Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENGARUH PEMBERIAN JERAMI PADI TERFERMENTASI TERHADAP PALATABILITAS KECERNAAN SERAT DAN DIGESTIBLE ENERGY RANSUM SAPI (Effects of Inclusion of Fermented Rice Straw on the Fiter Palatability and Digestibility, and Digestible Energy in Cattle Diet) ANTONIUS Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, PO Box 1, Galang 20585 Sumatera Utara
ABSTRACT The objective of this research was to evaluate the use of fermented rice straw by using probion on the feed palatability, fiber digestibility, and digestible energy in Simmental cows. This research was arranged in a completely randomized design, with three dietary treatments and four replications for each treatment. The treatments were R1 = 40% elephent Grass + 15% untreated rice straw + 45% concentrate; R2 = 40% elephent Grass + 15% fermented rice straw + 45% concentrate; and R3 = 20% elephent Grass + 35% fermented rice straw + 45% concentrate. The results did not show significant difference on the feed palatability, fiber digestibility and digestible energy, except on the digestibility of cellulose and hemicelulose. The digestibility of cellulose and hemicelulose on treatment R3 was higher compared to that R1 and R2. It is concluded that fermented rice straw can maintain feed palatability, fiber digestibility and digestible energy in Simmental cows. This study suggests that fermented rice straw can be used as an alternative feed to substitute elephant Grass. Key Words: Probion, Cow, Rice Straw, Palatability, Digestiblity ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan jerami padi yang difermentasi dengan probion dalam ransum sapi Simmental terhadap palatabilitas, kecernaan serat dan Digestible Energy (DE) ransum. Penelitian ini menggunakan dua belas ekor sapi Simmental betina dengan berat ± 378 kg yang disusun secara acak dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), tiga perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu: R1 = 40% rumput Gajah + 15% jerami padi tanpa olahan + 45% konsentrat, R2 = 40% rumput Gajah + 15% jerami padi fermentasi + 45% konsentrat, dan R3 = 20% rumput Gajah + 35% jerami padi fermentasi + 45% konsentrat. Parameter yang diamati adalah palatabilitas, kecernaan serat dan digestible energy (DE) ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum perlakuan ransum R1, R2 dan R3 tidak memberikan pengaruh terhadap perbedaan palatabilitas, kecernaan serat dan digestible energy (DE) ransum, kecuali pada kecernaan selulosa dan hemiselulosa. Kecernaan selulosa dan hemiselulosa pada perlakuan R3 lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan perlakuan R1 dan R2. Disimpulkan bahwa penggunaan jerami padi yang difermentasi dengan probion dalam ransum sapi Simmental mampu mempertahankan palatabilitas, kecernaan serat dan digestible energy (DE) ransum. Dengan demikian jerami padi yang difermentasi dengan probion berpeluang menjadi pakan pengganti rumput Gajah. Kata Kunci: Probion, Sapi, Jerami Padi, Palatabilitas, Kecernaan
PENDAHULUAN Jerami padi merupakan limbah tanaman padi yang jumlahnya relatif lebih banyak dari pada limbah pertanian lainnya. Budidaya tanaman padi mampu menghasilkan sekitar 5 ton/hektar setiap kali panen dengan
224
kandungan bahan kering antara 60 – 70%, sehingga setara dengan produksi 3 − 3,5 ton bahan kering/ha atau sebanding dengan produksi serat 1,5 – 2 ton serat berdasarkan perhitungan bahan kering (HARYANTO et al., 2004). Potensi besar jerami padi ini menjadikannya sebagai limbah pertanian yang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
sangat berpeluang untuk dijadikan sumber serat bagi ternak ruminansia. Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak memiliki faktor pembatas, yaitu tingginya kandungan serat kasar dan rendah kandungan protein, sehingga daya cerna jerami padi rendah dan konsumsi menjadi terbatas, akan tetapi masih potensial digunakan sebagai sumber energi (LENG, 1980; PANJONO et al., 2000). Daya cerna yang rendah pada jerami padi merupakan akibat struktur jaringan penyangga tanaman yang sudah tua dan sudah mengalami proses lignifikasi menjadi lignosellulosa dan lignohemisellulosa yang sulit dicerna (DJAJANEGARA, 1985). Salah satu cara untuk mengatasinya adalah melalui teknik fermentasi dengan probion. WINA (2005) menyatakan bahwa proses fermentasi jerami padi dengan probion dinilai lebih murah, memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dan lebih mudah untuk diterapkan di tingkat petani dibandingkan dengan proses pengolahan lainnya. Probion merupakan produk campuran berbagai macam mikroba yang dibuat melalui proses inkubasi anaerob isi rumen dengan tambahan mineral dan bahan organik yang dibutuhkan mikroba (HARYANTO, 2000). Enzim yang dihasilkan mikroba dalam probion diharapkan mampu merombak dan merenggangkan ikatan lignosellulosa dan lignohemisellulosa, sehinga jerami padi menjadi lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen. Teratasinya faktor-faktor pembatas di atas, diharapkan jerami padi hasil fermentasi akan mampu memenuhi kebutuhan ternak terhadap hijauan sebagai sumber serat. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jerami padi yang difermentasi dengan probion terhadap palatabilitas ransum, kecernaan serat dan digestible energy (DE) dari ransum sapi.
MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, tiga minggu untuk proses fermentasi dan dua bulan satu minggu untuk uji biologis. Proses fermentasi jerami padi dilakukan dengan metode HARYANTO (2003). Uji biologis menggunakan 12 ekor sapi Simmental betina
dengan bobot hidup awal rata-rata 378 kg yang disusun secara acak dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), tiga perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu: R1 = 40% rumput Gajah + 15% jerami padi tanpa olahan + 45% konsentrat, R2 = 40% rumput gajah + 15% jerami padi fermentasi + 45% konsentrat, dan R3 = 20% rumput Gajah + 35% jerami padi fermentasi + 45% konsentrat. Jumlah pemberian pakan (dalam bahan kering) adalah sebesar 3% dari bobot hidup ternak. Konsentrat tersusun dari bahan-bahan: dedak padi, ampas tahu, bungkil kelapa, mineral dan garam. Kandungan nutrien ransum yang diberikan kepada sapi penelitian tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrien ransum yang diberikan kepada sapi percobaan Kandungan nutrien
Ransum percobaan R1
R2
R3
Bahan kering (%)
52,65
53,44
58,99
Protein kasar (% BK)
9,75
10,44
10,58
Serat kasar (% BK)
21,77
20,68
19,49
Lemak kasar (% BK)
04,22
03,90
03,96
TDN (% BK)
64,42
63,97
61,89
NDF (% BK)
60,57
58,67
57,38
ADF (% BK)
40,04
38,73
38,66
Sellulosa (% BK)
28,38
27,11
25,87
Hemi sellulosa (% BK)
20,54
19,95
18,73
Lignin (% BK)
5,08
4,78
5,02
Silika (% BK)
6,14
5,85
6,11
TDN: total digestible nutrient; NDF: neutral detergent fiber; ADF: acid detergent fiber
Pakan konsentrat diberikan pada pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB, sedangkan jerami padi dan jerami padi fermentasi diberikan setelah pemberian konsentrat, yaitu sekitar pukul 09.00 WIB. Rumput Gajah dicacah dengan mesin pencacah dan diberikan kepada ternak sebanyak 2 kali setiap hari, yaitu pada pagi hari sekitar pukul 11.00 WIB dan pada sore hari sekitar pukul 16.30 WIB. Air minum tersedia setiap saat. Ternak dibiarkan beradaptasi dengan perlakuan pakan selama dua minggu sebelum pengumpulan data.
225
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Pada Tabel 2 terlihat bahwa kandungan neutral detergent fiber (NDF) jerami padi fermentasi 18,75% lebih rendah dari pada jerami padi tanpa fermentasi. Sedangkan kandungan protein kasarnya (PK) 107,25% lebih tinggi daripada jerami padi tanpa fermentasi. Lebih rendahnya kandungan NDF jerami padi hasil fermentasi diduga diakibatkan oleh aktifitas enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba dalam probion. Enzim selulase mendegradasi, merombak, melonggarkan serta memutuskan ikatan lignosellulosa dan lignohemisellulosa (JEYA et. al., 2009; THALIB et al., 2000). Peningkatan jumlah protein kasar diduga disebabkan karena sumbangan protein mikroba yang mati dalam proses fermentasi dan hasil hidrolisis urea yang tidak terkonsumsi oleh mikroba. Mikroba selulolitik mampu memanfaatkan sumber zat nitrogen yang bukan protein seperti urea dan ammonia serta mengubahnya menjadi protein, dengan cara mengikatnya dalam protoplasma mikroba tersebut, selain itu mikroba tersebut menghasilkan enzim selulase yang aktif menghidrolisis selulosa (KRAUSE, 2001). Penggunaan urea dalam proses fermentasi jerami padi adalah sebagai pakan bagi mikroba probion, namun diduga tidak semuanya terkonsumsi, sehingga sebahagiannya dihidrolisis menjadi protein kasar. Hal inilah yang diduga menyebabkan terjadinya peningkatan 107,25% kandungan protein kasar jerami padi setelah mengalami proses fermentasi. Konsumsi bahan kering ransum sebagaimana tersaji pada Tabel 3 tidak berbeda antara ternak yang mendapat 15% jerami padi (R1), 15% jerami padi fermentasi (R2) dan 35% jerami padi fermentasi (R3). Namun, secara numerik perlakuan R3 cenderung lebih tinggi 5,8% dibandingkan dengan R2 dan 4,4%
Parameter yang diamati Parameter yang diamati adalah palatabilitas ransum, kecernaan serat dan digestible energy (DE) ransum penelitian. Pengamatan jumlah konsumsi dilakukan setiap hari dengan cara menimbang jumlah pemberian dan sisa pakan. Kecernaan serat ditentukan dengan metoda total collection selama dua minggu setelah feeding trial. Feses ditampung dan timbang setiap hari selama 12 hari berturut-turut. Hasil penimbangan pakan, sisa dan feses diambil masing-masing sebanyak 10% setiap hari dan dikomposit per ternak, kemudian diambil 10% sebagai sampel untuk kepentingan analisis. Sampel dikeringkan dalam oven pada temperatur 60°C selama 72 jam dan digiling dengan penggiling Wiley mill yang memiliki saringan berdiameter 1,0 mm. Kandungan serat kasar dianalisis menurut metode AOAC (1991) dan analisis kandungan serat ditentukan menurut metode Goering dan Vansoest (1970). digestible energy (DE) dihitung dari total digestible nutrien (TDN) dengan menggunakan persamaan TILMAN et al. (1989). TDN dihitung dengan menjumlahkan zat organik tercerna mengikuti persamaan SUTARDI (1980). Analisis data Data dianalisis dengan analisa sidik ragam (SAS, 1991). Perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5% (P < 0,05) (STELL dan TORRIE, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi nutrien jerami padi tanpa olahan dan hasil fermentasi dengan probion disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi nutrien jerami tanpa olahan dan jerami hasil fermentasi Jenis jerami
Komposisi nutrien (% BK) NDF
ADF
Sel
Hem
Lignin
Silika
PK
Tanpa olahan
72,41
46,72
35,91
25,69
6,13
7,12
4,55
Hasil fermentasi
58,83
37,35
26,88
21,48
3,96
5,13
9,43
NDF: neutral detergent fiber; ADF: acid detergent fiber; PK: protein kasar; Sel: sellulosa; Hem: Hemiselulosa
226
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
dibandingkan dengan R1. Hal ini menggambarkan bahwa palatabilitas ransum yang menggunakan pakan dasar jerami padi terfermentasi tidak lebih rendah dari ransum yang menggunakan pakan dasar rumput Gajah dan jerami padi segar, bahkan ada kecenderungan jerami padi fermentasi lebih disukai oleh ternak. Jerami padi hasil fermentasi lebih disukai ternak karena baunya yang harum dan teksturnya yang lunak (ULVA, 2006). Tabel 3. Rataan konsumsi bahan kering dan nutrien ransum sapi percobaan Konsumsi (kg ekor-1 hari-1)
R1
R2
R3
Bahan kering
9,83
9,70
10,26
Bahan organik
8,28
8,32
8,66
Protein kasar
0,98
1,02
1,11
Lemak kasar
0,45
0,42
0,44
Serat kasar
1,96
1,85
1,94
Data kecernaan bahan kering dan komponen serat pada penelitian ini sebagaimana tertera pada Tabel 4 tidak menunjukkan perbedaan. Meskipun demikian, secara numerik perlakuan R3 memiliki kecernaan serat kasar yang lebih tingi dari pada perlakuan R1 dan perlakuan R2, yakni sekitar 9,8%. Data ini semakin jelas terlihat pada hasil analisa komponen serat, dimana perlakuan ransum yang menggunakan 35% jerami padi fermentasi memiliki kecernaan sellulosa dan hemisellulosa yang nyata lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan 15% jerami padi atau 15% jerami padi fermentasi. Hal ini membuktikan bahwa enzim selulase yang dihasilkan oleh proses fermentasi dengan menggunakan probion efektif memutuskan ikatan lignin dan silika dengan sellulosa dan hemisellulosa, sehingga kandungan nutrisi jerami padi menjadi lebih baik dan lebih mudah dicerna. Hal ini sesuai dengan pendapat RICHARDSON dan SINCLAIR (2003) yang menyatakan bahwa pemanfaatan enzim selulase dalam pembuatan pakan sangat perlu dipertimbangkan karena di samping meningkatkan kualitas karbohidrat juga sebagai salah satu cara untuk memperbaiki kecernaan bahan organik.
Tabel 4. Rataan kecernaan bahan kering dan komponen serat ransum sapi percobaan Kecernaan (%) Bahan kering
R1
R2
R3
61,14
62,08
63,58
Bahan organik
62,99
64,22
65,96
Serat kasar
41,11
41,13
50,94
NDF
53,26
54,10
55,57
ADF
43,07
43,38
43,44
Sellulosa
54,68a
59,66a
62,81b
Hemisellulosa
74,60a
76,56a
82,38b
Huruf superskrip berbeda dalam baris yang sama, berbeda nyata (P < 0,05); NDF: neutral detergent fiber; ADF : Acid detergent fiber;
Rataan Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE) ransum sapi percobaan Uraian
R1
R2
R3
Total digestible nutrient (% )
59,25
58,33
58,42
Digestible energy (kcal/kg BK)
2612,19
2571,60
2575,85
Pada Tabel 5 terlihat bahwa Digestible Energy (DE) ransum percobaan berkisar antara 2571,6 – 2612,19 kcal/kg BK. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh antar perlakuan terhadap Digestible Energy (DE) adalah tidak berbeda nyata (P > 0,05). Tidak terdapatnya perbedaan yang nyata terhadap digestible energy (DE) diduga disebabkan karena kandungan nutrien ransum, konsumsi dan kecernaan bahan organik pada setiap perlakuan relatif sama. LOYD et al. (1978) menyatakan bahwa digestible energy dipengaruhi oleh jumlah kandungan serat kasar, protein kasar, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) ransum yang tercerna dalam saluran pencernaan. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengunaan jerami padi hasil fermentasi dengan probion mampu
227
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
mempertahankan palatabilitas, kecernaan serat, dan digestible energy ransum sapi Simental. Dengan demikian, jerami padi fermentasi berpeluang sebagai pakan pengganti rumput Gajah. DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1991. Official Methods of Analysis. Virginia, U.S.A., Association of Official Analytical Chemists. DJAJANEGARA, A. 1983. Tinjauan ulang mengenai evaluasi suplemen pada jerami padi. Pros. Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian untuk Makanan Ternak. Yogyakarta, 10 – 12 Januari 1983. GOERING, H.K. and P.J. VAN SOEST. 1970. Forage Fiber Analyses (apparatus, reagents, procedures and some application). Washington DC: ARS. USDA, Agric. Handbook 379. HARYANTO, B. 2000. Penggunaan probiotik dalam pakan untuk meningkatkan kualitas karkas dan daging domba. JITV 5: 1 – 5. HARYANTO, B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai ransum dasar ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25(3): 1 − 2. HARYANTO, B., C.A.V. LEMA, A. YULIANTI, SURAYAH dan ABDURAHMAN. 2004. Peningkatan degradasi serat jerami padi melalui proses fermentasi dan suplementasi zinc-methionin. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 805 – 812. JEYA. M., A. ZHANG, A. KIM and J.K. LEE. 2009. Enhanced saccharification of alkali-treated rice straw by cellulase from Trametes hirsuta and statistical optimization of hydrolysis conditions by RSM. Bioresource Technol. 100: 5155 – 5161. KRAUSE, D.O., R.J. BUNCH, L.I. COLAN, P.M. KENNEDY, W.J. SMITH, R.I. MACKIE and C.S. MCSWEENEY. 2001. Repeated dosing of ruminococcus spp. does not result in persistence, but changes in other microbial populations occur that can be measured with quantitative-165-V RNA-based probes. Microbiol. 147: 1719 – 1729.
228
LENG, R.A. 1980. Principles and Practices of FeedingTropical Crops and By-Products to Ruminant. Department of Biochemistry and Nutrition. University of New England, Armidale, Australia. LOYD, L.E., B.E. MC DONALD and E.W. CHRAMTON. 1978. Fundamental of Nutrition 2nd . Freeman and Company, Sanfransisco. PANJONO, HARMADJI, E. BALIARTI dan KUSTONO. 2000. Performan induk dan pedet sapi Peranakan Ongole yang diberi random jerami padi dengan suplementasi daun gamal. Bull. Peternakan 24(2): 76 – 81. RICHARDSON and L.A. SINCLAIR. 2003. Syncrony of nutrient supply to the rumen and dietery energy source and their effects on the growth and metabolism of lamb. J. Anim. Sci. 81: 1332 – 1347. SAS. 1991. SAS User’s Guide: Statistics. USA, SAS Institute. Inc. Cary NC. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Alih bahasa: Bambang Sumantri Cet. 2. PT Gramedia, Jakarta. SUTARDI, T. 1980. Landasan ilmu nutrisi ternak. Diktat. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. THALIB, A., J. BESTARI, Y. WIDIAWATI, H. HAMID dan D. SUHERMAN. 2000. Pengaruh perlakuan silase jerami padi dengan mikroba rumen kerbau terhadap daya cerna dan ekosistem rumen sapi. JITV 5: 1 – 6. TILMAN, D, H. HARTADI, S. REKSOHADIPRAJO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. ULVA, R. 2006. Pengaruh Jerami Fermentasi terhadap Konsumsi, PBHH dan Efisiensi Ransum Sapi Simmental. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. WINA, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganisme dalam pakan untuk meningkatkan produktifitas ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 15: 173 – 186.