PENGELOLAAN WISATA RELIGI (Studi Kasus Makam Sultan Hadiwijaya Untuk Pengembangan Dakwah)
Skripsi Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Manajemen Dakwah
Oleh : AHSANA MUSTIKA ATI 1104039
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
NOTA PEMBIMBING
Lamp
: Lima (5) eksemplar
Hal
: Persetujuan Naskah Skripsi Kepada Yth. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari: Nama
: Ahsana Mustika Ati
Nim
: 1104039
Fak/ Jurusan
: Manajemen Dakwah
Judul Skripsi
: PENGELOLAAN WISATA RELIGI (STUDY KASUS MAKAM SULTAN HADIWIJAYA UNTUK PENGEMBANGAN DAKWAH).
Dengan ini telah kami setujui, dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, Mei 2011 Pembimbing,
Bidang Substansi Materi
Bidang Metodologi & tata tulis
PENGESAHAN SKRIPSI PENGELOLAAN WISATA RELIGI (Studi Kasus Makam Sultan Hadiwijaya Untuk Pengembangan Dakwah) Disusun oleh Ahsana Mustika Ati 1104039
Telah Dipertahankan di Depan Penguji Pada tanggal 16 Juni 2011 Dan Dinyatakan Telah Lulus Memenuhi Syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji /Dekan
Anggota Penguji Penguji I
Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag NIP.19620827 199303 1 004
Dr. Awaludin Pimay, Lc.,M. Ag NIP. 19610727 200003 1 001
Sekretaris Dewan Penguji/ Pembimbing
Penguji II
Drs.H. Nurbini M.S.I NIP.19680918 199303 1 004
Ariana Suryorini.S.E, MMSI. NIP : 19770930 200501 2 002
MOTTO
Artinya: pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka (QS. Al-Zalzalah: 6)
PERSEMBAHAN
1. Bapakku W. Joko Prayitno dan Ibundaku Sri Suwarsini yang tersayang yang selalu memberiku semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini, menemaniku dalam suka maupun duka dalam setiap langkahku. 2. Kakakku tercinta R. Sidiq Fitriyadi yang selalu memberiku motivasi dan semangat. 3. Adikku tersayang Aflaha Musliha Taati dan saudara Arie Purnomo selalu memberi semangat dan doa. 4. Teman-teman seperjuangan Erma Khanifa tersayang, Mega, Dini, Eni, Diva, Iik, Ida, Nafis yang selalu menemaniku dalam sehari-hariku yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu, terima kasih ya.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian maupun yang belum / tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, Juni 2011 Deklarator,
Ahsana Mustika Ati NIM: 1104039
ABSTRAKSI Skripsi dengan judul: ”Pengelolaan Wisata Religi (Study Kasus Makam Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah). Skripsi ini memfokuskan pada: bagaimana pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah Sultan Hadiwijaya? Sumber daya apa yang ada dan diperlukan dalam pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya? Dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya. Jenis penelitian ini adalah penerapan kualitatif dengan pendekatan dakwah, sedangkan spesifikasi penelitian adalah deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan makan Sultan Hadiwijaya sudah berjalan dengan baik yaitu meliputi pengelolaan wisata religi, pengelolaan sumberdaya antara lain sumber daya manusia, sumber daya alam serta sumberdaya finansial. Faktor-faktor pendukung maupun penghambat untuk pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya hendaknya selalu ditingkatkan, misal pemberian informasi kepada pihak luar, menjalin kerjasama dengan pemerintah yang paling utama Dinas Pariwisata, bekerjasama dengan Kraton Surakarta maupun dengan masyarakat. Dalam pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya langsung ditangani oleh seorang juru kunci, dimana juru kunci berperan sebagai perawat dan penjaga makam. Pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya dalam pengembangan dakwahnya menggunakan media berupa buku-buku bacaan serta pada dinding makam terdapat tulisan yang berisi peringatan agar para peziarah yang datang tidak tersesat pada kekafiran atau syirik. Aktivitas dakwah di kompleks makam Sultan Hadiwijaya melalui program tahlil, dzikir, santunan fakir miskin sudah berjalan sesuai dengan rencana. Kegiatan wisata religi di sebuah wilayah tidak lengkap tanpa adanya daya tarik, maka obyek makam Sultan Hadiwijaya harus selalu mengembangkan daya tarik kepada para peziarah karena daya tarik wisata merupakan fokus utama yang berfungsi sebagai penggerak yang menarik para pengunjung untuk mendatangi tempat tersebut. Misalnya dengan ditemukannya situs sejarah makam Sultan Hadiwijaya, peziarah akan datang mengunjungi obyek untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan niatan mereka masing-masing. Upaya yang dilakukan daya tarik wisata pada kompleks makam Sultan Hadiwijaya untuk menarik peziarah agar berkunjung ke makam Sultan Hadiwijaya maka, pihak pengelola melakukan kiat-kiat keselamatan terhadap wisatawan, kelestarian dan mutu lingkungan, ketertiban dan ketentraman masyarakat diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Kegiatan mengelola daya tarik wisata yang telah ada mempunyai arti penting untuk kelanjutan dan kesinambungan pariwisata baik pembangunan tempat wisata maupun sarana dan prasarana. Pengelolaan daya tarik wisata religi dapat memberikan manfaat baik dalam bidang ekonomi, sosial dan menjaga cagar budaya ini dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya dapat berjalan dengan baik, dari waktu ke waktu secara terus menerus dapat mengalami peningkatan pengunjung tanpa mengurangi nilai-nilai dakwah baik melalui lisan maupun melalui tulisan-tulisan.
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah SAW, para kerabat, sahabatnya dan para pengikutnya hingga hari akhir nanti. Skripsi yang berjudul ” ”Pengelolaan Wisata Religi (Study Kasus Makam Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah)”, disusun guna melengkapi dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang. Dengan selesainya penulisan Skripsi ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang 2. Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag selaku Dekan fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 3. Drs. Nurbini, M.S.I, dan Dra. Misbah Zulfa Elizabeth, M.Hum. selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Segenap Dosen dan asisten dosen serta Civitas Akademika Fakultas Dakwah IAIN Walisongo yang telah memberi ilmunya baik langsung maupun tidak langsung demi terselesainya penulisan Skripsi ini. 5. Pengelola Makam Sultan Hadiwijaya yang telah bersedia meluangkan waktu untuk wawancara dan menyediakan beberapa data yang diperlukan dalam penelitian ini. 6. Ibu Bapak tercinta yang menjadi spirit terbesar dalam hidupku, yang tak pernah letih memotivasi dan selalu setia menemani dalam kondisi apapun. 7. Sahabat dan teman-teman terbaikku, terima kasih segala bantuannya. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain untaian rasa terima kasih yang tulus dengan diiringi do’a semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka. Amin. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat membawa berkah dan manfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Semarang, Juni 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...........................................................................................
i
Halaman Nota Pembimbing .......................................................................
ii
Halaman Pengesahan .................................................................................
iii
Halaman Pernyataan ...................................................................................
iv
Halaman Motto ...........................................................................................
v
Halaman Persembahan ...............................................................................
vi
Halaman Abstraksi .....................................................................................
vii
Halaman Kata Pengantar ............................................................................ viii Daftar Isi ..................................................................................................... BAB I
BAB II
xi
PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ................................................................
1
1.2.Rumusan Masalah ...........................................................
6
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................
7
1.4.Tinjauan Pustaka .............................................................
8
1.5.Metode Penelitian ...........................................................
11
1.6.Sistematika Penulisan Skripsi .........................................
16
TINJAUAN TENTANG PENGELOLAAN WISATA 2.1 Tinjauan tentang Pengelolaan .........................................
18
2.1.1 Pengertian tentang Pengelolaan ...................................
18
2.1.2 Manajemen Wisata ......................................................
20
2.1.3 Unsur-unsur Manajemen Wisata .................................
24
2.1.4 Pengelolaan Wisata ......................................................
26
2.1.5 Model Pengelolaan Wisata ..........................................
27
2.2 Tinjauan tentang Wisata Religi .......................................
29
2.2.1 Pengertian Wisata Religi .............................................
29
2.2.2 Fungsi Wisata Religi ....................................................
33
2.2.3 Bentuk-bentuk Wisata Religi .......................................
33
2.3.4 Tujuan Wisata Religi ...................................................
34
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Kabupaten Sragen .............................
36
3.1.1 Kondisi Geografis ........................................................
36
3.1.2 Sejarah Kabupaten Sragen ...........................................
37
3.2 Gambaran Umum Makam Sultan Hadiwijaya ................
41
3.3 Alur Perjalanan Wisata Ziarah ke Makam Sultan
BAB IV
Hadiwijaya ...................................................................
44
3.4 Ritual di Makam Sultan Hadiwijaya ...............................
47
3.5 Biografi Tokoh ................................................................
49
3.5.1 Lahirnya Sultan Hadiwijaya ........................................
49
3.5.2 Sultan Hadiwijaya dijuluki Jaka Tingkir .....................
49
3.5.3 Sultan Hadiwijaya Mengabdi ke Demak .....................
50
3.5.4 Sultan Hadiwijaya Diusir dari Demak .........................
50
3.5.6 Sultan Hadiwijaya mendapat Wahyu Kraton ...............
51
3.5.7 Sultan Hadiwijaya Menjadi Sultan Pajang ..................
52
ANALISIS PENGELOLAAN WISATA RELIGI (STUDY KASUS
MAKAM
SULTAN
HADIWIJAYA
UNTUK
PENGEMBANGAN DAKWAH) 4.1 Analisis Pengelola Wisata Religi untuk Pengembangan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya …………………...54 4.2 Analisis Sumber Daya dalam Pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya ..................................................................... 64 4.3 Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya ........................................ 71 BAB V
PENUTUP 5.1 Kesimpulan .....................................................................
79
5.2 Saran-saran ......................................................................
81
5.3 Penutup ...........................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dakwah Islam adalah tugas suci yang dibebankan kepada muslim dimana saja ia berada, sebagaimana termaktub dalam al qur‟an dan al hadis. Dakwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai tantangan dan problematika yang semakin kompleks. Mengingat aktifitas dakwah tidak terlepas dari masyarakat, maka perkembangannya pun harus berbanding lurus dengan perkembangan masyarakat,
artinya
aktifitas
dakwah
hendaknya
dapat
mengikuti
perkembangan dan perubahan masyarakat (Abdul Basit, 2006: 3). Islam adalah agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk selalu senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Maju mundurnya umat islam sangat berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya, karena di dalam al qur‟an dalam menyebut kegiatan dakwah dengan ahsanu qaula, dengan kata lain bisa menempati posisi tinggi dan mulia dalam kemajuan agama islam, tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh beberapa faktor terlebih di era globalisasi sekarang ini, dimana berbagai informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi (Munir, 2003:4) Umat islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam. Karena 1
2
merupakan suatu kebenaran, maka Islam harus tersebar luas dan penyampaian kebenaran tersebut merupakan tanggung jawab Islam secara keseluruhan sesuai dengan misinya “Rahmatan Lil Alamin” Islam harus ditampilkan dengan wajah yang menarik supaya umat lain beranggapan dan mempunyai pandangan bahwa kehadiran Islam bukan sebagai ancaman bagi eksistensi mereka melainkan pembawa kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan mereka sekaligus sebagai pengantar menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat (Munir, 2003: 5). Pengelolaan merupakan implementasi dari perencanaan organisasi. Dalam
konteks pengelolaan manajemen disini lebih diarahkan pada
keberadaan organisasi salah satu ciri utama organisasi yaitu adanya sekelompok orang yang mengabungkan diri dengan suatu ikatan norma, peraturan, ketentuan dan kebijakan, ciri kedua adanya hubungan timbale balik dengan maksud untuk mencapai sasaran dan tujuan,Sedangkan ciri yang ketiga
diarahkan
pada
satu
titik
tertentu
yaitu
tujuan
yang
direalisasikan.(Siswanto,73:2005). Pengelolaan sebagai suatu proses harus memperhatikan beberapa hal: Pertama tujuan dan rencana kegiatan, Kedua tersedia bagi pengelola, Ketiga baik
dari
faktor
internal
struktur harus harus
mencerminkan
mencerminkan wewenang
harus memperhatikan lingkungan sekitar maupun
eksternal. Faktor internal yang
dimaksudkan disini berasal dari juru kunci makam dan yayasan
Kraton
Surakarta sebagai pengelola makam, sedangkan faktor eksternal berasal dari kelompok maupun pihak lain.(Munir,117:2006)
3
Selanjutnya
membahas mengenai wisata adalah perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.(Ismayanti,2010:3) Wisata disisi lain merupakan fenomena sosial yang muncul pada masyarakat modern. Wisata dibutuhkan tidak semata-mata untuk mencari kesegaran baru namun digunakan untuk memperoleh ekses simbolik bagi yang melaksanakan. Disini dapat kita tunjukkan berbagai bentuk konsumsi waktu senggang yang penekanannya adalah pada konsumsi pengalaman dan kesenangan (seperti theme park, pusat-pusat wisata dan rekreasi) serta hal-hal lain didalamnya merujuk pada
yang
budaya tinggi yang lebih tradisional seperti
museum dan galeri menarik kembali untuk melayani audien yang lebih luas melalui penjualan seni kanonik, auratik serta berbagai gagasan edukatif formatif dengan menekankan hal yang bersifat spektakuler,
populer,
menyenangkan dan dapat diterima (Featherstone, 231). Indonesia memiliki potensi wisata yang beranekaragam mulai dari wisata alam, wisata kuliner, wisata bahari dan lain sebagainya. Salah satu potensi wisata yang berkembang saat ini adalah wisata ziarah. Di Jawa makam para penyiar agama telah lama menjadi
obyek kunjungan. Wisata ziarah
memiliki dampak ekonomi dan pengembangan keberagamaan yang tidak dapat diabaikan. Beberapa contoh berikut dapat diambil representasi dari penjabaran.
4
Pertama Makam
Ki Ageng Pandanaran yang merupakan Adipati
Semarang pertama, tanggal diangkatnya beliau dijadikan sebagai hari jadi kota Semarang. Ki Ageng Pandanaran meninggal pada tahun 1496. tempat ini banyak dikunjungi oleh para peziarah pada acara khaul meninggalnya beliau setiap bulan Muharram / setahun sekali. Letak makam Ki Ageng Pandanaran di Jl. Mugas Dalam II/4 Kelurahan Mugasari kurang lebih 1 KM dari Tugu Muda,
dibuka
untuk
umum
setiap
hari
dan
setiap
saat.
(http/semarang.go.id/pariwisata/indeks.phpoption=com-contenstask 14/3/2009). Kedua wisata religi di Pesarean gunung kawi, motivasi pengunjung ke Pesarean gunung Kawi secara umum adalah untuk memanjatkan doa atas keinginan-keinginan mereka sesuai dengan cara keyakinan masing-masing. Pada hari-hari biasa pengunjung pesarean gunung kawi berkisar puluhan hingga ratusan orang, tetapi pada malam Jum‟at Legi (kamis Kliwon) jumlah pengunjung melonjak hingga ribuan orang. Jumlah ini mencapai puncaknya pada tanggal 1 dan 12 Suro. Secara tidak langsung, popularitas Pesarean gunung Kawi dan frekuensi kunjungan yang tinggi dari para pengunjung pesarean yang berjumlah besar telah memacu aktivitas dan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar pesarean tersebut. Pasar yang ada di sebelah timur pesarean semakin semarak, disisi-sisi jalan masuk ke
Pesarean
masyarakat membuka kios lain-lain. Menjual barang-barang hasil karya lokal seperti anyam-anyaman, ukir-ukiran, batu permata, keramik tanaman hias dan lain-lain. Para remaja putri atau kaum perempuan dibalik kios-kios
5
menawarkan bunga
untuk ditaburkan di makam atau untuk upacara
peribadatan, menarik pula untuk dinikmati di
lebih spesifik dari daerah
setempat misal ketela rambat, jagung rebus dan bakar, pisang, apel malang dan sebagainya. Disamping itu tersedia restoran yang menyajikan makanan Indonesia dan Tionghoa. Kawasan sekitar komplek makam atau pesarean tersebut sudah mulai tumbuh seperti „‟kota mini” yang lengkap dengan berbagai fasilitas. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan-pengembangan (Prastowardoyo,dkk.2009:32). Di Indonesia ziarah dalam arti kunjungan ke makam ternyata sejalan dengan apa yang sudah ada terlebih dahulu yaitu kebiasaan mengunjungi candi atau tempat suci lainnya dengan maksud melakukan pemujaan roh nenek moyang. Pada zaman dahulu ziarah dipahami yaitu untuk meneruskan kebiasaan lama, yaitu pemujaan selain Allah yang kemudian dilarang dalam ajaran Islam. (Soekmono,1973:85). Makam Sultan Hadiwijaya sebagai salah satu tempat wisata letaknya di Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen yang biasanya ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah. Makam Sultan Hadiwijaya yang dikelola oleh juru kunci makam yang bernama Aziz yang diwakilkan dari Kraton Surakarta. Tinggalan arkeologis yang dapat dilihat berupa bangunan makam, Kyai Tambak Boro/gethek yang digunakan Sultan Hadiwijaya semasa hidupnya, masjid yang dibangun dari pemerintah. Makam Sultan Hadiwijaya ramai dikunjungi pada malam jum‟at atau pada waktu ruwah. Adapun ritual yang dilakukan adalah tahlil, biasanya para peziarah
6
membawa dupa dan kembang dengan maksud sebagai pewangi tempatnya aman bersih dan nyaman. Arti penting wisata religi yang dimaksud disini bukan hanya bersenang-senang dan mencari hiburan saja artinya bersenang-senang dan cari hiburan diperbolehkan dan halal tetapi yang lebih penting adalah memperluas wawasan untuk menyaksikan ayat-ayat kebesaran Allah yang tersebar di persada bumi ciptaan Allah ini, seperti mengunjungi tempat rekreasi atau makam orang saleh sebagai wisata rohani atau wisata spiritual.. Dengan menyaksikan keindahan alam kemanapun mata memandang dapat merasakan wisata rohani yang indah dan kudus, dan mata hati dapat melihat dengan jelas keindahan sang pencipta, pelukis agung yang Maha Indah. Wisata rohani, tamasya Spiritual dengan wisata rohani bukan hanya keindahan lahiriah yang dapat dinikmati. Menurut pandangan Al Qur‟an wisaata diambil dari kata siyahah yang secara populer diartikan wisata, kata itu mengandung arti penyebaran, terbentuk dari kata sahat yang berarti lapangan yang luas. Wisata religi dijelaskan dalam Al Qur‟an surat Yusuf 109-111. ayat ini menjelaskan perjalanan wisata yang bertujuan untuk memperoleh pelajaran dan ibrah (Departemen Agama RI, 1994 hlm. 365-367). Wisata religi saat ini bukan hanya pada makam saja, pada masjid juga bisa termasuk wisata religi. Wisata religi di indonesia yang menonjol adalah pada makam wali Allah terutama pada makam Walisongo yang dikenal oleh umat Islam. Wisata merupakan sebuah perjalanan yang terencana yang disusun oleh perusahaan perjalanan menggunakan waktu seefektif dan efisien agar
7
membuat peserta wisata merasa puas.
Berdasarkan uraian diatas penulis
merasa perlu untuk lebih dalam meneliti tentang pengelolaan wisata religi (study kasus makam Sultan Hadiwijaya untuk pengembangan dakwah).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan diatas untuk melihat bagaimana pengelolaan wisata religi
disana beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut: 1. Bagaimana pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah di makam Sultan Hadiwijaya? 2. Apa saja sumberdaya yang diperlukan dalam pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya? 3. Apa faktor-faktor pendukung dan penghambat pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
C.
Tujuan 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan adapun tujuannya sebagai berikut : a. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan wisata religi kaitanya dengan pengembangan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya. b.
Untuk mengetahui
sumberdaya
yang
digunakan
pengelolaan Makam di Makam Sultan Hadiwijaya.
dalam
8
c. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung
dan
penghambat
pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya. 2.
Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang suatu pengelolaan, terutama berkaitan dengan pengelolaan wisata religi di Makam Sultan Hadiwijaya. b.
Manfaat Praktis Secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pengelolaan wisata religi dimasa yang akan datang.
D.
Tinjauan Pustaka Untuk menghindari kesamaan penulisan dan plagiasi maka dalam penulisan skripsi ini diantaranya penulis cantumkan beberapa hasil penelitian yang ada kaitannya dengan skripsi ini diantara penelitian – penelitian tersebut adalah sebagai berikut : Pertama, Karya Ahmad Amir Aziz, dkk, 2004 dengan judul “Kekeramatan
Makam
(Study
Kepercayaan
Masyarakat
terhadap
Kekeramatan Makam-makam Kuno di Lombok. (Pendekatan kualitatif dan pendekatan Antropologis). Pendekatan kualitatif dipakai karena obyek penelitian berupa gejala yang diangkakan, yang mudah dijelaskan dengan kata-kata sehingga dinamikannya dapat ditangkap secara utuh. Penelitian ini berusaha memotret apa adanya tentang dimensi-dimensi kepercayaan,
9
keyakinan, ritual dan tradisi yang telah berlangsung lama dan di ikuti banyak orang. Fokus penelitian ini yaitu Makam Loang Balok Bintaro dan Batu layar, semuanya menunjukkan kekuatan dahsyat
dalam
prospektif
masyarakat. Subyek penelitian adalah para peziarah di ketiga Makam tersebut, para tokoh agama dan masyarakat. Kesimpulan berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap kekeramatan makam tidaklah bersifat tunggal. Banyak motivasi dan tujuan yang diinginkan oleh masing-masing peziarah sesuai dengan niatan yang paling dalam (Aziz, dkk 2004: 78). Pada makam kuno di Lombok pada kenyataannya masyarakat masih percaya akan tradisi, keyakinan dan ritual pada masa lalu. Namun dalam penelitian penulis lebih menekankan pada strategi dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya. Kedua, Karya
Zakarsyi Abdul Salam, dkk 1998 dengan judul
“Ziarah Budaya” (Pendekatan Kebudayaan atau Etnografi) Pendekatan ini menggambarkan keterjadian unsur-unsur satu sama lain dalam satu kesatuan secara integratif, berfungsi, beroperasi dan bergerak dalam kesatuan system budaya. Sasaran yang dituju adalah masyarakat dan kebudayaannya. Tujuan dan manfaat penelitiannya adalah mendeskripsikan tradisi dan tatacara ziarah makam raja-raja mataram di Imogiri dalam kaitannya dengan persepsi pengunjung khususnya kalangan peziarah muslim menurut latar belakang pemahaman yang dimiliki pengembangan studi sosial, keagamaan islam. Ketiga, Karya Arifin Suryo Nugroho, 2007 “Ziarah Wali Wisata Spiritual Sepanjang Masa” dalam penelitian ini tentang ziarah dalam
10
pandangan islam, ziarah sebagai konsep trans ilahi dan tradisi ziarah terhadap peninggalan para wali serta objek-objek
wisata spiritual yang
selalu ramai dikunjungi orang yang berdatangan untuk berziarah karena ziarah itu sudah menjadi fitrah manusia bahwa dirinya senantiasa mendambakan keselamatan dan kebahagiaan serta pengakuan diri di sisi Tuhan sehingga agama menjadi identitas diri untuk mencari Tuhan (Nugroho, 2007:11). Keempat,
Karya
Lilik
Nur
Kholidah,
2008
dengan
judul
“Management Obyek dan Wisata Ziarah (Studi Kasus di Kasepuhan Makam Sunan Kalijaga Kelurahan Kadilangu Kecamatan Demak Kabupaten Demak)” penelitian ini membahas tentang penerapan fungsi manajemen yang ada pada makam Sunan Kalijaga Kelurahan kadilangu demak kabupaten Demak, meskipun belum diterapkan fungsi managemen untuk pengembangan makam, akan tetapi pihak pengembangan selalu berusaha agar bias lebih baik lagi dalam pengembangan Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak, yaitu dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen dengan sempurna, selain memiliki nilai religi Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak juga memiliki nilai Historis, dari tahun ke tahun jumlah pengunjung atau wisatawan mengalami peningkatan wisatawan dalam negeri maupun wisatawan dari mancanegara. Penelitian ini menggunakan metode
analisis
menggunakan
induktif,
metode
sedangkan
wawancara,
metode observasi
dokumentasi (Lilik Nur Kholidah, 2008: 15. ).
pengumpulan
data
pastisipatoris
serta
11
Dari berbagai penelitian diatas belum ada peneliti yang secara khusus yang meneliti tentang pengelolaan
makam Sultan Hadiwijaya
untuk pengembangan dakwah. Peneliti memfokuskan pada
tugas juru
kunci Makam sumberdaya yg digunakan dalam pengelolaan makam , serta faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan dakwah dalam wisata religi di Makam Sultan Hadiwijaya dengan penerapan fungsi manajemen oleh karena itu penelitian ini layak dilakukan. Dari uraian diatas dapat diambil analisis bahwa pengelolaan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya memerlukan rencana yang baik supaya tujuan dapat tercapai dan lebih baik dari sebelumnya. Dengan adanya strategi fungsi managemen akan berjalan dengan baik sehingga berpengaruh pada peningkatan kualitas Objek Makam Sultan Hadiwijaya.
E. Metode Penelitian Metode penelitian yang mengandung prosedur dan cara melakukan verifikasi data yang diperlukan. Untuk memecahkan atau menjawab masalah penelitian, peranan metode dalam menyimpan data yang diperlukan dalam penelitian, metode yang mencerminkan petunjuk bagaimana penelitian dilaksanakan (Sudjana, 1989: 16). 1) Jenis dan Spesifikasi Penelitian Penelitian yang penulis gunakan pada” Pengelolaan Wisata Religi untuk
pengembangan
Dakwah
di
Makam
Sultan
Hadiwijaya”
menggunakan penelitian kualitatif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data yang eksplisit berupa kata-kata tertulis dan lisan dari
12
orang-orang dan perilaku yang dapat diambil, dan diarahkan pada latar alamiah dan individu secara holistic (menyeluruh) (Moleong, 2002:3). Berdasarkan pada permasalahan yang diajukan dalam penelitian deskriptif. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan berbagai informasi tentang strategi pengelolaan wisata religi untuk pengembangan da‟wah di makam Sultan Hadiwijaya. 2) Sumber Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data lapangan (field research) dan data kepustakaan yang digunakan untuk memperoleh data teoritis yang dibahas untuk itu sebagai jenis datanya sebagai berikut: a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2001: 91). Sumber data primer diperoleh dari semua informan melalui teknik wawancara dan observasi terhadap obyek penelitian tentang strategi pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya dalam melakukan observasi peneliti menggunakan data primer. Data primer di peroleh dari juru kunci makam, masyarakat, kepala desa, warga desa dan peziarah.
13
b. Data Sekunder Data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari pihak lain, sehingga peneliti memperolehnya tidak langsung, sumber tertulis atas sumber buku dan sebagainya. Sumber data yakni data yang sudah bentuk jadi seperti data dokumen dan publikasi, sumber data berupa data yang berkait dengan wisata ziarah, berkaitan dengan wisata religi di makam Sultan Hadiwijaya (Azwar, 2001: 91). 3) Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah baik yang digunakan berhubungan dengan studi kepustakaan maupun yang dihasilkan dari data empiris. Studi kepustakaan penelitian dilakukan dengan mengadakan kajian-kajian terhadap buku-buku pengembangan da‟wah sebagai acuan dasar dalam membuat kerangka teoritis sample diambil menurut kebutuhan. Purposive Sampling yaitu sample yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan rancangan penelitian (Sumarsono, 2004: 63) a. Metode Observasi Dalam menggunakan metode ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsure-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada obyek penelitian. “Unsur-unsur yang tampak itu disebut data informasi yang harus diamati dan dicatat secara benar dan lengkap (Nawawi, Martini 1992: 74).
14
Metode ini digunakan secara langsung tentang hasil dari strategi pengelolaan wisata religi untuk pengembangan da‟wah di Makam Sultan Hadiwijaya sekaligus untuk mengetahui hambatan dan pendukung dalam pengelolaan dakwahnya. b. Metode Interview / Wawancara Metode interview adalah merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (responden) komunikasi tersebut dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung (Adi, 2005: 72). Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi dari sumber data antara lain yaitu dari juru kunci makam, masyarakat, maupun
para
peziarah,
baik
mengenai
strategi
pengelolaan
pengembangan da‟wah, faktor-faktor yang menunjang keberhasilan dan hambatan yang dihadapi dalam strategi, tujuan pengembangan da‟wah di makam Sultan Hadiwijaya. c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah peneliti mencari dan mendapatkan data-data primer melalui data-data dari prasasti-prasasti atau naskahnaskah kearsipan (baik dalam bentuk barang cetakan maupun rekaman) data gambar atau foto atau blue print dan lain sebagainya (Supardi, 2005: 138)
15
Maksudnya bahwa metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang latar belakang serta dokumen-dokumen lain berupa buku-buku, majalah dan Koran dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian wisata religi di Makam Sultan Hadiwijaya. 4) Teknik Pengolahan Data Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan beberapa metode, maka peneliti mengolah data tersebut dengan cara berfikir induktif artinya berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwaperistiwa konkret, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus konkret itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum. 5) Teknik Analisis Data Setelah memperoleh data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, langkah selanjutnya data-data tersebut disusun dan dianalisa menggunakan analisis SWOT . Analisis SWOT digunakan dalam rangka membuat keputusan. Strength (kekuatan) berupa modal,
bangunan,
sumberdaya yang dimiliki reputasi organisasi, lembaga, hubungan yang baik dengan pemerintah ini berkaitan dengan peluang. Weaknesses kelemahan dapat berupa masalah yang selalu dihadapi, ketergantungan, kekurangan sumber daya Opportunity (peluang)
dapat
berupa
dan
kecenderungan
seterusnya. masa depan
organisasi lain tidak dapat melakukan tetapi kita bisa berarti kita berpeluang
untuk
merebut
pasar,
hubungan
dengan pihak
luar,
kesempatan yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk perundang-
16
undangan dan sebagainya. Threat
(ancaman) dapat berupa kurangnya
minat terhadap institusi, kompetisi yang mencekam serta pengaruh budaya asing yang tak terelakkan (Arsyad,2002:27).
F. Sistematika Skripsi Sistematika penulisan skripsi ini hal yang sangat penting karena mempunyai fungsi untuk mengatakan garis-garis besar masing-masing bab yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyusunannya sehingga terhindar dari kesalahan ketika penyajian pembahasan masalah. 1) Bagian awal
berisikan: cover, hal
persetujuan, hal pengesahan, nota
pembimbing, motto, persembahan, abstraksi, kata pengantar, daftar isi. 2) Bagian isi merupakan inti dari hasil laporan penelitian yang berisikan 5 bab dengan pengelolaan. Bab Pertama, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi Bab Kedua,
berisi tentang, tinjauan pengelolaan wisata, yang meliputi pengertian, manajemen, unsur-unsur manajemen, metode pengelolaan, model pengelolaan kemudian dilanjutkan tinjauan tentang wisata religi yang meliputi pengertian wisata religi, fungsi wisata religi, bentuk-bentuk wisata religi dan tujuan wisata religi.
17
Bab Ketiga,
berisi tentang Gambaran Umum Kabupaten Sragen, yang meliputi
kondisi
geografis,
sejarah
kabupaten
Sragen,
kemudian dilanjutkan Gambaran Umum Makam Sultan Hadiwijaya, Alur Perjalanan Wisata Ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya, Ritual di Makam Sultan Hadiwijaya dan Biografi Tokoh Sultan Hadiwijaya. Bab Keempat, berisi tentang Analisis Pengelola wisata religi di Makam Butuh Sultan Hadiwijaya, Sumberdaya dalam Pengelolaan di Makam Sultan
Hadiwijaya
serta
Faktor-faktor
Pendukung dan
Penghambat pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya. Bab Kelima, Kesimpulan, saran-saran, penutup.
BAB II TINJAUAN TENTANG PENGELOLAAN WISATA RELIGI
2.1 Tinjauan tentang Pengelolaan Wisata 2.1.1 Pengertian tentang pengelolaan Kata pengelolaan berasal dari kata kerja mengelola dan merupakan terjemahan dari bahasa Italia yaitu menegiare yaitu yang artinya menangani alat-alat, berasal dari bahasa latin manus yang artinya tangan. Dalam bahasa Prancis terdapat kata mesnagement yang kemudian menjadi management. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengelolaan berasal dari
kata
kelola
yang
berarti
mengendalikan,
mengurus
dan
menyelenggarakan. Di sisi lain Efendi menyatakan manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu to manage yang memiliki kesamaan dengan kata to hand yang berarti “mengurus”, to control “memeriksa”, to guide “memimpin atau membimbing”, jadi apabila dilihat dari asal katanya manajemen berarti
pengurusan,
pengendalian,
memimpin
atau
membimbing.
Manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam skala aktivitas manajemen dapat diartikan sebagai aktivitas mengatur, menertibkan dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang, sehingga mampu mengemukakan, menata, merapikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya sesuai dengan prinsip-prinsip serta menjadikan hidup
18
19
lebih selaras, serasi dengan yang lainnya. Upaya mengefektifkan pengelolaan dan pengembangan di lingkungan internal maupun eksternal yang ada termasuk di dalamnya kecenderungan terhadap pariwisata dalam konteks global (Suryono, 2005: 1). Dari dua penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen merupakan aktivitas yang mencakup perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengarahan adalah mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan serta pengendalian dan pengawasan adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana (Hasibuan, 2004: 41). Dalam pengelolaan wisata keagamaan atau wisata religi, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan: 1) Perlu pembentukan forum rembug masyarakat setempat untuk membahas pengembangan daya tarik wisata religi tematis keagamaan/ ziarah muslim secara tepat dengan memperhatikan potensi kekayaan budaya lokal yang ada. 2) Perlu perlengkapan berupa pembuatan induk pengembangan (master plan) RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) dan dibahas
20
secara lintas sektoral. Beberapa hal termasuk pula persyaratanpersyaratan teknis untuk pendirian suatu bangunan (building code) 3) Perlu dikembangkan pula, “Collaborative Management” antara instansi-instansi yang berkepentingan (lintas sektor) dengan maksud untuk tetap menjaga kelestarian sejarah dan budaya yang ada. Adapun pola-pola lintas sektor yang harus dikembangkan untuk pengelolaan daya tarik wisata religi adalah dengan semangat 4 M: a) Mutual Respect (saling menghormati) b) Mutual Trust (saling percaya) c) Mutual Responsibility (saling bertanggungjawab) d) Mutual Benefit (saling memperoleh manfaat) (Suryono, 2005: 11) Arti penting pengelolaan dalam konteks manajemen adalah memungkinkan sekelompok orang untuk mencapai tujuan organisasional secara bersama-sama. Selain itu pengelolaan memungkinkan kerjasama antar orang-orang dan individu di dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. 2.1.2 Manajemen Wisata Manajemen yang baik dan efektif memerlukan penguasaan atas orang-orang yang dikelola. Dalam kegiatan wisata terdiri atas beberapa komponen utama yaitu wisatawan, elemen geografi dan Industri pariwisata. Pengertian dari masing-masing komponen sebagai berikut:
diatas adalah
21
Wisatawan adalah aktor dalam kegiatan wisata dengan melakukan perjalanan wisata akan menjadi sebuah pengalaman manusia untuk menikmati, mengantisipasi dan mengingatkan dalam masa-masa kehidupan.
Pergerakan wisatawan berlangsung pada tiga area geografi yaitu daerah asal wisatawan, tempat ketika dia melakukan aktivitas keseharian, seperti bekerja, belajar, tidur dan kebutuhan dasar lain. Rutinitas ini mendorong seseorang untuk melakukan wisata dari daerah asal, seseorang dapat mencari informasi tentang obyek dan daya tarik wisata yang diminati, membuat pemesanan kemudian menuju ke tempat tujuan wisata. Daerah tujuan wisata ini sering disebut dengan ujung tombak pariwisata. Di daerah tujuan wisata dampak pariwisata sangat dirasakan sehingga sangat dibutuhkan perencanaan dan manajemen yang tepat.
Industri pariwisata adalah industri yang menyediakan jasa, daya tarik, dan sarana wisata. Sebagai contoh, biro perjalanan wisata dapat ditemukan pada daerah asal wisatawan, penerbangan dapat ditemukan baik di daerah asal maupun pada tempat transit serta akomodasi dapat ditemukan pada daerah tujuan wisata. Pariwisata merupakan kegiatan yang dapat dipahami dari banyak
pendekatan. Dalam Undang-undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu
22
untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Adapun yang dimaksud dengan pariwisata sendiri adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah (Ismayanti, 2010:3). Wisata adalah kegiatan yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Setiap orang akan membutuhkan kegiatan berwisata dan pariwisata baik yang dilakukan di dalam daerah maupun diluar daerah dari tempat tinggalnya. Wisatawan dalam melakukan perjalanan dengan berbagai tujuan antara lain bersenang-senang, tujuan bisnis dan professional dan tujuan lain-lain sehingga wisatawan dibedakan menjadi wisatawan vakansi dan wisatawan bisnis dengan cara tersendiri. Para wisatawan dapat melakukan nya di dalam negeri atau pariwisata domestik dan perjalanan keluar negeri atau mancanegara. Manfaat wisata menurut Kotler (2006:273) membagi wisatawan dari manfaat yang ingin diraihnya ketika melakukan perjalanan wisata. Wisatawan
dalam
melakukan
perjalanan
wisata
tentunya
ingin
mendapatkan sesuatu karena perjalanan wisata harus berimbang dengan perjalanan yang dilakukannya. Manfaat perjalanan yang dicari oleh setiap orang beragam yaitu mulai dari kualitas yang merupakan kata kunci dalam industri pariwisata. Kualitas disini berperan sangat penting bagi para wisatawan yang mencari mutu yang tinggi dan berapapun akan dibayarnya. Pelayanan adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
23
memenuhi kepuasan wisatawan, pelayanan disini adalah inti dari kegiatan wisata dan membuat produk wisata menjadi unik. Aspek ekonomis yaitu sebagian wisatawan menginginkan manfaat ekonomis dari pariwisata, mereka akan memperhitungkan untung dan rugi dari setiap keputusan berwisata. Para wisatawan juga membutuhkan ketepatan dan kecepatan dalam hal penyediaan jasa.
Keragaman perjalanan wisata dibentuk dari
karakter-karakter
yang
manusia
berbeda-beda.
Wisatawan
dapat
dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Para ahli mengembangkan beragam jenis wisatawan pada prinsipnya perilaku jenis wisatawan mempunyai jenis yang sama yaitu motivasi kegiatan dan perjalanan. Adapun fasilitas yang digunakan wisatawan adalah transportasi yang meliputi angkutan darat, air dan udara. Angkutan udara digunakan oleh para wisatawan dalam jarak jauh dan waktu tempuh yang panjang, sedangkan angkutan darat digunakan untuk menjemput kedatangan wisatawan sesuai dengan rute perjalanan. Transportasi darat dapat mencapai daerah yang sulit bahkan area yang sulit sekalipun. Transportasi air memberikan kenyamanan tersendiri bagi para wisatawan misal kapal feri, kapal pesiar, kapal danau dan perahu. Sarana akomodasi sangat dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata, karena kegiatannya membutuhkan waktu lebih dari 1 hari. Sehingga seluruh akomodasi umumnya menyediakan jasa pelayanan penginapan yang dilengkapi dengan makan dan minum serta jasa lain dalam wujud yang seragam. Beragam jenis daya tarik wisata memberikan
24
peluang kunjungan yang lebih banyak dan di butuhkan. Keanekaragaman telah melahirkan potensi daya tarik wisata memerlukan perhatian dari pihak pengelola baik dalam menggali potensi maupun untuk melestarikan sehingga tercipta pariwisata yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Usaha daya tarik wisata sangat diperlukan dalam menciptakan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dari industri pariwisata. Daya tarik merupakan fokus utama dari industri pariwisata, 2.1.3. Unsur-unsur Manajemen Wisata Unsur adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan berkaitan satu sama lainnya. Manullang (1996:1) menyebutkan manajemen memiliki unsur-unsur yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan yaitu 6 M meliputi: 1) Man (Manusia) Manusia merupakan unsur pendukung yang paling penting untuk pencapaian sebuah tujuan yang telah ditentukan sehingga berhasil
atau
gagalnya
suatu
manajemen
tergantung
pada
kemampuan untuk mendorong dan menggerakkan orang-orang ke arah tujuan yang hendak dicapai. 2) Money (uang) Segala aktivitas dalam sebuah lembaga tentu membutuhkan uang operasional kegiatan.
25
3) Material Dalam proses kegiatan, manusia membutuhkan bahan-bahan materi, karena materi merupakan unsur pendukung manajemen dalam rangka pencapaian tujuan. 4) Machine (mesin) Peranan mesin sangat dibutuhkan agar proses produksi dan pekerjaan bisa berjalan efektif dan efisien. 5) Method (metode) Untuk pelaksanaan pekerjaan perusahaan perlu membuat alternatif-alternatif cara (metode) agar produk bisa berdaya guna dan berhasil guna dan sesuai dengan perkembangan yang menawarkan berbagai metode baru untuk lebih cepat dan baik dalam menghasilkan barang dan jasa. 6) Market (pemasaran) Bagi kegiatan yang bergerak di bidang wisata, pasar sangat penting sebagai pencapaian tujuan akhir. Pasar yang menghendaki seorang manajer untuk mempunyai orientasi. Penjelasan tentang 6M kaitannya dengan fungsi
manajemen Menurut Leiper pengelolaan
manajemen merujuk kepada seperangkat peranan atau fungsi manajemen yaitu planning, directing, organizing dan controlling.
26
2.1.4 Metode Pengelolaan Wisata 1) Pengonsultasian dengan semua pemangku kepentingan Menurut WTO, dalam Richardson dan Fluker, 2004: 183 pengelolaan wisata dalam hal ini dapat dilakukan dengan beragam cara, seperti melalui pertemuan formal dan terstruktur dengan pelaku industri pariwisata, dewan pariwisata, konsultasi publik dan subyek tertentu, penjajakan dan survei, konsultasi kebijakan dengan beragam kelompok dan melalui interaksi antara departemen pemerintah terkait dengan berbagai pihak sesuai subyek yang ditentukan. (Pitana & Diarta, 2009: 88-89). 2) Pengidentifikasian Isu Isu
pariwisata
akan
semakin
beragam
seiring
dengan
meningkatnya skala kegiatan yang dilakukan. Isu-isu yang mungkin muncul dalam skala kegiatan pariwisata, misalnya penyebaran dan ketimpangan pendapatan antar wilayah; pembangunan infrastruktur termasuk transportasi, akomodasi dan abstraksi; investasi, termasuk akses kepada modal dan investasi asing. 3) Penyusunan Kebijakan Kebijakan ini yang disusun mungkin akan berdampak langsung maupun tidak langsung dengan pariwisata. Kebijakan ini akan menjadi tuntunan bagi pelaku pariwisata dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan pariwisata.
27
4) Pembentukan dan Pendanaan Agen dengan Tugas khusus Agen ini bertujuan menghasilkan rencana strategis sebagai panduan dalam pemasaran dan pengembangan fisik di daerah tujuan wisata. Agen ini juga bertugas melakukan riset pasar, pemasaran daerah tujuan wisata dan mendorong fasilitas dan perusahaan pariwisata. 5) Penyediaan Fasilitas dan Operasi Hal ini terutama berkaitan dengan situasi dimana pelaku usaha tidak mampu menyediakan fasilitas secara mandiri. Pemerintah berperan dalam memberikan modal usaha, pemberian subsidi kepada fasilitas dan pelayanan yang vital tetapi tidak mampu membiayai dirinya sendiri tetapi jangka panjang menjadi penentu keberhasilan pembangunan pariwisata (WTO, dalam Richardson dan Fluker, 2004: 183).
2.1.5 Model Pengelolaan Wisata dan Dampak Sosial Budaya Untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, maka pengelola wajib melakukan manajemen sumber daya yang efektif. Berkembangnya pariwisata menimbulkan berbagai dampak sosial. Menurut WTO,1980:12-13 dampak pariwisata dapat dipetakan kedalam beberapa hal antara lain sebagai berikut: 1) Berkembang atau hilangnya budaya lokal Beberapa daerah tujuan wisata (misalnya Bali, lihat Pitana, 2002 dan Diarta, 2006) mampu mengembangkan budaya lokalnya akibat keberadaan interaksinya dengan pariwisata. Hal ini misalnya
28
semakin suburnya kesenian tradisional berupa seni tan, lukis, patung dan sebagainya. 2) Perlindungan atau perusakan terhadap cagar budaya Munculnya kesadaran akan perlindungan terhadap lingkungan alam dan budaya yang berada di kawasan lingkungan tersebut. Hal ini merupakan asset suatu daerah yang menjadi daya tarik wisata. Terkadang keberadaan pariwisata justru menjadi pemicu perusakan dan degradasi kualitas cagar budaya tersebut. 3) Perlindungan atau perusakan kontur alam. Pariwisata juga berdampak pada keberadaan dan keaslian kontur alam. Kontur alam dalam konteks ini maksudnya adalah perlindungan lingkungan alam misalnya mencegah kebanjiran, kekeringan dan sebagainya. 4) Perlindungan atau perusakan monumen bernilai sejarah Monumen sejarah yang menjadi atraksi berkelas dunia sering mengundang banyak wisatawan. Tidak jarang sebagian dan monumen sejarah tersebut mendapat perlakuan yang berbeda. Di satu sisi pemerintah memberikan perlindungan dan pemeliharaan terhadap monumen. Hal ini diikuti kesadaran masyarakat dan wisatawan untuk melestarikannya. Namun disisi lain tidak jarang pula sebagian dan mereka justru merusak, menghancurkan dan menurunkan kualitas objek tersebut dengan perusakan fisik langsung.
29
5) Polusi terhadap keberadaan arsitektur tradisional Masuknya arsitektur modern ke dunia pedesaan atau daerah tujuan wisata di satu sisi mungkin bermanfaat. Misalnya, teknik pembangunan yang tahan gempa. Namun, arsitektur tradisional sarat nilai dan filosofis. Tidak jarang arsitektur tradisional justru menjadi daya tarik yang eksotik dan bersifat etnik bagi wisatawan. Dampak positif misalnya jika dibangun menggunakan arsitektur modern dipadukan dengan prinsip-prinsip arsitektur tradisional.
2.1 Tinjauan tentang Wisata Religi 2.1.1
Pengertian Wisata religi Wisata berasal dari bahasa sansekerta VIS yang berarti tempat tinggal masuk dan duduk. Kemudian kata tersebut berkembang menjadi Vicata dalam bahasa Jawa Kawi kuno disebut dengan wisata yang berarti berpergian. Kata wisata kemudian memperoleh perkembangan pemaknaan sebagai perjalanan atau sebagian perjalanan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata (Khodiyat & Ramaini, 1992: 123). Wisata religi yang dimaksudkan disini lebih mengarah kepada wisata ziarah. Secara etimologi ziarah berasal dan bahasa Arab yaitu zaaru, yazuuru, Ziyarotan. Ziarah dapat berarti kunjungan, baik kepada orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, namun dalam aktivitas pemahaman masyarakat kunjungan kepada orang yang telah meninggal melalui kuburannya. Kegiatannya pun lazim disebut dengan ziarah kubur.
30
Dalam Islam, ziarah kubur dianggap sebagai perbuatan sunah yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Praktik ziarah sebenarnya telah ada sebelum Islam, namun dilebih-lebihkan sehingga Rasulullah sempat melarangnya. Tradisi ini pun dihidupkan kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian (Ruslan, 2007: 6). Praktik ziarah sebenarnya telah ada sebelum Islam, namun dilebihlebihkan
sehingga
Rasulullah
sempat
melarangnya.
Tradisi
inipun
dihidupkan kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian. Perkembangan pariwisata Indonesia mengalami pasang surut tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Hal tersebut berlaku pula terhadap pariwisata religi yang berada di Indonesia, obyek wisata potensial yang dewasa ini banyak dikunjungi baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Kecenderungan wisatawan lebih suka memilih wisata religi dibandingkan dengan obyek wisata lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah sudah selayaknya mengupayakan agar obyek wisata religi lebih ditingkatkan dengan merencanakan dan melakukan strategi yang matang serta efektif agar pariwisata religi dapat berperan aktif dalam meningkatkan devisa di Indonesia. Indonesia merupakan sebuah negara yang penduduknya menganut beberapa agama Islam, Kristen, Katolik, Protestan, Hindu, Budha. Contoh dari wisata religi, perayaan tahun baru Agama Budha (Waisyak) di Candi Borobudur yang mendatangkan wisatawan domestik dari seluruh Indonesia, pemeluk agama Budha dari seluruh dunia, Perayaan Hari Eka Dasa Rudra
31
(1979) yang diselenggarakan setiap 100 tahun, dan Hari Panca Wali Krama yang diselenggarakan setiap 10 tahun, di Pura Besakih Bali berhasil menarik jutaan umat Hindu seluruh dunia. Di luar negeri Umar Kristen secara teratur melakukan perjalanan agama ke pusat agama Katolik di Vatikan Roma, Gerramergam, Lourdes dan setiap cabang gereja yang ada. Umat Protestan berbondong-bondong mengunjungi gereja megah seperti Notre Dame Catedral di Paris atau Saint Peter di Roma. Di antara sekian banyak tempat ziarah yang paling terkenal yang ada di dunia adalah kunjungan ke Mekkah dan Madinah untuk ibadah haji dan ke Israel untuk ziarah bagi umat Islam. Bahkan di luar negeri sejak agama berkembang beberapa ratus tahun yang lalu pariwisata religi ini telah dilakukan jutaan umat manusia secara berkelompok. Mereka melakukan perjalanan untuk memberikan penghormatan ke tempat suci tertentu sebagai penebusan dosa atau untuk memenuhi janji ketika sakit (Mc. Intoch, 1972: 35-36). Hal yang sama juga berlaku bagi umat Kristen dan Protestan di Indonesia yang pergi ke Roma dan Yerussalem untuk turut merayakan Natal, namun dapat dikatakan hampir tidak ada wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Salah satu moment besar yang berkaitan dengan perkembangan agama Islam di Indonesia dan berhasil mendatangkan wisatawan mancanegara dalam jumlah besar adalah festival Istiqlal (1990) (Raqayah Danasaputro, 2009). Sesungguhnya pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri yang ditandai dengan adanya pergerakan manusia yang
32
melakukan ziarah atau perjalanan agama lain. Namun demikian tonggaktonggak sejarah dalam wisata sebagai fenomena modern dapat ditelusuri dan perjalanan Marcopolo (1054-1324) yang menjelajahi Eropa dan Tiongkok. Untuk kembali ke Venesia, perjalanan pangeran Henry (1394-1460). Christopher Colombus (1451 -1506) dan Vasco da Gama sedangkan sebagai kegiatan ekonomi. pariwisata baru berkembang pada awal abad ke- 19 dan sebagai industri Internasional pariwisata tahun 1869 (Crick, 1989: Grabum dan Jafari, 1991; Pitana dan Gayatri, 2005). Para teolog Islam merumuskan dua macam ziarah yakni: -
Ziarah Syar„iyah, yaitu ziarah yang dilakukan dengan maksud mendo‟akan si mayat dan mengambil pelajaran (I„tibar) dengan keadaan mereka pada waktu masih hidup. Mereka telah mati, telah dipendam, telah menjadi tanah dan mereka telah menjumpai apa yang telah mereka perbuat baik berupa kebaikan atau keburukan.
-
Ziarah Bid’iyah (svirkiyah), yaitu ziarah yang dimaksudkan memohon kepada si mayat untuk memenuhi hajat seseorang atau meminta do‟a dan syafaat kepadanya atau berdoa di dekat kuburannya dengan keyakinan bahwa do‟anya lebih terkabul. MUI perlu mengeluarkan fatwa sehubungan dengan adanya
penyimpangan oleh praktik keagamaan dalam makam yang mengarah pada perbuatan syirik. MUI perlu mengadakan re-edukasi terhadap masyarakat peziarah untuk memberikan pemahaman yang benar tentang makam dan aktivitas ritualnya, sehingga dapat mengeliminir pemahaman bahwa makam
33
adalah keramat. MUI perlu mengadakan pelurusan pemahaman agama Islam di
kalangan
juru
kunci
makam,
mubaligh
dan
peziarah
(http://aslibumiayu.wordpress.com/2010/08/12). 2.1.2 Fungsi Wisata Religi Wisata religi dilakukan dalam rangka mengambil ibrah atau pelajaran dan ciptaan Allah atau sejarah peradaban manusia untuk membuka hati sehingga menumbuhkan kesadaran bahwa hidup di dunia ini tidak kekal. Wisata pada hakikatnya adalah perjalanan untuk menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah, implementasinya dalam wisata kaitannya dengan proses dakwah dengan menanamkan kepercayaan akan adanya tanda-tanda kebesaran Allah sebagai bukti ditunjukkan berupa ayat-ayat dalam Al qur‟an. 2.1.3 Bentuk- bentuk Wisata Religi Wisata religi dimaknai sebagai kegiatan wisata ke tempat yang memiliki makna khusus, biasanya berupa tempat yang memiliki makna khusus. 1. Masjid sebagai tempat pusat keagamaan dimana masjid digunakan untuk beribadah sholat, i‟tikaf, adzan dan iqomah. 2. Makam dalam tradisi Jawa, tempat yang mengandung kesakralan . makam dalam bahasa Jawa merupakan penyebutan yang lebih tinggi (hormat) pesarean, sebuah kata benda yang berasal dan sare, (tidur).
34
Dalam pandangan tradisional, makam merupakan tempat peristirahatan (Suryono Agus, 2004: 7) 3. Candi sebagai unsur pada jaman purba yang kemudian kedudukannya digantikan oleh makam. 2.1.4
Tujuan Wisata Religi Tujuan wisata religi mempunyai makna yang dapat dijadikan pedoman untuk menyampaikan syiar islam di seluruh dunia, dijadikan sebagai pelajaran, untuk mengingat ke-Esaan Allah. Mengajak dan menuntun manusia supaya tidak tersesat kepada syirik atau mengarah kepada kekufuran (Ruslan, 2007:10). Ada 4 faktor yang mempunyai pengaruh penting dalam pengelolaan wisata religi yaitu lingkungan eksternal, sumber daya dan kemampuan internal, serta tujuan yang akan dicapai. Suatu keadaan, kekuatan, yang
saling berhubungan dimana lembaga atau organisasi
mempunyai kekuatan untuk mengendalikan disebut lingkungan internal, sedangkan
suatu keadaan, kondisi, peristiwa dimana organisasi atau
lembaga tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan disebut lingkungan eksternal. Kaitan antara wisata religi dengan aktivitas dalam adalah tujuan dari wisata ziarah itu sendiri (RD.Jatmiko, 2003:30). Abidin (1991: 64) menyebutkan bahwa tujuan ziarah kubur adalah 1. Islam mensyariatkan ziarah kubur untuk mengambil pelajaran dan mengingatkan akan kehidupan akhirat dengan syarat tidak melakukan
35
perbuatan yang membuat Allah murka, seperti minta restu dan doa dari orang yang meninggal. 2. Mengambil manfaat dengan mengingat kematian orang-orang yang sudah wafat dijadikannya pelajaran bagi orang yang hidup bahwa kita akan mengalami seperti apa yang mereka alami yaitu kematian. 3. Orang yang meninggal diziarahi agar memperoleh manfaat dengan ucapan doa dan salam oleh para peziarah tersebut dan mendapatkan ampunan. Muatan dakwah dalam wisata religi adalah sebagai berikut: 1. Al-Hikmah ( ) الحكمة Sebagai metode dakwah yang diartikan secara bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih dan menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan. 2. Al-Mauidhah Hasanah ()الموعظة الحسنة Mauidhah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat (Munir, 2003: 17).
36
BAB III TINJAUAN TENTANG OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA MAKAM SULTAN HADIWIJAYA
3.1 Gambaran Umum Kabupaten 3.1.1
Kondisi Geografis
Gambar 1. Peta Lokasi Kabupaten Sragen Lokasi makam Sultan Hadiwijaya berada di Kabupaten Sragen. Kabupaten Sragen terletak 7105’-7030’ LS dan 110045’-111010’ BT. Kabupaten Sragen berada di daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang mengalir dari arah timur. Sebelah utara merupakan wilayah perbukitan, yang merupakan bagian dari pegunungan Kendeng. Sementara itu bagian selatan berupa lereng gunung Lawu.
Adapun Batas-Batas
Kabupaten Sragen adalah : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali.
36
di
37
Luas wilayah kabupaten Sragen adalah 946,49 Km2. Kabupaten Sragen terdiri atas 20 Kecamatan yaitu Gemolong, Gesi, Gondang, JEnar, Kalijambe, Karangmalang, Kedawung, Masaran, Miri, Mandokan, Ngrampal, Plupuh, Sambirejo, Sambungmacan, Sidoharjo, Sragen, Sukodono, Sumberlawang, Tangen dan Tanon. Makam Sultan Hadiwijaya terletak di Kecamatan Plupuh Sragen. Kabupaten Sragen terletak di jalur utama transportasi
Jawa Tengah – Jawa Timur di lintas Selatan.
Kabupaten Sragen dilintasi oleh semua jalur transportasi darat, baik bus maupun kereta api. Untuk jalur kereta api Sragen dilintasi oleh jalur Gundih- Solo Balapan dengan Stasiun terbesarnya yaitu di Gemolong. 3.1.2
Sejarah Kabupaten Sragen Kelahiran Kabupaten Sragen tidak terlepas dari keberadaan Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II dari Mataram. Pangeran Mangkubumi sangat membenci kolonialis Belanda. Kebencian Pangeran Mangkubumi semakin bertambah setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai pemerintah yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang kuat, Mangkubumi melarikan diri dari istana dan menyatakan perang terhadap Belanda. Peperangan antara Mangkubumi dan Belanda disebut Perang Mangkubumen yang terjadi pada tahun 17461757. Dalam Peperangan itu Mangkubumi dan pasukannya dari keraton bergerak melewati desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh dan Gayang. Mangkubumi dan pasukan melanjutkan
38
perjalanan ke desa Pandak, Karangnangka kemudian masuk daerah Sukowati. Di
Desa
Sukowati
Pangeran
Mangkubumi
membentuk
pemerintahan pemberontak yaitu, di desa Pandak Karangnongko yang dijadikan pusat pemerintahan yaitu Projo Sukowati. Atas dasar itu Mangkubumi meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat beberapa pejabat pemerintah. Secara geografis Sukowati terletak di tepi Jalan Tentara Kompeni di Jalur Surakarta-Madiun. Karena pusat pemerintahan Sukowati dianggap kurang aman, kemudian pada tahun 1746 dipindahkan di Desa Gebang yang terletak di sebelah Tenggara Desa Pandak Karangnongko. Sejak saat itu Pangeran Sukowati memperluas wilayah kekuasaannya yang meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangrejo, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa lain. Daerah kekuasaan dan jumlah pasukan Pangeran Sukowati semakin besar. Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan bekerjasama dengan saudaranya Raden Mas Said. Perlawanan Pangeran Sukowati berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari. Dalam perjanjian itu wilayah dibagi menjadi Kasunanan Kasultanan
Yogyakarta.
Pangeran
Sukowati
Surakarta dan menjadi
Sultan
Hamengkubuwono ke-1 pada perjanjian Salatiga tahun 1757, dan Raden
39
Mas Said ditetapkan menjadi Adipati Mangkubuwono I dengan mendapat sebagian wilayah Kasunanan Surakarta. Selanjutnya sejak tgl 12 Oktober 1840 dengan surat Sunan Pakubuwono VII yaitu Angger-Angger Gunung (surat wasiat dari Raja) daerah yang
berlokasi strategis ditunjuk menjadi pos
tundan, yang
dinyatakan sebagai tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan lalu lintas, pemeriksaan barang dan surat jalan serta jembatan. Salah satunya wilayah yang dianggap strategis adalah wilayah
Sragen, sehingga
diwilayah itu didirikan pos tundan Sragen. Perkembangan selanjutnya, sejak tanggal
5 Juni 1847 Sunan
Pakubuwono VII dengan persetujuan Residen Surakarta yaitu Baron de Geer diperintahkan untuk melakukan tugas kepolisian wilayah Sragen dengan sebutan Kabupaten Pulisi Sragen. Berdasarkan staatsblaad no. 32 tahun 1854 di setiap Kabupaten Pulisi diangkat seorang ketua yang dibantu oleh Kliwon,” Panewu Rangga” 1 dan kaum,”. Sejak pemerintahan Sunan Pakubuwono VIII dan seterusnya di Sragen dilakukan reformasi terus menerus di bidang pemerintahan yang pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada zaman pemerintahan Pakubuwono X. Menurut Rijkblaad No. 23 tahun 1918 Kabupaten Pangreh Praja dijadikan daerah otonom untuk melaksanakan kekuasaan
1
hukum
dan
pemerintahan.
Merupakan jabatan di atas demang atau jajar
Pada
akhirnya
memasuki
40
pemerintahan Republik Indonesia Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen (Wiyono, 2007:2). Kabupaten Sragen yang sebelumnya bernama Sukowati dan digunakan sejak kekuasaan kerajaan (Kasunanan) Surakarta, kemudian digunakan sebagai pusat pemerintahan yang baru.2 Hari jadi kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda nomor 4 tahun 1987, yaitu hari Selasa Pon, tanggal 27 mei 1746. Hari dan Tanggal tersebut adalah hasil penelitian serta kajian dari fakta sejarah ketika Pangeran Mangkubumi yang menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono yang I menjadi tonggak pertama yang melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu pemerintahan lokal di desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur. Pariwisata dewasa ini adalah mega bisnis. Jutaan orang mengeluarkan triliunan dolar AS, meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk memuaskan dan membahagiakan diri (pleasure) dan untuk menghabiskan waktu luang. Hal ini menjadi bagian penting dari dalam kehidupan dan gaya hidup di negara-negara maju. Namun demikian memposisikan pariwisata sebagai bagian esensial dalam kehidupan seharihari merupakan fenomena yang relatif baru. Hal ini mulai terlihat sejak berakhirnya perang dunia II disaat pariwisata meledak dalam skala besar sebagai salah satu kekuatan sosial dan ekonomi (Mac Donald, 2004: 7).
2
Di wilayah Sragen terdapat situs arkeologi yaitu Sangiran yang ditempat itu ditemukan manusia purba dan binatang purba yang sebagian disimpan di Musium Fosil Sangiran
41
3.2 Gambaran Umum Makam Sultan Hadiwijaya Makam Sultan Hadiwijaya merupakan obyek dan daya tarik wisata religi terkemuka di Kota Sragen, Makam Sultan Hadiwijaya terletak di bagian selatan Kecamatan Plupuh. Kec. Tanon
Kec. Gemolong
Kec. Masaran
Kab. Karanganyar Gambar 2. Peta Kecamatan Plupuh Adapun batas-batas wilayah kecamatan adalah sebagai berikut: -
Sebelah Utara kecamatan Tanon
-
Sebelah Timur kecamatan Masaran
-
Sebelah Selatan kabupaten Karanganyar
-
Sebelah Barat kecamatan Gemolong Makam Sultan Hadiwijaya dibangun oleh Pakubuwono X pada tahun
1930. Selanjutnya
dilanjutkan dengan pembangunan masjid. Pengelolaan
makam Butuh dikelola secara turun temurun yaitu langsung dari Keraton Surakarta diwakilkan kepada juru kunci yaitu Pak Sarjono yang telah meninggal digantikan oleh anaknya bernama Aziz sampai sekarang yang juga sebagai abdi dalem Keraton Surakarta. Makam Sultan Hadiwijaya pada setiap bulan Mei diadakan acara tahunan yaitu kunjungan dari Bupati beserta staff,
42
kunjungan ke makam Sukowati, makam Butuh, dan makam para leluhur. Keterlibatan Dinas Pariwisata dalam pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya sekedar mengadakan kunjungan bahwa di Sragen terdapat situs sejarah.
1
Tabel 1 Pembagian Wilayah Administratif Jumlah Jumlah Nama Desa Pusat Desa Dukuh RT Jembangan Jembangan 10 14
2
Sidokerto
Talun
10
16
3
Jabung
Jabung
9
15
4
Pungsari
Tanjungsari
9
12
5
Manyarejo
Manyarejo
8
12
6
Gedongan
Gedongan
7
18
7
Plupuh
Plupuh
17
17
8
Cangkol
Cangkol
12
17
9
Somoromorodukuh Balai Rakyat
12
17
10
Sambirejo
Sambirejo
16
26
11
Dari
Dari
16
16
12
Karangnyar
Karanganyar
6
17
13
Gentan Banaran
Kangkung
15
19
14
Karungan
Karungan
8
14
15
Karangwaru
Karangwaru
10
15
16
Ngrombo
Ngrombo
14
19
No
Sumber: www.sragen.go.id/home.phpmenu25 Januari 2010. Luas kecamatan Plupuh adalah 4.836 Ha terdiri dari 16 desa dan 169 dukuh terbagi dalam 264 RT. Kecamatan Plupuh terletak di
bagian Barat
Kabupaten Sragen. Kantor Kecamatan Plupuh terletak di jalan Sambirejo No.1 Plupuh Sragen.
43
3.3 Alur Perjalanan Wisata Ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya Memasuki area pemakaman, peziarah melewati masjid terlebih dahulu untuk menuju ke pesarean. Kemudian peziarah dapat beristirahat di masjid atau langsung menuju ke pemakaman. Kendaraan para peziarah dapat parkir di lokasi yang telah disediakan. Peziarah yang memasuki pintu gerbang di kanan kiri akan melihat pemakaman umum. Setelah melewati pintu gerbang para peziarah akan bertemu dengan juru kunci makam di mana di halaman bangunan utama terdapat makam kerabat Sultan Hadiwijaya, tugas juru kunci di sini memberikan penjelasan-penjelasan baik secara lisan maupun sesuai dengan tulisan-tulisan yang tertera di dinding bangunan makam. Setelah memasuki bangunan utama makam Sultan Hadiwijaya para peziarah dapat mengambil wadah yang dipersiapkan untuk menaruh bunga dan dupa berfungsi sebagai pewangi. Peziarah dapat langsung menuju makam atau ruang baca. Di ruang ini pengunjung yang berminat dapat membaca dokumen – dokumen yang ada sembari beristirahat. Situasi Makam Butuh Sultan Hadiwijaya. Para peziarah yang datang setelah beristirahat di Masjid kemudian mereka menuju makam Sultan Hadiwijaya melewati pintu gerbang pertama yang dilanjutkan menuju pintu gerbang utama pada Makam Sultan Hadiwijaya. Didalam bangunan utama makam Sultan Hadiwijaya terdapat sembilan makam yang meliputi makam kedua orang tua Sultan Hadiwijaya yaitu KA Kebo Kenongo, Ny A.Kebo Kenongo yang terletak di Sebelah Utara,kemudian Sultan Hadiwijaya yang sejajar dengan anaknya KP Benowo terletak disebelah Barat,sebelah Selatan terdapat tiga makam yang merupakan
44
sahabat karib Sultan Hadiwijaya yaitu KP Monconegoro, K. Tmg Wilomarto dan K. Tmg.Wuragil. Pada sisi kanan dan kiri pintu masuk utama masih di dalam bangunan terdapat makam KP Tedjowulan dan KRt Kadilangu putra Sultan Hadiwijaya. Pada bagian Selatan masih satu atap dengan bangunan utama terdapat tempat juru kunci untuk menerima tamu atau ruang informasi dan ruang baca. Sementara itu di luar bangunan utama sebelah Barat terdapat makam KPH Sinawung putra Sultan Hadiwijaya. Selanjutnya diluar pintu masuk utama Sebelah Timur terdapat empat makam yaitu KR Adi Negoro, Istri, Ray Pagedongan, dan Ray Kodok Ijo.Di bagian Selatan terdapat tiga makam yaitu KA Ngerang, Ny. Ageng Ngerang, KPH Mas Demang Brang Wetan. Kemudian di sebelah Utara terdapat getek tambak boro yang digunakan sebagai kendaraan pada waktu Sultan Hadiwijaya masih hidup. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran.
Para peziarah (Gb. 1) masuk di area masjid
Makam
Sultan
Hadiwijaya.
Kendaraan dapat diparkir di lokasi parkir yang telah disediakan. Satu hal yang menarik di tempat parkir telah disediakan kotak amal, sehingga para peziarah dapat memasukkan uang langsung ke dalam kotak tersebut.
45
Para
peziarah
memasuki
pintu
gerbang makam Sultan Hadiwijaya (Gb. 2) untuk melaksanakan tujuan mereka datang ke makam Sultan Hadiwijaya sesuai dengan niatan masing-masing. Umumnya peziarah yang datang di kompleks makam Sultan Hadiwijaya adalah untuk mendoakan mereka yang telah meninggal.
Para
peziarah
gerbang (Gb.
memasuki 3)
para
pintu
peziarah
memasuki bangunan utama Makam Sultan
Hadiwijaya
yaitu
untuk
melaksanakan tujuan mereka datang untuk mendoakan para ahli kubur atau
dapat
membaca
dokumen di ruang baca.
dokumen-
46
Material wisata yang terdapat di bangunan Makam Sultan Hadiwijaya (Gb. 4) meliputi buku-buku bacaan yang berisi tentang ilmu-ilmu agama. Skema tulisan pada dinding makam atau buku yang telah dibuat oleh juru kunci makam yang berisi tentang peringatan-peringatan tujuan ziarah kubur dengan maksud agar para peziarah terhindar dari hal-hal yang menyimpang.
Pada
kompleks
Makam
Sultan
Hadiwijaya (Gb.5) para pengunjung dapat melihat makam kerabat yang terdapat di sisi kanan dan kiri bangunan makam Sultan Hadiwijaya
Selain itu pengunjung juga dapat menyaksikan peninggalan ini antara lain getek Tambakboro (Gb. 6. Getek Tambakboro adalah alat transportasi air
yang
digunakan
Sultan
Hadiwijaya pada waktu masih hidup. Getek Tambakboro digunakan Sultan Hadiwijaya
untuk
Sungai Bengawan
menyeberang
47
3.4 Ritual yang dilakukan di Makam Sultan Hadiwijaya Selama ini ada 2 macam ritual yang dilakukan di kompleks Makam Sultan Hadiwijaya adalah sebagai berikut : 1. Dzikir dan tahlil. Pada acara dzikir dan tahlil yang diadakan secara rutin langsung dipimpin oleh pemuka agama atau tokoh agama setempat. Acara dimulai pada malam jum’at pada pukul 21.00,tidak ada ritual khusus pada saat pelaksanaan diawali dengan membaca fatihah, surat al ikhlas, An-nas, Al Falaq dilanjutkan surat Al Baqarah, Yusuf dan seterusnya. Kemudian bacaan tahlil
الاله االّ اهلل. Dzikir dan tahlil ini ditujukan untuk senantiasa
mengingat Allah bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Pelaksanaan Dzikir dan tahlil dilakukan di
serambi masjid Sultan
Hadiwijaya diikuti oleh warga setempat dan juru kunci makam. 2. Khaul atau sering disebut dengan peringatan pada hari kematian. Acara khaul di kompleks makam Sultan Hadiwijaya diadakan secara rutin pada setiap tanggal 15 bulan Syawal. Kegiatan khaul ini meliputi pembacaan do’a dan tahlil yang dipimpin oleh pemuka agama setempat dan santunan fakir miskin yang diikuti oleh warga sekitar dan juru kunci makam. Motivasi para peziarah yang datang ke makam Sultan Hadiwijaya adalah peziarah yang datang didorong oleh motivasi agama melalui tuntunan ajaran Islam, yaitu mereka berziarah dengan maksud mendoakan kepada ahli kubur serta mengambil pelajaran akan arti mati bagi dirinya dan mengambil suri tauladan terhadap jasa-jasa dan perjuangan ahli kubur ketika masih hidup. Kedatangan para pengunjung ada yang hanya sekedar berwisata, mendoakan
48
para leluhur, melakukan penelitian ilmiah dan yang paling umum untuk kunjungan ziarah untuk memanjatkan do’a . Menurut Rais, salah satu pengunjung yang berasal dari Sragen, tidak ada persyaratan khusus untuk berziarah ke makam Sultan Hadiwijaya, hanya membawa bunga dan dupa jika perlu yang berfungsi sebagai pewangi dan menyisipkan uang secara suka rela kedalam kotak yang telah disediakan atau langsung kepada juru kunci makam. Rais mengatakan merasa nyaman dan pikiran merasa tenang ziarah ditempat ini karena didukung suasana yang sejuk dan bersih.
3.5 Biografi Tokoh 3.5.1
Lahirnya Sultan Hadiwijaya Pada waktu malam hari dikisahkan dalam sebuah babad (Babad Tanah Jawi) bahwa Ki Ageng Pengging menanggap wayang beber. Pada Malam itu juga, istri Ki Ageng Pengging melahirkan bayi laki-laki yang tampan. Dikisahkan bahwa pada malam itu hujan turun dengan sangat deras, orang yang mendalang disuruh berhenti.Bayi Sultan Hadiwijaya kemudian dimandikan dan dibawa ke hadapan Ki Ageng Tingkir. Bayi diterima lalu dipangku oleh Ki Ageng Tingkir. Ia berkata kepada Ki Ageng Pengging, adimas anakmu ini tampan sekali, aku punya keyakinan anak ini kelak tinggi derajatnya. Anak ini aku beri nama Mas Karebet, karena lahirnya pada saat menanggap wayang beber.
49
3.5.2
Sultan Hadiwijaya Dijuluki Jaka Tingkir Bagus Karebet yang ditinggalkan oleh Ki Kebo Kenongo/ Ki ageng Pengging sekitar 10 tahun berwajah tampan, gagah, dan bentuk tubuh yang kekar halus kulitnya berwajah ceria bagaikan emas yang diasah. Mas Karebet sangat gemar terhadap wayang, ikut mengabdi kepada Ki dalang, sehingga Bagus Karebet mampu memainkan wayang. Bagus Karebet yang yatim piatu diambil anak oleh Nyai Ageng Tingkir, itulah sebabnya ia lebih dikenal sebagai Jaka Tingkir. Ia sangat disayangi oleh Nyai Ageng Tingkir dan dimanjakan. Ia suka berkelana masuk ke gua-gua sepi di pegunungan, sehingga tampak kurang makan dan tidur, cita-citanya ingin menjadi prajurit, dan ingin sakti tidak mempan oleh hujaman senjata. Jaka Tingkir sering pergi ke hutan dalam waktu yang cukup lama misalnya, 3 hari atau 3 hari 3 malam. Ibu Jaka Tingkir menangis jika dia pulang. Ibunya berkata pada Jaka Tingkir lebih baik kamu membantu mencangkul di ladang bersama para pembantu. Jaka Tingkir pun kemudian menyusul pembantunya ke sawah sebelah timur sungai. Juru sawah tahu bahwa tuannya datang, tetapi ketika saat makan tiba, Jaka tidak ikut makan ingin menunggui sawah saja. Ketika itu Sunan Kalijaga datang dari sebelah selatan sawah Jaka Tingkir sambil berteriak-teriak begini, hai anak muda yang ada di sawah lekas pulang, karena kau calon Raja yang menguasai tanah jawa ini, lebih baik kau mengabdi ke Demak .
50
3.5.3
Sultan Hadiwijaya Mengabdi ke Demak Jaka Tingkir diantar oleh dua orang santri menuju Demak, menemui Ki Ganjur setelah berpamitan dengan ibunya. Setelah mereka bertemu Ki Ganjur, dua santri itu menyampaikan pesan Nyai Ageng kepada Ki Ganjur, yakni menyerahkan Jaka Tingkir agar mengabdi kepada Baginda Sultan. Ki Ganjur berkata: “Ya, katakanlah kepada Mbak Yu sudah kuterima putranya, tapi aku tidak memastikan diterima atau tidaknya. Hal itu bergantung pada nasib anak sendiri, kemudian kedua santri pulang. Jaka Tingkir selama ini di tempat Ki Ganjur pekerjaannya menghadap Baginda manakala ada pertemuan atau menyerahkan sesuatu di masjid kecil Suranatan.
3.5.4
Sultan Hadiwijaya Diusir dari Demak Dikisahkan, ada seorang dari Kedu Pingit bernama Ki Dadung Awuk. Wajahnya menyeramkan, akan tetapi sudah terkebal kesaktiannya. Ki Dadung Awuk tadi lalu ke Demak, ingin menjadi prajurit tamtama. Lalu disampaikan kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir kurang suka melihat tampang orang itu, sebab berangasan dan kurang sopan. Lalu ditantang oleh Jaka Tingkir. Krena di desa sudah terkenal kesaktiannya, apakah mau dicoba dengan ditusuk keris. Jawabnya mau. Ki Dadung Awuk lalu ditusuk oleh Jaka Tingkir. Dadanya pecah, lalu mati. Teman-teman tamtama disuruh ikut menusuknya dengan keris. Jenazah Ki Dadung Awuk terluka parah. Jaka Tingkir semakin terkenal kesaktiannya.
51
3.5.5
Sultan Hadiwijaya Berguru Ki Buyut Banyu Biru Dua hari kemudian, Jaka Tingkir sampai di Banyu Biru. Ia kemudian
diangkat sebagai putra Ki Buyut. Ia sangat dipuji-puji, dipersaudarakan dengan Mas Manca. Ki Buyut
menghabiskan nasehatnya kepada Jaka
Tingkir dan Mas Manca. Sesudah genap tiga bulan, Ki Buyut berkata kepada Jaka Tingkir, “Ngger, sudah saatnya kamu menghadap lagi kepada Kanjeng Sultan. Mumpung ini musim hujan, beliau mesti istirahat di Gunung Prawata. Kukira kedatanganmu di Prawata masih bisa menemui Kanjeng Sultan. Kamu kuberi syarat agar bisa disapa oleh Kanjeng Sultan. Tanah ini berikan Kerbau Danau. Kerbau pasti akan mengamuk ke Prawata. Orang Demak tidak ada yang bisa membunuh. Kalau sudah begitu, Kanjeng Sultan akan menanyakan keberadaanmu. Kalau kamu disuruh membunuh kerbau itu, tanahnya disuruh membuang terlebih dahulu. Kerbau itu pasti mati kamu bunuh dan kamu kuberi teman adikmu ini, Ki Mas Manca serta saudaraku laki-laki, namanya Ki Wiragil, serta keponakanku, Putra Buyut Majasta, namanya Ki Wila. Tiga orang itu jangan sampai pisah dengan kamu.” Jaka Tingkir mematuhi. 3.5.6
Sultan Hadiwijaya mendapat Ilham dari Kraton Pada waktu tengah malam, Ki Ageng Butuh keluar dari rumahnya,
kaget melihat pulung kraton, jatuh dari arah barat laut, jatuh di sungai tempat Jaka Tingkir tidur. Ki Ageng kemudian mengejar jatuhnya pulung itu. Setibanya di pinggir sungai, Ki Ageng tidak ragu lagi melihat Jaka Tingkir, yang tidur di getek, kejatuhan pulung. Ia lalu dibangunkan, “Thole, bangunlah, jangan tidur saja. Pulung Kraton Demak sudah pindah
52
kepadamu.” Jaka Tingkir dan teman-temannya lalu segera bangun. Mereka dibawa ke padepokan Ki Ageng Butuh. Ki Ageng Ngerang lalu dipanggil. Mereka menasehati Jaka Tingkir karena pulung kraton Demak sudah pindah kepada dirinya. Dia akan menggantikan Sultan Demak, tinggal dimohonkan kepada Allah, agar mendapat cinta kasih Sang Raja. Ia dinasehati tentang laku yang nista dan utama. Banyak-banyak nasehat dua orang Kiai tadi kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sangat bersuka hati serta siap menjalankan ajaran itu. Jaka Tingkir kemudian pamit berangkat beserta teman-temannya. Mereka naik getek lagi dengan pelan. Setelah sampai di desa Bulu, daerah Majenang, kemudian naik ke darat. Buaya di suruh kembali ke Kedung Srengenge. Jaka Tingkir dan teman-temannya meneruskan dengan berjalan darat. Sejak saat itu desa Bulu diganti menjadi Desa Tindak. 3.5.7
Sultan Hadiwijaya Menjadi Sultan Pajang Dikisahkan, Kanjeng Sultan sudah berputra enam. Sulungnya
perempuan, dikawinkan dengan anak Ki Ageng Sampang. Bernama Pangeran Langgar. Adiknya laki-laki, bernama Pangeran Prawata. Ketiga perempuan, kawin dengan Pangeran Kalinyamat. Keempat perempuan, kawin dengan Pangeran Cirebon. Kelima perempuan, dikawinkan dengan Jaka Tingkir. Bungsunya laki-laki, bernama Pangeran Timur. Jaka Tingkir, setelah menikah, lalu diangkat sebagai bupati Pajang, diberi tanah empat ribu karya. Dia menghadap ke Demak tiap tahun. Tidak lama kemudian Pajang sudah gemah raharja, subur makmur. Adipati Pajang pun telah membuat istana.
53
Dikisahkan, Sultan Demak wafat. Setelah wafatnya sultan Demak, Adipati Pajang mengangkat diri sebagai Sultan. Semua bawahan Demak ditundukkan Pajang. Jika ada yang membangkang dihantam perang. Tanah Pesisir, Manca Negara, Bang Wetan dan Pesisir Barat semua sujud, tidak ada yang melawan. Mereka takut kedigjayaan Adipati Pajang. Adapun yang menjadi Adipati Demak adalah anak Sultan Kedua, bernama Sultan Prawata. dia tunduk dengan Adipati Pajang. Anak Sultan Trenggana yang bungsu, yang bernama Pangeran Timur dibawa ke Pajang lalu dijadikan Bupati Madiun. Dari uraian di atas dapat diketahui siapa sebenarnya tokoh Sultan Hadiwijaya,yang menjadi raja Pajang setelah melalui perjalanan panjang mulai dari Sultan Hadiwijaya menjadi seorang tamtama sampai menjadi menantu Sultan Trengono dari Demak. Setelah menjadi menantu Sultan Trengono kemudian Sultan Hadiwijaya diangkat menjadi seorang Raja di wilayah Pajang sekaligus sebagai raja penyebar agama Islam pada daerah pedalaman jawa meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur pada peralihan Hindu menuju Islam.
BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN WISATA RELIGI (Study Kasus Makam Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah)
4.1 Analisis Pengelolaan Wisata Religi untuk pengembangan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya. Makam Sultan Hadiwijaya terletak di desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen. Makam Sultan Hadiwijaya ini berada dalam jarak sekitar 20 km dari kota Surakarta dan berada dekat dengan aliran sungai Bengawan Solo. Luas Makam Sultan Hadiwijaya sekitar 4000 meter persegi dan terdiri dari tiga teras yaitu bangunan makam Sultan Hadiwijaya beserta kerabat, pemakaman umum yang berada di sebelah timur masjid dan serambi masjid di area Makam Sultan Hadiwijaya. Pengembangan Dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya mengunakan metode dakwah bil lisan sedangkan muatan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya adalah al hikmah dan Mauidhah hasanah. Pengembangan makam ini menyangkut pengembangan wisata religi implementasinya melalui program dzikir dan tahlil serta santunan fakir miskin. Sebagai makam dari tokoh Keraton Pajang, makam ini menarik untuk para wisatawan untuk beberapa tujuan, yaitu pertama adalah untuk mendoakan para ahli kubur dan kerabat Sultan Hadiwijaya, kedua untuk melakukan wisata, ketiga melakukan penelitian ilmiah, keempat untuk niat beribadah dengan berziarah. Untuk tujuan kebutuhan para pengurus, makam Sultan Hadiwijaya dikelola dengan cara tertentu. Lokasi wisata religi kompleks makam Sultan Hadiwijaya dalam kesehariannya dijaga dan dirawat
54
55
oleh seorang juru kunci. Juru kunci ini saat ini dipegang oleh Aziz yang sekaligus menjadi abdi dalem Keraton Surakarta. Aziz adalah anak dari Sarjono juru kunci sebelumnya yang telah meninggal. Sebelum Sarjono Makam ini dipegang oleh Gito Hastono kakek dari Aziz
yang telah
meninggal. Status juru kunci makam ini selalu dipegang oleh orang-orang dalam keluarganya sejak dulu secara turun temurun. Juru kunci makam yang sekarang bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi makam, berada di sebelah utara makam. Kunjungan ke makam ini dapat dilakukan setiap saat dan setiap waktu dalam hal ini juru kunci siap melayani. Berkait pengelolaannya, makam ini langsung dikelola oleh Kraton Surakarta. Pelaksana dari pengelola itu adalah juru kunci. Juru kunci dipilih dan ditentukan oleh Kraton melalui proses penunjukan. Sejarah juru kunci makam Sultan Hadiwijaya berawal sejak 3 generasi sampai saat ini yang dipegang oleh anak Sarjono yang bernama Aziz, Aziz menggantikan ayahnya semenjak ayahnya meninggal sampai sekarang. Tugas dari juru kunci makam yang paling utama adalah menjaga dan merawat makam, hal ini dilakukan dengan tujuan supaya makam terawat dengan baik dan terjaga keamanannya dan terhindar dari kerusakan pada bangunan. Adapun tindakan yang dilakukan oleh juru kunci jika terjadi kerusakan pada bangunan makam adalah melaporkan kepada Kraton Surakarta untuk meminta dana perbaikan. Selanjutnya dana yang diperoleh dari Kraton maupun dari hasil kotak amal yang dibukukan pada setiap bulan dipergunakan untuk membiayai perawatan makam, listrik dan kebutuhan lainnya. Pembangunan ruas jalan pada makam
56
Sultan Hadiwijaya mendapat bantuan dari pemerintah Kabupaten Sragen yaitu berupa jalan aspal. Sehingga para peziarah yang datang dari daerah asal maupun luar daerah dapat memasuki area makam dengan mudah. Pengawasan pada makam juga dilakukan langsung oleh juru kunci yang dibantu oleh warga sekitar beserta dinas yang terkait maupun dari pemerintah. Tugas dari juru kunci disini adalah mengawasi secara langsung segala kegiatan para peziarah yang datang ke makam. Pengawasan dilakukan semata-mata untuk menjaga supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Untuk pelaksanaan pengawasan dalam merealisasikan tujuan dilakukan beberapa tindakan yaitu sebagai berikut : 1. Menetapkan Standar Dalam menetapkan standar program pengembangan makam Sultan Hadiwijaya sebagai obyek wisata religi, juru kunci menetapkan standar operasional yang terkait dengan kuantitas maupun kualitas pengunjung. Terkait dengan kuantitas, jumlah pengunjung belum menunjukkan peningkatan menurut juru kunci hal ini terjadi karena masih minimnya informasi kepada pihak luar bahwa di Sragen terdapat situs sejarah makam tokoh Sultan Hadiwijaya pendengaran khalayak
yang sebenarnya sudah tidak asing dalam
secara umum. Juru kunci dalam
menetapkan
standar peningkatan jumlah pengunjung tidak ada batasannya. Sedangkan terkait dengan kualitas juru kunci di samping mengawasi para pengunjung yang datang juga melakukan semacam pengarahan atau membimbing kaitannya dengan dakwah, untuk memberikan peringatan supaya para
57
pengunjung tidak tersesat. Sebagai contoh melarang mengkultuskan makam secara berlebihan, minta berkah dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan juru kunci dengan tujuan baik supaya para pengunjung tidak mengarah pada perbuatan syirik ini sejalan dengan arahan dari juru kunci. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan aqidah dikalangan para peziarah makam yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, Keyakinan yang dimaksud disini adalah animisme dan dinamisme yang masih berkembang dikalangan masyarakat Islam dan kepercayaan itu masih mengakar dan membudaya dalam bentuk upacara tradisional, sejalan dengan apa yang diyakini oleh masyarakat terdapat upacara yang dilakukan di makam yang mempunyai motivasi menyimpang dari keyakinan Islam. Dinas pariwisata kabupaten Sragen selama ini hanya sekedar tahu bahwa di Sragen terdapat situs makam Sultan Hadiwijaya, dalam pengembangan menjadikan wisata ziarah belum, makam ini masih dibawah pengawasan Kraton Surakarta yang merupakan pengelolanya. 2. Mengadakan Penilaian Penilaian yang dimaksudkan disini adalah penilaian terhadap pelaksanaan ziarah. Pelaksanaan ziarah di kompleks makam ini menurut juru kunci sudah berjalan dengan baik meskipun pengunjung yang datang rata-rata dari masyarakat lokal atau masyarakat yang berasal dari Jawa Tengah maupun Jawa Timur yang sudah mengetahui bahwa di Sragen terdapat situs sejarah
makam Sultan Hadiwijaya
sebagaimana
diungkapkan oleh juru kunci bahwa pelaksanaan ziarah dilakukan dengan
58
berbagai cara. Adapun cara melalui penyebaran informasi terhadap pihak luar melalui pondok-pondok pesantren, dari orang per orang maupun instansi terkait misal bupati beserta staff dan lain sebagainya. Juru kunci dalam hal ini berharap ke depannya makam ini menjadi obyek wisata yang dikenal masyarakat luas demi bertahannya cagar budaya ini. Obyek wisata ziarah Sultan Hadiwijaya semakin berkembang dengan baik adapun tujuannya adalah agar proses penyelenggaraan dakwah dapat berjalan sehingga akan tercapai hasil yang efektif. 3. Mengadakan tindakan-tindakan perbaikan Tindakan perbaikan di makam ini dilakukan secara terus-menerus tidak hanya dilakukan jika terjadi penyimpangan-penyimpangan. Tindakan perbaikan dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan juru kunci
dalam mengawasi segala
kegiatan di kompleks makam dengan nyata apabila terjadi penyimpangan agar segera dapat diatasi dengan standar atau rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Dari hasil penelitian dapat diketahui
makam ini
dalam melaksanakan kegiatan langsung diawasi oleh juru kunci tujuannya agar mencapai hasil yang maksimal. Apabila kurang maksimal juru kunci dapat melakukan perbaikan secara terus menerus guna mendapatkan hasil yang maksimal. Perbaikan yang dimaksudkan disini adalah perbaikan dalam bentuk fisik maupun pada lingkungan. Perbaikan dalam bentuk fisik misalnya dengan menjaga dan merawat bangunan makam supaya tidak terjadi perilaku yang menyimpang dari para peziarah misalnya secara
59
sengaja melakukan pengrusakan pada bangunan. Adapun perbaikan lebih diarahkan pada lingkungan yaitu dengan cara menjaga keamanan sehingga dapat membuat para peziarah merasa nyaman dalam melakukan aktivitas ziarah. Menurut Manullang, 171 dalam melakukan tugas, hanya dapat berjalan dengan baik bila seseorang yang melaksanakan tugas itu mengerti arti dan tujuan dari tugas yang dilaksanakan. Dalam hal ini seorang juru kunci yang melakukan tugas pengawasan harus mengetahui arti dan tujuan dari pelaksanaan tugas pengawasan Pengendalian adalah proses kegiatan untuk mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk memperbaiki dan mencegah agar pelaksanaan kegiatan sesuai rencana yang telah ditentukan. Setelah pengelolaan terlaksana dengan baik kemudian diperlukan suatu system pengawasan yang efektif, artinya system pengawasan yang efektif juru kunci dapat langsung merealisasikan suatu tujuan. Tujuan utama juru kunci mengadakan pengawasan di kompleks makam ini agar apa yang sudah dilaksanakan sesuai dengan kenyataan. Pengawasan yang dilakukan oleh juru kunci meliputi pengawasan yang bersifat pencegahan yang dilakukan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Obyek yang perlu diawasi oleh juru kunci adalah tempat atau kompleks makam ini dengan cara menjaga keamanannya. Para pengunjung dalam hal ini para peziarah juga perlu diawasi tujuannya agar tidak terjadi
60
penyimpangan contoh dengan memberikan peringatan jangan memuja kuburan, minta- minta pada kuburan dan lain sebagainya. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan di kompleks makam Sultan Hadiwijaya diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh juru kunci, bagaimana tugas dilaksanakan, penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu dengan adanya pengawasan dapat diambil tindakan pencegahan terhadap adanya penyimpangan dan hal ini ternyata telah dilakukan dengan baik oleh juru kunci dengan bekerjasama dengan warga setempat, para tokoh masyarakat maupun pemerintah tetap dibawah pengawasan Kraton Surakarta.1 Selain itu esensi dakwah kompleks makam ini untuk membangun kualitas kehidupan manusia secara utuh untuk memperoleh keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian di dunia maupun di akhirat. Kualitas ini tidak hanya menyangkut persoalan sosial, ekonomi, politik maupun budaya melainkan juga persoalan agama. Islam memiliki kualitas yang hendak di capai melalui dakwah Islam yaitu kualitas yang seimbang yang tidak hanya bersifat material tetapi juga bersifat spiritual yang sudah di kenal secara kodrati oleh manusia, oleh karena itu dakwah Islam merupakan kegiatan yang menyangkut seluruh dimensi kehidupan manusia (Pimay, 2005:47-48). Pengelolaan obyek-obyek wisata ziarah Islam di seluruh Nusantara pada dasarnya berada dalam pengelolaan lembaga formal struktural, yaitu
1
Wawancara, Aziz 24 Oktober 2010
61
pemerintah dan organisasi non formal seperti kerapatan adat, badan kesejahteraan masjid, keturunan / ahli waris khususnya untuk Istana dan Kraton (http//abril.susiloady.net/2007/02/21). Sejauh ini ada beberapa kecenderungan kuat yang dapat dijadikan rujukan dalam mengarahkan wisata ziarah Islam agar lebih professional, antara lain luasnya penyebaran dan tingginya minat mayoritas masyarakat muslim Nusantara yang berdampak pada ramainya kunjungan terhadap peninggalan sejarah purbakala dari masa awal masuknya Islam ke Nusantara. Kedatangan para peziarah sangat didukung dengan suasana alam yang ada di sekitar makam, udaranya yang bersih dan sejuk terdapat pepohonan yang besar rindang dan subur terlihat sangat asri. Keheningan adalah bagian yang mendatangkan ketenangan pada suasana makam, suasana seperti ini mendukung kekhusukan para peziarah untuk memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa.2 Mereka mengatakan bahwa Sultan Hadiwijaya semasa hidupnya adalah seorang pemimpin yang arif dan bijaksana, mempunyai sifat kepemimpinan yang tegas dan disiplin. Sehingga dalam waktu cepat sultan Hadiwijaya mendapat pengakuan dari Adipati-Adipati di seluruh Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Dalam perkembangan selanjutnya Pangeran Benowo putra dari Sultan Hadiwijaya lebih suka menyebarkan agama Islam dari pada menjadi seorang Raja. Makam Sultan Hadiwijaya lebih
2
Wawancara, Rizky Aditya 26 oktober 2010
62
dikenal dengan sebutan Makam Butuh karena terletak di dukuh Butuh yang juga nama lain dari makam pakdenya yang bernama Ki Ageng Butuh atau semasa hidupnya bernama Kebo Kanigara. Menurut Muhammad Husein Aziz yang merupakan juru kunci makam, makam Sultan Hadiwijaya ramai dikunjungi oleh para peziarah pada bulan Sya’ban, Muharram dan Syawal. Sedangkan setiap hari jum’at pengunjung yang berziarah cukup banyak berkisar antara 50-100 orang saja, tetapi jumlah itu meningkat pada bulan Sya’ban, Syawal dan Muharram hingga mencapai 400 orang. Beberapa hal yang menjadi tradisi ziarah makam Sultan Hadiwijaya misalnya menyediakan bunga tabur dan dupa yang fungsinya sebagai pewangi saja untuk ditaburkan di atas makam.3 Pada abad pertengahan ziarah ternyata jauh lebih umum bagi masyarakat di Barat dalam hal ini tidak hanya dilakukan di Jerussalem yang merupakan tempat penyaliban tetapi juga di berbagai tempat yang tersebar di berbagai daerah seperti Canterbury di Inggris dan Santiago de Compostela di Spanyol. Kepentingan ziarah di dalam Islam dewasa ini harus dibandingkan dengan praktik – praktik serupa yang terjadi pada era awal sejarah Kristen dan bukan dengan praktik umat Kristen sekarang ini apalagi di Amerika. Di Dunia Islam, orang-orang yang melaksanakan ibadah haji juga mengunjungi makam Nabi Muhammad di Madinah dan
3
Wawancara, Aziz 25 oktober 2010
63
sebelum tahun 1967 sewaktu Israel merebut Jerussalem, sejumlah besar umat Islam juga berziarah ke kota suci umat Islam ini (Nasr,167:2007). Mengunjungi dan
menziarahi makam- makam wali sangat
ditentang oleh kelompok Wahabi dan kelompok pembaru puritan serta kaum modernis. Adapun alasan kaum Wahabi didasarkan atas bahwa mengunjungi makam seorang wali sufi adalah menyerupai penyembahan berhala dan menjauhkan pemikiran orang akan
transendensi Tuhan.
Sementara pada kaum modernis tidak mendukung kegiatan ziarah ini karena mereka memiliki tujuan sekularisasi pada kehidupan sosial, tetapi penentangan mereka tidak sehebat yang dilakukan oleh kelompok Wahabi. Di dalam agama Islam terdapat anjuran untuk menziarahi kubur maksudnya adalah agar dengan ziarah kubur tersebut orang akan mengingat bahwa dirinya akan meninggal dan diharapkan orang tersebut mendapat dorongan untuk selalu berbuat baik serta memperbanyak amal. Namun dalam kenyataan pelaksanaan ziarah kubur lebih terlihat sebagai suatu upacara gembira dari pada upacara agama yang dilakukan secara khusuk. Pelaksanaan tradisi ziarah kubur sekarang pada hakekatnya mempunyai tujuan yang sama dengan kunjungan ke tempat keramat pada zaman dahulu, pada saat ini masih ada yang melakukan secara personal. Tradisi ziarah kubur masih ada yang mengandung unsur pemujaan dan penghormatan terhadap nenek moyang dan orang- orang yang telah meninggal dunia. Dalam hal ini kelompok Muhammadiyah kurang setuju
64
menurut mereka tradisi ziarah kubur belum sesuai dengan yang dianjurkan oleh agama pada masa sekarang ini, masih banyak terjadi penyimpangan – penyimpangan aqidah. Disisi lain banyak ulama lain yang menyetujuinya (Lutfi,1980:60).
4.1 Analisis Sumber Daya Dalam Pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya Sumberdaya yang dibutuhkan diantaranya adalah sumberdaya manusia, sumberdaya alam maupun sumberdaya finansial. Sumberdaya manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif manusia. Selanjutnya setelah sumberdaya manusia dilanjutkan peran dari sumberdaya alam
meliputi
pemeliharaan
lingkungan
hidup
merupakan
penentu
keseimbangan. Dalam konteks pelestarian lingkungan pemahaman ini sudah kita kenal sejak lama, semua komponen ekosistem baik berwujud makhluk hidup maupun komponen lainnya merupakan sebuah kesatuan yang harus seimbang supaya tidak terjadi bencana. (Mangunjaya,2005 xiv). Perencanaan dalam sumber daya manusia sangat penting bagi organisasi. Perencanaan sumber daya manusia ini harus mempunyai tujuan yang berdasarkan kepentingan individu, organisasi maupun kepentingan nasional. Tujuan perencanaan sumber daya manusia adalah menghubungkan kebutuhan manusia di masa yang akan datang. Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja dapat diartikan sebagai suatu proses
65
untuk menentukan kebutuhan akan tenaga kerja yang didasarkan pada peramalan,
pengembangan,
pengimplementasian,
dan
pengontrolan
kebutuhan yang berintegrasi dengan rencana organisasi agar tercipta jumlah pegawai secara tepat dan bermanfaat secara ekonomis (Mangkunegara, 2000:5). Sumber daya dalam hal ini mencakup warga, juru kunci, para peziarah. Para peziarah yang datang ke Makam Sultan Hadiwijaya tidak hanya orang Islam saja, namun berasal dari agama lain misal kristen dapat dijadikan sebagai sarana dan pemersatu atau toleransi antara umat beragama. Motivasi para pengunjung makam Sultan Hadiwijaya beraneka ragam sesuai dengan niatan mereka yang paling dalam. Kebanyakan informan menjelaskan bahwa tujuan mereka berziarah adalah untuk menenangkan hati dan pikiran, mendoakan orang yang meninggal dan mengambil hikmah dari kunjungan tersebut. Para peziarah yang datang ke Makam Sultan Hadiwijaya melakukan ritual ziarah dengan tata cara yang dicontohkan Nabi. Menurut pendapat mereka meminta pertolongan kepada orang–orang yang dikubur, meminta kebutuhan mereka baik dari dekat maupun jauh, bernazar untuk mereka dan bersumpah kepada selain Allah merupakan bid’ah dan termasuk dosa besar yang wajib diperangi. Kegiatan para peziarah pada setiap makam selalu diadakan upacara yang sifatnya tradisional yaitu diselenggarakan setiap tahun sekali. Tradisi ini mempunyai corak yang hampir sama yaitu peringatan kematian para ahli kubur. Tradisi ini disebut dengan istilah Khaul inti adalah mengirim do’a secara bersama-sama. Pada penyelenggaraan khaul dilihat dari
66
motivasinya yang dilakukan oleh para peziarah pada umumnya kembali pada dasar keyakinan mereka masing-masing, pada kenyataannya masih saja terjadi penyimpangan akidah. Penyimpangan akidah yang dimaksud tidak sesuai dengan ajaran Islam, sebagai contoh pada upacara khaul di makam Raden Patah dan Makam Sunan Kalijaga. Pada makam Raden Patah ada upacara Tumpeng Sembilan, sedangkan di makam Sunan Kalijaga terdapat Penjamasan benda pusaka. Pengunjung berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan masyarakat lokal saja karena makam Sultan Hadiwijaya belum dijadikan objek wisata secara komersial dan dikenal oleh banyak kalangan diseluruh pelosok tanah air. Adapun tujuan ziarah ke makam Sultan Hadiwijaya di Butuh Kabupaten Sragen ini adalah sebagai berikut : a. Mengingat Kematian Nabi SAW bersabda: “Ingatlah kematian, ingatlah demi Dzat yang diriku dalam kekuasaannya, seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, maka kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Ibnu Abid Dunya). Keadaan orang-orang sholeh ketika mengingat mati, Nabi Dawud As ketika mengingat mati dan kiamat, maka ia menangis sehingga persendian anggota tubuhnya serasa lepas, namun bila mengingat Allah, keadaannya pulih kembali. Nabi Isa As bila mengingat mati, atau ketika diingatkan kematian, maka meneteslah darah di kulitnya. Umar Bin Abdul Aziz sering mengumpulkan pada setiap ahli fiqih dan ulama, lalu mereka saling menyampaikan perihal ingat mati, hari kiamat dan akhirat,
67
kemudian mereka menangis, sehingga seolah-olah dihadapan mereka ada jenazah. Faedah mengingat mati Nabi SAW bersabda: “Perbanyaklah ingat mati itu dapat menghilangkan dosa-dosa dan menjadikan zuhud pada keduniaan. (HR. Ibnu Ad Dunya). Zuhud pada keduniaan artinya mengurangi keinginan yang terlampau lebih terhadap kebutuhan dunia, sehingga menyebabkan kelalaian akan kematian. Dimana kematian adalah akhir dari hidup di dunia, padahal masih ada kehidupan sesudah dunia ini, yaitu alam kubur. Jalan untuk sampai mengingat kematian adalah salah satu diantaranya dengan melakukan ziarah kubur. Para sahabat Nabi sebelumnya memang dilarang ziarah kubur, sebab pada waktu itu akidah belum begitu kuat, namun setelah mendapat pengajaran dari Nabi, akhirnya diperbolehkan ziarah kubur, bahkan dianjurkan, karena dapat mengingatkan kematian dan akhirat. b. Menuju Anak Shaleh Pengertian anak sholeh bukanlah seperti anak-anak dalam usia anak-anak atau remaja atau dalam pengertian secara umum, namun anak sholeh disini adalah orang yang beramal menurut amalan yang benar. Anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya ketika masih hidup maupun ketika sudah meninggal. c. Menuju Syukur
68
Menuju syukur maksudnya, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut Ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan dia memberi kamu pendengaran dan penglihatan dan supaya kamu bersyukur.” (an-Nahl 78) Nikmat-nikmat yang perlu disyukuri adalah nikmat keimanan, hidup, umur kecukupan, merasakan, melihat, bergerak, melakukan aktivitas dengan normal dan berpikir. d. Menuju Kemuliaan di sisi Allah Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah kemuliaan itu semuanya, Kepada Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal sholeh dinaikannya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan, bagi mereka azab yang keras. Dan rencana Mereka akan hancur (Fathir ayat : 10). Ziarah kubur akan menjadi nasehat yang baik bagi hati. Pada saat seseorang melihat rumah kegelapan yang terkubur itu, seseorang pasti akan melihat akhirnya orang-orang yang mengantarkan jenasah dan menimbunnya dengan tanah akan meninggalkannya sendirian. Berkunjung ke tempat orangorang shaleh, hati seseorang menjadi tergugah. Motivasi untuk beribadah juga akan tumbuh lagi (Thalbah,2008:275). Sumber daya alam meliputi pengelolaan tempat, sarana, dan prasarana yang baik, lingkungan yang bersih menjadikan objek wisata Makam Sultan Hadiwijaya menarik untuk dikunjungi. Program Sapta Pesona dalam kegiatan wisata religi makam Sultan Hadiwijaya hendaknya dilakukan.
69
Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat lintas sektoral dan menyentuh berbagai aspek kehidupan baik pemerintah maupun kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas dimana kepariwisataan sesuatu hal yang menawarkan alam, budaya, keunikan dan kenyamanan. Lintas sektoral pengelolaan wisata akan terwujud secara nyata dengan adanya program Sapta Pesona di dalam kehidupan sehari-hari. Sapta Pesona yang mempunyai 6 unsur tersebut menentukan citra baik pariwisata. Kehadirannya memang begitu penting sudah saatnya disuguhkan sebagai tolak ukur program peningkatan pariwisata. Program pesona pariwisata tersebut adalah sebagai berikut : a. Pesona Aman Bila kita menghendaki wisatawan atau para peziarah yang berkunjung ke makam merasakan suatu keamanan, maka hal tersebut harus diciptakan, faktor keamanan bukan hanya mencakup situasinya saja, tetapi keamanan secara menyeluruh. b. Pesona Tertib Pada dasarnya para pengunjung berkeinginan untuk memperoleh suasana tertib di setiap tempat yang akan dikunjungi baik dalam peraturan waktu, pelayanan dan niaga segi informasi. Para pengunjung atau wisatawan pada dasarnya mendambakan suasana kehidupan dan kemasyarakatan yang tertib. Mereka akan senang bila memperoleh suasana pelaksanaan peraturan yang taat dan teratur.
70
c. Pesona Bersih Para pengunjung yang datang dari manapun asal usulnya akan mendambakan dan suka menikmati lingkungan yang bersih dan terbebas dari berbagai macam yang mengganggu kesehatan dan lain sebagainya. d. Pesona Sejuk dan Indah Para pengunjung yang datang ke Makam Sultan Hadiwijaya dapat merasakan kesejukan di lingkungan tersebut terbebas dari polusi. Dengan kata lain terpeliharanya suatu kondisi yang nyaman. Kesejukan yang hakiki adalah kesejukan alam hasil karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dilimpahkan kepada manusia dalam bentuk panorama yang indah (penuh penghijauan dan teratur). e. Pesona Ramah Tamah Pesona ramah tamah adalah bagian dari mutu pelayanan yang perlu ditumbuhsuburkan, dimana hal tersebut akan mampu mengajak para pengunjung makam untuk kembali melihat objek-objek wisata tanpa mereka terpaksa. Manfaat kepariwisataan adalah
memperluas dan memanfaatkan
lapangan pekerjaan, meningkatkan pergaulan antar suku dan bangsa saling berkenalan, meningkatkan taraf hidup masyarakat agar dapat hidup mandiri, membina diri dan kepribadian sebagai bagian dari kekuatan dan ketahanan
71
nasional serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui pembudayaan potensi yang dimilikinya. Sumber pemasukan atau dana operasional berasal dari Keraton Surakarta, yang sekaligus sebagai pelindung. Partisipasi dari warga sekitar serta orang-orang yang melakukan ziarah di makam Sultan Hadiwijaya demi bertahannya cagar budaya ini.
4.2 Analisis
Mengenai
Faktor-Faktor
Pendukung
dan
Penghambat
Pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya Tabel II Analisis mengenai faktor-faktor Internal dan eksternal Makam Sultan Hadiwijaya.
Faktor internal
Faktor eksternal
Pendukung
Penghambat
Peluang
Ancaman
1)Karena
1)Kurangnya
1)Peran
juru 1)Obyek wisata
banyak
orang penyebar
kunci,
yang melakukan informasi ziarah
menjadi kepada
Yayasan ini
tidak
Kraton Surakarta dikenal pihak
sebagai
masyarakat luas jika tidak
pendukung
luar. Sehingga
pengelola
untuk
makam
menjadi prioritas segera
Sultan
mengembangkan Hadiwijaya ini
utama.
dipromosikan.
wisata
2)Aktivitas
dengan
makam
religi belum
dikenal
Sultan oleh masyarakat
cara
dakwah melalui bekerjasama
72
Hadiwijaya.
luas
diseluruh
program
dzikir dengan instansi
2)warga sekitar Indonesia.
dan tahlil sudah yang
yang membantu 2)Promosi yang
berjalan dengan sebagai contoh
keamanan.
baik.
3)
masih
sangat
Pemerintah terbatas,
dana
terkait
Sehingga Dinas
menambah
Pariwisata.
yang
yang diperoleh
suasana
memberikan
masih kurang.
nyaman
dan Polusi
keleluasaan
3) Perlu adanya
tentram
jika lingkungan
4)Sumberdaya
kerjasama
melakukan
yaitu
alam,
dengan
ziarah.
untuk
sumberdaya
berbagai pihak
3)Menumbuhkan melindungi
manusia
yang 2)Bahaya
system
dan terutama Dinas
kesadaran
dan lingkungan
sumberdaya
Pariwisata
pengertian
yang
finansial
setempat
guna
masih
penduduk lokal lemah.
menjadi
faktor perkembangan
manfaat
3)
penting
dalam obyek
melakukan
dikhawatirkan
pengelolaan Makam
Sultan
Hadiwijaya.
ini.
wisata
Bahaya
ziarah di makam diambil
alih
Sultan
para
pesaing
Hadiwijaya.
pada
makam
4)Pengembangan yang
sudah
pusat religi baru.
wisata terkenal contoh Makam Walisongo.
73
Tradisi
ziarah
memang
memiliki
banyak
manfaat,
selain
mengingatkan para peziarah bahwa kehidupan di dunia bersifat sementara dan penuh kefanaan, juga berkontribusi pada sisi lainnya. Kontribusi ini dapat digolongkan ke dalam dua segi yaitu intern maupun ekstern pengalaman spiritual pribadi para peziarah merupakan manfaat intern yang bisa mereka
74
raih. Sedangkan manfaat ekstern sifatnya lebih pada sisi-sisi sosial kemasyarakatan dan inilah yang dapat diperoleh dari tradisi ziarah. Selain itu, di tengah kehidupan yang sudah banyak melupakan sejarah dan maraknya program relokasi serta penataan fungsi situs sejarah yang tidak pada tempatnya, sehingga terputusnya kisah sejarah, maka tak pelak sejarah hanyalah menjadi masalah kelam yang terjadi masa silam. Namun tidak demikian halnya dengan tradisi ziarah. Para peziarah ternyata ikut serta dalam menjaga tempat-tempat sejarah yang berkaitan dengan penyebaran Islam di Nusantara. Sebagaimana diketahui, makam para wali yang sering dikunjungi mereka yang banyak berjasa dalam mengislamkan Nusantara. Dengan berbagai metode mereka berusaha menarik masyarakat yang telah mendapatkan pengaruh kuat agama Hindu Budha selama berabad-abad. Tidaklah mudah melakukan ini semua, halangan dan tantangan tentunya kerap membayangi, oleh karena itu tidak semua wali berhasil melakukan misi dakwahnya. Adapun mereka yang banyak berhasil mempengaruhi masyarakat Nusantara pra-Islam adalah Walisongo. Sekali lagi nama ini tidak menunjukkan kualitas tapi lebih pada kualitasnya. Mereka berdakwah dengan jalan damai dan tanpa kekerasan mereka akhirnya banyak mengislamkan masyarakat bukan hanya di Jawa tetapi wilayah Nusantara lainnya.
4.3 Daya Tarik Makam Sultan Hadiwijaya
75
Corak bangunan Makam Sultan Hadiwijaya di atap pintu gerbang terdapat simbol mahkota raja yang artinya Sultan Hadiwijaya dulu semasa hidupnya adalah seorang raja yang memerintah kerajaan Pajang, kemudian di makamkan di desa Gedongan Kec. Plupuh Kabupaten Sragen. Bentuk bangunan masjid sudah mengalami renovasi yaitu masjid yang berbentuk bangunan modern, namun mimbarnya masih pada zaman dulu. Terdapat getek tambak bara yang digunakan Sultan Hadiwijaya semasa hidupnya. Media yang digunakan untuk pengembangan dakwah Sultan Hadiwijaya berupa buku-buku diruang baca, tulisan-tulisan yang berada pada bangunan makam yang diletakkan pada dinding-dinding, serta tulisan yang diletakkan pada dinding pintu gerbang. Masjid sebagai tempat ibadah dan memanjatkan do’a. Dakwah untuk pengembangan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya menggunakan metode dakwah bil-lisan atau secara langsung disampaikan oleh juru kunci. Muatan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya adalah al-hikmah dan Mauidhah Hasanah. Pengembangan makam Sultan Hadiwijaya ini menyangkut pengembangan wisata keagamaan . Makam Sultan Hadiwijaya belum mempunyai jaringan yang terlalu luas sebatas warga sekitar, orang daerah lain yang mengetahui, pemerintah
Kabupaten Sragen, Pondok- Pondok pesantren yang
berada di sekitar Sragen dan Kraton Surakarta. Dalam pengembangan ke depan diharapkan kompleks makam ini dapat dikenal oleh masyarakat luas yaitu dengan cara menyebarkan informasi kepada pihak luar, kerjasama dengan pemerintah maupun dinas pariwisata dan lain-lain. Pengembangan wisata kompleks makam Sultan Hadiwijaya sudah
melibatkan peran dari masyarakat, pemerintah
76
Kabupaten Sragen, juru kunci sendiri
serta Kraton Surakarta yang menjadi
Pengelola intinya. Makam Sultan Hadiwijaya sebenarnya juga mempunyai potensi dan daya tarik wisata yang cukup besar hal ini didasarkan bahwa tokoh yang dimakamkan adalah seorang Raja dan Bijaksana yang sebenarnya namanya tidak asing di khalayak umum. Peringatan yang berupa tulisan yang ditempel pada dinding makam jarang ditemukan di kompleks makam yang telah menjadi kompleks wisata besar. Makam sebagai tempat yang sakral, di dalam tradisi Jawa, tempat yang mengandung kesakralan. Dalam bahasa Arab, Makam berasal dari kata maqam yang berarti tempat, status secara hierarki. Tempat menyimpan jenazah sendiri dalam bahasa Arab disebut Qabr, yang di dalam lidah orang Jawa disebut dengan kubur atau lebih tegas dikatakan dengan kuburan. Baik kata kuburan maupun makam biasanya memperoleh akhiran-an, sehingga diungkapkan kuburan atau makam atau memakamkan mayat. Namun demikian, ada hal yang khusus, jika yang dikubur seorang wali atau orang suci maka tempat penguburannya disebut dengan makam wali dan bukan kuburan wali. Padahal semestinya, jika mengikuti bahasa Arab tempat tersebut adalah kubur atau qabr, seperti qabr Hud dan Hadramaut, bukan maqam Hud dan maqam Ibrahim di Mekkah. Selain dua istilah ini, juga terdapat istilah lain yang dikaitkan dengan kuburan yakni astana, sentana dan pesarean. Menurut Issatriyadi (1977: 7) pesarean adalah bahasa Jawa yang berarti tempat tidur atau kuburan, sedangkan astana berasal dari bahasa
77
Sansekerta “stha” yang berarti berdiri, tinggal, tetap, diam, dan istirahat. Astana berarti tempat kediaman (mandala), pertapaan. Makam bagi sebagian masyarakat yang mempercayainya bukan hanya sekedar tempat menyimpan mayat, akan tetapi adalah tempat yang keramat karena disitu dikuburkan jasad orang keramat. Jasad orang keramat itu tidak sebagaimana jasad orang kebanyakan karena diyakini jasadnya tidak akan hancur dimakan binatang tanah seperti cacing ulat pemangsa dan sebagainya. Memang benar tak semua orang yang menziarah makam itu benar tujuannya, sebab ada diantara mereka yang justru meminta kepada roh para wali untuk mengabulkan permohonannya. Bahkan ada juga diantara mereka yang pulang dengan mengambil barang tertentu dapat berupa air, atau kayu yang ada di makam itu, sebagai “jimat”. Berbagai makam wali tersebut hingga sekarang tetap mendapat pengkramatan dari sebagian umat Islam melalui wisata ziarah, peringatan tahunan (khaul) dan pemeliharaan yang kontinyu. Makam yang sebenarnya berfungsi sebagai tempat menyimpan jenazah berubah fungsi ritual keagamaan dan ekonomi. Ziarah dan khaul adalah ritual keagamaan, sedangkan pendapatan yayasan pengelola makam dari kaum peziarah dan perdagangan di sekitar makam adalah contoh kongkrit mengenai sisi ekonomi makam (Nursyam, 2005: 138-141) Kehadiran peziarah untuk mengunjungi makam bukan hanya didorong oleh motif sejarah, melainkan karena adanya tradisi untuk mengunjungi makam keluarga atau tokoh yang dianggap berperan penting dalam sejarah hidupnya dan sejarah masyarakatnya kunjungan yang disebut ziarah ini ke tempat makam
78
maupun tokoh ini sebenarnya bukan hanya menjadi tradisi umat Islam. Sebagian masyarakat kecil Belanda juga masih suka mengunjungi makam keluarga mereka yang dikuburkan di Menteng, dan kota-kota lain di Indonesia. Namun ziarah sudah menjadi fenomena tersendiri yang unik bagi masyarakat muslim Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Sementara secara sosiologis pariwisata mencerminkan tiga interaksi : yaitu interaksi bisnis, interaksi politik, dan interaksi kultural. Pengembangan kawasan pariwisata menggunakan model terbuka, maka muncullah kontak antara aktivitas masyarakat lokal yang berperan sebagai penyedia jasa kebutuhan wisatawan. Akibatnya, terjadi pengaruh pada perilaku, pola hidup dan budaya masyarakat setempat. Tempat-tempat makam yang mempunyai budaya khas, sekarang sudah tampak seragam. Sentuhan modernitas tampak disana-sini mulai dari tampilan bangunan, cara berpakaian, perilaku dan secara umum simbol-simbol yang lainnya. Disinilah sebenarnya competitive advantage pariwisata ziarah. Keragaman merupakan khasanah yang tidak ternilai yang telah mengantarkan bangsa ini kepada kekayaan-kekayaan nilai-nilai budaya dan sebagainya. Masing-masing makam sesungguhnya memiliki kondisi khas yang tidak ditemui di makam lain. Keragaman yang terdapat pada tiap-tiap makam akan semakin meneguhkan pembentukan budaya nasional. Kemunculan budaya yang mendasar pada pluralitas tersebut akan membuat masyarakat tidak tercabut dari akarnya, dan sekaligus akan mengantarkan mereka kepada emosional dam rasional yang kuat terdapat nilai-nilai kebangsaan mereka. Pada tataran ini, semua elemen bangsa
79
dapat menyumbangkan nilai-nilai yang dianutnya, sebab nilai-nilai yang dikedepankan adalah nilai-nilai kemanusiaan secara universal dengan segala karakteristiknya yang telah terjadi selama ini. Justru kita akan disadarkan dalam perspektif post kolonial mengenai cultural different sebagai budaya sehingga bersifat knowledgeable, otoratif dan adekuat bagi konstruksi terhadap sistem identifikasi budaya (Bhabha, 1993 : 34) Pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya menggunakan fungsi-fungsi manajemen antara lain : Perencanaan wisata religi komplek makam Sultan Hadiwijaya sudah berjalan dengan baik artinya semua kegiatan apapun dan sasaran beserta tujuan yang akan dicapai hanya dapat berjalan dengan baik efektif dan efisien apabila semua sudah dipersiapkan. (Saleh, 2005 : 28) Pengorganisasian artinya setelah rencana tersusun diperlukan penyusunan kelompok-kelompok kegiatan yang telah ditentukan yang akan dilaksanakan dalam hal ini di kompleks makam Sultan Hadiwijaya belum ada tugas khusus yang diberikan pada keanggotaan namun dilakukan oleh juru kunci makam sendiri sebagai pengelola. Penggerakan adalah kegiatan yang meliputi; memberikan penerangan, penjelasan, informasi tentang kegiatan yang berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Contoh penggerakan di komplek makam Sultan Hadiwijaya adalah mengajak orang yang berziarah yang belum mau shalat supaya menjalankan sholat dan memberikan keterangan mengenai tujuan ziarah yang benar.
80
Penilaian atau controlling bertujuan untuk mengetahui sampai dimana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Upaya yang akan dilakukan ke depan menurut M. Husein Aziz di Makam Sultan Hadiwijaya adalah tetap mempertahankan kegiatan yang telah terlaksana dapat berjalan dengan rutin, dapat menarik para peziarah untuk mengunjungi makam Sultan Hadiwijaya dengan cara menyebarkan informasi kepada pihak luar dan mengingat kembali para toko wali penyebar Islam yang ada di tanah Jawa. Adapun cara mensyukurinya adalah dengan mendo’akannya, menjaga dan melestarikan warisannya, berupaya melanjutkan perjuangannya. Perlunya mengingat raja atau para leluhur menumbuhkan rasa syukur dan menumbuhkan semangat untuk meneruskan perjuangannya.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab satu sampai bab empat sebelumnya dapat disimpulkan bahwa : 1. Pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya langsung ditangani oleh juru kunci makam, dimana juru kunci ini dipercaya oleh Kraton Surakarta sebagai abdi dalem sekaligus menjadi perawat dan penjaga makam. Kraton Surakarta disini berperan sebagai pengelola sekaligus pelindung. Selanjutnya makam Sultan Hadiwijaya dalam pengembangan dakwahnya menggunakan metode dakwah bil lisan sedangkan muatan dakwah di makam ini adalah al hikmah dan mauidhah hasanah. Pengembangan makam ini menyangkut pengembangan wisata religi melalui program dzikir dan tahlil serta santunan fakir miskin. 2. Sumberdaya manusia sangat berperan dalam pengembangan dan pengelolaan wisata religi makam Sultan Hadiwijaya. Peran itu antara lain sebagai berikut peran dalam menjaga dan merawat makam, peran dalam mengembangkan obyek wisata ini, peran dalam menjaga keamanan dan kenyamanan di kompleks makam ini dan lain sebagainya. Sementara itu sumberdaya alam yang tersedia yang sepantasnya dikelola secara bijaksana sepanjang keperluan manusia dan tidak
menggunakannya
secara berlebihan
yang pada
akhirnya
dapat
menimbulkan kerusakan pada cagar budaya ini. Dalam pemahaman lain bahwa manusia harus pandai memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal, sumberdaya alam yang dimaksudkan disini berupa air, pepohonan yang rindang
52 80
81
untuk dirawat dan diambil manfaatnya, namun bukan untuk dirusak. Selanjutnya sumberdaya finansial diperoleh dari para peziarah serta berasal dari Kraton Surakarta digunakan oleh juru kunci dan masyarakat sekitar makam untuk terus menerus mengembangkan kompleks makam ini sebagai tempat untuk wisata ziarah. Pengelolaan dakwah wisata religi di makam Sultan Hadiwijaya telah berjalan sebagaimana mestinya. Adapun Aktivitas-aktivitas dakwah di makam Sultan Hadiwijaya melalui program tahlil, dzikir, santunan fakir miskin sudah berjalan sesuai rencana. Pengelolaan dakwah wisata religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya tidak dapat terlepas dari tiga unsur yaitu sumberdaya manusia, sumberdaya alam maupun sumberdaya finansial, ketiga unsur tersebut sangat diperlukan dalam pengembangan dan peningkatan jumlah kunjungan peziarah pada obyek wisata religi di Makam ini. 3. Faktor-faktor pendukung berasal dari masyarakat ataupun instansi terkait baik pemerintah, Dinas Pariwisata maupun pengelola Keraton Surakarta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, suasana alam yang sejuk serta keamanan dan kenyamanan. Faktor penghambatnya adalah masih kurangnya penyebar informasi kepada pihak luar.
5.2 Saran-Saran Ada beberapa saran yang penulis sampaikan dalam penelitian ini diantaranya : 1. Potensi-potensi yang ada di makam Sultan Hadiwijaya kaitannya dengan pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah lebih ditingkatkan lagi, agar potensi wisata ziarah di makam Sultan Hadiwijaya berkembang
82
secara optimal hendaknya juru kunci makam melakukan gebrakan baru dengan menyebarluaskan informasi kepada pihak luar, supaya cagar budaya ini tetap dapat dilindungi dan dapat menarik para peziarah dari pelosok tanah air maupun mancanegara. Dalam hal ini hendaknya Dinas Pariwisata mendekati Kraton untuk mengembangkan obyek wisata religi makam ini yaitu Dinas Pariwisata berperan secara langsung sebagai penyebar informasi kepada pihak luar. 2. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan objek dan daya tarik wisata misal dengan Dinas pariwisata dan biro perjalanan wisata dan lain-lain. Adanya Promosi dari Dinas Pariwisata bahwa di Sragen terdapat obyek wisata ziarah. 3. Hendaknya pengelolaan wisata religi makam Sultan Hadiwijaya untuk pengembangan dakwahnya ditetapkan konsep sebagai berikut :
Pengembangan keterkaitan ke dalam dan keluar,
Pemberdayaan peran masyarakat dan pemerintah,
Stabilitas keamanan dan kenyamanan,
4. Dalam wisata ziarah perlu adanya pemandu pariwisata. Pemandu wisata adalah orang yang memberi petunjuk informasi secara langsung kepada peziarah atau wisatawan sebelum dan selama perjalanan wisata. Selama ini pemandu wisata baru sebatas juru kunci makam, di kompleks makam Sultan Hadiwijaya belum ada secara khusus. 5. Meningkatnya sarana dan prasarana yang menunjang wisatawan dalam mengunjungi makam Sultan Hadiwijaya. Sehingga wisatawan itu merasa
83
nyaman dan aman dan dapat menarik perhatian untuk mengunjungi makam Sultan Hadiwijaya.
5.3 Penutup Alhamdulillah dengan memanjat puji dan syukur kehadirat Allah SWT akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu bagi kalangan akademis hasil skripsi ini dapat ditindaklanjuti kritik dan saran sangat penulis harapkan guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zaenal. 1991. Alam Kubur dan Seluk Beluknya, Solo: Rineka Cipta. Amir Abdul Aziz, Jum’ah. 2000. Ad Dakwah, Qowaidu wa Ushul, (Fiqih dan Kaidah Asasi Dakwah Islam) Surakarta : Era Inter Media. Arsyad, Ashar. 2002. Pokok-pokok Manajemen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Aziz, dkk. 2004. Kekeramatan Makam (Studi Kepercayaan Masyarakat Terhadap Kekeramatan Makan-Makam Kuno di Lombok), dalam” Jurnal Penelitian Keislaman”. Vol. 1. No. 1,Desember 2004. Azwar, Syaifudin.2001. Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka pelajar. Basith, Abdul. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer, STAIN Purwokerto Press : Pustaka Pelajar. Bhaba, Homik. 1993. The Location of Culture. London dan New York Roudledge. Pimay, Awaludin. 2005. Paradigma Dakwah Humanis. Semarang. Rasail (Ranah Ilmu-Ilmu sosial dan Interdisipliner) Dirjen Pariwisata, Pariwisata Tanah air Indonesia, Jakarta, 1987 Featherstone, Mike. 2001. Costumer Culture and Posmodernism, Yogyakarta, Pustaka pelajar. Hossein Nasr, Sayyed. 2002. The Heart Of Islam. New York=USA. Kadarman, dkk. 1997. Perencanaan Sebagai Fungsi Managemen. Jakarta : Bina Akisara. Khodiyat, Ramaini. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia Luthfi, Amir. 1980. Laporan Pendidikan Agama dan Tradisi pada Masyarakat Limo Koto Kampar Riau, Lembaga penelitian Institut Agama Islam Negeri Sulthan Syarif Qasim. Mc. Intoch, Hobert. 1972. Tourism Principles, Practices and Philosophies. Ohio : Grid Inc. Iim Rogayah Dana Saputra (2 Nov 2009) Mochtar, Efendi. 1986. Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam. Jakarta : Bhatara Karya Aksara.
Makmun, H Ismail.2000.Tinjauan Tentang Penangulangan Korupsi dan Wisata, dalam “ Jurnal Al Qalam”, jurnal Ilmiah bidang Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol XX1/Desember/2000. Mangunjaya, Fachruddin M.2005.Konservasi Alam Dalam Islam. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta :
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Munir, Ilahi. 2006. Manajemen Dakwah, Jakarta : Prenada Media. Munir, M. 2006. Management Dakwah. Jakarta : Kencana. Nasir, M. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia. Nawawi, Martini. 1992. Instrumen Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press. Nur, Syam. 2005. Islam Pesisir. Yogyakarta :LKIS Nurhadi, Agus. 1997. Transformasi Kehidupan Beragama Dalam Masyarakat Daerah Pariwisata (Studi Kasus di Bandungan),dalam” Himpunan abstraksi Laporan Hasil Penelitian IAIN dan STAIN” Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Jakarta, 1998. Perpustakaan Nasional RI (KDT) Katalog dalam terbitan. Bekasi : PT Sapta Sentosa Pitana, Diarta. 2009. Pengantar OFFSET
Ilmu Pariwisata, Yogyakarta :
CV ANDI
Prabu Mangkunegara, Anwar. 2000. Managemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Purwadi, Azzah Zaimul dkk. 2006. Jejak Para Wali dan ziarah Spiritual. Jakarta Kompas Media Nusantara. Purwadi, Toyoda Kazunori. 2006. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta : gelombang Pasang. Purwadi. 2004. Ramalan Zaman Edan Ronggowarsita. Yogyakarta : Media Abadi. Rianto, Adi. 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit. Ruslan, Arifin S. N. 2007. Ziarah Wali Spiritual Sepanjang Masa. Yogyakarta : Pustaka Timur.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik. Jakarta : Grasindo. Soekmono. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Yogyakarta: Kanisisus (Anggota IKAPI) Sudjana, Nana dan Ibrahim, 1989. Penelitian dan Pendidikan, Bandung: Sinar Baru. Sumarsono. Sony, 2004. Metode Riset Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: Graha Ilmu Supardi. 2005. Metodologi Penelitian dan Bisnis. Yogyakarta : UII Press. Suryono, Agus. 2004. Paket Wisata Ziarah Umat Islam. Semarang : Kerjasama Dinas Pariwisata Jawa Tengah dan Stiepari Semarang. Thalbah, Hisyam. 2008. Ensiklopedia Al_Qur’an dan Hadist. Wardoyo. Prasto. 2009. Gunung Kawi fakta dan mitos, Surabaya : Lingua Kata PT Kawan Pustaka. Wiyono, Untung. 2007. Ringkasan Sejarah Hari Jadi Sragen. Dokumen Kabupaten Sragen. http://abril.susiloady.net 2007 02/21) http:asli bumi ayu.wordpress.com/2010/08/12) http // isnoe82.blogspot.com / 2009/03/wisata religi-antara tantangan dan html. (maret,2009) http/semarang.go.id/pariwisata/index.php option=com-content task http/en.wikipedia.org/wiki/management http://semarang.go.id/pariwisata/indeks.php.option=com.contenstask Sragen Online www.sragen.go.id/home.php?menu 25 01/02/2010
BIOGRAFI TOKOH A. Lahirnya Mas Karebet Pada waktu malam hari Ki Ageng Pengging menanggap wayang beber. Malam itu juga, istri Ki Ageng Pengging yang melahirkan bayi laki-laki yang tampan. Bertepatan dengan itu hujan deras, orang yang mendalang disuruh berhenti. Jabang bayi lalu dimandikan dan dibawa ke hadapan Ki Ageng Tingkir. Bayi diterima lalu dipangku oleh Ki Ageng Tingkir. Ia berkata kepada Ki Ageng Pengging, adimas anakmu ini tampan sekali, aku punya keyakinan anak ini kelak tinggi derajatnya. Beruntunglah orang yang mengetahui. Anak ini aku beri nama Mas Karebet, karena lahirnya sedang menanggap wayang beber. Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Ngerang setelah sepuluh hari di Pengging lalu kembali. Tidak lama kemudian Ki Ageng Tingkir wafat. Ki Ageng Pengging dipanggil istri Ki Ageng Tingkir. Mereka di Tingkir lima hari, kemudian kembali lagi ke Pengging. Sekembalinya dari Tingkir, Ki Ageng Pengging sangat susah, karena istri Ki Ageng Tingkir ingin segera mati menyusul suaminya. Sultan Bintara lama menunggu datangnya Ki Ageng Pengging. Waktunya sudah lebih 2 tahum. Sultan Bintara berpikir sudah jelas kalau Ki Ageng Pengging membangkang dan tidak mau menghadap. Sultan Bintara mengutus Sunan Kudus ke Pengging, agar menyampaikan amanahnya. Sunan Kudus berangkat dengan membawa tujuh sahabat, serta membawa bende kadi dinamai Kyai Macan.
1
Alkisah, Sunan Kudus di Jalan-jalan menamai daerah-daerah seperti desa Sima, Jimbungan, Derana, Aru-aru. Saat perjalanan sunan Kudus sampai di Pengging bertemu dengan Ki Ageng Pengging. Sunan Kudus berdebat dengan Ki Ageng Pengging. Sunan Kudus tahu maksud hati Ki Ageng Pengging. Maka Dia pun menjatuhkan hukuman sebagai orang yang yang membangkang kepada Raja. Ki Ageng Pengging tewas ditangan sunan Kudus. Keluarganya geger mereka membela Ki Ageng Pengging yang sudah wafat. Mereka mengejar sunan Kudus. Sunan Kudus mengeluarkan kesaktian sahabatnya yang hanya tujuh orang dilihat orang Pengging seperti dua ribu serta bersenjata lengkap. Akan tetapi orang Pengging tidak takut. Mereka mengamuk dan memukul bende bernama Kyai Udan Arum. Sunan Kudus kemudian mengeluarkan kesaktian lagi. Tekonya dilemparkan orang Pengging hilang nafsunya dan menyerah. Merka lalu mengurusi jenazah Gustinya dan menguburnya disebelah timur laut rumahnya. Setelah sudah 40 hari, Istri Ki Ageng Pengging wafat. Mas Karebet sebatang kara dan dirawat oleh para saudaranya. B. Mas Karebet Dijuluki Jaka Tingkir Bagus Karebet yang ditinggalkan oleh Ki Kebo Kenongo sekitar 10 tahun. Tampan, gagah, dan bentuk tubuh yang kekar halus kulitnya berwajah ceria bagaikan emas yang diasah. Sangat gemar terhadap wayang, ikut mengabdi kepada Ki dalang, akhirnya mampu memainkan wayang. Bagus Karebet yang yatim piatu diambil anak oleh Nyai Ageng Tingkir, itulah sebabnya ia lebih dikenal sebagai Jaka Tingkir. Ia sangat disayangi oleh Nyai
2
Ageng Tingkir dan dimanjakan. Ia suka berkelana masuk ke gua-gua sepi di pegunungan, sehingga tampak kurang makan dan tidur, cita-citanya ingin menjadi prajurit, dan ingin sakti tidak mempan oleh hujaman senjata. Jaka Tingkir sering pergi ke hutan selama 3 hari baru pulang kadang 3 hari 3 malam. Begitu Jaka pulang ditangisi ibunya, katanya oh anakku belahan jiwaku lebih baik kau bantu aku ke ladang mencangkul bersama pembantu semua. Jaka Tingkir pun kemudian menyusul pembantunya ke sawah sebelah timur sungai. Juru sawah tahu bahwa tuannya datang, tetapi ketika saat makan tiba, Jaka tidak ikut makan ingin menunggui sawah saja. Ketika itu Sunan Kalijaga rawuh datang dari sebelah selatan sawah Jaka Tingkir sambil berteriak-teriak begini, hai anak muda yang ada di sawah lekas pulang, karena kau calon Raja yang menguasai tanah jawa ini, lebih baik kau mengabdi ke Demak . Setelah itu, sunan Kalijaga berjalan ke Utara kemudian menghilang. Jaka Tingkir terbengong, dia tidak mengenal siapakah orang yang memberitahukan kenyataan dirinya itu, namun demikian ia tetap menuruti perintah. Jaka Tingkir pulang dan memberitahukan kepada ibunya, mendengar keterangan Jaka Tingkir, ibunya kaget, Engger bagaimana bentuk orang yang memanggil-manggil kamu nak? Jaka menjawab, tubuhnya tinggi berjalan agak membongkok-bongkok, berpakaian serba hitam. Nyai Ageng terhenyak. “lho itu kan kanjeng Sunan Kalijaga, aduh kau mendapatkan wahyu, nak. Dia seorang wali, laksanakanlah perintah itu mengabdilah di sana, sekarang lebih baik kau kuserahkan kepada pamanmu saja yang
3
mengabdi di sana, menjadi lurah Suranata bernama Ki Ganjur, dia adalah saudaraku sendiri”. Jaka Tingkir tidak menolak. (Babad Tanah Jawa (Majapahit-Demak-Pajang) C. Jaka Tingkir Mengabdi Mengabdi ke Demak Jaka tingkir diantar oleh dua orang santri menuju Demak, ,menemui Ki ganjur setelah berpamitan dengan ibunya. Setelah mereka bertemu Ki Ganjur, dua santri itu menyampaikan pesan Nyai Ageng kepada Ki Ganjur, yakni menyerahkan Jaka tingkir agar mengabdi kepada Baginda Sultan. Ki Ganjur berkata: “Ya, katakanlah kepada Mbak Yu sudah kuterima putranya, tapi aku tidak memastikan diterima atau tidaknya. Hal itu bergantung pada nasib anak sendiri, kemudian kedua santri pulang. Jaka Tingkir selama ini di tempat Ki Ganjur pekerjaannya menghadap Baginda manakala ada pertemuan atau menyerahkan sesuatu di masjid kecil Suranatan. Pada suatu hari ketika sang Sultan bersembahyang, keluar dari masjid kecil seperti biasanya didampingi 30 orang Suranata (pengawal) mereka bersiap di tepi
kolam, dia hendak menyingkir tetapi tidak bisa, sebab
terhalang kolam. Jaka tingkir melompat sambil membelakangi. Sultan Demak kaget melihat hal itu, lalu menanyainya “Hai anak darimana dan anak siapa? Ki Ganjur yang dekat Baginda Sultan menjawab : tuanku dia anak hamba, anak dari desa putra Kyai Ageng Tingkir, saudara tua hamba. Kanjeng Sultan sangat suka pada Jaka Tingkir karena tampan dan digdaya. Lama-lama dia diambil sebagai putra, diberi hak asuh ke dalam istana serta dijadikan lurah tamtama. Jaka dikenal oleh orang senegara Demak. Setelah cukup lama, sang
4
raja ingin menambah prajurit tamtama 400 orang lagi. Kerajaan merekrut dan memilih para pemuda dari kota dan pedesaan. Salah satu tesnya adalah diadu dengan banteng, kalau mampu memukul kepala banteng sampai remuk, masuk menjadi tamtama, kalau tidak gugur. D.
Jaka Tingkir Diusir dari Demak Alkisah, ada orang dari Kedu Pingit bernama Ki Dadung Awuk. Wajahnya menyeramkan, akan tetapi sudah terkebal kesaktiannya. Ki Dadung Awuk tadi lalu ke Demak, ingin menjadi prajurit tamtama. Lalu disampaikan kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir kurang suka melihat tampang orang itu, sebab berangasan dan kurang sopan. Lalu ditantang oleh Jaka Tingkir. Krena di desa sudah terkenal kesaktiannya, apakah mau dicoba dengan ditusuk keris. Jawabnya mau. Ki Dadung Awuk lalu ditusuk oleh Jaka Tingkir. Dadanya pecah, lalu mati. Teman-teman tamtama disuruh ikut menusuknya dengan keris. Jenazah Ki Dadung Awuk terluka parah. Jaka Tingkir semakin terkenal kesaktiannya. Peristiwa itu disampaikan kepada Sultan, kalau Jaka Tingkir membunuh orang yang hendak masuk menjadi tamtama. Kanjeng Sultan sangat marah, karena Kanjeng Sultan terkenal sebagai raja yang adil. Maka Jaka Tingkir lalu dijatuhi hukuman diusir dari negeri Demak. Kanjeng Sultan memberi diyat kepada ahli waris Ki Dadung Awuk sebanyak lima ratus real. Adapun Jaka Tingkir lalu pergi dari negeri Demak. Mereka yang melihat sangat kasihan. Teman-teman tamtamanya banyak yang menangisi. Jaka Tingkir sangat malu karena kesalahannya itu. Ia malu bertemu dengan orang
5
Demak. Ia begitu masgul. Ia putus asa dan ingin mati saja. Perjalanannya ke arah timur laut. Menuju hutan besar, tidak tentu arah tujuannya karena bingung hatinya. Di tengah hutan, ia berjalan tanpa arah dan tujuan sampai lima bulan. Ketika itu, perjalanannya sampai di hutan jati di t engah Gunung Kendeng. Disana ia bertemu dengan Ki Ageng Butuh. Ki Ageng sangat kaget dan berkata sambil mendekati, “Thole, berhentilah. Wajahmu mirip Kakangku Pengging yang sudah mati. Kalau kamu jadi putranya pantas. Akan tetapi kamu tampan dan gagah. Ki Ageng Pengging dulu agak lebih tinggi sedikit. Cepat jawablah. Dari mana asalmu?” Jaka Tingkir berkata, “Kalau mau tahu, ya saya ini anaknya Ki Ageng Pengging.” Mendengar jawaban itu, Ki Ageng segera memeluk Jaka Tingkir sambil berkata, “Ada apa, anakku, kamu kok ada di tengah hutan begini?” Jaka Tingkir lalu menceritakan dari awal sampai akhir. Ki Ageng sangat haru. Ki Ageng kemudian pulang. Jaka Tingkir diajaknya serta. Setibanya di Butuh, Jaka Tingkir disanjung-sanjung. Ki Ageng Butuh kemudian memanggil Ki Ageng Ngerang. Ki Ageng Ngerang segera ke Butuh. Ia lantas diberi tahu, kalau Jejaka ini adalah anak Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Ngerang segera memeluk sambil menangis. Ia berkata, “Thole, beberapa waktu lalu aku ke Pengging, akan tetapi kamu tidak ada, sudah dibawa ibumu ke Tingkir. Jadi sudah senang hatiku. Sekarang kamu mendapat kesusahan begitu. Thole, terimalah dengan lapang dada. Semua tindakanmu yang tidak
6
benar, itu sudah takdir Allah, dan sudah lumrah orang yang akan mendapat kemuliaan itu mesti perjuangannya sulit.” Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang banyak-banyak menasehati Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sangat berterima kasih. Jaka Tingkir tinggal dua bulan di rumah Ki Ageng Butuh. Setelah banyak-banyak menasehati, Ki Ageng Butuh berkata, “Thole, karena sudah antara tujuh bulan kamu pergi dari Demak, maka kamu dapat kembali ke Demak, atau pulang ke Tingkir dan Pengging. Mudah-mudahan Kanjeng Sultan sudah ingat serta memanggil terhadap kamu. Aku yakin, lama-lama kamu dicari di mana tinggalmu.” Jaka Tingkir patuh lalu berangkat sendirian. Setibanya di pinggir kota Demak, lalu mencari temannya para tamtama. Satu persatu mereka datang secara sembunyi-sembunyi. Jaka Tingkir bertanya kepada para tamtama, karena perginya sudah lama, apakah Kanjeng Sultan sudah pernah bertanya tentang dirinya. Jawab para tamtama, Sang Raja belum pernah bertanya. Mendengar hal itu Jaka Tingkir sangat susah hati. Ia lalu pamit kepada teman-temannya, hendak mengembara lagi. Perjalanan Jaka Tingkir menuju di Pengging. Di suatu malam, ia tidur di kebun, di kuburan ayahandanya sampai empat malam. Kemudian ia mendengar suara yang sangat jelas, “Thole, pergilah kamu ke arah tenggara. Dekat Desa Getas Ali ada orang tinggal disitu, namanya Ki Buyut Banyu Biru. Mengabdilah kepadanya. Jalanilah apapun perintahnya.“ Jaka Tingkir sangat kaget. Lalu ia bangun dari tidurnya, lalu berangkat sendirian.
7
Ganti alkisah, di Dukuh Caltujuh, kakinya Gunung Lawu, di situ ada orang bertapa, bernama Ki Jaba Leka – masih trah Majapahit. Ki Jaba Leka punya anak satu laki-laki, tampan wajahnya, bernama Mas Manca. Ki Mas Manca tadi pergi dari Caltujuh, hendak bertapa ke pesisir selatan. Tapi ia berhenti di sebuah telaga yang berwarna biru, lalu diambil putra oleh Ki Buyut Banyu Biru. Ia sangat dikasihi, diperbolehkan berbuat sesukanya supaya segera mendapat derajat. Sebab Ki Buyut tahu kalau Mas Manca tadi akan menjadi pendamping raja. Ketika itu, Ki Buyut berkata kepada Ki Mas Manca. “Kulup, cpelan rajamu hampir sampai disini. Kalau sudah tiga bulan di Banyu Biru, berarti sudah hampir menjadi raja. Kelak akan beristana di Pajang. Raja itu sangat sakti, ditakuti para musuh. Kratonnya terhormat. Ia adalah keturunan Adipati Jayaningrat di Pengging. Kamu yang akan menjadi patihnya. Aku besok yang mengupayakan, agar cepat bertahta.“ Ki Mas Manca mengucapkan banyak terimakasih. E. Jaka Tingkir Berguru Ki Buyut Banyu Biru Dua hari kemudian, Jaka Tingkir sampai di Banyu Biru. Ia kemudian diangkat sebagai putra Ki Buyut. Ia sangat dipuji-puji, dipersaudarakan dengan Mas Manca. Ki Buyut
menghabiskan nasehatnya kepada Jaka
Tingkir dan Mas Manca. Sesudah genap tiga bulan, Ki Buyut berkata kepada Jaka Tingkir, “Ngger, sudah saatnya kamu menghadap lagi kepada Kanjeng Sultan. Mumpung ini musim hujan, beliau mesti istirahat di Gunung Prawata. Kukira kedatanganmu di Prawata masih bisa menemui Kanjeng Sultan. Kamu kuberi syarat agar bisa disapa oleh Kanjeng Sultan. Tanah ini berikan Kerbau
8
Danau. Kerbau pasti akan mengamuk ke Prawata. Orang Demak tidak ada yang bisa membunuh. Kalau sudah begitu, Kanjeng Sultan akan menanyakan keberadaanmu. Kalau kamu disuruh membunuh kerbau itu, tanahnya buanglah dulu. Kerbaui tu pasti bisa kamu bunuh. Dan kamu kuberi teman adikmu ini, Ki Mas Manca serta saudaraku laki-laki, namanya Ki Wiragil, serta keponakanku, Putra Buyut Majasta, namanya Ki Wila. Tiga orang itu jangan sampai pisah dengan kamu.” Jaka Tingkir mematuhi. Ki Buyut lalu memerintahkan anak cucunya agar membuat getek, untuk kendaraan Jaka Tingkir. Setelah sudah selesai, kemudian berangkat naik getek. Ki Buyut Banyu Biru mengantar sampai dipinggir sungai, sambil berdo’a menengadah ke langit. Ki Majasta mengantar ikut naik getek. Getek mengalir di Sungai Dengker. Sesudah sampai di Desa dekat rumah Ki Majasta, mereka menginap disitu selama tiga hari, lalu berangkat. Ki Majasta tidak ikut. Getek berjalan lagi sampai di bengawan picis. Empat sekawan tadi, dua orang mengayuh, yang dua di depan. Setelah pukul empat sore sampai di kedung Srengenge. Hujan gerimis campur hujan. Di Kedung Srengenge itu ada raja buaya, bernama Baureksa. Patihnya bernama Jalu Mampang. Prajuritnya Buaya tak terhitung jumlanya. Buaya Jalu Mampang memimpin dua ratus buaya, mengejar getek. Maka terjadilah perang dengan Mas Manca di daratan. Patih Jalu Mampang beserta tujuh puluh buaya mati, dipukuli dengan kayu-kayuan oleh Mas Manca. Jaka Tingkir masuk ke dalam air seperti di daratan saja. Ia membunuhi banyak buaya. Baya, raja buaya yang bernama Baureksa menyerah kepada Jaka Tingkir, serta berjanji hendak
9
mengantar perjalanan Jaka Tingkir di air dan berjanji akan memberi satu buaya sebagai persembahan setiap tahun. Jaka Tingkir kemudian meneruskan perjalanan naik getek lagi. Getek ini disunggi empat puluh buaya. Mereka tinggal enak-enak naik getek. Kayuh dan bilahnya dibuang. Waktu malam hari, mereka sampai di Butuh. Getek dipinggirkan. Buaya tahu adanya wangsit. Getek diistirahatkan. Jaka Tingkir beserta ketiga kawannya yang kelelahan tertidur di atas getek. F. Wahyu Kraton untuk Jaka Tingkir Pada waktu tengah malam, Ki Ageng Butuh keluar dari rumahnya, kaget melihat pulung kraton, jatuh dari arah barat laut, jatuh di sungai tempat Jaka Tingkir tidur. Ki Ageng kemudian mengejar jatuhnya pulung itu. Setibanya di pinggir sungai, Ki Ageng tidak ragu lagi melihat Jaka Tingkir, yang tidur di getek, kejatuhan pulung. Ia lalu dibangunkan, “Thole, bangunlah, jangan tidur saja. Pulung Kraton Demak sudah pindah kepadamu.” Jaka Tingkir dan teman-temannya lalu segera bangun. Mereka dibawa ke padepokan Ki Ageng Butuh. Ki Ageng Ngerang lalu dipanggil. Mereka menasehati banyak-banyak kepada Jaka Tingkir karena pulung kraton Demak sudah pindah kepada dirinya. Ia akan menggantikan Sultan Demak, tinggal dimohonkan kepada Allah, agar mendapat cinta kasih Sang Raja. Ia dinasehati tentang laku yang nista dan utama. Banyak-banyak nasehat dua orang Kiai tadi kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sangat bersuka hati serta siap menjalankan ajaran itu. Jaka Tingkir kemudian pamit berangkat beserta teman-temannya. Mereka naik getek lagi dengan pelan. Setelah sampai di
10
desa Bulu, daerah Majenang, kemudian naik ke darat. Buaya di suruh kembali ke Kedung Srengenge. Jaka Tingkir dan teman-temannya meneruskan dengan berjalan darat. Sejak saat itu desa Bulu diganti menjadi Desa Tindak. Perjalanan Jaka Tingkir ke arah barat laut keluar sampai di Grobogan. Setibanya di Prawata, Jaka Tingkir tahu, kalau Kanjeng Sultan masih bercengkrama disitu, belum pulang ke Demak. Jaka Tingkir kemudian mencari Kerbau Danu. Setelah ketemu, lalu diberi tanah dari Majasta. Kerbau itu segera lari mengamuk menuju pesanggrahan Prawata, mengobrak abrik pesanggrahan, serta menerjang orang-orang. Banyak prajurit yang terluka dan tewas. Orang-orang Prawata geger. Kerbau itu dihujani senjata tidak mempan. Kanjeng Sultan memerintahkan kepada prajurit tamtama untuk menghadang amukan Kerbau Danu. Para prajurit membawa senjata lengkap. Para Prajurit tamtama itu sudah diajari menempeleng kepala banteng, sekali, remuk kepalanya, mati. Prajurit tamtama lalu keluar menghadapi amukan kerbau, seorang demi seorang bergantian. Akan tetapi tidak ada yang bisa memukul hancur kerbau tadi. Malah banyak yang terkena tanduk, dan terinjak-injak. Kerbau itu mengamuk sampai tiga hari tiga malam. Kalau matahri terbenam, kerbau itu kembali ke hutan. Kalau pagi hari mengamuk lagi ke pesanggrahan. Kerbau itu mencari manusia dan mengejarnya. Tiap hari Kanjeng Sultan melihat dari panggung. Ketika itu Kanjeng Sultan melihat kerbau itu mengamuk lagi. Belliau segera berkata kepada hambanya yang bernama Jebad, “Jebad, Aku seperti melihat itu Si Tingkir, bersama tiga orang baturnya. Iya. Aku tidak pangling. Tanayailah, apakah ia berani aku
11
adu dengan Kerbau yang mengamuk itu. Kalau si Tingkir bisa membunuh kerbau itu, aku ampuni dosanya yang sudah-sudah.” Jaka Tingkir begitu mendapat perintah, langsung bertindak. Kanjeng Sultan memerintahkan untuk mengepung kerbau itu serta disuruh untuk menyoraki Jaka Tingkir beradu dengan kerbau dan disuruh menabuh gamelan monggang. Sang Raja melihat pertarungan dengan kerbau itu. Kerbau itu menerjang. Jaka Tingkir ditanduk, diterjang, akan tetapi tidak mempan. Tanduk dan ekor kerbau itu dipegang dan ditarik. Kerbau jatuh tergeletak, tanah syarat dari Banyu Biru keluar. Kepala kerbau itu segera ditempelenng oleh Jaka Tingkir. Kerbau itu pun mati terkapar. Semua yang melihat senang. Demikian pula Kanjeng Sultan. Jaka Tingkir lalu dikembalikan kedudukannya seperti dahulu, sebagai lurah prajurit tamtama. Kanjeng Sultan kembali sangat mengasihi seperti yang dahulu. Kanjeng Sultan kemudian pulang ke negeri Demak. Tidak lama kemudian, Kanjeng Sultan pergi ke Cirebon. Ia ingin membujuk Sunan Kalijaga, agar mau tinggal di Demak. Sunan Kalijaga menurut, lalu dibangunkan rumah di Adi Langu. Ia bertugas mengajar agama Islam. Murid beliau sangat banyak. Alkisah, Ki Ageng Sela ingin masuk sebagai prajurit tamtama. Kemudian beliau dicoba, diadu dengan banteng. Banteng dipukul kepalanya sekali mampus. Darahnya mencurat. Ki Ageng Sela menjawab kecipratan darah. Ki Ageng Sela kemudian ditolak menjadi tamtama, karena takut darah. Ki Agneg Sela sangat malu, lalu kembali. Ia marah dan mengumpulkan para
12
pemuda Sela. Ia marah dan mengamuk istana Demak. Ki Ageng naik kuda, diiring kawan-kawannya juga naik kuda, dan masih banyak pula yang jalan darat. Setibanya di antara dua buah pohon beriring kurung di alun-alun Demak, lalu dipanah oleh Sultan Bintara. Kuda Ki Ageng terkena panah hingga meronta dan menubruk kuda kawannya. Kawan-kawannya pontang panting, terkena serangan panah. Kuda Ki Ageng lari kembali ke Sela. Kawannya bubar semua. Kanjeng Sultan melihat dengan tersenyum dan berkata kepada Patih Wanasalam, “Ternyata Kecil hatinya Ki Ageng Sela. Kukira, tidak bisa ia menjadi raja. Tapi tak tahulah di belakang hari.” KASULTANAN PAJANG HADININGRAT A. Jaka Tingkir Menjadi Sultan Pajang Tahun 1946-1987 Alkisah, Kanjeng Sultan sudah berputra enam. Sulungnya perempuan, dikawinkan dengan anak Ki Ageng Sampang. Bernama Pangeran Longgar. Adiknya laki-laki, bernama Pangeran Prawata. Ketiga perempuan, kawin dengan Pangeran Kalinyamat. Keempat perempuan, kawin dengan Pangeran Cirebon. Kelima perempuan, dikawinkan dengan Jaka Tingkir. Bungsunya laki-laki, bernama Pangeran Timur. Jaka Tingkir, setelah sudah menikah, lalu diangkat sebagai bupati Pajang, diberi tanah empat ribu karya. Ia menghadap ke Demak tiap tahun. Tidak lama kemudian Pajang sudah gemah raharja, subur makmur. Adipati Pajang pun telah membuat istana. Alkisah, Sultan Demak wafat. Setelah wafatnya sultan Demak, Adipati Pajang mengangkat diri sebagai Sultan. Semua bawahan Demak ditundukkan Pajang. Jika ada yang membangkang dihantam perang. Tanah
13
Pesisir, Manca Negara, Bang Wetan dan Pesisir Barat semua sujud, tidak ada yang melawan. Mereka takut kedigjayaan Adipati Pajang. Adapun yang menjadi Adipati Demak adalah anak Sultan Kedua, bernama Sultan Prawata. Ia tunduk dengan Adipati Pajang. Anak Sultan Trenggana yang bungsu, yang bernama Pangeran Timur dibawa ke Pajang lalu dijadikan Bupati Madiun. Ada sebuah cerita lagi, pada masa Sultan Demak ini, Ki Ageng Sela sedang berangkat ke sawah. Tiba-tiba hujan lebat. Ia membawa cangkul. Waktu itu menjelang Asar. Setibanya di sawah ia lalu mencangkul. Baru saja tiga cangsayan, tiba-tiba ada petir datang, berwujud seorang kakek-kakek. Ki Ageng tahu, kalau orang ini adalah perwujudan petir. Maka segera ditangkapnya. Petir berbunyi menggelegar. Ki Ageng semakin kuat memegangnya. Petir lalu dirangket, dibawa ke Demak. Petir lalu dipenjara di kurungan besi. Kanjeng Sultan memerintahkan agar tidak diberi minum. Seorang nenek-nenek datang, memberi minum memakai beruk. Ini adalah istrinya petir yang dipenjara tadi. Petir yang dipenjara ketika mendapat air, lalu menggeleger lagi, penjara besi hancur seketika, dua petir itu menghilang. B. Asal Mula Bende Ki Bicak Alkisah, di Demak ada dakang ringgit purwa, bernama Ki Bicak. Istrinya cantik. Ia ditanggap oleh Ki Ageng Sela. Kyai Ageng melihat istri dalang itu jatuh hati. Dalang Ki Bicak lalu dibunuhnya. Wayang dan Bende pusaka serta istrinya diambil oleh Ki Ageng Sela. Ki Ageng begitu mendapat Bende, tidak jadi suka kepada istri Dalang Ki Bicak. Ia jatuh hati pada Bende pusaka itu. Bende dinamakan Ki Bicak. Menurut firasat Kanjeng Sultan
14
Kalijaga, Bende tadi akan menjadi pusaka keraton, serta akan menjadi pertanda perang. Kalau Bende ditabuh dan bunyinya menggeleger, perangnya pasti akan menang. Kalau ditabuh tapi tidak berbunyi, pertanda akan kalah perangnya. Pada waktu itu, Ki Ageng Sela sedang mengemban anaknya yang masih kecil di dekat tanaman waloh. Ki Ageng memakai kain cinde, tidak memakai sawuk. Tiba-tiba ia mendengar ramai-ramai. Ki Ageng berniat akan kembali, menaruh putranya. Akan tetapi orang yang mengamuk itu keburu datang, lalu menyerang Ki Ageng. Ki Ageng tidak mempan, akan tetapi Ki Ageng terserat batang waloh. Ia jatuh terlentang. Kain cindenya lepas dari badannya, jadi telanjang. Ki Ageng kemudian bangun. Orang yang mengamuk itu ditempeleng. Pecah kepalanya dan tewas. Ki Ageng lalu bersumpah, kelak seketurunannya jangan berkain cinde, serta jangan menanam waloh dan memakan buahnya. Alkisah, Ki Ageng Sela sudah berputra tujuh, semua sudah berkeluarga. Pertama bernama Ki Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba, Ketiga Nyai Ageng Bangsri, keempat Nyai Ageng Jati, kelima Nyai Ageng Patanen, keenam Nyai Ageng Pakis Dadu dan bungsunya laki-laki bernama Ki Ageng Ngenis. Setelah berputra tujuh, Ki Ageng Sela wafat. Adapun Ki Ageng Ngenis tadi juga sudah berputra laki-laki satu, bernama Ki Pemanahan. Ia dikawinkan dengan anak Nyai Ageng Saba yang sulung. Anak bungsu Nyai Ageng Saba adalah laki-laki bernama Kyai Juru Martani. Jadi Ki Pemanahan tadi dengan Kyai Juru Martani adalah saudara Ipar. Ki Ageng
15
Nngenis mengambil satu anak angkat laki-laki, masih keponakan misan, bernama Ki Panjawi. Ia dipersaudarakan dengan Ki Pemanahan dan Ki Juru Martani. Mereka menjadi saudara yang sangat rukun. Ketiga orang tadi kemana saja tidak berpisah. Mereka lalu berguru kepada Sunan Kalijaga, bersamaan dengan Sultan Pajang. Atas inisiatif Sunan Kalijaga, Sunan Pajang dipersaudarakan dengan ketiga orang tadi. Mereka sangat rukun bersaudara seperti saudara kandung. C. Para Sahabat Sultan Pajang Kemudian atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Ngenis diberi rumah di Lawiyan. Setelah lama, Ki Ageng Ngenis wafat dan dikubur di Lawiyan. Ki Pemanahan dan Ki Panjawi sudah diabdikan di Pajang dan dijadikan lurah Tamtama. Mereka sangat tekun menjalankan tugas, sehingga dipercaya mengatasi segala persoalan negeri Pajang, dan disebut kakang oleh Sultan Pajang. Adapun Ki Juru Martani tugasnya adalah momong Ki Panjawi dan Ki Pemanahan. Sedang yang menjadi patih Pajang adalah Ki Mas Manca. Sultan juga dibantu oleh para Tumenggung Manca Negara. Ki Wila dan Ki Wiragil menjadi Bupati. Alkisah, Ki Pemanahan sudah berputra tujuh, laki-laki lima dan perempuan dua. Sulungnya bernama Raden Jambu, kedua Raden Bagus, Ketiga Raden Santri, keempat Raden Tompe, kelima Raden Kadawung, keenam perempuan dikawinkan dengan Tumenggung Mayang. Bungsunya perempuan masih kecil. Ketika itu kanjeng Sultan Pajang belum berputra. Anak Ki Pemanahan yang bernama Raden Bagus tadi diambil putra sulung
16
oleh Sultan Pajang. Ia sangat dikasihi, seperti anaknya sendiri. Waktu itu oranng jawa banyak berguru agama Islam dan ilmu kadigjayaan serta keteguhan. Guru yang terkenal ada dua, pertama Kanjeng Sunan Kalijaga, dan kedua Kanjeng Sunan Kudus. Sunan Kudus memiliki murid tiga orang, satu Arya Penangsang di Jipang, kedua Sunan Prawata, dan ketiga Sultan Pajang. Yang paling dikasihi adalah Pangeran Arya Penangsang. Pada waktu itu, Sunan Kudus sedang duduk di rumahnya dengan Panngeran Arya Penangsang. Sunan Kudus berkata kepada Arya Penangsang, “Orang berani melawan guru itu hukumnya apa?” Arya Jipang menjawab pelan, “Hukumnya dibunuh. Tapi saya belum tahu, siapa yang punya niat demikian itu.” Sunan Kudus berkata, “Kakangmu Prawata.” Arya Penanngsang, mendengar kata Sunan Kudus, lalu bertekad membunuh Sunan Prawata. Segera ia berangkat. Setibanya di Prawata ia sudah bertemu dengan Sunan Prawata. Sunan Prawata sedang sakit, didampingi istrinya. Arya Penangsang menyuruh abdinya masuk. Setelah melihat kedatangan abdi itu, sunan Prawata bertanya, “Kamu itu siapa?” rangkud berkata, “Hamba utusan Arya Penangsang, disuruh membunuh paduka.” Sunan Prawata berkata, “Iya sekehendakmu. Akan tetapi aku saja yang kau bunuh, jangan kau ikutkan orang lain.” Rangkud lalu menusuk Sunan Prawata sekuatnya. Dada Sunan Prawata tembus sampai punggung. Lalu dada istrinya. Sunan Prawata melihat istrinya terluka, segera menarik kerisnya, bernama Kyai Betok, dan dilemparkan kepada abdi yang bernama Rangkud itu. Rangkud terkena ujung keris, roboh
17
ke tanah dan mati. Sunan Prawata dan Istrinya juga tewas. Pada waktu itu tahun 1453 Alasan utama Arya Penangsang membunuh Sunan Prawata adalah karena ayah Arya Penangsang telah dibunuh oleh Sunan Prawata. Ketika baru saja pulang Jum’atan, ia dihadang dijalan oleh utusan Sunan Prawata, bernama Surayata. Ki Surayata lalu dibunuh oleh seorang Sunan teman ayah Arya Jipang. Demikianlah kisah kematian Ayah Arya Jipang. D. Sumpah Ratu Kalinyamat Alkisah, sunan Prawata punya saudara perempuan, bernama Ratu Kalinyamat. Ia mendendam atas kematian saudara laki-lakinya. Ia lalu berangkat ke Kudus dengan suaminya, hendak meminta keadilan sunan Kudus. Dihadapan Sunan Kudus, ia mengutarakan permintaannya itu. Jawaban Sunan Kudus, “Kakangmu itu sudah hutang pati terhadap Arya Penangsang. Maka kematiannya itu adalah tebusannya.” Ratu Kalinyamat mendengar jawaban Sunan Kudus demikian, sangat sakit hatinya. Ia lalu kembali pulang. Dijalan ia dirampok oleh utusan Arya Penangsang. Suami Ratu Kalinyamat dibunuh. Ratu Kalinyamat sangat menderita, sebab baru saja kematian saudaranya, kini malah suaminya menyususl, jadi sangat prihatin. Ratu Kalinyamat lalu bertapa telanjang di Gunung Danaraja. Sebagi penutup tubuhnya hanyalah rambutnya yang digerai. Ratu Kalinyamat bersumpah, tidak mau memakai kain selama hidup, kalau Arya Jipang belum
18
mati, dan janji siapa yang bisa membunuh Arya Jipang, Ratu Kalinyamat akan mengabdi kepadanya dan semua miliknya diserahkan semua. Alkisah, Sunan Kudus sedang bermusyawarah dengan Arya Penangsang. Sunan Kudus berkata, “Kakangmu Prawata dan Kalinyamat sekarang sudah mati dan istrinya menangis-nangis. Tapi belum lega hatiku, kalau kamu belum bertahta menjadi raja tanah Jawa. Dan kalau masih ada adikmu Sultan Pajang, kukira kamu tidak bisa jadi raja, sebab itu yang menyulitkan.” Arya Penangsang, setelah mendengar laporan kajineman (polisi rahasia), sangat susah hatinya. Ia lalu memberi tahu Sunan Kudus, kalau utusannya membunuh Sultan Pajang tidak berhasil. “Kalau Kanjeng Sunan berkenan, sebaiknya Sultan Pajang saja yang sebaiknya diperintah kesini, dengan alasan, akan diajak bermusyawarah tentang ilmu. Kalau sudah disini, mudahlah itu.” Sunan Kudus menuruti permohonan Arya penangsang. Ia Lalu mengirim utusan untuk memanggil Sultan Pajang. Sultan Pajang gugup menerima perintah Sunan Kudus, karena artinya diperintah oleh guru. Beliau kemudian bersiap-siap E. Dialog Politik Arya Penangsang dengan Sultan Pajang Akan tetapi Ki Pemanahan dan Ki Panjawi segera mengingatkan agar Sultan Pajang waspada. Katanya, “Kanjeng Sultan, menurut batinku, Adimas diperintah oleh Sunan Kudus ini tidak akan diajak musyawarah bab ilmu. Menurut pikiranku, ini ada hubungannya dengan pencuri dulu itu. Maka
19
meskipun Adimas datang ke Kudus, jangan kurang hati-hati. Sebaiknya bawalah prajurit secukupnya..” mendengar nasihat Ki Pemanahan dan Panjawi, Sultan Pajang sangat senang. Ia lalu memerintahkan menyiapkan prajurit dengan senjata perang lengkap. Anak Ki Pemanahan, yang ikut adalah putra sulung Sultan Pajang, yang diberi nama Raden Ngabehi Loring Pasar, serta dijadikan Lurah Prajurit Tamtama. Prajurit Pajang telah siap. Sultan Pajang lalu berangkat bersama prajuritnya. Akan tetapi Sultan Pajang mendahului dengan pasukan Kuda. Adapun Prajurit infanteri berjalan di belakang, yang memimpin oleh Patih Pajang, Tumenggung Manca Negara. Perjalanan Sultan Pajang sudah sampai di Kudus. Ia berhenti di Alunalun. Lalu ia memberi tahu kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus lalu menyuruh Pangeran Arya Jipang duduk di Sitinggil. Arya Penangsang waspada, kemudian keluar duduk di sitinggil dengan prajurit pilihan dibelakangnya. Maksud Arya Penangsang, kalau Sultan Pajang datang, akan dilihat kerisnya, lalu ditusukkan. Prajuritnya pasti akan segera mengeroyok. Adapun Sultan Pajang tadi sudah menerima utusan Sunan Kudus, disuruh duduk di sitinggil dengan Arya Penangsang. Sultan Pajang lalu duduk pula. Ki Panjawi dan Ki Pemanahan serta Raden Ngabehi Lorong Pasar mendampingi kiri kanan agak ke belakang, sambil waspada. Sultan Pajang duduk berhadap-hadapan dengan Arya Penangsang, saling bertukar pandang. Arya Penangsang kemudian bertanya kepada Sultan Pajang, “Adik, sudah lama saya tidak bertemu dengan kamu. Sekarang kita ada disini. Keris apa yang kamu pakai sekarang?” Sultan Pajang menjawab, “Keris saya yang
20
lama.” Arya Penangsang berbicara lagi, “Mana, Adik? Saya ingin melihat kerismu.” Keris lalu dihunus. Ki Pemanahan segera mencubit. Sultan Pajang merenung keris sudah diulurkan kepada Arya Penangsang. Sultan Pajang segera menarik Kyai Setan Kober, sambil berkata, ”Kakang Arya Penangsang, masih bagusan keris saya ini. Melebihi yang Kakang lihat itu.” Arya Penangsang tersenyum sambil berkata, “Menurutku, yang kupakai ini juga bagus, masih ampuh pun Kyai Crubuk. Luwang-nya yang jadi sekali tusuk mesti mati.” Sunan Kudus datang ke sitinggil. Ia melihat yang dua orang yang duduk dengan keris terhunus. Sunan Kudus segera mendekati sambil berkata, “Ini ada apa, mengapa kok menghunus keris segala? Apa akan blantikan, apa akan tukar keris? Cepat masukkan ke sarungnya, tidak baik dilihat orang banyak.” Keris lalu dikembalikan kepada Sultan Pajang, serta disarungkan kembali. Arya Penangsang berkata, “Pantas belum waktunya aku akan membuat janda.” Sultan Pajang membalas, “Memang belum saatnya aku mau memberi pakan burung gagak.” Sunan Kudus menimpali, “Sudah jangan diperpanjang ocehan kalian. Rukunlah jadi saudara itu. Sudah sekarang kembalilah ke Pesanggrahanmu sendiri-sendiri. Besok kalau para Bupati sudah kumpul, kalan aku panggil.” Arya Penangsang lalu kembali ke pesanggrahannya di sebelah timur Bengawan Sore. Sultan Pajang pesanggrahannya sebelah barat Bengawan Sore. Prajurut Pajang yang berjalan di belakang pun sudah datang. F. Menembus Sumpah Batu Kalinyamat
21
Pada suatu malam, Sultan Pajang duduk berbincang-bincang dengan Ki Pemanahan serta Ki Panjawi. Ki Pemanahan berkata, “Saya mendengar kabar, setelah wafatnya Sunan Prawata dan kakangnya, Kangmbok Ratu Kalinyamat sangat Prihatin, kemudian bertapa di Gunung Danaraja sambil telanjang. Sumpahnya, ia tidak mau berkain, kalau Arya Penangsang belum mati. Kalau Adimas berkenan, mari kita menjenguknya ke sana.” Sultan Pajang sepakat dengan usulan Ki Pemanahan. Sultan Pajang lalu pergi ke Gunung Danaraja pada waktu malam hari. Yang mengikuti adalah Ki Pemanahan, Ki Panjawi, dan ketiga Raden Ngabehi Loring Pasar. Setibanya Gunung Danaraja, mereka terhenti di Regol. Para putri penjaga melaporkan kepada Ratu Kalinyamat, kalau Sultan Pajang ingin bertemu. Kata Ratu Kalinyamat, “Segera panggilah kemari, akan tetapi beritahu terlebih dulu, kalau aku tidak bisa menemui langsung. Persilahkan duduk di luar gerbang saja.” Dayang yang diperintah tadi segera menyampaikan pesan itu kepada Sultan Pajang. Sultan Pajang dan ketiga kawannya lalu masuk, duduk di luar gerbang.
Ratu
Kalinyamat
berkata,
“Adimas
Prabu,
apa
maksud
kedatanganmu kemari?” Sultan Pajang menjawab, ”Mbakyu, saya ke sini karena saya mendengar berita, kalau Mbakyu meninggalkan negeri, bertapa di Gunung Danaraja serta tidak berkain. Apa yang menjadi kesusahan hati Mbakyu? Adapun kematian Kakang Kalinyamat, orang sudah takdir Allah. Kalau boleh, hilangkanlah kesedihan Mbakyu yang berlebihan itu.” Ratu Kalinyamat berkata, “Aku mengucapkan terima kasih, Adimas, atas nasehatmu kepadaku. Akan tetapi sumpahku sudah terlanjur, bagaimana?
22
Aku tidak memakai kain, kalau si Arya Jipang belum mati. Meskipun aku sampai mati, kujalani. Malah kedatanganmu ke sini itu membuatku senang sekali. Karena aku perempuan, siapa yang akan kumintai tolong menghilangkan keprihatinanku. Kalau Adimas bisa membunuh si Arya Penangsang, maka Kalinyamat dan Prawata, juga seluruh harta bendaku semua
kuserahkan
kepada
Adimas,
serta
aku
numpang
hidup
kepadamu.”Sultan Pajang berkata, “Mbakyu, saya takut melawan Arya Jipang, sebab ia sangat sakti dan kuat.” Ratu kalinyamat berkata, “Adimas, siapa yang bisa mendengar tangis Mbakyumu ini, kecuali kamu? Apakah kedatanganmu kesini itu tak berguna.” Ki Pemanahan berbisik-bisik kepada Sultan Pajang, “Kalau menurut saya, sebaiknya dipikir dahulu. Adimas Prabu sebaiknya sanggupi dulu, nanti malam kita bicarakan lagi. Besok pagi Adimas Sultan Kemari lagi.” Sultan Pajang menurut. Ia lalu berkata, “Baiklah Mbakyu. Akan aku pikirkan semalam ini.” Ratu Kalnyamat berkata, ”Iya, Adimas, besuk kembalilah ke sini. Benar lho, aku tunggu-tunggu.” Sultan Pajang lalu pamit kembali ke pesanggrahan. Ki Pemanahan mengikuti Sultan Pajang mundur. Akan tetapi kemudian ia kembali menemui Ratu Kalinyamat, lalu ditanyai, “Adimas Pemanahan, ada apa lagi, kok ke sini lagi?” Ki Pemanahan berkata, “Mbakyu, saya ada gagasan untuk Sampeyan, tentang cara minta tolong kepada Kanjeng Sultan Pajang. Ketika tadi saya melihat dua dayang putri Sampeyan yang cantik-cantik itu, besok pagi suruhlah berdandan. Kalau Sultan Pajang datang ke sini, suruhlah mereka dekat di gerbang ini. Karena, wataknya Sultan Pajang, kalau melihat perempuan
23
cantik, ia lalu timbul keberanian. Pasti lalu menyanggupi untuk membunuh Arya Jipang. Apalagi kalau putri tadi sampeyan berikan . hanya ini usul saya sehingga saya kembali ke sini.” Ratu kalinyamat tersenyum sambil berkata, “Terima kasih , Adimas, atas gagasanmu serta akan aku turuti.” Ki Pemanahan lalu pamit kembali ke pesanggrahan. Esoknya, Sultan Pajang bermusyawarah dengan Ki Panjawi dan Pemanahan. Sultan Pajang berkata, “Bagaimana menurutmu Kakang, tentang permintaan tolong Kakang saya itu?” Ki Pemanahan menjawab, “Sebaiknya disanggupi, sebab yang berkewajiban menolong hanya Sampeyan. Sampeyan pasti tidak kekurangan akal. Abdi Sampeyan para Bupati ditanyai, siapa yang bisa membunuh Arya Jipang, sampeyan ganjar Negeri dan raja Brana. Mustahil, kalau tidak ada yang sanggup.” Mendengar gagasan Ki Pemanahan, Sultan Pajang sangat lega hatinya. Ia lalu berkata, “Kakang, nanti malam kita kembali. Kasihan Kakangmbok, agar berhenti kesusahannya.” Setelah malam mulai jatuh, mereka kembali menuju Gunung Danaraja. Setibanya disitu, Sultan Pajang kaget melihat dua putri cantik, duduk di kiri kanan gerbang. Sultan Pajang sangat terpesona hatinya. Ia lalu menoleh bertanya kepada Ki Pemanahan, “Kakang, dua orang itu istri siapa, kok cantik sekali. Saya belum pernah melihat.” Ki Pemanahan berkata, hanya putri, meskipun yang lain pasti diberikan, kalau Adimas Prabu bisa memenuhi permintaannya.” Ratu
Kalinyamat
kemudian
bertanya
kepada
Sultan
Pajang,
“Bagaimana, Dimas, kedatanganmu kemari apakah sudah memikirkan apa
24
permintaanku kemarin?” Sultan Pajang berkata, “Mbakyu, Sampeyan jangan khawatir. Enakkan saja hati Sampeyan. Saya sanggup membunuh Arya Penangsang. Akan tetapi dua putri ini saya minta, itu lho yang duduk dekat gerbang.” Ratu Kalinyamat berkata, “Adimas, jangankan dua orang putri itu, negara Kalinyamat dan Prawata dan kekayaanku semua ku berikan. Asalkan kamu memenuhi permintaanku.” Dua putri tadi lalu diberikan, disuruh duduk di dekat Sultan. Keduanya lalu maju, duduk menunduk. Sebenarnya, dua putri ini sudah bersuami. Yaitu Kajineman di Prawata. Setelah menerima dua putri itu, lalu Sultan Pajang berkata, ”Mbakyu, jangan khawatir Sampeyan. Arya Jipang mesti mati oleh saya.” Ratu Kalinyamat berkata, “Baik, Adimas, siapa yang kupercaya lagi selain dirimu?” Sultan pamit pulang ke pesanggrahan, membawa dua orang putri. Adapun Kajineman yang punya istri tadi waktu malam hari berniat membunuh Sultan Pajang, dengan membawa teman-teman Kajineman empat orang kajineman. Waktu itu Sultan sedang tidur, lalu dihujani senjata oleh empat orang kajineman itu. Akan tetapi tidak mempan. Ketika Sultan bangun, empat kajineman itu bertobat. Sultan lalu mengampuni mereka, serta diijinkan pulang kembali. Mereka merelakan istrinya. G. Gugurnya Pahlawan Besar Arya Penangsang Pada malam harinya, Sultan Pajang memerintahkan kepada semua pengikutnya, siapa yang bernai membunuh Arya Jipang, Sultan akan memberi hadiah daerah Pati dan Mataram. Akan tetapi para Bupati dan
25
menteri tidak ada yang sanggup, sebab takut melawan Arya Penangsang. Sultan Pajang kemudian mengatakan, semua orang di kota maupun desa, meskipun tukang rumput sekalipun, kalau bisa membunuh Arya Penangsang, akan dihadiahi negeri Pati dan Mataram. Alkisah, Ki Panjawi dan Ki Pemanahan, ketiga Ki Juru Martani dan keempat Raden Ngabehi Loring Pasar sedang berkumpul di rumah Ki Pemanahan. Ki Juru bertanya tentang kabar terakhir mengenai sayembara itu. Ki Pemanahan menjawab, “kanjeng sultan menyebarkan sayembara, siapa yang bisa membunuh arya penangsang, mesti dihadiahi pati dan Mataram. Akan tetapi para buapati dan menteri takut semua, jadi belum ada orang yang mempunyai kesanggupan.” Ki Juru berbicara lagi,”Menurut saya, sebaiknya dua orang, sampeyan dan Ki Penjawi manyanggupi. Sebab negeri pati dan mataram sayang sekali, kalau sampai jatuh ke tangan orang lain.” “Ki Juru, mudah orang menerima hadiah demikian. Sebaliknya, membunuh Arya Penangsang bagaimana?” jawab Ki Pemanahan. Ki Juru Martani berbicara lagi, “Umpamanya orang mengadu jago, kalau botohnya bisa, mesti jagonya menang. Demikian juga orang perang, kalau bisa mengatur senopatinya, mesti perangnya menang. Karena saya tahu watak Arya Penangsang, sangat berangasan dan mudah panas hati. Begini saja Arya Penangsang itu kirimilah surat tantangan. Suruhlah ia datang sendiri jangan membawa pasukan. Kalau sudah datang, lalu di keroyok dengan saudara sampeyan semua. Mesti mati. Kalau kamu setuju dengan usul
26
saya ini. Besok pagi, aku menghadap Sultan. “Ki Pemanahan dan Ki penjawi menuruti usulan itu. Esok paginya, empat orang itu lalu menghadap. Para bupati menteri lengkap. Sultan bertanya kepada para bupati, “siapa yang sanggup menghadapi dan membunuh Arya Penangsang?” Kata para bupati, Tidak ada yang sanggup. Ki Pemanahan berkata, “Saya dan Adimas Penjawi sanggup membunuh Arya Jipang. Adimas Prabu saksikanlah dari kejauhan saja. Yang mengahdapi perang saya sendiri dan saudara saya. Apabila Adimas Prabu kelihatan oleh Arya Penangsang, mesti hanya Adimas Prabu yang dikejar, tidak melayani orang banyak. “Mendengar kesanggupan itu, Sultan Kanjeng sangat gembira dan berkata, “Syukur, Kakang. Kakang sendiri yang sanggup membunuh Arya Jipang. Negeri Pati dan Mataram untuk kakang rencanamu bagaimana?” Ki Pemanahan berkata, “esok pagi pasukan pajang semua bersiaplah. Akan tetapi di pesanggrahan saja. Saya dan saudara saya sendiri saja yang maju perang.” Sultan menuruti kata Ki Pemanahan. Pagi harinya, Ki Pemanahan dan Ki Penjawi, ketiga Ki Juru Martani, keempat Raden Ngabehi Loring Pasar, serta sekeluarganya semua, kira-kira dua ratus, berangkat ke sebelah barat sungai, sambil bersikap waspada. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi dan Ki Juru, lalu pergi tanpa pasukan menuju tempat para pencari rumput, mencari tukang rumput. Ada seorang pektik atau tukang rumput satu orang yang terpisah. Lalu ditanyai oleh ki pemanahan, “Kamu itu tukang rumputnya siapa?” Ki Pekatik menjawab, “Saya pekerja
27
untuk Adipati Jipang. Sayalah yang mencarikan rumput untuk kudanya yang bernama Gagak Rimang.” Setelah memastikan bahwa tukang rumput abdi arya penangsang, ki penjawi lalu segera menangkapnya. Tukang rumput tak bisa berkutik. Ki pemanahan bebrbicara sambil tersenyum, “Kisanak, saya minta maklum kamu, telingamu itu aku minta satu.” “Aduh, paduka ini siapa, telinga kok diminta. Lebih baik paduka ambil keranjang dan pisau sabit ini. Pasti saya berikan.” “Kalau kamu tidak memberi, ya saya beli. Berapa harganya?” kata Ki Pemanahan. Meskipun paduka beli, tidak saya berikan. Saya tidak kepingin uang. Seumur saya belum pernah melihat orang menjual telinga.” Pilih mana, ku sobek telingamu?” ancam Ki Pemanahan. Pekatik tidak bisa mengelak. Ia lalu menyerahkan telinganya. Ia kemudian diberikan uang lima belas real. Telinganya terpotong sebelah. Yang sebelah lagi ditangguntungi surat tantangan, disuruh menyampaiakan kepada tuannya. Ki Pekatik kemudian lari ke timur sungai. Setibanya di pesanggrahan ia menyerudug para punggawa Arya Penangsang yang sedang menghadap. Patih Jipang yang bernama Ki Mataun sangat kaget, melihat Pekatik sang Adipati mandi darah, telinganya terpotong sebelah serta dikalungi surat. Ia lari hendak menghadap gustinya. Orang itu segera di pegang Ki Mataun, lantas ditanyai. Ki Pekatik meronta ingin segera masuk menghadap Arya Penangsang.
28
Waktu itu, Arya Penangsang sedang makan. Ia kaget mendengar ramai-ramai. Ia menyuruh orang memanggil Ki Mataun. Arya Penangsang berkata, “Mataun ada apa ramai-ramai diluar itu?” “Bendara, silahkan paduka menyelesaikan makan dahulu. Nanti saja saya berkata, “Sebab berita tidak baik,” jawab Ki Mataun. Ki Mataun berkata demikian sebab tau watak gustinya, kalau sangat beranngasan dan nekad. Kalau sudah tahu berita tadi, pasti ia kemudian berangkat, meninggalkan pengiring. Arya Jipang berkata, “Mataun, segera katakan kepadaku, jangan takut-takut.” Ki Mataun belum mau berkata, diam saja. Tiba-tiba pekatik tadi lepas dari pegangan para prajurit, lalu nyelonong masuk, menghadap di depan sang adipati. Arya Jipang berkata, “Kamu kenapa, kok berlumuran darah?” Ki Mataun berkata sambil menyembah, inilah yang menyebabkan keributan diluar tadi, tukang rumput paduka, dipotong telinganya sebelah, dan dikalungi surat.”
H. Ki Penjawi Menjadi Bupati Pati Surat lalu diambil, diterima tangan kiri. Tangan kanan masih memegang nasi. Surat dibaca bunyinya, ”Pahamilah suratku. Dari sultan pajang ke arya penangsang. Kalau kamu nyata-nyata jantan dan pemberani, ayo, perang satu lawan satu, jangan membawa prajurit. Seberangilah sungai aku di sebelah barat sungai sekarang. Aku tunggu kamu disitu.”
29
Sesudah membaca surat itu, arya penangsang sangat marah. Darahnya mendidih. Nasi sewakul dipukul sambil menge[pal nasi. Meja panjang terbelah menjadi dua. Arya Penangsang segera berdiri, memakai busana perang, serta menyuruh agar kudanya yang bernama gagak rimang diambil. Ia kemudian naik kuda sambil membawa tombak bernama dandang musuh. Ki Mataun berkata, “Bendara, tunggulah prajurit sebentar, kalau buru-buru paduka bisa celaka.” Arya Penangsang tidak mendengarkan kata Ki Mataun, malah semakin marah saja. Seperti dikipasi. Kemudian ada saudara muda Arya Penangsang, bernama Arya Mataram. Ia segera mendekati dan berkata, “Kakang, sabar dulu. Tunggulah prajurit.” Arya Penangsang berkata, “Sudah diam, jangan cerewet. Aku tidak takut. Sudah semestinya orang perang itu dikerubut orang banyak.” Adiknya berkata banyk-banyak. Arya Penangsang menghardik keras, “Pergi sana! Aku tidak mengajak kamu, sebab kamu saudaraku lain Ibu, mesti tidak pemberani seperti aku.” Arya Penangsang melecut kudanya, lari sendirian. Arya Mataram kembali dengan sakit hati. Ki Mataun mengejar, tapi tidak terkejar, sebab sudah tua dan punya sakit jantung. Perjalanan Arya Jipang sudah sampai sebelah timur bengawan Sore. Alkisah, mitos orang jaman malam, kalau orang berhadap-hadapan hendak berperang, siapa yang menyeberang sungai pasti kalah perangnya. Adapun Ki Pemanahan dan Ki Penjawi, ketiga Ki Juru, dan keempat Raden Ngabehi Loring Pasar serta prajuritnya semua sudah menunggu di sebelah
30
barat dekat sungai. Mereka melihat Arya Penangsang datang sendirian. Orang sesela suka hatinya. Arya Penangsang berteriak, “Hai, orang Pajang, siapa yang membuat layang tantangan kepadaku? Cepat menyeberanglah ke timur. Keroyoklah aku! Itu kesukaanku, perang dikeroyok orang banyak.” Orang sesela menjawab, “Gusti kami Sultan Pajang yang membuat surat kepadamu. Kalau kamu memang pemberani, cepat menyeberanglah ke barat! Aku tandingi satu lawan satu.” Arya Penangsang mendengar sesumbar demikian, telinga seperti disobek-sobek, darahnya mendidih. Kudanya segera digebrag sertav dicemeti, disebrangkan sungai. Kuda lalu menyebrang sungai. Punggungnya tidak basah. Kuda Arya Penangsang sudah hampir sampai di tepi barat. Lalu dihutani senjata oleh orang Sesela. Ada tombak, ada panah, akan tetapi tidak ada yang kena. Kuda Arya Penangsang kemudian dicemeti, melompat dari air, dampai di tengah barisan orang Sesela. Banyak yang roboh, diterjang oleh kuda Arya Penangsang. Kuda lalu menerjang dan menggigit. Orang sesela banyak yang terluka dan mati. Arya Penangsang marah sambil berkata, “Si Karebet ada di mana, kalau berani lawan aku! Mana batang hidungnya tidak kelihatan?” Arya Penangsang marah-marah, berkitar-kitar mencari Sultan Pajang. Arya Penangsang kemudian dikeroyok orang banyak, dilempari tombak dari kiri, kanan, depan dan belakang. Arya Penangsang terluka lambung kanannya. Ususnya keluar, lalu disampirkan dihulu keris, serta
31
semakin marah. Prajurit Sesela semakin banyak yang terluka dan mati. Raden Ngabehi Loring Pasar segera maju menerjang ap dengan naik kuda yang masih muda, sambil memegang tombak Kyai Plered. Di kanannya Ki Pemanahan, sebelah kiri Ki Penjawi, Ki Juru menjaga dibelakangnya. Mereka menyongsong Arya Penangsang. Kyai Juru segera melepaskan kuda betina. Kuda itu lalu berlari-lari, menjingkat-jingkat, meloncat-loncat, dan menabraknabrak. Kuda yang dinaiki Raden Ngabehi malah lari mmenjauh. Raden Ngebehi hampir saja jatuh, lalu ditarik tali kekang kuda itu. Setelah kudanya berhenti, Raden Ngabehi segera turun sambil menuntun kuda. Raden Ngebehi berkata, “Besok seketurunanku, kalau perang, jangan ada yang naik kuda muda begini, sebab membahayakan diri.” Kuda lalu diberikan kepada kawannya. Raden Ngabehi terus berjalan, serta sambil memegang Kyai Plered. Ia berhadapan dengan Arya Penangsang. Arya Penangsang berkata, ”Siapa namamu, anak muda berani-beraninya maju didepanku? Lebih baik mundur saja, dari pada mati. Panggilah si Pajang, kalau berani hadapi aku satu lawan satu.” Akan tetapi, kuda yang dinaiki Arya Penangsang tadi masih daja menjingkrak-jingkrak, jadi tidak bisa menyiapkan lemparan tombaknya. Keburu dada Arya Penangsang dilempar tombak oleh Raden Ngabehi, hingga tembus punggungnya. Ia tewas dan ambruk. Jenazahnya lalu dibawa oleh orang-orang Sela. Raden ngabehi menarik tombaknya yang berlumuran darah. Tidak lama kemudian, Ki Mataun datang dan mengamuk. Tapi langsung dihadapi oleh orangn-orang
32
Sesela hingga mati. Lehernya dipenggal, lalu kepalanya dipajang dipinggir sungai. Pada waktu itu tahun 1471. Tak lama kemudian, prajurit Jipang datang dengan senjata lengkap, sangat banyak. Namun mereka terhenti di pinggir sungai. Mereka mendengar kalau Gustinya serta Ki Mataun sudah tewas. Raden Ngabehi berteriak sambil tangannya menunjuk dari sebelah barat sungai, “Hai, orang Jipang, ketahuilah bendaramu dan patihmu sudah pada tewas binasa. Lihatlah ini kepalanya. Yang akan kalian rebut apa? Lebih baik, menyerahlah kepadaku. Adapun Ki Mataun memang pantas kalau dia bela mati, karena selama hidupnya ikut mukti kepada Arya Jipang.” Orang-orang
Jipang
mendengarkan
hal
tersebut
kemudian
menyerahkan diri. Senjata-senjata dikumpulkan, lalu menyeberang ke barat sungai, menyembah Raden Ngabehi. Mereka lalu dibawa ke pesanggrahan. Malam harinya, Ki Pemanahan, Ki Penjawi, dan Ki Juru, serta Raden Ngabehi, berembug tentang siapa yang membunuh ap adalah Raden Ngabehi, apakah akan dilaporkan terus terang kepada Kanjeng Sultan?” Ki Pemanahan berkata, “Kakang, kalau saya akan melaporkan bagaimana kenayataan yang terjadi saja.” Ki Juru berbicara lagi, “Menurutku, sebaiknya kamu saja yang mengaku telah membunuh Arya Penangsang adalah Raden Ngabehi, pasti hanya diberi hadiah berupa pakaian-pakaian iindah dan sebagainya. Pasti tidak akan dihadiahi negara, sebab Raden Ngabehi ini masih anakanak, pasti suka pakaian yang bagus-bagus. Kedua, ia sudah diambil anak pertama oleh Kanjeng Sultan, maka pastilah Kanjeng
33
Sultan hanya akan menghadiahi sekehendak hatinya saja. Lain kalau kamu yang mengaku serta Ki Penjawi, pasti jadi menerima hadiah negeri Pati dan Mataram.” Ki Pemanahan dan Ki Penjawi, setelah mendengar gagasan Ki Juru, sangat senang hatinya, serta menurut. Raden Ngabehi juga setuju dengan keputusan itu, serta diumumkan kepada prajuritnya semua, kalau yang membunuh Arya Penangsang adalah Ki Pemanahan dan Ki Penjawi. Pagi harinya, mereka segera berangkat, hendak menghadap kepada sultan pajang serta membawa tawanan dari Jipang yang sudah menyerah. Kanjeng sultan sangat suka. Ia lalu bertanya kepada menteri Jipang, “Menteri Jipang, Si Arya Penangsang dulu punya saudara muda, namanya Arya Mataram. Sekarang ada dimana?” Menteri Jipang menyembah, “Gusti, ketika Arya Penangsang hendak berangkat perang, Arya Mataram memohon kepada Kakangnya, agar menunggu pasukan, akan tetapi ia malah dimarahi. Arya Mataram sakit hati, lalu pergi. Saya tidak tahu kemana perginya.” Kanjeng Sultan berkata kepada Ki Pemanahan, “Kakang, terimakasihku kepada Kakang dan juga Ki Penjawi. Adapun hadiahku adalah negara Pati dan Mataram. Bagilah sendiri dengan Ki Penjawi. Karena Kakang yang lebih tua, saya sarankan agar memilih terlebih dahulu, mana yang Kakang senangi.” Ki Pemanahan berkata, “ Karena saya menjadi yang lebih tua, pantas mengalah saja. Saya memilih yang masih hutan saja. Adimas, saya di Mataram saja, yang masih hutan belantara.” Sultan berkata lagi, “Kalau
34
Kakang sudah terima, Kakang Penjawi segera berangkatlah ke Pati Sekarang juga. Negara Pati tatalah baik-baik. Adapun Negara Mataram besok, kalau saya sudah kembali ke Pajang, akan saya berikan kepada Kakang Pemanahan. Dan lagi Kakang Pemanahan, Kakang jangan pulang bersam saya. Tolong Kakang ke Danaraja dulu memberi tahu Kakang mbok, kalau ap sudah mati. Adapun pesanku, Kakangmbok saya mohon sudahi tapanya. Segeralah memakai kain. Jangan lama-lama di sana, segeralah Kakang kembali.” Banyak orang tersesat karena mereka mengharap berkah dari Makam, seperti berkahnya ma’unah, karomah, ilmu, harta dan seseorang . maka, jadikanlah ziarah ke makam untuk mengingat mati. Ikutilah perjuangan para ulama dan orang-orang yang telah berjasa menanamkan nilai-nilai agama yang sampai sekarang kita rasakan. Insya Allah selamat dunia khirat. (dari Makam Butuh- Sultan Hadiwijaya) Butuh, Gedongan, Plupuh, Sragen.
35
APENDIK II
HASIL WAWANCARA I Informasi
: Widodo
Jabatan
: Peziarah
Hari/ tgl
: 25 oktober 2010
Pertanyaan
: apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: mengikuti sunah Rosul
Pertanyaan
: bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: hati jadi tenang
Pertanyaan
: menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: dijaga keasliannya
Pertanyaan
: apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: ingin masuk surga
Pertanyaan
: menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: Raja Pajang, penyebar agama islam
Pertanyaan
: apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: tidak ada.
36
HASIL WAWANCARA II Informasi
: Risky Aditya
Jabatan
: Pelajar
Hari/ tanggal : 26 oktober 2010
Pertanyaan
: apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: ingin mengerti dan menambah pengetahuan tentang agama.
Pertanyaan
: bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: tenang dan damai
Pertanyaan
: menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: bangunan yang perlu diperbaiki atau dikembangkan harus dijaga keasliannya
Pertanyaan
: apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: mendo’akan leluhur kita karena adanya kita masih terikat dengan orang-orang yang terdahulu
Pertanyaan
: menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: Raja yang berwibawa dapat menumbuhkan rasa hormat saat mengenalinya
Pertanyaan
: apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: ada, yaitu kendaraan. Karena saya selalu jalan kaki ketika mau ziarah
37
HASIL WAWANCARA III Informasi
: Muhammad Katno Nur Said
Jabatan
: Peziarah
Hari, tanggal : 27 oktober 2010
Pertanyaan
: apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: cari ketenangan karena keadaannya sepi
Pertanyaan
: bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: suasana tenang, hening dan sepi
Pertanyaan
: menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: dipasang penunjuk jalan ke arah Makam, di jalan-jalan supaya peziarah lebih tahu
Pertanyaan
: apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: mengingat mati dan mendo’akannya
Pertanyaan
: menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: Raja Pajang Raden Mas Karebet
Pertanyaan
: apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: gak ada
38
HASIL WAWANCARA IV
Informasi
: Hendri Setiawan
Jabatan
: Mahasiswa
Hari/ tanggal : 28 oktober 2010
Pertanyaan
: apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: takut mati, rasa takut mati menjadi pendorong saya untuk berziarah ke Makam-makam
Pertanyaan
: bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: hati menjadi tenteram
Pertanyaan
: menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: pengembangan dari segi bangunan
Pertanyaan
: apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: yang pertama mengingat mati, kedua berhubungan orang harus mempunyai hubungan dengan alam adalah bagian dari hidup
Pertanyaan
: menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: orang yang mempunyai martabat dan kewibawaan yang tinggi, pahlawan Solo
Pertanyaan
: apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: tidak sama sekali
39
HASIL WAWANCARA V Informasi
: Endri
Jabatan
: Peziarah
Hari/ tanggal : 29 oktober 2010
Pertanyaan
: apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: keinginan mendekatkan diri pada Allah SWT
Pertanyaan
: bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: suasana dingin mendorongku untuk berdzikir
Pertanyaan
: menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: menjaga keasliannya, dengan pembangunan yang aman agar tidak terjadi pencurian benda-benda malam
Pertanyaan
: apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: mengingat mati, serta belajar mendekatkan diri pada Allah SWT
Pertanyaan
: menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: beliau termasuk penyebar islam di tanah Jawa
Pertanyaan
: apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: tidak ada.
40
HASIL WAWANCARA VI Informasi
: Mahendra
Jabatan
: Pelajar
Hari/ tanggal : 30 oktober 2010
Pertanyaan
: apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: menjalankan sunah nabi
Pertanyaan
: bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: gelap
Pertanyaan
: menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab
: dijaga keasliannya
Pertanyaan
: apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: Mendo’akan leluhur
Pertanyaan
: menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: Raja Pajang
Pertanyaan
: apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawaban
: tidak.
41
Gambar 3. Situasi Makam / Pasarean Butuh
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Ahsana Mustika Ati
NIM
: 1104039
Jurusan
: Manajemen Dakwah
Tempat / Tgl Lahir
: Wonogiri, 8 April 1985
Alamat
: Ds. Karangtengah RT 02 RW 01 Kecamatan Karangtengah Kabupaten Wonogiri
Jenjang pendidikan 1. TK Dharma Wanita
lulus tahun 1992
2. SDN 1 Karangtengah
lulus tahun 1998
3. SMPN 1 Karangtengah
lulus tahun 2001
4. SMAN 1 Purwantoro
lulus tahun 2004
5. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Dakwah angkatan 2004
Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya
Semarang, Juni 2011
Ahsana Mustika Ati NIM. 1104039