Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS dengan Pendekatan Kontekstual pada Anak Lamban Belajar Rizal H. Arsjad Abstrak Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan demi perbaikan dan atau peningkatan praktek pembelajaran secara berkesinambungan dengan siklus atau satu putaran kegiatan yang terdiri dari empat komponen yakni prencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah anak lamban belajar di kelas III SDN I Tamansari Yogyakarta. Data diperoleh melalui observasi langsung terhadap kegiatan pembelajaran, tes hasil belajar, dokumentasi serta catatan lapangan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah kualitas pembelajaran IPS pada anak lamban belajar dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan beberapa komponen yang dimiliki berupa, komponen konstruktivisme, komponen menemukan, komponen bertanya, komponen masyarakat belajar, komponen pemodelan, komponen refleksi, serta penilaian yang sebenarnya. Kata Kunci: Anak lamban belajar, metode pembelajaran, pembelajaran kontekstual.
Pendahuluan Telah menjadi pendapat umum bahwa pendidikan adalah rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan suatu masyarakat. Pendidikan merupakan model yang paling efektif dalam menyiapkan suatu bentuk masyarakat “masa depan”. Demikian pula manusia hanya akan menjadi manusia karena pendidikan.1 Karena pentingnya pendidikan untuk membangun strategis kekuatan masa depan bangsa, maka pemerintah harus memliki komitmen dalam
1
Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, (Al-Ikhlas, Surabaya, 1993), h. 101.
menyelenggarakan pendidikan yang demokratis, tanpa diskriminatif dan menjunjung tinggi hak asasi seluruh warga negara. Sebagaimana dalam UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 4 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Selanjutnya dalam bab IV pasal 5 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 disebutkan pula, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Dari kedua pasal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dilaksanakan secara adil dan merata kepada seluruh warga negara termasuk anak berkelainan atau dengan istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. Adapun anak berkelainan atau dengan istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), dari sudut pandang pendidikan inklusi dapat digolongkan menjadi 9 jenis sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tunanetra/gangguan penglihatan Tunarungu/gangguan pendengaran Tunadaksa/gangguan gerakan/kelainan anggota tubuh Tunagrahita/keterbelakangan kemampuan intelektual Anak Lamban Belajar Anak Berkesulitan Belajar Anak Berbakat (memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa) Tunalaras/kelainan tingkah laku dan social Anak dengan gangguan komunikasi.2
2 Direktorat PLB, Alat Identifikasi Anak berkebutuhan Khusus (Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004), h. 6.
Pembahasan A. Anak Lamban Belajar 1 Adapun ciri-ciri anak lamban belajar adalah: a. Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6); b. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering dibandingkan teman-teman seusianya; c. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat; d. Pernah tidak naik kelas; e. Nilai standar : 43
terlambat
Menurut Slamet Anantaputro dan Usa Sutisna, ciri-ciri anak lamban belajar adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g.
Keadaan fisik pada umunya sama dengan anak-anak normal; Kemampuan berfikirnya agak rendah, sehingga mereka lamban dalam memecahkan masalah-asalah yang sederhana; Ingatannya agak lemah dan tidak tahan lama; Emosinya kurang terkendali; Dalam menuntut pendidikan disekolah dasar banyak yang mengalami kegagalan (drop out); Dalam kehidupan dirumah tangga anak lambat belajar masih mampu berkomunikasi dan bergaul secara baik dengan saudara-saudaranya; Anak lambat belajar dapat dilatih beberapa macam keterampilan yang bersifat produktif.4 Sementara ciri-ciri anak lamban belajar yang dirumuskan oleh Direktorat
Dikdasmen adalah: a.
b.
3
Keadaan dan pertumbuhan jasmani sama dengan atau hampir sama dengan anak normal pada umumnya. Sepintas lalu tak dapat dibedakan mana yang lamban belajar dan mana yang normal, bahkan ada kalanya keadaan fisiknya lebih baik. .Bagi anak lamban belajar yang rajin, memiliki alat-alat yang lengkap dan memperoleh bimbingan yang teratur, nilai raportnya tidak jauh berbeda dengan anak normal. Tetapi yang malas, hampir pada tiaptiap kelas dijalani dalam waktu 2 tahun.
Ibid., h. 21. 4 Slamet Anantaputro dan Usa Sutisna, Pendidikan Anak-Anak Terkebelakang (PT Dulang Mas Kerta, Jakarta, 1984), h. 51-52.
c.
Perkembangan jiwanya agak terlambat, baik dalam proses berfikir, ingatan, maupun daya konsentrasi. Menghadapi soal yang agak sulit, ia cepat putus asa, sering tidak ada usaha dalam memecahkan, itulah sebabnya anak lambat belajar menjadi drop out di SD atau SLTP.5 Dari beberapa pandangan di atas tentang cirri-ciri anak lamban belajar
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa anak lamban belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. b.
c.
d.
Ciri-ciri fisik antara lain: Sehat jasmani dan pada umumnya sama dengan anak normal bahkan fisiknya adakalnya lebih baik. Ciri-ciri kecerdasan intelektual antara lain: Kecerdasan intelektual antara yang normal dan terbelakang yaitu antara 70-90, sehingga agak terlambat dalam, berfikir, menyelesaikan tugas-tugas akademik, daya ingat lemah dan tidak tahan lama, daya tangkap terhadap pelajaran lambat dan daya berkonsentrasi kurang, tetapi bagi yang rajin dan memiliki alat-alat yang lengkap serta mendapat bimbingan yang khusus maka nilainya tidak jauh berbeda dengan yang normal. Ciri-ciri Emosional antara lain: Emosi kurang terkendali, cepat putus asa dalam mengahadapi hal-hal yang sulit, kurang kreatif dalam menghadapi masalah. Ciri-ciri social: dalam kehidupan rumah tangga ia mampu berkomunikasi dan bergaul secara baik, dapat melakukan tugas atau pekerjaan dengan tanggung jawab penuh.
Ditinjau dari segi kemapuan mentalnya anak lamban belajar masih bisa menerima pendidikan akademis. Jadi tempat pendidikannya dapat disatukan dengan anak normal disekolah dasar. Dengan perhatian dan pelayanan khusus, mereka dapat berkembang dan menyelesaikan program pendidikan dasarnya.
5
Direktorat Jend. Dikdasmen, Identifikasi dan Evaluasi Anak Luar Biasa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1984), h. 53.
B. Pendekatan Kontekstual 1. Karakteristik pembelajaran CTL Pembelajaran
yang
dilaksanakan
dengan
menggunakan
metode
kontekstual memiliki karakteristik sebagai berikut:6 a. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang nyata. b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna c. pembelajarwan dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi d. kebersamaan, kerja sama, dan saling memahami satu dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek pembelajaran yang menyenangkan e. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama f. Pembelajaran dilakasanakan dengan cara menyenangkan. Sementara karakteristik pembelajaran Kontekstual menurut Depdiknas adalah Kerjasama, Saling menunjang, Menyenangkan dan tidak membosankan, Belajar dengan bergairah, Pembelajaran terintegrasi, Menggunakan berbagai sumber, Siswa aktif, Sharing dengan teman, Siswa kritis Guru kreatif, Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa (peta-peta, gambar, artikel, humore dll), Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dll.7 2. Rancangan Pembelajaran CTL Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai, sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. 6
Endah Tri Priyatni, Konsep dan penerapan penelitian tindakan kelas, kumpulan materi TOT CTL mata pelajaran bahasa Indeonesia SLTP, Jakarta, 2002), h. 22. 7 Depdiknas, Dirjen Dikdasmen, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning (CTL)), Jakarta, 2002), h. 20.
Atas dasar itu penyusunan program rencana pembelajaran kontekstual dapat terdiri dari: a) Kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok dan indikator pencapaian hasil belajar. b) Tujuan umum pembelajaran. c) Media pembelajaran. d) Skenario tahap-demi tahap kegiatan siswa. e) melakukan authentic assessment, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.8 C. Prosedur Penelitian 1. Gambaran Umum Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan siklus, dimana masingmasing siklus tersebut terdiri dari beberapa bagian yaitu: Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
2. Rincian prosedur penelitian Sebelum
kegiatan
penelitian
tindakan
dilakukan,
peneliti
akan
mengadakan pertemuan dengan kepala sekolah, guru kelas dan guru pembimbing khusus untuk membahas berbagai persoalan atau masalah yang berhubungan dengan penelitian tindakan ini, baik itu masalah yang berhubungan dengan siswa maupun masalah yang berhubungan dengan guru itu sendiri. Selanjutnya melakukan empat tahap penelitian tindakan yaitu: a. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan peneliti dan guru melakukan kegiatan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
8
Ibid., h. 23.
1). Menetapkan CTL sebagai alternatif upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS. 2). Membuat scenario pembelajaran yang berisi tentang langkahlangkah kegiatan pembelajaran. 3). Memaksimalkan media pembelajaran yang ada dalam kelas maupun diluar kelas. 4). Menata tempat duduk yang dapat menimbulkan suasana aman, nyaman, dan rileks. 5). Mempersiapkan instrumen penelitian untuk mengobservasi proses, kegiatan dan hasil pembelajaran. b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada prinsipnya adalah merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang diajarkan atau dibahas dan sebagainya. Strategi pembelajaran dalam penelitian tindakan ini adalah pembelajaran dengan pendekatan CTL, dimana ketujuh prinsip CTL yaitu
konstruksi,
bertanya,
menemukan,
masyarakat
belajar,
pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya, diharapkan dapat mewarnai suasana dalam pembelajaran IPS dikelas III baik pada siswa normal dan khususnya pada anak lamban belajar. Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam bentuk siklus, tiap siklus dengan
materi
yang
berbeda,
sebelum
pengamatan
terhadap
pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan, dilakukan pre tes untuk menemukan skor awal. Kemudian diakhir pembelajaran dilaksanakan evaluasi hasil belajar yang gunanya untuk mengukur hasil belajar setelah menggunakan pembelajaran CTL. c. Observasi/pengamatan Pengamatan
dilakukan
selama
proses
berlangsung
dengan
menggunakan lembar observasi yang telah dibuat sebelumnya. Pengamatan ini ditujukan kepada guru dan siswa, terutama pada kegiatan siswa dalam melaksanakan penerapan ketujuh prinsip CTL tersebut dalam pembelajaran IPS d Refleksi Dalam kegiatan refleksi ini peneliti dan guru serta kepala sekolah mengadakan analisa terhadap evaluasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran CTL. Hasil analisa ini kemudian dijadikan bahan untuk perbaikan pelaksanaan pembelajaran pada siklus berikutnya
D. Deskripsi Hasil Penelitian Tabel 1. Visualisasi pelaksanaan tindakan kelas mulai siklus I sampai III dengan menggunakan metode kontekstual Kemampuan Siswa Siklus I Siklus II Siklus III No (Aspek Yang diamati) Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai 1 Konstruktivisme 1,81 Ckp 2,81 Baik 2,97 Baik 2 Inquiri 1,97 Ckp 2,6 Baik 2,96 Baik 3 Bertanya 2.55 Baik 2,58 Baik 3,03 Baik 4 Masyarakat Belajar 2,51 Baik 2,66 Baik 3,1 Baik 5 Pemodelan 2,62 Baik 2,51 Baik 3,03 Baik 6 Refleksi 2,47 Ckp 2,58 Baik 3,11 Baik Jumlah 13,93 15,74 18,2 Rata-rata 2,32 Ckp 2,62 Baik 3,03 Baik
Dari visualisasi di atas dapat dilihat adanya peningkatan kualitas pembelajaran IPS pada siswa anak lamban belajar dengan pendekatan CTL, dimana dalam setiap komponen CTL aktifitas siswa mengalami peningkatan mulai dari siklus I dengan skor 2,32 kategori cukup, pada siklus II dengan skor 2,62 kategori baik dan pada siklus III dengan skor 3,03 kategori baik, walau tidak mendapai kategori sangat baik atau skor 3,5, mamun peningkatan kualitas pembelajaran siswa sudah sangat berarti. Proses pembelajaran seperti inilah yang sangat diharapkan, sebab kegiatan belajar mengajar yang baik adalah keterpaduan antara proses belajar siswa dan proses mengajar guru sehingga terjadi interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dan proses pembelajaran seperti inilah yang dikatakan pembelajaran berkualitas. b. Dari hasil tes tergambar peningkatan hasil belajar anak lamban belajar mulai dari siklus I sampai dengan siklus III adalah sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Tes anak lamban belajar dari siklus I sampai siklus III NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
NAMA SISWA Arif Setyahadi Boy Aprilia Dian Febriantari Dwi Dion S Pratomo Eka Prasetya Hendi Daryanto Lian Anggraeni Selly Sptiyani Jumlah Rata-rata
Siklkus I Pre tes Post tes 5,33 6,66 4,66 4,66 4,66 6,66 5,33 6 5,33 5,33 4,66 6,66 5,33 6 5,33 6 4,66 5,33 53,3 5,92
NILAI Siklus II Pre tes Post tes 6 7,33 5,33 5,33 6,66 7,33 6,66 6,66 5,33 6,66 6,66 7,33 5,33 7,33 4,66 7,33 8,66 8 63,3 7,03
Siklus III Pre tes Post tes 6 8,66 7,33 7,33 7,33 8,66 8 8 5,33 6,66 8,66 10 6 10 7,33 7,33 4,66 6.66 73,3 8,14
Peningkatan perolehan hasil belajar anak lamban belajar dari siklus I dengan nilai rata-rata 5,92, dan pada siklus II nilai rata-rata 7,03 dan pada siklus III rata-rata 8,14 dengan demikian hasil belajar siswa anak lamban belajar mengalami peningkatan yang cukup berarti. Perubahan dan peningkatan hasil belajar dari anak lamban belajar di atas merupakan indikator utama dari peningkatan kualitas pembelajaran IPS dengan pendekatan kontekstual teaching and learning yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini. Berikut ini prosentase anak lamban belajar yang memperoleh nilai enam ke atas mulai dari siklus I sampai dengan siklus III Tabel 3. Siswa yang mendapat nilai 6 keatas mulai dai siklus I sampai III Nilai
Jmlh anak 95 – 100 90 – 94 85 – 89 80 – 84 75 – 79 70 – 74 65 – 69 3 60 – 64 3 55 – 59 50 – 54 2 45 – 49 1 Jumlah 9 Siswa Yang dapat 6 nilai 6 keatas
Siklus I Persen Jmlh tasenilai 33,33 19,98 33,33 18 22,22 10,66 11,11 4,66 100 53,3
66,66
Pada siklus I ada 6
Jmlh anak 1 5 2 1
Siklus II Persen tase Anak 11,11 55,55 22,22 11,11
Jmlh nilai 8 36,65 13,32 5,33
9
100
63,3
7
77,77
Siklus III Jmlh Persen Jmlh anak tase nilai 2 22,22 20 2 22,22 17,32 1 11,11 8 2 22,22 14,66 2 22,22 13,32 9 100 73,3
9
100
yang mendapat nilai enam ke atas, dengan
persentase 66,66% (cukup) dari 9 anak lamban belajar, pada siklus II
ada 7 orang atau 77,77% (sedang) dari 9 anak lamban belajar dan pada siklus ketiga 9 orang atau seluruh anak lamban belajar memperoleh angka diatas 6 atau 100% (tinggi). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perolehan hasil belajar siswa mengalamai peningkatan dengan pendekatan CTL dalam pembelajaran IPS. Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang peningkatan hasil belajar dengan pendekatan CTL pada seluruh siswa kelas III, SD Negeri Tamansari I Yogyakarta, dapat dilihat pada table berikut: Tabel 4. Gambaran secara umum peningkatan hasil belajar dengan pendekatan CTL pada seluruh siswa kelas III NO
NAMA SISWA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Arif Ambar Ayu Angga Agung Boy Desi Diana Dhea Dion Deni Dewi Eka Eko Evan Fitria Hendi Katerina Lian Nana Pandu Puspita Puput Rizki Rahmah Septa Selly
Siklus I Pre tes Post tes 5,3 6,6 6,6 4,6 7,3 10 7,3 8,6 8 8 4,6 4,6 7,3 8,6 4,6 6,6 8 8,6 5,3 5,3 7,3 6 5,3 6,6 8 9,3 4,6 6,6 7,3 9,3 7,3 8 5,3 6 6,6 8,6 5,3 6 7,3 8 7,3 10 7,3 10 6,6 8 6,6 10 6,6 8,6 6,6 7,3 4,6 5,3
NILAI Siklus II Pre tes Post tes 6 7,33 8 6 6,6 8 8 8,6 6,6 7,33 5,33 5,33 7,3 6,66 6,66 7,33 7,3 8 5,33 6,66 8 7,33 6,66 6,66 8 8 6,66 7,33 9,3 9,3 8 8,6 5,33 7,33 8 8,6 4,66 7,33 6,6 8,66 8 8,6 8 8 7,3 7,3 7,3 8,6 7,3 8,6 8 8,6 8,66 8
Siklus III Pre tes Post tes 6 8,66 6,66 7,33 8,6 10 8 9,33 8 9,33 7,33 7,33 7,3 8,66 7,33 8,66 8,6 9,33 5,33 6,66 8,6 9,33 8 8 6 8 8,66 10 8 8 7,3 8 6 10 8 10 7,33 7,33 8 10 8,6 9,33 8,6 10 8 8,66 8 9,33 6,6 7,33 7,3 8,66 4,66 6,66
28 Jumlah
Wina
7,3
8
7,3
8
8,6
9,33
179,5
213,1
200,43
216,14
201,64
243,25
Daya serap/rata-rata 7,61
7,71
8,68
24
27
28
Jumlah siswa yang mendapat nilai 6 keatas Persentase
85,71
96,42
100
Dari tabel di atas dapat dipahami bahwa peningkatan hasil belajar tidak hanya terjadi pada anak lamban belajar akan tetapi juga terjadi pada seluruh siswa kelas III, dengan perolehan nilai post tes mulai dari siklus I jumlah nilai : 213,1, rata-rata : 7,61, siswa yang mendapat nilai 6 keatas : 24 siswa, atau 85,71%. Pada siklus II, Jumlah nilai 216,14, rata-rata : 7,71, siswa yang mendapat nilai 6 keatas 27 siswa atau 96,42%. Pada siklus III jumlah nilai 243,25, rata-rata 8,68, siswa yang mendapat nilai 6 keatas 28 Siswa atau 100%.
Penutup Dalam penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan oleh peneliti di SD Negeri I Tamansari Yogyakarta yakni Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS dengan Pendekatan Kontesktual Pada Anak Lamban Belajar dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kegiatan mengkonstruksi Berdasarkan pengamatan, siswa semakin asyik dengan aktifitas mengkonstruksi, mereka membuat pertanyaan berdasarkan materi yang diberikan dan kemudian mencari jawabannya berdasarkan pengamatan
pada gambar. Demikian pula ada yang mencoba melahirkan dan mengekspresikan pemahamnnya lewat tulisan dalam bentuk karangan atau tugas kelompok dan pribadi. Dengan belajar melalui membangun pengetahuan sendiri baik secara personal maupun kelompok, siswa akhirnya terlatih untuk berfikir secara kritis sehinga materi yang dipelajarinya akan semakin kuat dalam otaknya. Bagi anak lamban belajar mengkostrksi tentu membutuhkan bimbingan yang berulang-ulang sehingga dapat menghasilkan target optimal. 2
Inquiri Siswa semakin bergairah selama berlangsungnya proses pembelajaran, mereka penuh dengan aktifitas karena pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh bukan dari mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi adalah
hasil
menemukan
sendiri,
sehingga
proses
pembelajaran
dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan produktif serta suasana kelas menjadi menyenangkan, siswa merasa bangga dan puas karena mampu menemukan sendiri apa yang mereka pelajari, sehingga mereka berkembang secara dinamis. 3. Bertanya Penerapan kegiatan bertanya yang dilakukan selama 3 siklus mampu mengubah sikap dan kebiasaan siswa dalam pembelajaran, siswa yang biasanya pasif, pendiam, takut mengemukakan pendapat atau bertanya. Bagi siswa kegiatan bgertanya sudah merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran, terutama pada kegiatan presentase dan diskusi baik
diskusi antar anggota kelompok maupun diskusi kelas, sehingga aktifitas belajar semakin hidup. 4. Masyarakat Belajar Dalam penerapan kegiatan masyarakat belajar, siswa terlihat sangat antusias, mereka belajar bersama, berbagi informasi dan pengalaman, saling merespon, saling berkomunikasi sesama teman belajar dalam mengemukakan pendapat dan gagasan. Dengan model pembagian kelompok yang dipilih secara acak, itu sangatlah menguntungkan sebab dengan bervariasinya anggota kelompok berarti bervariasi pula tingkat kemampuan siswa, mereka yang berkemampuan tinggi dapat membantu siswa yang rendah dan ini sangat membantu anak lamban belajar, selain itu dengan belajar kelompok siswa yang berkemampuan rendah lebih mdah memahami materi jika yang menjelaskan itu adalah temannya sendiri. 5
Pemodelan Penerapan kegiatan model dalam pembelajaran sejak siklus I sampai dengan siklus III, dalam kegiatan ini telah disepakati oleh peneliti dan guru untuk mengadakan model yang bisa ditiru berupa gambar dan mendemonstrasikan sesuatu sesuai dengan materi yang diajarkan. aktifitas siswa untuk menemukan sesuatu melalui gambar atau meniru dari apa yang didemonstrasikan guru menjadi salah satu sumber pengetahuan.
6. Refleksi Kegiatan refleksi dapat terlihat dari aktifitas siswa diakhir proses pembelajaran dengan mengungkapkan apa yang diperolehnya hari itu, siswa lain ada yang menyampaikan kesan dan saran serta menyerahkan catatan atau jurnal serta hasil karya pribadi dan kelompok. Kegiatankegiatan yang dilakukan tersebut sebagai bagian dari kegiatan refleksi tujuannya untuk mengendapkan pengetahuan dibenak siswa. Kegiatan refleksi ini terlihat sejak siklus I sampai dengan siklus III mengalami peningkatan yang cukup berarti sebagai bagian akhir dari proses pembelajaran. Dari aktifitas refleksi, siswa tidak hanya sekedar mengungkapkan apa yang telah diterima atau menyerahkan hasil karya pribadi atau kelompok, namun siswa juga merenungkan dan saling mengoreksi tentang apa-apa saja yang sudah dipahaminya selama ini. Hasil pengamatan proses pembelajaran pada siklus I, II dan III dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang mencakup enam komponen: (1) Konstruktivisme, (2) Inquiri, (3) Quostioning, (4) Masyarakat Belajar, (5) Pemodelan, (6) Refleksi. Semua tergambar sebagai berikut: Tabel 5. Daftar Pengamatan Proses pembelajaran anak lamban belajar No 1 2 3 4 5 6
Materi Pengamatan Konstruktivis Inquiri Quostioning Masy Belajar Pemodelan Refleksi
Skor Siklus I ∑ 16,3 17,8 22,95 22,63 23,63 22,28
Skor Siklus II
Skor Siklus III
Rata-rata
∑
Rata-rata
∑
Rata-rata
1,81 1,97 2,55 2,51 2,62 2,47
23,46 23,46 23,29 23,98 22,62 23,28
2,6 2,6 2,58 2,66 2,51 2,58
26,81 26,65 27,33 27,83 27,31 27,99
2,97 2,96 3,03 3,09 3,03 3,11
Jumlah 125,59 Rata-rata 2,32
13,93 2,32
140,09 2,59
15,53 2,59
163,92 3,03
18,19 3,03
Dari hasil analisa data pada tabel di atas diketahui rata-rata skor proses pembelajaran dari siklus I sebesar 2,32 kategori cukup, pada siklus II ratarata skor meningkat sebesar 2,59 kategori sedang, pada siklus III rata-rata skor meningkat sebesar 3,03 kategori baik, dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada anak laman belajar di SDN Tamansari I Yogyakarta. 7. Peningkatan perolehan hasil belajar anak lamban belajar dari siklus I dengan nilai rata-rata 5,9, dan pada siklus II nilai rata-rata 7,03 dan pada siklus III rata-rata 8,1 dengan demikian hasil belajar siswa anak lamban belajar mengalami peningkatan yang cukup berarti. Perubahan dan peningkatan hasil belajar dari anak lamban belajar di atas merupakan indikator utama dari peningkatan kualitas pembelajaran IPS dengan pendekatan kontekstual teaching and learning yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud, Penelitian Tindakan (Action Research), Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Jakarta, 1999 Direktorat Jend. Dikdasmen, Identifikasi dan Evaluasi Anak Luar Biasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1984 Direktorat PLB, Alat Identifikasi Anak berkebutuhan Khusus, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004 Direktorat PLB, Mengenal Pendidikan Teradu, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004 Depdiknas, Dirjen Dikdasmen, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning (CTL)), Jakarta, 2002 Em Catur Rismiati, Pembelajaran IPS Dengan Nuansa CTL, Makalah dipersembahkan pada lokakarya Implementasi KBK , FIS UNY, 20 Juni 2004 Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, Al-Ikhlas, Surabaya, 1993 Priyatni Endah Tri, Konsep dan penerapan penelitian tindakan kelas, kumpulan materi TOT CTL mata pelajaran bahasa Indeonesia SLTP, Jakarta, 2002 Siti Nur Rahmah Az, Strategi Pembelajaran Berbasis Contextual Teaching And Learning (CTL dan Pakem, Makalah disampaikan pada Workshop Guru Madrsah Ibtida’iyah di MIN Tempel, 30 Januari 2006 Slamet Anantaputro dan Usa Sutisna, Pendidikan Anak-Anak Terkebelakang, PT Dulang Mas Kerta, Jakarta, 1984 Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kaldera Pustaka Nasional, Jakarta, 2003