PENERAPAN PEMBELAJARAN CONJECTURAL INQUIRY UNTUK MEMAHAMKAN SISWA PADA MATERI BARISAN DAN DERET KELAS X MIA 2 SMA NEGERI 1 PAGUYAMAN Nanang Khoirudin1,2), Subanji1), Hery Susanto1) 1) Pascasarjana Universitas Negeri Malang 2) SMPN 4 Paguyaman Pantai Kabupaten Boalemo e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran conjectural inquiry yang dapat memahamkan siswa pada materi barisan dan deret. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 1 Paguyaman sebanyak 30 siswa. Langkah-langkah pembelajaran conjectural inquiry yang dapat memahamkan siswa pada materi barisan dan deret ialah (1) observasi, yaitu guru mengajukan masalah berupa soal cerita terkait barisan dan deret serta mengajak siswa untuk tanya jawab secara klasikal, (2) siswa membuat rumusan masalah terkait dengan barisan dan deret yang diberikan di LKS, (3) siswa mengumpulkan data dengan cara membuat pola sesuai dengan masalah yang ada di LKS, (4) guru mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada siswa untuk membuat konjektur atau dugaan rumus barisan dan deret, (5) siswa memeriksa kebenaran rumus barisan dan deret yang didapat dengan menggunakan data-data yang ada, dan (6) siswa membuat kesimpulan. Persentase skor pemahaman matematis siswa secara klasikal pada sikus I dan II berturut-turut ialah 73,33% dan 83,33% dari 30 siswa. Kata kunci: Pembelajaran Conjectural Inquiry, Pemahaman Matematis, Barisan dan deret
PENDAHULUAN Penting bagi guru untuk mengetahui fungsi-fungsi matematika. Dengan mengetahui fungsi dari matematika diharapkan seorang guru dan pengelola pendidikan matematika dapat memahami adanya hubungan antara matematika dengan ilmu lainnya. Sangat diharapkan agar para siswa diberikan penjelasan untuk melihat berbagai contoh penggunaan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam mata pelajaran lain, dalam kehidupan kerja atau dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tentunya harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, sehingga diharapkan dapat membantu proses pembelajaran matematika di sekolah. Karena pada hakekatnya proses belajar dan pembelajaran berfungsi untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Belajar dan pembelajaran juga diharapkan dapat merubah tingkah laku seseorang. Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Agar setiap siswa dapat belajar dengan optimal dari pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru, maka para guru sangat dituntut untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan setiap siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Terselenggaranya proses pembelajaran yang baik di dalam kelas dan sesuai dengan fungsi serta tujuan yang hendak dicapai akan menentukan tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Pemahaman siswa terhadap materi juga merupakan salah satu tujuan dari setiap 53
materi yang disampaikan oleh guru khusunya materi barisan dan deret, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Namun, pada kenyatannya proses pembelajaran yang terjadi selama ini belum sesuai dengan yang diharapkan yang menyebabkan pemahaman siswa terhadap materi rendah khususnya materi barisan dan deret. Hal tersebut nampak pada saat peneliti mengadakan observasi di SMA Negeri 1 Paguyaman pada tanggal 18 Agustus 2014, dimana banyak tingkah laku yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung, antara lain: (1) siswa mengantuk di kelas, (2) siswa merasa bosan, (3) siswa sibuk dengan aktivitas mereka sendiri, dan (4) siswa tidak mau bertanya. Tingkah laku tersebut terjadi dikarenakan penerapan pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak melibatkan siswa secara langsung. Subanji (2013:2) penerapan suatu pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap kemampuan siswa dalam mendidik diri mereka sendiri. Menurut Joice, dkk (dalam Subanji, 2013:2) guru yang sukses bukan sekedar penyaji yang karismatik dan persuasif. Tetapi guru yang sukses adalah mereka yang melibatkan para siswa pada tugas-tugas yang sarat muatan kognitif dan sosial, serta mengajari siswa bagaimana mengerjakan tugas-tugas tersebut secara produktif. Penerapan pembelajaran merupakan komponen utama dalam menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Penerapan pembelajaran juga mempunyai peranan penting dalam menciptakan keberhasilan proses belajar mengajar. Oleh karena itu, guru harus pandai dalam memilih pembelajaran yang akan digunakan. Salah satu pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami materi yang dipelajari adalah dengan pembelajaran inkuiri (Hutajulu 2010, Husnan 2011, Ariyani 2013, Medriati 2014). Inkuiri merupakan sebuah pembelajaran dimana siswa menemukan dan menggunakan berbagai sumber informasi dan ide-ide untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai masalah, topik atau isu (Kuhlthau, dkk. 2007: 2). Wenning (2005) menyebutkan beberapa tingkatan pembelajaran inkuiri dimulai dari yang paling rendah, yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry laboratory, dan hypothetical inquiry. Semua tingkatan itu disebut sebagai spektrum inkuiri (inquiry spectrum). Kelima tingkatan inkuiri tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1 Urutan Pelaksanaan Pembelajaran Level of Inquiry Discovery Interactive Inquiry Lesson Inquiry Lab Learning Demonstration Rendah ← Kecerdasan Intelektual → Guru ← Pihak Pengontrol →
Hypothetical Inquiry Tinggi Siswa
Dari tabel di atas terlihat bahwa hypothetical inquiry berada pada level yang paling tinggi. Pembelajaran hypothetical inquiry memerlukan kecerdesan intelektual yang tinggi dan siswa yang menjadi pihak pengontrol selama pembelajaran. Walaupun demikian, masih dapat dimungkinkan untuk diterapkan pada kelas dengan kecerdasan intelektual rendah. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah pembelajaran conjektural inquiry yang diadaptasi dari langkah-langkah pembelajaran hypothetical inquiry dari Khan (2009), namun dalam langkah-langkah ini peneliti sedikit memodifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) observasi, (2) merumuskan masalah, (3) mengumpulkan data, (4) membuat konjektur, (5) menguji konjektur (6) membuat kesimpulan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pembelajaran conjectural inquiry untuk memahamkan siswa pada materi barisan dan deret kelas X MIA 2 SMA Negeri 1 Paguyaman. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki praktik pembelajaran di kelas (Arikunto, 2007:2). Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari empat tahapan yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, 54
dan (4) refleksi. Karena penelitian ini untuk memperbaiki praktik pembelajaran di kelas, maka selama pembelajaran tindakan guru akan diamati oleh observer. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Paguyaman dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X MIA 2 sebanyak 30 siswa. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini antara lain, (1) data validasi perangkat dan instrumen penelitian, (2) data keterlaksanaan pembelajaran, (3) data pemahaman matematis siswa, dan (4) data wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengobservasi tindakan guru dan respon siswa selama pembelajaran yang dilakukan oleh 2 orang observer dengan mengisi lembar observasi tindakan guru dan siswa. Di setiap akhir siklus dilakukan tes berupa soal uraian untuk mengukur pemahaman matematis siswa. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan siswa untuk menggali data berupa respon siswa terhadap pembelajaran conjectural inquiry. Perangkat pembelajaran dan instrumen yang digunakan selama penelitian terlebih dahulu divalidasi oleh 2 orang validator yang terdiri dari 1 orang dosen Universitas Negeri Malang dan 1 orang guru SMA Negeri 1 Paguyaman. Perangkat pembelajaran dan instrumen yang digunakan meliputi (1) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), (2) lembar kerja siswa (LKS), (3) lembar tes akhir, (4) lembar observasi tindakan guru dan siswa, (5) lembar pedoman wawancara, dan (6) catatan lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan menggunakan pembelajaran conjectural inquiry. Materi yang disampaikan adalah barisan dan deret yang meliputi, pola barisan dan deret, barisan aritmatika dan geometri, serta deret aritmatika dan geometri. Siklus I Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan yang terdiri dari 3 kali pembelajaran dan 1 kali untuk pemberian tes. Pertemuan 1 Pada pertemuan pertama materi yang disampaikan adalah materi pola barisan dan deret. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai adalah siswa dapat menentukan rumus suku ke-𝑛 dari pola barisan dan deret. Pada kegiatan pendahuluan, guru mengajukan masalah berupa susunan model telur untuk diobservasi. Melalui tanya jawab guru meminta siswa untuk menentukan banyak model telur pada susunan berikutnya.
Gambar 1 susunan model telur
Ketika guru menunjukan susunan model telur kepada siswa, semua siswa memperhatikan penjelasan guru dan memperhatikan pertanyaan yang disampaikan oleh guru. Berikut adalah pertanyaan yang disampaikan guru: Berapa banyak model telur pada tiap-tiap susunan? Apabila ditambah dua susunan lagi, berapakah banyak model telur yang dibutuhkan? Jika susunan tersebut banyak, berapakah banyakmodel telur yang dibutuhkan? Pertanyan pertama dan kedua dapat dijawab oleh siswa, namun pada pertanyaan ketiga semua siswa tidak dapat menjawab. Pertanyaan ketiga tersebut merupakan bantuan guru kepada siswa untuk menemukan rumus umum atau rumus suku ke-𝑛 dari pola barisan. Akan tetapi siswa masih merasa kesulitan sehingga belum bisa menjawab pertanyaan tersebut. Pada kegiatan inti, guru membagi kelompok menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 orang. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada semua kelompok. 55
Pada tahap merumuskan masalah, guru mengarahkan siswa untuk membuat kalimat tanya terkait dengan masalah yang diberikan di LKS. Kemudian guru memberikan bimbingan kepada kelompok siswa yang mengalami kesulitan. Tahap berikutnya adalah mengumpulkan data, pada tahap ini siswa mengumpulkan data dengan cara menuliskan banyak model telur setiap susunan sehingga akan terbentuk sebuah pola barisan. Dengan terbentuknya pola barisan tersebut akan memudahkan siswa untuk menentukan konjektur (dugaan) atau rumus suku ke-𝑛 dari pola barisan. Tahap membuat konjektur, siswa membuat rumus suku ke-𝑛 dari pola barisan yang terbentuk. Namun, pada tahap ini siswa mengalami kesulitan sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Kesulitan yang dialami siswa menimbulkan rasa ingin tahu guru tentang kesulitan yang mereka alami. Guru (G) melakukan pendekatan ke kelompok I dan menanyakan kesulitan yang mereka alami. G : Apa yang membuat kalian kesulitan dalam membuat konjektur atau dugaan? GP : Bingung pak. G : pada langkah ketiga apa yang kalian kerjakan? GP : Mengumpulkan data pak. G : Data-data yang kalian kumpulkan membentuk sebuah pola tidak? GP : Iya pak. G : Nah, misalkan 𝑛 merupakan susunan model telur yang ke…., untuk menghasilkan pola yang sudah kalian tulis 𝑛 tersebut diapakan? GP : Boleh dikalikan atau dipangkatkan berapa saja pak? G : Iya boleh, yang penting nanti kalian temuakan rumusnya. Gp :Iya pak. Pertanyaan-pertanyaan dari guru untuk siswa merupakan bantuan siswa untuk menentukan rumus dari pola barisan. Dari hasil diskusi, kelompok I menemukan rumus pola barisan yaitu 𝑛 . Setelah siswa membuat konjektur, guru lalu mengarahkan siswa untuk membuktikan konjektur atau dugaan dengan cara mencocokan dengan data yang ada. Guru menjelaskan kepada siswa, apabila hasil pembuktian masih salah maka siswa harus membuat konjektur kembali sampai hasil pengujiannya benar. Pada tahap membuat kesimpulan, siswa menuliskan rumus yang telah diuji kebenarannya sebagai kesimpulan. Selanjutnya salah satu kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas. Pada kegiatan penutup, guru memberikan penguatan terkait materi yang dipelajari. Pemberian latihan pada pertemuan pertama tidak bisa dilaksanakan dikarenakan waktu pembelajaran sudah habis. Pertemuan 2 Pada pertemuan kedua, materi yang disampaikan adalah barisan aritmatika. Tujuan dalam pembelajarannya adalah menemukan konsep barisan aritmatika. Pada kegiatan pendahuluan, guru mengajukan masalah kepada siswa yang merupakan tahap observasi. Guru memperlihatkan model buku seperti pada Gambar 2.
Matematika Matematika XI XII Matematika X Matematika X
Gambar 2 model susunan buku
56
Guru memberikan pertanyan kepada siswa: G S G HM G HM G S
: Sekarang perhatikan model buku yang bapak pegang (guru memperlihatkan susunan model buku kepada siswa). : (memperhatikan) : Berapakah tinggi susunan buku tersebut? Coba kalian ukur menggunakan penggaris. : (maju kedepan kelas dan mengukur tinggi susunan buku) 3 cm pak. : Jika bapak tambah 2 buku lagi berapa tingginya? : 4 cm pak. : kalau bapak tambah 5 lagi, berapa tingginya? Tetapi mengukurnya tidak boleh menggunakan penggaris? : (diam)
Dari dialog tersebut, pertanyaan guru yang terakhir sulit untuk dijawab oleh siswa. Oleh karena itu, siswa harus menentukan rumus umum untuk mengetahui tinggi susunan buku tersebut. Pada kegiatan inti, guru meminta siswa untuk membentuk kelompok sesuai dengan kelompok yang sudah ditentukan. Guru membagi LKS kepada semua kelompok. Pada tahap merumuskan masalah, siswa diminta untuk membuat kalimat tanya terkait dengan masalah yang ada di LKS. Pada tahap mengumpulkan data, guru mengarahkan siswa untuk menuliskan pola yang terbentuk dari susunan buku. Pola yang dibuat siswa akan lebih memudahkan siswa untuk membuat konjektur. Pada tahap membuat konjektur, guru mengarahkan dan memberikan bimbingan untuk membuat rumus tinggi susunan buku. Rumus yang dibuat oleh kelompok I adalah 𝑛. Selanjutnya guru mengarahkan siswa untuk membuktikan rumus yang telah mereka buat. Pembuktian konjektur harus disesuaikan dengan data-data yang ada. Jika terdapat kesalah dalam membuktikan konjektur maka siswa harus membuat konjektur dan diuji kembali. Apabila siswa sudah yakin dengan rumus yang dibuat maka siswa dapat membuat kesimpulan sebagai tahap terakhir pada pembelajaran conjectural inquiry. Kegitan berikutnya adalah siswa mengkomunikasikan hasil pekerjaan mereka. Pada kegiatan penutup, guru memberikan penguatan dan memberikan latihan untuk melihat pemahaman siswa terhadap materi barisan aritmatika. Pertemua 3 Pada pertemuan ketiga, materi yang disampaikan adalah deret aritmatika. Tujuan pembelajarannya adalah untuk menentukan konsep daret aritmatika. Pada kegiatan pendahuluan, yaitu tahap observasi, guru mengajukan soal cerita sebagai berikut. Jika sebuah batu bata memiliki panjang 25 cm dan tinggi 10 cm, berapakah batu bata yang dapat disusun pada sebuah bidang yang berukuran 1 m2? Jika luas bidangya 10 m2, berapa banyak batu bata yang diperlukan? Bagimana menentukan banyak batu bata untuk luas daerah tertentu? Pada pertanyaan pertama dan kedua, siswa dapat menentukan banyak batu bata yang diperlukan. Namun, untuk pertanyaan ketiga siswa tidak dapat menentukan banyak batu bata. Pada kegiatan inti, guru mengelompokkan siswa menjadi 6 kelompok. Selanjutnya guru membagi LKS untuk semua kelompok. Pada tahap merumuskan masalah siswa membuat kalimat tanya terkait masalah yang ada di LKS. Selanjutnya siswa mengumpulkan data terkait banyak batu bata yaitu untuk luas daerah m2 maka banyak batu bata adalah 40, untuk 2 m2 maka banyak batu bata adalah 80, dan seterusnya sehingga pola yang terbentuk adalah . Pola deret tersebut memudahkan siswa untuk membuat rumus. Dengan demikian rumus yang dibuat siswa adalah ( 𝑛).
57
Pada tahap menguji konjektur, siswa mencocokkan dengan data-data yang diperoleh. Jika hasil pengujian tidak sesuai dengan data maka siswa diminta untuk membuat konjektur kembali. Setelah siswa sepakat dengan rumus yang ditetapkan, kemudian siswa menyimpulkan hasil pekerjaan mereka. Pada kegiatan penutup, guru memberikan penguatan terkait materi yang dipelajari serta memberikan latihan soal untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Pertemuan 4 Pertemuan keempat digunakan untuk pemberian tes pemahaman matematis. Pada pelaksanaan tes pemahaman matematis soal yang diberikan berbentuk uraian yang terdiri dari 3 butir soal. Selanjutnya hasil pekerjaan siswa diskor berdasarkan rubrik penyekoran pemahaman matematis. Refleksi Siklus I Hasil refleksi siklus I bahwa keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran conjectural inquiry selama 3 kali pertemuan berada pada kategori baik. Namun, dalam kegiatan diskusi tidak semua siswa terlibat dalam mengerjakan LKS. Siswa juga masih mengalami kesulitan dalam membuat konjektur. Kesulitan yang dialami siswa dikarenakan mereka belum terbiasa dengan pembelajaran yang diterapkan. Persentase skor pemahaman matematis siswa secara klasikal ialah 73,33% atau sebanyak 22 siswa mendapatkan nilai minimal 75. Dengan demikian indikator keberhasilan penelitian belum tercapai, yaitu 75% siswa memperoleh nilai miniman 75. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan siklus II untuk meningkatkan pemahaman matematis siswa melalui pembelajaran conjectural inquiry. Masalah dan penyebab pada tindakan siklus I serta rencana perbaikannya disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Masalah dan penyebab pada tindakan siklus I serta rencana perbaikannya. Masalah Penyebabnya Perbaikan 1.
Terdapat beberapa 1. siswa yang hanya bermain dan tidak berkonstribusi ketika dalam mengerjakan LKS.
2.
Siswa kesulitan dalam 2. membuat konjektur atau dugaan.
Jumlah anggota setiap 1. Mengurangi jumlah anggota kelompok terlalu banyak kelompok yaitu menjadi 5 yaitu terdapat 6 orang orang setiap kelompoknya setiap kelompok dan dan setiap kelompok setiap kelompok hanya diberikan dua eksamplar diberikan satu LKS eksamplar LKS. Siswa belum memahami 2. Guru memberikan bimbingan secara baik masalah secara khusus terhadap yang diberikan. kelompok siswa yang mengalami kesulitan dalam membuat konjektur atau dugaan.
Siklus II Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan, yang terdiri dari 2 kali pembelajaran dan 1 kali pemberian tes akhir siklus II. Pertemuan 5 Materi yang disampaikan pada pertemuan kelima adalah barisan geometri. Pada kegiatan pendahuluan, yaitu tahap observasi guru mengajukan masalah berupa soal cerita serta memberikan pertanyaan kepada siswa. Jika pada tahun pertama bapak memiliki 3 boneka, tahun kedua 6 boneka, tahun ketiga 12 boneka, berapakah banyak boneka bapak pada tahun keempat? Bagaimanakah menentukan banyak boneka pada tahun-tahun tertentu? 58
Pertanyaan pertama dapat dijawab oleh siswa yaitu boneka. Namun, pertanyaan kedua siswa kesulitan untuk menjawabnya. Pertanyaan kedua merupakan pertanyan untuk menentukan rumus umum dari masalah yang diberikan. Pada kegiatan inti, guru mengelompokkan siswa menjadi 6 kelompok. Banyak anggota setiap kelompok pada siklus II ini dikurangi, dengan maksud agar semua siswa terlibat dalam kegiatan diskusi. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada semua kelompok. Pada tahap merumuskan masalah, siswa membuat kalimat tanya terkait dengan masalah yang ada di LKS. Selanjutnya guru mengarahkan siswa untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan. Data yang terkumpul merupakan dasar siswa untu membuat konjektur. Pada tahap membuat konjektur, siswa menentukan rumus untuk menentukan banyak boneka pada tahun-tahun tertentu. Rumus yang dibuat oleh siswa adalah . Pada tahap menguji konjektur, guru mengarahkan dan mengkonfirmasi kepada siswa bahwa dalam menguji konjektur atau rumus harus disesuaikan dengan data-data yang ada. Jika terdapat kesalahan maka siswa harus membuat konjektur dan menguji kembali hingga benar. Rumus yang telah diuji kebenarannya kemudian disepakati oleh teman sekelompok untuk dijadikan kesimpulan. Dalam membuat kesimpulan siswa menuliskan kembali rumus yang sudah diuji kebenarannya. Selanjutnya siswa mengkomunikasikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas. Pada kegiatan penutup, guru memberikan refleksi terkait materi yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa diberikan latihan soal untuk mengetahui pemahaman materi yang dipelajari. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam. Pertemuan 6 Materi yang disampaikan pada pertemuan keenam adalah deret geometri. Tujuan dalam pembelajaran adalah menemukan konsep deret geometri. Pada kegiatan pendahuluan, yaitu tahap observasi, guru mengajukan masalah dengan menanyakan beberapa pertanyaan kepada siswa. Jika pada bulan pertama Ajheng mempunyai jilbab sebanyak 1 buah jilbab dan jumlah keseluruhan jilbab Ajheng pada bulan kedua adalah 4 buah jilbab, berepakah jumlah keseluruhan jumlah jilbab Ajheng pada bulan ketiga? Berapakah jumlah keseluruhan jilbab Ajheng pada bulan-bulan berikutnya? Pertanyaan kedua mengarahkan siswa kepada rumus umum yang akan dicari. Akan tetapi siswa belum bisa untuk menjawab pertanyan kedua. Pada kegitan inti, guru membentuk siswa dalam 6 kelompok. Kemudian guru membagikan LKS untuk dikerjakan secara berkelompok. Pada tahap merumuskan masalah, guru mengarahkan siswa untuk membuat kalimat tanya sebagai rumusan masalah. Selanjutnya guru meminta siswa untuk mengumpulkan data dengan cara menuliskan pola yang terbentuk. Pola yang terbentuk adalah . Tahap membuat konjektur, guru memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan. Konjektur atau rumus yang dibuat oleh siswa adalah ( ). Selanjutnya siswa menguji konjektur yang telah dibuat berdasarkan data-data yang ada. Rumus yang telah diuji kebenarannya kemudian dijadikan sebagai kesimpulan. Kelompok siswa yang dipilih oleh guru kemudian mengkomunikasin hasil pekerjaan di depan kelas. Pada kegiatan penutu, guru memberikan refleksi terkait materi yang dipelajari serta memberikan latihan soal kepada siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman matematis siswa. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam. Pertemuan 7 Pertemuan ketujuh digunakan untuk pelaksanaan tes pemahaman matematis siswa. pad pelaksanaan tes pemahaman matematis, soal yang diberikan berbentuk uraian sebanyak 3 butir soal. Hasil pekerjaan siswa diskor dengan rubrik penyekoran pemahaman matematis siswa.
59
Refleksi Siklus II Hasil refleksi siklus II, bahwa keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran conjectural inquiry berada pada kategori baik. Guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap pembelajaran conjectural inquiry. Persentase pemahaman matematis siswa pada siklus II adalah 83,33% atau 25 siswa mendapatkan nilai minimal 75. Dengan demikian indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan oleh peneliti sudah tercapai. Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus II dengan menggunakan pembelajaran conjectural inquiry sudah berhasil dan tidak perlu untuk dilanjutkan pada siklus berikutnya. Pembelajaran conjectural inquiry dapat memahamkan siswa pada materi (Hutajulu 2010, Husnan 2011, Ariyani 2013, Medriati 2014). Hal tersebut nampak peningkatan pemahaman matematis siswa dari siklus I ke siklus II. Persentase pemahaman matematis siswa pada siklus I adalah 73,33% atau 22 orang mendapatkan nilai 75 dan siklus II 83,33% atau 25 siswa mendapatkan nilai minimal 75. Pada tahap observasi guru mengajukan masalah terkait dmateri barisan dan deret dengan cara memberikan soal cerita. Menurut Tello (2009) soal cerita perlu dipelajari siswa karena dapat melatih keterampilan matematis dalam memahami konsep dan penerapannya. Reed (1999) juga menyatakan bahwa soal cerita dapat melatih siswa untuk belajar konseptual, inovatif dan mandiri bukan sekedar menghitung. Guru juga memberikan motivasi kepada siswa untuk dapat menemukan rumus terkait barisan dan deret. Selama dilaksanakan pembelajaran siklus I dan siklus II, peneliti membentuk siswa dalam beberapa kelompok. Namun dalam pembentukan kelompok pada siklus II, jumlah anggota setiap kelompoknya dikurangi. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap siswa memiliki rasa tanggungjawab dalam kelompoknya. Menurut Suprijono (2009) bahwa salah satu cara untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab perseorangan adalah kelompok belajar jangan terlalu besar. Tanggungjawab perseorangan juga merupakan kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama dan dapat menyelesaikan tugas yang sama. Peneliti juga membentuk kelompok dengan kemampuan yang beragam (tinggi, sedang, dan rendah). Menurut Webb (dalam Huda, 2011) bahwa komposisi kelompok yang terbentuk juga berdasarkan kemampuan siswa (ability grouping) sangat berpengaruh terhadap kualitas interaksi di antara mereka. Webb (dalam Huda, 2011) juga menambahkan bahwa kelompok yang didalamnya terdiri dari para anggota dengan kemampuan beragam (rendah, sedang dan tinggi) lebih intens memberikan bantuan satu sama lain daripada kelompok yang di dalamnya terdapat para anggota yang berkemampuan relative (rendah semua, sedang semua, atau tinggi semua). Pada tahap merumuskan masalah siswa membuat kalimat tanya terkait dengan masalah yang diberikan. Tujuan siswa dalam membuat rumusan masalah adalah agar siswa memahami secara benar materi yang sedang mereka pelajari. Untuk itu guru harus memberikan masalah yang menarik agar siswa juga tertarik untuk menemukan penjelasan dari masalah yang diberikan. Menurut Naylor dan Diem (dalam Ngalimun, 2015) menyatakan semakin menarik situasi masalah yang diberikan, semakin merangsang siswa untuk menemukan penjelasannya. Pada tahap mengumpulkan data, guru mengarahkan siswa untuk mengumpulkan datadata yang diperlukan dan menuliskannya dalam bentuk pola barisan maupun deret. Siswa juga harus menggali informasi-informasi dari berbagai sumber untuk mengumpulkan data. Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ngalimun (2015) bahwa dalam mengumpulkan data, siswa perlu mempertimbangkan penggunaan bermacam-macam buku dan berbagai materi lainnya yang mereka temukan dalam majalah, artikel koran, perpustakaan sekolah dan umum dan berbagai sumber lainnya. Pada tahap membuat konjektur atau dugaan, guru memberikan bimbingan dan arahan kepada kelompok yang sangat membutuhkan bimbingan atau arahan tersebut. Karena tahap ini merupakan tahap yang paling sulit, maka siswa diharapkan dapat mengkonstruk pengetahuan yang dimiliki. Menurut Collins (dalam Jaworski, 2003: 10) pengetahuan yang dikonstruksi dapat dijadikan untuk memecahkan masalah dan digunakan untuk membuat dugaan-dugaan. Dugaan yang dimaksud adalah siswa bisa membuat rumus dari masalah yang diberikan. 60
Pada tahap menguji konjektur atau dugaan, guru mengarahkan siswa untuk menguji konjektur atau dugaan yang dicocokkan dengan data-data yang ada. Menurut Shelly (2013) menyatakan bahwa dalam menguji dugaan siswa harus mengembangkan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data-data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila hasil pengujian konjektur atau dugaan salah, maka siswa harus membuat konjektur atau dugaan dan menguji kembali. Pada tahap membuat kesimpulan, guru mengkonfirmasikan kepada siswa bahwa hasil kesimpulan merupakan konjektur yang telah diuji kebenarannya dan diyakini bahwa konjektur tersebut sudah benar. Selanjutnya siswa mempresentasikan hasil pekerjaan di depan kelas. Kegiatan terakhir adalah refleksi, guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran terkait materi yang dipelajari. KESIMPULAN DAN SARAN Pembelajaran conjectural inquiry dapat memahamkan siswa pada materi meliputi : (1) observasi, yaitu guru mengajukan masalah berupa soal cerita terkait barisan dan deret serta mengajak siswa untuk tanya jawab secara klasikal, (2) siswa membuat rumusan masalah berupa kalimat tanya terkait dengan barisan dan deret yang diberikan di LKS, (3) siswa mengumpulkan data dengan cara membuat pola sesuai dengan masalah yang ada di LKS, (4) guru mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada siswa untuk membuat konjektur atau dugaan rumus barisan dan deret, (5) siswa memeriksa kebenaran rumus barisan dan deret yang didapat dengan menggunakan data-data yang ada, dan (6) siswa membuat kesimpulan. Persentase skor pemahaman matematis siswa secara klasikal pada sikus I dan II berturut-turut ialah 73,33% dan 83,33% dari 30 siswa. Pembelajaran conjectural inquiry dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran karena dapat memahamkan siswa pada materi. Namun, dalam tahap pembelajaran conjectural inquiry terdapat satu tahap yang sulit yaitu membuat konjektur atau dugaan untuk itu masalah yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman matematis siswa agar waktu yang diperlukan juga lebih efisien. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2007. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara. Ariyani. 2013. Peningkatan Pemahaman Siswa Pada Materi Garis Singgung Barisan dan deret Melalui Model Kooperatif TPS Dengan Pendekatan Inquiry Siswa Kelas VIII SMPN 3 Tuluagung. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: PPs UM. Huda, M. 2011. Cooperative Learning. Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Husnan. M. 2011. Penerapan Strategi Inqury untuk Membangun Pemahaman Luas Permukaan dan Luas Kubus Kelas V SDN Percobaan 1 Malang. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: PPs UM. Hutajulu, M. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik SMA Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Bandung). Tesis Tidak Diterbitkan: UPI (online) tersedia (http://respositori.upi.edu/operator/upload/t_mtk_0808258) diakses pada tanggal 22 Desember 2014.
61
Jaworski, B. 2003. Investigating Mathematic Teaching: A Constructivist Enquiry. London: The Falmer Press. Khan, M.A. 2009. Teaching of Heat and Temperature by Hypothetical Inquiry Approach: A Sample of Inquiry Teaching. Journal Physics Teacher Education Online, 5(2): 43-64. Kuhlthau, C.C., Maniotes, L.K., & Caspari, A.K. 2007. Guided Inquiry Learning In The 21st Century. London: Libraries Unlimitied. Medriati. (2014). Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terhadap Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMAN 7 Kota Bengkulu. Tesis Tidak Diterbitkan. Unib. Ngalimun. 2015. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Reed, S, K. 1999. Word Problem Research and Curriculum Reform. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associate, Inc., Publisher. (Online), (http://dl.lux.bookfi.org/genesis/511000/a8aa46d75f17698810ff04fb761c712d/_as/%5 BStephen_K._Reed%5D_Word_Problems_Research_and_Curr(BookFi.org).pdf), diakses 10 Juni 2015. Shelly. 2013. Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Penalaran Matematika Siswa Kelas VII-4 SMP Negeri 4 Balikpapan. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: PPs UM. Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: UM Press. Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning. Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Tello, E, A. 2010. Making Mathematics Word Problems Reliable Measures of Student Mathematics Abilities. Jurnal of Mathematics Education, (Online), 3 (1):15-26, (http://educationforatoz.com/images/_2_Enid_Acosta__Article_on_Math_Word_problems_4.18.10_New.pdf), diakses 10 Juni 2015. Wenning, C.J. 2005. Levels of Inquiry: Hierarchies of Pedagogical Practices and Inquiry Processes. Journal Physics Teacher Education Online, 2(3): 3-12.
62