PENGELOLAAN KASUS
2.1 Konsep Nyeri 2.1.1 Pengertian Nyeri Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual, potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian
dimana
terjadi
kerusakan
(International
Association for Study of Pain, 1979, dalam Prasetyo, 2010). Nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologi dan emosional (Hidayat, Aziz, 2005). Mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan (Feusest dalam Potter & Perry, 2006). Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Mc Caffery dalam Potter & Perry, 2006). Jadi kesimpulannya adalah mengidentifikasi nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
2.1.2 Gejala Klinis Nyeri Gejala klinis (Tamsuri, 2007) yang timbul saat nyeri adalah: 1. Tekanan darah meningkat 2. Nadi meningkat 3. Pernafasan meningkat 4. Raut wajah kesakitan
Universitas Sumatera Utara
5. Menangis, merintih 6. Posisi berhati-hati
2.1.3
Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri Akut Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai dengan adanya peningkatan tegangan otot berbatasan karakteristik. a. Mayor: Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang dideskripsikan. b. Minor: 1. Mengatup rahang atau pergelangan tangan 2. Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas 3. Agirasi/kegelisahan 4. Peka rangsangan 5. Menggosok bagian nyeri 6. Mengerok 7. Postur tidak biasa 8. Ketidakefektifan fisik dan mobilitas 9. Perubahan pada pola tidur 10. Rasa takut mengalami cedera tulang 11. Mata terbuka lebar dan sangat tajam 12. Mual muntah. 2.
Nyeri Kronis Merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan. Biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama lebih dari 6 bulan. a. Mayor: Nyeri telah ada lebih dari 6 bulan. b. Minor: 1. Gangguan hubungan social dan keluarga 2. Peka rangsangan
Universitas Sumatera Utara
3. Ketidakefektifan fisik dan mobilitas 4. Menggosok bagian yang nyeri 5. Tampilan yang meringis 6. Keletihan Klasifikasi nyeri menurut tempatnya: 1. Perifer Pain (Pinggiran) Nyeri yang rasakan pada permukaan tubuh (daerah perifer). Contoh: Nyeri pada kaki, tangan, permukaan kulit. 2. Deep Pain (Dalam) Nyeri yang dirasakan dari stuktur tubuh yang lebih dalam. Contoh: Nyeri sendi, otot, nyeri lambung. 3. Reffered Pain (Alihan) Nyeri akibat penyakit organ tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh yang lain yang bukan merupakan asal nyeri. Klasifikasi nyeri menurut sifatnya: 1. Insidental : Nyeri yang datang secara tidak menentu. 2. Steody
: Rasa nyeri yang terus menerus.
3. Proximal : Rasa nyeri yang dapat diketahui nyerinya (Tamsuri, 2007).
2.1.4 Fisiologi Nyeri Beberapa tahap terjadinya nyeri (Prasetyo, 2010), antara lain: 1. Stimulus Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan reseptor. Reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung saraf
bebas pada kulit yang berespon terhadap
stimulus yang kuat. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa biologis,
Universitas Sumatera Utara
zat kimia, panas, listrik serta mekanik. Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya: Faktor Penyebab
Contoh
Mikroorganisme
Meningitis
(virus, bakteri, jamur, dll)
Tersiram air keras
Kimia
Ca mamae
Tumor
Jaringan miokard yang mengalami
Iskemi jaringan
iskemi karena gangguan aliran darah pada arteri koronaria Terkena sengatan listrik
Listrik
Spasme otot
Spasme
Batu ginjal, batu ureter, osbtruksi usus
Obstruksi
Luka bakar
Panas
Fraktur femur
Fraktur
Radiasi untuk pengobatan kanker
Radiasi
Berduka, konflik, dll
Psikologis
2. Reseptor Nyeri Reseptor merupakan sel-sel khusus yang mendeteksi perubahanperubahan
particular
disekitarnya,
kaitannya
dengan
proses
terjadinya nyeri maka reseptor-reseptor inilah yang menangkap stimulus-stimulus nyeri. Reseptor ini dapar terbagi menjadi: a. Exteroreseptor
yaitu
reseptor
yang
berpengaruh
terhadap
perubahan pada lingkungan eksternal, seperti untuk merasakan stimulus taktil (sentuh/rabaan), merasakan rangsang dingin dan panas. b. Telereseptor
merupakan
reseptor
yang
sensitive
terhadap
stumulus yang jauh.
Universitas Sumatera Utara
c. Propioseptor merupakan reseptor yang menerima impuls primer dari organ otot, spindle dan tendon golgi. d. Interoseptor merupakan reseptor yang sensitif terhadap perubahan pada organ-organ visceral dan pembuluh darah. Beberapa penggolongan lain dari reseptor sensoris: a. Termoreseptor: reseptor yang menerima sensasi suhu b. Mekanoreseptor: reseptor yang menerima stimulus-stimulus mekanik. c. Nosiseptor: reseptor yang menerima stimulus-stimulus nyeri d. Kemoreseptor: reseptor yang menerima stimulus kimiawi.
3. Pathways Nyeri Secara singkat proses terjadinya nyeri dapat dilihat pada skema (Prasetyo, 2010).
Pathways Stimulus nyeri: biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik
Stimulus nyeri menstimulus nosiseptor di perifer
Impuls nyeri diteruskan oleh serat saraf afferent (A-delta & C) ke medulla spinalis melalui dorsal horn
Impuls bersinapsis di subtansia gelatinosa (lamina II dan III)
Impuls melewati traktus spinothalamus
Impuls masuk ke formation retikularis
Impuls langsung masuk ke thalamus
Universitas Sumatera Utara
Sistem limbik
Fast
pain
Slow pain Timbul respon emosi Respon otonom: TD meningkat, keringat dingin
2.1.5 Tingkatan Nyeri Beberapa teori yang membagi tingkatan nyeri (Tamsuri, 2007) menjadi: 1. Menurut Kozier 0
: tidak nyeri
1, 2, 3, 4 : ringan 5, 6
: sedang
7, 8, 9
: berat
10
: sangat
2. Menurut Meizak dan Rogerson (1991) 1 : tidak nyeri 2 : ringan 3 : tidak nyaman 4 : Distressing 5 : Novible (berat) 6 : exeros clating (sangat berat) 3. Menurut Maxwell (1989) 1 : tidak nyeri 2 : ringan 3 : sedang 4 : berat
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Upaya Mengatasi Nyeri Upaya untuk mengatasi nyeri (Tamsuri, 2007) yaitu antara lain: 1. Distraksi : mengalihkan perhatian, misalnya : nonton TV, baca majalah, mengajak bicara pasien. 2. Relaksasi : nafas dalam, kompres, messase 3. Akupuntur: tusuk jarum pada daerah nyeri 4. Hipnosa : teknik membuat orang tidak sadar diri 5. Analgesik : mengurangi persepsi tentang nyeri 6. Daya kerja: sistem syaraf sentral
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Reaksi Nyeri Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi masing-masing individu terhadap nyeri (Prasetyo, 2010). Faktor-faktor terebut antara lain: 1. Usia Usia
merupakan
variabel
yang
penting
dalam
mempengaruhi nyeri pada individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri. Anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tuanya ataupun pada perawat. Sebagian anak-anak terkadang segan untuk mengungkapkan keberadaan nyeri yang ia alami, mereka takut akan tindakan perawatan yang harus mereka terima nantinya (Prasetyo, 2010). Pada pasien lansia seorang perawat harus melakukan pengkajian lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya nyeri. Seringkali lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu. Terkadang penyakit yang berbeda-beda yang diderita lansia
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan gejala yang sama, sebagai contoh nyeri dada tidak selalu mengindikasikan serangan jantung, nyeri dada dapat timbul karena gejala arthtritis pada spinal dan gejala gangguan abdomen. Sebagian lansia terkadang pasrah terhadap apa yang mereka rasakan dan menganggap bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi penuaan yang tidak bisa dihindari . 2. Jenis Kelamin Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri. 3. Kebudayaan Perawat seringkali berasumsi bahwa cara berespon pada setiap individu dalam masalah nyeri adalah sama, sehingga mereka mencoba mengira bagaimana pasien berespon terhadap nyeri. Sebagai contoh, apabila seorang perawat yakin bahwa menangis dan merintih mengindikasikan suatu ketidakmampuan dalam mengontrol nyeri, akibatnya pemberian terapi bisa jadi tidak cocok untuk pasien berkebangsaan Meksiko-Amerika. Seorang pasien berkebangsaan Meksiko-Amerika yang menangis keras tidak selalu mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai suatu yang berat atau mengharapkan perawat melakukan intervensi (Calvillo dan Flaskerud, 1991). 4. Makna Nyeri Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita yang merasakan nyeri saat bersalin akan mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan wanita lainnya yang nyeri karena dipukul suaminya.
Universitas Sumatera Utara
5. Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang atau bisa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri, masingmasing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar dan lain-lain. Sebagai contoh individu yang tertusuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang terkena luka bakar. 6. Perhatian Tingkat
perhatian
seseorang
terhadap
nyeri
akan
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery) dan masase. 7. Ansietas (Kecemasan) Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas. Sebagai contoh seseorang yang menderita kanker kronis dan merasa takut akan kondisi penyakitnya akan semakin meningkatkan persepsi nyerinya. 8. Keletihan Keletihan/kelelahan
yang
dirasakan
seseorang
akan
meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu. 9. Pengalaman Sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti
Universitas Sumatera Utara
bahwa individu tersebut akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa yang mendatang. Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman sedikit tentang nyeri. 10. Dukungan Keluarga dan Sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain atau teman terdekat. Walaupun nyeri masih dirasakan oleh pasien, kehadiran orang terdekat akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.
2.2 Pengkajian Nyeri Pengkajian nyeri yang faktual, lengkap dan akurat akan memudahkan perawat di dalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan
yang
cocok
dan
memudahkan
perawat
dalam
mengevaluasi respon pasien terhadap terapi yang diberikan (Prasetyo, 2010). Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut (Prasetyo, 2010) adalah: 1. Mengkaji perasaan pasien (respon psikologi yang muncul) 2. Menetapkan respon fisiologis pasien terhadap nyeri dan lokasi nyeri 3. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri Pengkajian selama nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat pasien dalam keadaan waspada (perhatian penuh dalam nyeri), sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan pasien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi pasien terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Untuk pasien yang mengalami nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986; Mc Guire, 1992). Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami pasien. Donovan & Girton (1984) mengidentifikasi komponen-komponen tersebut, antara lain: 1. Penentuan ada tidaknya nyeri Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh pasien adalah nyata. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang terkadang justru menyembunyikan rasa nyerinya untuk menghindari pengobatan. 2. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T) a. Faktor pencetus (P: Provocate) Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada pasien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. b. Kualitas (Q: Quality) Kualitas
nyeri
merupakan
sesuatu
yang
subjektif
yang
diungkapkan oleh pasien, sering kali pasien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih tertusuk dan lain-lain, dimana
tiap-tiap
pasien
mungkin
berbeda-beda
dalam
melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan. c. Lokasi (R: Region) Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pasien untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman
oleh
pasien.
Dalam
mendokumentasikan
hasil
Universitas Sumatera Utara
pengkajian tentang lokasi nyeri, perawat perlu menggunakan bahasa anatomi, contohnya pernyataan “Nyeri terdapat dikuadran abdomen kanan atas” adalah pernyataan yang lebih spesifik dibandingkan “pasien menyatakan bahwa nyeri terasa pada abdomen”. d. Keparahan (S: Severe) Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini pasien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat. 0
1 2 nyeri ringan
3
4
5 6 nyeri sedang
7
8
9
10 nyeri paling hebat
Gambar Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10) e. Durasi (T: Time) Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan durasi dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “Kapan nyeri mulai dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, “seberapa sering nyeri kambuh?” atau dengan kata-kata lain yang semakna. 3. Respon fisiologis Perawat perlu mengkaji pasien berkaitan dengan adanya perubahanperubahan pada respon fisiologis terhadap nyeri untuk mendukung diagnosa dan membantu dalam memberikan terapi yang tepat (Prasetyo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Respon fisiologis terhadap nyeri Respon simpatik
Peningkatan frekuensi pernapasan Dilatasi saluran bronkiolus Peningkatan frekuensi denyut jantung Vasokontriksi perifer (pucat, peningkatan tekanan darah) Peningkatan kadar glukosa darah Diaforesis Peningkatan tegangan otot Dilatasi pupil Penurunan motilitas saluran cerna
Respon
Pucat
parasimpatik
Ketegangan otot Penurunan denyut jantung atau tekanan darah Pernafasan cepat dan tidak teratur Mual dan muntah Kelemahan atau kelelahan
4. Respon perilaku Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang nyeri, menopang bagian yang nyeri, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung dan lain-lain. 5. Respon afektif Ansietas (kecemasan) perlu digali dengan menanyakan pada pasien seperti “Apakah anda saat ini merasakan cemas?”. Selain itu juga adanya depresi, ketidaktertarikan pada aktivitas fisik dan perilaku menarik diri dari lingkungan perlu diperhatikan.
Universitas Sumatera Utara
6. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan pasien Pasien yang merasakan nyeri setiap hari akan mengalami gangguan dalam kegiatan sehari-hari. Perubahan-perubahan yang perlu dikaji antara lain: perubahan pola tidur, pengaruh nyeri pada aktivitas sehari-hari misalnya: makan, minum, mandi, BAK atau BAB, serta perubahan pola interaksi terhadap orang lain. 7. Persepsi pasien tentang nyeri Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi pasien terhadap nyeri, bagaimana pasien menghubungkan antara nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri atau lingkungan disekitarnya. 8. Mekanisme adaptasi pasien terhadap nyeri Perawat perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasa pasien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami, mengkaji keefektifan
cara
tersebut
dapat
digunakan,
perawat
dapat
memasukkannya dalam rencana tindakan.
2.3 Analisa Data Data yang telah dikumpulkan dari hasil pengkajian kemudian dikelompokkan dan dianalisa untuk menemukan masalah kesehatan pasien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu data subjektif yaitu data yang didapat dari pasien lansung dan data objektif yaitu data yang didapat dari observasi perawat langsung kepada pasien dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
2.4 Rumusan Masalah Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan penyakit kanker kolon (Doenges, 1999) adalah: 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik/nyeri.
Universitas Sumatera Utara
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
terapi
pembatasan
aktivitas,
dan
penurunan
kekuatan/tahanan. 4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan. 5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah. 6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan serat, kelemahan otot abdomen sekunder akibat mekanisme kanker kolon. 7. Kurang
pengetahuan
tentang
kondisi
luka,
prognosis
dan
pengobaatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi, keterbatasan kognitif.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Perencanaan No
1
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan
Kriteria Hasil
Gangguan
rasa Tujuan :
nyaman
nyeri pasien
berhubungan dengan penyakit.
Rasional
Intervensi
1. Evaluasi rasa sakit secara 1. Sediakan informasi mengenai mengatakan
reguler,
rasa
lokasi dan intensitas (0-10).
bahwa
nyeri
proses telah terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil : tampak
rileks,
dapat
beristirahat/tidur dan melakukan
berarti toleransi.
2. Catat
karakteristik,
munculnya
sesuai
efektivitas
intervensi.
cemas/takut dan hubungkan
diketahui dan/atau persiapan
dengan
inadekuat
lingkungan
dan
(misalnya
apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa sakit.
3. Kaji
tanda-tanda
perhatikan yang
kebutuhan/
rasa 2. Perhatikan hal-hal yang tidak
persiapan untuk prosedur.
Pasien
pergerakkan
catat
hipertensi pernapasan, pasien
vital, 3. Dapat mengindikasikan rasa
takikardia, dan
peningkatan
bahkan
menyangkal
sakit
akut
dan
ketidaknyamanan
jika adanya
rasa sakit. 4. Berikan informasi mengenai 4. Pahami
penyebab
sifat ketidaknyamanan, sesuai
ketidaknyamanan,
kebutuhan.
jaminan emosional.
5. Lakukan petunjuk,
reposisi misalnya
fowler dan miring.
sesuai 5. Mungkin semi
sakit
sediakan
mengurangi
dan
rasa
meningkatkan
sirkulasi. Posisi semi – Fowler dapat mengurangi tegangan otot
abdominal
dan
otot
pungguung artritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.
Universitas Sumatera Utara
6. Observasi efek analgesik
6. Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan efek efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.
7. Kolaborasi, analgetik
pemberian 7. Analgetik IV akan dengan IV
sesuai
kebutuhan.
segera mencapai pusat rasa sakit,
menimbulkan
penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil. 2
Intoleransi
Tujuan
:
pasien 1. Rencanakan periode istirahat 1. Mengurangi
aktivitas
memiliki
cukup
berhubungan
energi
untuk
yang cukup.
aktivitas
tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan
dengan kelemahan beraktivitas.
untuk
fisik/nyeri.
secara optimal.
aktivitas
seperlunya
2. Berikan latihan aktivitas secara 2. Tahapan-tahapan Kriteria hasil:
yang
bertahap.
yang
diberikan membantu proses
1. Perilaku
aktivitas
secara
menampakan
dengan
menghemat
kemampuan
namun tujuan yang tepat,
untuk memenuhi
mobilisasi dini.
kebutuhan diri. 2. Pasien
kebutuhan sesuai kebutuhan.
sampai kekuatan pasien pulih kembali.
untuk 4. Setelah latihan dan aktivitas 4. Menjaga kemungkinan adanya
melakukan
kaji respons pasien.
beberapa aktivitas
tenaga
3. Bantu pasien dalam memenuhi 3. Mengurangi pemakaian energi
mengungkapkan mampu
perlahan
respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
tanpa
dibantu.
Universitas Sumatera Utara
3. Koordinasi otot, tulang
dan
anggota
gerak
lainya baik. 3
Hambatan mobilitas
Tujuan :
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan 1. Mengidentifikasi
fisik Pasien
akan
berhubungan
menunjukkan tingkat
dengan
mobilitas optimal.
pasien terapi Kriteria hasil :
pembatasan aktivitas penurunan
tingkat dalam
motivasi 2. Mempengaruhi melakukan
aktivitas.
pergerakkan
tahanan.
perpindahan.
ataukah
ketidakmauan.
2. Melakukan
kekuatan/
karena
ketidakmampuan
seimbang.
penilaian
terhadap kemampuan aktivitas apakah
1. Penampilan yang dan
memudahkan intervensi.
peralatan. 2. Tentukan
nyeri/ketidak nyamanan,
kesehatan dan kebutuhan akan
masalah,
3. Ajarkan dan pantau pasien 3. Menilai batasan kemampuan dan
dalam hal penggunaan alat
aktivitas optimal.
bantu.
3. Mempertahankan
4. Ajarkan dan dukung pasien 4. Mempertahankan/
mobilitas optimal
dalam latihan ROM aktif dan
meningkatkan kekuatan dan
yang
pasif.
ketahanan otot.
dapat
di
toleransi, dengan 5. Kolaborasi dengan ahli terapi 5. Sebagai suaatu sumber untuk karakteristik :
fisik atau okupasi.
mengembangkan perencanaan
0 = mandiri penuh
dan
1 = memerlukan alat
meningkatkan
bantu.
pasien.
2=
mempertahankan/
memerlukan bantuan
dari
orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
Universitas Sumatera Utara
mobilitas
3 = membutuhkan bantuan
dari
orang lain
dan
alat
bantu 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas. 4
Kerusakan integritas berhubungan dengan pembedahan.
Tujuan :
1. Kaji kulit dan identifikasi pada 1. Mengetahui
kulit Mencapai
tahap perkembangan luka.
penyembuhan luka pada
waktu
sejauh
mana
perkembangan
luka
luka
mempermudah
dalam
yang
melakukan
sesuai.
tindakan
yang
tepat. 2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, 2. Mengidentifikasi
tingkat
Kriteria Hasil :
serta jumlah dan tipe cairan
keparahan
1. Tidak ada tanda
luka.
mempermudah intervensi.
tanda
infeksi 3. Pantau peningkatan suhu tubuh.
seperti pus.
kotor.
batas
normal atau dapat ditoleransi
adanya
proses
peradangan. 4. Berikan perawatan luka dengan 4. Tehnik
3. Tanda-tanda vital
diidentifikasikan
sebagai
lembab dan tidak
akan
3. Suhu tubuh yang meningkat dapat
2. Luka bersih tidak
dalam
luka
tehnik
aseptik.
Balut
luka
aseptik
mempercepat
membantu
penyembuhan
dengan kasa kering dan steril,
luka dan mencegah terjadinya
gunakan plester kertas.
infeksi.
5. Jika pemulihan tidak terjadi 5. Agar
benda
asing
atau
kolaborasi tindakan lanjutan,
jaringan yang terinfeksi tidak
misalnya debridement.
menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
Universitas Sumatera Utara
6. Setelah
debridement,
ganti 6. Balutan dapat diganti satu
balutan sesuai kebutuhan.
atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7. Kolaborasi pemberian antibiotik 7. Antibiotik sesuai indikasi.
berguna
mematikan
untuk
mikroorganisme
pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi. 5
Perubahan nutrisi Tujuan : kurang kebutuhan
dari Klien
1. Kaji mampu
tubuh mempertahankan
berhubungan
dan
meningkatkan
dengan
intake nutrisi.
sejauh
mana 1. menganalisa
ketidakadekuatan nutrisi klien 2. Perkirakan/hitung
penyebab
melaksanakan intervensi.
pemasukan 2. Mengidentifikasi
kalori, jaga komentar tentang
kekurangan/kebutuhan nutrisi
nafsu makan sampai minimal.
berfokus
mual/muntah.
pada
masalah
membuat suasana negatif dan Kriteria hasil :
mempengaruhi masukan.
1. Klien
akan 3. Timbang berat badan sesuai 3. Mengawasi keefektifan secara
memperlihatkan perilaku
indikasi.
diet.
4. Anjurkan makan sedikit tapi 4. Tidak memberi rasa bosan dan
mempertahankan
sering.
pemasukan
atau
nutrisi
dapat
ditingkatkan.
meningkatkan berat
badan
dengan
5. Anjurkan
kebersihan
oral 5. Mulut
sebelum makan.
yang
bersih
meningkatkan nafsu makan.
nilai 6. Tawarkan minum saat makan 6. Dapat mengurangi mual dan
laboratorium normal.
bila toleran.
menghilangkan gas.
7. Konsultasi tentang kesukaan/ 7. Melibatkan
2. Klien
mengerti
dan
mengikuti
anjuran diet.
ketidaksukaan
klien
menyebabkan distress
yang
perencanaan,
pasien
dalam
memampukan
pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
3. Melaporkan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan
8. Kolaborasi ahli gizi pemberian 8. Makanan
intake makanan. 4. Tidak
dapat
makanan yang bervariasi.
ada
mual/muntah
yang
bervariasi
meningkatkan
nafsu
makan klien. 9. Kolaborasi dengan dokter dalam 9. menstimulasi
nafsu
makan
pemberian suplemen dan obat-
dan mempertahankan intake
obatan, serta kebutuhan nutrisi
nutrisi yang adekuat
parenteral dan pemasang pipa lambung. 6
Konstipasi
Tujuan :
berhubungan
Pola
1. Kaji warna dan konsistensi 1. Penting eleminasi
feses,
frekuensi,
keluarnya
untuk
keefektifan
intervensi,
dengan penurunan dalam rentang yang
flatus, bising usus dan nyeri
memudahkan
asupan cairan dan diharapkan ; feses
tekan abdomen.
selanjutnya.
serat,
kelemahan lembut
otot sekunder
dan
rencana
dan 2. Pantau tanda gejala ruptur usus 2. Keadaan ini dapat menjadi
abdomen berbentuk.
dan/atau peritonitis.
akibat
mekanisme kanker Kriteria hasil : kolon.
menilai
penyebab
kelemahan
abdomen
dan
otot
penurunan
peristaltik usus, yang dapat.
1. klien
akan
menunjukkan
3. Kaji faktor penyebab konstipasi. 3. Mengetahui
dengan
jelas
pengetahuan
faktor penyebab memudahkan
akan
pilihan intervensi yang tepat.
program
defekasi
yang 4. Ajarkan klien dalam bantuan 4. Akan
dibutuhkan.
eleminasi defekasi.
2. Melaporkan keluarnya
5. Anjurkan feses
dengan berkurangnya nyeri mengejan.
klien
pola
defekasi yang optimal. untuk 5. Mencegah terjadi perubahan
menghindari mengejan selama
tanda vital, sakit kepala atau
defekasi.
perdarahan.
6. Konsultasikan pada ahli gizi 6. Pada dan
meningkatkan
untuk meningkatkan serat dan
keadaan
serat dan cairan
cairan dalam diet.
Universitas Sumatera Utara
kekurangan
7. Konsultasikan dengan dokter 7. Merupakan untuk
memberikan
eleminasi, pelembut
seperti
bantuan :
diet,
dependent
tindakan perawat
dalam
memberikan bantuan defekasi
feses,
enema
dan
kepada klien.
pada
klien
dan 1. Klien
laksatif. 7
Kurang
Tujuan :
pengetahuan
Klien dan keluarga
tentang luka, dan
1. Jelaskan
kondisi mengerti
tentang
dapat
memahami
keluarga tentang penyakit dan
penyakit
dan
dapat
kebutuhan pengobatan.
merencanakan pengobatan.
prognosis penyakit, prognosis 2. Menganjurkan aktivitas yang 2. Mengurangi kecemasan dan pengobaatan dan
berhubungan dengan
kebutuhan
pengobatan.
kurang Kriteria hasil :
progresif dan sabar menghadapi
memberikan penerimaan pada
keadaan sakit.
diri sendiri.
3. Diskusikan
kebutuhan
terapi 3. Mengerti dan mau bekerja
terpajan informasi, Klien dan keluarga
selanjutnya, serta keuntungan
sama
melalui
keterbatasan
menyatakan
dan kerugian dari tindakan yang
dapat
mempercepat
kognitif.
pemahaman tentang
akan dilakukan.
penyembuhan.
proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
teraupeutik proses
2.6 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. BIODATA Identitas Pasien Nama
: Tn. M
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 37 tahun
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan
: S1 (Sarjana)
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Perumahan Milala Tengah Blok B 6 No. 5 P. Batu
Tanggal Masuk RS
: 16 Juni 2013
No. Register
: 49.30.70
Ruangan/Kamar
: RB2A/III2
Golongan Darah
:O
Tanggal Pengkajian
: 17 Juni 2013
Tanggal Operasi
:-
Diagnosa Medis
: Kanker Kolon Rektum
II. KELUHAN UTAMA
:
Tn. M mengatakan mengeluh nyeri pada bagian perut bawahnya sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri semakin berat 1 minggu terakhir. Nyeri semakin terasa saat ingin BAK.
III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A.
Provocative/palliative
1. Apa penyebabnya
:
Tn. M mengatakan nyeri saat ingin BAK dan hasil Laboratorium
menunjukkan
massa
di
rectum
dan
Universitas Sumatera Utara
rectosigmoid yang menginfiltrasi ke vesika urinaria (ca rectum). 2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan: Tn. M hanya memegang perut bagian bawah yang terasa nyeri dan sesekali menggosok bagian yang nyeri. B.
Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan Tn. M mengatakan rasa nyeri yang dialami seperti perih tertusuk. 2. Bagaimana dilihat Tn. M tampak meringis kesakitan, memegang perut bagian bawah dan sesekali teriak karena nyeri yang hebat. C. Region 1. Dimana lokasinya Tn. M mengatakan lokasi nyeri berada di bagian perut bawahnya 2. Apakah Menyebar. Tn. M mengatakan nyeri yang dirasakan tidak menyebar. D. Severity Tn. M mengatakan merasa nyeri pada skala 7 dan saat ingin BAK rasa nyeri Tn. M akan bertambah dengan skala 9. E.
Time Tn. M mengatakan nyeri semakin terasa saat ingin BAK.
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami Tn. M mengatakan pernah mengalami penyakit kanker kolon rektum tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan Tn. M mengatakan pernah kemoterapi, operasi pengangkatan kanker kolon rectum dan dilakukan kolostomi. C. Pernah dirawat/dioperasi Tn. M mengatakan pernah diopname di RS Advent selama proses kemoterapi, operasi dan kolostomi. D. Lama dirawat Tn. M mengatakan dirawat selama 2 bulan E. Alergi Tn. M mengatakan tidak ada alergi terhadap obat-obatan dan makanan F. Imunisasi -
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang tua Istri Tn. M mengatakan orang tua pasien sehat dan belum pernah mengalami penyakit yang serius. B. Saudara kandung Istri pasien mengatakan saudara kandung pasien sehat dan belum pernah mengalami penyakit yang serius. C. Penyakit keturunan yang ada Tn. M mengatakan tidak ada penyakit keturunan di keluarga pasien. D. Anggota keluarga yang meninggal Tn. M mengatakan belum ada keluarga pasien yang meninggal. E. Penyebab meninggal -
Universitas Sumatera Utara
VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya: Tn. M mengatakan penyakitnya masih bisa disembuhkan. B. Konsep Diri: Gambaran diri
: Tn. M mengatakan merasa terganggu dan tidak menyukai kantong stoma yang ada di perutnya.
Ideal diri
: Tn. M mengatakan ingin cepat sembuh
dan
bisa
beraktivitas
kembali seperti biasanya. Harga diri
: Tn. M mengatakan merasa malu dan rendah diri dengan stoma yang ada di perut pasien.
Peran diri
: Tn. M mengatakan bertugas mencari nafkah untuk keluarganya.
Identitas
: Tn. M merupakan kepala keluarga dari istri dan anak-anak pasien.
C. Keadaan emosi
:
Tn.
M
tidak
dapat
mengontrol
emosinya karena nyeri yang dirasakan pasien tidak dapat ditahan. D. Hubungan sosial Orang yang berarti
: Pasien mengatakan orang yang berarti dalam hidup pasien adalah anak-anak dan istri pasien.
Hubungan dengan keluarga : Pasien mengatakan hubungan pasien dengan keluarga pasien baik-baik saja. Hubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan hubungan pasien dengan orang lain baikbaik saja.
Universitas Sumatera Utara
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Pasien mengatakan tidak ada hambatan berhubungan dengan orang lain. E. Spiritual Nilai dan keyakinan : Tn. M mengatakan percaya bahwa Tuhan Itu tetap bersamanya dan akan menyembuhkannya. Kegiatan ibadah
: Pasien sering beribadah setiap minggu dan selalu mengikuti perayaan agama di gereja.
VII. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Tingkat kesadaran pasien Composmentis, pasien terlihat lemah dan tampak meringis kesakitan pada daerah suprapubik skala 9. B. Tanda-tanda vital -
Suhu tubuh
: 37,6oC
-
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
-
Nadi
: 110 x/menit
-
Pernafasan
: 24 x/menit
-
Skala nyeri
:9
-
TB
: 170 cm
-
BB
: 60 kg
C. Pemeriksaan Head to toe Kepala dan rambut -
Bentuk
: Bulat
-
Ubun-ubun
: Tertutup dan tidak ada kelainan
-
Kulit kepala
: Bersih dan berminyak
Universitas Sumatera Utara
Rambut -
Penyebaran dan keadaan rambut : Lebat, hitam dan menyebar merata
-
Bau
: Tidak berbau khas
-
Warna kulit
: Coklat
Wajah -
Warna kulit
: Coklat
-
Struktur wajah
: Lonjong
Mata -
Kelengkapan dan kesimetrisan: Kedua mata lengkap dan keduanya simetris
-
Palpebra
: Normal dan tidak ada pembengkakan
-
Konjungtiva dan sklera
: Konjungtiva pucat dan sklera tidak ikterus
-
Pupil
: Isokor kanan dan kiri masingmasing 3 mm
-
Kornea dan iris
: Refleks terhadap cahaya (+), iris coklat dan simetris
-
Visus
: Tidak dilakukan pemeriksaan visus mata
-
Tekanan bola mata
: Tidak dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata.
Hidung -
Tulang hidung dan posisi septum nasi: Tulang hidung dan posisi septum nasi normal, letaknya medial dan simetris.
-
Lubang hidung: Bersih, simetris dan normal
-
Cuping hidung: Tn. M tidak bernapas menggunakan cuping hidung.
Universitas Sumatera Utara
Telinga -
Bentuk telinga
: Telinga kanan dan kiri bentuknya normal dan simetris.
-
Ukuran telinga
: Normal dan telinga kanan dan kiri sama
-
Lubang telinga
: Normal dan bersih
-
Ketajaman pendengaran : Normal dan dapat mendengar dengan baik dalam sekali pembicaraan
Mulut dan faring -
Keadaan bibir
: Mukosa bibir lembab dan simetris
-
Keadaan gusi dan gigi
: Gusi berwarna pink dan tidak ada pembengkakan gusi
-
Keadaan lidah
: Saat dijulurkan lidah medial dan berwarna pink
-
Orofaring
: Norma
Leher -
Posisi trachea
: Medial
-
Thyroid
: Normal, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
-
Suara
: Normal, jelas dan tidak serak
-
Kelenjar limfe
: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
-
Vena jugularis
: Normal dan tidak ada pembengkakan
-
Denyut nadi karotis: Teraba kuat dan regular (110 x/menit)
Pemerikasaan integumen -
Kebersihan
: Kulit pasien tampak bersih
-
Kehangatan
: Kulit pasien terasa dingin
-
Warna
: Coklat
-
Turgor
: Turgor kembali < 2 detik
-
Kelembaban
: Kulit pasien lembab
Universitas Sumatera Utara
-
Kelainan pada kulit: Terlihat ruam kehitaman pada daerah aksila dan gluteus maximus, bekas luka operasi (+), stoma (+) berada pada kuadran 4, benjolan (-).
Pemeriksaan payudara dan ketiak -
Ukuran dan bentuk
: Normal dan simetris
-
Warna payudara dan areola
: Coklat dan areola
berwarna coklat kehitaman -
Kondisi payudara dan putting
: Tidak ada pembengkakan dan simetris
-
Aksila dan clavikula
:
Normal, tidak ada pembesaran kelenjar pada aksila, terdapat ruam kehitaman pada aksila, clavikula normal. Pemeriksaan thoraks/dada -
Inspeksi thoraks (normal, burrel chest, funnel chest, pigeon chest, flail chest, kifos koliasis) : Bentuk thoraks normal
-
Pernafasan (frekuensi, irama): Frekuensi 24 x/menit, irama teratur
-
Tanda kesulitan bernafas : Tidak ada tanda-tanda kesulitan bernafas.
Pemeriksaan paru -
Palpasi getaran suara
: Normal dan getaran suara teraba
-
Perkusi
: Paru-paru kanan resonan dan paru-paru kiri redup
-
Auskultasi (suara nafas, suara ucapan, suara tambahan) : Suara nafas ronchi (+), suara ucapan jelas, suara tambahan tidak ada
Pemeriksaan jantung -
Inspeksi
: Tidak ada tanda-tanda pembengkakan
Universitas Sumatera Utara
-
Palpasi
: Pulsasi teraba jelas dan kuat
-
Perkusi
:Dullness
-
Auskultasi : Normal, tidak ada bunyi tambahan, tidak ada murmur, reguler.
Pemeriksaan abdomen -
Inspeksi (bentuk, benjolan) : Simetris, tidak terlihat adanya berjolan/massa,
stoma
(+)
berada di kuadran 4, terlihat gerakan pembuluh darah di perut -
Auskultasi
: Peristaltik (+) 7 x/menit
-
Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien) : Nyeri tekan pada suprapubik, distensi abdomen, benjolan (), ascites (-), tidak ada pembengkakan hepar.
-
Perkusi (suara abdomen) : Dullness
Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya -
Genitalia (rambut pubis, lubang uretra) : Rambut pubis ada, lubang uretra normal
-
Anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus, perineum) : Lubang anus (+), teraba massa 2 cm dari anak verge berbenjol-benjol, sirkuler.
Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot, edema) : Ekstremitas atas dan bawah pasien simetris antara kanan dan kiri, tidak ada edema, kekuatan otot pasien penuh dengan nilai 5 dan tidak ada kelainan pada ekstremitas atas dan bawah pasien dan muskuloskeletal.
Pemeriksaan neurologi (Nervus cranialis): -
Tingkat kesadaran dengan GCS: 15, E: 4, V: 5, M: 6
Universitas Sumatera Utara
-
Meningeal sign
: Tidak ada tanda-tanda meningitis
-
Nervus Cranialis : a. Nervus Olfaktorius/N I Tn. M mampu menyebutkan jenis bau-bauan yang diberikan (jeruk dan parfum). b. Nervus Optikus/N II Tn. M tidak mampu membaca dengan jarak 30 cm karena pasien membaca menggunakan kacamata dengan positif 2, lapangan pandang pasien normal. c. Nervus Okulomotorius/N III, Troclearis/N IV, Abdusen/N VI Kontriksi pupil pasien baik, refleks cahaya (+) dan bola mata pasien mampu bergerak ke segala arah. d. Nervus Trigeminus/N V Tn. M mampu membedakan panas/dingin, rasa raba, nyeri dan getar. Mampu menyebutkan area yang disentuh dan ada refleks kornea. e. Nervus Vasialis/N VII Tn.M mampu membedakan rasa manis, asam, asin, pahit serta mampu memperagakan berbagai ekspresi wajah. f. Nervus Vestibulococlearis/N VIII Tn. M masih mampu mendengar berbagai jenis suara. g. Nervus Glossofaringeus/N IX, Vagus/N X Ada refleks tersedak, pita suara normal, pallatum terangkat ke atas dan uvula relative di tengah. h. Nervus Assesorius/N XI Tn. M masih mampu menahan tahanan di bahu dan sejajar antara bahu kiri dan kanan.
Universitas Sumatera Utara
i. Nervus Hypoglosus/N XII Kekuatan
otot
lidah
pasien
normal
dan
mampu
menggerakkan lidah kesegala arah. Fungsi motorik -
Cara berjalan
: Tn. M tidak mampu berjalan ke kamar mandi karena nyeri pada suprapubik skala 9.
-
Romberg test
: Tn. M tidak mampu berdiri dan berjalan tegak.
-
Tes jari-hidung
: Tn. M mampu merasakan sensasi jarihidung.
-
Pronasi-supinasi test: Tn. M dapat melakukan pronasisupinasi bagian ekstremitas
Fungsi sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas dingin, getaran) : -
Identifikasi sentuhan
: Tn. M mampu menyebutkan
lokasi sentuhan ringan -
Tes tajam tumpul
: Tn. M mampu menyebutkan
bagian yang tajam atau tumpul -
Panas dingin
:
Tn.
M
masih
mampu
membedakan rasa dingin dan panas -
Getaran
: Tn. M mampu merasakan
getaran di kepalanya saat digetarkan garputala. Refleks (bisep, trisep, brachioradialis, patelar, tenson achiles, plantar): -
Refleks bisep
: Mampu berkontraksi dengan baik saat tendon bisep dipukul menggunakan hammer.
-
Refleks trisep
: Mampu berkontraksi dengan baik saat tendon trisep dipukul menggunakan
Universitas Sumatera Utara
hammer. -
Refleks brachioradialis: Mampu berkontraksi saat tendon brachioradialis dipukul menggunakan hammer.
-
Refleks patellar
: Tungkai bawah bergerak ke depan saat patella dipukul menggunakan hammer.
-
Refleks achiles
: Berkontraksi dengan sentakan kaji ke bawah saat tendon achiles dipukul menggunakan hammer.
-
Refleks plantar
:
Berkontraksi
saat
tendon
plantar
dipukul menggunakan hammer. VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI I. Pola makan dan minum -
Frekuensi makan/hari
: 3 kali sehari
-
Nafsu/selera makan : Tn. M mengatakan sebelum masuk rumah sakit nafsu makannya baik, tetapi setelah masuk rumah sakit nafsu makan pasien menurun karena makanan Rumah Sakit tidak disukai pasien.
-
Nyeri ulu hati
: Tn. M mengatakan tidak ada
nyeri ulu hati -
Alergi
: Tn. M mengatakan tidak ada
alergi makanan atau obat-obatan. -
Mual dan muntah
: Tn. M mengatakan tidak ada rasa mual
dan muntah -
Waktu pemberian makan: Pagi 08.00 WIB, siang 12.00 WIB dan malam 18.00 WIB.
- Jumlah dan jenis makan : Jenis makanan Tn. M seperti biasa yaitu nasi, ikan dan sayur. Jumlah masing-masing 1 porsi, tetapi sering tersisa ¼-½ porsi. - Waktu pemberian cairan/minum: Tn.M minum saat makan nasi saja, cairan lainnya diberikan IVFD RL 500 ml 20 tetes/menit.
Universitas Sumatera Utara
-
Masalah makan dan minum (kesulitan menelan, mengunyah): Tn. M mengatakan tidak terdapat kesulitan menelan atau mengunyah,
tetapi
pasien
sering
tidak
menghabiskan
makanannya karena tidak nafsu makan. II. Perawatan diri/personal hygiene -
Kebersihan tubuh
: Tn. M mandi dibantu oleh istri pasien.
-
Kebersihan gigi dan mulut : Tn. M mengatakan masih mampu menggosok gigi tetapi dibantu oleh istri pasien.
- Kebersihan kuku kaki dan tangan: Selama Tn. M di rumah sakit, kuku kaki dan tangan dibersihkan oleh istri Tn. M. III. Pola kegiatan/aktivitas -
Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total. Tn. M tidak mampu melakukan mandi dan makan secara mandiri, pasien masih sering dibantu oleh istri pasien karena masih terpasang kateter dan infus. Dalam mengganti pakaian, pasien juga tidak bisa melakukannya secara mandiri, karena masih terpasang kateter dan infus, terkadang dibantu oleh perawat.
-
Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit: Selama dirawat di rumah sakit, pasien sering berdo’a demi kesembuhan penyakitnya.
IV. Pola eliminasi 1. BAB -
Pola BAB
: Tn. M menggunakan stoma,
dalam sehari pasien mengganti kantong stoma 2 x/sehari
Universitas Sumatera Utara
-
Karakter feses
: Cair, kuning kecoklatan
-
Riwayat perdarahan : Tidak ada tanda-tanda perdarahan
-
BAB terakhir
: Pagi pukul 06.00 WIB
-
Diare
: Tn. M diare
-
Penggunaan laksatif : Tn. M tidak menggunakan laktasif
2. BAK -
Pola BAK
: 2-3 x/hari
-
Karakter urin
: Kuning jernih
-
Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : Tn. M merasa sangat nyeri saat ingin mengeluarkan urinnya, nyeri yang dirasakan pasien tepat di atas kemaluan pasien.
-
Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Tn.
M
mengatakan
tidak
memiliki
penyakit
ginjal/kandung kemih. -
Penggunaan diuretik
: Tn. M tidak menggunakan diuretik
-
Upaya mengatasi masalah
: Menggunakan kateter
V. Mekanisme koping -
Adaptif Menggunakan teknik relaksasi
-
Maladaptif Menghindar
Universitas Sumatera Utara
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang dilakukan tanggal 12 Juni 2013 Jenis Pemeriksaan
Hasil
Rujukan
Hemoglobin (HGB)
9,00 gr %
13,2-17,3 gr %
Eritrosit (RBC)
3,18 106/mm3
4,20-4,87 106/mm3
Leukosit (WBC)
15,24 103/mm3
4,5-11,0 103/mm3
Hematokrit
26,20 %
43-49 %
Trombosit (PLT)
471 103/mm3
150-450 103/mm3
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Rujukan
88 mg/dl
< 200 mg/dl
(sewaktu)
21,60 mg/dl
< 50 mg/dl
- Ginjal
0,83 mg/dl
0,70-1,20 mg/dl
Kreatinin
123 mEq/L
135-155 mEq/L
- Elektrolit
3,5 mEq/L
3,6 mEq/L
98 mEq/L
96-106 mEq/L
Hematologi
Kimia Klinik - Metabolisme Karbohidrat Glukosa
Darah
Ureum
Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl)
Universitas Sumatera Utara
Kimia Klinik
Hasil
Rujukan
PH
7,573
7,35-7,45
PCO2
22,4 mmHg
38-42 mmHg
PO2
163,6 mmHg
85-100 mmHg
Bikarbonat (HCO3)
20,2 mmol/L
22-26 mmol/L
Total CO2
20,9 mmol/L
19-25 mmol/L
Kelebihan Basa (BE)
-1,3 mmol/L
(-2)-(+2)
Saturasi O2
99,1 %
95-100 %
Analisa Gas Darah
Laboratorium Klinik RSU Bunda Thamrin Hasil Pemeriksaan CT Scan Whole Abdomen irisan axial dengan kontras IV dengan ketebalan potongan 7 mm. - Tampak massa heterogen di colon rectosigmoid dan rectum yang ada pada pemberian zat kontras tampak enhancement yang heterogen. - Lesi tersebut tampak menginfiltrasi ke vesika urinaria - Liver ukuran normal, permukaan rata, parenchyme homogen dan tidak tampak focal liver mass di dalamnya. - Kandung empedu ukuran normal, dinding rata, tidak menebal dan tidak tampak batu di dalamnya. - Pancreas dan spleen tampak normal. - Kedua ginjal membesar terutama kiri, tampak pelebaran pelvio calyceal system dan ureternya tidak tampak batu di kedua ginjal. - Tampak effuse di kedua lapangan paru terutama kiri. Kesimpulan: -
Massa di rectum dan rectosigmoid yang menginfiltrasi ke vesika urinaria (ca rectum).
-
Hydronephrosis bilateral
-
Pleural effuse bilateral
Universitas Sumatera Utara
X. Analisa Data No
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1
DS: Pasien mengatakan nyeri pada perut
Adenokarsinoma muncul dari epitel sel
Nyeri
usus
bagian bawahnya Menyusup dan merusak jaringan normal DO: Nyeri berada pada suprapubik
dan Sel kanker terlepas dari tumor primer dan
tidak menyebar
menyebar ke bagian vesika urinaria
Skala nyeri 9 Pasien tampak meringis kesakitan
Sel-sel kanker menekan jaringan disekitarnya
Merangsang reseptor nyeri
Nyeri 2
DS: Pasien mengatakan
Proses penyakit kanker kolon
Diare
akhir-akhir ini fesesnya cair
Terjadi produksi mukus yang berlebihan, eksudasi air dan elektrolit ke dalam
DO: Feses berwarna
lumen
kuning kecoklatan Konsistensi cair
Gangguan absorbsi air-elektrolit
Bising usus 7 x/menit Distensi abdomen
Feses cair (air lebih besar daripada ampas)
Diare
Universitas Sumatera Utara
3
DS: Pasien mengatakan
Kanker kolon menginfiltrasi vesika
sulit melakukan
urinaria
Intoleransi Aktifitas
aktifitas mandiri Nyeri skala 9 DO: Pasien terlihat dibantu beraktifitas oleh keluarganya
Pasien mengatakan
Pasien terlihat
Pasien terlihat
sulit melakukan
kesulitan
kesulitan bergerak
aktivitas mandiri
bergerak
Kemandirian tingkat 2
Pasien dibantu beraktivitas oleh keluarga (kemandirian tingkat 2)
Intoleransi aktivitas
Masalah keperawatan: 1. Nyeri 2. Diare 3. Intoleransi aktifitas Diagnosa Keperawatan: 1. Nyeri berhubungan dengan invasi jaringan akibat kanker kolon ditandai dengan skala nyeri 9, pasien tampak meringis kesakitan, TTV meningkat RR: 24 x/menit, HR: 110 x/menit, TD: 130/80 mmHg, T: 37,60C. 2. Diare berhubungan dengan inflamasi kanker kolon ditandai dengan konsistensi feses cair, berwarna kuning kecoklatan 7 x/menit.
Universitas Sumatera Utara
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien dibantu keluarga dalam beraktifitas, tampak lemah, kemandirian tingkat 2.
XI. Perencanaan Keperawatan dan Rasional Hari/
No.
Tanggal
Dx
Senin
1
17/06/13
Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
Kriteria Hasil:
Pasien mengatakan bahwa rasa 1. Melaporkan penghilangan nyeri
dapat
terkontrol
atau
hilang.
nyeri maksimal atau dapat terkontrol. 2. Pasien
dapat
mengikuti
aturan farmakologis yang ditentukan 3. Pasien
tampak
rileks,
dapat beristirahat/tidur dan melakukan yang
pergerakan
berarti
sesuai
toleransi. Rencana Tindakan
Rasional
Mandiri 1. Tentukan riwayat nyeri (lokasi 1. Informasi
memberikan
nyeri, frekuensi, durasi dan
data
dasar
untuk
intensitas skala 0-10).
mengevaluasi kebutuhan/ keefektifan intervensi.
2. Kaji
tanda-tanda
perhatikan hipertensi
vital, 2. Dapat
takikardia, dan
peningkatan
rasa
mengindikasikan nyeri
akut
ketidaknyamanan.
pernafasan.
Universitas Sumatera Utara
dan
3. Berikan tindakan kenyamanan 3. Meningkatkan dasar (reposisi: semi fowler
dan
atau miring kanan dan kiri)
memfokuskan
dan aktifitas hiburan (musik
perhatian.
relaksasi membantu kembali
atau televisi). 4. Dorong
penggunaan 4. Memungkinkan
keterampilan nyeri
pasien
manajemen
untuk berpartisipasi secara
relaksasi,
aktif dan meningkatkan
(teknik
visualisasi,
bimbingan
rasa kontrol.
imajinasi), tertawa, musik dan sentuhan terapeutik. 5. Observasi penggunaan efek 5. Dapat menghilangkan atau analgesik.
mengkontrol nyeri.
Kolaborasi 1. Kembangkan manajemen
rencana 1. Rencana nyeri
pasien dan dokter.
dengan
terorganisasi
mengembangkan kesempatan
untuk
mengontrol nyeri. Pada pasien/keluarga
terdekat
yang harus aktif menjadi partisipan
dalam
manajeman
nyeri
di
rumah. 2. Berikan analgesik IV sesuai 2. Nyeri adalah komplikasi kebutuhan.
sering
dari
kanker,
meskipun
respon
individual berbeda. Saat perubahan
penyakit/
Universitas Sumatera Utara
pengobatan penilaian
terjadi, dosis
pemberian
dan akan
diperlukan. Senin 17/06/13
2
Tujuan:
Kriteria Hasil:
Untuk
mempertahankan 1. Konsistensi feses lunak
konsistensi dan pola defekasi 2. Bising usus normal normal, menghindari kekurangan cairan. Rencana Tindakan
Rasional
Mandiri 1. Pastikan kebiasaan eliminasi umum
1. Dapat diperlukan sebagai dasar untuk evaluasi masa datang
2. Kaji
bising
pantau/catat termasuk
usus
dan
gerakan
usus
2. Mendefinisikan masalah misalnya diare
frekuensi,
konsistensi 3. Pantau masukan dan haluaran serta BB
3. Dehidrasi, penurunan BB dan ketidakseimbangan elektrolit adalah komplikasi dari diare.
4. Berikan makan sedikit dan sering,
mempertahankan
kebutuhan
protein
dan
4. Munurunkan iritasi gaster. Penggunaan makanan rendah serat
karbohidrat (misalnya, telur,
dapat menurunkan
sereal, sayur).
iritabilitas dan memberikan istirahat pada usus bila ada diare
Universitas Sumatera Utara
5. Pastikan
diet
yang
tepat;
5. Stimulan GI yang dapat
hindari makanan yang tinggi
meningkatkan
lemak
motilitas/frekuensi
(misalnya,
mentega,
makanan gorengan, kacang);
defekasi
makanan dengan kandungan serat tinggi yang diketahui menyebabkan diare dan gas (misalnya, kol, buncis, cabai); makanan/cairan dengan kafein tinggi
atau
sangat
panas/dingin. 6. Periksa terhadap infeksi bila
6. Intervensi
pasien tidak defekasi dalam 3
lanjut/perawatan usus
hari
alternatif mungkin
atau
ada
distensi
abdomen, kram, sakit kepala
diperlukan
Kolaborasi 1. Berikan cairan IV
1. Mencegah dehidrasi, mengencerkan agen kemoterapi untuk menurunkan efek samping
Senin 17/06/13
3
Tujuan:
Kriteria Hasil:
Pasien memiliki cukup energi 4. Perilaku untuk beraktivitas.
menampakan
kemampuan memenuhi
untuk kebutuhan
diri. 5. Pasien
mengungkapkan
mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
Universitas Sumatera Utara
6. Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik. Rencana Tindakan
Rasional
Mandiri 5. Rencanakan periode istirahat 5. Mengurangi aktivitas yang yang cukup
tidak
diperlukan,
energi
terkumpul
dan dapat
digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal. 6. Kaji respon pasien terhadap 6. Menyebutkan
parameter
aktivitas, perhatikan keletihan
membantu dalam mengkaji
dan
respon fisiologi terhadap
kelemahan
yang
berlebihan
stres aktifitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan
kerja
yang
berkaitan dengan tingkat aktifitas 7. Instruksikan pasien tentang 7. Teknik menghemat energi teknik penghematan energi,
mengurangi
misalnya menggunakan kursi
energi
saat
mandi,
menyisir menyikat
duduk rambut
gigi,
penggunaan
saat atau
melakukan
aktifitas dengan perlahan 8. Berikan
dorongan
untuk 8. Kemajuan aktifitas secara
melakukan aktifitas/perawatan
bertahap dapat membantu
diri
mobilisasi
bertahap
jika
dapat
ditoleransi. Berikan bantuan
Memberikan
dini. bantuan
Universitas Sumatera Utara
sesuai kebutuhan
hanya sebatas kebutuhan akan
mendorong
kemandirian
dalam
aktifitas 9. Bantu
pasien
dalam 9. Menjaga
kemungkinan
memenuhi kebutuhan sesuai
adanya respons abnormal
kebutuhan.
dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
10. Setelah latihan dan aktivitas 10. kaji respons pasien.
Menjaga
kemungkinan respons
adanya
abnormal
dari
tubuh sebagai akibat dari latihan.
X. Implementasi Keperawatan Hari/
No.
Tanggal
Dx
Senin
1
17/06/13
Implementasi Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
S: Pasien mengatakan nyeri
1. Menentukan Lokasi nyeri:
berkurang
Suprapubik dan tidak menyebar
dikontrol
Durasi:
dan
dapat
O: HR: 84 x/ menit
Nyeri semakin terasa saat ingin
TD: 120/80 mmHg
BAK
RR: 22 x/menit
Intensitas nyeri: Skala 9
T : 36, 80C
2. Mengkaji tanda-tanda vital HR: 110 x/menit TD: 130/80 mmHg RR: 24 x/menit 0
T : 37,6 C
Nyeri 4 Pasien terlihat rileks A:Masalah
teratasi
sebagian P: Intervensi dilanjutkan
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan
tindakan
kenyamanan reposisi miring ke kiri 4. Mengajarkan dan menganjurkan pasien untuk mengikuti teknik relaksasi 5. Memberikan medikasi kepada pasien sesuai dengan kolaborasi dengan dokter: Ketorolac 30 mg/ml 3x1 Ranitidine 25 mg/ml 3x1 Senin 17/06/13
2
1. Mengkaji
bising
memantau
usus
gerakan
dan S: Pasien mengatakan usus
termasuk frekuensi, konsistensi 2. Memantau
masukan
dan
haluaran serta BB
fesesnya dan
sudah
berwarna
kuning
kecoklatan O: Konsistensi lunak,
3. Memberikan makan sedikit dan
berwarna kuning
sering,
mempertahankan
kecoklatan
kebutuhan
protein
Tidak ada distensi
dan
karbohidrat.
abdomen
4. Memastikan diet yang tepat; menghindari
lunak
makanan
Bising usus 6 x/menit
yang A: Masalah teratasi
tinggi lemak, makanan dengan P: Intervensi dihentikan kandungan serat tinggi yang diketahui
menyebabkan
diare
dan gas, makanan/cairan dengan kafein
tinggi
atau
sangat
panas/dingin.
Universitas Sumatera Utara
5. Memberikan cairan IV RL 500 20 tetes/menit Senin 17/06/13
3
1. Merencanakan periode istirahat S: Pasien mengatakan yang cukup
mulai mampu
2. Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas,
memperhatikan
melakukan
aktivitas
kecil seperti duduk
keletihan dan kelemahan yang O: Pasien masih dibantu berlebihan
oleh
3. Menginstruksikan pasien tentang teknik
penghematan
misalnya
menggunakan
keluarga
pasien
seperti latihan berjalan
energi,
Pasien terlihat sudah
kursi
tidak kesulitan untuk
saat mandi, duduk saat menyisir
bergerak
rambut
Kemandirian tingkat 2
atau
melakukan
menyikat aktifitas
gigi,
dengan A: Masalah belum teratasi
perlahan 4. Memberikan melakukan diri
P: Intervensi dilanjutkan dorongan
untuk
aktifitas/perawatan
bertahap
jika
dapat
ditoleransi. Memberikan bantuan sesuai kebutuhan 5. Membantu memenuhi
pasien
dalam
kebutuhan
sesuai
kebutuhan. 6. Mengkaji respon pasien latihan dan aktivitas.
Universitas Sumatera Utara