PENGARUH PENGUNGKAPAN MANAJEMEN RISIKO TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia)
NOVA M WIDODO Universitas Merdeka Madiun FATCHUR ROHMAN Universitas Merdeka Madiun YOGY BUDI YUDAWIJAYA STIE Wijaya Mulya Surakarta
ABSTRACT The objective of the empirical study is to examine risk management disclosure to the value of the firm. This study used purposive sampling method. The sample was 49 oil and gas firm listed on Indonesian Stock Exchange in 2010-2011. The analysis are descriptive statistics, and multiple regression analysis Risk management disclosure in oil and gas firm consists of the financial risk, operational risk, and legitimacy risk. Firm value used return on asset ratio. The results prove that: legitimacy risk positively affects the value of firm. Financial risk and operational risk have not affect to value of firm. Keywords: risk management disclosure, oil and gas firm, firm value. PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengungkapan manajemen risiko terhadap nilai perusahaan tambang. Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui pengungkapan manajemen risiko yang telah dilakukan perusahaan tambang dan dampak pengungkapan manajemen risiko pada perusahaan tambang. Praktik pengungkapan manajemen risiko perusahaan pertambangan dalam penelitian ini diproksikan dengan risiko keuangan, risiko operasi, risiko pemberdayaan, risiko teknologi dan informasi (Amran et al., 2009). Penelitian terkait pengungkapan manajemen risiko pernah dilakukan terutama
pada sektor privat dan publik (Amran et al., 2009; Emm, Gerald dan Chen.,2007; Judge dan Clark, 2001; serta Lajilli dan Daniel, 2005; Sofi, 2011; Yudawijaya, 2011). Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu mengambil objek penelitian pada sektor pertambangan. Alasan yang mendasari pengambilan objek tersebut karena semakin besarnya tuntutan dari stakeholder mengenai kepastian risiko yang ditanggung oleh stakeholder pada perusahaan pertambangan. Pengungkapan risiko mulai menjadi topik utama sejak tahun 1998 ketika Institute of Chartered Accountants in England and Wales mempublikasikan sebuah discussion paper berjudul “Financial Reporting of Risk
FORUM AKADEMIKA – Proposals for a Statement of Business Risk”. ICAEW menyarankan kepada direksi untuk menyediakan informasi manajemen risiko pada laporan tahunan untuk memfasilitasi para stakeholder membuat keputusan (Linsley dan Shrives, 2006). Menurut Linsley dan Shrives (2006), pengungkapan risiko dalam laporan tahunan saat ini, disediakan dalam beberapa bentuk atau format, namun tidak dalam bentuk yang mudah dipahami oleh para stakeholder. Laporan tahunan berarti tidak menggambarkan pembahasan yang rasional mengenai risiko, sehingga hal ini menjadi sebuah tantangan bagi manajemen untuk mengungkap risiko yang mempengaruhi perusahaannya dalam bentuk yang lebih baik. Pengungkapan risiko perusahaan adalah dasar dari praktik akuntansi dan investasi (ICAEW, 1999). Dengan menyediakan informasi risiko, perusahaan dapat membantu investor dalam proses pembuatan keputusan investasi yang rasional (Kieso dan Weygandt, 1995). Menurut Bujaki et al., ketiadaan informasi risiko dapat membuat investor salah dalam meramal situasi masa depan karena kurang akuratnya informasi yang disediakan perusahaan. Selanjutnya, pengungkapan risiko berguna dalam mengurangi asimetri informasi antara manajer dan investor (Bujaki et al., 1999). Sebagai contoh risiko pada perusahaan tambang adalah PT Newmont Nusa Tenggara melakukan pembuangan limbang tambang (tailing) sebanyak 140.000 ton per hari ke laut Teluk Senunu, NTB. Jumlah limbah ini setara dengan 21 kali lipat sampah harian kota Jakarta. Dalam sebuah wawancara dokumenter yang dilakukan oleh WALHI pertengahan awal 2011, nelayan-nelayan sekitar Teluk Senunu mengeluhkan tangkapan ikan yang menurun drastis semenjak pembuangan tailing (limbah tambang) dilakukan (WALHI, 2012).
2 Pengungkapan manajemen risiko pada perusahaan tambang harus memadai agar dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan yang cermat dan tepat. Pengungkapan informasi risiko perusahaan tambang perlu dilakukan secara berimbang. Informasi yang disampaikan bukan hanya informasi yang bersifat positif saja, namun termasuk informasi yang bersifat negatif. Terutama informasi yang terkait dengan aspek risiko manajemen. Permintaan stakeholder terhadap pengungkapan yang lebih transparan membuat perusahaan melakukan perluasan terhadap wilayah pengungkapannya, dengan membuat pengungkapan mengenai informasi-informasi nonkeuangan yang dianggap lebih relevan dan transparan sebagai bentuk pertimbangan dalam pembuatan keputusan (Anisa, 2012). Pengungkapan manajemen risiko yang dilaksanakan oleh manajemen bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh manajemen dalam mengatasi risiko. Bagi pengguna laporan keuangan pengungkapan manajemen risiko dapat digunakan untuk menilai apakah kebijakan yang dilakukan tepat guna atau tidak, sehingga informasi yang dimiliki oleh stakeholder menjadi lengkap. Kelengkapan informasi sangat penting bagi stakeholder. Informasi yang tidak lengkap dapat menyebabkan keputusan yang diambil menjadi bias, karena tidak sesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya (Yudawijaya, 2011). Menurut Wijaya (2010), keputusan investasi pada perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Pada Investasi modal merupakan salah satu aspek utama dalam keputusan investasi pada perusahaan tambang. Keputusan pengalokasian modal ke dalam usulan investasi harus dievaluasi dan dihubungkan dengan risiko dan hasil yang diharapkan (Hasnawati, 2005).
Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap pengaruh pengungkapan manajemen risiko pada nilai perusahaan. Nilai perusahaan pada perusahaan tambang, peneliti proksikan pada tingkat profitabilitas perusahaan. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Aljifri dan Hussainey (2007) yang menemukan hubungan yang positif antara tingkat profitabilitas dengan luas pengungkapan informasi forward-looking dalam laporan tahunan perusahaan di UAE. Semakin tinggi profit margin maka akan semakin tinggi pengungkapannya (Almilia dan Retrinasari, 2007). Profit margin yang tinggi akan mendorong para manajer untuk memberikan informasi yang lebih terinci, sebab mereka ingin meyakinkan investor terhadap profitabilitas perusahaan dan kompensasi terhadap manajemen (Almilia dan Retrinasari, 2007). Ulupui (2007) menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earnings power dari aset perusahaan. Hasil positif menunjukkan bahwa semakin tinggi earnings power semakin efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan. Hal ini berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Ulupui (2007) menemukan hasil bahwa ROA berpengaruh positif signifikan terhadap return saham satu periode ke depan. Oleh karena itu, ROA merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Makaryawati (2002), Carlson dan Bathala (1997) juga menemukan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian terkait pengungkapan manajemen risiko pada sektor pertambangan di Indonesia sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan, meskipun demikian terdapat beberapa penelitian terkait pengungkapan manajemen risiko pada sektor privat dan publik diantaranya adalah Amran et al. (2009); Emm,
3
Gerald dan Chen. (2007); Judge dan Clark (2001); Lajilli dan Daniel (2005); sedangkan di Indonesia dilakukan oleh Sofi (2011) dan Yudawijaya (2011). Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh pengungkapan manajemen risiko terhadap nilai perusahaan tambang. Pada penelitian ini akan diuji pengaruh risiko keuangan, risiko operasi dan risiko pemberdayaan terhadap nilai perusahaan. Penelitian pengungkapan manajemen risiko terhadap nilai perusahaan tambang penting dilakukan, karena sebagai gambaran mengenai perusahaan dan dasar stakeholder dalam mengambil kebijakan mengenai kepastian risiko yang dihadapinya, mengingat risiko yang muncul pada perusahaan tambang sangat besar. TELAAH LITERATUR Stakeholder Theory Kirana (2009) mengartikan Stakeholder sebagai pemangku kepentingan yaitu pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompok tersebut mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh perusahaan. Teori stakeholder telah digunakan secara luas dalam studi-studi pengungkapan lainnya (Amran et al., 2009). Studi pengungkapan lain, misalnya pengungkapan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan perusahaan, intellectual property, dan manajemen risiko. Berdasarkan teori stakeholder, perusahaan yang memiliki tingkat risiko yang tinggi, akan mengungkap lebih banyak informasi risiko untuk menyediakan pembenaran dan penjelasan mengenai apa yang terjadi dalam perusahaan (Amran, et al., 2009). Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat risiko perusahaan, semakin banyak pula pengungkapan informasi risiko yang harus dilakukan perusahaan, karena
FORUM AKADEMIKA manajemen perlu menjelaskan penyebab risiko, dampak yang ditimbulkan, serta cara perusahaan mengelola risiko (Linsley dan Shrives, 2006). Pengungkapan Manajemen Risiko Risiko Menurut Amran et al (2009) adalah suatu unsur yang tidak terhindarkan dari setiap spekulasi bisnis. Brigham (2001) mendefinisikan risiko sebagai kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan. Risiko (risk) menurut ICAEW (2002) adalah situasi dimana terdapat ketidakpastian atas dampak yang akan terjadi, baik keuntungan maupun kerugian. Organisasi tidak dapat menghindari risiko, sehingga perlu melakukan langkah-langkah untuk mengantisipasi terjadinya risiko. Langkah-langkah tersebut dinamakan manajemen risiko (Yudawijaya, 2011). Manfaat yang diperoleh jika perusahaan mengungkapkan manajemen risiko adalah memperbaiki image perusahaan, memberi informasi kepada stakeholder dalam mengelola risiko, mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan (Yudawijaya, 2011). Nilai Perusahaan Menurut penelitian yang dilakukan Aljifri dan Hussainey (2007) yang menemukan hubungan yang positif antara tingkat profitabilitas dengan luas pengungkapan informasi forwardlooking dalam laporan tahunan perusahaan di UAE. Menurut Almilia dan Retrinasari (2007) semakin tinggi profit margin maka akan semakin tinggi pengungkapannya. Profit margin yang tinggi akan mendorong para manajer untuk memberikan informasi yang lebih terinci, sebab mereka ingin meyakinkan investor terhadap profitabilitas perusahaan dan kompensasi terhadap manajemen. Ulupui (2007) menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earnings power dari
4 aset perusahaan. Hasil positif menunjukkan bahwa semakin tinggi earnings power semakin efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan. Hal ini berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Ulupui (2007) menemukan hasil bahwa ROA berpengaruh positif signifikan terhadap return saham satu periode ke depan. Oleh karena itu, ROA merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Makaryawati (2002), Carlson dan Bathala (1997) juga menemukan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. PENELITIAN TERDAHULU DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji pengaruh pengungkapan manajemen risiko yang diproksikan dengan risiko keuangan, risiko operasional, risiko pemberdayaan serta risiko informasi dan teknologi terhadap nilai perusahaan. Berikut ini merupakan pengujian hipotesis yang dilakukan: Pengaruh Risiko Keuangan terhadap Nilai Perusahaan Tambang. Risiko keuangan meliputi risiko ketidakmampuan membayar hutang dan variabilitas earning per share yang berkaitan erat dengan solvabilitas perusahaan. Peningkatan dalam proporsi struktur modalnya akan meningkatkan arus kas keluar, hasil yang dicapainya adalah tingkat solvabilitas yang mengalami kenaikan (Yunianto, 2004). Ulupui (2007) menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earnings power dari aset perusahaan. Perusahaan yang memiliki earnings power adalah perusahaan yang mampu mengatasi risiko keuangan perusahaan. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan risiko keuangan yang besar dan mampu untuk
Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya mengungkapkan informasi pada laporannya. Informasi tersebut bagi stakeholder merupakan suatu nilai dalam memahami isi laporannya. Menurut logika peneliti, perusahaan yang memiliki profitabilitas yang kecil tentu tidak akan mengungkapkan risiko keuangan pada laporan tahunannya. Bahkan manajemen perusahaan cenderung menutupi risiko keuangan yang dihadapi oleh perusahaan tersebut. Sehingga perusahaan yang mampu mengungkapkan risiko keuangan pada laporan tahunan dapat diartikan bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memiliki profitabilitas besar. Berdasarkan analisis dan temuan diatas, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut. H1 : Risiko Keuangan berpengaruh positif terhadap Nilai perusahaan. Pengaruh Risiko Operasional terhadap nilai perusahaan tambang. Menurut Suratno dkk. (2006) mengatakan pelaku lingkungan yang baik percaya bahwa dengan mengungkapkan performance mereka berarti menggambarkan good news bagi pelaku pasar. Oleh karena itu, perusahaan dengan environmental performance yang baik perlu mengungkapkan informasi kuantitas dan mutu lingkungan yang lebih dibandingkan dengan perusahaan dengan environmental performance lebih buruk. Penelitian dari Tuwaijri, et al. (2004) yang menemukan hubungan positif signifikan antara environmental disclosure dengan environmental performance menunjukkan hasil yang konsisten dengan teori tersebut. Begitu pula halnya dengan penelitian serupa di Indonesia oleh Suratno dkk. (2006) yang menemukan hubungan yang positif dan signifikan secara statistik antara kinerja lingkungan dengan kinerja ekonomi.
5
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan perusahaan tambang yang mampu menyediakan informasi mengenai operasional perusahaan untuk pihak internalnya dan digunakan untuk mengungkapan risiko terdadap pihak eksternal. Berarti perusahaan tersebut memiliki Risk Management Disclosure yang baik sehingga perusahaan memiliki nilai yang tinggi terhadap stakeholder. Dari penjelasan diatas, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut. H2 : Risiko Operasional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tambang. Pengaruh Risiko pemberdayaan terhadap Nilai Perusahaan Tambang. Legitimacy theory menyatakan bahwa perusahaan secara berkesinambungan harus memastikan apakah mereka telah beroperasi di di dalam norma–norma yang dijunjung masyarakat dan memastikan bahwa aktivitas mereka bisa diterima pihak luar (dilegitimasi). Deegan (2002), menyatakan bahwa pengertian yang diberikan oleh teori legitimasi dibangun dari teori lain yaitu teori politik-ekonomi. Menurut Ardana (2008) semua organisasi pada hakikatnya merupakan sistem terbuka yang bergantung pada lingkungannya. Karena ketergantungan itu, maka setiap organisasi perlu memperhatikan pandangan dan harapan masyarakat. Risiko pemberdayaan dalam pengungkapan manajemen risiko memiliki peranan penting dalam tanggung jawab sosial masyarakat. Semua perusahaan harus tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Tanggung jawab sosial telah menjadi isu yang kian penting karena masyarakat semakin besar asanya terhadap perusahaan. Sejauh ini penulis belum menemukan penelitian yang meneliti tentang pengaruh risiko pemberdayaan dalam pengungkapan manajemen risiko terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan
FORUM AKADEMIKA logika berpikir diatas dapat disimpulkan bahwa semakin banyak risiko pemberdayaan yang diungkapkan, maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tambang. Karena perusahaan tambang yang memiliki nilai yang rendah tidak akan melakukan pengungkapan risiko pemberdayaan, karena hal ini terkait dengan kemampuan internal perusahaan. Hipotesis yang bisa diajukan dalam penelitian ini adalah. H3 : Risiko pemberdayaan berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan Tambang. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan tambang yang melakukan listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 20102011. Sedangkan untuk teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling, yaitu teknik sampling yang anggota sampelnya dipilih secara khusus berdasarkan kriteria tertentu untuk tujuan penelitian. Adapun kriteria dalam penelitian ini, yaitu: 1. Merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pertambangan. 2. Perusahaan melakukan listing di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2010-2011. 3. Perusahaan melakukan pengungkapan manajemen risiko. Dari kriteria purposive sampling diatas maka peneliti mendapatkan 57 perusahaan pertambangan pada tahun 2010-2011 yang termasuk dalam populasi penelitian. Definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah seperti diterangkan di bawah ini.
6 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data base laporan keuangan yang tersedia di pojok BEI Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan database Bursa Efek Indonesia yang tersedia secara online pada situs http://www.idx.co.id. Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan yang diproksikan terhadap profitabilitas perusahaan. Tingkat profitabilitas merupakan indikator keberhasilan perusahaan terutama kemampuannya dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan sumber-sumber yang dimilikinya seperti aset atau ekuitas (Ulupui, 2007). Banyak ukuran yang dapat digunakan sebagai proksi dari tingkat profitabilitas, diantaranya yaitu ROA, ROE, dan net profit margin. Ti n g k a t p r o f i t a b i l i t a s d a l a m penelitian ini diukur dengan menggunakan Return On Asset (ROA). Pengukuran kinerja dengan ROA menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba. ROA adalah rasio keuntungan bersih pajak yang juga berarti suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki perusahaan. (Riyanto, 1997). Penggunaan Return On Asset sebagai proksi tingkat profitabilitas dalam penelitian ini didasarkan pada alasan bahwa ditemukan hubungan signifikan antara tingkat profitabilitas dengan luas pengungkapan informasi forwardlooking dalam laporan tahunan perusahaan di UAE yang dilakukan Aljifri dan Hussainey (2007). Rumus yang digunakan untuk mengukur ROA adalah sebagai berikut (Riyanto, 1997) :
Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya
7
ROA = Laba bersih setelah pajak / Total Aktiva X 100% Keterangan : Laba bersih setelah pajak Total aktiva
= laba bersih setelah bunga dan pajak. = seluruh aktiva perusahaan dalam neraca.
Variabel Independen Risiko Keuangan Risiko keuangan menurut ulupui (2007) adalah ketidakmampuan perusahaan membayar hutangnya. Pada penelitian ini risiko keuangan perusahaan pertambangan didasarkan pada 5 item (Amran et al., 2009) yaitu: 1. Interest risk 2. Commodity 3. Exchange risk 4. Liquidity 5. Credit Masing-masing item diberi nilai 1 apabila diungkapkan dalam laporan keuangan, dan diberi nilai 0 apabila tidak diungkapkan oleh perusahaan tambang. Untuk mengetahui skor pengungkapan risiko keuangan dihitung persentase jumlah item yang dilaporkan dibagi dengan keseluruhan item (Suhardjanto dan Afni, 2009) atau dengan rumus:
Keterangan rumus: Simbol X N
Keterangan Item risiko keuangan. Total keseluruhan item.
Risiko Operasional Menurut Suratno dkk. (2006) mengatakan pelaku lingkungan yang baik percaya bahwa dengan mengungkapkan performance mereka berarti menggambarkan good news bagi pelaku pasar. Amran et al. (2009) mengklasifikasikan risiko operasional dalam : Customer Satisfaction 2. Efficiency and peformance Product development 4. Sourcing Stock obsolescence and shrinking. 6. Product and service failure. Environment. 8. Health and safety. Brand name erosion Masing-masing item diberi nilai 1 apabila diungkapkan dalam laporan keuangan, dan diberi nilai 0 apabila tidak diungkapkan oleh perusahaan tambang. Untuk mengetahui skor pengungkapan risiko operasional dihitung persentase jumlah item yang dilaporkan dibagi dengan keseluruhan item (Suhardjanto dan Afni, 2009) atau dengan rumus: 1. 3. 5. 7. 9.
8
FORUM AKADEMIKA Keterangan rumus: Simbol X N
Keterangan Item risiko operasional. Total keseluruhan item.
Risiko Pemberdayaan Legitimacy theory menyatakan bahwa perusahaan secara berkesinambungan harus memastikan apakah mereka telah beroperasi di di dalam norma–norma yang dijunjung masyarakat dan memastikan bahwa aktivitas mereka bisa diterima pihak luar (Deegan, 2002). Menurut Amran et al. (2009) risiko pemberdayaan diklasifikasikan dalam : 1. Leadership and management 2. Outsourcing 3. Performance incentives 4. Change readiness 5. Communications Masing-masing item diberi nilai 1 apabila diungkapkan dalam laporan keuangan, dan diberi nilai 0 apabila tidak diungkapkan oleh perusahaan tambang. Untuk mengetahui skor pengungkapan risiko pemberdayaan dihitung persentase jumlah item yang dilaporkan dibagi dengan keseluruhan item (Suhardjanto dan Afni, 2009) atau dengan rumus:
Keterangan rumus: Simbol X N
Keterangan Item risiko pemberdayaan. Total keseluruhan item.
Metode analisis data Pendeteksian praktik pengungkapan manajemen risiko di Indonesia dilakukan dengan cara mengukur persentase pengungkapan risiko yang dilakukan oleh perusahaan tambang. Pengungkapan tersebut dilihat pada item laporan tahunan yang telah diaudit oleh auditor independen. Teknik pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah pengujian regresi berganda. Pengujian regresi berganda dimaksudkan untuk menguji variabel yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Semua pengujian akan diolah menggunakan komputer dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS) 16. Pengujian pengaruh variabel risiko keuangan, risiko operasional, risiko pemberdayaan, serta risiko teknologi dan informasi terhadap nilai perusahaan menggunakan regresi berganda, merujuk pada penelitian Marwata (2001). Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Y=α+β0.X1+β1.X2+β2.X3+ε
Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya
9
Keterangan persamaan: Simbol
Keterangan
Y
Nilai Perusahaan Tambang.
X1
Risiko Keuangan Perusahaan Tambang
X2
Risiko Operasional Perusahaan Tambang
X3
Risiko Kekuasaan Perusahaan Tambang
β
Koefisien Regresi
α
Konstanta
ε
Error
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Deskripsi Sampel Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan tahunan perusahaan tambang tahun 2010-2011 yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh, beberapa perusahaan tambang tidak menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan pada penelitian ini. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 49 laporan tahunan atau 86% dari keseluruhan laporan tahunan perusahaan tambang (57). Sampel terdiri dari laporan tahunan seluruh perusahaan tambang di Indonesia. Perusahaan tambang meliputi perusahaan tambang batu bara, perusahaan minyak dan gas bumi, perusahaan logam dan mineral, dan perusahaan batu-batuan. (Lihat tabel 1) Statistik Deskriptif Ta b e l 2 m e m a p a r k a n h a s i l perhitungan statistik deskriptif dari seluruh variabel dalam variabel penelitian. Informasi statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai mean, maksimum dan minimum (Lihat Tabel 2). Nilai rerata tingkat ROA pada perusahaan tambang berada pada nilai 6,33%. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ROA pada perusahaan tambang berada pada level rendah, mengingat ROA pada perusahaan
tambang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan data di atas, terdapat 20 atau 41% dari keseluruhan sampel memiliki ROA diatas nilai rerata. Return Of Asset tertinggi dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk (Laporan tahunan 2011) dengan prosentase 23%. Terdapat 29 atau 59% perusahaan tambang yang memiliki ROA dibawah nilai rerata, bahkan ada 9 atau 18% perusahaan memiliki ROA dengan nilai negatif. Tabel 3 memaparkan statistik deskriptif variabel independen yang meliputi Risiko Keuangan, Risiko Operaasional, dan Risiko Pemberdayaan. Variabel risiko keuangan diukur berdasarkan pengungkapan item risiko keuangan. Nilai rerata risiko keuangan adalah Rp 84,08%. Pengungkapan risiko keuangan terbesar (100%) dilakukan oleh 26 atau 53% perusahaan tambang. Perusahaan tambang yang memiliki pengungkapan risiko keuangan terkecil dengan nilai 40% adalah 6 atau 12% perusahaan diantaranya PT Bayan Resources Tbk (laporan tahunan 2010), PT Benakat Petroleum Energy Tbk (laporan tahunan 2010), PT Perdana Karya Perkasa Tbk (Laporan tahunan 2011), PT Ratu Prabu Energi Tbk (laporan tahunan 2011), PT Mitra Investindo Tbk (laporan tahunan 2011), PT Radiant Utama Interinsco Tbk (laporan tahunan 2011).
FORUM AKADEMIKA Terdapat 26 atau 53% perusahaan tambang yang mengungkapkan risiko keuangan diatas nilai rerata. Berdasarkan hasil yang dipaparkan dalam tabel 3 dapat disimpulkan bahwa pengungkapan risiko keuangan dari masing-masing perusahaan tambang sangat tinggi. Va r i a b e l r i s i k o o p e r a s i o n a l berdasarkan pengungkapan risiko operasional perusahaan tambang pada laporan tahunan. Rerata pengungkapan risiko operasional adalah 83,77%. Perusahaan tambang yang mengungkapkan risiko operasioanl diatas rerata sebanyak 31 atau 63% perusahaan tambang. Terdapat 18 atau 36% perusahaan tambang yang mengungkapkan risiko operasionalnya kurang dari rerata. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan tambang pada umumnya telah mengungkapkan risiko operasional perusahaan. Variabel risiko pemberdayaan diukur kriteria pengungkapan item risiko. Nilai rerata risiko pemberdayaan adalah 77,14%. Perusahaan tambang yang memiliki prosentase kurang dari rerata berjumlah 18 atau 36% perusahaan tambang. Sejumlah 3 atau 6% perusahaan tambang hanya mengungkapkan 20% dari jumlah item risiko pemberayaan, diantaranya PT Ratu Prabu Energi Tbk (laporan tahunan 2011), PT Energi Mega Persada Tbk (laporan tahunan 2011), PT Citatah Tbk (laporan tahunan 2011). Terdapat 31 perusahaan tambang atau 64% dari sampel perusahaan tambang yang mengungkapkan risiko pemberdayaannya diatas rerata. Sebelum dilakukan pengamatan pengaruh pengungkapan risiko terhadap nilai perusahaan pada perusahaan tambang, terlebih dahulu dilakukan pengamatan terhadap sejauh mana pengungkapan risiko dilakukan oleh perusahaan tambang. Hasil pengamatan pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan intensitas pengungkapan
10 Risk Management Disclosure pada periode pengamatan berjumlah 764 pengungkapan. (Lihat Tabel 4) Berdasarkan tabel 4, bentuk pengungkapan risiko keuangan dan operasional paling banyak dilakukan oleh perusahaan tambang masing-masing sebesar 34%. Contoh pengungkapan tentang risiko keuangan seperti yang dilakukan PT Adaro Energy Tbk pada tahun 2010, yaitu: “Untuk mengatur risiko likuiditas, Grup melakukan monitor dan menjaga level kas dan setara kas yang diperkirakan cukup untuk mendanai kegiatan operasional Grup dan mengurangi pengaruh fluktuasi dalam arus kas. Manajemen Grup juga secara rutin melakukan monitor atas perkiraan arus kas dan arus kas aktual, termasuk profil jatuh tempo pinjaman, dan secara terus-menerus menilai kondisi pasar keuangan untuk kesempatan memperoleh dana” Bentuk pengungkapan lain yang dilakukan oleh perusahaan tambang adalah pengungkapan terkait risiko operasional perusahaan sebesar 34%. Pengungkapan risiko operasional tersebut seperti yang dicontohkan oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada tahun 2011, yaitu: “Antam menyadari bahwa semua perusahaan tambang pada dasarnya akan mempengaruhi aspek lingkungan hidup. Oleh sebab itu Antam juga berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalisasi dampak negatif yang timbul dan mengembalikan lahan bekas tambang ke peruntukannya. Aspek pengelolaan lingkungan sesungguhnya terintegrasi erat dengan kegiatan
Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya operasi Antam, sehingga aspek pengelolaan lingkungan berada di bawah Direktorat Operasi. Perhatian pada kelestarian lingkungan dilakukan melalui upaya peningkatan fasilitas proses pengelolaan limbah, rehabilitasi lahan, pemantauan lingkungan serta kegiatan reklamasi.” Terkait pengungkapan manajemen risiko pada perusahaan tambang seperti yang dicontohkan diatas, menandakan bahwa perusahaan tambang mulai memberikan laporan yang lebih informatif bagi stakeholder. Namun pengungkapan manajemen risiko yang masih bersifat voluntary menyebabkan masih adanya perusahaan tambang yang tidak mengungkapkan risikonya. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,105 atau 10,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa 10,5% nilai perusahaan (ROA) dipengaruhi oleh pengungkapan risk management disclosure (Risiko Keuangan, Risiko Operasional, dan Risiko Pemberdayaan), sedangkan sisanya, yaitu 89,5% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model penelitian. Nilai F regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel independen terhadap variabel dependen. Pada tabel 10 nilai F menunjukkan nilai sebesar 2,882 dengan signifikansi sebesar 0.046. Nilai F memberikan hasil yang signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel risiko keuangan, risiko operasional dan risiko pemberdayaan berpengaruh terhadap Return On Asset perusahaan tambang. Berdasarkan Tabel 5 dapat dipaparkan hasil pengujian hipotesis, seperti disebutkan dibawah ini. Pengujian hipotesis 1 Untuk mengetahui apakah
11
pengungkapan risiko keuangan berpengaruh positif terhadap nilai (ROA) perusahaan tambang, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H2 : Risiko Keuangan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tambang. Hasil output SPSS menunjukkan nilai probabilitas untuk variabel Umur adalah 0,267. Nilai probabilitas tersebut lebih besar dari tingkat signifikansi penelitian 0,1. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel Risiko keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tambang yang mengungkapkan risiko keuangan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Walaupun pengungkapan risiko keuangan bersifat voluntary namun rata-rata perusahaan tambang melakukan pengungkapan risiko keuangan pada laporan tahunannya. Pendapat ini didukung dengan bukti bahwa 26 perusahaan tambang atau 53% dari sampel penelitian mengungkapkan risiko keuangan diatas rerata. Hanya 12% dari sampel perusahaan tambang yang mengungkapkan risiko keuangan dibawah rerata, sesuai tabel 3. Terbukti dari laporan tahunan PT Bayan Resources Tbk pada tahun 2010 telah mengungkapkan 40% item risiko keuangan mampu memiliki rasio ROA 12,73%. Selain itu PT Benakat petroleum Energi Tbk yang mengungkapkan item risiko keuangannya setinggi 80% hanya memiliki rasio ROA -2,05% dan PT Petrosa Tbk mengungkapkan 100% item risiko keuangan memiliki 13,95% rasio ROA. Dari penjelasan diatas disimpulkan, PT Bayan Resources Tbk yang mengungkapkan risiko keuangan rendah memiliki rasio ROA yang tinggi. PT Petrosa Tbk mengungkapkan risiko keuangan yang tinggi juga memiliki ROA
FORUM AKADEMIKA yang tinggi, selain itu PT Benakat Petroleum Energi Tbk yang mengungkapkan item risiko keuangan yang tinggi hanya memiliki rasio ROA yang rendah. Bukti tersebut memperkuat hasil penelitian bahwa pengungkapan risiko keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan tambang. Pengujian Hipotesis 2 Untuk mengetahui apakah pengungkapan risiko operasional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tambang, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H2 : Risiko operasional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tambang. Hasil output SPSS menunjukkan nilai probabilitas untuk variabel risiko operasional adalah 0,635. Nilai probabilitas tersebut lebih tinggi dari tingkat signifikansi penelitian 0,1. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel risiko operasional berpengaruh terhadap nilai perusahaan tambang, tetapi tidak pada level signifikansi 1%, 5% dan 10%, sehingga dapat disimpulkan bahwa H2 ditolak. Implikasi kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh positif risiko operasional terhadap nilai perusahaan tambang. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar perusahaan tambang telah mengungkapkan risiko operasionalnya, sehingga pengungkapan risiko operasional pada perusahaan tambang tidak berpengaruh positif terhadap Return on Asset perusahaan tambang. Banyaknya perusahaan tambang yang mengungkapkan risiko operasional diatas rerata juga tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan tambang. Hal ini terlihat dari sedikitnya jumlah rasio Return on Asset terkait dengan nilai perusahaan tambang. Terbukti pada laporan tahunan PT Delta Dunia Makmur Tbk tahun 2011 telah mengungkapkan 100% item risiko operasional namun memiliki rasio ROA -2,08%, selain itu pada laporan tahunan
12 PT Energi Mega Persada Tbk tahun 2011 mengungkapkan 33% item risiko operasional memiliki rasio ROA -0,53%. Jika dilihat perbandingan antara kedua perusahaan tambang diatas, PT Delta Dunia Makmur Tbk tahun 2011 yang mempunyai pengungkapan risiko operasional tinggi memiliki rasio ROA rendah, Sedangkan PT Energi Mega Persada Tbk tahun 2011 yang mengungkapkan risiko operasional rendah juga memiliki rasio ROA yang rendah. Kesimpulan dari hasil bukti sampel diatas menunjukkan perusahaan tambang yang mengungkapkan item risiko tinggi dan rendah memiliki rasio ROA yang kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa pengungkapan risiko operasional pada perusahaan tambang tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan tambang. Pengujian hipotesis 3 Untuk mengetahui apakah pengungkapan risiko pemberdayaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan tambang, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H3 : Risiko pemberdayaan berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan Hasil output SPSS menunjukkan nilai probabilitas untuk variabel risiko pemberdayaan adalah 0,057. Nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi penelitian 0,1. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel risiko pemberdayaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa H1 diterima. Implikasi kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa pengungkapan risiko pemberdayaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan tambang. Perusahaan tambang yang menyampaikan informasi risko pemberdayaan yang lebih banyak kepada stakeholder mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki nilai yang tinggi. Perusahaan tambang
Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya yang memiliki Return on Asset yang besar cenderung akan mengungkapkan informasi pemberdayaan kepada stakeholder. Alasan perusahaan tambang menyampaikan informasi yang lebih banyak kepada stakeholder adalah untuk meningkatkan pencitraan mengenai perusahaannya. Hal ini dibuktikan pada laporan tahunan PT Vale Indonesia Tbk tahun 2011 yang mengungkapkan 100% item risiko pemberdayaan memiliki rasio ROA 19,97%. Pengungkapan risiko mengenai pemberdayaan PT Vale Indonesia Tbk seperti berikut: “Setelah menganalisa hasil survei, beberapa inisiatif telah diluncurkan, mulai dari peningkatan kondisi kerja, sampai perbaikan kejelasan dalam organisasi, dan peninjauan ulang sistem upah dan tunjangan. Hasil dari inisiatif tersebut dikomunikasikan kepada karyawan secara teratur lewat temu karyawan dan buletin perusahaan. Satu aspek kunci untuk lebih melibatkan karyawan adalah kualitas kepemimpinan. Menyadari ini, PT Vale juga memulai program pengembangan kepemimpinan yang disebut “Rite of Passage” bagi para manajer dan general manager.” Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian Lewa (2005) menyatakan bahwa faktor kompensasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Program kompensasi mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia yang dimiliki. Pemberian kompensasi yang makin baik akan mendorong karyawan untuk bekerja dengan makin baik dan produktif.
13
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini, disimpulkan sebagai berikut. Pertama, Berdasarkan jumlah populasi sebesar 60 perusahaan tambang di Indonesia sebanyak 49 perusahaan tambang (81,67%) telah mengungkapkan manajemen risiko. Hal ini menunjukkan sebagian besar perusahaan tambang telah mengungkapkan manajemen risiko. Pada laporan tahunan perusahaan tambang tahun 2010-2011 terdapat manajemen risiko yang diungkapkan sebesar 764 pengungkapan, dengan rincian 364 pengungkapan pada tahun 2010 dan 400 pengungkapan pada tahun 2011. Kedua, Bentuk pengungkapan yang paling banyak dilakukan oleh perusahaan tambang adalah pengungkapan terkait risiko keuangan dan risiko operasional sebesar 34%. Ketiga, risiko pemberdayaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Keempat, Risiko Keuangan dan risiko operasional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan tambang Keterbatasan Keterbatasan yang muncul dalam penelitian ini adalah periode pengamatan penelitian yang sangat pendek (2010-2011) sehingga hasil penelitian ini sulit untuk digeneralisasikan. Saran Penelitian tentang pengungkapan manajemen risiko merupakan tema penelitian yang masih jarang dilakukan di Indonesia. Beberapa saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai pengungkapan manajemen risiko terhadap nilai perusahaan yang dimiliki oleh peneliti antara lain. Pertama, Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah periode pengamatan, misalnya lebih dari dua
FORUM AKADEMIKA tahun. Kedua, Penelitian selanjutnya dapat ditambahkan variabel yang lain seperti risiko teknologi informasi dan risiko politik. Ketiga, Penelitian selanjutnya dapat memasukkan variabel stakeholder dalam meneliti pengaruh pengungkapan manajemen risiko. Implikasi Hasil penelitian ini membuktikan bahwa praktik pengungkapan manajemen risiko
Daftar Pustaka Abraham, S dan P. Cox. 2007. “Analyzing The determinants of Narrative Risk Information in UK FTSE 100 Annual Reports.” British Accounting Review. Vol. 39. No.3. PP. 227-248. Al-Tuwajiri, S., Christensen, T., dan Hughes, K. E. 2004. “The Relations among Environmental Disclosure, Environmental Performance and Economic Performance.” A Simultaneous Equations Approach. Accounting, Organizations and Society. 29. 447-471. Aljifri, Khaled dan Khaled Hussainey. 2007. “The Determinant of Forward Looking Information in Annual Reports of UAE.” International bussiness Review. Vol. 16. No.1. PP. 1-26. Almilia, Luciana Spica dan Ikka Retrianasari. 2007. “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Te r h a d a p K e l e n g k a p a n
14 yang dilakukan oleh perusahaan tambang di Indonesia sudah baik. Mengingat bahwa pengungkapan pengungkapan manajemen risiko telah banyak dilakukan, serta dapat meningkatkan akuntabilitas dan good news perusahaan tambang. Maka dari hasil penelitian ini diharapkan pengungkapan pengungkapan manajemen risiko pada perusahaan tambang dapat dipertimbangkan menjadi mandatory disclosure.
Pengungkapan Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEJ.” Seminar nasional FE Universitas Trisakti. Amran, Azlan, Abdul Manaf Rosli Bin dan Bin Che Haat Mohd Hassan. 2009. “Risk Reporting An Explanatory Study on Risk management Disclosure in Malaysian Annual Reports.” Managerial Auditing Journal. Vol 24. No.1. PP. 39-57. Anisa, Windi gessy. 2012. “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Resiko” Skripsi FE Universitas Diponegoro. Ardana, I Komang. 2008. “Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial.” Buletin Studi Ekonomi. Vol. 13. No. 1. Brigham, Eugene F dan Joel F Houston. 2001. “Manajemen Keuangan.” Jilid 2. Edisi 8. Jakarta: Erlangga. Bujaki, M., Zeghal, D. and Bozec, R. (1999), “The disclosure of future
Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya oriented information in annual reports of Canadian corporations”, Working Paper: 44, University of Ottawa, Canada. Committee of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway Commission. 1992. “What is COSO: Background and Events Leading to Internal Control-Integrated Framework.” Deegan, Craig. 2002. “Introduction: The legitimising effect of social and environmental disclosures – a theoretical foundation”. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 15 Iss: 3, pp.282 – 311. Ferreira, A. Miguel dan Paul A Laux. 2007. “Corporate Governance, Idiosyncratic Risk, And Information Flow”. The Journal Of Finance. Vol. 58, No. 2. Ghozali, Imam. 2006. ”Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. ____________ dan Anis Chariri, 2007. Teori Akuntansi. BPFE:Yogyakarta. Hasnawati, S. 2005. Implikasi Keputusan Investasi, Pendanaan, dan D i v i d e n Te r h a d a p N i l a i Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta. Usahawan: No.
15
09/Th XXXIX. September 2005: 33-41. Hassan, M.K. 2009. “UAE corporationsSpecific Characteristik and Level of Risk Disclosure.” Managerial Auditing Journal. Vol. 24. No. 7. PP. 668-687. Institute of Chartered Accountants in England and Wales. 2002. “Financial Reporting of Risk-Proposals for a Statement Business Risk.” ICAEW. Kirana, R. S. 2009. “Studi Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Social Responsibility Di Beberapa Negara Dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance.” Tesis Fak. Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Kieso, Donald C dan Jerry, J Weygandt, 1995. Akuntansi Intermediate. Binarupa Aksara:Jakarta Lajili, Kaoutar dan Daniel Zeghal. 2005. “A Content Analysis of Risk Management Disclosure in Canadian Annual Report.” Canadian Journal of Administrative Science. Vol. 22. No. 2. PP. 125-142. Lewa, Eka Idham Lip K. dan Subowo, 2005. “Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Fisik dan
FORUM AKADEMIKA Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pertamina (persero) Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat, Cirebon.” Kajian Bisnis dan Manajemen. Hal 129-140. Linsley, P.M. and Shrives, P.J. 2006. “Risk Reporting: A Study of Risk Disclosure in the Annual Reports of UK Companies.” The British Accounting Review, Vol. 38. PP. 387-404. Linsley, M Philip dan Michael J. Lawrence. 2007. “Risk Reporting by The Largest UK Companies: Readability and Lack of Obfuscation.” Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol.20. No.4. PP. 620-627. Maharsi, Sri. 2000. “Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi Terhadap Bidang Akuntansi Manajemen.” jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2. No. 2. Nopember. 127 – 137. Marwata, 2001. “Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia.” Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV. Raharja, V.A. Permana. 2012. “Pengaruh Kinerja Lingkungan Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social
16 Responsibility Disclosure.” D i p o n e g o ro J o u r n a l O f Accounting.Vol. 1. No. 2 : 1-12 Rasmussen, Jens. 1997. “Risk Management in Dynamic Society a Modelling Problem.” Safety Science Vol. 27 No. 2. PP. 183-213. Riyanto, Bambang. 1997. “Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan.” Edisi 4.Yogyakarta: BPFE. Suhardjanto, Djoko dan A. N. Afni. 2009. “Praktik Coroporate Social Disclosure di Indonesia Studi Empiris di Bursa Efek Indonesia.” Jurnal Akuntansi. Vol. 13. No. 3. PP. 265-279. Soemartini. 2007. “Pencilan (Outlier).” Makalah dipresentasikan di Universitas Padjajaran. Suratno, Ignatius Bondan, dkk. 2006.“Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance.” Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Ulupui, I. G. K. A. 2007. “Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabilitas terhadap Return saham.” Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 2. No. 1, Januari: 88 – 102. Wijaya, Lihan Rini Puspo. 2010. “Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan
17
Nova M Widodo; Fatchur Rohman; Yogy Budi Yudawijaya
Pendanaan, dan Kebijakan D i v i d e n t e r h a d a p N i l a i Yudawijaya, Yogy Budi. 2011. “Praktik Risk Perusahaan.” Disampaikan Management Disclosure.” Tesis dalam Simposium Nasional Universitas Sebelas Maret. Akuntansi XIII. Purwokerto. www.walhi.or.id/id/ruang-media/siaranpers/1482-membuang-limbahtambang-dibawah-karpetlaut-newmont-diberikanpenghargaan-lingkungan-olehesdm.html, akses 26 Desember 2012.
Yunianto, Agustinus Eko. 2004 . “Kinerja dan Resiko Keuangan Perusahaan Asuransi Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi.” Tesis FE Universitas Diponegoro.
LAMPIRAN Tabel 1. Sampel Penelitian Laporan Tahunan yang berhasil diunduh Laporan Tahunan yang tidak menyediakan data lengkap Data Outlier Sample
60 (3) (8) 49
Tabel 2 Statistik Deskriptif Return On Asset (dalam %) (n=49, 2 periode pengamatan = 49)
MEAN
MAX
MIN
ROA (%)
6,33
23,00
-6,00
Tabel 3 Statistik Deskriptif Variabel Independen (n=49, 2 periode pengamatan= 49) MEAN
MAX
MIN
Risiko Keuangan (%)
84,08
100
40
Risiko Operasional (%)
83,77
100
33
Risiko Pemberdayaan (%)
77,14
100
20
18
FORUM AKADEMIKA Tabel 4 Tingkat Pengungkapan Risiko Jenis Risiko Risiko Keuangan Risiko Operasional Risiko Pemberdayaan Sumber: Hasil Pengolahan Data
% 34 34 23
Tabel 5 Hasil Analisis Regresi Berganda Model
Beta
(Constant) 0,191 Risiko Keuangan -0,085 Risiko Operasional 0,326 Risiko Pemberdayaan Keterangan: * signifikan secara statistik pada 0,1
T
Sig.
-6,54
0,516
1,125 -0,478 1,956
0,267 0,635 0,057*
PERILAKU KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF LINTAS BUDAYA LEADERSHIP BEHAVIOR IN CROSS-CULTURAL PERSPECTIVE Muhammad Cholil Jurusan Manajemen FE UNS cholil_mch @yahoo.col.id Abstract
Internalization and implementation of organizational culture will be reflected in the behavior of the leadership of the organization will determine the acceptance criteria of a leader, as well as an indicator of the effectiveness of the leadership and the effectiveness of the organization’s success. Between leadership behavior and organizational culture, including cross-culture can influence each other, depending on the emphasis the importance of the behavioral aspects of leadership or organizational culture. According to the investigation of the relationship of leadership style crosscultural perspective turns out almost all the countries likely to lead to charismatic leadership style.. Dominant culture of the six countries seen from Hoffstede and Hoffstede version (2005) respectively: Power Distance, Masculinity, collectivity, and uncertainty avoidance, U.S.: LMIL. French HFIH; England: LMIL; Germany: LMITH; China: HMKL; and Indonesia: HFKL. Meta-analysis is an alternative that can be done to examine the patterns of leadership behavior influence the culture of the organization, in order to obtain conclusions that are more integrated, particularly in relation to the role of organizational culture as a source of competitive advantage is increasingly important
Key words:, leadership behavior, orgazational culture,cross culture.
A. PENDAHULUAN Faktor budaya organisasi apalagi bagi organisasi bisnis semakin penting untuk dipahami, dimiliki, dan dipraktekkan sebagai salah satu kekuatan daya saing bisnis dewasa ini dan dimasa yang akan datang. Keunggulan budaya organisasi akan semakin bersifat perspektif dan prospektif serta bernilai strategis untuk mencapai dan meningkatkan keberhasilan kinerja dalam era persaingan bisnis global yang semakin kompetitif. Hakekat budaya organisasi merupakan kristalisasi nilai-nilai yang selalu perlu digali dari berbagai sumber baik internal maupun
eksternal, baik dari sumber individual, kelompok dan organisasional maupun kombinasi dalam rentang waktu masa lalu dan masa kini, untuk menetap dan menangkap peluang yang dilewarkan oleh lingkungan. Suatu perusahaan dengan demikian sangat berkepentingan untuk mengidentifikasi, memformulasi, mensosialisasi, menginternalisasi, dan mengaktualisasi sistem nilai yang diekspresikan dalam tradisi, ungkapan bijak, simbol, perilaku kereladanan, disain, tata letak warna dan suara sebagai perekat dan pemikat sumberdaya manusia kearah kemajuan perilaku dan prestasi.
FORUM AKADEMIKA Budaya organisasi tidak terlepas dari budaya nasional, regional, dan internasional, yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh faktor geografis, demografis, fisiologis, dan sosiologis, serta psikologis. Karakteristik keunikan budaya sebagai salah satu faktor situasi perlu dipahami oleh setiap pemegang peran dan terlebih lagi oleh pemimpin organisasi untuk dijadikan sebagai pengikat perilaku dan kinerja personil organisasi untuk dijadikan sebagai pengikat perilaku dan kinerja personil organisasi sesuai fungsi dan peranannya secara integral sebagai salah satu jembatan untuk mewujudkan tujuan. Hal ini berarti bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan kepemimpinan adalah ketepatan memanfaatkan aspek budaya dalam mendesain paket kebijaksanaan organisasi. Seorang pemimpin harus bersifat aktif bahkan proaktif dalam memilih dan menggunakan budaya sebagai kekuatan daya saing andalan dalam memenangkan bisnis. Budaya organisasi seharusnya bersifat visioner dan tidak sekedar tinggal mengambil dan mempraktekkan budaya yang selama ini ada. Tetapi harus diseleksi secara kritis dan aspiratif, dalam arti harus dicermati kontekstualitasnya dengan tuntutan pasar. Dengan kata lain seorang pemimpin harus memiliki variasi gaya kepemimpinan yang mencerminkan karakteristik budaya organisasi unggul. Tuntutan itu menjadi semakin penting dalam kontek pemahaman dan penyesuaian lintas budaya antar bangsa yang akan menjadi fenomena bisnis global. Dengan demikian gaya kepemimpinan juga harus menguasai pemahaman budaya global. Globalisasi dunia merupakan salah satu ciri utama di abad 21 yang salah satu cirinya adalah semakin menipisnya batas-batas negara. Karena kemajuan teknologi di bidang komunikasi, informasi dari suatu negara, dengan mudah dapat ditangkap dan berpengaruh
20 dalam suatu negara. Hal ini selanjutnya akan memicu terjadinya transformasi budaya pada kebanyakan negara dunia ketiga. Akibatnya semakin banyak persamaan gaya hidup yang terjadi akibat merembesnya budaya luar, khususnya budaya yang berasal dari budaya barat (Djamaluddin, 2004) B. BUDAYA ORGANISASI Budaya organisasi sering disamakan dengan kepribadian seseorang. Secara organisasional budaya organisasi merupakan perpaduan berbagai nilai, kepercayaan, dan pola perilaku dalam suatu organisasi. Budaya merupakan pola eksplisit dan implisit yang berasal dan diwujudkan dalam bentuk simbol. Sedangkan menurut Robbin dan Judge (2012) menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan persepsi bersama anggota organisasi tentang suatu sistem nilai. Sedangkan menurut Kinicki dan Kreitner (2010) berpendapat “organizational culture is a shared value and belief, that underlie a company’s identity”. Geert Hofstede dan Hofstede (2005) menjelaskan bahwa budaya selalu merupakan fenomena kolektif, sebagai bagian pertisipasi dengan sesama anggota dalam satu lingkungna dan dalam nuansa proses pembelajaran termasuk terhadap aturan yang tidak tertulis yang diwarisi dari suatu komunitas yang pernah berinteraksi. Lebih lanjut secara skematis digambarkan adanya tiga tingkatan yang menempatkan budaya sebagai milik kelompok atau kategori spesifik dan bersifat harus dipelajari dari sumber warisan universal dan fitrah manusiawi (lihat Gambar 1). Pada tahap selanjutnya akan tercermin dalam warna kepribadian yang bersifat individual yang diperoleh baik dari sumber proses belajar dan sumber yang diwarisi.
21
Muhammad Cholil Individu tertentu
Diwarisi dan dipelajari Kepribadian
Kelompok atau kategori tertentu
Universal
Dipelajari
Budaya Fitrah Manusia
Diwarisi
Gambar 1. Tiga Tingkatan Keunikan Programasi Mental (Hofstede dan Hofstede ,2005). Di sisi lain lain dijelaskan bahwa dalam praktek suatu budaya dimanifestasikan dari berbagai sumber yang dapat disarikan dari Gambar 2 Simbol Heroes (idola)
Aneka praktek
Ritual Nilai
Gambar 2: Budaya dan Pemilihan software Organisasi,(Hofstede dan Hofstede 2005) Robbin dan Judge (2012) membedakan budaya kuat dan budaya lemah. Budaya kuat memiliki ciri, antara lain: diterima secara luas, mensiratkan pesan yang mendalam dan konsisten tentang apa yang: penting, baik, efisien, bernilai sehingga mendorong warga organisasi untuk mengidentifikasi diri pada organisasi dan atau pada pemimpin sebagai perekat perilaku dan kinerja. Sedangkan budaya lemah memiliki
cirri-ciri sebaliknya dalam arti hanya diterima pada sekelompok kecil biasanya pada eselon kepemimpinan puncak, mensiratkan pesan dan kesan nilai-nilai yang bersifat kontroversial, menimbulkan apatisme dan tak peduli untuk identifikasi diri pada organisasi. Budaya organisasi relatif abstrak, sering sulit mengerti dan secara implisit sering dianggap biasa saja. Adanya tren rentang kendali
22
FORUM AKADEMIKA yang lebar, struktur organisasi datar, penekanan pada orientasi kerja secara tim, pengurangan formalisasi, dan pemberdayaan semakin mendorong diperlukannya pemanfaatan keunikan keunggulan budaya organisasi sebagai sumber keunggulan kompetitif karena diramu melalui keunikan keperilkuan yang sulit ditiru. Menurut Santoso (1997), budaya organisasi perlu dipahami dan dipraktekkan karena akan bermanfaat baik bagi karyawan maupun bagi organisasi. Bagi karyawan : 1. Memberikan pedoman dalam berperilaku 2. Adanya kesamaan langkah dan visi dalam melakukan tugas dan tanggungjawab antar bagian/individu secara kooperatif 3. Meningkatkan produktivitas kerja dan prestasi kerja 4. Adanya kepastian tentang perjalanan karier dimasa yang akan datang. Bagi organisasi : 1. Menekan tingkat perputaran SDM 2. Pedoman dalam menentukan kebijakan organisasi secara intern 3. Acuan dalam menyusun corporate planing 4. Sebagai dasar pengembangan segenap potensi sumber daya organisasi secara optimal. Menurut Robbins dan Judge (2012) menjelaskan fungsi budaya dalam organisasi sebagai: a. Memperjelas dan mempertegas tapal batas, sebagai pembeda keunikan suatu organisasi dari organisasi yang lain b. Mencerminkan jatidiri atau identitas diri sebagai anggota organisasi c. Meningkatkan komitmen SDM pada tataran kepentingan organisasi diatas kepentingan
pribadi dan atau kelompok. d. Menjadi perekat atau pengikat perilaku warga organisasi dan sekaligus menjadi pelumas dalam memperkuat persatuan setiap individu dan atau kelompok yang ada dalam organisasi. e. Memberikan makna dan menjadi standarisasi bagi para karyawan dalam berfikir, bersikap, berperilaku dan berkinerja. Dalam lingkup bisnis global pemahaman aspek budaya antar negara menjadi semakin penting untuk dikuasai. Kriteria keunggulan bisnis global terutama bagi manajer ekpatriat ditentukan juga oleh kemampuan menyesuaikan terhadap aneka keunikan budaya lintas negara yang cukup kompleks dan dinamis. Fakta ini bisa dicermati dari hasil penelitian tentang faktor-faktor utama yang harus dipersiapkan antara lain melalui kursus tau pelatihan bagi kepentingan penempatan manajer internasional/ekspatriat. Bagi para manajer ekspatriat terutama pada masa-masa awal waktu penempatannya perlu memahami dan melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Melakukan kunjungan ke negara tempat bertugas 2. Pelatihan bahasa bagi manajer dan anggota keluarga 3. Briefing dengan manajer tuan rumah 4. Kursus manajemen in 5. Pelatihan lintas budaya bagi manajer dan keluarga 6. Pelatihan tentang negosiasi bisnis dalam perspektif budaya (Dowling 1994). Budaya organisasi perlu dibedakan dari iklim organisasi yang menurut Denison (1996) bisa disimpulkan dari perbandingan dalam Tabel 1 berikut :
23
Muhammad Cholil Tabel 1. Perbedaan Budaya Organisasi dan Iklim Organisasi Aspek Budaya Organisasi Epistemologi Kontekstual dan Ideografik Titik Pandang Emic Metodologi Kualitatif Tingkat analisis Nilai dan asumsi Orientasi waktu Evaluasi Asas teori Kontruksi sosial Disiplin Sosiologi dan antropologi Sumber: Denison (1996) B U D AYA O R G A N I S A S I D A N KEPEMIMPINAN Aspek budaya organisasi akan direfleksikan pada penampilan dan gaya perilaku setiap personil terutama pada tingkat pemimpin. Dengan kata lain gaya kepemimpinan dan perilaku setiap orang dalam organisasi mencerminkan muatan budaya yang dianut dalam suatu organisasi. Dengan C.
Iklim Organisasi Komparatif dan nomothetic Etic Kuantitatif Permukaan Snopshot Lewinian Psychologi
demikian efektifitas kepemimpinan sekaligus mencerminkan tingkat akseptansi (penerimaan) yang secara timbal balik akan dipengaruhi oleh budaya organisasi dan diantara sumbernya berasal dari budaya masyarakat. Mengacu pada pendapat House dan Javidan (2004) dapat diperjelas kaitan antara budaya organisasi dengan kepemimpinan seperti nampak pada Gambar 3
Gambar 3. Kepemimpinan Dalam Perspektif Budaya (House & Javidan 2004) Penjelasan gambar: Berbagai budaya, aturan dan praktek yang terjadi dan berkembang dalam masyarakat akan mempengaruhi karakteristik dan gaya kepemimpinan.
1. Gaya kepemimpinan dan berbagai aspek budaya masyarakat serta disain strategi organisasi mempengaruhi karakteristik dan budaya organisasi.
24
FORUM AKADEMIKA Dalam mendesain strategi organisasi juga dipengaruhi oleh budaya sosial 2. Strategi organisasi dan budaya organisasi juga mempengaruhi gaya kepemimpinan organisasi. 3. Gaya kepemimpinan akan mempengaruhi tingkat penerimaan atau pengakuan pemimpin di dalam organisasi (dimata stakeholder dan atau shareholder) dan pada gilirannya akan mempengaruhi efektifitas pemimpin. 4. Di sisi lain gaya atau perilaku pemimpin dengan mempertimbangkan strategi organisasi akan mempengaruhi efektifitas keberhasilan seorang pemimpin dan pada gilirannya juga akan mempengaruhi tingkat akseptansi/penerimaan pemimpin itu di dalam organisasi. Jadi hubungan antar tingkat akseptansi dan tingkat efektifitas pemimpin bersifat timbal balik.
5. Berbagai aspek budaya masyarakat dan budaya organisasi secara implisit akan mempengaruhi teori kepemimpinan yang dinuansai oleh aspek budaya (CLT = culturally leadership theory) dan secara interaktif dengan gaya/perilaku pemimpin akan mempengaruhi tingkat akseptansi seorang pemimpin. 6. jika ditelusuri lebih mendasar budaya masyarakat akan mempengaruhi kinerja ekonomi (kesejahteraan/kemakmuran) masyarakat dan juga mempengaruhi keadaan fisik dan psikolog masyarakat. Kepemimpinan hakekatnya menjadi kekuatan penggerak atau sering diistilahkan sebagai driver dari suatu sistem organisasi. Hal ini bisa dilihat dari kerangka kerja tentang kriteria penghargaan BALDRIGE, 2011-2012 seperti yang dijelaskan dalam Gambar 4
Gambar 4: Kriteria Kinerja Unggul (www.baldrige.nist.gov, 2011-2012)
Muhammad Cholil Dari Gambar 4 diatas nampak bahwa betapa sentral peran kepemimpinan dalam mewujudkan tujuan organisasi, yang berbasis kepuasan pelanggan sebagai pemanfaatan budaya organisasi yang pada gilirannya menentukan kinerja bisnis. P E N E L I T I A N B U D AYA D A N PERILAKU KEPEMIMPINAN Va r i a b e l a t r i b u s i b u d a y a d a n perilaku kepemimpinan dalam penelitian ini menggunakan konsep dari Hoffstede dan Hoffstede (2005) penghindaran keridakpastian, jarak kekuasaan dan individualisme. Sedang aspek budaya assertiveness (ketegasan) dan gender egalitarianism (kesetaraan gender) sebenarnya juga terkait dengan konsep budaya Hofstede. Tiga aspek yang lain yaitu: future orientation (orientasi kedepan) dan husmane orientation (orientasi keharuan) Sedangkan perilaku/gaya kepemimpinan diidentifikasikan dari enam perilaku kepemimpinan global versi House dan Javidan (2004) sebagai berikut: 1. Charismatic/value based leadership: refleksi kemampuan membangun inspirasi, motivasi dan ekspektasi mencapai hasil kinerja yang tinggi berdasarkan nilai inti organisasi. 2. Team oriented leadership, menekankan pada efektifitas pengembangan tim dan implementasinya mengintegrasikan pada setiap anggota tim. 3. Partisipative leadership, menekankan pelibatan dalam pembuatan dan penerapan keputusan. D.
25
4. Heumanic oriented leadership, menekankan pemberian dukungan, keharuan, kemurahan hati, kesopanan, dan kerendahan hati. 5. S e l f p r o t e c t i v e l e a d e r s h i p , menekankan pada jaminan keamanan dan keselamatan individu dan atau kelompok melalui peningkatan status. 6. Outonomous leadership, menekankan adanya kebebasan dan individualistik. Untuk kepentingan pembahasan sifat hubungan antara berbagai aspek budaya dengan perilaku kepemimpinan pada sejumlah negara yang dijadikan sebagai objek penelitian. Negara-negara tersebut dikelompokkan menjadi 10 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari beberapa negara. Adapun kelompok tersebut adalah Anglo, Eropa Germanic, Confucian Asia, Sahara Asia, Timur Tengah, Asia Selatan, Eropa Timur, Eropa Latin, Nordic Eropa, Amerika latin. Selanjutnya pembahasan didasarkan pada tabel 2 – 4. tabel ini merupakan ringkasan hasil penelitian dari program penelitian kepemimpinan global dan efektifitas perilaku organisasi (globe) yang ditunjukkan untuk meningkatkan pengetahuan interaksi lintas budaya. Respondennya meliputi 17.000 manejer dari 950 organisasi pada 63 negara. Dari beberapa pola hubungan kombinasi aspek budaya versi Hoffstede pada beberapa negara di berbagai belahan dunia dapat disimpulkan tentang kecenderungan tingkat dominasi aspek budaya. Dalam hal ini pembahasan diwakili oleh 6 negara yang ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 2
26
FORUM AKADEMIKA Tabel 2. Variasi Aspek Budaya Beberapa Negara Jarak kekuasaan Negara AS Perancis Inggris Jerman China Indonesia
Tinggi (T) √ √ √
Renda (R) √ √ √ -
Maskulinitas Feminin (F) √ √
Kolektifitas
Maskulin (M) √ √ √ √ -
Individu (I) √ √ √ √ -
Kolektif (K) √ √
Penghindaran ketidakpastian Tinggi Rendah (T) (R) √ √ √ √ √ √
Sumber: Javidan, House, dan Dorfman (2004) Konsekuensi dari peta profil budaya keenam negara tersebut antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Amerika Serikat sama dengan Inggris Jarak kekuasaan dan penghindaran ketidakpastian rendah, maskulin dan individualis. Gaya kepemimpinan yang relatif sesuai adalah otoriter, yang dipadukan dengan upaya membangun mutual trust. Sebagai konsekuensi budaya dengan individualisme yang tinggi maka bisa jadi seorang karyawan suatu perusahaan harus siap setiap saat bahkan setiap minggu sambil menerima gaji disampaikan keputusan perusahaan bahwa karyawan tersebut minggu depan tidak usah datang lagi, meskipun untuk keputusan ini diberi masa transisi enam bulan tetap menerima gaji sambil berusaha mencari pekarjaan baru. 2. Perancis dan Jerman Perancis dan Jerman memiliki budaya individualis dan penghindaran ketidakpastian Tinggi. Jarak kekuasaan tinggi bagi Perancis dan rendah bagi Jerman, sedang Perancis berbudaya feminine dan Jerman maskulin. Gaya kepemimpinannya adalah feodalistik, pemerintah/pengusaha bersifat top down management disertai dengan peraturan yang mendetail. Disini MBO tidak berjalan.
3. Indonesia dan China Ternyata Indonesia dan China sama-sama memiliki budaya jarak kekuasaan tinggi, kolektifis, dan penghindaran ketidakpastian rendah. Yang membedakan hanya dalam maskulinitas (Indonesia: F, sednag China: M). Gaya kepemimpinan yang cocok adalah otoriter disertai peraturan yang tegas namun harus dipimpin orang yang jujur dan tampil sebagai sosok keteladanan. E. META ANALISIS UNTUK MELIHAT HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI Glass (1976) menjelaskan meta analisis merupakan salah satu analisis statistik yang dikumpulkan dari sejumlah hasil analisis penelitian untuk kepentingan pengintegrasian hasil penelitian tersebut. Meta analisis merupakan salah satu pendekatan yang memungkinkan untuk dapat melakukan koreksi berbagai aspek kemungkinan kesalahan dan pada gilirannya mengintegrasikan kesimpulan berbagai hasil penelitian, sehingga mempunyai kekuatan ilmiah sebagai pijakan dalam pengambilan keputusan. Menurut Maksimović (2011) menjelaskan bahwa unit analisis dalam studi analisis adalah kajian hasil penelitian bukan subyek atau responden penelitian
Muhammad Cholil Di dalam meta-analisis menurut Hunter dan Schmidt (1990) diperkenalkan sejumlah langkah teknis dan bersifat kuantitatif, yang mengarah pada terjadinya sintesis berbagai hasil penelitian dalam bidang yang sejenis dan memiliki tugas sebagai berikut: 1. Mengkaji dan menganalisis data penelitian yang berasal dari hasil studi primer, dimana hasil analisis dipakai sebagai landasan untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan 2. Dapat menjadi petunjuk secara khusus untuk kepentingan penelitian lebih lanjut, yang mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang belum selesai dan perlu diteliti lebih lanjut. Pada hakekatnya pendekatan meta analisis ini bertumpu pada adanya ketersediaan sejumlah informasi artifak dari setiap hasil penelitian, yang akan menjadi dasar dalam melakukan tindakan koreksi. Lebih lanjut masih mengacu pada pendapat Hunter dan Schmidt (1990), dijelaskan terdapat sebelas artifak yang dapat menjadi dasar untuk melakukan langkah koreksi mengapa terjadi perbedaan berbagai hasil penelitian dalam bidang yang sama, sehingga bisa diberikan alternatif jawabannya. Kesebelas artifak itu adalah kesalahan karena: 1. Penentuan sampel. 2. Pengukuran variabel terikat 3. Pengukuran variabel bebas 4. Dikotomi pada variabel terikat 5. Dikotomi pada variabel bebas 6. Variasi rentangan dalam variabel terikat
27
7. Variasi rentangan dalam variabel bebas 8. Ketidaksempurnaan validitas konstruk pada variabel terikat 9. Ketidaksempurnaan validitas konstruk pada variabel bebas 10. Pelaporan atau transkripsional 11. Adanya varians yang disebabkan faktor ekstraneus. Prosedur yang perlu ditempuh dalam proses analisis meta-analisis, secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Melakukan identifikasi dan perumusan permasalahan penelitian 2. Pengumpulan data melalui seleksi artikel jurnal atau hasil penelitian primer yang sesuai dengan perumusan permasalahan penelitian 3. Pemberian penjelasan, klarifikasi dan evaluasi data. 4. Melakukan analisis dan penafsiran hasil analisis 5. Publikasi hasil akhir. Adapun langkah-langkah dalam proses analisis meta analisis umumnya berkaitan dengan: Pertama. Meta analisis bare bones, yaitu meta analisis untuk mengkoreksi jenis dan jumlah artifak yang informasinya tersedia pada hampir semua artikel/hasil penelitian yang dikaji. Kedua: Meta analisis yang ditujukan untuk mengkoreksi berbagai jenis dan jumlah artifak yang informasinya hanya tersedia secara acak dan sporadis. Dengan demikian berbagai hasil penelitian secara individual yang tidak lengkap jenis dan jumlah data (asal ada salah satu data) tetap dapat dilakukan proses meta analisis
28
FORUM AKADEMIKA dengan menggunakan distribusi efek artifak, baik penelitian korelasional maupun eksperimental Untuk penelitian yang bersifat koresional apalagi yang bersifat penelitian perbandingan diperlukan proses penyesuaian perhitungan melalui konversi tergantung jenis data yang diketahui dari data F dan atau t atau r dan atau d agar bisa dilakukan proses meta analisis. Adapun formulasi konversinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
5. Menghitung mean gabungan A = Ave (a) Ave (b) 6. Menghitung korelasi populasi yang dikoreksi varians: r = Ave (ρi) = Ave r/A 7. Menghitung jumlah kuadrat koefisien varians: V = SD2 / Ave2 8. Menghitung varians yang disebabkan oleh artifak: (S22) = ρ2 A2 V
d = 2t / √ N atau
9. Menghitung varians korelasi yang sebanarnya:
d = 2 r / √ (1-r)2 r = t/ √ t2 + (N-2)
Var (r) = [ var (ρo) - ρ2 A2 ]
r = (d/2) / √ (1 + (d/2)2
10. Menghitung interval kepercayaan:
t=√F D = ∑ Wi di/∑ Ni
Mr = r ± 1,96 (SD)
Selanjutnya analisis korelasi metaanalisis korelasi Hunter-Schmidt (1990) meliputi langkah-langkah, sebagai berikut : 1. Menghitung mean korelasi populasi, ρxy (r), dihitung dnegan menggunakan rumus. ∑ [ Ni n] / ∑ n1 r adalah korelasi studi I, n dan Ni adalah jumlah individu dalam studi i. 2. Menghitung varians r, S2r (σ2r) dengan rumus:
Namun sebelumnya perlu dihitung terlebih dahulu Bare Bornes Meta analisis, yang dilakukan pada semua studi maupun secara acak atau sporadis dengan rumus sebagai berikut: •
T = ∑ Ni
•
N=T/K
•
Ave (d) = ∑ Wi di / ∑ Wi
•
Var (d) = ∑ Wi ( di – d )2 / ∑ Wi
•
Var (e) = ( N – 1 ) / ( N – 3 ) ( 4/N ) ( 1 + D2 ) / 8
•
Ave (¶) = Ave (d)
•
Var (¶) = Var (d) – Var (c)
•
SD (¶) = √var (¶)
•
Interval kepercayaan 95%;
∑ [ Ni (ri-R)2 ] / ∑ n1 3. Menghitung varians kesalahan pengambilan sampel (σ2e) = ( 1 – r2 )2 / ( N – 1 ) 4. Menghitung varians yang dikoreksi atau varians yang sesungguhnya: (σ ρxy) = σ r - σ e 2
2
2
Ave (¶) ± 1,96 SD
29
Muhammad Cholil di sini bahwa Meta analisis dalam tulisan ini diterapkan pada hubungan antara gaya kepemimpinan (X = sebagai variabel bebas) dengan budaya organisasi (Y = sebagai variabel terikat). Diantara hasil penelitian dan atau kajian yang berkaitan dengan perilaku kepemimpinan dan budaya organisasi yang jika mampu mengidentifikasi data atau informasi r (koefisien korelasi) dan N (jumlah
responden) rxx (koefisien reliabilitas variabel bebas), dalam tulisan ini dalah gaya kepemimpinan, ryy (koefisien reliabilitas variabel terikat), dalam tulisan ini adalah budaya organisasi, maka bisa dilakukan meta analisis. Untuk jurnal yang baik koefisien korelasi dan koefisien reliabilitas bisa ditemukan seperti pada Tabel 3. Jika hanya tersedia sebagian informasi, bisa dicermati pada keseluruhan teks jurnal.
Tabel 3: Mean. Standar Deviasi,Korelasi, dan Reliabilitas N/Sub.Pen. Mean SD KP1 KP2 BO1 KP1 222/Karyawan 15,30 2,44 0,901* KP2 222/Karyawan 13,30 1,72 0,545* 0,876* BO1 222/Karyawan 14,70 2,08 0,655* 0,667* 0.823* BO2 222/Karyawan 18,72 1,35 0.766* 0,767* 0,788* KN 222/Karyawan 20,44 2,53 0,688* 0,900* 0,881* Sumber: Ilustrasi Contoh Pencarian Informasi Meta Analisis (2012)
BO2
KN
0,788* 0,879* 0.809*
Ket: KP= Kepemimpinan 1, 2: BO= Budaya Organisasi 1,2; KN= Kinerja N= Jumlah subyek penelitian; *= Koef. Reliabilitas; *= Koef Korelasi SIMPULAN Pemahaman dan penggunaan aspek budaya organisasi termasuk yang bersifat lintas budaya menjadi semakin penting sebagai kekuatan andalan dalam proses persaingan bisnis global dewasa ini dan dimasa yang akan datang. Sumber budaya organisasi sebenarnya secara potensial bisa digali dari simbol, disain tata letak ruangan dan bangunan, tradisi, dan agama untuk kemudian dikembangkan secara cerdas baik dalam lingkup lokal, nasional, regional, dan internasional. Budaya masih perlu dibedakan dengan iklim organisasi. Budaya organisasi lebih bersifat kontekstual dan ideografik, berorientasi pada nili dan asumsi yang mendasari serta bersifat kualitatif. Identifikasi dan internalisasi serta implementasi budaya akan direfleksikan dalam perilaku kepemimpinan organisasi yang akan menentukan kriteria akseptansi seorang F.
pemimpin, sekaligus menjadi indikator efektifitas kepemimpinan serta erektifitas keberhasilan organisasi. Pemilihan gaya kepemimpinan bagi organisasi bisnis dan juga organisasi lainnya menjadi semakin penting. Hal ini antara lain karena tingkat persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang semakin cepat dan dinamis. Yang pengting bagi seorang pemimpin harus berusaha semakin meningkatkan berbagai sumber kompetensi dan dedikasi sebagai kekuatan untuk bisa memanfaatkan berbagai peluang yang ditawarkan oleh lingkungan. Hoffstede dan Hoffstede (2005) mencoba mencari berbagai pola hubungan antara berbagai aspek budaya yang terdiri dari aspek budaya: jarak kekuasaan, penghindaran k e t i d a k p a s t i a n , m a s k u l i n VS f e m i n i n , individualisme VS kolektifisme disejumlah negara yang akan dijadikan sebagai pijakan dalam mendesain kepemimpinan dan gaya
FORUM AKADEMIKA kepemimpinan yang bisa memanfaatkan karakteristik budaya. Misalnya untuk negara yang didominasi oleh budaya kolektifisme maka perlu untuk ditetapkan seorang pemimpin yang menekankan pada pembentukan tim kerja. Sebaliknya bagi yang didominasi budaya individualisme perlu ditekankan pada aspek manajemen mobilitas sumberdaya. Demikian juga bagi negara yang didominasi oleh jarak kekuasaan yang tinggi seperti Indonesia perlu dicari sosok kepemimpinan yang otoriter penuh kedisiplinan namun memiliki kejujuran yang tinggi. Penelitian House dan Javidan (2004) perihal kaitan gaya kepemimpinan dilihat dari perspektif budaya ternyata hampir semua kelompok negara cenderung mengarah pada pemilihan gaya kepemimpinan karismatik. Kemudian diikuti oleh gaya kepemimpinan orientasi tim dan partisipasi. Meskipun disadari secara kasuistis gaya kepemimpinan tersebut tidak selalu lebih baik dibanding penggunaan gaya kepemimpinan yang paling ekstrim sekalipun yaitu gaya kepemimpinan koreksi diri. Dengan kata lain gaya kepemimpinan situasionallah yang menjadi pertimbangan sesuai dengan karakteristik situasi termasuk budaya, karakteristik bawahan, dan karakteristik individu pemimpin itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Denison R.D., 1996. “What is the difference between organizational culture and organizational climate? : A Native’s of View on a Decade of Paradigm Wars,” Journal Academic of Management Review, 21, 2, pp. 619-649. Djamaluddin A, 2004. Psikologi Terapan: Mengupas dinamika kehidupan manusia, Yogyakarta : Darussalam. Dowling J.P. 1994. International dimention of human resource management, 2th edition, Califormia :International Thomson Publishing.
30 Glass, G., V. 1976. Primary,secondary, and meta-analysis of research. Educational Researcher, 5, 3-8. Hoffstede G. and Hoffstede J.G., 2005. Culture and organizations software of the mind, interculture corporation and its importance for survival, New York : Mc Grow Hill. House R.J. and Javidan, M. 2004. Culture,lLeadership, and organizations, the GLOBE study of 62 societies, Sage Publications, London : International Educational and Proffesional Publisher. Hunter, J. E. and Schmidt, F.L. 1990. Methods of meta-analysis: Correcting error and bias in research findings. Newbury Park: Sage Publications. Inc. Javidan,M., House,R. J., and Dorfman, P.W. 2004. A Nontechnical summary of Globe finding: Culture, leadership, and organizations, the GLOBE study of 62 Societies, Sage Publications, London: International Educational and Proffesional Publisher Kinicki A. and Kreitner R. 2010. Organizational behavior, key concept, skills and best practices, New York : Mc Grow Hill. Maksimović J. 2011. THE Application of Metaanalysis in educational research.* Philosophy, sociology, psychology and history . 10, 1, 2011, pp. 45 - 55 Robbin, S. P.,and judge, T. A, 2012. Organizational behavior, 14th ed, New Jersey : Prentice Hall International. Susanto,A. B. 1997. Budaya perusahaan manajemen dan persainganbBisnis, Jakarta : Gramedia, Elex Media Komputindo www.baldrige.nist.gov http:// . Criteria for Performance Excellence. Publications /business-non profit criteria.cpm. 2011-2012.
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN DANA PUAP TERHADAP PETANI DI KABUPATEN BOYOLALI Ahmad Husin STIE Wijaya Mulya Surakarta Sarsono STIE Wijaya Mulya Surakarta
ABSTRACT The research background is the farmers’ lack of access to sources of capitals, markets and technology, due to the weakness of their organization. The problem in this research is any factor that affects the PUAP funding, which of these has the dominant influence on the PUAP funding. The location of the study conducted by the researchers is the Gapoktan (Farmers’ Group Association) of each district of Boyolali Department of Agriculture and Forestry. The total population is 163 members of Gapoktan. The total sample is 50 members. In this study the researchers used the primary data. Based on the data analysis and the discussion that have been put forward, multiple linear regression equation Y == 0.740 + 0.320 XI + 0.157 X2 + 0.495 X3. The tiest showed that the value of toouni for the variable aspects of income is derived from the results of teount = 4.003 > t table=s 2.012. The variable of land area has its influence. From that calculation it is obtained that the value of tcount=: 2.407 > ttabie^ 2.012. Hence, there is a significant effect of the provision of land to the PUAP funds. From the Group Personal variable, it is obtained the results of tcount=: 5.102 > liable “= 2.012. Thus, there is a significant effect of the personal group on the PUAP funding. Based on the test F results, it is obtained that the value of Feount = 27.908 > Ffabie = 2.610; Then Ho is rejected, so that together there was a significant effect of income aspect (X1), land area (X2) and personal group (X3) on the provision of PUAP funds. Keywords : Poverty, Employment, PUAP A.
Latar Belakang Masalah Pertanian sebagai sumber kehidupan yang strategis. Kehidupan yang berarti suatu perjalanan panjang selalu diupayakan untuk terus berkembang kearah yang lebih bermakna dan bermanfaat. Perkembangan ini dapat meliputi berbagai hal antara lain bidang produksi, keuangan, pemasaran, sumber daya manusia dan juga informasi. Kesemua bidang tersebut terkait satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan.
Misalnya petani menjalankan pekerjaannya di sawah menanam padi. Tanaman padi tersebut tidak di biarkan begitu saja tetapi di jaga dan di pupuk serta di obati supaya dapat tumbuh subur menjadi tanaman padi yang berkualitas. Semua bentuk perawatan dan pemeliharaan ini sebenarnya bukan pekerjaan yang sederhana dan mudah tetapi sangat sulit bahkan kompleks karena berhubungan dengan kondisi alam.
FORUM AKADEMIKA Menurut Khaldun (2010) pertanian pada mulanya merupakan sesuatu yang sederhana dan sangat alami pembawaannya. Ia tidak membutuhkan dasar pengetahuan yang kompleks. Sehingga, ia diindentikkan sebagai sumber penghidupan bagi kaum lemah. Berbeda dengan bidang pekerjaan lain seperti kerajinan yang proses pengerjaannya jauh lebih rumit karena di samping membutuhkan kesabaran, keuletan juga keterampilan. Kerajinan manufaktur tidak hanya membutuhkan dasar pengetahuan yang cukup, tingkat keahlian yang memadai tetapi juga kreativitas dengan seni tingkat tinggi. Sehingga hasilnya banyak diminati oleh masyarakat tingkat menengah dan tingkat atas. Agar pertanian bisa berkembang lebih efektif sehingga dapat memperkuat perekonomian masyarakat, para petani tidak terlalu tergantung pada penghasilan pertaniannya, tanpa membuat divertivikasi pada penduduknya. Jika ini terjadi, maka para petani bisa melakukan kreativitas dan inovasi suatu produk hingga pada akhirnya dapat meningkatkan penghasilan para petani itu sendiri. Dengan demikian kondisi ekonomi para petani dapat meningkat dan menyesuaikan para pekerja lain sehingga anggapan petani menjadi korban ketidakadilan atas kebijakan penguasa terhapus dengan sendirinya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin tercatat (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada maret 2011 mencapai 30,02 juta orang (12,49%), turun 1,00 juta orang (0,84) di banding dengan penduduk miskin pada
32 maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang (13,33%). (BPS No. 4/07/Th. XIV, 1 Juli 2011). Selain itu angka kemiskinan di pedesaan selalu lebih tinggi dari perkotaan. Menurut data BPS, pada tahun ini saja terdapat18,48 juta jiwa penduduk miskin pedesaan dan jumlah ini lebih besar dari jumlah penduduk miskin kota yang sebesar 10,65 juta jiwa. Penduduk desa tersebut tentunya adalah petani gurem dan buruh tani yang menurut data sensus pertanian 2003 berjumlah 13 juta jiwa. Jumlah ini akan bertambah pada tahun ini dan bisa disetarakan dengan jumlah penduduk miiskin di desa, seiring dengan adanya konversi alih lahan. Angka konversi lahan sendiri sebesar 100 ribu Ha per tahun. (www.spi.or.id diunduh tanggal 28 Januari 2012). Kemiskinan di pedesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi proritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Dengan demikian pembangunan ekonomi yang bertumpu pertanian dan pedesaan akan membawa dampak pada peningkatan kesejahteraan sehingga secara keseluruhan dapat mengurangi kemiskinan. Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah. Untuk mengatasi dan menyelesaian permasalahan tersebut pemerintah menetapkan program jangka menengah yang fokus pada pembangunan pertanian pedesaan. Salah satunya ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di pedesaan.
Ahmad Husin; Sarsono Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008 dilakukan secara terintegrasi dengan program PNPM-M. Untuk pelaksanaan PUAP di bidang pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Agribisnis Pedesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian ( K E P M E N TA N ) N o m o r 1 6 / K p t s / OT.140/2/2008. (Peratuan Menteri Pertanian Nomor : 16/Permentan/OT.140/2/2008). PUAP merupakan bentuk fasilitas bantuan modal usaha-usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, GAPOTAN, bekerja didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. PUAP yang dikelola GAPOKTAN diharapkan dapat mejadi tumbuh dan berkembang sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga kemiskinan dapat ditanggulangi. B.
Tinjauan Pustaka Menurut Suprapto (2010) Pengembangan Usaha Agribisnis di Pedesaan yang selanjutnya disebut PUAP adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuh kembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Menurut Suprapto (2010) definisi PUAP ada beberapa macam diantaranya :
33
Agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian terdiri atas 4 (empat) sub-sistem, yaitu Subsistem hulu, yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian, Subsistem pertanian primer, yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan saran produksi yang dihasilkan subsistem hulu, Subsistem agribisnis hilir, yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas pertanian; dan Subsistem penunjang, yaitu kegiatan yang meyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain. G a b u n g a n K e l o m p o k Ta n i (Gapoktan) PUAP adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Kelompok Tani adalah kumpulan petani/peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) adalah Lembaga Keuangan Mikro yang didirikan, dimiliki dan dikelola oleh petani/masyarakat tani di pedesaan guna memecahkan masalah/ kendala akses untuk mendapatkan pelayanan keuangan guna membiayai usaha agribisnis. Adapun tujuan Program Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) menurut menteri pertanian adalah sebagai berikut (Suswono, 2010) : 1. M e n g u r a n g i k e m i s k i n a n d a n pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di pedesaan sesuai dengan potensi wilayah. 2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyelia mitra tani.
FORUM AKADEMIKA 3. M e m b e r d a y a k a n k e l e m b a g a a n petani dan ekonomi pedesaan untuk mengembangkan kegiatan usaha agribisnis. 4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Organisasi Pelaksana PUAP meliputi Tingkat Pusat, Tingkat Provinsi, Ti n g k a t K a b u p a t e n / k o t a , Ti n g k a t Kecamatan dan Tingkat Desa. Dalam rangka menentukan Gapoktan PUAP yang dapat ditumbuhkan menjadi LKM-A, aspek penilaian yang menjadi ukuran kinerja GAPOKTAN adalah modal keswadayaan, simpanan suka rela, aset yang dikelola. C. Penelitian Terdahulu 1. Eko Setyono. 2012. Penentuan Rating Faktor Strategik Internal Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Kasus Kabupaten Karawang. Institut Pertanian Bogor. Bandung. Berdasarkan hasil kajian, prioritas strategi keberlanjutan program PUAP didasarkan pada aspek tingkat kinerja dan kualitas kinerja Gapoktan di Kabupaten Karawang sebesar 34,78% yang dinilai sudah optimal. Penekanan strategi dengan memanfaatkan peluang eksternal terhadap kelemahan internal yang ada (strategi W O). Hasil perumusan strategi SWOT dilanjutkan dengan analisis QSPM untuk menentukan prioritas dari beberapa alternatif strategi yang sudah dihasilkan. Strategi yang menjadi Prioritas adalah: peningkatan Profesionalisme anggota Gapoktan, pemberian sanksi bagi pengurus yang menyelewengkan
34 dana PUAP, meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan dari produk impor, mengembangkan usahatani dengan menambah jenis komoditi yang diusahakan dan perluasan pasar, pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia dan meningkatan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan bermitra bersama swasta. 2. Siswanto. 2009. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian D a n a P u a p Te r h a d a p P e t a n i Di Kabupaten Grobogan. Undip Semarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh tingkat penghasilan, luas tanah dan personal terhadap pengambilan keputusan dalam pemberian dana PUAP di Kabupaten Grobogan dan menganalisis variabel mana yang paling dominan dalam pengambilan keputusan dalam pemberian dana PUAP. berdasarkan hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi departemen pertanian untuk mengambil suatu kebijakan dalam pemberian dana PUAP. pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda dengan Uji t, Uji F, koefisien determinasi(R2). Populasi dalam penelitian ini adalah Kelompok tani(POKTAN) Yang menerima Dana PUAP di Grobogan. Sedangkan jumlah sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah 20 responden, 20% dari total populasi
Ahmad Husin; Sarsono (Arikunto,1996). Berdasarakan hasil penelitian diketahui bahwa variabel tingkat penghasilan (X 1) berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemberian dana PUAP, karena t hitung = 3,297 > 2,086. Variabel luas tanah (X2) berpengaruh signifikan terhadap pemberian dana PUAP, karena thitung = 4,867 > 2,086. Variabel personal (X3) berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemberian dana PUAP, karena thitung = 6,085 > 2,086. Hasil perhitungan uji F di peroleh Fhitung = 17,954 > 3,098 sehingga tingkat penghasilan, luas tanah, personal secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemberian dana PUAP. Variabel luas tanah(X2) merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pemberian dana PUAP, karena variabel luas tanah mempunyai koefisien beta yang lebih besar di bandingkan dengan variabel-variabel yang lain, yaitu sebesar 0,605. Sehingga variabel luas tanah yang paling dominan berpengaruh terhadap pemberian dana PUAP terbukti kebenarannya. Besarnya koefisien determinasi (R2) adalah 0,681 hal ini berarti bahwa variasi perubahan variabel keputusan pemberian dana PUAP di kabupaten Grobogan dapat di jelaskan oleh variabel tingkat penghasilan, luas tanah dan personal sebesar 68,1% sedangkan sisanya sebesa 31,9% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang di luar model. D. Hipotesis Hipotesis sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang ada,
35
maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga variabel tingkat penghasilan, luas tanah dan personal kelompok mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemberian dana PUAP. 2. Diduga variabel luas tanah adalah faktor yang dominan terhadap pemberian dana PUAP. E. Metode Penelitian 1. Lokasi dan Obyek Penelitian Lokasi penelitian yang dilakukan peneliti sebagai penelitian adalah GAPOKTAN masing-masing Kecamatan, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Boyolali. Jumlah populasi sebanyak 163 anggota GAPOKTAN. Jumlah sampel sebanyak 50 anggota. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber atau subyek penelitian dengan wawancara dan kuesioner (Arikunto, 1996), yang ditujukan kepada anggota GAPOKTAN. 2. Populasi dan Sampel Yang menjadi populasi penelitian ini adalah semua kelompok GAPOKTAN yang menerima dana PUAP selama tahun 2010-2012 Supaya hasil penelitian ini terjamin kebenarannya, maka dari populasi sebesar 163 anggota kelompok GAPOKTAN penerima dana PUAP diambil sampel sebanyak 50 orang. 3. Data dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer melalui data wawancara
36
FORUM AKADEMIKA dan menyebarkan kuesioner yang ditujukan kepada anggota GAPOKTAN. 4. Metode Pengumpulan Data a. Observasi Observasi dilakukan dalam penelitian untuk mengetahui secara langsung kegiatan yang berlangsung di tempat penelitian. b. Wawancara Wawancara dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data yang diperlukan melalui tanya jawab secara langsung dengan responden. c. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara menyebarkan angket yang berisi tentang pertanyaan kepada responden. Sedangkan responden akan menjawab pertanyaan tersebut. 5. Teknik Pengukuran Variabel 1. Uji Validitas Jawaban dikatakan valid apabila pada taraf signifikan 5% atau rhitung > rtabel, sehingga butir-butir pernyataan kuesioner dikatakan valid. 2. Uji Reliabilitas Kriteria keputusan realibel tidaknya kuesioner dinyatakan
apabila nilai rhitung > rtabel, dengan taraf signifikan 5%, sehingga butir-butir kuesioner dikatakan realibel atau nilai reliabilitas > 0,6. 6. Metode Analisis Data a. Analisis Regresi Linier Berganda b. Uji-t c. Uji F d. Koefisien Determinasi F. Hasil Dalam menganalisa data yang telah ada tersebut, penulis menggunakan data kuantitatif yaitu data yang berwujud angka-angka hitung, kemudian dari hasil perhitungan akan dianalisis untuk disimpulkan. Analisa data kuantitatif yang digunakan meliputi uji validitas, uji reliabilitas, analisis regresi linier berganda, uji F, uji t dan determinasi (R2). Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Hasil dari perhitungan uji validitas, maka dapat diuraikan per variabel penelitian sebagai berikut : a. Variabel Aspek Penghasilan Dari hasil penelitian terhadap 50 responden dengan 5 item/instrumen pertanyaan, ternyata semua item/instrumen dinyatakan valid. Adapunn hasil uji validitas dari variabel aspek penghasilan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1 Hasil Uji Validitas Instrumen Aspek Penghasilan No
R hitung
R tabel
Keputusan
1 2 3 4 5
0,577 0,658 0,662 0,755 0,504
0,230 0,230 0,230 0,230 0,230
Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Data Primer yang diolah
37
Ahmad Husin; Sarsono Ta b e l 1 menunjukkan bahwa validitas instrumen variabel aspek penghasilan sebanyak 5 butir pertanyaan dapat diperoleh rhitung > rtabel sebesar 0,230. Ini berarti variabel aspek penghasilan valid.
b. Variabel Luas Tanah Dari hasil penelitian terhadap 50 responden dengan 5 item/ instrumen pertanyaan, ternyata semua item/ instrumen dinyatakan valid. Adapun hasil uji validitas dari variabe luas tanah dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2 Hasil Uji Validitas Instrumen Luas Tanah No 1 2 3 4 5
R hitung R tabel 0,598 0,230 0,751 0,230 0,648 0,230 0,521 0,230 0,551 0,230 Sumber : Data Primer yang diolah Ta b e l 2 menunjukkan bahwa validitas instrumen variabel luas tanah sebanyak 5 butir pertanyaan dapat diperoleh r hitung > r tabel sebesar 0,230. Ini berarti variabel luas tanah valid. c. Va r i a b e l P e r s o n a l Kelompok
Keputusan Valid Valid Valid Valid Valid Dari hasil penelitian terhadap 50 responden dengan 5 item/ instrumen pertanyaan, ternyata semua item/ instrumen dinyatakan valid. Adapun hasil uji validitas dari variabe personal dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 3 Hasil Uji Validitas Instrumen Personal No 1 2 3 4 5
R hitung R tabel 0,599 0,230 0,290 0,230 0,447 0,230 0,673 0,230 0,310 0,230 Sumber : Data Primer yang diolah
Keputusan Valid Valid Valid Valid Valid
38
FORUM AKADEMIKA
d.
Hasil penelitian terhadap 50 responden dengan 5 item/instrumen pertanyaan, ternyata semua item/instrumen dinyatakan valid. Adapun hasil uji validitas dari variabel pemberian dana dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Ta b e l 5 menunjukkan bahwa validitas instrumen variabel personal sebanyak 5 butir pertanyaan dapat diperoleh rhitung > rtabel sebesar 0,230. Ini berarti variabel personal valid. Variabel Pemberian Dana PUAP
Tabel 4 Hasil Uji Validitas Instrumen Pemberian Dana PUAP No 1 2 3 4 5
R hitung R tabel 0,482 0,230 0,382 0,230 0,570 0,230 0,620 0,230 0,377 0,230 Sumber : Data primer yang diolah.
Ta b e l 4 menunjukkan bahwa validitas instrumen variabel pemberina dana PUAP sebanyak 5 butir pertanyaan dapat diperoleh rhitung > rtabel sebesar 0,230. Ini berarti variabel pemberian dana PUAP valid. 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana sesuatu alat ukur dapat dipercaya untuk mengetahui apakah instrumen dapat diuji cobakan untuk mengetahui kehandalannya. Bila alat ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama hasil yang diperoleh konsisten, alat ukur tersebut dapat dikatakan
Keputusan Valid Valid Valid Valid Valid
reliabel. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus product moment dari Pearson. Untuk mengetahui hasil dari perhitungan uji reliabilitas, maka dapat diketahui hasil olah data SPSS sebesar Cronbach’s Alpha 0,738. ari hasil tersebut menunjukkan koefisien reliabilitas (Cronbach Alpha) adalah reliabel, artinya untuk semua pertanyaan dapat diandalkan/reliabel, karena melebihi ambang batas lebih besar dari Nunnally 0,230 (Imam Ghozali, 2002:132). 3. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis nregresi linier berganda adalah analisis untuk mengetahui pengaruh dari aspek penghasilan, luas tanah dan personal kelompok terhadap pemberian dana PUAP. Selain untuk mengetahui
39
Ahmad Husin; Sarsono pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam analisis regresi linier berganda ini, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 Dimana : Y = Pemberian dana PUAP X1 = Aspek penghasilan X2 = Luas tanah X3 = Personal kelompok b = Koefisien regresi a = Konstanta. Dari hasil tersebut, maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut: Y = 0,740 + 0,320 X1 + 0,157 X2+0,495X3 Dari persamaan regresi linier berganda di atas memberikan keterangan sebagai berikut ; a = 0,740 Dari hasil tersebut menunjukkan a s p e k penghasilan, luas tanah dan personal kelompok mempunyai p e n g a r u h postif terhadap pemberian dana PUAP. b1 = 0,320. Dari hasil tersebut menunjukkan p e n g a r u h positif yaitu apabila aspek penghasilan yang diberikan G A P O K TA N B o y o l a l i s e m a k i n
b2 = 0,157.
b3 = 0,495.
meningkat maka mengakibatkan pemberian dana PUAP meningkat. Dari hasil tersebut menunjukkan pengaruh positif yaitu apabila luas tanah yang diberikan G A P O K TA N B o y o l a l i s e m a k i n meningkat maka mengakibatkan pemberian dana PUAP meningkat. Dari hasil tersebut menunjukkan p e n g a r u h positif yaitu apabila personal G A P O K TA N B o y o l a l i s e m a k i n baik maka mengakibatkan pemberian dana PUAP meningkat.
4. Uji t Adapun perhitungan untuk menguji keberartian variabel independen (aspek penghasilan, luas tanah dan personal kelompok) secara individu terhadap variabel dependen (pemberian dana PUAP) adalah sebagai berikut : a. Uji t yang berkaitan dengan aspek penghasilan (X1) terhadap
FORUM AKADEMIKA pemberian dana PUAP (Y) diperoleh hasil dari thitung = 4,003 > ttabel = 2,012, maka Ho ditolak sehingga ada pengaruh yang signifikan aspek penghasilan terhadap pemberian dana PUAP. b. Uji t yang berkaitan dengan luas tanah (X2) terhadap pemberian dana PUAP (Y) diperoleh hasil dari thitung = 2,407 > ttabel = 2,012, maka Ho ditolak sehingga ada pengaruh yang signifikan luas tanah terhadap pemberian dana PUAP. c. Uji t yang berkaitan dengan personal kelompok (X3) terhadap pemberian dana PUAP (Y) diperoleh hasil dari thitung = 5,102 > ttabel = 2,012, maka Ho ditolak sehingga ada pengaruh yang signifikan personal kelompok terhadap pemberian dana PUAP. 5. Uji F Dengan didapatnya Fhitung = 27,908 > Ftabel = 2,610, maka Ho ditolak, sehingga secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan aspek penghasilan (X1), luas tanah (X2) dan personal kelompok (X 3) terhadap pemberian dana PUAP. 6. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi ini digunakan untuk mengetahui berapa besar variasi Y yang dapat dijelaskan oleh variasi X, yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh aspek penghasilan (X 1), luas tanah (X 2), dan personal kelompok (X3) terhadap pemberian dana PUAP (Y) secara bersama-sama. Dari perhitungan komputer program SPSS versi 12.00, diperoleh R2 = 0,662, ini dapat diartikan
40 bahwa 66,2% perubahan/variasi Y (pemberian dana PUAP) dikarenakan oleh adanya perubahan/variasi variabel X (aspek penghasilan, luas tanah dan personal kelompok), sedangkan 33,8% sisanya dikarenakan oleh adanya perubahan variabel lain yang tidak masuk dalam model. G. Pembahasan Dari hasil analisis data dapat dijawab rumusan hipotesisnya yang pertama diduga variabel tingkat penghasilan, luas tanah dan personal kelompok mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemberian dana PUAP terbukti kebenarannya. Hal ini dapat ditunjukkan besarnya nilai koefisien regresi untuk b1 = 0,320, b2=0,157 dan b3 =0,495. Hipotesis yang kedua berbunyi Diduga variabel luas tanah adalah faktor yang dominan terhadap pemberian dana PUAP tidak terbukti kebenarannya, karena yang paling dominan adalah personal kelompok atau b3 sebesar 0,495, diikuti besarnya b1 yaitu tingkat penghasilan sebesar 0,320, dan yang terakhir luas tanah atau b2 sebesar 0,157. H. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Faktor tingkat penghasilan, luas tanah, dan personal kelompok berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemberian dana PUAP. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh persamaan: Y = 0,740 + 0,320 X1 + 0,157 X2+0,495X3
Ahmad Husin; Sarsono
2.
3.
4.
5.
6.
Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa variabel aspek penghasilan, luas tanah, dan personal kelompok mempunyai pengaruh positif terhadap pemberian dana PUAP. Berdasarkan uji t menunjukkan bahwa nilai thitung untuk variabel aspek penghasilan diperoleh hasil dari thitung = 4,003 > ttabel = 2,012, maka Ho ditolak sehingga ada pengaruh yang signifikan aspek penghasilan terhadap pemberian dana PUAP. Variabel luas tanah mempunyai pengaruh Dari perhitungan tersebut diperoleh hasil dari thitung = 2,407 > ttabel = 2,012, maka Ho ditolak sehingga ada pengaruh yang signifikan luas tanah terhadap pemberian dana PUAP. Variabel Personal Kelompok diperoleh hasil dari thitung = 5,102 > ttabel = 2,012, maka Ho ditolak sehingga ada pengaruh yang signifikan personal kelompok terhadap pemberian dana PUAP. Berdasarkan hasil uji F dapat diperoleh bahwa nilai Fhitung = 27,908 > Ftabel = 2,610, maka Ho ditolak, sehingga secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan aspek penghasilan (X 1), luas tanah (X 2) dan personal kelompok (X3) terhadap pemberian dana PUAP. Berdasarkan hasil koefisien determinasi (R2) diperoleh R2 = 0,662, ini dapat diartikan bahwa 66,2% perubahan/ variasi Y (pemberian dana PUAP) dikarenakan oleh adanya perubahan/ variasi variabel X (aspek penghasilan, luas tanah dan personal kelompok), sedangkan 33,8% sisanya dikarenakan oleh adanya perubahan variabel lain yang tidak masuk dalam model.
41
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, PT. Asdi Mahasatya. Bank Indonesia, 2001, Sejarah Peranan Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha Kecil, Biro Kredit, Bank Indonesia. Badan Pusat Statistik No. 4/07/Th. XIV, 1 Juli 2011 Departemen Pertanian, 2008, Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Petani (PUAP). Djarwanto. Ps dan Subagyo Pangestu, 1982, Statistik Induktif, Yogyakarta, BPFE. Eko Setyono, 2012, Penelitian Terdahulu Tentang Penentuan Rating Faktor Strategi Internal Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Kasus Kabupaten Karawang. Institute Pertanian Bogor. Gujarati, Damodar N, 2001, Ekonomi Dasar, Alih Bahasa Sumarmo Zain, Jakarta, Erlangga. Khaldun, Ibnu, 2010, Analisa Ekonomi Pertanian,Surakarta,Solopos. Kustituanto, Bambang dan Badrudin, Rudy, 1995, Statistik Ekonomi, Yogyakarta, STIE YKPN.
FORUM AKADEMIKA Machmud, Mulyono, 2008, Identifikasi Potensi Wilayah. Prabowo, Hermas, 2008, PUAP Jangan Sekedar Bagi-bagi Uang, Jakarta, Kompas. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 16/ P e r m e n t a n / O T. 1 4 0 / 2 / 2 0 0 8 ) Te n t a n g P e d o m a n U m u m Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Siswanto, 2009. Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Dana Puap Terhadap Petani DI Kabupaten Grobogan. Undip Semarang. Sugiyono, 2002, Metode Penelitian Bisnis, Bandung, CV. Alfabeta. Sulaiman, Wahid, 2004, Analisis Regresi Menggunakan SPSS, Yogyakarta, Andi Offset. Suprapto, Ato, 2010, Pedoman Pengembangan SDM Pertanian, Jakarta. Suswono, 2010, Peraturan Kementerian Pertanian, Jakarta.
42 Susanto, Slamet, 2007, Manajemen aset Berbasis Resiko Pada Perusahaan Air. Umar, Husein, 2003, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. Usman, 2004, Keuangan Mikro Untuk Masyarakat Miskin, Pengalaman Nusa Tenggara Timur, Jakarta, Lembaga Pennelitian Semeru. Wiyono, 2005, Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro, Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional; Upaya Kongkrit Memutus Rantai Kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan, edisi khusus, Jakarta, Pusat Pengkajian Ekonomi dan Keuangan. Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional Departemen Keuangan. www.spi.or.id diunduh tanggal 28 Januari 2012.
OPINI AUDIT DAN MEMODIFIKASI OPINI TERHADAP PERUSAHAAN YANG MENGALAMI KEBANGKRUTAN
Sudaryono STIA ASMI SOLO - Surakarta
ABSTRAK Auditor dalam memberikan opini ada lima jenis opini, yaitu: Unqualified Opinion, Unqualified Opinion With Explanatory, Qualified Opinion, Adverse Opinion dan Disclaimer Opinion. Pemberian opini selain dari laporan audit srandar dengan opini pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), karena opini audit dipengaruhi oleh beberapa kondisi, yang diantaranya: lingkup audit yang dibatasi, laporan keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, auditor yang tidak independen, tidak ada konsistensi, ketidak pastian yang material, keraguan going concern, setuju dengan penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, penekanan atas sesuatu, laporan yang melibatkan auditot lain. Kegagalan auditor dalam mengklasifikasi opini perusahan yang mengalami kebangkrutan, kurang dari 50% yang medapatkan opini Going Concern dari kasus-kasus kebangkrutan. Untuk mengklasifikasi hal diatas ada dua model, yaitu: model pertama mengklasifikasi perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan dan tidak mengalami kebangkrutan, dengan pempertimbangkan mengenai ratio finasial,ukuran perusahaan dan hidden fraud (kecurangan yang dilaporkan setelah tanggal pelaporan audit). Model kedua berfokus pada factor-faktor keputusan opini yang mempunyai potensi untuk menjelaskan kegagalan auditor dalam memodifikasi opini audit perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Kata kunci : Opini Audit, Modifikasi Audit. A. PENDAHULUAN Audit opinion merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan audit report. Audip opinion diekspresikan pada paragrap pendapat yang merupakan bagian dari audit report, seperti tertulis dalam SPAP, 1994 : 110 alinea 1 dalam melakukan penugasan umum, auditor ditugaskan untuk memberikan opini atas laporan keuangan suatu satuan usaha. Opini yang diberikan
merupakan pernyataan kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Paragrap pendapat dalam audit report dengat tegas menyatakan bahwa yang diberikan adalah suatu pendapat dan bukan suatu penyataan mutrak atau jaminan.
FORUM AKADEMIKA Perlu diingat bahwa yang menjadi tanggung-jawab auditor adalah opini yang diberikan, sedangkan isi atas laporan keuangan yang diaudit merupakan tanggungjawab manajemen sepenuhnya. Ada lima opini yang dapat diberkan oleh auditor berdasarkan hasil pengauditan atas laporan keuangan kliennya, yaitu : Unqualified Opinion, Unqualified Opinion With Explanatory , Qualified Opinion, Adverse Opinion dan Disclaimer Opinion. Opini ini diberikan oleh auditor berdasarkan kondisi laporan keuangan yang harus dapat difahami oleh auditor, apa bila auditor tidak dapat memahmi dan menguasi kondisi laporan keuangan maka kemungkinan akan terjadi bias atas opini yang diberikan. Sehingga tidak mengherankan kalau auditor kadang-kadang gagal memodifikasi opini audit, karena salah memahami kondsi laporan keuangan tersebut. Selama dalam proses peng-auditan auditor dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman dan pertimbangan (judgment). Dari uraian diatas opini audit dan modifikasi opini tehadap perusahaan yang mengalami kebangkrutan, merupakan salah satu topic sangat menarik untuk dikaji.
B. J E N I S D A N K O N D I S I YA N G MEMPENGARUHI OPINI AUDIT. Dalam memberikan opini audit auditor dapat memberikan lima jenis opini sesuai dengan kondisi laporan keuangan klien, dan biasanya diberikan oleh auditor setelah selesai melakukan peng-auditan atas laporan keuangan perusahaan klen (Mulyadi,1996), yaitu :
44 1. Unqualified Opinion ( Pendapat Wajar Tanpa Perkecualian). Pendapat wajar tanpa perkecualian diberikan oleh auditor apa bila tidak terjadi pembatasan dalam linkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang siqnifikan mengenai kewajaran dalam penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsisten penerapan prinsip akuntansi berterima umum. Laporan audit yang brisi pendapat wajar tanpa perkecualian adalah laporan paling dibutuhkan oleh semua pihak, baik perusahaan klien, pemakai laporan keuangan maupun auditor sendiri. Kata wajar dalam paragraph pendapat mempunyai makna: 1). Bebas dari keraguan dan ketidak jujuran, 2). Lengkap informasinya. Pengetian wajar disini tidak hanya terbatas pada jumlah rupiahnya dan pengungkapan dalam laporan keuangan tetapi meliputi ketepatan informasi penggolongan hutang lanca dan huang tidak lancer, biaya usaha dan biaya diluar usaha. Laporan keuangan disajikan secara wajar dengan prinsip akuntansi berterima umum, apa bila memenuhi kondisi, seperti berikut: a). Prinsip akuntansi berterima umum digunakan dalam menyusun laporan keuangan b). Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari period eke piriode telah cukup dijelaskan. c). Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya, sesuai
Sudaryono dengan prinsip akuntansi berterima umum. 2. Unqualified Opinion With Explanatory Languange (Pendapat Wajar Tanpa Perkecualaian dengan Bahasa Penjelas). Dalam opini ini auditor menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar tanpa perkecualian, disini auditor menerbitkan laporan audit bentuk baku ditambah dengan bahsa penjelasan. Karena adanya hal-hal yang memerlukan penjelasan. 3. Qualified Opinion ( Pendapat Dengan Perkecualian). Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit jika auditor menjumpai kondisi sebagai berikut: a).
Lingkup audit dibatasi klien.
b). Auditor tidak dapat melakukan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisu yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor. c). Sebagian laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. d). Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. Pendapat wajar dengan perkecualian diberikan oleh auditor karena dalam auditnya menemukan salah satu dari kondisi 1 s/d 4 seperti diatas. Pendapat ini hanya diberikan bila secara keseluruhan laporan keuangan yang
45 disajikan oleh kien adalah wajar. Tetapi ada beberapa unsur yang dikecualikan namun tdak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
4. Adverse Opinion ( Pendapat Tidak Wajar ) Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Akuntansi public memberikan pendapat tidak wajar apa bila laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum, sehingga tidak menyajikan secarawajar posisi keuangan, hasil usah, perubahan saldi laba dan arus kas perusahaan. Klien. Auditor memberikan pendapat tidak wajar apa bila auditor tidak dibatasi auditnya, sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti komponen yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Apa bila laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka anformasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga informasi keuangan ini tidak dapat dipakai oleh pemakai ntuk mengambil keputusan. 5. Disclaimer Opinion ( Tidak Memberikan Pendapat). Jika auditor tidak menyatakan pndapat atas laporan keuangan auditannya, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (No Opinion Report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat, adalah: a). Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit. b). Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
46
FORUM AKADEMIKA Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer Opinion) dengan pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) adalah : pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidak wajaran laporan keuangan klien, sedangkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (diselaimer opinion) karena auditor tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditannya atau karena tidak independen dalam hubungannya dengan klien
relevan secara memadai di dalam laporan keuangan, termasuk catatan kaki. 6. Keraguan atas going concern. Dalam PSA 30 (SA 341) ada beberapa pertimbangan auditor atas kaemampuan entitas dalam perpertahankan going concern, yaitu : a). K e r u g i a n u s a h a y a n g besar secara berulang atau kekurangan modal kerja. b). K e t i d a k m a m p u a n perusahaan untuk membawar kewajiban.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan penyimpangan dari Unqualified Opinion antra lain menurut Arrens & Loebbecke, 1996): 1.
c). Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak dasuransikan.
Lingkup audit dibatasi. Lingkup audit dibatasi oleh klien atau oleh keadaan diluar kekuasaan klien dan auditor.
2.
d). P e r k a r a p e n g a d i l a n , gugatan hokum, atau masalah-masalah serupa yang sudah terjadi yang dapat membahakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi.
Laoran keuangan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
3. Aditor tidak independen. 4. Tidak ada konsistensi. Dimana prinsip akuntansi berterima umum menetapkan bahwa perubahan dalam prinsip akuntansi atau metode aplikasi merupakan hal yang dapat diterima dan dampak perubahan itu diungkapkan secara memadai. 5. Ketidak pastian yang material. Auditor terlebih dahulu mengevaluasi apakah sudah pengungkapkan fakta yang
7.
Setuju dengan Penyimpangan Prinsip Akuntansi Berterima Umum. Keadaan ini sebaiknya tidak d i l a k u k a n a u d i t o r, k a r e n a penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum tidak harus menghasilkan Qualified Opinion atau Disclaimer Opinion, tetapi untuk membenarkan pendapat wajar tanpa perkecualian, auditor harus yakin dan harus menyatakan
Sudaryono dalam paragraph terpisah, bahwa keadaan tersebut, hasil yang menyesatkan dapat terjadi jika berpegang pada prinsip akuntansi yang berlaku. 8.
Penekanan Atas Sesuatu. Auditor akan memberikan penekanan pada hal-hal spesifik mengenai laporan keuangan yang diaditnya, sebagai contoh transaksi-transaksi dengan pihakpihak yang pempunyai hubungan istimewa, peristiwa-peristiwa penting yang terjadi setelah tanggal necara.
9.
L a p o r a n Ya n g M e l i b a t k a n Auditor lain. Bila auditor menyerahkan sebagian tanggung-jawabnya kepada kantor akuntan public (KAP) lain, maka KAP principal mempunyai tiga plihan : a). Tidak membuat refensi dalam laporan audit atau b). Membuat referinsi dalam laporan audit atau c). Memberikan pendapat wajar dengan pengecualian.
KEGAGALAN AUDITOR DALAM MEMODIFIKASI OPINI. Suatu kasus dimana suatu perusahan mengalami kebangkrutan tanpa menerima opini yang berkualifikasi (Qualified Opinion) sangat menarik perhatian public dari lembaga penelitian. Dimana hasil penelitian Menon dan Schwartz (1986) menyatakan bahwa kurang dari 50 % perusahaan yang mengalami kebangkrutan opini “Going
47
Concern Opinion” dari auditor pada waktu laporan keuang yang terakhir dikeluarkan sebelum terjadinya kebangkrutan. Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa rate rendah merupakan kegagalan auditor atau sematamata rate rendah ini menggmbarkan situasi di mana auditor diminta untuk melakukan hal yang tidak mungkin. Hal ini menujukkan dibutuhkannya teori untuk menjelaskan mengapa auditor sering tidak mengklasifikasi opini tentang perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Pengertian Going Concern menurut Belkaui (1997) adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa suatu usaha akan menjalankan terus usahanya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujutkan proyeknya, tanggung-jawab serta aktivitasnya yang tiada hentinya. Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang tampak dalam laporan keuangansaja tetapi juga harus lebih mewaspadai halhal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan hidup (Going Concern) suatu uasaha. Inilah yang menjadi alas an mengapa auditor ikut bertanggungjawab atas kelangsungan hiup suatu usaha meskipun dalam batas waktu tertentu (satu tahun setelah penerbitan laporan audit (SPAP, 1994: 341, alinia 2) SA 341 paragrap 6 mejelaskan jenis kondisi gangguan terhadap kelangsungan higup suatu entitas (lihat atas going concern), yang salah satu indikatornya adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default). Indicator ini yang dijadikan oleh Kevin dan Bryan (1992) dalam penelitiannya sebagai indicator potensi masalah going cocern.
48
FORUM AKADEMIKA Dalam SAS No.34 dan 59 dinyatakan bahwa kegagalan (defaudt) dalam hutang dan retrukturisasi hutang menjadi indicator masalah-masalah going concern. Kelvin dan Bryan telah meneliti penggunaan status defaudt dan variable-variable keuangan di dalam keputusan-keputusan auditor untuk menerbitkan opini going concern bagi perusahaan dan temuan dalam penelitian tersebut berhasil mengungpakkan bahwa status defaudt bermanfaat menjelaskan penerbitan going concern. Sebelum suatu perusahaan tidak mampu berlanjut sebagai suatu going concern atau dengan kata lain bangkrut, rasio keungannya pasti memburuk, kesulitan dalam memenhi kewajban hutangnya, seperti kepatuhan dan penjanjian hutang atau melakukan pembayaran sesuai janji. Akan tetapi di sisi lain ada beberapa factor dalam proses keputusan opini itu sendiri yang menyebabkan auditor untuk tidak mengkualifikasi opini terhadap perusahaan yang megalami bangkrut. Ada dua model mengapa auditor sering gagal mengklasifikasi opini terhadap perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Model pertama mempertimbangkan kegunaan variable indicator “kiddenfraud” dalam mengestimasi kemungkinan kebangkrutan. Model kedua menjelaskan keputusan opini terhadap perusahaan yang mengalami kebangkrutan yang berkenaan dengan “financial-stress score”, variable indicator “hidden-feaud” dan variable lain yang menunjukkan factor audit dan klien. Konteks model prediksi kebangkrutan diatas diungkapkan oleh Argenti (1976), yang melakukan analisis lebih rinci dan
mengidentifikasi tiga tipe kebangkrutan perusahaan. Tipe pertama meliputi “baru (belum berpengalaman) yang tidak permah mengalami kondisi kesulitan financial dan gagal sebelum perusahaan tersbut menjadi “kompetitif”. Tipe kedua meliputi perusahaan dimana kegagalan diakibatkan oleh “kebangtrutan” di tandai oleh kesulitan finansial. Tipe ketiga meliputi perusahaan dimana kegagalan bersifat tiba-tiba meskipun tidak ada tanda-tanda ada kesulitan finasial. Media Akuntansi,1999 (Palmrose, 1987) dalam penelitiannya tentang litigasi (proses pengadilan) menemukan bahwa hanya 21% dari sample perusahaan yang mengalami kebangkrutan terlibat dalam litigasi audit, sedangkan 36% perusahaan yang mengalami kebangkrutan dalam litigasi terlibat dalam kecurangan manajemen terkait dengan “misstated financial statement”. Meskipun kecurangan kadang-kadang diemukan sebelum tanggala pelaporan audit terakhir yang dikeluarkan sebelum kebangkrutan, kecurangan tersebut sering tidak ditmuka sampai setelah kebangkrutan dilaporkan. KESIMPULAN. Ada lima jenis opini audit yang diberikan auditor, yaitu : Unqualified Opinion, Unqualified Opinion With Explanatory, Qualified Opinion, Adverse Opinion dan Disclaimer Opinion. Pemberian opini selain dari laporan audit standar dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion), dipengarauhi oleh beberapa kondisi, yaitu: lingkup audit yang dibatasi, laporan keuangan tidak
Sudaryono sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, auditor tidak independen, tidak ada konsistensi, ketidak pastian yang material, keraguan atas going cancern, setuju dengan penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, penekanan atas sesuatu, laporan yang melibatkan auditor lain. Sedangkan kegagalan auditor dalam mengklasifikasi opini perusahan yang mengalami kebangkrutan kurang dari 50% yang pendapatkan opini Going Concern dari kasus-kasus kebangkrutan. Untuk mengklasifikasi ada dua model, yaitu: model
49
pertama: mengklasifikasi perusahan yang akan mengalami kebangkrutan dan yang tidak mengalami kebangkrutan, diantaranya meliputi ratio finasial, ukuran perusahaan dan kecurangan yang dilaporkan setelah tanggal laporan audit. Model kedua berfokus pada factor-factor keputusan opini yang mempunyai potensi untuk mrnjelaskan kegagalan auditor dalam memodofikasi opini audit perusahaan yang mengalami kebangkrutan.
FORUM AKADEMIKA
50
DAFTAR PUSTAKA Argenti.J, 1976, “Corporate Collapse: The causes and Symptoms” John Wiley and Sous. Arren dan Loebbecke, 1996. “Auditing Pendekatan Terpadu” Edisi Indonesia Adaptasi Amr Abadi Yusuf, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. IAI Kompartemen Akntansi Pendidik, 2001. “Standar Profesional Akuntansi Publlik” Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Kevin C.W. Chen and Bryan K. Church, 1992, “Default on Debt Obligation an Issuance on Going Concern Opinion” A Joural of Practice and Theory.
Media Akuntansi, 1999. “Going Concorn dan Tanggung-jawab Auditor”, Edisi Agustus. Mimbar Bumi Bengawan, 2011, “Opini Audit dan Tanggung-jawab Auditor”, Edisi Juni. Mulyadi, 1996. “Auditing” Edisi 6 Penerbil Salemba Empat, Jakarta.
PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI)
IKA PRATIWI WAHYU DIANA SITI SUHARNI SYARIFAH RATIH KARTIKA SARI (Universitas Merdeka Madiun)
[email protected]* ABSTRACT The objective of this study is to examine whether there is an influence of firm characteristics on receiving of audit opinion. This study adopted research by Sari, Fatchur, dan Yogi (2012) with some modification. The data was selected by using purposive sampling method and obtained 218 manufacturing firms listed in Indonesia Stock Exchange from2009-2011.The data analysis was conducted Ordinal Logistic Regression with SPSS. From the results, indicate that Board of Commissioners, Board of Directors, Age and Leverage is significantly affect on receiving of audit opinion. While the others (Audit Committee, and Firm Size) are not significantly affect on receiving of audit opinion of a company. Keywords: Board of Commissioners, Board of Directors, Audit Committee, Firm Size, Age, Leverage, And Audit Opinion. A. LATAR BELAKANG U U N o . 8 Ta h u n 1 9 9 5 tentang pasar modal mewajibkan semua perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal menyampaikan laporan keuangannya secara berkala kepada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan mengumumkan laporan keuangan kepada masyarakat. Laporan keuangan merupakan media komunikasi dan informasi untuk stakeholders. Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik dari pihak internal perusahaan maupun
eksternal perusahaan. Laporan keuangan dianggap informatif jika laporan keuangan tersebut relevan dan dapat mengubah keyakinan serta dapat membentuk kepercayaan baru bagi stakeholders dalam mengambil keputusan (Fuad, 2006). Laporan keuangan selain digunakan untuk mengetahui hasil usaha dan posisi keuangan perusahaan, juga dapat digunakan sebagai salah satu alat pertanggungjawaban pengelolaan manajemen perusahaan kepada pemilik. Perkembangan selanjutnya pihak-pihak luar perusahaan (kreditur, investor, badan pemerintah, organisasi nirlaba, dan masyarakat) juga
FORUM AKADEMIKA memerlukan informasi mengenai perusahaan untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penanaman modal (investasi) atau yang berhubungan dengan perusahaan. Dalam proses penyusunannya laporan keuangan, tidak menutup kemungkinan terjadi salah saji. Oleh karena itulah diperlukan pihak ketiga untuk memeriksa laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Pihak manajemen membutuhkan jasa orang ketiga yaitu auditor independen yang memberikan jaminan bahwa laporan keuangan tersebut relevan dan dapat diandalkan dalam bentuk opini audit. Opini audit atas laporan keuangan merupakan salah satu pertimbangan yang penting bagi investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi karena memuat informasi mengenai kemampuan perusahaan di masa mendatang (Pearlstein dan Behr, 2001) dalam Fahrozy (2007). Mardisar dan Sari (2007) mengatakan bahwa kualitas hasil auditor dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawabannya (akuntabilitas) yang dimiliki auditor dalam menyelesaikan pekerjaan audit. Akuntabilitas sangat penting dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan tugasnya. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengharapkan Kantor Akuntan Publik dapat memberikan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja, 1998) dalam (Martono, 2012) . Cristiawan (2005) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan
52 oleh dua hal yaitu indepedensi dan kompetensi. Auditor yang kompeten adalah auditor yang mampu menemukan pelanggaran dan auditor yang independen adalah auditor yang mau mengungkapkan pelanggaran yang dilakukan oleh klien. Fearley dan Page (1994) dalam Bawono dan Elisa (2012) menyatakan bahwa sebuah audit hanya dapat menjadi efektif jika auditor bersikap independen dan dipercaya untuk lebih cenderung melaporkan pelanggaran antara principal dan agen. Di Indonesia telah banyak dilakukan penelitian mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas audit baik pada sektor privat maupun sektor publik. Beberapa studi yang pernah dilakukan untuk mengevaluasi kualitas audit selalu membuat kesimpulan dari sudut pandang auditor (Aji, 2009) dalam (Bawono dan Elisa, 2012). Beberapa literatur menunjukan adanya pengaruh karakteristik auditor independen maupun BPK terhadap kualitas hasil audit. Penelitian yang dilakukan oleh Sari, Fatchur, dan Yogi (2012) menguji faktor –faktor yang berpengaruh terhadap terhadap opini dari karakteristik pembuat laporan keuangan yaitu Pemerintah Daerah Tingkat 1. Menurut pengetahuan peneliti, penelitian terkait karakteristik perusahaan sektor privat yang berpengaruh terhadap opini audit masih jarang dilakukan di Indonesia. Penelitian ini mengembangkan penelitian Sari et al., (2011) dengan mengubah objek penelitian dari sektor publik menjadi perusahaan manufaktur dan menambah variabel penelitian antara lain dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit internal.
53 Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari pihak yang dianggap mampu menjembatani B. LANDASAN TEORI kepentingan pihak principal (stakeholders) 1. Teori Agensi dengan pihak agen (manajer) dalam mengelola Hubungan agensi adalah satu atau keuangan perusahaan (Setiawan, 2007). Auditor lebih orang (principal) mempekerjakan orang bertugas untuk mengawasi kinerja manajemen lain (agen) untuk melaksanakan jasa atas apakah sudah sesuai dengan kepentingan nama mereka yang melibatkan pendelegasian stakeholders melalui laporan keuangan. wewenang pembuatan keputusan kepada agen Tugas auditor selanjutnya memberikan opini (Jensen and Meckling, 1976 dalam Mulia, 2010). atas kewajaran terhadap laporan keuangan Harianto dan Sudomo (1998) dalam Tristanti perusahaan. (2012) mengemukakan bahwa teori keagenan 2. Opini Audit membahas hubungan antara manajemen Auditor bertugas memberikan dengan pemegang saham. Manajemen opini atas laporan keuangan suatu mempunyai kewajiban untuk mengelola apa perusahaan. Dalam pelaksanaan proses yang dikehendaki dan diamanahkan oleh audit, auditor dituntut tidak hanya pemegang saham, sedangkan pemegang melihat sebatas pada hal – hal yang saham menyediakan fasilitas dan dana untuk ditampakkan dalam laporan keuangan manajemen melakukan usaha. Manajemen saja tetapi juga harus lebih mewaspadai diwajibkan menyusun dan melaporkan laporan hal – hal potensial yang dapat kepada pemegang saham tentang kegiatan mengganggu kelangsungan hidup usaha yang dijalankan secara periodik. Dalam perusahaan . Opini yang diberikan hal ini pemegang saham akan menilai kinerja oleh auditor berupa kewajaran, semua manajemen dalam melakukan pengelolaan hal yang bersifat material, posisi usaha. Oleh karena itu, laporan keuangan keuangan, hasil usaha dan arus kas merupakan sarana akuntabilitas manajemen sesuai dengan Prinsip Akuntansi kepada pemiliknya (Simanjutak dan Widiastuti, Berterima Umum (SPAP, 1994). 2004). Dalam pelaksanaannya, penetapan Opini auditor merupakan informasi mekanisme pemeriksaan sangat penting bagi stakeholders sebagai pedoman dilakukan dalam rangka untuk memastikan untuk pengambilan keputusan. Hanya bahwa apa yang dilakukan oleh agen benar auditor yang berkualitas yang dapat – benar dapat dipercaya dan dipertanggung menjamin bahwa laporan keuangan jawabkan (Triyuwono dan Roekhudin, 2000). atau informasi yang dihasilkan tersebut Dalam teori agensi diasumsikan bahwa adalah reliable. Laporan audit penting semua individu yang terlibat mempunyai sekali dalam suatu audit yang dilakukan kepentingan sendiri. Dengan adanya perbedaan oleh auditor karena laporan tersebut kepentingan antara pemilik perusahaan menginformasikan kepada pengguna (principal) dan manajemen (agen), maka informasi tentang apa yang dilakukan masing – masing pihak berusaha memperbesar auditor dan kesimpulan yang diperoleh keuntungan mereka pribadi. Untuk menghindari oleh auditor. konflik keagenan maka diperlukan orang ketiga Opini audit diberikan yang independen sebagai penengah pada oleh auditor melalui tahap – tahap hubungan principal dengan agen. Auditor adalah
FORUM AKADEMIKA audit, sehingga auditor memberikan opini audit dan kesimpulan atas laporan keuangan suatu perusahaan yang diauditnya. Arens ( 1996) mengemukakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Opini audit yang diberikan auditor tersebut penting untuk menjadi bahan pertimbangan, kesalahan dalam memberikan opini akan sangat fatal akibatnya. Pelaksanaan audit internal dan audit eksternal dilakukan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan selanjutnya tindak lanjut temuan audit menjadi bahan evaluasi manajemen perusahaan. Tipe laporan audit yang diterbitkan oleh auditor menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi 508) antara lain : a.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
b.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanotory Language)
c.
Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
d.
Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
e.
Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
3. Pengembangan Hipotesis Penelitian ini menganalisis tentang karakteristik perusahaan yang berpengaruh terhadap opini audit. Fokus penelitian ini adalah pada karakteristik perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
54 (BEI). Proksi karakteristik perusahaan dalam penelitian ini antara lain : a. Dewan Komisaris Penelitian yang dilakukan oleh Sari et al., (2012) menggunakan proksi pengelola perusahaan dengan variabel perbedaan fungsional yang diproksikan dengan jumlah SKPD. Namun karena objek pada penelitian ini adalah sektor privat, maka variabel pada penelitian ini dikembangkan menjadi Dewan Komisaris. Proksi dewan komisaris sebagai karakteristik perusahaan mengacu pada penelitian Wardhani (2006). Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme untuk mengawasi dan memberikan petunjuk dan arahan kepada pengelola perusahaan atau pihak manajemen. Dalam hal ini manajemen bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, sedangkan komisaris bertanggung jawab mengawasi manajemen (FCGI, 2002) Semakin banyak anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka monitoring akan berjalan dengan baik (Waryanto, 2010). Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasan yang dilakukan akan semakin efektif. Berdasarkan logika berfikir diatas maka dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris bertugas memonitoring dan mengontrol penyajian laporan keuangan, semakin bagus kontrol yang dilakukan semakin bagus pula laporan yang disajikan. Demikian juga apabila kontrol yang dilakukan dewan komisaris kurang maka penyajian laporan keuangan akan tidak
55 Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari relevan, hal tersebut pada akhirnya akan Dewan direksi sebagai pelaku berpengaruh terhadap opini audit. Jika dan pelaksana keputusan perusahaan harus laporan keuangan yang dibuat perusahaan berusaha untuk memberikan yang terbaik relevan dan sesuai dengan PABU maka untuk perusahaan baik dalam penyajian kemungkinan perusahaan akan memperoleh laporan dan semua usaha yang berhubungan opini wajar tanpa pengecualian. Dari dengan perusahaan. Semakin baik sistem uraian tersebut maka hipotesis yang dapat pembukuan dan administrasi perusahaan dirumuskan adalah : akan mengurangi risiko salah saji material. Semakin baik tata kelola perusahaan juga H 1 : Komposisi Dewan Komisaris akan berpengaruh terhadap kuatnya sistem berpengaruh positif terhadap pengendalian internal perusahaan sehingga opini audit dapat menekan terjadinya kecurangan dan penyimpangan. Hal tersebut tentunya akan b. Dewan Direksi mempengaruhi opini audit atas perusahaan. Semakin rendah tingkat salah saji yang Variabel dewan direksi pada material serta semakin kuatnya sistem penelitian ini mengembangkan variabel pengendalian internal suatu perusahaan perbedaan fungsional penelitian Sari et al., maka akan berpengaruh terhadap semakin (2012) dengan mengacu pada penelitian tingginya opini audit yang diterima. Wardhani (2006). Dewan direksi umumnya Berdasarkan uraian tersebut hipotesis yang bertugas mengarahkan dan mengawasi dirumuskan adalah : suatu entitas. Kumar dan Sifaramakrisnan (2002) memandang dewan direksi sebagai respon perusahaan terhadap agency conflik antara pemilik dan manajer. Menurut Siregar (2006) kewajiban dewan direksi adalah mengusahakan dan menjamin terlaksanakannya usaha dan kegiatan perusahaan, menyiapkan rencana jangka panjang perusahaan, mengadakan dan memelihara pembukuan dan administrasi perusahaan sesuai dengan standar yang berlaku. Jensen (1993) dalam Utari (2001) mengkonfirmasi bukti empiris bahwa jumlah dewan direksi yang relatif kecil dapat meningkatkan kinerja mereka dalam memonitor manajer. Jumlah direksi yang terlalu besar (Jensen (1993) menyebutkan lebih dari 7 orang) tidak dapat berfungsi secara optimal dan akan lebih mudah dikontrol manajer, sedangkan dewan direksi disibukan dengan masalah koordinasi.
H2 : Komposisi dewan direksi berpengaruh positif terhadap opini audi c. Komite Audit Internal Internal auditing adalah suatu fungsi penilaian independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan menilai aktivitas perusahaan guna memberikan pelayanan organisasi (Institute of Internal Auditor, 1995). Pekerjaan auditing dikemukakan Mulyadi dan Puradiredja (1998) dalam Martono (2012) dapat dikelompokan kedalam tiga cabang bidang audit yaitu : internal auditing (audit internal), governmental auditing (audit pemerintah), dan independent auditing (audit bebas). Untuk dapat memenuhi harapan pihak manajemen tersebut maka internal auditing harus memiliki
FORUM AKADEMIKA kemampuan profesional atau kualitas tertentu, dalam pengertian audit yang dilakukan olek akuntan publik umumnya kualitas audit selalu ditinjau dari pihak auditor (Sutton, 1993). Perusahaan yang memiliki audit internal dalam melakukan prosesnya lebih cepat karena mempunyai sistem pengendalian intern yang baik sehingga memudahkan tugas auditor dalam proses audit. Berdasarkan pedoman Good Coorparate Governance Indonesia tahun 2006, tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, struktur pengendalian internal dilakukan dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun audit eksternal dilaksanakan sesuai standar audit yang berlaku, selanjutnya temuan audit menjadi evaluasi manajemen. Komite audit bertugas untuk mengontrol kualitas laporan keuangan, ketepatan waktuan laporan keuangan serta mengontrol penyimpangan yang dilakukan oleh manajemen. Dengan adanya komite audit internal, sistem pengendalian internal akan mempengaruhi kualitas penyajian keuangan. Sistem pengendalian intern juga mempengaruhi tingkat materialitas perusahan, semakin tinggi tingkat material semakin rendah kualitas laporan keuangan dan apabila tingkat materialitas perusahaan rendah kualitas laporan keuangan bagus, dengan demikian auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Dari uraian tersebut maka hipotesis yang dirumuskan adalah : H3 : Komite audit internal berpengaruh positif terhadap opini audit
56 d. Umur Perusahaan Umur perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan bersaing dan memanfaatkan peluang bisnis untuk tetap berkecimpung dalam perekonomian. Widiastuti (2002) menyatakan bahwa umur perusahaan dapat menunjukan bahwa perusahaan tetap eksis dan mampu bersaing. Perusahaan yang berumur lebih tua cenderung memiliki pengalaman lebih banyak dan mengetahui kebutuhan konstituennya atas informasi perusahaan. Dengan demikian, umur perusahaan dapat dikaitkan dengan kinerja keuangan suatu perusahaan. Semakin banyak umur perusahaan maka penyajian atas laporan keuangan juga akan lebih bagus dibanding dengan umur perusahaan yang masih muda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ariestyowati et al., (2010) menyatakan umur perusahaan berpengaruh posotif terhadap laporan keuangan perusahaan. Jika laporan keuangan yang disajikan berkualitas hal ini juga akan mempengaruhi opini audit terhadap suatu perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang dirumuskan adalah : H4 : Umur perusahaan berpengaruh positif terhadap opini audit e. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya perusahaan yang ditentukan berdasarkan ukuran nominal misalnya jumlah kekayaan atau total asset yang dimiliki perusahaan (Rahayu, 2011) dalam (Widosari, 2012).
57 Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari Organisasi besar memiliki lebih banyak saham (Ismanu, 2008). Perusahaan yang pengalaman dan mempunyai sumber daya baik semestinya memiliki modal lebih untuk menyampaikan informasi yang besar daripada hutang. Dalam penelitian lebih banyak kepada stakeholders untuk Sari et al (2012) menyatakan bahwa meningkatkan transparasi perusahaan apabila rasio leverage suatu pemerintah sehingga menurunkan konflik agency, daerah berada pada level yang tinggi, menarik investor, dan meningkatkan maka pemerintah daerah cenderung akan reputasi Barako et al., (2006) memberikan informasi yang komprehensif dalam laporan keuangannya, dengan tujuan Perusahaan besar cenderung untuk memberikan proteksi terhadap lebih banyak mendapatkan sorotan publik kreditur agar kreditur merasa aman untuk dibanding perusahaan kecil. Pada penelitian menanamkan pinjaman modal serta yang dilakukan oleh Ariestyowati et al., memastikan bahwa pemerintah daerah (2010) menyatakan ukuran perusahaan sanggup untuk membayarkan kewajibannya berpengaruh positif terhadap laporan terhadap kreditur. tahunan perusahaan. Jika sebuah institusi Teori keagenan memprediksi mempunyai kemampuan finansial yang bahwa perusahaan dengan rasio leverage baik, maka institusi tersebut mampu yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih mengeluarkan biaya untuk melakukan banyak informasi, karena biaya keagenan pengelolaan keuangaan sehingga dapat perusahaan dengan struktur modal yang memberikan pengungkapan yang memadai seperti itu lebih tinggi (Ariestyowati et al., dalam laporan keuangan (Sari et al., 2012). 2010). Perusahaan dengan rasio leverage Apabila perusahaan dapat menyusun yang tinggi memiliki kewajiban untuk dan memberikan laporan keuangan yang menyediakan kebutuhan informasi kreditur sesuai dengan PABU, besar kemungkinan jangka panjang sehingga perusahaan perusahaan tersebut untuk mendapatkan akan menyediakan informasi secara lebih opini wajar tanpa pengecualian. Dari komprehensif (Almalia dan Ikka, 2007). uraian diatas maka hipotesis yang dapat Ketika perusahaan berkepentingan untuk dirumuskan adalah : memberikan informasi yang memadai H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh dalam laporan keuangan yang dibutuhkan positif terhadap opini audit oleh kreditur, maka perusahaan akan cenderung menyajikan laporan keuangan f. Leverage Perusahaan yang relevan terhadap kepentingan kreditur. Ariestyowati et al., (2010) Semakin relevan dan handal laporan mengkonfirmasi bukti empiris bahwa keuangan yang dihasilkan akan menurunkan leverage perusahaan signifikan tingkat salah saji material sehingga akan terhadap laporan keuangan suatu berpengaruh terhadap pemberian opini perusahaan. Leverage dapat diartikan audit yang dilakukan oleh seorang auditor. sebagai kemampuan perusahaan dalam Maka hipotesis yang dapat dirumuskan : mendayagunakan aktiva dan dana yang H6 : Leverage berpengaruh positif mempunyai beban tetap dengan tujuan terhadap opini audit untuk meningkatkan pendapatan pemegang
FORUM AKADEMIKA C. METODE PENELITIAN 1. Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel Populasi penelitian ini meliputi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jenis–jenis perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) antara lain bergerak dalam sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor industri barang konsumsi. Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2011. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut : a. b. c. d.
Merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Menerbitkan laporan tahunan pada periode pengamatan Laporan keuangan perusahaan tersebut telah di audit dan dipublikasikan Tidak termasuk perusahaan delisting
58 e.
Mempublikasikan data yang terkait dengan penelitian
2. Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung (Lazuardi, 2012). Dalam penelitian ini data yang digunakan diperoleh dari www.idx.co.id berupa annual report perusahaan manufaktur. 3. Definisi Operasional dan Pengukuran a. Variabel Dependen dalam Penelitian ini adalah Opini Audit Opini audit pada laporan keuangan perusahaan manufaktur adalah pendapat yang diberikan auditor setelah auditor memperoleh hasil pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan. opini audit ini merupakan skala ordinal, semakin tinggi ranking semakin baik kualitas laporan keuangan. Pengukuran variabel opini mengacu pada penelitian Sari et al.,(2012).
Tabel 1 Pengukuran Opini Audit
Opini Audit
Ranking
Wajar Tanpa Pengecualian
5
Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelasan
4
Wajar Dengan Pengecualian
3
Tidak Wajar
2
Tidak Menyatakan Pendapat
1
Variabel Independen adalah Karakteristik Perusahaan Manufaktur
1)
2)
3)
4)
59 Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari perusahaan yang tampak (Sujoko Dewan Komisaris dan Soebiantoro, 2007). Mengacu Dewan Komisaris merupakan suatu pada penelitian Arietyowati et al., mekanisme untuk mengawasi dan (2010) penentuan ukuran perusahaan memberikan petunjuk dan arahan didasarkan kepada total aset perusahaan kepada pengelola perusahaan atau karena nilainya lebih stabil. Total asset pihak manajemen. Dewan Komisaris perusahaan dinyatakan dalam rupiah. diukur dalam komposisi jumlah dewan 6) Leverage Perusahaan komisaris yang ada dalam perusahaan. Pengukuran tersebut mengacu pada Leverage dapat diartikan sebagai penelitian Wardhani (2006). kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan aktiva dan dana Dewan Direksi yang mempunyai beban tetap dengan Dewan direksi umumnya bertugas tujuan untuk meningkatkan pendapatan mengarahkan dan mengawasi suatu pemegang saham (Ismanu, 2008). entitas. Mengacu pada penelitian Sehingga leverage perusahaaan dapat Wardhani (2006), dewan direksi dihitung dengan proporsi total hutang dihitung berdasarkan komposisi jumlah (Ariestyowati et al., 2010) dewan direksi yang ada diperusahaan. Pengujian pengaruh variabel Komite Audit Internal karakteristik perusahaan manufaktur ( Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite audit merupakan suatu komite Komite Audit Internal, Umur yang terdiri dari sejumlah anggota Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan dewan komisaris perusahaan yang Leverage perusahaan) terhadap opini telah terpilih dan terseleksi (Ramadany, audit menggunakan analisis ordinal 2004). Komite audit internal diukur logistic regression dengan alat uji dari komposisi komite audit tersebut SPSS. Penelitian tentang kualitas dalam suatu perusahaan. audit yang menggunakan pengukuran regresi ordinal logistik juga dilakukan Umur Perusahaan oleh Nuraini dan Dwi (2012) yang Umur perusahaan adalah lama menguji pengaruh karakteristik perusahaan berdiri. Mengacu pada pemerintah daerah terhadap kualitas penelitian Ariestyowati et al., (2010) audit. Persamaan ordinal logistic umur perusahaan dihitung dari tahun regresion dalam penelitian ini adalah perusahaan berdiri sampai dengan seperti berikut : tahun penelitian dilakukan.
5) Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah mencerminkan besar kecilnya
Logit (p) = = β1DK + β2DR + β3AUI + β4AGE + β5SIZE + β6LEV
60
FORUM AKADEMIKA Keterangan :
D. HASIL PENELITIAN
OPINI : Opini Audit DK
: Jumlah Dewan Komisaris
DR
: Jumlah Dewan Direksi
AUI
: Audit Internal
1. Hasil Pengumpulan Data Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya pada objek penelitian selama periode penelitian yaitu tahun 2009 – 2011, hasilnya dapat dipaparkan dalam tabel sebagai berikut.
AGE : Umur Perusahaan SIZE : Ukuran Perusahaan LEV : Leverage Perusahaan Tabel 2 Statistik Data Kriteria Perusahaan manufaktur tahun 2009 – 2011 Perusahaan manufaktur dengan data tidak lengkap Total sampel penelitian Sumber : Sumber : Hasil Pengolahan Data Berdasararkan hasil pengumpulan data pada tabel 2 diatas, terdapat 408 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 20092011. Dari keseluruhan perusahaan tersebut, terdapat 190 perusahaan dengan data tidak lengkap sehingga sampel perusahaan yang digunakan
Jumlah 408 190 218
dalam penelitian ini berjumlah 218 perusahaan. 2. Statistik Deskriptif Pada tabel 3 disajikan statistik deskriptif untuk semua sampel yang digunakan, untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini.
Tabel 3 Descriptive Statistics (n=218) Keterangan
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
OPINI
3,00
5,00
4,9450
0,28268
DK
1,00
12,00
4,5000
1,94688
DR
2,00
13,00
4,9037
2,19863
AUI
1,00
4,00
3,0046
0,33939
SIZE
87,28
1,54E8
4,1502E6
1,48784E7
AGE
8,00
93,00
35,8211
15,09540
LEV
1,02
998,36
2,3453E2
255,97491
Sumber : Hasil Pengolahan Data
61 Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari Berdasarkan hasil pada tabel berada pada skala 3 yang berarti berada 3 dapat dilihat nilai rata–rata dari pada skala Wajar Dengan Pengecualian opini audit pada periode pengamatan yaitu opini pada PT.Sumalindo Lestari selama 3 tahun yaitu tahun 2009 – Jaya meliputi tahun 2009, 2010, 2011. 2011 sebesar 4,9450. Nilai tersebut menunjukan bahwa rata – rata opini 3. H a s i l P e n g u j i a n H i p o t e s i s d a n Pembahasan aud it pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI berada pada Hasil pengujian hipotesis skala 4 (mendekati skala 5). Skala m e n g g u n a k a n o rd i n a l l o g i s t i c tersebut berada pada skala Wajar regression adalah sebagai berikut . Tanpa Pengecualian Dengan Kalimat Penjelas. Nilai minimum opini audit a. Model Fitting Information Tabel 4 Model Fitting Information Model
-2 Log Likelihood
Intercept Only
86,451
Final
55,160
Chi-Square
Sig.
31,292
0,000
Link function: Logit. Sumber : Hasil Pengolahan Data Model hanya dengan intercept saja menghasilkan nilai 2 log likehood 86.451, sedangkan jika independen H1 ampai dengan H6, maka nilai 2 log likehood turun menjad 55.160 dan penurunan ini signifikan pada 0.00, berarti model dengan independen lebih baik dibandingkan dengan model dengan intercept saja. b. Goodness-of-Fit Tabel 5 Goodness-of-Fit Chi-Square
Df
Sig.
Pearson
123,789
428
1,000
Deviance
55,160
428
1,000
Sumber : Hasil Pengolahan Data Nilai goodness-of-fit menunjukkan tingkat signifikan 1, maka menunjukan model fit. Hal tersebut mengidentifikasi bahwa secara statistik maupun secara teori, model penelitian bisa didefinisikan dan dijelaskan.
62
FORUM AKADEMIKA c. Pseudo R-Square Tabel 6 Pseudo R-Square Cox and Snell
0,134
Nagelkerke
0,408
McFadden
0,362
Pseudo R-Square menunjukan 36,2% sesuai dengan angka yang ditunjukan pada kolom McFadden, maka variasi independen H1 sampai dengan H6 dapat menjelaskan dependen dalam model penelitian.
Sumber : Hasil Pengolahan Data d.
Parameter Estimate Tabel 7 Parameter Estimates
Threshold Location
[OPINI = 3.00] [OPINI = 4.00] DK DR AUI SIZE AGE LEV
Estimate Std. Error Wald 0,087 2,972 0,001 1,538 2,952 0,271 -2,191 0,605 13,137 1,779 0,553 10,358 0,751 0,839 0,802 4,173E-8 0,000 0,735 0,140 0,065 4,655 0,008 0,003 5,529
Sig. 0,977 0,602 0,000 0,001 0,371 0,391 0,031 0,019
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -5,738 5,911 -4,249 7,325 -3,376 -1,006 0,695 2,862 -0,893 2,395 -5,364E-8 1,371E-7 0,013 0,267 0,001 0,014
Sumber : Hasil Pengolahan Data Hasil pengujian pada tabel 7 menunjukkan terdapat 4 variabel yang signifikan yaitu variabel Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Umur perusahaan, dan Leverage. Sedangkan variabel Audit Internal serta Ukuran perusahaan tidak signifikan. 1.)
Analisis Uji Hipotesis Pertama Hasil output SPSS menunjukan nilai signifikan 0.00 pada dewan komisaris. Hasil ini mengidentifikasi bahwa dewan komisaris berpengaruh terhadap opini audit, maka dapat disimpulkan H 1
diterima. Berdasarkan output tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa komposisi dewan komisaris suatu perusahaan berpengaruh terhadap opini yang akan diberikan oleh seorang auditor terhadap perusahaan tersebut. Semakin banyak jumlah atau komposisi dewan komisaris pada suatu perusahaan, maka monitoring dan pengawasan terhadap kinerja perusahaan akan semakin bagus dan efektif. Pengawasan yang baik akan membuat manajemen perusahaan semakin baik dalam melakukan
2.)
3.)
63 Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari kinerjanya, demikian juga dalam audit eksternal. Karena opini yang penyusunan laporan keuangan. diberikan pada suatu perusahaan Laporan keuangan yang baik akan berdasarkan kualitas laporan keuangan berpengaruh pemberian opini Wajar bukan berdasarkan jumlah komite tanpa pengecualian oleh auditor. audit yang ada dalam suatu perusahaan. Komite audit internal berguna untuk Analisis Uji Hipotesis Kedua membantu dewan komisaris untuk Hasil output SPSS menunjukan memastikan bahwa laporan keuangan nilai signifikan 0.01 pada dewan disajikan secara wajar sesuai dengan dereksi. Hasil ini mengidentifikasi prinsip akuntansi yang berlaku bahwa dewan direksi berpengaruh umum, struktur pengendalian internal terhadap opini audit, maka dapat dilakukan dengan baik. disimpulkan H2 diterima. Berdasarkan output SPSS tersebut dapan ditarik 4.) Analisis Uji Hipotesis Keempat kesimpulan bahwa kewajiban dewan Pada output SPSS pada direksi adalah mengusahakan dan ukuran perusahaan menunjukan bahwa menjamin terlaksanakannya usaha hasil tidak signifikan yaitu sebesar dan kegiatan perusahaan, menyiapkan 0.391. Oleh karena tingkat siqnifikan rencana jangka panjang perusahaan, < 0.05, maka H4 ditolak. Berdasarkan mengadakan dan memelihara output SPSS tersebut dapat ditarik pembukuan dan administrasi kesimpulan bahwa perusahaan yang perusahaan sesuai dengan standar yang mempunyai ukuran yang tinggi belum berlaku. Dewan direksi sebagai pelaku tentu mendapatkan opini audit yang dan pelaksana keputusan perusahaan baik juga. Hal ini mungkin dikarenakan harus berusaha untuk memberikan yang perusahaan tidak memanfaatkan secara terbaik untuk perusahaan baik dalam maksimal sumber daya yang telah penyajian laporan dan semua usaha dimiliki untuk melakukan standart yang berhubungan dengan perusahaan, pelaporan laporan keuangan yang hal ini akan mempengaruhi opini audit telah ditetapkan. Hasil pengolahan data atas perusahaan. berbeda dengan hasil yang ditunjukan oleh Sari et al., (2011), pada penelitian Analisis Uji Hipotesis Ketiga tersebut hasil tidak signifikan yaitu Pada output SPSS pada 0.380. komite audit internal menunjukan bahwa hasil tidak signifikan yaitu 5.) Analisis Uji Hipotesis Kelima sebesar 0.371. Oleh karena tingkat Hasil output SPSS siqnifikan < 0.05, maka H3 ditolak. menunjukan nilai signifikan 0.031 Berdasarkan output SPSS tersebut pada Umur perusahaan. Hasil dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah ini mengidentifikasi bahwa umur komite audit internal yang ada dalam perusahaan berpengaruh terhadap suatu perusahaan tidak berpengaruh opini audit, maka dapat disimpulkan terhadap opini yang dilakukan oleh H5 diterima. Berdasarkan output SPSS
FORUM AKADEMIKA tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan yang memiliki umur lebih banyak memiliki lebih banyak pengalaman dan mempunyai sumber daya untuk menyampaikan informasi yang lebih banyak kepada stakeholders untuk meningkatkan transparasi perusahaan. Apabila informasi yang disampaikan dapat dipercaya tentu saja perusahaan tersebut akan mendapatkan opini yang baik dari auditor. Hasil pengolahan data yang signifikan berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari et al., (2011), variabel umur perusahaan pada penelitian tersebut menunjukan hasil yang tidak signifikan yaitu 0.156. 6.)
Analisis Uji Hipotesis Keenam Hasil output SPSS menunjukan nilai signifikan 0.019 pada leverage perusahaan. Hasil ini mengidentifikasi bahwa leverage perusahaan berpengaruh terhadap opini audit, maka dapat disimpulkan H6 diterima. Berdasarkan output SPSS tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi maka akan memperoleh opini audit yang baik juga. Pada perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi, perusahaan cenderung memberikan proteksi yang maksimal terhadap krediturnya. Proteksi tersebut salah satunya dengan cara memberikan laporan keuangan yang dapat dipercaya oleh kreditur. Laporan keuangan yang dapat dipercaya salah satunya adalah telah mendapatkan opini dari auditor yaitu opini yang baik. Hasil pengolahan data yang signifikan sejalan dengan
64 penelitian yang dilakukan oleh Sari et al., (2011), variabel laverage pada penelitian tersebut menunjukan hasil yang signifikan yaitu 0.002. E.
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh karakteristik perusahaan manufaktur yang diproksikan dengan dewan komisaris, dewan direksi, komite audit internal, ukuran perusahaan, umur perusahaan dan leverage perusahaan. Penelitian ini menggunakan 218 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009 – 2011. Hasil pengujian menunjukkan komite audit internal dan ukuran perusahaan tidak signifikan terhadap opini audit. Dewan komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap opini audit yaitu dengan tingkat signifikan 0.000. Dewan direksi juga menunjukkan signifikan positif terhadap opini audit yaitu sebesar 0.001. Hasil pengujian yang signifikan juga terjadi pada umur perusahaan yaitu sebesar 0.031. Leverage perusahan menunjukan hasil serupa yaitu 0.019. Te r d a p a t b e b e r a p a keterbatasan dalam penelitian ini yaitu :
1. Periode penelitian pendek yaitu tahun 2009 – 2011 karena keterbatasan akses data penelitian. 2. Penelitian ini mengabaikan faktor – faktor diluar karakteristik perusahaan, sehingga hanya menggunakan faktor intern perusahaan saja.
65 Ika Pratiwi Wahyu Diana; Siti Suharni; Syarifah Ratih Kartika Sari Saran – saran yang dapat disampaikan Refleksi Hasil Penelitian Empiris”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.4 peneliti untuk penelitian berikutnya adalah : No.2, Nopember 2002. 1. Penelitian yang akan datang hendaknya memperpanjang periode penelitian supaya Fuad, Muhhamad (2006), “Uji Empiris Faktor hasilnya dapat digerelisasikan. – Faktor yang Mempengaruhi 2. Memasukkan faktor–faktor eksternal Diclosure Perusahaan Manufaktur perusahaan seperti kompetitor, serta di BEJ”. Akuntabilitas, Sekolah mengembangkan pengukuran yang baru Tinggi Ilmu Ekonomi IBBI Jakarta. sebagai proksi karakteristik perusahaan sektor privat. Ghozali (2009), “Analisis Multivariate Lanjutan DAFTAR PUSTAKA Abadi, Amir (1995), “Auditing”. Buku 1, Edisi Indonesia, Salemba Empat: Jakarta. Agoes, Sukrisno (2004), “Pemeriksaan Akuntansi”.Jilid 1,Edisi ke Tiga, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta Almalia, Luciana Spica dan Ikka Retrinasari (2007), “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Kelengkapan Pengungkapan Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEJ”. Seminar Nasional, FE Universitas Trisakti, Jakarta. Ariestyowati, Eny dan Ihyaul (2010), “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Praktik Pengungkapan Intellectual Capital Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia”. Simposium Akuntansi 1 APSA, Yogjakarta. Bawono, Icuk dan Elisa (2012), “Faktor – Faktor Dalam Diri Auditor dan Kualitas Audit”. Simposium Akuntansi 13, Purwokerto. Chirstiawan, Yulius Jogi (2005), “Kompetensi Dan Indepedensi Akuntan Publik :
Dengan Program SPSS”,Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.
Http://www.id.scribd.com, diakses tanggal 4 Januari 2013 Http://www.idx.co.id Http://www.retnoulandari.blogspot.com, diakses tanggal 3 November 2012 Http://www.sahamok.com, diakses tanggal 3 November 2012 Mardisar, Diani dan Ria (2007), “Pengaruh Akuntabilitas dan Pengetahuan Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor”. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar. Martono, Bayu (2012), “Pengaruh Motivasi Auditor Terhadap Efektivitas dan Efisiensi Audit”. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. Nuraeni dan Dwi Martani (2012), “The Impact Of Local Government Characteristic Toward Their Audit Quality For Financial Report Of 2008 – 2009”. International Conference On Business and Economic Reserch (3rd ICBER 2012) Proceeding.
FORUM AKADEMIKA Ramadany, Alexander (2004), “ Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distres di Bursa Efek Jakarta”, Tesis Megister. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Sari, Syarifah Ratih Kartika, Fatchur, dan Yogi (2012), “Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Tingkat I Terhadap Opini Audit”. Simposium Akuntansi Nasional, Yogyakarta. Sembiring. 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta.” Simposium Nasional Akuntansi 8. Setiawan, Santy (2006), “Opini Going Concern dan Prediksi Kebangkrutan Perusahaan”. Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol V No 1. Siagian, Gidie dan Imam (2012), “Pengaruh Struktur dan Aktivitas Good Coorparate Governance Terhadap Luas Pengungkapan Informasi Strategis Secara Sukarela Pada Website Perusahaan yang Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia”. Diponegoro Jurnal of Accounting. Vol.3 No.2. Simanjuntak, Binsar dan Lusy (2004). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Sujoko dan Ugi (2006), “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage,
66 Faktor Intern, dan Faktor Ekstern terhadap Nilai Perusahaan”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.9, No.1 Tristanti, Leony Lovancy (2012),”Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Kelengkapan Sukarela”. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Utari, Agnes (2009),”Analisis Faktor – Faktor yang Berpengaruh Terhadap Earning Management Pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol. 3 No.2 Wardhani, Ratna (2006), “Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan Yang Mengalami Permasalahan Keuangan”. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Widosari, Shinta Altia (2012), “Analisis Faktor – Faktor yang Berpengaruh Te r h a d a p A u d i t D e l a y P a d a Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia 2008-2010”, Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Wulandari, Ndaruningpuri (2006),”Pengaruh Indikator Coorparate Governance Te r h a d a p K i n e r j a P u b l i k d i Indonesia “, Fokus Ekonomi. Vol. 1 No. 2.Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi PENA Semarang. Zawitri, Sari (2001), “Analisis Faktor – Faktor Penentu Kualitas Audit yang Dirasakan dan Kepuasan Auditee di Pemerintahan Daerah”. Tesis Megister, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.
PERANAN USAHA KECIL DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI
Edi Purwanto STIE WIJAYA MULYA SURAKARTA ABSTRAK Pada pasca krisis tahun 1997 di Indonesia, usaha kecil dapat membuktikan bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan usaha kecil mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar yang cenderung mengalami keterpurukan. Hal tersebut dibuktikan dengan semalin bertambahnya jumlah usaha kecil setiap tahunnya. Keberadaan usaha kecil di tanah air kita hampir mewakili seluruh unit usaha diberbagai sektor ckonomi yang hidup dalam perekonomian kita. Usaha kecil menempati posisi yang strategis karena menyumbang lebih dari 88% penyeraan tenaga kerja. Usaha kecil yang ada mewakili peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha, dan mendukung pendapatan rumah tangga. Posisi yang sangat penting untuk menjamin stabilitas makro, terutama stabilitas sosial yang akhir akhir ini menjadi sangat kritis sebagai penentu kelangsungan pertumbuhan ekonomi kita. Menyadari kedudukan usaha kecil dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, maka pemerintah berusaha menaruh perhatian kepada usaha kecil ini, dengan program pembinaan melalui BUMN. Sampai saat ini, masih banyak kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dalam perkembangannya. Kendala ini begitu kompleknya, baik kendala dalam diri usaha kecil sendiri maupun kendala eksternal yang berada diluar kemampuan dan jangkauan usaha kecil. Oleh karena itu masalah usaha kecil perlu mendapat perhatian dan pemikiran lebih serius agar dapat berperan di masa mendatang. Kata kunci : Usaha kecil, peran usaha kecil, pertumbuhan ekonomi/perekonomian. Pendahuluan Tanpa disadari sejak berpuluh bahkan beratus tahun, usaha kecil di persada Nusantara. Ini telah menjadi tulang punggung kekuatan ekonomi nasional. Mereka berada di seluruh pelosok bumi tercinta bergerak dalam berbagai bidang kehidupan ekonomi bersama pelaku ekonomi lainnya. Namun demikian andil mereka dalam memberikan peningkatan pendapatan nasional sering terabaikan.
Harus diakui bahwa dalam waktu yang relatif singkat sejak dicanangkannya pembinaan usaha kecil sampai saat ini umumnya masih banyak kendala bagi usaha kecil dalam perkembangannya. Kendala ini begitu kompleksnya baik kendala dalam diri usaha kecil sendiri maupun kendala eksternal yang berada diluar kemampuan dan jangkauan usaha kecil. Oleh karena itu masalah usaha kecil perlu mendapat perhatian dan pemikiran lebih serius agar dapat berperan di masa mendatang.
68
FORUM AKADEMIKA Di era Asia Free Trade Area atau AFTA, maka persaingan semakin tajam, perusahaan besar atau kecil dari luar negeri secara legal formal diperbolehkan beroperasi didalam negeri seperti layaknya perusahaan domestik. Pada era globalisasi ini maka perekonomian dunia terintegrasi secara global dengan semakin kuatnya tuntutan terhadap penerapan prinsip perdagangan bebas. Dampak lebih jauh yaitu semakin kaburnya batas-batas negara dalam perdagangan dan ekonomi. Dampak yang harus segera diantisipasi yaitu kemampuan daya saing produk hasil industri dalam negeri di pasaran internasional, dimana pasar internasional lebih luas dan terbuka di banding dengan pasar dalam negeri. Sejalan dengan perkembangan sektor industri, perlu disadari bahwa dalam pembangunan industri mutlak untuk dikembangkannya usaha kecil dimana keberhasilan industri andalan pada dasarnya tidak terlepas dari dukungan industri kecil yang berperan sebagai pemasok maupun sebagai mitra usaha. Dari sisi lain pemberian perhatian terhadap usaha kecil,adalah sebagai upaya demi peningkatan penghasilan agar tidak terjadi
kesenjangan sosial yang menyolok, dan untuk mencapai sasaran itu maka para pengusaha kecil harus siap dengan produk dan sikap profesionalnya. Kondisi Umum Usaha Kecil Sejalan dengan semakin cepatnya perubahan situasi ekonomi dan perdagangan yang semakin kompetitif dan terbuka, kiranya perlu dipertegas terlebih dahulu mengenai pengertian tentang siapa saja yang termasuk sebagai usaha kecil. Perngertian ini penting karena dengan pengertian yang tepat akan dapat dihindari penanganan yang sifatnya khusus namun diberikan secara umum ataupun sebaliknya. Hal ini dapat berakibat merugikan bahkan menimbulkan penanganan yang kabur dan salah kaprah. Pengertian usaha kecil secara sepintas sangat luas namun beberapa pendekatan mencoba untuk menyusun suatu usaha termasuk kecil. Pendekatan itu antara lain: a. Pendekatan tenaga kerja : Berdasarkan pendekatan ini bahwa yang termasuk dalam pengertian usaha kecil adalah :
Jenis Usaha 1. Usaha rumah tangga
Jumlah Tenaga Kerja 1-5 orang
2. Usaha kecil Diluar itu bukan termasuk kecil, yaitu 3. Usaha menengah 4. Usaha besar (Sumber : BPS)
6-19 orang
b.
Pendekatan Omzet & Asset Berdasarkan surat keputusan bersama antara Dirjen pembinaan BUMN dan Dirjen pembinaan usaha kecil nomor 1515/BU/1994 dan 02/ SKB/PPK/X/94 tanggal 14 Oktober
20 - 99 orang 100 orang ke atas 1994 usaha kecil adalah yang memiliki omzet atau asset di bawah lima puluh juta rupiah. Bank Indonesia menganggap usaha kecil adalah perusahaan atau perorangan yang mempunyai total
Edi Purwanto asset maximal enam ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan yang ditempati. Disamping kriteria di atas ada juga beberapa karakteristik yang menyebutkan suatu usaha itu termasuk kecil, karakteristik itu antara lain : a. Umumnya bersifat usaha keluarga 1. Posisi kunci dipegang oleh pemilik 2. K e u a n g a n k e l u a r g a d a n perusahaan cenderung berbaur 3. Tidak menuntut mekanisme pertanggungjawaban yang ketat 4. Motivasi tinggi 5. Tidak terdapat spesialisasi dalam manajemen. b. Menggunakan teknologi sederhana dalam proses produksinya c. Hasil produksi dipasarkan di pasar luar/dalam negeri d. Lemah dalam manajemen, permodalan, pemasaran dan administrasi e. Mudah berganti usaha f. Umumnya tidak memiliki jaminan yang cukup g. Standart industri Indonesia/Lokal. h. Kebanyakan adalah pribumi asli. Bidang usaha mereka beragam mulai dari pertanian, perikanan, pengrajin tradisional, pangan, industri ringan, perdagangan,
69 dan sektor informal. Lokasi keberadaan cenderung mendekati lokasi pemukiman penduduk. Di beberapa lokasi mereka sudah mampu membentuk sentra-sentra industri kecil dan kelompok usaha produktif. Meskipun skala usahanya kecil namun jaminan mereka amat banyak, sehingga ada ungkapan bahwa small business is big bisnis, mereka menyerap banyak sekali tenaga kerja manusia. Menurut keputusan Presiden RI No 99 tahun 1998 pengertian usaha kecil adalah “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.” Usaha kecil didefinisikan sebagaia kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komercial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1 (satu) miliar rupiah atau kurang. Kriteria usaha kecil menurut UU No 9 Tahun 1995 adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (Dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 (Satu miliyar rupiah)
FORUM AKADEMIKA 3. Milik Warga Negara Indonesia. 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha kecil. Peran Usaha Kecil Dalam Perekonomian Pada pasca krisis tahun 1997 di Indonesia, usaha kecil dapat membuktikan bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan usaha kecil mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar yang cenderung mengalami keterpurukan. Hal tersebut dibuktikan dengan semalin bertambahnya jumlah usaha kecil setiap tahunnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa usaha kecil memegang peranan penting dalam memajukan perekonomian suatu negara. Demikian halnya dengan Indonesia, sejak diterpa badai krisis finansial pada tahun 1996 silam, masih banyak usaha kecil hingga saat ini masih mampu bertahan. Meskipun mereka sempat goyang oleh dampak yang ditimbulkan, namun dengan semangat dan jiwa yang kuat maka mereka secara perlahan-lahan mampu bangkit dari keterpurukan. Keberadaan usaha kecil di tanah air kita hampir mewakili seluruh unit usaha di berbagai sektor ekonomi yang hidup dalam perekonomian kita, karena jumlahnya yang amat besar, sampai saat ini usaha kecil mewakili sekitar 99,85% dari jumlah unit usaha yang ada, usaha menengah 0,14% dan usaha besar hanya 0,01%. Dengan demikian corak perekonomian kita ditinjau dari subyek hukum pelaku usaha
70 adalah ekonomi rakyat yang terdiri dari usaha kecil di berbagai sektor, terutama sektor pertanian dan perdagangan ,maupun jasa serta industri pengelolaan. Dari aspek pnyerapan tenaga kerja, pembangunan ekonomi hendaknya diarahkan pada sektor yang memberikan kontribusi tehadap out put perekonomian yang tinggi dan penyerapan tenaaga kerja dalam jumlah yang besar. Adapun sektor yang dimaksud adalah sektor industri pengolahan, dengan tingkat pertambahan out put brutto sebesar 360,19% dan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 23,21% lebih besar dari pada sektor pertanian, pertambangan dan jasa. Kontribusi terhadap pertambahan out put bruto dan penyepan tenaga yang lebih besar daripada usaha besar. Peranan usaha kecil dalam pemerataan pendapatan, tak kalah pentingnya dengan upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja yang tinggi adalah peranan dalam upaya mewujudkan pemerataan pendapatan. Dalam rangka meningkatkan peran usaha kecil di indonesia berbagai kebijakan dari aspek makro ekonomi perlu diterapkan, dengan memberikan stimulus ekonomi yang lebih besar kepada industri ini akan memberikan dampak yang lebih besar dan luas terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan yang lebih merata di Indonesia. Stimulus yang dimaksud dapat berupa memeberikan dana kepada usaha kecil melalui investasi pemerintah. Perlu komitmen yang kuat dalam bentuk peraturan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan sebagian besar dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan dalam usaha usaha produktif usaha kecil. Menginvestasikan dananya pada usaha kecil perlu diberikan berbagaai kemudahan, dalam bentuk penyediaan infrastruktur, kemudahan
Edi Purwanto sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman modal berupa kredit berbunga rendah. untuk pelaksanaannya melibatkan pihak perbankan , khususnya perbankan milik pemerintah , Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan aksesbilitas para pelaku usaha kecil terhadap modal yang selama ini relative terbatas. Diperluka pula ketegasan dari pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan ataupaun peraturan pemerintah (PP) untuk mendorong pihak perbankan melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Usaha kecil memiliki posisi yang sangat strategis karena menyumbang lebih dari 88% penyerapan tenaga kerja, posisi sangat penting untuk menjamin stabilitas makro terutama stabilitas sosial yang akhir-akhir ini sangat kritis sebagai penentu kelangsungan pertumbuhan kita dan investasi baru untuk melangsungkan pertumbuhan. Ada tiga alasan utama kenapa suatu negara harus mendorong usaha kecil yang ada untuk terus berkembang : 1. Usaha kecil pada umumnya cenderung kinerja yang lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. 2. Usaha kecil seringkali mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investsi dan perubahan teknologi. Hal ini merupakan bagian dari dinamika usahanya yang terus menyesuaikan perkembangan zaman. 3. Usaha kecil ternyata memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dibandingkan dengan perusahaan besar.
71
Di Indonesia, usaha kecil yang ada memiliki peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga sehingga pertumbuhyan ekonomi bisa berjalan. Usaha kecil mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional,oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil- hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktivitasnya, sektor usaha kecil terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Pengembangan usaha kecil perlu mendapat perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tunbuh dan berkenbangnya usaha kecil. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan usaha kecil. disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.
Kendala Yang Dihadapi Usaha Kecil Perkembangan suatu usaha dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam upaya berkembang atau bahkan tetap hidup, usaha kecil menghadapi berbagai kendala baik itu kendala internal maupun eksternal yang berada di luar jangkauannya. Menurut Khumaelah (2011), kendala-kendala yang dihadapi perusahaan antara lain:
72
FORUM AKADEMIKA A. Faktor Internal. 1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha., pada umumnya usaha kecil merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi Usaha Kecil adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua Usaha Kecil memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan. Terkait dengan hal ini, Usaha Kecil juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan.,perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha. 2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Sebagian besar usaha kecil
tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelola usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Di samping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. 3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar. Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik. 4. Kurangnya Transparasi Kurangnya transparasi antara generasi awal pembanguanan
73
Edi Purwanto Usaha Kecil tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya. B. Faktor Eksternal. 1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif. Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan Produk Domestik Brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil melalui pembentukan modal tetap brutto. Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil, meskipun dari tahun ke tahun terus disempuranakan, namun dirasakakn belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlhat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusahapengusaha besar. Kendala lain yang dihadapi oleh Usaha kecil adalah mendapatkan
perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti Usaha Kecil tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar. 2. Terbatasnya Sarana dan prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang Usaha kecil kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis. 3. Pungutan Liar Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi Usaha Kecil karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali
74
FORUM AKADEMIKA secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan. 4. Implikasi Otonomi Daerah Dengan berlakunya Undangundang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha kecil. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing usaha kecil. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut. 5. Implikasi Perdagangan Bebas Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dituntut untuk melakukan proses produksi dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu
lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, Usaha Kecil perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. 6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produkproduk dan kerajinan-kerajinan dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain,produk-produk yang dihasilkan Usaha Kecil Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama. 7. Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional. 8. Terbatasnya Akses Informasi Selain akses pembiayaan, Usaha kecil juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh Usaha Kecil, sedikit banyak memberikan
75
Edi Purwanto pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha Usaha kecil dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mempunyai produk dan jasa sebagai hasil dari Usaha Kecil untuk menembus pasar ekspor. Namun, disisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensia untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
dibutuhkan usaha kecil sangat beragam. Bantuan dan dukungan tersebut antara lain :
Secara ringkas kendala usaha kecil baik itu kendala internal maupun eksternal yang berada diluar jangkauannya antara lain, masalah :
1. Perlindungan usaha kecil antara lain meliputi perlindungan untuk memperoleh kepastian usaha, kepastian memperoleh bahan baku.
a. Sumber Daya Manusia b. Pemasaran c. Permodalan
a. Bantuan konkrit berupa : 1. Peningkatan pendidikan umum 2. Peningkatan kemampuan usaha/ wawasan bisnis 3. Pelatihan teknis produksi 4. Pelatihan keterampilan penjualan 5. Pelatihan dalam keuangan 6. Pemberian bantuan permodalan 7. Pemberian prasarana/infrastruktur 8. Kesempatan ikut promosi b. Dukungan perlindungan berupa aturan dan pemberian kesempatan
2. K e s e m p a t a n a k s e s k e pemerintahan dan usaha besar
d. Teknologi (berkaitan dengan standar industri)
3. Kemudahan dalam perizinan
e. Negoisasi
5. Kemudahan dalam prosedur memperoleh bantuan
f. Penyediaan bahan baku g. Kerjasama usaha h. Kurangnya wawasan usaha (budaya) i.
Pesaing
j.
Generasi penerus
k. Tidak adanya akses kepada usaha besar /pemerintah l.
Segi konsumen
Antara masalah yang satu dengan yang lainnya bisa saling ketergantungan yang merupakan lingkaran tidak berujung pangkal. Berdasarkan kendala-kendala diatas maka bantuan/maupun dukungan yang
4. Keringanan perpajakan
Bantuan dan dukungan yang diberikan oleh pemerintah maupun masyarakat apakah badan oleh swasta, perguruan tinggi, lembaga sosial masyarakat dan perbankan sesuai dengan profesinya, sehingga tidak terjadi kasus usaha kecil dipersulit. Kejadian daripada itu hendaknya dihindarkan pembebanan biaya yang memberatkan kepada pengusaha kecil dalam proses penerimaan bantuan (high cost economy). Dengan kata lain kegiatan pembinaan usaha kecil ini lebih dekat kepada segi sosial daripada bisnisnya.
76
FORUM AKADEMIKA Dalam bidang perundangan dan peraturan perlindungan kepada usaha kecil pun di beberapa negara yang selama ini kita anggap sebagai negara kapitalis ternyata juga memberikan dukungan iklim yang kondusif bagi perkembangan usaha kecil. Selain peran dari Pemerinatah, dunia akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga penelitian, juga telah melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan Usaha Kecil. Langkah yang Dapat Ditempuh Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh Usaha kecil dan langkahlangkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut : 1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketentraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya. 2. Bantuan Permodalan Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syaratsyarat yang tidak memberatkan bagi Usaha kecil, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan. Pembiayaan untuk Usaha Kecil sebaiknya menggunakan Lmebaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga
Keuangan Mikro bank antara lain : BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yuang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani Usaha Kecil. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memiliki kesulitan dalam legimitas operasionalnya. 3. Perlindungan Usaha Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution). 4. Pengembangan Kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar usaha Kecil, atau Usaha kecil dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, Usaha kecil akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
77
Edi Purwanto 5. Pelatihan Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi Usaha kecil baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen,administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. 6. Membentuk Lembaga Khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan Usaha kecil dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh Usaha Kecil. 7. Memantapkan Asosiaso Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. 8. Mengembangkan Promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara Usaha Kecil dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show
antara asosiasi dengan mitra usahanya. 9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha. 10. Mengembangkan Sarana dan Prasarana Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi Usaha kecil di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi Usaha Kecil tersebut. Pelaksanaan Pembinaan Usaha Kecil Menyadari kedudukan usaha kecil dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, maka pemerintah jauh-jauh hari sudah berusaha menaruh perhatian kepada usaha kecil ini. Perhatian pemerintah sudah di mulai sejak dengan adanya program Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit BIMAS, INMAS, KUK (Kredit Usaha Kecil) yang memberikan bantuan permodalan dari bank-bank pemerintah. Disamping itu beberapa departemen teknik masing masing seperti Departemen Perindustrian (program pelatihan kewirausahaan) , Departemen (Program P4WK), Departemen Sosial, BKKBN (Program Unit Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera) sudah lama memiliki program pembinaan terhadap usaha kecil yang terkait dengan fungsinya.
FORUM AKADEMIKA Adapun program pembinaan melalui BUMN di mulai dengan permintaan Bapak Presiden melalui “Bapak Angkat” maka dimulailah pembinaan usaha kecil melalui pemanfaatan sisa laba Badan Usaha Milik Negara. Himbauan ini kemudian di kukuhkan dengan keluarnya berbagai keputusan dan peraturan. Secara Garis Besar pembinaan oleh BUMN adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan calon mitra binaan a. Telah melakukan usaha dan berpotensi untuk dikembangkan b. Diprioritaskan yang memiliki omset/asset dibawah Rp. 50 juta. c. Menyediakan dana dari modal sendiri sebesar 25 % dari kebutuhan 2. Bentuk Bantuan Bentuk bantuan BUMN berupa : a. Pemberian pendidikan/pelatihan dan pemagangan untuk peningkatan kewirausahaan,manajemen serta peningkatan teknis produksi. b. Pinjaman modal kerja dan investasi dengan bunga rendah. c. M e m b a n t u p e m a s a r a n d a n promosi hasil produksi d. Menjadi penjamin bagi usaha kecil yang memperoleh kredit bank e. Keikutsertaan dalam perusahaan modal venture 3. Status Bantuan Bantuan yang berbentuk pemberian pendidikan, pelatihan, penelitian dan pemagangan serta pemasaran dan promosi diberikan sebagai hibah. Porsi hibah dari total dana adalah sebesar
78 30% dan sisanya 70 % dialokasikan untuk bantuan pinjaman. Sedangkan bantuan modal kerja dan investasi merupakan pinjaman yang digunakan untuk pengadaan bahan baku, mesin-mesin dan peralatan serta sarana kerja lainnya. Jaminan perbankan diberikan sebagai corporate guarantee dengan jumlah maksimal Rp. 50 juta. 4. Tingkat bunga dan jangka waktu bantuan Tingkat bunga lunak yang diberlakukan menurun (sliding) sesuai bidang usahanya masing-masing yang harus lebih rendah dari bunga perbankan. Jangka waktu pembinaan bersifat sementara dan paling lama adalah 5 tahun. Pembatasan jangka waktu pembinaan ini bertujuan agara semua pengusaha kecil dapat turut menikmati bantuan. 5. Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian bantuan Dengan dibentuknya Forum Koordiinasi di Daerah Tk II (kabupaten dan kotamadya) yang selain bertindak sebagai koordinator juga bertindak sebagai fasilitator (bank data) di daerahnya maka semua roposal/ permohonan bantuan yang diajukan oleh usaha kecil dan koperasi harus melalui lembaga ini. Oleh Forum Koordinasi calon mitra binaan didaftar, diberi rekomendasi dan diarahkan ke BUMN yang sudah ditunjuk untuk membina di daerah tersebut berdasarkan Keputusan Forum Koordinasi TK. I (Propinsi). Pemberian bantuan ini dilarang melalui perantara
79
Edi Purwanto atau lembaga, jadi harus langsung diberikan oleh BUMN kepada Mitra Binaan. Berdasarkan proposal dan daftar yang diaukakn BUMN kemudian mengadakan seleksi dan evaluasi kelayakannya.keputusan umlah bantuan sepenuhnya diserahkan kepada BUMN masing-masing. Tidak dirinci dengan jelas dalam aturannya bagaimana cara evaluasi kelayakan ini, hanya sebagai patokan bahwa jumlah bantuan yang dapat diberikan adalah sebesar 70% dari jumlah yang diminta. Usaha kecil yang telah ditetapkan menjadi mitra binaan kemudian menyelesaikan proses administras dengan BUMN yang bersangkutan kemudian dituangkan dalam suatu kontrak perjanjian. 6. Biaya pembinaan Segala biaya yang timbul dalam pembinaan ini dibebankan kepada BUN masing-masing sebagai biaya eksploitasi. Tidak diperkenankan mengguanakan dana \sisa laba ini untuk biaya penyaluran bantuan. 7. Tolok ukur keberhasilan pembinaan. Semua pelaksanaan pembinaan harus dilaporkan kepada Menteri Keuangan Cq. DIRJEN Pembinaan BUMN, Forum Koordinasi Tk I dan Pusat serta kepada Departemen Teknis masing-masing. Berdasarkan leporan ini masing-masing BUMN dimonitor dan dinilai keberhasilannya dalam membina. Komponen penilaian ini antara lain: a. Jumlah kelayakan bantuan b. Jumlah penyerapan tenaga kerja
c. Jumlah penambahan asset dan omzet 8. Unit organisasi pembinaan. Menurut ketentuannya setiap BUMN wajib membentuk unti khusus yang mengelola pembinaan usaha kecil. Unit ini berada langsung dibawah koordinasi salah satu direktur. Kendala-kendala yang dialami oleh BUMN selama ini adalah sebagai berikut : 1. Banyaknya dan bervariasinya usaha kecil membuat repot karena setiap permohonan kasus yang tidak sepenuhnya sama, sehingga perlakuan yng sama sering diberikan kepada calon mitra yang berbeda. 2. kurangnya petugas pembina dan kurangnya keterampilan evaluation, menyebabkan proses penyaluran terhambat dan kkurang akurat. 3. T i d a k t e r s e d i a n y a p e d o m a n administrasi dan akuntansi keuangan dana pembinaan (software) cukup merepotkan petugas pelaksana. 4. Kemampuan monitoring mitra bahasa tidak maksimal oleh karena mitra bahasa tidajk disiplin memberikan laporan dan lokasinya jauh. 5. Timbul konflik dilematis, disatu sisi beban eksploitasi pembinaan mengurangi keuntungan BUMN, padahal keuntungan menjadi salah satu unsur penilaian keberhasilan BUMN. 6. BUMN yang sudah go public seperti PT Indosat tidak lagi diharuskan membina langsung namun dilimpahkan kepada PT. Pos Indonesia. Hal ini juga menambah berat badan BUMN yang menerima pelimpahan.
FORUM AKADEMIKA
80
7. Tidak tersedinya data lengkap tentang usaha kecil, sehingga menyulitkan dalam perencanaan.
kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan yang tidak sehat.
Kelebihan dan peluang yang dimiliki BUMN antara lain:
Pertumbuhan usaha kecil di Indonesia membawa dampak baik bagi pertunbuhan ekonomi, dan perkembangan perekonomian karena tanpa disadari telah mampu mengurangi angka pengangguran di masyarakat, sekaligus juga meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
1. Dana Sisa laba BUMN merupakan uang dingin, berbeda dengan perbankan. Di dunia perbankan, uang yang sebagian besar adalah uang nasabah merupakan alat produksi yang seyogyanya diperlakukan agar memberikan hasil maksimal. Hal inilah yang memberikakn peluang bagi BUMN untuk memberikan bungan rendah. 2. Daya jangkau BUMN kepelosokpelosok cukup baik, oleh karena adanya kantor-kantor cabang atau ranting. 3. Pada saat ini belum ada lembaga yang lebih siap dibanding BUMN untuk menyalurkan dana kepada usaha kecil dan koperasi ke seluruh enjuru tanah air. 4. Banyak usaha kecil yang bidang usahanya terkait dengan core bisnis BUMN
Simpulan Usaha kecil merupakan sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000. (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut keputusan Presiden RI No.99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah : Kegitan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan
Keberadaan usaha kecil di tanah air kita memang mewakili hampir seluruh unit usaha di berbagai sektor ekonomi yang hidup dalam perekonomian kita, karena jumlah yang sangat besar. Usaha kecil baik berupa perorangan, perusahaan maupun koperasi adalah salah satu pelaku ekonomi yang harus mendapat perhatian khusus dalam pembangunan perekonomian nasional. Keberadaan usaha kecil tak dapat di abaikan, berada di sekitar kita dan bahkan tanpa terasa usaha kecil kita butuhkan dalam melaksanakan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan. Tidak dapat dipungkiri bahwa usaha kecil yang ada memegang peranan penting dalam memajukan perekonomian suatu negara. Di Indonesia, usaha kecil yang ada memiliki peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha, dan mendukung pendapatan rumah tangga. Andil usaha kecil ternyata cukup berarti karena telah memberikan penghidupan kepada sekian banyak jiwa, meskipun sarat dengan kekurangan kekurangan, usaha kecil tetap mampu bertahan dan menyesuaikan sekalipun dalam kondisi perubahan yang sering terjadi. Di era perdagangan bebas saat ini, tantangan lebih berat karena harus bersaing dengan pengusaha kecil dari negara lain. Peluang
Edi Purwanto yang tersedia saat ini adalah salah satunya yaitu pembinaan dari BUMN dalam bentuk pinjaman lunak dan peningkatan kemampuan usaha (hibah). Bantuan dengan dukungan perihal diberikan oleh semua pihak baik pemerintah maupun swasta sesuai dengan bidang,cara dan kemampuannya masing-masing. Pembinaan oleh BUMN berupa bantuan dana dari sisa laba usaha BUMN merupakan uluran tangan pemerintah untuk mencoba mengangkat dan menjadikan usaha kecil tangguh dan mandiri telah menjadi salah satu tujuan pembangunan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi berjalan. Oleh karena itu, masalah usaha kecil perlu mendapat perhatian dan pemikiran lebih serius agar dapat berperan di masa datang.
81 Koperasi dan UKM Periode tahun 2001-2004, Jakarta
Kementrian Koperasi dan UKM (2004), Draf Rencana Program Kementrian Koperasi dan UKM periode tahun 2005-2009, Jakarta. Kementrian Koperasi dan UKM dan BPS, (2003), Pengukuran dan Analisa Ekonomi Kinerja Penyerapan Tenaga Kerja Nilai Tambah dan Ekspor Usaha Kecil serta Peranannya terhadap Tenaga Kerja Nasional, Jakarta. Khumaelah, (2011,January 12),Usaha Kecil Menengah.
DAFTAR PUSTAKA http://Apwardanu.wordpress. com/2009/07/01,peran-dan-potensiusaha-kecil-dan-menengah/ Hiro Tugiman (1995), Peranan Usaha Kecil dan Koperasi Dalam memanfaatkan sisa laba BUMN. Bendera : Ereseo Heri, 2012 Maret 12, Perananan UKM Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Kementrian Koperasi dan UKM, Draf Rencana Strategis Pembangunan Koperasi dan UMKM periode tahun 2005-2009,Jakarta Kementrian Koperasi dan UKM (2004), Laporan Kinerja Kementrian
http://Masherla.wordpress.com/2012/03/08/ peranan-usaha-kecil-dalamperekonomian-indonesia/ Suryana, (2001), Kewirausahaan. Jakarta : Salemba Empat. http://Umkm.bebali.com/perdagangan/beritausaha/umkm-dan-ekonomi-banggahtml undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil http://wartawanga-gunadarma.ac.id/2000/01/ peran-usaha-kecil-dan-menengahdalam-indonesia-perekonomian/
PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN TERHADAP KINERJA INDIVIDUAL PEGAWAI PD. BPR BKK GROGOL CABANG BAKI, SUKOHARJO
Kasidi STIE Wijaya Mulya surakarta ABSTRACT The purpose of this research is to investigate nfluence of the management control system to individual performance. The data of the study consist of 29 personnel of PD. BPR BKK grogol cabang baki, sukoharjo, Indonesian during the period of 2012. The technique sampling is random sampling.The frame theory and data analysis are done by using regression. Hypothesis test which is used to identify the partial regression coefficient is done by using t-statistic, and the F-statistic which is used to identify the influence of the independent variables on the dependent variable simultaneously on the level of significance 5 %. The result of the analysis shows that the positive influence of the management control system to individual performance. Keywords : management control system, individual performance 1.
PENDAHULUAN Pada perkembangannya, saat ini masyarakat menuntut kinerja yang lebih dari organisasi sektor publik. Tolok ukur kinerja sektor publik dilihat dari pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat. Selain itu akuntabilitas dan transparansi juga dipertimbangkan untuk mengukur kinerja organisasi. Pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 juncto UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 25 Tahun 1999 juncto UU No. 33 Tahun 2004 menunjukkan usaha pemerintah untuk memperbaiki sistem pemerintahan lama dan mewujudkan good government governance. Imawan (2002) mengungkapkan secara struktural good governance berarti adanya struktur yang slim dan lean (menghindari kompleksitas
jaringan kerja) serta terwujudnya prinsip organisasi modern (pembagian tugas yang jelas, pendelegasian wewenang, koordinasi yang tidak mematikan inisiatif bawahan). Sedangkan, dalam tataran nilai good governance berarti adanya efisiensi (pemaksimalan fungsi manajemen pemerintahan) dan efektivitas (menjawab persoalan yang ada dalam masyarakat dengan metode dan pendekatan yang benar). Berdasarkan pandangan diatas, maka ada tiga institusi penting dalam menciptakan good governance yaitu pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Manajemen kinerja dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Manajemen berbasis kinerja adalah proses perencanaan, pengukuran, penilaian dan evaluasi kinerja pegawai untuk mewujudkan tujuan organisasi serta
83
Kasidi mengoptimalkan potensi diri pegawai. Manajemen kinerja merupakan suatu siklus yang harus dibangun secara berkelanjutan dan diharapkan dapat meningkatkan kinerja baik pegawai maupun organisasi secara keseluruhan. Manajemen berbasis kinerja juga diharapkan dapat merubah perilaku pegawai dalam berkinerja ke arah positif (LAN, 2004; Propper dan Wilson, 2003). Organisasi sektor publik dituntut untuk memberikan pelayanan prima dan melaksanakan program–program sesuai dengan visi, misi organisasi tersebut. Untuk mewujudkan visi dan misi, organisasi harus dapat menerapkan fungsi–fungsi manajemen dengan baik, dimana fungsi ini dimulai dari perencanaan sampai dengan pengendaliannya. Ya n g d i m a k s u d d e n g a n pengendalian manajemen merupakan proses dengan mana para manajer mempengaruhi a n g g o t a o rg a n i s a s i l a i n n y a u n t u k mengimplementasikan strategi organisasi. Pengendalian manajemen merupakan keharusan dalam suatu organisasi yang mana sistem pengendalian harus sesuai dengan strategi organisasi. Anthony dan Govindrajan (2005 : 13) menjelaskan bahwa sisitem pengendalian manajemen adalah sebagai suatu alat dari alat–alat lainnya untuk mengimplementasikan strategi yang berfungsi untuk memotivasi anggotaanggota organisasi guna mencapai tujuan organisasi. Menurut pandangan ini sistem pengendalian manajemen dapat mempengaruhi perkembangan strategi. Salah satu cara usaha yang dapat dilakukan oleh manajer untuk mencapai tujuan adalah dengan menerapkan sistem pengendalian manajemen yang merupakan
sabagai sistem untuk mempengaruhi orang lain dalam suatu organisasi dan merupakan sarana dalam mengimplementasikan strategi. Dalam penelitian ini akan lebih memfokuskan pada masalah pengaruh penerapan sistem pengendalian manajemen terhadap kinerja individual pegawai PD BPR BKK Cabang Baki, Sukoharjo. Topik ini dianggap penting guna mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan sistem pengendalian manajemen terhadap kinerja manajer pada Kantor PD BPR BKK Cabang Baki, Sukoharjo. 2.
RERANGKA TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN Menurut Mulyadi dan Jhony (2001 : 3), sistem pengendalian manjemen adalah suatu sistem yang digunakan untuk merencanakan kegiatan perwujudan visi organisasi melalui misi yang telah dipilih dan untuk mengimplementasikan dan memantau pelaksanaan rencana kegiatan tersebut. Sistem pengendalian manajemen terdiri dari struktur dan proses. Struktur merupakan hubungan antara komponen yang dinyatakan dalam bentuk organisasi dan sifat informasi yang mengalir diantara unit–unit yang ada. Sedangkan proses merupakan seperangkat tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa organisasi bekerja untuk mencapai tujuannya melibatkan banyak komunikasi baik yang bersifat formal maupun informal. Menurut Anthony dan Vijay (2005 : 19), menyatakan bahwa proses sistem pengendalian manajemen melibatkan interaksi formal antara seorang manajer dengan manajer lainnya atau antara manajer dengan bawahannya yang meliputi aktivitas–aktivitas sebagai berikut : 2.1.
84 a) Perencanaan Strategis Perencanaan strategis (pemograman) adalah proses memutuskan program–program utama yang akan dilaksanakan oleh organisasi dan perkiraan jumlah sumber daya yang akan dialokasikan ke setiap program selama beberapa tahun ke depan. b) Penyusunan Anggaran Penyusunan anggaran adalah proses pengoperasionalan rencana dalam bentuk pengkuantifikasian, biasanya dalam unit moneter, untuk kurun waktu tertentu. Hasil dari penyusunan anggaran adalah anggaran. c) Pelaksanaaan Selama tahun anggaran manajer melakukan program atau bagian dari program yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan yang dibuat hendaknya menunjukkan dan menyediakan informasi tentang program dan pusat pertanggung jawaban. Laporan pusat pertanggung jawaban juga harus menunjukkan informasi untuk mengukur kinerja keuangan maupun non keuangan, informasi internal maupun eksternal. d) Evaluasi Kinerja Kegiatan terakhir dari proses pengendalian manajemen adalah menilai kinerja manajer pusat pertanggung jawaban. Prestasi kerja pada intinya bisa dilihat dari efesien dan efektif tidaknya suatu pusat pertanggung jawaban menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi anggaran dengan anggaran yang ditetapkan sebelumnya. 2.2.
KINERJA INDIVIDUAL Menurut Anwar (2000 : 67), kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Jadi kinerja merupakan prestasi yang dihasilkan oleh seseorang didalam suatu organisasi. a. Pengertian Penilaian Kinerja Menurut Mulyadi (2001 : 419), mendefinisikan Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan didalam organisasi. b. Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Mulyadi (2001 : 419), tujuan pokok dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran c. Manfaat Penialaian Kinerja Menurut Mulyadi (2001 : 419), penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk : 1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efesien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. 2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan 3) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
85
Kasidi 4) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5) Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan 2.3.
Hipotesis penelitian
Sebuah organisasi yang baik pasti memiliki tujuan organisasi. Tercapai atau tidaknya tujuan tersebut merupakan indikator pencapaian kinerja sebuah organisasi. Kinerja individual yang dimaksud pada penelitian ini adalah bagaimana pegawai pada sebuah organisasi dapat mencapai indikator keberhasilan dari sebuah organisasi. Keberhasilan tersebut dicapai dengan kemampuan individu dari pegawai pada sebuah organisasi. Tujuan organisasi tidak akan tercapai dengan maksimal jika sebuah organisasi tidak memiliki sistem pengendalian yang memadai. Sistem pengendalian manajemen akan menunjang kinerja dari masing-masing individu pada organisasi tersebut. Penelitian tentang sistem pengendalian manajemen sudah pernah dilakukan oleh Cahyono, Evi dan Syarifudin (2007). Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa sistem pengendalian manajemen dan inovasi berpengaruh terhadap kinerja. Berdasarkan kesimpulan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Sistem Pengendalian Manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja individual Pegawai PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo.
3.
METODA PENELITIAN
3.1. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo tahun 2012. Sampel diambil dengan metode random sampling kepada Pegawai PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo. Pemilihan metode tersebut beralasan, karena peneliti menginginkan seluruh pegawai memiliki hak yang sama untuk menjadi anggota sampel. 3.2. Sumber data Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder. Data primer didapat dari kuesioner yang dibagikan kepada masingmasing responden. Sedangkan data sekunder didapatkan dari data penunjang yang terdapat di PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo. 3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.3.1.
Va r i a b e l i n d e p e n d e n d a l a m penelitian ini adalah Sistem Pengendalian Manajemen
Sistem Pengendalian Manajemen merupakan sistem perumusan kegiatan yang digunakan oleh pihak Manajemen untuk mempengaruhi para anggota organisasi agar mengimplementasikan strategi–strategi organisasi secara efektif dan efesien dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sistem pengendalian manajemen yang digunakan adalah pada proses pengendalian manajemen terdiri dari perencanaan strategi, penyusunan anggaran, pelaksanaan dan evaluasi kinerja. Untuk melakukan analisa kuantitatif terhadap sistem pengendalian manajemen pada Kantor PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo dapat dilakukan dengan jalan mengajukan pertanyaan (quesioner) yang berhubungan dengan m tersebut. Quesioner yang telah diajukan menggunakan pengukuran dengan skala gutman dengan pengukuran skor sebagai berikut:
86
Jawaban A B 3.3.2.
Nilai (skor) 0 1
Keterangan Ya Tidak
Variabel dependen adalah Kinerja Individual
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diterimanya. Untuk melakukan analisa kuantitatif terhadap kinerja individual pada Kantor PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo dapat dilakukan dengan jalan mengajukan pertanyaan (quesioner) yang berhubungan dengan masalah tersebut. Quesioner yang telah diajukan menggunakan pengukuran skala gutman dengan pengukuran skor sebagai berikut :
Jawaban A B
Nilai (skor) 0 1
Keterangan Ya Tidak
HASIL
4. 4.1.
Hasil Pengumpulan Data
Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya pada objek penelitian, diperoleh sampel penelitian sebanyak 29 pegawai PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo. 4.2. Statistik Deskriptif Pada tabel 1 disajikan statistik deskriptif untuk seluruh sampel yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Tabel 1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian (n=29, 1 tahun pengamatan)
Keterangan SPMI KINERJA
N
Mean
29 29
16,2759 8,6552
Minimum 0 0
Maximum 1 1
Std. Deviation 4,37441 2,79382
Sumber: Data diolah Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2 nilai rerata dari variabel sistem pengendalian manajemen pada periode pengamatan tahun 2012 sebesar 16,2759. Nilai tersebut menunjukkan bahwa rata-rata tersebut tergolong dalam kategori yang baik. Karena sebagian besar dari sampel penelitian memiliki skor diatas rerata tersebut. Sebanyak 18 atau 62, 87% pegawai memiliki skor diatas nilai rerata. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pengendalian manajemen pada PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo berada pada level yang baik.
87
Kasidi Sedangkan variabel sistem kinerja individual pada periode pengamatan tahun 2012 sebesar 8,6552. Nilai tersebut menunjukkan bahwa rata-rata tersebut tergolong dalam kategori yang baik. Karena sebagian besar dari sampel penelitian memiliki skor diatas rerata tersebut. Sebanyak 17 atau 58,62% pegawai memiliki skor diatas nilai rerata. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja pegawai PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo berada pada level yang baik.
1.2.
Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Hasil uji hipotesis setelah lolos uji asumsi klasik adalah sebagai berikut. 1) Koefisien Determinasi K o e f i s i e n d e t e r m i n a s i ( R 2) mengukur seberapa jauh kemampuan model yang dibentuk dalam menerangkan variasi variabel dependen. Adapun besarnya nilai koefisien determinasi ditunjukan pada tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Berganda Model 1
R 0,791
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
0,626
0,612
2,72408
Sumber : Hasil Pengolahan Data Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,612 atau 61,20%. Hasil ini menunjukkan bahwa 61,20% perubahan kinerja individual dipengaruhi oleh variabel sistem pengendalian manajemen sedangkan sisanya, yaitu 37, 80% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model penelitian.
2)
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama dapat berpengaruh terhadap variabel dependen (goodness of fit model). Untuk pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Uji F (F test). Adapun hasil pengujian secara simultan adalah sebagai berikut.
Tabel 3 Hasil Analisis Regresi Berganda Sum of Df Squares 1 Regression 335,437 1 Residual 200,357 27 Total 535,793 28 Sumber : Hasil Pengolahan Data Model
Nilai F regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel independen terhadap variabel dependen. Pada tabel 3 nilai F menunjukkan nilai sebesar 45,203 dengan signifikansi sebesar 0.000. Nilai F memberikan hasil yang signifikan. Sehingga
Mean Square
F
Sig.
335,437 7,421
45,203
0,000
dapat disimpulkan bahwa variabel sistem pengendalian manajemen berpengaruh terhadap kinerja individual. 3) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
88 Hasil pengujian hipotesis secara parsial (uji t) dan besarnya nilai signifikansi dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut. Tabel 4 Hasil Analisis Regresi Berganda Model
Std. Error
(Constant)
1,637
KINERJA
0,184
Beta
0,791
T
Sig.
3,319
0,003
6,723
0,000
Sumber : Hasil Pengolahan Data Analisis Uji Hipotesis Pengujian pengaruh variabel sistem pengendalian manajemen terhadap kinerja individual pada pengujian secara parsial menunjukkan hasil yang signifikan. Oleh karena nilai Sig (0,000) < α maka Ho diterima. Pengaruh yang didapat merupakan pengaruh positif, hal ini dapat terlihat dengan nilai beta sebesar 0,791. Hal ini disebabkan sistem pengendalian manajemen pada PD. BPR BKK Baki, Sukoharjodilaksanakan dengan baik sehingga menunjang meningkatnya kinerja individual dari pegawai PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo Fenomena tersebut dapat ditunjukkan pada statistik deskriptif, dimana skor sistem pengendalian manajemen memiliki rerata yang tinggi. Bahkan 18 atau 62, 87% pegawai memiliki skor diatas nilai rerata. Secara tidak langsung fenomena ini menunjang kinerja dari masing masing individu. Kinerja ini terlihat dari 17 atau 58,62% pegawai memiliki skor diatas nilai rerata. Hasil ini menunjang hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Cahyono, et all (2007). Dimana hasilnya adalah sistem pengendalian manajemen memiliki pengaruh positif terhadap kinerja.
5.
SIMPULAN, KETERBATASAN DAN PENELITIAN BERIKUTNYA 1.1.
Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh sistem pengendalian manajemen terhadap kinerja individual PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan sampel 29 pegawai PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo tahun 2012. Hasil pengujian menunjukkan variabel sistem pengendalian manajemen berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja individual PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo. 1.2. Keterbatasan dan Penelitian Berikutnya Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. 1) Penelitian ini mengabaikan faktor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap laporan kinerja, misalkan inovasi, kepemimpinan, sistem penggajian dan lain-lain. 2)
Sampel hanya terbatas pada PD. BPR BKK Baki, Sukoharjo. Hal ini mengakibatkan penelitian belum dapat tergeneralisasi dengan baik.
Saran-saran yang dapat disampaikan oleh penulis sebagai hasil dari penelitian, pembahasan, kesimpulan serta keterbatasan di atas adalah. 1) Saran untuk peneliti di masa mendatang yaitu memasukkan faktor-faktor lain sebagai variabel penelitian. 2)
Menambah obyek penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat digeneralisasi.
Kasidi DAFTAR PUSTAKA Anthony, Robert N dan Govin Drajan, 2005. Sistem Pengendalian Mnajemen Edisi Kedua, Terjemahan F.X Kurniawan Tjakrawala, Jakarta : Salemba Barat Anwar Prabu Mangkunegara, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung, Remaja Rosdakarja Arikunto, Suharsimi. 1998. Manajemen Penelitian. Cetakan Keempat, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Cahyono, Dwi; Evi Lestari dan Syarifudin Yusuf. 2007. Pengaruh Moderasi Sistem Penegndalian Manajemen Dan Inovasi Terhadap Kinerja. SNA X Unhas Makasar Djarwanto dan Pangestu Subgyo. 2001. Statistik Induktif. Jakarta : BPFE. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. semarang : Universitas Diponegoro Semarang
89
Gujarati, D. (2005). Basic Economic, McGrawhill, New York.Halim, Abdul., Tjahjono, Achmad., dan Muh Fakri Husein, 2005, Sistem Pengendalian Manajemen, Edisi Revisi, Yogyakarta : UPP AMP YKPN Jhony Setyawan dan Mulyadi, 2001, Sistem Prencanaan dan Pengendalian Manajemen, Jakarta : Salemba Barat Mulyadi, 2001, Akuntansi Manajemen, Edisi Ketiga, Jakarta : Salemba Empat Robbins, Stephen P., dan Mary Coulter, 2004, Manajemen, edisi Ketujuh, Terjemahan T. Hermaya dan Hary Slamet, Jakarta : PT. Prenhallindo Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisni. Bandung: Alfabeta. Supriyono, R.A., 2000, Sistem Pengendalian Manajemen, Edisi Pertama, Yogyakarta : BPFE
90 LAMPIRAN
Model Summary Model
R
1
Adjusted R Square
R Square .791a
.626
Std. Error of the Estimate
.612
2.72408
a. Predictors: (Constant), KINERJA ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
335.437
1
335.437
Residual
200.357
27
7.421
Total
535.793
28
a. Predictors: (Constant), KINERJA b. Dependent Variable: SPMI
F 45.203
Sig. .000a
Coefficientsa Model B 1
Unstandardized Coefficients Std. Error
Beta
(Constant)
5.553
1.673
KINERJA
1.239
.184
a. Dependent Variable: SPMI
Standardized Coefficients
.791
t
Sig.
3.319
.003
6.723
.000
PEDOMAN PENULISAN JURNAL ILMIAH FORUM AKADEMIKA 1. Naskah artikel belum pernah diterbitkan oleh terbitan lain, jika pernah disajikan pada pertemuan ilmiah harap diberikan keterangan. 2. Isi naskah berupa kajian masalah manajemen, bisnis, dan akuntansi, meliputi : kajian dan aplikasi teori, ringkasan hasil penelitian, gagasan konseptual, resensi buku. 3. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word dengan spasi ganda dan ukuran kertas kuarto. Jenis huruf adalah Times New Roman ukuran 12. Panjang naskah 12 – 24 halaman, dengan margin atas: 1”, bawah: 1,2”, kanan: 1”, kiri: 1,3”. 4. Naskah dibuat dengan sistematika: A. Hasil penelitian Judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, masalah penelitian, hipotesis, landasan teori, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan dan saran, daftar pustaka, keterbatasan jika ada. B. Non penelitian Judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, pembahasan yang dibagi dalam sub-sub bab, simpulan, daftar pustaka. 5. Perujukan sumber acuan dengan menyebut nama akhir pengarang, tahun penerbitan, contoh: a. Menurut Hall (1996), karir……………… b. Henry,et,al. ( dalam Sarwono,1998 ), menyatakan……………….. c. Perilaku konsumen merupakan………………………( Mowen,1987 ). 6. Daftar Pustaka diurutkan menurut alfabetis dan tidak diberi nomor urut. A. Buku Teks Swastha Dh.,B (1984), Azas-azas Marketing, ed. 3, Yogyakarta: Liberty. Husnan, S. (1994), Dasar-dasar Teori dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Gujarati, D. (1999), Essentials of Econometrics, 2th ed., Irwin Mc. Graw-Hill. B. Artikel Jurnal Dharmmesta,B.S.(1994), Perilaku Konsumen Indonesia Tahun 2000, Kelola Gadjah Mada University Business Review, III,No.6,Mei, h.83-93. Hall, Douglas T. (1996), Protean Careers of the 21st Century, Academy of Management Executive, Vol. 10, No.4, pp.8-16. C. Rujukan dari koran Abimanyu, Anggito (2011,Maret,14), Dilema Harga Minyak, Kompas, hlm.6. 7. Tabel dan gambar • Harus diberi nomor urut • Harus disertai judul • Sumber acuan dicantumkan di bawah tabel atau gambar 8. Artikel harus disertai abstrak dan kata kunci yang ditulis dengan 1 spasi dan dicetak miring. 9. Artikel diterima redaksi dalam bentuk printout dan soft copy/ casset cd. 10. Jurnal Forum Akademika akan terbit 2x dalam setahun, yaitu April dan September. Artikel diterima selambat-lambatnya 2 bulan sebelum terbit.