JURNAL TUGAS AKHIR
PENGARUH SABUK PADA KAPASITAS MOMEN HUBUNGAN BALOK-KOLOM PRACETAK DENGAN SISTEM CFRP AKIBAT BEBAN BOLAK-BALIK
OLEH: SEPTIADI BATU RANTE D111 09 354
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015
JURNAL PENELITIAN TEKNIK SIPIL
PENGARUH SABUK PADA KAPASITAS MOMEN HUBUNGAN BALOK-KOLOM PRACETAK DENGAN SISTEM CFRP AKIBAT BEBAN SIKLIK Rudy Djamaluddin1, Rita Irmawaty1, Septiadi Batu Rante2
ABSTRAK: Berbagai inovasi telah dikembangkan untuk menghasilkan sistem struktur yang lebih efisien. Salah satu yang cukup pesat perkembangannya adalah rekayasa konstruksi sistem pracetak (precast). Seiring dengan perkembangan teknologi bahan khususnya pengembangan bahan Fiber Reinforced Plastics (FRP) maka semakin terbuka peluang-peluang baru untuk rekayasa sistem sambungan balok-kolom menggunakan FRP. Oleh karena itu salah satu serat fiber yaitu Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) dapat diaplikasikan sebagai alternatif dalam sistem sambungan balok-kolom pracetak. Dalam penelitian ini CFRP akan digunakan sebagai penghubung elemen pracetak yaitu balok dan kolom. Selain sebagai penyambung, CFRP akan diaplikasikan sebagai sabuk yang akan dililitkan pada balok guna menambah daya lekat antara lembaran CFRP dan beton. Hasil penelitian ini akan diperoleh dari hasil uji laboratorium dimana sampel akan dikondisikan berupa balok kantilever dan diberi beban bolak-balik. CFRP yang akan diaplikasikan sebagai sabuk pada balok dibuat 2 variasi yaitu vertikal dan diagonal terhadap balok, dan akan dibuat sampel tanpa menggunakan sabuk sebagai pembanding untuk mengetahui pengaruh penggunaan sabuk pada sistem sambungan ini. Dari penelitian akan diperoleh data kapasitas momen dari masing-masing sampel. Kata kunci : CFRP, balok-kolom pracetak ABSTRACT: A variety of innovations have been developed to make the system structure more efficient. One fairly rapid development is engineering construction precast system. Along with the development of materials technology, especially advance materials Fiber Reinforced Plastics (FRP), Many opportunities for beam-column connections system using FRP. Therefore, Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) can be applied as an alternative to precast system of beam-column connections. CFRP in this study will be used as the connecting elements, namely precast beams and columns. Besides as a connector, CFRP will be applied as a belt to be wrapped around the block to improve adhesion between CFRP and concrete slabs. Results of this study is obtained from the results of laboratory tests where specimen in the form of cantilever beam and cyclic load. CFRP was applied as a belt on the beam made two variations, namely vertical and diagonal to the beam, and will be made of samples without using a belt as a benchmark to determine the effect of the use of the belt in this connection system. Data obtained from the study is be the moment capacity of specimen. Keywords: CFRP, beam-column precast
1
Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia
2
Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia
PPENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan teknologi bahan khususnya pergembangan bahan Fiber Reinforced Plastics (FRP) maka semakin terbuka peluang-peluang baru untuk rekayasa sistem sambungan balok-kolom menggunakan FRP. Walaupun material ini cukup mahal namun banyak keuntungannya, antara lain merupakan material yang tahan korosi, mempunyai kuat tarik yang tinggi, superior dalam daktilitas, lebih ringan sehingga tidak memerlukan peralatan yang berat untuk membawanya ke lokasi, mempunyai rasio perbandingan antara kekuatan terhadap beratnya sangat besar dan mudah diaplikasikan. FRP dapat berbahan dasar serat gelas, serat aramid atau serat karbon, khusus pada penelitian ini akan digunakan serat karbon. FRP sebagai material perkuatan (strengthening) telah banyak dikerjakan baik dalam skala penelitian maupun aplikasi lapangan. Yang paling banyak dijumpai adalah pada balok, pelat dan kolom. Secara khusus untuk sambungan balok-kolom, juga telah dilakukan penelitian dalam kapasitasnya sebagai material perkuatan pada sambungan balok-kolom secara monolit. Tetapi sebagai suatu sistem sambungan (connection system) pada balok dan kolom precast belum dilakukan. Penelitian ini akan menggunakan CFRP-S sebagai suatu sistem sambungan (connection system) pada balok-kolom pracetak. Kedua elemen tersebut, sepenuhnya akan disambungkan oleh CFRP-S yang diaplikasikan dalam bentuk U-shape (berbentuk U dari balok ke kolom kembali ke balok) dan di beri sabuk pada bagian balok untuk menahan lepasnya U-shape (debonding). Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.
2.
Bagaimana kekuatan lentur dan perilaku balok-kolom pracetak dengan sistem CFRP-S tanpa sabuk saat menerima beban siklik. Bagaimana kekuatan lentur dan perilaku balok-kolom pracetak dengan sistem CFRP-S yang diberi sabuk saat menerima beban siklik.
Beton Bertulang Beton adalah campuran dari agregat halus, agregat kasar, semen dan air, yang menyatu dan mengeras menyerupai batu. Beton dapat mengalami kondisi tekan dan tarik karena adanya pengaruh lentur maupun gaya lateral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beton kuat menahan gaya tekan, tetapi tidak kuat menahan gaya tarik. Dalam kenyataannya beton akan menerima gaya aksial, momen lentur, gaya geser, maupun momen puntir atau kombinasi dari gaya-gaya tersebut. Untuk menahan gaya tarik tersebut maka pada daerah tarik beton perlu diberi tulangan untuk mendukung kelemahan beton terhadap gaya tarik yang bekerja, karena besi tulangan memiliki kuat tarik yang besar. Nilai kuat tekan dan tarik beton tidak berbanding lurus, dimana secara kasar dapat dikatakan bahwa kuat tarik beton normal hanya 9% - 15% dari kuat tekannya. Kuat tarik beton normal yang tepat sulit diukur. Suatu nilai pendekatan yang umum di lakukan dengan menggunakan modulus rupture, ialah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan). Kuat tarik beton juga dapat ditentukan melalui pengujian split silinder beton. Nilai pendekatan terhadap kuat tarik yang diperoleh dari pengujian secara berulang kali dapat mencapai 0,5√𝑓′𝑐 - 0,6√𝑓′𝑐. Sehingga untuk beton normal di gunakan nilai 0,57 √𝑓′𝑐 . Untuk beton dengan kepadatan normal dengan berat isi 23 KN/m3,
nilai Ec boleh di ambil sebesar 4700√𝑓′𝑐. (Wang C. K, Desain Beton Bertulang). Hubungan Balok-Kolom Monolit Daerah hubungan balok-kolom merupakan daerah kritis pada suatu struktur rangka beton bertulang, yang harus didesain secara khusus untuk berdeformasi inelastic pada saat terjadi gempa kuat. Sebagai akibat yang timbul dari momen kolom di atas dan di sebelah bawahnya, serta momen dari balok pada saat memikul beban gempa, daerah hubungan balok kolom akan mengalami gaya geser horizontal dan vertikal yang besar. Akibatnya apabila daerah hubungan balok-kolom tidak didesain dengan benar, akan menimbulkan keruntuhan geser yang bersifat getas dan membahayakan pengguna bangunan. Guna mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman dan tahan terhadap bencana, terutama terhadap gempa bumi, struktur harus di desain sedemikian rupa mematuhi aturan konstruksi yang berlaku. Dalam hal struktur beton bertulang, seluruh bangunan gedung di Indonesia harus didesain mengikuti “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”, SNI 03-2847-2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002). Dalam standard tersebut diatur mengenai dasar-dasar analisis dan perencanaan suatu struktur bangunan beton bertulang, dan dalam pasal 23 diatur mengenai ketentuan khusus utuk perencanaan gempa. Hubungan Beban dan Lendutan Apabila suatu beban menyebabkan timbulnya lentur, maka balok pasti akan mengalami defleksi atau lendutan seperti terlihat pada Gambar 2.3. Meskipun sudah dicek aman terhadap lentur dan geser, suatu balok bisa tidak layak apabila terlalu fleksibel. Dengan demikian tinjauan
defleksi balok merupakan salah satu bagian dari proses desain (Spiegel dan linbrunner). SK.SNI.03–2847-2002 merekomendasikan perhitungan lendutan dengan menggunakan momen inersia efektif Ie, dengan syarat Icr < Ie< Ig, dimana :
1 3 bh .............................. (1) 12 1 Icr = by 3 nAs (d y ) 2 .... (2) 3 Ig =
dengan : n=
Es ................................... (3) Ec
garis netral :
y
n. As 2bd 1 1 b n. As. . (4)
Momen inersia efektif :
M cr Ie= M: a dimana
3
3
M I g 1 ( cr ) I cr (5) Ma
Ie = momen inersia efektif Icr=momen inersia penampang retak transformasi Ig = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang, seluruh batang tulangan diabaikan. Ma=momen maksimum pada komponen struktur saat lendutan dihitung. Mcr = momen maksimum pada komponen struktur saat lendutan dihitung. Mcr =
fr I g .............................. (6) yt
dimana: fr = modulus retak beton fr = 0.7 f c ' (7) ........................ yt = jarak dari garis netral penampang utuh (mengabaikan tulangan baja) ke serat tepi tertarik. Lendutan pada komponen struktur merupakan fungsi dari panjang bentang, perletakan dan kondisi ujung bentang, jenis beban, baik beban terpusat ataupun beban merata dan
kekakuan lentur komponen. Untuk menentukan lendutan maksimum pada kantilever dapat diselesaikan dengan persamaan sebagai berikut: a. Untuk beban merata q sepanjang bentang Δ=
b. Untuk
q L4 ............................. (8) 8E I beban terpusat
P
yang
berjarak a dari perletakan Δ=
P (a 3 3a 2 L) ........... (9) 6 EI
Beton Pracetak Salah satu tugas pokok dari sebuah struktur bangunan adalah menyalurkan beban akibat penggunaan bangunan dan beratnya sendiri. Struktur tersebut terdiri dari elemen-elemen yang terintegrasi secara menyeluruh untuk membentuk kesatuan fungsi di atas. Secara khusus beton pracetak yang merupakan elemen yang terpisah satu sama lain, kemudian dirangkai satu sama lain untuk membentuk satu kesatuan sistem struktur yang monolit. Dibandingkan dengan beton konvensional (cor di tempat), beton pracetak mempunyai beberapa keunggulan, antara lain : 1. Efisien untuk struktur dengan bentuk yang teratur dan relatif besar dimana bentuknya berulangulang. 2. Lebih cepat dalam proses pelaksanaan karena dapat dilaksanakan secara pararel sehingga bisa menghemat waktu hingga 20-25% 3. Proses pelaksanaan yang lebih sederhana dan ringkas, karena semua pengecoran elemen struktur pracetak telah dilakukan di pabrik. 4. Kualitas dan keseragaman dimensi lebih menjamin karena proses pembuatannya dilakukan
di pabrik dibawah pengawasan yang ketat. 5. Tidak memerlukan lahan yang luas untuk penyimpanan material selama proses pengerjaan konstruksi berlangsung, sehingga lebih bersih terhadap lingkungan. 6. Tidak dipengaruhi cuaca karena dibuat di pabrik. Analisa beton pracetak secara khusus ditinjau dalam tiga kondisi, yaitu saat beton pracetak diangkat, dipasang (erection) dan saat semua elemen telah menyatu secara monolit dalam satu kesatuan sistem struktur. Perencanaan Elemen Pracetak Elemen-elemen pracetak harus direncanakan terhadap kondisi-kondisi yang dialami mulai dari proses fabrikasi sampai pada saat kondisi beban layan, seperti gaya-gaya dan penyimpangan selama perawatan, pembongkaran, penyimpanan, transportasi, dan ereksi sehingga komponen struktur pracetak tersebut tidak tertegang berlebihan, atau bahkan rusak. Selama ereksi, komponen struktur dan struktur pracetak harus ditumpu dan dibreising (braced) secara cukup untuk memastikan kedudukan yang cocok dan integritas hingga sambungan permanen diselesaikan. Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung (SNI 2847:2013), memberikan batasan bahwa pada slab lantai, atap pracetak satu arah, pada panel dinding pracetak, prategang satu arah, bentangnya tidak boleh melebihi dari 3,7 m. Apabila komponen struktur tidak disambung secara mekanis untuk mengakibatkan kekangan dalam arah transversal, maka persyaratan tulangan susut dan suhu dari bab 7.12 SNI 2847:2013 dalam arah tegak lurus terhadap tulangan lentur diizinkan untuk diabaikan. Tetapi pengabaian ini tidak berlaku untuk komponen struktur yang membutuhkan tulangan untuk menahan tegangan lentur transversal (SNI 2847:2013, halaman 216).
4.
Lepasnya ikatan antara FRP dan beton (debonding)
Fiber Reinforced Polymer FRP (fiber reinforced polymer) digolongkan sebagai material komposit yaitu material yang terdiri dari serat yang sangat tipis sekitar 0,005-0,010 mm dan sebagian besar terdiri dari atom-atom serat yang dikombinasikan dengan resin plastic. Atom-atom tersebut terikat secara bersama dalam kristal mikroskopis dalam arah sejajar dengan sumbu panjang serat. Keseragaman kristal ini membuat serat tersebut sangat kuat untuk ukurannya. Kemudian beberapa ribu serat disatukan secara bersama untuk membentuk sebuah benang yang dapat digunakan dengan ditenun/ dianyam menjadi lembaran. Serat-serat ini dikombinasikan dengan resin plastik kemudian dicetak membentuk material komposit seperti serat karbon yang diperkuat dengan plastik (CFRP) dan serat Glass yang diperkuat plastic (GFRP). Sifat yang sangat menonjol dari material ini adalah sangat kuat dan ringan. Keunggulan sifat-sifat ini membuat FRP sangat populer di berbagai aplikasi seperti, kedirgantaraan, teknik sipil, militer, olahraga dan kendaraan bermotor. Tiga serat penguat yang paling umum digunakan dalam matriks polimer komposit yaitu: 1. Serat karbon (carbon fiber reinforced polymer atau sering disingkat CFRP) 2. Serat kaca (glass fiber) 3. Serat aramid
Dalam aplikasinya FRP digabungkan dengan suatu bahan perekat (Epoxy Impregnation Resin) yang akan merekatkan lembaran fiber pada balok beton. METODE PENELITIAN Secara garis besar, penelitian ini dilakukan untuk menyambung elemenelemen struktur yang sifatnya pracetak. Dalam hal ini elemen yang akan disambung adalah balok dan kolom. Kedua elemen di atas akan dibuat secara pracetak, kemudian digabungkan dengan menggunakan serat. Jenis serat yang akan digunakan adalah serat karbon. Penggunaan lembaran serat karbon (CFRP-S) pada sambungan adalah sebagai suatu sistem sambungan, bukan sebagai perkuatan sambungan. Sehingga semua momen pada sambungan, sepenuhnya akan dipikul oleh sistem sambungan CFRP-S. Kemudian untuk menambah daya lekat antara CFRP-S dan beton, pada balok akan diberi sabuk yang juga dari CFRP-S. Kualitas dan kemampuan spesimen yang diberikan sabuk akan dibandingkan dengan spesimen yang tidak diberi sabuk, guna mengetahui seberapa besar pengaruh sabuk tersebut pada sistem sambungan balok-kolom pracetak dengan menggunakan CFRP-S. Dinding Lubang baut pada dinding
50
Loading
Pengikat balok LVDT-3-100 mm 33.3
50
BALOK
Beberapa mode kegagalan yang sering terjadi pada balok yang diperkuat dengan FRP yaitu: 1. Rusaknya FRP setelah tulangan tarik meleleh 2. Hancurnya beton setelah tulangan tarik meleleh 3. Inti beton rusak karena tekanan sebelum tulangan tarik meleleh
50
Pengikat kolom
50
Baut pengikat ke lantai
LVDT-2-50 mm 33.3 33.3 Pengikat kolom
LVDT-4-50 mm
KOLOM
50
50 275
Lantai 50
50
100
LVDT-1-50 mm
50
Lubang baut pada lantai
Gambar 1. Setup pengujian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kapasitas Momen Adapun pengujian sambungan balok-kolom pracetak terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1. Tahapan perrtama, pengujian balok-kolom pracetak yang dihubungkan dengan sistem CFRPS tanpa sabuk (1U-CFRRP-0c). Beban yang diberikan berupa beban bolak-balik dimana pembebanan diberikan secara bertahap sebesar 200kg (2 kN). Alat uji diletakkan pada balok pada posisi 100 cm dari daerah join lalu balok ditekan hingga beban 2 kN kemudian ditarik kembali hingga beban 1 kN, lalu kembali ditekan hingga beban 4 kN kemudian ditarik kembali hingga beban 1 kN. Pola pembebanan ini terus dilakukan hingga teradi debonding awal pada lekatan CFRP-S dan beton. Setelah debonding teridentifikasi maka pembebanan dilakukan secara monoton hingga mencapai pembebanan maksimum dimana ditunjukkan dengan tidak bertambahnya dial penunjuk beban. Pada gambar 2.a menunjukkan bahwa debonding mula-mula terjadi pada daerah join saat beban yang diberikan sebesar 12 KN. Pada gambar 2.b menunjukkan beban maksimum yang diterima spesimen 1U-CFRP-0c yaitu 21 kN.
2. Tahapan kedua, pengujian sambungan balok-kolom pracetak sistem CFRP-S dengan menambahkan 1 sabuk yang dipasang vertikal pada daerah join (1U-CFRP-1c) dan sambungan balok-kolom pracetak sistem CFRP-S dengan 1 sabuk yang dipasang diagonal pada jarak 25 cm dari daerah join (1U-CFRP-1dc). Metode pembebanan yang dilakukan serupa dengan pembebanan yang dilakukan pada spesimen 1U-CFRP-0c. Pada gambar 3.a terlihat bahwa pada spesimen 1U-CFRP-1c debonding mula-mula muncul pada daerah join saat balok diberikan beban sebesar 12 kN. Gamba 3.b menunjukkan beban maksimum yang mampu dipikul oleh spesimen 1U-CFRP-1c yaitu 15 kN. Pada gambar 4.a terlihat bahwa pada spesimen 1U-CFRP-1dc debonding mula-mula muncul pada daerah join saat balok diberikan beban sebesar 12 kN. Gambar 4.b menunjukkan beban maksimum yang mampu dipikul oleh spesimen 1U-CFRP-1dc yaitu 26 kN.
b. debonding beban maksimum Gambar 3. debonding pada spesimen 1U-CFRP-1c
a. debonding awal
a. debonding b. debonding beban awal maksimum Gambar 2. debonding pada spesimen 1U-CFRP-0c
Beban P (kN)
20 15 10 1U-CFRP-1c Ig Icr
5 0 0
Grafik Beban dan Lendutan
Beban P (kN)
24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Series1 Ig Icr 0
10
20
30
Lendutan ∆ (mm)
28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
60
1U-CFRP-1dc Ig Icr 0
20
40
Lendutan ∆ (mm)
60
Gambar 7. Grafik hubungan bebanlendutan lendutan spesimen 1U-CFRP1dc dan penamapang utuh balok-kolom normal
Beban P (kN)
Tabel 1. Kapasitas momen spesimen Debonding awal Pu Mu N Spesim (K (kN P M o en N) m) (k (kN N) m) 1U1 CFRP- 12 12 21 21 0c 1U2 CFRP- 12 12 15 15 1c 1U3 CFRP- 12 12 26 26 1dc
40
Gambar 6. Grafik hubungan bebanlendutan spesimen 1U-CFRP-1c dan penamapang utuh balok-kolom normal
Beban (kN)
a. debonding b. debonding awal beban maksimum Gambar 4. debonding pada spesimen 1U-CFRP-1dc
20
Lendutan ∆ (mm)
28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
1U-CFRP-0c 1U-CFRP-1c 1U-CFRP-1dc 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Lendutan ∆ (mm)
40
Gambar 5. Grafik hubungan bebanlendutan spesimen 1U-CFRP-0c dan penamapang utuh balok-kolom normal
Gambar 8. Grafik beban-lendutan semua spesimen Analisa Pola Kegagalan Pengamatan pola kegagalan sisitim sambungan dilakukan pada saat spesimen mencapai pembebanan maksimum. Pengamatan dilakukan pada kedua sisi balok.
Gambar 9. Pola kegagalan spesimen 1U-CFRP-0c Pada gambar 9 diatas terlihat bahwa pola kegagalan spesimen 1UCFRP-oc yaitu join balok-kolom sistem CFRP-S tanpa sabuk adalah debonding atau lepasnya ikatan antara CFRP-S dan beton. Pada gambar juga memperlihatkan tidak adanya kerusakan yang berarti pada balok maupun kolom.
Gambar 11. Pola kegagalan spesimen 1U-CFRP-1dc Pada gambar 11 di atas terlihat bahwa pola kegaglan spesimen 1UCFRP-1dc yaitu join balok-kolom sistem CFRP-S dengan menggunakan satu sabuk diagonal adalah debonding yang mula-mula muncul pada daerah join dan diteuskan kearah balok dan kolom. Setelah mencapai beban maksimum CFRP-S pada balok terputus atau robek tepat pada pinggir sabuk diagonal yang terpasang atai dililitkan pada balok. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Gambar 10. Pola kegagalan spesimen 1U-CFRP-1c Pada gambar 10 di atas terlihat bahwa pola kegaglan spesimen 1UCFRP-1c yaitu join balok-kolom sistem CFRP-S dengan menggunakan satu sabuk vertikal adalah debonding yang mula-mula muncul pada daerah join namun karena adanya sabuk yang diletakkan tepat 5 cm dari daerah join distribusi tegangan menjadi terputus sehingga merobek lembaran CFRP tepat pada pinggir sabuk.
Berdasarkan hasil penelitian pada spesimen balok-kolom pracetak dengan sistem CFRP-S (Carbon Fiber Reinforced Polymer) yang diberi sabuk dari CFRP diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penambahan atau pemberian sabuk dapat menambah kekuatan dari spesimen, ini terbukti dari hasil pengujian dimana beban maksimum yang dicapai dari spesimen yang diberi sabuk diagonal lebih besar dari spesimen tanpa sabuk. 2. Pola kegagalan pada spesimen tanpa sabuk adalah debonding atau lepasnya ikatan antara CFRP-S dan beton. Sedangkan pada spesimen yang diberi 1 sabuk baik itu vertikal maupun diagonal pola kegagalan mula-mula terjadi debonding pada daerah join yang kemudian pada
3.
4.
saat spesimen mencapai beban maksimum terjadi sobekan pada lembaran CFRP tepat pada daerah tepi sabuk. Lendutan dari ketiga spesimen berbeda-beda tergantung beban maksimum yang dapat dicapai oleh spesimen, semakin besar beban maksimum yang dapat dicapai oleh spesimen semakin besar pula lendutannya. Posisi atau pola pemasangan sabuk memberi pengaruh yang cukup besar pada kekuatan spesimen dalam menerima beban.
Saran Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakukan maka dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Perlu adanya inovasi pada bahan perekat antara beton dan lembar CFRP. 2. Perlu dilakukan variasi spesimen yang lebih beragam sehubungan dengan posisi dari sabuk agar diperoleh pola pemasangan sabuk CFRP yang benar-benar efisien. DAFTAR PUSTAKA AROVEX™ Nanotube Enhanced Epoxy Resin Carbon Fiber Prepreg. Material Safety Data Sheet. zyvextech.com Basic Properties of Reference Crossply Carbon-Fiber Composite. Oak Ridge National Laboratory (February 2000) BMW/SGL – Carbon Fiber Reinforced Plastic (CFRP). Driving the nation (August 2013) Busted Carbon blog, Retrieved February 16, 2013. Bustedcarbon.com Carbon Bicycle and Component Care, Retrieved February 16, 2013. BicycleWarehouse.com Carbon fibers Seen as Having Big Long Term Growth Infrastructure is Next Big Trend Driver, “Advanced Materials & Composites” News, No. 3, 1999 Composites Edge; 1992
Epovex press release (October 2009) "Zyvex Performance Materials Launch Line of Nano-Enhanced Adhesives that Add Strength, Cut Costs". Zyvex Materials. ICC and Kookaburra Agree to Withdrawal of Carbon Bat, NetComposites. 2006-02-19. Retrieved 2010-12-31. Inside Calfee Design's Carbon Repair Service, Bicycling Magazine. Retrieved February 16, 2013. Kopeliovich, Dmitri. Carbon Fiber Reinforced Polymer Composites. substech.com Rahman,S, 2008. Don’t Stress Over Prestressed Concrete Cylinder Pipe Failures. Opflow Magazine 34 (11): 10–15. Septi Adnan, 2012. Studi Pengaruh Sabuk Pada Sambungan BalokKolom Precast Dengan Sistem GFRP, Skripsi, Program Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar. Setiawan, Asri Mulya, 2012. Studi Perilaku Lentur Balok yang Diperkuat Lembaran GFRP, Skripsi, Program Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Standar Nasional Indonesia (SNI).2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. SK SNI-03-2847-2002.