PENGALAMAN PERAWAT DENGAN COMPASSION FATIGUE DALAM MENANGANI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP DR.M.DJAMIL PADANG Lola Despitasari *, Retty Ratnawati, Ika Setyo Rini, Kumboyono**
ABSTRAK Perasaan empati terhadap pasien dan situasi yang ada di IGD dapat menimbulkan stress pada perawat IGD yang akan memicu terjadinya compassion fatigue pada perawat IGD danmempengaruhi dalam pemberian caring dalam menangani pasien di IGD. Compassion fatigue merupakan cost of caring yang dialami perawat. Perawat dengan compassion fatigueakan memberikan pengalaman dan perasaan yang berbeda ketika menangani pasiendi IGD. Tujuan dari penelitian untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dengan compassion fatigue dalam menangani pasien di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang.Pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologi interpretifdigunakan dalam penelitian ini.Partisipan dalam penelitian ini sebanyak lima orang perawat yang bertugas di IGD RSUP DR. M. Djamil Padang. Data di transkip dan di analisis menggunakan Miles dan Huberman yang menghasilkan sembilan tema yaitu stressor fisik, stressor psikologis, emosional, terlambat, peduli dengan pasien, kelelahan, tidak fokus, mekanisme koping dan pengharapan dimana tema yang dihasilkan saling berinteraksi satu sama lain.Situasi diIGD memicu untuk terjadinya compassion fatigue pada perawat sehingga berdampak terhadap repon emosional, kognitif dan perilaku perawat. Perawat yang mengalami compasssion fatigue akan berusaha untuk mempertahankan dirinya agar terlepas dari compasssion fatigue dengan menggunakan berbagai macam mekanisme koping. Compassion fatigue yang dialami perawat IGD menghasilkan berbagai macam respon dan mempengaruhi dalam pemberian caring saat menangani pasien di IGD. Kata Kunci : Compassion fatigue, caring, pengalaman perawat, instalasi gawat darurat
Alamat Korespondensi : *Lola Despitasari Staf Pengajar Prodi S1 Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Jln. Jamal Jamil Pondok Kopi - Siteba Padang ** Retty Ratnawati, Ika Setyo Rini, Kumboyono Staf Pengajar Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
PENDAHULUAN Instalasi Gawat darurat (IGD) merupakan gerbang pasien yang datang ke rumah sakit terutama pasien yang mengalamikegawatdaruratan (Iserson, 2004). Perawat memiliki peranan penting saat pertama kali menanganipasien yang datang ke IGD. Perawat identik dengan caring dan empati terhadap pasien. Empati yang dimiliki perawat dapat menjadi beban bagi perawat sehingga dapat meningkatkan stres yang dapat menyebabkan masalah fisik, psikologis dan emosional pada perawat sehingga menimbulkan compassion fatigue (lelah fisik dan psikologis) pada perawat (Wentzel & Brysiewicz, 2014). Compassion fatigue (lelah fisik dan psikologis), merupakan gambaran yang akan menjadi bahaya kerja pada perawat dalam menjalankan perannya sebagai care giving dalam memberikan perilaku caring kepada pasien (Aiken, et al.,2002;Emery, Wade, & McLean,2009; Lambardo & Eyre, 2011; Wentzel & Brysiewicz, 2014). Situasi IGD yang over crowded, ramai dan tekanan kerja yang tinggi memberikan tekanan pada perawat yang ada di IGD yang akan menjadi stressor untuk munculnya compassion fatigue sehingga akan mempengaruhi dalam menangani pasien (Hooper, et al,. 2010; Staccey, 2013).Joinson menggambarkan compassion fatigue pada perawat yang bekerja di IGD ketika mereka mengalamiketidakberdayaan dan kemarahan dalam menghadapi stres yang mereka rasakan (Boyle, 2011). Compassion fatigue merupakan kelelahan fisik dan psikologis akibat bekerja berlebihan, tidak dapat bekerja secara efektif untuk sementara waktu akibat terlalu merasakan simpati yang berlebihan terhadap orang lain yang terkena musibah sehingga tidak jarang mengalami trauma (Hooper, et al, 2010; Farina & Sukmaningrum, 2007). Survey yang dilakukan Dominquez dan Rutledge (2009) terhadap64 orangperawat yang ada di IGD dari tiga rumah sakit dan menemukan 85% mengalami satu gejala compassion fatigue pada minggu sebelumnya dengan 54% gejala lekas marah dan kecemasan serta52% menggambarkan gejala penghindaran pasien. Penelitian yang dilakukan Hooper, et al., (2010) tentang penilaian tingkat compassion fatigue pada perawat yang bekerja di IGD.Hasilnya 86% perawat IGD berisiko sedang sampai tinggi terkena compassion fatigue. RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakanrumah sakit rujukan untuk daerah Sumatera Bagian Tengah (Sumatera Barat). Kondisi yang crowded, sistem pelayanan yang belum optimal, jumlah pasien yang banyak, stres yang dihadapi perawat dan adaya
ketidakseimbangan antara rasio jumlah perawat dengan pasien, semua itu dapat menyebabkan terjadinya compassion fatigue pada perawat yang akan berdampak terhadap caring yang diberikan perawat dalam menangani pasien di IGD RSUP Dr.M.Djamil Padang. Fenomena yang ada mendorong peneliti ingin melakukan studi kualitatif terkait dengan pengalaman perawat dengan compassion fatigue dalam menangani pasien di IGD. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dengan compassion fatigue dalam menangani pasien di ruang IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif.Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.M.Djamil Padang.Partisipan pada penelitian ini dipilih dengan teknik purposive sampling.Pada penelitian ini sebelum peneliti menentukan subjek penelitian berdasarkan kriteria inklusi, peneliti melakukan pemilihan subjek dengan menggunakan pernyataan melalui Profesional Quality of Life Scale (PROQOL) yang dikeluarkan oleh Stamm(2012). Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah (1) perawat yang bekerja di ruang IGD selama 3 (tiga) tahun atau lebih dengan pertimbangan sudah memiliki pengalaman dan sering berhadapan dengan pasien di IGD dan memenuhi syarat untuk mengetahui dan mengerti secara holistik dari kondisi tempat bekerja (Benner, 2001), (2) bersedia menceritakan dan meluangkan waktu untuk diwawancarai, (3) perawat IGD yang dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, (4) bersedia dan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi partisipan (5) memiliki sertifikat Pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat (PPGD) atau Basic Life Support (BLS). Jumlah partisipan pada penelitian ini sebanyak lima orang. Data dikumpulkan dengan metode wawancara semistruktur dan direkam dengan alat perekam. Hasil wawancara kemudian ditranskip verbatim dan dianalisis menggunakan pendekatan Miles dan Huberman untuk mendapatkan tema-tema sebagai hasil dari penelitian (Sugiyono, 2005; Gunawan, 2013). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitianini mengungkapkan sembilan tema yang peneliti temukan pada saat wawancara. Tema yang dihasilkan saling berinteraksi antara tema yang satu dengan tema yang lainnya.
Stressor Fisik Berbagai macam situasi yang ada IGD akan menimbulkan stress terhadap perawat yang ada. Kapasitas ruangan dengan kondisi ruang IGD yang ramai dengan pasien dan keluarga pasien dan situasi IGD yang crowded memicu untuk terjadinya compassion fatigue pada perawat di IGD RSUP Dr. M. Djamil. Semua ini diungkapkan oleh partisipan. IGD itu juga crowded, ramai. Sama pasien dan keluarganya”(I3) “ee ya kadang di IGD ini ya, karena situasinya ramai ya,di IGD ini masalah ya tim kan, pasien yang datang yang menangani pertama kali adalah perawat.” (I4) Situasi yang ada di IGD yang diungkapkan oleh partisipan berkontribusi untuk memicu menambah stress bagi perawat dalam memberikan caring dalam penanganan pasien sehingga menjadi penyebab untuk munculnya compassion fatigue pada perawat. Stressor Psikologis Ketidakseimbangan antara jumlah perawat dengan jumlah pasien akan menimbulkan beban kerja yang tinggi bagi perawat di IGD dan keluhan dari pasien yang menimbulkan komplain terhadap perawat menjadi stress bagi perawat dalam melaksanakan tugasnya dalam menangani pasien yang ada di IGD.Pelayanan alur konsultasi di IGD yang lama dapat memicu terjadinya stress bagi perawat. Hal itu semua akan menajdia stressor psikologis bagi perawat yang ada di IGD dalam menjalankan tugasnya sehingga memicu untuk terjadi compassion fatigue pada perawat di IGD RSUP Dr. M. Djamil. Semua ini diungkapkan oleh partisipan “SDM yang kurang beban kerja yang banyak, kek dimedikal, rata-rata pasiennya pershift itu rata-rata 30-40 pasien.Yang paling banyak sore malam.Bayangkan personilnya Cuma 2 orang. Yang masuk kondisinya macam-macam.Belum lagi tambah keluarga yang harus kita hadapi juga semuanya.Keluarga yang banyak ulah. Kadang-kadang itu nambah beban kita,(I1) “Jadi kita konsul.Masalah yang sering timbul dikonsul ini.kadang-kadang jawaban konsul ini lama. Ee Jadi Kadang-kadang pasien sering marah karena menunggu.”(I1) “Misalnya komplain pasien kenapa lama penanganan pasien” (I2) Stressor fisik dan psikologis yang dialami pasien ketika di IGD memeicu untuk terjadinya compassion fatigue pada perawat di IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang yang akan mempengaruhi dalam penanganan pasien. Emosional Emosional perawat merupakan respon emosi yang dirasakan perawat ketika menangani pasien dalam ketika perawat dalam kondidi compassion fatigue yang ditunjukan melalui kecemasan, moodi. Cemas, takut., was-was, stress, marah yang dirasakan perawat merupakan bentuk respon emosional perawat dalam menangani pasien ketika dirinya mengalami compassion fatigue. “ada perasaanwas-was dalam melakukan tindakan, takut pasien ini karena telat memberikan pertolongan jiwanya melayang.”(I5) “Ya cemas ya.Berdebar-debar.Takut pasien tidak tertolong. stress kalau terlambat mati pasien.”(I1). “Kalau pasien emosi kita juga kebawa emosi.marah”(I2) “Ga bakalan memegang pasien.paling banayk istirahatnya dari pada bekerja nya. Soalnya tambah stress ketika jenuh lelah tetap dipaksakan.” (I2) Emosional yang ada pada diri perawat timbul karena rasa lelah baik dari kondisi fisik dan psikologisnya dalam menangani pasien sehingga timbul berbagai macam perasaan emosi didiri perawat ketika menangani pasien. Terlambat Terlambat merupakan bentuk dari perilaku perawat akibat dari rasa lelah yang dialaminya dalam mengadhapai pekerjaan dan pasien.Perilakunya perawat tersebut berdampak terhadap disiplinnya perawat dalam bekerja. ya tapi ada juga e kalau tidak teratasi rasa lelah tadi ya, saya jadi malas tuk bekerja, capek, saya masla bangun,malas keluar rumah, ya ujung-ujungnya saya telat ke rumah sakit nya. Jadi dispilinnya agak terganggu.“(I5) Perilaku terlambat dari perawat ini muncul ketika perawat sudah benar-benar merasa lelah, capek, energi telah habis sehingga perawat datang terlambat dan mengganggu disiplin dalam bekerja. Peduli dengan pasien Kepedulian perawat saat menangani pasien.dibangun dari sikap empati terhadap pasien, dan keikhlasan bekerja.Peduli merupakan sikap caring yang diberikan perawat saat menangani pasien.Memberikan prosedur tindakan melalui sikap perawat dalam penanganan Airway Breathing Circulation (ABC)merupakan sikap peduli terhadap
pasien.Rasa iba dan kasihan terhadap pasien terungkap dari perawat meskipun “pasien gawat darurat itu langsung kita masukan ke ruang resusitasi. Jadi kita ee kalau tidak ada dokter ga papa perawat langsung terjun ke resusitasi untuk airwaynya, breathingnya, dan circulate nya”(I4) “saat awal pasien datang kita ambil pasien, kita pilah-pilah dia masuk tahap mana.” (I3) “Ada rasa kasihan saat melihat pasien”(I4) “Dari sana saya ee bagaimana kita menumbuhkan sikap caring, bagaimana sikap empati pada pasien.”(I5) Kalau kakak bekerja itu ikhlas saja.Membantu orang itu ikhlas aja.Bekerja dengan hati.”(I1) Munculnya kepedulian pada perawat yang diberikannya kepada pasien walaupun sudah dalam kondisi lelah merupakan suatu proses yang telah dilewati perawat agar dapat menimbulkan kembali kepeduliannya itu dengan berbagi mekanisme koping yang dilakukannya dalam menangani pasien. Kelelahan Kelelahanmerupakan respon fisologis dari diri perawat yang dalam kondisi compassion fatiguedalam menghadapi dan menangani pasien sehingga menimbulkan efek kelelahan pada diri perawat secara fisik. Rasa lelah yang ada pada perawat ditunjukan dengan kondisi lelah, capek, tidak semangat, malas, mengeluarkan energi dan badan tidak fits. Ungkapan tersebut diungkapkan oleh partisipan. “Sudah terlalu capek, lelah. Jadi menghadapi pasien kadang tidak bersemangat, kindisi badan drop.” (I1) Kadang saya cuekin aja. Saya sudah capek. Saya cuekin aja”.(I3) “Sudah terlalu capek, lelah. Jadi menghadapi pasien kadang tidak bersemangat, kindisi badan drop.”(I1) Rasa lelah, capek, tidak semangat, malas dan kondisi badan yang tidak fits terjadi secara berentetan pada diri perawat sebagai respon fisiologis perawat yang mengalami compassion fatigue dalam menangani pasien di IGD. Tidak Fokus Tidak fokusmerupakan respon kognitif dari diri perawat yang dalam kondisi compassion fatigue dalam menghadapi dan menangani pasien sehingga perawat menjadi tidak konsentrasi. Tidak fokus dan kekhilafan yang dilakukan perawat merupakan bentuk ketidak konsentrasian perawat dalam melaksanakan tugasnya.
“Ketika kita lelah dengan situasi menghadapi pasien, pasien ramai, kita capek, kadang tidak konsentrasi dalam menangani pasien.tidak fokus dalam menghadapi pasien.” (I1) “Nah akhirnya pasien nya sudah dipindahkan dan akhirnya obat pasien tidak jadi dimasukan.Nah itu mungkin kekhilafan.” (I1) Rasa capek dan lelah yang dialami perawat dapat menggangu konsentrasi perawat. Akibatnya perawt dapat melakukan kesalahan dalam menangani pasien. Mekanisme koping Mekanisme koping yang dilakukan perawatdapat menghilangkan rasa lelah, capek dalam menangani pasien diIGD. Berbagai macam mekanieme koping dilakukan oleh perawat dalam menangani compassion fatigue yang dialaminya. Mulai dari berbagi dengan teman, istirahat, cuti dari pekerjaan, melakukan kegiatan seperti kesalon, memutuskan hubungan sementara dengan pasien dengan tidak memegang pasien, tidak mendekati pasien dan tidak memikirkannya merupakan strategi yang dilakukan oleh perawat dalam hasil penelitian ini. “biasanya kakak cerita dengan teman, sharing dengan teman.” (I1) “Kalau kita capek ya sudah kita tinggal sebentar. Istirahat sebentar dikamar perawat.“ (I2) “menghilangkankejenuhan hanya dengan rileks.Palingan saya cuti.untuk mnghilangkan kelelahan dan kejenuhan”. (I1) “mungkin juga ke salon, saya massage, memanjakan diri ee apa namanya relaksasi ya.” (I5) “emang iya. Ga bakalan memegang pasien.paling banyak istirahatnya dari pada bekerja nya. Soalnya tambah stress ketika jenuh lelah tetap dipaksakan. “ (I2) “Keseringan sekarang kakak bawa cuek saja.Agar ga bikin jenuh.” (I4) Mekanisme koping yang dilakukan perawat membuat perawat dapat bertahan dengan keadaannya dan dapat menghilangkan kejenuhan serta kelelahan yang dirasakannya agar menjadi relaksasi dan semangat lagi dalam menangani pasien. Pengharapan Pengharapan merupakan harapan yang muncul setelah perawat mempunyai pengalaman saat menghadapi compassion faigue yang dialaminya dalam menangani pasien.Adanya rasa ingin dihargai pasien, harapan untuk lebih
bertanggung jawab dan care terhadap pasien walaupun dalam kondisi apapun dan harapan untuk peningkatan kesejahteraan terhadap pasien. “Pasien juga menghargai kita sebagai perawat.Kita dah capek-capek, sudah semampu kita kadang respon pasien tidak mengenakan.” (I1) “ketika benar-benar merawat pasien harus bertanggung jawab dengan pasien. walaupun kita kesal, capek tapi tetap bertanggung jawab terhadap pasien” (I1) Kadang kita capek dalam menangani pasien. kadang semua itu berdampak ke diri kita. Jadi
emosian.Ditambah lagi personil yang kurang.manajer yang harus membenanhinya”(I1) “terus oo kesejahteraannnya semakin ditingkatkan, itu pengaruh lo kadang ke pelayanan yang diberikan. Jadi semangat konsentrasi dan lebih optimal.” (I5) Semua pengharapan yang muncul dari perawat merupakan harapan yang diinginkan perawat baik itu terhadap pasien dan sistem yang ada. Ketika harapan itu tidak terwujud maka akan menimbulkan kekecewaan dari diri perawat.
Skema Tematik Pengalaman Perawat dengan Compassion fatigue dalam Menangani pasien di IGD melebihi kemampuan personil yang ada di ruang PEMBAHASAN gawat darurat (Afleck et al, 2013). Situasi IGD yang Stressor perawat dengan compassion fatigue crowded, stres, beban kerja yang tinggi, pasien yang di ruang IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang terdiri dari banyak menjadi situasi tersendiri bagi perawat di dua stressor yaitu stressor fisik dan stressor IGD untuk memberikan perawatan yang berkualitas psikologis. Kondisi ruangan IGD yang yang ramai terhadap pasien (Afleck et,. al 2013; Hooper et,. al dengan pasien dan keluarga dan kondisi IGD yang 2010). crowded yang tidak seimbang antara jumlah Stressor psikologis juga menjadi pemicu perawat dengan pasien menjadi stressor fisik yang terjadinya compassion fatigue pada perawat yang dapat menimbulkan stress bagi perawat yang ada di ada di IGD. Beban kerja yang tingi di IGD dan IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang. komplain dari pasien akan menjadi stressor Stressor fisik juga digambarkan dengan psikologis yang dialami perawat yang ada di IGD situasi IGD yang crowded. Crowded merupakan RSUP Dr. M. Djamil Padang sehingga memicu masalah umum yang terjadi di IGD (Hoot & terjadinya compassion fatigue pada perawat di IGD. Beban kerja yang tinggi merupakan Aronskhi, 2008; Afleck et,.al 2013). Crowded ketidakseimbangan antara jumlah perawat dengan merupakan situasi dimana pelayanan gawat darurat jumlah pasien. personil perawat atau sumber daya
manusia yang kurang ddan jumlah pasien yang datang banyak mengakibatkan meningkatnya beban kerja yang ada di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang dimana rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan untuk bagian Sumatera Bagian Tengah (Sumatera Barat dan Jambi) dengan jumlah kunjungan rata-rata pasien perhari 150 orang, sehingga menjadikan IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang selalu ramai dengan pasien yang dapat mengakibatkan beban kerja yang tinggi pada perawat yang ada di IGD dengan personil perawat yang dinas sebanyak 6 sampai 8 orang pershift. Hal ini menyebabkan stress pada perawat karena beban yang tinggi di IGD sehingga memicu untuk terjadinya compassion fatiguepada perawat, dimana ketika fisik dan pikiran sudah lelah perawat tetap harus memberikan pelayanan yang prima kepada pasien. Situasi IGD yang ramai, pasien yang banyak, beban kerja yang meningkat, komplain pasien akan menimbulkan strees kerja sendiri bagi perawat yang ada di IGD RSUP Dr. M. Djamil, sehingga memicu untuk terjadinya compassion fatigue pada perawat IGD. Stres lingkungan, beban kerja dan jam kerja yang panjang, ditambah dengan kebutuhanuntuk merespon kebutuhan pasien yang kompleks, termasuk rasa sakit, traumadan gangguan emosimemicu untuk terjadinya compassion fatigue terhadap perawat sehingga perawat merasa lelah, depresi, marah dan tidak efektifdalam menangani pasien (Cole, 2011). Ini akan menimbulkan respon psikologisterhadap perawat. Masalah psikologis yang dialami perawat akan mempengaruhi kualitas pelayananyang diberikan terhadap pasien (Wentzel & Brysiewicz, 2014). Banyaknya pasien yang datang ke IGD yang cenderung mengalami kondisi kritis dan trauma, memaksa perawat harus menangani pasien yang ada dengan cepat dan tepat untuk menyelamatkan kondisi pasien. Keadaan ini akan menimbulkan kondisi stres bagi perawat yang akan berpengaruh terhadap pemberian pelayanan yang berkualitas (Afleck et,. al 2013). Situasi IGD yang ramai dengan pasien dan keluarga pasien menimbulkan stress bagi perawat ditambah lagi dengan kondisi IGD yang crowded yang tidak seimbang antara jumlah orang dengan kapasitas ruangan, menambah stress bagi perawat yang ada di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang yang dapat memicu terjadinya compassion fatigue pada perawat. Compassion fatigueyang dialami perawat mangakibatkan munculnya berbagai respon dari perawat saat menangani pasien di IGD.Compassion fatigue yang dialami oleh perawat yang ada di IGD berdampak pada emosional, fisik, spiritual dan
psikologis perawat yang mengalaminya (Turajek, 2006). Secara emosional compassion fatiguedapat mempengaruhi dalam menangani pasien. Marah, cemas, takut, kesal, cuek, moodi merupakan respon emosional yang muncul saat menagani pasien. Respon emosional perawat yang mengalami compassion fatigue digambarkan kedalam kondisi stres, tidak sabar, kemarahan, kecemasan, sensitif, emosional, lelah berempati, empati yang berlebihan dan trauma tidak langsung, depresi dan melankolis (Boyle, 2011; Wentzel dan Brysiewicz, 2014). Respon emosional yang muncul pada penelitian ini saling berinteraksi dan kait berkaitan satu sama lain. Ketika partisipan merasakan respon moodi yang didalamnya ada kemarahan, kesal dan moodi, respon tersebut akan saling berinteraksi dan berentetan sehingga muncul respon emosional yang lainnya. Respon tersebut nantinya akan memunculkan sikap was-was, tidak peduli dengan pasien, apatis cuek terhadap pasien, yang semua itu akan mempengaruhi perawat yang mengalami compassion fatigue dalam menangani pasien yang ada di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang.Kemarahan, ketakutan, kecemasan dan menghindari intens dengan pasien merupakan gejala dari compassion fatigue yang diaalami perawat (Coetzee & Klopper, 2010). Compassion fatigue yang dialami berdampak juga terhadap ketidak disipilnan dari perawat.Compassion fatigue yang dialami oleh perawat dapat mengakibatkan ketidakhadiran, penurunan kualitas perawatan pasien, penurunan kepuasan pasien, penurunan keselamatan pasien, dan kesulitan merekrut dan mempertahankan staf (Hooper et al, 2010). Selain dari respon emosional, kepedulian juga muncul dari diri perawat yang mengalami compassion fatigue.Kepedulian perawat ditunjukan dari sikap caring yang diberikan perawat. Partisipan dalam penelitian ini berada pada compassion fatigue tingkat sedang. Empati yang muncul dari diri perawat merupakan sikap yang memang ada didiri perawat tetapi sikap tersebut menimbulkan stress terhadap perawat dan dapat hilang ketika perawat benar-benar sudah merasakan lelah dari fisik dan psikologisnya. Sikap itu akan muncul setelah perawat melewati proses pertahanan diri, merelaksaikan pikirannya. Watson mengungkapakan seorang perawat harus bersikap empati, caring terhadap pasien.itu merupakan inti dari keparawatan (Watson, 2010). Empati dan tanggung jawab, sabar, mendengarkan pasien dapat mengendalikan perasaan ketika bersikap kasar kepada pasien dan mampu serta
berempati dalam melakukan penanganan dengan cepat dan melakukan triage dengan tepat merupakan perilaku caring yang dimiliki perawat (Watson, 2010; Wahyuni, 2008; Cara, 2003). Secara fisiologis compassion fatigue juga mempengaruhi fsiik perawat. Perawat mersa lelah, capek, tidak semangat, malas dan kondisi badan tidak fits dalam melakukan pekerjaan menagani apsien di IGD.Compassion fatigueakan menimbulkan gejala berupa kelelahan, tidak semangat, kekurangan energi, kehilangan daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu fisik dari perawat dalam menangani pasien (Figley 1995; 2003; Boyle, 2011; Lambardo & Eyre, 2011). Selain itu respon kognitif dari perawat yang mengalami compassion fatigue jaug mempengaruhi dalam penanganan pasien. Tidak konsentrasi dan tidak fokus dapat membuat perawat yang mengalami compassion fatigue menjadi tidak perhatian dalam melakukan atau menangani pasien termasuk kedalam hal detail seperti pengobatan, keakuratan pengobatan. Penurunan konsentrasi, tidak fokus, kurang perhatian terhadap hal detail, melakukan kesalahan baik dalam hal pengobatan, penurunan keakuratanpendokumentasian merupakan tanda dan gejala yang ditemui pada perawat yang mengalami compassion fatigue (Figley, 1995; Figley,2003; Boyle, 2011; Lambardo & Eyre, 2011). Tidak konsentrasi dan tidak fokusnya perawat dalam melakukan tugasnya dalam menangani pasien yang ada di IGD akan menurunkan kinerja dari perawat itu sendiri dalam menangani pasien yang ada (Lambardo & Eyre, 2011). Berbagai macam cara digunakan partisipan pada penelitian ini untuk menangani compassion fatigue yang dialaminya. Berbagi dengan teman, melakukan aktivitas yang positif, seperti kesalon, berlibur, istirahat, makan dan minum, dan cuti dari pekerjaan dapat menjadi hal yang positif yang dilakukan perawat untuk merelaksasikan pikirannya kembali, untuk mengembalikan semangat kerja mereka kembali agar mereka dapat menegeluarkan energi positif saat menangani pasien dan menangani compassion fatigue yang mereka alami. Intervensi diperlukan untuk manangani compassion fatigue agar tidak jatuh ke burnout (Lambardo & Eyre, 2011). Selain itu strategi yang unik peneliti temukan pada penelitian ini adalah memutuskan hubungan dengan pasien, yang dalam artiannya tidak memegang pasien, tidak mendekati pasien dan meninggalkan pasien.Perawat merupakan seseorang yang selama 24 jam ada dengan pasien. sehingga ini membuat lelah perawat dalam
menangani pasien dan bersikap empati terhadap pasien. Strategi yang digunakan pasien dengan memutuskan hubungan dengan pasien melalui sikap tidak memegang pasien, tidak mendekati pasien merupakan sikap yang dilakukan pasien untuk sementara waktu. Hal tesrebut merupakan satu bentuk pertahanan dari diri perawat untuk tetap dapat bisa bertahan dari pekerjaannya menangani pasien sehingga mereka bersikap seperti itu untuk menghilangkan kelelahan yang dialaminya, merelaksasikan pikirannya untuk sementara dengan tidak memegang pasien karena ketika hal tersebut dipaksa untuk dilakukan makaakan malah menimbulkan stress pade diri perawat. Berbagai macam cara, strategi dilakukan perawat agar merka dapat menangani compassion fatigue yang dialaminya dan agar mereka tetap dapat bisa bertahan dari berbagai persoalan yang mereka hadapi dipekerjaan mereka. Berbagai macam mekanisme koping dapat dilakukan perawat dalam menangani compassion fatigue yang dialaminya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan mekanisme koping tersebut. Meknisme koping yang dilakukan dapat membantu perawat dalam mengurangi dan menghilangkan stress yang dialami perawat. Stress yang dialami perawat dapat berdampak terhadap respon emosional, kognitif, perilaku dan fisiologis perawat (Taylor, 2003). Manajemen stress dapat dilakukan perawat untuk menghilangkan stress yang dialami perawat. Manajemen stress merupakan program untuk melakukan pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk mengenal penyebab stress dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik dalam menguasai stress dalam kehidupan daripada dihimpit oleh stress itu sendiri (Schafer, 2000). Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Memanajemen stres berarti membuat perubahan dalam cara berfikir dan merasa, dalam cara berperilaku dan sangat mungkin dalam lingkungan individu masing-masing (Segarahayu, 2013). Manajemen stres menurut Taylor (2003) meliputi 3 tahap yaitu partisipan mempelajari apakah stres itu dan bagaimana mengidentifikasi stresor dalam kehidupan mereka sendiri, partisipan memperoleh dan mempraktekan ketrampilan untuk mengatasi (koping) stress dan terakhir, partisipan mempraktekkan teknik manajemen stres mereka yang ditargetkan pada situasi penuh stres mereka dan memonitor efektivitas teknik itu. Beberapa cara dapat dilakukan untuk manajemen stress (Segarahayu, 2013) adalah
secara fisik dengan menenangkan diri dan mengurangi rangsangan fisik tubuh melalui meditasi atau relaksasi, secara emosional berfokus pada emosi yang muncul akibat masalah. Pada tahap ini, orang sering kali butuh untuk membicarakan kejadian tersebut secara terusmenerus agar dapat menerima, memahami, dan memutuskan akan melakukan hal apa setelah kejadian tersebut selesai, secara kognitif lebih menilai kembali suatu masalah dengan positif dan mencari kelompok dukungan. Berbagai macam cara dapat dilakakukan untuk mengatasi stress yang dailami perawat. Melakukan koping yang positif dapat membantu perawat untuk merelaksasikan pikirannya, sehingga dapat menghilangkan stress yang dialaminya.Mekanisme koping yang dilakukan perawat dengan istirahat, serita keteman, cengkrama, cuti dari pekerjaan, relaksasi ke salon merupakan bentuk temuan koping positif pada penelitian ini. Koping atau bertahan dengan cara memustuakan hubungan sementara dengan pasien dengan tidak memegang pasien merupakan suatu bentuk koping yang dapat memebuat perawat bertahan dari kondisi compassion fatigue yang dialaminya. Dukungan dari orang sekitar seperti teman, keluarga, atasan atau supervisor dapat membantu perawat dalam menngatasi stress yang dialaminya.Balancing antara pekerjaan dengan kehidupan pribadai dapat membantu perawat dalam menangani compassion fatigue yang dialaminya. Pengorganisasian lingkungan yang buruk dapat memicu terjadinya stress maka modifikasi atau mengorganisir lingkungan kerja dengan baik, nyaman dapat mengurangi risiko stress yang dialami perawat sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Sehingga setelah mereka mempunyai pengalaman mengalami compassion fatigue, keluarlah suatu harapan yang diinginkan perawat untuk kedepannya terhadap pasien dan sistem agar mereka tidak jatuh lagi kekeadaan compassion fatigue.Harapan itu mempunyai hubungan yang timbal balik dengan semuanya. Ketika harapan yang diinginkan itu tidak dapat terwujud maka akan menimbulkan kekecewaan didiri perawat sehingga akan menimbulkan respon yamg dapat memimbulkan compassion fatigue kembali ketika diri perawat tidak mampu lagi untuk bertahan dan mengantisipasinya. Disini terjadi keterkaitan dan interaksi antar tema. Tema satu dengan tema yang lain saling berinterkasi dan berkesinambungan. IMPLIKASI KEPERAWATAN Perawat IGD merupakan perawat yang sangat rentan untuk terjadinya compassion fatigue.Setiap
harinya terapar dengan pasien, trauma sehingga beresiko besar untuk terjadinya compassion fatigue.Pengalaman perawat yang diwawancarai dalam penelitian ini memberikan wawasan yang berguna untuk perawat yang ada di IGD dan dalam prakteknya dimana perawat IGD dalam sangat beresiko untuk terjadinya compassion fatigue. Temuan yang ada bisa menjadi acuan bagi perawat untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui penyebab terjadinya compassion fatigue. Bukan hanya itu respon emosional, kognitif dan perilaku yang ditimbulkan dari perawat yang mengalamai compassion fatigue menjadi acuan bagi perawat di IGD untuk membantu perawat lain dalam mengidentifikasi terjadinya compassion fatigue dan dan menajdai acuan untuk mengantisipasi serta menangani compassion fatigue yang dialami dengan mengggunakan berbagai macam strategi yang digunakan. KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini tidak menilai personality dari partisipan, sehingga personality dari partisipan tidak tergambar pada penelitian ini. Keterbatasan lain yang peneliti hadapi adalah saat pengumpulan data dimana waktu pengumpulan data bersamaan dengan jam kerja sehingga saat pengumpulan data partisipan kurang leluasa untuk mengeksplorasi pengalamannya. KESIMPULAN DAN SARAN Pengalamanperawat dengan compassion fatigue dalam menangani pasien di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan makna bahwa adanya stressor fisik dan psikologis yang dialami perawat yang dapat memicu untuk terjadinya compassion fatigue pada perawat yang ada di IGD. Compassion fatigue menimbulkan berbagai respon baik emosional, fisiologis, kognitif dan perilaku dalam menangani pasien. Perawat berusaha untuk melakukan berbagai macam mekanisme koping dalam menangani compassion fatigue yang dialaminya melalui istirahat, cerita dengan teman, melakukan kegiatan dan memutuskan hubungan sementara dengan pasien. Sikap memutuskan hubungan sementara dengan pasien yang dilakukan bersifat sementara untuk merelaksasikan kembali pikirannya agar dirinya dapat melaksanakan tugasnya untuk memberikan pelayanan yang prima kepada pasien. Modifikasi lingkungan, manajemen stress, balancing antar pekerjaan dengan kehidupan pribadi, refreshing dan pelatihan-pelatihan dapat menjadi solusi untuk menangani compassion fatigue yang dialami perawat sehingga dengan koping dan
strategi yang dilakukannya perawat mampu kembali untuk menumbuhkan sikap caring, empati yang merupakan sikap dasar dari keperawatan dan dapat menangani situasi IGD yang dihadapinya.Semua yang dilalui perawat itu, ditemukan sebuah harapan perawat untuk kedepannya kepada pasien dan sistem agar dirinya dapat menghindari terjadinya compassion fatigue yang pernah dialaminya. Compassion fatigue yang dialami perawat menghasilkan berbagai macam respon dan mempengaruhi dalam pemberian caring saat menangani pasien di IGD dantema-tema yang dihasilkan pada penelitian ini mungkin hasilnya tidak sama dengan penelitian di regional lain terkait dengan perbedaan culture, karakteristik sehingga diperlukan penelitian kualitatif tentang pengalaman perawat dengan compassion fatigue dalam menangani pasien di IGD diregional yang berbeda culture, dan karakteristiknya, yang mungkin akan menghasilkan hasil yang tidak sama. Penelitian selanjutnya dapat dan penelitian selanjutnya tentang pengalaman perawat dengan compassion fatigue dalam menangani pasien di IGD dengan pendekatan kualitatif yang lain seperti etnografi dan studi kasus dan didalam penelitian selanjutnya perlunya dimasukan juga tes personality terhadap partisipan agar mendapatkan gambaran tentang kepribadian dari partisipan secara objektif. DAFTAR PUSTAKA Affleck, A., Parks, P., Drummond, A., Rowe, B., Howard J. 2013. Emergency department overcrowding and access block. Canadian Association of Emergency Physicians CJEM ;15(6):359-370 Banner,P. 2001. From Novice to Expert : Excellence and Power in Clinical Nursing Practice. Prentice Hall. Upper Saddle River NJ. Boyle, D.A. 2011.Countering Compassion Fatigue: A Requisite Nursing Agenda.ANA PeriodicalsOJINTable of Contents16(1) Cara, C. 2003. A pragmatic View of Jean Watson’s Caring Theory. Closing key note conference.XVI Jornades Catalanes d’infermeria Intensiva, Barcelone, Espagne. Coetzee, S.K., & Klopper, H.C. 2010. Compassion Fatigue Within Nursing Practice: A concept analysis. Nursing and Health Sciences.12:235– 243. Cole, J.B. 2011. Compassion Fatigue If The Nurse's Ability To Care Is Affected, Quality of Care Could Suffer. Diakses dari http://nursing.advanceweb.com tanggal 2 Maret 2014
Dominquez, G.E., Rutledge, D. 2009. Prevalence of Secondary Traumatic StressAmong Emergency Nurses. Journal of Emergency Nursing 35 (3);199-204 Farina, A., Sukmaningrum. 2007. Gambaran Compassion Fatigue, Burnout dan Compassion Satisfaction Pada Perawat. Diakses dari https://lib.atmajaya.ac.idtanggal 2 Maret 2014 Figley, C.R. 1995. Compassion fatigue: Coping with secondary traumatic stress disorder in those who treat the traumatized. New York: Brunner-Mazel. Hoot. N., Aronsky. D. 2008. Systematic Review of Emergency Department Crowding: Causes, Effects, and Solutions. Annals of Emergency Medicine 52(2) Gunawan, I. 2013. Metode penelitian Kualitatif teori dan Praktik. Bumi Aksara: Jakarta Hooper,C., Craig,J., Janvrin,D., Wetsel,M., & Reimels, E. 2010. Compassion satisfaction, burnout, and compassion fatigue among emergency nurses compared with nurses in other selected inpatient specialties. Journal of Emergency Nursing 36(5); 420-427. Hoot. N., Aronsky. D. 2008. Systematic Review of Emergency Department Crowding: Causes, Effects, and Solutions. Annals of Emergency Medicine 52(2) Iserson.Kenneth V. 2004.Ethical Considerations in Emergency Care.Israeli Journal of Emergency Medicine 4(2) Lambardo, B., Eyre. C. 2011. Compassion Fatigue: A Nurse’s Primer. OJIN: The Online Journal of Issues in Nursing16(1).Diakses dari http://www.nursingworld.org tanggal 6 januari 2014 Maytum, J.C,. Heiman, B.M., Garwick, A.W,. 2004. Compassion Fatigue and Burnout in Nurses Who Work With Children With Chronic Conditions and Their Families. Journal Pediatric Health Care.18;171-179. Segarahayu.2013. Pengaruh Manajemen Stres Terhadap Penurunan Tingkat Stres Pada Narapidana di LPW Malang.Universitas Negeri Malang. Diakses dari www.jurnalonline.um.ac.id tanggal 1 September 2014 Stacey, P. 2013. Case Study: Compassion Fatigue Among Emergency DepartmentStaff : A Patient Safety Consideration. Urgent letter Emergency news letter.10(3) Stamm, H.B. 2012. Professional Quality of Life: Compassion Satisfaction and Fatigue Version 5 (ProQOL). Diakses dari www.proqol.org.tanggal 14 maret 2014.
Sugiyono.2005. Memahami Penelitian kualitatif.Bandung : Alfabeta Tunajek, S. 2006. Compassion Fatigue: Dealing with an Occupational Hazard. AANA News Bulletin diakses tanggal dari www.aana.com 2 Agustus 2014 Wahyuni, A.S., Amelia, R. 2008. Hubungan Pelaksanaan Caratif Caring pada Perawat dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap RS Haji Adam Malik Medan. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Watson. 2010. The theory of human caring: Retrospective and prospective. Nursing Science Quarterly, 1;49-52. Watson. 2003. Compassion fatigue: an introduction. diakseshttp://www. giftfromwithin.org. Tanggal 26 Februari 2014. Wentzel, D., Brysiewicz,P. 2014. The consequence of caring too much: compassion fatigue and the trauma nurse. Journal of emergency nursing 40(1).