“ العاطفة من مركز الدراسات االسالميةPassion of the Islamic Studies Center” JPI_Rabbani
PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM PERSPEKTIF TAFSIR ASY-SYA’RAWI (Studi Analisis al-Qur’an Surah Luqman Ayat 12-19) Debibik Nabilatul Fauziah Dosen Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Fakultas Agama Islam (FAI) Unsika Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya fenomena memprihatinkan yang terjadi pada anak-anak Indonesia disebabkan karena kurangnya komunikasi antara anak dan orang tua, faktor kebodohan dan kemiskinan, dan lain-lain. Padahal kewajiban orang tua terhadap anak tidak sebatas mencukupi kebutuhan lahir dan batin anak saja, melaikan membekali anak dengan ilmu diantaranya keimanan atau akidah, Al-Qur’an, fiqih, ibadah dan keterampilan. Melihat betapa pentingnya pendidikan anak maka kami mengangkat tema penelitian tentang pendidikan anak dalam Islam menurut perspektif Tafsir Asy-Sya’rawi, studi analisis surat Luqman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan (library research). Untuk pendekatan, Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif analistis, yaitu dengan cara meneliti dan menganalisis surat Luqman secara terurai dengan mengikuti tertib susunan ayat demi ayat dalam tafsir asy-Sya’râwî kemudian mendeskripsikan penafsiran Asy-Sya’rawi dan karakteristiknya, pendekatan ini sangat penting untuk mempermudah penulis meneliti penafsiran asy-Sya’râwi terhadap ayat-ayat pendidikan anak.Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab Tafsîr Asy-Sya’râwî, sedangkan sumber data sekunder berasal dari kitab-kitab tafsir dan hadist, buku-buku tentang pendidikan anak, kamus bahasa Arab dan ma’âjim, dan lainnya. Dari penelitian ini ditemukan keistimewaan pada karakteristik tafsir Asy-Sya’râwî dalam penafsiran ayat-ayat tentang pendidikan anak yang terdapat dalam surah Luqman ayat 12-19, diantaranya: 1) Asy-Sya’râwî memperlihatkan kepiawaiannya dalam bahasa Arab dengan mengungkap ide-ide kebahasaan dalam menafsirkan ayat. 2) Asy-Sya’rawi menggunakan bahasa komunikasi karena tafsir Asy-Sya’rawi berasal dari kumpulan ceramah yang didokumentasikan kemudian dicetak menjadi sebuah tafsir. 3) Asy-Sya’rawi banyak menggali maksud ayat dengan membahas aspek sosial kemasyarakatan dan solusinya. 4) Asy-Sya’rawi menganalisa kata-kata dalam ayat yang ditafsirkan dari segi bahasa, menyebutkan asal katanya, menjelaskan isytiqâq dan maksud dari kata tersebut. 5) Asy-Sya’rawi menjelaskan makna ayat secara sederhana dengan memberikan contoh fenomena kehidupan sehari-hari sehingga penjelasannya dapat lebih mudah dipahami dan diserap akal para pembaca. Kata Kunci
: pendidikan anak, tafsir asy-sya’rawi
“ العاطفة من مركز الدراسات االسالميةPassion of the Islamic Studies Center” JPI_Rabbani
PENDAHULUAN Banyak sekali fenomena yang terjadi pada anak-anak Indonesia disebabkan karena kurangnya komunikasi antara anak dan orang tua, faktor kebodohan dan kemiskinan, dan lain-lain. Padahal kewajiban orang tua terhadap anak tidak sebatas mencukupi kebutuhan lahir dan batin anak saja, melaikan membekali anak dengan ilmu diantaranya keimanan atau akidah, Al-Qur’an, fiqih, ibadah dan keterampilan. Melihat betapa pentingnya pendidikan anak maka kami mengangkat tema penelitian tentang pendidikan anak dalam Islam menurut perspektif Tafsir Asy-Sya’rawi, studi analisis surat Luqman. Alasan pemilihan Tafsir Asy-Sya’rawi adalah karena tafsir asy-Sya’râwî tidak dimaksud sebagai tafsir terhadap Al-Qur’an, melainkan ide yang muncul dari pemikiran dan hati (khawâthir) untuk mengungkapkan nilai-nilai kemu’jizatan Al-Qur’an dan menjadikannya pengalaman dalam kehidupan manusia di bumi. Masalah akan dibatasi dengan memfokuskan penelitian pada ayat-ayat pendidikan anak dalam surat Luqman ayat 12 – 19 yang terdapat dalam tafsir asySya’râwî. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pendidikan Anak Dalam Islam Menurut Syaikh Jamal Abdurrahman masa kanak-kanak merupakan masa yang paling penting, pada fase inilah seorang pendidik bisa menanamkan prinsipprinsip yang lurus dan orientasi yang baik dalam jiwa dan perilaku anak didiknya. Kesempatan pada fase ini terbuka luas dan semua potensi tersedia dengan adanya fitrah yang suci. Bila masa anak-anak tersebut dimanfaatkan dengan baik harapan besar di masa selanjutnya akan mudah diraih. Oleh karena itu, para ulama berkata “Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, hatinya yang masih suci bagaikan permata yang murni, bebas dari segala macam ukiran dan lukisan. Bila ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan ia pasti akan tumbuh menjadi orang yang baik. Kedua orang tua akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat termasuk guru dan pembimbingnya. Namun bila ia dibiarkan melakukan hal-hal buruk dan ditelantarkan tanpa pendidikan dan pengajaran ia pasti akan menjadi orang yang celaka, dengan begitu orang yang bertanggung jawab atasnya dan juga walinya akan menanggung dosanya.” Mendidik dan mengajar anak bukan perkara yang mudah dan bukan pekerjaan yang bisa dilakukan sambil lalu, mendidik dan mengajar anak merupakan kebutuhan pokok dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh semua orang tua. Mengajar, mengarahkan dan mendidik anak tak ubahnya usaha mendapatkan surga, mengabaikan semua itu berarti neraka. 2.
Tafsir Asy-Sya’rawi Khawâthir asy-Sya’râwî Haula Al-Qur’an al-Karim atau lebih dikenal dengan Tafsîr asy-Sya’râwî ditulis oleh asy-Syaikh Muẖammad Mutawallî asy-Sya’râwî. Tafsir berbahasa Arab ini dimuat di majalah al-Liwa al-Islami dari tahun 1986 hingga 1989, edisi 251 sampai edisi 332. Kemudian tafsir ini dicetak oleh
“ العاطفة من مركز الدراسات االسالميةPassion of the Islamic Studies Center” JPI_Rabbani
percetakan Akhbar al-Yaum pada tahun 1991. Tafsir asy-Sya’râwî adalah sebuah karya tafsir yang ayat-ayatnya mencakup nilai-nilai edukasi dan reformatif. AsySya’râwî tidak menyebut karyanya ini sebagai tafsir Al-Qur’an, melainkan sebagai khawâthir asy-Sya’râwî yang tujuannya menjelaskan apa yang ia pahami dari ayatayat Al-Qur’an. Nama lengkap asy-Sya’râwî adalah as-Sayyid asy-Syarîf Muhammad bin asSayyid Mutawallî asy-Sya’râwî al-Ḫusaini. Asy-Sya’râwî lahir pada tanggal 15 april 1911 di desa Daqâdûs wilayah mait Ghamr Propinsi Daqahliah, Republik Arab Mesir. Berbagai prestasi pernah diraih asy-Sya’râwî semasa hidupnya, diantaranya pernah meraih medali berdasarkan mutu dan kualitas tahun 1976, penghargaan King Faishal di Saudi Arabia tahun 1978, penghargaan internasional tahun 1988, dan penghargaan asy-Syaikh Zayid awarld. Asy-Sya’râwî juga pernah terpilih menjadi tokoh Islam tahun 1419 H. dan mendapatkan penghargaan dari pemerintah Dubai atas dedikasinya dalam dakwah Islam. Asy-Sya’râwî wafat pada tanggal 22 Shafar 1419 H. bertepatan dengan tanggal 17 juni 1998 dan dimakamkan di tanah kelahirannya Daqâdûs. Ribuan rakyat Mesir mengiringi pemakamannya. 3.
Al-Qur’an Surah Luqman Surat Luqman terdiri dari 34 ayat, termasuk golongan surat-surat makkiyyah, diturunkan sesudah surat Ash-Shaffat. Sebab penamaan surat ini karena pada ayat 12 disebutkan bahwa Luqman telah diberi oleh Allah SWT nikmat dan ilmu pengetahuan, oleh karena itu ia bersyukur pada-Nya atas nikmat yang diberikan itu. Dan pada ayat 13 sampai 19 terdapat nasehat-nasehat Luqman kepada anaknya. Ini adalah sebagai isyarat dari Allah SWT supaya setiap ibu bapak melaksanakan pula terhadap anak-anak mereka sebagaimana yang dilakukan Luqman. PEMBAHASAN Al-Qur’an surat Luqman ayat 12 mengisahkan tentang identitas Luqman dan hikmah yang dimiliknya. Dalam tafsir Ibn Katsir disebutkan nama lengkap Luqman adalah Luqman bin ‘Anqa bin Sadun, dan nama anaknya adalah Tsaran. AsySya’rawi menafsirkan firman Allah SWT SWT (ََة اْلحِكْم
َ)وَلَقَدْ اَتيْنَا لُقْمن
dengan
menyebutkan perbedaan pendapat ulama mengenai status Luqman, apakah beliau seorang Nabi atau bukan, pendapat mayoritas mengatakan Luqman bukanlah seorang Nabi. Tentang kepribadian Luqman jumhur ulama sepakat bahwa ia adalah seorang laki-laki shalih, memiliki insting kuat dan pengetahuan tajam, terkumpul dalam diri Luqman segala sifat kebaikan yang menggerakkan kehidupannya. Para ulama mengadakan penelitian seputar identitas dan kewarganegaraan Luqman, sebagian ulama berpendapat Luqman adalah seseorang yang berkulit hitam dan berbibir tebal seperti penduduk Afrika selatan, meskipun begitu ia memiliki hati yang putih, keluar dari kedua bibir tebalnya hikmah nan halus lagi bermakna dalam. Salah satu bukti hikmah Luqman diceritakan dalam sebuah riwayat bahwa majikannya memerintahkan Luqman menyembelih seekor domba dan menyuruhnya memberikan dua organ yang paling baik, maka Luqman membawakan organ hati
“ العاطفة من مركز الدراسات االسالميةPassion of the Islamic Studies Center” JPI_Rabbani
dan lidah, di hari berikutnya sang majikan menyuruhnya kembali namun kali ini meminta dua organ yang paling buruk, Luqman pun membawakan dua organ yang sama yaitu hati dan lidah. Sang majikan heran dan bertanya “Bukankah engkau telah memberikan kedua organ tersebut kemarin saat kuminta dua organ yang terbaik?” Luqman pun menjawab: “Benar, tidak ada sesuatupun yg lebih baik dari keduanya jika keduanya baik, dan tiada sesuatupun yang lebih buruk dari keduanya jika keduanya buruk.” Asy-Aya’rawi menafsirkan firman Allah SWT SWT: (ْد )أَنِ اشْكُرْلِلّهِ وََمنَْيشْكُرْ فَإِنَّمَاَيشْكُرُِلنَ ْفسِهِ َوَمنْ كَفَرَ فَإِنَ اللّهَ َغنِيٌّ حَِمي Menurutnya ayat ini menjelaskan bahwa syukur adalah hikmah pertama karena barangsiapa yang bersyukur maka buah syukurnya akan kembali padanya. Sesungguhnya adanya syukurmu atau tidak bagi Allah SWT adalah sama saja, bagaimana tidak? Allah SWT telah meluaskan nikmat kepada orang kafir yang menyekutukan Allah SWT, tidak memutuskan nikmatnya karena Dia maha mengetahui bahwasannya Dialah Tuhan bahkan untuk orang kafir yang durhaka, Dialah tuhan yang tidak membutuhkan apapun dari makhluknya. Asy-Sya’rawi melihat adanya keagungan dan keindahan gaya bahasa pada ayat ini, Allah SWT mengambarkan kata syukur ( ْكُْر )َيشdengan fi’il mudhari’ (kata kerja masa yang akan datang), sedangkan kata (
َ )كَفَرmenggunakan fi’il madhi (kata
kerja lampau). Keduanya mengandung makna yang berbeda, seakan-akan Allah SWT tidak menginginkan hambanya selamanya dalam kekafiran, berharap untuk bertaubat dan kembali kepada keimanan maka digunakan kata kerja lampau (fi’il madhi) dan berharap tidak kembali kepada kekafiran pada masa akan datang. Sedangkan syukur menggunakan kata kerja masa yang akan datang (fi’il mudhari’) karena syukur selalu diperbaharui berbeda dengan kekafiran. Firman Allah SWT dalam ayat 13 yg bunyinya (
وَ إِ ْذقِالَ لُقْمَنلِاْبنِِه َو هَُوَيِعظُُه يبُنَيَلَا
ِن الشِرْكَ لَ ُظلْم عَ ِظيْم َ )ُتشْرِكْ بِاللهِ إ, Asy-Sya’rawi menafsirkan kata wa’dhz ( ْظ ٌّ ) َوعadalah memperingatkan atau menasehati tentang sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya karena dikhawatirkan akan dilupakan, jadi orang yang diberi peringatan telah mengetahui sebelumnya perihal peringatan tersebut. Dalam ayat ini Luqman mengingatkan sang anak dengan menggunakan kata-kata ya bunayya ( ََي )يَاُبن, bukan menggunakan kata-kata ya ibni (
)يَا إِْبنِي
, kata ya bunayya adalah bentuk isim
tashghir yang dimaksudkan sebagai panggilan kesayangan yang menggambarkan kasih sayang dan kelembutan. Nasehat Pertama Luqman kepada anaknya adalah
“ العاطفة من مركز الدراسات االسالميةPassion of the Islamic Studies Center” JPI_Rabbani
larangan syirik kepada Allah SWT, nasehat pertama dimulai dengan larangan syirik karena itulah puncak aqidah. Firman Allah SWT (
) إِنَ الشِرْكَ َلظُلْم عَ ِظيْمdzulm atau
kedzaliman adalah memindahkan hak seseorang kepada orang lain, kedzaliman yang paling tinggi adalah engkau mengambil hak Allah SWT dan memberikannya kepada selain-Nya. Firman Allah SWT SWT ayat 14 yang bunyinya:
ُصيْر ِ ََصْينَا الْإِنْسنَِبولِدَيْهِ حََمَلتْهُ أ ُُمهُ وَْهنًا عَلَى َوْهنٍ وَفِصلُهُفِى عَاَمْينِ أَنِ اشْكُرْلِى وَلِولِدَْيكَ إِلَيَ اْلم َ وَ و Menurut Asy-Sya’rawi dalam ayat ini Allah SWT hanya menyebutkan peran ibu namun tidak menyebutkan peran ayah, mengapa? Karena ibu banyak berperan untuk anaknya saat si anak kecil sehingga ia tidak menyadarinya, berbeda dengan peran ayah yang terlihat saat anak sudah besar. Firman Allah SWT dalam ayat 15 (
سَلكَبِه عِلْم فَلَا َ ْوَاِنْ جَاهَدكَ عَلى أَنْ ُتشْرِكَبِيْمَاَلي
) ُت ِطْعهُمَا, makna kata وَِانْ جَاهَد َكbukan hanya sekedar tawaran untuk syirik kepada Allah SWT, melainkan disertai usaha dan kerja keras untuk mengajak kepada kekafiran. Jika terjadi demikian maka janganlah mentaati orang tua karena kecintaanmu terhadap keduanya, dan jangan lupa memutuskan tali silaturahim meskipun keduanya kafir karena mereka masih memiliki hak atas anaknya. Andaikan orang kafir mengetahui wasiat Allah SWT untuk memperlakukan mereka dengan baik walaupun mereka kafir tentulah akan melembutkan hati mereka dan kembali kepada nikmat keimanan. Firman Allah SWT dalam ayat 16 (
) يُبنَيَاِنَّهَآاِْن َتكُِمثْقَالَ حَبَةمِْن خَرَْد ٍلLuqman
hendak menunjukkan kepada putranya salah satu sifat milik Allah SWT yaitu pengetahuan mutlak yang tidak luput dari-Nya sesuatupun. Tidaklah luput dari-Nya benda terkecil pun walau di tempat paling sempit seperti di dalam batu atau di tempat paling luas seperti langit dan bumi, begitupun perbuatan baik dan buruk tiada yang tersembunyi dari Allah SWT meski ditutupi oleh pelakunya. Kata (
خَْردَ ٍل
ِْمثْقَالَ حَبَةِمن
) yaitu sebesar timbangan biji sawi, biji sawi adalah ukuran terkecil pada
zamannya maka orang-orang ketika itu menggunakannya sebagai satuan ukuran terkecil, maka Al-Qur’an menyebutnya sebagai perumpamaan sesuai pengetahuan manusia pada waktu turunnya Al-Qur’an. Firman Allah SWT dalam ayat 17 ( ِْكَر ) اَقِمِ الصَلوةَ وَْأمُرْبِالَْمعُْروْفِ وَ انْهَ َعنِ الْمُنdalam ayat ini perintah mendirikan shalat tidak disandingkan dengan perintah menunaikan zakat seperti yang sering ditemukan pada ayat-ayat lain, Asy-Sya’rawi
“ العاطفة من مركز الدراسات االسالميةPassion of the Islamic Studies Center” JPI_Rabbani
menyimpulkan hal ini dengan dua kesimpulan. Pertama: bahwa Allah SWT SWT tidak membebani hambanya dengan kewajiban kecuali setelah mencapai usia baligh, kecuali kewajiban shalat. Orang tua diperintahkan untuk membebani anak dengan shalat dan menghukumnya jika lalai, tujuannya untuk mendidik anak latihan shalat agar jika mencapai usia dewasa anak telah terbiasa mengerjakannya karena orang tuanya membiasakannya sejak kecil, karena shalat adalah ibadah yang memerlukan latihan dan pembiasaan, itu semua sangat tepat diterapkan sejak usia dini. Oleh karena itu Luqman mengawali perintah kepada anaknya dengan perintah mendirikan shalat karena sebagai orang tua ia diwajibkan untuk itu. Kedua: Kewajiban zakat menjadi tanggungan orang tua selama anak masih kecil. Firman Allah SWT (
ك َ صبِرْ عَلى مَآ اَصَاَب ْ ) وَ اperintah untuk bersabar setelah
perintah amar ma’ruf nahi munkar, karena seseorang yang memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran pasti mengalami keburukan dan gangguan dari orang lain. Jika anda mengalaminya maka bersabarlah karena kesabaranmu memberikan pahala yang besar. Firman Allah SWT dalam ayat 18 (
ِ ) وَ لَا تُصَعِرْ خَدَ َكلِلنَاسkata ْ تُصَعِرdari صعْر َ ,
makna asalnya adalah penyakit leher yang menimpa unta yang menjadikannya tengeng (miring kepalanya ke satu sisi/tidak bisa berpaling). Allah SWT memberikan perumpamaan orang yang memalingkan wajahnya karena sombong dengan penyakit tengeng pada unta adalah sebagai peringatan bahwa sifat sombong dan tengeng adalah penyakit, tengeng penyakit jasad, sedangkan sombong penyakit akhlak. Menurut Asy-Sya’rawi biasanya seseorang tidak akan berbuat sombong kecuali jika merasa dirinya memiliki keistimewaan dibandingkan orang lain. Apabila engkau melihat seseorang di bawahmu di satu sisi pasti dia memiliki keistimewaan di sisi lain di atasmu. Karena Allah SWT membagikan bakat dan kemampuan untuk seluruh makhluknya secara adil. Ayat ini menurut penafsiran Asy-Sya’rawi memberikan makna seolah-olah Allah SWT berkata kepada orang yang menyombongkan dirinya “janganlah engkau membiarkan manusia lain terjerumus kepada kemaksiatan dan kedurhakaan terhadap taqdir Allah SWT karena kesombonganmu kepada mereka.” Firman Allah SWT (
وِ لَا تَمْشِفِى الْاَرضِمََرحًااِنَ اللهَ لَا
خوْرًا ُ ختَا ٍل َف ْ ُِب كُ َّل م ُ )ُيح, kata marahan berarti sombong dan angkuh, Allah SWT tidak melarangmu berjalan di muka bumi tetapi Allah SWT melarangmu berjalan dengan sikap sombong terhadap orang lain lagi membanggakan diri. Kata mukhtal artinya orang yang merasa dirinya mempunyai kelebihan atas orang lain, kata fakhur artinya orang yang merasa memiliki kelebihan dalam dirinya. Allah SWT tidak menyukai dua tipe orang ini karena Dia mengatur manusia dengan prinsip persamaan untuk memberitahukan bahwasannya Dialah Tuhan seluruh manusia, Dialah satu-satunya yang pantas untuk sombong di alam ini. Maka jika sifat sombong hanya milik Allah
“ العاطفة من مركز الدراسات االسالميةPassion of the Islamic Studies Center” JPI_Rabbani
SWT hal ini memberikan perlindungan kepada kita dari sifat sombong terhadap orang lain, jadi sesungguhnya sombongnya Allah SWT adalah untuk kebaikan hamba-Nya. Firman Allah SWT ayat 19 (
صوْتُ اْلحَِميْ ِر َ َ ) لmengapa
ِكاِنَ أَنْكََر الْأَصْوت َ ِك َو ا ْغضُضْمِْن صَْوت َ ِشي ْ َوَ اقْصُ ْدفِىم
dalam ayat ini digabungkan antara berjalan dengan suara?
Karena manusia mempunyai banyak kebutuhan dalam hidup, kebutuhan tersebut diperoleh dengan berjalan atau bersuara. Dalam ayat ini Allah SWT memberikan perumpamaan suara tinggi dengan suara keledai. Jika kita renungkan tabiat keledai yang terdzalimi oleh manusia mulai dari memanfaatkannya untuk membawa kotoran, membiarkannya tidur di lumpur, dan menjadikannya sebagai kendaraan yang bisa membawa kemana saja sesuai keinginan manusia tanpa adanya penolakan. Dikatakan bahwa hikmah tingginya ringkikan suara keledai adalah karena postur tubuh keledai yang pendek tidak tinggi seperti unta. Jika keledai keluar ke padang rumput mencari makan karena posturnya yang pendek mungkin saja terhalang pohon atau rumput sehingga pemiliknya tidak dapat menemukannya maka suaranyalah yang menjadi petunjuk keberadaannya, suara keledai adalah sebagai alat dan kebutuhan primer yang cocok dengan tabiatnya. Maka suara keledai bukanlah suatu keburukan bagi keledai, melainkan menjadi suatu keburukan apabila suara manusia menyerupai suara keledai.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. 11 wasiat Luqman untuk anaknya yang diabadikan di dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut: 1) Waspada terhadap kesyirikan dalam ibadah kepada Allah SWT. 2) Berbakti kepada kedua orang tua. 3) Menolak ajakan orang tua untuk mengikuti agama mereka, namun tetap mempergauli mereka dengan baik di dunia. 4) Sesungguhnya kedzaliman dan keburukan walaupun seberat biji sawi akan ditampakkan oleh Allah SWT pada hari kiamat. 5) Mendirikan shalat serta mengerjakan rukun-rukun dan wajibwajibnya dengan khusyu’. 6) Amar ma’ruf nahi munkar dengan kelembutan dan tanpa kekerasan. 7) Bersabar atas keburukan yang menimpa karena amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan. 8) Jangan memalingkan wajah ketika berbicara dengan orang lain disebabkan rasa sombong. 9) Jangan berjalan dengan angkuh dan berbangga diri atas orang lain. 10) Berjalan dengan tidak berlebihan, yaitu tidak lambat atau terlalu cepat. 11) Jangan berlebihan dalam berbicara dan tidak meninggikan suara yang tidak ada manfaatnya. b. Karakteristik penafsiran Asy-Sya’rawi ketika menafsirkan surah Luqman ayat 12 sampai 19 adalah sebagai berikut: 1) Asy-Sya’râwî memperlihatkan kepiawaiannya dalam bahasa Arab dengan mengungkap ide-ide kebahasaan
“ العاطفة من مركز الدراسات االسالميةPassion of the Islamic Studies Center” JPI_Rabbani
c.
2.
dalam menafsirkan ayat. 2) Asy-Sya’rawi menggunakan bahasa komunikasi karena tafsir Asy-Sya’rawi berasal dari kumpulan ceramah yang didokumentasikan kemudian dicetak menjadi sebuah tafsir. 3) AsySya’rawi banyak menggali maksud ayat dengan membahas aspek sosial kemasyarakatan dan solusinya. 4) Asy-Sya’rawi menganalisa kata-kata dalam ayat yang ditafsirkan dari segi bahasa, menyebutkan asal katanya, menjelaskan isytiqâq dan maksud dari kata tersebut. 5) Asy-Sya’rawi menjelaskan makna ayat secara sederhana dengan memberikan contoh fenomena kehidupan sehari-hari sehingga penjelasannya dapat lebih mudah dipahami dan diserap akal para pembaca. Dari wasiat Luqman di atas nilai yang dapat dipetik adalah sebagai berikut: 1) Anjuran kepada orang tua memberi wasiat untuk anaknya dengan hal-hal yang bermanfaat di dunia dan akhirat. 2) Pendidikan untuk anak dimulai dengan pengajaran tauhid dan menjauhi syirik karena dapat menyianyiakan amal. 3) Kewajiban untuk bersyukur kepada Allah SWT dan kepada kedua orang tua, dan kewajiban berbakti dan berhubungan baik kepada keduanya. 4) Kewajiban untuk taat kepada kedua orang tua kecuali perintah untuk maksiat kepada Allah SWT. 5) Pengawasan Allah SWT selalu ada di setiap kondisi, baik sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, di tempat sepi atau ramai. 6) Tidak meremehkan kebaikan atau keburukan meskipun kecil dan sedikit. 7) Kewajiban mendirikan shalat beserta rukun dan syaratnya dengan tuma’ninah. 8) Kewajiban amar ma’ruf nahi munkar dengan ilmu dan kelembutan sesuai kemampuan. 9) Bersabar dari gangguan disebabkan amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan. 10) Larangan sombong dan angkuh ketika berjalan. 11) Bersikap pertengahan dalam berjalan, tidak cepat dan tidak lambat. 12) Tidak meninggikan suara tanpa keperluam karena itu kebiasaan keledai. 13) Bersikap pertengahan di setiap perkara.
Saran a. Kepada orang tua atau pendidik hendaknya memprioritaskan pendidikan agama yang berorientasi kepada akhirat sebagai bekal untuk anak-anaknya sebelum memberikan pendidikan formal yang berorientasi keduniawian. b. Kepada peserta didik khususnya mahasiswa sebagai calon pendidik agar lebih mendalami sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan hadits dengan membaca tafsir-tafsir atau buku-buku keislaman lainnya.
DAFTAR PUSTAKA ‘Utsmân Aẖmad ‘Abd ar-Rahîm al-Qamîhî, Asy-Syaikh Muẖammad Mutawallî asySya’râwî Wa Manhajuhu Fî at-Tafsîr, (Kairo: Dâr as-Salâm, 2013) Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi, (Jakarta: Kencana Prenamedi Group, 2012) Aẖmad ‘Umar Hâsyim, Al-Imâm asy-Syâ’rawî Mufassiran Wa Dâ’iyah, (Kairo: Akhbâr al-Yaum, t.t.)
“ العاطفة من مركز الدراسات االسالميةPassion of the Islamic Studies Center” JPI_Rabbani
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Madinah: Mujamma’ Al-Malik Fahd Li Thiba’at AlMushhaf Asy-Syarif, 1431 H As-Sayyid Muẖammad ‘Ali Iyâzî, Al-Mufassirûn Ḫayâtuhum wa Manhajuhum, (Tehrân: Mu`assasah at-Thibâ’ah wa an-Nasyr Wizârah at-Tsaqâfah wa al-Irsyâd al-Islâmi, t.th) Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Riyadh: Bait Al-Afkar Ad-Dauliah Li An-Nasyr. 1998 Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim, (Giza: Muassasah Qurtubah, t.t.), Jilid 11 Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, Kairo: Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah, t.th., Jilid 2 Jamal Abdurrahman, Athfal Al-Muslimin Kaifa Rabbahum Nabi Al-Amin SAW, diterjemahkan dengan judul Islamic Parenting Pendidikan Anak Metode Nabi, Penerjemah Agus Suwandi, (Solo: Aqwam, 2015) Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010) Muhammad Ibn Jamil Zainu, Kaifa Nurabbi Awladana, (t.t., t.p., t.th.) Muẖammad Mutawallî asy-Sya’râwi, Tafsîr asy-Sya’râwî, (Kairo: Akhbâr al-Yaum, 1991) Muẖammad Rajab al-Bayûmî, Mausû’ah A’lâm al-Fikr al-islâmî, (Kairo: Al-Majlis al-A’lâ Li asy-Syu`ûn al-Islâmiah, 2007) Muẖammad Yasîn Jazr, ‘Âlim ‘Ashrihi fî ‘Uyûn Mu’âshirihi (Kairo: Maktabah atTurâst al-Islâmi, 1990) Muslim, Shahih Al-Muslim, t.t., t.p., t.th., Jilid 2 Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Cet. 3 Sa’îd Abû al-‘Ainain, Asy- Syâ’râwî Alladzî Lâ Na’rifuh (Kairo: Akhbâr al-Yaum, 1995) Sa’îd Abû al-‘Ainain, Asy- Syâ’râwî Hunâ Ra`aitu Sayyidanâ Ibrâhîm, (Kairo: Akhbâr al-Yaum, t.t.) Sa’îd Abû al-‘Ainain, Asy-Syâ’râwî Anâ Min Sulâlah Ahl al-Bait, (Kairo: Akhbâr alYaum, t.t.) Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)