PENDIDIKAN LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN UNY TAHUN ANGGARAN 2012
JUDUL PENELITIAN:
PENGEMBANGAN BUKU AJAR BAHASA INGGRIS SMP BERBASIS MULTIKULTUR SEBAGAI UPAYA PEMERTAHANAN BUDAYA LOKAL
Oleh : Siti Sudartini, M.A. Prof. Sugirin, Ph.D. Suciati, S.Pd. Lusi Nurhayati, M.AppLing(TESOL) DIBIAYAI DENGAN DANA DIPA UNY NOMOR: 0610/023-04.2.16/14/2012 TANGGAL 16 FEBRUARI 2012 NOMOR SUBKONTRAK: 007/Subkontrak-Unggulan/UN34.21/2012.
FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOVEMBER, 2012
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN UNY 1.
Judul Penelitian
2.
Ketua Peneliti a. Nama lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Jabatan Fungsional e. Jabatan Struktural f. Bidang Keahlian g. Fakultas/Jurusan h. Perguruan Tinggi i. Telepon rumah/kantor/HP Tim Peneliti No Nama dan Gelar 1. Prof. Sugirin, M.A., Ph.D. 2. Suciati, S.Pd. 3. Lusi Nurhayati, M.App.Ling. (TESOL)
3.
4.
5.
Mahasiswa yang terlibat No Nama 1. Ragilia Indaswari 2. Winda Presti
: Pengembangan Buku Ajar Bahasa Inggris SMP Berbasis Multi Kultur sebagai Upaya Pemertahanan Budaya Lokal : : Siti Sudartini, M.A. : Perempuan : 19760311 200501 2 001 : Asisten Ahli (150) : : Pengajaran Bahasa Inggris : Bahasa dan Seni/ Pendidikan Bahasa Inggris : Universitas Negeri Yogyakarta : 08156877141 NIP 19491127 198403 1 001 19800706200501 2 002 19790205 200312 2 001 : NIM 08202244002 10202244090
Pendanaan dan jangka waktu penelitian a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan b. Biaya total yang diusulkan c. Biaya yang disetujui tahun kedua
Bidang Keahlian TEFL Methodology Pengajaran Bahasa Inggris Pengajaran Bahasa Inggris
Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Bahasa Inggris
: 1 tahun : Rp. 100.000.000 (Seratus Juta Rupiah) : Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah)
Mengetahui: Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Yogyakarta, 10 November 2012 Ketua Tim Peneliti,
Prof. Dr. Zamzani, M.Pd. NIP 19550505 198011 1 001
Siti Sudartini, M.A. NIP 19760311 200501 2 001
Mengetahui, Ketua LPPM UNY,
Prof. Dr. Anik Ghufron NIP 19621111 198803 1 001
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bahasa adalah milik suatu budaya, karena bahasa merupakan salah satu bagian/ unsur dari budaya. Oleh karena itu pembelajaran suatu bahasa senantiasa disertai pembelajaran akan budaya dari penutur bahasa tersebut. Hal ini merupakan hal yang sangat umum dan telah menjadi kesepahaman bersama oleh mereka yang terlibat dalam praktek pembelajaran bahasa Inggris. Para pengajar bahasa Inggris pada umumnya akan mengatakan para siswa tidak akan bisa mempelajari dan menguasai bahasa Inggris dengan benar bila mereka tidak memahami konteks dimana bahasa Inggris dipakai, dalam hal ini konteks budaya dari penutur bahasa Inggris. Brown dalam Richards and Renandya (2002:12) menyatakan bahwa “whenever you teach a language, you also teach a complex system of cultural customs, values, and ways of thinking, feeling, and acting”. Hal ini telah disadari betul oleh mereka yang terlibat dalam prakek pembelajaran di sekolah. Satu hal yang kemudian harus menjadi perhatian para guru atau praktisi pembelajaran bahasa asing, khususnya, bahasa Inggris, adalah bahwa para siswa bisa saja berasal dari sistem budaya yang berbeda dengan budaya penutur asli bahasa tersebut. Dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris di negara kita, Indonesia, hal ini menjadi kenyataan yang lebih kompleks dan kiranya mesti menjadi perhatian yang serius dari para praktisi pembelajaran bahasa Inggris.
1
2
Para pengajar bahasa Inggris di Indonesia harus mempertimbangkan keragaman budaya yang ada di negara ini. Hal ini sejalan dengan kenyataan yang ada di negara ini dimana budaya yang ada di sekeliling siswa sangat bermacammacam baik itu yang berupa budaya lokal yang mereka bawa atau bisa dikatakan sebagai budaya asli mereka dan mereka pun juga berinteraksi dengan siswa lain yang berasal dari atau memiliki budaya lokal yang mungkin saja berbeda dengan budaya mereka kemudian ketika mereka mempelajari bahasa Inggris, mereka akan juga berinteraksi dengan budaya asing yang berasal dari luar Indonesia, yang tentu saja harus mereka pelajari ketika mereka belajar bahasa asing. Oleh karena itu agar bisa berhubungan dan berinteraksi dengan baik dengan orang dari berbagai budaya maka siswa perlu dibekali wawasan yang memadai tentang keberagaman budaya yang ada di sekitar mereka. Kemajemukan budaya bukan saja terjadi di tingkat dunia namun terjadi pula di tingkat nasional (Indonesia) karena negara kita terdiri dari berbagai budaya yang berbeda-beda. Budaya lokal kedaerahan itu membentuk budaya nasional. Salah satu upaya yang bisa dilakukan dan kiranya efektif untuk mengatasi dan mensikapi keragaman budaya yang dihadapi para siswa demi tetap tercapainya tujuan pendidikan untuk membentu generasi penerus bangsa yang handal adalah dengan mengenalkan wawasan multikultur pada konteks pembelajaran. Wawasan multikultur ini bisa diinsersikan di dalam pembelajaran formal di sekolah di beberapa mata pelajaran yang relevan termasuk bahasa Inggris. Oleh karena itu bahan ajar bahasa Inggris yang didalamnya terdapat muatan multikultur diperlukan karena keberadaannya bisa menjadi salah satu alat bantu guru dalam praktik pembelajaran. Hal ini sesuai hakikat dari materi
3
pembelajaran yang merupakan salah satu komponen yang penting dalam pembelajaran bahasa Inggris. Pengetahuan dan wawasan tentang nilai multikultur ini sendiri penting untuk dimiliki oleh guru dan siswa karena hal ini berkontribusi positif bagi pembangunan bangsa secara umum. Dengan adanya pemahaman yang baik tentang multikultur ini, peristiwa negatif yang disebabkan tidak adanya pengertian atau karena munculnya salah faham tentang budaya yang berbeda dengan budaya peserta didik diharapkan bisa diminimalisir dan akan lahir manusia Indonesia yang dewasa dalam menyikapi perbedaan. Melalui mata pelajaran bahasa Inggris, para pelajar bisa diarahkan untuk mulai mengetahui (knowing), memahami (understanding) dan merasakan bahwa perbedaan adalah sesuatu yang sangat alami dan karenanya harus dihormati dan disikapi secara arif. Sayangnya, budaya lokal Indonesia yang adiluhung dirasa makin tergerus oleh zaman. Banyak nilai budaya lokal yang kehilangan pamornya dan tidak pernah dimunculkan di dalam mata pelajaran digantikan dengan budaya asing yang tengah populer. Pendapat bahwa pelajaran harus menyesuaikan zaman dan konteks di sekitar peserta didik adalah benar namun itu tidak berarti aspek budaya adi luhung tidak diinformasikan kepada siswa. Dengan diinsersikannya budaya bangsa sendiri secara positif maka akan tumbuh kebanggaan pada diri siswa sebagai bangsa Indonesia. Penelitian berjudul “Pengembangan Buku Ajar Bahasa Inggris SMP Berbasis Multikultur sebagai Upaya Pemertahanan Budaya Lokal” pada tahun pertama menghasilkan sejumlah temuan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan hasil pengamatan awal dan komunikasi informal dengan guru-guru di sekolah, mahasiswa prodi Pendidikan bahasa Inggris yang sedang melakukan KKN PPL di
4
sekolah pada semester khusus tahun akademik 2010/2011 teridentifikasi tujuh judul buku ajar Bahasa Inggris yang dipakai sebagai sumber bahan belajar di SMP utamanya kelas VII di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketujuh buku ajar inilah yang kemudian dijadikan sampel penelitian ini. Ketujuh buku tersebut adalah sebagai berikut:Real Time ( Erlangga), English on Sky (Erlangga), Interactive English (Yudhistira), The Bridge to English Competence (Yudistira), English in Focus (BSE), Passport to the World (Platinum Tiga Serangkai), dan Scaffolding (BSE) Kedua, berdasarkan hasil Focus Group Discussion yang dilaksanakan pada tanggal 11 Juli 2011 di Ruang Cine Club FBS UNY dan melibatkan 20 orang guru Bahasa Inggris SMP yang mengajar di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan juga 10 orang guru bahasa Inggris SMP yang mengajar di propinsi Kalimantan Selatan yang sedang menempuh S2 di Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta diperoleh informasi tentang tingkat pemahaman guru mengenai insersi budaya asing pada praktik pembelajaran bahasa asing khususnya bahasa Inggris, dan juga tanggapan mereka akan perlunya melakukan insersi
budaya
lokal
dan
aspek
budaya
yang
diajarkan
serta
cara
mengintegrasikannya di dalam proses pembelajaran. Secara umum sebagian besar peserta FGD menyatakan telah menginsersikan budaya Indonesia dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Ketiga, berdasarkan pembacaan pada ketujuh buku ajar bahasa Inggris yang dipakai sebagai sampel penelitian pertama, berhasil teridentifikasi aspekaspek multikultur dan pola insersi budaya barat yang ada pada setiap buku ajar
5
bahasa Inggris tersebut. Berbicara mengenai aspek-aspek multikultur, dalam ketujuh buku yang dijadikan sampel penelitian ini ditemukan beberapa aspek multikultur, utamanya yang terkait dengan aspek gender, ethnicity, race, dan culture. Aspek gender (perbedaan jenis kelamin) ditunjukkan dengan adanya pemakaian model gambar untuk ilustrasi maupun nama-nama orang yang digunakan dalam teks bacaan yang mewakili kedua jenis kelamin, yakni laki-laki dan wanita. Sementara itu, aspek ethnicity dan race ditunjukkan misalnya dengan: 1) penggunaan nama-nama orang yang berasal dari suku bangsa yang berbeda, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar Indonesia, seperti dari India, Jepang, Jerman, dan Indonesia (misalnya penggunaan nama Hans, Butet, Made, Wisnu, Alice, dan sebagainya); 2) penggunaan model orang yang nenunjukkan postur orang yang berasal dari ras yang bermacam-macam, misalnya dari Eropa, Afrika, Asia, termasuk Indonesia, dan 2) teks serta gambar tentang makanan khas satu negara (seperti, pasta, pizza, fried rice, yang dikenal sebagai nasi goreng dalam budaya Indonesia). Dari keempat aspek multi kultur tersebut aspek budaya (culture) merupakan aspek
yang paling dominan. Hal ini tidaklah mengherankan
mengingat sampel penelitian ini adalah buku ajar bahasa (yang dalam hal ini buku ajar bahasa Inggris SMP). Ketika berbicara mengenai bahasa tentu tidak bisa dilepaskan dengan perbincangan mengenai budaya, mengingat bahasa merupakan bagian dari budaya. Setiap pengajar bahasa asing hendaknya menyadari bahwa fungsi utama pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
6
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). Sejalan dengan cita-cita luhur itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang merupakan kurikulum terbaru di Indonesia, mendorong sekolah untuk mengangkat budaya lokal dan mengintegrasikannya di dalam kurikulum sekolah. KTSP merupakan peluang yang sangat baik bagi para praktisi pendidikan yang peduli dengan masalah penjagaan dan pengembangan budaya lokal. Upaya untuk melestarikan dan menjadikan generasi muda bangga dan dapat mempromosikan budaya lokal kepada dunia wajib dilaksanakan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengintegrasikan aspek budaya atau kearifan lokal ke dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Dalam hal ini budaya dan kearifan lokal dapat dikembangkan menjadi bahan ajar bahasa Inggris di sekolah yakni SMP dan digunakan selama pembelajaran berlangsung.
B. Batasan dan Rumusan Masalah Selama ini masih sedikit buku ajar yang digunakan para guru memperhatikan aspek multikultur secara khusus. Kandungan kebudayaan Indonesia dan kebudayaan asing dalam buku ajar seringkali masih timpang/tidak berimbang dan bias. Sikap rendah diri (inferior) sebagai dampak kolonialisme masih sering tercermin dalam tulis, termasuk buku ajar. Misalnya, penggambaran
7
budaya lokal dikesankan sebagai inferior dibandingkan budaya luar, khususnya budaya barat; atau, budaya barat dicitrakan sebagai lebih baik dan modern dibanding budaya lokal. Budaya merupakan hal yang luas, tidak sekedar berupa produk benda tapi juga adat istiadat dan perilaku manusia dalam sebuah masyarakat. Sesungguhnya setiap budaya adalah istimewa dan unik oleh karena itu pengemasan pengajaran budaya dalam pembelajaran bahasa Inggris harus dirancang sedemikian rupa agar siswa dapat memetik banyak manfaat diantaranya mempelajari bahasa Inggris, mempelajari dan menilai budaya secara objektif, dan mampu menghargai budaya lokal Indonesia. Berdasarkan temuan dari penelitian tahun pertama mengenai bentuk dan pola insersi budaya asing pada buku ajar bahasa Inggris SMP khususnya kelas VII, dan juga identifikasi tanggapan para guru akan adanya insersi budaya asing pada materi ajar bahasa Inggris dan juga perlunya insersi budaya lokal pda buku ajar bahasa Inggris SMP. Oleh karena itu, penelitian pada tahun kedua ini menitik beratkan pada upaya pengembangan buku ajar bahasa Inggris khususnya bagi SMP kelas VII yang mencakup aspek multikultur dan sebisa mungkin berupaya untuk memasukkan unsur-unsur budaya lokal Indonesia. Oleh karena itu rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian tahun kedua ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana model buku ajar Bahasa Inggris untuk SMP kelas VII yang berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal tersebut disusun?
2.
Seperti apakah karakteristik buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII yang berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal di dalamnya?
8
C.Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian tahun kedua ini adalah untuk mengembangkan buku ajar bahasa Inggris berbasis multikultur sebagai upaya pemertahanan budaya lokal untuk siswa SMP. Adapun tujuan khusus penelitian tahun kedua ini secara khusus dibagi menjadi dua sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada sub bab sebelumnya sebagai berikut. 1.
Mendeskripsikan cara menyusun buku ajar bahasa Inggris untuk SMP kelas VII yang berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal tersebut.
2.
Mendeskripsikan karakteristik model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII yang berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal di dalamnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penelitian tahun kedua ini secara
umum dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap penyusunan Course Grid dan tahap pengembangan Course Grid menjadi draft buku ajar yang kemudian diujicobakan secara terbatas.
D. Signifikansi Penelitian Penelitian tahap kedua ini
memberi beberapa manfaat umum sebagai
berikut: 1. Hasil penelitian yang berupa model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII diharapkan dapat memberikan kontribusi pada terwujudnya pemahaman para guru dan para praktisi pembelajaran bahasa Inggris akan insersi nilai-nilai
budaya asing yang
selalu menyertai
pembelajaran bahasa asing, dalam hal ini Bahasa Inggris.
9
2. Penerapan lebih lanjut model buku ajar Bahasa Inggris ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada penanaman pemahaman dan kecintaan para siswa pada budaya bangsanya sendiri. Hal ini amatlah penting dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan eksistensi budaya bangsa demi terwujudnya generasi penerus bangsa yang memahami dan menghargai budaya bangsanya namun tetap mampu mengikuti perkembangan jaman, seperti yang tertera pada UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 2, yakni: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 3. Bagi para penulis dan penyusun materi maupun penerbit, model buku ajar ini diharapkan dapat menjadi salah satu model acuan dalam menyusun buku ajar Bahasa Inggris, khusunya bagi SMP dan juga tidak menutup kemungkinan untuk SMA yakni dalam hal pentingnya menyisipkan unsur-unsur budaya lokal/ nasional Indonesia. Sehingga diharapakan, mereka dapat menyusun buku ajar Bahasa Inggris yang lebih baik dan sebisa mungkin mengintegrasikan budaya lokal Indonesia dan juga budaya asing sehingga para siswa dapat mempelajari bahasa asing tanpa harus melupakan budayanya sendiri.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Buku Ajar Buku ajar merupakan paket belajar yang berkenaan dengan suatu unit materi belajar. Perwujudan buku ajar dapat berupa bahan cetak untuk dibaca subjek belajar dan bahan cetak ditambah tugas. Pada dasarnya buku ajar diartikan sebagai buku acuan yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam kamus Merriam-Webster, textbook didefinisikan sebagai “a book about a particular subject that is used in the study of that subject especially in a school.” Buku ajar sejatinya adalah buku yang dibuat untuk siswa dan guru di kelas atau sekolah, yang menyajikan serangkaian materi pembelajaran dalam satu mata pelajaran atau mata pelajaran-mata pelajaran yang terkait erat (Tiwari, 2008). Hal ini ditegaskan oleh Richards and Schmidt (2002: 550) yang mendefinisikan buku ajar atau text book sebagai: A book on a specific subject used as a teaching learning guide, especially in a school or college. Textbooks for foreign language learning are often part of a graded series covering multiple skills (listening, reading, writing, speaking, grammar) or deal with a single skill (e.g. reading). Sementara itu, Kaiser (2005: 223) membagi dua definisi textbooks, untuk bisa membedakannnya dengan teks populer, yaitu berdasarkan kegunaan dan tujuannya. Berdasar kegunaanya, textbook adalah “every text practically used as a didactic instrument in teaching institutions.” Sedangkan berdasar tujuannya,
10
11
textbook adalah “every text especially and explicitly designed to be used as a didactic instrument in teaching institutions.” Buku ajar menjadi tali pengikat keseluruhan proses pembelajaran, menjadikan proses pembelajaran sebagai sebuah sistem dan “checks unnecessary repetition and ommission” (Choudhury, 1998: 154). Selain itu, buku ajar merupakan instrumen untuk mencapai tujuan pembelajaran, membantu guru dalam mempersiapkan pembelajaran, tugas, dan mengelola kelas, serta membimbing siswa belajar, baik di rumah atau di kelas (Tiwari, 2005). Lebih lanjut Richards and Schmidt (2002: 339) juga menyatakan bahwa “the use of modules is said to allow for flexible organization of a course and can give learners a sense of achievement because objectives are more immediate and specific”.
B. Pemahaman tentang Pendidikan Multikultur Pengertian dan definisi pendidikan berbasis multikultur telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Sinagatullin (2003: 83) misalnya mendefinisikan pendidikan multikultur sebagai: “an idea stating that all students, regardless of their gender, ethnicity, race, culture, social class, religion, or exceptionality, should have an equal opportunity to learn at school”.
Menilik definisi
pendidikan multikultur yang dikemukakan Sinagatulin tersebut, tidaklah berlebihan bila pendidikan multikultur dipandang sebagai sebentuk reformasi dalam dunia pendidikan yang hakikatnya adalah untuk memberikan porsi kesempatan yang sama pada semua siswa, apapun keadaannya dan dari suku
12
apapun dan juga yang memiliki bahasa yang berbeda untuk mendapatkan pendidikan. Banks and Banks (2009: 1) menyatakan, Multicultural education is an idea, an educational reform movement, and a process whose major goals is to change the structure of educational institution so that male and female students, exceptional students who are members of diverse racial, ethnic, language, and cultural groups will have an equal chance to achieve academically in school. Lebih lanjut Sinagatullin (2003: 114) menyatakan salah satu tujuan pendidikan multikultur adalah “to help students acquire attitudes, knowledge, and skills needed to successfully function within their own micro-culture, mainstream culture, and the global community”. Dalam pendidikan multikultur, secara umum para siswa akan belajar memahami budaya asing yang berbeda dengan budayanya sendiri dan mempelajarinya namun tanpa mengurangi pemahaman dan kecintaan para siswa akan budayanya sendiri. Hal ini sejalan dengan pernyataan Banks and Banks (2009: 43) bahwa, Teaching about the cultural practices of other people without stereotyping or misinterpreting them and teaching about one’s own cultural practices without invidiously characterizing the practices of other people should be the aims of multicultural education Berdasarkan definisi dan tujuan pendidikan multikultur tersebut, dengan jelas tampak bahwa konsep pendidikan ini, sejalan dengan definisi pendidikan nasional kita, yakni pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU No 2 tahun 2003 tentang Sisdiknas). Pendidikan berbasis multikultur ini pada dasarnya merupakan sarana untuk meningkatkan ‘cultural awareness’ atau kepekaan budaya dalam praktek
13
pembelajaran bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Hal ini sejalan dengan pernyataan Tanaka (2006: 37) mengenai pentingnya cultural awareness dalam konteks
pembelajaran
bahwa
“the
concept
of
‘cultural
awareness’—
understanding of different cultures—has been emphasized as an essential part of English learning and teaching”. Pemahaman mengenai cultural awareness ini juga merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan budaya asal para siswa mengingat tidak semua aspek budaya yang menyertai pembelajaran bahasa asing dinyatakan secara eksplisit dalam pembelajaran Banks and Banks (2009: 37) menyatakan bahwa, some aspects of culture are explicit, and others are implicit learned, and shared outside conscious awareness. Our moods and desires as well as our thoughts are culturally constructed. Oleh karena itu, keberadaan pendidikan berbasis multikultur ini menjadi penting, terutama dalam menjembatani perbedaan budaya yang juga merupakan permasalahan dasar dalam pembelajaran bahasa asing. Brown dalam Richards and Renandya (2002: 12) menyatakan “whenever you teach a language, you also teach a complex system of cultural customs, values, and ways of thinking, feeling, and acting”. Konsep pendidikan berbasis multikultur ini tidak mungkin akan dapat diterapkan dengan efektif manakala tidak melibatkan semua komponen yang terkait dengan proses pembelajaran, termasuk kurikulum, para praktisi pembelajaran, para siswa, dan juga aspek-aspek pembelajaran lainnya, seperti materi pembelajaran dan metode pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan
14
Banks and Banks (2001: xii) dalam bukunya yang berjudul Handbook of Research on Multicultural Education yang mendefinisikan pendidikan multikultur sebagai …. a field of study designed to increase educational equity for all students that incorporates, for this purpose, content, concepts, principles, theories, and paradigms from history, the social and behavioral sciences, and particularly from ethnic studies and women studies. Dimensi multikultur yang dikembangkan oleh Banks and Banks ini menyatakan adanya suatu kerangka konseptual pendidikan multikultural yang melibatkan beberapa unsur, yakni: “content integration, the knowledge construction process, prejudice reduction, an equity pedagogy, and an empowering school culture and social structure”.
C. Konsep tentang Bahasa dan Budaya Lokal Bahasa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya. Foley (2001:19) menyatakan, “ Language is often treated theoretically as a sub system of culture within cognitive anthropology but in practice and structure of language as revealed by modern linguistics has generally served as the paradigm for analyzing other aspects of culture.” Sementara itu Linton (1945 dalam Mesthrie, et al., 2009: 28) menyatakan budaya sebagai ‘the way of life of its members; the collection of ideas and habits which they learn, share and transmit from generation to generation’. Hal ini berarti bahwa budaya dapat diartikan sebagai ‘design for living’, yang memberi makna pada cara dan bentuk kebiasaan yang dianggap pantas dan berterima dari suatu kelompok masyarakat tertentu, sedangkan bahasa diperlakukan sebagai a
15
cultural activity and, at the same time, an instrument for organizing other cultural domains (Sharifian & Palmer, 2007: 1). Sementara itu, Taylor (dalam Peoples & Bailey, 2009: 22) mendefinisikan budaya sebagai “complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, customs, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society.” Dengan kata lain, pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat merupakan komponen budaya. Budaya membuat seseorang menjadi lengkap sekaligus menimbulkan adanya perbedaan di tingkat kelompok, sehingga menjadi pembeda antar satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Banks and Banks (2009: 8) menyatakan bahwa Culture consists of the shared beliefs, symbols, and interpretations within a human group. Most social scientists today view culture as consisting primarily of the symbolic, ideational, and intangible aspects of human societies. The essence of a culture is not its artifacts, tools, or other tangible cultural elements but how the members of the group interpret, use, and perceive them. People in a culture usually interpret the meanings of symbols, artifacts, and behaviors in the same or in similar ways.
Bahasa dan budaya merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Budaya dapat diartikan sebagai kesamaan pemaknaan terhadap aspek-aspek kehidupan manusia dan makna tersebut diekspresikan dengan menggunakan bahasa. Maureen Guirdham, M ( 2005: 46) menyatakan bahwa Culture is about ‘shared meanings’. Meanings are produced and exchanged through language, which is the medium through which we ‘make sense’ of things. Meanings can only be shared through language. Thus, ‘to say that two people belong to the same culture is to say that they interpret the world
16
in roughly the same ways and can express themselves, their thoughts and feelings about the world, in ways which will be understood by each other’. Selain sistem religi dan upacara adat, sistem organisasi sosial dan kemasyarakatan, sistem ilmu pengetahuan, kesenian, sistem ekonomi dan mata pencaharian, serta sistem alat dan teknologi, sebagai salah satu sub sistem budaya, bahasa merupakan unsur budaya yang mencerminkan budaya masyarakat dan menjadi pembeda dari masyarakat yang lain. Ketujuh unsur tersebut akan selalu ditemukan di masyarakat manapun dengan berbagai variasinya (Koentjaraningrat, 1996, dalam Simanjuntak, 2011). Perbedaan budaya merupakan permasalahan utama dalam pendidikan lintas
budaya.
Oleh
karenanya
dalam
konteks
pendidikan
perlu
mempertimbangkan perbedaan budaya. Grant dan Lei (2001: 10-11) lebih lanjut menyarankan empat komponen utama pendidikan yang mempertimbangkan perbedaan sosiokultural dan bahasa, yakni: 1)Subjective and objective support of the identity of socio-cultural and linguistic minority students; 2) Constructing curriculum contents implying and reflecting the positive value of the plurality of cultures and languages; 3) Building communicative, action-oriented skills; and 4) Accepting sociocultural diversity and the plurality of ideas as a challenge for democracy. Dalam konteks pembelajaran bahasa asing, seperti bahasa Inggris, tidak dapat dipungkiri dalam praktek pembelajarannya tidak dapat dilaksanakan secara efektif tanpa disertai pemahaman budaya masyarakat penuturnya. Para praktisi pengajaran bahasa Inggris tentu saja dituntut untuk tidak hanya mengajarkan bahasa namun juga menghadirkan konteks budaya di tempat bahasa itu digunakan. Sementara itu para siswa pun harus mempelajari budaya masyarakat pengguna bahasa yang tengah mereka pelajari. Hal ini merupakan fenomena yang umum
17
dalam pembelajaran bahasa asing karena untuk dapat berkomunikasi secara efektif menggunakan bahasa asing, seorang penutur dituntut tidak hanya memiliki kemampuan berbahasa asing tetapi juga memiliki pemahaman budaya di tempat bahasa asing tersebut digunakan. Apabila hal ini tidak disadari dari awal oleh para praktisi pengajaran bahasa asing, pemahaman budaya asing ini dapat mengarahkan pada penurunan pemahaman para siswa akan budaya mereka sendiri. Apabila hal ini terus berlanjut, tanpa diimbangi dengan langkah-langkah atau upaya pemertahanan budaya lokal, dapat berakibat perubahan perilaku anak didik kita sebagai wujud internalisasi nilai-nilai budaya asing yang telah mereka pelajari, dan pada gilirannya dapat menyebabkan hilangnya pemahaman terhadap budaya lokal dan nasional yang adiluhung. Hal ini akan sangat merugikan kelangsungan budaya bangsa ini. Oleh karenanya, pemahaman akan budaya lokal dan juga kepekaan akan muatan budaya asing amat diperlukan dalam konteks pembelajaran bahasa asing, khususnya bahasa Inggris yang saat ini telah menjadi salah satu bahasa asing terpenting yang harus dipelajari oleh anak didik kita, dari tingkat pendidikan dasar dan bahkan dari tingkat pendidikan yang paling rendah, yakni pada pendidikan anak-anak usia dini. Berdasarkan kenyataan ini, pengenalan dan pemahaman akan budaya lokal perlu ditanamkan sejak dini. Istilah budaya lokal seringkali dikaitkan dengan istilah tradisi yang secara tekstual berarti “adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat, yang berangkat dari penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling
18
baik dan benar” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 1208). Istilah ini membuahkan kata turunan yakni tradisional, yang maknanya juga hampir sama, yakni sebagai sebentuk sikap atau cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. Dengan demikian terminologi dari konsep tradisi itu maknanya dekat dengan konsep dan khazanah lokalitas. Dalam perspektif arkeologi, khazanah tradisi dan budaya lokal kerap diistilahkan sebagai ‘local genius’ (Koentjaraningrat, 1986: 80), yang dalam katakata Wales (dalam Poespowardojo, 1986: 30) diberikan pengertian, “the sum of the cultural characteristic which the vast majority of a people have in common as a result of their experience in early life”. Pentingnya ciri-ciri khas yang ada dalam setiap budaya bangsa, atau yang biasa disebut sebagai ‘pribumi’ itulah yang oleh Wales diistilahkan ‘local genius’, yang di dalamnya terkandung makna sebagai ‘basic personality of each culture’, atau dalam pemaknaan Anderson (2002: 6) disebut sebagai ‘cultural artefacts of a particular kind’. Dengan demikian, local genius merupakan manifestasi dari kepribadian masyarakat, yang tercermin dalam orientasi yang menunjukkan pandangan hidup serta sistem nilainya, dalam persepsi untuk melihat dan menanggapi dunia luarnya, dalam pola, gaya, serta sikap hidup yang ditunjukkan dalam tingkah laku sehari-hari, yang mewarnai perikehidupannya. Adapun wilayah yang menjadi ruang tempat meng-`ada’-nya nilai-nilai local genius itu, seluas pemaknaan hakikat kebudayaan manusia itu sendiri, yang secara substantif, sebagaimana dikemukakan antropolog, Honingmann (dalam
19
Koentjaraningrat, 1990:186-187), menyangkut tiga kategori besar, yakni sistem: ideas, activities, dan artifacts. Lebih lanjut, Koentjaraningrat (2005, dalam Bhaswara, 2008) menggolongkan 4 wujud kebudayaan sebagai perluasan dari kategori tersebut, yaitu kebudayaan sebagai (1) nilai ideologis, (2) sistem gagasan, (3) sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola, dan (4) benda fisik (artifak). Hubungan antara kategori budaya dari Honingmann dan Koentjaraningrat dapat dilihat melalui gambar berikut.
Gb. 1. Kerangka Konsentris Kebudayaan (Koentjaraningrat 2005, dalam Bhaswara, 2008) Diagram kerangka konsentris kebudayaan tersebut dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut (Koentjaraningrat, 1996, dalam Simanjuntak, 2011: 15). 1. Bagian yang paling luar merupakan kebudayaan sebagai artifacts, atau benda-benda fisik.
Yakni berupa benda-benda hasil karya manusia
yang bersifat kongkret yang dapat diraba. Misalnya bangunan, peralatan, dan benda teknologi. Sebutan bagi budaya dalam bentuk konkret ini adalah kebudayaan fisik
20
2.
Bagaian kedua terluar merupakan wujud dan tingkah laku manusia. Wujud berikut ini masih bersifat konkret. Dapat difoto ataupun di film. Semua gerak-gerak yang dilakukan dari waktu ke waktu. Merupakan pola tingkah laku yang dilakukan berdasarkan sistem. Karena itu pola tingakah laku manusia disebut sistem sosial.
3.
Bagian ketiga merupakan wujud
gagasan dari kebudayaan, dan
tempatnya ada didalam diri warga kebudayaan. Kebudayaan dalam wujud ini bersifat abstrak. Dan hanya dapat diketahui dan dipahami setelah ia mempelajarinya dengan mendalam, baik dengan wawancara intensif atau dengan membaca literatur yang sudah ada. Kebudayaan dalam wujud gagasan juga berpola berdasarkan sistem-sistem tertentu yang disebut sistem budaya. 4. Bagian keempat merupakan bagian yang terdalam, merupakan gagasangagasan yang telah dipelajari oleh para warga suatu kebudayaan sejak usia dini dan karenanya sukar diubah. Istilah untuk menyebut unsurunsur kebudayaan yang menjadi pusat dari semua unsur yang lain adalah nilai-nilai budaya, yang menentukan sifat dan corak dari pikiran, cara berfikir, serta tingkah laku manusia sebuah kebudayaan.
D. Pengembangan Materi Ajar Bahasa Materi memainkan peranan yang sangat penting karena membantu proses belajar, menjadi sumber bahasa (source of language), motivator, juga referensi guru dan siswa. Materi yang baik harus sesuai dengan kebutuhan siswa, umur
21
siswa, tingkat kemahiran siswa, minat siswa dan tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran harus bisa memberi model penggunaan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa definisi tentang istilah ‘pengembangan materi ajar (material developments) yang bisa dirunut. Salah satunya adalah yang dikemukakan oleh Hutchinson dan Warters (1987) yang mendefinisikan istilah pengembangan materi sebagai penulisan materi ajar. Sementara itu, Tomlinson (1990: 2) menyatakan bahwa materials development refers to anything which is done by writers, teachers, or learners to provide sources of language input and to exploit those sources in ways which maximize the likelihood of intake. Definisi tentang materi ajar juga dikemukakan oleh Low dalam Nunan (1991: 209) yang menyatakan bahwa “Designing appropriate materials is not a science; it is a strange mixture of imagination, insight, and analytical reasoning, and this fact must be recognized when the materials are assessed. Pada dasarnya proses penyusunan materi ajar (materials design) dapat dikatakan sebagai serangkaian proses yang secara umum dapat dibagi menjadi dua proses utama, yakni: proses pengembangan (developing) dan proses mengevaluasi materi yang dihasilkan (evaluating). Pengembangan materi ajar sanagt terkait dengan proses pemilihan dan pemilahan isi (selecting and grading content), yakni yang terkait dengan jenis tugas dan kegiatan (tasks and activities) yang akan dilakukan siswa atau pengguna materi ajar tersebut. Sedangkan tahap evaluasi materi terkait dengan menilaian apakah materi ajar disusun dengan baik atau tidak.
22
Terkait dengan pemilihan materi yang akan digunakan, Brewster, Ellis, and Girard (2002: 156) menyatakan bahwa materials should relate to the language presented, the type of supplementary language and practice they provide, and the students’ motivation. Materi ajar yang baik hendaknya memenuhi beberapa kriteria. Berikut adalah beberapa pendapat ahli mengenai kriteria pemilihan materi pembelajaran yang baik. Pendapat yang pertama dikemukakan oleh Tomlinson (1998:7-12), yang menyatakan kriteria materi pembelajaran yang baik adalah sebagi berikut: a. materials should achieve impact b. materials should help learners feel at ease c.
materials should help learners to develop confidence
d. what is being taught should be perceived by learners as relevant and useful e.
materials should require and facilitate learners’ self-investment
f.
learners must be ready to acquire the points to be taught
g. materials should expose the learners to language in authentic use h. The learners attention should be drawn to linguistic feature of the input i.
Materials should provide the learners with opportunities to use the target language to achieve communicative purpose
j.
Materials should take into account that learners have different learning styles
23
k.
Materials should take into account that learners differ in affective attitude
l.
Materials should permit a silent period at the beginning of instruction
m. Materials should maximize learning potential by encouraging intellectual, aesthetic and emotional involvement both right and left brain activities. n. Materials should not rely too much on controlled practice o. Materials should provide opportunities for outcome feedback Pendapat kedua dikemukakan oleh Hutchinson dan Waters (1987:107), yang menyatakan bahwa materi pembelajaran yang baik adalah memiliki kriteria berikut: a. the good material do not teach, but encourage learners to learn b. the good materials provide a clear and coherent unit structure which will guide the teacher and learner through various activities to maximize chance of learning. c.
The materials are made with good design and illustration
d. A material must be clear and systematic e.
The good materials should try to create a balanced outlook
f.
The good materials should introduce teachers to new teaching techniques,
Sedangkan menurut Rowntree dalam Richards (2001) materi pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut: a.
Arouse the learners’ interest
24
b.
Remind them of earlier learning
c.
Tell them what they will be learning next
d.
Explain new learning content to them
e.
Relate these ideas to learners’ previous learning
f.
Get learners to think about new content
g.
Help them get feedback on their learning
h.
Encourage them to practice
i.
Make sure they know what supposed to be doing
j.
Enable them to check their progress
k.
Help them to do better
Selain mengemukakan kriteria materi yang baik, lebih lanjut Tomlinson (1998:2) menyatakan pengembangan materi dilakukan oleh penulis, guru, atau siswa sebagai sumber input bahasa (language input) untuk meningkatkan pembelajaran. Sementara itu, Hutchinson dan Waters (1987:109) mengemukakan model bagi materi pembelajaran yang terdiri dari 4 elemen yaitu input, content focus, language focus dan task. Input bisa berupa teks, dialog, rekaman video, diagram dan teks lain. Lebih lanjut Hutchinson dan Waters (1987) menyatakan bahwa input harus berisi: “stimulus materials for activities, new language items, correct model of language use, a topic for communication, opportunities for learners in using their information processing skills and opportunities to use existing knowledge, both of the language and the subject.” Adapun terkait dengan isi (content focus) dan bahasa (language focus), penting kiranya menggunakan non-linguistic content agar komunikasi menjadi
25
bermakna. Aspek pendukung kesuksesan lain yang juga tidak kalah penting adalah adanya pemberian kesempatan pada para siswa untuk menganalisa dan mensintesa komponen-komponen bahasa dan bagaimana bahasa tersebut dipakai. Kegiatan yang disajikan dalam kegiatan pembelajaran harus memberi kesempatan pada siswa untuk menggunakan isi dan bahasa yang mereka pelajari. Menurut Nunan (1989) activities are what learners will do with the input given which form the learning tasks. Aktivitas pembelajaran harus parallel and resemble dengan dunia nyata untuk meunjukan interaksi komunikasi yang genuine. Tipologi kegiatan dan aktivitas kelas untuk pembelajaran bahasa Inggris menurut Pattison dalam Nunan (2004) adalah: a.
Tanya jawab (questions answer)
b.
Dialog dan bermain peran (dialogue and role play)
c.
Mencocokan (matching)
d.
Strategi komunikasi (Communication strategy)
e.
Gambar dan cerita bergambar (picture and picture stories)
f.
Puzzle
g.
Diskusi (discussion and decision)
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Sejalan dengan topik dan tujuan penelitian ini, maka jenis pendekatan yang digunakan adalah research and development (R&D). Alasan penggunaan metode R&D dalam penelitian ini adalah untuk mengatasi adanya kesenjangan antara hasil-hasil penelitian dasar yang bersifat teoritis dengan penelitian terapan yang bersifat praktis. Seperti dikatakan oleh Gall, Gall, Borg ((2003:570-573) R & D adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan yang meliputi materi, prosedur dan proses. Langkah-langkah yang akan dilakukan mengikuti tahapan umum dalam penelitian R &D yaitu pengembangan, uji coba, revisi, uji coba kembali dan diseminasi. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki karakteristikkarakteristik tertentu. Karakteristik tersebut merupakan perpaduan dari sejumlah konsep, prinsip, asumsi, hipotesis, prosedur berkenaan dengan sesuatu hal yang telah ditemukan atau dihasilkan dari penelitian dasar. Menurut Sukmadinata (2005: 166), penelitian tentang fenomena-fenomena yang bersifat fundamental sosial humaniora dilakukan melalui penelitian dasar (basic research), sedang penelitian tentang praktik sosial humaniora dilakukan melalui penelitian terapan (applied research). Sering dihadapi adanya kesenjangan antara hasil-hasil penelitian dasar yang bersifat teoritis dengan penelitian terapan yang bersifat
26
27
praktis. Kesenjangan ini dapat dijembatani dengan adanya penelitian dan pengembangan (R&D).
B. Metode Penelitian Dalam pelaksanaan R&D ini ada beberapa metode yang digunakan, yaitu: deskriptif, evaluatif. Metode penelitian deskriptif, digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada. Metode penelitian evaluatif, digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba pengembangan suatu produk. Metode penelitian eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang dihasilkan. Pada tahap deseminasi, model pengembangan modul pembelajaran bahasa Inggris untuk SMP berbasis multikultur diimplementasikan.
C. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian tahun pertama, data dikumpulkan dengan menggunakan FGD (Focus Group Discussion) untuk mengetahui teknik, saran, pengalaman dan pendapat guru tentang penerapan muatan budaya lokal dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SMP dari para guru pengampu Bahasa Inggris. Selain itu, data utama tentang pola insersi budaya asing didapatkan dengan menganalisis muatan (content analysis) buku-buku ajar Bahasa Inggris yang banyak digunakan di SMP. Instrumen yang digunakan adalah pedoman FGD dan pedoman dokumentasi data, serta foto dan rekaman sebagai pendukung. Bentuk data utama yang dihasilkan adalah transkrip FGD dan kutipan kata/deskripsi dari materi (content) buku ajar dalam bentuk tabel.
28
D. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh lebih bersifat kualitatif, berwujud kata-kata. Data dari FGD dianalisis dengan mengambil pokok-pokok pendapat/saran/pengalaman dan penerapan budaya dalam pengajaran Bahasa Inggris dan membandingkannya satu sama lain.Sedangkan data dari buku-buku ajar Bahasa Inggris SMP dianalisis dengan mengumpulkan dan mengkategorisasi data, mereduksi, menginterpretasi dan menentukan pola dan kemudian membandingkan hasil tersebut melalui diskusi antar peneliti. Hasil dari diskusi ini kemudian dijadikan dasar penyusunan Course Grid buku ajar yang akan kami susun pada penelitian tahun kedua ini.
E. Validitas dan Reliabilitas Data Dalam penelitian ini, validitas dan reliabilitas data khusunya pad penelitian tahun pertama diperoleh dengan beberapa metode, yaitu, (1) metode pengumpulan data ganda, mencakup FGD, dokumentasi dan angket; (2) sumber data ganda, meliputi data lisan, tulisan, dan audiovisual; (3) ketekunan dan kecermatan penelitian, dan (4) diskusi antar peneliti, yaitu keempat peneliti menganalisis seluruh buku ajar yang diteliti, dan kemudian membandingkan dan mendiskusikan hasil temuannya.
29
F. Langkah-langkah Penelitian Studi ini mengikuti teori pengembangna materi dan langkah umum dalam R & D. Sebagai dasar pengembangan peneliti mengunakan teori Dublin dan Olstain tentang course design process seperti dicantumkan dalam Masuhara melalui Tomlinson (1998: 247). Model tersebut bisa digambarkan sebagai berikut: Need analysis
Goals and Objectives
Syllabus Design
Methodology/ Material
Testing and Evaluation
Gambar 4. Course Design Model ( Masuhara in Tomlinson, 1998: 247) Peneliti juga mempertimbangkan tahapan utama R & D yang diusulkan oleh Gall, Gall, Borg (2003: 570-573) sebagai berikut: 1. Research and information collecting (mengumpulkan informasi dan penelitian) 2. Planning (membuat perencanaan) 3. Develop preliminary form of product (mengembangkan produk pendahuluan) 4. Preliminary field testing (uji coba produk pendahuluan) 5. Main product revision (revisi produk utama) 6. Main field testing (Uji coba utama) 7. Operational product revision (revisi produk operasional) 8. Operational field testing (uji coba operasional)
30
9. Final product revision (revisi produk akhir) 10. Dissemination and implementation (diseminasi dan penerapan) Dengan mempertimbangkan 2 model R & D, peneliti mengkombinasikan dan menyederhanakan model. Oleh karena itu prosedur dalam penelitian ini adalah:
1. conducting a needs analysis ( melakukan analisa kebutuhan) 2.
writing the course grid ( merancang course grid)
3. developing the first draft (mengembangkan draft pertama) 4. evaluating the first draft (mengevaluasi draft pertama) 5. developing the second draft ( mengembangkan draft kedua) 6. trying-outs (uji coba 1) 7. evaluating the second draft; (mengevaluasi draft kedua) 8. developing third draft (mengembangkan draft ke tiga) 9. Trying outs (uji coba 2) 10. Developing the final draft (mengembangkan draft terakhir) 11. Diseminasi dan implementasi Tahapan dalam penelitian ini selengkapnya adalah sebagai berikut. 1. conducting a needs analysis ( melakukan analisa kebutuhan) Tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap studi pendahuluan. Dalam tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah melakukan studi pustaka dan survei di lapangan guna mendapatkan: (a) identifikasi buku ajar bahasa Inggris yang saat ini banyak digunakan di SMP di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta; (b) identifikasi tingkat pemahaman dan tanggapan para guru tentang insersi budaya asing dalam buku-bukuajar bahasa Inggris SMP tersebut; (c) identifikasi aspek-
31
aspek multikultur dan pola insersi budaya asing dalam buku-buku ajar bahasa Inggris SMP tersebut. Untuk mendapat informasi tentang aspek budaya yang sebaiknya dikethua siswa penelitia melakukan analisa buku teks dan FGD dengan para guru SMP. Untuk mengathui tentang kebutuhan dalam proses pembelajaran peneliti juga melakukan observasi kelas.
2. writing the course grid ( merancang course grid) Setelah studi pendahuluan dilakukan, langkah berikutnya adalah merancang course grid. Setelah mendapatkan hasil dari analisa kebutuhan, peneliti menggunakan hasil itu sebgai pedoman untuk menyusun course grid yang meliputi unsur pengetahuan tentang budaya dan bahasa yang harus dipelajari siswa. Course grid ini merupakan pedoman dalam pengembangan materi. Course grid ini terdiri dari: aspek budaya, topik tujuan pembelajaran, unsur kebahasaan, contoh ekspresi, kosakata kunci, input teks, media dan aktivitas pembelajaran. Kedua tahapan ini telah dilakukan pada penelitian tahun pertama, yang merupakan studi pendahuluan.
3. developing the first draft (mengembangkan draft pertama) Tahap ini merupakan tahap perancangan silabus dan penyusunan draft awal buku ajar bahasa Inggris SMP yang akan dikembangkan, termasuk di dalamnya sarana dan prasarana yang diperlukan untuk uji coba dan validasi silabus, alat evaluasi dan lain-lain. Proses perancangan awal Course grid sebagai acuan.
ini menjadikan
32
4. evaluating the first draft (mengevaluasi draft pertama) Langkah ini penting untuk dilakukan untuk menjamin bahwa draft awal yang dikembangkan telah mempertimbangkan kelayakan aspek materi maupun aspek pembelajaran. Kajian dan evaluasi terhadap draft awal ini dilakukan oleh ahli materi dan ahli pembelajaran (expert judgement). Langkah ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari ahli materi dan ahli pembelajaran tentang draft awal yang telah dikembangkan. Dengan demikian diharapkan secara prinsip teoretis, rancangan (draft) awal telah memenuhi syarat.
5. developing the second draft ( mengembangkan draft kedua) Berbagai saran dan masukan dari ahli materi dan pembelajaran akan digunakan sebagai pedoman untuk merevisi draft pertama. 6. trying-outs (uji coba) Tujuan dari tahap ini adalah memperoleh deskripsi latar (setting) penerapan atau kelayakan suatu model buku ajar dengan meminta pendapat para praktisi pengajaran bahasa Ingris di SMP dan juga para pakar jika produk tersebut benar-benar layak dikembangkan menjadi buku ajar bahasa Inggris di SMP. Uji coba pendahuluan ini bersifat terbatas. Hasil uji coba terbatas ini dipakai sebagai bahan untuk melakukan revisi terhadap draf buku ajar yang akan dikembangkan.
33
7. evaluating the second draft; (mengevaluasi draft kedua) Evaluasi terhadap draft dilakukan berdasarkan hasil dan informasi yang didapat selama uji coba. Di tahapan ini meliputi pula interview terhadap siswa SMP. 8. developing the third draft (mengembangkan draft ketiga) Infomasi yang diperoleh dari tahapan sebelumnya diguankan untuk memperbaiki draft dan mengembangkan draft terakhir. 9. (trying-outs ) uji coba lanjut Tahap ini biasanya disebut sebagai uji coba utama dengan jangkauan yang lebih luas. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan apakah draf buku ajar yang baru saja dikembangkan itu benar-benar siap dipakai di sekolah tanpa melibatkan kehadiran peneliti atau pengembang produk. Pada umumnya, tahap ini disebut sebagai tahap uji validasi model. 10. Developing the final draft Tahap ini meliputi pengembangan draft terakhir berdasarkan masukan dan informasi yang diperoleh pada tahapan sebelumnnya. 11. Diseminasi dan Implementasi Adapun keseluruhan tahapan-tahapan penelitian ini secara lengkap, dapat dilihat pada gambar berikut.
34
PENGEMBANGAN BUKU AJAR BAHASA INGGRIS SMP BERBASIS MULTI KULTURAL SEBAGAI UPAYA PEMERTAHANAN BUDAYA LOKAL
TAHUN I Studi Pendahuluan, Perencanaan, Pengembangan, dan Validasi.
1. Identifikasi Buku Ajar Bahasa Inggris yang digunakan di SMP di DIY 2. Identifikasi Aspek-aspek Budaya yang ada pada Buku Ajar Bahasa Inggris SMP
1. Identifikasi Tanggapan para Guru tentang insersi Budaya Asing pada Buku Ajar Bahasa Inggris. 2. Identifikasi Apakah Para Guru telah melakukan tentang Insersi Nilai-Nilai Budaya Lokal pada Pembelajaran Bahasa Asing (Analisis Kebutuhan )
Pola/Bentuk Insersi Budaya pada Buku Ajar Bahasa Inggris SMP
TAHUN II Pengembangan Buku Ajar Bahasa Inggris SMP
Penyusunan Silabus dan draf awal Buku Ajar Bahasa Inggris SMP berbasis Multikultural.
Validasi oleh Ahli Materi (expert judgment)
Uji Coba Keterbacaan Buku Ajar di Lapangan Terbatas.
Uji Coba Keterbacaan Buku Ajar di Lapangan Luas.
Model Buku Ajar
Sosialisasi/Desiminasi dan Publikasi Model Buku Ajar
Evaluasi dan Revisi
35
E. Hasil/Sasaran yang Direncanakan Penelitian ini merupakan penelitian multitahun tahun kedua. Pada tahun kedua ini hasil yang diharapkan adalah pengembangan buku ajar bahasa Inggris SMP untuk kelas VII berbasis multikultur dengan memasukkan aspek-aspek budaya lokal atau budaya bangsa Indonesia sendiri.
36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN
Pada bab ini disajikan hasil penelitian yang dibagi menjadi dua bagian berupa berupa tahapan-tahapan penyusunan model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII semester 1 dan deskripsi karakteristik model buku ajar Bahasa Ingris kelas VII yang dikembangkan. Berikut adalah tahapan-tahapan penelitian yang telah
dilaksanakan
untuk
mencapai
tujuan
utama
penelitian
yakni,
mengembangkan model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII.
A. Tahapan Penyusunan Buku Ajar Bahasa Inggris SMP Kelas VII 1. Conducting Needs Analysis ( melakukan analisa kebutuhan) Tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap studi pendahuluan. Tahapan ini telah dilaksanakan pada penelitian tahun pertama. Berdasarkan penelitian tahun pertama teridentifikasi tujuh judul buku ajar Bahasa Inggris yang dipakai sebagai
sumber bahan belajar di SMP utamanya kelas VII di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketujuh buku ajar inilah yang kemudian dijadikan sampel penelitian ini. Ketujuh buku tersebut adalah sebagai berikut: 1) Real Time ( Erlangga), 2) English on Sky (Erlangga), 3) Interactive English (Yudhistira), 4) The Bridge to English Competence (Yudistira), 5) English in Focus (BSE), 6) Passport to the World (Platinum Tiga Serangkai), dan 7) Scaffolding (BSE). Sementara itu berdasarkan hasil Focus Group Discussion yang dilaksanakan pada tanggal 11 Juli 2011 di Ruang Cine Club FBS UNY dan
36
37
melibatkan 20 orang guru Bahasa Inggris SMP yang mengajar di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan juga 10 orang guru bahasa Inggris SMP yang mengajar di propinsi Kalimantan Selatan yang sedang menempuh S2 di Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta diperoleh informasi tentang tingkat pemahaman guru mengenai insersi budaya asing pada praktik pembelajaran bahasa asing khususnya bahasa Inggris, dan juga tanggapan mereka akan perlunya melakukan insersi budaya lokal dan aspek budaya yang diajarkan serta cara mengintegrasikannya di dalam proses pembelajaran. Secara umum sebagian besar peserta FGD menyatakan telah menginsersikan budaya Indonesia dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Komponen budaya yang dimaksud secara umum dibagi menjadi tiga komponen umum kebudayaan yakni, cultural knowledge, patterns of behaviours dan cultural representations Selain itu, berdasarkan pembacaan pada ketujuh buku ajar Bahasa Inggris yang dijadikan sampel penelitian ini berhasil teridentifikasi aspek-aspek multikultur dan juga komponen-komponen budaya yang diinsersikan pada materi pembelajaran bahasa Inggris, baik yang berupa budaya Indonesia maupun budaya barat, yang utamanya diwakili oleh budaya Amerika. Berbicara mengenai aspekaspek multikultur, dalam ketujuh buku yang dijadikan sampel penelitian ini ditemukan beberapa aspek multikultur, utamanya yang terkait dengan aspek gender, ethnicity, race, dan culture. Aspek gender (perbedaan jenis kelamin) ditunjukkan dengan adanya pemakaian model gambar untuk ilustrasi maupun nama-nama orang yang digunakan dalam teks bacaan yang mewakili kedua jenis kelamin, yakni laki-laki dan wanita. Sementara itu, aspek ethnicity dan race
37
38
ditunjukkan misalnya dengan: 1) penggunaan nama-nama orang yang berasal dari suku bangsa yang berbeda, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar Indonesia, seperti dari India, Jepang, Jerman, dan Indonesia (misalnya penggunaan nama Hans, Butet, Made, Wisnu, Alice, dan sebagainya); dan 2) teks dan gambar tentang makanan khas satu negara (seperti, pasta, pizza, fried rice (yang dikenal sebagai nasi goreng dalam budaya Indonesia). Dari keempat aspek multi kultur tersebut aspek budaya (culture) lah yang paling dominan. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat sampel penelitian ini adalah buku ajar bahasa (yang dalam hal ini buku ajar bahasa Inggris SMP). Ketika berbicara mengenai bahasa tentu tidak bisa dilepaskan dengan perbincangan mengenai budaya, mengingat bahasa merupakan bagian dari budaya. Oleh karenanya mengajarkan bahasa tidaklah mungkin dilakukan tanpa disertai dengan mengajarkan budaya masyarakat penuturnya seperti halnya ungkapan Brown dalam Richards and Renandya (2002: 12) bahwa “whenever you teach a language, you also teach a complex system of cultural customs, values, and ways of thinking, feeling, and acting”. Oleh karena itu aspek multikultur yang berupa aspek budaya (culture) lah yang kemudian menjadi fokus pembahasan dalam bab ini. Secara umum aspek budaya dapat dikategorikan menjadi tiga komponen utama budaya yakni cultural knowledge/belief, patterns of behaviour, dan cultural representations.
38
39
2. Writing the Course Grid ( merancang course grid) Setelah studi pendahuluan dilakukan, langkah berikutnya adalah merancang course grid. Setelah mendapatkan hasil dari analisa kebutuhan, peneliti menggunakan hasil itu sebagai pedoman untuk menyusun course grid yang meliputi unsur pengetahuan tentang budaya dan bahasa yang harus dipelajari siswa. Course Grid Pertama yang disusun terdiri dari beberapa komponen: Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Nama Unit/ Topik. Fokus Kebahasaan, Contoh Ungkapan, Kosakata, Teks, dan Aktivitas Pembelajaran dan Aspek Budaya yang diinsersikan. Course grid ini merupakan pedoman dalam pengembangan materi. Sebelum dikembangkan menjadi materi terlebih dahulu, Tim peneliti meminta masukan dari beberapa ahli pembelajaran bahasa Inggris, yang dalam hal ini adalah bapak Prof. Sugirin, Ph.D., dan akhirnya mengalami perubahan menjadi Draft Course Grid Kedua, yang terdiri dari: Nama Unit, Basic Competence, Skills, Language Function, Grammar, Pronunciaion, dan Cultural Aspects yang diinsersikan. Secara detail draft Course Grid Pertama dan Kedua ada pada bagian lampiran laporan ini.
3. Developing the First Draft (mengembangkan draft pertama) Tahap ini merupakan tahap pengembangan Course Grid Kedua dan penyusunan draft awal buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII semester 1 yang akan dikembangkan, termasuk di dalamnya sarana dan prasarana yang diperlukan untuk uji coba dan validasi silabus, alat evaluasi dan lain-lain. Proses perancangan
39
40
awal
ini menjadikan draft Course grid 2 digunakan sebagai acuan. Secara
lengkap draft model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII ada di lampiran.
4. Evaluating the First Draft (mengevaluasi draft pertama) Langkah ini penting untuk dilakukan untuk menjamin bahwa draft awal yang dikembangkan telah mempertimbangkan kelayakan aspek materi maupun aspek pembelajaran. Kajian dan evaluasi terhadap draft awal ini dilakukan oleh ahli pembelajaran (expert judgement) dan guru sebagai pengguna. Langkah ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari ahli pembelajaran dan guru bahasa Inggris SMP tentang draft awal yang telah dikembangkan. Dengan demikian diharapkan secara prinsip teoretis, rancangan (draft) awal telah memenuhi syarat. Pada tahapan ini Tim peneliti memperoleh masukan dari ahli pembelajaran terkait draft awal model buku ajar yang telah dikembangkan. Pada tahap ini terdapat banyak masukan dari ahli pembelajaran bahasa Inggris, terutama terkait permasalahan addressing system yang ada pada teks-teks dialog, kesalahan grammatikal yang masih ditemukan pada draft model buku ajar, dan juga materi budaya yang diinsersikan. Selanjutnya, Tim peneliti melakukan revisi pada draft model buku ajar yang pertama ini sesuai dengan masukan yang diterima.
5. Developing the Second Draft ( mengembangkan draft kedua) Berbagai saran dan masukan dari ahli materi dan pembelajaran digunakan sebagai pedoman untuk merevisi draft pertama dan menyusun draft kedua. Secara lengkap draft model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII baik yang 40
41
merupakan draft awal atau draft pertama maupun draft kedua yang disusun terdapat pada bagian lampiran laporan ini. 6. Trying-outs (uji coba) Tujuan dari tahap ini adalah memperoleh deskripsi latar (setting) penerapan atau kelayakan suatu model buku ajar dengan meminta pendapat para praktisi pengajaran bahasa Ingris di SMP dan juga para pakar
jika produk
tersebut benar-benar layak dikembangkan menjadi buku ajar bahasa Inggris di SMP. Uji coba pendahuluan ini bersifat terbatas. Hasil uji coba terbatas ini dipakai sebagai bahan untuk melakukan revisi terhadap draf buku ajar yang akan dikembangkan. Uji coba terbatas pada draft kedua model buku ajar dilaksanakan pada minggu pertama dan kedua bulan November 2012 di salah satu kelas VII SMP Muhammadiyah Mlati, Sleman Yogyakarta. Pada tahapan ini juga didapatkan masukan dari dua orang guru bahasa Inggris yang mengajar di kelas VII, yakni seorang guru Bahasa Inggris yang mengajar di SMP Muhammadiyah 2 Mlati dan seorang guru dari SMPN 1 Prambanan Sleman terkait materi yang dikembangkan. Pada tahapan ini para siswa dan kedua orang guru diminta bantuannya untuk mengisi kuesioner yang terlah disiapkan oleh Tim peneliti terkait dengan draft model buku ajara yang dikembangkan. Secara lengkap drat kuesioner yang diberikan ada pada lampiran. Adapun hasil analisa dari angket yang dikumpulkan secara rinci ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 beserta Diagram 1, 2, dan Diagram 3 sebagai berikut.
41
42
Tabel 1: Pendapat siswa mengenai penyajian aspek budaya lokal-asing secara berimbang dalam materi
Valid sangat setuju setuju kurang setuju tidak setuju Total
Frequency
Percent
5
17,24138
12
41,37931
7
24,13793
5
17,24138
29
100
Valid Percent 17,24138 41,37931 24,13793 17,24138 100
Tabel 2: Materi yang dikembangkan memuat informasi tentang budaya lokalasing Pendapat Guru
Valid sangat setuju setuju Total
Frequency
Percent
Valid Percent
2 1 3
66,66667 33,33333 100
66,66667 33,33333 100
42
43
Tabel 3: Budaya lokal-asing disajikan secara berimbang-pendpat guru Frequency Valid sangat setuju 2 kurang setuju 1 Total 3
Percent
Valid Percent
66,66667 33,33333 100
66,66667 33,33333 100
43
44
7. Evaluating the Second Draft (mengevaluasi draft kedua) Evaluasi terhadap draft dilakukan berdasarkan hasil dan informasi yang didapat selama uji coba. Pada tahapan ini dilakukan evaluasi terhadap draf kedua model buku ajar yang dikembangkan dengan memperhatikan masukan yang telah didapatkan baik dari guru maupun dari para siswa SMP kelas VII yang menjadi subjek dalam uji coba draf model buku ajar. Berdasarkan evaluasi terhadap angket yang diberikan baik pada guru maupun pada siswa secara umum model buku ajar bahasa Inggris yang dikembangkan cukup bisa dipahami oleh siswa dan juga oleh guru, atau memiliki tingkat keterbacaan yang baik. Sejumlah 12 siswa atau 41,3 % siswa menyatakan setuju bahwa materi budaya yakni budaya lokal Indonesia dan budaya barat disajikan secara berimbang. Sebagain besar siswa menyatakan materinya menarik, tapi mungkin perlu ditambah gambar. Kedua orang responden guru menyatakan bahwa materi yang dikembangkan berisi budaya lokal Indonesia budaya barat yang disajikan secara berimbang dalam model buku ajar yang dikembangkan. Selain itu, para guru juga memberikan masukan terkait dengan aktivitas ataupun task yang ada dalam model buku ajar tersebut, meski secara umum mereka menyatakan model buku ajar tersebut sesuai dengan tingkat pemahaman siswa dan cukup menarik karena memasukkan unsur-unsur budaya nusantara.
8. Developing the Third Draft (mengembangkan draft ketiga) Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tahapan sebelumnya Tim peneliti melakukan perbaikan pada draft kedua model buku ajar dan
44
45
mengembangkan drat ketiga buku ajar bahasa Inggris SMP kelas VII semester 1 yang berbasis multikultur. 9. Uji Coba Lanjut (trying-outs ) Tahap ini biasanya disebut sebagai uji coba utama dengan jangkauan yang lebih luas. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan apakah draf buku ajar yang baru saja dikembangkan itu benar-benar siap dipakai di sekolah tanpa melibatkan kehadiran peneliti atau pengembang produk. Pada umumnya, tahap ini disebut sebagai tahap uji validasi model. Tahapan ini dilaksanakan dengan melibatkan seluruh siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 2 Mlati, Sleman yang terdiri dari 3 kelas dan juga satu kelas di SMPN 1 Prambanan, Sleman. Uji coba ini dilaksanakan oleh para guru bahasa Inggris di sekolah tersebut tapa kehadiran peneliti. Secara umum, para guru menyatakan bahwa matr yang ada pada model buku ajar ini cukup menarik dan sesuai dengan tingkat pemahaman siswa sehingga siswa tidak mengalamai kesulitan dalam memahami bentuk bahasa yang digunakan dan juga mengerjakan Task yang ada dalam buku aja tersebut. 10. Developing the Final Draft Tahap ini meliputi pengembangan draft terakhir berdasarkan masukan dan informasi yang diperoleh pada tahapan sebelumnnya. Pada tahapan ini draft ketiga model buku ajar direvisi sesuai denga masukan dari para guru yang melakukan uji coba di lapangan dan menghasilkan draft akhir model buku ajar bahasa Inggris kelas VII semester 1 yang berjudul Multicultural-based English Book for Grade VII of Junior High School.
45
46
11. Diseminasi Diseminasi produk yang dihasilkan dilaksanakan melalui seminar hasil penelitian Unggulan yang dilaksanakan di LPPM UNY. Adapun deskripsi model buku ajar yang disusun, selengkapnya dideskripskan pada sub bagian berikut.
B. Deskripsi Model Buku Ajar yang Disusun Sub bagian ini akan mendeskripsi model buku ajar bahasa Inggris kelas VII semester 1 yang telah disusun/ dikembangkan dalam penelitian ini. Pada sub bagian ini secara umum akan diuraikan deskripsi keempat unit yang ada dalam draft buku ajar yang dikembangkan, terutama draft yang ketiga yang merupakan draft akhir model buku ajar. Deskripsi secara umu akan dimulai dengan deskripsi Course Grid dan kemudian deskripsi buku secara umum, dan juga deskripsi setiap unit yang ada pada model buku ajar. 1. Coursegrid Coursegrid berisi Unit Title (judul unit), Basic Competence (Kompetensi Dasar/KD, termasuk keterampilan bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai tujuan pembelajaran dalam bentuk narasi ringan sehingga diharapkan bisa mudah dimengerti siswa), Skills, Language Function (fungsi bahasa, yaitu jenis teks dan sub-keterampilan bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai Language Focus), Grammar (tata bahasa yang relevan dengan KD yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai Grammar Focus), Pronunciation (cara pelafalan yang relevan dengan fungsi bahasa yang dipelajari; aspek ini
46
47
dimunculkan sebagai Pronunciation Zone), dan Cultural Aspects (aspek budaya Indonesia dan barat yang relevan dengan topik unit atau sub unit, teks dan keterampilan bahasa yang dipelajari; aspek kultur ini dimunculkan sebagai Cultural Note). 2. Deskripsi Umum Setelah coursegrid dibuat, langkah selanjutnya adalah membuat kerangka atau outline setiap unit yang dikembangkan dari coursegrid, termasuk desain tampilannya. Desain tampilannya meliputi penentuan jenis dan ukuran font untuk judul unit, sub unit, judul task, dan isinya; penentuan desain gambar halaman judul setiap unit serta desain untuk fitur Language Focus, Grammar Focus, Pronunciation Zone, dan Cultural Note. Pendekatan yang digunakan dalam buku ini adalah Communicative Approach
dengan
Text-based
language
teaching
sebagai
metode
penyampaiannya. Namun, langkah-langkah dalam metode ini tidak disebutkan secara eksplisit. Prinsip penyajian materi dan latihan adalah secara kontekstual, dari mudah ke sulit, dari sederhana ke kompleks, dan dari dependent/joint ke mandiri. Ada bervariasi instruksi dari tasks yang diberikan, misalnya menjodohkan, multiple choice, short answer, dsb., dengan variasi pengerjaan secara klasikal, kelompok kecil, berpasangan dan individu. Terdapat banyak gambar/figures yang disertakan dalam setiap unit, baik sebagai inti/bagian tak terpisahkan dari unit/task, ataupun sebagai ilustrasi/pelengkap sebuah task. Seringkali, gambar berfungsi sebagai task itu sendiri (misal, task yang meminta siswa melabeli gambar), sebagai ilustrasi task untuk membantu pemahaman
47
48
siswa, ataupun sebagai fitur pelengkap untuk membuat sebuah task/unit semakin menarik. Bahan ajar yang dikembangkan terdiri dari 4 unit, dengan tema Hello (Unit 1), Things Around Us (unit 2), Health (unit 3), dan Food and Beverages (unit 4). SK dan KD yang dicakup dalam buku ini merupakan SK dan KD untuk semester pertama kelas VII jenjang SMP. Selain unit-unit utama, buku ini dilengkapi dengan Key Answers (Kunci Jawaban), Listening Scripts (Skrip untuk kegiatan Meyimak), dan References (referensi buku dan websites, termasuk untuk sumber gambar yang dipakai). Adapun outline/kerangka unit secara umum meliputi Judul unit dan tujuan pembelajaran, Section One (Oral Cycle) dan Section Two (Written Cycle). Task pertama pada setiap section merupakan warming-up terhadap tasks berikutnya. Pada Section One (Oral Cycle) terdapat beberapa tasks yang secara terintegrasi bertujuan membangun keterampilan menyimak dan berbicara. Pada section ini, terdapat Pronunciation Zone, Grammar Focus (jika diperlukan), Language Focus, dan Cultural Note. Sementara itu, pada Section Two (Written Cycle) terdapat beberapa tasks yang secara terintegrasi bertujuan membangun keterampilan membaca dan menulis. Pada section ini, terdapat Grammar Focus dan Cultural Note, serta Language Focus (jika diperlukan). Pronunciation Zone memuat penjelasan dan atau latihan-latihan untuk melatih aspek-aspek tertentu (sesuai coursegrid) dari keterampilan pelafalan siswa, yang pada akhirnya akan membantu mereka dalam mengerjakan listening dan speaking tasks. Grammar Focus terdapat pada Section One and Two, sesuai
48
49
dengan kebutuhan. Pada bagian ini dibahas aspek-aspek tata bahasa yang relevan dan terkait dengan materi dan tasks yang telah atau akan dibahas; aspek-aspek tata bahasa tersebut juga disesuaikan dengan KD yang harus dikuasai di kelas VII. Sementara itu, Language Focus memuat aspek-aspek fungsi kebahasaaan yang terkait/relevan dengan SK/KD serta keterampilan bahasa yang dikuasai. Seperti dikemukakan, bahan ajar ini dikembangkan dengan tujuan untuk mengenalkan budaya Indonesia, selain budaya barat, secara berimbang dan terintegrasi. Integrasi tersebut dilakukan secara eksplisit dan implisit. secara eksplisit, aspek-aspek budaya Indonesia dan barat ditonjolkan melalui fitur Cultural Note dan Proverb. Cultural Note berisi tentang catatan/penjelasan lebih lanjut tentang unsur budaya yang terkandung dalam materi/tasks yang diberikan. Unsur budaya tersebut disajikan secara berimbang (budaya barat dan Indonesia) dan siswa dirangsang untuk berpikir dan membandingkan keduanya. Prinsip penyajiannya adalah immediate, yaitu segera setelah materi/latihan terkait budaya. Jadi, fitur ini bisa diletakkan di manapun dalam sebuah unit, sesuai dengan materi/tasks terkait budaya yang diberikan, dan disajikan lebih dari satu kali dalam satu unit. Sementara itu, fitur Proverb menyajikan peribahasa dalam bahasa Inggris dan ekuivalensinya dalam bahasa Indonesia; fitur ini diletakkan di akhir setiap unit. Sedangkan secara implisit, integrasi budaya dilakukan melalui materi/tasks bertema budaya yang diberikan. Misalkan, pada unit satu, terdapat materi tentang perkenalan dengan menggunakan Mrs, Ms, dan Mr dan kartu tanda pengenal dari berbagai jenis dan negara; pada unit 4, terdapat materi tentang cara membuat nasi goreng, dsb.
49
50
Outline pada setiap unit adalah sbb.:
JUDUL UNIT DESKRIPSI UNIT
SECTION ONE Warming up tasks PRONUNCIATION ZONE dan tasks Listening tasks LANGUAGE FOCUS GRAMMAR FOCUS (jika dibutuhkan) CULTURAL NOTE (posisi disesuaikan dengan materi yang relevan) Speaking tasks
SECTION TWO Warming up tasks Reading tasks CULTURAL NOTE (posisi disesuaikan dengan materi yang relevan) LANGUAGE FOCUS GRAMMAR FOCUS dan tasks Writing tasks
50
51
3. Deskripsi per unit Sub bagian ini menguraikan deskripsi rinci dari setiap unit yang ada dalam buku ini, yang terdiri atas 4 unit utama sebagai berikut. a. Unit 1 Unit 1 berjudul Hello!, dengan topik salam dan perkenalan, dan jenis teks yang diperkenalkan adalan macam dan bagian dari kartu identitas/tanda pengenal dan personal letters. Unit ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Section One (Oral Cycle), yang mencakup keterampilan menyimak dan berbicara, dan Section Two (Written Cycle) , yang mencakup keterampilan membaca dan menulis. Tasks (latihan) pada setiap section dibahas secara singkat dibawah ini. 1) Section One (Oral Cycle) Walaupun menggunakan model text-based approach, batas dan awal setiap langkah tidak disajikan secara eksplisit. Karena merupakan siklus lisan, terdapat fitur Pronunciation Zone dan Language Focus yang berisi penjelasan dan atau latihan terkait pelafalan dan fungsi bahasa yang dipakai. Terdapat 15 tasks dalam section ini, mulai dari warming-up/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the field. Pronunciation Zone yang dilatihkan adalah sentence stress, sedangkan ekspresi-ekspresi (fungsi) bahasa yang dibahas adalah salam dan memperkenalkan diri sendiri dan orang lain dan meresponnya. Unsur budaya yang diintegrasikan adalah perbandingan sistem sapaan dan pemberian nama, perbandingan penggunaan Mr, Ms, dan Mrs; penggunaan nama depan dan nama belakang, dan perbedaan pembagian waktu pada budaya Indonesia dan barat.
51
52
2) Section Two (Written Cycle) Seperti halnya pada Section One, walaupun menggunakan model textbased approach, batas dan awal setiap langkah pada section ini tidak disajikan secara eksplisit. Jenis teks yang diajarkan dalam unit ini adalah identity cards dan personal letters. Terdapat 11 tasks dalam section ini, mulai dari warmingup/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the field. Karena merupakan siklus tertulis, terdapat fitur Grammar Focus berupa simple present tense, yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembelajaran menulis, terutama personal letters. Unsur budaya yang diintegrasikan dalam section ini adalah jenis dan bagian-bagian kartu identitas (identity cards) serta perbandingan antara kartu identitas Indonesia dan kartu identitas negara barat. Proverb yang diberikan adalah “Where there is a will, there is a way” yang sama artinya dengan peribahasa “Dimana ada kemauan, disitu ada jalan”.
b. Unit 2 Unit 2 berjudul Things Around Us, dengan topik hal-hal terdekat di lingkungan siswa (sekolah) dan Kompetensi Dasar (D) menanyakan dan mengungkapkan informasi, mengungkapkan kesopanan dan terima kasih, serta jenis teks timetables/jadwal dan email. Unit ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Section One (Oral Cycle), yang mencakup keterampilan menyimak dan berbicara, dan Section Two (Written Cycle) , yang mencakup keterampilan membaca dan menulis. Tasks (latihan) pada setiap section dibahas secara singkat dibawah ini.
52
53
1) Section One (Oral Cycle) Walaupun menggunakan model text-based approach, batas dan awal setiap langkah tidak disajikan secara eksplisit. Karena merupakan siklus lisan, terdapat fitur Pronunciation Zone dan Language Focus yang berisi penjelasan dan atau latihan terkait pelafalan dan fungsi bahasa yang dipakai. Terdapat 20 tasks dalam section ini, mulai dari warming-up/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the field. Pronunciation Zone yang dilatihkan adalah linking sounds, sedangkan ekspresi-ekspresi (fungsi) bahasa yang dibahas adalah memberi dan mengungkapkan informasi,. Untuk menunjang keterampilan menyimak dan berbicara yang dikembangkan, Grammar Focus membahas demonstrative pronouns, singular/plural (is,are, etc.), serta cara mengungkapkan waktu/jam. Unsur budaya yang diintegrasikan adalah perbedaan cara mengungkapkan dan ekspresi kesopanan, berterima kasih, dan sebutan “Pak” dan “Bu”, cara meminta dan mengungkapkan informasi, nama-nama mata pelajaran, norma kesopanan dalam bertelepon, dan perbedaan pembagian jam/alokasi waktu di sekolah. 2) Section Two (Written Cycle) Seperti halnya pada Section One, walaupun menggunakan model textbased approach, batas dan awal setiap langkah pada section ini tidak disajikan secara eksplisit. Jenis teks yang diajarkan dalam unit ini adalah jadwal/timetables dan emails. Terdapat 7 tasks dalam section ini, mulai dari warming-up/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the field.
53
54
Karena merupakan siklus tertulis, terdapat fitur Grammar Focus masih berupa simple present tense, yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembelajaran menulis, yaitu email. Unsur budaya yang diintegrasikan dalam section ini adalah perbedaan nama mata pelajaran dan school period and timetables di sekolah Indonesia dan kartu identitas negara barat. Proverb yang diberikan adalah “Practice makes perfect” yang sama artinya dengan peribahasa “Alah bisa karena biasa”.
c. Unit 3 Unit 3 berjudul Health, dengan kesehatan, dan jenis teks yang diperkenalkan adalan pengumuman/announcement dan notices. Unit ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Section One (Oral Cycle), yang mencakup keterampilan menyimak dan berbicara, dan Section Two (Written Cycle) , yang mencakup keterampilan membaca dan menulis. Tasks (latihan) pada setiap section dibahas secara singkat dibawah ini.
1) Section One (Oral Cycle) Walaupun menggunakan model text-based approach, batas dan awal setiap langkah tidak disajikan secara eksplisit. Karena merupakan siklus lisan, terdapat fitur Pronunciation Zone dan Language Focus yang berisi penjelasan dan atau latihan terkait pelafalan dan fungsi bahasa yang dipakai. Terdapat 15 tasks dalam section ini, mulai dari warming-up/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the field. Pada Pronunciation Zone yang
54
55
dilatihkan adalah word stress dan intonasi, sedangkan ekspresi-ekspresi (fungsi) bahasa yang dibahas adalah ekspresi perintah/command, permintaan maaf, dan larangan. Unsur budaya yang diintegrasikan adalah budaya “masuk angin dan kerokan”, serta ungkapan permintaan maaf pada budaya Indonesia dan barat.
2) Section Two (Written Cycle) Seperti halnya pada Section One, walaupun menggunakan model textbased approach, batas dan awal setiap langkah pada section ini tidak disajikan secara eksplisit. Jenis teks yang diajarkan dalam unit ini adalah identity cards dan personal letters. Terdapat 12 tasks dalam section ini, mulai dari warmingup/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the field. Karena merupakan siklus tertulis, terdapat scaffold sebuah notice/poster yang berisi larangan. Fitur Grammar Focus yang diberikan berupa kalimat imperatif, yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembelajaran menulis, yaitu membuat notice yang bersifat larangan. Unsur budaya yang diintegrasikan dalam section ini adalah berbagai jenis notices dan announcement, PPPK dan first aids di Indonesia dan kartu identitas negara barat. Proverb yang diberikan adalah “No pain no gain” yang sama artinya dengan peribahasa “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”.
55
56
d. Unit 4 Unit 4 berjudul Food and Beverages, dengan topik makanan dan minuman, dan jenis teks yang diperkenalkan adalan procedures, khususnya resep masakan. Unit ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Section One (Oral Cycle), yang mencakup keterampilan menyimak dan berbicara, dan Section Two (Written Cycle) , yang mencakup keterampilan membaca dan menulis. Tasks (latihan) pada setiap section dibahas secara singkat dibawah ini. 1) Section One (Oral Cycle) Walaupun menggunakan model text-based approach, batas dan awal setiap langkah tidak disajikan secara eksplisit. Karena merupakan siklus lisan, terdapat fitur Pronunciation Zone dan Language Focus yang berisi penjelasan dan atau latihan terkait pelafalan dan fungsi bahasa yang dipakai. Terdapat 15 tasks dalam section ini, mulai dari warming-up/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the field. Pronunciation Zone yang dilatihkan adalah word dan sentence stress, sedangkan ekspresi-ekspresi (fungsi) bahasa yang dibahas adalah instruksi dan urutan-urutannya, serta scaffold teks prosedur, dan pada Grammar Zone, diberikan penjelasan dan latihan tentang nouns. Unsur budaya yang diintegrasikan adalah etika makan di budaya Indonesia dan barat dan beberapa makanan khas/tradisional Indonesia. 2) Section Two (Written Cycle) Seperti halnya pada Section One, walaupun menggunakan model textbased approach, batas dan awal setiap langkah pada section ini tidak disajikan secara eksplisit. Jenis teks yang diajarkan dalam unit ini adalah identity cards dan
56
57
personal letters. Terdapat 11 tasks dalam section ini, mulai dari warmingup/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the field. Karena merupakan siklus tertulis, terdapat fitur Grammar Focus berupa action verbs, yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembelajaran menulis, yaitu prosedur. Unsur budaya yang diintegrasikan dalam section ini adalah etika makan di budaya Indonesia dan barat dan beberapa jenis makanan khas/tradisional Indonesia. Proverb yang diberikan adalah “different pond different fish” yang sama artinya dengan peribahasa “lain padang lain belalang lain lubuk lain ikannya”.
57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan data hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada Bab IV, dan juga sejalan dengan fokus atau rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penyusunan buku ajar bahasa Inggris untuk SMP kelas VII semester 1 yang berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal dilaksanakan dalam sebelas tahap yakni: 1) Conducting
Needs Analysis ( melakukan analisa
kebutuhan), 2) Writing the Course Grid ( merancang course grid), 3) Developing the First Draft (mengembangkan draft pertama), 4) Evaluating the First Draft (mengevaluasi draft pertama), 5) Developing the Second Draft (mengembangkan draft kedua), 6) Trying-outs (uji coba), 7) Evaluating the Second Draft (mengevaluasi draft kedua), 8) Developing the Third Draft (mengembangkan draft ketiga), 9) Uji Coba Lanjut (trying-outs ), 10) Developing the Final Draft, dan 11) Diseminasi 2.
Sebagaimana buku ajar bahasa Inggris yang lain, model buku ajar bahasa Inggris SMP kelas VII yang berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal di dalamnya dilengkapi dengan Course Grid yang berisi Unit Title (judul unit), Basic Competence (Kompetensi Dasar/KD, termasuk keterampilan bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai tujuan pembelajaran dalam bentuk narasi ringan sehingga diharapkan bisa mudah dimengerti siswa),
58
59
Skills, Language Function (fungsi bahasa, yaitu jenis teks dan subketerampilan bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai Language Focus), Grammar (tata bahasa yang relevan dengan KD yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai Grammar Focus), Pronunciation (cara pelafalan yang relevan dengan fungsi bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai Pronunciation Zone), dan Cultural Aspects (aspek budaya Indonesia dan barat yang relevan dengan topik unit atau sub unit, teks dan keterampilan bahasa yang dipelajari; aspek kultur ini dimunculkan sebagai Cultural Note). Secara umum pendekatan yang digunakan dalam buku ini adalah Communicative Approach dengan Text-based language teaching sebagai metode penyampaiannya. Bahan ajar yang dikembangkan terdiri dari 4 unit, dengan tema Hello (Unit 1), Things Around Us (unit 2), Health (unit 3), dan Food and Beverages (unit 4). SK dan KD yang dicakup dalam buku ini merupakan SK dan KD untuk semester pertama kelas VII jenjang SMP. Adapun outline/kerangka unit secara umum meliputi Judul unit dan tujuan pembelajaran, Section One (Oral Cycle) dan Section Two (Written Cycle). Task pertama pada setiap section merupakan warming-up terhadap tasks berikutnya. Pada Section One (Oral Cycle) terdapat beberapa tasks yang secara terintegrasi bertujuan membangun keterampilan menyimak dan berbicara. Pada section ini, terdapat Pronunciation Zone, Grammar Focus (jika diperlukan), Language Focus, dan Cultural Note. Sementara itu, pada Section Two (Written Cycle) terdapat beberapa tasks yang secara terintegrasi bertujuan membangun keterampilan membaca dan menulis. Pada section ini, terdapat Grammar Focus
60
dan Cultural Note, serta Language Focus (jika diperlukan). Pronunciation Zone memuat penjelasan dan atau latihan-latihan untuk melatih aspek-aspek tertentu (sesuai coursegrid) dari keterampilan pelafalan siswa, yang pada akhirnya akan membantu mereka dalam mengerjakan listening dan speaking tasks. Seperti dikemukakan, bahan ajar ini dikembangkan dengan tujuan untuk mengenalkan budaya Indonesia, selain budaya barat, secara berimbang dan terintegrasi. Integrasi tersebut dilakukan secara eksplisit dan implisit. secara eksplisit, aspek-aspek budaya Indonesia dan barat ditonjolkan melalui fitur
Cultural
Note
dan
Proverb.
Cultural
Note
berisi
tentang
catatan/penjelasan lebih lanjut tentang unsur budaya yang terkandung dalam materi/tasks yang diberikan. Unsur budaya tersebut disajikan secara berimbang (budaya barat dan Indonesia) dan siswa dirangsang untuk berpikir dan membandingkan keduanya. Prinsip penyajiannya adalah immediate, yaitu segera setelah materi/latihan terkait budaya. Sementara itu, fitur Proverb menyajikan peribahasa dalam bahasa Inggris dan ekuivalensinya dalam bahasa Indonesia; fitur ini diletakkan di akhir setiap unit. Sedangkan secara implisit, integrasi budaya dilakukan melalui materi/tasks bertema budaya yang diberikan.
B. Saran Hasil pembacaan pada buku ajar bahasa Inggris yang digunakan di Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut menunjukkan fakta bahwa selalu ada komponen
61
budaya yang diinsersikan dalamnya. Oleh karena itu, diharapkan para guru ataupun praktisi pembelajaran bahasa Inggris hendaknya menaruh perhatian pada hal itu. Hal ini berarti, para guru diharapkan memiliki apa yang disebut sebagai cultural awareness, yaitu kepekaan akan komponen budaya apa yang terinsersi pada materi yang akan mereka ajarkan dan sekaligus diharapkan bisa memberikan tambahan penjelasan pada para siswanya manakala komponen budaya yang diinsersikan berbeda ataupun bahkan bertentangan dengan budaya Indonesia. Sementara itu, bagi para pembelajar bahasa asing pada umumnya, hendaknya menyadari sepenuhnya bahwa mempelajari bahasa tidak mungkin terlepas dari budaya masyarakat penuturnya. Hal ini berarti bahwa ketika mereka mempelajari bahasa asing tentu saja mereka juga mempelajari budaya asing. Mereka hendaknya menyadari hal itu, dan juga harus mempunyai pemahaman yang komprehensif tentang buday mereka sendiri, sehingga tidak terlarut dengan budaya asing dan melupakan budaya mereka sendiri karena belum tentu budaya asing tersebut dapat berterima dalam konteks budaya mereka. Buku ajar bahasa Inggris SMP kelas VII Semester 1 yang telah dikembangkan dalam penelitian ini hanyalah merupakan model buku ajar yang berupaya untuk menerapkan prinsip multikultural dan juga mengintegrasikan budaya lokal dan budaya asing secara berimbang dalam materi ajar bahasa yang ditampilkan. Semoga hal model ini bisa menjadi contoh model materi ajar bahasa Inggris yang juga memperhatikan pentingnya memasukkan materi budaya lokal atau nasional Indonesia sebagai upaya awal pemertahanan budaya bangsa
62
ditengah arus masuknya budaya asing utamanya budaya barat dalam praktek pembelajaran bahasa asing, yang dalam hal ini adalah bahasa Inggris.
COURSE GRID MULTICULTURAL-BASED ENGLISH BOOK FOR THE FIRST GRADE OF JUNIOR HIGH SCHOOL SE M I
UNIT I HELLO
BASIC COMPETENCE
1.1
SKILLS Listening Identifying how to express greeting and parting Identifying how to introduce oneself Identifying how to introduce others Identifying how to spell names Speaking Expressing meaning in introduction of oneself and others, greeting and parting Reading Responding to meaning in simple short functional text: identity cards
II FESTIV ALS
Writing Expressing meaning in of ideas in a simple short functional text: identity cards Listening Identifying how to ask for and give information Identifying how to say thanks Identifying how to express politeness
LANGUAGE FUNCTION Asking for and giving personal information: openings Greeting Introducing oneself
GRAMMAR Present simple: to be Pronouns Possessive pronouns
PRONUN CIATION Alphabet numbers Word stress
Question words: what, where, …
-
-
Introducing others -
Asking about spelling
Text: Identity cards -
Asking for and giving information
Modals to express politeness
Vowel sounds
Saying thanks
Linking Demonstrativ sounds
-
CULTURAL ASPECTS address system (Mrs, ms, bu, pak, Ibu, bapak, etc.) naming (first name, surname, nick name) when to ask taboo questions in introduction personal questions morning/aftern oon/goodnight/ am/pm types of identity cards gestures in greeting and introduction
Festivals around the globe Traditional clothes around the globe
Speaking Expressing meaning to ask for and give information, say thanks, and to be polite Reading Responding to meaning in simple short functional text: postcards, emails, and timetables Writing Expressing meaning in of ideas in a simple short functional text: postcards, emails, and timetables
III HEALTH
Listening Identifying how to give instruction Identifying how to prohibit someone Identifying how to say sorry Speaking Expressing meaning to give instruction, prohibit, and say sorry
Expressions of politeness
e pronouns (this, these, etc.)
-
Text: postcards, emails, and timetables
Asking for and giving instruction
Do and don’t Command
Expressions of Prohibition Expressions of Apologies Text: announcement
Would/could
Intonation and stress for expressin g sorry (apologizi ng vs repetition ), instructio n and
Thanking and politeness in various culture: excuse me, please and thank you
Do’s and don’t’s related to health in various cultures Ways of apologizing in various cultures
Reading Responding to meaning in simple short functional text: announcement and notices
and notices
prohibitio n (pardon/s orry, etc.) Word stress
Writing Expressing meaning in of ideas in a simple short functional text: announcement and notices IV FOOD
Listening Identifying how to do things Identifying how to make things Speaking Expressing the process of making and doing things Reading Responding to meaning in a procedural text Writing Expressing meaning in a procedural text of how to do and make things
Sequence of instructions
adverbs of sequence
Word stress
Text: procedure (recipes, instruction manuals)
adverbs of manner
Sentenc e stress
imperatives
Indonesian traditional food which goes global Food and drink in England, America, and Australia
63
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B. 2002. Imagined Communities (Komunitas-komunitas Terbayang). Cetakan Kedua. Yogyakarta: INSIST Bekerjasama dengan Pustaka Pelajar. Banks, J. A & Banks, C. A. M. (Eds.). 2001. Handbook of Research on Multicultural Education. San Francisco: Jossey-Bass. Banks, James A & Banks, Cherry A. McGee (2009). Multicultural Education: Issues and Perspectives. 111 River Street, Holoken, NJ USA: John Waley and Sons, Inc. Bhaswara, R. 2008. “Ideologi, gagasan, tindakan, artefak: proses berarsitektur dalam telaah antropologis”. Jurnal Teori dan Desain Arsitektur Vol. 2 No. 2. Brewster, J., Ellis, G., and Girard, D. 2002. The Primary English Teacher’s Guide (New Ed.). Essex: Pearson Education Limited. Brown, H. D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy, 2nd Edition. San Francisco: Longman A Pearson Education Company. Choudhury, N.R. 1998. Teaching English in Indian Schools. New Delhi: APH Pub. Corp. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan Ketiga, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Foley, W. A. 2001. Anthropological Linguistics: An Introduction. Oxford: Blackwell Publishers Inc. Gall, M. D., Gall, J. P., & Borg, R. B. 2003. Educational Research: An Introduction. New York: Allyn and Bacon. Grant, C. A. & Lei, J. L. (eds). 2001. Global Constructions Of Multicultural Education: Theories And Realities. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Guirdham, Maureen. (2005). Communicating Across Cultures at Work Second Edition. New York: Palgrave. Macmillan. Kaiser, D. 2005. Pedagogy and the Practice of Science: Historical and Contemporary Perspectives. Massachusetts: MIT
64
Koentjaraningrat. 1986. “Peranan Local Genius dalam Akulturasi”, dalam Ayatrohaedi, (ed.), Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya. __________.1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan Kedelapan. Jakarta: Rineka Cipta. Merriam-Webster. n.d. Merriam-Webster’s Learner’s Dictionary. Online resource.link:http://www.learnersdictionary.com/search/textbook%5B1%5D Mesthrie, R., J. Swann, A. Deumer & W. L. Leap. (2009). Introducing Sociolinguistics. Edinburgh: Edinburg University Press. Nunan, D. 1991. Language Teaching Methodology: A Textbook for Teachers. Hertfordshire: Prentice Hall International (UK) Ltd. Nunan, D. 2004. Task-based Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
Peoples, J., & Bailey, G. 2009. Humanity: an Introduction to Cultural Anthropology. Wadsworth: Wadsworth, Cengage Learning Poespowardojo, Soerjanto. 1986. “Pengertian Local Genius dan Relevansinya dalam Modernisasi”, dalam Ayatrohaedi, (ed.), Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya. Richards, J. C. & Renandya, W. (eds). 2002. Methodology in Language Teaching: An Anthology of Current Practice. Cambridge: Cambridge University Press. Richard, J. C. & Schmidt, R. 2002. Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistics 3rd Edition. Edinburgh: Pearson Education Limited. Sharifian, F. & Palmer, G. B. 2007. Applied Cultural Linguistics Implications for Second Language Learning and Intercultural Communication. Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins Publishing Company. Simanjuntak, H.A. 2011. “Budaya Politik Masyarakat Perkebunan (Studi Kasus PTPN IV Bah Jambi)”. diambil dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23973 Sinagatullin, I. M. 2003. Constructing Multicultural Education in a Diverse Society. London: The Scarecrow Press, Inc. Tanaka, S. 2006. “English and Multiculturalism—from the Language User’s Perspective “, in RELC Journal (2006; 37), 47 Tiwari, S.R. 2008. Teaching of English. New Delhi: APH Pub. Corp.
65
Tomlinson, B. 1998. Materials Development in Language teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Waters., A, and Hutchinson. 1987. English for Specific Purposes: a Learning-centred Approach. Cambridge: Cambridge University Press.