PENINGKATAN MUTTU DAN KESELAMATAN PASIEN
BAB I Pendahuluan
Keselamatan pasien merupakan isu yang sangat penting dalam mengelola pelyanan Kesehatan. Seiring dengan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan maka rumah sakit harus selalu meningkatkan pelayanan yang memberikan kenyamanan pada pasien dan fokus terhadap keselamatan pasien. Dahulu Rumah sakit menerapkan peningkatan mutu dalam manajemen yang terpisah. Sekarang manajemen resiko dan peningkatan mutu berjalan selaras dengan keselamatan pasien. Perawatan pasien akan efektif dan efissien apabila peningkatan mutu dan keselamatan pasien berjalan bersama-sama. Rumah Sakit Palang Biru Gombong mempunyai Visi dan Misi Visi Menjadi Penyelenggara Rumah Sakit Umum terpercaya dan pusat rujukan layanan spesialis untuk masyarakat Gombong dan sekitarnya yang dilaksanakan secara profesional, holistik, penuh keramahan dalam semangat kerjasama dan kebhinekaan untuk merengkuh dan melayani sesama yang sakit sebagai saudara dan sahabat Misi 1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan holistik bagi semua lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosial 2. Melaksanakan pelayanan kesehatan secara profesional, optimal dan jujur dengan mengutamakan kepentingan pasien 3. Menyelenggarakan semua kegiatan dengan penuh keramahan yang dilandasi oleh semangat kerja Kristiani.
Motto: Melayani dengan kasih dalam semangat kebersamaan
Secara jelas Peningkatan mutu dan keselamatan pasien tertuang dalam visi pelayanan spesialis yang profesional, holistik penuh keramahan, yang juga tertuang dalam misi penyelenggaraan pelayanan. Kepentingan pasien akan dilayanani secara profesional dan optimal sehingga pasien merasa nyaman dan keselamatannya selalu terjaga.
BA II Latar Belakang
Di Indonesia, langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas rumah sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 033/Birhup/1972. Secara umum telah telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas rumah sakit A, B, C, dan D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas rumah sakit.
Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan bebagai pedoman dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan rumah sakit. Untuk rumah sakit swasta telah keluar Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 806b/SK/XII/87 dimana selain menetapkan kelas rumah sakit, juga dilengkapi dengan standar berdasarkan kemampuan pelayanan.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan rumah sakit pemerintah kelas C dan rumah sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indicator kebersihan dan ketertiban rumah sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta rumah sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrument mengukur kemampuanpelayanan. Evaluasi penampilan rumah sakit ini merupakan langkah awal dari konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda konsep dengan QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititikberatkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI focus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit Palang Biru Gombong Upaya peningkatan mutu dapat diartikan sebagai keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integrative memantau dan menilai mutu pelayanan Rumah Sakit palang Biru, memcahkan masalah-masalh yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehinga mutu Rumah Sakit palang Biru akan menjadi lebih baik.
Di Rumah Sakit palang Biru upaya peningkatan mutu adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu Rumah Sakit palang Biru akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di Rumah Sakit palang Biru termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan dan staf penunjang. Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumberdaya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari semua unsur medis maupun keperawatan apabila tidak diterapkan pelayanan sesuai standar mutu yang telah ditetapkan maka akan mengakibatkan buruknya kualitas kinerja rumah sakit.
BAB III Tujuan Upaya Peningkatan Mutu
A. Tujuan Umum Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu Rumah Sakit Palang Biru Gombong secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal. B. Tujuan Khusus Tercapainya peningkatan mutu Rumah Sakit palang Biru melalui : 1. Optimalisasi tenaga, sarana, dan prasarana. 2. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien. 3. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan. C. Indikator Mutu Rumah Sakit 1. INDIKATOR AREA KLINIS 2. INDIKATOR INTERNATIONAL LIBRARYINDIKATOR 3. SASARAN KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global, dan rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan termasuk didalamnya. Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk menyelamatkan pasien, namun dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi, pelayanan kesehatan menjadi semakin kompleks dan berpotensi untuk terjadi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) apabila tidak berhati-hati. Di Indonesia data tentang KTD atau KEjadian Nyaris Cidera (Near Miss)
masih langka, namun di lain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek” yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat, maka Rumah Sakit Palang Biru Gombong telah menetapkan pelaksanan Keselamatan Pasien sejak tahun 2010. Nafas dari Patient Safety adalah belajar dari KTD yang terjadi dari masa lalu dan selanjutnya disusun langkah-langkah agar kejadian serupa tidak terulang. Proses pembelajaran ini bukan sesuatu yang sederhana, karena dimulai dari proses pelaporan kejadian dilanjutkan dari analissi sampai ditemukan akarmasalahnya sebagai dasar untuk mendisain ulang system sehingga tercapai suatu asuhan pasien yang lebih aman di Rumah Sakit. Supaya kegiatan ini dapat terarah dan berkesinambungan maka perlu diadakan buku pedoman serta pelatihan kepada unit kerja terkait sehingga tujuan dari program keselamatan pasien dapat tercapai.
BAB IV Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit palang Biru mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solution dari WHO Patient Safety ( 2007 ) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( KKPRS PERSI ), dan Joint Commission International (JCI )
Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari kosensus para ahli atas permasalahan ini.
Adapun 6 sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit palang Biru adalah sebagai berikut:
Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (high-alert) Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
BAB V Definisi Mutu, PMKP, Keselamatan Pasien
Mutu Mutu bersifat persepsi dan dipahami berbeda oleh orang yang berbeda namun berimplikasi pada superioritas sesuatu hal. Penilaian indikator dapat digunakan untuk menilai mutu berbagai kondisi
Peningkatan mutu Pendekatan pendidikan (edukasi) berkelanjutan dan perbaikan proses-proses pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan pasien dan pihak2 yang berkepentingan lainnya.
Keselamatan pasien Keselamatan pasien RS adalah suatu sistem dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
BAB VI Pengorganisasian
Rumah Sakit merupakan fasilitas kesehatan masyarakat tingkat II. Sebagai Rumah Sakit rujukan maka diharapkan untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan. Mutu Pelayanan pasien sangat berhubungan erat dengan Keselamatan Pasien, sehinga Rumah Sakit perlu membuat perencanaan Peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Sebelum perencanaan tersebut dibuat maka perlu organisasi yang merwncanakan, menyepakati sekaligus melaksanakan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Organisasi yang dibentuk berupa Panitia atau Komite Peningkatan mutu dan Keselamatan pasien. Komite in langsung bertanggung jawab terhadap Direktur Rumah Sakit. Direktur rumah saki bersama direksi berperan penuh dalam menentukan arah, tujuan dan sasaran peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Pimpinan dalam hal ini Direksi berperan dalam perencanaan, imlementasi sampai dengan monitoring dan evaluasi.
Adapaun tugas yang harus dilaksanakan Komite Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien adalah :
1. Meningkatkan mutu layanan di semua bidang layanan Rumah Sakit 2. Mengembangkan program keselamatan pasien Rumah sakit 3. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien 4. Menjalankan peran, motivator, edukator, konsultasi, evaluasi dan monitoring program keselamatan pasien Rumah Sakit 5. Bersama-sama bagian diklat RS melakukan pelatihan internal Keselamatan Pasien 6. Melakukan pencatatan pelaporan, analisa masalah terkait dengan kejadian tidak diharapakn ( KTD ), Kejadian Nyaris Cedera ( KNC) dan kejadian Sentinel 7. Memproses laporan Insiden keselamatan Pasien internal ke KPPRS PERSI 8. Secara berkala membuat laporan kegiatan ke pimpinan RS
BAB VII Kebijakan dan Kegiatan PMKP
Rumah Sakit Palang Biru Gombong dalam upaya meningkatkan mutu dan keselamatan pasien berupaya untuk membuat dokumen yang dapat dijadikan landasan pelayanan sehari-hari. Dokumen tersebut diharapkan ditaaati oleh seluruh Direksi dan karyawan sehingga hasil yang dicapai dapat memenuhi stnadar pelayanan dan emuaskan masyarakat. Beberapa tahap kebijakan yang harus dipersiapkan adalah sebagai berikut:
1. Membuat dokumen perencanaan PMKP 2. Monitoring pelaksanaan PMKP dan membuat laporan pelaksanaan 3. Menetapkan prioritas Pelaksanaan mutu keselamatan pasien 4. Menetapkan ruang lingkup pelaksanaan mutu 5. Membangun komunikasi dari Direksi ke Owner dan ke karyawan 6. Menetapkan penghargaan bagi pelaksana mutu berprestasi 7. Membangun sistim informasi Rumah Sakit yang baik 8. Pengumpulan data sesuai dengan hukum yang ada 9. Menetapkan alokasi sumberdaya manusia yang sesuai dengan kompetensinya 10. Menetapkan dukungan alat dan teknologi untuk keselamatan pasien 11. Menetapkan jadwal review dokumen tahunan
12. Mnetapkan persetujuan dokumen PMKP Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka RS harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja mutu serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi,misi, dan tujuan RS , kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “ Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit tersebut
Kebijakan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien mengikuti Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1. BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Langkah penerapan: A. Tingkat Rumah Sakit : ·
RS telah memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga
·
RS telah memiliki kebijakan dan prosedur yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
·
RS telah berupaya menumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
·
Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim : ·
Pastikan semua rekan sekerja merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
·
Demonstrasikan kepada seluruh personil ukuran-ukuran yang dipakai di RS untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat
2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF RS Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di seluruh jajaran RS. Langkah penerapan : A. Tingkat Rumah Sakit : ·
Direksi bertanggung jawab atas keselamatan pasien
·
Telah dibentuk Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien yang ditugaskan untuk menjadi “penggerak” dalam gerakan keselamatan pasien
·
Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat jajaran Direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit
·
Keselamatan Pasien menjadi materi dalam semua program orientasi dan pelatihan di RS dan dilaksanakan evaluai dengan pre dan post test.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim : ·
Semua pimpinan unit kerja wajib memimpin gerakan Keselamatan Pasien
·
Selalu jelaskan kepada seluruh personil relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
·
Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden
3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah Langkah penerapan: A. Tingkat Rumah Sakit : ·
Telaah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan staf
·
Kembangkan indikator-indikator kinerja mutu dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh Direksi/Manajer RS
·
Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim: ·
Dalam setiap rapat koordinasi selalu laksanakan diskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada Manajer terkait
·
Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit
·
Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambilah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut
·
Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Langkah penerapan : A. Tingkat Rumah Sakit Sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar rumah sakit mengacu pada Pedoman Keselamatan Pasien RS. B. Tingkat Unit Kerja/Tim : Berikan semangat kepada seluruh personil untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.
5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien Langkah penerapan : A. Tingkat Rumah Sakit : ·
RS memiliki kebijakan dan pedoman yang jelas tentang cara-cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya.
·
Seluruh staf RS terkait harus mampu memastikan bahwa pasien dan keluarga mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden.
·
Seluruh jajaran manajerial harus mampu memberi dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim : ·
Pastikan seluruh personil menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden.
·
Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat.
·
Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya.
6. BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN PASIEN Seluruh staf harus mampu untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa KTD itu timbul. Langkah penerapan: A. Tingkat Rumah Sakit: ·
Pastikan staf yang tekait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
·
Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim: ·
Diskusikan dalam jajaran unit/tim pengalaman dari hasil analisis insiden.
·
Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATAN PASIEN Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. Langkah Penerapan: A. Tingkat Rumah Sakit : ·
Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi.
·
Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (inputr dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
·
Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
·
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI.
·
Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim : ·
Libatkan seluruh personil dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
·
Telaah kembali perubahan-perubahan yang telah dibuat dan pastikan pelaksanaannya.
·
Pastikan seluruh personil menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Dapat dipilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanaka
BAB VIII Kegiatan PMKP
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah diawali dengan penilaian akreditasi rumah sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini rumah sakit harus melakukan berbagai standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Rumah sakit dipicu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan rumah sakit yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit tidak dapat dikertahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator rumah sakit disusun bertujuan mengukur kinerja rumah sakit serta nyata sesuai standar yang ditetapkan.
Kegiatan Tim Peningkatan Mutu RSU palang Biru Gombong dilakukan melalui Pemantauan dan Peningkatan Indikator Klinis dan keselamatan pasien.
a. Pemantauan Indikator Klinis Pemantauan indikator klinis adalah kegiatan pencatatan output suatu pelayanan. Metode pengukuran ini lebih mencerminkan mutu hasil pelayanan. Indikator klinis yang dipantau untuk menilai mutu pelayanan antara lain : 1) Asesment terhadap area klinik 2) Pelayanan laboratorium 3) Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging 4) Prosedur bedah 5) Penggunaan antibiotika dan obat lainnya 6) Kesalahan medis (medication error) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) 7) Anestesi dan penggunaan sedasi 8) Penggunaan darah dan produk darah 9) Ketersediaan, isi dan penggunaan catatan medis 10) Pencegahan dan kontrol infeksi, surveilans dan pelaporan 11) Riset klinik
b. Indikator yg dipilih terkait dengan upaya manajemen meliputi : 1) pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk memenuhi kebutuhan pasien; 2) pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan; 3) manajemen risiko; 4) manejemen penggunaan sumber daya; 5) harapan dan kepuasan pasien dan keluarga; 6) harapan dan kepuasan staf; 7) demografi pasien dan diagnosis klinis; 8) manajemen keuangan; 9) pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf. c. Sasaran Keselamatan Pasien meliputi 2) Ketetapan identifikasi pasien 3) Peningkatan Komunikasi yang efektif 4) Peningkatan Keamanan Obat yang perlu diwaspadai 5) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi 6) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan 7) Pengurangan risiko jatuh
d. Laporan dan analisa KTD, Sentinel dan KNC dimulai dengan laporan dalam unit layanan yang rutin dilaporkan setiap bulan, kemudian dianalisa tiap 3 bulan oleh tim mutu. Dengan menggunakan grading natrix akan diketahui kejadian- kejadian yang low, mederate, high maupun extreme. Kemudian hasil laporan tersebut ditindak lanjuti dengan tindakan-tindakan sesuai dengan tingkat kejadiannya. e. Laporan indikator mutu dan Laporan Kejadian tidak diduga dianalisis setiap 3 bulan. Hasil analisis merupakan dasar untuk membuat dokumen perbaikan mutu. Perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu sehingga dapat mengeliminir kejadian-kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan keselamatan pasien. Meningkatnya mutu pelayanan dan keselamatan pasien diharapkan memberi rasa aman dan nyaman kepada pasien Rumah Sakit. f. Dalam proses keselamatan pasien perlu juga diperhatikan SDM yang sesuai kompetensi. Proses kredential dan kredentialing dilaksanakan oleh komite medik secara rutin unruk menjaga mutu pelayanan Rumah Sakit. Legalitas petugas medik, paramedis maupun non medis dapat dipertanggungjawabkan dengan meninjau kembali kompetensi dan kinerja sesuai dengan kewenangannya. g. Untuk mendukung petugas medis dalam melaksanakan tugasnya perlu dibuatkan proses pedoman klinik atau Clinical pathway. Rumah Sakit Palang Biru Gombong berupaya untuk membuat Clinical pathway yang terstandar sehingga dokter penanggunga jawab pasien akan bekerja sesuai dengan clinaical pathway tersebut. Clinical pathway juga berguna untuk mengukur kompetensi dokter dalam melayani pasien.
Clinical pathway yang dibuat di RS Palang Biru Gombong adalah sbb: 1. Demam Thypoid 2. Bronchopneumoni 3. Appendicities 4. Pre Eklamsia 5. Stroke
Tahap pertama dibuat 5 Clinical Pathway, masing-masing dari 4 Besar spesialis ditambah tambahan untuk pasien stroke.
h. Analisis Kejadian Tidak diduga dilakukan dengan grading matrix seperti berikut :
Kriteria Frekwensi kejadian (Likehood / probabilitas) Pasien RSU Palang Biru Gombongsebagai berikut: Skala
Level Frekwensi
Kejadian Aktual
1
Sangat jarang sekali
Terjadi dalam waktu lebih dari 5 tahun
2
Jarang terjadi
Dapat terjadi dalam 2 – 5 tahun
3
Mungkin terjadi
Terjadi dalam 1 – 2 tahun
4
Sering Terjadi
Dapat terjadi beberapa kali dalam 1 tahun
5
Sangat sering terjadi
Terjadi beberapa kali dalam minggu atau bulan
Kriteria Dampak Klinis (severity) Pasien, RSU Palang Biru Gombongsebagai berikut :
Skala
Level Dampak
Dampak klinis dan ekonomi yang terjadi
1
Insignificant
Tidak ada cidera, kerugian keuangan < Rp 500.000,-
2
Minor
Dapat diatasi dengan pertolongan pertama, kerugian keuangan Rp 500.000,- - Rp 1000.000,-
3
Moderat
Berkurangnya fungsi motorik, sensorik, psikologis, intelektual tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit, Memperpanjang perawatan, Kerugian keuangan Rp 1000.000,- - Rp 5000.000,-
4
Major
Berkurangnya fungsi motorik, sensorik, psikologis, intelektual tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit Kerugian keuangan Rp 5000.000,- - Rp 10.000.000,-
5
Cathastropic
Terjadi Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit. Kerugian keuangan > Rp 10.000.000,-
Risk Grading Matrix Frekwensi / Likehood Potensial Dampak Insignificant
Minor
Moderate
Major
Catastropic
Sangat sering terjadi
Moderat
Moderat
High
Extreme Extreme
Sering terjadi
Moderat
Moderat
High
Extreme Extreme
Mungkin terjadi
Low
Moderat
High
Extreme Extreme
Jarang terjadi
Low
Moderat
High
Extreme
Sangat jarang terjadi
Low
Moderat
High
Extreme
BAB IX Metode Pelaksanaan PMKP
Peningkatan mutu adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Peningkatan mutu kualitas pelayanan pada dasarnya adalah Peningkatan mutu kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality os customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RS.
Pengertian Peningkatan mutu kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus Peningkatan mutu (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action” (P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu.
Namun dalam
perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebabsebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang
terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan Peningkatan mutu kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Peningkatan mutu kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.
Keenam langkah P-D-C-A dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran ? Plan Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi. Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan ? Plan Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan ? Do Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan ?Do Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan ?Check Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat ?Action Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam Peningkatan mutu kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam Peningkatan mutu kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam Peningkatan mutu kualitas pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam Peningkatan mutu kualitas pelayanan dimaksudkan adalah Peningkatan mutu tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat Peningkatan mutu kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
BAB IX Monitoring dan Pelaporan
A. Rumah Sakit 1. Rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera dan kejadian sentinel. 2. Pencatatan dan pelaporan insiden Keselamatan Pasien (IKP) mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Persi. 3. Pelaporan insiden terdiri dari : a. Pelaporan internal yaitu mekanisme/alur pelaporan KPRS di internal RS. b. Pelaporan eksternal yaitu pelaporan dari RS ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 4. Panitia Mutu dan Kerja Keselamatan Pasien RS melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala a. Seluruh jajaran manajemen RS secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RS. b. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RS secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di RS. c. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RS melakukan evaluasi kegiatan setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya
BAB X Penutup
Demikianlah dokumen Peningkatan mutu dan keselamatan pasien telah disusun Rumah Sakit Palang Biru Gombong. Dokumen ini diharapkan menjadi pedoman untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan Rumah sakit palang Biru Gombong. Direksi bersama-sama staf dan seluruh karyawan diharapakan mempunysi komitmen kuat untuk melaksanakannya.