Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA Agustus 2012 VOL. XIII NO. 1, 150-172
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG Nida Jarmita Dosen pada Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh Abstract Quasi-experimental study design with the pre-test and post-test is aimed to obtain objective information about the effectiveness of cooperative learning type STAD in improving students' mathematical understanding of class V MIN. The population of this study is student of class V MIN in the city of Banda Aceh. Based on the results of data analysis, improving the ability of mathematical understanding in the experimental class and control class is quietly different in terms of level of school (good, adequate and low). The difference increased capability is then
tested statistically by ANOVA test using two pathways with significance level (α) = 0,05. From the results of different test can be concluded that the increased understanding of mathematical abilities of students through cooperative learning type STAD better than on improving the understanding of mathematical abilities of students through conventional learning.
Abstrak Artikel berikut merupakan hasil penelitian dengan desain kuasi-eksperimental yang mempergunakan pre-test dan post-test untuk memperoleh informasi yang obyektif tentang efektivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan pemahaman siswa Matematika kelas V MIN. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MIN di kota Banda Aceh. Berdasarkan hasil analisis data, peningkatan kemampuan pemahaman Matematika di kelas eksperimen dan kelas kontrol ternyata berbeda dalam hal tingkat sekolah (baik, cukup dan rendah). Perbedaan peningkatan kemampuan ini kemudian diuji secara statistik dengan uji ANOVA menggunakan dua jalur dengan taraf signifikansi (α) = 0,05. Dari hasil uji beda dapat disimpulkan bahwa peningkatan pemahaman kemampuan Matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada peningkatan pemahaman kemampuan Matematika siswa melalui pembelajaran konvensional. Kata Kunci: pembelajaran kooperatif tipe STAD, matematika, siswa
Nida Jarmita
PENDAHULUAN Mengajar merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab guru. Setiap guru harus menguasai dan terampil dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Hal ini juga berlaku untuk guru Matematika. Menurut Towse & Saxton, pengaruh pengajaran di kelas terhadap kemampuan Matematika dapat dipilah berdasarkan kuantitas dan kualitas pengajaran yang ada. 1 Dari segi kuantitas pengajaran, yang perlu disoroti adalah jumlah waktu yang digunakan anak untuk belajar Matematika di kelas. Sementara dari segi kualitas pengajaran yang perlu diperhatikan adalah interaksi guru dan murid yang mungkin mempengaruhi kemampuan Matematika anak dan materi pengajaran yang digunakan oleh anak di sekolah. Mengajar Matematika mengandung makna aktifitas guru untuk mengatur kelas dengan sebaik-baiknya dan menciptakan kondisi yang kondusif sehingga murid dapat belajar matematika. Untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar yang berhasil guna, terletak pada usaha guru untuk memahami proses belajar dan bagaimana guru menciptakan kondisi belajar sehingga terjadi proses belajar yang aktif. 2 Penyelenggaraan pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah (MI) bertujuan untuk membekali siswa agar dapat hidup bermasyarakat dan agar siswa dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, siswa dipersiapkan agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. 3 Upaya untuk mewujudkan keinginan tersebut harus didukung dengan penguasaan terhadap berbagai disiplin ilmu. Misalnya tentang cara-cara hidup bermasyarakat, cara bergaul yang baik, sosialisasi, kerjasama dan lainnya, itu semua sebaiknya dimulai sejak usia Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Untuk hidup dalam masyarakat yang heterogen dibutuhkan keterampilanketerampilan tertentu. Hal ini sesuai pendapat Bricker yang menyatakan bahwa 1
Towse. J & Saxton. M. Mathematics Across National Boundaries: Cultural And Linguistic Perpectives On Numerical Competence, In C Donlan (Ed), The devolopment of mathematical, Skil,Hove, UK: Psychologi Press,1998. 2
Tapilouw, M. Pengajaran Matematika di Sekolah Dasar dengan Pendekatan CBSA, 1991, hal.
2. 3
Puskur, Kurikulum dan Hasil Belajar. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidiyah, Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2002.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 151
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
keterampilan sosial dan keterampilan deskriptif diperlukan siswa untuk dapat bekerja dengan orang lain. 4 Hal ini dapat diwujudkan dengan suatu pembelajaran yang lebih menekankan pada penemuan aktif dari pada pasif. Selain itu, untuk dapat
bekerja
dalam
masyarakat
dibutuhkan
keterampilan
untuk
dapat
mengkomunikasikan pemikiran. Untuk itu dibutuhkan pemahaman dan formulasi ide yang jelas dari pikiran, sehingga dapat menjelaskan sesuatu hal pada yang lain. Hal ini tercermin dalam pembelajaran kooperatif, dimana siswa mendeskripsikan konsep-konsep terhadap siswa lain, sehingga siswa dapat menjadi tutor bagi siswa lainnya. Sedangkan guru bertugas memfasilitasi, memotivasi siswa dalam diskusi dan mengontrol perkembangan siswa. Profesionalitas guru Matematika dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik sekaligus pengajar sangat dibutuhkan untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran di samping guru harus menguasai bahan yang diajarkan dan terampil mengajarkannya. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah memilih dan menggunakan secara tepat metode atau model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi yang diajarkan, dan karakteristik siswa agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara optimal. Dalam pengaplikasian suatu metode atau model pembelajaran, guru harus memperhatikan bahwa fase perkembangan peserta didik SD itu berada pada fase operasional. Menurut Jean Piaget seperti dikutip Syaodih, anak pada fase operasional ini mengambil keputusan berdasarkan atas apa yang dilihatnya seketika, dan operasional konkret, bahwa siswa sudah berpikir matematis logis yang didasarkan manipulasi fisik dari objek-objek. 5 Pengerjaan logis seperti operasi hitung dilakukan dengan berorientasi kepada objek atau peristiwa yang dialami. Bagaimanapun, hipotesis atau sesuatu yang abstrak serta pernyataan verbal belum mampu dikuasai anak sehingga diperlukan alat bantu. Tujuan pembelajaran Matematika adalah: Pertama, melatih cara berpikir dan bernalar dan menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan 4
Bricker, L. J. Designs for Computer-Supported Cooperative Learning in Mathematics (Washington: Engineering University of Washington). Article. 1994. [online]. Tersedia: http://66.102.1.104/scholar?q=cache:974GA6D1ldIJ:scholar.google.com/&hl=id. 5
Syaodih, N. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005,
hal.2.
152 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
inkonsisten. Kedua, mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, instuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin
tahu,
membuat
prediksi
mengembangkan
kemampuan
mengembangkan
kemampuan
dan
dugaan
pemecahan
serta
coba-coba.
masalah.
dan
menyampaikan
informasi
Ketiga, Keempat,
atau
meng-
komunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dan menjelaskan gagasan. 6 Adapun beberapa kecakapan yang diharapkan dalam pembelajaran Matematika SD/MI, yaitu: 1. Siswa
dapat
memahami konsep Matematika yang dipelajari, dan
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Siswa memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, table, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah. 3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat, atau melakukan manipulasi Matematika
dalam
membuat
generalisasi,
menyusun
bukti
atau
menjelaskan gagasan dan pengajaran matematika. 4. Siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 5. Siswa diharapkan mampu memiliki sikap saling menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan sehari-hari. 7 Fakta di
lapangan menunjukkan
bahwa kemampuan
pemahaman
matematis siswa masih rendah. Hal ini didasari oleh penelitian Asbullah yang menyatakan bahwa secara klasikal, kemampuan pemahaman matematis siswa masih rendah.
8
Padahal pemahaman matematis merupakan kemampuan yang
6
Depdiknas, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depdiknas, 2003, hal. 1-2. 7
Badan Standar Nasional Pendidikan, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar, Jakarta: BSNP, 2006, hal. 69. Asbullah, “Efektifitas Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD dalam Pembelajaran Sains pada Peningkatan Aktifitas Belajar Siswa dan Penguasaan Konsep Pencemaran Lingkungan di SMP,” Tesis tidak dipublikasi, Bandung: PPS UPI, 2005. 8
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 153
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
perlu dikembangkan dalam matematika. Hal ini dikarenakan pemahaman itu sangat dibutuhkan dalam memetakan suatu masalah di dalam matematika, sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan tepat. Hal ini mungkin disebabkan karena kemampuan tersebut belum dikembangkan sejak dini, terutama pada usia Sekolah Dasar, sehingga kesalahan-kesalahan pada pemahaman konsep siswa terbawa hingga ke jenjang berikutnya. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian di SD, karena kemampuan-kemampuan dasar tersebut semestinya dibangun sejak usia Sekolah Dasar. Adapun kemampuan pemahaman dalam studi ini mencakup kemampuan siswa dalam melakukan translasi, interpretasi dan ekstrapolasi. Pertama, kemampuan
translasi,
yaitu
kemampuan
mengungkapkan
kembali
dan
membedakan titik sudut, rusuk, dan bidang pada bangun ruang. Kedua, kemampuan interpretasi, yakni kemampuan menafsirkan sifat-sifat dari suatu bangun berdasarkan perbedaan jumlah titik sudut, rusuk dan bidang, perbedaan bentuk bidang jika bangun itu di buka (jaring-jaring), dan dapat membedakan suatu bangun dengan bangun lainnya berdasarkan sifat-sifatnya. Dan ketiga kemampuan ekstrapolasi, yaitu kemampuan menemukan hubungan antara banyak titik sudut, banyak rusuk dan banyak sisi dari bangun ruang dan dapat menemukan hubungan-hubungan antara bangun ruang berdasarkan sifat-sifat bangun ruang. Salah satu cabang mata pelajaran Matematika yang di ajari di SD adalah Geometri dengan sub pokok bahasan bangun ruang. Mata pelajaran ini sangat dominan dengan usaha menyelesaikan masalah keruangan dan menemukan sendiri konsep bangun ruang. Pada pokok bahasan ini, siswa banyak menemui masalah dari segi penguasaan materi. Kesulitan siswa tehadap penguasaan suatu materi disebabkan karena banyaknya yang harus dikuasai siswa. Menurut Rusgianto, ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam menguasai konsep bangun ruang ádalah: Pertama, proses mengidentifikasi kecukupan informasi. Kedua, menuangkan informasi ke dalam gambar atau menyatakan suatu informasi yang telah diperoleh ke dalam model. Ketiga, interpretasi solusi. Dan keempat, memilih rumus atau konsep untuk menyelesaikan masalah. 9 Rusgianto, “Contextual Teaching Learning”, Makalah tidak diterbitkan, disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika 3, FMIPA UNY, 2002, hal.1 9
154 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
Salah satu alternatif bagi kesulitan terhadap penguasaan materi bangun ruang adalah dengan adanya kerjasama antar siswa yang lebih mudah jika dilakukan pengelompokan yang heterogen, karena ada siswa yang sudah menguasai konsep bangun ruang dan ada yang belum. Siswa akan lebih mudah bertanya dengan teman sebayanya (peer group) dibandingkan dengan bertanya kepada guru. Selain itu, bahasa teman sebayanya mungkin akan lebih mudah dipahami dari pada bahasa orang dewasa, sehingga penyelesaian masalah dapat dipecahkan secara efektif dan efisien. Bentuk kerjasama yang dilakukan siswa dapat membentuk dan mengembangkan sikap dan kepribadiannya masing-masing yang bermanfaat bagi kehidupan masa depan seperti rasa saling membagi dan toleransi antar sesama umat manusia. Di samping itu, kerjasama antar siswa akan membentuk dan mengembangkan kemampuan dasar dalam mengkomunikasikan gagasan Matematika dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah. Untuk itu perlu dikembangkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif, belajar untuk menyelesaikan masalah dan dapat meningkatkan semangat dan motivasi siswa, serta dapat membantu siswa menguasai konsep bangun ruang dan mampu mengkomunikasikan secara matematis, sehingga model pembelajaran yang dipergunakan dapat memungkinkan siswa belajar secara efektif dan efisien. Maka dikembangkanlah salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa dalam pemahaman konsep yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD. 10 Pembelajaran kooperatif dapat mengubah pandangan siswa yang mulanya tertuju pada dirinya sendiri sehingga mulai terbuka terhadap siswa lain, dalam wujud interaksi. Selain itu, aktifitas pembelajaran
ini mengajak siswa untuk
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya, karena nilai individual akan dijumlahkan kepada nilai kelompok. Hal ini memberi dampak terhadap motivasi belajar siswa dalam usaha menjadi kelompok yang terbaik (kelompok super). Hal ini sejalan dengan pendapat Ibrahim menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
10
Bricker, L. J. Designs for Computer-Supported Cooperative Learning in Mathematics Washington: Engineering University of Washington. Article. 1994 [online].Tersedia: http://66.102.1.104/scholar?q=cache:974GA6D1ldIJ:scholar.google.com/&hl=id.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 155
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
dapat memberikan keuntungan bagi siswa kelompok bawah, menengah maupun kelompok atas. 11 Dari uraian di atas melalui penelitian ini penulis mencoba menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam upaya meningkatkan pemahaman matematis siswa pada pokok bahasan bangun ruang.
PEMBAHASAN Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok, karena dalam pembelajaran kooperatif ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif, sehingga cenderung menimbulkan adanya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat afektif diantara anggota kelompok. Cooper, menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang melibatkan para siswa dalam pelaksanaannya, serta disokong oleh belajar kelompok. Kelompok bekerja sebagai bagian integral yang tidak bisa dipisah-pisahkan dalam mencapai tujuan pembelajaran di kelas. Demikian juga Slavin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang siswanya belajar bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 atau 5 orang, dengan kelompok heterogen. 12 Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang menganut
teori
belajar
kontruktivisme.
kontruktivisme dalam proses perolehan
Menurut
Slavin,
teori
nilai pengetahuan,
belajar
siswa harus
mengkonstuksi sendiri pengetahuan-pengetahuan itu melalui interaksi antara siswa dengan siswa yang lain dan antara siswa dengan guru.
13
Pendekatan
konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara luas atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami
11
Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2002.
Purwarna, R. Y., “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMU melalui Pembelajaran Kooperatif Teknik Thingk-Pair-Share Pada Konsep Aksi Interaksi”, Skripsi, Bandung: FPMIPA UPI, 2003, hal 3-7. 12
13
Slavin, Robert. E. Educational Psychology Theory and Practice, Fourth Edition, Boston, 1994,
hal.227.
156 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsepkonsep itu dengan temannya. Model pembelajaran kooperatif mengacu pada strategi belajar mengajar yang digunakan siswa, dimana siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa yang sederajat dengan kemampuan yang heterogen. Maksud heterogen adalah yang terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dalam kelompoknya dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Perbedaan
pendapat
yang
terjadi
menjadi
masukan
bagi
siswa
untuk
mengembangkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya, sehingga belajar menjadi lebih bermakna. Hal ini sesuai dengan teori Ausubel yang mengatakan bahwa seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman, dan fakta-fakta baru ke dalam skemata yang telah dipunyainya. Selama pembelajaran berlangsung, siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dalam kelompoknya. Agar dapat terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang telah direncanakan oleh guru untuk didiskusikan bersama teman sekelompoknya. Dalam kegiatan ini guru bertindak sebagai organisator, motivator, dan fasilitator. Selain itu juga memberikan bantuan, mendorong siswa agar mampu menemukan jawaban dengan alur pikir mereka masing-masing, hal ini dalam teori Vygotsky disebut Scaffolding. Dalam pembelajaran kooperatif, guru perlu menekankan kepada siswa bahwa mereka belum boleh mengakhiri diskusinya sebelum mereka yakin bahwa seluruh anggota timnya menyelesaikan seluruh tugas. Apabila seorang siswa memiliki pertanyaan, teman satu kelompok diminta untuk menjelaskan, sebelum menanyakan jawabannya kepada guru. Pada saat siswa sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling diantara anggota kelompok, memberikan pujian dan mengamati bagaimana setiap kelompok bekerja. Sedangkan kerja kelompok merupakan kegiatan beberapa siswa dalam satu kelompok yang berjumlah kecil dan terorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok ini menurut kegiatan yang kooperatif dari beberapa individu dalam suatu kelompok.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 157
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
Menurut Linda, sebelum pengajaran dimulai, ada beberapa unsur dasar yang ditanamkan terlebih dahulu kepada siswa supaya pembelajaran kooperatif dapat berjalan secara efektif, yaitu: 1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama. 2) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dalam mempelajari Matematika yang dihadapi. 3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama. 4) Para siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara sesama kelompok. 5) Para siswa akan diberi suatu evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok. 6) Para siswa berbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. 7) Para siswa akan diminta pertanggung jawaban secara individual tentang materi yang dipelajari dalam kelompok. 14 Selain itu, menurut Johnson, ada lima elemen penting yang mempengaruhi peningkatan efektifitas situasi pembelajaran kooperatif: ……five essential elements those are necessary to construct positive, effective cooperative group learning situations: Positive Interdependence, Face-toFace
Promotive
Interaction,
Individual
and
Group
Accountability,
Interpersonal and Small-Group Skills, and Group Processing. 15 Ada tiga konsep utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yakni:
14
Team Urge, Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: Program Pasca Sarjana, 1997, hal.7. 15
Zakaria, E. & Iksan, Z. “Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 3 (1), (2007), h.35-39. Tersedia: http://www.ejmste.com/v3n1/EJMSTE_v3n1.pdf#page=39.
158 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
1. Penghargaan kelompok (team rewards) Penghargaan kelompok diberikan apabila hasil perolehan nilai tugas kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. 2. Pertanggungjawaban individu (individual accountability) Keberhasilan kelompok tergantung pada pertanggungjawaban individu dari semua anggota kelompok. Hal ini mendorong berperannya setiap anggota untuk membantu teman kelompoknya. Dengan adanya pertanggungjawaban setiap individu menjadikan setiap anggota siap menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya tanpa bantuan teman sekelompoknya. 3. Kesempatan yang sama untuk berhasil (equal opportunities for success) Menurut Slavin, dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. 16
Tahap-Tahap Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kegiatan pembelajaran kooperatif tipe STAD dilaksanakan dalam 5 tahap yaitu: persiapan, presentasi kelas, kegiatan kelompok, pengadaan tes dan penghargaan kelompok. a. Persiapan 1) Materi Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mempersiapkan materi, alat, bahan dan perangkat yang digunakan dalam pembelajaran. Materi yang akan disampaikan untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara kelompok. Sebelum menyajikan materi pelajaran, dibuat lembar kegiatan yang akan dipelajari kelompok dan lembar jawaban dari lembar kegiatan tersebut. Selain itu guru juga mengadakan tes awal untuk menentukan skor dasar siswa kemudian membagi siswa dalam kelompok belajar kooperatif.
16
Slavin, Robert. E., Educational Psychology ..., hal.6.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 159
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
2) Menetapkan siswa dalam kelompok Jumlah anggota dalam satu kelompok sebanyak 4-5 orang siswa, yang terdiri dari siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah. Petunjuk dalam menentukan kelompok adalah sebagai berikut: 3) Merangking siswa berdasarkan prestasi akademisnya di dalam kelas. Gunakan informasi apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan rangking tersebut, salah satu informasi yang baik ada skor tes. Kelompok kooperatif dibentuk dengan cara merangking siswa berdasarkan skor hasil belajar pada materi pokok sebelumnya. Selanjutnya ditentukan siswa yang tergolong kelompok tinggi 27 % dari jumlah siswa, kelompok rendah 27 % dari jumlah siswa dan sisanya kelompok sedang. 17 Kelompok kooperatif dibentuk dengan mengambil secara acak siswa dari kelompok tinggi, sedang dan rendah sehingga terbentuk kelompok heterogen. 4) Menentukan banyak kelompok sebaiknya beranggotakan 4 - 5 orang siswa. Untuk menentukan berapa banyak kelompok yang akan dibentuk, bagilah jumlah siswa dalam kelas dengan 5. 5) Membagi siswa dalam kelompok, dengan memperhatikan keseimbangan kelompok yang terdiri dari siswa berprestasi rendah, sedang hingga prestasi tinggi sesuai dengan rangking, dengan demikian tingkat prestasi rata-rata semua kelompok dalam kelas lebih kurang sama. 6) Kerjasama Kelompok Pembelajaran kelompok dimulai dengan latihan-latihan kerja sama kelompok untuk memberikan kesempatan kepada setiap kelompok melakukan halhal yang menyenangkan dan saling mengenal, misalnya kelompok akan membuat lambang kelompoknya. 7) Jadwal Aktivitas Kegiatan pembelajaran terdiri dari 5 siklus kegiatan, pengajaran yang teratur, yaitu menyampaikan pelajaran, kerja kelompok dengan menggunakan lembar kegiatan, tes, penghargaan kelompok dan laporan berkala kelas.
17
Suherman, H., Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika, Jakarta: Proyek Penataran Guru SLTP Setara D3, 1994.
160 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
b. Presentasi Kelas Pembelajaran dalam STAD dimulai dengan presentasi kelas. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1)
Pendahuluan Pembelajaran di kelas dapat terlaksana dengan baik apabila guru
memberitahukan kepada siswa apa yang dipelajarinya dan mengapa hal itu penting. Munculkan rasa ingin tahu dengan memberi teka-teki kepada siswa, atau masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. 2) Pengembangan Guru tidak hanya memotivasi siswa dalam mempelajari konsep-konsep yang akan diberikan, akan tetapi guru dapat memberikan pengembangan pembelajaran dikelas. Langkah-langkah pengembangan pembelajaran di kelas antara lain: a. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. b. Tekankan bahwa yang diinginkan adalah agar siswa mempelajari dan memahami makna, bukan hapalan. c. Periksalah pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. d. Jelaskan mengapa jawabnya benar atau salah. e. Lanjutkan materi jika siswa telah memahami pokok permasalahan. 3) Praktek Terkendali Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: a. Suruh siwa untuk mengerjakan soal-soal atau jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan. b. Panggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal tersebut. Hal ini menyebabkan siswa akan mempersiapkan diri. c. Jangan memberikan tugas rumah yang lama penyelesaiannya, sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua soal jawaban, kemudian berilah umpan balik.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 161
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
c. Kegiatan Kelompok Lembar kegiatan dan lembar jawaban diberikan pada siswa untuk melatih keterampilan yang diajarkan dan untuk menguji kemampuan teman atau dirinya sendiri selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah mempelajari materi pelajaran yang telah dipresentasikan dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi pelajaran. Hal ini untuk mendorong siswa dalam satu kelompok agar saling bekerja sama. Hari pertama kegiatan kelompok, sebaiknya menjelaskan apa yang dimaksud berkerja sama dalam satu kelompok, yaitu: 1)
Siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman kelompoknya telah mempelajari materi.
2)
Tidak seorang pun siswa selesai belajar sebelum semua anggota kelompok menguasai materi pelajaran.
3)
Mintalah bantuan pada teman satu kelompok sebelum meminta bantuan guru.
4)
Dalam satu kelompok harus saling berbicara sopan. Selanjutnya: a. Suruh siswa berkelompok dengan teman sekelompoknya. b. Berikan lembar kegiatan dan lembar jawabannya. c. Sarankan siswa agar bekerja secara berpasangan atau dengan seluruh anggota kelompok, tergantung pada tujuan yang dipelajari. Setiap siswa harus mengerjakan sendiri soal-soal dan selanjutnya mencocokkan dengan jawabannya dengan teman kelompok. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada temannya yang belum mengerti. d. Tekankan bahwa lembar kegiatan untuk diisi dan dipelajari. e. Minta siswa menjelaskan jawaban kepada yang lainnya. f. Ingatkan siswa bahwa, jika mereka mempunyai pertanyaan sebaliknya menanyakan pada semua anggota kelompok terlebih dahulu sebelum menanyakan kepada guru.
162 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
g. Guru melakukan pengawasan kepada setiap kelompok selama siwa bekerja. Duduklah sebentar pada satu kelompok untuk mendengarkan bagaimana anggota kelompok berdiskusi. d. Pengadaan tes 1)
Kuis (Quiz) Setiap siswa menerima satu lembar kuis sesuai dengan waktu yang telah disediakan. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Bagikan
kuis
dan
berikan
siswa
waktu
yang
cukup
untuk
menyelesaikannya, jangan membiarkan siswa bekerja sama dalam mengerjakan kuis, pada kegiatan ini, siswa harus menunjukan apa yang telah dipelajari secara individu. b. Kuis dinilai dan skor yang diperoleh akan disambungkan sebagai skor kelompok. 2) Tes individu. Tahap ini betujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dicapai, diadakan tes secara individual mengenai materi yang telah dibahas. Pada penelitian ini, tes individual diadakan dua kali setelah selesai pembelajaran pada pokok bahasan tertentu agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja kelompok. e. Penghargaan Kelompok Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan perhitungan skor individu dan skor kelompok. 1) Menghitung skor individu dan kelompok Perhitungan skor tes siswa yang ditujukan untuk menentukan nilai perkembangan siswa yang akan disumbangkan sebagai skor kelompok. Nilai perkembangan siswa dihitung berdasarkan selisih perolehan skor dasar dengan skor tes terakhir. Dengan cara ini setiap anggota kelompok memiliki kesempatan
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 163
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya. Kriteria sumbangan skor siswa terhadap kelompok terlihat pada tabel 1 berikut: 18 Tabel 1. Nilai Perkembangan Individu No
Skor Tes
Nilai Perkembangan
1
Lebih dari 10 poin di bawah nilai awal
0
2
10 hingga satu poin di bawah skor
10
3
awal
20
4
Skor awal sampai 10 poin di atasnya
30
5
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
30
Nilai sempurna (Slavin, 1995) Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masingmasing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan diberikan sesui dengan perolehan skor ratarata, yang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super. 2) Memberikan penghargaan kelompok Berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang diperoleh, terdapat tiga tingkat kriteria penghargaan yang diberikan untuk kelompok. Menurut Slavin, kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah jika X adalah rata-rata nilai perkembangan kelompok, maka: a. Kelompok dengan 0 < X 10 dinyatakan sebagai kelompok baik. b. Kelompok dengan 10 < X 20 dinyatakan sebagai kelompok hebat c. Kelompok dengan 20 < X 30 dinyatakan sebagai kelompok super.
18
Slavin, Robert. E.. Educational Psychology ...
164 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
f. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kuasi eksperimen tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilakukan melalui Control Group Pre-test Post-test Design. Perbedaan antara kedua kelompok tersebut adalah perlakuan dalam proses pembelajaran, dimana kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran biasa. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas V MIN di kota Banda Aceh. Penentuan subjek penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu menggolongkan sekolah ke dalam tiga kategori, yaitu sekolah dengan level baik, cukup dan rendah. Sampel dipilih dengan menggunakan stratified random sampling, dimana dari setiap level sekolah dipilih secara acak satu sekolah, sehingga semuanya menjadi tiga sekolah. Instrumen pembelajaran dalam penelitian ini berupa RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), tes tulis (tes pemahaman matematis). Sedangkan instrumen pengumpulan data berupa tes kemampuan pemahaman matematis. Data yang diperoleh dari skor pemahaman matematis dikelompokkan berdasarkan faktor pembelajaran dan level sekolah. Analisis data dilakukan melalui uji anova dua jalur. g. Hasil Penelitian Peningkatan kemampuan pemahaman matematis matematis diperoleh dari hasil n-gain yang ditinjau berdasarkan pada faktor pembelajaran dan level sekolah siswa. Level sekolah dikelompokkan menjadi 3 kelompok sekolah yaitu baik, sedang dan kurang. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran konvensional berdasarkan level sekolah, ditunjukkan pada Tabel 2 berikut:
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 165
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
Tabel 2. Rerata dan Deviasi Baku Gain Normal Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Berdasarkan Level Sekolah Pembelajaran K. STAD
KNVSNL
Total
Level sekolah
Mean
Kategori
Std.
N-Gain
Deviation
N
Baik
0.440 sedang
0.20683
23
Sedang
0.289 rendah
0.17662
26
Kurang
0.359
sedang
0.16007
37
Total
0.359
sedang
0.18547
86
Baik
0.217
rendah
0.14179
23
Sedang
0.219
rendah
0.18921
26
Kurang
0.293
rendah
0.16186
37
Total
0.250
rendah
0.16798
86
Baik
0.329
sedang
0.20858
46
Sedang
0.254
rendah
0.1846
52
Kurang
0.326
sedang
0.16327
74
Total
0.305
sedang
0.18472
172
Untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis berdasarkan faktor pembelajaran dan level sekolah, maka dilakukan uji anova dua jalur. Sebelum dilakukan uji anova dua jalur, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas menggunakan 2 Independent Sampel dan uji homogenitas menggunakan uji Levene pada kedua pembelajaran. Hasil uji tersebut dapat terpenuhi untuk kedua kelompok. Pada Tabel 3 berikut disajikan hasil Uji Anova Dua Jalur untuk pemahaman matematis:
166 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
Tabel 3.Uji Anova Dua Jalur Pembelajaran dan Level Sekolah untuk Pemahaman Matematis Faktor
Gain tes pemahaman F
P
Ho
Pembelajaran
19,942
0,000
Tolak
Level sekolah
3,259
0,041
Tolak
Interaksi
3,458
0,034
Tolak
Untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antar kelompok siswa berdasarkan faktor pembelajaran/level sekolah, dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antar kelompok siswa berdasarkan faktor pembelajaran/level sekolah. H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antar kelompok siswa berdasarkan faktor pembelajaran/level sekolah. Kriteria pengujian adalah : (1) Jika sig. < 0,05 maka H0 ditolak; dan (2) Jika sig. ≥ 0,05 maka H0 diterima. Dari Tabel di atas diketahui bahwa nilai signifikan dari faktor pembelajaran dan level sekolah masing-masing adalah 0,000 dan 0,041, yang berarti kurang dari 0,05, sehingga hipotesis ditolak yaitu terdapat perbedaan peningkatan pemahaman matematis
yang
signifikan
antar
kelompok
siswa
berdasarkan
faktor
pembelajaran/level sekolah. Dengan demikian, untuk N-Gain tes pemahaman matematis, faktor pembelajaran/level sekolah memberikan pengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa. Hal ini
menunjukkan
bahwa
terdapat
perbedaan
peningkatan
kemampuan
pemahaman matematis yang signifikan antar kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran berbeda, yaitu siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan yang memperoleh pembelajaran konvensional. Selain itu, tampak pula pada hasil Anova Dua Jalur bahwa terjadi interaksi antara faktor pembelajaran dengan level sekolah. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 167
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
kemampuan
pemahaman
matematis
siswa
berdasarkan
interaksi
pembelajaran/level sekolah. Ini berarti bahwa selisih skor rata-rata kemampuan pemahaman matematis siswa dengan level sekolah (baik, sedang dan kurang) yang diajar melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD berbeda secara signifikan dengan
siswa yang diajar
melalui
pembelajaran
konvensional.
Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan yang terjadi hanya pada level tertentu saja. Untuk lebih jelasnya, interaksi antara pembelajaran dan level sekolah dijikan pada grafik berikut: Gambar 1. Interaksi antara faktor Pembelajaran dan Level Sekolah Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis.
Estimated Marginal Means of Pemahaman
Level sekolah
0.45
Baik Sedang
Estimated Marginal Means
Kurang 0.40
0.35
0.30
0.25
0.20 KNVSNL
STAD
Pembelajaran
Berdasarkan Gambar 1 di atas, terlihat dengan jelas bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan kemampuan pemahaman matematis antar kelompok siswa secara lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor kemampuan pemahaman matematis yang diperoleh melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor pendekatan pembelajaran, sehingga dapat memicu perolehan informasi/pengetahuan secara optimal dan aktivitas guru di dalam kelas kooperatif dan teknik intervensi yang digunakan dan faktor kesiapan guru dalam proses pembelajaran kooperatif tipe STAD sehingga guru-guru lebih siap dalam mengaplikasikan pembelajaran tersebut di muka kelas.
168 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
Pada gambar di atas juga terlihat bahwa siswa pada level sekolah baik peningkatan kemampuan pemahaman matematisnya lebih tinggi secara signifikan daripada kelompok siswa sedang dan kurang. Sedangkan kelompok siswa pada sekolah level kurang, peningkatan kemampuan pemahaman matematisnya lebih tinggi daripada kelompok siswa pada sekolah level sedang. Berdasarkan kategori N-Gain pada kelas STAD, rerata peningkatan pemahaman matematis siswa pada sekolah level baik dan kurang menunjukkan kategori sedang, sedangkan pada sekolah level sedang menunjukkan kategori rendah. Namun, jika dilihat dari rata-rata N-Gain pemahaman matematis, rata-rata level sekolah baik lebih tinggi dari pada sekolah level sedang dan level kurang, sementara rata-rata N-Gain sekolah level kurang lebih tinggi dari pada sekolah level sedang. Sedangkan pada kelas KNVSNL, rerata peningkatan pemahaman matematis di semua level sekolah menunjukkan kategori rendah. Namun, jika dilihat dari rata-rata N-Gain pemahaman matematis, rata-rata level sekolah kurang lebih tinggi dari pada sekolah level sekolah baik dan sedang, sementara rata-rata NGain sekolah level sedang lebih tinggi dari pada sekolah level baik. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya proporsi aktivitas siswa di kelas, teknik intervensi guru, dan kesiapan siswa. Dari uji anova dua jalur, interaksi pembelajaran dan level sekolah menunjukkan bahwa peningkatan yang terjadi hanya pada level tertentu saja. Hal ini berarti peningkatan pemahaman matematis pada sekolah level baik lebih tinggi dari pada peningkatan pemahaman sekolah level lainnya. Hal ini disebabkan karena kemampuan siswa dalam pemahaman matematis beragam untuk setiap level pada kelas STAD maupun kelas konvensional sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan pemahaman matematis siswa, pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih berpengaruh pada siswa level sekolah baik. Perbedaan peningkatan pemahaman matematis siswa di setiap level sekolah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor aktivitas siswa. Pada sekolah
level
baik,
aktivitas
siswa
dalam
tiap-tiap
pertemuan
semakin
menunjukkan peningkatan yang lebih baik dalam melakukan keterampilanketerampilan kooperatif, seperti keterampilan dalam bertanya kepada guru, membagi giliran dalam tugas kelompok, keterampilan dalam mendengarkan
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 169
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
penjelasan dari teman dan guru, keikutsertaan dalam tugas kelompok, mendorong partisipasi antar anggota kelompok dan presentasi hasil kerja kelompok. Sedangkan pada sekolah level sedang, aktivitas siswa juga tergolong cukup baik, namun ada sedikit kekurangan dalam aktivitas pembagian tugas dalam mengerjakan tugas-tugas kelompok. Pada aktivitas ini, siswa cenderung bekerja masing-masing dan kurang melakukan sharing antar anggota kelompok. Hanya beberapa saja yang mau bekerja sama, sehingga tidak seluruhnya paham mengenai konsep yang dipersoalkan. Hal ini tentu saja mempengaruhi tingkat pemahaman siswa dalam kelompok. Demikian juga pada sekolah level kurang, rekayasa pembelajaran memang sangat menguntungkan sekolah pada level ini, sehingga terjadi lompatan yang tajam dalam peningkatan pemahaman matematis siswa. Dilihat dari aktivitas siswa, pada level ini juga menunjukkan peningkatan yang cukup baik. Namun, juga terdapat kekurangan dalam proses pembagian tugas dalam kegiatan kelompok. Salah satu alasan yang dapat dikemukakan adalah karena kuantitas jumlah siswa yang begitu besar dalam satu kelas. Namun, pada pertemuan selanjutnya para siswa mulai teratur dan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing. Keterampilan-keterampilan dalam kooperatif sangat mendukung siswa dalam proses perolehan nilai pengetahuan dalam pembelajaran kooperatif, dimana siswa harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan-pengetahuan melalui interaksi antar siswa dalam kelompok. Dengan demikian keterampilan-keterampilan dalam pembelajaran kooperatif akan dapat meningkatkan pemahaman matematis siswa. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme dalam pengajaran yang menerapkan pembelajaran kooperatif, bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan temannya. Perbedaan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor aktivitas guru dalam pembelajaran. Kemungkinan perbedaan intevensi guru juga menyebabkan perkembangan hasil belajar siswa, yang disebut zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal development) berdasarkan teori Vygotsky19, yaitu tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada saat ini. 19
Slavin, 1994
170 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Nida Jarmita
Intervensi guru berupa scaffolding dan pengajuan petunjuk serta dorongan kepada siswa untuk bertanya dengan teman sekelompok, baru bertanya kepada guru terlihat lebih menonjol pada sekolah level tinggi dan kurang. Sedangkan pada sekolah level sedang, guru cenderung menggunakan intervensi langsung. Selain itu, sikap kesiapan siswa level baik terhadap hal-hal baru cukup baik, sehingga menimbulkan reaksi positif dalam melaksanakan aktivitas belajar, demikian juga dengan motivasi guru dalam pembelajaran yang dapat mempengaruhi belajar siswa. Seperti yang telah dikemukakan, bahwa perbedaan antar level sekolah berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pemahaman matematis siswa. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya proporsi aktivitas siswa di kelas, teknik intervensi guru, dan kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Bagaimanapun dari hasil penelitian di atas, pembelajaran kooperatif tipe STAD menunjukkan peran yang sangat berarti dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematis apabila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Asbullah yang menyebutkan bahwa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa dan penguasaan konsep pada pembelajaran sains. 20
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah (baik, sedang,dan kurang). Dimana peningkatan kemampuan pemahaman matematis antar level sekolah yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis antar level sekolah yang memperoleh pembelajaran biasa. Selain itu, peningkatan pemahaman matematis pada level sekolah baik yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pemahaman matematis pada level lainnya. 20
Asbullah, Efektifitas Penerapan ....
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 171
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG
DAFTAR PUSTAKA Asbullah, ” Efektifitas Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD dalam Pembelajaran Sains pada Peningkatan Aktifitas Belajar Siswa dan Penguasaan Konsep Pencemaran Lingkungan di SMP”, Tesis tidak diterbitkan, Bandung. PPS UPI: Tidak Dipublikasi, 2005. Bricker, L. J., Designs for Computer-Supported Cooperative Learning in Mathematics, Washington: Engineering University of Washington, 1994. BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar, Jakarta: BSNP, 2006. Depdiknas, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depdiknas, 2003. Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2002. Purwarna, R. Y., “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMU melalui Pembelajaran Kooperatif Teknik Thingk-Pair-Share Pada Konsep Aksi Interaksi”, Skripsi tidak diterbitkan, Bandung: FPMIPA UPI, 2003. Puskur, Kurikulum dan Hasil Belajar: Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidiyah, Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2002. Rusgianto, “Contextual Teaching Learning”, Makalah tidak diterbitkan dalam Seminar Pendidikan Matematika 3, Yogyakarta: FMIPA UNY, 2002. Slavin, Robert. E., Educational Psychology Theory and Practice, Fourth Edition, Boston, 1994. Suherman, H.,Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika, Jakarta: Proyek Penataran Guru SLTP Setara D3. Syaodih, N. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Tapilouw, M. Pengajaran Matematika di Sekolah Dasar dengan Pendekatan CBSA, 1991. Team Urge, Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: Program Pasca Sarjana, 1997. Towse. J & Saxton. M. “Mathematics Across National Boundaries: Cultural And Linguistic Perpectives On Numerical Competence”. In C Donlan (Ed), The devolopment of mathematical skill,Hove, Uk: Psychologi Press,1998. Zakaria, E. & Iksan, Z. “Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 3 (1), 2007.
172 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012