perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA MELALUI METODE BERCERITA BERPASANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI CERITA ANAK SISWA KELAS V SD NEGERI JLAMPRANG BAWANG BATANG TAHUN AJARAN 2011/2012
SKRIPSI Oleh: WERGU WERGIASIH K7108012
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA MELALUI METODE BERCERITA BERPASANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI CERITA ANAK SISWA KELAS V SD NEGERI JLAMPRANG BAWANG BATANG TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh: WERGU WERGIASIH K7108012
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Bahwa kebesaran seseorang terlihat ketika dia mampu berdiri di antara banyak dera dan tak ragu akan kekuatannya” (Reni Teratai Air) “Bila kegagalan itu bagai hujan dan keberhasilan bagaikan matahari, maka butuh keduanya untuk melihat pelangi” (Wergu Wergiasih) “Menulislah sebelum dilupakan sejarah” (Chairil Anwar)
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Dengan Menyebut Nama Allah SWT serta teriring doa dan ungkapan syukur Alhamdulilah, kupersembahkan karya kecil ini kepada: Harta Terindah dalam Hidupku, Mamak dan Bapak tercinta Untuk setiap tetes peluh bercucuran yang kalian korbankan, tanpa lelah dan cela membimbing langkahku, mengasihi dan menyayangiku tanpa batas dan tanpa balas, selalu menyertaiku dengan doa-doa yang tiada pernah terputus dalam setiap sujud. Semua itu membuatku tetap berdiri tegar hingga saat ini dan saat nanti. Muhammad Dzikry, S.E, M.M Untuk setiap detik yang kau relakan di saat langkahku kian luruh merapuh, menggenggam jemariku saat tak kuasa lagi mengapit pena, menemani hari-hariku yang sepi menjadi lebih ceria. Hadirmu menguatkanku dan mewarnai hari-hariku. Almamaterku Tercinta, PGSD FKIP UNS Untuk setiap jiwa dan raga yang berada di dalamnya yang telah membantu dan membimbingku meraih cita.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Wergu Wergiasih. PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA MELALUI METODE BERCERITA BERPASANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI CERITA ANAK SISWA KELAS V SD NEGERI JLAMPRANG BAWANG, BATANG TAHUN AJARAN 2011/2012. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Juli 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keberanian berbicara melalui metode bercerita berpasangan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi cerita anak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, dengan tiap siklus terdiri dari dua perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Jlamprang yang berjumlah 20 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan tes. Validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode. Teknik analisis data menggunakan analisis interaktif yang merupakan interaksi dari empat komponen. Empat komponen tersebut terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara siswa dari sebelum diterapkannya metode bercerita berpasangan, siklus I dan siklus II. Sebelum diterapkan metode bercerita berpasangan guru hanya menggunakan metode ceramah sehingga siswa pasif dan tidak terlatih untuk bercerita. Hal ini menyebabkan siswa tidak berani untuk maju bercerita di depan kelas. Peningkatan terjadi pada siklus I dan II. Pada siklus I keberanian berbicara siswa meningkat menjadi 70% siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani dengan rata-rata 72. Pada siklus II meningkat menjadi 100% siswa yang mencapai kategori berani atau sangat berani dengan rata-rata 81. Simpulan penelitian ini adalah penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara siswa pembelajaran Bahasa Indonesia materi cerita anak siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang Tahun Ajaran 2011/2012. Kata kunci: keberanian berbicara, metode bercerita berpasangan
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Wergu Wergiasih. INCREASING COURAGE OF SPEAKING WITH PAIRED STORY TELLING METHOD IN BAHASA INDONESIA LEARNING OF CHILDREN’S STORY SUBJECT MATTER ON THE FIVE GRADE STUDENT STATE ELEMENTARY SCHOOL JLAMPRANG, BAWANG, BATANG IN THE YEARS 2011/2012. Minithesis. Surakarta: The Faculty of Education and Teacher Training Sebelas Maret University July 2012. The purpose of the research for increasing courage of speaking with paired story telling method in Bahasa Indonesia learning of children’s story subject matter. The research is classroom action research. The research conducted two cycles that each cycle consist of planning, acting, observating and reflecting. The subject of the research is the five grade students state elementary school Jlamprang consist of 20 students. The source of data is from teacher and students. Data collecting technique is observation, interview and test. Data validity uses triangulation technique of data source and method. Data analysis uses interactive analysis which consist interaction of four component. They are data collecting, data reducting, data displaying and verificating. The result of research show that application of paired story telling method can increase the student’s courage of speaking from before it, cycle I and cycle II. Before aplicated paired story telling, teacher only so us speech method that students is passive and unskilled to tell. This matter cause student is not brave to go forward to tell in front of class. Increasing happen I and II cycle. In the cycle I student’s courage of speaking increase to be 70% of students who can reach brave or vey brave category with average 72. In the cycle I student’s courage of speaking increase to be 100% of students who can reach brave or vey brave category with average 81. The research conclution is application paired story telling can increase student’s courage of speaking in Bahasa Indonesia learning of children’s story subject matter on the five grade student state Elementary School Jlamprang, Bawang, Batang in the years 2011/2012. Keywords: courage of speaking, paired story telling method
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA
MELALUI
METODE
BERCERITA
BERPASANGAN
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI CERITA ANAK SISWA KELAS V SD NEGERI JLAMPRANG BAWANG, BATANG TAHUN AJARAN 2011/2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Jurusan Ilmu Pendidikan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ketua Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Drs, Kartono, M.Pd., selaku pembimbing I dan Joko Daryanto, S.Sn, M.Sn, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan lancar. 5. Dra. MG. Dwijiastuti, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UNS. 6. Kepala Sekolah SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang yang telah memberi izin penulis untuk melaksanakan observasi dan penelitian. 7. Faisal Sani, S.Pd., selaku Guru kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, commit to user Batang yang telah memberi bimbingan dan bantuan dalam penelitian.
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Keluarga besar SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang yang telah memberi motivasi dan bantuan. 9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Penulis juga menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari harapan dan kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat kepada penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Surakarta, Juli 2012
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL ......................................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................................
ii
PENGAJUAN ............................................................................................
iii
PERSETUJUAN ........................................................................................
iv
PENGESAHAN .........................................................................................
v
MOTTO.....................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN ......................................................................................
vii
ABSTRAK ................................................................................................
viii
ABSTRACT ..............................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ...............................................................................
x
DAFTAR ISI .............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
5
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... A. Tinjauan Pustaka
6
1. Hakikat Keberanian Berbicara .............................................
6
2. Hakikat Metode Bercerita Berpasangan ...............................
16
B. Penelitian yang Relevan............................................................
20
C. Kerangka Berpikir ....................................................................
21
D. Hipotesis .................................................................................. commit to user BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................... A. Setting dan Jadwal Penelitian....................................................
23
B. Subjek Penelitian ...................................................................... xii
25
24 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Bentuk Penelitian .....................................................................
25
D. Sumber Data .............................................................................
25
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................
26
F. Teknik Validitas .......................................................................
26
G. Teknik Analisis Data ................................................................
27
H. Indikator Kinerja ......................................................................
29
I. Prosedur Penelitian ...................................................................
29
BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN ............................... A. Deskripsi Pra Siklus..................................................................
34 34
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus .......................................
36
C. Perbandingan antar siklus .........................................................
73
D. Pembahasan ..............................................................................
76
BAB V SIMPULAN, IMPIKLASI DAN SARAN .....................................
78
A. Simpulan ..................................................................................
78
B. Implikasi ..................................................................................
78
C. Saran ........................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
81
LAMPIRAN ..............................................................................................
83
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Kerangka Berpikir ...............................................................................
23
2. Komponen-komponen Analisis Data ...................................................
28
3. Model PTK .........................................................................................
30
4. Grafik Nilai Tes Keberanian Berbicara Pra Siklus ...............................
35
5. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian Berbicara Siklus I......
49
6. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Proses Kegiatan Bercerita................... Berpasangan Siklus I ...........................................................................
50
7. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus I ........................
51
8. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus I ..............
52
9. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian Berbicara Siklus II ....
68
10. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Kompetensi Proses Kegiatan .............. Bercerita Berpasangan II .....................................................................
69
11. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus II ......................
70
12. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus II .............
71
13. Grafik Perbandingan Hasil Nilai Rata-rata Tes Keberanian ................ Berbicara Siklus I dan Siklus II ...........................................................
74
14. Grafik Persentase Keberanian Berbicara Siswa Siklus I dan ................ Siklus II ..............................................................................................
74
15. Grafik Perbandingan Hasil Kompetensi Proses, Aspek Afektif ............ dan Aspek Psikomotorik .....................................................................
75
16. Grafik Peningkatan Kemampuan Guru Mengajar .................................
76
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Gambar
Halaman
1. Perbedaan Emosi Pada Anak dan Orang Dewasa .................................
11
2. Jadwal Penelitian ................................................................................
24
3. Distribusi Frekuensi Nilai Tes Keberanian Berbicara Sebelum ............ Diterapkan Tindakan Metode Bercerita Berpasangan ..........................
35
4. Daftar Kelompok Bercerita Berpasangan Siklus I Pertemuan ke-1 ......
39
5. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian ............. Berbicara Siklus I ...............................................................................
48
6. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Proses Kegiatan ............ Bercerita Berpasangan Siklus I ............................................................
49
7. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus I ..
50
8. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik ...... Siklus I................................................................................................
51
9. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian ............. Berbicara Siklus II ..............................................................................
67
10. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Kompetensi Proses ........ Kegiatan Bercerita Berpasangan Siklus II............................................
68
11. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif ............... Siklus II ..............................................................................................
69
12. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik ...... Siklus I................................................................................................
commit to user
xv
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Pedoman dan Hasil Wawancara Guru Sebelum Penerapan Metode ..... Bercerita Berpasangan ........................................................................
83
2. Hasil Nilai Tes Keberanian Berbicara Sebelum Diterapkan ................. Metode Bercerita Berpasangan ............................................................
86
3. Silabus ................................................................................................
88
4. RPP Siklus I ........................................................................................
91
5. Materi Cerita Anak Siklus I Pertemuan ke-1 ....................................... 102 6. Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk ....................... Mencari Kata Kunci Siklus I Pertemuan ke-1 ...................................... 104 7. Soal Tes Keberanian Berbicara Siklus I Pertemuan ke-1 ..................... 110 8. Materi Cerita Anak Siklus I Pertemuan ke-2 ....................................... 111 9. Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk ....................... Mencari Kata Kunci Siklus I Pertemuan ke-1 ...................................... 113 10. Soal Tes Keberanian Berbicara Siklus I Pertemuan ke-2 ..................... 118 11. RPP Siklus II ...................................................................................... 119 12. Materi Cerita Anak Siklus II Pertemuan Ke-1 ..................................... 130 13. Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk ....................... Mencari Kata Kunci Siklus II Pertemuan ke-1 ..................................... 132 14. Soal Tes Keberanian Berbicara Siklus II Pertemuan ke-1 .................... 135 15. Materi Cerita Anak Siklus II Pertemuan Ke-2 ..................................... 136 16. Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk ....................... Mencari Kata Kunci Siklus II Pertemuan ke-2 ..................................... 137 17. Soal Tes Keberanian Berbicara Siklus II Pertemuan ke-1 .................... 139 18. Lembar Penilaian Keberanian Berbicara.............................................. 140 19. Pedoman Penilaian Tes Keberanian Berbicara ..................................... 142 20. Rekapitulasi Nilai Keberanian Berbicara Siklus I ................................ 146 21. Rekapitulasi Nilai Keberanian Berbicara Siklus II ............................... 148 commit to user Berpasangan .............. 150 22. Lembar Pengamatan Proses Kegiatan Bercerita 23. Pedoman Pengamatan Proses Bercerita Berpasangan .......................... 151 24. Hasil Rekapitulasi Nilai Pengamatan Proses Kegiatan ......................... xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bercerita Berpasangan Siklus I ........................................................... 153 25. Hasil Rekapitulasi Nilai Pengamatan Proses Kegiatan ......................... Bercerita Berpasangan Siklus II .......................................................... 155 26. Lembar Pengamatan Aspek Afektif ..................................................... 157 27. Pedoman Pengamatan Aspek Afektif .................................................. 159 28. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus I ................................... 162 29. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus II ................................. 164 30. Lembar Pengamatan Aspek Psikomotorik .......................................... 166 31. Pedoman Pengamatan Aspek Psikomotorik ......................................... 167 32. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus I ......................... 169 33. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus II ........................ 171 34. Lembar Observasi Guru (APKG) ........................................................ 173 35. Pedoman Observasi Guru .................................................................... 175 36. Hasil Observasi Guru Siklus I dan Siklus II ......................................... 179 37. Pedoman dan Hasil Wawancara Siswa Setelah Penerapan Metode ...... Bercerita Berpasangan ........................................................................ 180
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini tengah digalakkan pada siswa baik usia dini, Sekolah Dasar, SMP hingga SMA sehingga, guru dituntut untuk mampu menerapkan pembelajaran yang berbasis pendidikan karakter. Ada 4 pilar yang diharapkan ditegakkan dalam implementasi pendidikan di seluruh dunia yang meliputi learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together. Dua pilar terakhir learning to be dan learning to live together pada hakikatnya adalah implementasi dari pendidikan karakter. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan karakter dewasa ini semakin penting dan mendesak karena berbagai situasi yang dihadapi bangsa dan negara. Pengaruh globalisasi yang menawarkan sesuatu yang baik seperti keunggulan dan kemandirian juga memberikan banyak dampak negatif. Banyaknya perbuatan moral yang semakin merosot seperti mencontek, tawuran, bolos sekolah, berbohong pada orang tua dan guru, minum-minuman keras, narkoba dan seks bebas. Semua itu adalah sederetan sikap yang membuktikan bahwa moral anak bangsa yang merosot sehingga perlu digalakkannya pendidikan karakter dalam pembelajaran. Pendidikan karakter harus diterapkan dalam semua mata pelajaran baik eksak dan non eksak. Begitu pula dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada mata pelajaran bahasa Indonesia anak akan belajar mengenai bahasa yang sesuai pada perkembangannya. Perkembangan bahasa pada anak usia SD meliputi mendengar atau menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Sedangkan berbicara merupakan keterampilan kedua setelah menyimak. Jadi, anak harus dapat menyimak dulu baru kemudian bisa berbicara. Ellis (1991: 46) mengemukakan adanya tiga cara untuk mengembangkan secara vertikal dalam meningkatakn kemampuan berbicara: 1. Menirukan pembicaraan orang lain (khususnya guru) 2. Mengembangkan bentuk-bentuk ujaran commit to yang user telah dikuasai 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 3. Mendekatkan atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran sendiri yang belum benar dan ujaran orang dewasa (terutama guru) yang sudah benar. Tompkins dan Hoskisson, (1995: 120-147) menyatakan bahwa berbicara meliputi berbagai jenis kegiatan, yaitu percakapan, berbicara estetik atau mendongeng, berbicara untuk menyampaikan informasi atau mempengaruhi dan kegiatan dramatik. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti bersumber dari guru kelas V SD Negeri Jlamprang tentang nilai keterampilan berbicara termasuk dalam kategori rendah. Nilai rata-rata 62,05 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 66. Hal ini ditunjukkan dari 20 siswa, hanya sebesar 10 siswa (50 %) yang nilainya memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal. Fakta tersebut merupakan sebuah indikasi bahwa proses pembelajaran yang telah dilaksanakan kurang berhasil dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas V SD Negeri Jlamprang, faktor yang mendasar yang menyebabkan rendahnya kemampuan berbicara dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya
pembelajaran
berbicara
masih
konvensional.
Guru
hanya
menggunakan metode ceramah, sedangkan siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran sehingga mengakibatkan pembelajaran menjadi pasif. Hal ini menyebabkan hasil pembelajaran dalam keterampilan berbicara termasuk dalam kategori rendah, terutama pada aspek penampilan yang meliputi keluwesan, keberanian dan kesopanan. Hal yang paling mempengaruhi keterampilan berbicara adalah keberanian. Keberanian dapat mempengaruhi segala aspek dalam keterampilan berbicara karena perkembangan emosi anak yang masih labil. Seperti yang dinyatakan oleh Elizabeth B. Hurlock (1991: 211) bahwa emosi mengganggu aktivitas mental karena kegiatan mental seperti konsentrasi, pengingatan, penalaran, dan lain-lain, sangat mudah dipengaruhi oleh emosi yang kuat, anak-anak menghasilkan prestasi user emosi mereka terganggu. Hal ini di bawah kemampuan intelektual commit mereka to apabila
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 dapat dibuktikan dengan hasil tes keberanian berbicara siswa sebelum diterapkan metode bercerita berpasangan hanya 10 siswa (50%) yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani dengan rata-rata 66 dari jumlah siswa secara keseluruhan. Sedangkan 10 siswa (50%) lainnya mencapai kategori cukup berani dan kurang berani (lihat lampiran 2). Keberanian berbicara tidak hanya dibutuhkan dalam pembelajaran saja, tetapi juga dalam kegiatan apapun dan di manapun karena manusia harus berkomunikasi dalam menjalin hubungan sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Tanpa keterampilan berbicara yang baik, pesan tidak dapat disampaikan sesuai dengan maksud yang diinginkan. Keberanian diperlukan dalam keterampilan berbicara agar terlihat percaya diri sehingga isi atau pesan yang disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan dengan baik. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu solusi alternatif
agar
kemampuan
berbicara
siswa
meningkat,
yaitu
dengan
menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan sehingga siswa dapat menghilangkan rasa takut saat tampil di depan kelas untuk bercerita. Metode pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara salah satunya dengan menggunakan metode bercerita berpasangan. Metode bercerita berpasangan merupakan salah satu metode yang termasuk dalam tipe struktural pada pembelajaran kooperatif. Tipe struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang mempengaruhi pola-pola interaksi antar siswa. Begitu pula dengan metode bercerita berpasangan, metode ini menekankan pada interaksi antara guru, siswa dan bahan pelajaran. Metode bercerita berpasangan dilakukan dengan cara siswa berpasang-pasangan dalam menggali informasi bahan pembelajaran. Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih bercerita dengan teman pasangannya. Pada awal pembelajaran guru memberikan sebuah gagasan atau tema cerita yang ditujukan untuk curah gagasan. Curah gagasan ini dilakukan guru untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pembelajaran yang baru. Guru perlu menekankan bahwa siswa memberikan jawaban atau commit todalam user kegiatan ini. Guru menekankan gagasan yang benar bukanlah tujuannya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 yang lebih penting adalah kesiapan siswa dalam mengantisipasi bahan pelajaran. Setelah skemata siswa aktif baru dipasangkan dengan siswa yang lain. Guru membagi bahan menjadi dua. Bagian pertama diberikan kepada siswa pertama dan bagian kedua diberikan kepada siswa kedua. Masing-masing siswa membaca bagian masing-masing. Setelah itu, setiap masing-masing siswa menuliskan kata-kata kunci tentang bagian yang telah dibaca dan ditukar kepada pasangannya. Masing-masing siswa berusaha menebak bagian milik pasangannya yang berkaitan dengan bagiannya sendiri melalui kata-kata kunci yang telah diberikan. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban dengan benar melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Metode bercerita berpasangan sangat cocok digunakan dalam pembelajaran bahasa baik dalam keterampilan menyimak, berbicara, membaca maupun menulis. Hal ini dijadikan salah satu alasan oleh peneliti untuk menggunakannya dalam pembelajaran berbicara. Selain itu, metode bercerita berpasangan memberikan keefektifan guru dalam mengatur waktu pembelajaran. Penilaian keterampilan berbicara pada umumnya, siswa maju satu per satu, tetapi dalam metode bercerita berpasangan siswa maju dengan pasangannya kemudian berbicara secara bergantian. Penilaian di depan kelas secara berpasangan ini juga dapat memotivasi siswa dan memberikan rasa percaya diri pada mereka saat berbicara. Dengan demikian, siswa tidak lagi takut, grogi, malu atau bahkan lupa materi yang akan diceritakan saat tampil berbicara. Berdasarkan
uraian
di
atas,
peneliti
menarik
kesimpulan
untuk
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom Action Research) tentang “Peningkatan Keberanian Berbicara Melalui Metode Bercerita Berpasangan Pembelajaran Bahasa Indonesia Materi Cerita Anak Siswa Kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang Tahun Ajaran 2011 / 2012”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 pembelajaran Bahasa Indonesia materi cerita anak siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang Tahun Ajaran 2011 / 2012?” C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas dapat ditetapkan tujuan masalah sebagai berikut: “Meningkatkan keberanian berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi cerita anak melalui metode bercerita berpasangan siswa SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang Tahun Ajaran 2011 / 2012”. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu contoh penerapan metode struktural tipe bercerita berpasangan di lapangan. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai penerapan metode yang inovatif dalam kegiatan pembelajaran di kelas. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa 1) Meningkatnya keberanian berbicara siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khusunya materi cerita anak. 2) Meningkatnya hasil belajar siswa. b. Bagi Guru 1) Memperoleh keterampilan baru yaitu menerapkan metode bercerita berpasangan khususnya dalam pembelajaran berbicara siswa kelas V SD Negeri Jlamprang. c. Bagi Sekolah 1) Meningkatnya kinerja sekolah dengan optimalnya kinerja guru. 2) Terwujudnya pembelajaran efektif di sekolah. 3) Memberikan inspirasi guru lain untuk melakukan penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Keberanian Berbicara a. Pengertian Keberanian Pada umumnya, jika orang mendengar kata berani akan mengaitkannya dengan ketakutan. Begitu pula dengan Andrew Jackson (2011: 3) menyatakan bahwa keberanian adalah berani melakukan yang benar tanpa rasa ketakutan, kesulitan atau konsekuensinya. Keberanian yang dimaksud di sini adalah berani dalam melakukan sesuatu yang benar. Kata berani dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 119), berani adalah mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dsb; tidak takut (gentar, kecut). Sedangkan keberanian itu sendiri berasal dari kata berani yang mendapatkan imbuhan ke-an. Imbuhan ini pada kata keberanian mempunyai makna keadaan berani. Keadaan berani ini menunjukkan suatu keadaan yang dapat dilihat dengan panca indera sehingga kata keberanian ini digunakan untuk lebih mengacu pada tindakan secara nyata. Lopez, Koetting, O’Byrne and Peterson (2003: 264) menilai aspek fisik keberanian dengan mendefinisikan keberanian sehubungan dengan kemampuan orang, setelah menilai situasi sebagai potensi yang berbahaya atau fatal, mengatasi ketakutan dan melanjutkanya dalam bentuk tugas. Senada dengan pendapat di atas, Chaterine M. Perme (2010: 3) menyatakan bahwa keberanian adalah kemauan untuk mengambil tindakan dalam menghadapi rasa takut atau putus asa dalam rangka meningkatkan perkembangan manusia. Pada beberapa pendapat sebelumnya menyatakan keberanian sebagai suatu sikap berani dalam melakukan sesuatu, kemampuan atau commit user kemampaun, tapi hal tersebut tetaptoberorientasi pada tindakan. F. Drucker 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 (2011: 104)
berpendapat bahwa
keberanian adalah bertindak
berlandaskan kepercayaan yang benar tanpa merasa takut terhadap akibat perbuatannya. Selain itu, tindakan yang merupakan perwujudan dari keberanian ini juga didasari oleh keyakinan terhadap suatu kebenaran. Walter Jenkins (2011: 107), menyatakan bahwa keberanian adalah yakin untuk berkata atau berbuat apa yang saya anggap betul, benar dan adil. Senada dengan pendapat tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional (2011: 119), berpendapat bahwa keberanian memiliki makna tetap teguh memegang kebenaran, tidak peduli pada tekanan negatif, tidak takut gagal, tidak takut menyuarakan isi hati, berani berbuat karena merasa benar. Dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keberanian adalah bertindak atau melakukan sesuatu perbuatan yang diyakini kebenarannya tanpa rasa takut dan mampu menghadapi kesulitan maupun bahaya yang menghalanginya. b. Pengertian Berbicara Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dari tiga keterampilan berbahasa lainnya yaitu keterampilan menyimak, membaca dan menulis. Seperti yang diungkapkan oleh Henry Guntur Tarigan (2008: 3), berbicara adalah keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara merupakan sebuah kegiatan mengungkapkan isi pikiran ataupun perasaan. Berbicara (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 165) adalah bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan. Senada dengan arti
dalam KBBI, Henry Guntur
Tarigan (2008: 16) menyatakan bahwa berbicara adalah mengucapkan bunyi-bunyian
artikulasi
atau
mengucapkan
kata-kata
untuk
mengekspresikan, menyatakan pesan, pikiran dan gagasan dan perasaan. Pada kegiatan berbicara dibutuhkan kemampuan komunikasi yang commit todari user baik agar pesan yang disampaikan komunikator atau pembicara dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 dipahami oleh komunikan (penerima pesan). Oleh karena itu, dibutuhkan pula penguasaan-penguasaan aspek kebahasaan yang baik. Hal ini, dilihat dari pendapat Burhan Nurgiyantoro (2010: 399), yang menyatakan bahwa berbicara adalah aktivitas berbahasa yang kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur dan kosakata yang bersangkutan.
Di samping itu, diperlukan juga
penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara. Sedangkan, Mudini dan Salamat Purba (2009: 9) mengungkapkan bahwa berbicara pada hakikatnya merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa yang diungkapkan pada pendengar. Pendengar menerima pesan atau informasi melalui rangkaian nada, tekanan dan penempatan persendian. Jika berkomunikasi berlangsung secara tatap muka, maka berbicara itu dapat dibantu dengan mimik dan pantomimik. Mulgrave (1954: 3-4), mengungkapkan bahwa “That conserving more than just uttering of voices or words. The conserving is an appliance to communicate the idea compiled and also developed as according to requirement of the listener or audience. The converse is the speaker comprehend or do not, its discussion material goodness and also all audience; what is he take coolly adaptable and or not, at the time of the communicate its ideas, and what is alert enthusiastic and or not.” Pendapat Mulgrave (1954: 3-4) memiliki arti bahwa berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaranya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan commit to user apakah dia waspada serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 untuk menyampaikan pesan. Pendapat ini secara jelas menyatakan bahwa berbicara
merupakan
suatu
alat.
Alat
ini
digunakan
untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa berbicara
adalah
kegiatan
yang
merupakan
suatu
alat
untuk
mengungkapkan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa dari pembicara ke pendengar sehingga diperlukan kemampuan berbahasa yang baik agar pesan dapat diterima dengan baik oleh pendengar. c. Pengertian Keberanian Berbicara Dari uraian pengertian keberanian dan pengertian berbicara dapat disimpulkan bahwa keberanian berbicara adalah tindakan berani untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa baik di depan umum (banyak orang) maupun di depan individu seperti bercerita, berpidato, berdiskusi, seminar dan menyampaikan pendapat atau memberikan tanggapan pada seseorang dengan tenang (tidak malu, grogi ataupun takut) dan komunikatif. d. Faktor-faktor Penunjang Keefektivan Berbicara Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat berkomunikasi secara baik, pembicara harus mempunyai kemampuan berbicara yang baik pula. Gorys Keraf (2001: 320-321) menyatakan tujuan berbicara antara lain: 1) mendorong, yaitu pembicara berusaha memberi semangat serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian, 2) meyakinkan, yaitu pembicara ingin meyakinkan sikap, mental dan intelektual kepada para pendengarnya, 3) bertindak, berbuat, menggerakkan, yaitu pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar, dan 4) menyenangkan atau menghibur. Dapat disimpulkan dari berbagai macam tujuan berbicara di atas bahwa pada dasarnya berbicara merupakan commit to user secara lisan, sehingga pembicara kegiatan menyampaikan ide atau gagasan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 harus mampu menyampaikan isi pembicaraan secara komunikatif dan efektif sehingga pendengar dapat menerima pesan dan memahami makna pesan yang disampaikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S.
(1991:
87)
bahwa
keefektifan
berbicara,
pembicara
perlu
memperhatikan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan.Aspek kebahasaan, antara lain (1) ketepatan ucapan (meliputi ketepatan pengucapan vocal dan konsonan), (2) penempatan tekanan, (3) penempatan persendian, (4) penggunaan nada/irama, (5) pilihan kata, (pilihan ungkapan), (7) variasi kata, (8) tata bentukan, (9) struktur kalimat, (10) ragam kalimat. Sedangkan aspek nonkebahasaan, meliputi: (1) keberanian / semangat, (2) kelancaran, (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata, (5) gerak-gerik dan mimik, (6) keterbukaan, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik. Aspek-aspek kebahasaan dan nonkebahasaan di atas diarahkan pada pemakaian bahasa yang baik dan benar. Sedangkan Brooks (1964: 252) menyatakan bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam berbicara ada lima faktor, yaitu sebagai berikut: 1) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan dengan tepat. 2) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanan suku kata, memuaskan? 3) Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sebagai pembicara
tanpa
referensi
internal
memahami
bahasa
yang
digunakannya? 4) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat? 5) Sejauh manakah kewajaran atau kelancaran ataupun ke-nativespeaker-an yang tercermin jika seseorang berbicara? Hal-hal tersebut kita kemukakan, sebab adalah merupakan suatu to user kenyataan yang tidak dapat commit dipungkiri bahwa “kemampuan berbicara secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 efektif merupakan suatu unsur penting terhadap keberhasilan kita dalam semua bidang”. (Albert, 1961: 39). Selanjutnya faktor-faktor tersebut menjadi sebuah pedoman dalam mengevaluasi pada pembelajaran berbicara. e. Karakteristik Keberanian Anak Sekolah Dasar Keberanian pada anak sangat erat kaitannya dengan perkembangan emosi anak, terutama sangat erat kaitannya dengan rasa takut. Winarno Surakhmad dan Anwar Syah (1977: 91) menyatakan bahwa emosi pada anak-anak berbeda dengan emosi pada orang dewasa. Perbedaan emosi pada anak dan orang dewasa dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Perbedaan Emosi Pada Anak dan Orang Dewasa No. 1
Emosi Pada Anak Berlangsung
singkat
Emosi Pada Orang Dewasa dan Berlangsung lebih lama dan
berakhir dengan tiba-tiba.
lebih lambat.
2.
Terlihat lebih kuat/hebat.
Tidak terlihat lebih kuat/hebat.
3.
Bersifat
sementara
atau Lebih mendalam.
dangkal. 4.
Lebih sering dapat terjadi.
5.
Dapat diketahui dari tingkah Sukar diketahui karena lebih lakunya.
Tidak begitu sering terjadi.
pandai menyembunyikannya.
Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa emosi pada anak masih cenderung labil, berlangsung singkat dan bersifat sementara. Emosi ini dapat terjadi dengan tiba-tiba dan mudah diketahui dari tingkah laku yang dilakukan oleh anak. Reaksi emosi yang terjadi lebih sering tejadi daripada emosi yang terjadi pada orang dewasa. Keberanian pada dasarnya adalah wujud dari sebuah sikap berani yang dituangkan dalam sebuah tindakan atau perbuatan. Tindakan yang dilakukan merupakan bentuk dari usaha untuk mengatasi ketakutan dan kesulitan yang menghalanginya walaupun hal tersebut masih tetap dirasakan oleh anak. Elizabeth B. Hurlock (1991: 218) menyatakan bahwa reaksi takut pada anak usia anak Sekolah Dasar adalah reaksi takut yang dikekang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 karena adanya tekanan sosial. Reaksi menangis tidak ada lagi, walaupun reaksi wajah yang takut tetap ada dan mereka menghindar dari obyek yang ditakuti. Beberapa contoh reaksi ketakutan yang ada pada anak antara lain: 1) mundur dan menarik diri, 2) sakit yang dikhayalkan atau keluhan palsu dan 3) gemetar. Selain itu, tanda-tanda yang ditunjukkan pada anak yang ketakutan dapat diketahui oleh perubahan kondisi pada fisik mereka. Richard C. Woolfsoon (2005: 22) menyatakan bahwa tanda-tanda ketakutan tidak selalu terlihat jelas dan mungkin mencakup salah satu tingkah laku di bawah ini: 1) Seorang anak yang biasanya berbicara lancar, tiba-tiba terbata-bata. 2) Ia menjadi malas-malasan dan tidak mau bermain dengan temannya. 3) Ia menjadi suka mengganggu. 4) Ia mulai banyak berkeringat. Seringkali anak merasa takut terhadap sesuatu yang tidak biasa atau sesuatu yang dapat menimbulkan rasa malu, canggung, khawatir dan cemas. Elizabeth B. Hurlock (1991: 218-221) mengungkapkan bahwa ada sejumlah pola emosi yang berkaitan dengan rasa takut dalam arti bahwa yang paling berpengaruh dalam pola ini adalah rasa takut. Yang paling penting di antaranya ialah rasa malu, rasa canggung, rasa khawatir dan rasa cemas. Setiap pola emosi tersebut akan diterangkan sebagai berikut: 1) Rasa malu Rasa malu pada anak sering dialami anak ketika bertemu dengan tamu di rumah, di hadapan orang yang belum pernah bertemu sebelumnya atau di hadapan guru baru. Mereka juga mungkin merasa malu ketika orang tua atau teman sebaya mereka menonton mereka menyanyi, mengikuti karnaval, bermain drama di sekolah atau kegiatan yang menampilkan diri di depan kelas atau orang banyak. Rasa malu mereka timbul dari keragu-raguan tentang orang lain terhadap mereka, atau takut kalau-kalau orang lain menertawakan mereka. Anak-anak yang lebih tua (usia anak sekolah kelas 4-6 sekolah commit to user dasar) menunjukkan rasa malu dengan muka memerah, dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 menggagap, dengan berbicara sesedikit mungkin, dengan tingkah laku yang gugup seperti menarik-narik baju, dengan menolehkan wajah ke arah lain dan kemudian mengangkatnya dengan tersipu-sipu untuk menatap wajah orang yang tidak dikenal itu.
2) Rasa canggung Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan pada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dari masa lalu. Rasa canggung disebabkan oleh keragu-raguan tentang penilaian orang lain terhadap perilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran diri (self conscious distress). Semakin meningkatnya usia anak, semakin bertambah pula rasa canggung karena mengingat pengalaman pada saat mereka di bawah standar tuntutan sosial. Hal ini mengakibatkan mereka membesarbesarkan ketakutan pada penilaian orang di kemudian hari. Reaksi dari rasa canggung sama dengan reaksi rasa malu seperti, muka yang memerah, tingkah laku yang gugup, bicara menggagap dan menghindarkan diri dari situasi yang semula membangkitkan emosi. Oleh karena itu, tidak selalu mudah dalam mengenal apakah perilaku seseorang merupakan indikasi rasa malu atau indikasi rasa canggung. 3) Rasa khawatir Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langung ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena membayangkan situasi yang berbahaya dan mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya baik sekalipun. Cara anak mengekspresikan kekhawatiran bergantung pada pola commit to userseiring makin bertambahnya usia, kepribadian masing-masing. Namun,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 anak akan menyadari bahwa kekhawatiran bukanlah pola emosi yang dapat
diterima
secara
sosial,
sehingga
mereka akan berusaha
menyembunyikan ekspresi wajah mereka. Meskipun demikian, ada anakanak yang sengaja agar tampak khawatir sehingga memperoleh perhatian dan simpati.
4) Rasa cemas Rasa cemas ialah keadaan mental yang mengancam atau tidak enak yang berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Hampir sama dengan rasa khawatir, rasa cemas disebabkan oleh sebab yang dibayangkan, bukan oleh sebab yang nyata. Meskipun demikian, rasa cemas berbeda dengan rasa khawatir dalam dua segi. Pertama, rasa khawatir berkaitan dengan situasi khusus, seperti pesta, ujian atau masalah keuangan, sedangkan rasa cemas adalah emosi yang bersifat umum. Kedua, rasa khawatir disebabkan oleh masalah obyektif, sedangkan rasa cemas disebabkan oleh masalah subyektif. Rasa cemas diekspresikan dalam perilaku mudah dikenal, seperti murung, gugup, mudah tersinggung, tidur yang tidak nyenyak, seperti marah dan kepekaan yang luar biasa terhadap perkataan dan perbuatan orang lain. Anak-anak yang cemas merasa tidak bahagia karena tidak merasa tenteram. Mereka mungkin mempersalahkan diri sendiri karena merasa bersalah atas ketidakmampuan mereka memenuhi harapan orang tua, guru, dan teman sebaya dan sering merasa kesepian dan disalahmengertikan. Ketidakpuasan diri yang mereka alami tidak terbatas pada situasi spesifik, tetapi bahkan meluas. Berbagai ciri-ciri emosi anak yang telah dibahas di atas merupakan gambaran dari tanda-tanda anak yang mengalami ketakutan serta pola-pola emosi yang menyertainya. Hal ini digunakan sebagai jembatan untuk merumuskan karakteristik keberanian pada anak, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa anak-anak yang berani memiliki ciri-ciri sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 1) Berani maju ke depan kelas ketika diminta guru untuk memberikan pendapat, bercerita, deklamasi, memperagakan sesuatu, bermain drama atau kegiatan lainnya yang memerlukan penampilan di depan orang banyak atau teman-teman sebaya. 2) Menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi, hal ini terlihat dari sikap tubuh yang baik yaitu posisi badan tegap dengan bahu diangkat tegap dan rileks. 3) Tangan rileks, posisinya berada di samping badan atau memperagakan sesuatu yang dibicarakan atau yang perlu digambarkan menggunakan peragaan tangan. Tangan tidak kaku dan tidak digunakan untuk memilin-milin,
menarik-narik
atau
memainkan
pakaian
yang
dipakainya. 4) Menunjukkan kondisi fisik yang normal, tidak gemetaran atau tibatiba mengeluh sakit dan tidak berkeringat yang terlalu berlebihan. 5) Dapat berbicara lancar, tidak terbata-bata atau gagap. 6) Dapat banyak berbicara dalam arti dapat berbicara sesuai dengan kebutuhan, tidak hanya berbicara sedikit atau bahkan diam saja. 7) Arah pandangan ke depan atau ke arah lawan bicara, tidak menolehkan mukanya ke lain arah serta tidak menundukkan wajah ke bawah. 8) Warna rona wajah normal yaitu berona cerah, tidak kemerah-merahan (memerah karena tersipu malu) dan tidak mendadak menjadi pucat. f. Kriteria Penilaian Keberanian Berbicara Kriteria penilaian berbicara ini didasarkan pada karakteristik keberanian anak dan aspek-aspek bahasa yang dapat dipengaruhi oleh emosi anak, terutama emosi yang berkaitan erat dengan keberanian. Ada dua alasan aspek-aspek bahasa tetap dimasukkan dalam penilaian. Pertama, keberanian berbicara tidak bisa lepas kaitannya dengan berbicara itu sendiri. Kedua, kemampuan berbicara pada anak dipengaruhi oleh perkembangan emosi serta pola emosi yang mengikutinya, sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 keberanian anak juga dapat dilihat dari performance berbicara yang ditampilkan oleh anak. Adapun aspek-aspek yang dijadikan pedoman penilaian keberanian berbicara sebagai berikut: 1) Keberanian untuk tampil di depan kelas. 2) Sikap dan kondisi tubuh. Sikap tubuh ini terbagi menjadi beberapa bagian antara lain sikap tubuh secara keseluruhan, (tegap atau tidak tegap dan rileks atau tidak rileks) dan sikap tangan (berada di samping tubuh atau memainkan baju). Kondisi tubuh terlihat rileks dan menunjukkan kondisi yang sewajarnya, tidak gemetaran, menunjukkan fisik yang sehat dan tidak tiba-tiba mengeluh sakit, tidak berkeringat yang berlebih. Arah pandangan tertuju ke arah depan atau menatap lawan bicara, tidak menoleh ke arah lain dan tidak menundukkan wajah. 3) Kelancaran berbicara. Bicaranya lancar, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. 4) Kesesuaian dengan alur cerita. Kesesuaian dengan alur cerita ini berkaitan dengan penuturan cerita dengan menggunakan bahasa yang dapat menggambarkan isi cerita, sesuai dengan jalan cerita yang ada dan kata-kata yang dikeluarkan banyak, tidak hanya singkat saja atau sambil lalu. 5) Lafal. Lafal yang dimaksud disini yaitu pengucapan yang tepat dan jelas. 6) Tata bahasa. Penilaian pada aspek ini meliputi penggunaan tata bahasa yang dapat dipahami oleh pendengar. Penyusunan kata-katanya dalam satu kalimat dapat dimengerti dan tidak membuat orang lain bingung. 2.
Hakikat Metode Bercerita Berpasangan Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa metode antara lain: (1) STAD, (2) Jigsaw, (3) GI dan (4) Struktural. Metode strukutral terdiri dari berbagai macam tipe (1) Mencari Pasangan, (2) Bertukar Pasangan, (3) Berkirim Salam dan Soal, (4) Bercerita Berpasangan, (5) Dua Tinggal Dua commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 Tamu, (6) Keliling Kelompok, (7) Kancing Gemerincing, (8) Teknik Tebak Pelajaran dan (9) Teknik Team Quiz. Metode bercerita berpasangan merupakan salah satu jenis metode yang termasuk dalam pembelajaran kooperatif tipe struktural. a. Pembelajaran Kooperatif Sugiyanto (2009: 37) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sedangkan Anita Lie (1999:12) pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan pada anak untuk bekerja sama dengan tugas-tugas terstruktur. Elemen-elemen pembelajaaran kooperatif menurut Anita Lie (2007: 40) adalah (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual; (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan. (1) Saling ketergantungan positif Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan
mencapai
tujuan,
(b)
saling
ketergantungan
menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, (e) saling ketergantungan hadiah. (2) Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru. Interaksi semacam itu sangat penting karena commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya. Ini juga mengajarkan konsep pengajaran teman sebaya. (3) Akuntabilitas individual Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam pembelajaran kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaa siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengerti siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud akuntabilitas individual. (4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga dari sesame siswa. b. Konsep Dasar Metode Bercerita Berpasangan Roestiyah (1998: 1), berpendapat bahwa metode merupakan teknik atau cara yang harus dilalui untuk melakukan pekerjaan dalam rangka mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Saliwangi (1994: 4), metode adalah cara yang dipilih untuk mencapai tujuan tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut Sunaryo, menyatakan bahwa metode adalah cara-cara yang ditempuh untuk mencapai hasil yang memuaskan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 Jadi dari pendapat-pendpat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan untuk dapat mencapai hasil secara optimal. Metode Bercerita Berpasangan merupakan salah satu tipe dari pmebelajaran kooperatif. Tipe bercerita berpasangan berbeda dari yang lainnya karena pada tipe bercerita berpasangan, guru memperhatikan skemata
atau
latar
belakang
pengalaman siswa
dan
membantu
mengaktifkan skemata ini agar pembelajaran lebih bermakna. Anita Lie (Anita Lie 2005: 71) mengungkapkan bahwa metode bercerita berpasangan dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antar siswa, guru dan bahan pengajaran. Guru yang menggunakan metode ini harus memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar
bahan pembelajaran menjadi lebih bermakna,
sebagaimana tujuan bercerita berpasangan yaitu untuk membantu siswa untuk mengaktifkan skemata kebudayaan yang sesuai (Anita Lie, 2005: 3) c. Kelebihan Metode Bercerita Berpasangan Anita Lie (2005: 46) menjelaskan kelebihan metode bercerita berpasangan antara lain: 1) meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran; 2) kelompok model ini cocok untuk tugas sederhana; 3) setiap siswa memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk berkontribusi dalam kelompoknya; 4) interaksi dalam kelompok mudah dilakukan; 5) pembentukan kelompok menjadi lebih cepat dan mudah. d. Langkah-langkah Metode Bercerita Berpasangan Langkah-langkah metode bercerita berpasangan antara lain: 1) Guru memberikan pengenalan yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk satu hari. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pembelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, guru perlu menekankan bahwa kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 akan diberikan pada hari itu dan keharusan bekerja sama dalam kelompok. 2) Siswa dikelompokkan secara berpasangan. 3) Guru membagi bahan pembelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian. 4) Bagian pertama diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan bagian kedua diberikan kepada siswa yang kedua. 5) Siswa
diminta
melakukan
kegiatan
bersama-sama
dengan
pasangannya, seperti mencatat dan mendaftar beberapa kata atau frasa kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Pada kegiatan pembelajaran berbicara ini, maka kegiatan menulis atau mencatat frasa atau kata kunci dilakukan dengan dilisankan. Namun, siswa tetap diperbolehkan untuk mencatatnya agar mudah mengingatnya. 6) Masing-masing siswa menuliskannya menjadi cerita sesuai dengan bagiannya
masing-masing,
kemudian
berdiskusi
untuk
saling
melengkapi isi ceritanya. Dalam pembelajaran berbicara ini siswa mencoba menebak cerita dari kata kunci yang telah diberikan oleh pasangan masing-masing dengan cara menceritakannya secara lisan. 7) Versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang sebenarnya. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajarmengajar. Setelah selesai menuliskan ceritanya, masing-masing kelompok siswa diminta untuk menceritakan di depan teman-temannya. B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ari Lidyana, dalam skripsinya dengan judul, “Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Metode Kooperatif Jigsaw pada Kelas III SDN 02 Wonosaren Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa metode Kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan keterampilan berbicara. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian sebagai berikut: a.
Siswa menjadi lebih aktif dalan pembelajaran berbicara.
b. Siswa
menjadi
lebih
bertanggung
jawab
dalam
melaksanakan
pembelajaran. c. Melatih kekompakan siswa dalam proses belajar. d. Siswa lebih termotivasi untuk belajar. e. Siswa mampu mengungkapkan ide atau pendapat menggunakan kata-kata sendiri. f. Siswa lebih mudah memahami bahan ajar karena didiskusikan secara berkelompok. Penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan persamaanya adalah mengkaji tentang pembelajaran berbicara. Perbedaannya pada penelitian ini menggunakan metode Kooperatif Jigsaw, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan Metode Bercerita Berpasangan. 2. Isah Cahyani dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Teknik Bercerita Berpasangan dalam Pembelajaran Menulis Karangan Narasi” pada Siswa Kelas X SMA Negeri 14 Bandung Tahun Pelajaran 2009/2010. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu teknik bercerita berpasangan efektif dalam meningkatakn kemampuan menulis narasi siswa kelas X SMA Negeri 14 Bandung. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji t untuk menguji hipotesis ternyata diperoleh t hitung = 9,72 dan t tabel 2,75 pada taraf kepercayaan 95 %. Perhitungan tersebut membuktikan bahwa t hitung > t tabel maka hipotesis kerja diterima. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah menggunakan metode bercerita berpasangan untuk mencapai target tujuan penelitian. Sedangkan perbedaannya, penelitian ini menggunakan metode eksperimental semu dengan model eksperimen semu, katergori prates dan pascates dalam kelompok tunggal. 3. Neni Suhaeni dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan Keberanian commit to user dalam Aspek Berbicara Melalaui Boneka Jari di Kelas I Sekolah Dasar”. Hasil
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 dari penelitian ini adalah keberanian siswa meningkat setelah dilaksanakannya pembelajaran dengan menggunakan media boneka jari. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Peningkatan keberanian siswa dalam aspek berbicara dari siklus I ke siklus II sebanyak 13,5 %. Pada penelitian ini persamaannya pada variabel
terikat
yaitu
peningkatan
keberanian
berbicara,
sedangkan
perbedaannya adalah pada variabel bebas yaitu melalui boneka jari. C. Kerangka Berpikir Kondisi keberanian berbicara siswa kelas V SDN Jlamprang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh metode guru mengajar yang hanya menggunakan metode ceramah. Metode ceramah tidak mampu untuk menjadi alat bagi siswa dalam membiasakan diri bercerita di depan siswa-siswa yang lain. Hal ini mengakibatkan siswa kurang berani pada saat berbicara atau bercerita di depan siswa-siswa yang lain. Permasalahan tersebut membutuhkan sebuah solusi untuk mengatasinya. Solusi yang menjadi alternatif pemecahan masalah yaitu metode bercerita berpasangan. Metode ini digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut karena menurut peneliti metode tersebut yang paling sesuai untuk pembelajaran berbicara. Hal ini dikarenakan metode bercerita berpasangan menekankan interaksi antar siswa, guru dan bahan pelajaran. Selain itu, metode bercerita berpasangan juga dapat digunakan baik dalam pembelajaran membaca, menulis maupun berbicara. Penelitian ini direncanakan dengan target ketercapaian 70 % siswa secara klasikal mampu memenuhi kategori minimal kategori berani, yaitu antara rentang nilai 70-79 dan maksimal kategori sangat berani, yaitu rentang nilai 80-100. Apabila pada siklus I belum dapat mencapai target 70 % keberanian siswa secara klasikal, maka akan dilanjutkan siklus II. Begitu pula jika pada siklus II masih gagal, maka akan dilanjutkan ke siklus III dan seterusnya hingga tercapai 70 % keberanian siswa meningkat dari jumlah siswa secara klasikal. Namun, jika pada siklus I telah mencapai 70 % siswa meningkat keberaniannya, maka peneliti tetap mengadakan refleksi untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I agar hasil penelitian yang didapatkan lebih kuat dan valid. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 Pada akhirnya, penggunaan metode bercerita berpasangan diharapkan dapat meningkatakan keberanian berbicara siswa kelas V SDN Jlamprang. Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Skema kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut: Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Belum menggunakan metode bercerita berpasangan
Pembelajaran berbicara pokok bahasan cerita anak menggunakan metode bercerita berpasangan.
Keberanian berbicara rendah
Siklus I
Siklus II
Keberanian berbicara siswa kelas V SDN 01 Jlamprang dapat ditingkatkan.
Gambar 1. Kerangka Berpikir D. Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang telah diungkap, maka hipotesis penelitian ini adalah “Penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian siswa kelas V SDN Jlamprang Kecamatan commit to user Bawang, Batang”.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting dan Jadwal Penelitian 1. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri Jlamprang semester genap Tahun Ajaran 2011/2012 yang beralamat di Desa Jlamprang, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang. Tempat penelitian ini dipilih dengan beberapa pertimbangan antara lain: 1) sekolah tersebut belum pernah digunakan sebagai objek penelitian yang sejenis, sehingga terhindar dari kemungkinan adanya penelitian ulang; 2) peneliti sudah cukup mengenal dan memiliki hubungan baik dengan pihak sekolah. 2. Jadwal Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu tahap persiapan hingga pelaporan hasil penelitian yang dilakukan selama 5 bulan, yakni mulai bulan Febuari sampai dengan Juni. Adapun rincian jadwal penelitian ada pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
1. Penyusunan dan pengajuan proposal 2. Mengurus izin penelitian 3. Persiapan Penelitian 4. Pelaksanaan Siklus I 5. Pelaksanaan Siklus II 6. Analisis Data 7. Penyusunan dan pelaporan
Feb 2010 1 2 3 4
Bulan Mar Apr Mei Juni 2010 2011 2011 2011 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
XX X X X X XX X X X X X X X commit to user
24
X X XX X X
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 B. Subjek Penelitian Subjek penelitian dari penelitian yang telah dilaksanakan ini adalah siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang Tahun Pelajaran 2011/2012, berjumlah 20 siswa, yang terdiri dari 6 laki-laki dan 14 perempuan. C. Bentuk Penelitian Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom Action Research). Rochiati Wiriaatmadja (2008: 13) menayatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata itu. Penelitian tindakan kelas termasuk penelitian yang reflektif. Kegiatan penelitian dimulai dari permasalahan riil yang dihadapi oleh guru kelas V SD Negeri Jlamprang dalam proses pembelajaran, kemudian direfleksikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Alternatif pemecahan masalah dalam penelitian ini yaitu dengan menerapkan metode bercerita berpasangan. Setelah itu, pemecahan masalah tersebut ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan terencana dan terukur. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas membutuhkan kerjasama antara peneliti, guru kelas V, dan siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang agar tercipta suatu kinerja yang lebih baik. D. Sumber Data 1. Peristiwa, yaitu kegiatan pembelajaran berbicara yang berlangsung di dalam kelas dengan penerapan metode bercerita berpasangan. 2. Informan, dalam penelitian ini menggunakan informan guru dan siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang. 3. Dokumen yang berupa catatan wawancara dengan guru dan siswa mengenai pembelajaran keterampilan berbicara, hasil tes siswa, rancangan pedoman pembelajaran yang dibuat guru, silabus yang ditetapkan oleh pihak sekolah serta hasil angket yang telah diisi siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 E. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Wawancara dilakukan terhadap guru kelas V SD Negeri Jlamprang yang bertujuan menggali informasi untuk memperoleh data yang berkaitan dengan
pelaksanaan
pembelajaran
dan
keberanian
berbicara
dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pokok bahasan cerita anak pada siswa kelas V SD Negeri 01 Jlamprang sebelum dan sesudah penerapan metode bercerita berpasangan. 2. Observasi Observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung pada setiap siklus. Observasi akan dilakukan pada siswa dan guru. Observasi yang dilakukan pada siswa digunakan untuk mengetahui kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Observasi yang dilakukan pada guru untuk mengetahui kinerja guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan proses pembelajaran. 3. Tes Teknik pengumpulan data berupa tes praktik berbicara digunakan untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan peneliti. Di dalam penelitian ini guru memberikan tes berbicara lisan pada siswa di depan kelas. F. Teknik Validitas Suatu informasi yang akan dijadikan data penelitian perlu diperiksa validitasnya, sehingga data tersebut bisa dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan. Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi. Triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya, untuk menarik simpulan yang mantap dan bisa diterima kebenarannya, peneliti perlu mengkajinya dari berbagai sudut pandang (Sutopo, H. B., 2002: 78). Adapun teknik-teknik uji validitas yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 1. Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji kebenaran data yang diperoleh dari suatu informan dengan informan yang lain. Informan dalam penelitian ini yaitu, guru dan siswa SD Negeri Jlamprang. Data yang diperoleh dari guru dan siswa kemudian dicocokkan untuk diuji kebenarannya. Data yang bersumber dari siswa dan guru meliputi pembelajaran berbicara yang dilakukan guru dengan siswa mengenai kondisi pembelajaran berbicara yang telah dilaksanakan selama ini, metode yang digunakan guru, contoh yang dilakukan guru dalam bercerita atau keterampilan berbicara yang lainnya, keberanian siswa dalam berbicara di depan kelas, cara guru mengevaluasi dan kegiatan siswa saat pembelajaran berbicara. Data yang bersumber dari guru dan siswa kemudian dibandingkan untuk diuji kebenarannya. 2. Triangulasi metode, teknik ini dilakukan dengan peneliti menguji data yang sama dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda. Dari beberapa data yang diperoleh lewat teknik pengumpulan data yang berbeda tersebut hasilnya dibandingkan dan dapat ditarik kesimpulan agar diperoleh data yang lebih kuat validitasnya. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi dan tes. Peneliti membandingkan aktivitas siswa dari observasi dan wawancara dengan guru. G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis model interaktif yang merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) reduksi, (3) penyajian data ( display data ) dan, (4) penarikan kesimpulan. Secara sederhana interaksi keempat komponen tersebut dapat digambarkan pada gambar 2 sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 Pengumpu lan Data
Penyajian Data
Reduksi Data Penarikan Kesimpulan
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data (Sumber : Miles & Huberman, 1992: 20) Miles dan Huberman (2009: 19) mengemukakan bahwa tiga komponen tersebut sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis. Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Secara singkat, tiga komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data-data penelitian yang telah dikumpulkan selanjutnya direduksi. Reduksi dalam penelitian ini dilakukan dengan pemilihan dan penyederhanaan data kasar yang didapat oleh peneliti. 2. Penyajian Data (Data Display) Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Hasil dari data-data penelitian selanjutnya digabungkan dan disimpulkan. Penyajian data yang telah direduksi, kemudian disusun dan didisplay dalam bentuk tabel, grafik, dan dinarasikan dalam pembahasan penelitian. 3. Penarikan Kesimpulan (Verification) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 Kegiatan ini dilakukan untuk memantapkan kesimpulan dari tampilan data agar benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Seluruh hasil analisis yang terdapat dalam reduksi data maupun penyajian data diambil suatu kesimpulan.
Penarikan kesimpulan tentang
peningkatan
yang
terjadi
dilaksanakan secara bertahap mulai dari kesimpulan sementara, kesimpulan yang ditarik pada akhir siklus I, dan kesimpulan terakhir pada akhir siklus II. Kesimpulan yang pertama sampai dengan yang terakhir harus terkait. Setiap kesimpulan yang ditarik pada akhir siklus dilakukan refleksi untuk menentukan atau menyusun rencana tindakan berikutnya. Setelah semua data disajikan dalam laporan, peneliti menarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari hipotesis penelitian. H. Indikator Kinerja Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang dijadikan acuan atau tolak ukur dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian (Sarwiji Suwandi, 2008: 70). Indikator kinerja yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatnya keberanian berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Jlamprang dengan menerapkan metode bercerita berpasangan. Indikator penelitian ini berupa kategori nilai keberanian berbicara, yaitu siswa dapat mencapai kategori minimal nilai berani dan atau maksimal sangat berani sebanyak 70% siswa secara klasikal. Pada siklus I pembelajaran telah mencapai indikator kinerja, siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani sebanyak 14 siswa atau 70% dari jumlah siswa secara keseluruhan. Pada siklus II siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani sebanyak 20 siswa atau 100% dari jumlah siswa secara keseluruhan. I. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian adalah sebuah rangkaian tahap penelitian dari awal hingga akhir. Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya keberanian berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Jlamprang commit to user dalam pembelajaran Bahasa Indonesia tentang pokok bahasan cerita anak melalui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 penerapan metode bercerita berpasangan. Untuk memperoleh indikator yang ingin dicapai, prosedur penelitian ini mencakup beberapa tindakan. Setiap tindakan tersebut dirancang dalam satu unit sebagai satu siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap sebagai berikut: 1) perencanaan (planning); 2) pelaksanaan tindakan (action); 3) observasi dan evaluasi tindakan (observation and evaluation); dan 4) refleksi tindakan (reflecting). Menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2010:16), prosedur penelitian diatas dapat divisualisasikan pada gambar 3. Perencanaan Refleksi
Siklus I
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan Refleksi
Siklus II
Pelaksanaan
Pengamatan ?
Gambar 3. Model PTK (Suharsimi Arikunto, dkk, 2010: 16) Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, dengan dua pertemuan di setiap siklusnya. Secara rinci, tiap siklus dipaparkan sebagai berikut: 1. Siklus Pertama a. Perencanaan Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Menentukan pokok bahasan, yaitu Cerita Anak. 2) Menyiapkan sumber bahan berbicara, yaitu sebuah bacaan “Kancil dan Siput”. 3) Membuat Rencana Pelaksanaan Penelitian dengan menggunakan metode bercerita berpasangan. 4) Menyusun lembar observasi guru dan siswa commit to user 5) Menyiapkan format evaluasi pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 b. Tindakan Tindakan pada siklus I ini dilaksanakan dalam 2 x pertemuan, yakni pertemuan pertama menceritakan kembali isi cerita anak yang telah dibaca dan pertemuan kedua yaitu mengomentari permasalahan faktual yag ada dalam cerita. Adapun langkah-langkah yang dilakukan, yaitu: 1) Guru mengajak siswa curah gagasan. Guru menyampaikan satu pokok bahasan dan siswa diminta untuk menyampaikan gagasannya sesuai dengan pengalaman yang telah dialaminya. Di sini guru menekankan bahwa yang dipentingkan adalah kesiapan siswa dalam menghadapi pokok bahasan baru. 2) Siswa dipasangkan dengan teman sebangku. 3) Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian. 4) Bagian pertama diberikan kepada siswa pertama dan bagian kedua diberikan kepada siswa kedua. 5) Siswa terlebih dahulu membaca bagiannya masing-masing. 6) Masing-masing siswa memberikan kata kunci mengenai bacaan yang telah dibaca dengan dilisankan, siswa yang mendengarkan boleh mencatat boleh tidak. 7) Masing-masing siswa mencoba menerka isi bagian yang hilang, boleh dengan ditulis terlebih dahulu, setelah itu baru dilisankan kepada pasangannya. 8) Masing pasangan berdiskusi untuk melengkapi isi ceritanya dan amanah yang bisa diambil dari cerita. 9) Versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan karangan yang sebenarnya. 10) Setelah itu masing masing kelompok atau pasangan menceritakan karangannya didepan kelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 c. Pengamatan / Observasi Melakukan pengamatan/observasi terhadap guru, siswa, dan penerapan metode bercerita berpasangan. Pengamatan yang dilakukan yaitu terhadap proses bercerita berpasangan yang dilakukan oleh siswa. Pengamatan juga dilakukan pada saat evaluasi individu di akhir tiap pertemuan. d. Tahap Refleksi Refleksi berarti penilaian dan pengkajian terhadap semua hasil evaluasi data kaitannya dengan indikator kinerja siklus I. Peneliti akan menganalisis keberanian berbicara siswa sesuai dengan nilai saat evaluasi dan hasil observasi saat pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus I yaitu sebanyak 14 siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani atau sebanyak 70% dari jumlah siswa secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara siswa kelas V SD Negeri Jlamprang. Namun, untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I dan untuk menguatkan hasil didapatkan maka penelitian ini dilanjutkan ke siklus II. 1. Siklus Kedua a.
Perencanaan Perencanaan pada siklus II meliputi rencana perbaikan pembelajaran dan penerapan metode bercerita berpasangan yang didasarkan pada hasil refleksi pada siklus I. Rencana perbaikan pada siklus II ini dilaksanakan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1) Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan masalah atau perbaikan pada Siklus II. 2) Membuat Rencana Pelaksanaan Penelitian dengan menggunakan metode bercerita berpasangan. 3) Menyusun lembar observasi guru dan siswa 4) Menyiapkan format evaluasi pembelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 b. Tindakan Pada dasarnya tindakan yang dilaksanakan pada siklus II ini hampir sama dengan siklus I, yakni pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode bercerita berpasangan. Pelaksanaan tindakan siklus II ini terbagi dalam 2 x pertemuan dengan materi cerita anak yang berbeda. Pada pertemuan pertama materi yang digunakan untuk bercerita berpasangan berjudul “Kancil dan Buaya”, sedangkan pada pertemuan kedua menggunakan cerita “Moni yang Baik Hati”. c.
Pengamatan / Observasi Melakukan pengamatan/observasi terhadap guru, siswa, dan penerapan metode bercerita berpasangan. Pengamatan yang dilakukan yaitu terhadap proses bercerita berpasangan yang dilakukan oleh siswa. Pengamatan juga dilakukan pada saat evaluasi individu di akhir tiap pertemuan.
d.
Tahap Refleksi Refleksi berarti penilaian dan pengkajian terhadap semua hasil evaluasi data kaitannya dengan indikator kinerja siklus I. Peneliti menganalisis keberanian berbicara siswa sesuai dengan nilai saat evaluasi dan hasil observasi saat pembelajaran. Setelah refleksi yang dilakukan pada siklus I didapatkan hasil pada siklus II keberanian siswa meningkat dari 14 siswa yang mencapai kategori berani atau sangat berani atau 70% menjadi 20 siswa yang mencapai kategori berani atau sangat berani atau 100%
dari
jumlah
siswa
commit to user
secara
keseluruhan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pra Siklus Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V SD Negeri Jlamprang yang telah dilakukan peneliti pada pembelajaran berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya materi cerita anak diperoleh hasil bahwa pembelajaran berbicara yang dilakukan masih konvensional. Guru hanya menggunakan metode ceramah saja dan siswa hanya disuruh untuk mendengarkan dan memperhatikan secara pasif. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan tidak menggunakan media yang menarik peserta didik. Guru hanya menggunakan gambar yang ada pada teks bacaan atau yang berada pada buku cerita. Pembelajaran yang hanya menggunakan metode ceramah membuat siswa kurang pasif dalam pembelajaran sehingga menyebabkan siswa tidak terlatih dan terbiasa untuk berbicara di depan teman-temannya. Kondisi ini menyebabkan siswa merasa tidak berani jika harus berbicara di depan kelas, khususnya bercerita dalam penelitian ini. Siswa menjadi takut, was-was atau khawatir jika mereka tidak bisa bercerita di depan kelas karena merasa grogi dan tidak siap. Hal ini dapat dibuktikan dari tes keberanian berbicara yang didapatkan dari hasil pembelajaran berbicara materi cerita anak yang dilakukan sebelum tindakan penerapan metode bercerita berpasangan. Berdasarkan nilai keberanian berbicara (lihat lampiran 2) dapat disajikan distribusi frekuensi seperti pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Frekuensi Nilai Tes Keberanian Berbicara Sebelum Diterapkan Tindakan Metode Bercerita Berpasangan
commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Kategori
Frekuensi
% Relative
Kumulatif
TB
0
0
0
KB
6
30
30
CB
4
20
50
B
9
45
95
SB
1
5
5
20
100
Berdasarkan distribusi frekuensi pada tabel 3 maka dapat disajikan dalam grafik pada gambar 4 sebagai berikut: Banyak Siswa 10
20%
Frekuensi
8
6
6
30%
4 2 0
45% 0 TB
KB
CB
B
SB
Kategori
Gambar 4. Grafik Nilai Tes Keberanian Berbicara Pra Siklus Berdasarkan gambar 4 di atas menunjukkan bahwa siswa yang termasuk dalam kategori kurang berani (KB) sebanyak 6 siswa atau 30%. Siswa yang termasuk dalam kategori cukup berani (CB) sebanyak 4 siswa atau 20%. Siswa yang termasuk dalam kategori berani (B) sebanyak 9 siswa atau 45%. Siswa yang termasuk dalam kategori sangat berani (SB) sebanyak 1 siswa atau 5%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus pada tanggal 23 April 2012 sampai 19 Mei 2012. Adapun rinciannya sebagai berikut: 1.
Siklus I Tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan. Tiap pertemuan terdiri dari tiga jam pelajaran (3 x 35 menit) yang dilaksanakan selama 23 April sampai 1 Mei 2012. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan sebagai berikut: a. Perencanaan Perencanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Senin, 23 April 2012. Kegiatan perencanaan dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh guru kelas V SD Negeri Jlamprang. Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan rencana tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian ini. Selanjutnya disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan pada Senin, 30 April 2012 dan Selasa, 1 Mei 2012. Adapun deskripsi perencanaan siklus I sebagai berikut: 1) Menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
beserta
instrumennya dan perangkat lainnya. Peneliti dan guru kelas menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Bahasa Indonesia untuk dua kali pertemuan dengan alokasi waktu 3 x 35 menit tiap kali pertemuannya. RPP yang disusun meliputi: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, dampak pengiring, materi pembelajaran, metode dan model pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, dan penilaian. Selain itu peneliti juga menyiapkan instrumen pembelajaran meliputi Petunjuk/Langkah-langkah Kegiatan Bercerita Berpasangan, Materi Cerita Anak dan Lembar penilaian dan Lembar Pengamatan. Lembar Kerja Kelompok yang disiapkan peneliti meliputi Petunjuk dan
Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk commit to user Menemukan Kata Kunci sesuai dengan bagian cerita masing-masing.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 Cerita yang digunakan dalam siklus I yaitu Cerita Kancil dan Siput. Tetapi, pada pertemuan ke-2 diadakan perubahan cerita. Hal ini sesuai dengan karakteristik metode bercerita berpasangan yang dimaksudkan untuk melatih siswa agar siap terhadap bahan pembelajaran yang baru. Sedangkan, Lembar Penilaian yang digunakan disesuaikan dengan kriteria penilaian yang telah dibuat oleh peneliti. Lembar penilaian ini digunakan untuk menilai tes individu keberanian berbicara siswa. Sedangkan Lembar Pengamatan digunakan untuk merekam segala aktivitas siswa dan guru selama berlangsungnya proses pembelajaran. 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas
dan
sarana
yang
dipersiapkan
untuk
pelaksanaan
pembelajaran: a) Ruang kelas didesain seperti biasa, yaitu secara klasikal. Pada saat diskusi kelompok ruang kelas tidak diubah karena kelompok terdiri dari dua orang berpasangan yang duduk sebangku. b) Menyiapkan media boneka tangan siput dan kancil. Selain itu, disiapkan hp sebagai alat perekam gambar dan video. b. Tindakan Pelaksanajaan tindakan dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengajar dan dibantu oleh guru kelas V SD Negeri Jlamprang yang bertindak sebagai observer. 1) Pertemuan ke-1 Pertemuan ke-1 dilaksanakan pada hari Senin, 30 April 2012. Materi yang menjadi bahan pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita berpasangan pada pertemuan ini adalah cerita Kancil dan Siput. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: a) Pra Kegiatan Pra kegiatan dilakukan dengan mengabsen siswa dan mengkondisikan kelas. Pengkondisiian kelas dilakukan dengan mengecek kesiapan siswa. commit to user b) Kegiatan Pendahuluan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 Kegiatan
pendahuluan
dilakukan
dengan
kegiatan
apersepsi yang dilakukan dengan cara Guru mengajak siswa mengingat cerita yang di serialkan di televisi yaitu “Shaun The Sheep”. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa tentang tokoh, karakter dan cerita yang ada di dalam serial “Shaun The Seep” sehingga secara tidak langsung memancing siswa untuk bercerita secara sekilas. Serial “Saun The Seep” guru pilih karena tayangan di televisi tersebut sangat familiar di kalangan siswa saat ini sehingga lebih mudah memancing siswa untuk bercerita sekilas mengenai seria tersebut. Setelah apersepsi dilanjutkan dengan penjelasan guru mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan adalah pembelajaran bercerita menggunakan metode bercerita berpasangan. Guru juga menjelaskan bahwa setelah kegiatan pembelajaran bercerita dengan menggunakan metode bercerita berpasangan diharapkan siswa dapat lebih berani tampil bercerita karena telah berlatih pada saat melakukan bercerita berpasangan. Oleh karena itu, siswa menjadi lebih siap sehingga berani tampil bercerita di depan kelas. c) Kegiatan Inti (1) Eksplorasi Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan curah gagasan mengenai binatang yang menjadi tokoh utama dalam cerita. Guru menggunakan boneka tangan untuk menarik perhatian siswa sebelum mengadakan curah gagasan. Boneka tangan yang digunakan kali iniadalah boneka tangan kancil dan siput. Setelah itu, guru meminta siswa untuk memberikan gagasannya masing-masing mengenai tokoh binatang yang ditunjukkan guru. Gagasan yang dilontarkan commit to user siswa tidak harus sama dengan siswa lainnya, tetapi sesuai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 dengan pengalaman dan pengetahuam yang siswa miliki. Gagasan yang diberikan siswa boleh mengenai watak, kebiasaan atau keseharian, habitat dan bentuk fisik. (2) Elaborasi Pada awal elaborasi guru terlebih dahulu membagi siswa ke dalam 10 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari dua orang siswa atau dua pasang siswa. Guru membagi kelompok siswa sesuai dengan teman duduk siswa. Hal ini dilakukan demi efisiensi waktu dan tenaga. Adapun pembagian kelompoknya dapat dilihat paa tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Daftar Kelompok Bercerita Berpasangan Siklus I Pertemuan Ke-1 Nama Siswa
Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Siswa I Ririn Kusniawati Ahmad Khoirul Huda Nariyah Azkia Iqtalaqilma Viki Nala Sofia Renita Irani Jesica Tri Oktaviani Asfiyani M. Zana Khoirun
Siswa II Ida Nurdalila M. Irfandi Mustikawati Eva Wijayanti Zia Ainun Ni’mah Sukmawati Lindriyani Silviatul Khasanah M. Saefullah
10
Zahwan Wisnu Defani
Bahaudin M. Adiyat Thariq
Setelah
pembagian
kelompok
dilakukan,
guru
menjelaskan kegiatan bercerita berpasangan secara rinci tiap langkah. Selain itu, siswa diberi lembar petunjuk langkahlangkah metode bercerita berpasangan. Tiap langkah yang dilakukan siswa dalam kegiatan bercerita berpasangan dilakukan secara serempak dengan dipandu dan dibimbing oleh guru. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 Pertama, guru memberikan cerita kepada masingmasing kelompok yang telah dibagi menjadi dua bagian. Tiap anggota kelompok akan menerima satu bagian cerita yang merupakan bagian awal yang hilang atau lanjutan dari bagian cerita anggota kelompok lainnya. Pada pertemuan kali ini guru memberikan cerita berjudul “Kancil dan Siput”. Siswa satu menerima cerita Kancil dan Siput bagian 1 dan siswa dua menerima cerita Kancal dan Siput
bagian 2. Selain
memberikan cerita, guru juga memberikan lembar lengkahlangkah bercerita berpasangan dan petunjuk mencari kata kunci. Sehingga siswa akan lebih mudah dan tidak bingung dalam melaksanakan kegiatan bercerita berpasangan. Setelah masing-masing siswa menerima bagian ceritanya, siswa membaca cerita tersebut sesuai dengan waktu yang telah diberikan oleh guru. Selanjutnya siswa menentukan kata kunci dari cerita yang telah dibaca. Kata kunci diberikan kepada teman pasangan atau anggota kelompok dengan cara melisankan kata kunci tersebut. Siswa boleh mencatat kata kunci yang diberikan oleh teman pasangannya untuk mempermudah dalam mengingat. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian, siswa satu memberikan kata kunci kepada siswa dua dan sebaliknya, siswa dua memberikan kata kunci kepada siswa satu. Setelah itu, siswa mencoba menebak bagian cerita yang tidak ada dalam cerita yang dimiliki berdasarkan kata kunci yang telah diberikan oleh teman pasangan atau angota kelompok. Kegiatan ini dilakukan bergantian, dimulai dari siswa dua menebak cerita Kancil dan Siput Bagian 1 dan dilanjutkan siswa satu untuk menebak cerita Kancil dan Siput commit to user Bagian 2 agar membentuk suatu cerita yang berurutan. Kalimat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 yang dibuat siswa dalam menebak cerita tidak harus sama dengan yang ada di cerita. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi
siswa
belajar,
bukan
untuk
mendapatkan jawaban yang benar. Setelah masing-masing siswa menebak bagian cerita, kemudian didiskusikan untuk mengetahui bagian cerita secara keseluruhan sehingga siswa bisa saling melengkapi. (3) Konfirmasi Konfirmasi dilakukan dengan mempresentasikan hasil kerja kelompok dari kegiatan bercerita berpasangan. Tiap kelompok maju ke depan satu per satu. Tiap anggota kelompok membawakan bagian cerita yang ditebak pada saat kegiatan bercerita berpasangan sehingga kedua-duanya berpartisipasi aktif dalam kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok. Ketika kelompok sedang mempresentasikan, kelompok lain mendengarkan dan memperhatikan. Ketika presentasi selesai kelompok lain boleh menanggapi hasil kerja kelompok yang telah dipresentasikan. Guru menegaskan dan meluruskan hasil kerja kelompok yang telah dipresentasikan setelah semua kelompok maju mempresentasikan hasil kerjanya. d) Kegiatan Akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan. Guru bersama siswa membuat kesimpulan mengenai pelajaran yang dapat dipetik dari cerita yang telah menjadi bahan pembelajaran. Setelah itu, guru mengadakan evaluasi yang berupa tes keberanian berbicara. Tes keberanian berbicara dilakukan dengan siswa maju satu per satu untuk bercerita di depan kelas. e) Pasca Kegiatan Kegiatan pasca kegiatan dilakukan dengan menasehati commit to user siswa dan berdoa sebelum pulang sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 2) Pertemuan ke-2 Pertemuan ke-2 dilaksanakan pada hari Selasa, 1 Mei 2012. Materi cerita anak yang digunakan masih cerita Kancil dan Siput tetapi ada beberapa perubahan. Hal ini sesuai dengan karakteristik bercerita berpasangan yang membuat siswa siap dengan bahan pembelajaran yang baru. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: a) Pra Kegiatan Pra kegiatan dilakukan dengan mengabsen siswa dan mengkondisikan kelas. Pengkondisiian kelas dilakukan dengan mengecek kesiapan siswa. b) Kegiatan Pendahuluan Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan kegiatan apersepsi, guru mengajak siswa menyanyikan lagu Si Kancil Anak Nakal. Lirik lagunya sebagai berikut: Si kancil anak nakal Suka mencuri ketimun
2x
Ayo lekas dikurung Jangan diberi ampun Guru mengajak siswa untuk menilai isi dari lagu yang telah dinyanyikan mengenai sifat kancil yang ada dalam lagu. Setelah itu, guru memulai untuk memancing siswa agar menceritakan sekilas mengenai pengalamannya tentang dongeng Kancil Mencuri Ketimun. Setelah apersepsi dilanjutkan dengan penjelasan guru mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan adalah pembelajaran bercerita menggunakan metode bercerita berpasangan. Guru juga menjelaskan bahwa setelah kegiatan pembelajaran bercerita dengan menggunakan metode bercerita berpasangan diharapkan siswa dapat lebih berani commit to berlatih user pada saat melakukan bercerita tampil bercerita karena telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 berpasangan. Oleh karena itu, siswa diharapkan menjadi lebih siap sehingga berani tampil bercerita di depan kelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 c) Kegiatan Inti (1) Eksplorasi Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan curah gagasan mengenai binatang yang menjadi tokoh utama dalam cerita. Pada pertemuan ke-2 guru melakukan kegiatan eksplorasi masih menggunakan kegiantan curah gagasan. Namun, curah gagasan kali ini sedikit berbeda karena teknik yang digunakan yaitu teknik bercerita estafet. Kegiatan ini mula-mula dilakukan dengan guru memberikan satu kata kepada siswa yang duduk paling depan dan paling pojok kanan, dalam pertemuan ini guru memberikan kata kancil. Selanjutnya, siswa bertugas untuk melanjutkan kata tesebut boleh dengan kata atau frasa atau kalimat sehingga kata itu menjadi serangkaian makna. siswa melanjutkan kata-kata tersebut dengan melisankannya saja. Begitu seterusnya hingga siswa sudah benar-benar melanjutkannya. Setelah itu, guru kembali memberikan satu kata lagi, agar tidak monoton guru memberikan kata kepada siswa yang duduk di bangku palung belakang sebelah pojok kiri. Kata kedua yang diberikan guru yaitu kata ketimun dan begitu seterusnya hingga siswa benarbenar tidak mampu lagi meneruskannya. Pada kegiatan bercerita estafet ini siswa dibebaskan untuk melanjutkannya dengan kata, frasa atau kalimat agar siswa lebih leluasa dalam menentukan apa yang akan dijadikan olehnya untuk melanjutkan cerita yang ada. (2) Elaborasi Pada awal elaborasi guru terlebih dahulu membagi siswa ke dalam 10 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari dua orang siswa atau dua pasang siswa. Guru membagi kelompok siswa sesuai dengan teman duduk siswa. Hal ini commit to user dilakukan demi efisiensi waktu dan tenaga. Kelompok pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 pertemuan ke-2 masih sama dengan kelompok pertemuan ke-1. Perbedaannya terletak pada urutan maju tiap kelompok dibalik, jika pada pertemuan ke-1 kelompok tersebut maju teraakhir maka pada pertemuan ke-2 maju pertama. Jika pada pertemuan ke-1 maju urutan ke-9 maka pada pertemuan ke-2 maju kedua. Setelah
pembagian
kelompok
dilakukan,
guru
menjelaskan kegiatan bercerita berpasangan secara rinci tiap langkah. Selain itu, siswa diberi lembar petunjuk langkahlangkah metode bercerita berpasangan. Tiap langkah yang dilakukan siswa dalam kegiatan bercerita berpasangan dilakukan secara serempak dengan dipandu dan dibimbing oleh guru. Pertama, guru memberikan cerita kepada masing-masing kelompok yang telah dibagi menjadi dua bagian. Tiap anggota kelompok akan menerima satu bagian cerita yang merupakan bagian awal yang hilang atau lanjutan dari bagian cerita anggota kelompok lainnya. Pada pertemuan kali ini guru memberikan cerita berjudul “Kancil dan Siput”. Siswa satu menerima cerita Kancil dan Siput bagian 1 dan siswa dua menerima cerita Kancal dan Siput
bagian 2. Selain
memberikan cerita, guru juga memberikan lembar lengkahlangkah bercerita berpasangan dan petunjuk mencari kata kunci. Sehingga siswa akan lebih mudah dan tidak bingung dalam melaksanakan kegiatan bercerita berpasangan. Setelah masing-masing siswa menerima bagian ceritanya, siswa membaca cerita tersebut sesuai dengan waktu yang telah diberikan oleh guru. Selanjutnya siswa menentukan kata kunci dari cerita yang telah dibaca. Kata kunci diberikan kepada teman pasangan atau anggota kelompok dengan cara melisankan kata commit to user kunci tersebut. Siswa boleh mencatat kata kunci yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 diberikan oleh teman pasangannya untuk mempermudah dalam mengingat. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian, siswa satu memberikan kata kunci kepada siswa dua dan sebaliknya, siswa dua memberikan kata kunci kepada siswa satu. Setelah itu, siswa mencoba menebak bagian cerita yang tidak ada dalam cerita yang dimiliki berdasarkan kata kunci yang telah diberikan oleh teman pasangan atau angota kelompok. Kegiatan ini dilakukan bergantian, dimulai dari siswa dua menebak cerita Kancil dan Siput Bagian 1 dan dilanjutkan siswa satu untuk menebak cerita Kancil dan Siput Bagian 2 agar membentuk suatu cerita yang berurutan. Kalimat yang dibuat siswa dalam menebak cerita tidak harus sama dengan yang ada di cerita. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi
siswa
belajar,
bukan
untuk
mendapatkan jawaban yang benar. Setelah masing-masing siswa menebak bagian cerita, kemudian didiskusikan untuk mengetahui bagian cerita secara keseluruhan sehingga siswa bisa saling melengkapi. (3) Konfirmasi Konfirmasi dilakukan dengan mempresentasikan hasil kerja kelompok dari kegiatan bercerita berpasangan. Tiap kelompok maju ke depan satu per satu. Tiap anggota kelompok membawakan bagian cerita yang ditebak pada saat kegiatan bercerita berpasangan sehingga kedua-duanya berpartisipasi aktif dalam kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok. Ketika kelompok sedang mempresentasikan, kelompok lain mendengarkan dan memperhatikan. Ketika presentasi selesai kelompok lain boleh menanggapi hasil kerja kelompok yang telah dipresentasikan. Guru menegaskan dan meluruskan hasil kerja kelompok yang telah dipresentasikan setelah semua commit to user kelompok maju mempresentasikan hasil kerjanya. Guru
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 memberikan
hadiah
kepada
kelompok
yang
berhasil
menyelesaikan tugas dan telah mempresentasikan hasil kerjanya dengan baik. d) Kegiatan Akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan. Guru bersama siswa membuat kesimpulan mengenai pelajaran yang dapat dipetik dari cerita yang telah menjadi bahan pembelajaran. Setelah itu, guru mengadakan evaluasi yang berupa tes keberanian berbicara. Tes keberanian berbicara dilakukan dengan siswa maju satu per satu untuk bercerita di depan kelas. e) Pasca Kegiatan Kegiatan pasca kegiatan dilakukan dengan menasehati siswa dan berdoa sebelum pulang sekolah. c. Observasi Observasi atau pengamatan dilakukan oleh guru kelas V SD Negeri Jlamprang selama proses pembelajaran berbicara materi cerita anak berlangsung dengan menggunakan lembar observasi. Observasi yang dilakukan meliputi observasi guru atau pengajar dan aktivitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Observasi guru atau pengajar dilakukan untuk mengetahui kinerja guru dalam mengajar dan dapat dijadikan dasar perbaikan guru atau pengajar dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya. Observasi siswa dibagi menjadi tiga pengamatan yaitu observasi kelompok yaitu selama proses bercerita berpasangan berlangsung, observasi afektif dan observasi psikomotorik. Berdasarkan hasil observasi selama pembelajaran berbicara materi cerita anak berlangsung, dipeoleh gambaran tentang aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan rincian sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 1) Aspek Kognitif Aspek kognitif yang diukur meliputi kompetensi produk dan kompetensi proses. Kompetensi produk yang diamati didapatkan dari hasil tes keberanian berbicara siswa dalam bercerita di depan kelas secara individu. Sedangkan kompetensi proses didapatkan dari pengamatan atau observasi pada saat kelompok melakukan kegiatan bercerita berpasangan. (1) Kompetensi Produk Kompetensi produk mengacu pada hasil tes keberanian berbicara siswa dalam bercerita di depan kelas secara individu pada siklus I. Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai keberanian berbicara siklus I (lihat lampiran 20), dapat dibuat distribusi frekuensi pada tabel 5 sebagai berikut: Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian Berbicara Siklus I %
Kategori Frekuensi Relative
Kumulatif
TB
0
0
0
KB
1
5
5
CB
5
25
30
B
10
50
80
SB
4
20
100
20
100
Berdasarkan tabel 5 di atas maka dapat disajikan dalam grafik pada gambar 5 sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 Banyak Siswa 12
25%
Frekuensi
10 8 5%
6
50%
4 2 0
1
0 TB
KB
CB
B
SB
Kategori
Gambar 5. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian Berbicara Siklus I Berdasarkan gambar 5 di atas menunjukkan bahwa siswa yang termasuk kategori kurang berani (40-59) sebanyak 1 siswa atau 5%. Siswa yang termasuk kategori cukup berani (60-69) sebanyak 5 siswa atau 25%. Siswa yang termasuk kategori berani (70-79) sebanyak 10 siswa atau 50%. Siswa yang termasuk kategori sangat berani (80-100) sebanyak 4 siswa atau 20%. (2) Kompetensi Proses Kompetensi proses mengacu pada penilaian siswa pada saat melakukan kegiatan bercerita berpasangan secara berkelompok. Berdasarkan hasil rekapitulasi kompetensi proses kegiatan bercerita berpasangan (lihat lampiran 22) dapat dibuat distribusi frekuensi pada tabel 6 sebagai berikut: Tabel 6. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Proses Kegiatan Bercerita Berpasangan Siklus I Kategori Frekuensi
% Relatif
Kumulatif
D
3
15
15
C
5
25
40
B
8
40
80
A
4
20
100
commit to 100 user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 Berdasarkan tabel 6 di atas maka dapat disajikan dalam grafik pada gambar 6 sebagai berikut:
Frekuensi
Banyak Siswa 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
40
25 20 15
D
C
B
A
Kategori
Gambar 6. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Proses Kegiatan Bercerita Berpasangan Siklus I Berdasarkan grafik hasil rekapitulasi nilai proses kegiatan bercerita berpasangan siklus I pada gambar 6 menunjukkan bahwa siswa yang termasuk kategori D atau kurang baik (<60) sebanyak 3 siswa atau 15%. Siswa yang termasuk dalam kategori cukup sebanyak 5 siswa atau 25%. Siswa yang termasuk dalam kategori baik sebanyak 8 siswa atau 40%. Siswa yang termasuk dalam kategori sangat baik sebanyak 4 siswa atau 20%. 2) Aspek Afektif Aspek afektif yang diamati dalam penelitian siklus I pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-2 meliputi: (a) berani bertanya, (b) berani menyampaikan pendapat, (3) menghargai pendapat orang lain, (4) bekerja sama, (5) disiplin, (6) tanggung jawab. Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai aspek afektif (lihat lampiran 26) dapat dibuat distribusi frekuensi pada tabel 7 sebagai berikut: Tabel 7. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus I commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 %
Kategori Frekuensi
Relatif
Kumulatif
D
3
15
15
C
5
25
40
B
8
40
80
A
4
20
100
20
100
Berdasarkan tabel 7 di atas maka dapat disajikan dalam grafik pada gambar 7 sebagai berikut:
Frekuensi
Banyak Siswa 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 D
C B Kategori
A
Gambar 7. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus I Berdasarkan gambar grafik 7 di atas menunjukkan bahwa siswa yang termasuk dalam kategori D atau kurang (<60) sebanyak 3 siswa atau 15%. Siswa yang termasuk kategori C atau cukup (60-69) sebanyak 5 siswa atau 25%. Siswa yang termasuk dalam kategori B atau baik (70-79) sebanyak 8 siswa atau 40%. Siswa yang termasuk kategori A atau sangat baik (≥80) sebanyak 4 siswa atau 20%. 3) Aspek Psikomotorik Aspek psikomotorik yang diamati pada siklus I pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-2 meliputi: commit to (1) userpenggunaan boneka tangan, (2)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 eksprsi dan penghayatan, (3) artikulasi dan kerasnya suara. Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai aspek psikomotorik siklus I (lihat lampiran 30), dapat dibuat distribusi frekuensi pada tabel 8 sebagai berikut: Tabel 8. Distribusi Frekuensi Rekapitulasi Hasil Nilai Aspek Psikomotorik Siklus I %
Kategori Frekuensi
Relatif
Kumulatif
D
6
30
30
C
9
45
75
B
3
15
90
A
2
10
100
20
100
Berdasarkan tabel 8 di atas maka dapat disajikan dalam grafik pada gambar 8 sebagai berikut:
Frekuensi
Banyak Siswa 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
D
C
B
A
Kategori
Gambar 8. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus I Berdasarkan grafik pada gambar 8 di atas menunjukkan bahwa siswa yang termasuk kategori D atau kurang (<60) sebanyak 30 siswa. Siswa yang termasuk kategori C atau cukup (60-69) sebanyak 9 siswa atau 45%. Siswa yang termasuk kategori B atau baik (70-70) sebanyak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 3 siswa atau 15%. Siswa yang termasuk kategori sangat baik (≥80) sebanyak 2 siswa atau 10%. 4) Observasi Guru Pada siklus observasi yang dilakukan terhadap guru pada waktu mengajar mendapatkan hasil sebesar 3,4 (lihat lampiran 34) dan termasuk dalam kategori baik/B. Adapun keterampilan mengajar yang diobservasi meliputi: 1) persiapan pembelajaran, 2) membuka pembelajaran, 3) kejelasan dan sistematika penyampaian materi, 4) ketepatan strategi pembelajaran, 5) ketepatan dan daya tarik media, 6) kemampuan menggunakan media, 7) melibatkan peserta didik dalam memanfaatkan media, 8) menumbuhkan partisipasi aktif dan antusiasme, 9) memantau kemajuan belajar selama proses, 10) melakukan penilaian/evaluasi, 11) menggunakan bahasa lisan dan tulis secara jelas, lancar baik dan benar dan 12) menutup pembelajaran. Guru sudah mempersiapkan pembelajaran dengan baik. Hal ini terbukti dari guru sudah mempersiapkan RPP sebelum pembelajaran dan sarana pembelajaran relevan dengan materi yang digunakan. Guru juga sudah mengkondisikan siswa agar siap melakukan pembelajaran. Pada awal pembelajaran guru membuka pembelajaran yang meliputi melakukan absensi dengan mengecek siswa yang tidak berangkat, menyampaikan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Pada siklus I pertemuan ke-1 kegiatan apersepsi dilakukan dengan memancing siswa untuk bercerita secara spontan mengenai serial televisi Shaun The Sheep. pada siklus I pertemuan ke-2, apersepsi dilakukan dengan menyanyikan lagu Si Kancil Anak Nakal. Sebelum kegiatan bercerita berpasangan dimulai, guru terlebih dahulu menjelaskan gambaran kegiatan bercerita berpasangan beserta langkah-langkahnya. Guru juga menjelaskan materi cerita anak yang akan digunakan di dalam kegiatan bercerita berpasangan. Sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 kejelasan sitem dan penyampaian materi dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh siswa. Kegiatan metode bercerita berpasangan merupakan kegiatan pembelajaran yang menekankan pada interaksi antar siswa, siswa dengan guru dan siswa. Sehingga strategi yang digunakan dalam pembelajaran sudah sesuai antara pembelajaran yang dilaksanakan dengan kompetensi yang akan dicapai. Pada siklus I pertemuan ke-1 guru lupa belum membagi siswa menjadi kelompok berpasangan sebelum dilakukannya kegiatan bercerita berpasangan. Namun, siswa sudah
menempatkan
diri
untuk
berpasangan
dengan
teman
sebangkunya. Pada pertemuan ke-2 guru membagi siswa terlebih dahulu ke dalam kelompok berpasangan dengan teman sebangkunya masing-masing sekaligus mengundi kelompok mana yang maju terlebih dahulu. Pemilihan media pada siklus I sudah tepat yaitu menggunakan boneka tangan. Namun, pemakaiannya masih kurang yaitu hanya sebentar pada saat siswa melakukan kegiatan berpasangan karena harus bergantian dengan teman yang lainnya. Hal ini menyebabkan ada anak yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menggunakan boneka tangan. Selain itu kondisi ini juga menyebabkan kegaduhan di dalam kelas. Secara keseluruhan media boneka tangan sudah mampu menarik perhatian siswa. Partisipasi aktif yang berusaha diciptakan guru dalam pembelajaran sudah dapat menumbuhkan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran. Hal ini terlihat dari partisipasi anak yang aktif dalam pembelajaran yang ditunjukkan anak pada saat berinteraksi baik dengan guru maupun dengan siswa lain. Selama proses pembelajaran guru memantau siswa dengan telaten. Guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran secara perlahan sambil commit menanyakan apakah siswa sudah paham dengan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 yang ibu guru jelaskan. Pada saat siswa melakukan kegiatan berpasangan guru memandu langkah demi langkah secara serempak agar memudahkan guru dalam mengecek kegiatan yang siswa lakukan sudah dilakukan dengan baik dan benar. Selain itu, guru sebisa mungkin menyesuaikan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa. Penilaian yang dilakukan oleh guru sudah sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. Penilaian ini meliputi penilaian keberanian berbicara itu sendiri, penilaian proses, penilaian aspek afektif dan penilaian aspek psikomotorik. Guru sudah menggunakan bahasa lisan dan tulisan yang mudah dipahami, tetapi karena masih awal pembelajaran siswa masih sedikit tegang. Keterampilan menutup pembelajaran guru sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari guru mellibatkan peserta didik dalam membuat kesimpulan yaitu berupa amanah atau pelajaran yang bisa diambil dari cerita anak. d. Refleksi Data yang diperoleh dari hasil penilaian tes keberanian berbicara siklus I menunjukkan siswa yang dapt mencapai kategori berani dan sangat berani sebesar 70% siswa atau sebanyak 14 siswa dan siswa yang belum dapt mencapai baik kategori sangat berani maupun berani sebanyak 30% siswa atau sebanyak 6 siswa. Pada pertemuan ke-1 mapun pertemuan ke-2 nilai keberanian siswa pada aspek keberanian tampil secara umum sudah baik. Beberapa siswa sudah berani maju tanpa ditunjuk guru dan selebihnya maju dengan dipanggil namanya terlebih dulu. Tetapi, pada pertemuan ke-2, salah satu siswa ada yang tidak mau maju bercerita. Setelah diberikan motivasi oleh guru tetap tidak mau. Setelah dibujuk lama oleh guru, akhirnya siswa mau bercerita, tetapi hasilnya sangat minim sehingga nilai akhir yang didapatkan sangat sedikit. Setelah ditelusuri lebih dalam, siswa tersebut memiliki latar belakang commit user dasarnya karakteristik siswa dari keluarga yang tidak harmonis dantopada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56 awal memang pendiam. Hal ini menyebabkan siswa tidak mudah bergaul dengan teman, tidak percaya diri dan berkecil hati. Perasaan siswa yang dialami saat berada di depan orang banyak atau melakukan sesuatu yang diketahui banyak orang adalah takut ditertawakan, digunjingkan dan diperolok. Oleh karena itu, guru memotivasi siswa secara lebih intensif lagi. Pada aspek kelancaran, siswa masih banyak yang bercerita dengan terputus-putus, gagap dan terlalu lama berhenti. Hal ini juga berpengaruh pada lafal yang di ucapkan siswa yaitu banyak siswa yang belum jelas pelafalannya. Selain itu ada beberapa siswa yang lafalnya terpengaruh dengan penggunaan bahasa daerah. Selain itu, pada aspek tata bahasa siswa yang masih menggunakan kalimat yang belum sempurna dan hanya sekadarnya saja. Nilai kompetensi proses yang didapatkan siswa menunjukkan 75% siswa mencapai nilai ≥70. Kaitannya dengan aspek kognitif pada kompetensi proses, hasil yang didapatkan siswa dari pertemuan ke-1 ke pertemuan ke-2 meningkat sehingga antara proses dalam kegiatan bercerita berpasangan yang dilakukan siswa dengan hasil tes keberanian berbicara secara individu menunjukkan peningkatan yang sejalan. Hal ini menandakan bahwa proses kegiatan bercerita berpasangan yang dilakukan siswa sudah terlaksana dengan baik. Sedangkan pada nilai aspek afektif hasil yang didapatkan sebesar 60% siswa mendapatkan nilai ≥70 atau sebanyak 12 siswa dan 40% siswa mendapatkan nilai ≤70 atau sebanyak 8 siswa. Pada penilaian berani bertanya dan berani berpendapat masih sangat banyak siswa yang belum aktif bertanya dan berpendapat dan hanya beberapa saja yang sktif bertanya dan berpendapat. Sedangkan untuk aspek lain secara keseluruhan siswa sudah bersikap dengan baik. Sedangkan pada nilai aspek psikomotorik, hasil yang didapatkan sebesar 75% siswa mendapatkan nilai ≥70 atau sebanyak 15 siswa dan commit user aspek psikomotorik ini, sebagian 25% siswa mendapatkan nilai ≤70.toPada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 besar siswa sangat sedikit mendapatkan nilai pada aspek penggunaan boneka tangan dan artikulasi dan kerasnya suara. Siswa hanya mengunakan boneka tangan sebisanya, belum bisa menggunakan dengan benar dan maksimal. Penggunaannya masih sangat terbatas, hanya bergantian dari kelompok satu ke kelompok lainnya pada saat melakukan kegiatan bercerita berpasangan. Selain itu, pada aspek penilaian artikulasi dan kerasnya suara menununjukkan sangat banyak siswa yang suaranya pelan sehingga tidak terdengar jelas. Dari uraian di atas, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai refleksi terhadap tindakan penelitian pada siklus I yang telah dilaksanakan antara lain: 1) Guru memberikan peraturan pada siklus II mengenai aturan selama proses
pembelajaran
berlangsung,
khususnya
pada
saat
seorang/kelompok sedang bercerita atau mempresentasikan di depan kelas. Aturan tersebut sebagai berikut: a) Dilarang menertawakan, mengolok-olok, menyoraki ataupun sejenisnya ketika seorang siswa atau kelompok sedang bercerita di depan kelas. b) Dilarang mebuat kegaduhan atau berbicara sendiri. c) Apabila siswa melanggar maka nilai yang didapatkan akan dikurangi satu poin. 2) Guru memberikan contoh bagaimana membuat dan merangkai kalimat yang baik dan benar. Guru memberi tahu bahwa penggunaan kata kemudian yang berlebihan dan terus menerus membuat cerita membosankan dan tidak enak untuk didengar. 3) Guru menjelaskan secara rinci sikap yang baik saat melakukan kegiatan bercerita berpasangan, seperti: (a) duduknya berhadapan, (b) saling bergantian saat bercerita dan saling mendengarkan, (c) perlu adanya kerja sama saat melakukan kegiatan berkelompok tersebut. 4) Guru merancang pembelajaran yang lebih interaktif lagi agar siswa to user dan memberikan pendapat. mempunyai kesempatancommit untuk bertanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 5) Guru mencontohkan penggunaan boneka tangan yang benar dan siswa menggunakannya
pada
saat
mempresentasikan
hasil
bercerita
berpasangannya secara berkelompok sehingga penggunaannya lebih maksimal. 6) Guru memotivasi siswa agar suaranya lebih keras. 2.
Siklus II Tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan. Tiap pertemuan terdiri dari tiga jam pelajaran (3 x 35 menit) yang dilaksanakan selama 7 Mei sampai 15 Mei 2012. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan sebagai berikut: a. Perencanaan Perencanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Senin, 7 Mei 2012. Kegiatan perencanaan dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh guru kelas V SD Negeri Jlamprang. Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan rencana tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian siklus II. Perencanaan yang dilakukan berdasarkan hasil refleksi pada pelaksanaan penelitian siklus I. Selanjutnya disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan pada Senin,14 Mei 2012 dan Selasa, 15 Mei 2012. Adapun deskripsi perencanaan siklus I sebagai berikut: 1) Menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
beserta
instrumennya dan perangkat lainnya. Peneliti dan guru kelas menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Bahasa Indonesia untuk dua kali pertemuan dengan alokasi waktu 3 x 35 menit tiap kali pertemuannya. RPP yang disusun meliputi: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, dampak pengiring, materi pembelajaran, metode dan model pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, dan penilaian. RPP yang digunakan pada siklus II memiliki perbedaan pada materi cerita anak dan kegiatan apersepsi yang digunakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 Selain itu peneliti juga menyiapkan instrumen pembelajaran meliputi Lembar Kerja Kelompok, Materi Cerita Anak dan Lembar penilaian dan Lembar Pengamatan. Lembar Kerja Kelompok yang disiapkan peneliti meliputi Petunjuk dan Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk Menemukan Kata Kunci sesuai dengan bagian cerita masing-masing. Cerita yang digunakan dalam siklus II yaitu Cerita Kancil dan Buaya dan dilakukan peringkasan lagi tanpa mengubah jalan cerita agar anak lebih mudah dalam bercerita. Pada pertemuan ke-2 cerita yang digunakan yaitu cerita Moni yang Baik Hati. Sedangkan, Lembar Penilaian yang digunakan disesuaikan dengan kriteria penilaian yang telah dibuat oleh peneliti. Lembar penilaian ini digunakan untuk menilai tes individu keberanian berbicara siswa. Sedangkan Lembar Pengamatan digunakan untuk merekam segala aktivitas siswa dan guru selama berlangsungnya proses pembelajaran. 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas dan sarana yang dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran: a) Ruang kelas didesain seperti biasa, yaitu secara klasikal. Pada saat diskusi kelompok ruang kelas tidak diubah karena kelompok terdiri dari dua orang berpasangan yang duduk sebangku. b) Menyiapkan media boneka tangan siput dan kancil. Selain itu, disiapkan hp sebagai alat perekam gambar dan video. b. Tindakan Pelaksanajaan tindakan dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengajar dan dibantu oleh guru kelas V SD Negeri Jlamprang yang bertindak sebagai observer. 1) Pertemuan ke-1 Pertemuan ke-1 dilaksanakan pada hari Senin, 30 April 2012. Materi yang menjadi bahan pembelajaran dengan menggunakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60 metode bercerita berpasangan pada pertemuan ini adalah cerita Kancil dan Siput. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: a) Pra Kegiatan Pra kegiatan dilakukan dengan mengabsen siswa dan mengkondisikan kelas. Pengkondisian kelas dilakukan dengan mengecek kesiapan siswa. b) Kegiatan Pendahuluan Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan kegiatan apersepsi yang dilakukan dengan cara. Guru mengajak siswa melakukan permainan kata. Guru telah menyiapkan lembar penugasan untuk melakukan permainan kata. Permainan ini juga dimaksudkan agar siswa lebih bisa memahami dalam membuat kalimat dan menggunakannya untuk bercerita. Setelah apersepsi dilanjutkan dengan penjelasan guru mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan adalah pembelajaran bercerita menggunakan metode bercerita berpasangan. Guru juga menjelaskan bahwa setelah kegiatan pembelajaran bercerita dengan menggunakan metode bercerita berpasangan diharapkan siswa dapat lebih berani tampil bercerita karena telah berlatih pada saat melakukan bercerita berpasangan. Oleh karena itu, siswa menjadi lebih siap sehingga berani tampil bercerita di depan kelas. c) Kegiatan Inti (1) Eksplorasi Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan curah gagasan mengenai binatang yang menjadi tokoh utama dalam cerita. Guru menggunakan boneka tangan untuk menarik perhatian siswa sebelum mengadakan curah gagasan. Boneka tangan yang digunakan kali iniadalah boneka tangan kancil dan to user buaya. Setelahcommit itu, guru meminta siswa untuk memberikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61 gagasannya masing-masing mengenai tokoh binatang yang ditunjukkan guru. Gagasan yang dilontarkan siswa tidak harus sama dengan siswa lainnya, tetapi sesuai dengan pengalaman dan pengetahuam yang siswa miliki. Gagasan yang diberikan siswa boleh mengenai watak, kebiasaan atau keseharian, habitat dan bentuk fisik. (2) Elaborasi Pada awal elaborasi guru terlebih dahulu membagi siswa ke dalam 10 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari dua orang siswa atau dua pasang siswa. Guru membagi kelompok siswa sesuai dengan teman duduk siswa. Setelah
pembagian
kelompok
dilakukan,
guru
menjelaskan kegiatan bercerita berpasangan secara rinci tiap langkah. Selain itu, siswa diberi lembar petunjuk langkahlangkah metode bercerita berpasangan. Tiap langkah yang dilakukan siswa dalam kegiatan bercerita berpasangan dilakukan secara serempak dengan dipandu dan dibimbing oleh guru. Pertama, guru memberikan cerita kepada masingmasing kelompok yang telah dibagi menjadi dua bagian. Tiap anggota kelompok akan menerima satu bagian cerita yang merupakan bagian awal yang hilang atau lanjutan dari bagian cerita anggota kelompok lainnya. Pada pertemuan kali ini guru memberikan cerita berjudul “Kancil dan Buaya”. Siswa satu menerima cerita Kancil dan Buaya bagian 1 dan siswa dua menerima cerita Kancal dan Buaya bagian 2. Selain memberikan cerita, guru juga memberikan lembar lengkahlangkah bercerita berpasangan dan petunjuk mencari kata kunci. Sehingga siswa akan lebih mudah dan tidak bingung dalam melaksanakan kegiatan bercerita berpasangan. Setelah user masing-masingcommit siswato menerima bagian ceritanya, siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62 membaca cerita tersebut sesuai dengan waktu yang telah diberikan oleh guru. Selanjutnya siswa menentukan kata kunci dari cerita yang telah dibaca. Kata kunci diberikan kepada teman pasangan atau anggota kelompok dengan cara melisankan kata kunci tersebut. Siswa boleh mencatat kata kunci yang diberikan oleh teman pasangannya untuk mempermudah dalam mengingat. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian, siswa satu memberikan kata kunci kepada siswa dua dan sebaliknya, siswa dua memberikan kata kunci kepada siswa satu. Setelah itu, siswa mencoba menebak bagian cerita yang tidak ada dalam cerita yang dimiliki berdasarkan kata kunci yang telah diberikan oleh teman pasangan atau angota kelompok. Kegiatan ini dilakukan bergantian, dimulai dari siswa dua menebak cerita Kancil dan Buaya Bagian 1 dan dilanjutkan siswa satu untuk menebak cerita Kancil dan Buaya Bagian 2 agar membentuk suatu cerita yang berurutan. Kalimat yang dibuat siswa dalam menebak cerita tidak harus sama dengan yang ada di cerita. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi
siswa
belajar,
bukan
untuk
mendapatkan jawaban yang benar. Setelah masing-masing siswa menebak bagian cerita, kemudian didiskusikan untuk mengetahui bagian cerita secara keseluruhan sehingga siswa bisa saling melengkapi. (3) Konfirmasi Konfirmasi dilakukan dengan mempresentasikan hasil kerja kelompok dari kegiatan bercerita berpasangan. Tiap kelompok maju ke depan satu per satu. Tiap anggota kelompok membawakan bagian cerita yang ditebak pada saat kegiatan bercerita berpasangan sehingga kedua-duanya berpartisipasi commitmempresentasikan to user aktif dalam kegiatan hasil kerja kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 Ketika kelompok sedang mempresentasikan, kelompok lain mendengarkan dan memperhatikan. Ketika presentasi selesai kelompok lain boleh menanggapi hasil kerja kelompok yang telah dipresentasikan. Guru menegaskan dan meluruskan hasil kerja kelompok yang telah dipresentasikan setelah semua kelompok maju mempresentasikan hasil kerjanya. d) Kegiatan Akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan. Guru bersama siswa membuat kesimpulan mengenai pelajaran yang dapat dipetik dari cerita yang telah menjadi bahan pembelajaran. Setelah itu, guru mengadakan evaluasi yang berupa tes keberanian berbicara. Tes keberanian berbicara dilakukan dengan siswa maju satu per satu untuk bercerita di depan kelas. e) Pasca Kegiatan Kegiatan pasca kegiatan dilakukan dengan menasehati siswa dan berdoa sebelum pulang sekolah. 2) Pertemuan ke-2 Pertemuan ke-2 dilaksanakan pada hari Selasa, 15 Mei 2012. Materi cerita anak yang digunakan Moni yang Baik Hati. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: a) Pra Kegiatan Pra kegiatan dilakukan dengan mengabsen siswa dan mengkondisikan kelas. Pengkondisiian kelas dilakukan dengan mengecek kesiapan siswa. b) Kegiatan Pendahuluan Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan kegiatan apersepsi. Guru mengajak siswa melakukan kegiatan permainan kata misterius. Permainan ini dilakukan dengan guru memberikan satu kata kunci yang berkaitan dengan kata misterius tersebut. Kata commit user kunci yang diberikan gurutodijadikan acuan siswa untuk menebak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 kata misterius tersebut. Siswa menebak dengan cara mengajukan pertanyaan kepada guru dan guru hanya menjawabnya ya atau tidak/bukan. Setelah apersepsi dilanjutkan dengan penjelasan guru mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan adalah pembelajaran bercerita menggunakan metode bercerita berpasangan. Guru juga menjelaskan bahwa setelah kegiatan pembelajaran bercerita dengan menggunakan metode bercerita berpasangan diharapkan siswa dapat lebih berani tampil bercerita karena telah berlatih pada saat melakukan bercerita berpasangan. Oleh karena itu, siswa diharapkan menjadi lebih siap sehingga berani tampil bercerita di depan kelas. c) Kegiatan Inti (1) Eksplorasi Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan curah gagasan mengenai binatang yang menjadi tokoh utama dalam cerita. Curah gagasan yang dilakukan menggunakan boneka tangan yaitu boneka tangan monyet dan harimau. Guru melakukan curah gagasan mengenai sifat atau watak kebiasaan dan habitat hewan yang menjadi tokoh yaitu monyet dan harimau. (2) Elaborasi Pada awal elaborasi guru terlebih dahulu membagi siswa ke dalam 10 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari dua orang siswa atau dua pasang siswa. Guru membagi kelompok siswa sesuai dengan teman duduk siswa. Guru memberikan nama kepada kelompok agar lebih menarik siswa. Setelah
pembagian
kelompok
dilakukan,
guru
menjelaskan kegiatan bercerita berpasangan secara rinci tiap commit to userdiberi lembar petunjuk langkahlangkah. Selain itu, siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65 langkah metode bercerita berpasangan. Tiap langkah yang dilakukan siswa dalam kegiatan bercerita berpasangan dilakukan secara serempak dengan dipandu dan dibimbing oleh guru. Pertama, guru memberikan cerita kepada masingmasing kelompok yang telah dibagi menjadi dua bagian. Tiap anggota kelompok akan menerima satu bagian cerita yang merupakan bagian awal yang hilang atau lanjutan dari bagian cerita anggota kelompok lainnya. Pada pertemuan kali ini guru memberikan cerita berjudul “Moni yang Baik Hati”. Siswa satu menerima cerita Moni yang Baik Hati bagian 1 dan siswa dua menerima cerita Moni yang Baik Hati bagian 2. Selain memberikan cerita, guru juga memberikan lembar lengkahlangkah bercerita berpasangan dan petunjuk mencari kata kunci. Sehingga siswa akan lebih mudah dan tidak bingung dalam melaksanakan kegiatan bercerita berpasangan. Setelah masing-masing siswa menerima bagian ceritanya, siswa membaca cerita tersebut sesuai dengan waktu yang telah diberikan oleh guru. Selanjutnya siswa menentukan kata kunci dari cerita yang telah dibaca. Kata kunci diberikan kepada teman pasangan atau anggota kelompok dengan cara melisankan kata kunci tersebut. Siswa boleh mencatat kata kunci yang diberikan oleh teman pasangannya untuk mempermudah dalam mengingat. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian, siswa satu memberikan kata kunci kepada siswa dua dan sebaliknya, siswa dua memberikan kata kunci kepada siswa satu. Setelah itu, siswa mencoba menebak bagian cerita yang tidak ada dalam cerita yang dimiliki berdasarkan kata kunci yang telah diberikan oleh teman pasangan atau angota commit ini to user kelompok. Kegiatan dilakukan bergantian, dimulai dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 siswa dua menebak cerita Moni yang Baik Hati Bagian 1 dan dilanjutkan siswa satu untuk menebak cerita Moni yang Baik Hati Bagian 2 agar membentuk suatu cerita yang berurutan. Kalimat yang dibuat siswa dalam menebak cerita tidak harus sama dengan yang ada di cerita. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi
siswa
belajar,
bukan
untuk
mendapatkan jawaban yang benar. Setelah masing-masing siswa menebak bagian cerita, kemudian didiskusikan untuk mengetahui bagian cerita secara keseluruhan sehingga siswa bisa saling melengkapi. (3) Konfirmasi Konfirmasi dilakukan dengan mempresentasikan hasil kerja kelompok dari kegiatan bercerita berpasangan. Tiap kelompok maju ke depan satu per satu. Tiap anggota kelompok membawakan bagian cerita yang ditebak pada saat kegiatan bercerita berpasangan sehingga kedua-duanya berpartisipasi aktif dalam kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok. Ketika kelompok sedang mempresentasikan, kelompok lain mendengarkan dan memperhatikan. Ketika presentasi selesai kelompok lain boleh menanggapi hasil kerja kelompok yang telah dipresentasikan. Guru menegaskan dan meluruskan hasil kerja kelompok yang telah dipresentasikan setelah semua kelompok maju mempresentasikan hasil kerjanya. Guru memberikan
hadiah
kepada
kelompok
yang
berhasil
menyelesaikan tugas dan telah mempresentasikan hasil kerjanya dengan baik. d) Kegiatan Akhir Kegiatan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan. Guru bersama siswa membuat kesimpulan mengenai pelajaran yang dapat dipetik dari cerita yang to user telah menjadi bahancommit pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 Setelah itu, guru mengadakan evaluasi yang berupa tes keberanian berbicara. Tes keberanian berbicara dilakukan dengan siswa maju satu per satu untuk bercerita di depan kelas. e) Pasca Kegiatan Kegiatan pasca kegiatan dilakukan dengan menasehati siswa dan berdoa sebelum pulang sekolah. c. Observasi 1) Aspek Kognitif Aspek kognitif yang diukur meliputi kompetensi produk dan kompetensi proses. Kompetensi produk yang diamati didapatkan dari hasil tes keberanian berbicara siswa dalam bercerita di depan kelas secara individu. Sedangkan kompetensi proses didapatkan dari pengamatan atau observasi pada saat kelompok melakukan kegiatan bercerita berpasangan. a) Kompetensi Produk Kompetensi produk mengacu pada hasil tes keberanian berbicara siswa dalam bercerita di depan kelas secara individu pada siklus II. Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai tes keberanian berbicara siklus II (lihat lampiran 21) dapat dibuat distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 9. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian Berbicara Siklus II Kategori
Frekuensi
% Relatif
Kumulatif
TB
0
0
0
KB
0
0
0
CB
0
0
0
B
7
35
35
SB
13
65
100
20 100 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 Berdasarkan tabel 9 di atas maka dapat disajikan dalam grafik pada gambar 9 sebagai berikut:
Frekuensi
Banyak Siswa 14 12 10 8 6 4 2 0 TB
KB
CB
B
SB
Kategori
Gambar 9. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian Berbicara Siklus II Berdasarkan grafik pada gambar 9 menunjukkan bahwa siswa yang termasuk kategori B atau berani (70-79) sebanyak 7 siswa atau 35%. Siswa yang termasuk kategori SB atau sangat berani (≥80) sebanyak 13 siswa atau 65%. b) Kompetensi Proses Kompetensi proses mengacu pada penilaian siswa pada saat
melakukan
kegiatan
bercerita
berpasangan
secara
berkelompok. Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai kompetensi proses siklus II (lihat lampiran 23), dapat dibuat distribusi frekuensi pada tabel 10 sebagai berikut: Tabel 10.
No. Urut D C B A
Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Kompetensi Proses Kegiatan Bercerita Berpasangan Siklus II % Kumulatif 0 0 0 4 20 20 2 10 30 14 70 100 commit 20 to user100
Frekuensi
Relatif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69 Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pada tabel 10 di atas maka dapat disajikan dalam grafik pada gambar 10 sebagai berikut:
Frekuensi
Banyak Siswa 16 14 12 10 8 6 4 2 0 D
C
B
A
Kategori
Gambar 10. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Kompetensi Proses Siklus II Berdasarkan grafik pada gambar 10 di atas menunjukkan bahwa siswa yang termasuk kategori kurang baik atau D tidak ada. Siswa yang termasuk kategori cukup atau C sebanyak 4 siswa atau 20%. Siswa yang termasuk kategori baik atau B sebanyak 2 siswa atau 10%. Siswa yang termasuk kategori A atau sangat baik sebanyak 14 siswa. 2) Aspek Afektif Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai aspek afektif siklus II (lihat lampiran 27), dapat dibuat distribusi frekuensi seperti pada table 11 sebagai berikut: Tabel 11. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus II Kategori Frekuensi D C B A
0 2 9 9 20 commit to user
% Relatif Kumulatif 0 0 10 10 45 55 45 100 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70 Berdasarkan tabel 11 di atas maka dapat disajikan dalam gragik pada gambar 11 sebagai berikut: Banyak Siswa 10
Frekuensi
8 6 4 2 0 D
C
B
A
Kategori
Gambar 11. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus II Berdasarkan grafik pada gambar 11
menunjukkan bahwa
siswa yang termasuk kategori C/cukup (60-69) sebanyak 2 siswa atau 10%. Siswa yang termasuk kategori B/baik (70-79) sebanyak 9 siswa atau 45%. Siswa yang termasuk kaegori A/sangat baik (≥80) sebanyak 9 siswa atau 45%. 3) Aspek Psikomotorik Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai aspek psikomotorik siklus II (lihat lampiran 31) dapat dibuat tabel 12 sebagai berikut: Tabel 12. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus II %
Kategori
Ferkuensi
D
1
5
5
C
9
45
50
B
5
25
75
A
5
25
100
20
100
Relatif
Kumulatif
Berdasarkan tabel 12 maka dapat disajikan dalam grafik pada commit to user gambar 12 sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71 Banyak… 10 Frekuensi
8 6 4 2 0 D
C
B
A
Kategori
Gambar 12. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus II Berdasarkan grafik pada gambar 12
menunjukkan bahwa
siswa yang termasuk kategori D/kurang sebanyak 1 siswa ata 5%. Siwa yang termasuk kategori C/cukup (60-69) sebanyak 2 siswa atau 10%. Siswa yang termasuk kategori B/baik (70-79) sebanyak 9 siswa atau 45%. Siswa yang termasuk kaegori A/sangat baik (≥80) sebanyak 9 siswa atau 45%. 4) Observasi Guru Pada siklus II guru mendapatkan nilai ketermapilan mengajar sebesar 3,7 (lihat lampiran 34) dan termasuk dalam kategori A. Hasil yang diperoleh merupakan perbaikan dari refleksi yang dilakukan pada siklus II. Refleksi pada siklus I dijadikan dasar oleh guru untuk merencanakan tindakan pada siklus II. Sehingga perencanaan dan tindakan yang dilakukan oleh guru sudah baik dan benar. Guru melakukan persiapan dengan sangat matang. Hal ini dapat dibuktikan dengan persiapan yang dilakukan guru dengan membuat RPP, mempersiapkan materi pembelajaran dengan baik dan mempersiapkan segala peralatan dan bahan ajar dengan semaksimal mungkin. Guru membuka pembelajaran dengan melakukan beberapa variasi yaitu mengkondisikan siswa dengan melakukan permainan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 terlebih dahulu. Setelah itu, guru baru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Sebelum siswa melakukan kegiatan bercerita berpasangan, guru terlebih dahulu menjelaskan kembali kegiatan bercerita berpasangan agar siswa tidak bingung dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan oleh guru. Selain itu, guru cukup bisa menguasai kelas baik dalam menyampaikan penjelasan maupun dalam pelaksanaan kegiatan bercerita berpasangan. Media yang disiapkan pada siklus II oleh guru masih menggunakan boneka tangan. Boneka tangan yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan dan materi cerita anak yaitu boneka Kancil dan Buaya pada siklus I dan Monyet dan Harimau pada siklus II. Siswa terlihat sangat tertarik ketika menggunakannya untuk bercerita. Sebelum siswa maju bercerita di depan kelas, guru mencontohkan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan. Pada saat siswa akan bercerita secara berpasangan di depan kelas, guru memberikan contoh dan membantu siswa menggunakan boneka tangan dengan baik dan benar. Pada awalnya siswa merasa sungkan dan kikuk dalam menggunakan media boneka tangan sambil bercerita di depan kelas. Tetapi, lama kelamaan siswa merasa asyik dan senang menggunakan media boneka tangan dalam bercerita berpasangan. Selama pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode bercerita berpasangan ini, guru sebisa mungkin menumbuhkan suasana yang menyenangkan sehingga siswa dapat aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Guru selalu memantau kemajuan belajar selama proses commit toKemajuan user pembelajaran berlangsung. belajar siswa tampak dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 keaktifan dan keantusiasan siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang cukup menunjukkan ke arah yang jauh lebih baik daripada siklus I. Guru melakukan penilaian selama proses pembelajaran berlangsung bukan hanya pada saat tes akhir saja. Instrument yang disiapkan guru sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. Bahasa yang digunakan oleh guru mudah dipahami siswa dan penyampaian pesan yang menarik perhatian siswa. Oleh karena itu, siswa menjadi antusias dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Guru menutup pembelajaran dengan melakukan kegiatan membuat kesimpulan. Kegiatan membuat kesimpulan dilakukan dengan
melibatkan
seluruh
siswa
sehingga
siswa
mampu
berpartisipasi aktif dalam membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. d. Refleksi Secara keseluruhan penelitian pada siklus II sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang telah diperoleh baik dari nilai aspek kognitif yang meliputi kompetensi produk dan kompetensi proses, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Nilai tes keberanian berbicara pada siklus II mencapai rata-rata klasikal 82 dan 100% siswa dapat mencapai kategori berani atau sangat berani. Hal ini menunjukkan indikator kinerja telah tercapai dengan baik. Hasil yang telah tercapai membuktikan bahwa metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara siswa. SD Negeri 1 Jlamprang. C. Perbandingan Antar Siklus Berdasarkan deskripsi hasil penelitian didapatkan hasil nilai tes keberanian berbicara yang meningkat dari siklus I hingga siklus II. Adapun hasil perbandingannya dapat dilihat dalam grafik pada gambar 13 sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nilai Rata-rata
74 Nilai Rata-rata
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Pra
I
II
Siklus
Gambar 13. Grafik Perbandingan Hasil Nilai Rata-rata Tes Keberanian Berbicara Siklus I dan Siklus II Berdasarkan grafik pada gambar 13 di atas menunjukkan bahwa nilai ratarata tes keberanian berbicara meningkat dari 66 menjadi 73 pada siklus I, dan meningkat menjadi 82 pada siklus II. Sedangkan persentase keberanian yang dicapai dapat dilihat pada gambar 14 sebagai berikut:
Nilai Rata-rata
Persentase Kelas
120 100 80 60 40 20 0 Pra
I
II
Siklus
Gambar 14. Grafik Persentase Keberanian Berbicara Siswa Siklus I dan Siklus II Pada pra siklus pembelajaran yang dilaksanakan belum menerapkan metode bercerita berpasangan, jumlah siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani sebanyak 50% dari 20 jumlah siswa secara keseluruhan. Pada siklus I jumlah siswa yang dapat mencapai kategori berani atau commit to user sangat berani sebanyak 70% dari 20 jumlah siswa secara keseluruhan. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 membuktikan bahwa hasil penelitian pada siklus I dapat mencapai indikator ketercapaian yaitu 70% dari 20 jumlah siswa secara keseluruhan. Sedangkan siklus II siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani sebanyak 100% dari 20 jumlah siswa secara keseluruhan. Selain peningkatan keberanian siswa, aktivitas siswa juga mengalami peningkatan baik meliputi proses, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Adapun peningkatan aktivitas siswa dari siklus I hingga siklus II dapat dilihat dalam grafik pada gambar 15 sebagai berikut: 90 80 70 60 50 Kompetensi Proses
40 30
Aspek Afektif
20
Aspek Psikomotorik
10 0 Siklus I
Siklus II Nilai Tiap Siklus
Gambar 15. Grafik Perbandingan Hasil Kompetensi Proses, Aspek Afektif dan Aspek Psikomotorik Siklus I dan SIklus II Bardasarkan grafik pada gambar 15 di atas menunjukkan bahwa nilai kompetensi proses meningkat dari 71 pada siklus I menjadi 82 pada siklus II. Nilai aspek afektif meningkat dari 71 pada siklus I menjadi 79 pada siklus II. Nilai aspek psikomotorik meningkat dari 63 pada siklus I menjadi 72 pada siklus II. Adapun peningkatan kemampuan guru mengajar dapat dilihat pada gambar 16 sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nilai APKG
76 Nilai Rata-rata
3.75 3.7 3.65 3.6 3.55 3.5 3.45 3.4 3.35 3.3 3.25 I
Siklus
II
Gambar 16. Grafik Peningkatan Kemampuan Guru Mengajar Berdasarkan gambar 16 di atas kemampuan guru mengajar meningkat dari 3,4 pada siklus I menjadi 3,7 pada siklus II. Peningkatan ini dapat terjadi setelah diadakan refleksi pada siklus I. Refleksi ini sebagai dasar perencanaan dari pelaksananaan tindakan selanjutnya, yaitu siklus II. D. Pembahasan Setelah hasil penelitian dideskripsikan hasilnya tiap siklus dan dibandingkan antar siklus, kemudian hasil penelitian yang di dapatkan dianalisis berdasarkan indikator ketercapaian yang telah ditetapkan. Hasil tes keberanin pada siklus I telah mencapai indikator ketercapaian yaitu 70% siswa dapat memenuhi kategori minimal kategori berani, yaitu antara rentang nilai 70-79 dan maksimal kategori sangat berani, yaitu rentang nilai 80100. Hal ini ditunjukkan dengan ketuntasan kategori yang telah dicapai yaitu sebanyak 70% dari jumlah siswa secara klasikal mampu memenuhi kategori berani dan sangat berani dengan nilai rata-rata 73. Selebihnya 30% siswa tidak dapat memenuhi kategori baik berani maupun sangat berani karena beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberanian siswa pada siklus I adalah faktor intern siswa. Karakter siswa yang pendiam membuat siswa tidak percaya diri saat bercerita di depan kelas. Selain itu, kemampuan berbahasa, khususnya dalam penggunaan tata bahasa yang diungkakan dalam kalimat dan rangkaian kalimat. Hal tersebut kemudian dapat di atasi peneliti dan pada siklus commit to user ke-II dengan menggunakan permainan kata pada kegiatan curah gagasan agar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 siswa lebih mudah dalam merangkai kalimat dalam bercerita. Hal ini terbukti pada siklus II keberanian siswa meningkat dari 70% menjadi 100% dengan rata-rata nilai 82. Berkaitan dengan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, guru juga melakukan penilaian terhadap aspek-aspek lainnya selam proses pembelajaran berlangsung. Seiring dengan meningkatnya keberanian siswa, kualitas proses juga mengalami peningkatan. Hal ini terbukti dari nilai rata-rata yang didapatkan siswa pada kompetensi proses meningkat dari 71 pada siklus I menjadi 82 pada siklus II. Aspek afektif siswa juga mengalami peningkatan dari 71 pada siklus I menjadi meningkat menjadi siklus 79 pada siklus II. Selain aspek afektif, aspek psikomotorik juga mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata 63 menjadi 72. Peningkatan aspek ini membuktikan bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan materi dan menilai hasil atau produknya saja. Peneliti tetap memperhatikan aspekaspek lain agar penilaian yang dilaksanakan tidak hanya sekedar mendapatkan hasil yang asal bagus saja. Aspek-aspek lain yang terlihat dalam aktifitas siswa meliputi kompetensi proses, aspek afektif dan aspek psikomotorik memiliki hubungan yang selaras dengan hasil yang didapatkan siswa yaitu berupa keberanian berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi cerita anak. Keberanian siswa yang meningkat diimbangi dan dihasilkan pula oleh proses pembelajaran yang baik. Selain itu, hasil penelitian yang didapatkan dipengaruhi pula oleh kemampuan guru mengajar. Kemampuan guru mengajar meningkat dari 3,4 pada siklus I dan 3,7 pada siklus II. Secara keseluruhan, antara hasil yang berupa peningkatan keberanian siswa, aktivitas siswa dan kemampuan mengajar guru memiliki peningkatan yang sejalan dan saling mempengaruhi. Tanpa adanya proses yang baik tidak akan dapat menghasilkan hasil yang baik pula.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dengan menerapkan metode bercerita berpasangan untuk meningkatkan keberanian berbicara siswa kelas V SD Negeri Jlamprang pembelajaran Bahasa Indonesia materi cerita anak berhasil. Peningkatan tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya hasil tes keberanian berbicara dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada pra siklus siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani hanya sebanyak 50% dari jumlah siswa secara keseluruhan. Pada siklus I siswa yang dapat mencapai kategori berani dan sangat berani sebanyak 70%. Pada siklus II siswa yang dapat mencapai kategori berani dan sangat berani sebanyak 100%. Sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan yaitu 70% siswa dapat mencapai kategori berani atau sangat berani, penelitian ini dinyatakan berhasil. Oleh karena itu, penerapan metode bercerita berpasangan cocok untuk meningkatkan keberanian berbicara pembelajaran bahasa Indonesia materi cerita anak siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang tahun ajaran 2011/2012. B. Implikasi Berdasarkan simpulan penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara pembelajaran bahasa inonesia materi cerita anak siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, sehingga diperoleh implikasi: 1. Penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara pada pembelajaran bahasa Indonesia materi cerita anak siswa kelas V SD Negeri Jlamprang. 2. Penerapan metode bercerita berpasangan melatih siswa bercerita secara mandiri sehingga siswa akan lebih siap dalam melakukan tes keberanian berbicara di depan kelas.
commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 3. Penerapan metode bercerita berpasangan memberi kesempatan siswa untuk berinteraksi antar siswa, guru dan bahan ajar lebih leluasa. 4. Penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. 5. Penerapan metode bercerita berpasangan dapat mengaktifkan skemata siswa sehingga siswa dapat melakukan curah gagasan sesuai dengan pengalaman siswa. 6. Penggunaan media boneka tangan dapat menarik siswa dalam bercerita sehingga siswa lebih antusias dalam melakukan kegiatan bercerita berpasangan. C. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi di atas, peneliti dapat memberikan saran-saran berikut ini: 1. Bagi Sekolah Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk menerapkan metode bercerita berpasangan dalam pembelajaran yang sesuai dengan metode bercerita berpasangan baik Bahasa Indonesia maupun mata pelajaran lainnya yang sehingga keberanian siswa meningkat bukan hanya pada satu aspek saja, tetapi menyeluruh. 2. Bagi guru Guru perlu memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keberanian berbicara siswa dengan menerapkan metode bercerita berpasangan. 3. Bagi siswa Siswa hendaknya sering berlatih bercerita menggunakan metode bercerita berpasangan untuk meningkatkan keterampilan berbicara sehingga siswa siap dan berani ketika maju bercerita di depan kelas. 4. Bagi peneliti lain Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis, hendakanya dalam melakukan kegiatan bercerita berpasangan lebih menggunakan variasi cerita yang lebih menarik dan familiar bagi anak-anak. Selain itu, perlu dibuat kegiatan apersepsi, brainstorming dan pengelompokan yang lebih menarik sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 menggugah semangat anak-anak untuk mengikuti kegiatan pembelajaran berbicara dengan menggunakan metode bercerita berpasangan.
commit to user