PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK KAYU JATI TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL DENGAN CAMPURAN ASPAL PORUS
NASKAH PUBLIKASI TEKNIK SIPIL
Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik
AVISTA CANDRA DEWI SUHERMAN
125060102111003
RISTRADIANTI DWI ASTIPUTRI
125060107111009
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2016
0
PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK KAYU JATI TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN ASPAL PORUS Avista Candra Dewi S, Ristradianti Dwi A, Hendi Bowoputro, Ludfi Djakfar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 167 Malang, 65145, Jawa Timur – Indonesia ABSTRAK Aspal merupakan material yang digunakan pada pekerjaan perkerasan lentur jalan. Genangan air yang sering terjadi terutama setelah hujan bisa menjadi masalah terhadap ketahanan aspal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mencegah permasalahan ini adalah penggunaan aspal porus untuk digunakan dalam pekerjaan perkerasan jalan. Aspal porus adalah campuran yang memiliki gradasi agregat kasar lebih banyak dibandingkan dengan agregat halus. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh penambahan serbuk kayu jati terhadap nilai Marshall yang ada pada campuran aspal porus. Penggunaan serbuk kayu jati ini juga dapat mengurangi jumlah limbah serbuk kayu yang ada. Variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah variasi kadar serbuk kayu jati dan variasi suhu perendaman. Variasi kadar serbuk kayu jati sebesar 4%, 5% dan 6% sedangkan variasi suhu perendaman 45ºC, 60ºC dan 75ºC. Jumlah benda uji untuk mencari KAO yang dibuat sebanyak 9 buah benda uji. Benda uji campuran KAO dengan variasi kadar kayu dan suhu perendaman sebanyak 27 buah benda uji. Benda uji Marshall Immersion sebanyak 9 buah benda uji. Penelitian ini menggunakan metode analisis ANOVA Dua Arah. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada pengaruh dari penambahan serbuk kayu jati terhadap nilai Marshall pada campuran aspal porus. Kata kunci: Aspal Porus, Standar Gradasi British, Karakteristik Marshall, Permeabilitas, Serbuk Kayu Jati, Suhu Waterbath ABSTRACT Asphalt is a material that used in flexible pavement working. Stagnant water is often the case, especially after the rain can be a problem against the resistance of bitumen. One of the alternatives that can be used to prevent this problem is the use of porous asphalt to be used in road pavement work. Porous asphalt is a mixture that has more coarse aggregate the fine aggregate. This study discusses the effect of adding teak sawdust to Marshall values in porous asphalt mixture. The use of teak sawdust can also reduce the amount of waste sawdust. Variations that be done in this research is the content variation of teak sawdust and soaking temperature variation. Teak sawdust content variations are 4%, 5% and 6% and soaking temperature variations are 45ºC, 60ºC and 75ºC. Number of test specimens to look for OBC made as many as 9 specimens. The number of OBC specimen mix objects with contect variations of teak sawdust and soaking temperature are 27 specimens. Marshall Immersion test object as much as 9 specimens. This study uses two-way ANOVA analysis. Statistical test results showed there was no effect of the addition of teak sawdust against Marshall on porous asphalt mixture. Keywords: Asphalt Porous, Standart Gradient of British, Marshall Characteristics, Permeability, Teak Sawdust, Temperature Waterbath
1
PENDAHULUAN Salah satu permasalahan yang timbul dari perkerasaan aspal pada umumnya adalah terjadinya aquaplanning yang dapat menyebabkan jalan menjadi licin. Ketika curah hujan tinggi dan jalan raya tidak didukung dengan sistem drainase yang baik, maka jalan rayabisa tergenang air bahkan terjadi banjir. Aspal Porus memiliki gradasi seragam dengan agregat halus yang rendah sehingga terdapat rongga-rongga pada campuran aspal. Rongga-rongga inilah yang dapat membuat permukaan jalan lebih kasar sehingga jalan tidak akan menjadilicin terutama ketika terjadi musim hujan. Aspal porus memiliki sifat drainase ganda, yaitu air akan mengalir melalui permukaan aspal dan lapisan pori campuran aspal tersebut. Air akan lebih leluasa masuk ke dalam pori-pori lapisan permukaan jalan raya sehingga tidak menimbulkan genangan yang dapat membuat jalan raya menjadi licin. Sehingga, ketika perkerasan jalan menggunakan aspal porus, genangan air akibat hujan akan segera mengalir baik secara horisontal maupun vertikal melalui pori-pori aspal. Dalam upaya meningkatan stabilitas kinerja perkerasan jalan, maka diperlukan adanya material tambahan yang akan digunakan dalam pencampuran aspal porus. Pada penelitian ini, penggunaan material serbuk kayu jati akan ditambahkan. Penelitian ini akan membandingkan antara aspal porus dan aspal porus dengan serbuk kayu jati.
Agregat alam yang biasa digunakan untuk campuran perkerasan jalan adalah pasir dan batu kerikil. 2. Agregat yang telah diproses Agregat yang telah diproses didapatkan dari eksplorasi agregat alam yang kemudian dipecah dan disaring terlebih dahulu sebelum digunakan. 3. Agregat Buatan Agregat buatan adalah agregat dari hasil proses kimia dan fisika sehingga membentuk mineral baru yang meyerupai agregat. Ukuran butir agregat menurut AASHTO T27-88 atau SNI 03-1968-2002: Tabel 1 Ukuran Butir Agregat Ukuran Saringan (inci)
TINJAUAN PUSTAKA
Bukaan
4
(mm) 100
3 1/2 3 2 1/2 2 1 1/2 1 3/4 0,5
90 75 63 50 37,5 25 19 12,5
Ukuran Saringan (inci)
Bukaan
3/8
(mm) 9,5
no. 4 no. 8 no. 16 no.30 no.50 no.100 no.200
4,75 2,36 1,18 0,6 0,3 0,15 0,075
Aspal Aspal sebagai pengikat (binder) adalah material alami yang berwarna hitam kecoklatan. Jika aspal dipanaskan pada suhu tertentu maka dapat menjadi cair sehingga dapat dicampurkan dengan agregat. Namun jika aspal didinginkan maka akan menjadi padat atau mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (bersifat Termopolis). Banyaknya aspal pada campuran perkerasan berkisar antara 4 hingga 10% dari berat campuran, atau 10 hingga 15% dari volume campuran.
Agregat Agregat adalah material yang bersifat keras dan unorganik terdiri dari pasir, gravel, batu pecah dan material lain dari bahan mineral alami atau buatan. Material agregat yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan berfungsi untuk menahan beban lalu lintas. Agar dapat digunakan sebagai campuran aspal, agregat harus lolos dari berbagai uji yang telah ditentukan. Banyaknya agregat dalam campuran aspal pada umumnya berkisar antara 90% hingga 95% terhadap total berat campuran atau 70% hingga 85% terhadap volume campuran aspal (Wahyudi, 2010).
Kayu Jati Sifat-sifat kayu jati secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:
Jenis-jenis agregat dibedakan menjadi tiga berdasarkan sumber dari cara mendapatkan agregat tersebut, diantaranya: 1. Agregat Alam (Natural Aggregates) Sesuai dengan namanya, agregat alam adalah agregat yang didapatkan dari alam.
2
Tabel 2 Sifat-Sifat Kayu Jati Sifat Berat jenis Tegangan pada batas proporsi Tegangan pada batas patah Modulus elastisitas Tegangan tekan sejajar serat Tegangan geser arah radial Tegangan geser arah tangensial Kadar selulosa Kadar lignin Kadar pentose Kadar abu Kadar silica Serabut Kelarutan dalam alcohol bensena Kelarutan dalam air dingin Kelarutan dalam air panas Kelarutan dalam NaOH 1 % Kadar air saat titik jenuh serat Nilai kalor Kerapatan
Satuan Nilai Kg/cm3 0,62-0,75 (rata-rata 0,67) Kg/cm3 718 Kg/cm3 1031 Kg/cm3 127700 Kg/cm3 550 Kg/cm3 80 Kg/cm3 89 % 47,5 % 29,9 % 14,4 % 1,4 % 0,4 % 66,3 % 4,6 % 1,2 % 11,1 % 19,8 % 28 Cal/gram 5081 Cal/gram 0,44
100 80 60 40 20 0
Spesifikasi Gradasi Standar British
% Kumulatif Lolos
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0,01
0,1
1
10
100
Ukuran Ayakan (mm)
batas atas
Gambar 1 Spesifikasi Gradasi Agregat Aspal Porus menggunakan Standar British Pengujian Marshall Rongga di antara mineral agregat (Void in the Mineral Aggregat/VMA) Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga di antara partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat).
Aspal Porus Campuran Aspal Porus merupakan campuran generasi baru dalam perkerasan lentur, yang memperbolehkan air meresap ke dalam lapisan atas (wearing course). Dengan meresapnya air maka bisa langsung meresap dan mengalirkannya ke dalam tanah dan menjadi air tanah.
VMA dihitung berdasarkan berat jenis bulk (Gsb) agregat dan dapat dihitung pula terhadap berat campuran total atau terhadap berat agregat total.
Gradasi agregat aspal porus standart British dapat dilihat di bawah ini:
1. Terhadap Berat Campuran Total
Tabel 3 Gradasi Agregat Standar British
2. Terhadap Berat Agregat Total
Ukuran
(
)
% Berat Yang Lolos
(
Ayakan (mm)
Batas Atas
Batas Bawah
19,000
100
100
12,700
100
100
9,530
100
90
6,350
55
40
2,380
28
22
0,074
6
3
)
Rongga di dalam campuran (Void In The Compacted Mixture/ VIM) Rongga udara di dalam campuran (VIM) yang ada pada campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti oleh aspal. (
)
Sumber: Takahasi, 1999 Stabilitas Nilai stabilitas diperoleh dari nilai yang ditunjukkan oleh jarum dial pada alat uji. Nilai yang ditunjukkan pada jarum dial perlu dikonversikan terhadap alat Marshall.
3
akan dibuat benda uji dengan kadar aspal 4%, 5%, 6% dari berat agregat dan benda uji dengan kadar serbuk kayu jati 4%, 5% , 6% dari berat aspal dan variasi suhu perendaman Waterbath 45ºC, 60ºC dan 75ºC.
Kelelehan (Flow) Nilai flow diperoleh dari nilai yang ditunjukkan oleh jarum dial. Nilai yang ditunjukkan pada jarum dial tidak perlu dikonversikan terhadap alat Marshall karena satuannya nilainya sudah dalam millimeter (mm).
Estimasi Kadar Aspal Perkiraan awal kadar aspal rancangan dapat diperoleh dari rumus yang ada pada Revisi SNI 031737-1989, yaitu:
Hasil Bagi Marshall (MQ) Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil pembagian dari stabilitas dengan kelelehan.
(
)
(
)
(
)
Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan kadar aspal rencana sebesar 5,525% dari berat agregat, maka campuran direncanakan menggunakan variasi kadar aspal rencana 4%, 5%, 6% dari berat agregat.
METODE PENELITIAN Diagram Alir
Rancangan Gradasi Aspal Porus Pada penelitian ini dipakai tiga kadar aspal sebesar 4%, 5%, 6% dari berat agregat. Gradasi agregat yang digunakan berdasarkan nilai tengah dari standar British, seperti pada Tabel 4 berikut: Tabel 4 Rancangan Gradasi Aspal Porus Ukuran Batas Batas Ranca Ayakan Atas Bawah ngan (mm) (%) (%) (%)
Berat Agregat (gr)
19,0
100
100
100
0
12,7
100
100
100
0
9,53
100
90
91
81
6,35
55
40
45
414
2,38
28
22
22
207
0,074
6
3
3
171
0
27
PAN TOTAL
900
Rancangan Percobaan Dalam penelitian ini digunakan tiga variasi kadar aspal, tiga variasi kadar serbuk kayu jati dan tiga variasi suhu perendaman. Tabel 5 Rancangan Percobaan Benda Uji Kadar Aspal 4% 5% 6% Suhu 3 benda 3 benda 3 benda Waterbath 60 uji uji uji (ºC)
Gambar 2 Diagram Alir Penelitian Rancangan Benda Uji Penelitian menggunakan metode dengan perlakuan tiga variasi kadar aspal dan tiga variasi kadar serbuk kayu jati. Untuk perulangan akan dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam penelitian ini
4
Tabel 6 Rancangan Percobaan Waterbath Kadar Aspal Optimum + Serbuk Kayu Jati
45 Suhu Waterbath (ºC)
60 75
4% 3 benda uji 3 benda uji 3 benda uji
5% 3 benda uji 3 benda uji 3 benda uji
6% 3 benda uji 3 benda uji 3 benda uji
Gambar 4 Grafik Hubungan Prosentase Aspal terhadap Stabilitas
PEMBAHASAN Hasil Pengujian Marshall untuk Mencari KAO Gambar 5 Grafik Hubungan Prosentase Aspal terhadap Flow
Pengujian ini dilakukan setelah pengujian permeabilitas dilakukan. Dalam pengujian dengan alat Marshall akan didapat data flow dan stabilitas yang kemudian dihitung sehingga didapatkan nilainilai dari karakteristik Marshall. Tabel 7 Hasil Pengujian Marshall Kadar Aspal No. Sampel 4%
5%
6%
1 2 3 1 2 3 1 2 3
VMA
VFB
VIM
30,798 29,868 28,367 27,278 27,396 29,234 29,583 27,944 29,293
22,770 23,590 25,207 32,860 32,776 30,017 35,096 37,811 35,515
23,785 22,822 21,216 18,315 18,416 20,459 19,200 17,378 18,890
Nilai Stabilitas
Nilai Flow
MQ
396,39 705,73 816,06 748,06 630,53 673,86 673,86 657,07 670,86
1,25 1,28 1,60 2,50 1,44 4,34 2,10 2,86 4,92
317,112 551,354 510,040 299,224 437,870 155,268 0,028 0,026 0,028
Gambar 6 Grafik Hubungan Prosentase Aspal terhadap MQ Dari hasil perpotongan antara garis regresi dengan batas ketentuan, kemudian diplotkan pada grafik pita sehingga bisa ditentukan KAO.
Penentuan Kadar Aspal Optimum Setelah didapatkan nilai VMA, VIM, Stabilitas, Flow dan MQ kemudian nilai-nilai tersebut diplotkan pada grafik. Gambar 7 Grafik Pita Campuran Aspal Porus Hasil Karakteristik Marshall dengan Nilai KAO Setelah didapatkan KAO dari grafik pita, nilai tersebut kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan untuk megetahui nilai karakteristik memenuhi atau tidak dengan standar yang ada. Gambar 3 Grafik Hubungan Prosentase Aspal terhadap VIM
5
Tabel 8 Hasil Nilai Karakteristik Marshall dengan KAO Karakteristik VIM Stabilitas Flow MQ
Persyaratan Bristish 18% - 25% >500 kg 2 - 6 mm <400 kg/mm
KAO=5,26%
Tabel 12 Hasil Pengujian Marshall MQ KAO + % Serbuk Kayu Jati
Keterangan
18,585 703,978 2,98 276,291
Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi
4%
5%
Hasil Pengujian Marshall dengan Variasi Kadar Serbuk Kayu dan Suhu Waterbath
6%
Setelah ditentukan nilai KAO, maka dibuat benda uji berikutnya yang merupakan campuran antara KAO dengan variasi kadar serbuk kayu jati dan benda uji akan direndam pada variasi suhu waterbath yang sudah ditentukan dan kemudian dilakukan pengujian Marshall.
4%
5%
6%
4%
5%
6%
4%
5%
6%
137,431 160,546 134,883 171,504 195,434 184,104 97,534 120,772 110,704
Suhu Waterbath 45°C
60°C
75°C
992,879 780,628 794,087 956,044 1069,147 1036,837 972,151 1176,025 1173,851
497,665 714,639 821,390 734,458 897,728 810,840 788,862 589,866 791,973
494,750 513,746 472,091 600,265 566,759 589,134 409,641 458,935 409,604
Tabel 13 Rekap Hasil Karakteristik Marshall
Karakteristik VIM Stabilitas Flow MQ
45°C
60°C
75°C
2,1 3,2 3,5 2,2 2,4 3,1 2,8 2,1 1,8
3,2 3,8 3,5 4,1 3,6 3,1 3,7 4,1 3,4
3,6 3,2 3,5 3,5 2,9 3,2 4,2 3,8 3,7
Hipotesis H0 : Tidak terdapat pengaruh dari perlakuan H1 : Terdapat pengaruh dari perlakuan Kriteria Pengujian H0 diterima jika nilai Sig > α (0,05) H1 diterima jika nilai Sig < α (0,05) Tabel 14 Tabel ANOVA pada VIM Berdasarkan Respon Variabel
Suhu Waterbath 45°C
60°C
75°C
16,344 17,068 18,849 17,747 16,658 18,346 17,983 17,108 17,394
42,066 18,199 19,972 19,118 16,473 16,504 15,416 17,243 19,639
42,066 18,199 19,972 19,118 16,473 16,504 15,416 17,243 19,639
Suhu Waterbath 45°C 60°C 75°C Kadar Serbuk Kayu Optimum 5% 5% 6% 20,989 18,4 940,551 772,625 529,024 2,763 3,545 3,471 325,573 219,122 129,566
Analisis Statistik Pengaruh Penambahan Serbuk Kayu Jati dan Variasi Suhu Waterbath terhadap Karakteristik Marshall dengan ANOVA Dua Arah
Suhu Waterbath
Tabel 11 Hasil Pengujian Marshall VIM KAO + % Serbuk Kayu Jati
75°C
155,520 188,063 234,683 179,136 249,369 261,561 213,206 143,870 232,933
Setelah dilakukan pengujian Marshall, ditentukan kadar aspal optimum untuk masing-masing suhu waterbath.
Tabel 10 Hasil Pengujian Marshall Flow KAO + % Serbuk Kayu Jati
60°C
472,799 243,946 226,882 434,566 445,478 334,464 347,197 560,012 652,139
Penentuan Kadar Serbuk Kayu Jati Optimum Berdasarkan Variasi kadar Serbuk Kayu Jati dan Variasi Suhu Waterbath
Tabel 9 Hasil Pengujian Marshall Stabilitas KAO + % Serbuk Kayu Jati
Suhu Waterbath 45°C
6
Tabel 15 Tabel ANOVA pada Stabilitas Berdasarkan Respon Variabel
Gambar 9 Grafik hubungan Stabilitas dan Kadar Serbuk Kayu Jati untuk Immersion Tabel 16 Tabel ANOVA pada Flow Berdasarkan Respon Variabel
Gambar 10 Grafik hubungan Flow dan Kadar Serbuk Kayu Jati untuk Immersion Tabel 17 Tabel ANOVA pada MQ Berdasarkan Respon Variabel
Gambar 11 Grafik hubungan MQ dan Kadar Serbuk Kayu Jati untuk Immersion Marshall Immersion
KESIMPULAN DAN SARAN
Pengujian Marshall Immersion hampir sama dengan pengujian Marshall biasanya, hanya saja untuk perendamannya dilakukan selama 24 jam.
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan: 1. Variasi penambahan kadar serbuk kayu pada aspal porus dengan standar British tidak mempengaruhi nilai Marshall VIM, stabilitas, flow, dan MQ. 2. Tidak didapatkan kadar serbuk kayu optimum pada suhu 45°C karena pada suhu ini tidak semua nilai karakteristik Marshall memenuhi, sedangkan kadar serbuk kayu jati optimum suhu 60°C adalah 4,488%, dan suhu 75°C adalah 5,55%, 3. Variasi penambahan suhu waterbath pada kadar serbuk kayu jati pada aspal porus dengan standar British tidak
Gambar 8 Grafik hubungan VIM dan Kadar Serbuk Kayu Jati untuk Immersion
7
mempengaruhi nilai Marshall VIM, stabilitas, flow, dan MQ.
Krebs, R.D dan Walker, R.D. 1971. Highway Materials. McGraw-Hill Book Company. New York, USA.
1. Tidak perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena serbuk kayu jati tidak berpengaruh dengan karakteristik Marshall pada campuran aspal porus. 2. Perlu dilakukan pengujian di lapangan untuk mendapatkan hasil yang realistis. 3. Pada penelitian selanjutnya perlu dicari nilai kadar aspal optimum (KAO) ketika aspal sudah dicampur dengan serbuk kayu jati. Karena pada penelitian ini KAO didapat sebelum aspal dicampur dengan serbuk kayu jati. 4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai reaksi kimia yang terjadi antara campuran aspal dengan penambahan serbuk kayu jati. 5. Pada penelitian ini tidak mencari ikatan kimia, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari bagaimana pengaruh ikatan kimia serbuk kayu jati dengan aspal. 6. Perlu penelitian lebih lanjut dengan penggunaan material atau penambahan additive lain yang dapat meningkatkan stabilitas. 7. Perlu pemeriksaan alat yang digunakan agar benda uji yang dihasilkan lebih baik.
Ramadhan,N dan Burhan, R.R. 2014. Pengaruh Penambahan Additive Gilsonite HMA Modifield Grade Terhadap Kinerja Aspal Porus. Malang : Universitas Brawijaya. Skripsi.
Saran
Sarwono, D dan Astuti K. W . 2007. “Pengukuran Sifat Permeabilitas Campuran Porous Asphalt”. Media Teknik Sipil. Setyawan.
A dan Sanusi. 2008. “Observasi Properties Aspal Porus Berbagai Gradasi Dengan Material Lokal”. Media Teknik Sipil.
Sujono. E. R. 2012. “Pengaruh Daya Dukung dan Permeabilitas Akibat Variasi Gradasi Agregat Lapisan Pondasi Porous Pavement”. Malang. Susanto.A dan Sukma, P.R. 2016. Pengaruh Limbah Beton dan Marmer Pada Campuran Aspal Porus Dengan Bahan Tambahan Gilsonite. Malang : Universitas Brawijaya. Skripsi. Suprapto, T.M. 2004. Bahan Dan Struktur Jalan Raya. Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1976. “Manual Pemeriksaan Bahan”. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum Bina Marga.
The Asphalt Institute. 1984. Mix Design Methods for Asphalt Concrete and other Hot Mix Types, Manual Series No 2 ( MS-2 ). 1 st Edition, Lexington, Kentucky, USA.
Australian Asphalt Pavement Association. 2004. National Asphalt Specification.
Yamin. M. 2001. “Modifikasi Marshall Dalam Perencanaan Campuran Porus Aspal Untuk Cement Treated Asphalt Mixture (CTAM)”. Bali
Basuki, Rachmad dan Machsus. 2007. Penambahan Gilsonite Resin pada Aspal Prima 55 untuk meningkatkan Kualitas Perkerasan Hotmix. Jurnal Aplikasi. 3, (1), 16 – 27. Bina Marga. 2006. Spesifikasi Umum Campuran Berbutir Panas. Bruce. K.F. 2005. Porous Pavement. CRC PRESS. United States of America Febriani, D dan Mauidya D. 2013. Serbuk Gergaji Kayu Jati. Jurnal Aplikasi. 2, (1), 1 – 3.
8