PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL DI ASEAN (Studi Empiris Pada Indeks Saham Indonesia/JKSE, Malaysia/KLSE, Singapura/STI, Filipina/PSI, Thailand/SETI, dan Vietnam/VNI Periode 2011-2015) SKRIPSI
Oleh: Dini Nurliani NIM: 1112081000097
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M
PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL DI ASEAN (Studi Empiris Pada Indeks Saham Indonesia/JKSE, Malaysia/KLSE, Singapura/STI, Filipina/PSI, Thailand/SETI, dan Vietnam/VNI Periode 20112015) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Dini Nurliani NIM: 1112081000097
Di Bawah Bimbingan Pembimbing
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 19690203 200112 1 003
JURUSAN MANAJEMAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M
i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF Hari ini Kamis, 09 Juni 2016 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa: 1.
Nama
: Dini Nurliani
2.
NIM
: 1112081000097
3.
Jurusan
: Manajemen
4.
Judul Skripsi
: Pengujian Efisiensi Pasar Modal di ASEAN (Studi Empiris Pada Indeks Saham Indonesia/JKSE, Malaysia/KLSE, Singapura/STI, Filipina/PSI, Thailand/SETI, dan Vietnam/VNI Periode 2011-2015)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 09 Juni 2016
1.
Amalia, M.S.M
(________________)
NIP. 19740821 200901 2 005
2.
Penguji 1
Amir Syarifuddin, SH., MM
(________________)
NIP. 19460818 196603 1 001
Penguji 2
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari ini Selasa, 20 Desember 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: Nama NIM Jurusan Judul Skripsi
: : : :
Dini Nurliani 1112081000097 Manajemen Pengujian Efisiensi Pasar Modal di ASEAN (Studi Empiris Pada Indeks Saham Indonesia/JKSE, Malaysia/KLSE, Singapura/STI,
Filipina/PSI,
Thailand/SETI,
dan
Vietnam/VNI Periode 2011-2015)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 20 Desember 2016
1.
Titi Dewi Warninda, SE., M.Si NIP. 19731221 200501 2 002
(_______________) Ketua
2.
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 19690203 200112 1 003
(_______________) Sekretaris
3.
Dr. Herni Ali HT, SE., MM NIDN. 0422 1259 02
(_______________) Penguji Ahli
4.
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 19690203 200112 1 003
(_______________) Pembimbing iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Dini Nurliani
NIM
: 1112081000097
Jurusan
: Manajemen
Judul Skripsi
: Pengujian Efisiensi Pasar Modal di ASEAN (Studi Empiris Pada Indeks Saham Indonesia/JKSE, Malaysia/KLSE, Singapura/STI,
Filipina/PSI,
Thailand/SETI,
dan
Vietnam/VNI Periode 2011-2015) Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya: 1.
Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan
2.
Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3.
Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya
4.
Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5.
Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, 05 Desember 2016 Yang Menyatakan
(Dini Nurliani) iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
DATA PRIBADI Nama
: Dini Nurliani
Tempat, tanggal lahir : Bogor, 03 November 1994 Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Cendana Pondok Miri RT 001/005 Desa Rawakalong Kec. Gunung Sindur Bogor
II.
III.
No. Telp
: 08119131994
Email
:
[email protected]
PENDIDIKAN 2012 – 2016
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009 – 2012
MA Al-Inaayah Bogor
2006 – 2009
MTS Al-Inaayah Bogor
2000 – 2006
SD Negeri Nusa Indah Bogor
LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Dilit Muhadi
2. Tempat & Tgl. Lahir
: Bogor, 12 Juni 1972
3. Telepon
: 083872876178
4. Ibu
: Tamih
5. Tempat & Tgl. Lahir
: Bogor, 06 Mei 1976
6. Anak Ke dari
: 1 (satu) dari 3 (tiga) bersaudara
v
ABSTRACT Capital market is one of the significant phases of every financial institution and now it‟s playing a strategic role in a country‟s economic growth. The characteristics of stock prices reflect the all available information in market. The study aimed to test the efficiency of capital markets in ASEAN. The study has examined the weak form efficient market hypothesis on the sixth major stock exchanges of ASEAN including Indonesia, Malaysia, Singapore, Philippines, Thailand, and Vietnam. The study has used the daily closing price on the sixth major stock exchanges of ASEAN from January 2011 to December 2015. This study has used analysis method Kolmogorov Smirnov Test, Run Test, Autocorrelation, ARIMA and ARCH/GARCH. Finding suggest that none of the sixth major stock markets in ASEAN follows random-walk and hence all the these markets are not the weak form of efficient market. Keywords: capital market, efficient market hypothesis (EMH), random-walk, ASEAN, ARCH/GARCH
vi
ABSTRAK Pasar modal merupakan salah satu tahapan penting dari setiap lembaga keuangan dan sekarang memainkan peran strategis dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Karakteristik harga saham mencerminkan informasi semua tersedia di pasar. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efisiensi pasar modal di ASEAN. Penelitian ini telah meneliti hipotesis pasar efisien bentuk lemah di keenam bursa saham utama ASEAN termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Penelitian ini telah menggunakan harga penutupan harian di keenam bursa saham utama ASEAN dari Januari 2011 sampai Desember 2015. Penelitian ini telah menggunakan metode analisis Kolmogorov Smirnov Test, Run Test, Autokorelasi, ARIMA dan ARCH / GARCH. Temuan menunjukkan bahwa tidak satupun dari keenam pasar saham utama di ASEAN yang mengikuti random walk dan karenanya semua pasar ini merupakan pasar yang tidak efisien dalam bentuk lemah. Kata Kunci: pasar modal, hipotesis pasar efisien (EMH), random walk, ASEAN, ARCH/GARCH
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirabbil‟alamiin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala taufik, hidayah dan inaayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengujian Efisiensi Pasar Modal di ASEAN (Studi Empiris Pada Indeks Saham Indonesia/JKSE, Malaysia/KLSE,
Singapura/STI,
Filipina/PSI,
Thailand/SETI,
dan
Vietnam/VNI Periode 2011-2015)”. Shalawat serta salam tak lepas penulis haturkan kehadirat Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Skripsi ini disusun sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Sarjana Strata satu pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Program Studi Manajemen Universitas Islam Negeri Jakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan ucapan terimakasih kepada pihakpihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1) Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan cintanya kepadaku, yang telah memberikan kasih sayang, kepercayaan, didikan, dan bimbingan serta membesarkanku dengan lantunan doa dan semangat cinta beliau sehingga membuatku menjadi orang yang tegar, termotivasi, serta terdukung untuk terus maju dan berjuang dalam hidup. 2) Bapak Dr. M. Arief Mufraini Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah 3) Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah. 4) Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku Pembimbing yang banyak memberikan saran, petunjuk, ilmu pengetahuan dan meluangkan waktunya sehingga terselesaikan skripsi ini. viii
5) Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis baik Staff Akademisi dan keuangan terima kasih atas segala bantuannya. 6) Untuk suamiku, terima kasih kaka yang selalu menyemangatiku dalam berbagai kondisi agar cepat meyelesaikan skripsi ini. 7) Seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat, motivasi, dan dukungan yang besar kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 8) Sahabat Zone (Yayah, Shefa, Dewi, Santi, Hedra, Abdi, Gendut dan Lutfi), Dwi, Alip dan Andi serta Teman-teman seperjuangan di kelas manajemen 2012 khususnya keuangan, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 9) Terimakasih juga kepada Abang Uda Iswandi di Fotokopian Maju Jaya yang telah banyak membantu dalam pencetakan skripsi ini. 10) Pihak-pihak yang belum saya sebutkan yang turut membantu baik dengan moril maupun materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan terima kasih atas kebaikan dan perhatian yang kalian berikan.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak
kekurangan.
Dengan
segenap
kerendahan
hati
penulis
mengharapkan saran, arahan maupun kritikan yang konstruktif demi penyempurnaan hasil penelitian ini. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya dalam bidang manajemen keuangan.
Jakarta, 05 Desember 2016
Dini Nurliani
ix
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................ ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................ iii LEMBAR PENGESAHAN KARYA ILMIAH ........................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... v ABSTRACT ..................................................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv BAB I
PENDAHULUAN .................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Permasalahan...................................................................... 9 1. Identifikasi Masalah ..................................................... 9 2. Batasan Masalah........................................................... 10 3. Rumusan Masalah ........................................................ 11 C. Tujuan Penelitian ............................................................... 11 D. Manfaat Penelitian ............................................................. 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 14 A. Kajian Teori ....................................................................... 14
x
1. Pasar Modal .................................................................. 14 2. Investasi........................................................................ 17 3. Saham ........................................................................... 22 4. Return Saham .............................................................. 25 5. Efisiensi Pasar .............................................................. 27 6. Random Walk ............................................................... 45 B. Penelitian Terdahulu .......................................................... 50 C. Kerangka Pemikiran ........................................................... 55 D. Hipotesis Penelitian............................................................ 57 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 58 A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................. 58 B. Metode Penentuan Sampel ................................................. 58 C. Metode Pengumpulan Data ................................................ 59 D. Metode Analisis Data ......................................................... 60 1. Uji Kolmogorov Smirnov ............................................ 60 2. Uji Run Test ................................................................. 61 3. Uji Autokorelasi ........................................................... 63 4. Model ARIMA ............................................................. 64 5. Model ARCH/GARCH ................................................ 74 E. Definisi Operasional Variabel ............................................ 76
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................ 80 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...................... 80 B. Analisis dan Pembahasan ................................................... 87 1. Uji Kolmogorov Smirnov ............................................ 87 2. Uji Run Test ................................................................. 88 3. Uji Autokorelasi ........................................................... 91 4. Model ARIMA ............................................................. 95 5. Model ARCH/GARCH ................................................ 101
xi
BAB V
PENUTUP ............................................................................... 109 A. Kesimpulan ........................................................................ 109 B. Saran ................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 112 LAMPIRAN .................................................................................................... 115
xii
DAFTAR TABEL No.
Keterangan
Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 54 Tabel 3.1 Pola ACF dan PACF ..................................................................... 71 Tabel 4.1 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov .................................................... 88 Tabel 4.2 Hasil Uji Run Test ......................................................................... 89 Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi ................................................................... 93 Tabel 4.4 Hasil Uji Unit Root ....................................................................... 97 Tabel 4.5 Model Peramalan ARIMA Terbaik .............................................. 99 Tabel 4.6 Hasil Pengujian ARCH Effect....................................................... 101 Tabel 4.7 Model ARCH/GARCH Terbaik .................................................... 103 Tabel 4.8 Hasil Pengujian ARCH Effect....................................................... 105
xiii
DAFTAR GAMBAR No.
Keterangan
Halaman
Gambar 2.1
Hubungan Bentuk Efisiensi Pasar dengan Ketersediaan Informasi .............................................................................. 41
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran ............................................................ 56
xiv
DAFTAR LAMPIRAN No.
Keterangan
Halaman
Lampiran 1
Hasil Output Uji Kolmogorov Smirnov .............................. 115
Lampiran 2
Hasil Output Uji Run Test ................................................... 115
Lampiran 3
Hasil Output Uji Breusch-Godfrey ...................................... 116
Lampiran 4
Hasil Output Uji Stasioneritas Correlogram ........................ 117
Lampiran 5
Hasil Output Uji Stasioneritas ADF .................................... 123
Lampiran 6
Hasil Output Model ARIMA ............................................... 125
Lampiran 7
Hasil Output Uji ARCH Effect ............................................ 153
Lampiran 8
Hasil Output Model ARCH/GARCH .................................. 154
Lampiran 9
Hasil Output Uji ARCH-LM Model ARCH/GARCH......... 166
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA 2015) antar Negara yang tergabung dalam ASEAN untuk merebut peluang dalam internasionalisasi keuangan maupun perdagangan, maka setiap negara tidak saja harus membenahi pasar uang tetapi juga pasar modal. Pasar modal, tidak bisa tidak, harus didorong untuk berperan lebih giat dalam memobilisasi dana investasi dimaksud. Namun, semua negara juga menghadapi tantangan global yang sama dan karena itu negara-negara tersebut dituntut untuk terus melakukan pembenahan di bidang pasar modal. Dalam kondisi persaingan seperti ini, salah satu kekuatan yang dapat meningkatkan bargaining position adalah efisiensi (Erwin Hendarwin, 2015: 1) Salah satu persyaratan penting bagi perkembangan pasar modal adalah efisiensi. Konsep mengenai efisiensi pasar ini dapat dijumpai dalam beberapa literatur dan
penggunaannya
tergantung pada konteks
atau obyek
permasalahan yang dibahas. Konsep pasar modal yang efisien ini menurut Suad Husnan (2012: 264 ) merupakan tema yang dominan pada tahun 1960an terutama di kalangan akademisi. Konsep ini meskipun secara umum dipercaya oleh kalangan akademisi, akan tetapi tidak semua masyarakat mempercayainya, bahkan istilah pasar modal yang efisien ini sering digunakan dengan arti atau maksud yang berbeda-beda.
1
Pasar modal yang efisien dapat diartikan sebagai pasar yang bisa menyediakan jasa-jasa yang diperlukan oleh para pemodal dengan biaya yang minimal. Dalam pengertian yang lain, West (1975) dalam (Erwin Hendarwin, 2015: 7) misalnya membedakan istilah efisiensi pasar modal ini dengan dua pendekatan, yakni external efficiency dan internal efficiency. Menurut West, external efficiency menunjukkan bahwa pasar berada dalam keseimbangan sehingga keputusan perdagangan saham berdasarkan atas informasi yang tersedia tidak bisa memberikan keuntungan di atas tingkat keuntungan keseimbangan. Sedangkan internal efficiency, lanjut West, menunjukkan bahwa pasar modal tersebut bukan hanya memberikan harga yang benar tetapi juga memberikan berbagai jasa yang diperlukan oleh para pembeli dan penjual dengan biaya serendah mungkin. Efsiensi eksternal (external efficiency) ini sesuai dengan pengertian mikro pasar modal, yaitu suatu kondisi seberapa jauh pasar modal informationally efficient, yang berkaitan dengan apakah harga sekuritas di pasar modal tersebut mencerminkan informasi yang relevan. Konsep ini berbeda dengan konsep makro pasar modal. Efisiensi eksternal ini berhubungan dengan seberapa jauh pasar modal bisa memobilisasi dana dari masyarakat. Para peneliti telah menguji keadaan/bentuk ini dengan melihat peristiwa-peristiwa terntu seperti penerbitan saham baru, pengumuman laba dan dividen, perkiraan laba perusahaan, perubahan praktek-praktek akuntansi, merger dan pemecahan saham (split stock).
2
Untuk menyajikan pemahaman yang baik mengenai konsep efisiensi pasar modal ini, sebaiknya perlu diperhatikan tiga bentuk teori pasar modal yang efisiensi. Pertama, Weak form efficiency; kedua, Semi strong form efficiency, dan ketiga, Strong form efficiency. Ketiga bentuk kategori pasar modal yang efisien tersebut oleh Robert (2012) dalam (Erwin Hendarwin, 2015: 8) diuraikan sebagai berikut: "Weak form hypotheses, that current stock price already reflects all information that can be gleaned from past price changes". "Semi strong form hypotheses, that current stock price reflect not only the imformation implied by historical price changes but olso information implied by all publicly available information relevant to a company‟s securities". "Strong form hypotheses, that current stock price reflecs all relevant information available only to company insider or other frivilegedgroups". Dengan demikian, pada weak form efficiency, pemodal tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan menggunakan trading rules berdasarkan informasi harga pada masa atau waktu sebelumnya. Banyak pasar modal di dunia mengambil bentuk seperti ini. Berbeda dengan weak form, pada semi strong form efficiency, harga-harga saham yang ada saat ini bukan saja dicerminkan pada kondisi harga pada waktu yang lalu tetapi juga mencakup semua informasi yang dipublikasikan. Artinya, para pemodal tidak dapat memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan memanfaatkan informasi publik.
3
Efisiensi pasar merupakan salah satu topik mendasar yang perlu direnungi karena berkaitan langsung dengan relevan atau tidaknya kegiatan untuk berusaha memprediksi arah harga (timing). Sebagian besar kalangan akademisi berkeyakinan bahwa pasar saham merupakan pasar yang efisien. Suatu pasar dikatakan efisien apabila harga barang-barang yang dijual telah menunjukan semua informasi yang ada sehingga tidak terbias (not biased) menjadi terlalu murah atau terlalu mahal. Perubahan harga di masa mendatang hanya tergantung dari datangnya informasi baru di masa mendatang yang tidak diketahui sebelumnya. Perubahan harga terjadi dengan sangat cepat sehingga tidak memungkinkan untuk dieksploitasi. Karena informasi baru datangnya tidak bisa diduga, maka perubahan harga pun tidak bisa diduga alias random. Di dalam suatu pasar yang efisien, tidak mungkin seseorang untuk secara konsisten mengalahkan performa pasar dengan memakai informasi yang telah diketahui pasar, kecuali dengan mendapatkan keberuntungan (luck). Dalam setiap periode, kira-kira setengah investor akan mendapatkan hasil lebih baik dari pasar dan setengah lagi akan mendapatkan hasil yang lebih jelek hanya karena keberuntungan/kesialan. Teori pasar yang efisien tergantung pada asumsi bahwa semua pelaku pasar mengolah informasi secara rasional dan secara rata-rata informasi yang dimiliki semua pelaku pasar adalah benar (meskipun tak seorang pemainpun memiliki semua informasi yang benar: misal sebagian memiliki informasi yang bagus-bagus sebagian lagi memiliki informasi yang jelek-jelek tentang
4
suatu perusahaan). Pasar yang efisien juga memerlukan sekelompok pemain yang dengan cepat akan meng-arbitrage bila kemungkinan arbitrage (keuntungan tanpa resiko) muncul. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan pasar menjadi efisien. Pasar efisien dapat terjadi karena peristiwa-peristiwa sebagai berikut ini: 1) Investor adalah penerima harga, yang berarti bahwa sebagai pelaku pasar, investor seorang diri tidak dapat mempengaruhi harga dari suatu sekuritas. 2) Informasi tersedia secara luas kepada semua pelaku pasar pada saat yang bersamaan dan harga untuk memperoleh informasi tersebut murah. Umumnya pelaku pasar menerima informasi lewat radio, koran atau media masa lainnya, sehingga informasi tersebut dapat diterima pada saat yang bersamaan. 3) Informasi yang dihasilkan secara acak (random) dan tiap-tiap pengumuman informasi sifatnya random satu dengan yang lainnya. Informasi dihasilkan secara acak (random) mempunyai arti bahwa investor tidak dapat memprediksi kapan emiten akan mengumumkan informasi yang baru. 4) Investor bereaksi dengan menggunakan informasi secara penuh dan cepat, sehingga harga dari sekuritas berubah dengan semestinya mencerminkan informasi tersebut untuk mencapai keseimbangan yang baru. Pasar modal ASEAN yang terintegrasi, akan meningkatkan perannya dalam peingkatan pembanguna ekonomi negara-negara ASEAN. Peran pasar modal ini penting karena pasar modal merupakan sumber pendanaan jangka panjang bagi korporasi dan untuk memperoleh tambahan nilai keuntungan bagi investor. Bursa-bursa saham yang terintegrasi akan memeberian peluang
5
bagi perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan modal secara efisien. Sedangkan bagi para investor dapat menanamkan modalnya pada sekuritas atau investasi portofolio. Sampai saat ini, antar negara ASEAN masih terdapat perbedaanperbedaan regulatory (peraturan). Kurangnya kerangka ker peraturan bersama antar negara merupakan faktor yang dapat menghambat realisasi rencana ini. Maka keinginan memiliki pasar modal tunggal di kawasan ASEAN, sampai batas akhir 2015, perlu dilakukan pembuatan kebijakan yang mengatur perpajakan, perlindungan investor dan penyelesaian sengketa. Setiap negara harus memprioritaskan dan mensinkronkan program negaranya masingmasing, integrasi harus dilakukan para pemangku kepentingan, setiap negara harus berusaha meningkatkan likuiditas di pasar ASEAN. Masalah efisiensi pasar modal di pasar saham negara-negara ASEAN merupakan sangat penting. Tingkat kepentingannya menjadi tema kajian yang menarik untuk ditelili dan dianalisis. Mengingat penerapan pasar tunggal dalam perekonomian kian cepat, sehingga akan lebih menarik dan perlu untuk mengetahui serta membuktikan apakah pasar modal dikawasan negara anggota ASEAN sudah efisien ataukah masih belum efisien. Penelitian tentang masalah efisiensi pasar modal di negara-negara anggota ASEAN telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Namun, karena penelitian tentang efisiensi pasar yang dilakukan oleh para peneliti dengan menggunakan metode pengujian yang berbeda dan data yang berbeda
6
sehingga hasil yang diperoleh juga memiliki keragaman dan tidak dapat memberikan hasil yang konsisten dari masing-masing peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Kasihif Hamid, et al (2010). Penelitian ini menguji efisiensi pasar bentuk lemah di Pakistan, India, Sri Langka, China, Korea, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Taiwan, Japan, dan Australia. Observasi pada penelitian ini selama periode Januari 2004 samapi Desember 2009 dengan menggunakan data bulanan. Penelitian ini menggunakan uji Autokorelasi, Ljung-Box Q-statistik, Run Test, Unit Root Test dan Variance Ratio untuk menguji hipotesis bahwa pasar modal mengikuti random walk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa return bulanan pada pasar modal di Asia Pasifik tidak mengikuti pola random walk. Penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi dan Rakesh Gupta (2011). Penelitian ini menguji efisiensi pasar di ASEAN dengan menggunakan data harga saham harian periode Januari 2000 sampai April 2011. Penelitian ini meggunakan uji Unit Root Test, Variance Ratio Test, dan Run Test untuk menguji efisiensi pasar bentuk lemah di pasar modal ASEAN. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di pasar Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam menolak efisiensi pasar, sedangkan pada pasar Singapura dan Thailand ditemukan efisiensi bentuk lemah. Penelitian yang dilakukan oleh Nasruldin (2011). Penelitian ini menguji efisiensi pasar bentuk lemah di pasar modal Indonesia selama periode 20092010 dengan menggunakan data harga saham harian. Penelitian ini
7
menggunakan uji run test dan korelasi seri untuk menguji kerandoman dan korelasi harga saham. Hasil penelitain menunjukkan bahwa pasar modal di Indonesia efisien dalam bentuk lemah. Penelitian yang dilakukan oleh Wenty Yolanda, dkk (2014). Penelitian ini menguji efisiensi pasar modal di Indonesia khususnya pada saham terpilih yaitu Indeks Saham LQ 45 dengan menggunakan data harga saham harian peride 2009-2011. Penelitian ini menggunakan model GARCH untuk menguji efisiensi pasar pada saham Indeks LQ 45. Hasil penelitian dengan penerapan model GARCH (1,1) menunjukkan bahwa pada harga penutupan harian (closing price) saham pada Indeks LQ 45 periode 2009-2011, harga pada periode 3 hari dan 4 hari sebelumnya adalah yang paling berpengaruh. Efisiensi pasar modal di Indonesia termasuk efisiensi bentuk lemah (weak form efficiency) yang juga ditunjukkan oleh return harga saham yang mengalami volatisitas dan random walk. Penelitian yang dilakukan oleh Khoa Cuong Phan dan Jian Zhou (2014). Penelitian ini menguji efisiensi pasar bentuk lemah di pasar modal Vietnam dengan menggunakan data harga saham mingguan periode Juli 2000 sampai Juli 2013 (13 tahun). Penelitian ini menggunakan uji Autokorelasi, Variance Ratio Test, dan Run Test untuk menguji hipotesis bahwa pasar modal di Vietnam mengikuti pola random walk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar modal Vietnam tidak efisien. Penelitian yang dilakukan oleh Kasilingam Lingaraja, et al (2014). Penelitian ini menguji efisiensi pasar di pasar saham Asia yang sedang
8
berkembang dengan menggunakan data harga saham harian selama 10 tahun periode 1 Januari 2004 sampai 31 Desember 2013. Penelitian ini menggunakan uji GARCH, Autokorelasi, dan Run Test untuk menguji efisiensi pasar di pasar saham Asia yang sedang berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Indeks India, Indonesia, Malaysia, dan Filipina sangat signifikan dan terdistribusi secara acak, sedangkan pada Indeks China, Korea, Taiwan, dan Thailand tidak signifikan dan tidak terdistribusi secara acak. Penelitian yang dilakukan oleh Samithamby Senthilnathan (2015). Penelitian ini menguji efisiensi pasar di Asia dan kawasan Pasifik dengan menggunakan tinjauan literatur dari berbagai penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar modal di Thailand, Singapura, Jepang, dan Selandia Baru cukup mencerminkan efisiensi, sedangkan tidak di negara lainnya berdasarkan hasil tinjauan literatur. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengujian Efisiensi Pasar Modal di ASEAN” (Studi Empiris Pada Indeks Saham Indonesia/JKSE, Malaysia/KLSE, Singapura/STI, Filipina/PSI, Thailand/SETI, dan Vietnam/VNI Periode 2011-2015). B. Permasalahan 1.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah yang ada sebagai berikut.
9
a. Terdapat sejumlah kecil pelaku pasar yang dapat mempengaruhi harga dari sekuritas. b. Harga dari informasi adalah mahal dan terdapat akses yang tidak seragam antara pelaku pasar yang satu dengan yang lainnya terhadap suatu informasi yang sama. c. Informasi yang disebarkan dapat diprediksi dengan baik oleh sebagian pelaku-pelaku pasar. d. Investor adalah individual-individual yang lugas dan tidak canggih. Untuk pasar yang tidak efisien, masih banyak investor yang bereaksi
terhadap
informasi
secara
lugas,
karena
mereka
mempunyai kemampuan yang terbatas didalam mengartikan dan menginterpretasikan informasi yang diterima. Karena mereka tidak canggih, maka sering kali mereka melakukan keputusan yang salah yang akibatnya sekuritas bersangkutan dinilai secara tidak tepat. 2.
Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang dimaksud, maka penulis menetapkan batasan masalah. Penelitian ini terfokus pada pengujian efisiensi pasar modal bentuk lemah (weak form efficiency). Penelitian ini menggunakan data harga saham harian untuk menghitung return dari masing-masing negara. Penelitian ini mengambil objek penelitian di negara ASEAN dengan menggunakan data harga saham indeks di Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan
10
Vietnam. Penelitian ini menguji kerandoman data dari ke enam indeks saham tersebut. 3.
Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan batasan permasalahan di atas, maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut. a. Apakah indeks saham Indonesia/JKSE efisien dalam bentuk lemah pada periode 2011-2015? b. Apakah indeks saham Malaysia/KLSE efisien dalam bentuk lemah pada periode 2011-2015? c. Apakah indeks saham Singapura/STI efisien dalam bentuk lemah pada periode 2011-2015? d. Apakah indeks saham Filipina/PSI efisien dalam bentuk lemah pada periode 2011-2015? e. Apakah indeks saham Thailand/SETI efisien dalam bentuk lemah pada periode 2011-2015? f. Apakah indeks saham Vietnam/VNI dalam bentuk lemah pada periode 2011-2015? g. Apakah pasar modal di ASEAN efisien dalam bentuk lemah pada periode 2011-2015?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menguji efisiensi pasar modal di negaranegara ASEAN. Secara rinci tujuannya adalah sebagai berikut.
11
1. Menguji efisiensi pasar modal bentuk lemah di Indonesia pada periode 2011-2015 2. Menguji efisiensi pasar modal bentuk lemah di Malaysia pada periode 2012-2015 3. Menguji efisiensi pasar modal bentuk lemah di Singapura pada periode 2011-2015 4. Menguji efisiensi pasar modal bentuk lemah di Filipina pada periode 2011-2015 5. Menguji efisiensi pasar modal bentuk lemah di Thailand pada periode 2011-2015 6. Menguji efisiensi pasar modal bentuk lemah di Vietnam pada periode 2011-2015 7. Menguji efisiensi pasar modal bentuk lemah di ASEAN pada periode 2011-2015 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 1. Bagi penulis Memperluas informasi serta wawasan luas mengenai pasar modal di ASEAN terutama masalah efisiensi pasar serta sebagai bahan masukan dalam memahami efisiensi pasar bentuk lemah. Dan memberikan bahan kajian bagi peneliti selanjutnya mengenai fenomena yang relevan dengan penelitian.
12
2. Bagi Investor Memberikan gambaran kepada investor, baik investor asing maupun investor dalam negeri mengenai tingkat efisiensi pasar modal di ASEAN, sehingga dapat membantu para investor dan pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal dalam menentukan strategi investasi yang lebih baik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan tingkat efisiensi pasar modal di ASEAN dengan baik 3. Bagi ilmu manajemen, khususnya dan memperkaya informasi ilmiah mengenai validitas empiris dari aplikasi Efficient Market Hypothesis (EMH).
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pasar Modal a. Pengertian Pasar modal Pasar dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli yang saling mengadakan pertukaran barang dan jasa. Pengertian pasar modal atau bursa efek adalah salah satu jenis pasar dimana para investor bertemu untuk menjual atau membeli surat-surat berharga atau efek. Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, mendefinisikan suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Menurut Suad Husnan (2001:3) Pasar modal juga dapat didefinisikan sebagai perdagangan instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk modal sendiri (stocks) maupun utang (bonds), baik yang diterbitkan oleh pemerintah (public authorities) maupun oleh perusahaan keuangan (financial market).
14
Secara umum pasar modal global dapat dibagi ada dua segmen utama yaitu pasar uang dan pasar modal. Pasar uang adalah bidang perekonomian dimana jangka pendek diperdagangkan. Pasar ini adalah dimana bank umum dan bank unit usaha yang lain menyesuaikan
posisi
likuiditas
mereka.
Dan
bank
sentral
melaksanakan kebijakan moneternya dan pemerintah menjual utang untuk mendanai kegiatannya sehari-hari. Pasar uang bertujuan untuk menyediakan dana pinjaman untuk memenuhi kebutuhan modal kerja jangka pendek melalui pasar uang tabungan masyarakat dapat dimanfaatkan lembaga keuangan. Pasar modal adalah pasar konkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka waktu satu tahun ke atas. Pasar modal adalah pasar untuk dana jangka panjang dimana saham biasa, saham preferen dan obligasi yang diperdagangkan. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pasar modal Secara rinci faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pasar modal antara lain adalah: (Suad Husnan; 2001, 8-9) 1) Supply Sekuritas Faktor ini berarti harus banyak perusahaan yang bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal.
15
2) Demand akan sekuritas Faktor
ini
berarti
bahwa
harus
terdapat
anggota
masyarakat yang memiliki jumlah dana yang cukup besar untuk
dipergunakan
membeli
sekuritas-sekuritas
yang
ditawarkan. Calon pembeli sekuritas berasal dari individu, perusahaan
non
keuangan,
maupun
lembaga-lembaga
keuangan. 3) Kondisi politik dan ekonomi Faktor ini akan mempengaruhi supply dan demand akan sekuritas. Kondisi politik yang stabil akan ikut membantu pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya mempengaruhi supply dan demand akan sekuritas. 4) Masalah hukum dan peraturan Pembelian sekuritas mengandalkan diri pada informasi yang
disediakan
oleh
perusahaan-perusahaan
yang
menerbitkan sekuritas. Peraturan yang melindungi pemodal dari informasi yang tidak benar dan menyesatkan menjadi mutlak diperlukan. c. Fungsi Pasar Modal Pasar modal menjalankan dan mempunyai dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan keuangan. Suad Husnan (2001: 4), dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana
16
kepada pihak yang memerlukan dana. Dengan menginvestasikan kelebihan dana yang mereka miliki, lenders mengharapkan akan memperoleh imbalan dari penyerahan dana tersebut. Dari sisi peminjam tersedianya dana dari pihak luar memungkinkan mereka melakukan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari hasil operasi perusahaan. Fungsi ini sebenarnya juga dilakukan oleh intermediasi keuangan lainnya, seperti lembaga perbankan. Hanya bedanya dalam pasar modal diperdagangkan dana jangka panjang. Suad Husnan (2001: 4), fungsi keuangan dilakukan dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh para peminjam (borrowers) dan para lenders menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yang diperlukan untuk investasi tersebut. 2. Investasi a. Pengertian Investasi Menurut Tandelilin (2010: 2), investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004: 47), proses investasi menunjukkan bagaimana pemodal seharusnya melakukan investasi dalam sekuritas, yaitu sekuritas apa yang akan dipilih, seberapa banyak investasi tersebut dan kapan investasi tersebut dilakukan.
17
Menurut Abdul Halim (2005: 4-6), investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan mendatang. Umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu: investasi pada asset-aset financial (financial asset) dan investasi pada aset-aset real (real asset). Investasi pada asset-aset financial dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga dipasar uang, dan lainnya. Investasi juga dapat dilakukan di pasar modal, misalnya berupa saham, obligasi, waran, opsi dan lain-lain. Sedangkan investasi pada aset-aset real dapat berbentuk pembelian asset
produktif,
pendirian
pabrik,
pembukaan
pertambangan,
pembukaan perkebunan dan lain-lain. b. Proses Investasi Proses investasi menunjukkan bagaimana seharusnya seorang investor membuat keputusan pada efek-efek yang dapat dipasarkan, dan kapan dilakukan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut: 1) Menentukan Tujuan Investasi Ada tiga hal yang perlu diperlukan dalam tahap ini, yaitu: tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return), tingkat resiko (rate of risk), dan ketersediaan jumlah dana yang akan diinvestasikan. Apabila dana cukup tersedia, maka investor menginginkan pengembalian yang maksimal dengan resiko tertentu. Umumnya hubungan antara risiko
18
(risk) dan tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) bersifat linier, artinya semakin tinggi tingkat risiko, maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian yang diharapkan. 2) Melakukan Analisis Dalam tahap ini investor melakukan analisis terhadap suatu efek atau sekelompok efek. Salah satu tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi efek yang salah harga (mispriced), apakah harganya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Untuk itu, ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu: a) Pendekatan Fundamental Pendekatan ini didasarkan pada informasi-informasi yang diterbitkan oleh emiten maupun oleh administrator bursa efek. Karena kinerja emiten dipengaruhi oleh kondisi sektor industri dimana perusahaan tersebut berada dan
perekonomian
memperkirakan mendatang
secara
prospek
harus
makro,
harga
dikaitkan
maka
sahamnya dengan
untuk dimasa
faktor-faktor
fundamental yang mempengaruhinya. Jadi analisis ini dimulai dari siklus usaha perusahaan secara umum, selanjutnya ke sektor industrinya, akhirnya dilakukan evaluasi
terhadap
kinerjanya
dan
saham
yang
diterbitkannya.
19
b) Pendekatan Teknikal Pendekatan ini didasarkan pada data (perubahan) harga saham di masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga saham di masa mendatang. Dengan analisis ini para analisis para analis memperkirakan pergeseran penawaran (supply) dan permintaan (demand) dalam jangka pendek, serta mereka berusaha untuk cenderung mengabaikan risiko dan pertumbuhan laba dalam menentukan barometer dari penawaran dan permintaan. Namun demikian, analisis ini lebih mudah dan cepat dibanding analisis fundamental, karena dapat secara simultan diterapkan pada beberapa saham. Analisis ini tidak menganggap bahwa analisis fundamental tidak berguna, namun mereka menganggap bahwa analisis fundamental terlalu rumit dan terlalu banyak mendasarkan pada laporan keuangan emiten. Oleh karena itu, analisis teknikal mendasarkan diri pada premis bahwa harga saham tergantung pada penawaran dan permintaan saham itu sendiri. Data finansial historis yang tergambar pada diagram dipelajari untuk mendapatkan suatu pola yang berarti, dan pola tersebut digunakan untuk memprediksi harga di masa mendatang, serta untuk memperkirakan
20
pergerakan individual saham maupun pergerakan indeks pasar (market index). 3) Membentuk Portofolio Dalam tahap ini dilakukan indentifikasi terhadap efek-efek mana yang akan dipilih dan berapa proporsi dana yang akan diinvestasikan pada masing-masing efek tersebut. Efek yang dipilih dalam rangka pembentukan portofolio adalah efek-efek yang mempunyai koefisien korelasi negatif (mempunyai hubungan berlawanan). Hal ini dilakukan karena dapat menurunkan risiko. 4) Mengevaluasi Kinerja Portofolio Dalam tahap ini dilakukan evaluasi atas kinerja portofolio yang telah dibentuk, baik terhadap tingkat pengembalian yang diharapkan maupun terhadap risiko yang ditanggung. Sebagai tolak ukur digunakan dua cara, pertama, pengukuran (measurement) adalah penilaian kinerja portofolio atas dasar asset yang telah ditanamkan dalam portofolio tersebut, misalnya dengan menilai tingkat pengembalian. Kedua, perbandingan (comparison) yaitu penilaian berdasarkan pada perbandingan dua set portofolio dengan tingkat resiko yang sama
21
5) Merevisi Kinerja Portofolio Dalam tahap ini tindak lanjut dari tahap evaluasi kinerja portofolio. Dari hasil evaluasi inilah selanjutnya dilakukan revisi (perubahan) terhadap efek-efek yang membentuk portofolio tersebut jika dirasa bahwa komposisi portofolio yang sudah dibentuk tidak sesuai dengan tujuan investasi, misalnya tingkat pengembaliannya lebih rendah dari yang disyaratkan. Revisi tersebut dapat dilakukan secara total, yaitu dilakukan likuidasi atas portofolio yang ada, kemudian dibentuk portofolio yang baru. Atau dilakukan secara terbatas, yaitu dilakukan perubahan atas proporsi atau komposisi dana yang
dialokasikan
dalam
masing-masing
efek
yang
membentuk portofolio tersebut. (Abdul halim, 2005: 4-6) 3. Saham Instrumen pasar modal pada prinsipnya adalah semua surat berharga (efek) yang umum diperjualbelikan melalui bursa efek di Indonesia saat ini adalah saham. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Membeli saham tidak ubahnya dengan menabung. Imbalan yang akan diperoleh
dari
kepemilikan
saham
adalah
kemampuannya
memberikan keuntungan yang tidak terhingga. Tidak terhingga ini bukan berarti keuntungan investasi saham biasa sangat besar, tetapi
22
tergantung pada perkembangan perusahaan penerbitnya. Karena laba yang besar tersebut menyediakan dana yang besar untuk didistribusikan kepada pemegang saham sebagai deviden. Dengan kepemilikan saham, pemegang saham juga dapat memperoleh capital gain. Capital gain akan diperoleh bila ada kelebihan harga jual di atas harga beli. (Rodoni, 2006 dalam Retno Kumala, 2009: 10). Selanjutnya saham dapat dibedakan menjadi dua, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preffered stock). Penjelasan dari kedua jenis saham tersebut adalah sebagai berikut: a. Saham Biasa (common stock) Saham biasa dikenal sebagai sekuritas penyertaan, sekuritas ekuitas, atau cukup disebut ekuitas (equities), menunjukkan bagian kepemilikan di sebuah perusahaan. Masing – masing lembar saham biasa mewakili satu suara tentang segala hal dalam pengurusan perusahaan dan menggunakan suara tersebut dalam rapat tahunan perusahaan dan pembagian keuntungan. Adapun beberapa ciri dari saham biasa adalah sebagai berikut: 1) Deviden dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba. 2) Memiliki hak suara (one share one vote). 3) Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan apabila bangkrut (dilakukan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi).
23
b. Saham Preferen (preffered stock) Saham preferen memiliki fitur yang serupa dengan ekuitas sekaligus utang. Saham preferen adalah gabungan (hybrid) antara obligasi dan saham biasa, artinya disamping memiliki karakteristik seperti obligasi juga memiliki karakteristik saham biasa (Rodoni, 2006 dalam Retno Kumala, 2009: 11). Seperti halnya obligasi, pemegang saham preferen akan mendapatkan pembayaran tetap dari laba setiap tahun. Adapun beberapa ciri dari saham preferen adalah sebagai berikut: 1) Memiliki hak utama/ terlebih dahulu dalam pembagian deviden. 2) Tidak memiliki hak suara. 3) Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur, apabila perusahaan dilikuidasi. 4) Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaan disamping penghasilan yang diterima secara tetap. Menurut Tendelilin (2001) dalam Retno Kumala (2009: 12) keuntungan yang mungkin diterima oleh para investor yang membeli saham adalah: a. Capital gain, yaitu keuntungan dari hasil jual beli saham, berupa selisih antara nilai jual yang lebih tinggi dari pada nilai beli saham.
24
b. Deviden, yaitu bagian keuntungan perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham. c. Saham perusahaan, seperti juga tanah dan aktifa berharga sejenis, nilainya akan meningkat sejalan dengan waktu dan perkembangan atau kinerja perusahaan. Investor jangka panjang mengandalkan kenaikan nilai saham ini untuk meraih keuntungan dari investasi saham. d. Saham juga dapat dijaminkan ke bank untuk memperoleh kredit sebagai agunan tambahan dari agunan pokok. Kerugian yang mungkin diterima oleh para investor yang membeli saham adalah: a. Capital loss, yaitu kerugian dari hasil jual beli saham, berupa selisih antara milai jual yang lebih rendah dari pada nilai beli saham. b. Opportunity loss, yaitu kerugian berupa selisih suku bunga deposito dikurangi total hasil yang diperoleh dari investasi saham. c. Kerugian karena perusahaan dilikuidasi, namun nilai likuidasinya lebih rendah dari harga beli saham. 4. Return Saham 1. Definisi Return Saham Menurut Megginson (1997) dalam Retno Kumala (2009: 13) return saham diukur sebagai total keuntungan atau kerugian yang dialami oleh pemilik saham dalam periode tertentu. Return saham
25
dinyatakan sebagai perubahan dari nilai asset (capital gain yang berarti keuntungan dari penjualan saham kembali) atau cash distributions (devidens yang berarti begian laba perusahaan yang dibagikan perseroan kepada pemegang saham/ interest payments) yang biasa dinyatakan dalam suatu tingkat persentase tahunan. 2. Model Harga Saham Untuk Menghitung Tingkat Pengembalian Return saham dapat digunakan untuk menghitung efisiensi pasar modal. Sears and Trennepodl (1993) menguraikan empat model untuk menghitung return saham yang paling umum digunakan menurut Fama (1970) yaitu; a.
The fair-game model x 100% Dimana : R = Pengembalian Pt = Harga penutupan hari tersebut Pt-1 = Harga penutupan hari sebelumnya
b.
The martingale model E {Yt+1 │Y0, Y1, .... , Yt } = Yt
c.
The submartingale model E {Pt+1 │P0, P1, .... , Pt } > Pt
d.
The random walk model f {rt+1 │r0, r1, .... , rt } = f (rt)
26
f (rt) = distribusi probabilitas dari return untuk sekuritas i untuk periode t - n sampai t 5. Efisiensi Pasar a. Konsep Pasar Efisiensi Konsep pasar efisien pertama kali dikemukakan oleh Fama (1970). Dalam konteks ini yang dimaksud dengan pasar adalah pasar modal (capital market) dan pasar uang. Suatu pasar dikatakan efisien apabila tidak seorangpun, baik investor individu maupun investor institusi akan mampu memperoleh return tidak normal (abnormal return)
setelah
disesuaikan
dengan
resiko,
dengan
strategi
perdagangan yang ada. Artinya, harga – harga yang terbentuk di pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada atau ”stock prices reflect all available information” Definisi dari Fama ini menekannkan pada dua aspek, yaitu fully reflect dan information available. Pengertian dari fully reflect menunjukkan bahwa harga dari sekuritas secara akurat mencerminkan informasi yang tersedia. Dalam hal ini, informasi yang tersedia dapat meliputi semua informasi, baik informasi di masa lalu (misalnya, labaemiten di masa lalu), informasi saat ini (misalnya, rencana kenaikan deviden tahun ini) maupun informasi yang bersifat pendapat atau opini rasional yang beredar di bursa yang dapat mempengaruhi perubahan harga (misalnya, banyak pemodal yang berpendapat bahwa harga saham akan naik, maka informasi tersebut nantinya akan
27
tercermin pada perubahan harga saham yang cenderung naik). Dengan demikian pasar dikatakan efisien menurut Fama. Sedangkan dengan informasi yang tersedia (information available) maka para pemodal secara akurat dapat mengekspektasikan harga dari sekuritas yang bersangkutan. Karena informasi yang mempengaruhi harga sekuritas tersebut terjadi secara acak, maka perubahan harga yang terjadi akan bersifat independen satu dengan lainnya dan bergerak secara acak pula. Artinya, perubahan harga yang terjadi hari ini tidak tergantung pada perubahan harga yang terjadi di waktu lalu, karena harga baru tersebut terbentuk berdasarkan reaksi pemodal terhadap informasi baru yang terjadi secara acak. Menurut Blake (1990) istilah pasar modal yang efisien memiliki beberapa konsep yang berbeda yaitu: 1.
Efisiensi secara alokasi (allocatively efficient)
2.
Efisiensi secara operasional (operationally efficient), dan
3.
Efisiensi secara informasi (informationally efficient) Walaupun terdapat beberapa konsep pasar efisien, istilah pasar
efisien pada umumnya hanya dikaitkan dengan salah satu dari ketiga konsep tersebut, yaitu efisiensi secara informasi (informationally efficient), yaitu suatu pasar dikatakan efisien secara informasi jika harga pasar saat ini segera dan sepenuhnya merefleksikan semua informasi yang tersedia.
28
Dalam hal ini, Haugen (2001) membagi kelompok informasi menjadi tiga, yaitu : 1.
Informasi harga saham masa lalu (information in past stock prices),
2.
Semua informasi public (all public information), dan
3.
Semua informasi yang ada termasuk informasi orang dalam (all available information including inside or private information). Konsep pasar efisien ini memang sangat menarik untuk
dibahas atau diteliti, karena merupakan konsep dasar yang dapat membantu memahami mekanisme harga yang terjadi di pasar. Efisiensi pasar dapat didefinisikan dalam beberapa jenis definisi, yaitu (Ernawati dan Widjaja, 2002 dalam Retno Kumala; 2009,18) : 1.
Berdasarkan Nilai Intrinsik Sekuritas Nilai intrinsik adalah nilai sebenarnya dari saham yang dapat diketahui setelah melakukan analisis fundamental dengan menggunakan data keuangan emiten. Dalam konteks ini, efisiensi pasar diukur dari besarnya penyimpangan harga – harga sekuritas dari nilai intrinsiknya (Beaver, 1970). Dengan demikian, suatu pasar yang efisien menurut konsep ini dapat didefinisikan sebagai pasar yang nilai-nilai sekuritasnya tidak menyimpang dari nilai intrinsiknya.
29
Konsep awal dari efisiensi pasar yang berhubungan dengan informasi laporan keuangan berasal dari praktik analisis sekuritas yang mencoba menemukan sekuritassekuritsanya
yang
dihargai
kurang
benar
(mispriced).
Sekuritas-sekuritas yang dihargai kurang benar merupakan sekuritas – sekuritas yang harganya menyimpang dari nilai intrinsiknya atau nilai fundamentalnya. Nilai intrinsik adalah nilai sebenarnya dari saham yang dapat diketahui setelah melakukan analisis fundamental dengan menggunakan data keuangan emiten. Perkembangan
konsep
efisiensi
pasar
selanjutnya
tampaknya tidak berpegang pada konsep nilai intrinsik. Konsep efisiensi pasar lebih menjurus ke aspek akurasi return yang diharapkan oleh investor, ketersediaan informasi, dan kecepatan pasar menyerap informasi tersebut. 2.
Berdasarkan Akurasi dan Ekspektasi Harga Efisiensi pasar berdasarkan akurasi dan ekspektasi harga, menurut Fama (1970) adalah pasar yang harga-harga sekuritasnya mencerminkan secara penuh informasi yang tersedia. Definisi Fama ini menekankan pada dua aspek, yaitu ”fully reflect” dan ”information available”. Definisi efisiensi ini menimbulkan banyak perdebatan. Beaver (1989) menyatakan bahwa definisi ini tidak jelas, tidak
30
operasional dan sirkular. Misalnya, terdapat informasi baru yang masuk ke pasar dan menjadi tersedia untuk semua pelaku pasar dan kemudian terlihat bahwa harga sekuritas yang berhubungan dengan informasi ini berubah. Karena informasi yang dibutuhkan tersedia dan harga yang berubah secara penuh mencerminkan informasi ini, maka secara definisi dapat dikatakan bahwa pasar efisien. Inilah yang disebut sirkular oleh Beaver, yaitu harga tersebut tentu saja berubah karena informasi tersedia. Tetapi apakah keadaan seperti ini dapat disebut pasar efisien? Definisi ini tidak menunjukkan seberapa cepat dan tepat perubahan harga tersebut diakibatkan oleh informasi yang tersedia. Definisi Fama (1970) hanya menunjukkan bahwa perubahan harga saja sudah cukup untuk mengatakan pasar sudah efisien. Dyckman dan Morse (1986) menyatakan bahwa istilah ”fully reflect” tidak jelas. Harga sekuritas berubah karena adanya perubahan kepercayaan investor akibat adanya informasi
baru.
Proses
penyebaran
informasi
untuk
membentuk kepercayaan baru terhadap harga sekuritas akan menentukan tingkat efisiensi pasar. Proses distribusi infomasi ini menunjukkan seberapa merata penyebaran informasi ini pada setiap orang.
31
Fama
sendiri
menyadari
bahwa
definisinya
sulit
dibuktikan secara empiris. Fama mencoba memformalkan definisinya dengan mendefinisikan suatu fungsi harga di masa mendatang yang tergantung pada seperangkat informasi yang tersedia pada periode sekarang. Kedua fungsi harga ini akan dibandingkan. Fama juga mengemukakan dibutuhkannya suatu model ekuilibrium untuk menentukan fungsi harga – harga di masa datang akibat informasi sekarang. Dengan demikian, hipotesis pasar efisien dapat diuji dengan adanya model ekuilibrium (misalnya CAPM) dan efisiensi pasar. 3.
Berdasarkan Distribusi Informasi Definisi pasar sebelumnya hanya menekankan akurasi harga ekspektasi, tapi mengabaikan isu penyebaran informasi dan mengasumsikan bahwa semua investor mempunyai pengharapan
yang
sama
(common
expectation)
atau
kepercayaan yang sama (homogenous beliefs). Sebenarnya definisi yang menggunakan akurasi ekspektasi harga sekuritas ini bermasalah, yaitu jika ternyata investor memiliki ekpektasi yang heterogen (berbeda), maka akan timbul pertanyaan: ”Ekspektasi siapa yang akan digunakan?”. Dengan adanya heterogeneus beliefs, maka harga sekuritas tidak lagi merefleksikan sepenuhnya (fully reflect) informasi yang tersedia karena masingmasing investor mempunyai informasi
32
dan ekspektasi yang berbeda (Limopranoto, 2003 dalam Retno Kumala; 2009, 21). Beaver (1989) memberikan definisi efisiensi pasar yang didasarkan pada distribusi informasi yaitu jika dan hanya jika hargaharga sekuritas bertindak seakan-akan setiap orang mengamati sistem informasi tersebut. Definisi ini secara implisit mengatakan bahwa jika setiap orang mengamati suatu sistem informasi, maka setiap orang dianggap mendapatkan informasi yang sama. Beaver berargumentasi jika harga-harga sekuritas mempunyai properti seperti yang didefinisikannya, maka harga – harga tersebut dikatakan fully reflect informasi yang tersedia. Definisi Beaver ini mempunyai arti bahwa pasar dikatakan efisien terhadap seperangkat informasi yang spesifik jika harga yang terjadi setelah informasi yang diterima oleh pelaku pasar sama dengan harga yang terjadi jika setiap orang mendapatkan seperangkat informasi tersebut. Harga yang terjadi di pasar yang efisien ini disebut ”full-information price”. 4.
Berdasarkan Proses Dinamik Efisiensi
pasar
berdasarkan
proses
dinamis
mempertimbangkan distribusi informasi yang tidak simetris dan kecepatan proses distribusinya. Informasi yang tidak
33
simetris (information asymmetric) adalah informasi private yang hanya dimiliki oleh pemodal yang mendapat informasi saja. Informasi asimetris ini dapat merugikan pasar modal yang menawarkan sekuritas berkualitas. Berdasarkan alasan ini, emiten yang menawarkan sekuritas berkualitas secara sukarela mengungkapkan semua informasi yang dimiliki sehubungan dengan sekuritas tersebut untuk mengurangi informasi asimetris (Ernawati dan Widjaja, 2002 dalam Retno Kumala; 2009, 22). Definisi efisiensi pasar yang didasarkan pada proses dinamik mempertimbangkan distribusi informasi yang tidak simetris dan menjelaskan bagaimana harga – harga akan menyesuaikan karena informasi yang tidak simetris tersebut. Definisi
yang
mendasarkan
pada
proses
dinamik
ini
menekankan pada kecepatan penyebaran informasi yang tidak simetris. Pasar dikatakan efisien jika penyebaran informasi ini dilakukan secara cepat sehingga informasi menjadi simetris, yaitu setiap orang memiliki informasi ini. Awal dari literatur efisiensi pasar mengasumsikan bahwa kecepatan penyesuaian harga sekuritas karena penyebaran informasi yang ada terjadi dengan seketika. Konsep terbaru dari efisiensi pasar tidak mengharuskan kecepatan penyesuaian
34
harus terjadi dengan seketika, tetapi terjadi dengan cepat setelah informasi disebarkan dan tersedia bagi semua orang Jones (1996) memberikan definisi pasar efisien sebagai pasar yang harga – harga sekuritasnya secara cepat mencerminkan semua informasi yang tersedia atas sekuritas tersebut, sehingga informasi menjadi simetris dalam arti setiap pemodal memiliki informasi ini. b. Kondisi dan Mekanisme Pasar Modal Yang Efisien Membahas pasar efisien, pasti menimbulkan pertanyaan mengapa harus ada konsep pasar efisien dan mungkinkah pasar efisien ada dalam kehidupan nyata. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kondisi-kondisi berikut idealnya harus terpenuhi (Gumanti dan Utami, 2002 dalam Retno Kumala; 2009, 23): 1.
Banyak terdapat investor rasional dan berorientasi pada maksimalisasi keuntungan yang secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisa, menilai, dan berdagang saham.
2.
Tidak diperlukan biaya untuk mendapatkan informasi dan informasi tersedia bebas bagi pelaku pasar pada waktu yang hampir sama (tidak jauh berbeda).
3.
Informasi diperoleh dalam bentuk acak, dalam arti setiap pengumuman yang ada di pasar adalah bebas atau tidak terpengaruh dari pengumuman yang lain.
35
4.
Investor bereaksi dengan cepat dan sepenuhnya terhadap informasi baru yang masuk ke pasar, yang menyebabkan harga saham segera melakukan penyesuaian. Menurutnya kondisi-kondisi di atas mungkin terkesan kaku
atau akan sulit untuk dapat dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari. Harus diakui bahwa akan sulit sekali untuk mewujudkan kondisi sebagaimana di atas. Walaupun demikian, perlu dipertimbangkan seberapa dekat kondisi-kondisi tersebut dengan kenyataan yang ada di pasar satu per satu. Hendrawaty (2007) memaparkan hal yang serupa dengan Gumanti (2002) dalam Retno Kumala (2009: 24), dimana aspek yang merupakan syarat utama terbentuknya suatu pasar modal yang efisien adalah sebagai berikut: 1.
Terdapat banyak pelaku pasar dalam hal ini penjual dan pembeli sekuritas yang bersifat bebas (free market).
2.
Ketersediaan dan penyebaran informasi.
3.
Harga saham berfluktuasi bebas.
4.
Terdapat analis investasi dalam jumlah besar di pasar modal.
c. Hipotesis Pasar Efisien Hipotesis pasar efisien menurut Blake (1991) adalah: ”...that market price instanteously and fully reflect all relevant available
36
information is known as efficient markets hypothesis”. Dari definisi tersebut terdapat tiga hal yang penting untuk dipahami, yaitu: 1.
Fully Reflect Investor akan mengolah semua informasi yang relevan ke dalam harga saham pada saat akan membuat keputusan akan menjual atau membeli saham. Harga sekarang yang terjadi mencerminkan semua informasi yang tersedia.
2.
All Relevant Available Information/ All Known Information Informasi yang direfleksikan dalam harga saham berasal dari informasi perubahan harga saham di masa lalu (historical price information), informasi yang terasedia di publik (public information) dan semua informasi dan informasi yang tidak tersedia di publik (inside information).
3.
Instanteously/ Quickly and Accurately Harga keseimbangan yang terbentuk di pasar modal tidak akan berubah selama tidak ada informasi baru yang dapat merubah kekuatan permintaan dan penawaran. Pada saat suatu informasi baru yang relevan masuk ke pasar modal, kekuatan permintaan dan penawaran atas satu atau beberapa saham akan bereaksi, sehingga akan terbentuk harga keseimbangan yang baru. Semakin cepat informasi diserap oleh pasar, maka pasar modal tersebut akan semakin efisien.
37
Jika hipotesis pasar efisien tersebut terbukti, maka pasar dalamckeadaan continous stochastic equilibrium, yang berarti harga pasar sahamcakan sama dengan nilai fundamental saham tersebut. Nilai fundamental suatu saham tidak akan berubah selama tidak ada informasi baru mengenai saham tersebut. Informasi baru atau berita umumnya tudak dapat diprediksi, implikasinya adalah harga saham masa lalu tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga saham di masa yang akan datang. Dengan kata lain menurut hipotesis pasar efisien, harga pasar suatu asset akan mengikuti langkah acak/ randomwalk. d. Tingkatan Efisiensi Pasar Haugen (1993) menyatakan bahwa ”The market is neither strictly efficient nor strictly inefficient. The question is one of degree. Just how efficient is the market?”. Bowman dan Buckanan (1995) juga menyatakan “Market are not simply either efficient or inefficient. Market efficiency can be viewed as a continnum running from the perfect market to the grossly inefficient market where excess earning opportunities abound”. Berdasarkan kedua pernyataan tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pasar tidak ada yang secara sempurna efisien atau sepenuhnya tidak efisien. Semuanya adalah efisien dengan tingkat atau derajat tertentu. Kunci utama untuk mengukur pasar yang efisien adalah hubungan antara sekuritas dengan informasi.
38
Tiga bentuk utama dari efisiensi pasar berdasarkan ketiga macam bentuk informasi (Hendrawaty, 2007 dalam Retno Kumala; 2009, 27) yaitu: 1.
Efisiensi Bentuk Lemah (Weak Form) Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga – harga saham saat ini telah mencerminkan secara penuh semua informasi harga saham di masa lalu. Jones (1993) menyatakan bahwa hipotesis efisiensi pasar bentuk lemah berkaitan namun tidak identik dengan hipotesis langkah acak (random-walk hypothesis). Jika harga mengikuti langkah acak, perubahan harga sepanjang waktu bersifat acak (independent). Perubahan harga hari ini tidak berkaitan dengan perubahan harga kemarin atau hari – hari lainnya. Dengan kata lain, harga masa lalu tidak berhubungan dengan nilai sekarang dan tidak dapat dipergunakan untuk memprediksi pergerakan harga. Salah satu cara untuk menguji efisiensi pasar bentuk lemah adalah dengan menguji independensi perubahan harga secara statistik, yaitu menggunakan serial correlation test. Serial correlation test mengukur korelasi perubahan harga pada bermacam – macam lag waktu, seperti satu hari, dua hari dan seterusnya.
2.
Efisiensi Bentuk Setengah Kuat (Semi-Strong Form)
39
Pasar diakatakan efisien dalam bentuk setengah kuat jika harga-harga saham mencerminkan secara penuh semua informasi yang dipublikasikan termasuk informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten. Jika pasar efisien dalam bentuk setengah kuat, maka tidak ada investor atau group dari investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapat keuntungan abnormal dalam jangka waktu yang lama. Pengujian efisiensi bentuk setengah kuat menggunakan event study test. Event study merupakan metode yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa. Studi ini melakukan pengamatan terhadap perilaku harga saham secara cermat untuk megetahui bagaimana saham bereaksi. Jika terdapat penundaan dalam penyesuaian harga dan investor dapat memanfaatkan penundaan ini untuk memperoleh keuntungan abnormal, maka pasar modal tersebut tidak efisien dalam bentuk setengah kuat. 3.
Efisiensi Bentuk Kuat (Strong Form) Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga – harga sekuritas secara paenuh mencarminkan semua informasi yang tersedia, termasuk informasi private. Jika pasar efisien dalam bentuk kuat, maka tidak ada individual investor atau
40
institutional investor yang dapat memperoleh keuntungan abnormal sekalipun mereka memiliki informasi private. Cara untuk menguji efisiensi bentuk kuat adalah meneliti kinerja kelompok yang diperkirakan memiliki akses informasi yang tidak dipublikasikan, yaitu para corporate insiders dan para
portfolio
managers.
Jika
kelompok
ini
terbukti
memperoleh tingkat pendapatan di atas rata-rata, maka pasar dikatakan tidak efisien dalam bentuk kuat. e. Hubungan Antar Tiga Tingkat Efisiensi Pasar Hubungan
bentuk
efisiensi
pasar
dengan
ketersediaan
informasi digambarkan oleh Jones (1993) seperti di bawah ini: Gambar 2.1 Hubungan Bentuk Efisiensi Pasar dengan Ketersediaan Informasi
All Information Public and Private
All Public Information Market Related Data
Strong Form Semi-Strong Form Weak Form
Sumber: Erny Hendrawati Gambar tersebut menunjukkan bahwa jika ada sangkalan terhadap efisiensi pasar bentuk lemah, maka sanggahan berlaku bagi efisiensi pasar bentuk setengah kuat dan kuat. Jika pasar efisien dalam bentuk lemah maka otomatis pasar juga tidak efisien dalam bentuk
41
setengah kuat dan kuat. Sebaliknya, bila pasar efisien dalam bentuk kuat, maka pasar pasti efisien dalam bentuk setengah kuat dan bentuk lemah. f. Uji Efisiensi Pasar Perlu untuk diperhatikan bahwa tidak ada satu pengujian pun yang dapat membuktikan suatu pasar modal efisien atau tidak. Pengujian – pengujian yang dilakukan hanya untuk menunjukkan (sampai tingkat keyakinan tertentu) rangkaian tingkat pengembalian berdasarkan studi penilaian yang konsisten dengan pasar yang efisien. Menurut EMH (1960‟s), harga saham lebih dipengaruhi oleh emosi dari pada secara ekonomi, sehingga teori perilaku harga saham yang berdasarkan pada argumentasi ekonomi dianggap tidak tepat. Alder (1992) seorang phsychiatry, praktisi pasar modal dan penulis buku ”Analisis Teknikal” menyatakan bahwa perasaan ribuan investor atau pedagang bergabung menjadi satu ikatan psikologis yang menggerakkan pasar. Setiap harga mewakili konsensus sementara nilai semua peserta pasar (pedagang besar, spekulator, peneliti fundamental dan teknikal) pada saat transaksi. Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa terlepas dari segala informasi fundamental yang ada di bursa, faktor psikologi manusia sangat mempengaruhi pengambilan keputusan di bursa.
42
Hearth dan Zaima (1995) memngatakan bahwa implikasi dari pasar modal yang efisien terhadap teknik-teknik investasi yang populer, yaitu seperti: 1.
Technical Analysis (Analisis Teknikal) Analisis teknikal pada dasarnya merupakan upaya pencarian pola perulangan yang dapat diprediksi dalam harga saham (Bodie, et al. 2006: 481). Analisis teknikal juga menyatakan bahwa harga saham mengikuti pola – pola yang dapat diperkirakan sehingga para investor dapat menggunakan pola tersebut untuk meramalkan harga saham dimasa datang. Sedangkan menurut EMH, meski di pasar efisien bentuk lemah sekalipun, teknikal analisis tidak akan dapat digunakan mengingat harga saham hari ini telah secara penuh mencerminkan semua informasi yang ada pada harga saham masa lalu. Dengan kata lain, investor tidak akan dapat menghasilkan laba yang abnormal secara konsisten. EMH juga tidak sependapat bahwa teknikal analisis menunjukkan pola investasi, kecuali bagi para pialang saham yang menerima komisi dari perdagangan.
2.
Fundamental Analysis (Analisis Fundamental) Analisis fundamental mempelajari data ekonomi, seperti tingkat suku bunga, penjualan dan penerimaan untuk mengestimasi nilai intrinsik suatu saham. Analisis fundamental
43
percaya bahwa setiap saham dijual berdasarkan nilai intrinsiknya, sehingga para analis akan mencari undervalued dan overvalued suatu saham. Nilai intrinsik merupakan nilai sesungguhnya dari sebuah saham atau nilai dasar ekonomi tersebut dihitung sebagai nilai sekarang dari sebuah rangkaian aliran kas yang dikembalikan kepada pemegang saham yang berinvestasi dalam modal perusahaan. EMH menyatakan bahwa bila seorang analis tergantung pada data masa lampau dan data sekarang, maupun pada informasi umum yang tersedia, maka rekomendasi yang dihasilkan tidak akan selalu dapat menghasilkan laba abnormal. Lebih dari itu, menurut EMH untuk dapat mengalahkan
pasar,
seorang
analis
harus
mempunyai
kemampuan untuk memperkirakan faktor-faktor fundamental yang akan mempengaruhi harga saham di masa datang sebelum pasar menyadarinya. 3.
Active Versus Passive Management Para pendukung hipotesis pasar efisien percaya bahwa manajemen aktif merupaka upaya yang sia-sia dan tidak dapat membenarkan pengeluaran yang dilakukan. Jadi mereka menyarankan strategi investasi pasif (passive investment strategy) yang tidak berusaha untuk melawan pasar. Sebuah strategi pasif bertujuan hanya untuk membentuk portofolio
44
sekuritas yang terdiversifikasi dengan baik tanpa mencoba menemukan saham yang dinilai terlalu rendah atau terlalu tinggi (Bodie, et al, 2006: 486). Manajemen pasif biasanya ditandai dengan ”strategi beli dan tahan” (buy and hold strategy). Karena teori pasar efisien menunjukkan bahwa harga saham berada pada tingkat yang wajar, dengan seluruh informasi yang tersedia, maka tidak ada alasan untuk melakukan jual dan beli secara intensif, yang akan menimbulkan beban komisi pialang yang besar tanpa meningkatkan ekspektasi kinerja. Satu strategi umum untuk manajemen pasif adalah membentuk sebuah dana indeks (index fund), dana yang dirancang untuk mereplikasi kinerja indeks saham secara umum (Bodie, et. al, 2006: 487). 6. Random Walk Secara umum, keefisienan pasar dapat dibagi dalam dua keadaan yaitu: a.
Keefisienan penyaluran, apabila modal disalurkan kepada sektor yang paling membutuhkan.
b.
Keefisienan pengendalian, apabila modal dipindahkan dengan biaya yang minimum atau tanpa biaya langsung. Pasar juga dikatakan efisien apabila semua informasi yang relevan
digambarkan secara menyeluruh dalam harga saham tanpa lag waktu, yang dikenal sebagai keefisienan dari segi penyerapan informasi. Karena
45
itu, harga saham adalah pada harga yang sebenarnya dan tidak terjadi pada keadaaan harga terendah atau harga tertinggi dipasar, namun demikian, keadaan tersebut akan terjadi berdasarkan ciri-ciri berikut: a.
Harga saham menanggapi atas informasi baru dengan cepat dan tepat. Tidak ada jarak antara jangka waktu informasi diterima dengan tanggapan harga. Sistem melakukan proses informasi dan penyampaiannya adalah efisien dan mengambil waktu yang singkat saja.
b.
Informasi baru yang ada adalah secara random, maka harga juga berubah secara random, harga saham pada waktu Pt tidak ada hubungannya dengan harga pada waktu Pt-1. Singkatnya harga saham hari ini tidak ada hubungannya dengan harga saham sebelumnya.
c.
Sembarang strategi perdagangan yang digunakan tidak akan berhasil dipasar.
d.
Para investor yang mempunyai informasi orang dalam (insider information) tidak dapat memperoleh keuntungan melebihi keuntungan pasar. Model random walk didasarkan atas asumsi-asumsi berikut :
a. Pasar sempurna terjadi apabila terdapat banyak pembeli dan penjual, serta terdapat kemudahan masuk dan keluar. Kontrol pihak penguasa terhadap manipulasi harga juga adalah baik dan ketat.
46
b.
Informasi disebarkan secara luas dan free-flow. Tidak ada learning lag dan tidak ada biaya yang dikenakan untuk memperoleh informasi.
c.
Pergerakan harga saham baik meningkat atau menurun secara bebas, tidak ada individu yang dapat mengontrol pergerakan harga.
d.
Para
analisis
fundamental
adalah
banyak.
Mereka
dapat
mempengaru harga melalui laporan akutansi yang mengisyaratkan apakah harga akan naik atau turun melalui informasi yang ada. Tidak dinafikan bahwa kadang kala mereka tidak mempunyai pandangan yang sama tentang nilai instrinsik saham itu. Asumsi-asumsi tersebut dapat dirumuskan dalam dua asumsi utama yaitu: pengharapan adalah rasional dan pasar saham adalah efisien. Berdasarkan asumsi pasar adalah efisien sempurna dalam menyalurkan modal, maka pasar akan berada dalam keseimbangan berkelanjutan, yaitu setiap informasi baru akan menyebabkan nilai instrinsik dan harga saham berubah ke arah tahap yang baru itu. Sebenarnya, kecepatan proses penyesuaian harga melalui informasi baru adalah ukuran betapa efisiennya suatu pasar saham itu. Pada dasarnya terdapat tiga teori tentang pergerakan harga saham, yaitu teori fundamental, teknikal dan model random walk. Tujuan utama ketiga pendekatan tersebut adalah untuk menganalisis dan menyesuaikan informasi yang obyektif dan subyektif agar suatu keputusan untuk membeli, menjual atau memegang saham dapat dilakukan. Analisis 47
fundamental menilai saham dari segi nilai instrinsiknya berdasarkan informasi tentang keadaan ekonomi, industri dan informasi akutansi serta keuangan perusahaaan seperti output, kegiatan harian, permintaan terhadap pengeluaran, pendapatan dividen dan manajemen. Setelah memperoleh nilai instrinsik saham, perbandingan dilakukan dengan harga saham
dipasar
apakah
bertambah
(overvalued)
atau
berkurang
(undervalued). Jika nilai berkurang saham itu akan dibeli, dan sebaliknya jika nilai bertambah saham akan dijual. Pendekatan teknikal menganalisis harga saham dengan melihat harga dan jumlah perdagangan yang lalu. Kedua elemen yang lalu ini dapat digunakan untuk memperkirakan pergerakan harga waktu yang akan datang. Dalam analisis teknikal terdapat bermacam-macam jenis, diantaranya yang subjektif seperti contrary opinion theories. Dalam pendekatan teknikal informasi lain dianggap tidak penting kecuali informasi harga dan jumlah perdagangan yang lalu. Model random walk mengemukakan persoalan yaitu: apakah harga saham atau tingkat keuntungan yang lalu dapat membantu untuk meramalkan harga-harga saham atau tingkat keuntungan pada waktu yang akan datang. Model ini menegaskan dua hipotesis utama yaitu perubahan perubahan harga adalah bebas antara satu jangka watu dengan jangka waktu yang lain, dan perubahan harga adalah mengikuti beberapa distribusi probabilitas tertentu.
48
Intinya dalam model ini bahwa pergerakan harga adalah bergerak secara random walk (acak). Karena itu, walaupun para investor memperoleh informasi melalui orang dalam (insider information), ia masih tidak dapat digunakan untuk memperkirakan pergerakan harga saham pada waktu yang akan datang dengan tepat. Karena segala informasi yang terkandung dalam harga saham itu sebaiknya diketahui umum, teori ini berdasarkan pada pasar yang efisien yaitu: informasi saat ini mudah didapatkan. Rintangan dalam aliran informasi dan kegiatan kegiatan disinformations, yang bertujuan kekeliruan atau memberikan gambaran kabur kepada para investor tentang pasar, tidak ada sama sekali. Ditinjau dari faktor ketidakpastian dan interpretasi yang berbeda dengan informasi yang sampai, maka harga tidak semestinya sama dengan nilai intrinsik saham tersebut. Keadaan seperti ini menyebabkan adanya perbedaan antara harga pasar dengan nilai saham sebenarnya. Singkatnya, reaksi pembeli dan penjual itu akan menyebabkan harga bergerak secara random disekitar nilai saham sebenarnya. Model random walk mulai hebat dibicarakan pada tahun 1960-an dan seterusnya bermacam-mcam studi empirikal dilakukan untuk membuktikannya. Namun demikian, masih terdapat kontroversi dari hasil temuan studi tentang model ini sejak 1960-an hingga kini. Antara yang mendukung dan menentang penggunaan model random walk untuk menganalisis pergerakan harga. (Rodoni: 2005, 28-31) 49
B. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai efisiensi pasar memiliki penelitian terdahulu yang beragam, banyaknya keberagaman menjadi suatu teori bisa berubah dan tetap sesuai dengan hubungan kenyataan. Adapun penelitian tedahulu yang relevan dan menjadi landasan dalam penelitian ini tertuang dalam deskripsi sebagai berikut. Peneltian yang dilakukan oleh Samithamby Senthilnathan (2015) dengan judul “The Efficient Market: Rambling Evidence in Asia and Pasific”. Penelitian ini menguji efisiensi pasar di Asia dan kawasan Pasifik dengan menggunakan tinjauan literatur dari berbagai penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar modal di Thailand, Singapura, Jepang, dan Selandia Baru cukup mencerminkan efisiensi, sedangkan tidak di negara lainnya berdasarkan hasil tinjauan literatur. Penelitian yang dilakukan oleh Kasilingam Lingaraja, et. al (2014) dengan judul “The Stock Market Efficiency of Emerging Markets: Evidence from Asian Region”. Penelitian ini menguji efisiensi pasar di pasar saham Asia yang sedang berkembang dengan menggunakan data harga saham harian selama 10 tahun periode 1 Januari 2004 sampai 31 Desember 2013. Penelitian ini menggunakan uji GARCH, Autokorelasi, dan Run Test untuk menguji efisiensi pasar di pasar saham Asia yang sedang berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Indeks India, Indonesia, Malaysia, dan Filipina sangat signifikan dan terdistribusi secara acak, sedangkan pada Indeks China,
50
Korea, Taiwan, dan Thailand tidak signifikan dan tidak terdistribusi secara acak. Penelitian yang dilakukan oleh Khoa Cuong Phan dan Jian Zhou (2014) dengan judul “Market efficiency in emerging stock markets: A case study of the Vietnam stock market”. Penelitian ini menguji efisiensi pasar bentuk lemah di pasar modal Vietnam dengan menggunakan data harga saham mingguan periode Juli 2000 sampai Juli 2013 (13 tahun). Penelitian ini menggunakan uji Autokorelasi, Variance Ratio Test, dan Run Test untuk menguji hipotesis bahwa pasr modal di Vietnam mengikuti pola random walk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar modal Vietnam tidak efisien. Penelitian yang dilakukan oleh Wenty Yolanda, dkk (2014) dengan judul “Penerapan Model Garch (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) untuk Menguji Pasar Modal Efisien di Indonesia”. Penelitian ini menguji efisiensi pasar modal di Indonesia khususnya pada saham terpilih yaitu Indeks Saham LQ 45 dengan menggunakan data harga saham harian peride 2009-2011. Penelitian ini menggunakan model GARCH untuk menguji efisiensi pasar pada saham Indeks LQ 45. Hasil penelitian dengan penerapan model GARCH (1,1) menunjukkan bahwa pada harga penutupan harian (closing price) saham pada Indeks LQ 45 periode 20092011, harga pada periode 3 hari dan 4 hari sebelumnya adalah yang paling berpengaruh. Efisiensi pasar modal di Indonesia termasuk efisiensi bentuk
51
lemah (weak form efficiency) yang juga ditunjukkan oleh return harga saham yang mengalami volatisitas dan random walk. Penelitian yang dilakukan oleh Nasruldin (2011) dengan judul “Pengujian Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah Pasar Modal di Indonesia periode 2009-2010”. Penelitian ini menguji efisiensi pasar bentuk lemah di pasar modal Indonesia selama periode 2009-2010 dengan menggunakan data harga saham harian. Penelitian ini menggunakan uji run test dan korelasi seri untuk menguji kerandoman dan korelasi harga saham. Hasil penelitain menunjukkan bahwa pasar modal di Indonesia efisien dalam bentuk lemah. Penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi dan Rakesh Gupta (2011) dengan judul “Are ASEAN stock market efficient? Evidence from univariate and multivariate variance ratio tests”. Penelitian ini menguji efisiensi pasar di ASEAN dengan menggunakan data harga saham harian periode Januari 2000 sampai April 2011. Penelitian ini meggunakan uji Unit Root Test, Variance Ratio Test, dan Run Test untuk menguji efisiensi pasar bentuk lemah di pasar modal ASEAN. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di pasar Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam menolak efisiensi pasar, sedangkan pada pasar Singapura dan Thailand ditemukan efisiensi bentuk lemah. Penelitian yang dilakukan oleh Kasihif Hamid, et. al (2010) dengan judul “Testing the Weak form of Efficient Market Hypothesis: Empirical Evidence from Asia-Pasific Markets”. Penelitian ini menguji efisiensi pasar bentuk lemah di Pakistan, India, Sri Langka, China, Korea, Hong Kong,
52
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Taiwan, Japan, dan Australia. Observasi pada penelitian ini selama periode Januari 2004 samapi Desember 2009 dengan menggunakan data bulanan. Penelitian ini menggunakan uji Autokorelasi, Ljung-Box Q-statistik, Run Test, Unit Root Test dan Variance Ratio untuk menguji hipotesis bahwa pasar modal mengikuti random walk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa return bulanan pada pasar modal di Asia Pasifik tidak mengikuti pola random walk.
53
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No.
Peneliti
Judul Metode Penelitian/Tahun Penelitian The Efficient Tinjauan Market: Rambling Literatur Evidence in Asia and Pasific/2015
Perbedaan
1
Samithamby
Penulis menggunakan analisis statistik
2
Kasilingam, et.al
The Stock Market Efficiency of Emerging Markets: Evidence from Asian Region/2014
GARCH, Autokorelasi dan Runs Test
Penulis mengambil objek penelitian di ASEAN
3
Khoa Cuong Phan dan Jian Zhou
Market efficiency in emerging stock markets: A case study of the Vietnam stock market /2014
Autokorelasi , Variance Ratio Test, dan Run Test
Penulis menggunakan metode tambahan yaitu ARIMA dan ARCH/GARCH
4
Wenty Yolanda, dkk
Penerapan Model Garch (Generalized Autoregressuve
Model GARCH
Penulis menggunakan metode tambahan yaitu
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar modal di Thailand, Singapura, Jepang, dan Selandia Baru cukup mencerminkan efisiensi, tidak di negara lain sesuai tinjauan literatur penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks India, Indonesia, Malaysia, dan Filipina sangat signifikan dan terdistibusi secara acak. Sedang Indeks China, Korea, Taiwan, dan Thailand tidak signifikan dan tidak terdistribusi acak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pergerakan harga saham harian pada indeks saham Vietnam (VN-Index) tidak efisien dalam bentuk lemah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi pasar modal di
54
Conditional Heteroscedascity) untuk Menguji Pasar Modal Efisien di Indonesia/2014
5
Nasruldin
Run Test dan Autokorelasi
Run Test dan Korelasi Seri
6
Francesco Guidi dan Rakesh Gupta
Pengujian Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah Pasar Modal di Indonesia periode 2009-2010/2011 Are ASEAN stock market efficient? Evidence from univariate and multivariate variance ratio tests /2011
7
Kashif Hamid, Testing the Weak et.al form of Efficient Market Hypothesis: Empirical Evidence from Asia-Pasific Markets /2010
Autokorelasi , Ljung-Box Q-statistik, Run Test, Unit Root Test dan Variance Ratio
Unit Root Test, Variance Ratio Test, dan Run Test
Indonesia termasuk efisiensi bentuk lemah yang dintunjukkan oleh return harga saham yang mengalami volatilitas dan random walk. Penulis Hasil penelitian menggunakan menunjukkan metode bahwa pasar tambahan yaitu modal di ARIMA dan Indonesia efisien ARCH/GARCH dalam bentuk lemah Penulis Hasil penelitian ini menggunakan menunjukkan metode bahwa menolak tambahan yaitu EMH untuk pasar ARIMA dan saham Indonesia, ARCH/GARCH Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Studi ini menemukan pasar saham di Singapura dan Thailand adalah efisien bentuk lemah. Penulis Hasil penelitian ini menggunakan menunjukkan metode bahwa harga tambahan yaitu bulanan tidak ARIMA dan mengikuti random ARCH/GARCH walk di semua negara-negara kawasan AsiaPasifik.
55
C. Kerangka Pemikiran Secara sistematis alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Efficient Market Hypothesis (EMH)
Pasar Modal ASEAN
Gambar 2.2 Indonesia/JKSE Malaysia/KLSE Singapura/STI Kerangka Pemikiran Filipina/PSI Thailand/SETI Vietnam/VNI
Metode Analisis Data
Uji Kolmogorov Smirnov
Uji Run Test
Uji Autokorelasi
Model ARIMA
Model ARCH/GARCH
Analisis Pokok Bahasan (Interpretasi Hasil Uji)
Kesimpulan dan Saran
56
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban masalah atau pertanyaan penelitian yang dikembangan berdasarkan teori-teori yang perlu diuji melalui proses pemilihan, pengumpulan, dan analisis data. Adapun hipotesis dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: H1 : Pasar modal di Indonesia efisien dalam bentuk lemah periode 2011-2015 H2 : Pasar modal di Malaysia efisien dalam bentuk lemah periode 2011-2015 H3 : Pasar modal di Singapura efisien dalam bentuk lemah periode 20112015 H4 : Pasar modal di Filipina efisien dalam bentuk lemah periode 2011-2015 H5 : Pasar modal di Thailand efisien dalam bentuk lemah periode 2011-2015 H6 : Pasar modal di Vietnam efisien dalam bentuk lemah periode 2011-2015 H7 : Pasar modal di ASEAN efisien dalam bentuk lemah periode 2011-2015
57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah pasar modal di ASEAN. Dari beberapa negara anggota ASEAN dipilihlah 6 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Dari keenam negara tersebut akan diuji efisiensi pasar modalnya, apakah sudah efisien atau belum efisien. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan historical price harga saham harian dari ke enam indeks selama periode penelitian yakni Januari 2011 sampai dengan Desember 2015. Data-data yang digunakan untuk keperluan penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari website www.aseanexchanges.org. Adapun pemilihan periode penelitian dari Januari 2011 sampai dengan Desember 2015
dikarenakan
keterbatasan
data
yang
tersedia
pada
website
www.aseanexchanges.org, sehingga diperoleh periode penelitian selama 5 tahun. B. Metode Penentuan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diharapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
58
kesimpulannya (Sugiyono, 2014: 80). Populasi dalam penelitian ini adalah pasar modal di ASEAN. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi (Sugiyono, 2014: 81). Teknik yang dilakukan dalam pengambilan sampel penelitian adalah purposive sampling, yaitu suatu model pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu, sesuai dengan yang dibutuhkan oleh peneliti. Sampel penelitian ini adalah enam indeks dari enam negara yang merupakan anggota ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam. C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang bukan diusahakan sendiri oleh peneliti, akan tetapi data diambil dari pihak lain. Data sekunder yang dimaksud adalah: 1. Data Indeks dari enam negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam selama periode penelitian diperoleh dari internet dengan website www.aseanexchanges.org. 2. Dalam tinjauan pustaka dan metode penelitian, peneliti melakukan studi pustaka pada jurnal, buku, artikel, skripsi dan thesis yang berhubungan dengan penelitian.
59
D. Metode Analisis Data Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan menguji data harian indeks harga saham pada negara anggota ASEAN yang telah dipilih secara berturut-turut sejak 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2015. Penelitian ini menggunakan alat bantu dalam melakukan analisis data dan pengujian hipotesis, yaitu dengan Microsoft Excel 2007, EViews 9.0, dan SPSS 24. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menghitung return harian indeks / return pasar dari masing-masing indeks. Return indeks harian dapat diperoleh dengan menghitung terlebih dahulu menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana : Rt = return indeks harian atau return pasar Pt = indeks hari ke t Pt-1 = indeks hari ke t-1 Langkah-langkah selanjutnya yang dilakukan untuk melakukan analisis data adalah sebagai berikut: 1. Kolmogorov Smirnov Uji Kolmogorov-Smirnov termasuk dalam uji nonparametrik untuk kasus satu sampel. Uji ini digunakan untuk menguji asumsi normalitas data. Tes dalam uji ini adalah tes goodness of fit yang mana tes tersebut untuk mengukur tingkat kesesuian antara distribusi serangkaian sampel (data observasi) dengan distribusi teoritis tertentu.
60
Uji Kolmogorov-Smirnov (Chakravart, Laha, dan Roy, 1967) biasa digunakan untuk memutuskan jika sampel berasal dari populasi dengan distribusi spesifik/tertentu. Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji „goodness of fit„ antar distribusi sampel dan distribusi lainnya, Uji ini membandingkan serangkaian data pada sampel terhadap distribusi normal serangkaian nilai dengan mean dan standar deviasi yang sama. Singkatnya uji ini dilakukan untuk mengetahui kenormalan distribusi beberapa data. Uji Kolmogorov-Smirnov merupakan uji yang lebih kuat daripada uji chi-square ketika
asumsi-asumsinya
terpenuhi.
Uji
Kolmogorov-Smirnov juga tidak memerlukan asumsi bahwa populasi terdistribusi secara normal. Hipotesis pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut: H0 : data mengikuti distribusi yang ditetapkan Ha : data tidak mengikuti distribusi yang ditetapkan 2. Run Test Metode yang digunakan untuk mengetahui apakah pergerakan harga saham bergerak secara random atau tidak dengan menggunakan wald-wolfowitz runs test. Sebagai alat analisis metode tersebut digunakan untuk menguji perbedaaan dua kelompok sampel yang paling independen. Oleh karna itu banyaknya sample pada masingmasing kelompok tidak harus selalu sama. Perbedaan dari dua kelompok sample tersebut dapat terjadi sembarang hal, misalnya
61
terhadap mean, variabilitas, kemencengan dan sebagainya. (Rodoni, 2005: 42) Dalam run test menggunakan uji Z, dengan langkah yang digunakan oleh Herman Legowo (1998) dalam Nasruldin (2011: 74), sebagai berikut : a. Bandingkan perubahan harga saham harian dengan harga saham harian sebelumnya. b. Tentukan posisi perubahannya (naik, turun, tetap) c. Hitung jumlah masing-masing tanda setiap saham d. Hitung runtun sesungguhnya ( R ) periode yang diobservasi e. Hitung expected run, untuk seluruh tanda dengan rumus : (
)
∑
Keterangan : M = total jumlah run yang diharapkan N = total jumlah perubahan harga Ni = jumlah perubahan harga untuk tiap tanda f. Hitung deviasi standar dengan rumus : √
∑
g. Menghitung
∑
(
) (
Z,
karna
perubahan
∑ )
harga
mengikuti
atau
menyesuaikan dengan distribusi normal (random walk) dengan rumus :
62
(
⁄ )
Dimana : R adalah jumlah runtun sesungguhnya adalah koreksi kontinum (+ jika R m dan - >m) h. Menentukan α dan mengevaluasihasil pengolahan data berdasarkan nilai Z yang didapat. i. Melakukan randomness test, jika besar prob value lebih besar dari α, maka sample probabilitas tinggi. 3. Autokorelasi Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtun waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Meskipun demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang bersifat antarobjek (cross section). (Wing W. Winarno, 2009: 5.26) Autokorelasi terjadi karena beberapa sebab. Menurut Gujarati (2003) dalam Wing W.Winarno (2009: 5.26), beberapa penyebab autokorelasi adalah: a. Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman, misalnya kondisi perekonomian suatu negara yang kadang naik dan kadang menurun. b. Kekeliruan memanipulasi data, misalnya data tahunan dijadikan data kurtalan dengan membagi empat. 63
c. Data runtut waktu, yang meskipun bila dianalisis dengan model yt = a + bxt + et, karena datanya bersifat runtut, maka berlaku juga yt-1 = a + bxt-1 + et-1. Dengan demikian akan terjadi hubungan antara data sekarang dan data periode sebelumnya. d. Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner Apabila data yang kita analisis mengandung autokorelasi, maka estimator yang kita dapatkan memiliki karakteristik berikut ini: a. Estimator metode kuadrat terkecil masih linear. b. Estimator metode kuadrat terkecil masih tidak bias. c. Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang minimum (ni longer best). Dengan demikian, seperti halnya pengaruh heteroskedastisitas, autokorelasi juga akan menyebabkan estimator hanya bersifat LUE, tidak lagi BLUE. Cara untuk memeriksa ada tidaknya autokorelasi adalah dengan Uji Durbin-Watson dan Uji Breusch-Godfrey (Wing W.Winarno, 2009: 5.27). 4. Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) Teknik analisis data dengan metode ARIMA dilakukan karena merupakan teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok
data
(curve
fitting),
dengan
demikian
ARIMA
memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA seringkali
64
ditulis sebagai ARIMA (p,d,q) yang memiliki arti bahwa p adalah orde koefisien autokorelasi, d adalah orde / jumlah diferensiasi yang dilakukan (hanya digunakan apabila data bersifat non-stasioner) dan q adalah orde dalam koefisien rata-rata bergerak (moving average). (Sugiarto dan Harijono, 2000 dalam Aulia Syafaat, 2008: 23) Peramalan
dengan
menggunakan
model
ARIMA
dapat
dilakukan dengan rumus :
Yt 0 1Yt 1 2Yt 2 ... nYt p 1et 1 2 et 2 n et q Keterangan : B
: Koefisien Regresi
YT
: Variabel dependen pada waktu t
Yt-1 ... Yt-p
: Variabel lag
et
: Residual term
W1 ... Wq
: Bobot
et-1 ... et-p
: nilai sebelumnya atau residual
a.
Stasioneritas data Data yang tidak stasioner memiliki rata-rata dan varian yang tidak konstan sepanjang waktu. Dengan kata lain, secara ekstrim data stasioner adalah data yang tidak mengalami kenaikan dan penurunan. Selanjutnya regresi yang menggunakan data yang tidak stasioner biasanya mengarah kepada regresi lancung.
65
Permasalahan ini muncul diakibatkan oleh variabel (dependen dan independen) runtun waktu terdapat tren yang kuat (dengan pergerakan yang menurun maupun meningkat). Adanya tren akan menghasilkan nilai R2 yang tinggi, tetapi keterkaitan antar variabel akan rendah (Aulia Syafaat, 2008: 24). Model ARIMA mengasumsikan bahwa data masukan harus stasioner. Apabila data masukan tidak stasioner perlu dilakukan penyesuaian untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara
yang
umum
dipakai
adalah
metode
pembedaan
(differencing). Metode ini dilakukan dengan cara mengurangi nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya. Untuk keperluan pengujian stasioneritas, dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti autocorrelation function (correlogram), uji akar-akar unit dan derajat integrasi. 1) Pengujian stasioneritas berdasarkan correlogram Suatu pengujian sederhana terhadap stasioneritas data adalah dengan menggunakan fungsi koefisien autokorelasi (autocorrelation function / ACF). Koefisien ini menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Correlogram merupakan peta / grafik dari nilai ACF pada berbagai lag.
66
Secara matematis rumus koefisien autokorelasi adalah (Sugiharto dan Harijono, 2000:183) : nk
rk
Y
t
i 1
Y Yt k Y
Y
Y
n
2
t
i 1
Untuk menentukan apakah nilai koefisien autokorelasi berbeda secara statistik dari nol dilakukan sebuah pengujian. Suatu runtun waktu dikatakan stasioner atau menunjukkan kesalahan random adalah jika koefisien autokorelasi untuk semua lag secara statistik tidak berbeda signifikan dari nol atau berbeda dari nol hanya untuk berberapa lag didepan. Untuk itu perlu dihitung kesalahan standard dengan rumus :
se rk 1
n
Dimana n menunjukkan jumlah observasi. Dengan interval kepercayaan yang dipilih, misalnya 95 persen, maka batas signifikansi koefisien autokorelasi adalah :
Z xSerk s.dZ xSerk 2
2
Suatu koefisien autokorelasi disimpulkan tidak berbeda secara signifikan dari nol apabila nilainya berada diantara rentang
tersebut
dan
sebaliknya.
Apabila
koefisien
autokorelasi berada diluar rentang, dapat disimpulkan
67
koefisien tersebut signifikan, yang berarti ada hubungan signifikan antara nilai suatu variabel dengan nilai variabel itu sendiri dengan time lag 1 periode. 2) Uji akar-akar unit (unit root test) Sebuah tes stasioneritas (atau non-stasioneritas) yang menjadi sangat populer beberapa tahun belakangan adalah uji akar-akar unit (unit root test). Stasioneritas dapat diperiksa dengan mencari apakah data runtun waktu mengandung akar unit (unit root). Terdapat berbagai metode untuk melakukan uji akar unit diantarnya dickey-fuller, Augmented Dickey Fuller,
Dickey-Fuller
DLS
(ERS),
Philips-Perron,
Kwiatkowski-Philips-Schmidt-Shin, Elliot-Rothenberg-Stock Point-Optimal, dan Ng-Perron. Dalam penelitian ini akan digunakan uji Augmented Dickey-Fuller untuk menentukan apakah suatu data runtun waktu mengandung akar unit atau bersifat non-stasioner. Untuk memperoleh gambaran mengenai uji akar-akar ujit, ditaksir model autoregresif berikut ini dengan OLS (Gujarati, 2003 dalam Aulia Syafaat, 2008: 26) : k
DX t a 0 a1 BX t bi B i DX t i 1
k
DX t a 0 a1T a 2 BX t d i Bi DX i i 1
68
Dimana, DX t X t X t t , BX X t t , T = tren waktu, Xt = variabel yang diamati pada periode t. Selanjutnya dihitung statistik ADF. Nilai ADF digunakan untuk uji hipotesis bahwa a1=0 dan c2=0 ditunjukkan oleh nilai t statistik hitung pada
koefisien
BXt
pada
persamaan
diatas.
Jumlah
kelambanan k ditentukan oleh k=n1/5, dimana n = jumlah observasi (Gujarati, 2003 dalam Aulia Syafaat, 2008: 27). Nilai kritis (tabel) untuk kedua uji terkait dapat dilihat pada Fuller, 1976; Guilky dan Schmidt, 1989. Runtun waktu yang diamati stasioner jika memiliki nilai ADF lebih besar dari nilai kritis. Beberapa piranti lunak ekonometrika seperti EViews, SPlus, dan R menyediakan nilai kritis ini setiap kali kita melakukan running data. Metode ARIMA menggunakan pendekatan iteratif dalam mengidentifikasi suatu model yang paling tepat dari berbagai model yang ada. Model sementara yang telah dipilih diuji lagi dengan data historis untuk melihat apakah model sementara yang terbentuk tersebut sudah memadai atau belum. Model sudah dianggap memadai apabila residual (selisih
hasil peramalan dengan data historis)
terdistribusi secara acak, kecil dan independen satu sama lain. Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turur adalah : identifikasi model, estimasi parameter model, diagnostic checking, dan peramalan (forecasting)
69
a. Identifikasi model Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa model ARIMA hanya dapat diterapkan untuk deret waktu yang stasioner. Oleh karena itu, pertama kali yang harus dilakukan adalah menyelidiki apakah data yang kita gunakan sudah stasioner atau belum. Jika data tidak stasioner, yang perlu dilakukan adalah memeriksa pada pembedaan beberapa data akan stasioner, yaitu menentukan berapa nilai d. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien ACF (Auto Correlation Function), atau uji akar-akar unit (unit roots test) dan derajat integrasi. Jika data sudah stasioner sehingga tidak dilakukan pembedaan terhadap data runtun waktu maka d diberi nilai 0. Disamping menentukan d, pada tahap ini juga ditentukan berapa jumlah nilai lag residual (q) dan nilai lag dependen (p) yang digunakan dalam model. Alat utama yang digunakan untuk mengidentifikasi q dan p adalah ACF (Autocorrelation Function ) dan PACF (Partial Auto Correlation Funtion / Koefisien Autokorelasi Parsial), dan correlogram yang menunjukkan plot nilai ACF dan PACF terhadap lag. Koefisien autokorelasi parsial mengukur tingkat keeratan hubungan antara Xt dan Xt-k sedangkan pengaruh dari time lab 1,2,3,…,k-1 dianggap konstan. Dengan kata lain, koefisien autokorelasi parsial mengukur derajat hubungan antara nilai-nilai
70
sekarang dengan nilai-nilai sebelumnya (untuk time lag tertentu), sedangkan pengaruh nilai variabel time lab yang lain dianggap konstan. Secara matematis, koefisien autokorelasi parsial berorde m didefinisikan sebagai koefisien autoregressive terakhir dari model AR(m). Tabel 3.1 Pola ACF dan PACF Tipe Model
Pola Tipikal ACF
Pola tipikal PACF
AR(p)
Menurun secara eksponensial menuju
Signifikan pada semua
nol
lag p
Signifikan pada semua lag p
Menurun secara
MA(q)
eksponensial menuju nol ARMA(p,q)
Menurun secara eksponensial menuju
Menurun secara
nol
eksponensial menuju nol
Sumber : Gujarati 2003 b. Estimasi Setelah menetapkan model sementara dari hasil identifikasi, yaitu menentukan nilai p, d, dan q, langkah berikutnya adalah melakukan estimasi paramater autoregressive dan moving average yang tercakup dalam model. Jika teridentifikasi proses AR murni maka parameter dapat diestimasi dengan menggunakan kuadrat
71
terkecil (Least Square). Jika sebuah pola MA diidentifikasi maka maximum likelihood atau estimasi kuadrat terkecil, keduanya membutuhkan metode optimisasi non-linier hal ini terjadi karena adanya unsur moving average yang menyebabkan ketidak linieran parameter. Namun, saat ini sudah tersedia berbagai piranti lunak statistik yang mampu menangani perhitungan tersebut sehingga kita tidak perlu khawatir mengenai estimasi matematis. c. Diagnostic Checking Setelah melakukan estimasi dan mendapatkan penduga paramater, agar model sementara dapat digunakan untuk peramalan, perlu dilakukan uji kelayakan terhadap model tersebut. Tahap ini disebut diagnostic checking, dimana pada tahap ini diuji apakah spesifikasi model sudah benar atau belum. Pengujian kelayanan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. 1) Setelah estimasi dilakukan, maka nilai residual dapat ditentukan. Jika nilai-nilai koefisien autokorelasi residual untuk berbagi time lag tidak berbeda secara signifikan dari nol, model dianggap memadai untuk dipakai sebagai model peramalan. 2) Menggunakan statistik Box-Pierce Q, yang dihitung dengan formula : m
Q n ˆ k
2
k 1
72
Dimana : n = jumlah sampel m = jumlah lag, dan
ˆ k = nilai koefisien autokorelasi time lag k. Jika nilai Q hitung lebih kecil daripada 2 kritis dengan derajat kebebasan m, maka model dianggap memadai. 3) Menggunakan varian dari statistik Box-Pierce Q, yaitu statistik Ljung-Box (LB), yang dapat dihitung dengan : ˆ k 2 LB n(n 2) n k k 1 m
Sama seperti Q statistik, statistik LB mendekati 2 kritis dengan derajat kebebasan m. Jika statistik LB lebih kecil dari nilai 2 kritis, maka semua koefisien autokorelasi dianggap tidak berbeda dari nol, atau model telah dispesifikasikan dengan benar. Statistik LB dianggap lebih unggul secara statistik daripada Q statistik dalam menjelaskan sample kecil. 4) Menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Apabila suatu variabel tidak signifikan secara individu berarti variabel tersebut seharusnya dilepas dari spesifikasi model lain kemudian diduga dan diuji. Jika model sementara yang dipilih belum lolos uji diagnostik, maka proses pembentukan
73
model diulang kembali. Menemukan model ARIMA yang terbaik merupakan proses iteratif. d. Peramalan (forecasting) Setelah model terbaik diperoleh, selanjutnya peramalan dapat dilakukan. Dalam berbagai kasus, peramalan dengan metode ini lebih dipercaya daripada peramalan yang dilakukan dengan model ekonometri tradisional. Namun, hal ini tentu saja perlu dipelajari lebih lanjut oleh para peneliti yang tertarik menggunakan metode serupa. Berdasarkan ciri yang dimilikinya, model runtun waktu seperti ini lebih cocok untuk peramalan dengan jangkauan sangat pendek, sementara model struktural lebih cocok untuk peramalan dengan jangkauan panjang (Nahrowi, 2003 dalam Aulia Syafaat, 2008: 32) 5. Metode ARCH/GARCH Wing W. Winarno (2009: 8.1) dalam bukunya menuliskan bahwa model ARCH dikembangkan oleh Robert Engle pada tahun 1982 dengan mengenalkan konsep Conditional Heterocedastic, sebuah konsep tentang ketidak konstanan variasi dari data acak, dan perubahan variansi ini dipengaruhi oleh acak sebelumnya yang tersusun dalam urutan waktu. Dalam perkembangannya muncul variasi dari model ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity), yang dikenal dengan
74
nama
GARCH
(General
Autoregressive
Conditional
Heteroscedasticity). GARCH dimaksudkan untuk memperbaiki ARCH dan dikembangkan oleh Tim Bollerslev (1986 dan 1994). Dalam metode ARCH, varian residual data runtun waktu tidak hanya dipengaruhi oleh variabel independen, tapi juga dipengaruhi oleh nilai residual variabel yang diteliti. Model ARCH menggunakan dua persamaan berikut: Yt =
0
+
1.X1t
t2 = α0 + α1.
+
t-1
2
t
...................................................................(1)
...............................................................................(2)
Dengan Y adalah variabel dependen, X variabel independen, adalah pengganggu atau residual, t2 adalah residual α1.
2 t-1
disebut
dengan komponen ARCH. Varian residual memiliki dua komponen, yaitu konstanta dan residual dari periode sebelumnya. Itulah sebabnya model ini disebut model bersyarat (conditional), karena varian residual periode sekarang (t) dipengaruhi oleh periode jauh sebelumnya (t-1, t-2 dan seterusnya). Persamaan
(1)
disebut
dengan
persamaan
rat-rata
bersyarat
(conditional mean) ,dan persamaan (2) disebut dengan persamaan varian bersyarat (conditional variance). Varian residual
t
yang
dipengaruhi pergerakan residual kuadrat satu periode sebelumnya (seperti persamaan 2) disebut dengan ARCH (1). Apabila dipengaruhi oleh p periode, maka disebut ARCH
(p)
dan persamaannya
ditunjukkan seperti berikut:
75
Yt =
0
+
1.X1t
t2 = α0 + α1.
+
t-1
.......................................................(3)
t
2
+ .... + αp.
t-p
2
..........................................................(4)
Persamaan (4) juga dapat dituliskan dengan cara yang lebih ringkas, yaitu: t2 = α0 + α1.
t-1
2
Agar varian selalu positif (var ( 2) > 0), maka harus dipenuhi syarat α0 > 0 dan 0 < α1 < 1. Apabila diperhatikan, persamaan (2) bersifat linier sedangkan persamaan (3) tidak linier, sehingga teknik OLS tidak dapat digunakan untuk mengestimasi persamaan tersebut. Secara formal (Nahrowi, 2006) menuliskan model GARCH dengan derajat (p,q): t2 = α0 + α1.
t-1
2
+ .... + αp.
Dengan α0 > 0, α1
0, dan
t-p
2
+
1.
αt-12 + .... +
p.
αt-p2 .................(6)
p
E. Operasional Variabel Penelitian Variabel utama dalam penelitian ini adalah return indeks dari 6 negara anggota ASEAN. Dimana 6 negara tersebut yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Return saham yang dipergunakan adalah retun saham harian dari ke enam indeks dalam periode penelitian yakni 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2015. Data tersebut diperoleh dari website www.aseanexchanges.org , data yang diperoleh berupa harga saham indeks harian dari masing-masing negara. Berikut ini deskripsi variabel utama dari enam indeks yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
76
1. Indeks Indonesia (JKSE) Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris disebut juga Indonesia Composite Index, ICI, atau IDX Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham. 2. Indeks Malaysia (KLSE) Indeks Komposit Kuala Lumpur (IKKL; bahasa Inggris: Kuala Lumpur
Composite
Index; KLCI)
merupakan
indeks
saham umumnya diterima sebagai barometer pasar saham
pasar lokal.
Diperkenalkan pada tahun 1986 untuk menjawab kebutuhan satu indeks pasar saham yang akan memberikan layanan sebagai suatu indikator kinerja pasar saham Malaysia begitu juga dengan ekonomi. Ia digunakan sebagai indeks utama, dan sekarang merupakan salah satu dari tia indeks utama untuk pasar saham Malaysia yang mana dua lagi adalah FMB30 dan FMBEMAS, Bursa Malaysia. Ia mengandung 100 perusahaan dari Papan Utama dengan sekitar 500 hingga 650 terdaftar di dalam Papan Utama yang terdiri dari perusahaan berbagai sektor menyeberangi tahun 2000
77
sampai 2006 dan merupakan sebuah indeks pemberat pemodalan. Perangkat tambahan untuk mengadopsi metodologi Indeks FTSE Bursa Malaysia yang diterapkan pada Senin, 6 Juli 2009. 3. Indeks Singapura (STI) Indeks Straits Times (disingkat: STI; bahasa Inggris: Straits Times Index) adalah sebuah indeks pasar saham berdasarkan kapitalisasi di Bursa efek Singapura. Indeks ini digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan
harian
dari
30
perusahaan
terbesar
di
pasar
saham Singapura dan sebagai indikator utama dari performa pasar di Singapura. Indeks ini bersama-sama dihitung dengan Singapore Press Holdings (SPH), Singapore Exchange (SGX) dan FTSE Group (FTSE). 4. Indeks Filipina (PSI) PSE
Composite
Index,
dikenal
umum
sebagai PHISIX,
adalah indeks pasar saham utama di Bursa Efek Filipina (PSE). PHISIX adalah indeks yang paling diamati di PSE. Indeks ini merupakan salah satu indikator ekonomi Filipina. 5. Indeks Thailand (SETI) Indeks
SET (bahasa
Inggris: SET
Index)
merupakan
salah
satu indeks pasar saham untuk semua saham umum Thailand. Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di Bursa Saham Thailand (SET). Hari Dasar untuk perhitungan Indeks SET adalah tanggal 30 April 1975. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100.
78
6. Indeks Vietnam (VNI) VN Indeks - singkatan Indeks Saham Vietnam - adalah indeks kapitalisasi tertimbang yang terdiri dari daftar ekuitas di Bursa Efek HoChiMinh, pasar yang lebih besar dan lebih mapan di Vietnam. VN Index diluncurkan oleh Bursa Efek HoChiMinh (HSX) pada Juli 2000 dengan nilai dasar 100 dan dalam mata uang dong Vietnam. Hal ini dianggap indeks patokan untuk lebih besar, saham lebih mapan dan blue chips dibandingkan dengan yang lebih baru, daftar kecil-tutup pada Indeks HaSTC di elektronik Hanoi Securities Trading Center.
79
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian Negara-negara berkembang mulai mengaktifkan pasar modal ketika terancam dengan krisis hutang (debt crisis) pada awal tahun 1982. Tahun 1980-an ditandai dengan resesi ekonomi sebagai akibat dari turunnya harga minyak di pasar dunia dari US$34,5 per barel menjadi US$10 pada bulan Agustus 1986 yang kemudian mengancam neraca pembayaran dan anggaran belanja dari negara-negara berkembang. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi dan krisis utang ini mendorong negara-negara berkembang untuk melakukan penjadwalan kembali hutang-hutang mereka. Pendanaan melalui sistem perbankan dirasakan semakin sulit karena dibebani dengan cost of capital yang tinggi. Akibatnya untuk sebagian negara yang tetap mengandalkan kredit bank sebagai sumber pembiayaan semakin sulit berkembang karena tidak dapat menawarkan barang dan jasa di pasar internasional dengan harga yang lebih rendah. Kondisi ini yang kemudian memberatkan neraca pembayaran negara-negara berkembang. Pentingnya pasar modal bagi suatu negara adalah dalam rangka meningkatkan tabungan (saving) melalui sistem keuangan (financial system) yang pada gilirannya mendorong mobilisasi dan alokasi sumber-sumber daya ekonomi secara lebih efisien (efficiency of resource mobilization and allocation) berdasarkan perkiraan atas risiko (risk) dan keuntungan (returns). Penanaman modal (investasi) yang berorientasi di dalam negeri mungkin
80
tidak efisien dibanding dengan jika dilakukan diluar negeri.Begitu juga penanaman modal di negara maju bisa menjadi kurang efisien jika dibanding dengan kalau dilakukan di negara-negara berkembang. Kondisi ini mendorong para investor melakukan investasi lintas negara, baik dalam bentuk penanaman modal langsung (foreingn direct investment) maupun penanaman modal tidak langsung (portfolio investment). Kinerja pasar modal ini menunjukkan bahwa dunia usaha telah menempatkan produk pasar modal seperti saham (equity), obligasi(bonds) dan beberapa produk derivatif seperti right sertificate, warrant dan sebagainya sebagai sumber pembiayaan dunia usaha jangka panjang yang sangat potensial dan bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi dalam alokasi sumber-sumber produksi. Bagi investor (demand side), ada dua kepentingan dalam pasar modal, yakni bagaimana meraih gain dan deviden atas setiap unit saham obligasi yang diportofoliokan. Sedangkan dunia usaha (supply side) berkepentingan dalam pemupukan dana murah untuk membiayai produksi dan mungkin untuk melunasi hutang jangka panjang, yang relatif lebih murah dibanding pembiayaan dari sektor perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Semakin maju industri di suatu negara, pembiayaan melalui pasar modal cenderung lebih dominan dibanding dengan pembiayaan melalui perbankan. Menjadikan suatu bursa yang efisien tidak sekadar merupakan akibat dari mekanisme pasar tetapi juga intervensi pemerintah dalam batasbatas tertentu untuk membuat regulasi dan/atau deregulasi yang memberi peluang bagi setiap pelaku pasar modal untuk bekerja secara lebih efisien.
81
Campur tangan pemerintah yang berlebihan misalnya di bidang perpajakan (taxation), atauprosedur administrasi yang berlebihan (biro kratif) hanya akan menciptakan hambatan (barrier) bagi pengembangan pasar modal itu sendiri. Hampir semua negara berkembang telah menyadari hal ini, dan mulai melakukan reformasi kebijakan untuk menghilangkan hambatan-hambatan tersebut. Swastanisasi BUMN misalnya yang dilakukan di beberapa negara seperti di Malaysia, Filipina, dan Thailand serta juga Indonesia adalah salah satu bentuk pengurangan campur tangan pemerintah dalam ekonomi. Sasaran akhir tetap bermuara pada penciptaan efisiensi. Objek yang akan dianalisa pada penelitian ini adalah indeks saham di negara-negara ASEAN. Indeks negara yang menjadi sampel pada penelitian ini yakni ada 6 negara yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Berikut ini adalah penjelasan dari 6 indeks yang termasuk dalam sampel penelitian. 1.
Indonesia Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX) atau Jakarta Stock Exchange (JKSE) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif.
82
Bursa hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.
BEI
menggunakan
sistem
perdagangan
bernama
Jakarta
Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya. Sejak 2 Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama JATSNextG yang disediakan OMX. Bursa Efek Indonesia berpusat di Gedung Bursa Efek Indonesia, Kawasan Niaga Sudirman, Jalan Jenderal Sudirman 52-53, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 2.
Malaysia Bursa Malaysia dahulu dikenal sebagai Bursa Saham Kuala Lumpur (KLSE, Kuala Lumpur Stock Exchange), adalah sebuah perusahaan induk bursa yang memberikan layanan berbeda yang berkaitan dengan perdagangan derivatif dan sekuritas dan lain-lain. KLSE dimulai pada tahun 1930 ketika Asosiasi Broker Saham Singapura didirikan sebagai satu lembaga resmi sekuritas di Tanah Melayu. Pada tahun 1937, ia terdaftar kembali sebagai Asosiasi Broker Saham Tanah Melayu, tetapi ia masih tidak memperdagangkan sahamsaham publik. Pada tahun 1960, Bursa Saham Tanah Melayu telah didirikan dan perdagangan saham publik dimulai pada 9 Mei. Pada tahun 1961, sistem papan telah diperkenalkan di mana dua buah kamar dagangan, masingmasing satu di Singapura dan Kuala Lumpur, telah terhubung oleh barisan-barisan online telepon terus menjadi satu pasar tunggal dengan
83
saham-saham serupa dan saham-saham tercantum di satu set harga yang tunggal di kedua papan. Bursa Saham Malaysia telah dibentuk secara resmi pada tahun 1964 dan pada tahun berikut, dengan pemisahan Singapura dari Malaysia, bursa saham terus berfungsi di bawah Bursa Saham Malaysia dan Singapura (SEMS). Pada tahun 1973, dengan penghentian saling-bisa-mata uang antara Malaysia dan Singapura, SEMS terpisah menjadi dua, Bursa Saham Kuala Lumpur Bhd (KLSEB) dan Bursa Efek Singapura (SES). Perusahaan-perusahaan Malaysia terus terdaftar di SES dan sebaliknya. Sebuah perusahaan berhad baru menurut gerenti, Bursa Saham Kuala Lumpur (BSKL) mengambil alih operasi sebagai bursa saham KLSEB. Pada tahun 1994, perusahaan ini diubah namanya sebagai Bursa Saham Kuala Lumpur. Bursa Saham Kuala Lumpur menjadi satu perubahan yang mutual dan telah diubah namanya sebagai Bursa Malaysia pada tahun 2004. MYX mengandung satu papan utama, satu papan kedua dan papan MESDAQ dengan jumlah permodalan pasar RM700 miliar (AS$189 miliar). Pada tahun 2005, Bursa Malaysia telah terdaftar sendiri di 18 Maret. Pada 28 April, Bursa Malaysia memperkenalkan CBRS, satu skema yang mengizinkan semua investor untuk memasuki laporanlaporan penelitian perusahaan-perusahaan terdaftar Bursa dengan pembayaran gratis.
84
Indeks pasar saham pertama untuk Bursa Malaysia adalah Indeks Komposit Kuala Lumpur (KLCI). Namun, pada Juni 2006, satu seri indeks baru dikembangkan secara bersama oleh Bursa Malaysia dan FTSE berkumpul telah diperkenalkan. Pada 7 November, indeks komposit akhirnya mencapai 1.000 poin dan ditutup pada 1.003,28. Ia adalah sebagian didorong oleh dagangan kukuh semalaman Wall Street. KLCI adalah diperkirakan untuk menyetujui 1.000 tanda lagi. Saat di pertengahan-Maret 2007, permodalan pasar diperkirakan berjumlah RM927.8 miliar (AS$270 miliar). 3.
Singapura Bursa efek Singapura adalah bursa saham yang berlokasi di Singapura, sebelumnya dikenal sebagai Stock Exchange of Singapore (SES) sampai menggabungkan dengan Singapore International Monetary Exchange (SIMEX) pada 30 November 1999. Bursa ini juga memperdagangkan sekuritas lainnya seperti obligasi pemerintah dan derivatif seperti opsi saham. Indeks pasar saham utama SGX adalah Indeks Straits Times (Strait Times Index, STI). Indeks Times
Index)
Straits adalah
Times (disingkat: STI; bahasa sebuah indeks
pasar
Inggris: Straits
saham berdasarkan
kapitalisasi di Bursa efek Singapura. Indeks ini digunakan untuk mendata dan memonitor perubahan harian dari 30 perusahaan terbesar di pasar saham Singapura dan sebagai indikator utama dari performa pasar di
85
Singapura. Indeks ini bersama-sama dihitung dengan Singapore Press Holdings (SPH), Singapore Exchange (SGX) dan FTSE Group (FTSE). Singapore Exchange Limited adalah perusahaan induk investasi yang memberikan layanan berbeda yang berkaitan dengan perdagangan derivatif dan sekuritas dan lain-lain. SGX adalah anggota World Federation of Exchanges dan Asian and Oceanian Stock Exchanges Federation. Masa perdagangan di bursa SGX adalah 08:00 hingga 17:30 setiap hari kecuali Sabtu, Minggu, dan hari libur yang ditetapkan pengelola bursa sebelumnya. 4.
Filipina Bursa Saham Filipina (PSE: PSE) adalah salah satu dari dua bursa saham di Filipina, satunya lagi adalah Philippine Dealing Exchange. PSE merupakan salah satu bursa saham utama di Asia Tenggara dan juga merupakan pasar saham pertama di Asia dan yang beroperasi terlama sejak tahun 1927. PSE memiliki dua tempat perdagangan, satu di Kota Makati dan satu lagi di Kota Pasig.
5.
Thailand Bursa Saham Thailand (SET) adalah bursa saham Thailand yang terletak di Bangkok. Per 31 Desember 2013, Bursa Efek Thailand telah 584
perusahaan
yang
terdaftar
dengan
gabungan kapitalisasi
86
pasar sebesar BT฿11.496 miliar. Indeks pasar saham dari bursa ini adalah Indeks SET, Indeks SET50 dan Indeks SET100. Masa perdagangan di bursa SET adalah 08:15 hingga 12:30 dan 14:15 hingga 17:30 setiap hari kecuali Sabtu, Minggu, dan hari libur yang ditetapkan pengelola bursa sebelumnya. 6.
Vietnam Bursa Efek Hanoi ( bahasa Inggris: Hanoi Securities Trading Center / Hanoi STC) adalah bursa efek yang terletak di Hanoi, Vietnam, diluncurkan
pada
Maret
2005
dan
menangani lelang dan
perdagangan saham dan obligasi. Bursa Efek Hanoi adalah pusat perdagangan efek kedua untuk membuka di Vietnam setelah Bursa Efek Kota Ho Chi Minh. B. Analisis dan Pembahasan 1. Kolmogorov Smirnov Uji Kolmogorov-Smirnov termasuk dalam uji nonparametrik untuk kasus satu sampel. Uji ini digunakan untuk menguji asumsi normalitas data. Tes dalam uji ini adalah tes goodness of fit yang mana tes tersebut untuk mengukur tingkat kesesuian antara distribusi serangkaian sampel (data observasi) dengan distribusi teoritis tertentu. Berikut ini adalah hasil dari uji kolmogorov smirnov dari ke enam indeks di ASEAN yang dapat dilihat pada tabel 4.1.
87
Tabel 4.1 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov
N Normal Parameters
a,b
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
JKSE 1298 ,000193
STI 1298 ,000084
PSI 1298 ,000485
SETI 1298 ,000175
VNI 1298 ,000591
,0108890 ,0055796 ,0065862 ,0153605 ,0102375 ,0109569
,080 ,069 -,080 Kolmogorov-Smirnov Z 2,894 Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 Sumber: Data diolah menggunakan SPSS 24 Most Extreme Differences
KLSE 1298 ,000172
,075 ,062 -,075 2,711 ,000
,055 ,044 -,055 1,988 ,001
,146 ,139 -,146 5,248 ,000
,070 ,051 -,070 2,537 ,000
Pada tabel di atas hasil uji Kolmogorov Smirnov dari ke enam indeks menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai Asymtotic Signifikan dari ke enam indeks adalah 0.00 yang artinya lebih kecil dari α = 5% (0,05). Sedangkan hipotesis nol diterima ketika nilai Asymtotic Signifikan > α (0,05). Berdasarkan hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis nol (H0) ditolak yang artinya data harga saham indeks Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam tidak mengikuti distribusi normal. 2. Run Test Analisis Run Test termasuk dalam statistik nonparametrik. Uji ini digunakan untuk menguji pada kasus satu sampel. Sampel yang diambil dari populasi, apakah sampel yang diambil berasal dari sampel acak atau bukan. Pengujian ini untuk kasus satu sampel. Prosedur pengujian
88
,071 ,047 -,071 2,561 ,000
dilakukan dengan mengurutkan data sampel dan mencari letak nilai mediannya. Uji Run Test adalah uji hipotesis yang merupakan bagian dari uji satu sampel. Tujuan hipotesis untuk menguji apakah data dari sampel yang ada sudah cukup kuat untuk menggambarkan populasinya, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi. Run Test adalah alat statistik untuk menguji apakah sampel yang mewakili sebuah populasi telah diambil secara acak (random). Jika tidak, maka sampel tersebut tidak bisa digunakan untuk perlakuan lebih lanjut, seperti untuk menggambarkan isi populasi. Berikut ini adalah hasil dari uji Run Test dari ke enam indeks di ASEAN yang dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Uji Run Test
a
JKSE ,0004 649
KLSE ,0001 649
STI ,0001 649
Test Value Cases < Test Value Cases >= Test 649 649 649 Value Total Cases 1298 1298 1298 Number of Runs 662 590 654 Z -2,149 -3,332 -2,025 Asymp. Sig. (2,032 ,001 ,043 tailed) Sumber: Data diolah menggunakan SPSS 24
PSI ,0003 649
SETI ,0002 649
VNI ,0002 649
649
649
649
1298 576 -4,110
1298 611 -2,166
1298 615 -2,328
,000
,030
,020
89
Tabel 4.2 di atas menunjukkan hasil Run Test dari ke enam (6) indeks di enam negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand dan Vietnam untuk jangka waktu 2011-2015. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan besar Asymp. Sig masing- masing indeks dengan nilai absolut (α = 5%. atau 0.05). Jika Asymp. Sig > α, maka menunjukkan bahwa pola harga saham bersifat acak (random walk). Begitu pula sebaliknya bila Asymp. Sig < α, maka pola harga saham tidak bersifat acak atau tidak random walk. Pada tabel di atas terlihat bahwa Asym.Sig pada indeks JKSE, KLSE, STI, PSI, SETI, dan VNI menunjukkan pola harga saham tidak bersifat random karena Asym.Sig < α dengan perolehan nilai masingmasing 0.032, 0.001, 0.043, 0.000, 0.030, dan 0.020. Pada indeks JKSE, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi (2011) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Indonesia belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks KLSE, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi (2011) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Malaysia belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks STI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar
90
modal di Singapura belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks PSI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi (2011) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Filipina belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks SETI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasilingam (2014) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Thailand belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks VNI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khoa Cuong (2014), Francesco Guidi (2011) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Vietnam belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Dari uraian hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasar modal di ASEAN tidak efisien dalam bentuk lemah yang artinya bahwa harga saham hari ini ada hubungannya dengan harga saham sebelumnya. 3. Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi korelasi antara variabel pengganggu (error) pada periode t dan periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang
91
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Imam Ghozali, 2005: 95). Beberapa cara untuk menanggulangi masalah autokorelasi adalah dengan mentransformasikan data atau bisa juga dengan mengubah model regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum (generalized difference equation). Selain itu juga dapat dilakukan dengan memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu variabel bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengujian sederhana terhadap stasioneritas data yaitu dengan menggunakan uji BreuschGodfrey. Perhatikan nilai Obs*R-squared dan nilai Probability disebelah kanannya. Nilai Obs*R-squared berasal dari koefisien determinasi (yaitu R-square) dikalikan dengan banyaknya observasi. Jika nilai probabilitynya lebih besar daripada α = 5%, mengindikasikan bahwa data tidak mengandung masalah autokorelasi. Sebaliknya, jika nilai probabilitynya lebih kecil daripada α = 5%, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Berikut ini adalah hasil dari uji Autokorelasi dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey dari ke enam indeks di ASEAN yang dapat dilihat pada tabel 4.3.
92
Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi Variabel Obs*R-squared Prob JKSE 8.857877 0.0119 KLSE 16.18218 0.0003 STI 6.923467 0.0314 PSI 38.18482 0.0000 SETI 22.69873 0.0000 VNI 8.135807 0.0171 Sumber: Data diolah menggunakan Eviews 9.0
Kesimpulan Terdapat Autokorelasi Terdapat Autokorelasi Terdapat Autokorelasi Terdapat Autokorelasi Terdapat Autokorelasi Terdapat Autokorelasi
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa ke enam indeks memiliki masalah autokorelasi. Pada indeks JKSE nilai hitung Obs*R-square sama dengan 8.857877 dengan probabilitas 0.0119 atau α lebih kecil daripada α = 5%, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks KLSE nilai hitung Obs*R-square sama dengan 16.18218 dengan probabilitas 0.0003 atau α lebih kecil daripada α = 5%, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks STI nilai hitung Obs*R-square sama dengan 6.923467 dengan probabilitas 0.0314 atau α lebih kecil daripada α = 5%, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks PSI nilai hitung Obs*R-square sama dengan 38.18482 dengan probabilitas 0.0000 atau α lebih kecil daripada α = 5%, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks SETI nilai hitung Obs*R-square sama dengan 22.69873 dengan probabilitas 0.0000 atau α lebih kecil daripada α = 5%, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada
93
indeks VNI nilai hitung Obs*R-square sama dengan 8.135807 dengan probabilitas 0.0000 atau α lebih kecil daripada α = 5%, maka mengindikasikan bahwa data mengandung masalah autokorelasi. Pada indeks JKSE, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi (2011) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Indonesia belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks KLSE, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi (2011) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Malaysia belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks STI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Singapura belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks PSI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Francesco Guidi (2011) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Filipina belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Pada indeks SETI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasilingam (2014) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Thailand belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk.
94
Pada indeks VNI, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khoa Cuong (2014), Francesco Guidi (2011) dan Kashif Hamid (2010) yang menyatakan bahwa pasar modal di Vietnam belum efisien dalam bentuk lemah karena harga saham tidak mengikuti random walk. Dari uraian hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasar modal di ASEAN tidak efisien dalam bentuk lemah yang artinya bahwa harga saham hari ini ada hubungannya dengan harga saham sebelumnya karena hasil analisis menunjukkan bahwa data pada keenam indeks tersebut mengandung masalah autokorelasi. 4. Model ARIMA a. Uji Stasioneritas Data Data ekonomi time series pada umumnya bersifat stokastik atau memeiliki tren yang tidak stasioner. Artinya data tersebut merupakan data yang mengandung akar unit (unit root). Untuk dapat mengestimasi suatu model menggunakan data tersebut maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas, apabila data yang digunakan tidak stasioner maka sulit untuk mengestimasi suatu model dengan menggunakan data tersebut karena tren data tersebut cenderung berfluktuasi dan tidak disekitar nilai rata-ratanya. Maka dapat disimpulkan bahwa data yang stasioner akan cenderung untuk mendekati nilai rata-ratanya dan berfluktuasi di sekitar nilai rataratanya. (Gujarati, 2003: 816)
95
Metode yang digunakan untuk menguji stasioneritas data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller Test. Bila nilai statistik lebih besar dari pada tingkat kritis McKinnon, pada tingkat kritis (critical value) yang telah ditentukan yaitu, 1%, 5%, atau 10%, maka H0 diterima yang berarti data mengandung akar unit atau tidak stasioner. Sebaliknya bila nilai statistik lebih kecil dari nilai kritis McKinnon maka H0 ditolak yang mengindikasikan bahwa data tersebut adalah data stasioner. Pada tingkat level ada beberapa variabel yang tidak stasioner sehingga perlu dilakukan differencing, hasilnya akan terlihat bahwa data stasioner pada first difference atau second difference dengan berbagai kondisi. Penerapan model autoregresif mensyaratkan bahwa data yang digunakan adalah data yang stasioner. Data dinyatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varian dari data tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu. Berikut ini hasil pengujian stasioneritas data penelitian dengan Augmented Dicky Fuller Test dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut :
96
Tabel 4.4 Hasil Uji Unit Root
Variabel
t-statistik Critical Value 1% 5%
ADF
Prob.
Kesimpulan
10%
JKSE
-23.35677
-3.435188
-2.863564
-2.567897
0.0000
Stasioner
KLSE
-32.15429
-3.435180
-2.863561
-2.567895
0.0000
Stasioner
STI
-34.95879
-3.435180
-2.863561
-2.567895
0.0000
Stasioner
PSI
-22.75552
-3.435192
-2.863566
-2.567898
0.0000
Stasioner
SETI
-35.13476
-3.435180
-2.863561
-2.567895
0.0000
Stasioner
VNI
-33.37830
-3.435180
-2.863561
-2.567895
0.0000
Stasioner
Sumber: Data diolah menggunakan Eviews 9.0 Berdasarkan tabel di atas, hasil uji unit root menunjukkan bahwa data ke enam Indeks adalah stasioner. Hal ini ditunjukkan dengan nilai statistik ADF lebih kecil dari pada tingkat kritis McKinnon, pada tingkat kritis (critical value) yang telah ditentukan yaitu, 1%, 5%, atau 10%, maka H0 ditolak yang mengindikasikan bahwa data tersebut adalah data stasioner. b. Identifikasi Model Setelah mendeteksi masalah stasioneritas data maka selanjutnya adalah identifikasi model ARIMA. Berdasarkan gambar yang terdapat pada tabel, terlihat bahwa koefisien ACF dan PACF data return dari ke enam indeks yakni JKSE, KLSE, STI, PSI, SETI, dan VNI menurun
97
secara eksponensial menuju ke nol. Sehingga model awal yang dapat diidentifikasi adalah model ARMA(p,q) karena tidak mengalami tahap pembedaan (differencing). c. Estimasi Parameter Model Untuk mengetahui apakah model sementara yang telah diidentifikasi telah cocok atau belum, perlu dilakukan estimasi parameter dari model tersebut dengan melihat nilai Akaike Info Creterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SIC). Model-model dari data aktual return indeks JKSE, KLSE, STI PSI, SETI, dan VNI yang akan diestimasi adalah ARMA (1,1), ARMA (1,2), ARMA (1,3), ARMA (2,1), ARMA (2,2), ARMA (2,3), ARMA (3,1), ARMA (3,2), dan ARMA (3,3). Estimasi dilakukan menggunakan software Eviews. Model terbaik yang akan dipilih untuk melakukan peramalan adalah model dengan dengan melihat nilai AIC dan SIC paling kecil. Berikut adalah tabel model peramalan ARIMA terbaik dengan nilai AIC dan SIC terkecil untuk setiap parameter model.
98
Tabel 4.5 Model Peramalan ARIMA Terbaik Variabel Parameter Model AIC JKSE ARMA (1,3) -6.224742 KLSE ARMA (3,1) -7.551138 STI ARMA (1,1) -7.213156 PSI ARMA (3,2) -5.553455 SETI ARMA (2,2) -6.326821 VNI ARMA (1,3) -6.193536 Sumber: Data diolah menggunakan Eviews 9.0
SIC -6.212789 -7.539170 -7.201203 -6.314861 -6.314861 -6.181583
Setelah dilakukan estimasi dari beberapa model ARIMA tersebut maka terpilihlah model terbak untuk masing-masing indeks yang dapat dilihat pada tabel 4.5 di atas. Berdasarkan tabel tersebut, model terbaik untuk indeks JKSE adalah ARMA (1,3) hal ini dapat dilihat dari nilai kriteria AIC dan SIC terkecil terdapat pada model ARMA (1,3) dibandingkan dengan orde ARIMA lainnya. Model terbaik untuk indeks KLSE adalah ARMA (3,1) hal ini dapat dilihat dari nilai kriteria AIC dan SIC terkecil terdapat pada model ARMA (3,1) dibandingkan dengan orde ARIMA lainnya. Model terbaik untuk indeks STI adalah ARMA (1,1) hal ini dapat dilihat dari nilai kriteria AIC dan SIC terkecil terdapat pada model ARMA (1,1) dibandingkan dengan orde ARIMA lainnya. Model terbaik untuk indeks PSI adalah ARMA (3,2) hal ini dapat dilihat dari nilai kriteria AIC dan SIC terkecil terdapat pada model ARMA (3,2) dibandingkan dengan orde ARIMA lainnya. Model terbaik untuk indeks SETI adalah ARMA (2,2) hal ini dapat dilihat dari nilai kriteria AIC dan SIC terkecil
99
terdapat pada model ARMA (2,2) dibandingkan dengan orde ARIMA lainnya. Model terbaik untuk indeks VNI adalah ARMA (1,3) hal ini dapat dilihat dari nilai kriteria AIC dan SIC terkecil terdapat pada model ARMA (1,3) dibandingkan dengan orde ARIMA lainnya. d. Uji ARCH Effect-LM Untuk mengetahui keberadaan ARCH dari model ARIMA yang telah dipilih maka dilakukan uji Langrange Multiplier. Jika terdapat efek ARCH atau data heteroskedastisitas maka model estimasi dapat dilakukan dengan model ARCH/GARCH, tetapi jika tidak terdapat efek ARCH atau data homoskedastisitas maka tidak dapat dilanjutkan dengan model ARCH/GARCH. Pengujian tersebut dilihat dari nilai probabilitas yang lebih kecil dari 5% sehingga H0 ditolak, yang berarti bahwa terdapat heteroskedastisitas dan estimasi dapat dilakukan dengan model ARCH/GARCH, tetapi jika nilai probabilitas yang lebih besar dari 5% maka data homoskedastisitas dan tidak dapat dilanjutkan dengan model ARCH/GARCH. Selengkapnya mengenai
hasil
pengujian ARCH Effect dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut :
100
Tabel 4.6 Hasil Pengujian ARCH Effect Variabel
Obs*R-squared
Prob. ChiSquare JKSE 43.64863 0.0000 KLSE 36.29711 0.0000 STI 17.01333 0.0000 PSI 11.12461 0.0009 SETI 5.403354 0.0201 VNI 30.52896 0.0000 Sumber: Data diolah menggunakan Eviews 9.0
Kesimpulan Terdapat ARCH Effect Terdapat ARCH Effect Terdapat ARCH Effect Terdapat ARCH Effect Terdapat ARCH Effect Terdapat ARCH Effect
Dari tabel 4.6 di atas jika nilai prob. < nilai α (5%) maka dengan demikian ada unsur ARCH dalam model atau data heteroskedastisitas. Hasil pengujian ARCH Effect dari ke enam indeks penelitian menunjukkan bahwa ke enam indeks memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari α (5%) artinya terdapat efek ARCH apada permodelan peramalan ke enam indeks tersebut. Sehingga Indeks JKSE, KLSE, STI, PSI, SETI, dan VNI dapat dilanjutkan dengan model ARCH/GARCH. 5. Model ARCH dan GARCH a. Estimasi Model ARCH/GARCH Permodelan GARCH dilkaukan untuk memperoleh estimasi model yang optimal ditingkat variance. Karena variance pada waktu t (
) tergantung dari mean, informasi lampau tercermin pada lag
correlogram squared residuals, dan error term (GARCH-term) periode sebelumnya
(t-1),
maka
permodelan
ini
disebut
permodelan
conditional variance. 101
Estimasi model yang paling umum adalah GARCH (1,1) atau dapat juga orde yang lebih tinggi GARCH (p,q). Dalam permodelan ARCH/GARCH, persamaan mean juga harus dimasukan ke dalam model. Setelah diketahui keberadaan efek ARCH yang signifikan, dilakukan estimasi ARCH/GARCH dengan menggunakan ordo ARIMA sebagai input pada estimasi ARCH/GARCH. Pemeilihan model ARCH/GARCH dengan ordo yang berbeda-beda untuk mengetahui model yang paling tepat. Karena estimasi model ARCH menggunakan metode maximum likelihood maka evaluasi garis regresi tidak berdasarkan R2 tetapi berdasarkan log likelihood. Sebagaimana model ARCH, model GARCH tidak bisa diestimasi dengan metode OLS, tetapi dengan menggunakan metode maximum likelihood. Model yang terbaik dilakukan dengan melihat Log Likelihood terbesar serta kriteria AIC dan SIC terkecil dari masing-masing model. Dalam
penelitian
ini
telah
dilakukan
estimasi
model
ARCH/GARCH. Diantaranya model ARCH (1), GARCH (1) dan GARCH (1,1). Estimasi dilakukan menggunakan software Eviews. Model terbaik yang akan dipilih untuk melakukan peramalan adalah model dengan dengan melihat Log Likelihood terbesar serta kriteria AIC dan SIC terkecil dari masing-masing model.
102
Tabel 4.7 Model ARCH/GARCH Terbaik Variabel
Model
Log Likelihood JKSE GARCH (1,1) 4182.152 KLSE GARCH (1,1) 4976.504 STI GARCH (1,1) 4761.815 PSI GARCH (1,1) 3839.117 SETI GARCH (1,1) 4231.639 VNI GARCH (1,1) 4088.337 Sumber: Data diolah menggunakan Eviews 9.0
AIC
SIC
-6.439711 -7.676454 -7.333563 -5.919872 -6.521048 -6.295045
-6.415804 -7.652518 -7.309656 -5.895936 -6.497126 -6.271139
Berdasarkan tabel 4.7 hasil estimasi model terbaik yang terpilih dari ke enam indeks adalah model GARCH (1,1). Model time series yang diperoleh kemudian diolah dengan software Eviews 8.0. model GARCH (1,1) adalah model terbaik untuk peramalan indeks JKSE, KLSE, STI, PSI, SETI, dan VNI dilihat dari nilai maximum Log Likelihood terbesar serta nilai AIC dan SIC terkecil. Perolehan nilai Log Likelihood indeks JKSE adalah 4182.152 dan untuk nilai AIC dan SIC masing-masing -6.439711 dan -6.415804. Pada indeks KLSE nilai log likelihood adalah 4976.504 dan untuk nilai AIC dan SIC masingmasing -7.676454 dan -7.652518. Pada indeks STI nilai log likelihood adalah 4761.815 dan untuk nilai AIC dan SIC masing-masing 7.333563 dan -7.309656. Pada indeks PSI nilai log likelihood adalah 3839.117 dan untuk nilai AIC dan SIC masing-masing -5.919872 dan 5.895936. Pada indeks SETI nilai log likelihood adalah 4231.639 dan untuk niali AIC dan SIC masing-masing -6.521048 dan -6.497126.
103
Pada indeks VNI nilai log likelihood adalah 4088.337 dan untuk nilai AIC dan SIC masing-masing -6.295045 dan -6.271139. Berdasarkan output hasil pengujian ARCH dan GARCH diperoleh persamaan sebagai berikut : Indeks JKSE = 0.000516 + 0.030256 AR(1) – 0.084312 MA(3) Sedangkan persamaan Variance Equationnya adalah sebagai berikut : = 0.00000623 + 0.174758
+ 0.777679
Indeks KLSE = 0.000439 - 0.046941 AR(3) + 0.088451 MA(1) Sedangkan persamaan Variance Equationnya adalah sebagai berikut : = 0.00000495 + 0.208265
+ 0.642920
Indeks STI = 0.000119 + 0.855828 AR(1) - 0.829534 MA(1) Sedangkan persamaan Variance Equationnya adalah sebagai berikut : = 0.00000106 + 0.074872
+ 0.899643
Indeks PSI = 0.001405 – 0.204351 AR(3) + 0.006916 MA(2) Sedangkan persamaan Variance Equationnya adalah sebagai berikut : = 0.0000473 + 0.802367
+ 0.296971
Indeks SETI = 0.000754 – 0.704295 AR(2) + 0.662319 MA(2) Sedangkan persamaan Variance Equationnya adalah sebagai berikut : = 0.00000260 + 0.112152
+ 0.867335
Indeks VNI = 0.000695 + 0.094283 AR(1) + 0.064568 MA(3) Sedangkan persamaan Variance Equationnya adalah sebagai berikut : = 0.00000788 + 0.112141
+ 0.822971
104
b. Evaluasi Model Tabel 4.8 Hasil Pengujian ARCH Effect Variabel
Obs*R-squared
JKSE
1.643758
Prob. ChiSquare 0.1998
KLSE
0.711649
0.3989
STI
0.146530
0.7019
PSI
0.199265
0.6553
SETI
2.089454
0.1483
VNI
0.028064
0.8670
Kesimpulan Tidak Terdapat ARCH Effect Tidak Terdapat ARCH Effect Tidak Terdapat ARCH Effect Tidak Terdapat ARCH Effect Tidak Terdapat ARCH Effect Tidak Terdapat ARCH Effect
Sumber: Data diolah menggunakan Eviews 9.0 Pengujian kembali dengan uji ARCH-LM dari ke enam indeks. Hasilnya dapat diketahui bahwa pada indeks JKSE nilai hitung X2 yakni (obs*R2) sama dengan 1.643758 dengan probabilitas 0.1998 atau α lebih besar dari 1%. Dengan demikian secara statistik signifikan sehingga dapat dikatakan model yang digunakan sudah tidak mengandung unsur ARCH. Pengujian tersebut menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah baik dan terbebas dari unsur heteroskedastisitas. Pada indeks KLSE nilai hitung X2 yakni (obs*R2) sama dengan 0.711649 dengan probabilitas 0.3989 atau α lebih besar dari 5%. Dengan demikian secara statistik signifikan sehingga dapat dikatakan
105
model yang digunakan sudah tidak mengandung unsur ARCH. Pengujian tersebut menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah baik dan terbebas dari unsur heteroskedastisitas. Pada indeks STI nilai hitung X2 yakni (obs*R2) sama dengan 0.146530 dengan probabilitas 0.7019 atau α lebih besar dari 5%. Dengan demikian secara statistik signifikan sehingga dapat dikatakan model yang digunakan sudah tidak mengandung unsur ARCH. Pengujian tersebut menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah baik dan terbebas dari unsur heteroskedastisitas. Pada indeks PSI nilai hitung X2 yakni (obs*R2) sama dengan 0.711649 dengan probabilitas 0.6553 atau α lebih besar dari 5%. Dengan demikian secara statistik signifikan sehingga dapat dikatakan model yang digunakan sudah tidak mengandung unsur ARCH. Pengujian tersebut menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah baik dan terbebas dari unsur heteroskedastisitas. Pada indeks SETI nilai hitung X2 yakni (obs*R2) sama dengan 2.089454 dengan probabilitas 0.1483 atau α lebih besar dari 5%. Dengan demikian secara statistik signifikan sehingga dapat dikatakan model yang digunakan sudah tidak mengandung unsur ARCH. Pengujian tersebut menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah baik dan terbebas dari unsur heteroskedastisitas. Pada indeks VNI nilai hitung X2 yakni (obs*R2) sama dengan 0.028064 dengan probabilitas 0.8670 atau α lebih besar dari 5%.
106
Dengan demikian secara statistik signifikan sehingga dapat dikatakan model yang digunakan sudah tidak mengandung unsur ARCH. Pengujian tersebut menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah baik dan terbebas dari unsur heteroskedastisitas. Pada pasar saham Indonesia, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh Wenty Yolanda, dkk (2014). Penelitian ini menggunakan model GARCH untuk menguji efisiensi pasar pada saham Indeks LQ 45. Hasil penelitian dengan penerapan model GARCH (1,1) menunjukkan bahwa pada harga penutupan harian (closing price) saham pada Indeks LQ 45 periode 2009-2011, harga pada periode 3 hari dan 4 hari sebelumnya adalah yang paling berpengaruh. Efisiensi pasar modal di Indonesia termasuk efisiensi bentuk lemah (weak form efficiency) yang juga ditunjukkan oleh return harga saham yang mengalami volatisitas dan random walk. Penelitian yang dilakukan oleh Kasilingam Lingaraja, et. al (2014) juga menguji efisiensi pasar di pasar saham Asia yang sedang berkembang dengan menggunakan data harga saham harian selama 10 tahun periode 1 Januari 2004 sampai 31 Desember 2013. Penelitian ini menggunakan uji GARCH, Autokorelasi, dan Run Test untuk menguji efisiensi pasar di pasar saham Asia yang sedang berkembang yan didalamnya termasuk negara Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Indeks Indonesia,
107
Malaysia, dan Filipina sangat signifikan dan terdistribusi secara acak, sedangkan pada Indeks Thailand tidak signifikan dan tidak terdistribusi secara acak. Sedangkan hasil penelitian ini dalam persamaan varian koefisien pada GARCH (1,1) signifikan secara statistik yang berarti volatilitas terdapat pada data return saham dalam periode penelitian. Hal ini juga berarti bahwa kesalahan prediksi (residual) return harga saham dipengaruhi oleh residual periode sebelumnya. Hasil estimasi menunjukkan bahwa secara signifikan terdapat time-varying volatility dalam return saham harian selama periode 2011-2015 dengan menggunakan model GARCH (1,1). Model GARCH adalah model yang cocok untuk digunakan dalam
meramalkan
data
keuangan
yang
mengandung
unsur
heteroskedastisitas seperti harga saham. Penerapan model GARCH (1,1) pada data harga penutupan harian (closing price) saham pada indeks JKSE, KLSE, STI, PSI, SETI, dan VNI periode 2011-2015 menunjukkan bahwa return saham di Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam memiliki permasalahan time varying volatility, dimana volatilitas return saham pada periode sebelumnya mempengaruhi volatilitas return saham saat ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasar modal di ASEAN tidak efisien dalam bentuk lemah.
108
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian mengenai pengujian efisiensi pasar modal di ASEAN, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis uji kolmogorov smirnov bahwa data harga saham dari keenam indeks tersebut tidak terdistribusi normal, hal ini ditunjukkan dengan nilai asymtotic significant yang kurang dari nilai absolut 5%. Pada pengujian run test hasil analisis data menunjukkan bahwa harga saham dari keenam indeks tidak mengikuti random walk yang artinya harga saham hari ini ada hubungannnya dengan harga saham sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai asymtotic signifcant yang lebih kecil dari nilai absolut 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasar modal di ASEAN tiidak efisien dalam bentuk lemah. Dari hasi uji run test sebenarnya sudah cukup mewakili pengujian untuk efisiensi pasar, namun penulis menggunakan beberapa metode analisis lain untuk menguatkan hasil yang didapat dari uji run test. Penulis menguji dengan metode analisis uji autokorelasi, hasil yang konsisten juga didapat pada metode analisis ini yang menunjukkan bahwa pasar modal di ASEAN tidak efisien dalam bentuk lemah karena data harga saham dari keenam indeks mengandung masalah autokorelasi. 2. Berdasarkan teknik permodelan ARIMA dan ARCH/GARCH. Teknik permodelan ARIMA dilakukan karena untuk mencari pola yang cocok
109
dari sekelompok data, dengan demikian ARIMA memanfaatkan data pada periode yang lalu dan sekarang untuk melkaukan peramalan janga pendek yang akurat. Hasil dari teknik permodelan ARIMA terbaik kemudian digunakan untuk mencari model terbaik pada teknik permodelan ARCH/GARCH. Model ARCH/GARCH sendiri merupakan sebuah konsep tentang ketidak konstanan variasi dari data acak, dan perubahan variansi ini dipengaruhi oleh acak sebelumnya yang tersusun dalam urutan waktu. Dari hasil analisis dengan menggunakan teknik permodelan ARCH/GARCH, dapat diketahui bahwa model terbaik dari keenam indeks tersebut adalah GARCH 1,1. Model GARCH adalah model yang cocok untuk digunkan dalam meramalkan data keuangan yang emengandung unsur heteroskedastisitas seperti harga saham. Penerapan model GARCH 1,1 pada data harga saham keenam indeks di ASEAN menunjukkan bahwa return saham di ASEAN memiliki permasalahan time variying volatility, dimana volatilitas return saham pada periode sebelumnya mengaruhi volatilitas return saham saat ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasar modal di ASEAN tidak efisien dalam bentuk lemah. B. Saran Dengan segala keterbatasan dalam penelitian ini maka penulis memberikan beberapa saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya agar hasil penelitian selanjutnya dapat memberikan hasil yang lebih baik lagi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.
110
1. Penelitian yang dilakukan oleh penulis hanya menguji tentang masalah efisiensi pasar. Diharapkan pada peneliti selanjutnya bisa menambahkan permasalahan-permasalahan yang lain untuk diteliti bersamaan dengan masalah efisiensi pasar. Sehingga hasil penelitian menjadi lebih luas dan menambah wawasan bagi pembaca. 2. Objek penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pasar modal di ASEAN. Observasi penelitian dilakukan selama 5 periode berturut-turut yaitu pada tahun 2011-2015. Pada penelitian ini penulis menggunakan data harga saham harian dari ke enam indeks negara ASEAN. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperluas objek penelitian agar penelitian menjadi lebih menambah wawasan dan pengetahuan mengenai efisiensi pasar di dunia. Observasi penelitian selanjutnya juga diharapkan dengan periode waktu yang lebih lama dan panjang. Data untuk penetian selanjutnya diharapkan lebih beragam, misalnya harga saham harian, mingguan, dan bulanan, agar didapatkan hasil yang lebih bervariatif lagi. 3. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode pengujian Run Test, Autokorelasi, Unit Root Test, dan Variance Ratio Test dengan bantuan software Eviews 9.0, Microsoft Excel 2007, dan SPSS 24 sebagai alat bantu analisis penelitian. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan metode serta alat bantu analisis yang lain sehingga memberikan hasil penelitian yang berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.
111
DAFTAR PUSTAKA Bawazer, Said, A dan Herman, N, Rahman. 1991. “Dividen Perusahaan Dan Efisiensi Dipasar Modal Jakarta”. Jurnal Usahawan No.8 tahun XX:1015, Jakarta,1991. Bodie, et al. 2006. “Investment”. 6th edition, Mc. Graw-Hill Eliyawati, Wenty Yolanda, dkk. 2014. “Penerapan Model Garch (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedaticity) untuk Menguji Pasar Modal Efisien di Indonesia”. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 7 No. 2 Januari 2014 Ernawati, Endang dan Widjaja, Merlina. 2002. “Pengujian Efisiensi Pasar Modal Bentuk Lemah di Bursa Efek Jakarta Periode Januari - Juli 2001”. Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol.1 No.1, Mei 2002. Guidi, Francesco dan Gupta, Rakesh. 2011. “Are ASEAN stock market efficient? Evidence from univariate and multivariate variance ratio tests”. Discussion Papers Finance. Griffifth University. ISSN 1836-8123 Gujarati, Damodar N. 2003. “Basic Econometrics”. McGrraw-Hill, New York Gumanti, Tatang Ari dan Utami, Sri. 2002. “Bentuk Pasar Efisien dan Pengujiannya”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra Vol.4 No.1, Mei 2002. Halim, Abdul. 2005. “Analisis Investasi”. Jakarta: Salemba Empat Hamid, Kasihif, et.al. 2010. “Testing the Weak form of Efficient Market Hypothesis: Empirical Evidence from Asia-Pasific Markets”. International Research Journal of Finance and Economics, Issue 58, ISSN 1450-2887 Hartono, Jogiyantto. “Teori Portofolio dan Analisi Investasi”. Edisis 5. Yogyakarta: BPTEUGM Hendrawaty, Ernie. 2007. “Pengujian Efisiensi Pasar Modal Atas Peristiwa Pengumuman Stock Split Periode Tahun 2005-2006 di BEJ” . UNILA, Lampung Hendrawin, Erwin R. 2015. “Hubungan Efisiensi Pasar Modal di Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015”. STIE PGRI Sukabumi Husnan, Suad & Enny Pudjiastuti. 2004. “Dasar-Dasar Manejemen Keuangan”. Edisi keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
112
Husnan, Suad. 2001. “Dasar-Dasar Teori Portofolio Dan Analisa Sekuritas Di Pasar Modal”. Yogyakarta : UPP-AMP YKPN ----------------. 2012. “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekutitas”. Yogyakarta : UPP-AMP YKPN ----------------. 2012. “Efisiensi Pasar Modal Indonesia”. Indonesian Economic Journal April 2011 Kumala Dewi, Retno. 2009. “Pengujian Efisiensi Pasar Modal melalui Evaluasi Pergerakan Indeks LQ-45 di Bursa Efek Jakarta”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Kuncoro, Magdalena. 2002. “Evaluasi Pergerakan Return IHSG untuk Menguji Efisiensi Pasar Modal Indonesia (Periode 97-99)”. Universitas Kristen Petra, Surabaya Lingaraja, Kasilingam, et.al . 2014. “The Stock Market Efficiency of Emerging Markets: Evidence from Asian Region”. Asian Social Science; Vol. 10, No. 19; 2014 ISSN 1911-2017 E-ISSN 1911-2025 Nachrowi, dan Usman, Hardius. 2006. “Pendekatan Praktis dan Populer: Ekonometrika Untuk Analisis dan Ekonomi”. Lembaga Penerbit FEUI Nasruldin. 2011. “Pengujian Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah Pasar Modal di Indonesia periode 2009-2010”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Phan, Khoa Cuong dan Zhou, Jian. 2014. “Market efficiency in emerging stock markets: A case study of the Vietnam stock market”. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM) e-ISSN: 2278-487X, p-ISSN: 2319-7668. Volume 16, Issue 4. Ver. IV (Apr. 2014), PP 61-73 Rodoni, Ahmad. 2005. “Analisis Teknikal dan Fundamental pada Pasar Modal”., Jakarta: CSESPress ------------------. 2006. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”. Jakarta: CSES Press Rosadi, Dedi. 2012. “Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan dengan Eviews”. Yogyakarta: ANDI Senthilnathan, Samithamby. 2015. “The Efficient Market: Rambling Evidence in Asia and Pasific”. ELK Asia Pasific Journal of Marketing and Retail Management. ISSN 0976-7193 (Print) ISSN 2349-2317, Volume 6 Issue 2 (2015)
113
Silvester Mario Limopranoto. 2002. “Analisis Indeks Harga Saham Gabungan pada Bursa Efek Jakarta Untuk Menguji Efisiensi Pasar Modal Indonesia”. Universitas Indonesia, Jakarta Sugiarto dan Harijono. 2000. “Peramalan Bisnis”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Tandelilin, Eduardus. 2001. “Analisis Dan Manajemen Portofolio”. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Widarjono, Agus. 2009. “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya”. Edisi ketiga. Yogyakarta: Ekonosia. Winarno, Wing Wahyu. 2009. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”. Edisi Kedua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN www.aseanexchanges.org www.wikipedia.org
114
LAMPIRAN Lampiran 1: Hasil Output Uji Kolmogorov Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test JKSE N Normal Parameters
PSI
SETI
VNI
1298
1298
1298
1298
1298
,000193
,000172
,000084
,000485
,000175
,000591
,0108890
,0055796
,0065862
,0153605
,0102375
,0109569
Absolute
,080
,075
,055
,146
,070
,071
Positive
,069
,062
,044
,139
,051
,047
Negative
-,080
-,075
-,055
-,146
-,070
-,071
2,894
2,711
1,988
5,248
2,537
2,561
,000
,000
,001
,000
,000
,000
Std. Deviation
Most Extreme Differences
STI
1298 Mean
a,b
KLSE
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Lampiran 2: Hasil Output Uji Run Test Runs Test JKSE a
Test Value
KLSE
STI
PSI
SETI
VNI
,0004
,0001
,0001
,0003
,0002
,0002
Cases < Test Value
649
649
649
649
649
649
Cases >= Test Value
649
649
649
649
649
649
1298
1298
1298
1298
1298
1298
662
590
654
576
611
615
-2,149
-3,332
-2,025
-4,110
-2,166
-2,328
,032
,001
,043
,000
,030
,020
Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Median
115
Lampiran 3: Hasil Output Uji Breusch-Godfrey JKSE Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
4.449064 8.857877
Prob. F(2,1295) Prob. Chi-Square(2)
0.0119 0.0119
KLSE Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
8.174300 16.18218
Prob. F(2,1295) Prob. Chi-Square(2)
0.0003 0.0003
STI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
3.458847 6.923467
Prob. F(2,1290) Prob. Chi-Square(2)
0.0318 0.0314
PSI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
19.62563 38.18482
Prob. F(2,1295) Prob. Chi-Square(2)
0.0000 0.0000
SETI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
11.48017 22.69873
Prob. F(2,1290) Prob. Chi-Square(2)
0.0000 0.0000
VNI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
4.084100 8.135807
Prob. F(2,1295) Prob. Chi-Square(2)
0.0171 0.0171
116
Lampiran 4: Hasil Output Uji Stasioneritas Correlogram
117
118
119
120
121
122
Lampiran 5: Hasil Output Uji Strasioneritas ADF Null Hypothesis: JKSE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-23.35677 -3.435188 -2.863564 -2.567897
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-32.15429 -3.435180 -2.863561 -2.567895
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-34.95879 -3.435180 -2.863561 -2.567895
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-22.75552 -3.435192 -2.863566 -2.567898
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: KLSE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: STI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: PSI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
123
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: SETI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-35.13476 -3.435180 -2.863561 -2.567895
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-33.37830 -3.435180 -2.863561 -2.567895
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: VNI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
124
Lampiran 6: Hasil Output Model ARIMA JKSE ARMA(1,1) Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:28 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 14 iterations MA Backcast: 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
0.000198 0.044742 0.037704
0.000328 0.334446 0.334554
0.602730 0.133778 0.112700
0.5468 0.8936 0.9103
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.006780 0.005245 0.010864 0.152731 4026.541 4.416716 0.012256
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000196 0.010893 -6.204382 -6.192428 -6.199896 1.996976
.04 -.04
ARMA(1,2) Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:30 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 7 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(2)
0.000197 0.082322 0.002974
0.000330 0.027820 0.027915
0.598759 2.959135 0.106523
0.5494 0.0031 0.9152
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.006748 0.005213 0.010864 0.152736 4026.521 4.395851
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000196 0.010893 -6.204350 -6.192396 -6.199864 1.995023
125
Prob(F-statistic)
0.012513
Inverted AR Roots
.08
ARMA(1,3) Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:35 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000192 0.075555 -0.148134
0.000275 0.027738 0.027509
0.696665 2.723916 -5.384972
0.4861 0.0065 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.026798 0.025294 0.010754 0.149653 4039.745 17.81563 0.000000
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.08 .53
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-.26-.46i
0.000196 0.010893 -6.224742 -6.212789 -6.220256 1.997157
-.26+.46i
ARMA(2,1) Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:30 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 7 iterations MA Backcast: 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(1)
0.000188 0.008573 0.081700
0.000329 0.027905 0.027826
0.571164 0.307208 2.936135
0.5680 0.7587 0.0034
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.006646 0.005109 0.010863 0.152594 4023.519 4.325065 0.013425
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000186 0.010891 -6.204505 -6.192544 -6.200016 1.996110
126
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.09 -.08
-.09
ARMA(2,2) Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:31 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 19 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(2)
0.000189 -0.633589 0.644287
0.000304 0.334466 0.331019
0.620515 -1.894331 1.946377
0.5350 0.0584 0.0518
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001777 0.000232 0.010890 0.153342 4020.351 1.150565 0.316782
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000186 0.010891 -6.199615 -6.187654 -6.195127 1.835818
ARMA(2,3) Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:37 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(3)
0.000184 0.006000 -0.150608
0.000256 0.027880 0.027571
0.718170 0.215199 -5.462498
0.4728 0.8296 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.021032 0.019517 0.010785 0.150384 4032.972 13.88908 0.000001
Inverted AR Roots
.08
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000186 0.010891 -6.219093 -6.207132 -6.214605 1.849442
-.08
127
Inverted MA Roots
.53
-.27-.46i
-.27+.46i
ARMA(3,1) Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:38 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(1)
0.000178 -0.136211 0.074074
0.000283 0.027554 0.027765
0.628898 -4.943449 2.667914
0.5295 0.0000 0.0077
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.024982 0.023473 0.010761 0.149621 4032.655 16.55191 0.000000 .26+.45i -.07
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.26-.45i
0.000177 0.010890 -6.223405 -6.211437 -6.218914 1.997566
-.51
ARMA(3,2) Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:39 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 1/04/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(2)
0.000177 -0.140282 0.007721
0.000265 0.027624 0.027931
0.668427 -5.078219 0.276425
0.5040 0.0000 0.7823
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.019625 0.018108 0.010791 0.150443 4029.107 12.93174 0.000003
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000177 0.010890 -6.217926 -6.205958 -6.213435 1.850790
128
Inverted AR Roots
.26+.45i
.26-.45i
-.52
ARMA(3,3) Dependent Variable: JKSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:31 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 12 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(3)
0.000174 0.092975 -0.241081
0.000251 0.176562 0.172234
0.693617 0.526585 -1.399729
0.4880 0.5986 0.1618
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.021417 0.019903 0.010781 0.150168 4030.292 14.13847 0.000001
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.45 .62
-.23+.39i -.31+.54i
0.000177 0.010890 -6.219756 -6.207787 -6.215264 1.848059
-.23-.39i -.31-.54i
KLSE ARMA(1,1) Dependent Variable: KLSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:40 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 7 iterations MA Backcast: 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
0.000174 0.136844 -0.025514
0.000174 0.246725 0.248950
0.997027 0.554640 -0.102485
0.3189 0.5792 0.9184
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid
0.012468 0.010942 0.005551 0.039875
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
0.000173 0.005582 -7.547323 -7.535370
129
Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
4897.439 8.168827 0.000298
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.14 .03
Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-7.542838 1.995965
ARMA(1,2) Dependent Variable: KLSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:40 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(2)
0.000173 0.111167 0.007074
0.000175 0.027808 0.028002
0.991618 3.997651 0.252629
0.3216 0.0001 0.8006
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.012509 0.010982 0.005551 0.039873 4897.466 8.195626 0.000290
Inverted AR Roots
.11
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000173 0.005582 -7.547364 -7.535411 -7.542879 1.995296
ARMA(1,3) Dependent Variable: KLSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:41 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 4 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000173 0.112551 -0.038751
0.000167 0.027639 0.027823
1.036346 4.072190 -1.392785
0.3002 0.0000 0.1639
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid
0.013955 0.012431 0.005547 0.039815
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
0.000173 0.005582 -7.548830 -7.536877
130
Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
4898.416 9.156884 0.000112
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.11 .34
Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-.17-.29i
-7.544345 1.997593
-.17+.29i
ARMA(2,1) Dependent Variable: KLSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:44 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(1)
0.000182 0.019354 0.109488
0.000174 0.027963 0.027810
1.042656 0.692134 3.936937
0.2973 0.4890 0.0001
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.012163 0.010635 0.005545 0.039758 4895.054 7.959921 0.000367 .14 -.11
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000181 0.005575 -7.549466 -7.537506 -7.544978 1.997568
-.14
ARMA(2,2) Dependent Variable: KLSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:45 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 20 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(2)
0.000178 -0.432764 0.447946
0.000156 0.385489 0.382976
1.139074 -1.122636 1.169644
0.2549 0.2618 0.2424
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
0.001030 -0.000515 0.005576
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion
0.000181 0.005575 -7.538260
131
Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.040206 4887.793 0.666783 0.513534
Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-7.526299 -7.533772 1.779401
ARMA(2,3) Dependent Variable: KLSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:45 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(3)
0.000181 0.018370 -0.037937
0.000152 0.027968 0.028004
1.193813 0.656834 -1.354706
0.2328 0.5114 0.1757
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001664 0.000119 0.005575 0.040181 4888.203 1.077301 0.340819
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.14 .34
-.14 -.17-.29i
0.000181 0.005575 -7.538894 -7.526933 -7.534406 1.779990
-.17+.29i
ARMA(3,1) Dependent Variable: KLSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:46 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(1)
0.000186 -0.039504 0.109501
0.000164 0.027796 0.027672
1.132442 -1.421182 3.957135
0.2577 0.1555 0.0001
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.013591 0.012064 0.005541 0.039661 4892.362
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
0.000186 0.005574 -7.551138 -7.539170 -7.546646
132
F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
8.900784 0.000145 .17+.29i -.11
Durbin-Watson stat
.17-.29i
1.994370
-.34
ARMA(3,2) Dependent Variable: KLSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:47 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 1/04/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(2)
0.000186 -0.038124 0.020041
0.000152 0.027940 0.028008
1.219143 -1.364483 0.715534
0.2230 0.1727 0.4744
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots
0.001732 0.000186 0.005574 0.040138 4884.623 1.120505 0.326432 .17+.29i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.17-.29i
0.000186 0.005574 -7.539187 -7.527218 -7.534695 1.778075
-.34
ARMA(3,3) Dependent Variable: KLSE Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:48 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 9 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(3)
0.000184 -0.175646 0.140140
0.000150 0.363160 0.366035
1.226698 -0.483661 0.382858
0.2202 0.6287 0.7019
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.001444 -0.000102 0.005575 0.040150 4884.437
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
0.000186 0.005574 -7.538899 -7.526930 -7.534407
133
F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.934201 0.393165 .28+.49i .26-.45i
Durbin-Watson stat
.28-.49i .26+.45i
1.774085
-.56 -.52
STI ARMA(1,1) Dependent Variable: STI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:49 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 17 iterations MA Backcast: 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
2.27E-05 0.896239 -0.870033
0.000230 0.060764 0.068119
0.098601 14.74957 -12.77226
0.9215 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.010059 0.008529 0.006561 0.055696 4680.732 6.574220 0.001443
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.90 .87
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
8.43E-05 0.006589 -7.213156 -7.201203 -7.208671 2.009029
ARMA(1,2) Dependent Variable: STI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:50 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(2)
8.50E-05 0.027652 0.032778
0.000194 0.027799 0.027795
0.437330 0.994691 1.179283
0.6619 0.3201 0.2385
R-squared
0.001957
Mean dependent var
8.43E-05
134
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000414 0.006587 0.056152 4675.446 1.268540 0.281592
Inverted AR Roots
.03
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.006589 -7.205005 -7.193052 -7.200520 1.995555
ARMA(1,3) Dependent Variable: STI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:51 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
8.47E-05 0.028084 0.014303
0.000191 0.027804 0.027817
0.443423 1.010094 0.514192
0.6575 0.3126 0.6072
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.001024 -0.000520 0.006590 0.056204 4674.840 0.663040 0.515457 .03 .12-.21i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.12+.21i
8.43E-05 0.006589 -7.204070 -7.192117 -7.199585 1.997363
-.24
ARMA(2,1) Dependent Variable: STI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:52 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 4 iterations MA Backcast: 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(1)
7.19E-05 0.034916 0.025399
0.000194 0.027740 0.027808
0.370564 1.258677 0.913370
0.7110 0.2084 0.3612
R-squared
0.001894
Mean dependent var
7.21E-05
135
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.000350 0.006576 0.055906 4674.180 1.226629 0.293620 .19 -.03
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.006577 -7.208612 -7.196651 -7.204123 1.998919
-.19
ARMA(2,2) Dependent Variable: STI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:52 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 8 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(2)
6.93E-05 0.152678 -0.115831
0.000191 0.365576 0.368218
0.363470 0.417637 -0.314573
0.7163 0.6763 0.7531
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001354 -0.000191 0.006577 0.055936 4673.830 0.876496 0.416486
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.39 .34
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
7.21E-05 0.006577 -7.208071 -7.196110 -7.203583 1.949884
-.39 -.34
ARMA(2,3) Dependent Variable: STI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:53 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(3)
7.19E-05 0.034169 0.012415
0.000192 0.027741 0.027822
0.375338 1.231707 0.446216
0.7075 0.2183 0.6555
136
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.001393 -0.000151 0.006577 0.055934 4673.856 0.901958 0.406030 .18 .12+.20i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-.18 .12-.20i
7.21E-05 0.006577 -7.208110 -7.196150 -7.203622 1.948836
-.23
ARMA(3,1) Dependent Variable: STI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:54 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(1)
6.55E-05 0.013356 0.024212
0.000190 0.027764 0.027830
0.345378 0.481045 0.869989
0.7299 0.6306 0.3845
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000844 -0.000703 0.006577 0.055895 4670.202 0.545758 0.579536
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.24 -.02
-.12-.21i
6.57E-05 0.006575 -7.208034 -7.196066 -7.203543 1.998333
-.12+.21i
ARMA(3,2) Dependent Variable: STI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:55 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 1/04/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(2)
6.56E-05 0.011907 0.032227
0.000191 0.027754 0.027815
0.343498 0.429015 1.158628
0.7313 0.6680 0.2468
137
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001312 -0.000234 0.006576 0.055869 4670.505 0.848687 0.428215
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Inverted AR Roots
.23
-.11-.20i
6.57E-05 0.006575 -7.208502 -7.196534 -7.204011 1.949846
-.11+.20i
ARMA(3,3) Dependent Variable: STI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:55 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 17 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(3)
7.13E-05 -0.788766 0.816811
0.000185 0.101748 0.095766
0.384864 -7.752171 8.529246
0.7004 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.005217 0.003677 0.006563 0.055650 4673.042 3.387891 0.034080 .46-.80i .47+.81i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.46+.80i .47-.81i
6.57E-05 0.006575 -7.212420 -7.200452 -7.207929 1.944207
-.92 -.93
PSI ARMA(1,1) Dependent Variable: PSI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 20:57 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 40 iterations MA Backcast: 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.000452
0.000263
1.716061
0.0864
138
AR(1) MA(1)
0.683605 -0.803018
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.026992 0.025488 0.015169 0.297734 3593.655 17.94815 0.000000
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.68 .80
0.074235 0.060618
9.208625 -13.24714
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.0000 0.0000 0.000481 0.015366 -5.536862 -5.524909 -5.532377 1.837381
ARMA(1,2) Dependent Variable: PSI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:02 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(2)
0.000477 -0.029529 -0.204536
0.000324 0.027818 0.027244
1.471019 -1.061487 -7.507689
0.1415 0.2887 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.035270 0.033779 0.015104 0.295200 3599.197 23.65431 0.000000 -.03 .45
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000481 0.015366 -5.545407 -5.533454 -5.540922 1.999342
-.45
ARMA(1,3) Dependent Variable: PSI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:02 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
139
C AR(1) MA(3) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.000478 -0.026219 -0.095258 0.008437 0.006904 0.015313 0.303411 3581.405 5.505188 0.004161 -.03 .46
0.000375 0.028242 0.028125
1.275615 -0.928379 -3.386945
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-.23+.40i
0.2023 0.3534 0.0007 0.000481 0.015366 -5.517972 -5.506019 -5.513487 2.009364
-.23-.40i
ARMA(2,1) Dependent Variable: PSI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:03 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(1)
0.000477 -0.173092 -0.022291
0.000351 0.027408 0.027824
1.361150 -6.315401 -0.801136
0.1737 0.0000 0.4232
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.029858 0.028357 0.015151 0.296830 3592.354 19.89696 0.000000
Inverted MA Roots
.02
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000477 0.015371 -5.539127 -5.527166 -5.534638 1.998316
ARMA(2,2) Dependent Variable: PSI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:04 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 16 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
140
C AR(2) MA(2)
0.000464 0.196181 -0.386500
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.036787 0.035297 0.015097 0.294710 3596.999 24.69103 0.000000
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.44 .62
0.000320 0.130175 0.122445
1.449383 1.507065 -3.156511
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.1475 0.1320 0.0016 0.000477 0.015371 -5.546295 -5.534334 -5.541807 2.065194
-.44 -.62
ARMA(2,3) Dependent Variable: PSI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:04 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(3)
0.000476 -0.176748 -0.099419
0.000321 0.027383 0.027686
1.484045 -6.454731 -3.590997
0.1380 0.0000 0.0003
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.038675 0.037188 0.015082 0.294132 3598.270 26.00902 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Inverted MA Roots
.46
-.23-.40i
0.000477 0.015371 -5.548257 -5.536296 -5.543768 2.063761
-.23+.40i
ARMA(3,1) Dependent Variable: PSI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:05 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 8 iterations MA Backcast: 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
141
C AR(3) MA(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.000467 -0.097550 -0.042717 0.008777 0.007242 0.015316 0.303076 3575.599 5.720062 0.003363 .23+.40i .04
0.000371 0.028082 0.028203
1.257281 -3.473722 -1.514630
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.23-.40i
0.2089 0.0005 0.1301 0.000466 0.015372 -5.517528 -5.505560 -5.513037 1.984755
-.46
ARMA(3,2) Dependent Variable: PSI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:06 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 1/04/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(2)
0.000466 -0.098535 -0.206227
0.000302 0.027695 0.027243
1.542538 -3.557914 -7.569960
0.1232 0.0004 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.043756 0.042276 0.015043 0.292381 3598.862 29.55979 0.000000 .23+.40i .45
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.23-.40i -.45
0.000466 0.015372 -5.553455 -5.541486 -5.548963 2.069713
-.46
ARMA(3,3) Dependent Variable: PSI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:06 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 9 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
142
C AR(3) MA(3)
0.000454 0.248405 -0.334759
0.000377 0.259836 0.252919
1.204077 0.956005 -1.323580
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.008359 0.006824 0.015319 0.303203 3575.327 5.445749 0.004414
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.63 .69
-.31+.54i -.35+.60i
0.2288 0.3392 0.1859 0.000466 0.015372 -5.517107 -5.505139 -5.512616 2.048454
-.31-.54i -.35-.60i
SETI ARMA(1,1) Dependent Variable: SETI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:07 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 19 iterations MA Backcast: 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
0.000175 -0.150243 0.175727
0.000291 1.046320 1.041861
0.600985 -0.143592 0.168667
0.5480 0.8858 0.8661
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000665 -0.000880 0.010246 0.135842 4102.536 0.430448 0.650311
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
-.15 -.18
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000175 0.010241 -6.321567 -6.309614 -6.317082 2.002442
143
ARMA(1,2) Dependent Variable: SETI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:09 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 7 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(2)
0.000175 0.023856 -0.016837
0.000287 0.027799 0.027808
0.610433 0.858165 -0.605486
0.5417 0.3910 0.5450
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000891 -0.000653 0.010245 0.135811 4102.683 0.576987 0.561732
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.02 .13
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000175 0.010241 -6.321794 -6.309840 -6.317308 1.999917
-.13
ARMA(1,3) Dependent Variable: SETI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:09 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000175 0.025629 -0.035115
0.000282 0.027794 0.027829
0.622626 0.922100 -1.261827
0.5336 0.3566 0.2072
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001645 0.000102 0.010241 0.135709 4103.173 1.066000 0.344685
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.03 .33
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-.16-.28i
0.000175 0.010241 -6.322549 -6.310595 -6.318063 1.999070
-.16+.28i
144
ARMA(2,1) Dependent Variable: SETI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:10 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(1)
0.000175 -0.018330 0.023843
0.000286 0.027818 0.027810
0.612673 -0.658928 0.857370
0.5402 0.5101 0.3914
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000931 -0.000614 0.010248 0.135806 4099.047 0.602667 0.547504
Inverted MA Roots
-.02
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000175 0.010245 -6.321059 -6.309099 -6.316571 1.999181
ARMA(2,2) Dependent Variable: SETI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:11 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 26 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(2)
0.000174 -0.816255 0.771169
0.000277 0.122645 0.135117
0.628622 -6.655452 5.707430
0.5297 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.006671 0.005135 0.010219 0.135026 4102.780 4.341977 0.013201
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000175 0.010245 -6.326821 -6.314861 -6.322333 1.949590
145
ARMA(2,3) Dependent Variable: SETI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:11 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(3)
0.000176 -0.017606 -0.032710
0.000271 0.027821 0.027848
0.648825 -0.632823 -1.174592
0.5166 0.5270 0.2404
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001299 -0.000245 0.010247 0.135756 4099.285 0.841159 0.431446
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Inverted MA Roots
.32
-.16-.28i
0.000175 0.010245 -6.321428 -6.309467 -6.316940 1.947181
-.16+.28i
ARMA(3,1) Dependent Variable: SETI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:12 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(1)
0.000168 -0.030742 0.026309
0.000283 0.027840 0.027815
0.592128 -1.104243 0.945861
0.5539 0.2697 0.3444
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.001536 -0.000010 0.010245 0.135615 4096.296 0.993528 0.370551 .16-.27i -.03
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.16+.27i
0.000167 0.010245 -6.321693 -6.309724 -6.317201 2.000921
-.31
146
ARMA(3,2) Dependent Variable: SETI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:13 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 7 iterations MA Backcast: 1/04/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(2)
0.000168 -0.028866 -0.015800
0.000272 0.027845 0.027831
0.616317 -1.036644 -0.567731
0.5378 0.3001 0.5703
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.001151 -0.000396 0.010247 0.135667 4096.046 0.744084 0.475373 .15-.27i .13
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.15+.27i -.13
0.000167 0.010245 -6.321307 -6.309339 -6.316816 1.948701
-.31
ARMA(3,3) Dependent Variable: SETI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:14 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 15 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(3)
0.000157 0.469668 -0.512643
0.000262 0.317551 0.309099
0.599061 1.479030 -1.658507
0.5492 0.1394 0.0975
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.003192 0.001649 0.010237 0.135390 4097.371 2.068893 0.126744
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.78 .80
-.39+.67i -.40+.69i
0.000167 0.010245 -6.323353 -6.311385 -6.318862 1.947176
-.39-.67i -.40-.69i
147
VNI ARMA(1,1) Dependent Variable: VNI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:14 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 9 iterations MA Backcast: 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
0.000599 0.527302 -0.457335
0.000349 0.243609 0.254920
1.717830 2.164546 -1.794036
0.0861 0.0306 0.0730
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.007036 0.005501 0.010931 0.154613 4018.598 4.584662 0.010374
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.53 .46
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000592 0.010961 -6.192133 -6.180180 -6.187648 1.995998
ARMA(1,2) Dependent Variable: VNI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:15 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(2)
0.000591 0.071618 0.024407
0.000335 0.027810 0.027873
1.762479 2.575249 0.875627
0.0782 0.0101 0.3814
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.006116 0.004580 0.010936 0.154757 4017.998 3.981329 0.018890
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000592 0.010961 -6.191207 -6.179254 -6.186721 1.999304
148
Inverted AR Roots
.07
ARMA(1,3) Dependent Variable: VNI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:16 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000589 0.074470 0.056104
0.000346 0.027751 0.027785
1.702230 2.683459 2.019225
0.0890 0.0074 0.0437
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.008428 0.006896 0.010923 0.154397 4019.508 5.499320 0.004186 .07 .19-.33i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.19+.33i
0.000592 0.010961 -6.193536 -6.181583 -6.189051 2.002640
-.38
ARMA(2,1) Dependent Variable: VNI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:16 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(1)
0.000595 0.028433 0.071639
0.000335 0.027880 0.027821
1.773825 1.019846 2.574962
0.0763 0.3080 0.0101
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.006076 0.004539 0.010940 0.154738 4014.478 3.952232 0.019444
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000596 0.010964 -6.190553 -6.178592 -6.186064 1.999444
149
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.17 -.07
-.17
ARMA(2,2) Dependent Variable: VNI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:17 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 18 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(2)
0.000608 0.356954 -0.337285
0.000314 0.629381 0.634497
1.932878 0.567151 -0.531578
0.0535 0.5707 0.5951
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001266 -0.000279 0.010966 0.155487 4011.350 0.819611 0.440832
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.60 .58
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000596 0.010964 -6.185725 -6.173764 -6.181237 1.855983
-.60 -.58
ARMA(2,3) Dependent Variable: VNI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:18 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 12/31/2010 1/04/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(3)
0.000593 0.030612 0.054854
0.000331 0.027890 0.027863
1.792157 1.097615 1.968731
0.0733 0.2726 0.0492
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.003796 0.002255 0.010952 0.155093 4012.993 2.463435 0.085542
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000596 0.010964 -6.188261 -6.176301 -6.183773 1.854547
150
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.17 .19-.33i
-.17 .19+.33i
-.38
ARMA(3,1) Dependent Variable: VNI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:18 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 5 iterations MA Backcast: 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(1)
0.000597 0.051316 0.070350
0.000343 0.027812 0.027780
1.740643 1.845080 2.532392
0.0820 0.0653 0.0114
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.007842 0.006307 0.010934 0.154448 4012.096 5.106293 0.006181 .37 -.07
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-.19-.32i
0.000599 0.010968 -6.191654 -6.179686 -6.187163 1.992353
-.19+.32i
ARMA(3,2) Dependent Variable: VNI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:19 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 1/04/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(2)
0.000597 0.051022 0.031555
0.000331 0.027863 0.027886
1.804769 1.831198 1.131556
0.0713 0.0673 0.2580
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.003611 0.002069 0.010957 0.155107 4009.341
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
0.000599 0.010968 -6.187399 -6.175431 -6.182907
151
F-statistic Prob(F-statistic)
2.341329 0.096608
Durbin-Watson stat
Inverted AR Roots
.37
-.19-.32i
1.852982
-.19+.32i
ARMA(3,3) Dependent Variable: VNI Method: Least Squares Date: 11/17/16 Time: 21:20 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 21 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/05/2011 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(3)
0.000597 -0.629817 0.678385
0.000313 0.211574 0.200286
1.907012 -2.976809 3.387077
0.0567 0.0030 0.0007
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.006483 0.004945 0.010941 0.154660 4011.210 4.215348 0.014971 .43+.74i .44-.76i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.43-.74i .44+.76i
0.000599 0.010968 -6.190285 -6.178317 -6.185794 1.853190
-.86 -.88
152
Lampiran 7: Hasil Output Uji ARCH Effect JKSE Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
45.10022 43.64863
Prob. F(1,1294) Prob. Chi-Square(1)
0.0000 0.0000
Prob. F(1,1292) Prob. Chi-Square(1)
0.0000 0.0000
Prob. F(1,1294) Prob. Chi-Square(1)
0.0000 0.0000
Prob. F(1,1292) Prob. Chi-Square(1)
0.0008 0.0009
Prob. F(1,1293) Prob. Chi-Square(1)
0.0201 0.0201
Prob. F(1,1294) Prob. Chi-Square(1)
0.0000 0.0000
KLSE Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
37.28692 36.29711
STI Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
17.21304 17.01333
PSI Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
11.20373 11.12461
SETI Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
5.417613 5.403354
VNI Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
31.21721 30.52896
153
Lampiran 8: Hasil Output Model ARCH/GARCH JKSE ARCH (1) Dependent Variable: JKSE Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:20 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 16 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000500 0.023137 -0.114875
0.000254 0.031797 0.014941
1.971157 0.727658 -7.688360
0.0487 0.4668 0.0000
27.66555 8.411207
0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2
8.11E-05 0.344638
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.021965 0.020454 0.010781 0.150396 4086.115 1.887619
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.02 .49
2.93E-06 0.040974
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
-.24+.42i
0.000196 0.010893 -6.293161 -6.273239 -6.285686
-.24-.42i
GARCH (1) Dependent Variable: JKSE Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:21 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 15 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000192 0.075581 -0.148135
0.000284 0.020572 0.019712
0.675266 3.673989 -7.514939
0.4995 0.0002 0.0000
154
Variance Equation C GARCH(-1)
0.000150 -0.296360
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.026798 0.025294 0.010754 0.149653 4039.750 1.997209
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.08 .53
0.004159 36.04758
0.035963 -0.008221
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
-.26+.46i
0.9713 0.9934 0.000196 0.010893 -6.221665 -6.201743 -6.214189
-.26-.46i
GARCH (1,1) Dependent Variable: JKSE Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:18 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 12 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000516 0.030256 -0.084312
0.000241 0.032799 0.028984
2.138673 0.922460 -2.908879
0.0325 0.3563 0.0036
5.395926 9.470856 34.09420
0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1)
6.23E-06 0.174758 0.777679
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.019783 0.018268 0.010793 0.150732 4182.152 1.899006
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.03 .44
1.15E-06 0.018452 0.022810
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
-.22-.38i
0.000196 0.010893 -6.439711 -6.415804 -6.430740
-.22+.38i
155
KLSE ARCH (1) Dependent Variable: KLSE Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:24 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 21 iterations MA Backcast: 1/05/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(1)
0.000325 -0.030422 0.084392
0.000155 0.020764 0.034179
2.101488 -1.465138 2.469141
0.0356 0.1429 0.0135
31.55720 9.797624
0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
2.19E-05 0.317663 0.012312 0.010784 0.005544 0.039713 4945.207 1.942594 .16-.27i -.08
6.92E-07 0.032422
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.16+.27i
0.000186 0.005574 -7.629664 -7.609717 -7.622178
-.31
GARCH (1) Dependent Variable: KLSE Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:25 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 19 iterations MA Backcast: 1/05/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(1)
0.000182 -0.038563 0.109809
0.000166 0.023441 0.019982
1.096609 -1.645145 5.495377
0.2728 0.0999 0.0000
Variance Equation
156
C GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
6.00E-05 -0.957810 0.013590 0.012063 0.005541 0.039661 4892.601 1.995050 .17-.29i -.11
3.37E-06 0.102319
17.78840 -9.360988
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.17+.29i
0.0000 0.0000 0.000186 0.005574 -7.548419 -7.528472 -7.540933
-.34
GARCH (1,1) Dependent Variable: KLSE Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:23 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 25 iterations MA Backcast: 1/05/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(1)
0.000439 -0.046941 0.088451
0.000147 0.031232 0.036855
2.987474 -1.502997 2.399968
0.0028 0.1328 0.0164
10.54295 10.58078 25.84880
0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
4.95E-06 0.208265 0.642920 0.011155 0.009624 0.005547 0.039759 4976.504 1.947331 .18+.31i -.09
4.70E-07 0.019683 0.024872
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.18-.31i
0.000186 0.005574 -7.676454 -7.652518 -7.667471
-.36
157
STI ARCH (1) Dependent Variable: STI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:28 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 35 iterations MA Backcast: 1/03/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
8.54E-05 0.953621 -0.964462
0.000162 0.020794 0.019152
0.528699 45.85995 -50.35855
0.5970 0.0000 0.0000
24.20674 7.743478
0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2
3.48E-05 0.208434
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.005883 0.004347 0.006574 0.055931 4697.299 1.927957
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.95 .96
1.44E-06 0.026917
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
8.43E-05 0.006589 -7.235619 -7.215697 -7.228143
GARCH (1) Dependent Variable: STI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:28 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 22 iterations MA Backcast: 1/03/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
2.69E-05 0.532374 -0.486103
0.000203 0.178421 0.185356
0.132928 2.983806 -2.622532
0.8943 0.0028 0.0087
158
Variance Equation C GARCH(-1)
5.90E-07 0.985446
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.004431 0.002892 0.006579 0.056012 4685.499 2.038658
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.53 .49
3.22E-07 0.007851
1.834046 125.5179
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
0.0666 0.0000 8.43E-05 0.006589 -7.217423 -7.197501 -7.209947
GARCH (1,1) Dependent Variable: STI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:27 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 15 iterations MA Backcast: 1/03/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
0.000119 0.855828 -0.829534
0.000198 0.082806 0.090700
0.600910 10.33528 -9.145928
0.5479 0.0000 0.0000
2.923293 5.818213 48.53598
0.0035 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1)
1.06E-06 0.074872 0.899643
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.009524 0.007993 0.006562 0.055726 4761.815 2.008056
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.86 .83
3.64E-07 0.012869 0.018536
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
8.43E-05 0.006589 -7.333563 -7.309656 -7.324592
159
PSI ARCH (1) Dependent Variable: PSI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:30 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 137 iterations MA Backcast: 1/04/2011 1/05/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(2)
0.000661 -0.151129 -0.235439
0.000300 0.024721 0.010191
2.205442 -6.113367 -23.10364
0.0274 0.0000 0.0000
52.67462 4.502472
0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.000193 0.165697 0.040133 0.038647 0.015072 0.293488 3634.411 2.072155 .27+.46i .49
3.67E-06 0.036801
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.27-.46i -.49
0.000466 0.015372 -5.605268 -5.585321 -5.597782
-.53
GARCH (1) Dependent Variable: PSI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:31 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 111 iterations MA Backcast: 1/04/2011 1/05/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(2)
0.000642 -0.098899 -0.195827
0.000360 0.026944 0.009243
1.784889 -3.670560 -21.18555
0.0743 0.0002 0.0000
Variance Equation
160
C GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
1.01E-06 0.996097 0.043414 0.041933 0.015046 0.292485 3616.191 2.068358 .23+.40i .44
7.30E-08 0.000312
13.81493 3193.961
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.23-.40i -.44
0.0000 0.0000 0.000466 0.015372 -5.577129 -5.557182 -5.569643
-.46
GARCH (1,1) Dependent Variable: PSI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:29 Sample (adjusted): 1/06/2011 12/23/2015 Included observations: 1295 after adjustments Convergence achieved after 112 iterations MA Backcast: 1/04/2011 1/05/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(3) MA(2)
0.001405 -0.204351 0.006916
0.000179 0.027121 0.030591
7.844978 -7.534719 0.226075
0.0000 0.0000 0.8211
13.47707 17.69580 10.22760
0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots
4.73E-05 0.802367 0.296971 -0.013803 -0.015372 0.015489 0.309980 3839.117 2.092667 .29+.51i
3.51E-06 0.045342 0.029036
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.29-.51i
0.000466 0.015372 -5.919872 -5.895936 -5.910889
-.59
161
SETI ARCH (1) Dependent Variable: SETI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:32 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 25 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/04/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(2)
0.000213 -0.781843 0.733995
0.000284 0.133268 0.145033
0.749483 -5.866710 5.060885
0.4536 0.0000 0.0000
32.59404 3.628482
0.0000 0.0003
Variance Equation C RESID(-1)^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
9.50E-05 0.090601 0.006565 0.005029 0.010220 0.135040 4109.582 1.949597
2.91E-06 0.024969
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
0.000175 0.010245 -6.334231 -6.314297 -6.326751
GARCH (1) Dependent Variable: SETI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:33 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 17 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/04/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(2)
-9.89E-05 0.986565 -0.994894
0.000175 0.004417 0.002469
-0.565128 223.3513 -403.0276
0.5720 0.0000 0.0000
3.278572 406.1895
0.0010 0.0000
Variance Equation C GARCH(-1)
8.42E-07 0.992433
2.57E-07 0.002443
162
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.006519 0.004982 0.010220 0.135046 4110.381 1.959389
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.99 1.00
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
0.000175 0.010245 -6.335465 -6.315530 -6.327984
-.99 -1.00
GARCH (1,1) Dependent Variable: SETI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:32 Sample (adjusted): 1/05/2011 12/23/2015 Included observations: 1296 after adjustments Convergence achieved after 19 iterations MA Backcast: 1/03/2011 1/04/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(2) MA(2)
0.000754 -0.704295 0.662319
0.000239 0.224053 0.238881
3.150785 -3.143435 2.772595
0.0016 0.0017 0.0056
4.033701 7.992358 57.76095
0.0001 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
2.60E-06 0.112152 0.867335 0.002466 0.000923 0.010241 0.135597 4231.639 1.943547
6.45E-07 0.014032 0.015016
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
0.000175 0.010245 -6.521048 -6.497126 -6.512071
163
VNI ARCH (1) Dependent Variable: VNI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:35 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 11 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000473 0.098492 0.083319
0.000340 0.031346 0.021220
1.392263 3.142054 3.926402
0.1638 0.0017 0.0001
23.85459 6.266984
0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
9.29E-05 0.236370 0.007093 0.005558 0.010931 0.154605 4046.773 2.051398 .10 .22-.38i
3.90E-06 0.037717
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.22+.38i
0.000592 0.010961 -6.232495 -6.212573 -6.225019
-.44
GARCH (1) Dependent Variable: VNI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:36 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 17 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000589 0.074439 0.056104
0.000357 0.021472 0.021913
1.652661 3.466806 2.560354
0.0984 0.0005 0.0105
Variance Equation
164
C GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.000144 -0.207738 0.008428 0.006896 0.010923 0.154397 4019.512 2.002577 .07 .19+.33i
0.003166 26.59394
0.045413 -0.007811
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.19-.33i
0.9638 0.9938 0.000592 0.010961 -6.190458 -6.170536 -6.182982
-.38
GARCH (1,1) Dependent Variable: VNI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 11/18/16 Time: 17:35 Sample (adjusted): 1/04/2011 12/23/2015 Included observations: 1297 after adjustments Convergence achieved after 38 iterations MA Backcast: 12/30/2010 1/03/2011 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(3)
0.000695 0.094283 0.064568
0.000339 0.031265 0.029178
2.049333 3.015610 2.212922
0.0404 0.0026 0.0269
4.735825 7.594622 35.42750
0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
7.88E-06 0.112141 0.822971 0.007903 0.006369 0.010926 0.154479 4088.337 2.042967 .09 .20-.35i
1.66E-06 0.014766 0.023230
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
.20+.35i
0.000592 0.010961 -6.295045 -6.271139 -6.286075
-.40
165
Lampiran 9: Hasil Output Uji ARCH-LM Model ARCH/GARCH JKSE Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
1.643306 1.643758
Prob. F(1,1294) Prob. Chi-Square(1)
0.2001 0.1998
Prob. F(1,1292) Prob. Chi-Square(1)
0.3993 0.3989
Prob. F(1,1294) Prob. Chi-Square(1)
0.7021 0.7019
Prob. F(1,1292) Prob. Chi-Square(1)
0.6556 0.6553
Prob. F(1,1293) Prob. Chi-Square(1)
0.1485 0.1483
Prob. F(1,1294) Prob. Chi-Square(1)
0.8671 0.8670
KLSE Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.710940 0.711649
STI Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.146321 0.146530
PSI Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.198987 0.199265
SETI Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
2.089599 2.089454
VNI Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.028021 0.028064
166