e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENERAPAN MODEL TALKING STICK BERBANTUAN KARTU SOAL UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA A A Gede Agung Wisnu1, Made Sulastri2, I Made Citra Wibawa3 1,3Jurusan
PGSD, 2Jurusan BK Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia email:
[email protected] 1,
[email protected] 2,
[email protected]. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPA SDN 2 Banjar Bali dengan penerapan model pembelajaran talking stick berbantuan media kartu soal. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan subjek penelitian, yaitu siswa kelas IV SDN 2 Banjar Bali tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 21 orang siswa. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, yang terdiri dari 4 kali pertemuan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode observasi dengan instrumen lembar observasi untuk data keaktifan belajar dan metode tes dengan instrument tes hasil belajar untuk data hasil belajar. Analisis data yang digunakan, yaitu analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian, pada siklus I, tingkat persentase rata-rata keaktifan belajar siswa adalah 73,1% dengan kategori “cukup aktif” dan tingkat persentase ratarata hasil belajar siswa adalah 71,67% dengan kategori “sedang”, serta ketuntasan klasikal hasil belajar siswa mencapai 61,9%, Berdasarkan hasil ini, menunjukkan bahwa indikator keberhasilan yang ditetapkan belum terpenuhi. Pada siklus II, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa adalah 83,57% dengan kategori “aktif” dan persentase rata-rata hasil belajar siswa adalah 85% dengan kategori “tinggi”, serta ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus II ini mencapai 85,71%. Hal ini berarti, indikator keberhasilan yang ditetapkan sudah terpenuhi pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran talking stick berbantuan kartu soaldapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 2 Banjar Bali. Kata kunci: model pembelajaran talking stick, media kartu soal, keaktifan, hasil belajar.
Abstract This research aimed to determine the increase learning activeness and learning outcomes of fourth grade students in science subjects at SDN 2 Banjar Bali with the implementing of Talking Stick Learning Model aided question card media. This research is classroom action research (CAR) with research subjects, namely the fourth grade students of SDN 2 Banjar Bali academic year 2015/2016, which has 21 students. This research was conducted in two cycles, consisting of 4 meetings. Data collecting in this research was conducted using the observation method with the observation sheet instruments for learning activeness data and testing methods with test instrument of learning outcomes for learning outcomes data. Analysis of the data used, namely quantitative descriptive analysis. Based on research results, in the first cycle, the average percentage of students learning activeness was 73.1% with the category of "active enough" and the average percentage of student learning outcomes was 71.67% with the category of "moderate", and classical completeness achieving student learning outcomes was 61.9%, Based on these results, showing that indicators of success set have not been met. In the second cycle, the level of the average percentage of students' learning activeness is 83.57% with the category of "active" and the level of the average percentage of student learning outcomes is 85% to the category of "high", and
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
classical completeness student learning outcomes in this second cycle reached 85.71%. Its means that the indicators of success set are met in the second cycle. Based on the results, it can be concluded that implementing of talking stick learning model aided question card can improve activeness and learning outcomes of fourth grade student SDN 2 Banjar Bali. Keywords: talking stick learning model, question card media, activeness, outcomes learning.
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan modal suatu bangsa untuk dapat berkembang secara optimal. Dalam era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang sangat kuat dalam bidang teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia (SDM), maka diperlukan pengelolaan pendidikan yang mampu mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing tinggi dalam kehidupan global. Maksudnya adalah perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan yang terjadi secara terus-menerus ini, menuntut perlunya peningkatan kualitas pendidikan nasional, seperti peningkatan sumber daya manusia (SDM), termasuk penyempurnaan tujuan, proses pendidikan, kualitas output, dan lain sebagainya. Ini semua guna mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan jaman. Menyadari pentingnya pendidikan tersebut, pemerintah telah banyak melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan pada mata pelajaran IPA, diantaranya (1) Melakukan perubahan dan perbaikan kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 (KBK), kemudian mengalami perbaikan lagi pada tahun 2006 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (2) Peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi, (3) Pengadaan serta perbaikan sarana dan prasarana sekolah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Seyogyanya apa yang dilakukan oleh pemerintah dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,
Pada kenyataannya, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan dimana proses pembelajaran yang berlangsung sekarang ini masih jauh dengan apa yang diharapkan. Hal ini nampak dari hasil belajar siswa yang masih memprihatinkan. Permasalahan tersebut hampir terjadi di semua mata pelajaran, dan di semua jenjang pendidikan. Salah satunya adalah pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah pada siswa. Pendidikan IPA berkaitan dengan cara yang digunakan untuk mengetahui alam semesta secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan (Trianto, 2007:99). Pada hakikatnya, IPA mengandung tiga dimensi utama, yaitu dimensi produk, proses, dan sikap ilmiah (Susanto, 2013:167). Dimensi produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori IPA. Dimensi proses sangat penting dalam menunjang proses perkembangan siswa, anak tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi juga memperoleh kemampuan untuk menggali sendiri pengetahuan itu dari alam bebas. Melalui dimensi proses IPA akan dapat mengembangkan sikap ilmiah. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran IPA bukan hanya menyediakan peluang kepada siswa untuk belajar fakta dan teori saja, tetapi diharapkan agar lebih mengembangkan
2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
kebiasaan dan sikap ilmiah siswa. Namun, pada kenyataannya berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh beberapa siswa kelas IV di SD N 2 Banjar Bali pada tanggal 6 Januari 2016 diperoleh bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA di kelas dianggap membosankan bagi siswa. Hal ini didukung oleh hasil temuan di lapangan selama observasi awal, menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran, guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan yang monoton tanpa menerapkan pembelajaran yang inovatif dengan menggunakan metode pembelajaran yang mampu menumbuhkan semangat belajar siswa. Hal tersebut menyebabkan siswa menjadi bosan dalam mengikuti pembelajaran, dengan kata lain tingkat antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran masih rendah. Walaupun demikian, guru masih tetap saja menerapkan metode ceramah dan penugasan dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dikarenakan guru kurang memahami pembelajaran yang inovatif, sehingga proses pembelajaran tidak menyenangkan dan tidak berlanggsung sesuai harapan. Selain itu, guru tidak perlu lagi mempersiapkan media serta alat dan bahan praktek yang diperlukan dalam pembelajaran, guru cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar. Dengan tindakan seperti ini, maka banyak keterbatasan yang dimiliki oleh guru diantaranya adalah banyak guru yang tidak bisa menggunakan media dan suasana pembelajaran yang diciptakan terkesan membosankan. Selain itu, dalam pelaksanaan pembelajaran, guru hampir tidak pernah memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar secara kelompok. Padahal dengan belajar secara berkelompok, siswa akan dapat saling berbagi pengetahuan antara satu dengan yang lainnya serta yang paling penting dari belajar kelompok ini adalah dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab dari masing-masing siswa, karena mengingat pembelajaran IPA tidak hanya menuntut produk dan proses saja, tetapi juga sikap ilmiah. Selain hal tersebut, pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan hampir tidak pernah ada unsur permainannya. Karena seperti yang kita ketahui, anak usia SD
masih sangat suka bermain, sehingga apabila kita sebagai guru mengemas pembelajaran dengan menyelipkan unsur permainan secara berkelompok dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut, kebosanan pada siswa dalam mengikuti pembelajaran tidak akan terjadi. Penerapan metode ceramah dan penugasan dalam pelaksanaan pembelajaran dari awal mulai pelajaran sampai berkhirnya pembelajaran, terlihat bahwa pembelajaran berpusat pada guru. Siswa hanya mendengarkan dan menerima apa yang disampaikan oleh guru tanpa memberikan umpan balik. Dengan kata lain, penerapan model pembelajaran konvensional secara tidak langsung membuat siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini tampak dari hasil observasi yang dilaksanakan di kelas IV pada tanggal 5 Januari 2016 ketika pelaksanaan pembelajaran IPA berlangsung. Pada saat guru mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan materi pelajaran, hanya 1 atau 2 orang siswa saja yang mau menanggapi pertanyaan dari guru, bahkan terkadang tidak ada satupun siswa yang mau menanggapi pertanyaan itu, sekalipun guru sudah menunjuk siswa untuk menjawab. Selain itu, pada saat pembelajaran berlangsung, tidak ada satupun siswa yang mau mengajukan pertanyaan, baik itu bertanya mengenai materi yang dijelaskan oleh guru, maupun bertanya mengenai masalah-masalah yang muncul dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut menunjukkan tingkat keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran masih kurang dan perlu ditingkatkan. Selain berdampak pada keaktifan siswa, penggunaan metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional serta jarangnya penggunaan media pembelajaran oleh guru juga berdampak pada hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari kutipan daftar nilai yang diperoleh dari wali kelas IV SDN 2 Banjar Bali, yaitu Nyoman Partini, S.Pd.SD pada tanggal 6 Januari 2016, menunjukkan bahwa nilai rata-rata ulangan umum pada mata pelajaran IPA masih berada di bawah KKM yang telah ditentukan (KKM = 72), yaitu dengan ratarata 68,19. Dari 21 orang siswa, hanya 5 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
orang saja yang memperoleh nilai di atas KKM, sedangkan 16 siswa lainnya belum dapat memenuhi KKM atau masih berada di bawah KKM. Dengan kata lain, ketuntasan belajar secara klasikal siswa baru mencapai persentase 23,81% dari jumlah seluruh siswa. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa nilai hasil belajar IPA siswa kelas IV di SDN 2 Banjar Bali masih berada di bawah KKM dan perlu diadakan perbaikan. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa perlu diciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu juga, perlu dilakukan perubahan strategi pembelajaran dengan mencoba menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Terdapat banyak model pembelajaran yang dapat memudahkan guru melaksanakan tugas utama sebagai tenaga pengajar. Salah satu model pembelajaran yang relevan dengan permasalahan di atas adalah model pembelajaran kooperatif tipe talking stick. Model pembelajaran talking stick merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Kurniasih dan Sani (2015:82) menyatakan bahwa “model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, tongkat dijadikan sebagai jatah atau giliran untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pelajaran”. Pada dasarnya model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang sebagian besar kegiatannya merupakan kegiatan yang mengajak siswa untuk belajar sambil bermain. Dalam kegiatan permainan dengan model ini dilakukan dengan bantuan tongkat. Tongkat dijadikan sebagai jatah atau giliran untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pelajaran. Pemilihan model pembelajaran talking stick dalam penelitian ini, dikarenakan model pembelajaran ini memiliki unsur permainan dalam penerapannya. Seperti yang kita ketahui, anak usia SD masih sangat suka bermain, sehingga dengan menerapkan model
pembelajaran ini yang mana dalam penerapannya terdapat unsur permainan menyebabkan siswa lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran serta apa yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Selain itu, pemilihan model ini dapat mendorong siswa untuk mau tidak mau harus aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dengan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat. Disamping itu juga, model pembelajaran talking stick ini merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Sesuai dengan yang telah dipaparkan di atas, pembelajaran IPA di sekolah dasar selain menuntut produk, juga menuntut proses dan sikap ilmiah. Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick ini, selain siswa memiliki pemahaman terhadap suatu konsep IPA, siswa juga dapat berinteraksi dan bertukar pengetahuan dengan siswa lainnya serta dapat membentuk sikap ilmiah siswa. Salah satunya adalah sikap tanggung jawab, sehingga dengan hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Untuk dapat menarik minat dan lebih memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, model pembelajaran talking stick ini dapat diterapkan dengan menggunakan bantuan media pembelajaran. Media pembelajaran yang relevan untuk menerapkan model ini, yaitu media kartu soal. Menurut Isti hidayah, dkk. (dalam Astutik, 2013) menyatakan bahwa “media kartu soal merupakan media pembelajaran dan termasuk media visual yang di dalamnya berisi soal-soal untuk membantu guru dalam mengajar”. Dalam hal ini, kartu yang akan diberikan kepada siswa adalah kartu yang berisi soal atau permasalahan sesuai dengan materi yang diajarkan. Pemilihan media kartu soal ini untuk menghindari adanya salah paham antara siswa satu dengan siswa lainnya. Hal ini dikarenakan, apabila guru yang membacakan soal kepada siswa, maka akan muncul banyak anggapan dan kesalahpahaman. Selain itu, pemiihan media kartu soal ini untuk lebih menarik minat siswa dalam mengikuti pembelajaran
4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
serta dapat memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Bertolak dari uraian di atas, maka adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu (1) untuk mengetahui peningkatan keaktifan belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPA SD Negeri 2 Banjar Bali dengan penerapan Model Pembelajaran Talking Stick berbantuan media kartu soal dan (2) untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPA SD Negeri 2 Banjar Bali dengan penerapan Model Pembelajaran Talking Stick berbantuan media kartu soal.
Perencanaan Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan atau Evaluasi
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksa naan
Pengamatan atau Evaluasi ?
Gambar 1 METODE Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Banjar Bali Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian ini adalah 21 orang siswa kelas IV semester genap tahun ajaran 2015/2016 di SDN 2 Banjar Bali, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Objek yang menjadi fokus penelitian ini adalah keaktifan dan hasil belajar IPA pada siswa tersebut setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran talking stick berbantuan kartu soal. Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model PTK dari Arikunto yang dilaksanakan dalam beberapa siklus dengan mempertimbangkan cakupan materi yang akan dibelajarkan dan waktu yang tersedia. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan atau observasi, dan refleksi. Pelaksanaan siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Model PTK (Diadaptasi dari Arikunto, 2015:16)
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data keaktifan dan data hasil belajar. Data keaktifan dikumpulkan menggunakan metode observasi dengan instrument lembar observasi. Untuk data hasil belajar dikumpulkan menggunakan metode tes dengan instrument tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda dengan jumlah 20 soal untuk masing-masing siklus. Setelah data dalam penelitian ini terkumpul, maka selanjutnya dilakukan analisis data. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif kuantitatif. Untuk menentukan data keaktifan belajar dapat menghitung nilai keaktifan belajar individu, menghitung rata-rata nilai keaktifan belajar siswa, dan menghitung persentase rata-rata keaktifan belajar siswa. Setelah mendapatkan persentase rata-rata keaktifan belajar kemudian dikonversikan ke dalam PAP skala lima dengan berpedoman pada kriteria di bawah ini.
Tabel 1 Kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) Skala Lima Keaktifan Belajar Siswa Persentase
Kriteria Keaktifan Belajar IPA
90 – 100 80 – 89 65 – 79 55 – 64 0 – 54 Sumber: Agung (2005:97)
dapat
Sangat aktif Aktif Cukup aktif Kurang aktif Sangat kurang aktif
Untuk menentukan data hasil belajar menghitung nilai hasil belajar
individu, menghitung rata-rata nilai hasil belajar siswa, menghitung persentase rata5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
rata hasil belajar siswa, dan menghitung persentase ketuntasan klasikal. Setelah mendapat persentase rata-rata hasil belajar siswa, selanjutnya akan dikonversikan ke
dalam penilaian acuan patokan (PAP) skala lima dengan berpedoman pada kriteria di bawah ini.
Tabel 1 Kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) Skala Lima tentang Hasil Belajar Siswa Persentase
Kriteria Hasil Belajar IPA
90 – 100 80 – 89 65 – 79 55 – 64 0 – 54 Sumber: Agung (2014:118)
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dimaksudkan untuk meningkatkan keaktifan serta hasil belajar IPA siswa. Maka dari itu, keberhasilan penelitian tindakan ini ditandai dengan adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kearah yang lebih baik. Indikator keberhasilan penelitian ini, yaitu (1) Persentase rata-rata keaktifan belajar siswa berada pada rentang 80 – 89 dengan kriteria aktif, (2) Persentase rata-rata hasil belajar siswa berada pada rentang 80 – 89 dengan kriteria tinggi, dan (3) Ketuntasan klasikal siswa mencapai 75%, yang artinya sebanyak 75% siswa memperoleh nilai sesuai KKM yang ditentukan sekolah, yaitu 72.
tingkat persentase 73,1%. Tingkat persentase rata-rata keaktifan belajar ini berada pada kategori “cukup aktif” dengan interval 65-79. Hal ini belum sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan, yaitu harus mencapai kriteria “Aktif” dengan interval 80-89. Hal serupa juga terjadi pada hasil belajar yang juga belum memenuhi kriteria keberhasilan. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I ini adalah 71,67 dengan persentase rata-ratanya adalah 71,67%. Apabila dikonversikan ke dalam tabel kriteria penilaian acuan patokan, tingkat persentase ini berada pada interval 65-79 dengan kategori “sedang”, sedangkan kriteria keberhasilan yang ditetapkan adalah minimal harus mencapai kategori “Tinggi” dengan interval 80-89. Ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus I ini mencapai 61,9% dari jumlah seluruh siswa. Ini berarti, dari 21 orang siswa, 13 siswa sudah memenuhi KKM yang ditentukan sekolah atau dengan kata lain 13 siswa tersebut sudah dapat dikatakan tuntas, sedangkan 8 siswa lainnya masih memperoleh nilai di bawah KKM atau belum tuntas, ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus I ini belum memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, yaitu harus mencapai 75% dari jumlah seluruh siswa. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPA dengan penerapan model pembelajaran talking stick di kelas IV masih belum tuntas dan dilanjutkan pada siklus II. Berdasarkan hasil observasi selama pelaksanaan tindakan siklus I, adapun kendala-kendala yang dihadapi sebagai refleksi yang akan digunakan sebagai
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebelum pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu dilakukan pengamatan atau observasi kondisi awal mengenai keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 2 Banjar Bali. persentase rata-rata keaktifan belajar pada pra siklus ini adalah 56,67% dan persentase hasil belajar siswa adalah 68,19 serta ketuntasan hasil belajar siswa baru mencapai 23,81%. Ini berarti, dari 21 siswa hanya 5 siswa saja yang memperoleh nilai di atas KKM sedangkan 16 siswa lainnya mendapat nilai di bawah KKM yang ditetapkan sekolah, yaitu 72. Berdasarkan hal tersebut, maka dilaksanakan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran talking stick. Pada pelaksanaan siklus I, diperoleh nilai rata-rata keaktifan belajar dari 3 kali pertemuan, yaitu 73,1 dengan 6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
acuan pelaksanaan tindakan pada siklus II terkait dengan proses pembelajaran dapat diidentifikasi sebagai berikut, yaitu (1) Siswa belum terbiasa belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, (2) Pada saat siswa membaca materi/buku, masih ada siswa yang ribut dan bercanda sehingga pembelajaran kurang terkendali, (3) Banyak siswa yang masih ragu-ragu ketika mengemukakan ide, bertanya kepada guru, dan menjawab pertanyaan yang terdapat pada kartu soal maupun yang disampaikan oleh guru karena takut salah, dan (4) Siswa belum mampu menyimpulkan pembelajaran dengan baik Kendala-kendala yang ditemukan di atas, kemudian didiskusikan dengan guru kelas IV untuk dicarikan solusinya. Melalui kegiatan refleksi ini, disepakati beberapa solusi yang akan dilaksanakan untuk mengatasi kendala-kendala di atas. Adapun solusi tersebut adalah sebagai berikut. (1) Sebelum pelaksanaan siklus II siswa diberikan penjelasan tentang proses pembelajaran yang akan diterapkan agar siswa siap dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran talking stick, (2) Menekankan kembali kepada siswa agar membaca buku dengan serius dan tidak bercanda, karena membaca materi/buku tersebut sangat penting agar siswa bisa menjawab pertanyaan yang terdapat pada kartu soal, (3) Memberikan motivasi kepada siswa agar percaya diri dan berani dalam mengemukakan ide, bertanya kepada guru, dan menjawab pertanyaan yang terdapat pada kartu soal atau yang diberikan oleh guru, dan (4) Memberikan bimbingan yang lebih kepada siswa dalam menyimpulkan dengan memberikan pertanyaan arahan dan pertanyaan pancingan sampai siswa mampu menyimpulkan sendiri konsep yang telah dipelajari. Pada pelaksanaan tindakan di siklus II, dilaksanakan dengan berpatokan pada hasil refleksi pada siklus I. Berdasarkan data yang telah terkumpul pada siklus II setelah diadakan perbaikan dari kekurangan yang ada pada siklus I, adapun hal-hal yang terlihat dalam proses pembelajaran pada siklus II, yaitu sebagai berikut (1) Dalam pelaksanaan tindakan siklus II, terlihat bahwa siswa sudah mulai
terbiasa belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick. Hal ini dikarenakan sebelum pelaksanaan siklus II guru memberikan penjelasan tentang proses pembelajaran yang akan diterapkan agar siswa siap dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Talking Stick, (2) Pada pelaksanaan siklus II di setiap pertemuan, sudah tidak ada lagi siswa yang ribut dan bercanda ketika membaca atau mempelajari materi sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran, (3) Pada pelaksanaan siklus II, siswa sudah mulai berani dan percaya diri dalam mengemukakan ide, bertanya kepada guru, dan menjawab pertanyaan yang terdapat pada kartu soal maupun yang disampaikan oleh guru, dan (4) Siswa sudah mampu menyimpulkan pembelajaran dengan baik. Sejalan dengan hal tersebut, terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar pada siklus II ini. Nilai rat-rata keaktifan belajar pada siklus II ini adalah 83,57 dan persentase rata-ratanya adalah 83,57%. Persentase rata-rata keaktifan belajar siswa ini apabila dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima berada pada kategori “aktif” dengan interval 80-89. Tingkat persentase rata-rata keaktifan belajar ini sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Hal serupa juga terjadi pada hasil belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II ini, yaitu 85 dengan persentase rataratanya adalah 85%. Apabila dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima, persentase rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II ini berada pada kategori ”Tinggi” dengan interval 80-89. Kemudian, ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus II ini mencapai 85,71%. Secara lebih rinci dari 21 siswa, 18 siswa sudah memenuhi KKM yang ditetapkan atau dapat dikatakan tuntas dan 3 siswa lainnya masih memperoleh nilai di bawah KKM atau belum tuntas. Dengan hasil tersebut, maka persentase rata-rata dan ketuntasan klasikal hasil belajar siswa sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan, yaitu dengan tingkat persentase rata-rata minimal berada pada interval 8089 dengan kategori “Tinggi” dan persentase 7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
ketuntasan klasikal minimal mencapai 75% dari jumlah seluruh siswa. Peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 2 Banjar Bali dari pra siklus, siklus I, hingga siklus II dapat dilihat pada diagram di bawah ini. 100 80 60 40 20 0
73,1
83,57
56,67
Pra Siklus
100 80
Pembahasan Model pembelajaran talking stick merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mengajak siswa belajar sambil bermain, sehingga proses pembelajaran akan lebih menyenangkan. Kurniasih dan Sani (2015:82) menyatakan bahwa “model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, tongkat dijadikan sebagai jatah atau giliran untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pelajaran”. Pada dasarnya model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang sebagian besar kegiatannya merupakan kegiatan yang mengajak siswa untuk belajar sambil bermain. Dalam kegiatan permainan dengan model ini dilakukan dengan bantuan tongkat. Tongkat dijadikan sebagai jatah atau giliran untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pelajaran. Seperti yang kita ketahui, anak usia SD masih sangat suka bermain. Hal ini dikarenakan, kegiatan bermain tersebut menyenangkan bagi mereka dan membuat mereka bersuka cita. Apabila kita sebagai guru dapat menyelipkan unsur permainan dalam kegiatan pembelajaran, maka tujuan pembelajaran akan lebih mudah tercapai, karena bagi siswa pembelajaran akan lebih menyenangkan sehingga siswa akan lebih bersemangat atau lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Sesuai dengan hal tersebut, model pembelajaran talking stick merupakan salah satu model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan, model pembelajaran talking stick memiliki unsur permainan dalam pelaksanaannya. Dalam penerapan model ini, guru mengajak siswa untuk belajar sambil bermain, sehingga siswa lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran serta apa yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Selain itu, dalam kegiatan permainan ini siswa akan mendapat giliran untuk
83,57
56,67
Rata-Rata
Gambar 2
73,1
IPA siswa kelas IV SDN 2 Banjar Bali Tahun Ajaran 2015/2016.
Persentase RataRata (%) Siklus I
Siklus II
Diagram Peningkatan data Keaktifan Belajar dari Pra Siklus, Siklus I, hingga Siklus II Siswa Kelas IV SDN 2 Banjar Bali
85 71,67 68,19
85 71,67 68,19
85,71 61,9
60 40
23,81
20 0 Rata-Rata Pra Siklus
Persentase Ketuntasan Rata-Rata (%) Klasikal (%) Siklus I
Siklus II
Gambar 3 Diagram Peningkatan data Hasil Belajar dari Pra Siklus, Siklus I, hingga Siklus II Siswa Kelas IV SDN 2 Banjar Bali Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini sudah dapat dikatakan berhasil atau penelitian ini dapat dihentikan, karena semua kriteria keberhasilan yang ditetapkan sudah tercapai pada siklus II dan mengalami peningkatan dari pra siklus hingga siklus II. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran Talking Stick berbantuan kartu soal dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
menjawab pertanyaan dari guru. Pertanyaan dalam hal ini dikemas dalam bentuk media kartu soal. Dengan demikian, mau tidak mau semua siswa harus memahami materi pelajaran agar dapat menjawab soal yang diberikan. Dengan hal tersebut, mau tidak mau siswa harus aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dengan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran diharapkan akan berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan deskripsi proses dan hasil penelitian yang dilaksanakan dalam 2 siklus ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada keaktifan dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada mata pelajaran IPA kelas IV SDN 2 Banjar Bali Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Terjadinya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa ini disebabkan karena selama penerapan model ini siswa melaksanakan pembelajaran dengan sangat serius dan mengikuti semua tahapan pembelajaran dengan baik. Pada tahap pertama, kegiatan pembelajaran diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran oleh guru. Dalam hal ini tujuannya agar siswa mengetahui apa yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan pembelajaran pada saat itu serta sejauhmana mereka harus memahami materi pelajaran. Kedua, dalam proses pembelajaran terdapat tahap pembentukan kelompok belajar. Kelompok belajar yang dibentuk beranggotakan 5-6 orang siswa. Pembentukan kelompok belajar ini bertujuan agar siswa dapat berbagi pendapat antara siswa satu dengan siswa yang lainnya serta untuk melatih sikap tanggung jawab dari masing-masing siswa. Hal ini tampak pada saat berlangsungnya pembelajaran. Pada saat pelaksanaan pembelajaran, guru membagi siswa menjadi 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 orang siswa. Anggota dalam kelompok tersebut dibentuk oleh guru secara heterogen. Terlihat bahwa pada saat dibentuknya kelompok, selain siswa dapat berbagi atau bertukar pengetahuan mengenai suatu materi, siswa juga terlatih untuk memiliki sikap tanggung
jawab terhadap dirinya sendiri dan kelompoknya, Tahap ketiga dalam pelaksanaan model ini adalah tahap penyampaian materi pokok oleh guru. Tujuannya, agar siswa memahami materi pembelajaran sebelum mereka melakukan permainan talking stick. Pada saat guru menyampaikan materi pembelajaran, terdapat beberapa siswa yang mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi yang disampaikan. Selain itu, guru sesekali mengajukan pertanyaan kepada siswa. Hal ini dilakukan untuk menguji sejauhmana pemahaman siswa mengenai materi yang disampaikan. Oleh karena itu, pada tahap ini selain guru menyampaikan materi, juga terjadi interaksi antara guru dengan siswa, baik guru yang engajukan pertanyaan maupun siswa yang bertanya dan mengemukakan pendapat. Dengan adanya interaksi antara guru dengan siswa ini, maka pembelajaran akan lebih interaktif dan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Tahap pembelajaran keempat, yaitu membaca atau mempelajari materi. Tujuannya, agar siswa lebih mengerti atau paham mengenai materi yang sudah dijelaskan oleh guru serta agar siswa lebih terlatih untuk menggali atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui bacaan yang disediakan. Hal ini tampak pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa tampak serius atau bersungguh-sungguh dalam mempelajari materi tersebut. Selain itu, terlihat beberapa siswa yang berdiskusi antar sesama anggota kelompoknya bahkan ada siswa yang sampai bertanya kepada guru karena ada beberapa hal yang mereka kurang mengerti mengenai suatu materi walaupun sudah didiskusikan dengan kelompoknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa sudah dapat menggali atau mengkonstruksi informasi dari bahan bacaan yang disediakan serta melalui tahap ini siswa sudah terlatih dalam melakukan diskusi atau kerjasama antar anggota kelompoknya. Tahap kelima adalah pelaksanaan permainan dengan menjalankan talking stick. Permainan talking stick dilakukan dengan menjalankan tongkat secara estafet dari satu siswa ke siswa yang lainnya. 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Siswa yang memegang tongkat wajib mengambil 1 buah kartu soal yang telah dipersiapkan dan menjawab pertanyaan yang terdapat dalam kartu soal tersebut. Selama pelaksanaan permainan, siswa menyanyikan lagu sambil tepuk tangan, sehingga diharapkan pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa akan lebih bersemangat serta antusias dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, melalui permainan ini dapat meningkatkan keaktifan siswa, baik secara fisik maupun secara mental serta dapat melatih siswa untuk berpikir kritis. Hal ini tampak selama proses pembelajaran berlangsung, ketika permainan dimulai siswa sangat bersemangat dan antusias untuk mengikutinya, apalagi siswa melakukan permainan sambil bernyanyi, sehingga pembelajaran menjadi sangat menyenangkan bagi siswa dan pembelajaran tampak lebih bermakna. Selain itu, dalam pelaksanaan permainan ini, terlihat bahwa siswa berlomba-lomba untuk mendapatkan giliran menjawab, karena siswa yang menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapatkan reward berupa bintang dan poin bagi kelompoknya serta tidak jarang terdapat siswa yang mengajukan pertanyaan dan menambahkan jawaban atau menuangkan idenya terhadap suatu permasalahan apabila mereka belum puas dengan jawaban yang disampaikan penyaii. Hal tersebut menunjukkan bahwa melalui pelaksanaan permainan talking stick ini, selain pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bermakna, juga dapat meningkatkan keaktifan siswa secara fisik maupun secara mental dan dapat melatih siswa untuk berpikir secara kritis, sehingga dengan siswa memiliki pemikiran yang kritis, maka akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Tahap keenam, yaitu menyimpulkan pembelajaran. Dalam hal ini siswa diajak untuk merangkum atau menyimpulkan pembelajaran secara keseluruhan yang dipelajari pada saat itu. Hal ini tampak pada akhir pembelajaran, siswa diajak untuk menyimpulkan kegiatan atau materi apa saja yang telah dipelajari pada saat itu. Awalnya, siswa belum dapat menyimpulkan pembelajaran dengan baik, namun guru
segera mengupayakan hal tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan kepada siswa, sehingga pada akhirnya siswa dapat menyimpulkan pembelaaran dengan baik dan sistematis. Melalui kegiatan menumpulkan ini, selain siswa dilatih untuk mengingat mengingat dan merangkum materi yang telah dipelajari sebelumnya, siswa juga dilatih agar berani berbicara terhadap orang banyak. Tahap selanjutnya adalah tahap ketujuh, yaitu tahap evaluasi. Pelaksanaan evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Hal ini tampak pada akhir pembelajaran, guru memberikan tes evaluasi dalam bentuk soal uraian atau isian kepada siswa tentunya untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Tahap terakhir dari tahapan pelaksanaan model ini adalah tahap penutup. Dalam tahap ini, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi pembelajaran, misalnya guru memberikan motivasi kepada siswa agar dalam menjawab pertanyaan yang terdapat pada kartu soal tidak ragu-ragu atau lebih percaya diri dalam menjawabnya serta bimbingan atau motivasi lain yang dianggap perlu oleh guru. Berdasarkan tahapan-tahapan pelaksanaan model pembelajaran talking stick ini, terlihat bahwa sebagian besar unsur pembelajaran adalah permainan, sehingga pembelajaran terkesan sangat menyenangkan bagi siswa. Selain itu, penerapan model pembelajaran talking stick ini berpengaruh pada peningkatan keaktifan secara fisik maupun keaktifan secara mental siswa. Keaktifan secara fisik dapat ditingkatkan dengan aktif dalam menjawab serta bertanya sesuai dengan materi yang diberikan, sedangkan keaktifan secara mental dapat ditingkatkan dengan menuntut siswa untuk menuangkan idenya dalam pemecahan masalah, sehingga interaksi di kelas menjadi multi arah. Hal ini terlihat dari semua indikator pencapaian keaktifan belajar yang digunakan, seperti kerjasama, mengemukakan ide, bertanya, maupun menjawab sudah mulai tampak pada diri masing-masing siswa, siswa yang 10
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
model pembelajaran Talking Stick dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas 1 pada mata pelajaran IPA. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini sudah dapat dikatakan berhasil atau penelitian ini dapat dihentikan, karena semua kriteria keberhasilan yang ditetapkan sudah tercapai pada siklus II. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran Talking Stick berbantuan kartu soal dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 2 Banjar Bali Tahun Ajaran 2015/2016..
awalnya hanya diam mendengarkan penjelasan guru, tidak berani atau masih ragu-ragu dalam bertanya dan mengemukakan pendapat, namun setelah mengikuti pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran talking stick ini menjadi lebih aktif dan berani untuk mengemukakan pendapat atau mengajukan pertanyaan. Walaupun pada awal pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan model ini atau dengan kata lain pada pelaksanaan pembelajaran di siklus I masih terdapat kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan pembelajaran, namun kendala-kendala tersebut sudah dapat diatasi pada pelaksanaan pembelajaran di siklus II. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada keaktifan dan hasil belajar siswa dari pra siklus, siklus I, hingga siklus II serta indikator keberhasilan sudah terpenuhi di siklus II. Berdasarkan data hasil penelitian, menunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar dari pra siklus, siklus I, hingga siklus II. Dari pra siklus ke siklus I persentase rata-rata keaktifan belajar mengalami peningkatan sebanyak 16,43%, kemudian dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebanyak 10,47%, sedangkan untuk data hasil belajar mengalami peningkatan persentase rata-rata sebanyak 3,48%, kemudian dari siklus I ke siklus II peningkatannya sebesar 13,33%. Selain itu, ketuntasan hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Dari pra siklus ke siklus I ketuntasan klasikal hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebanyak 38,09% dan dari siklus I ke siklus II ketuntasan klasikal hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebanyak 23,81%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh I Dw A. Pt Sulistyani. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas IV SDN 3 Tinga-Tinga. Hasil penelitian lain yang mendukung, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kisparini Wiji Utami. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penerapan
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu (1) Terjadi peningkatan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui penerapan model pembelajaran Talking Stick pada siswa kelas IV SDN 2 Banjar Bali tahun ajaran 2015/2016. Hal ini berdasarkan dari data observasi yang dilakukan menunjukkan persentase ratarata keaktifan belajar siswa pada pra siklus adalah 56,67% dengan kategori kurang aktif, kemudian dilakukan tindakan pada siklus I. hasilnya persentase rata-rata pada siklus I mengalami peningkatan menjadi 73,1% dengan kategori “Cukup Aktif”. Namun, tingkat persentase ini masih belum memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan.kemudian dilaksanakan perbaikan pada siklus II. Persentase ratarata keaktifan belajar siswa menjadi 83,57% dengan kategori “Aktif”. Dengan demikian tingkat keaktifan belajar siswa dari hasil siklus I sampai pada hasil siklus II menunjukkan peningkatan sebesar 10,47% dan (2) Terjadi peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA melalui penerapan model pembelajaran Talking Stick pada siswa kelas IV SDN 2 Banjar Bali tahun ajaran 2015/2016. Hal ini terbukti berdasarkan data hasill evaluasi yang menunjukkan bahwa persentase rata-rata hasil belajar siswa pada pra siklus mencapai 68.19% dengan kategori “sedang” dan ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 23.81% kemudian dilaksanakan tindakan pada siklus I mengalami peningkatan persentase ratarata hasil belajar menjadi 71,67% dengan kategori “sedang” dan ketuntasan klasikal 11
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
pada pelaksanaan tindakan siklus I sebesar 61,9%. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II, diperoleh persentase rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 85% dengan kategori “tinggi” dan ketuntasan klasikal meningkat pada siklus II menjadi 85,71%. Berdasarkan hasil siklus I sampai pada hasil siklus II, tingkat persentase ratarata hasil belajar meningkat sebesar 13,33% serta ketuntasan klasikal mengalami peningkatan sebesar 23,81%. Berdasarkan simpulan yang diuraikan di atas, dapat disampaikan beberapa saran, yaitu (1) Bagi siswa, dalam mengikuti pembelajaran di kelas sebaiknya siswa lebih aktif menemukan sendiri permasalahan yang disampaikan oleh guru yang berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran, selain itu banyak membaca buku-buku pelajaran untuk mempermudah siswa memahami materi yang diberikan sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa khususnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam meningkat, (2) Bagi guru, disarankan agar memahami dan dapat menerapkan model pembelajaran talking Stick sebagai salah satu strategi dalam proses pembelajaran, (3) Bagi sekolah diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dan acuan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan keaktifan dan hasil belajar, dan (4) Bagi peneliti lain, Bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian dapat menggunakan model pembelajaran Talking Stick
Jawaban pada Pembelajaran Fisika di SMA”. Jurnal Pembelajaran Fisika. Tersedia pada:http://library.unej.ac.id/client/e n_US/default/search/asset/569?dt=li st. Diakses, 28 Desember 2015. Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran untuk Peningkatan Profesionalitas Guru. Jakarta: Kata Pena. Sulistyani, I Dw. A. Pt. 2013. “Implementasi Model Pembelajaran Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Tinga-Tinga”. Jurnal Pendidikan. Tersedia pada: http://ejournal.undiksha. ac.id/index. php/JJPGSD/article/viewFile/777/65 0. Diakses, 3 Januari 2016. Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher. Utami, Kisparini Wiji. 2014. “Penerapan Metode Talking Stick untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPA pada Siswa Kelas 1 SD Negeri 1 Katong Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2013/2014”. Jurnal Pendidikan. Tersedia pada: http://eprints.ums.ac.id/29147/9/Nas kah_Publikasi_Ilmiah.pdf. Diakses, 3 Januari 2016.
DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja. Universitas Pendidikan Ganesha. Agung, A, A. Gede. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Aditya Media Publishing. Arikunto, Suharsimi dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Astutik, Windi. 2013. “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dengan Media Permainan Kartu Soal disertai 12