Vol.1 | No.1 | Oktober2015
Tunas Siliwangi
Halaman 46 - 62
PENGEMBANGAN PROGRAM PELATIHAN UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DALAM MEMFASILITASI KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS ANAK USIA DINI 1
Ramdhan Witarsa PG-PAUD, STKIP Siliwangi Bandung E-mail: penulis
[email protected]
Abstract National Education Standards Agency (BSNP 2010) the Paradigm of National Education 21st Century stated that the strategy of educational attainment in the future one is to apply the methods of teaching and learning creative adhered to the principle that every individual is unique and has the talent of each, then teaching and learning methods should also pay attention to the diversity of "learning style" of each individual. The method used is the research and development of education (Education Research and Development) Borg & Gal (1991) to the stages develop products through the systematic procedures and conducted field tests, evaluation, and revision to obtain a certain quality criteria or reach certain standards. From the results of questionnaire analysis of critical thinking skills of teachers on aspects of science membelajarkan obtained a description that early childhood teachers as much as nine teachers from 12 teachers who fill in the questionnaire (75%) say that the subject matter of early childhood science is nothing difficult and nothing is easy. A total of two teachers (16.67%) said that the subject matter of early childhood science is not difficult, and as a teacher (8.33%) did not know. The efforts undertaken teachers in the face of adversity to the materials science difficult, as follows: study themselves subject matter subject matter of science ECD (seven teachers), asking colleagues (eight teachers), looking for teaching materials more understand and be understood (one teacher), science reference books (three teachers), searching for material on the internet (seven teachers). On research and development has produced: (1) product PPMSBKBKKMRTM with its characteristics, and after implementation PPMSBKBKKMRTM may actually enhance critical thinking skills of teachers, (2) the ability of teachers in preparing RPH-based critical thinking skills, and (3) the ability of teachers in implementing the learning science-based critical thinking skills. educational institutions or education activist groups that will carry out the in-service program by adopting PPMSBKBKMRTM need to prepare a Human Resources (HR) be it human, infrastructure and ingredients, the program implemented consistently and to a minimum in order to reduce the constraints that exist. Keywords: Training Program, Teachers Competence, Critical Thinking Skills.
metode belajar mengajar yang kreatif yang 1. PENDAHULUAN
berpegang pada prinsip bahwa setiap individu
Badan Standar Nasional Pendidikan
itu unik dan memiliki talentanya masing-
(BSNP, 2010) dalam Paradigma Pendidikan
masing, maka metode belajar mengajar pun
Nasional Abad 21 menyatakan bahwa strategi
harus memperhatikan keberagaman “learning
pencapaian pendidikan di masa mendatang
style” dari masing-masing individu. Oleh
salah satunya adalah dengan menerapkan
karena itulah model belajar yang menekankan
46
47
pada ciri khas dan keberagaman ini perlu
dalam berketerampilan berpikir kritis (Witarsa,
dikembangkan,
yang
2011). Sementara Pine (2006) menyatakan
diperkenalkan dalam: PBL (Problem Based
bahwa suasana pembelajaran sains yang
Learning), PLP (Personal Learning Plans),
harusnya
PBA (Performance Based Assessment), dan
pembelajaran sains yang hand-on, dan ternyata
lain sebagainya. Di samping itu, harus pula
terungkap bahwa pembelajaran sains di PAUD
ditekankan
berbasis
yang tidak hand-on, pembelajaran sainsnya
untuk
kurang menyenangkan. Hal ini sejalan dengan
kerjasama
seperti
model antar
misalnya
pembelajaran individu
tersebut
menyenangkan
hasil
kehidupan sosialnya, seperti yang diajarkan
menyatakan bahwa apabila kemampuan guru
dalam
Learning,
kurang dalam membelajarkan sains, sehingga
Collaborative Learning, Meaningful Learning,
pembelajaran sainsnya tidak menggunakan
dan lain sebagainya. Adalah merupakan salah
hand-on maka pembelajaran sainsnya menjadi
satu tugas utama guru untuk memastikan
membosankan. Padahal salah satu ciri guru
bahwa melalui mekanisme pembelajaran yang
pada
dikembangkan,
berketerampilan dalam pedagoginya.
Cooperative
setiap
individu
dapat
abad
21
Foolds
dengan
meningkatkan kompetensi interpersonal dan
konsep:
penelitian
yaitu
adalah
(1996),
yang
mahir
dan
mengembangkan seluruh potensi diri yang
Pada pembelajaran sains di kelas sering
dimilikinya untuk menjadi manusia pembelajar
kurang bermakna bagi peserta didik, seperti:
yang berhasil.
peserta didik yang hanya duduk manis dan
Salah satu komponen yang harus ada
diam, mendengarkan penjelasan guru, guru
dalam kelas-kelas di abad 21 adalah adanya
banyak berdiri di depan kelas menjelaskan
learning analytics dimana guru harus mampu
materi pelajaran, guru cenderung lebih banyak
melakukan kegiatan pembelajaran di kelas
ceramah. Hasil kegiatan Ceuvas et al (2005)
yang fokus dan dapat menilai peserta didiknya
menyatakan, apabila instruksi atau penjelasan
dengan baik. Menurut Lee (2006) hasil belajar
dan komunikasi antara guru dan peserta didik
sains peserta didik sangat dipengaruhi oleh
saat pembelajaran sains berbasis keterampilan
kemampuan
menginstruksi
berpikir kritis dilaksanakan dengan benar,
kegiatan pembelajaran di kelas. Apabila guru
maka dipastikan dapat meningkatkan hasil
memiliki kemampuan menginstruksi kegiatan
belajar sains. Tetapi ternyata temuan Ahinoghu
pembelajaran sainsnya baik, maka hasil belajar
(2008) di lapangan lain, bahwa peserta didik
peserta didiknya juga baik. Hasil observasi
belajar sains cenderung dibekali ranah kognitif
pembelajaran sains pada beberapa Lembaga
saja
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kota
pengetahuan
Bandung menunjukan bahwa guru-guru kurang
terbatas, semestinya pelaksanaan pembelajaran
memperhatikan pembelajaran sains, khususnya
sains di PAUD harus membekali peserta didik
guru
Tunas Siliwangi
dalam
oleh
guru, guru
hal
ini
selain
terjadi ranah
karena kognitif
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
48
dengan
ranah
kognitif,
afektif,
dan
hasil nilai rata-rata kemampuan keterampilan
Pembelajaran
sains
yang
berpikir kritis guru sebesar 33,22 dari nilai
dilaksanakan oleh sebagian besar guru-guru di
maksimum 100 (Witarsa, 2011). Data lain,
PAUD terungkap tidak berbasis keterampilan
hasil
berpikir kritis (Witarsa, 2011), sehingga
melaksanakan
pembelajaran sains yang telah dilaksanakan
memunculkan aspek keterampilan berpikir
oleh guru-guru di kelas tidak berdampak pada
kritis diperoleh nilai terendah 40,00 dan
peserta
menumbuhkan
tertinggi 50,00 (nilai maksimum 100). Dengan
kemampuan belajar, bersikap, berpikir kritis
mencermati kemampuan guru-guru PAUD di
serta berkomunikasi ilmiah sebagai komponen
lapangan, tampaknya guru sebagai ujung
penting dalam kecakapan hidup (BSNP, 2010).
tombak
Hal ini terjadi karena kurangnya kemampuan
pembelajaran di kelas belum dapat diandalkan,
guru, khususnya keterampilan berpikir kritis,
juga
juga lemahnya guru dalam menyelenggarakan
mengantisipasi keadaan dan kebutuhan peserta
pembelajaran
didik di kelas.
psikomotorik.
didik
dalam
sains
yang
meningkatkan
keterampilan berpikir kritis.
tes
kemampuan
guru
pembelajaran
yang
sains
menentukan
sepertinya
guru-guru
dalam yang
keberhasilan
belum
dapat
Sesuai dengan hasil Programme for
Kondisi yang tidak digambarkan dapat
International Student Assesment (PISA) tahun
menjadi kemungkinan karena ada kaitannya
2012, posisi Indonesia pada bidang sains
dengan
dan
menduduki urutan ke-64 dari 65 negara
kemampuan berpikir kritis guru yang kurang.
peserta. Nilai rata-rata sains yang didapatkan
Sebagaimana data kemampuan guru dalam
382 dari rata-rata yang seharusnya 528. Hasil
laporan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
tes kemampuan guru dan hasil PISA ini
(LPMP) Propinsi Jawa Barat (2007), hasil uji
merupakan salah satu indikator lain bahwa
kompetensi kemampuan guru di Kabupaten
pembelajaran sains di Indonesia mengalami
Bandung Barat (KBB) tergolong rendah, rata-
stagnansi dan bahkan cenderung turun dari
rata memperoleh nilai 46,5 dengan standar
tahun 2006 (hasil PISA sains 393), tahun 2009
nilai lulus sebesar 80,0 (nilai maksimum 100)
(hasil PISA sains 383). Mayoritas peserta didik
untuk mata pelajaran sains. Nilai terendah
Indonesia belum mencapai level 2 sains pada
yang diperoleh guru sebesar 15,56 dan
PISA, yang mencakup 66,6%, padahal level
tertinggi sebesar 82,22. Peserta uji kompetensi
dalam PISA mencapai level 6 yang berisi
sejumlah 12 guru yang lulus hanya 25%.
mengenai kemampuan mensintesis berbagai
Sementara
pengetahuan yang dimiliki maupun informasi
keterbatasan
itu,
hasil
pengetahuan
tes
kemampuan
keterampilan kritis guru-guru diperoleh nilai
yang
terendah sebesar 41,34 dan tertinggi sebesar
menyelesaikan
55,82 (nilai maksimum 100) dan diperoleh
ataupun mengambil keputusan. Bahkan untuk
Tunas Siliwangi
dinyatakan
secara
masalah
ekplisit yang
untuk
kompleks
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
49
level 1 pun, peserta didik Indonesia masih
hal
24,7% belum mencapai level terendah. Itu
kemampuan seseorang dari waktu ke waktu
artinya
didik
(Marx, 2004), didukung pula pendapat Matson
tersebut dipengaruhi oleh kualitas sekolah dan
(2006) bahwa sesuatu yang diajarkan kepada
guru, selain dari faktor kondisi sosial ekonomi
peserta didik, seharusnya menyerupai apa yang
peserta didik.
diperbuat oleh ilmuwan sains. Ilmuwan sains
bahwa
pencapaian
peserta
ini
merupakan
proses
bertambahnya
Menurut Hasbi (2007), motivasi guru-
dalam mengembangkan teori atau menemukan
guru dalam mengembangkan profesionalisme
produk sains melalui kegiatan observasi,
(kemampuan
klasifikasi,
melaksanakan
pembelajaran)
melakukan
perhitungan,
masih rendah, karena guru-guru di lapangan
merumuskan hipotesis, melakukan percobaan,
dalam menyelenggarakan pembelajaran hanya
berpikir
sebatas melaksanakan kegiatan-kegiatan apa
informasi/penjelasan
adanya saja. Seharusnya seorang guru mampu
kesimpulan yang menunjukkan aspek-aspek
mengembangkan profesionalismenya antara
keterampilan berpikir kritis. Hal ini sejalan
lain: unjuk kinerja melaksanakan pembelajaran
dengan pernyataan Ruiz-Primo dan Furtak
yang
yang
(2007) yang menyatakan proses belajar sains
centered,
dari waktu ke waktu akan menunjukkan
menyenangkan,
berorientasi
pada
pembelajaran student
kritis,
dan
memberikan
untuk
pembelajaran hand-on activity, dan juga
kemajuan
pembelajaran
meningkatkan
apabila dilakukan dengan cara meningkatkan
keterampilan berpikir kritis. Di lapangan, guru-
aspek-aspek yang didalamnya terdapat proses-
guru ditengarai jarang menggunakan metode
proses: menanggapi suatu pernyataan, situasi,
pembelajaran
menyenangkan,
atau masalah; mencetuskan banyak gagasan,
misalnya dengan cara pengamatan langsung,
jawaban, dan pertanyaan dalam penyelesaian
percobaan, ataupun simulasi. Akibatnya sains
masalah; menghasilkan gagasan, jawaban atau
dianggap sebagai mata pelajaran hafalan.
pertanyaan
Pelaksanaan pembelajaran sains seharusnya
melahirkan ungkapan yang baru dan unik;
dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
menambahkan detail-detail dari suatu objek
berlatih
atau
sains
menjadi
menumbuhkan kritis,
yang
dapat
yang
seorang
motivasi,
sehingga
peserta
ilmuwan,
yang
gagasan;
dan
kemampuan,
bervariasi;
dan
dapat
mampu
menentukan
inovasi,
berpikir
kebenaran terhadap suatu pertanyaan atau
didik
nantinya
kebenaran
diharapkan akan mampu menghadapi masa
contohnya melalui penguasaan sains. Pada pembelajaran sains, setiap waktu akan selalu mengalami kemajuan pengetahuan,
suatu
rencana
penyelesaian
masalah.
depan yang penuh tantangan salah satu
Tunas Siliwangi
pengetahuan
membuat
Berdasarkan kondisi nyata di lapangan dan kekurangan dalam pembelajaran sains, antara
lain:
pembelajaran
sains
tidak
menyenangkan karena tidak menggunakan
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
50
hand-on, pembelajaran menjadi membosankan,
pengamatan
pembelajaran sains tidak sciencetific inquiry,
sains di kelas juga belum menunjukkan
hal ini terjadi karena kemampuan guru kurang
penyelenggaraan pembelajaran sains secara
dalam menyelenggarakan pembelajaran sains
kritis (Witarsa, 2011). Hal ini terjadi tidak lain
berbasis keterampilan berpikir kritis (Foolds,
karena ketidaksempurnaan guru-guru pada
1996; Pine, 2006). Oleh karena itu, diperlukan
awal menyusun RPH sains berketerampilan
suatu
kritis, sehingga berdampak tidak terlaksananya
tindakan
yang
bertujuan
untuk
penyelenggaraan pembelajaran
menambah wawasan kemampuan berpikir
penyelenggaraan
kritis
menyelenggarakan
berketerampilan kritis, karena pelaksanaan
pembelajaran sains secara kritis bagi guru agar
pembelajaran sains di kelas hanya berorientasi
keterampilan berpikir kritisnya meningkat.
pada bentuk RPH yang tidak mencerminkan
Salah satu tindakan yang dimaksud adalah
pembelajaran sains secara kritis.
dan
kemampuan
dengan diselenggarakannya pelatihan.
pembelajaran
sains
Berdasarkan hasil pengamatan di atas,
Hasil pengamatan pelatihan-pelatihan
baik pengamatan langsung ketika ada kegiatan
yang pernah diselenggarakan di KBB, baik
pelatihan
pelatihan sejenis
mutu atau
menganalisis dokumen kelengkapan pelatihan
pelatihan berbasis keterampilan berpikir kritis
yang pernah diselenggarakan di KBB, maka
untuk
perlu
guru-guru
peningkatan
PAUD
lebih
banyak
diselenggarakan,
diupayakan
maupun
pembenahan
hasil
pelatihan
menitikberatkan pada pemberian informasi
berketerampilan berpikir kritis bagi guru-guru
konsep-konsep dan teori-teori saja, jarang
PAUD, yaitu dengan materi tatar lebih kearah
sekali instruktur/fasilitator memberikan contoh
praktik
konkret model pembelajaran setelah penyajian
berketerampilan berpikir kritis, dan praktik
konsep-konsep atau teori-teori, sehingga yang
penyelenggaraan pembelajaran sains berbasis
diperoleh guru-guru dalam kegiatan pelatihan
kreatif,
hanya sebatas pengetahuan semata. Pelatihan
memperhatikan pada: tujuan pelatihan, materi
seperti itu tidak berdampak pada kemampuan
pelatihan berdasar pada analisis kebutuhan,
(pengetahuan dan keterampilan) guru dalam
pemanfaatan sumber belajar dari lingkungan,
menyelenggarakan pembelajaran sains berbasis
penggalian
keterampilan berpikir kritis, baik pada tahap
dipelajari dengan cara berinteraksi dengan
perencanaan maupun pada tahap pembelajaran
guru,
di kelas. Hasil pengamatan terhadap Rencana
pembelajaran sains berbasis kritis dengan
Pembelajaran
memfokuskan pada aspek-aspek kritis.
disusun
oleh
mencerminkan keterampilan
Tunas Siliwangi
Harian
(RPH)
guru-guru RPH berpikir
sains
PAUD sains
kritis.
yang
mengembangkan
dengan
orientasi
konsep-konsep
pengembangan
RPH
pelatihan
sains
sains
yang
yang
kemampuan
belum
Program pelatihan yang dikembangkan
berbasis
memprioritaskan pada kemampuan kritis guru
Dan
hasil
dan kemampuan membelajarkan sains berbasis
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
51
keterampilan berpikir kritis melalui reflective
pernyataan tersebut harus dibuktikan dengan
teaching modifikasi. Hal ini dimaknai sebagai
penelitian.
proses belajar sains yang diterapkan melalui
Program pelatihan pembelajaran sains
siklus reflecting, pemodelan, planning, acting,
berbasis keterampilan berpikir kritis yang
observing, dan kembali ke reflecting (Langer,
diselenggarakan memiliki tujuan utama, untuk
Colton, dan Goff, 2003, dan York-Barr,
meningkatkan kemampuan berpikir kritis guru
Sommers, Ghere dan Monti, 2001). Pelatihan
dalam penyelenggaraan pembelajaran sains,
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
sebagaimana temuan Capobianco dan Lehman
membelajarkan sains berbasis keterampilan
(2006)
berpikir kritis melalui reflective teaching
mengatasi keterbatasan kemampuan kritis guru
modifikasi yang diberikan kepada guru, pada
dalam
akhirnya
pelatihan/kursus/in-service.
diharapkan
berdampak
pada
yang
menyatakan
pembelajaran
bahwa
dapat
untuk
dilakukan
Sejalan
dengan
kemampuan berpikir kritis yang tampak ketika
upaya mengatasi keterbatasan kemampuan
guru menyusun RPH sains, dan tersajikannya
kritis
komponen-komponen keterampilan berpikir
pelatihan, menurut Bandura (1986) bahwa
kritis
menyelenggarakan
hampir seluruh kegiatan belajar manusia,
pembelajaran sains di kelas, hal ini juga
bukan hanya melalui belajar mandiri saja,
menunjukkan kemampuan berpikir kritis yang
melainkan melalui pengamatan belajar secara
telah
kemampuan
refektif. Belajar melalui reflective teaching
membelajarkan sains yang berketerampilan
modifikasi diharapkan dapat memperpendek
kritis yang telah dipahami guru.
waktu untuk meningkatkan pemahaman dalam
ketika
guru
dimiliki
guru,
Berdasarkan
dan
alasan-alasan
dan
dalam
pembelajaran
sains
melalui
mempelajari berbagai keterampilan yang tidak
dukungan-dukungan yang telah diungkapkan,
mungkin
diperlukan upaya untuk mengatasi keterbatasan
keterlibatan kemampuan berpikir kritis dapat
kemampuan
berpikir
dan
ditingkatkan dan dipercepat. Oleh karena itu,
keterbatasan
guru
melaksanakan
untuk percepatan dan peningkatan kemampuan
pembelajaran sains yang kritis. Salah satu
berpikir kritis guru dalam membelajarkan sains
upayanya
program
berbasis keterampilan berpikir kritis, peneliti
berbasis
mengembangkan
yaitu
pelatihan
kritis dalam
perlu
guru,
diadakan
pembelajaran
sains
dipelajari
sendiri,
Program
Pelatihan
keterampilan berpikir kritis, yang difokuskan
Kemampuan
pada kemampuan berpikir kritis guru dan
Membelajarkan Sains Berbasis Keterampilan
kemampuan
Berpikir Kritis Melalui Reflective Teaching
membelajarkan
berketerampilan pernyataan
berpikir
tersebut
sains
kritis.
benar?.
yang Apakah
Tentunya
Modifikasi
Kritis
yang
dan
disingkat
PPMSBKBKMRTM, dan penelitian ini diberi judul
Tunas Siliwangi
Berpikir
sehingga
“Pengembangan
Program
Pelatihan
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
52
Untuk Meningkatkan Kompetensi Guru dalam
jawabnya,
Memfasilitasi Keterampilan Berpikir Kritis
tercapai.
Peserta Didik Anak Usia Dini”.
sehingga
4. Kemampuan
keterampilan Sebagai acuan mengenai beberapa istilah yang diangkat, dengan tujuan untuk interpretasi
selain
yang
dimaksudkan dalam penelitian ini sehingga perlu
dikemukakan
penjelasan
kajian
teoritik sebagai berikut:
pada
perubahan-perubahan
perangkat
pembelajaran
yang
disusun, dan dapat membawa kearah penyempurnaan pembelajaran
pada yang
ingin
tujuan dicapai
berdasarkan hasil evaluasi uji coba program, dan revisi hasil uji coba program.
berpikir
kritis
dalam
5. Kemampuan
membelajarkan
sains
berbasis keterampilan berpikir kritis dapat dimaknai sebagai proses belajar sains yang diterapkan melalui reflective modifikasi melalui siklus
reflecting, pemodelan, planning, acting, observing, dan kembali ke reflecting. Kemampuan
keterampilan
berpikir
kritis guru dalam membelajarkan sains ini ditunjukkan dengan memunculkan komponen-komponen berpikir
kritis
keterampilan
sebagai
indikator
kemampuan keterampilan berpikir kritis guru dalam menyusun RPH sains dan
2. Program, kesatuan
diartikan
sebagai
suatu
rencana
kegiatan
yang
dilakukan secara berkesinambungan, dan merupakan implementasi kebijakan, serta melibatkan sekelompok guru.
seluruh kegiatan yang direncanakan membantu
meningkatkan keterampilan,
guru
dalam
pengetahuan, dan
sikap
yang
diperlukan dalam melakukan tugas guru dengan baik, dan menjadi tanggung
Tunas Siliwangi
melaksanakan
pembelajaran
sains
berbasis keterampilan berpikir kritis yang diukur dengan lembar penilaian dan lembar pengamatan. 6. Sains AUD, diartikan sebagai materi
3. Pelatihan (in-service), diartikan sebagai
untuk
berpikir
bentuk tes pilihan ganda dan uraian.
teaching
1. Pengembangan, diartikan sebagai proses berlangsungnya
keterampilan
dapat
kritis ini diukur melalui tes kemampuan
2. KAJIAN TEORITIK
menghindari
tujuan
pokok
sains
yang
dibelajarkan
di
PAUD, yang berguna dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Materi pokok sains PAUD yang dilatihkan dalam
PPMSBKBKMRTM
sesuai
dengan analisis kebutuhan guru melalui angket penelitian pendahuluan.
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
53
3. METODE PENELITIAN
menyusun setiap materi pokok atau pokok
Metode penelitian yang digunakan
bahasan, dan dikembangkan pada program
pengembangan
pelatihan.
Research
and
analisis kebutuhan. Perencanaan ini sangat
Development) Borg & Gal (1991) dengan
penting sebagai dasar dalam merancang
tahapan mengembangkan produk melalui
program pelatihan.
adalah
penelitian
pendidikan
dan
(Education
Sesuai
hasil
temuan
pada
prosedur secara sistematik dan dilakukan
Pola kegiatan PPMSBKBKMRTM
uji lapangan, evaluasi, serta revisi hingga
yang diterapkan pada kelompok guru kelas
diperoleh kriteria kualitas tertentu atau
eksperimen
mencapai standar tertentu.
pembelajaran yang berurutan dan berulang
Desain program dengan berpedoman
dilakukan
pada
situasi
dengan aspek-aspek kritis yang sama,
kemampuan
sehingga guru-guru mampu mengulang
berpikir kritis dan membelajarkan sains
kembali aspek-aspek kritis yang pernah
berbasis
dipelajari sebelumnya dengan baik.
pada
program
pelatihan
keterampilan
berpikir
kritis
melalui reflective teaching modifikasi (PPMSBKBKMRTM), tujuan
utama
yaitu
untuk
dengan
meningkatkan
PPMSBKBKMRTM dikembangkan
yang
dimulai
dengan
mempertimbangkan studi literatur, hasil
dan
analisis kebutuhan, hasil uji kelayakan,
membelajarkan sains berbasis keterampilan
masukan dari penimbang ahli, temuan
berpikir kritis berdasarkan indikator yang
selama uji coba terbatas, dan uji coba luas.
telah ditetapkan (BSNP, 2006; NRC,
Pada beberapa tahapan, dilakukan revisi
1996).
terhadap rancangan PPMSBKBKMRTM
kemampuan
berpikir
kritis
guru
Berdasarkan studi literatur dan hasil analisis
kebutuhan,
perencanaan
sehingga diperoleh produk akhir. Metode penelitian pada uji coba terbatas adalah
PPMSBKBKMRTM yang dipilih adalah
metode
mengintegrasikan teori dan praktek. Dalam
(melibatkan satu kelas) dengan one group
pelatihan ini diharapkan guru memahami
pretest-posttest
konsep
2009).
pembelajaran
sains
berbasis
keterampilan berpikir kritis dengan cara menggali
dan
menemukan
melalui
kegiatan kreatif. Uraian materi sains
penelitian
design
pra-eksperimental
(Sukmadinata,
Kelas Eksperimen (KE): O X1 O Keterangan: O = pretest dan posttest X1 = PPMSBKBKMRTM
dideskripsikan atas sejumlah konsep yang
Tunas Siliwangi
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
54
Pada uji coba luas (implementasi)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan metode eksperimen semu dengan
control
group
pretest-posttest
design (Sukmadinata, 2009), yaitu pada kelas
eksperimen
dan
kelas
Hasil-hasil penelitian diungkapkan ini sebagai berikut: 1. Diperoleh informasi tentang substansi
kontrol
guru-guru PAUD yang mengajar sains
diberikan tes awal dan tes akhir yang sama.
PAUD di kelas yang sudah dipraktekan
Kedua kelompok guru (kelas eksperimen
selama beberapa tahun berdasarkan
dan kontrol) diberi perlakuan yang sama,
pengalaman-pengalaman guru PAUD
hanya strateginya saja
yang berbeda secara latar belakang
yang berbeda
sebagaimana dijelaskan pada skema di
pendidikan.
bawah ini:
delapan
Kelas Eksperimen (KE): O1 X1
O2
Kelas Kontrol (KK)
O2
: O1 X2
Keterangan: O1 O2 X1 X2
= pretest = posttest = PPMSBKBKMRTM = PPMSBKBK secara konvensional Pada uji coba luas diperoleh data
yang
No. 1 2
4
sains berbasis keterampilan berpikir kritis.
5
Data kualitatif kemampuan berpikir kritis
kemampuan berpikir kritis guru dan data
6 7
tanggapan guru kelas eksperimen terhadap PPMSBKBKMRTM
diperoleh
menggunakan skala sikap.
dengan
yang
berlatar
belakang
pendidikan
Tabel 1 Analisis Identitas Guru Peserta Pelatihan
berpikir kritis, dan nilai membelajarkan
angket
PAUD
Tabel berikut:
3
menggunakan
guru
dari
sains. Hal tersebut dapat dicermati pada
produk RPH sains berbasis keterampilan
diperoleh
orang
data
mengajar sains PAUD, hanya satu orang
antara lain: data kuantitatif berupa data nilai tes kemampuan berpikir kritis, nilai
Didapatkan
8
NAMA Poppy Yogita Sasmita, S.Pd. Ana Maria Nuri Nurifah, S.Sos. Eli Nurlaela, S.E. Gartina Rismayani, S.Pd. Deasi Lusiana, S.Pd. Wati Rohmawatining sih Sri Sayekti Winarsih, S.Pd.
Pendidikan Terakhir S1 Administrasi Pendidikan UPI SMK Pasundan 1 Bandung S1 FIKOM Humas UNISBA S1 Ekonomi STIE YPKP Bandung S1 Pendidikan Tata Busana UPI S1 PKK FPTK UPI S1 Biologi UNPAD
S1 Pkn FKIP UNPAS
2. Diperoleh informasi seputar penerapan kemampuan keterampilan berpikir kritis
Tunas Siliwangi
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
55
guru
dalam
membelajarkan
sains
PAUD.
kurang aktif (dua orang guru), seperti pembelajaran
Dari
hasil
analisis
yang
memerlukan
alat
angket
peraga, tetapi tidak ada alat peraga (lima
keterampilan berpikir kritis guru pada
orang guru), siswa sulit menerima materi
aspek
diperoleh
(satu orang guru), menjelaskan materi
PAUD
dengan bahasa sederhana yang mudah
sebanyak sembilan guru dari 12 orang guru
dipahami oleh siswa PAUD, membuat
yang mengisi angket (75%) mengatakan
media pembelajaran yang menarik dan
bahwa materi pelajaran sains PAUD ada
mudah diakses semua siswa, menentukan
yang sulit dan ada yang mudah. Sebanyak
metode pembelajaran yang paling tepat dan
dua orang guru (16,67%) mengatakan
efektif (tidak memakan waktu banyak,
bahwa materi pelajaran sains PAUD tidak
karena materi pada kurikulum banyak,
sulit, dan sebanyak satu guru (8,33%)
tetapi siswa bisa paham semuanya) (dua
mengatakan tidak tahu. Adapun usaha-
orang guru).
membelajarkan
gambaran
bahwa
sains
guru-guru
usaha yang dilakukan guru-guru dalam
Guru-guru
menghadapi kesulitan terhadap materi
metode
sains
membelajarkan
yang
sulit,
sebagai
berikut:
mempelajari
sendiri
materi
pelajaran
PAUD
menggunakan
pembelajaran
dalam
materi
PAUD,
sains
sebagai berikut: Ceramah (enam orang
materi pelajaran sains PAUD (tujuh orang
guru),
guru),
sejawat
penugasan (satu orang guru), praktek
(delapan orang guru), mencari bahan ajar
percobaan (empat orang guru), inkuiri (dua
yang lebih dimengerti dan bisa dipahami
orang guru), pengamatan (dua orang guru).
(satu orang guru), referensi buku-buku
Multiliterasi (dua orang guru), demonstrasi
sains (tiga orang guru), mencari bahan di
(lima orang guru), saintifik eksperimen
internet (tujuh orang guru).
(dua orang guru), tanya jawab (empat
bertanya
pada
teman
Guru-guru PAUD sebanyak 11 orang
diskusi
(enam
orang
guru),
orang guru).
guru (91,67%) mengatakan bahwa kadang-
Secara keseluruhan (100%) guru-
kadang mengalami dalam membelajarkan
guru
sains PAUD, dan hanya satu orang guru
membelajarkan sains tidak hanya cukup
(8,33%) yang tidak menjawab. Kesulitan-
dengan
kesulitan guru dalam membelajarkan sains
secara keseluruhan (100%) juga guru-guru
PAUD sebagai berikut: peserta didik yang
PAUD
Tunas Siliwangi
PAUD
berpendapat
menceramahkannya
berpendapat
bahwa
bahwa
saja,
dan
kegiatan
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
56
percobaan dalam membelajarkan materi
kritis.
sains PAUD merupakan kegiatan yang
mengungkapkan sangat paham (8,33%)
penting untuk dilakukan.
mengenai aspek-aspek tersebut. Paham atau
3. Diperoleh
informasi
tentang
keterampilan berpikir kritis.
mengikuti
pelatihan
tentang
perencanaan, pelaksanaan pembelajaran sains
untuk
peserta
didik
PAUD,
didapatkan data bahwa sebanyak 11 orang guru PAUD dari 12 orang guru (91,67 %) mengungkapkan tidak pernah mengikuti pelatihan tersebut. Hanya sebanyak 1 orang guru (8,33%) yang pernah mengikuti pelatihan (bahan
yang
menghasilkan
pembelajaran)
yang
produk dapat
digunakan untuk pembelajaran di kelas, dan
komprehensif.
dengan
Meskipun
kebutuhan,
guru
1
tidaknya
orang
guru
aspek-aspek
yang
tersebut
disinyalir bahwa guru-guru mencari sendiri sumber-sumber yang berkaitan, sehingga
Untuk aspek pernah atau tidaknya guru PAUD
Hanya
sesuai
tersebutpun
kadang-kadang menerapkannya di kelas. Artinya, aspek sikap guru yang perlu ditingkatkan.
didapatkan
pemahaman
mengenai
aspek-aspek
yang
parsial
keterampilan
berpikir kritis. Secara keseluruhan (100%) guru-guru PAUD
memiliki
keinginan
untuk
mendapatkan pelatihan pembelajaran sains berbasis kritis yang komprehensif, mulai dari penyusunan RPH berbasis kritis dan pelaksanaan
pembelajaran
berbasis
keterampilan berpikir kritis. Secara keseluruhan juga (100%) guruguru PAUD akan mengikuti dengan penuh kesungguhan dan akan menerapkan hasil dari pelatihan jika ada penyelenggaraan pelatihan
yang
komprehensif
tentang
pembelajaran sains berbasis keterampilan berpikir kritis.
4. Diperoleh informasi tentang pelatihanpelatihan yang berhubungan dengan
5. Diperoleh informasi tentang bagaimana
keterampilan berpikir kritis.
penyusunan RPH sains berketerampilan
Secara keseluruhan (100%) guru-guru
kritis.
PAUD pelatihan berbasis
tidak tentang
pernah
mendapatkan
pembelajaran
keterampilan
berpikir
Sebanyak sembilan orang guru (75%)
sains
pernah mendengar bahwa pembelajaran
kritis.
sains PAUD sebaiknya dilaksanakan untuk
Sehingga hampir seluruh guru (91,67%)
mengembangkan
aspek
keterampilan
mengungkapkan ada yang paham dan ada
berpikir kritis. Sebanyak dua orang guru
yang tidak paham mengenai aspek-aspek
Tunas Siliwangi
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
57
(16,67%) tidak menjawab, dan sebanyak
melaksanakan pembelajaran sains PAUD
satu orang guru (8,33%) menjawab tidak.
yang
berbasis
keterampilan
kritis.
Sebanyak empat orang guru (33,33%)
Sebanyak tiga orang guru (25%) tidak
mengungkapkan tidak tahu bagaimana
menjawab, dan sebanyak tujuh orang guru
membelajarkan
(58,33%)
sains
PAUD
berbasis
mengungkapkan
pernah
keterampilan berpikir kritis. Sebanyak
melaksanakan pembelajaran sains PAUD
delapan
yang
orang
bagaimana
guru
(66,67%)
tahu
membelajarkan sains PAUD
berbasis keterampilan berpikir kritis.
mengalami
guru-guru
berbasis
keterampilan kritis. Sebanyak dua orang guru (16,67%)
Sebanyak 11 orang guru (91,67%) mengungkapkan
menurut
mengungkapkan pelaksanaan pembelajaran
kesulitan
tersebut lancar. Sebagian besar sebanyak
dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan
lima orang guru (41,67%) mengungkapkan
pengarah terkait dengan kelancaran dan
kurang lancar dan ada sedikit kendala dan
hanya satu orang guru (8,33%) yang tidak
sebanyak lima orang guru (41,67%) tidak
mengalami kesulitan.
menjawab.
Sebanyak 10 orang guru (83,33%) mengungkapkan
mengalami
kesulitan
Sebanyak 10 orang guru (83,33%) mengungkapkan
mengalami
kesulitan
dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan
dalam
memfasilitasi
pengarah terkait dengan keluwesan dan
kritis
yang
hanya dua orang guru (16,67%) yang tidak
kegiatan percobaan dalam pembelajaran
mengalami kesulitan.
sains PAUD. Sebanyak satu orang guru
Sebanyak delapan orang guru (66,67%) mengungkapkan
mengalami
kesulitan
dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan
biasa
kegiatan
berpikir
dilakukan
dengan
(8,33%) mengungkapkan tidak mengalami kesulitan dan satu orang guru lainnya (8,33%) tidak menjawab.
pengarah terkait dengan orisinalitas dan
Kesulitan-kesulitan dalam memfasilitasi
empat orang guru (33,33%) yang tidak
kegiatan berpikir kritis yang dialami
mengalami kesulitan.
sebagian besar guru PAUD adalah dalam menentukan alat dan bahan percobaan
6. Diperoleh pelaksanaan
informasi pembelajaran
tentang sains
(66,67%) dan sisanya tersebar dengan berbagai macam kesulitan.
berbasis keterampilan berpikir kritis. Sebanyak dua orang guru (16,67%) mengungkapkan
Tunas Siliwangi
tidak
pernah
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
58
7. Diperoleh
informasi
mengevaluasi
tentang
aspek (kognisi, afeksi, dan psikomotor).
sains
Sebanyak empat orang guru (33,33%)
pembelajaran
berbasis keterampilan berpikir kritis.
tidak menjawab. Sebanyak tiga orang guru
Sebanyak 10 orang guru (83,33%)
(25%)
mengungkapkan
mengungkapkan bahwa guru-guru PAUD
melaksanakan
merasa tidak puas dengan hasil belajar
secara keseluruhan aspek (kognisi, afeksi,
sains yang dicapai para peserta didik
dan psikomotor).
PAUD setiap kali setelah pembelajaran sains
dilaksanakan
dengan
evaluasi
tidak
pembelajaran
Sebanyak delapan orang guru (66,67%)
berbagai
tidak menjawab mengapa tidak melakukan
macam alasan. Sebanyak satu orang guru
evaluasi. Sebanyak empat orang guru
(8,33%) tidak menjawab. Hanya satu orang
(33,33%)
guru (8,33%) yang merasa puas dengan
dievaluasi, tetapi tidak tahu cara membuat
hasil belajar sains yang dilakukannya.
alat evaluasinya.
mengungkapkan
perlu
Sebanyak delapan orang guru (66,67%) mengungkapkan
mengalami
kesulitan
A. Analisis Kemampuan Guru dalam
dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan
Membuat
pengarah
Keterampilan Berpikir Kritis
terkait
dengan
keterampilan
berpikir kritis. Hanya satu orang guru
RPH
Kemampuan
Sains
guru
Berbasis
PAUD
dalam
(8,33%) yang tidak menjawab. Sebanyak
membuat RPH sains berbasis keterampilan
tiga orang guru (25%) mengungkapkan
berpikir kritis dapat dicermati pada tabel
tidak mengalami kesulitan. Sebanyak 10
berikut: Tabel 2 Analisis Kemampuan Guru dalam Membuat RPH Sains Berbasis Keterampilan Berpikir Kritis
orang guru (83,33%) mengungkapkan bahwa
guru-guru
PAUD
mengalami
kesulitan dalam menyusun pertanyaanpertanyaan
pengarah
terkait
dengan
No.
Kode Guru
Analisis RPP ke2 3
1
1
G1
44,44%
36,11%
62,50%
Ratarata 47,68%
2
G2
33,33%
34,72%
29,17%
32,40%
3
G3
33,33%
29,17%
29,17%
30,57%
4
G4
23,61%
27,78%
22,22%
24,54%
Rata-rata
33,67%
31,95%
35,76%
33,79%
kepekaan. Hanya satu orang guru (8,33%) tidak menjawab. Sebanyak satu orang guru (8,33%) mengungkapkan tidak mengalami kesulitan. Sebanyak lima orang guru (41,67%) mengungkapkan
sudah
melaksanakan
evaluasi pembelajaran secara keseluruhan
Tunas Siliwangi
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
59
Berdasarkan tabel analisis kemampuan
menyusun RPH berbasis keterampilan
guru dalam membuat RPH sains berbasis
berpikir kritis, dan (3) kemampuan guru
keterampilan berpikir kritis dapat dicermati
dalam melaksanakan pembelajaran sains
bahwa secara keseluruhan kemampuan
berbasis
guru dalam membuat RPH sains berbasis
Kesimpulan
keterampilan berpikir kritis dalam kategori
sebagai berikut:
rendah
(33,79%).
Hasil
pengamatan
keterampilan tersebut
berpikir dapat
Pertama,
kritis.
dijelaskan
karakteristik
terhadap RPH sains yang disusun oleh
PPMSBKBKKMRTM
guru-guru PAUD belum mencerminkan
proses
RPH sains berbasis keterampilan berpikir
(perhatian) pebelajar fokus mengamati
kritis.
pengamatan
pada kegiatan perilaku atau peristiwa yang
penyelenggaraan pembelajaran sains di
ditampilkan, yaitu ketika sajian materi
kelas
yang
Dan
juga
hasil
belum
menunjukkan
sebagai
memiliki
berikut:
diberikan
oleh
(1)
urutan attention
fasilitator,
(2)
penyelenggaraan pembelajaran sains secara
retention (penyimpanan), perilaku atau
kritis. Hal ini terjadi tidak lain karena
peristiwa yang menjadi fokus pengamatan
ketidaksempurnaan guru-guru pada awal
diolah secara kognitif oleh pebelajar dan
menyusun RPH sains berketerampilan
hasilnya disimpan dalam memori, (3)
kritis,
tidak
production (produksi perilaku), informasi
penyelenggaraan
yang sebelumnya telah disimpan dalam
pembelajaran sains berketerampilan kritis,
memori, kemudian dapat dipraktikkan
karena pelaksanaan pembelajaran sains di
kembali sewaktu-waktu oleh pebelajar, (4)
kelas hanya berorientasi pada bentuk RPH
motivation,
yang tidak mencerminkan pembelajaran
dorongan sebagai kelanjutan dari ketiga
sains secara kritis.
proses
sehingga
berdampak
terlaksananya
pebelajar
sebelumnya
mempunyai
(perhatian,
penyimpanan, dan produksi) pada perilaku 5. KESIMPULAN
ini
PPMSBKBKMRTM yang penting untuk
Pada penelitian dan pengembangan
disajikan kembali ketika terjadi praktik
telah
pembelajaran.
dihasilkan:
(1)
PPMSBKBKKMRTM
produk dengan
Kedua,
setelah
implementasi
karakteristiknya, dan setelah implementasi
PPMSBKBKMRTM ternyata lebih tinggi
PPMSBKBKKMRTM
dalam meningkatkan keterampilan berpikir
ternyata
dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis guru,
(2)
kemampuan
Tunas Siliwangi
guru
kritis
dibandingkan
dengan
dalam
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
60
PPMSBKBKMRTM secara konvensional.
PPMSBKBKMRTM cukup efektif untuk
Peningkatan
meningkatkan kemampuan keterampilan
berpikir
kemampuan
kritis
implementasi
guru
sebagai
dampak
PPMSBKBKMRTM
PPMSBKBKM ternyata
keterampilan
secara
berbeda
keterampilan
untuk
berpikir
berpikir kritis, persiapan merencanakan
dan
pembelajaran (RPH), dan membelajarkan
konvensional
sains berbasis keterampilan berpikir kritis.
setiap
kritis,
aspek
besarnya
Oleh
kritis
guru
itu,
direkomendasikan
beberapa hal sebagai berikut:
peningkatan rata-rata N-gain kemampuan berpikir
karena
Pertama, lembaga pendidikan atau
dengan
kelompok penggiat pendidikan yang akan
PPMSBKBKMRTM ternyata lebih tinggi
melaksanakan program in-service dengan
apabila
mengadopsi
dibandingkan
PPMSBKBKM sehingga
secara
dengan konvensional,
PPMSBKBKMRTM
PPMSBKBKMRTM
perlu
mempersiapkan Sumber Daya Manusia
dapat
(SDM) baik itu manusianya, prasarana dan
dilakukan sebagai pendidikan pelatihan
sarananya, program yang dilaksanakan
yang efektif.
supaya konsisten dan seminimal mungkin
Ketiga, rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis guru dalam menyusun persiapan pembelajaran sains berbasis keterampilan
berpikir
dapat mengurangi kendala-kendala yang ada. Kedua, fasilitator yang tertarik untuk
kritis
dengan
menerapkan kegiatan PPMSBKBKMRTM,
berbeda
(tidak
supaya tidak ragu-ragu untuk memulai
terdapat kesamaan) secara nyata apabila
persiapan pembelajaran yang sederhana,
dibandingkan
dilanjutkan
PPMSBKBKMRTM
dengan
PPMSBKBKM
pada
tahap
persiapan
secara konvensional. PPMSBKBKMRTM
pembelajaran yang kompleks, dan memulai
ternyata lebih tinggi dalam meningkatkan
pembelajaran
kemampuan guru menyusun persiapan
sederhana, kemudian dikembangkan secara
pembelajaran sains berbasis keterampilan
bertahap
berpikir
kegiatan yang lebih kompleks.
kritis
dibandingkan
dengan
PPMSBKBKM secara konvensional.
ke
Ketiga,
dari
arah
Berdasarkan
Tunas Siliwangi
observer
untuk
yang
dan
pada
membantu
pengamatan kinerja individu guru, dengan hasil
penelitian
pengembangan ini, diperoleh temuan di lapangan
permasalahan
diperlukan
PPMSBKBKMRTM Rekomendasi
permasalahan
bahwa
jumlah ideal satu observer untuk setiap kelompok yang beranggotakan lima guru.
kegiatan
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
61
Rubrik yang digunakan sedapat mungkin mudah untuk mengamati kinerja guru, dan dapat digunakan untuk mengamati aspekaspek berpikir kritis yang jelas tampak, apabila menghendaki lebih teliti pada aspek kritis saja yang diamati, dapat difokuskan pada satu aspek saja, sehingga fokus pengamatan aspek tersebut akan lebih mudah. 6. REFERENSI
Akinoglu, O. (2008). Assessment of The Inquiry-Based Project Implementation Process in Science Education Upon Students Point of Views. International Journal of Instruction, 1 (1), hlm. 1-12. Badan Standar Nasional Pendidikan. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thougth and Action: A Social Cognitive Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentic Hall. Capobianco, Brenda & Lehman, James. (2006). Integrating Technology to Foster Inquiry in an Elementary Science Methods Course: An Action Research Study of One Teacher Educators Initiatives in a PT3 Project (Preparing Tomorrow’s Teachers use Technology). Journal of Computers in Mathematics and Science Teaching, 42 (3), hlm. 170186. Cuevas, P., at all. (2005). Improving Science Inquiry with Elementary Students of Diverse Backgrounds. Journal of Research in Science Teaching, 42 (3), hlm. 176-178.
Tunas Siliwangi
Ertikanto, C. (2013). Pengembangan Program Pelatihan Kemampuan Inkuiri dan Membelajarkan Sains Berbasis Inkuiri dengan Pemodelan bagi Guru-guru Sekolah Dasar. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Fatmawati, B. (2011). Pembekalan Kemampuan Merancang Proyek untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Mahasiswa melalui Perkuliahan Mikrobiologi Berbasis Proyek. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Foulds, W. (1996). The Enhancement of Science Process Skill in Primary Teacher Education Students. Edith Cowan University. Australian Journal of Teacher Education, 1 (12), hlm. 16-23. Hasbi. (2007). Tanggapan Guru terhadap Profesi. Banda Aceh: Ar-Raniry Press. Lee, O. (2006). Science Inquiry and Student Diversity: Enhanced Abilities and Continuing Difficulties After an Instructional Intervention. Journal of Research in Science Teaching, 10 (4), hlm. 607-636. Marx, R. W. (2004). Inquiry-Based Science in The Middle Grades: Assessment of Learning in Urban Systemic Reform. Journal of Research in Science Teaching, 41 (10), hlm. 1063-1080. Matson, J. O. (2006). Misconseptions About The Nature of Science, Inquiry Based Instruction, and Constructivism: Creating Confusion in The Science Classroom. Electronic Journal of Literacy Through Science, 5 (6), hlm. 1-10.
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62
62
Organisation for Economic Co-operation and Development. (2013). PISA 2012 Results: Ready to Learn – Students’ Engagement, Drive, and Self-Beliefs (Volume III), PISA, OECD Publishing. Pine, J. (2006). Fifth Graders Science Inquiry Abilities: A Comparative Study of Students in Hands-On and Textbook Curricula. Journal of Research in Science Teaching, 43 (5), hlm. 467-484.
Witarsa, R. (2011). Analisis Kemapuan Inkuiri Guru yang Sudah Tersertifikasi dan Belum Tersertifikasi dalam Pembelajaran Sains SD. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Rahmatan, H. (2013). Pengembangan Model Perkuliahan Katabolisme Karbohidrat Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Calon Guru Biologi. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Ruiz-Primo, M. A., & Furtak, E. M. (2007). Exploring Teachers Informal Formative Assessment Practices and Students’ Understanding in The Context of Scientific Inquiry. Journal of Research in Science Teaching, 44 (1), hlm. 57-84. Tawil, M. (2011). Pengembangan Pembelajaran Berbasis Simulasi Komputer pada Perkuliahan Gelombang dan Optika untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Calon Guru Fisika. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Wattimena, H. (2015). Pengembangan Program Perkuliahan Eksperimen Fisika Berorientasi Keterampilan Berpikir Kreatif dalam Bereksperimen bagi Mahasiswa Calon Guru Fisika. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Tunas Siliwangi
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 46-62