PENGARUH FAKTOR MODAL DAN PEMBINAAN MANAJEMEN TERHADAP KINERJA KOPERASI DI KOTA LHOKSEUMAWE Ghazali Syamni & Muhammad Hatta
[email protected] Universitas Malikusshaleh Lhokseumawe Abstract This study aims to analyze effect of capital and management guidance toward the performance of cooperatives in the Lhokseumawe City. Data used in this research is the primary data by distributing questionnaires to 50 cooperative that became the research sample spread in the city of Lhokseumawe. Methods of data analysis used in this study is the method of multiple regression analysis, where the capital and management development as an independent variables and performance as the dependent variable. The results found that two independent factors that affect the performance of cooperatives in the city of Lhokseumawe. Research has found that capital and management development, have had very close relations with the improved performance of cooperatives in the city of Lhokseumawe where the correlation coefficient (R) of 0.731 or 73%, meaning that both factors mempenagruhi performance by 73% and the rest influenced by other factors. Keywords: Capital, Mangement, Cooperatives PENDAHULUAN Pemerintah berupaya untuk meningkatkan pembangunan dalam bidang ekonomi, untuk memperkuat struktur ekonomi tersebut maka perlu diperkuat sektor industri yang harus didukung oleh sektor pertanian yang baik. Dalam perkembangan perekonomian nasional, hanya pengusahapengusaha besar saja yang menguasai kegiatan perekonomian, sedangkan yang lainnya hanya sebagai pengikut saja. Keadaan ini akan terus terjadi jika tidak berusaha mencari penyebabnya dan segera mencari solusi yang tepat. Padahal pengusaha kecil dan koperasi mempunyai arti yang strategis dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada jumlah usaha kecil dan koperasi yang relatif banyak dan tersebar di seluruh pelosok tanah air (Syahrial dan Aryati; 2004). Peran penting pengusaha kecil dan koperasi selain merupakan wahana utama dalam penyerapan tenaga kerja, juga sebagai penggerak roda perekonomian serta pelayanan masyarakat. Hal ini dimungkinkan mengingat karakteristiknya yang tahan terhadap pendanaan sektor moneter, serta keberadaannya tersebar di seluruh pelosok negeri dengan berbagai ragam bidang usaha, sehingga merupakan jalur distribusi yang efektif untuk
336
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
menjangkau sebagian besar rakyat. Peran pengusaha kecil dan koperasi tersebut antara lain berkaitan dengan beberapa hal. Pertama, jumlah pengusaha kecil koperasi besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi, potensi yang dikandung dalam penyerapan tenaga kerja relatif besar dan mampu menciptakan lebih banyak kesempatan kerja. Kedua, memiliki kemampuan dalam memanfaatkan bahan baku lokal serta mampu menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga yang terjangkau walaupun dengan modal yang tidak begitu besar. Pada dasarnya modal merupakan sumber dana yang berfungsi untuk menjalankan kegiatan operasional sebuah perusahaan. Pengelolaan modal sangat tergantung pada konsep atau tujuan yang direncanakan oleh perusahaan. Perusahaan yang memiliki orientasi pada laba selalu menekankan efisiensi modal dalam setiap pengeluarannya, maka pengelolaan modal dalam suatu perusahaan menuntut adanya profesionalisme dari seluruh komponen perusahaan. Jika modal tersebut dikelola atau diatur dengan baik maka dapat menunjang kelancaran aktivitas-aktivitas perusahaan yang pada akhirnya akan diperoleh keuntungan yang optimal, maka dalam hal ini pembinaan manajemen untuk mengelola usaha di dalam koperasi sangat dibutuhkan agar dapat tercapainya tujuan perusahaan. Selain itu, dalam kaitan inilah maka peran semua pihak dalam mengembangkan usaha kecil koperasi harus konsisten agar perekonomian mempunyai pondasi yang kuat dari bawah. Langkah nyata yang harus diwujudkan dalam mengembangkan pengusaha kecil koperasi adalah melakukan pembinaan manajemen. Pembinaan terhadap pengusaha kecil koperasi harus segera dilakukan, mengingat banyak sekali kendala yang dihadapi oleh pengusaha kecil koperasi, seperti: sektor usaha kecil dan koperasi tidak mampu menganalisis pasar, kurangnya pengetahuan mengenai hukum dan peraturan sehingga banyak produk barang dari pengusaha kecil yang dianggap hasil jiplakan atau tiruan, lemahnya struktur permodalan dan akses ke sumber dana terlalu birokrasi. Pemerintah Kota (PEMKO) Lhokseumawe merupakan instansi pemerintah yang dalam menjalankan setiap kegiatannya juga memerlukan suatu tahapan-tahapan proses yaitu prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya agar semua kegiatan yang akan dilaksanakan nantinya dapat lebih teratur dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun saat ini, sedikitnya sekitar 120 koperasi di Kota Lhokseumawe tidak aktif, koperasi yang tidak aktif tersebut akan di black list. Koperasi tersebut tergolong dalam koperasi bermasalah. Sebagian besar koperasi di Lhokseumawe itu lahir
337
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
karena mendengar adanya bantuan dari PEMKO, sehingga dapat dikatakan koperasi tersebut lahir secara musiman saja. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh faktor modal dan pembinaan manajemen terhadap kinerja koperasi di Kota Lhokseumawe KAJIAN LITERATUR Pengertian Koperasi Koperasi berasal dari kata ko-operasi, yang maknanya ko adalah bersama dan operasi adalah bekerja. Jadi koperasi dapat diartikan bekerja bersama. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, menetapkan bahwa koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus gerakan ekonomi rakyat mempunyai tujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, koperasi juga ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Agar koperasi dapat melaksanakan fungsi dan peranannya secara efektif, maka kepada koperasi perlu diberikan status badan hukum setelah akta pendiriannya memperoleh pengesahan dari pemerintah. Chaniago (2010) mendefinisikan koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. Sumarni dan Soeprihanto (1998) mendefinisikan koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan, menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam koperasi terdapat unsur-unsur; azaz kekeluargaan (gotong royong), bertujuan mengembangkan kesejahteraan anggota, kekuasaaan tertinggi berada di rapat anggota dan pembagian sisa hasil usaha berdasarkan keseimbangan jasa. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang/badan hukum yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk keluar dan masuk sebagai anggota dengan bekerjasama secara kekeluargaan (gotong royong), menjalankan usaha untuk mensejahterakan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
338
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Jenis Koperasi Jenis koperasi terdiri atas beberapa jenis di antaranya yaitu koperasi konsumsi, koperasi jasa, koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi pemasaran, dan koperasi produsen. Dengan begitu setiap masyarakat yang ingin berkecimpung di bidang koperasi dapat memilih jenis koperasi yang sesuai dengan keinginannya untuk menjadi anggota koperasi. 1. Koperasi Konsumsi Koperasi ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan umum sehari-hari para anggotanya. Yang pasti barang kebutuhan yang dijual di koperasi harus lebih murah dibandingkan di tempat lain karena koperasi bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya. 2. Koperasi Jasa Fungsinya adalah untuk memberikan jasa keuangan dalam bentuk pinjaman kepada para anggotanya. Tentu bunga yang dipatok harus lebih rendah dari tempat meminjam uang yang lain. 3. Koperasi Produksi Bidang usahanya adalah membantu penyediaan bahan baku, penyediaan peralatan produksi, membantu memproduksi jenis barang tertentu serta membantu menjual dan memasarkan hasil produksi tersebut. Sebaiknya anggotanya terdiri atas unit produksi yang sejenis. Semakin banyak jumlah penyediaan barang maupun penjualan barang maka semakin kuat daya tawar terhadap suplier dan pembeli. (http :www.//akucintakoperasi.blogspot.com). Menurut Rudianto (2006), Di lihat dari bidang usaha dan jenis anggotanya koperasi dikelompokkan menjadi: 1. Koperasi Simpan Pinjam Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam bidang pemupukan simpanan dana dari para anggota untuk kemudian dipinjamkan kembali kepada para anggota yang memerlukan dana. Kegiatan utamanya yaitu menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman dana kepada anggota koperasi. 2. Koperasi Konsumen Koperasi konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang/jasa. Kegiatan utama adalah melakukan pembelian bersama. Jenis barang/jasa yang dilayani suatu koperasi konsumen sangat tergantung pada latar belakang kebutuhan anggota yang dipenuhi kebutuhannya. 3. Koperasi Pemasaran
339
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
4.
Koperasi pemasaran adalah koperasi yang anggotanya para produsen/pemilik barang/penyedia jasa. Koperasi ini dibentuk terutama untuk membantu para anggotanya memasarkan barangbarang yang mereka hasilkan, di mana tiap-tiap anggota menghasilkan barang secara individu kemudian pemasaran barang-barang yang dihasilkan dilakukan oleh koperasi. Koperasi Produsen Koperasi produsen adalah koperasi yang anggotanya tidak memiliki badan usaha sendiri tapi bekerja sama dalam wadah koperasi untuk menghasilkan dan memasarkan barang/jasa. Kegiatan utama adalah menyediakan, mengoperasikan, dan mengelola sarana produksi bersama.
Pembinaan Koperasi (Kemitraan) Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 menyebutkan kemitraan adalah suatu kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau dengan usaha besar yang disertai proses pembinaan dan pengembangan dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 316/KMK.016/1994 dan direvisi kembali dengan No.060/KMK.016/1996 tertanggal 9 Februari 1996, pemerintah mewajibkan perusahaan dalam lingkungan badan usaha milik negara (BUMN) untuk menyisihkan laba usahanya guna dipinjamkan sebagai kredit lunak kepada pengusaha kecil dan koperasi. Prosi dana pembinaan BUMN yang wajib disisihkan setiap tahunnya adalah : untuk koperasi karyawan BUMN maksimal sebesar 5 persen, untuk koperasi primer maksimal 45 persen dan usaha kecil minimal 50 persen. Menurut pasal 21 UU No. 9 tahun 1995, pemerintah telah menyediakan fasilitas pembiayaan bagi pengembangan usaha kecil dan koperasi antara lain sebagai berikut: Melalui kredit perbankan, pinjaman keuangan dan lembaga keuangan bukan bank, modal ventura, pinjaman dari dana penyisihan sebagian laba BUMN serta hibah atau jenis lainnya. Pengertian Kinerja Mangkunegara (2005) mengartikan kinerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya. Menurut Mardiasmo (2002) menyatakan kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Kinerja disebut juga
340
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
dengan prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya (Siswanto, 1987:195). Pengertian ini senada dengan yang dikemukakan Simamora (1995:325) bahwa Kinerja karyawan (employee performance) adalah tingkat terhadap mana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Pengukuran Kinerja Setiap kinerja yang dilakukan oleh para karyawan maka akan dilakukan pengukuran kinerja dan bagaimana hasil yang diperoleh para karyawan. Menurut Samryn (2001) ukuran kinerja yang baik bersifat komprehensif dan meliputi ukuran-ukuran finansial dan non finansial. Oleh karena itu ukuran kinerja sebaiknya: 1. Relevan dengan sasaran atau target-target perusahaan. Sasaran perusahaan ditetapkan dan berdasarkan sasaran tersebut para manajer yang terlibat dalam bisnis menjalankan aktivitasnya. Ukuran kinerja yang fair tentu saja harus relevan dengan apa yang dilakukan oleh pihak yang dinilai kinerjanya. 2. Dapat dipengaruhi oleh tindakan para manajer. Dalam menjalankan bisnis terdapat faktor-faktor yang dapat dikendalikan dan faktorfaktor yang tidak dapat dikendalikan oleh para manajer. Kinerja yang relevan dinilai tentu saja harus berdasarkan atas apa yang terjadi sebagai akibat aktivitas manajer atau dengan kata lain yang layak dinilai adalah segala sesuatu yang berada atau terjadi di bawah kendali manajer yang bersangkutan. 3. Obyektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Penilaian yang baik juga memiliki obyektivitas yang tinggi. Penilaian yang tidak objektivitas cenderung menimbulkan bias yang negatif. 4. Dapat dimengerti oleh para manajer. Apabila manajer mengetahui kriteria penilaian atas dirinya maka penilaian tersebut akan mendorong melaksanakan tugas secara optimal. 5. Mencakup aspek penting dari kinerja tanpa menimbulkan konflik dengan pihak lain. 6. Dapat digunakan untuk menilai dan memberikan penghargaan kepada para manajer. 7. Dapat digunakan secara regular dan berkelanjutan. Penggunaan standar penilaian seperti ini akan merangsang konsistensi keaktifan para manajer dan memudahkan mereka memprediksikan, serta menilai kinerja sendiri untuk memperbaiki kinerja sebelum mendapatkan penilaian final dari pihak lain.
341
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
8.
Memperhatikan keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek.
Metode Penilaian Kinerja Karyawan Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Tohardi (2002), mengemukakan beberapa metode yang dapat digunakan dalam penilaian kinerja, yaitu: 1. Rating Scale Yaitu dengan cara memberikan skor (nilai) pada setiap faktor-faktor penilai. Dalam hal ini menilai tanggung jawab, antara tanggung jawab seorang manajer dengan seorang buruh tentunya akan berbeda. Unsur-unsur yang dinilai meliputi: Kesetiaan, Prestasi Kerja, Tanggung jawab, Ketaatan (kepatuhan), Kejujuran, Prakarsa, Kepemimpinan. 2. Check-List Penilaian dilakukan oleh atasan langsung, nama dan formulir penilaian menggunakan kalimat-kalimat untuk mengecek kinerja seorang bawahan. 3. Critical Incident Method Yaitu metode penilaian dengan mencatat hal-hal yang sangat penting dari suatu kejadian yang pernah berlangsung di dalam organisasi atau perusahaan. 4. Survey Yaitu metode penilaian dengan cara melihat atau terjun langsung ke lapangan. Penilaian langsung mendiskusikan hasil temuannya di lapangan, untuk menentukan tingkat prestasi karyawan. 5. Testing Metode penilaian dengan cara melakukan testing terhadap orang yang akan dinilai tersebut. Selanjutnya, Tohardi (2002) mengatakan beberapa cara untuk meningkatkan kinerja karyawan, yaitu gaji yang cukup, memperhatikan kebutuhan rohani, sekali-kali perlu menciptakan suasana santai, harga diri perlu mendapat perhatian, tempatkan karyawan pada posisi tepat, berikan kesempatan kepada mereka untuk maju, perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan, usahakan para karyawan mempunyai loyalitas, sekali-kali karyawan perlu diajak berunding, pemberian insentif yang terarah dan fasilitas yang menyenangkan.
342
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
PENELITIAN SEBELUMNYA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS Penelitian Sebelumnya Syahrial dan Aryati (2004) menelitPengaruh kemitraan bini aan usaha terhadap kinerja usaha kecil dan koperasi pada PT PIM di Kota Lhokseumawe, menemukan bahwa modal, pemb inaan manajemen serta pembinaan sumber daya manusia memiliki pengaruh yang kuat terhadap peningkatan kinerja usaha kecil dan koperasi. Nurbaiti, dkk (2002) menganalisis peranan kemitraan proyek vital dalam peningkatan produktifitas industri kecil binaan di aceh utara. Mereka menyimpulkan bahwa salah satu bentuk kemitraan antara proyek vital dan industri kecil di Aceh Utara adalah berupa bantuan modal kerja serta pemberian pelatihan manajemen. Secara statistik dapat dijelaskan bahwa pengaruh yang ditimbulkan dari kemitraan proyek vital dalam meningkatkan produktifitas industri kecil binaan di Aceh Utara adalah sebesar 63,3 persen. Peningkatan produktifitas industri kecil ditunjukkan dengan adanya peningkatan sumber daya manusia, modal kerja, metode produksi dan hasil produksi. Kerangka Berpikir Untuk menguji pengaruh Modal dan pembinaan manajemen terhadap kinerja koperasi, berikut ini disajikan kerangka penelitian: Modal (X1)
Kinerja Koperasi (Y)
Pembinaan Manajemen (X2) Gambar 1 Kerangka Berpikir (dari Berbagai Sumber Penelitian) Kerangka penelitian di atas menunjukkan di mana yang menjadi variabel bebas adalah modal (X1), pembinaan manajemen (X2), serta yang menjadi variabel terikat adalah kinerja (Y). Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka hipotesa dari penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis: “Modal dan manajemen berpengaruh terhadap kinerja koperasi di Wilayah Kota Lhokseumawe”.
343
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh koperasi di Wilayah Kota Lhokseumawe. Dari populasi di atas maka metode penarikan sampel menggunakan simple random sampling sebanyak 50 responden koperasi dari 130 koperasi yang ada yang akses Disperindakop Kota Lhokseumawe. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui interview kepada para responden (pengurus koperasi) serta hasil jawaban atas kuisioner yang diberikan. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data skunder yang berasal dari instansi terkait (DISPERINDAKOP Kota Lhokseumawe). Penelitian ini didasarkan pada fakta yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara aktual. Keterangan tersebut diperoleh melalui: 1. Metode observasi dan wawancara yaitu mengadakan tanya jawab kepada para pengurus koperasi di wilayah Kota Lhokseumawe. 2. Metode kuisioner, yaitu suatu cara untuk mendapatkan data dengan menyebarkan kuisioner yang memuat berbagai macam pertanyaan yang terkait dan memiliki relevansi dengan penelitian ini. Jenis pertanyaan yang digunakan adalah jenis pertanyaan tertutup (closed question). Artinya, para responden tidak memiliki alternatif untuk memberikan pendapatnya diluar jawaban yang telah disediakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perbedaan interpretasi hasil penelitian. Tanggapan atau jawaban dari para responden akan dianalisis sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini. Di mana, setiap item pertanyaan terdapat range skor. Metode ini lazim digunakan atau secara umum disebut dengan Skala Likert. Artinya, setiap item pertanyaan akan memiliki jawaban dan akan diberikan bobot skor yang berbeda. Proses pemberian skor ini akan menghasilkan 5 (lima) kategori jawaban, yaitu : Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor sebesar 1, Tidak Setuju (TS) dengan skor sebesar 2, Netral (N) dengan skor sebesar 3, Setuju (S) dengan skor sebesar 4, Sangat Setuju (SS) dengan skor sebesar 5. Definisi Operasional Variabel adalah sebagai berikut: 1. Kinerja (Y) merupakan hasil kerja keras secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2005), yang diukur dalam skala likert. 2. Modal dilambangkan dengan X1; Modal dalam koperasi merupakan modal yang terbentuk dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan
344
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
simpanan pokok atau simpanan wajib, modal penyertaan, modal sumbangan, cadangan, dan sisa hasil usaha yang belum dibagikan (Rudianto, 2006). Modal di ukur dengan rupiah dan dipersepsikan dengan skala likert. 3. Pembinaan manajemen dilambangkan dengan X2; Manajemen didefinisikan sebagai proses karena semua manajer, tanpa memperdulikan kecakapan atau ketrampilan khusus mereka, harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka inginkan” (Herujito, 2004), yang diukur dalam skala likert. Untuk menganalisis pengaruh modal dan pembinaan manajemen terhadap kinerja koperasi di Wilayah Kota Lhokseumawe menggunakan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda (multiple regression analisis) yaitu untuk mengetahui besarnya masing-masing nilai koefisien variabel bebas terhadap variabel terikat. Model regresi tersebut diformulasikan, yaitu; Y = a + b1X1 + b2X2 + ei Di mana Y adalah kinerja koperasi binaan, a adalah konstanta regresi b1,2,3 adalah Koefisien regresi variabel, X1 adalah Modal, dan X2 adalah pembinaan manajemen serta ei yaitu error term. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Dalam meningkatkan peran koperasi dalam pembangunan ekonomi di Kota Lhokseumawe maka berbagai langkah yang dapat mengoptimalkan peran serta koperasi harus menjadi prioritas oleh semua pihak. Mengacu pada jawaban dari para responden (hasil kuisioner) maka dapat dijabarkan bahwa tanggung jawab para responden memiliki pengaruh besar terhadap kemajuan koperasi. Hasil kuisioner diketahui bahwa mayoritas responden berusia antara 20-30 tahun (76 %, 38 orang). Secara rinci responden yang berusia 31-40 sebanyak 5 orang (10 %), 41-50 tahun sebanyak 4 orang (8 %) dan di atas 50 tahun sebanyak 3 orang (6 %). Dilihat dari jenis kelamin umumnya responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 40 orang (80 %) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 10 orang (20 %). Dilihat dari status perkawinan maka responden yang sudah menikah sebanyak 13 orang (26 %) dan yang belum menikah sebanyak 37 orang (74 %). Tabel di atas dapat juga dijelaskan bahwa 38 responden belum memiliki anak, jika dirincikan secara spesifik yang memiliki 1 orang anak berjumlah 2 orang (4 %), yang memiliki
345
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
2 orang anak berjumlah 5 orang (10 %), dan yang memiliki di atas 3 orang anak adalah 5 orang (10 %). Dari segi pendidikan maka umumnya para responden memiliki pendidikan dengan latar belakang diploma III/IV yang dibuktikan dengan responden sebanyak 21 orang (42 %). Responden yang berpendidikan sarjana (S-1) dan Pascasarjana (S-2) masing sebanyak 6 orang (12 %), tingkat pendidikan D-I/II sebanyak 5 orang (10 %), tingkat pendidikan SLTA sebanyak 9 orang (18 %), sedangkan responden yang memiliki latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 3 orang (6 %) (Tabel 1). Variabel Kinerja Dari hasil jawaban kuisioner para responden dapat disimpulkan bahwa umumnya kinerja koperasi mengalami peningkatan, walaupun demikian ada juga beberapa koperasi yang mengalami penurunan. Tabel di atas memberikan gambaran bahwa kendala utama yang dihadapi oleh pengurus koperasi dan merupakan masalah yang sangat berarti adalah aspek permodalan (modal terbatas) sebanyak 68 %. Selain itu, para responden menyatakan bahwa aspek manajemen dan keahlian proses pengolahan juga merupakan kendala dengan tingkat persentase sebanyak 22 %, sedangkan untuk kendala pemasaran produk disepakati oleh 10 persen dari para responden. Para responden menyatakan bahwa 62 % kendala yang dihadapi tersebut tidak mampu diselesaikan sendiri oleh para pengurus koperasi. Oleh karena itu program yang dijalankan Disperindakop merupakan salah satu jalan yang menjadi solusi dalam meminimkan kendala-kendala tersebut (Tabel 2). Rata-rata jumlah tenaga kerja yang dimiliki koperasi sebanyak antara 5-10 orang tenaga kerja namun ada juga beberapa koperasi mempekerjakan tenaga kerja lain diluar pengurus dengan tingkat respon sebanyak 42 %. Rata-rata jumlah omset (pendapatan kotor) yang dihimpun oleh para pengurus koperasi perbulannya rata-rata antara Rp. 1-5 juta sebanyak 38 %. Ada juga beberapa koperasi yang mendapatkan omset perbulan antara Rp. 510 juta sebanyak 13 responden (26 %). Bahkan 14 responden (28 %) menyatakan omset yang berhasil mereka bukukan dalam satu bulan di atas 10 juta. Para responden memiliki pandangan bahwa besarnya omset yang berhasil mereka peroleh tergantung pada jumlah anggota koperasi yang aktif dan didukung oleh Dewan Pembina dan pengurus yang cakap dalam mengurus koperasi. Jika dilihat dari jumlah anggota koperasi yang aktif maka rata-rata setiap koperasi memiliki anggota antara 10-25 orang anggota.
346
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Tabel 1 Karakteristik Responden Penelitian Keterangan
Frekwensi
Persentase
Usia responden - 20-30 tahun - 31-40 tahun - 41-50 tahun - >50 tahun
38 5 4 3
76,0 10,0 8,0 6,0
Jenis kelamin - laki-laki - perempuan
40 10
80,0 20,0
Status perkawinan - kawin - belum kawin
13 37
26,0 74,0
Jumlah anak - belum ada - 1 orang - 2 orang - >3 orang
38 2 5 5
76,0 4,0 10,0 10,0
Tingkat pendidikan - SLTP - SLTA - Diploma I / II - Diploma III/IV - Sarjana (S-1) - Pascasarjana (S-2)
3 9 5 21 6 6
6,0 18,0 10,0 42,0 12,0 12,0
Sumber: Data Primer, 2010 (diolah)
Variabel Modal Responden menyatakan bahwa modal merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan dan kemajuan suatu koperasi. Lebih jelasnya, mereka menyatakan bahwa dengan modal yang besar maka akam memperoleh keuntungan yang besar juga. Hal ini didukung oleh 30 orang menyatakan sangat setuju, 16 orang menyatakan setuju, 3 orang menyatakan netral dan 1 orang yang menyatakan sangat tidak setuju. Dari jawaban tersebut dapat digambarkan bahwa para responden memiliki pandangan yang relatif berbeda, artinya bahwa walaupun modal yang dimiliki cukup besar namun jika pengelolaannya dan tenaga kerja yang dimiliki tidak mendukung maka keuntungan yang besar tidak akan tercapai. Sebaliknya dengan modal yang relatif sedikit dan didukung dengan manajemen yang
347
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
baik serta kemampuan pengurus yang handal maka keuntungan yang besar akan tampak pada tabel Tabel 3. Tabel 2 Kinerja Koperasi di Wilayah Kota Lhokseumawe No 1
Keterangan
Alasan menggeluti usaha ini - menguntungkan dari sisi financial - penuh tantangan - karena tidak ada pekerjaa lain - sebagai usaha sampingan 2 Jenis Koperasi yang dijalankan - Pertanian dan Perkebunan - Perikanan - Perdagangan, Usaha Jasa - Pembuatan Kerajinan Tangan 3 Kendala yang dihadapi selama ini - modal terbatas - pemasaran produk - manajemen dan keahlian 4 Mampu mengatasi kendala tersebut - tidak mampu - mampu 5 Jumlah tenaga kerja - kurang dari 5 orang - antara 5-10 orang - di atas 10 orang 6 Jumlah omset (kotor) perbulan - kurang dari Rp. 1 juta - antara Rp. 1 – 5 juta - antara Rp. 5 – 10 juta - di atas Rp. 10 juta 7 Menggunakan tenaga kerja selain pengurus - ada - tidak ada 8 Jumlah anggota aktif saat ini - kurang dari 10 orang - antara 10 – 15 orang - antara 15 – 20 orang - antara 20 – 25 orang - di atas 25 orang Sumber: Data Primer, 2010 (diolah)
Frekwensi
Persentase
25 6 7 12
50,0 12,0 14,0 24,0
6 2 38 4
12,0 4,0 76,0 8,0
34 5 11
68,0 10,0 22,0
31 19
62,0 38,0
17 18 15
34,0 36,0 30,0
4 19 13 14
8,0 38,0 26,0 28,0
21 29
42,0 58,0
18 6 12 5 9
36,0 12,0 24,0 10,0 18,0
Variabel Pembinaan Manajemen Selain faktor modal, ternyata para responden juga memandang bahwa faktor manajemen juga memiliki pengaruh terhadap kinerja koperasi.
348
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Manajemen dalam konteks ini adalah pengelolaan usaha. Berikut ditampilkan Tabel 4 mengenai tanggapan responden atas faktor manajemen. Tabel 3 Tanggapan Responden atas Faktor Bantuan Modal Keterangan - modal kerja merupakan variabel penting - besar modal semakin besar keuntungan - umumnya, kendala koperasi adalah permodalan Sumber: Data Primer, 2010 (diolah)
STS 1 2 2
TS 5 9
N 3 8 10
S 16 22 22
SS 30 13 7
Tabel 4 Tanggapan Responden atas Pembinaan Manajemen Keterangan - Kendala yang dihadapi koperasi adalah manajemen usaha - Pengurus diberikan pelatihan manajemen - Pelatihan diberikan kepada seluruh anggota Sumber: Data Primer, 2010 (diolah)
STS 3 2 1
TS 4 2 3
N 9 8 5
S 24 15 25
SS 10 23 16
Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa aspek manajemen juga merupakan kendala yang sangat berarti bagi para pengurus koperasi. Kendala dalam pengertian ini adalah umumnya mereka masih menggunakan cara-cara tradisional, yaitu teknik pembukuannya tergolong tidak teratur. Selain itu, para pengurus koperasi juga mengungkapkan bahwa pada saat pengambilan keputusan untuk melakukan kegiatan usaha, aspek perhitungan laba rugi tidak menjadi dasar dalam kegiatan tersebut. Para responden menyatakan bahwa sebaiknya mereka diberikan pelatihan manajemen, menyangkut sistem pembukuan yang baik atau teknik pengelolaan sederhana (23 orang menyatakan sangat setuju, 15 orang menyatakan setuju, 8 orang netral, 2 orang tidak setuju, dan 2 orang menyatakan sangat tidak setuju). Bahkan para responden menyatakan bahwa pembinaan manajemen sebaiknya diberikan tidak hanya kepada para pengurus koperasi saja tetapi juga diberikan kepada seluruh anggota koperasi. Pengaruh Faktor Modal dan Pembinaan Manajemen Terhadap Kinerja Koperasi di Kota Lhokseumawe Faktor modal dan pembinaan manajemen ditujukan untuk menganalisis pengaruhnya terhadap kinerja koperasi di wilayah Kota Lhokseumawe. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini menganalisis pengaruh modal (X1), dan pembinaan manajemen (X2)
349
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
sementara Kinerja dilambangkan dengan (Y) dan sekaligus merupakan variabel terikat. Hasil analisis data dapat dituliskan persamaannya yaitu, Y = 2,627 + 0,373 X1 + 0,637 X2. Tabel 5 Hasil Regresi Variabel Modal dan Pembinaan Manajemen Terhadap Kinerja Koperasi di Kota Lhokseumawe Nama Variabel (Constant) Faktor Modal Faktor Manajemen Koefesein korelasi (R)= 0,731 Koefesien determinasi(R2)= 0,534 Adjusted R Square= 0,515 F hitung = 82,238 F sig =0,000 Sumber: data diolah (2010).
B Standar Error t-hitung 2,627 0,371 7.083 0,373 0,097 3,842 0,637 0,142 4,552 a. prediktor (konstanta) b. dependen variabel (pendapatan)
t sig 0,000 0,009 0,000
Konstanta sebesar 2,627, artinya jika tidak adanya modal, dan pembinaan manajemen maka besarnya nilai kinerja koperasi di Kota Lhokseumawe adalah sebesar 2,627. Koefisien regresi modal (X1) sebesar 0,373, artinya setiap peningkatan 1% modal secara relatif akan meningkatkan nilai kinerja koperasi sebesar 0,373%, Koefisien regeresi pembinaan manajemen (X2) sebesar 0.637, artinya setiap kenaikan 1% kemampuan pembinaan manajemen akan mempengaruhi nilai kinerja koperasi sebesar 0,637%. Koefisien Korelasi (R) dan Koefisien Determinasi (R2) dan Uji Hipotesis Koefisien korelasi (R) sebesar 0,731 atau 73% yang bermakna bahwa modal, pembinaan manajemen, dan pendidikan dan pelatihan mempunyai hubungan sangat erat dengan peningkatan kinerja koperasi di Kota Lhokseumawe, sedangkan Koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,534 atau 53% ini mencerminkan bahwa variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel independen atau dengan kata lain bahwa ketiga faktor tersebut memiliki pengaruh (R2) terhadap kinerja koperasi sebesar 53%, sedangkan selebihnya yaitu sebesar 0,466 atau 47% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar dari variabel yang dijadikan indikator kinerja koperasi di Kota Lhokseumawe. Mengacu pada hipotesis, maka proses pengujian dilakukan dengan ujit. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa ketiga faktor memiliki nilai thitung yang lebih besar daripada nilai ttabel (2,0129). Dengan demikian maka hipotesa nol (H0) ditolak dan hipotesa alternatif (Hi) diterima. Variabel modal
350
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
(X1) mempunyai nilai thitung sebesar 3,842 sedangkan ttabel sebesar 2,0129. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa thitung>ttabel dengan tingkat signifikan sebesar 0,009 atau probabilitas di bawah 5%, dengan kata lain pengujian hipotesis ini menerima Hi1 dan menolak H01. Ini berarti variabel modal berpengaruh secara positif terhadap kinerja koperasi. Variabel manajemen (X2) mempunyai nilai thitung sebesar 4,552 sedangkan ttabel sebesar 2,0129. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa thitung>ttabel dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 atau probabilitas di bawah 5%, dengan kata lain pengujian hipotesis ini menerima Hi2 dan menolak H02. Ini berarti variabel manajemen berpengaruh secara positif terhadap kinerja koperasi. Selain uji parsial seperti yang telah dijelaskan di atas, pengujian secara keseluruhan/ simultan juga dilakukan dengan menggunakan uji F dari hasil pengolahan data diperoleh nilai Fhitung sebesar 82,238. Di sisi lain Ftabel sebesar 2,565. Dengan demikian maka Fhitung>Ftabel (82,238>2,565), maka hipotesa nul (H0) ditolak dan hipotesa alternative (Hi) diterima. Artinya faktor modal dan pembinaan manajemen berpengaruh terhadap kinerja koperasi. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syahrial dan Aryati (2004) dan Nurbaiti dkk (2002). KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, maka penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa faktor modal dan pembinaan manajemen berpengaruh terhadap kinerja koperasi di Kota Lhokseumawe. Hasil pengujian dalam penelitian ini menemukan bahwa modal tidak lagi menjadi kendala namun pembinaan manajemen yang sangat dibutuhkan oleh pengusaha kecil dan koperasi. Mengacu pada temuan di atas penelitian ini menyarankan bahwa Agar kinerja koperasi mengalami peningkatan, sebaiknya koperasi-koperasi tersebut harus mendapat perhatian yang lebih besar dari pemerintah Kota Lhokseumawe. Selain faktor-faktor di atas, sebaiknya para pengurus koperasi juga memperhatikan berbagai peluang dan kesempatan yang ada (ikut serta dalam pameran-pameran yang diadakan di daerah sekitarnya). DAFTAR PUSTAKA Chaniago, Arifinal, (2010), Pengertian Koperasi, Jenis Koperasi, dan Fungsinya (online), http./akucintakoperasi.logspot.com Herujito, M.Yayat, (2004), Dasar-Dasar manajemen, PT. Grasindo, Jakarta
351
PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011
Keputusan Menteri Keuangan No.060/KMK.016/1996 tentang Pembinaan BUMN bagi UKM Mangkunegara, Anwar Prabu, 2001, Manajemen Sumber daya Manusia Perusahaan, Cetakan ketiga, PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. Mardiasmo, (2002), Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, penerbit Andi, Yogyakarta. Nurbaiti, Intan dan Zusma, (2002), Peranan kemiteraan Proyek Vital dalam Peningkatan Produktivitas Industri Kecil Binaan di Aceh Utara, Laporan penelitian, Poltek Aceh Utara. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 Rudiyanto, (2006), Akuntansi Koperasi, PT. Grasindo, Jakarta Samryn, L.M, 2001, Akuntansi Manajerial, Rajawali Persada, Jakarta Simamora, H. 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta. Siswanto, Bedjo, 1989, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Cetakan Kedua, Sinar Baru, Bandung. Sumarni, Murti dan Suprihanto, Jhon, (1998), Pengantar Bisnis: Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, BPFE, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Syahrial dan Aryati, 2004, Pengaruh kemitraan binaan usaha terhadap kinerja usaha kecil dan koperasi pada PT. Pupuk Iskandar Muda Lhokseumawe, Jurnal Ekonis, Vol.1.No.1 Febuari, Jurusam Tata Niaga, Politeknik Negeri Lhokseumawe. Tohardi, Ahmad, (2002), Manajemen Sumber Daya manusia, Cet. 1. Mandar Maju, Bandung. Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Koperasi
352