendah (Low Pass filter). Keluaran filter pemancar merupakan sinyal di kanal up-link yang mengalami gangguan derau putih yang terdistribusi Gaussian. Sebelum mengalami gangguan derau putih yang terdistribusi Gaussian, keluaran filter pemancar mengalami proses predistorsi untuk melinierkan keluaran pada TWTA. Pada sinyal ini terdapat spektrum frekuensi di luar spektrum informasi akibat gangguan derau. Dibagian satelit sinyal yang terganggu derau dikuatkan oleh TWTA yang dioperasikan pada daerah tak linear. Keluaran TWTA merupakan sinyal di kanal down-link yang mengalami gangguan derau putih yang terdistribusi Gaussian, sehingga perlu pemfilteran oleh filter penerima. Proses di demodulator adalah proses penyampelan simbol dan pendeteksian. Proses selanjutnya dilakukan perhitungan bit error rate (BER) dengan menghitung probabilitas kesalahan bit. Probabilitas kesalahan bit pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan metoda Monte Carlo. Asumsi Pada Simulasi Asumsi-asumsi secara spesifik yang digunakan dalam simulasi ini sebagai berikut: peluang kemunculan simbol 0 sampai dengan 15 (untuk 16-QAM) dan 0 sampai dengan 63 (untuk 64-QAM) adalah sama, diasumsikan menggunakan modulator dan demodulator 16-QAM dan 64-QAM, menggunakan filter square root raised cosine, karakteristik TWTA yang digunakan simulasi adalah model saleh, tidak ada interferensi interchannel, sinyal disimulasikan bersih dari interferensi
TWTA Model Saleh TWTA menggunakan model yang dikembangkan oleh Saleh yang dikenal dengan model Saleh. Amplitude-phase sesuai dengan persamaan mempunyai koefisien αA = 2.1587, βA = 1.1517 untuk konversi AM/AM dan αφ = 4.0033 dan βφ = 9.1040. Adapun diagram blok realisasi dari mekanisme untuk model saleh seperti pada gambar 2. Dari permodelan diagram blok gambar 2 dapat dibuat suatu algoritma keluaran TWTA dengan menggunakan parameter sebagai berikut : •
Sinyal input baseband M-QAM S int (t ) = x I (t ) + jxQ (t )
(1)
x I (t ) : xQ (t ) : sinyal baseband inpase dan q-pase •
Daya sesaat
Pint (t ) = x LP •
•
2
(2)
Daya rata-rata − ∑ Pint (t ) P int = jumlahinput Amplitudo Normalisasi
r=
Pint (t )
(3)
(4)
−
Pint •
Proses penguat daya
G (r ) = AS (r0 r ) =
ϕ (r ) = φ S ( r0 .r ) = •
α A .r0 1 + β A ( r0 .r ) 2 α φ (r0 .r ) 2 1 + β φ (r0 .r ) 2
Keluaran TWTA S out (t ) = S int (t ).G (r ).e jϕ ( r )
(5)
(6)
(7)
Gambar 2 Realisasi Mekanisme penguat daya pada TWTA
2
dengan Predistorsi
αr (t ) diinginkan model linier.
Koreksi amplitudo dan phase dimodelkan dengan sebuah polynomial expansion, dapat ditulis dengan persamaan :
F (r ) = f1r + f 2 r 2 + ... + f L r L = V T R f M T Ψ (r ) = ψ 0 + ... + ψ M r = P Rψ
[
dengan R f = r , r 2 ,..., r L Gambar 3. Blok Diagram Transmitter M-QAM dengan Predistorsi
Gambar 3 mengilustrasikan blok diagram dari transmitter M-QAM dengan predistorsi. Dengan menganggap sebuah pengiriman power amplifier memperkenalkan distorsi amplitudo dan phase berdasarkan pada input level, maka untuk sebuah tegangan sinyal input vin dapat ditulis :
Vk +1 = Vk + µ v Γ f R f ,k αrk − G (V Pk +1 = Pk − µψ (Φ (V
sedangkan output dari power amplifier dapat ditulis dengan persamaan : v out (t ) = G ( y (t )) cos(ω c t + φ (t ) + Φ ( y (t ))
(9)
dengan y (t )e jφ (t ) merupakan amplop kompleks dari sinyal modulasi dan
ωc
menunjukkan carrier frekuensi.
G (.) dan Φ (.) merupakan amplitudo dan fungsi tranfer phase dari power amplifier. Predistorter bertujuan untuk menghasilkan sinyal keluaran dipredistorsi dalam satu kebalikan dan cara komplementer untuk distorsi yang dihasilkan oleh HPA. Dengan menganggap sinyal baseband kompleks v m (t ) = x I (t ) + jxQ (t ) digambarkan dalam sebuah sistem
koordinat kartesian, maka perhitungan predistorsi amplitudo r(t) memperhitungkan faktor penguat amplitudo dan perputaran phase sebagai dua fungsi polynomial dari r(t). Sinyal input dikalikan dengan faktor penguat dan perputaran rotasi. Langkah terakhir memasukan sebuah look-up table tambahan untuk mendapatkan nilai cos(.) dan sin(.) untuk perputaran matrik. Output sinyal, vd, diperoleh dari predistorsi dapat diberikan dengan persamaan :
v d = F (r (t ))e j (θ (t )+ψ ( r (t )))
(10)
Fungsi F (.) dan ψ (.) digunakan dalam perintah untuk membalikan ketidaklinieran yang diberikan oleh power amplifier, yaitu : G ( F (r (t ))) = αr (t ) ψ (r (t )) + Φ ( F (r (t ))) = 0
], T
T k
T k
(13)
R f ,k )
R f ,k ) + P Tk Rψ ,k )Γψ Rψ ,k
(14)
1
dan C R ,ψ = E ( Rψ ,k RψT ,k ) . µ v dan µψ merupakan dua ukuran langkah positif.
3. HASIL SIMULASI DAN ANALISA DATA Pengaruh TWTA pada spektrum sinyal 16-QAM dapat dilihat pada gambar 4. Grafik warna merah pada gambar 4 adalah spektrum sinyal 16-QAM yang dilewatkan pada TWTA non linier, terlihat bahwa pada 11 dB bandwidthnya mulai melebar yang merupakan efek non-linear dari TWTA. Untuk membatasi pelebaran band tersebut maka sebelum masuk ke TWTA, sinyal tersebut dilewatkan PD. Spektrum dari sinyal yang dilewatkan PD dan TWTA disajikan dengan grafik warna biru dan spektrum sinyal 16-QAM pada kanal linear digambarkan dengan warna hitam. Pada sistem 16-QAM, setelah sinyal 16-QAM melewati kanal uplink dan downlink, pada penerima dilakukan proses deteksi. Sampling dan deteksi terjadi pada demodulator. Proses yang terjadi pada demodulator 16-QAM merupakan kebalikan proses yang terjadi pada Spektrum Output TWTA 30 20 10 0 -10
← HPA tanpa PD(merah)
-20
← HPA dgn PD (biru)
-30 -40
← sebelum HPA (hitam)
-50 -60 -100
(11)
[
, Rψ = 1, r , ,..., r M
dengan Γv = C R ,v − 2 , Γψ = C R ,ψ − 2 , C R ,v = E ( R f ,k RTf ,k ) ,
Power Spectrum Magnitude (dB)
(8)
T
V = [ f1 , f 2 ,..., f L ]T dan P = [ψ 0 ,ψ 1 ,...,ψ M ]T . Koefisien dari Vk dan Pk terbaru diberikan dalam persamaan:
1
vin (t ) = y (t ) cos(ω c t + Φ (t ))
]
(12)
-80
-60
-40
-20
0 20 Frequency
40
60
80
100
Gambar 4. Spektrum Sinyal 16-QAM pada kanal linier, non linier dan melalui PD
3
outputModulator Modulator dan Demodulator(Tanpa PD) outputDemodulator 4 3
Quadrature
2 1 0 -1 -2 -3 -4 -4
-2
0 In-Phase
2
4
Gambar 5. Konstelasi Sinyal Modulator Dan Demodulator Tanpa PD outputModulator Modulator dan Demodulator(Dengan PD) outputDemodulator
4 3 2
dalam sinyal. Berdasarkan konstelasi sinyal pada gambar 5 dan 6 didapatkan grafik unjuk kerja seperti pada gambar 7. Dari gambar 7 pada SNR = 16 dB dengan membandingkan nilai BER pada kanal non linier tanpa PD = 0.0455, nilai BER pada kanal nonlinier dengan PD orde 7 = 0.0009 dan nilai BER pada kanal nonlinier denga PD orde 9 = 0.0004 dapat dilihat terjadinya peningkatan unjuk kerja sistem. Dari nilai BER diketahui bahwa efek ketidaklinearan dari TWTA dapat diminimalisasi dengan predistorsi. Hasil BER dari kinerja dengan menggunakan predistorsi lebih mendekati kanal ideal atau lebih sedikit error daripada kinerja sinyal 16QAM tanpa predistorsi adaptif. Pada sistem 64-QAM, setelah sinyal 64-QAM melewati kanal uplink dan downlink, pada penerima dilakukan proses deteksi. Sampling dan deteksi terjadi pada demodulator. Proses yang terjadi pada demodulator 64-QAM merupakan kebalikan proses yang terjadi pada modulator 64-QAM. Proses demodulasi baseband dipakai untuk mengembalikan informasi yang terdapat dalam sinyal. Proses demodulasi diperlukan untuk memetakan kembali simbol ke dalam bentuk bit – bit . Magnitudo dan Phasenya dideteksi untuk mendapatkan kembali informasi dalam sinyal. Spektrum Output TWTA 30 20
0 Power Spectrum Magnitude (dB)
Quadrature
1
-1 -2 -3 -4 -4
-2
0 In-Phase
2
4
10 0
← HPA tanpa PD(merah) -10
← HPA dgn PD (biru) -20 -30
← sebelum HPA (hitam) -40 -50
Gambar 6. Konstelasi Sinyal Modulator Dan Demodulator Dengan PD -60 -100 0
-80
-60
-40
Performance of M=16-QAM system from the Monte Carlo Simulation
10
-20
0 20 Frequency
40
60
80
100
Gambar 8. Spektrum Sinyal 64-QAM pada kanal linier, non linier dan melalui PD
-1
10
outputModulator Modulator dan Demodulator(Tanpa PD) outputDemodulator -2
10 BER
8 6
-3
10
4 -4
10
Quadrature
kanal AWGN tanpa PD dgn PD ord7 dgn PD ord9 teori
-5
10
2
4
6
8
10 SNR(dB)
12
14
16
18
Gambar 7. Kinerja Modulasi 16-QAM Pada Kanal Non Linear
modulator 16-QAM. Proses demodulasi baseband dipakai untuk mengembalikan informasi yang terdapat dalam sinyal. Proses demodulasi diperlukan untuk memetakan kembali simbol ke dalam bentuk bit – bit . Magnitudo dan Phasenya dideteksi untuk mendapatkan kembali informasi
2 0 -2 -4 -6 -8 -5
0 In-Phase
5
Gambar 9. Konstelasi Sinyal Modulator Dan Demodulator Tanpa PD
4
Performance of M=16-QAM&64-QAM system from the Monte Carlo Simulation
outputModulator Modulator dan Demodulator(Dengan PD) outputDemodulator
0
10
8 -1
6
10
4
BER
Quadrature
-2
10
2 0
-3
10
-2 -4
tanpa PD 16QAM dgn PD ord7 16QAM dgn PD ord9 16QAM tanpa PD 64QAM dgn PD ord7 64QAM dgn PD ord9 64QAM
-4
10
-6 -5
-8
10
-5
0 In-Phase
2
4
5
6
8
10 SNR(dB)
12
14
16
18
Gambar 12. Perbandingan BER Sistem 16-QAM dan 64-QAM
Gambar 10. Konstelasi Sinyal Modulator Dan Demodulator Dengan PD 0
memiliki unjuk kerja sistem yang lebih baik dibandingakan dengan sinyal informasi 64-QAM pada kanal non linier, hal ini disebabkan pada 16-QAM jumlah bit yang dikirim lebih sedikit dibandingkan dengan 64QAM dan ketahanan sinyal informasi 16-QAM terhadap noise pada kanal non linier dan ketahanan terhadap efek non-linear yang diakibatkan oleh TWTA sangat besar jika dibandingkan dengan 64-QAM.
Performance of M=64-QAM system from the Monte Carlo Simulation
10
-1
10
-2
BER
10
-3
10
-4
10
4. KESIMPULAN kanal AWGN tanpa PD dgn PD ord7 dgn PD ord9 teori
-5
10
5
10
15
20
25
SNR(dB)
Gambar 11. Kinerja Modulasi 64-QAM Pada Kanal Non Linear
Dari hasil konstelasi sinyal pada gambar 9 dan 10 didapatkan grafik unjuk kerja seperti gambar 11. Dari gambar 11 pada SNR = 24 dB dengan membandingkan nilai BER pada kanal non linier tanpa PD = 0.3397, nilai BER pada kanal nonlinier dengan PD orde 7 = 0.0046 dan nilai BER pada kanal nonlinier denga PD orde 9 = 0.0008 dapat dilihat terjadinya peningkatan unjuk kerja sistem. Dari nilai BER diketahui bahwa efek ketidak linearan dari TWTA dapat diminimalisasi dengan predistorsi. Hasil BER dari kinerja dengan menggunakan predistorsi lebih mendekati kanal ideal atau lebih sedikit error daripada kinerja sinyal 64-QAM tanpa predistorsi. Dari gambar 12, pada SNR = 16 dB dengan membandingkan nilai BER pada kanal non linier 16QAM tanpa PD = 0.0455, nilai BER pada kanal non linier 64-QAM tanpa PD = 0.3620, nilai BER pada kanal nonlinier 16-QAM dengan PD orde 7 = 0.0009, nilai BER pada kanal nonlinier 64-QAM dengan PD orde 7 = 0.0625, nilai BER pada kanal nonlinier 16-QAM dengan PD orde 9 = 0.0004 dan nilai BER pada kanal nonlinier 64-QAM denga PD orde 9 = 0.0266 dapat dilihat terjadinya peningkatan unjuk kerja sistem. Dari perbandingan nilai BER tersebut maka secara keseluruhan sinyal informasi 16-QAM pada kanal non linier, baik dengan PD maupun tanpa PD,
Pada sistem 16-QAM dan 64-QAM pada kanal non linear setelah TWTA mengalami peningkatan spektrum sideband, sehingga dapat menurunkan kinerja sistem tersebut. Kinerja sistem 16-QAM dan 64-QAM pada kanal non linear dengan predistorsi adaptif lebih baik daripada kinerja sistem tanpa predistorsi. Hal ini dapat dilihat pada kinerja sistem bahwa menggunakan predistorsi adaptif untuk mencapai BER yang sama memerlukan SNR yang lebih kecil. Kinerja sistem pada daerah dekat saturasi, yaitu pada IBO 2 dB, pada SNR 14 dB, predistorter orde 9 dan 7 dapat memperbaiki kinerja BER sistem 16 QAM sekitar 23 kali dan 14 kali. Sedangkan pada 64 QAM predistorter orde 9 dan 7 dapat memperbaiki kinerja BER sekitar 7 kali dan 4 kali. DAFTAR PUSTAKA [1]. H. Besbes, T. Le-Ngoc, dan H. Lin, A Fast Adaptive Polynomial Predistorter for Power Amplifier, IEEE, Hal. 659-663, 2001. [2]. A. M. Saleh dan J. Salz, Adaptive Linearization of Power Amplifiers in Digital Radio Systems, The Bell System Technical Journal, Vol. 62 No. 4, Hal. 1019-1033, 1983. [3]. Y. Nagata, Linear Amplification Technique for Digital Mobile Communications, VTC’89, Vol. 1, Hal. 159-164, 1989. [4]. Yugang Zhou dan Peter J. McLane, Performance of Predistorted APK Modulation for One- and Two-Link Nonlinear Power Amplifier Satellite Communication Channel, IEEE, Vol. 54 No.2, Hal. 629-637,2005.
5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Suwadi dilahirkan di Gresik tanggal 18 Agustus 1968. Pada Pebruari 1999 menamatkan program magisternya di Elektroteknik ITB. Penulis sejak 1993 sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Elektro ITS dan aktif sebagai peneliti dibidang Telecommunication Traffic Engineering, Digital Communications, Digital Signal Processing, dan Mobile Communications Erdis Irwandi, lahir di Ujung Pandang, 9 Januari 1985. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikannya di ITS Jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia.
6