PENGARUH RUTINITAS PUASA SENIN KAMIS TERHADAP PENGENDALIAN DIRI (STUDI PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN ALMANAR BENER TENGARAN SEMARANG TAHUN 2011)
SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: FATHONAH DESY ANNA NIM 11107092
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2011
MOTTO
“Janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. ~Q.S. Al-An am ayat 141~
Kegembiraan adalah saat yang dipinjamkan dan kesedihan adalah penghapus, sedangkan kemarahan adalah bara api. Pengangguran adalah kerugian dan ibadah adalah perniagaan yang menguntungkan.
~ Aidh Al-Qarni~
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk: 1. Allah SWT yang selalu memberkatiku dan menyertaiku setiap waktu. 2. Ayah bundaku tercinta, Soeparyanto dan Juarsih yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa restu. 3. Adikku tercinta, Hidayah Oktiani yang selalu memberikan motivasi. 4. Akhi Mahbub, Aryo yang selalu menyemangatiku baik suka maupun duka. 5. Temanku Isrotin Nafisah, Ida Khaizah, dan Humaidi dengan tenaga dan keikhlasannya dalam membantu berjalannya skripsi ini dengan lancar. 6. Temanku seperjuangan mahasiswa angkatan 2007 khususnya PAI- C. 7. My best friends GARSAS Comunity and GRADUATED ’56.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya ke jalan yang benar, atas rahmat Allah penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Rutinitas Puasa Senin Kamis terhadap Pengendalian Diri (Studi pada Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang Tahun 2011)” dapat terselesaikan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual. Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag, selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku ketua jurusan tarbiyah. 3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si, selaku ketua program studi PAI. 4. Ibu Muna Erawati, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Bapak Jaka Siswanta, M.Pd, selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi untuk menjadi yang terbaik. 6. Bapak dan ibu dosen serta karyawan STAIN Salatiga, yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini. 7. Perpustakaan STAIN Salatiga.
8. Bapak K. As’ad Haris Nasution, selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang yang telah memberikan izin dalam penelitian ini. Serta pengurus dan santriwati Pondok Pesantren Al-Manar yang telah membantu dan berpartisipasi dalam penelitian ini. 9. Ayahku Soeparyanto dan Ibuku Juarsih serta keluarga besar Mbah Muri (Alm) dan Abah Kusba, yang selalu memberi dukungan dan dorongan dalam menuntut ilmu. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.
Salatiga, 7 September 2011 Penulis
ABSTRAK
Anna, Fathonah Desy. 2011. Pengaruh Rutinitas Puasa Senin Kamis terhadap Pengendalian Diri (Studi pada Santriwati Pondok Pesantren AlManar Bener, Tengaran, Semarang). Skripsi, Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muna Erawati, M.Si. Kata kunci: rutinitas puasa Senin Kamis dan pengendalian diri santriwati. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui tingkat rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana tingkat rutinitas santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang tahun 2011 dalam menjalankan puasa Senin Kamis. Kedua, bagaimana tingkat pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang tahun 2011. Ketiga, adakah pengaruh rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang tahun 2011. Metode pengumpulan data pada skripsi ini menggunakan metode angket dan metode dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah santriwati MTs dan MA Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang yang berjumlah 60. Temuan riset ini adalah: Pertama, tingkat rutinitas puasa Senin Kamis santriwati Pondok Pesantren Al-Manar tergolong rendah sebanyak 19 (31,67%). Kedua, tingkat pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar tergolong sedang sebanyak 35 (58,33%). Ketiga, setelah dianalisis menggunakan formula product moment. Penulis menemukan korelasi yang signifikan sebesar 0,658. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang.
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................................. i LEMBAR BERLOGO ........................................................................................... ii JUDUL .................................................................................................................. iii PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iv PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................................... vi MOTTO ................................................................................................................ vii PERSEMBAHAN ................................................................................................. viii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix ABSTRAK ........................................................................................................... xi DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ................................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN.……………………………………………………………xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5 D. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 5 E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5 F. Definisi Operasional ......................................................................... 6 G. Metode Penelitian ............................................................................. 8
H. Sistematika Penulisan Skripsi ........................................................... 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Rutinitas Puasa Senin Kamis .................................... 16 1. Pengertian Rutinitas Puasa Senin Kamis ..................................... 16 2. Dasar Disyariatkannya Puasa ...................................................... 21 3. Tujuan Puasa .............................................................................. 24 4. Rahasia Puasa ............................................................................ 28 5. Keutamaan Puasa Senin Kamis .................................................... 36 B. Kajian Tentang Pengendalian Diri .................................................... 40 1. Pengertian Pengendalian Diri ..................................................... 40 2. Perkembangan Kontrol Diri ........................................................ 42 3. Faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Diri ............................ 44 4. Fungsi Pengendalian Diri ............................................................ 47 5. Macam-macam Pengendalian Diri ............................................... 50 C. Kajian Tentang Pengaruh Rutinitas Puasa Senin Kamis terhadap Pengendalian Diri Santriwati ............................................................ 56 BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ............................... 60 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Manar .......................... 60 2. Subjek Penelitian ........................................................................ 63 3. Letak Geografis Pondok Pesantren Al-Manar .............................. 64 4. Data Keadaan Ustadz/Ustadzah ................................................... 65 5. Struktur Kepengurusan ............................................................... 67
6. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Manar .................................. 70 7. Sarana Prasarana ......................................................................... 70 8. Keadaan Responden .................................................................... 72 B. Penyajian Data ................................................................................. 73 1.
Data Angket Rutinitas Puasa Senin Kamis ................................. 73
2.
Data Angket Pengendalian Diri Santriwati ................................. 75
BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Pendahuluan ....................................................................... 78 B. Analisis Uji Hipotesis ....................................................................... 83 1. Membuat Tabel Kerja Koefisien Korelasi antara X dan Y ........... 84 2. Mencari Nilai rxy ........................................................................ 86 C. Analisis Lanjut ................................................................................. 88 1. Rutinitas Puasa Senin Kamis Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011 ................................................................. 88 2. Pengendalian Diri Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011 ................................................................................. 90 3. Rutinitas Puasa Senin Kamis terhadap Pengendalian Diri Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011 ................... 92 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
………………………………………………………...
95 B. Saran ……………………………………………………………….. 96
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 97
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Kisi-kisi Angket Pengendalian Diri
Tabel 2
Daftar Nama Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Al-
Manar Tabel 3
Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Al-Manar
Tabel 4
Daftar Nama Responden Santriwati
Tabel 5
Data Frekuensi Puasa Senin Kamis Pondok Pesantren Al-
Manar Tabel 6
Data Pengendalian Diri Pondok Pesantren Al-Manar
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Relatif Rutinitas Puasa Senin Kamis
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Relatif Pengendalian Diri Santriwati
Tabel 9
Koefisien Korelasi antara Variabel X dan Y
Tabel 10
Tinggi Rendahnya Puasa Senin Kamis Santriwati
Tabel 11
Tinggi Rendahnya Pengendalian Diri Santriwati
Tabel 12
Nilai-nilai r Product Moment
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menurut Ghozali (2009:21), sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW, umat nabi yang lain telah mendapat kewajiban untuk berpuasa. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, sejak Nabi Nuh hingga Nabi Isa puasa wajib dilakukan tiga hari setiap bulannya. Bahkan, Nabi Adam diperintahkan oleh Allah untuk tidak memakan buah khuldi. Para ulama menafsirkan kisah dalam Al-Qur’an tersebut bahwa secara tidak langsung, perintah puasa dalam makna mengendalikan atau menahan diri dari sesuatu yang dilarang Allah sudah ada sejak nabi pertama kali atau Nabi Adam AS. Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan Kami berfirman: "Hai Adam, tinggallah engkau dan isterimu di surga ini, dan makanlah daripadanya sepuas-puasnya sesuka kamu berdua, tetapi janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, yang akan menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim” (Q.S. Al-Baqarah:35)
Pendapat di atas senada dengan penjelasan Rasyid Ridha bahwa puasa diwajibkan atas pengikut agama sebelum lahirnya Islam. Puasa menjadi salah satu rukun dari setiap agama karena puasa termasuk ibadah yang berat dan media yang paling baik untuk memperbaiki akhlak. Allah memberitahu umat Islam bahwa puasa diwajibkan juga atas umat-umat sebelumnya untuk menunjukkan bahwa agama-agama itu satu asalnya dan tujuannya serta 1
meneguhkan keadaan wajibnya, dan menyenangkan hati umat Islam menerima wajibnya. Sebab, suatu tugas yang memang sudah lazim berlaku sebelumnya lebih mudah diterima daripada tugas yang baru dan belum pernah diwajibkan sebelumnya (Ghozali, 2009:12). Mas’ud (2003:1) menyatakan puasa juga bisa ditemukan di berbagai agama seperti Kristen, Yahudi juga hampir di seluruh jagat dari Yunani, Arab, Mesir Kuno, sampai ke Cina. Puasa yang dilakukan umat manusia pra-Islam ini juga dikonfirmasikan oleh Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183:
Artinya: “Hai sekalian orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang yang terdahulu dari kamu supaya kamu bertakwa”.
Dapat kita ketahui dari penjelasan di atas bahwa puasa dari masa ke masa bisa dijumpai di berbagai agama dan bangsa. Masing-masing agama dan bangsa mempunyai bentuk dan cara pelaksanaan yang beragam. Di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, namun manusia selalu menginginkan kesempurnaan dan kesuksesan dalam hidupnya. Kesuksesan hidup hanya bisa didapat dengan usaha, kerja keras, dan disiplin yang tinggi. Banyak cara yang digunakan manusia untuk mencapai kesuksesan baik sukses di dunia maupun di akhirat. Adapun kesuksesan di dunia yang ingin dicapai manusia yaitu sukses dalam belajar, menempuh ujian, meraih kekayaan, dan sebagainya.
Tentunya kesuksesan yang ingin dicapai manusia di akhirat adalah masuk surga. Mengingat bahwa puasa merupakan suatu cara yang sudah sejak lama menjadi bagian dari kehidupan manusia maka puasa dapat menjadi sarana untuk mengendalikan diri. Dewasa ini, tidak sedikit generasi muda muslim yang menjalankan ajaran agama hanya sebatas kewajiban atau paksaan. Mereka belum bisa menjadikan kewajiban itu sebagai suatu kebiasaan yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka masih rentan terhadap kenakalan, kriminal, dan hedonism, di mana hal tersebut dapat mengakibatkan dosa, yaitu sesuatu yang dalam jangka pendek membawa kesenangan, tetapi dalam jangka panjang membawa kehancuran. Kelemahan manusia adalah mudah tergoda,
tidak memiliki pengendalian diri yang kuat. Menurut Anwar
(2000:147), ibadah puasa adalah suatu upaya pengendalian diri untuk tidak melakukan sesuatu secara berlebih-lebihan. Maka, dapat dipahami bahwa agar manusia dapat mengendalikan diri, Allah memberi sarana yaitu melalui ibadah puasa. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2011 di Pondok Pesantren Al-Manar Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Koordinator Dakwah Panggah Setiawan memaparkan bahwa sejak berdirinya Pondok Pesantren Al-Manar tahun 1913 para santri menjalankan kebiasaan puasa Senin Kamis. Lebih-lebih tradisi ini dikuatkan
dengan peraturan tertulis di mana puasa Senin Kamis itu sudah menjadi anjuran bagi para santri untuk melaksanakannya. Tujuan dianjurkannya Puasa Senin Kamis itu sendiri karena merupakan didikan salafiyah ulama terdahulu, yaitu untuk tirakat, riyadhoh (membiasakan
diri),
berlatih
kesederhanaan,
dan
mandiri.
Dengan
dibiasakannya puasa Senin Kamis itu terlihatlah bagaimana pengendalian diri, tingkah laku, maupun kepribadian santri. Meskipun seorang santri, mereka juga terkadang melakukan hal yang tidak sesuai dengan norma pondok, seperti tingkah laku remaja pada umumnya. Melihat hal tersebut, belum tentu pengendalian diri santri itu baik dengan melakukan puasa, karena memang tidak ada kontrol dari lembaga itu sendiri. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruhnya rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian
diri
santriwati.
Judul
yang
diangkat
penulis
adalah:
“PENGARUH RUTINITAS PUASA SENIN KAMIS TERHADAP PENGENDALIAN DIRI (STUDI PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL-MANAR BENER TENGARAN
SEMARANG
TAHUN 2011)”.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat rutinitas santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang tahun 2011 dalam menjalankan puasa Senin Kamis? 2. Bagaimana tingkat pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren AlManar Bener, Tengaran, Semarang tahun 2011?
3. Adakah pengaruh rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang tahun 2011?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat rutinitas santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang tahun 2011 dalam menjalankan puasa Senin Kamis. 2. Untuk mengetahui tingkat pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al- Manar Bener, Tengaran, Semarang tahun 2011. 3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang tahun 2011.
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Ada pengaruh positif rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri santriwati”.
E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat membawa manfaat untuk berbagai pihak, antara lain:
1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah dalam dunia pendidikan mengenai puasa Senin Kamis dan pengendalian diri. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh lembaga pendidikan sebagai pijakan untuk pengembangan program penguatan mental rohani para peserta didik. Dalam hal ini guna meningkatkan kualitas output yang mampu
melaksanakan
perintah
Allah,
hingga
terciptanya
suatu
masyarakat yang berdiri berlandaskan kebajikan dan hukum Ilahi.
F. Definisi Operasional Penafsiran atau pemahaman antara pembaca dengan peneliti kadang berbeda, maka untuk menghindari hal tersebut, penulis perlu menjelaskan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam skripsi ini, di antaranya adalah: 1. Rutinitas Puasa Senin Kamis Rutinitas berasal dari kata “rutin” yang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “rutin” memiliki dua arti yaitu pertama, kecakapan (kepandaian) yang diperoleh karena telah kerap kali melakukan; kedua, kebiasaan; apa-apa yang biasa dilakukan (Poerwadarminta, 2006:999). Adapun pengertian puasa menurut (Azhim, 2011:15) adalah menahan diri dari segala rupa makanan dan minuman serta hubungan
suami-istri dengan niat berpuasa, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Dalam hal ini yang dimaksud puasa Senin Kamis adalah salah satu puasa sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah yang dilakukan pada hari Senin dan Kamis tiap pekannya. Rutinitas puasa Senin Kamis yang dimaksud dalam hal ini adalah diukur melalui rutinnya santriwati melaksanakan puasa Senin Kamis dalam kurun waktu tertentu. Adapun indikator dari rutinitas puasa Senin Kamis adalah a. Frekuensi berarti kekerapan melaksanakan ibadah puasa Senin Kamis. b. Waktu berarti dalam kurun waktu tertentu (dua tahun). 2. Pengendalian diri Pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial (Gunarsa, 2004:251). Adapun indikator dari pengendalian diri menggunakan teori dari Gunarsa (2004:253) dan Muharsih (2004:29), meliputi: a. Pengendalian emosi b. Pengendalian kognitif c. Pengendalian perilaku
G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
kuantitatif,
yaitu
penelitian yang cenderung menggunakan statistik atau data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan (scoring) (Sugiono, 2007:23). Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Hal ini disebabkan karena penulis meneliti tentang pengaruh atau hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain (Suryabrata, 2009:71). 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Manar Jl. K.H. Djalal Suyuthi Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Pengambilan data ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 26 Mei, tahun 2011, sampai dengan selesai. 3. Populasi dan Sampel Populasi
adalah
keseluruhan
subjek
penelitian
(Arikunto,
2006:130). Populasi dalam penelitian ini ada 95 santriwati. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006:131). Di dalam penelitian ini penulis menggunakan Purposive sample atau sampel bertujuan yang dilakukan dengan cara mengambil subjek didasarkan tujuan tertentu (Arikunto, 2006:139), karena populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santriwati yang meliputi
santriwati Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan mahasiswa, penulis mengambil sampel santriwati seusia remaja di mana awal masa remaja dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, yang termasuk dalam usia tersebut adalah santriwati MTs dan MA yang berjumlah 60. Akhir masa remaja adalah 17 tahun sampai 18 tahun (Hurlock, 1996:206), di mana usia tersebut akan memasuki masa dewasa awal seperti mahasiswa. Di samping itu, melihat fenomena remaja saat ini amat rentan terhadap kriminalitas, maka perlu adanya solusi untuk mengatasi hal tersebut. 4. Metode Pengumpulan Data Langkah-langkah yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode angket atau kuesioner dan metode dokumentasi. a. Metode Angket atau Kuesioner Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006:151). Metode ini digunakan untuk mengungkap dua data yaitu data tentang rutinitas puasa Senin Kamis dan pengendalian diri santriwati. b. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006:231). Metode ini digunakan untuk melengkapi data tentang
kondisi dan keadaan objek penelitian serta memberikan gambaran umum tentang obyek penelitian. 5. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006:160). Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa angket yang terdapat dalam lampiran. Angket terdiri dari dua yaitu yang pertama angket tentang rutinitas puasa Senin Kamis dan yang kedua angket tentang pengendalian diri. Angket rutinitas puasa Senin Kamis yang digunakan untuk mengukur frekuensi puasa Senin Kamis santriwati adalah aitem nomor 5. Sedangkan aitem nomor 1 sampai 4 dilaporkan dalam subjek penelitian. Adapun kisi-kisi angket pengendalian diri berisi 15 aitem, berikut laporannya pada tabel 1. Tabel 1 Kisi-kisi Angket Pengendalian Diri
Indikator 1 2 3
No. Aitem 1, 2, 3, 6, 7, 13, 14, 15 4, 5 8, 9, 10, 11,12
6. Analisis Data Analisis
data
adalah
proses
mengatur
urutan
data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola kategori dan suatu uraian dasar (Iqbal, 2004:15). Analisis data ini bertujuan untuk memperlihatkan hubungan antara fenomena yang terdapat dalam penelitian (Iqbal, 2004:30). Fenomena tersebut yaitu kondisi yang terjadi pada santri Pondok Pesantren Al-Manar, kaitannya dengan pengaruh rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri. Dalam
pengolahan
data
yang
bersifat
statistik,
penulis
menggunakan tiga tahap analisis yaitu sebagai berikut: a. Analisis Pendahuluan Pada tahap ini data yang ada penulis kelompokkan menurut variabel masing-masing kemudian penulis mencatat hasil angket ke dalam tabel. Perolehan jawaban angket tersebut kemudian dijumlah dan penulis memperoleh perolehan total dari jawaban tersebut sesuai kelompok variabelnya. Pengelompokkan data tersebut dilakukan dengan menyusun tabel-tabel distribusi frekuensi untuk setiap variabel yang terdapat dalam penelitian. Perlu disampaikan di sini bahwa untuk merubah data yang bersifat kualitatif menjadi kuantitatif penulis menggunakan standar skor tertentu (scoring). Angket ini menggunakan aitem unfavorable, yaitu dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk pernyataan yang positif a) Jawaban responden S diberi skor 5 (lima) b) Jawaban responden SS diberi skor 4 (empat) c) Jawaban responden Sr diberi skor 3 (tiga) d) Jawaban responden Kk diberi skor 2 (dua) e) Jawaban responden TP diberi skor 1 (satu) 2) Untuk pernyataan yang negatif a) Jawaban responden S diberi skor 1 (satu) b) Jawaban responden SS diberi skor 2 (dua) c) Jawaban responden Sr diberi skor 3 (tiga) d) Jawaban responden Kk diberi skor 4 (empat) e) Jawaban responden TP diberi skor 5 (lima)
b. Analisis Uji Hipotesis Dalam analisis ini penulis mengadakan perhitungan lebih lanjut pada tabel distribusi frekuensi dilanjutkan dengan menguji hipotesis. Dalam analisis ini penulis menggunakan rumus korelasi Product Moment (Arikunto, 2006:276). sebagai berikut:
rxy =
N ∑XY – ( ∑X ) ( ∑Y )
{ N ∑X2 – ( ∑X)2 } { N ∑Y2 – ( ∑Y)2 }
Keterangan:
rxy
: Koefisien korelasi antara X dan Y
XY
: Perkalian antara X dan Y
X
: Variabel rutinitas puasa Senin Kamis
Y
: Variabel pengendalian diri
∑
: Sigma (jumlah)
c. Analisis Lanjut Penulis menginterpretasikan hasil uji hipotesis, jika rxy > rt berarti signifikan, yaitu ada pengaruh yang positif antara pengaruh puasa Senin Kamis dengan pengendalian diri santriwati, dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan diterima. Tetapi bila rxy < rt berarti tidak signifikan atau tidak ada hubungan atau pengaruh yang positif antara pengaruh puasa Senin Kamis dengan pengendalian diri santriwati, dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan ditolak atau tidak diterima.
H. Sistematika Penulisan Uraian sistematika ditulis dalam rangka memudahkan antara bab satu dengan bab lainnya sehingga akan diperoleh satu pemahaman. Sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penelitian
D. Hipotesis Penelitian E.
Manfaat Penelitian
F.
Definisi Operasional
G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian 2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3. Populasi dan Sampel 4. Metode Pengumpulan Data 5. Instrumen Penelitian 6. Analisis Data H. Sistematika Penulisan BAB II: KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Rutinitas Puasa Senin Kamis B. Kajian Tentang Pengendalian Diri C. Pengaruh Rutinitas puasa Senin Kamis terhadap Pengendalian Diri Santriwati
BAB III: HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi dan Subyek Penelitian B. Penyajian Data 1. Data Angket Rutinitas Puasa Senin Kamis 2. Data Angket Pengendalian Diri BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Pendahuluan B. Analisis Uji Hipotesis C. Analisis Lanjut BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Tentang Rutinitas Puasa Senin Kamis Dalam
mewujudkan
kesuksesan,
manusia
selalu
berusaha
mengembangkan pola hidup sebaik-baiknya. Mulai dari melakukan hal-hal terkecil secara rutin yang memiliki nilai baik, maka lambat laun akan menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan dengan spontan. Kebiasaan (habit) memang sangat mempengaruhi seseorang dalam segala tingkah lakunya. Untuk menjadi orang baik harus mengupayakan kebiasaan yang baik. Meskipun melakukan kebaikan yang besar amat berat, sesungguhnya kebaikan kecil yang dilakukan secara rutin dan terus menerus pada akhirnya akan menjadi besar. Itulah sebabnya orang-orang yang sukses dalam kehidupan ini rata-rata orang yang mampu memperhatikan hal-hal kecil berdampak baik dalam kehidupannya. Pekerjaan apapun yang dilakukan manusia akan terasa mudah dan ringan jika dilandasi dengan rasa senang dan ikhlas. Karena segala sesuatu yang dimulai dengan senang hati akan membuahkan hasil yang maksimal (Ra’uf, 2010:28). 1. Pengertian Rutinitas Puasa Senin Kamis Rutinitas berasal dari kata “rutin” yang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “rutin” memiliki dua arti yaitu pertama, kecakapan (kepandaian) yang diperoleh karena telah kerap kali melakukan; kedua, kebiasaan; apa-apa yang biasa dilakukan (Poerwadarminta, 2006:999).
16
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti prosedur yang teratur dan tidak berubah-ubah (Depdiknas, 2007:972). Jika dilihat dari berbagai pengertian di atas, dapat dimengerti bahwa yang dimaksud “rutin” adalah suatu aktivitas atau kebiasaan yang kerap dilakukan berulang-ulang tanpa berubah-ubah, di mana aktivitas tersebut memiliki tujuan tertentu. Menurut Covey (1994:35), karakter kita pada dasarnya adalah gabungan dari kebiasaan-kebiasaan kita. Ada pepatah “Taburlah gagasan, tuailah perbuatan; taburlah perbuatan, tuailah kebiasaan; taburlah kebiasaan, tuailah karakter; taburlah karakter, tuailah takdir”. Kebiasaan adalah faktor yang kuat di dalam hidup kita. Karena konsisten, dan sering merupakan pola yang tidak disadari, maka kebiasaan terus-menerus, setiap hari, mengekspresikan karakter kita atau ketidakefektifan kita. Horac Mann mengatakan bahwa “Kebiasaan adalah seperti kabel. Kita menenun seuntai demi seuntai setiap hari dan segera saja kebiasaan itu tidak dapat diputuskan”. Kemudian rutinitas dapat dirumuskan sebagai perbuatan, kegiatan, aktivitas yang dilakukan secara kontinyu (berkelanjutan) untuk memenuhi hajatnya dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Bagi orang yang memiliki kebiasaan baik yang dilakukan secara terus-menerus akan membawa pengaruh baik pula dalam kehidupannya. Banyak macam kebiasaan yang dilakukan manusia salah satunya adalah kebiasaan beribadah.
Perintah untuk beribadah terus-menerus hingga datangnya ajal dijelaskan dalam firman Allah SWT: Artinya:“Dan sungguh Kami mengetahui, bahwa sesak dadamu disebabkan apa yang mereka katakan. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau dari golongan orang-orang yang bersujud. Dan sembahlah Tuhanmu hingga datang kepadamu yakin (mati)” (Q.S. Al-Hijr:97-99).
Puasa Sunnah merupakan rutinitas ibadah yang biasa dilakukan oleh umat Islam dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Puasa Senin Kamis adalah salah satu puasa sunnah yang dianjurkan dan dilaksanakan dua kali dalam sepekan yaitu pada hari Senin dan Kamis, di mana puasa Senin Kamis termasuk sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana riwayat dari Aisyah ra; “Rasulullah SAW., sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis” (HR. Turmudzi, AnNasa’i, Ibnu Majah, Imam Ahmad).
Sementara itu perlu diketahui terlebih dahulu pengertian puasa baik dari segi bahasa maupun istilah. Adapun puasa menurut bahasa, berasal dari kata shiyam. Puasa adalah bentuk mashdar dari kata shama-yashuumu yang dalam bahasa Arab artinya amsaka yaitu menahan. Shaum atau shiyam (bahasa Arab), yang berarti bersikap pasif atau mencegah diri dari sesuatu (Kaysan, 2010:3). Adapun menurut syara’, puasa berarti menahan dengan disertai
niat dari segala sesuatu yang telah ditentukan selama waktu yang telah ditentukan dan bagi orang yang ditentukan pula. Menahan dengan disertai niat maksudnya dengan niat untuk beribadah kepada Allah SWT. Segala sesuatu yang ditentukan maksudnya adalah kita harus selalu menjaga dari segala hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Sedangkan waktu yang ditentukan maksudnya sejak terbitnya fajar shadiq hingga tenggelamnya matahari. Adapun orang yang ditentukan maksudnya adalah orang-orang muslim yang berakal dan tidak dalam keadaan haid dan nifas (Kaysan, 2010:4). Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya ‘Ulumuddin, membuat makna puasa yang agak dalam dengan memperhatikan aspek batiniahnya. Atas dasar ini, ia membagi puasa menjadi tiga tingkatan. Pertama, puasa umum; kedua, puasa khusus; ketiga, puasa istimewa (khususul khusus). Pertama, puasa umum adalah menahan perut dan kemaluan dari menunaikan kebutuhan. Kedua, puasa khusus itu adalah menahan pandangan penglihatan, lidah, tangan, kaki dan seluruh anggota badan dari dosa-dosa. Ketiga, puasa khususul khusus adalah puasanya hati dari citacita yang rendah dan fikiran-fikiran duniawi, dan mencegah hati dari apa yang selain Allah SWT secara keseluruhan. Ini adalah tingkat para nabi, shiddiqien dan orang-orang yang didekatkan kepada Allah (Al-Ghazali, 1990:98).
Adapun puasa khusus, yaitu puasanya orang-orang shahih, maka puasa itu adalah menahan anggota-anggota badan dari dosa-dosa. Kesempurnaan puasa khusus ini dengan enam hal, di antaranya: a. Memejamkan dan menahan mata dari melebarkan pandangan kepada segala sesuatu yang tercela dan dibenci, kepada sesuatu yang menyibukkan hati dan melalaikan dari Allah. b. Memelihara lidah dari berbicara tanpa arah, dusta, menggunjing, mengumpat berkata buruk, berkata kasar, permusuhan, pertengkaran, dan sibuk dengan mengingat Allah Yang Maha Suci dan membaca kitab suci Al-Qur’an. Ini adalah puasa lidah (Al-Ghazali, 1990:99). c. Menahan pendengaran dari mendengarkan segala sesuatu yang makruh, karena segala sesuatu yang haram diucapkan adalah haram pula untuk didengarkan (Al-Ghazali, 1990:101). d. Menahan seluruh anggota badan baik kaki maupun tangan dari dosadosa dan makruh (Al-Ghazali, 1990:102). e. Tidak memperbanyak makanan yang halal pada waktu berbuka puasa dengan memenuhi perutnya (Al-Ghazali, 1990:103). Maka dapat dipahami bahwa puasa merupakan suatu usaha menahan diri dari nafsu manusiawi selama waktu yang ditentukan serta menghindari diri dari segala aktivitas yang dapat membawa manusia pada perbuatan dosa.
2. Dasar Disyariatkannya Puasa Puasa menurut penuturan para ahli merupakan salah satu bentuk peribadatan yang paling awal serta paling luas tersebar di kalangan umat manusia. Disyariatkannya puasa dalam Islam atas dasar perintah AlQur’an maupun sunnah Rasulullah. a. Dasar Al-Qur’an: Artinya: “Hai sekalian orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu puasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang yang terdahulu dari kamu supaya kamu bertakwa” (Q.S. AlBaqarah:183). b. Dasar As-Sunnah Terdapat banyak hadits yang mendasari disyariatkannya puasa, antara lain: رأى اﻟﻧﺎﺲ اﻟﻬﻼﻞ ﻓﺄﺧﺑرﺖ اﻟﻧﺑﻰ أﻧﻰ راﯿﺗﻪ ﻓﺼﺎم: ﻋﻦا ﺑﻦ ﻋﻣر ﻗﺎﻞ واﻣر اﻟﻧﺎس ﺑﺼﯿﺎﻣﻪ Artinya: “Hadits dari Ibnu Umar r.a., ia berkata: “Orangorang melihat terbitnya hilal (awal bulan), lalu saya memberitahukan kepada Rasulullah, bahwa saya melihatnya, maka beliau berpuasa dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa” (HR. Abu Dawud dan disyahkan oleh Hakim dan Ibnu Hibban) (Tono, 1998:69). Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Thalhah bin Ubaidillah r.a.,: bahwa sesungguhnya ada seseorang bertanya kepada Nabi SAW, ia berkata: “Wahai Rasulullah beritakan kepadaku puasa yang diwajibkan oleh Allah atas diriku?”. Beliau bersabda: “Puasa ramadhan”. Lalu orang itu bertanya lagi: “Adakah puasa lain yang
diwajibkan atas diriku?”. Beliau bersabda: “Tidak ada, kecuali bila engkau berpuasa sunnah” (HR. Muslim). (Ghozali, 2009:42). Di samping itu syariat puasa juga memiliki landasan pemikiran logis sebagai berikut: 1) Manusia dalam pandangan Al-Qur’an diciptakan dari tanah dan ruh Ilahi. Karena manusia berasal dari tanah, ia terdorong untuk memenuhi kebutuhan jasmani, sedangkan unsur ruh Ilahi mengantarkannya guna memenuhi kebutuhan rohani, manusia muslim ditugaskan oleh Allah untuk menciptakan keseimbangan antara keduanya dan cara yang ditempuh untuk itu adalah dengan menetapkan
peraturan-peraturan
yang
tidak
memberatkan
sehingga keseimbangan yang dimaksud dapat tercapai. Di antara peraturan itu adalah kewajiban puasa (Tono, 1998:70). 2) Kebutuhan naluri manusia itu bertingkat-bertingkat, kebutuhan fa’ali, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan berserikat, dan sebagainya. Tidak dapat disangkal bahwa kebutuhan fa’ali yakni makan, minum, dan hubungan seksual merupakan kebutuhan naluri manusia paling mendasar. Kemampuan seseorang untuk membebaskan diri dari kebutuhan fa’ali, walau dalam batas sementara, menunjukkan kemampuannya untuk mengendalikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan lain yang justru berada di tingkat bawahnya. Dari sinilah dapat dipahami mengapa pengendalian diri dalam kebutuhan fa’ali menjadi syarat sahnya puasa.
3) Manusia diberi rasa lapar dan dahaga yang bila memuncak tidak dapat dibendung, seperti halnya naluri dorongan seksual. Semuanya itu merupakan alat yang dapat mengantarnya untuk pemeliharaan diri serta kelanjutan jenisnya. Manusia memiliki keistimewaan,
yaitu
punya
kebebasan
seperti
ini
dapat
membahayakan diri atau menghambat pelaksanaan fungsi dan peranannya jika tidak diadakan pengaturan atau pengendalian. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia banyak yang melampaui kadar dalam memenuhi kebutuhan jasmaninya. Dengan demikian, perlu dilakukan latihan-latihan guna menghindari terlepasnya kendali dorongan naluri kebutuhan fa’ali, dan inilah yang ditempuh Islam dengan syariat puasanya. 4) Potensi dan daya manusia sangat terbatas, sehingga jika aktivitas terfokus pada pemenuhan kebutuhan jasmani, akibatnya ia tidak memiliki daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rohani atau kejiwaan dan penalaran. Kemampuan untuk membatasi diri dari pemenuhan kebutuhan di satu bidang saja amat diperlukan dan itulah sebabnya terdapat aturan puasa dalam Islam (Tono, 1998:71). Perlu diketahui bahwa Allah mensyariatkan puasa kepada hambanya sesuai dasar Al-Qur’an dan hadits. Alasan Allah mensyariatkan puasa kepada hambanya bisa dilihat dari tujuan dan manfaatnya. Di mana syariat puasa itu tidak merugikan bagi manusia,
bahkan sebaliknya amat menguntungkan bagi manusia. Karena segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah adalah untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat. 3. Tujuan Puasa Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah pasti mengandung manfaat dan tujuan tertentu. Di mana tujuan tersebut pada akhirnya adalah untuk menyembah Allah. Pada hakikatnya sepenuhnya dan seluruhnya harus ditujukan hanya pada Allah semata. Al-Qur’an menyatakan: Artinya: “Dan tiadalah mereka diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah, dengan memurnikan ketataan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan demikian itulah agama yang lurus” (Q.S. AlBayyinah: 5).
Adapun tujuan puasa menurut beberapa ahli, di antaranya adalah: Maududi (1983:78) mengatakan bahwa tujuan puasa adalah untuk menanamkan pembinaan pada manusia. Dengan kata lain, tujuan pokok puasa adalah untuk mencukupi diri kita dengan kualitas takwa. Sedangkan Kaysan (2010:7) menjelaskan tujuan ibadah puasa adalah untuk menahan nafsu dari berbagai syahwat, sehingga ia siap menghadapi sesuatu yang menjadi puncak kebahagiaannya; menerima sesuatu yang menyucikannya, yang di dalamnya terdapat kehidupannya yang abadi, mematahkan permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga
serta mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang menderita kelaparan di antara orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada diri hamba dengan menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman. Dengan demikian pada hakikatnya tujuan puasa adalah untuk berbakti kepada Allah, agar menjadi orang yang bertakwa karena itu merupakan tugas utama bagi manusia. Selain itu Ahmad Azhar Basyir (2003) mengungkapkan tujuan puasa lebih kompleks yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu: a. Aspek Kejiwaan Al-Qur’an menjelaskan bahwa tujuan puasa adalah untuk menjadikan seseorang berjiwa takwa. Takwa berarti menjaga diri jangan sampai sengsara. Menjaga diri dilakukan dengan taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Orang akan dapat taat apabila jiwanya kuat sebab perintah Allah tidak dimaui hawa nafsu dan larangan Allah amat disenangi hawa nafsu (Basyir, 2003:103). Ibadah puasa bertujuan mencetak insan muslim memiliki derajat takwa yang mumpuni melalui metode pengendalian diri. Sebagaimana diketahui bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dinilai paling sempurna, seperti yang ditunjukkan firman Allah: “Sungguh Kami menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Kemudian Kami kembalikannya kepada yang serendahrendahnya” (Q.S. At-Tiin:4-5).
Jika malaikat adalah makhluk yang senantiasa taat kepada semua perintah Allah, dan sebaliknya setan adalah makhluk yang senantiasa mengingkari perintah Allah. Sedangkan manusia adalah makhluk ideal yang posisinya berada di antara kedua ekstim di atas. Karena itu manusia bisa memiliki sikap patuh dan taat terhadap perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dan sebaliknya bisa mengingkari perintah Allah dan mengerjakan larangan-Nya (Anwar, 2000:125). Patuh dan tidaknya manusia terhadap perintah Allah SWT merupakan ujian hidup yang harus dijalani. Karena itu, Allah SWT melengkapi tubuh manusia dengan nafsu. Dengan memiliki nafsu, manusia bisa berbuat apa saja yang menjadi keinginannya di dunia fana ini. Manusia dikatakan berhasil mengarungi kehidupannya apabila bisa mengendalikan gejolak nafsunya. Di antara sekian banyak nafsu yang melekat pada diri manusia, ada tiga jenis nafsu yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam pergaulan hidupnya, yaitu nafsu ingin memiliki tahta atau berkuasa, memiliki harta, dan melampiaskan syahwat (Anwar, 2000:126). b. Aspek Kemasyarakatan Orang yang merasa lapar pada waktu menjalani puasa akan terketuk hati dan ingatannya kepada orang fakir miskin. Dalam suatu riwayat, ketika Nabi Yusuf diberi kekuasaan atas gudang makanan di Mesir, ia banyak berpuasa. Pada waktu ditanya mengapa ia berpuasa; padahal kekuasaan, perbendaharaan, dan gudang bahan makanan di
tangannya; ia menjawab, “apabila saya selalu kenyang, takut lupa kepada perasaan lapar yang diderita si fakir” (Basyir, 2003:106). c. Aspek Jasmani Hadist riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibbah mengajarkan bahwa tempat pada manusia tidak ada yang lebih buruk dipenuhi daripada perutnya, cukuplah orang makan sekedar dapat untuk menegakkan tulang punggungnya, apabila harus diadakan pembagian, hendaknya sepertiga perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk nafasnya. Apabila perut itu adalah sarang penyakit, mencegah makanan adalah obat yang paling utama. Dengan demikian, puasa adalah salah satu cara yang amat besar artinya bagi kesehatan jasmani. Hadits Nabi riwayat Thabrani mengajarkan, ”berpuasalah, kamu akan sehat”. Oleh karena itu, puasa pada siang hari yang diikuti makan sepuas-puasnya pada malam harinya, beraneka macam makanan dibeli, ibarat pesta malam selama bulan Ramadhan, tidak sesuai dengan tujuan puasa dari segi jasmani tersebut. Berpuasa harus kita lakukan dengan cara yang benar sehingga akan mendatangkan kesehatan rohaniah maupun jasmaniah, bukan puasa yang formalitas, namun puasa yang berjiwa, puasa yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas kepada Allah, dan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW (Basyir, 2003:107).
Puasa pada dasarnya adalah sebuah ibadah yang mengajak orang yang menunaikan untuk memiliki sikap moderat (al-wasthiyah) dan seimbang (at-tawazun). Dalam pergaulan hidup sehari-hari sering dijumpai dua posisi yang berlawanan seperti rohani versus jasmani, individu versus sosial, pragmatis versus idealis, statis versus dinamis, tetap versus berubah-ubah, dan sebagainya (Anwar, 2000:123). Tujuan di atas mengindikasikan bahwa puasa bertujuan mendidik manusia untuk menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani dalam kehidupan sehari-hari, selain itu agar manusia sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, dalam arti manusia harus sadar akan lingkungan di sekitarnya di mana ia harus bergotong-royong, saling membantu agar terciptanya sebuah kesatuan umat manusia.
4. Rahasia Puasa Allah menciptakan alam semesta dan segala isinya itu disertai rahasia yang terdapat di dalamnya. Sesuatu yang diperintahkan oleh Allah pasti mengandung kemaslahatan, dan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah pasti mengandung kemadharatan. Puasa adalah salah satu perintah Allah yang di dalamnya terdapat banyak rahasia yang dapat mendatangkan manfaat bagi orang yang menjalankannya.
Adapun rahasia puasa baik yang ditinjau dari segi kesehatan fisik maupun dari segi psikis: a. Menyehatkan Perilaku dengan Puasa Ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa mereka yang sedang marah, baik yang dipendam maupun dinyatakan, sedang “panas hati” oleh sebab apapun, atau sedang dilanda rasa tidak sabar, akan meningkatkan kadar hormon katekholamin ini akan memacu denyut jantung, menegangkan otot-otot, dan menaikkan tekanan darah,
semua
membahayakan
itu
jika
kesehatan
dibiarkan dan
berlangsung
mempercepat
lama,
proses
akan
ketuaan
(Musbikin, 2004:37). Kartono Muhammad menyebutkan bahwa: “Puasa sebenarnya mengandung pesan agar orang menghindar perilaku yang tidak sehat, termasuk perilaku yang didorong oleh emosi. Hanya dengan demikian puasa akan memberi manfaat yang besar terhadap kesehatan dan membantu memperpanjang harapan hidup” (Musbikin, 2004:38). Akhirnya ada yang perlu digarisbawahi bahwa perilaku manusia itu dapat mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Apabila manusia melakukan perilaku yang tidak sehat, manusia akan diderita berbagai macam penyakit. Tidak hanya perilaku yang bersifat jasmani seperti tidak menjaga pola makan, tapi juga perilaku yang bersifat rohani dari dalam jiwa manusia, seperti marah. Untuk mencegah
perilaku yang tidak sehat adalah dengan berpuasa. Karena puasa dapat memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan manusia. b. Puasa Dapat Mengendalikan Agresivitas dan Mengatasi Stres Menurut Dadang Hawari, dalam setiap diri manusia terdapat naluri berupa dorongan-dorongan atau impuls-impuls agresivitas dalam arti emosional, contohnya mengeluarkan kata-kata kasar, tidak senonoh, dan menyakitkan hati (verbal abuse) (Musbikin, 2004:39). Ada juga bentuk agresivitas manusia, lainnya yakni agresif dalam pengertian sosial. Misalnya dalam mencari kekayaan di dunia, dia tidak lagi menghiraukan mana yang halal dan haram, begitu serakahnya sehingga hak orang lain pun diambilnya. Puasa tidaklah sekedar menahan diri dari makan, minum, dan senggama; melainkan juga menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji yang pada gilirannya dapat menimbulkan stres pada dirinya atau orang lain (Musbikin, 2004:40). Akhir-akhir ini banyak terjadi kekerasan pada suatu keluarga maupun masyarakat yang dapat menyebabkan seseorang mengalami stres akibat tidak bisa mengendalikan sikapnya yang agresif. Maka untuk mengendalikan hal tersebut yaitu dengan sarana puasa. Karena dengan berpuasa manusia bisa kuat dalam menghadapi berbagai permasalahan. c. Puasa dan Molimo
Saat ini, kerusakan di muka bumi sudah sedemikian parah. Molimo {maling, madon (berzina), madat (mabuk zat adiktif), main (berjudi), dan minum (minum-minuman keras)} sudah menjadi mode, bahkan sudah merajalela. Untuk itu diharapkan dalam puasa bagaimana seseorang bisa menjalankan dengan penuh khusyuk dan ikhlas sehingga terhindar dari berbagai perbuaan keji dan mungkar. Sebab melalui puasa mereka telah dilatih untuk mengendalikan hawa nafsunya (Musbikin, 2004:166). Seperti halnya masalah madon (berzina) berbagai cara memang telah ditempuh untuk memberantas masalah ini. Bahkan agama sendiri juga telah memberikan jalan keluarnya. Salah satunya adalah melalui jalur pernikahan atau dengan puasa. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai para pemuda barangsiapa mempunyai bekal (untuk kawin), maka silahkan kawin (melakukan pernikahan yang sah), karena hal itu bisa menyelamatkan mata dan kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena hal itu merupakan pengebiri (upaya efektif untuk menghindari terjadinya penyimpangan seksual)” (HR. Muslim). Makna hadits di atas dapat dipahami apabila seseorang itu belum mampu menikah maka upaya yang paling efektif untuk mengendalikan hawa nafsu dan menghindari terjadinya perilaku menyimpang dalam seks adalah dengan melakukan puasa (Musbikin, 2004:168). Sigmun Freud berpandangan bahwa pada dasarnya kehidupan manusia itu dikuasai oleh suatu prinsip, yang disebut prinsip
kenikmatan (pleasure principle). Prinsip ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai kecenderungan kuat untuk selalu menginginkan kesenangan dan mencari kenikmatan, dan sebaliknya menolak hal-hal yang
tak
menyenangkan
dan
menyakitkan.
Manusia
yang
mengembangkan sikap hidup demikian hanya akan menjadi pencaripencari kenikmatan lahiriah semata-mata dan akan menempatkan kesenangan dan kenikmatan hidup sebagai nilai tertentu. Tanpa kenikmatan dan kesenangan serupa itu kehidupan akan mereka hayati sebagai tidak bermakna. Oleh karena itu, puasa adalah usaha mematahkan prinsip hidup serupa itu, karena dengan berpuasa, justru melakukan hal-hal yang tak menyenangkan yakni mengalami lapar dan haus serta menahan gejolak seks, ditambah lagi harus memperbanyak ibadah yang sering dirasakan berat bagi sementara orang. Dengan demikian, puasa berarti mencegah diri dari sikap hidup serba mementingkan kenikmatan semata-mata dan sekaligus menggantikannya dengan keridhaan Ilahi sebagai nilai-nilai tertinggi dalam hidup dan kehidupan (Musbikin, 2004:169). Kebiasaan molimo adalah perilaku manusia yang tidak sehat yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Apabila kebiasaan tersebut dibiarkan tetap menggejala maka akan merusak generasi kehidupan manusia. Pada hakikatnya manusia diutus di muka bumi adalah sebagai khalifah yang tugasnya menciptakan kedamaian dan
kesejahteraan makhluk hidup pada umumnya bukanlah untuk merusaknya. Puasa adalah salah satu upaya untuk mematahkan kebiasaan molimo tersebut, karena dengan berpuasa manusia berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT. d. Puasa dan Dampak Psikologis Selesainya penyelenggaraan dari suatu tugas yang berat yang menghendaki ketekunan dan ketabahan hati adalah salah satu sumber bahagia yang hanya dapat dinikmati oleh orang atau mereka yang telah melakukannya sendiri. Maka ibadah Ramadhan sebulan penuh dengan latihan ruhani dan jasmani bermanfaat pula melatih diri kita untuk mencari rasa bahagia dalam penyelesaian suatu tugas yang berat. Di mana kita, menahan diri dari makan dan minum serta larangan-larangan lain serta dibarengi dengan ibadah-ibadah lain dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah seperti dzikir, i’tikaf, dan zakat fitrah, semuanya dilakukan dengan sadar dan ikhlas, maka akan meninggalkan bekas pada jiwa. Bekas berupa ketenangan dan ketenteraman jiwa yang senantiasa dapat dinikmati oleh tiap-tiap orang yang menjalankannya dengan ikhlas dan khusyuk sebagai hasil dari rasa dekat dengan Allah SWT (Musbikin, 2004:179). Dengan melakukan puasa akan menimbulkan beberapa dampak bagi seseorang yang menjalankannya. Salah satunya adalah dampak psikologis. Seseorang yang melaksanakan puasa dengan sungguh-sungguh maka segala amal ibadah yang dilakukan ketika
berpuasa akan membekas pada jiwanya. Akhirnya amal-amal tersebut akan senantiasa dilakukan baik dalam keadaan puasa ataupun tidak. e. Puasa bagi Remaja Setiap orang Islam yang sudah baligh dan berakal serta kondisi badannya mampu untuk mengerjakan puasa, wajib berpuasa, karena ia adalah salah satu rukun Islam dan sekaligus kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang yang beriman (Musbikin, 2004:205). Masa remaja atau adoselen ialah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja sering pula disebut dengan “storm and stress”, masa pancaroba, yakni suatu masa yang penuh kegoncangan jiwa. Hal ini dikarenakan oleh keadaannya yang masih dalam masa peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak yang penuh ketergantungan menuju masa dewasa yang matang dan mandiri (Musbikin, 2004:209). Begitu pula pada masa
ini,
keinginannya untuk mengetahui, mempraktekkan, dan mengadakan eksperimen sangat kuat. Juga dorongan nafsu seks dan ingin mencintai lain jenis sangat besar. Maka dari itu bila didikan moral dan agama tidak kuat, si remaja itu bisa terjerumus ke hal-hal negatif, seperti kumpul kebo, onani, homoseks, dan lain sebagainya. Di sinilah pentingnya peranan agama dan moral dalam membimbing remaja melewati masa transisi yang penuh cobaan dan goncangan dengan selamat dan sukses (Musbikin, 2004:210).
Puasa bertujuan membentuk manusia yang takwa, maka ia tentu memiliki faedah yang besar bagi para remaja. Remaja yang masih dalam keadaan transisi yang penuh krisis dan gejolak itu sangat membutuhkan bimbingan dan pegangan yang mantap, sehingga ia akan mampu melewati masa itu dengan selamat dan sukses. Bimbingan dan pegangan yang ampuh untuk mengatasi segala gejolak itu tiada lain hanyalah puasa dan pendidikan agama. Dengan berpuasa yang betul dan seperti yang dikehendaki oleh Allah, segala nafsunafsu setan, seperti onani, homoseks akan terkendalikan. Tentang keampuhan puasa dalam memberikan bimbingan kepada remaja dalam mengendalikan diri dari nafsu birahi telah dijelaskan oleh Rasulullah dengan sabdanya: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu ba’ah (nafkah dan jima’), hendaklah kalian menikah karena ia akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Maka barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa. Sesungguhnya puasa bagi dia akan menjadi perisai (pemutus syahwat)” (HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud) (Musbikin, 2004:211). Dapat kita ketahui bahwa puasa memiliki faedah yang besar bagi siapa pun yang menjalankannya, terutama bagi remaja, di mana masa remaja adalah masa yang penuh gejolak. Masa yang rentan terhadap hal-hal yang tidak hakiki, seperti seks bebas, obat-obat terlarang, dan lain-lain. Puasa mampu memberikan bimbingan kepada remaja dalam mengendalikan hal-hal yang tidak hakiki tersebut.
5. Keutamaan Puasa Senin Kamis Puasa memiliki banyak keutamaan yang tidak dipungkiri oleh siapa pun. Minimal faedahnya adalah bahwa kejahatan berkurang dengan jelas di bulan Ramadhan. Puasa adalah syiar terpenting dan lebih agungnya pendekatan pada Tuhan. Karena ia adalah rahasia di antara hamba dengan Rabbnya. Ia tidak dimasuki riya’ karena manusia mengekang dirinya dari syahwat dan kesenangannya sebulan lamanya, tiada yang dicari kecuali ridha Allah (Al-Jarjawi, 2006:208). Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah RA., bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Telah berfirman Allah ‘Azza wajalla: “Tiap-tiap amal anak Adam untuknya sendiri, selain dari puasa. Puasa itu untukKu dan Aku akan memberikan pembalasan kepadanya. Puasa itu “junnah (perisai), karena itu apabila seseorang kamu sedang berpuasa, janganlah ia menuturkan kata-kata yang buruk-buruk, yang keji-keji dan yang membangkitkan rangsangan syahwat, dan janganlah pula dia mendatangkan hiruk pikuk hingar bingar”. Apabila ia dimaki atau ditantang oleh seseorang hendaklah ia katakan: “Saya ini berpuasa, saya ini sedang berpuasa. Demi Allah yang diriku (Muhammad) di tanganNya, bau busuk mulut orang yang berpuasa lebih baik dan lebih harum di sisi Allah dari bau kasturi yang harum semerbak. Orang yang berpuasa itu mempunyai dua kesenangan: Kesenangan dikala berbuka dengan karena berbukanya dan kesenangan dikala ia bertemu dengan Tuhannya dengan karena puasanya”. Hadits ini menandaskan keutamaan puasa dan menggerakkan kita untuk mengerjakannya (Ash-Shiddieqy, 1986:40). Di kalangan kaum muslimin pada umumnya ada beberapa hari, bulan, atau pun waktu-waktu tertentu yang diyakininya memiliki keistimewaan tersendiri. Salah satunya adalah puasa Senin dan Kamis,
ada alasan tersendiri mengapa Rasulullah memberikan contoh melakukan puasa pada hari tersebut. Kaysan mengungkapkan rahasia di balik hari Senin dan Kamis, di antaranya: 1) Hari Ketika Amal Para Hamba Diperiksa Menurut riwayat Nabi SAW, pada tiap sepekannya, amalamal itu akan diperiksa pada hari Senin dan Kamis. Sebagaimana riwayat berikut ini. Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Amal-amal manusia diperiksa di hadapan Allah dalam setiap pekan dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang beriman terampuni dosanya, kecuali seorang hamba yang di antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan” (HR. Muslim). Karena itu selayaknya bagi seorang muslim untuk melakukan kebaikan dalam kehidupan sehari-harinya. Sebab amal manusia akan diperiksa dan dipertanggungjawabkan. Maka ada baiknya ketika hari diperiksanya amal manusia yaitu pada hari Senin dan Kamis, hendaknya melakukan puasa. Karena dengan berpuasa, kita senantiasa terjaga dari hal-hal kemaksiatan dan kita semakin dekat dengan Allah (Kaysan, 2010:33). Dalam sebuah hadits lain yang disampaikan oleh Abu Hurairah Rasulullah SAW, bersabda: “Segala amal perbuatan manusia pada hari Senin dan Kamis akan diperiksa oleh malaikat, karena itu aku senang ketika amal perbuatanku diperiksa aku dalam kondisi berpuasa” (HR. Tirmidzi).
2) Hari Dibukanya Pintu-Pintu Surga Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai” (HR. Muslim). (Kaysan, 2010:34). 3) Senin, Hari Kelahiran dan Diutusnya Nabi Muhammad Menurut riwayat muslim yang diterima dari Abu Qatadah, pernah ditanyakan kepada Rasulullah SAW, tentang puasa hari Senin, maka Rasulullah menjawab; “Itulah hari aku dilahirkan, aku dibangkitkan menjadi Rasul dan Al-Qur’an diturunkan kepadaku” (HR. Muslim).
Maka sebagai umat Muhammad seharusnya memuliakan dan mengagungkan hari kelahiran beliau dengan cara berpuasa sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah (Kaysan, 2010:35).
4) Keutamaan Lain yang Dimiliki Hari Kamis Dalam hadits riwayat Ibnu Jarir, dari Abu Bakar ra., bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Allah menciptakan bumi pada hari Ahad dan Senin, Dia menciptakan gunung-gunung pada hari Selasa. Dia menciptakan kota-kota, makanan, kekuatan, sungai-sungai, kemakmuran dan
kerusakannya pada hari Rabu. Dan Dia menciptakan langit dan malaikat pada hari Kamis sampai tiga saat – maksudnya dari hari Jumat”. Beliau juga menyukai keluar untuk bepergian pada hari Kamis. Sebagaimana menurut Malik bin Ka’ab, mengatakan: “Beliau suka pergi pada hari Kamis, kecuali untuk perang” (HR. Ahmad dan Bukhari) (Kaysan, 2010:36). Dalam riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda: “Berpagi-pagilah kalian dalam mencari ilmu, sungguh aku telah meminta kepada Rabbku agar memberi keberkahan umatku di waktu pagi mereka. Dan Dia menjadikan keberkahan itu pada hari Kamis” (HR. Thabrani). Berdasarkan hadits-hadits di atas maka disunnahkan bagi seorang muslim untuk berpuasa pada hari Senin dan Kamis sebagai puasa tathawwu’ (sunnah) (Kaysan, 2010:37). Pada intinya puasa memiliki hikmah dan keutamaan yang bisa diperoleh manusia, di mana pada akhirnya puasa dapat mengantarkan pelakunya kepada derajat takwa, sehingga ia akan selamat dari berbagai fitnah dan di akhirat.
B. Kajian Tentang Pengendalian Diri Istilah pengendalian diri (self-control) banyak disebutkan dalam berbagai budaya maupun tradisi keagamaan. Self-control dalam berbagai budaya maupun tradisi keagamaan dipandang sebagai kemampuan individu untuk hidup secara bebas, sekaligus secara harmonis dengan lingkungannya (menurut pandangan Yunani).
1. Pengertian Pengendalian Diri Menurut
pandangan
kaum
muslimin,
self-control
adalah
pembatasan diri (self-restraint). Menurut pandangan Konfisius, selfcontrol adalah kualitas diri (self-sufficiency) dan keteraturan diri (selfregulation), sementara menurut pandangan Kristiani adalah pengendalian dan penghapusan keinginan yang bersifat sensual (carnal desires). Menurut pandangan Hindu, self-control merupakan tindakan (action) atas keinginan (will) yang dimiliki oleh orang-orang yang bijaksana (person of wisdom) (Gunarsa, 2004:250). Adapun pengertian pengendalian diri menurut beberapa ahli, di antaranya: a. Menurut Berk dalam (Gunarsa, 2004:251), pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. b. Menurut Messina & Messina dalam (Gunarsa, 2004:251) menyatakan bahwa pengendalian diri adalah seperangkat tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan mengubah diri pribadi, keberhasilan menangkal pengrusakan diri (self-destructive) perasaan mampu pada diri sendiri, perasaan mandiri (autonomy) atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasaan dan pikiran rasional, serta seperangkat tingkah laku yang berfokus pada tanggung jawab atas diri pribadi.
c. Menurut Gilliom dalam (Gunarsa, 2004:251) pengendalian diri adalah kemampuan individu yang terdiri dari tiga aspek yaitu kemampuan mengendalikan atau menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti atau merugikan orang lain (termasuk di dalam aspek tapping aggressive and delinquent behaviors), kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, dan kemampuan untuk mengikuti peraturan yang berlaku, serta kemampuan untuk mengungkapkan keinginan atau perasaan kepada orang lain tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain tersebut (Gunarsa, 2004:251). Dilihat dari istilah pengendalian diri yang disebutkan dalam berbagai budaya maupun tradisi keagamaan dan pengertian pengendalian diri dari pendapat beberapa ahli, dapat dipahami bahwa pengendalian diri adalah suatu kemampuan yang dimiliki masing-masing individu dalam mengatur tingkah laku atau keinginan baik dari segi jasmani-rohani individu maupun sosial itu dengan seimbang.
2. Perkembangan Kontrol Diri Menurut Berndt, pada usia empat tahun kontrol diri menjadi sifat kepribadian nilai prediksi jangka panjang. Selain itu, Mischel juga mengungkapkan bahwa anak usia empat tahun yang dapat menunda kepuasan, pada usia empat belas tahun akan lancar berbicara, lebih percaya diri, lebih mampu mengatasi frustasi, dan lebih mampu menahan godaan (Resti, 2000:25). Kontrol diri dilakukan guna mengurangi perilaku
berlebihan yang dapat memberikan kepuasan dengan segera (Resti, 2000:26). Menurut Calhoun dan Acocella dalam (Muharsih, 2004:24), mengemukakan
dua
alasan
yang
mengharuskan
individu
untuk
mengontrol diri secara berkelanjutan, meliputi: a. Alasan sosial, yaitu individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain. b. Alasan personal, bahwa masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya, sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Emosi-emosi remaja itu kuat dan tidak stabil, dan apabila mereka merasa tertekan maka mereka menjadi murung. Emosi yang meningkat pada masa ini disebabkan oleh perubahan-perubahan kelenjar, terutama kelenjar-kelenjar seks dan kekangan-kekangan orangtua secara berlebihan. Masa remaja merupakan masa yang benar-benar sulit tidak hanya bagi perkembangan emosi, tetapi juga bagi penyesuaian diri dalam masyarakat setelah masa remaja, emosionalitas mulai lambat dan akhirnya hilang. Sementara itu, orang dewasa telah belajar mengendalikan ungkapanungkapan emosinya.
Demi kepentingan kehidupan dalam masyarakat, kita diharapkan membuat keseimbangan antara pengekangan emosi yang berlebihan dan ungkapan emosi yang tak terkendali yang merupakan suatu segi kematangan emosional. Ini berarti perasaan-perasaan dan emosi-emosi diatur menurut tuntutan dari luar dan dari dalam. Kontrol emosi tidak berarti emosi ditekan atau tidak boleh diungkapkan. Kontrol emosi berarti melatih emosi dengan cara mengubah ekspresinya dan disalurkan melalui saluran-saluran yang berguna dan dianggap baik. Supaya latihan ini efektif, maka sebaiknya dimulai pada masa kanak-kanak (Semiun, 2006:409). Pada remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan
kematangan
emosi.
Remaja
dikatakan
sudah
mencapai
kematangan emosi bila pada akhir masa remajanya tidak meledak emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima dan tidak mengganggu orang lain (Hurlock, 1980:213). Orang-orang yang emosinya matang mampu bereaksi dengan tepat terhadap tuntutan-tuntutan dari situasi tertentu. Ciri kematangan emosi dapat diutarakan sebagai berikut: Pertama, mampu menangguhkan dan mengontrol emosi; kedua, mampu memberikan respons emosional yang adekuat sesuai dengan tingkat perkembangan seseorang; ketiga, mampu menerima frustasi terhadap situasi-situasi yang menimbulkan frustasi tanpa
bereaksi
terhadapnya
secara
emosional;
dan
keempat,
mengembangkan sikap yang fleksibel dan kemampuan menyesuaikan diri dengan kadar yang lebih tinggi terhadap perubahan-perubahan yang tidak dapat dihindarkan (Semiun, 2006:410). Menurut Logue dalam (Muharsih, 2004:24) ciri-ciri orang yang mampu mengendalikan dirinya adalah sebagai berikut: 1) Memegang teguh atau tetap bertahan dengan tugas yang seharusnya ia kerjakan, meskipun ia menghadapi banyak gangguan. 2) Mengubah perilakunya sendiri melalui perubahan dari beberapa pengaruh aturan norma yang ada. 3) Tidak menunjukkan atau melibatkan perilaku yang diperoleh oleh kemarahan atau emosional. 4) Bersifat toleran terhadap stimulus yang berlawanan. 3. Faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Diri Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengendalian diri menurut para ahli, di antaranya adalah: a. Menurut pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya (Daradjat, 1979:121). Pribadi yang normal itu pada umumnya memiliki mental yang sehat. Pribadi normal dengan mental yang sehat akan bertingkah laku tepat dan bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya (Kartono, 1989:6). Mental yang sehat itu ditandai dengan adanya integrasi-diri, regulasi-diri, dan pengontrolan-diri; yaitu kontrol terhadap pikiran, angan-angan, keinginan-keinginan, dorongan-dorongan, emosi-emosi,
sentimen,
dan
segenap
tingkah
laku
(Kartono,
1989:284).
Pengendalian yang efektif selalu merupakan salah satu tanda yang sangat pasti dari kepribadian yang sehat (Semiun, 2006:52). Salah satu ciri
jiwa
yang
sehat
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
mengendalikan diri. Pengendalian diri atau self control amat penting bagi kesehatan jiwa sehingga daya tahan mental dalam menghadapi berbagai stres kehidupan meningkat karenanya (Musbikin, 2004:40). Disebutkan pula orang yang bermental sehat adalah orang yang dapat menguasai segala faktor dalam hidupnya sehingga ia dapat mengatasi kekalutan mental sebagai akibat dari tekanan-tekanan perasaan dan hal-hal yang menimbulkan frustasi (Semiun, 2006:50). Dapat dipahami bahwa kepribadian merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengendalian diri karena kepribadian seseorang akan berpengaruh pada tingkah lakunya. Begitu pun seseorang yang memiliki kepribadian yang sehat maka tingkah lakunya akan dapat dikendalikan. b. Faktor yang mempengaruhi pengendalian diri adalah ibadah puasa. Ibadah puasa adalah suatu upaya pengendalian diri untuk tidak melakukan sesuatu secara berlebih-lebihan. Secara khusus, orang yang menunaikan ibadah puasa berarti tidak makan dan minum serta tidak melakukan hubungan seks mulai subuh hingga maghrib. Dan yang menarik adalah apa yang tidak boleh kita lakukan selama menjalankan puasa bukanlah sesuatu yang haram dan di luar hak kita. Makanan dan
minuman yang kita peroleh dan upayakan sendiri adalah tetap milik kita. Maknanya adalah agar kita bisa menjaga diri dan tidak menjalani hidup dengan berlebih-lebihan (Anwar, 2000:147). Puasa juga berfungsi sebagai arena latihan pengendalian diri yang sempurna di mana yang bertindak sebagai master dan sekaligus pelakunya adalah kita sendiri (Anwar, 2000:148). Dapat penulis simpulkan bahwa ibadah puasa merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengendalian diri, karena dengan berpuasa seseorang akan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan itu ia berusaha menjauhi dan mengendalikan dirinya dari perilaku yang tidak terpuji dan hawa nafsu yang berlebihan. Selain itu dikuatkan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Muharsih (2004) yang mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal yaitu dari dalam individu dan faktor eksternal yaitu lingkungan individu. 1) Faktor Internal Faktor internal yang ikut berperan terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan mengontrol dirinya. 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal ini di antaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang (Muharsih, 2004:28).
Selain faktor kepribadian dan puasa; faktor usia dan faktor keluarga juga ikut mempengaruhi kontrol diri atau pengendalian seseorang. Di mana bertambahnya usia maka bertambah pula berbagai ilmu dan pengetahuan seseorang untuk membedakan mana yang baik atau buruk, sehingga bila ia mampu membedakan maka ia juga mampu untuk mengendalikan diri. Begitu pun didikan orangtua berperan penting bagi pengendalian seseorang, jika orangtua memberi contoh yang baik maka anaknya pun akan berperilaku baik. 4. Fungsi Pengendalian Diri Menurut Gul dan Pesendorfer dalam (Gunarsa, 2004:255) pengendalian diri berfungsi untuk menyelaraskan antara keinginan pribadi (self-interest) dan godaan (temptation). Messina dan Messina menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi: a. Membatasi Perhatian Individu Kepada Orang Lain Dengan adanya pengendalian diri, individu akan memberikan perhatian pada kebutuhan pribadinya pula. Tidak sekedar berfokus pada kebutuhan, kepentingan, atau keinginan orang lain, yang cenderung
akan
menyebabkan
individu
mengabaikan
bahkan
melupakan kebutuhan pribadinya (Gunarsa, 2004:255). b. Membatasi Keinginan Individu untuk Mengendalikan Orang Lain di Lingkungannya.
Dengan adanya pengendalian diri, individu akan membatasi ruang bagi aspirasi dirinya dan memberikan ruang bagi aspirasi orang lain supaya dapat terakomodasi secara bersama-sama. Individu akan membatasi keinginannya atas keinginan orang lain, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berada dalam ruang aspirasinya masing-masing atau bahkan menerima aspirasi orang lain tersebut secara penuh. c. Membatasi Individu untuk Bertingkah Laku Negatif Individu yang memiliki pengendalian diri akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif. Pengendalian diri memiliki arti sebagai kemampuan individu untuk menahan dorongan atau keinginan untuk bertingkah laku (negative) yang tidak sesuai dengan norma sosial tersebut meliputi ketergantungan pada obat atau zat kimia, ketergantungan pada alkohol, rokok, serta ketergantungan untuk bermain judi. d. Membantu Individu untuk Memenuhi Kebutuhan Hidup Secara Seimbang Pemenuhan kebutuhan hidup menjadi motif bagi setiap individu dalam bertingkah laku. Pada saat individu bertingkah laku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, boleh jadi individu memiliki ukuran melebihi kebutuhan yang harus dipenuhinya. Individu yang memiliki pengendalian diri yang baik, akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam takaran yang sesuai dengan kebutuhan
yang ingin dipenuhinya. Dalam hal ini, pengendalian diri membantu individu untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup, seperti tidak memakan makanan secara berlebihan, tidak melakukan hubungan seks berlebihan berdasarkan nafsu semata-mata, atau tidak melakukan kegiatan berbelanja secara berlebihan melampaui batas kemampuan keuangan (Gunarsa, 2004:256). Menurut Plato, manusia memiliki potensi lahir dan juga batin. Namun potensi itu akan semakin bermanfaat ketika manusia itu sendiri mencoba untuk menyeimbangkannya sehingga lahir dan batin itu menjadi sehat dan kuat. Apabila kualitas lahir dan batin seseorang telah seimbang, maka ia akan mampu berinteraksi dengan siapa pun, bahkan tidak akan pernah gugup ketika harus menghadap atas bertemu siapa pun (Ra’uf, 2010:115). Dapat
dipahami
bahwa
fungsi
pengendalian
diri
adalah
menyelaraskan dan menyeimbangkan antara kepentingan individu dengan orang lain di mana setiap individu itu memiliki batasan dalam melalukan segala keinginannya. 5. Macam-macam Pengendalian Diri Dilihat dari indikator pengendalian diri ada 3 macam pengendalian diri yang diambil dari beberapa pendapat ahli, yaitu: a. Pengendalian Emosi Kendali diri tidak lain adalah kemampuan dasar untuk bertahan hidup karena ketidakmampuan mengendalikan emosi –
komponen “hati” dalam formula pendekatan tiga jalur (pikiran-hatikebiasaan) – akan menjadi hambatan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, antara lain hubungan baik dengan orang lain serta mempertahankan pekerjaan (Josephson, 2003:53). Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak, ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu (Hurlock, 1996:212). W. Wundt mengemukakan tiga pasang kutub emosi, yaitu: Pertama: Lust-Unlust (Senang-tak senang), kedua: Spannung-Losung (tegang-tak tegang), ketiga: Erregung-Beruhigung (semangat-tenang). Setiap keadaan emosional, selalu merupakan kombinasi dari kutub-kutub emosi tersebut. Masa remaja adalah masa yang penuh emosi yang meledak-ledak, sulit untuk dikendalikan. Emosi yang tak terkendali itu antara lain disebabkan juga oleh konflik peran yang sedang dialami remaja. Ia ingin dianggap dewasa, sementara ia masih diperlakukan seperti anak kecil. Dengan adanya emosi-emosi itu remaja secara bertahap mencari jalannya menuju kedewasaan, karena reaksi
orang-orang
di
sekitarnya
terhadap
emosinya
akan
menyebabkan si remaja belajar dari pengalaman untuk mengambil langkah-langkah yang terbaik (Sarwono, 1997:83). Pada emosi remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak.
Perbedaannya
terletak
pada
rangsangan
yang
membangkitkan emosi dan derajat, khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Misalnya, perlakuan sebagai “anak kecil” atau secara “tidak adil” membuat remaja sangat marah dibandingkan dengan hal-hal lain. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dan dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah (Hurlock, 1996:213). Remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain, seperti dalam periode sebelumnya. Dan untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Ia juga harus belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya, yaitu dengan cara latihan fisik, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis (Hurlock, 1996:213). Dewasa ini banyak kasus-kasus yang dialami oleh remaja, mulai dari kasus tawuran hingga penyalah gunaan obat atau penyalahgunaan seks. Hal ini dikarenakan seorang remaja yang tidak
berhasil
mengendalikan
emosinya,
terlalu
mengikuti
gejolak
emosinya, maka ia terperangkap masuk ke jalan yang salah. Untuk mengatasi hal di atas maka remaja perlu menciptakan keseimbangan dan kematangan emosi dalam kehidupan. Keseimbangan emosi perlu dimiliki oleh setiap orang agar hidupnya semakin tenang dan semakin bisa menciptakan kehidupan yang sejahtera, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. b. Pengendalian Kognitif Menurut Averill dalam (Muharsih, 2006:22) cognitive control adalah kemampuan individu untuk mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau memadukan suatu kejadian dalam kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Kemampuan ini meliputi kemampuan mengantisipasi peristiwa atau keadaan melalui berbagai pertimbangan dan kemampuan menafsirkan suatu peristiwa atau keadaan dengan cara memperhatikan segisegi positif secara subjektif. c. Pengendalian Perilaku Salah satu tugas perkembangan penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok
dari padanya dan kemudian
mau
membentuk
perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang
dialami waktu anak-anak. Remaja diharapkan mengganti konsepkonsep moral yang berlaku khusus di masa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya (Hurlock,1996:225). Remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orangtua dan guru. Bila dahulu dipercaya bahwa ketakutan –baik akan hukuman maupun akan penolakan sosial– merupakan pencegah yang terbaik untuk melakukan kesalahan, hal itu dimengerti sebagai sumber motivasi berdasarkan pengendalian dari luar yang hanya efektif bila ada perilaku yang nyata-nyata salah dan hukuman bagi pelakunya. Telaah mengenai perkembangan moral telah menekankan bahwa cara yang efektif bagi semua orang untuk mengawasi perilakunya sendiri adalah melalui pengembangan suara hati, yaitu kekuatan ke dalam (batiniah) yang tidak memerlukan pengendalian
lahiriah.
Apabila
anak-anak
atau
remaja
mengasosiasikan emosi yang menyenangkan dengan perilaku yang didukung kelompok, dan emosi yang tidak menyenangkan dengan perilaku yang tidak didukung kelompok, maka ia harus mempunyai motivasi sendiri untuk berperilaku sesuai dengan standar kelompok. Dalam kondisi demikian, individu akan merasa bersalah bila menyadari bahwa perilakunya tidak memenuhi
harapan sosial kelompoknya, sedangkan rasa malu timbul hanya bila ia sadar akan penilaian buruk kelompok terhadap perilakunya. Perilaku yang dikendalikan rasa bersalah adalah perilaku yang dikendalikan dari dalam, sedangkan perilaku yang dikendalikan rasa malu adalah perilaku yang dikendalikan dari luar. Dalam diri seseorang yang mempunyai moral yang matang, selalu ada rasa bersalah dan malu. Namun, rasa bersalah berperan penting daripada rasa malu dalam mengendalikan perilaku apabila pengendalian lahiriah tidak ada (Hurlock, 1996:226). Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak pandangan masyarakat (Sarwono, 1997:91). Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri punya peran penting dalam pembentukkan moral. W.G. Summer, salah seorang sosiolog, berpendapat bahwa tingkah laku manusia yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggarpelanggarnya. Kontrol masyarakat itu adalah : 1) “Folkways”, yaitu tingkah laku yang lazim, misalnya makan dengan
tangan
sebagainya.
kanan,
bekerja
atau
bersekolah,
dan
2) Mores”, yaitu tingkah laku yang sebaiknya dilakukan, misalnya: mengucapkan terima kasih atas jasa seseorang, atau memberikan salam pada waktu berjumpa. 3) “Law” (Hukum) yaitu tingkah laku yang harus dilakukan atau dihindari: misalnya tidak boleh mencuri, harus membayar hutang, dan lain-lain (Sarwono, 1997:92). Untuk remaja, “mores” atau moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Di Indonesia, salah satu “mores” yang penting adalah agama. Agama bisa merupakan salah satu faktor pengendali terhadap tingkah laku remaja, sehingga kondisi kenakalannya belum separah negara-negara lain. Hal ini dapat dimengerti karena agama memang mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari (Sarwono, 1997:93). Kemampuan mengendalikan diri amat penting dalam kehidupan manusia. Apabila seseorang tidak mampu mengatasi dorongan dan kebutuhannya dengan cara yang baik dan wajar, ia akan sering menghadapi kesulitan, misalnya melanggar kaidah agama, ketentuan hukum, hak orang lain, merugikan diri sendiri, bahkan lebih dari itu, dapat menimbulkan bencana perkelahian, peperangan, dan permusuhan antar negara, suku, ras dan
golongan. Ukuran kemampuan pengendalian diri seseorang bergantung
pada
nafsu.
Seseorang
yang
tidak
mampu
mengendalikan hawa nafsu, ia juga tidak akan mampu mengendalikan akal dan hatinya (Syarifuddin, 2008:221).
C. Kajian Tentang Pengaruh Rutinitas Puasa Senin Kamis terhadap Pengendalian Diri Santriwati Puasa merupakan jalan menuju takwa dengan berupaya mendekatkan diri kepada Tuhannya, dengan cara menahan diri dari hawa nafsu jasmani dan rohani sesuai waktu yang ditentukan. Banyak ragam puasa sunnah yaitu puasa tambahan yang dilakukan secara sukarela di luar bulan Ramadhan sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi SAW, salah satunya adalah puasa Senin Kamis. Puasa Senin Kamis adalah puasa yang banyak digemari oleh umat Islam yang dilakukan 2 kali dalam sepekan yaitu pada hari Senin dan hari Kamis. Tidak sedikit remaja saat ini yang melakukan rutinitas puasa Senin Kamis. Bahkan banyak lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren yang menganjurkan kepada para santri untuk melakukan rutinitas puasa Senin Kamis. Yang tidak lain tujuannya adalah untuk melatih diri santri melakukan kebiasaan yang baik melalui puasa Senin Kamis. Dengan berpuasa Senin Kamis, para santri bisa belajar prihatin, serta menghindari diri dari segala kemaksiatan. Puasa yang dilakukan secara dilakukan secara rutin dapat memberikan manfaat yang banyak bagi jasmani dan rohani para pelakunya.
Puasa Senin Kamis termasuk puasa sunnah yang dapat dilakukan umat Islam dalam jeda waktu yang tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh pula, sehingga puasa Senin Kamis bisa dijadikan latihan bagi umat Islam yang ingin melaksanakan puasa sunnah. Selain itu Puasa Senin Kamis memiliki keistimewaan tersendiri, seperti penjelasan sebelumnya hari Senin dan Kamis adalah hari ketika amal para hamba diperiksa (Kaysan, 2010:32). Menurut riwayat Nabi SAW, pada tiap sepekannya, amal-amal itu akan diperiksa pada hari Senin dan Kamis. Sebagaimana riwayat berikut ini. Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Amal-amal manusia diperiksa di hadapan Allah dalam setiap pekan dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang beriman terampuni dosanya, kecuali seorang hamba yang di antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan” (HR. Muslim). Karena itu selayaknya bagi seorang muslim untuk melakukan kebaikan dalam kehidupan sehari-harinya. Sebab amal manusia akan diperiksa dan dipertanggungjawabkan. Maka ada baiknya ketika hari diperiksanya amal manusia yaitu pada hari Senin dan Kamis, hendaknya melakukan puasa. Karena dengan berpuasa, kita senantiasa terjaga dari hal-hal kemaksiatan dan kita semakin dekat dengan Allah (Kaysan, 2010:33). Ada pengaruh puasa Senin Kamis bagi para pelakunya yaitu pengendalian diri. Ibadah puasa adalah suatu upaya pengendalian diri untuk tidak melakukan sesuatu secara berlebih-lebihan (Anwar, 2000:147). Puasa merupakan salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Di mana seseorang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah ia berusaha untuk
menjauhi dari segala maksiat. Puasa sendiri memiliki tujuan untuk menahan nafsu dari berbagai syahwat (Kaysan, 2010:7). Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak di mana ia rentan pada hal-hal yang tidak baik. Keinginannya untuk mengetahui, mempraktekkan segala sesuatu itu sangat kuat. Maka dari itu apabila didikan moral dan agama tidak kuat, si remaja mudah terjerumus ke hal-hal negatif, seperti seks bebas. Bimbingan dan pegangan yang ampuh untuk mengatasi segala gejolak itu tiada lain hanyalah puasa dan pendidikan agama (Musbikin, 2004:211). Pengendalian diri adalah kemampuan individu mengendalikan atau menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti (Gunarsa, 2004:251). Dan hal itu bisa dikendalikan melalui puasa. Puasa mampu membimbing pelakunya untuk menahan dari hal-hal yang bersifat menyakiti. Puasa juga merupakan jalan yang baik untuk mengatur nafsu serta tempat guna melaksanakan tekad yang bulat untuk taat kepada Tuhan. Sehingga, ia bisa membuat seseorang dapat mengendalikan dirinya sendiri demi kebahagiaan dunia dan akhirat serta menjauhkan manusia dari nafsu binatang demi kemaslahatan hidupnya. Seperti dalam Q.S. Huud ayat 112 yang menjelaskan agar manusia tetap berada pada jalan yang benar yaitu jalan Allah yang dilalui dengan senantiasa bertaubat dan menghindari diri dari sesuatu yang melampaui batas, yaitu berlebih-lebihan dalam hal apapun. Artinya: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu
dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Pada intinya penulis menetapkan variabel Puasa Senin Kamis sebagai prediktor pengendalian diri santri karena sudah jelas puasa memiliki banyak manfaat bagi manusia terutama santri seusia remaja yang memerlukan bimbingan untuk menghadapi segala persoalan hidup, dengan puasa umat Islam dilatih dan dibiasakan untuk dapat menahan diri agar tidak mudah dijajah oleh hawa nafsu, termasuk nafsu dendam dan amarah, sehingga perdamaian dan ketenteraman hidup dapat diwujudkan dalam pluralitas berbangsa dan bernegara. Puasa Senin Kamis salah satunya, sarana yang diberikan Allah untuk memperoleh pengendalian diri. Di mana seseorang yang mampu mengendalikan diri ia akan terhindar dari segala hal yang sifatnya berlebihan yang kemudian ia akan menjadi orang yang hidup penuh keseimbangan.
BAB III HASIL PENELITIAN
B. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Manar Al-Manar adalah sebuah Pondok Pesantren putra-putri yang terletak di Jalan Raya Solo-Semarang. Tepatnya di Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, 3 km sebelah selatan Kota Salatiga. Nama Al-Manar secara resmi muncul pada masa K. Fatkhurrohman tahun 1982 yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Pesantren As-Suyuthiyyah yang didirikan dan dirintis oleh AlMukarrom Simbah K. Djalal Suyuti pada tahun 1913. Misi Al-Manar adalah menciptakan generasi yang berakhlakul karimah yang mampu menghadapi tantangan zaman modern. Misi itu dituangkan dalam kurikulum yang menerapkan sistem klasik (sorogan dan bandongan) yang bertitik berat pada kajian-kajian kitab kuning karangan ulama syafi’iyah. Oleh karena itu, substansi yang ditekankan adalah nahwu, sorof, fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tasawuf, dan tarikh. Berikut ini adalah potret singkat perjalanan Pondok Pesantren Al-Manar yang diambil dari beberapa sumber. Desa Petungsari adalah desa yang sekarang bernama “Bener”. Karena penjajahan yang dialaminya, kesulitan dalam mengembangkan syi’ar Islam dirasakan sekali oleh masyarakat desa ini dikenal sebagai
60
masyarakat yang rusak yang akrab dengan mo limo dan jauh dari agama serta banyak non muslimnya. Adalah Bapak Juwahir, salah satu warga desa Petungsari yang memimpin sebuah mushola, yang merasa tergugah untuk memperdalam ajaran Agama Islam dengan menjadi santri dari Kyai Naim, Kyai dari Desa Cabean. Semakin hari jamaah di musholanya semakin bertambah sehingga terjadilah sebuah kesepakatan antara bapak Juwahir dengan Kyai Naim untuk mendatangkan seorang Kyai untuk mengasuh jamaah yang semakin bertambah itu. Beberapa bulan kemudian, Kyai Na’im meminta K. H. Djalal Suyuthi untuk memikul tugas tersebut. Karena mushola sudah tidak mampu menampung jamaah, maka Bapak Juwahir pun mewakafkan sebagian tanahnya untuk dijadikan Masjid. Untuk mensyiarkan dakwah Islamiyah, beliau mendirikan Pondok Pesantren pada tahun 1926. Pada masa kepemimpinan beliau, kondisi bangsa Indonesia berada pada masa penjajahan. Keadaan paling tragis terjadi tahun 1942-1946 di masa penjajahan Jepang. Baru pada tahun 1950 kehidupan kembali normal pada tahun itu pula K.H. Djalal Suyuthi dipanggil oleh Allah SWT. Sepeninggal
K.H.
Djalal
Suyuthi,
kepemimpinan
Pondok
Pesantren dipegang oleh K.H. Duri (putra beliau) dan Pondok Pesantren ini diberi nama “As-Suyuthiyyah”, diambil dari nama pendirinya. K.H. Duri memegang kepemimpinan hingga tahun 1963 dengan santri sekitar 50-70 orang. Setelah K. Duri meninggal pada tahun 1963, pesantren dipimpin oleh adik beliau yang bernama K.H. Suhudi. Pada masa
kepemimpinan beliau K.H. Suhudi, pesantren banyak mengalami goncangan karena pengaruh suhu politik di Indonesia. Sebagai puncak resesi atau goncangan itu, pada tahun 1975 jumlah santri tinggal 23 orang. Tetapi pada tahun itu pula didirikan TK dan fasilitas pendidikan ditambah untuk mendidik anak-anak usia TK tersebut. Kepemimpinan K.H. Suhudi berlangsung tahun 1983 karena beliau meninggal dunia. Pada tahun 1983, kepemimpinan pondok pesantren dipegang oleh K. Fatkhurrahman. Saat itu keadaan pondok pesantren telah normal kembali. Beliau banyak mengadakan pembaharuan. Antara lain perubahan nama pondok pesantren menjadi “Al-Manar” yang diambil dari nama grup orkes gambus di Desa Bener yang saat itu ketenarannya sampai ke Jawa Timur sekitar tahun 1960-1975. Masjid lama yang dibangun oleh K.H. Djalal Suyuthi dipugar, bangunan pondok ditambah dan pendidikan formal dimasukkan ke dalam kurikulum pondok pesantren. Pada tahun 1985 didirikanlah Madrasah Tsanawiyah menyusul pada tahun 1989 didirikan Madrasah Aliyah. Terakhir pada tahun 1992 beliau mendirikan Yayasan Al-Manar sebagai wadah yang lebih formal dan legitimit. Namun beliau belum sempat melihat perkembangan Al-Manar lebih lanjut karena dipanggil oleh Allah pada tanggal 28 Juli 1993. Sepeninggal K. Fatkhurrohman pada tahun 1993, kepemimpinan beliau dilanjutkan oleh menantu beliau, K. Muhammad Imam Fauzi. Pada masa ini Madrasah Aliyah diubah menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan
(1994/1995). Dan jumlah santri mencapai 537 santri dari Jawa dan luar Jawa. Namun pada tanggal 11 Mei 2000/6 Shofar 1421 beliau meninggal dunia dalam usia 35 tahun. Sepeninggal beliau kepemimpinan dipimpin oleh K. As’ad Haris Nasution. Yang merupakan putra dari K. Fatkhurrohman. Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa tokoh-tokoh yang pernah mengasuh Pondok Pesantren Al-Manar adalah sebagai berikut: a. Kyai Haji Djalal Suyuthi
: Tahun 1913-1950
b. Kyai Haji Duri
: Tahun 1950-1963
c. Kyai Haji Muh. Suhudi
: Tahun 1963-1983
d. Kyai Fatkhurrohman
: Tahun 1983-1993
e. Kyai M. Imam Fauzy
: Tahun 1993-2000
f. Kyai As’ad Haris Nasution
: Tahun 2000-sekarang
2. Subjek Penelitian Adapun
subjek
penelitiannya
adalah
santriwati
Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang tinggal di asrama Pondok Pesantren Al-Manar. Penulis mengambil subjek penelitian pada santriwati MTs dan MA dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana puasa yang dilakukan oleh anak remaja. Masa remaja juga disebut sebagai usia bermasalah, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan dari orangtua dan guru-guru. Karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut
cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka (Hurlock, 1996:208). Banyak remaja yang terjerumus dalam perilaku yang menyimpang sebab kurangnya bimbingan dan pegangan yang mantap. Untuk mengatasi perilaku tersebut adalah puasa dan pendidikan agama (Musbikin, 2004:211). Dengan puasa bisa membentuk watak untuk patuh dan disiplin terhadap suatu peraturan (Musbikin, 2004:207). Sehingga remaja bisa mematuhi dan mendengarkan nasehat dari orangtua maupun guru. 3. Letak Geografis Pondok Pesantren Al-Manar Pondok Pesantren Al-Manar terletak di Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Letak geografis Desa Bener adalah sebagai berikut: a. Batas bagian utara
: Kodya Salatiga
b. Batas bagian timur
: Dusun Cebongan
c. Batas bagian selatan
: Dusun Cabean
d. Batas bagian barat
: Jalan Raya Solo-Semarang
Sedangkan letak Pondok Pesantren Al-Manar sendiri memiliki batas-batas sebagai berikut: a. Batas bagian utara
: Jalan Projo
b. Batas bagian timur
: Sawah Penduduk
c. Batas bagian selatan
: Sawah Penduduk
d. Batas bagian barat
: Perumahan Penduduk
4. Data Keadaan Ustadz/Ustadzah Jumlah ustadz/ ustadzah yang mengajar di Pondok Pesantren AlManar seluruhnya adalah 38 orang. Dengan perincian 27 orang ustadz dan 11 orang ustadzah. Adapun nama-nama ustadz dan ustadzah yang ada di Pondok Pesantren Al-Manar adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Daftar Nama Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011
No
Nama
L
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
K. As’ad Haris Nasution K Muhsinun K. M. Shodiq Makmun Santoso Prehanto Habib Slamet Faizin Ahmad Mustafid Dwi Mahrussalim Nasta’in Ahmad Mushonif Ahmad Rifa’i Fatkul Bahri Isma’il Sukron Nailil Huda Abdul Aziz Asmui Hadhik Mubarok Munasikin Najib Syaifullah Panggah Setiyawan Shobiqun Ilzam Syah Isman Apriyanto Gunawan Matori Sulaiman Iffah Fauzah Ulis Sa’adah Siti Zulaikha Siti Badriyah Raudlotul Jannah Siti Sa’diyah Pujiana Astuti
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Mardhiyah Sholekah Fitriyani Yuni Kurniawati Tin Khoiriyah
P
Mulai Mengajar
√ √ √ √ √ √ √
1996 1997 2000 2000 2001 2009 2004 2005 2006 2006 2006 2006 2006 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2008 2008 2008 2008 2008 2009 2009 2009 2008 2007 2009 2009 2009 2009 2009
√ √ √ √
2009 2009 2009 2009
5. Struktur Kepengurusan Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Manar telah mengalami beberapa kali pergantian. Proses pergantian kepengurusan dipilih secara demokratis yaitu calon-calon kandidat pemimpin pondok pesantren yang disebut dengan lurah pondok yang dipilih oleh kyai yang kemudian dilanjutkan dengan pemilihan umum oleh para santri. Adapun struktur kepengurusan Pondok Pesantren Al-Manar Putra dan Putri adalah sebagai berikut.
Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011
PENGASUH K. As’ad Haris NF Ny. Fatihah Ulfah KETUA Ahmad Mustafid
SEKRETARIS
BENDAHARA
Ahmad Rifa’i
Sobiqun
Ismail
Gunawan DEPARTEMEN-DEPARTEMEN
PEND. PENGAJARAN
DAKWAH ISLAMIYAH M. Ilzam Syah
Ahmad Mushonef Najib Syaifulloh
KOPONTREN
Panggah Setiawan
Slamet Faizin HUMAS
SARPRAS
Dwi Mahrus Salim
A Aziz (Bg Pengairan)
Khadiq Mubarok
Arif Hidayatullah (Bg Penerangan)
KEBERSIHAN
KEAMANAN
Munasikhin
Syukron N Huda Nastain
Matori
Isman Apriyanto SANTRI
Gambar 1: Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011
Struktur Kepengurusan Al-Manar Jilbab (Putri) Tahun 2011 PENGASUH K. As’ad Haris N.F Ny. Fatihah Ulfah PENASEHAT Ny. Chulnul Halimah KETUA Siti Badriyah Roudlotul Jannah SEKRETARIS Sholikhah Fitriani
BENDAHARA Siti Mardhiyah DEPARTEMEN-DEPARTEMEN
PENDIDIKAN Yuni Kurniawati
ALMANAR
Ni’matul Istiqomah
SOROGAN & BNDGN Ulis Sa’adah Sholikhah Fitriani
KHITOBAH FASOLTN & ALBRZN Ivah Fauzah
Roudlotul Jannah
TA’ZIRAN Siti Badriyah
Nur Jannah
Siti Sa’diyah
Siti Nafisah
KEBERSIHAN
KEAMANAN
Pujiana Astuti
Tin Qoiriyah
Siti ‘Affah
Muntahanic SANTRI AL-MANAR JILBAB
Gambar 2: Struktur Kepengurusan Pondok Al-Manar Jilbab Tahun 2011
6. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Manar 1) VISI Terwujudnya Generasi Islam yang Beriman, Berakhlak Karimah, Berprestasi dan Mandiri. 2) MISI 1) Menumbuhkembangkan semangat penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. 2) Mewujudkan karakter Islami yang mampu mengaktualisasikan diri dalam masyarakat. 3) Meningkatkan kualitas lulusan dan potensi siswa (akademik non akademik). 4) Mengembangkan potensi peserta didik di bidang ilmu agama, IPTEK, keterampilan sebagai modal hidup mandiri. 5) Menyelenggarakan tata kelola madrasah yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. 7. Sarana Prasarana Adapun sarana dan prasarana Pondok Pesantren Al-Manar meliputi hal-hal sebagai berikut:
Tabel 3 Sarana dan Prasarana di Pondok Pesantren Al-Manar
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Keterangan Masjid Perpustakaan Gedung Pertemuan Rumah Kyai Asrama Santri Ruang Tamu Ruang Pertemuan Aula Kantor Sekretaris PP Ruang Ustadz Kelas Kantin Bak Penampung Air Dapur Lapangan Bulu Tangkis Lapangan Volly Tenis Meja
Jumlah 1 1 1 2 16 2 2 1 1 2 14 7 5 2 1 1 1
Sumber: Data Pondok Pesantren Al-Manar
8. Keadaan Responden a. Daftar Nama Responden pada Penelitian Ini Adalah Sebagai Berikut:
Tabel 4 Daftar Nama Responden Santriwati Tahun 2011
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Alifatul Maula Ani Mufridatul Anida Istiqomah Arina Siti Ariyanti Diah Lailatun Diah Maya Diana Rahmawati Hidayatul Umayah Ira Sri Nuryanti Isna Nur Rofi’ah Khoiriyah Khoirotul Ummah Latifatul Hasanah Latifatun Nafisah Lia Yunita Nana Istiyana Nisrina Kamila Rini Kustini Riska Savera Rizquna Afni Roudlotul Jannah Sara Oktavia Siti Miratul Sofa Nur Aini Ulfa Muzakiyah Umami Khoiriyah Utin Rahmah Vina Heimatul Ula Wafirotul Laila
Kelas MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs MTs
No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Nama Wahyuni Zuliyanti Wiwik Setya Zulfa Kamila Al Istiyanah Ana Zuhrotun Apriliawati Arinal Maghfiroh Aryani Asih Fitriani Dea Pramanita Dewi Lestari Fitri Widiyanti Fitrianingsih Hanifah Yuliani Irma Nur Rochmah Laili Fadhilah Linda Istiroh Mar’atus Solikhah Maunatul Kholisoh Nahdhotul Ulfah Ni’mah Maemunah Nur Khofifah Nurul Aliyah Nurul Muthmainah Suryati Syarifatul Nurul Tatik Farikha Visi Woro Wahyu Lestari Wasilatut
Kelas MTs MTs MTs MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA MA
C. Penyajian Data 1. Data Angket Rutinitas Puasa Senin Kamis Data mengenai rutinitas Puasa Senin Kamis ini penulis peroleh dari angket yang penulis sebarkan kepada 60 santriwati yang menjadi responden. Angket rutinitas puasa Senin Kamis ini berupa 5 aitem pertanyaan dalam bentuk essay, di mana responden dapat menjawab secara bebas. Jawaban dari aitem nomor 1-4 digunakan untuk menggambarkan subjek penelitian. Sedangkan aitem pertanyaan nomor 5 untuk mengukur frekuensi puasa Senin Kamis santriwati. Adapun data mengenai frekuensi puasa Senin Kamis santriwati adalah sebagai berikut.
Tabel 5 Data Frekuensi Puasa Senin Kamis Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Responden A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA AB AC AD
F 30 50 50 28 30 35 60 30 30 50 40 30 40 30 80 30 20 20 20 80 20 20 40 40 70 40 26 60 70 30
No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Responden AE AF AG AH AI AJ AK AL AM AN AO AP AQ AR AS AT AU AV AW AX AY AZ BA BB BC BD BE BF BG BH
F 20 30 30 40 70 12 20 30 30 40 12 10 50 20 40 40 20 40 20 20 40 20 30 30 80 40 30 50 50 30
2. Data Angket Pengendalian Diri Santriwati Data mengenai pengendalian diri ini juga penulis peroleh dari angket yang penulis sebarkan kepada 60 santriwati yang menjadi responden. Angket tersebut berisi 15 aitem pertanyaan dengan rincian 8 pernyataan positif dan 7 pernyataan negatif, dengan pilihan jawaban S (Selalu), SS (Sangat Sering), Sr (Sering), Kk (Kadang-kadang), TP (Tidak Pernah), di mana responden harus menjawab dengan member tanda silang pada kolom yang tersedia. Dari pengisian angket tersebut penulis berharap dapat memperoleh data yang akurat untuk mengukur pengendalian diri santriwati.
Karena
pengendalian
diri
bersifat
kualitatif,
penulis
mengubahnya menjadi data kuantitatif dengan menggunakan standar skor tertentu (scoring). Angket ini menggunakan aitem unfavorable, yaitu dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk Pernyataan yang Positif a) Jawaban responden S diberi skor 5 (lima) b) Jawaban responden SS diberi skor 4 (empat) c) Jawaban responden Sr diberi skor 3 (tiga) d) Jawaban responden Kk diberi skor 2 (dua) e) Jawaban responden TP diberi skor 1 (satu) 2) Untuk Pernyataan yang Negatif a) Jawaban responden S diberi skor 1 (satu) b) Jawaban responden SS diberi skor 2 (dua) c) Jawaban responden Sr diberi skor 3 (tiga)
d) Jawaban responden Kk diberi skor 4 (empat) e) Jawaban responden TP diberi skor 5 (lima) Adapun data mengenai pengendalian diri santriwati adalah sebagai berikut. Tabel 6 Data Pengendalian Diri Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar
No Item
No. Resp 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Jumlah 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
2 2 5 2 2 5 5 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 5 2
4 2 4 4 4 4 2 4 1 2 4 3 4 1 4 2 1 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4
2 3 2 2 2 2 4 1 2 5 2 3 4 1 3 4 2 5 2 3 4 2 3 2 5 3 1 5 2
4 4 4 5 4 4 5 2 4 4 4 4 4 5 5 4 4 3 5 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4
2 3 3 2 2 2 1 2 5 2 2 2 2 1 2 2 2 1 3 2 1 2 4 2 1 3 5 1 1
4 4 1 4 1 4 5 4 3 1 4 3 4 4 2 2 3 5 1 4 5 4 4 4 1 4 1 4 1
4 5 4 4 4 5 5 4 4 3 4 4 3 4 4 4 5 4 3 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4
2 2 2 2 2 2 4 5 2 5 5 2 5 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2 3 2 2 3 5 5
2 4 2 2 2 1 4 2 2 4 2 3 2 5 2 3 2 2 1 3 2 2 2 3 2 4 3 2 2
4 4 4 4 4 4 5 1 3 5 4 4 3 2 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5 2 5 5
2 5 2 1 2 2 4 2 2 4 2 1 5 3 5 2 2 4 5 5 3 3 3 3 3 4 2 4 3
5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5
2 2 5 2 2 1 4 2 3 5 2 3 2 5 2 3 2 2 2 3 2 2 5 2 5 2 5 2 2
2 2 3 2 2 3 4 2 2 2 2 2 3 3 1 2 2 5 2 2 3 2 3 2 3 2 2 5 2
4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4
45 51 50 45 42 48 62 42 43 53 47 44 52 48 47 44 42 49 45 53 49 45 52 48 51 51 48 61 46
30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.
2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 3 4 5 2 2 2 2 5 2 2 2 2 3 2 5 2 2 5 2 2
2 4 4 3 2 4 4 4 4 3 3 4 4 4 1 1 4 4 4 1 1 4 4 3 1 1 4 3 3 5 4
5 2 2 5 2 5 5 1 2 2 2 4 2 3 2 5 2 5 2 2 2 2 1 2 2 5 2 2 3 5 2
4 1 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 5 4 4 4 4 4
1 3 3 2 3 4 2 2 2 2 2 3 1 3 2 3 5 2 2 2 5 2 1 2 2 5 2 2 3 4 2
1 1 1 4 3 4 4 3 4 4 1 3 2 3 4 4 5 2 4 4 4 4 1 1 1 5 3 3 3 4 4
3 5 3 4 4 4 4 4 1 4 5 4 2 2 4 4 4 4 5 1 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4
2 3 2 1 2 4 1 2 3 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 3 1 2 2 5 2 2 4 4 2
2 1 1 2 2 5 2 2 2 2 2 2 5 2 2 3 2 2 1 2 2 3 1 5 2 5 2 5 3 2 2
4 3 3 4 4 4 4 4 2 2 4 3 5 3 3 4 1 4 4 3 3 4 2 4 4 5 4 4 4 2 2
4 5 5 5 4 5 3 3 5 3 5 2 4 5 2 2 5 2 2 2 2 3 1 3 2 5 2 3 4 2 5
3 5 5 4 4 5 5 4 1 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 3 1
3 3 2 2 2 5 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 5 2 2 3 3 2
4 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 1 5 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 1 2 3 3 2 3
4 1 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 2 4 4 4 5 4 5 4 4 4 2 4 4 5 4 4 4 4 4
44 41 44 49 44 64 50 43 41 42 46 47 42 51 40 46 49 45 48 37 42 48 27 46 38 66 43 46 54 50 43
BAB IV ANALISIS DATA
Analisis data bertujuan membuktikan hipotesis mengenai variabel penelitian yang ditetapkan sebelumnya yaitu menguji apakah ada pengaruh rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011. Perolehan data berasal dari angket yang penulis sebarkan pada 60 orang responden. Dari sejumlah responden tersebut diperoleh data mengenai variabel rutinitas puasa Senin Kamis dan pengendalian diri santriwati. Data mengenai rutinitas puasa Senin Kamis merupakan variabel X, sedangkan data pengendalian diri santriwati merupakan variabel Y. Pengolahan data dilaksanakan setelah data terkumpul. Penulis menggunakan analisis kuantitatif atau analisis data yang bersifat statistik dengan melalui tiga tahap yaitu tahap analisis pendahuluan, analisis uji hipotesis, dan analisis lanjut. A. Analisis Pendahuluan Data mentah dari hasil angket, penulis kelompokkan menurut variabel masing-masing kemudian penulis mencatat hasil angket ke dalam tabel. Perolehan jawaban angket tersebut kemudian dijumlah dan penulis memperoleh perolehan total dari jawaban tersebut sesuai kelompok variabelnya. Pengelompokkan data tersebut dilakukan dengan menyusun tabel-tabel distribusi frekuensi untuk setiap variabel yang terdapat dalam penelitian. Adapun hasil dari angket masing-masing variabel dapat dilihat di
78
bab III pada tabel 5 untuk rutinitas puasa Senin Kamis dan tabel 6 untuk pengendalian diri santriwati. Setelah data tentang variabel rutinitas puasa Senin Kamis dan pengendalian diri santriwati terkelompokkan, penulis menyusun tabel distribusi frekuensi untuk setiap variabel. Tabel distribusi frekuensi disusun dengan cara terlebih dahulu menentukan jumlah interval kelas dengan menggunakan rumus Sturges (Sugiono, 2007:34) yaitu
K = 1 + 3,3 log ( n )
Keterangan:
K = Jumlah Kelas Interval n
= Jumlah Data Observasi
log = Logaritma
Langkah-langkah penyusunan tabel distribusi frekuensi dapat dilihat pada gambar 4 berikut.
Daftar Frekuensi 1.
Jumlah Kelas Interval K = 1 + 3,3 log n K = 1 + 3,3 log 60 K = 1 + 3,3 . 1,77815 K = 1 + 5,8678 K = 6,8678 (diambil 7) K=7
2.
Rentang Data Rentang
= Data terbesar - Data terkecil = 80 – 10 = 70
3.
Panjang Kelas Panjang kelas = Rentang / Jumlah kelas = 70 / 7 = 10
Gambar 4: Langkah penentuan Distribusi Frekuensi Variabel X
Untuk menyusun tabel distribusi frekuensi, maka perlu melakukan langkah-langkah yaitu pertama, menghitung jumlah kelas interval dengan menggunakan rumus Sturges (Sugiono, 2007:34). Karena sampel (n) yang diambil berjumlah 60 orang, maka jumlah kelas interval adalah 6,86 atau diambil 7. Kedua, menghitung rentang data yaitu dengan rumus Rentang = data terbesar – data terkecil (Sugiono, 2007:36). Pada variabel rutinitas puasa Senin Kamis data terbesarnya adalah 80 dan data terkecil adalah 10 sehingga ditemukan rentangnya 70. Ketiga, menghitung panjang kelas dengan rumus Panjang Kelas = Rentang dibagi Jumlah Kelas (Sugiono, 2007:36),
rentangnya 70 dan jumlah kelas 7 sehingga ditemukan panjang kelas 10. Setelah itu langkah terakhir adalah menyusun tabel distribusi frekuensi seperti tabel 7 berikut. Agar penyajian data lebih mudah dipahami maka dinyatakan dalam persen (%). Penyajian data yang merubah frekuensi menjadi persen, dinamakan Tabel Distribusi Frekuensi Relatif. Cara pembuatannya adalah dengan merubah frekuensi menjadi persen, yaitu = Frekuensi : Jumlah Data Observasi (n) X 100 % (Sugiono, 2007:39). Tabel 7 Distribusi Frekuensi Relatif Rutinitas Puasa Senin Kamis
No. Kelas 1 2 3 4 5 6 7
Kelas Interval 10 – 19 20 – 29 30 – 39 40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 80 Jumlah
Frekuensi 3 14 17 12 6 2 6 60
Relatif ( % ) 5,0 23,33 28,33 20,0 10,0 3,33 10,0 100,0
Langkah-langkah tersebut penulis terapkan pula dalam membuat tabel distribusi frekuensi variabel pengendalian diri santriwati yang dapat dilihat pada gambar 5 berikut.
Daftar Frekuensi 1.
Jumlah Kelas Interval K = 1 + 3,3 log n K = 1 + 3,3 log 60 K = 1 + 3,3 . 1,77815 K = 1 + 5,8678 K = 6,8678 (diambil 7) K=7
2.
Rentang Data Rentang
= Data terbesar - Data terkecil = 66 – 27 = 39
3.
Panjang Kelas Panjang kelas = Rentang / Jumlah kelas = 39 / 7 = 5,57 (diambil 6) =6
Gambar 5: Langkah penentuan Distribusi Frekuensi Variabel Y
Hasil akhir dari langkah-langkah membuat tabel distribusi frekuensi variabel Y (pengendalian diri) tersebut di atas adalah sebuah tabel distribusi frekuensi seperti tabel 8 berikut. Tabel 8 Distribusi Frekuensi Relatif Pengendalian Diri Santriwati
No. Kelas 1 2 3 4 5 6 7
Kelas Interval 27 – 32 33 – 38 39 – 44 45 – 50 51 – 56 57 – 62 63 – 68 Jumlah
Frekuensi 1 2 18 26 9 2 2 60
Relatif ( % ) 1,7 3,3 30,0 43,3 15,0 3,3 3,3 100,0
B. Analisis Uji Hipotesis Analisis dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel. Dalam penelitian ini ingin mencari ada tidaknya pengaruh antara variabel X berupa rutinitas puasa Senin Kamis dan variabel Y berupa pengendalian diri santriwati. Dalam analisis ini penulis mengadakan perhitungan lebih lanjut dengan menguji hipotesis. Penulis menggunakan rumus Korelasi Product Moment (Arikunto, 2006:275) sebagai berikut. Untuk menentukan koefisien korelasi digunakan rumus:
rxy =
N ∑XY – ( ∑X ) ( ∑Y ) { N ∑X2 – ( ∑X)2 } { N ∑Y2 – ( ∑Y)2 }
Keterangan:
rxy
: Koefisien korelasi antara X dan Y
XY
: Perkalian antara X dan Y
X
: Variabel pelaksanaan puasa sunnah
Y
: Variabel pendidikan pengendalian diri
∑
: Sigma (Jumlah) (Arikunto, 2006:276).
1. Membuat Tabel Kerja Koefisien Korelasi antara X Dan Y Terlebih dahulu sebelum mencari nilai korelasi antara variabel rutinitas puasa Senin Kamis dan pengendalian diri santriwati, penulis membuat tabel kerja koefisien korelasi antara X dan Y. Tabel kerja koefisien korelasi memuat nilai-nilai kuesioner untuk variabel X dan Y, kuadrat variabel X dan kuadrat variabel Y, perkalian variabel X dengan variabel Y, serta jumlah masing-masing kolom.
Tabel 9 Koefisien Korelasi antara Variabel X dan Y
No. Resp
X
Y
X2
Y2
X.Y
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
30 50 50 28 30 35 60 30 30 50 40 30 40 30 80 30 20 20 20 80 20 20 40 40 70 40 26 60 70 30 20 30 30 40 70 12 20 30 30 40 12
45 51 50 45 42 48 62 42 43 53 47 44 52 48 47 44 42 49 45 53 49 45 52 48 51 51 48 61 46 44 41 44 49 44 64 50 43 41 42 46 47
900 2500 2500 784 900 1225 3600 900 900 2500 1600 900 1600 900 6400 900 400 400 400 6400 400 400 1600 1600 4900 1600 676 3600 4900 900 400 900 900 1600 4900 144 400 900 900 1600 144
2025 2601 2500 2025 1764 2304 3844 1764 1849 2809 2209 1936 2704 2304 2209 1936 1764 2401 2025 2809 2401 2025 2704 2304 2601 2601 2304 3721 2116 1936 1681 1936 2401 1936 4096 2500 1849 1681 1764 2116 2209
1350 2550 2500 1260 1260 1680 3720 1260 1290 2650 1880 1320 2080 1440 3760 1320 840 980 900 4240 980 900 2080 1920 3570 2040 1248 3660 3220 1320 820 1320 1470 1760 4480 600 860 1230 1260 1840 564
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Jumlah
10 50 20 40 40 20 40 20 20 40 20 30 30 80 40 30 50 50 30 2193
42 51 40 46 49 45 48 37 42 48 27 46 38 66 43 46 54 50 43 2819
100 2500 400 1600 1600 400 1600 400 400 1600 400 900 900 6400 1600 900 2500 2500 900 97573
1764 2601 1600 2116 2401 2025 2304 1369 1764 2304 729 2116 1444 4356 1849 2116 2916 2500 1849 134787
Diketahui
∑X
= 2193
∑Y2
∑Y
= 2819
∑XY = 107242
∑X2
= 97573
(∑X)2 = 4809249
420 2550 800 1840 1960 900 1920 740 840 1920 540 1380 1140 5280 1720 1380 2700 2500 1290 107242
= 134787
(∑Y)2 = 7946761 2. Mencari Nilai rxy Berdasarkan data-data pada tabel kerja koefisien korelasi yang telah dibuat, penulis kemudian melakukan perhitungan matematis untuk mencari nilai rxy seperti berikut:
rxy
=
N ∑XY – (∑X) (∑Y)
{ N ∑X2 – (∑X)2 } { N ∑Y2 – (∑Y)2 } =
(60 x 107242) – (2193 x 2819)
{ (60 x 97573) – 4809249 } { (60 x 134787) – 7946761 } =
6434520 – 6182067 (5854380 – 4809249) (8087220 – 7946761)
=
252453 1045131 x 140459
=
252453 146798055129
=
252453 383142,34316896
=
0,658
C. Analisis Lanjut 1. Rutinitas Puasa Senin Kamis Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011 Data rutinitas puasa Senin Kamis diperoleh melalui hasil kuesioner yang disebarkan kepada 60 orang responden. Dari tabel distribusi frekuensi
diketahui
pengelompokkannya
7
kelas
penulis
interval,
agar
menyederhanakan
mudah
menjadi
5
dalam untuk
menentukan tinggi rendahnya rutinitas puasa Senin Kamis. Dengan rentang 10-23 berarti sangat rendah, rentang 24-37 berarti rendah, rentang 38-51 berarti sedang, rentang 52-65 berarti tinggi, dan rentang 66-80 berarti sangat tinggi. Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh nilai minimum sebesar 10 dan nilai maksimum sebesar 80 seperti pada tabel 5. Nilai ratarata 40,21 dan standar deviasi 16,96. Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa perolehan paling sedikit terdapat pada interval kelas keenam yaitu 2 (3,33%), sedangkan perolehan skor paling banyak terdapat pada interval kelas ketiga dengan frekuensi terbanyak 17 (28,33%). Dari hasil perhitungan diperoleh Modus (Mo) = 33,25 dan Median (Md) = 37,1. Sedangkan nilai rata-rata atau Mean (Me) = 40,21 dan simpangan baku atau standar deviasi (S) = 16,96. Diketahui bahwa responden yang menjawab pada rentang nilai sangat rendah (10-23) berjumlah 15 responden (25%), responden yang menjawab pada rentang nilai rendah (24-37) berjumlah 19 (31,67%), responden yang menjawab pada rentang nilai sedang (38-51) berjumlah 18
(30%), responden yang menjawab pada rentang nilai tinggi (52-65) berjumlah 2 (3,33%), dan responden yang menjawab pada rentang nilai sangat tinggi (66-80) berjumlah 6 (10%). Penulis mengambil kesimpulan bahwa rutinitas puasa Senin Kamis santriwati Pondok Pesantren Al-Manar memiliki nilai rendah yaitu (24-37) berjumlah 19 (31,67%). Data mengenai tinggi rendahnya rutinitas puasa Senin Kamis dapat dilihat pada tabel 10 berikut. Tabel 10 Tinggi Rendahnya Puasa Senin Kamis Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar
No 1 2 3 4 5
Interval Nilai 10-23 24-37 38-51 52-65 66-80
Frekuensi 15 19 18 2 6
Prosentase (%) 25,0 31,67 30,0 3,33 10,0
Jumlah
60
100
Keterangan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Penulis mempunyai analisis tentang temuan pada subjek dari data rutinitas puasa Senin Kamis, di antaranya adalah mulainya santriwati berpuasa Senin Kamis, tujuannya melakukan puasa Senin Kamis, siapa saja yang menganjurkan puasa Senin Kamis, dan jenis puasa sunnah yang dilakukan santriwati. Pada umumnya santriwati mulai puasa Senin Kamis sejak SD, namun ada pula yang dimulai sejak SMP, SMA, bahkan ketika masuk pesantren. Ada banyak tujuan puasa Senin Kamis yang dilakukan santriwati adalah untuk mencari ridha Allah, mudah mencari ilmu,
memenuhi hajat, mengendalikan hawa nafsu, dan lainnya. Rutinnya puasa Senin Kamis yang dilakukan santriwati karena anjuran dari orangtua, guru, bahkan dari diri sendiri. Selain puasa Senin Kamis, santriwati juga melakukan puasa sunnah lainnya seperti puasa Dzulhijjah, Muharam, Nadzar, Rajab, Daud, dan lainnya. 2. Pengendalian Diri Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011 Data pengendalian diri juga diperoleh melalui hasil kuesioner yang disebarkan kepada 60 orang responden. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi
diketahui
7
kelas
interval,
agar
mudah
dalam
pengelompokkannya penulis juga menyederhanakan menjadi 5 untuk menentukan tinggi rendahnya pengendalian diri santriwati. Dengan rentang 27-34 berarti sangat rendah, rentang 35-42 berarti rendah, rentang 43-50 berarti sedang, rentang 51-58 berarti tinggi, dan rentang 59-66 berarti sangat tinggi. Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh nilai minimum sebesar 27 dan nilai maksimum sebesar 66 seperti pada tabel 6. Nilai ratarata 46,9 dan standar deviasi 6,53. Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa perolehan paling sedikit terdapat pada interval kelas pertama yaitu 1 (1,7%), sedangkan perolehan skor paling banyak terdapat pada interval kelas keempat dengan frekuensi terbanyak 26 (43,3%). Dari hasil perhitungan diperoleh Modus (Mo) = 46,42 dan Median (Md) = 46,54. Sedangkan nilai rata-rata atau Mean (Me) = 46,9 dan simpangan baku atau standar deviasi (S) = 6,53.
Diketahui bahwa responden yang menjawab pada rentang nilai sangat rendah (27-34) berjumlah 1 responden (1,67%), responden yang menjawab pada rentang nilai rendah (35-42) berjumlah 11 (18,33%), responden yang menjawab pada rentang nilai sedang (43-50) berjumlah 35 (58,33%), responden yang menjawab pada rentang nilai tinggi (51-58) berjumlah 9 (15%), dan responden yang menjawab pada rentang nilai sangat tinggi (59-66) berjumlah 4 (6,67%). Maka penulis mengambil kesimpulan bahwa pengendalian diri santriwati Pondok Pesantren Al-Manar memiliki nilai sedang yaitu (43-50) berjumlah 35 (58,33%). Data mengenai tinggi rendahnya pengendalian diri santriwati dapat dilihat pada tabel 11 berikut. Tabel 11 Tinggi Rendahnya Pengendalian Diri Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar
No 1 2 3 4 5
Interval Nilai 27-34 35-42 43-50 51-58 59-66
Frekuensi 1 11 35 9 4
Prosentase (%) 1,67 18,33 58,33 15,0 6,67
Jumlah
60
100
Keterangan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Tindak kriminal di kalangan remaja belakangan ini cukup gencar diberitakan di media massa. Perbuatan tidak terpuji seperti halnya pencurian yang dilakukan anak belasan tahun terjadi di berbagai tanah air. Selain itu, 9 pelajar SLTA kelas III (7 putra dan 2 putri) di salah satu kota di Jawa Barat telah dikeluarkan dari sekolahnya karena diketahui telah
melakukan
amoral,
yaitu
melakukan
praktik
prostitusi
dengan
menggunakan obat-obat terlarang (Yusuf, 2001:144). Melihat fenomena remaja masa kini sungguh memprihatinkan, mereka terjerumus ke dalam tindak kriminal dan amoral tersebut dikarenakan kurangnya pengendalian diri, mereka perlu bimbingan dari orangtua, guru, dan pendekatan agama. Namun, bila dilihat perkembangan remaja santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Bener, mereka memiliki pengendalian diri yang cukup tinggi, dibandingkan remaja pada umumnya. Sebab santriwati sudah membiasakan dirinya untuk mengendalikan diri dari hal-hal negatif, salah satu caranya adalah dengan puasa Senin Kamis. Walaupun santriwati itu termasuk orang yang dikatakan dekat dengan agama, akan tetapi mereka tetap seorang remaja di mana masa remaja adalah masa yang penuh emosi yang meledak-ledak, sulit untuk dikendalikan (Sarwono, 1997:83). Namun, para santriwati sudah memiliki solusi untuk mengendalikan emosi tersebut, yaitu dengan puasa Senin Kamis. 3. Rutinitas Puasa Senin Kamis terhadap Pengendalian Diri Santriwati Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2011 Pada analisa lanjut ini, penulis menginterpretasikan hasil analisis uji hipotesis, jika rxy > rt berarti signifikan, yaitu ada pengaruh yang positif antara pengaruh puasa Senin Kamis dengan pengendalian diri santriwati, dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan diterima. Tetapi bila rxy <
rt
berarti tidak signifikan atau tidak ada hubungan atau
pengaruh yang positif antara pengaruh puasa Senin Kamis dengan pengendalian diri santriwati, dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan ditolak atau tidak diterima. Dari analisis uji hipotesis diketahui sebagai berikut: a.
rxy = 0,658
b. Nilai pada tabel r Product Moment dengan n = 60 dan taraf signifikansi 5% adalah 0,254 (rt = 0,254) c. Nilai pada tabel r Product Moment dengan n = 60 dan taraf signifikansi 1% adalah 0,330 (rt = 0,330) Penulis mengkonsultasikan nilai
rxy
dengan nilai rt. Hasilnya
adalah rxy (0,658) > rt (0,254). Hal ini berarti untuk taraf signifikansi 5%, hubungan antara variabel X dengan variabel Y adalah signifikan secara statistik. Penulis mengkonsultasikan nilai rxy dengan nilai rt. Hasilnya adalah rxy (0,658) > rt (0,330). Hal ini berarti untuk taraf signifikansi 1%, hubungan antara variabel X dengan variabel Y adalah signifikan secara statistik. Jadi ada pengaruh positif sebesar 0,658 rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri santriwati. Hal ini berarti semakin tinggi rutinitas puasa Senin Kamis, maka akan semakin tinggi pula pengendalian diri santriwati. Koefisien korelasi hasil perhitungan tersebut signifikan (dapat digeneralisasikan) atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan r
tabel, dengan taraf kesalahan tertentu. Bila taraf kesalahan 5% dengan N = 60, maka harga r tabel = 0,254; dan taraf kesalahan 1% dengan N = 60, maka harga r tabel = 0,330. Ternyata harga r hitung lebih besar dari harga r tabel, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi, kesimpulannya ada pengaruh positif dan nilai koefisien korelasi rutinitas puasa Senin Kamis terhadap pengendalian diri santriwati sebesar 0,658 (Sugiono, 2007:230). Jika dilihat dari subjek penelitian yaitu santriwati MTs dan MA, mereka memiliki rutinitas yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun mereka berada pada usia remaja, di mana masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, mereka sudah membiasakan puasa Senin Kamis sejak dini untuk mengatasi berbagai macam persoalan hidup. Dengan rutinitas puasa Senin Kamis, mereka berlatih untuk mengendalikan diri. Dengan adanya penelitian ini ternyata rutinitas puasa Senin Kamis terbukti memiliki pengaruh positif terhadap pengendalian diri.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Rutinitas puasa Senin Kamis yang dilakukan oleh santriwati Pondok Pesantren Al-Manar tahun 2011
menunjukkan bahwa santriwati
mempunyai tingkat rutinitas puasa Senin Kamis yang rendah. Hal ini terbukti dari prosentase tertinggi jawaban santriwati yang menjadi responden mengenai rutinitas puasa Senin Kamis berada pada kategori rendah. 2. Pengendalian diri yang dimiliki santriwati Pondok Pesantren Al-Manar tahun 2011 dapat dikualifikasikan pada tingkat sedang. Hal ini terbukti dari prosentase tertinggi jawaban santriwati yang menjadi responden mengenai pengendalian diri berada pada kategori sedang. 3. Rutinitas puasa Senin Kamis mempunyai pengaruh positif terhadap pengendalian diri santriwati. Puasa Senin Kamis merupakan salah satu sarana untuk mengendalikan diri. Hal ini terbukti dari analisis uji hipotesis dengan mengkonsultasikan nilai rxy dengan nilai rt. Hasilnya adalah nilai
rxy (0,658) > rt 5% (0,254) dan rt 1% (0,330).
95
B. Saran-Saran 1. Untuk lembaga pendidikan formal maupun informal hendaknya dapat mengembangkan
program
puasa
sunnah
salah
satunya
dengan
mentradisikan puasa Senin Kamis kepada para peserta didik khususnya dan masyarakat pada umumnya. 2. Untuk para peserta didik (santri) hendaknya dapat melaksanakan puasa Senin Kamis lebih rutin agar bisa mengendalikan diri dari tindak kriminilitas yang tidak sesuai dengan norma masyarakat. 3. Untuk para peneliti selanjutnya hendaknya dapat melakukan penelitian dengan pendekatan kualititatif, serta menggunakan metode-metode yang variatif.
DAFTAR PUSTAKA
Adlany A., Nazri, Hanafi Tamam, & A. Faruq Nasution. 2004. Al-Qur’an Terjemah Indonesia. Jakarta: PT Sari Agung. Al-Ghazali, Imam. 1990. Ihya’ ‘Ulumiddin Jilid II. Semarang: Asy-Syifa’. Al-Jarjawi, Ali Ahmad. 2006. Indahnya Syariat Islam. Jakarta: Gema Insani. Anwar, Chairil. 2000. Islam dan Tantangan Kemanusiaan Abad Xxi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azhim, Irfan Abdul. 2011. Mudah dan Berkah Menjalankan Puasa Sunnah. Solo: Shahih. Basyir, Ahmad Azhar. 2003. Falsafah Ibadah dalam Islam. Yogyakarta: UII Press. Covey, Stephen R. 1994. 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. Jakarta: Binarupa Aksara. Daradjat, Zakiah. 1979. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dhofier, Zamakhsyari. 1983. Tradisi Pesantren (Studi tentang Pandangan Hidup Kyai). LP3ES. Ghozali S., Ahmad. 2009. Keajaiban Puasa Sunnah. Yogyakarta: Genius Publisher. Gunarsa, S. D. 2004. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara. Hasbi Ash-Shiddieqy, T. M. 1983. Pedoman Puasa. Jakarta: N.V. Bulan Bintang. Hawwa, Sa’id. 2004. Mensucikan Jiwa (Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu). Jakarta: Robbani Press. Hurlock, E. B. 1996. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga. Josephson M. S., dkk. 2003. Menumbuhkan 6 Sikap Remaja Idaman (Panduan bagi Orangtua). Bandung: Kaifa. Kartini, Kartono & Jenny Andari. 1989. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam. Bandung: Mandar Maju. Kaysan, Ahmad Tubagus. 2010. Dahsyatnya Dibalik Puasa Senin Kamis. Yogyakarta: MultiPress. Madjid, Nurcholis. 1997. Bilik-Bilik Pesantren (Sebuah Potret Perjalanan). Jakarta: Paramadina. Mas’ud, Abdurrahman. 2003. Menuju Paradigma Islam Humanis. Yogyakarta: Gama Media.
Maududi, Abul’Ala. 1983. Dua Pilar Islam (dalam Sistem Peribadatan). Semarang: CV. Toha Putra. Muharsih, L. 2004. Hubungan antara Kontrol Diri dengan Kecerdasan Perilaku Konsumtif pada Remaja di Jakarta Pusat. Skripsi pada Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan) Musbikin, Imam. 2004. Rahasia Puasa bagi Kesehatan Fisik dan Psikis (Terapi Religius). Yogyakarta: Mitra Pustaka. Poerwadarminta, W. J. S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ra’uf, Amrin. 2010. Hidup yang Serba Dahsyat dengan Puasa Senin Kamis. Yogyakarta: Diva Press. Resti, M. 2000. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Kotrol Diri Anak pada Masa Anak Akhir di Lingkungan Keluarga. Skripsi pada Universitas Padjajaran. (Tidak Diterbitkan). Sarwono, Sarlito Wirawan. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1 (Pandangan Umum Mengenai Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental serta Teori-Teori yang Terkait). Yogyakarta: Kanisius. Sugiono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Suryabrata, Sumadi. 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers. Syarifuddin, Ahmad. 2008. Puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis. Jakarta: Gema Insani. Tono, Sidik., dkk. 1998. Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta: UII Press Indonesia. Yasmadi. 2005. Modernisasi Pesantren. Ciputat: Quantum Teaching. Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fathonah Desy Anna
NIM
: 11107092
Tempat Tanggal Lahir: Cirebon, 1 Desember 1988 Alamat
: Jl. Slamet Riyadi, Rt/Rw: 03/03, dusun Tegal Rejo, kecamatan Bawen, kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Riwayat Pendidikan : 1. SDN Bawen 01 2. MTs. Assalaam Temanggung 3. MA Assalaam Temanggung 4. S1 STAIN Salatiga Demikian surat ini dibuat dengan sebenarnya.
Salatiga, 7 September 2011 Penulis