LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR
11
TAHUN
PENCEGAHAN
DAN
2013
TENTANG
PENANGGULANGAN
PENYAKIT DI PROVINSI JAWA TENGAH
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SESUAI JENIS PENYAKIT
Sesuai dengan pengelompokan jenis
penyakit akan diuraikan tentang
pengertian, tanda dan gejala, cara penularan; input (masukan) tambahan dari yang
telah
diuraikan
di
Lampiran
1;
proses
yang
meliputi
upaya/pendekatan/pelayanan paripurna/ komprehansif yang terdiri dari upaya/pendekatan/pelayanan
promotif,
preventif,
kuratif,
rehabilitatif,
termasuk penemuan penderita, penegakan diagnose dan tata laksana serta pengendalian vektor atau hal-hal khusus yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyakit. Adapun untuk dosis pengobatan mengacu pada pedoman yang berlaku. Output (keluaran) dan Outcome (dampak) sesuai dengan target per penyakit.
2.1. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular 2.1.1. Penyakit Menular Langsung 2.1.1.1.
Human
Immunodeficiency
Virus
(HIV)/Acquired
Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) a. Pengertian, Gejala dan Tanda Klinis, Cara Penularan Pengertian HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini jika menginfeksi manusia menyebabkan penurunan system kekebalan tubuh karena penurunan CD4 sehingga tubuh menjadi jauh lebih rentan terhadap infeksi-infeksi yang pada orang normal tidak sampai menimbulkan gejala. AIDS
(Aquired
kumpulan
Immuno
gejala
yang
Deficiency timbul
akibat
kekebalan tubuh oleh HIV yang didapat.
II - 1
Syndrome)
merupakan
menurunnya
sistem
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga Infeksi HIV 1) Keadaan Umum a) Kehilangan berat badan >10% dari berat badan dasar b) Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral >37,50C) yang lebih dari satu bulan c) Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan d) Limfadenopati meluas 2) Kulit Post Propilaksis Exposure (PPE) dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV 3) Infeksi a) Infeksi Jamur : 1. Kandidiasis oral 2. Dermatitis seboroik 3. Kandidiasis vagina berulang b) Infeksi Viral: 1. Herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu dermatom) 2. Herpes genital (berulang) 3. Moluskum kontagiosum 4. Kondiloma c) Gangguan Pernafasan: 1. Batuk lebih dari satu bulan 2. Sesaknafas 3. Tuberkulosis 4. Pneumonia berulang 5. Sinusitis kronis atau berulang d) Gejala Neurologis 1. Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas penyebabnya) 2. Kejangdemam 3. Menurunnya fungsi kognitif Stadium Klinis Infeksi HIV 1) Stadium 1 II - 2
a. Tidak ada gejala b. Limfadenopati Generalisata Persisten 2) Stadium 2 a. Penurunan berat badan bersifat sedang yang tak diketahui penyebabnya (<10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya) b. Infeksi
saluran
pernafasan
yang
berulang
(sinusitis,
tonsillitis, otitis media, faringitis) c. Herpes zoster d. Keilitis angularis e. Ulkus mulut yang berulang f. Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic eruption) g. Dermatisis seboroik h. Infeksi jamur pada kuku 3) Stadium 3 a. Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui penyebabnya (lebih dari 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya) b. Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan c. Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya d. Kandidiasis pada mulut yang menetap e. Oral hairy leukoplakia f. Tuberkulosis paru g. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis,
piomiositis,
infeksi
tulang
atau
sendi,
bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat) h. Stomatitis
nekrotikans
ulserative
akut,
gingivitis
atau
periodontitis i. Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl), netropeni (<0.5 x 109/l) dan/atau trombositopeni kronis (<50 x 109/l) 4) Stadium 4 a. Sindrom wasting HIV b. Pneumonia Pneumocystis jiroveci c. Pneumonia bacteri berat yang berulang
II - 3
d. Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, genital, atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun) e. Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru) f. Tuberkulosis ekstra paru g. Sarkoma Kaposi h. Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening) i. Toksoplasmosis di sistem saraf pusat j. Ensefalopati HIV k. Pneumonia
Kriptokokus
ekstrapulmoner,
termasuk
meningitis l. Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang menyebar m. Leukoencephalopathy multifocal progresif n. Cyrptosporidiosis kronis o. Isosporiasis kronis p. Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis) q. Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid) r. Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin) s. Karsinoma serviks invasif t. Leishmaniasis diseminata atipikal u. Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis Cara Penularan Virus HIV dapat ditularkan melalui: 1) Cairan darah(transfusi darah,pemakaian jarum suntik secara bersamaan misalnya penyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit misalnya alat tindik, tato dan alat facial wajah). 2) Cairan sperma dan cairan vagina(melalui hubungan seks penetrative) 3) Air susu ibu Virus HIV tidak ditularkan dengan cara sebagai berikut: a. Berpelukan sosial, berjabat tangan b. Pemakaian WC, wastafel atau kamar mandi ebrsama c. Di kolam renang d. Gigitan nyamuk atau serangga lain II - 4
e. Membuang ingus, batuk atau meludah f. Pemakaian piring, alat makan atau makan bersama-sama b. Input Tambahan 1) Petugas HIV-AIDS telah dilatih 2) Layanan KTS/TIPK di seluruh kab/kota di Jawa Tengah 3) Layanan PDP dan RS rujukan ARV c. Proses Setiap daerah diharapkan menyediakan semua komponen layanan HIV yang terdiri dari : 1) Informed consent untuk tes HIV seperti tindakan medis lainnya. 2) Mencatat semua kegiatan layanan dalam formulir yang sudah ditentukan 3) Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap oleh dokter. 4) Skrining TB dan infeksi oportunistik. 5) Konseling bagi Odha perempuan usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi termasuk rencana untuk mempunyai anak. 6) Pemberian
obat
kotrimoksasol
sebagai
pengobatan
pencegahan infeksi oportunistik. 7) Pemberian ARV untuk Odha yang telah memenuhi syarat. 8) Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan oleh ibu hamil dengan HIV. 9) Pemberian
imunisasi
dan
pengobatan
pencegahan
kotrimoksasol pada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif. 10) Anjuran rutin tes HIV, malaria, sifilis dan IMS lainnya pada perawatan antenatal (ANC). 11) Konseling untuk memulai terapi. 12) Konseling tentang gizi, pencegahan penularan, narkotika dan konseling lainnya sesuai keperluan. 13) Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS), dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 14) Pendampingan oleh lembaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
II - 5
Pemeriksaan Laboratorium Untuk Tes HIV Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan selalu didahului dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan ELISA. Untuk pemeriksaan
pertama
(A1)
harus
digunakan
tes
dengan
sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%). Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko. Hasil
Interpretasi
A1 (-) atau A1 (-) A2 (-) A3 (-)
Non-reaktif
A1 (+) A2 (+) A3 (-) Atau A1 (+) A2 (-) A3 (-) A1 (+) A2 (+) A3 (+)
Indetermina te
Pemeriksaan
Tindak Lanjut -
Reaktif atau Positif
dan
Bila yakin tidak ada faktor risiko dan atau perilaku berisiko dilakukan LEBIH DARI tiga bulan sebelumnya maka pasien diberi konseling cara menjaga tetap negatif - Bila belum yakin ada tidaknya faktor risiko dan atau perilaku berisiko dilakukan DALAM tiga bulan terakhir maka dianjurkan untuk TES ULANG dalam 1 bulan Ulang tes dalam 1 bulan Konseling cara menjaga agar tetap negatif ke depannya
Lakukan konseling hasil tes positif dan rujuk untuk mendapatkan paket layanan PDP
Tatalaksana
setelah
diagnosis
HIV
ditegakkan Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke layanan PDP untuk menjalankan serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi. Hal tersebut dilakukan untuk: 1) menentukan II - 6
apakah pasien sudah memenuhi syarat untuk terapi antiretroviral; 2) menilai status supresi imun pasien; 3) menentukan infeksi oportunistik yang pernah dan sedang terjadi; dan 4) menentukan paduan obat ARV yang sesuai. Penilaian Stadium Klinis Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu. Penilaian Imunologi (Pemeriksaan jumlah CD4) Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan
CD4
melengkapi
pemeriksaan
klinis
untuk
menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV. Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-100 sel/mm3/tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 – 100 sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4. Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi Pada dasarnya pemantauan laboratorium bukan merupakan persyaratan mutlak untuk menginisiasi terapi ARV. Pemeriksaan CD4 dan viral load juga bukan kebutuhan mutlak dalam pemantauan
pasien
yang
mendapat
terapi
ARV,
namun
pemantauan laboratorium atas indikasi gejala yang ada sangat dianjurkan untuk memantau keamanan dan toksisitas pada ODHA yang menerima terapi ARV. Hanya apabila sumberdaya memungkinkan maka dianjurkan melakukan pemeriksaan viral load pada pasien tertentu untuk mengkonfirmasi adanya gagal terapi menurut kriteria klinis dan imunologis. Di bawah ini adalah pemeriksaan laboratorium yang ideal sebelum memulai ART apabila sumber daya memungkinkan: 1) Darah lengkap 2) Jumlah CD4 3) SGOT / SGPT 4) Kreatinin Serum 5) Urinalisa 6) HbsAg 7) Anti-HCV (untuk ODHA IDU atau dengan riwayat IDU) 8) Profil lipid serum II - 7
9) Gula darah 10) VDRL/TPHA/PRP 11) Ronsen dada (utamanya bila curiga ada infeksi paru) 12) Tes
Kehamilan
(perempuan
usia
reprodukstif
dan
perluanamnesis mens terakhir) 13) PAP smear / IFA-IMS untuk menyingkirkan adanya Ca Cervix yang pada ODHA bisa bersifat progresif) 14) Jumlah virus / Viral Load RNA HIV dalam plasma (bila tersedia dan bila pasien mampu) Persyaratan lain sebelum memulai terapi ARV Sebelum mendapat terapi ARV pasien harus dipersiapkan secara matang dengan konseling kepatuhan karena terapi ARV akan berlangsung seumur hidupnya. Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam keadaan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 maka dianjurkan untuk memberikan Kotrimoksasol (1x960mg sebagai pencegahan IO) 2 minggu sebelum terapi ARV. Hal ini dimaksudkan untuk: 1) Mengkaji kepatuhan pasien untuk minum obat, dan 2) Menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih antara kotrimoksasol dan obat ARV, mengingat bahwa banyak obat ARV mempunyai efek samping yang sama dengan efek samping kotrimoksasol. Tata Laksana Pengobatan HIV-AIDS pada dasarnya meliputi aspek Medis Klinis, Psikologis dan Aspek Sosial. Aspek Medis meliputi : 1) Pengobatan Suportif Penilaian gizi penderita sangat perlu dilakukan dari awal sehingga
tidak
terjadi
hal-hal
yang
berlebihan
dalam
pemberian nutrisi atau terjadi kekurangan nutrisi yang dapat menyebabkan perburukan keadaan penderita dengan cepat. Penyajian makanan hendaknya bervariatif sehingga penderita dapat tetap berselera makan. Bila nafsu makan penderita sangat menurun dapat dipertimbangkan pemakaian obat Anabolik Steroid. 2) Pencegahan dan pengobatan infeksi Oportunistik.
II - 8
Meliputi penyakit infeksi Oportunistik yang sering terdapat pada penderita infeksi HIV dan AIDS adalah Tuberkulosis (Sejak epidemi AIDS maka kasus TBC meningkat kembali), Toksoplasmosis (Sangat perlu diperhatikan makanan yang kurang masak terutama daging yang kurang matang), CMV (Virus
ini
dapat
menyebabkan
Retinitis
dan
dapat
menimbulkan kebutaan. Ensefalitis, Pnemonitis pada paru, infeksi saluran cernak yang dapat menyebabkan luka pada usus), Jamur (Jamur yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah jamur Kandida), Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.
Hal
tersebut
adalah
untuk
menentukan
apakah
penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA dewasa. 1) Tidak tersedia pemeriksaan CD4 Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis. 2) Tersedia pemeriksaan CD4 Rekomendasi : a) Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya. b) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.
Target Populasi ODHA dewasa
Stadium Jumlah sel CD4 Klinis Stadium > 350 sel/mm3 klinis 1 dan 2
< 350 sel/mm3 II - 9
Rekomendasi Belum mulai terapi. Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan Mulai terapi
Pasien dengan ko-infeksi TB Pasien dengan ko-infeksi Hepatitis B Kronik aktif Ibu Hamil
Stadium Berapapun klinis 3 dan 4 jumlah sel CD4 Apapun Berapapun Stadium jumlah sel CD4 klinis Apapun Berapapun Stadium jumlah sel CD4 klinis
Mulai terapi
Apapun Stadium klinis
Mulai terapi
Mulai terapi
Mulai terapi
Berapapun jumlah sel CD4
Pencegahan Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya : 1) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual; a) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual merupakan berbagai upaya untuk mencegah seseorang terinfeksi HIV dan/ atau penyakit IMS lain yang ditularkan melalui hubungan seksual. b) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilaksanakan terutama di tempat yang berpotensi terjadinya hubungan seksual berisiko. c) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan melalui upaya untuk: -
tidak melakukan hubungan seksual (Abstinensia) bagi orang yang belum menikah
-
setia
dengan
pasangan
(Be
Faithful);
hanya
berhubungan seksual dengan pasangan tetap yang diketahui tidak terinfeksi HIV. menggunakan kondom secara konsisten (Condom use); -
menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif (no Drug);
-
meningkatkan
kemampuan
pencegahan
melalui
edukasi termasuk mengobati IMS sedini mungkin (Education); dan -
melakukan
pencegahan
lain,
antara
lain
melalui
sirkumsisi -
Menggunakan kondom secara konsisten berarti selalu menggunakan
kondom
bila
terpaksa
berhubungan
seksual pada penyimpangan serta hubungan seks II - 10
dengan pasangan yang telah terinfeksi HIV dan/atau IMS 2) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual; dan Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual ditujukan untuk mencegah penularan HIV melalui darah yang meliputi :. a) uji saring darah pendonor,
dilakukan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan; b) pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang
melukai
tubuh;
dilakukan
dengan
penggunaan
peralatan steril dan mematuhi standar prosedur operasional serta
memperhatikan
kewaspadaan
umum
(universal
precaution). c) pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik meliputi: - program layanan alat suntik steril dengan konseling perubahan perilaku serta dukungan psikososial; - mendorong pengguna napza suntik khususnya pecandu opiat menjalani program terapi rumatan; - mendorong pengguna napza suntik untuk melakukan pencegahan penularan seksual; dan - layanan
konseling
dan
tes
HIV
serta
pencegahan/imunisasi hepatitis. 3) Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya meliputi: a) pencegahan
penularan
HIV
kehamilan
yang
pada
perempuan
usia
direncanakan
pada
reproduktif; b) pencegahan
tidak
perempuan dengan HIV; c) pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya; dan d) pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya d. Output 1) menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS; 2) meniadakan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA; 3) meningkatkan kualitas hidup ODHA; dan II - 11
4) mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat. e. Outcome Menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru;
2.1.1.2. Tuberculosis (TB) a. Pengertian, Gejala dan Cara Penularan Pengertian Tuberkulosis
(TB)
adalah
penyakit
menular
langsung
yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yang sebagian besar menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta mulai merambah tidak hanya pada golongan sosial ekonomi rendah saja. Gambaran di seluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas
dan
mortalitas
meningkat
sesuai
dengan
bertambahnya umur, dan pada pasien berusia lanjut ditemukan bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada wanita. Penanganan tuberkulosis meliputi penanganan TB, TB anak, TB MDR dan TB-HIV; 1) Tuberkulosis Anak Adalah Tuberkolusis (TB) yang menyerang anak usia 0 – 14 tahun 2) TB MDR ( Multyple Drug Resistance ) Adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), dimana kuman TB tersebut
sudah
kebal
(resisten)
terhadap
Obat
Anti
Tuberkulosis (Rifampisin dan INH). 3) TB HIV Adalah penyakit Tuberkulosis yang terjadi pada penderita HIV. Gejala Gejala utama : Batuk berdahak selama ≥ 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan : Gejala tambahan : 1) Dahak bercampur darah, 2) Batuk darah, 3) Sesak nafas, II - 12
4) Badan lemas, 5) Nafsu makan menurun, 6) Berat badan menurun, 7) Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, 8) Demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Jawa Tengah saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu segera dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini: 1) Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2 (kasus kronik) 2) Pasien TB tidak konversi pada pengobatan kategori 2. 3) Pasien TB dengan riwayat pengobatan TB di Fasyankes yang belum menggunakan penatalaksanaan TB sesuai standart. 4) Pasien TB gagal pengobatan kategori 1. 5) Pasien TB tidak konversi setelah pemberian sisipan. 6) Pasien TB kambuh. 7) Pasien TB yang kembali berobat setelah lalai/default. 8) Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB MDR 9) ODHA dengan gejala TB-HIV. Cara penularan 1) Sumber penularan adalah pasien TB BTA (Basil Tahan Asam) positif atau didalam dahaknya terdapat kuman TB. 2) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). 3) Percikan dahak dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Ventilasi dapat mengurangi jumlah penyebaran kuman, karena sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. 4) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
II - 13
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. 5) Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman TB ditentukan
oleh
konsentrasi
percikan
dalam
udara
dan
lamanya menghirup udara tersebut. Risiko penularan 1) Risiko tertular tergantung dari tingkat terpapar dengan percikan
dahak.
Pasien
TB
paru
dengan
BTA
positif
memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. 2) Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. 3) Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. 4) Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif. Risiko menjadi sakit TB 1) Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. 2) Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. 3) Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). 4) Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) dan merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakit TB (TB Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
pasien
TB
akan
meningkat,
dengan
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati. Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan: 1) 50% meninggal
II - 14
demikian
2) 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi 3) 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular b. Input Tambahan Sarana dan prasarana: 1) Ketersediaan bahan dan alat untuk penegakkan diagnosa TB dan form pencatatan pelaporan. 2) Adanya Buku Pedoman, juklak, juknis yang berkaitan dengan program pengendalian TB 3) Pemeriksaan
untuk
diagnosa
TB
dapat
dilakukan
di
laboratorium fasyankes seperti puskesmas, RS, BKPM 4) Pemeriksaan kultur untuk menunjang diagnose TB MDR dapat dilakukan di Balai Laboratorium (BLK) Kesehatan Semarang 5) Pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnose TB MDR dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Bandung, Jawa Barat 6) RS rujukan TB MDR adalah RSUD Dr. Moewardi, Surakarta dan RS sub rujukan TB MDR adalah RSUP Dr. Kariadi, Semarang serta RSUD Dr. Soetrasno, Cilacap c. Proses Metode Penemuan kasus baru dilakukan secara pasif dengan promosi aktif dimana fasyankes menjaring pasien baru TB yang datang ke fasyankes. Penemuan secara aktif dapat dilakukan pada sasaran tertentu yaitu kelompok beresiko tinggi tertular TB, kelompok rentan tertular TB, kelompok anak balita dan kelompok yang kontak dengan pasien TB resisten (MDR/Multi Drug Resistance) Diagnosis kasus TB dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium mikroskopis dengan memeriksa ada tidaknya kuman TB pada dahak pasien. Promosi Penyuluhan
mengenai
tanda-tanda
dini
penyakit
TB
dan
pentingnya berobat teratur baik oleh lintas program, lintas sektor maupun masyarakat/LSM
II - 15
Strategi penemuan kasus 1) Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat. Pelibatan semua layanan dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan pengobatan. 2) Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap : a) kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien dengan HIV (orang dengan HIV AIDS), b) kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA positif. c) pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau pegobatan pencegahan. d) Kontak dengan pasien TB resistan obat Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktis menuju kesehatan paru (PAL = practical approach to lung health), manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajemen terpadu dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan kasus TB di layanan kesehatan, mengurangi terjadinya “misopportunity” kasus TB dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan. Penegakan Diagnosa TB 1) Pemeriksaan Dahak Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan Sewaktu - Pagi – Sewaktu (SPS), S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. II - 16
P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes. S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. 2) Pemeriksaan biakan/kultur Peran
biakan
dan
identifikasi
M.
Tuberculosis
pada
pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu : a) Pasien TB Eksta Paru b) Pasien TB Anak c) Pasien TB BTA Negatif Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan. Balai
Laboratorium
Kesehatan
(BLK)
Semarang
dapat
melakukan pemeriksaan kultur yg menunjang diagnose TB MDR. 3) Uji kepekaan obat TB Uji kepekaan obat bertujuan untuk mengetahui resistensi kuman M. Tuberculosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pada saat ini sampel dirujuk ke BLK Bandung. Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR. Penegakan diagnosis untuk TB Anak Diagnosis
TB
pada
anak
sulit
sehingga
sering
terjadi
missdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor. IDAI (Ikatan Dokter
Anak
Indonesia)
telah
membuat
Pedoman
Nasional
Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional pengendalian tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. II - 17
Beberapa parameter yang dinilai dalam sistem skor adalah: 1) Kontak dengan pasien TB dewasa 2) Uji Tuberkulin 3) Berat badan / Status gizi 4) Demam ≥ 2 minggu tanpa sebab yang jelas 5) Batuk terus menerus ≥ 3 minggu dengan penyebab batuk lain sudah disingkirkan 6) Pembesaran kelenjar limfe koli, aksial, inguinal 7) Pembengkakan tulang/ sendi panggul, lutut, falang 8) Foto rongent dada Penegakan Diagnosis TB MDR Penegakan TB MDR dengan pemeriksaan Mikroskopis dahak, kultur dan Tes Kepekaan Obat Anti Tuberkulosis Tata laksana Pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OATKombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. 1) Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi).
II - 18
2) Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Dosis dan jenis obat mengacu pedoman yang berlaku. Pencegahan Pencegahan Individu 1)
Penerapan etika batuk yaitu : apabila batuk dan bersin, menutup mulut dan hidung dengan masker/ saputangan atau tissue.
2)
Tidak membuang dahak di sembarang tempat.
3)
Membuka jendela kamar, jendela ruangan dan ventilasi setiap hari.
4)
Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktivitas ataupun setelah berinteraksi dengan penderita.
5)
Makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup.
6)
Menggunakan
peralatan
makan
yang
berbeda
dengan
mandi
yang
berbeda
dengan
penderita tuberkulosis. 7)
Menggunakan
peralatan
penderita tuberkulosis. 8)
Menggunakan pakaian dan peralatan tidur yang berbeda (selimut, bantal, dll).
9)
Tidak tidur sekamar dengan penderita tuberkulosis.
10) Membersihkan ludah atau dahak yang dikeluarkan penderita tuberkulosis. 11) Membuka jendela kamar, jendela ruangan, dan ventilasi setiap hari. 12) Membersihkan rumah setiap hari baik lantai, jendela, langitlangit, dan lain-lain. 13) Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktivitas ataupun setelah berinteraksi dengan penderita. 14) Melakukan pemeriksaan minimal 3 bulan sekali. 15) Apabila mengkonsumsi Susu sapi murni, diharapkan direbus terlebih dahulu. 16) Olah raga rutin setiap hari. 17) Segera memeriksakan kesehatan apabila batuk. II - 19
Pencegahan Kesehatan Masyarakat 1) Memberikan imunisasi BCG (Bacille Calmette – Guerin) berasal dari Mycobacterium bovis) kepada balita sesuai dengan jadwal imunisasi. 2) Memberikan penyuluhan pada masyarakat terkait dengan pencegahan tuberculosis. 3) Melaksanakan
Pencegahan
dan
pengendalian
infeksi
Tuberkulosis pada waktu melaksanakan aktifitas kerja terutama di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 4) Selalu
minum
susu
sapi
yang
sudah
dimasak
atau
dipasteurisasi. 5) Bekerja hati-hati di laboratorium pada waktu menangani hewan coba terutama hewan primata. d. Output 1) Meningkatkan penemuan kasus TB (TB dewasa, TB anak dan TB MDR) secara dini dan diobati sesuai dengan tata laksana yang terdapat dalam buku Pedoman Nasional Pengendalian TB. 2) Meningkatkan angka kesembuhan kasus TB yang ditemukan dan diobati e. Outcome Penyakit TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di wilayah Jawa Tengah
2.1.1.3. Kusta a. Pengertian, Tanda dan Gejala, Cara Penularan Pengertian Kusta adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh kuman Kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Di Jawa Tengah daerah yang masih endemis kusta ada di wilayah pantura. Dari 35 kabupaten, 9 kabupaten/kota masih merupakan daerah endemis tinggi kusta. Tanda dan Gejala Diagnosis penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan tanda utama (Cardinal sign), yaitu: 1) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
II - 20
Kelainan kulit dapat berbentuk bercak putih (hipopigmentasi) atau
kemerah-merahan
(eritematous)
yang
mati
rasa
(anestesi). 2) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan
gangguan fungsi
saraf. Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa: a) Gangguan fungsi sensoris : mati rasa b) Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (Parese)
atau
kelumpuhan (Paralisis) c) Gangguan fungsi otonom : Kulit kering dan retak-retak. 3) Basil Tahan Asam (BTA ) positif Bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) asal cuping telinga (rutin) dan bagian aktif suatu lesi kulit. Untuk tujuan tertentu kadang jaringan diambil dari bagian tubuh tertentu (biopsi). Pemeriksaan kerokan kulit hanya dilakukan pada kasus yang meragukan. Cara Penularan 1) Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2 – 5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M. Leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita. Penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi sumber penularan kepada orang lain. 2) Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman. Suatu kerokan hidung dari penderita tipe lepromatous yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman sebesar 10 4
-
107. Dan telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari penderita tipe lepromatous merupakan sumber kuman yang terpenting di dalam lingkungan. 3) Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh. II - 21
4) Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber penularan. Sebagian besar (95 %) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil yang dapat ditulari (5%). Dari 5 % yang tertular tersebut sekitar 70 % dapat sembuh sendiri dan hanya 30 % yang menjadi sakit. Contoh: Dari 100 orang yang terpapar; 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit dimana hal ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan. 5) Seseorang dalam lingkungan
tertentu akan termasuk dalam
salah satu dari 3 kelompok berikut ini, yaitu : a) Pejamu yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi merupakan kelompok terbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta. b) Pejamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman kusta, bila menderita penyakit kusta biasanya tipe PB. c) Pejamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yang merupakan kelompok
kecil, bila menderita
kusta biasanya tipe MB. b. Input Tambahan Pelaksana program kusta ada di tingkat puskesmas, kabupaten dan provinsi, diharapkan petugas yang sudah pernah mengikuti pelatihan program kusta. Logistik meliputi Form-form pencatatan dan pelaporan program kusta, obat MDT serta logistik lainnya. c. Proses Penemuan penderita kusta secara garis besar terbagi dua yaitu secara pasif dan aktif, yaitu: 1) Penemuan Penderita Secara Pasif. Penemuan penderita berdasarkan adanya orang yang datang mencari pengobatan ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya atas kemauan sendiri atau saran orang lain. 2) Penemuan penderita Secara Aktif Penemuan penderita secara aktif dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan : a) Pemeriksaan Kontak b) Survei Lain (Pemeriksaan Anak Sekolah SD/TK, Rapid Village Survei/ RVS & Chase Survei, Survei Khusus, Leprosy
II - 22
Elimination
Campaign/
LEC,
SAPEL/
Special
Action
Program For Elimination Leprosy) Diagnosis dan klasifikasi Untuk mendiagnosis penyakit kusta, minimal harus ditemukan satu Cardinal sign. Tanpa adanya Cardinal sign, kita hanya boleh menyatakan sebagai tersangka (suspek) kusta. Klasifikasi penyakit kusta penting karena berhubungan dengan beberapa hal : 1) Tipe
penyakit
kusta
menentukan
jenis
dan
lamanya
pengobatan penyakit. 2) Tipe penyakit kusta menentukan kapan penderita di RFT Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit kusta menurut WHO adalah sebagai berikut : Tanda Utama
PB
Bercak kusta
Jumlah 1 – 5
MB Jumlah lebih dari 5
Penebalan
saraf
disertai Satu saraf
gangguan fungsi
Lebih
dari
satu
saraf
Sediaan apusan
BTA negatif
BTA positif
Pengobatan dan pengendalian pengobatan Penderita Pausi Basiler (PB) diberikan enam blister yang harus diminum selama 6 -9 bulan. Penderita Multi Basiler (MB) diberikan dua belas blister yang harus diminum selama 12 -18 bulan. Pedoman pengobatan mengacu peraturan yang berlaku. Pencegahan cacat dan perawatan diri Program pencegahan cacat sebenarnya sudah dimulai sejak dari penemuan
penderita.
Berikut
adalah
komponen
kegiatan
pencegahan cacat : 1) Penemuan dini penderita sebelum cacat 2) Mengobati penderita dengan MDT sampai RFT 3) Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi saraf secara rutin 4) Menangani reaksi dengan tata laksana sesuai protap. 5) Penyuluhan 6) Perawatan diri II - 23
7) Menggunakan alat bantu untuk mencegah bertambahnya kecacatan yang terlanjur diderita. 8) Rehabilitasi medis (operasi rekonstruksi) Rehabilitasi Adalah semua upaya untuk mengurangi dampak akibat kecacatan pada seseorang agar dia mampu mandiri, berpartisipasi, dan integrasi sosial sehingga mempunyai kualitas hidup yang lebih baik. Penyandang Cacat Kusta (PCK) perlu mendapat berbagai macam rehabilitasi melalui pendekatan paripurna mencakup bidangbidang sbb : 1) Rehabilitasi Bidang Medis a) Perawatan (Care) yang dikerjakan bersamaan dengan program Eliminasi Kusta melalui program Pencegahan Cacat (POD), KPD/SCG (Kelompok Perawatan Diri/SCG) b) Rehabilitasi Fisik Dan Mental Yang dikerjakan melalui berbagai tindakan pelayanan medis dan konseling medik. Bekerjasama dengan RS. Kelet Jepara sebagai pusat pelayanan penderita kusta. 2) Rehabilitasi Bidang Sosial Ekonomi Rehabilitasi
Sosial
ditujukan
untuk
mengurangi
masalah
psikologis dan stigma sosial agar PCK dapat berintegrasi sosial. Rehabilitasi Ekonomi ditujukan untuk perbaikan ekonomi dan kualitas hidup meliputi pelatihan ketrampilan kerja (vocational training), fasilitas kredit kecil untuk usaha sendiri, modal bergulir, modal usaha,dll. d. Output 1) Data penemuan kasus kusta baru secara dini tanpa kecacatan oleh masyarakat dan fasyankes. 2) Pengobatan dan pengendalian pengobatan penderita kusta sampai sembuh sesuai dengan standar yang ada. e. Outcome Meningkatnya angka penemuan kasus baru secara dini dan menurunkan proporsi cacat tingkat 2 diantara penderita baru.
II - 24
2.1.1.4. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) a. Pengertian, Tanda dan Gejala, Cara Penularan Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus, sehingga dikenal sebagai "Strep Throat". Tanda dan Gejala Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa : 1) Batuk 2) Kesulitan bernafas 3) Sakit tenggorokan 4) Pilek 5) Demam 6) Badan pegal (myalgia) 7) Sakit kepala 8) Tekanan di muka 9) Bersin. 10)
Gejala biasanya tampak setelah 1-3 hari setelah terpapar kuman.
11)
Gejala diawali dengan sakit leher tiba-tiba, nyeri telan dan demam tanpa diikuti hidung beringus, suara berubah atau batuk.
12)
Penyakit ini biasa berlangsung selama 7-10 hari.
Cara Penularan Sumber penularan adalah penderita ISPA yang menyebarkan kuman saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara penyebaran kuman masuk ke tubuh orang lain yang daya tahannya rendah, Trasmisi langsung dapat juga melalui memegang/menggunakan
benda
yang
telah
terkena
sekresi
saluran pernafasan. b. Input Tambahan 1) Dokter,
Perawat,
bidan
yang
mempunyai
mengetahui tanda-tanda dan gejala ISPA. 2) Buku pedoman tatalaksana ISPA II - 25
ketrampilan
c. Proses Penemuan penderita sedini mungkin Skrening penderita ISPA di fasilitas Pelayanan Kesehatan Penegakan Diagnosa 1) Laboratorium Mikroskopis Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura. 2) Penunjang a) Pemeriksaan kultur / biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman. b) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia c) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan Tata Laksana 1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen dan sebagainya. 2) Pneumonia: diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin 3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang Pencegahan 1) Individu
II - 26
a) Perbaikan dan peningkatan gizi pada balita (Penyusunan atau pengaturan menu, Cara pengolahan makanan dan Variasi menu) b) Perbaikan dan sanitasi lingkungan c) Pemeliharaan Kesehatan perorangan 2) Kesehatan Masyarakat a) Promosi Kesehatan (Health Promotion) - Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara penularan dan pemberantasan serta manfaat menegakkan diagnosis dini penyakit ISPA - Memberikan penyuluhan tentang
makanan sehat dan
cukup baik kualitas maupun kuantitas. - Memberikan penyuluhan tentang perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah. b) Perlindungan khusus (spesific protection) - Perbaikan
status
gizi
individu/perorangan
ataupun
masyarakat untuk membentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat melawan agent penyakit yang akan masuk ke dalam tubuh. - Pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang baru lahir. d. Output 1) Meningkatnya penemuan penderita ISPA secara dini di Jawa Tengah 2) Terkendalinya angka kematian akibat ISPA di Jawa Tengah e. Outcome Penyakit ISPA tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di Jawa Tengah 2.1.1.5. Diare a. Pengertian, Penyebab, Tanda dan Gejala, Cara Penularan Pengertian Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair bahkan dapat berupa air
saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya, biasanya 3 (tiga) kali sehari atau lebih dalam satu hari. Penyebab 1) Infeksi ( bakteri, virus, atau investasi parasit) II - 27
2) Malabsorpsi 3) Alergi 4) Keracunan 5) Immunodefisiensi lain-lain Tanda dan Gejala Gejala umum 1) Berak cair atau lembek dan lebih sering dari biasanya; 2) Bisa disertai muntah pada gastroenteritis; 3) Bisa disertai demam; 4) Bila berlangsung terus menerus bisa terjadi dehidrasi dengan tanda mata cekung, ketegangan kulit (turgor) menurun, kesadaran menurun (apatis), bahkan gelisah; Gejala spesifik 1) Cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis 2) Disentri form : tinja berlendir dan berdarah Cara Penularan Cara penularan diare adalah masuknya kuman melalui mulut (fecal oral). Tinja penderita diare yang mengandung kuman dapat mencemari sumber air bersih dan makanan. Penularannya dapat melalui (makanan, tangan, tinja, lalat, cairan) yang tercemar kuman dan sanitasi yang buruk. Di Jawa Tengah di semua daerah kasus diare hampir semua nya tinggi, namun daerah yang sering terjadi KLB diare
di daerah
pegunungan seperti (Temanggung, Wonosobo, Banyumas, Brebes, Kebumen) biasanya kejadian luar biasa diare ini di perbukitan dan kasus
pertama
diketemukan
di
lokasi
tertinggi,
kemudian
menyebar ke lokasi bawah. Daerah yang terjadi KLB diare dengan kondisi
penyehatan
lingkungan
yang
kurang
mendukung,
masyarakat menggunakan air bersih dari mata air dan slang saluran
air
yang
kurang
terawat.
sebagian
masyarakat
mempunyai kandang, mayoritas penduduk lokasi KLB
adalah
petani dan kotoran hewan digunakan sebagai pupuk di dukung dengan PHBS yang masih sangat kurang. Sedangkan didaerah dataran rendah, lokasi yang sering terjadi KLB diare adalah daerah yang sulit air, terutama di musim kemarau, sehingga untuk keperluan mandi dan cuci dilakukan di II - 28
sungai, meskipun sungai tersebut sudah tidak memenuhi syarat untuk air bersih ( Grobogan, Rembang, Blora,Jepara, Pati). b. Input Tambahan Obat diare, yaitu oralit dan zink serta logistik lainnya antara lain Ringer laktat, infus set, wing needle, abocate, tetrasiklin, kaporit dan lysol. c. Proses Ditemukannya kasus diare secara dini dan diobati sesuai dengan tata laksana yang terdapat dalam buku Pedoman Nasional Pengendalian diare. Untuk mencapai tujuan program diare guna menurunkan angka kesakitan dan kematian diare perlu ditetapkan jumlah penemuan dan pengobatan penderita diare. Beberapa faktor yang diperlukan dalam memperkirakan target yaitu: jumlah penduduk, angka kesakitan (insiden) diare dan cakupan untuk logistik diare dan kebutuhan saat KLB diare juga perlu direncanakan. 1) Penemuan penderita (termasuk penegakan diagnose) Penemuan penderita diare secara garis besar ada dua cara yaitu : c) Penemuan Penderita oleh masyarakat/kader. Penemuan penderita berdasarkan adanya laporan dari masyarakat/kader. Penemuan penderita melalui peran masyarakat ini sangat diharapkan sampai 20 %, karena harapannya masyarakat tahu dan bisa
melakukan tatalaksana diare di rumah
tangga secara dini sebelum ke layanan kesehatan. d) Penemuan penderita di sarana Kesehatan Penderita
diare
datang
mencari
pengobatan
ke
Puskesmas/sarana kesehatan lainnya. 2) Penegakan Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah : Lekosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Pemeriksaan Penunjang II - 29
Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome). Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH yang akan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab lain dapat
dilakukan
pemeriksaan
analisa
feses
lainnya.
Diantaranya Mg SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti Mg SO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4. Tata Laksana Lima (5) langkah tatalaksana diare 1) Terapi cairan -
Tentukan derajat dehidrasi : ringan, sedang, berat
-
Jenis cairan : ORALIT
-
Jumlah cairan : jumlah cairan yang diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan.
2) Pemberian Zinc Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis yang sesuai umur (tambahan referensi, confirm ulang dg ahlinya). Zinc berfungsi mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja. 3) Pemberian ASI/Makanan Selama diare ASI/ makanan tetap diberikan. Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah penurunan berat badan. 4) Terapi kausal Memberikan antibiotik sesuai indikasi. Antobiotik diberikan pada kasus kolera, diare lebih dari 8 kali per hari, diare dengan demam, diare berlendir dan atau berdarah. 5) SKD dan penanggulangan KLB SKD adalah salah satu kegiatan dari surveilans epidemiologi yang berguna untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB diare. II - 30
Kegiatan pengamatan ini adalah sikap tanggap terhadap adanya
suatu
perubahan
atau
penyimpangan
dalam
masyarakat yang berkaitan dengan kecenderungan terjadinya kesakitan dan kematian, sehingga dapat dilakukan tindakan cepat dan tepat untuk mencegah atau mengurangi jatuhnya korban. Kewaspadaan ini ditunjukkan terhadap indikator yang dipantau sebelum terjadinya kasus dan setelah timbul kasus. Sumber informasi dilakukannya SKD ini antara lain : -
Pencatatan dan pelaporan rutin
-
Laporan dari masyarakat
-
Berita dari mass media
-
Laporan dari instansi/lembaga terkait, misal BMG dan LSM
-
Hasil survei / studi kasus
Tanda-tanda KLB/Wabah 1) Angka kesakitan dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan mencolok selama 3 kali waktu observasi berturut-turut (harian atau mingguan). 2) Jumlah penderita dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan) dibandingkan dengan angka rata-rata dalam satu tahun terakhir. 3) Peningkatan
case
fatality
rate
pada
suatu
kecamatan,
desa/kelurahan dalam waktu 1 bulan dibandingkan dengan case fatality rate bulan lalu. 4) Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu
(mingguan,
bulanan)
di
suatu
kecamatan,
desa/kelurahan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun yang lalu. Pencegahan 3) Individu a) Minum air yang sudah masak b) Makan makanan yang dimasak c) Mencuci buah-buahan dan sayuran yang akan dimakan d) Melindungi makanan dari lalat, tikus dan kecoa e) Mencuci tangan sebelum makan II - 31
f) Membiasakan mencuci alat-alat makan dan minum dengan sabun 4) Kesehatan Masyarakat a) Pemberian ASI eksklusif b) Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI c) Menggunakan air bersih d) Mencuci tangan dengan sabun e) Menggunakan jamban dengan benar f) Membuang tinja bayi dan anak-anak di jamban d. Output Tercapainya target penemuan kasus diare dan diobati sesuai dengan tatalaksana. Untuk cakupan penemuan kasus diare adalah 80 % dari target dan kasus diare yang diobati adalah 100 %. Dari semua kasus yang datang kepelayanan kesehatan. e. Outcome Menurunnya angka kesakitan dan angka kematian akibat diare
2.1.1.6. Influenza A Baru (H1N1) a. Pengertian Sebagian besar penderita Influenza A Baru (H1N1) dengan gejala ringan
sembuh
dengan
sendirinya
maupun
dengan
terapi
antivirus dan sebagian kecil memerlukan perawatan Rumah Sakit dan perawatan ICU. Data klinik yang dipublikasikan maupun data klinik di Indonesia masih sangat sedikit. Hingga sekarang karateristik virus H1N1 masih tetap sama dengan karakteristik virus yang pertama kali di Meksiko. Situasi Influenza A baru (H1N1) baik ditingkat global maupun regional
serta
di
Indonesia
sendiri
terus
mengalami
perkembangan. Telah terjadi kematian akibat virus Influenza A Baru (H1N1). Walaupun risiko kematian relatif kecil namun kejadian kematian dapat terjadi sangat cepat pada Influenza A baru (H1N1) untuk itu pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan lebih mefokuskan pada kasus-kasus berat, khususnya kasus yang mengancam jiwa atau yang memerlukan penanganan di ICU
agar dapat mencegah
kematian dan menekan angka kematian seminimal mungkin. II - 32
Tanda dan Gejala Diagnosa Influenza A Baru (H1N1) ditegakkan berdasarkan 1) Demam dengan suhu >38 derajat Celsius 2) Batuk 3) Pilek 4) Nyeri otot 5) Nyeri tenggorokan Gejala lain yang mungkin menyertai adalah : 1) Sakit kepala 2) Sesak nafas 3) Nyeri sendi 4) Mual 5) Muntah 6) Diare Cara Penularan Sumber penularan adalah penderita Influinza A Baru (H1N1) yang menyebarkan kuman saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara penyebaran kuman masuk ke tubuh orang lain yang daya tahannya rendah, Transmisi langsung b. Input Tambahan 1) Dokter,
Perawat,
bidan
yang
mempunyai
ketrampilan
mengetahui tanda-tanda dan gejala Influenza A Baru (H1N1) 2) Buku pedoman tatalaksana Influenza A Baru (H1N1) c. Proses Penemuan penderita sedini mungkin Sekrening
penderita
Influenza
A
Baru
(H1N1)
di
fasilitas
Pelayanan Kesehatan Penegakan Diagnosa Diagnosa Influenza A Baru (H1N1) dengan RT-PCR dilakukan hanya untuk pasien yang dirawat, kluster dan kasus-kasus influenza yang tidak lazim (unusual). Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien yang dirawat (kriteria sedang dan berat) adalah : 1) Laboratorium : darah perifer lengkap, tes fungsi hati, tes fum 2) Ngsi ginjal, tes darah sewaktu. 3) Radiologi : Foto torak 4) Pemeriksaan lainnya tergantung indikasi. II - 33
Pada
pemeriksaan
darah
perifer
lengkap
bila
ditemukan
leukopenia dan trombositopenia dapat memperkuat diagnosa namun bila tidak ditemukan leukopenia dan trombositopenia tidak menyingkirkan diagnosa Tata Laksana 1) Kasus
berat : dilakukan perawatan di ruang isolasi
ICU/PICU/NICU dan diberikan antivirus serta diperiksa RTPCR satu kali pada awal. Pada Influenza A Baru (H1N1) yang berat dengan pneumonia ditemukan gambaran yang sama dengan pneumonia pada flu burung 2) Kasus sedang
: Perawatan dilakukan diruang isolasi dan
diberikan antivirus. Pemeriksaan RT-PCR hanya dilakukan satu kali pada awal perawatan. Jika keadaan umum dan klinis baik dapat dipulangkan 3) Kasus ringan waktu
satu
: Sebagian besar kasus akan sembuh dalam minggu.
Kasus
ringan
tidak
memerlukan
perawatan di RS, tidak memerlukan pemberian antivirus, kecuali kasus klaster serta hanya diberikan pengobatan simtomatik dan komunikasi informasi edukasi (KIE) untuk pasien dan keluarganya. Pasien diamati selama 7
hari.
Pengobatan simtomatik diberikan sesuai gejala. Salisilat boleh diberikan pada anak dibawah 18 tahun karena dapat menyebabkan Sindrom Reye. Pencegahan 1) Individu a) Perbaikan dan peningkatan gizi pada balita (Penyusunan atau pengaturan menu, Cara pengolahan makanan dan Variasi menu) b) Perbaikan dan sanitasi lingkungan c) Pemeliharaan Kesehatan perorangan 2) Kesehatan Masyarakat a) Promosi Kesehatan (Health Promotion) - Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara
penularan
dan
pemberantasan
menegakkan diagnosis dini (H1N1)
II - 34
serta
manfaat
penyakit Influenza A Baru
- Memberikan penyuluhan tentang
makanan sehat dan
cukup baik kualitas maupun kuantitas. - Memberikan penyuluhan tentang perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah. b) Perlindungan khusus (spesific protection) -
Perbaikan
status
gizi
individu/perorangan
ataupun
masyarakat untuk membentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat melawan agent penyakit yang akan masuk ke dalam tubuh. -
Pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang baru lahir.
d. Output 1) Meningkatnya penemuan penderita Influenza A Baru (H1N1) secara dini di Jawa Tengah 2) Terkendalinya angka kematian akibat Influenza A Baru (H1N1) di Jawa Tengah e. Outcome Penyakit Influenza A Baru (H1N1) tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di Jawa Tengah
2.1.1.7. Typoid a. Pengertian, Penyebab, Tanda dan Gejala Pengertian 1) Demam tifoid Suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteria Salmonella typhi
(S. typhi).
2) Penyakit yang erat hubungannya dengan Hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan. 3) Merupakan salah satu “ travel disease” Penyabab 1) Oro – fecal 2) Melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri S.Typhi. 3) Carrier (Orang terinfeksi
yang tidak memperlihatkan gejala
tifoid tapi didalam tinjanya dapat ditemukan bakteri S. typhi) Tanda dan Gejala 1) Demam terjadi terutama pada sore atau malam hari ( bisa mencapai 39 – 400C ). 2) Sakit kepala,terutama di area frontal II - 35
3) Lidah tampak kotor dan ditutupi selaput putih. 4) Nyeri perut,terutama regio epigastric 5) Constipation sampai diare 6) Hepato spleno megali 7) Slow heart rate (bradycardia) 8) Anorexia b. Input Tambahan Laporan masuk dalam laporan W2 di laporan Surveilans c. Proses Ditemukannya kasus secara dini di layanan kesehatan dasar dan apabila perlu dirujuk dilayanan lebih lanjut untuk kondisi yang lebih parah pemeriksaan yang lebih lengkap dan diobati sesuai dengan tata laksana. Penemuan penderita (termasuk penegakan diagnose) Penemuan penderita Typhoid secara garis besar ada dua cara yaitu : 1) Penemuan Penderita oleh masyarakat/kader. Penemuan
penderita
berdasarkan
adanya
laporan
dari
masyarakat / kader. 2) Penemuan penderita di sarana Kesehatan Penderita dengan tanda dan gejala typhoid datang mencari pengobatan ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya. Penegakan Diagnosis Anamnesis 1) Suspek DT : secara klinis, gambaran klinik thypoid fever yang jelas. 2) Probable DT Gambaran
klinis
jelas
ditunjang
dengan
pemeriksaan
Laboratorium (Widal test) 3) DT Konfirmasi Dengan biakan kuman, ditemukan Salmonella typhi serta peningkatan
serologi
widal
pemeriksaan 5-7 hari. Tata Laksana Pasien rawat jalan 1) Perawatan umum dan Nutrisi
II - 36
4
kali
lipat
pada
interval
2) Penderita dengan suspek thypoid sebaiknya di rawat disarana kesehatan. 3) Pemberian antimikroba dan makanan rendah serat. 4) Pengobatan dan perawatan komplikasi 5) Perawatan mandiri di rumah. SKD dan penanggulangan KLB SKD adalah salah satu kegiatan dari surveilans epidemiologi yang berguna untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB diare. Kegiatan pengamatan ini adalah sikap tanggap terhadap adanya suatu perubahan atau penyimpangan dalam masyarakat yang berkaitan
dengan
kecenderungan
terjadinya
kesakitan
dan
kematian, sehingga dapat dilakukan tindakan cepat dan tepat untuk mencegah atau mengurangi jatuhnya korban. Kewaspadaan ini ditunjukkan terhadap indikator yang dipantau sebelum terjadinya kasus dan setelah timbul kasus. Sumber informasi dilakukannya SKD ini antara lain : 1) Pencatatan dan pelaporan rutin 2) Laporan dari masyarakat 3) Berita dari mass media 4) Laporan dari instansi/lembaga terkait, misal BMG dan LSM 5) Hasil survei / studi kasus Surveilans Epidemiologi 1) Tindakan surveilans dilakukan terhadap penderita, kontak erat,
dan
faktor
risiko
potensial.
Tindakan
surveilans
dilengkapi dengan pengambilan sampel untuk konfirmasi laboratorium. 2) Lakukan analisis berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang serta faktor risiko potensial. 3) Hasil
analisis
disampaikan
melalui
laporan
harian
dan
mingguan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tanda-tanda KLB/Wabah 1) Angka kesakitan dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan mencolok selama 3 kali waktu observasi berturut-turut (harian atau mingguan). 2)
Jumlah penderita dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan) II - 37
dibandingkan dengan angka rata-rata dalam satu tahun terakhir. 3) Peningkatan
case
fatality
rate
pada
suatu
kecamatan,
desa/kelurahan dalam waktu 1 bulan dibandingkan dengan case fatality rate bulan lalu. 4) Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu
(mingguan,
bulanan)
di
suatu
kecamatan,
desa/kelurahan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun yang lalu. Pencegahan Pencegahan Pribadi 1) Kebersihan lingkungan a) Penyediaan air bersih b) Penggunaan jamban keluarga yg memenuhi syarat. c) Pengolahan air limbah, d) Pengolahan sampah e) Pengawasan tempat pengolahan makanan (restoran, kantin, perusahaan dll 2) Kebersihan Kebersihan Pribadi / Perilaku a) CTPS b) Minum air yang telah dimasak c) Buah buahan hendaknya dikupas atau telah dibilas d) Vaksinasi (tidak melindungi 100%) d. Output Tercapainya target penemuan kasus typhoid, sumber penularan dan faktor risiko, serta diobati sesuai dengan tatalaksana. Untuk kasus yang diobati adalah 100 % dari semua kasus. e. Outcome 1) Menurunnya angka kesakitan dan angka kematian 2) Mengurangi transmisi dari berbagai penyebab typhoid 3) Mengurangi dampak sosial ekonomi akibat typhoid pada level individu, kelompok masyarakat dan populasi
II - 38
2.1.1.8. Hand Food Mouth Disease (HMFD) a. Pengertian, Penyebab, Tanda dan Gejala, Manifestasi Klinis, Cara Penularan, Siklus penularan Pengertian HFMD (Hand Foot Mouth Disease) atau PKTM (Penyakit Kaki tangan dan Mulut) atau dahulu sering disebut “Flu Singapura” sebenarnya adalah penyakit yang di dunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit Kaki, Tangan dan Mulut (KTM) Penyakit ini adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam famili Picornaviridae (Pico, Spanyol = kecil), Genus Enterovirus ( non Polio ). Genus yang lain adalah Rhinovirus, Cardiovirus, Apthovirus. Didalam Genus enterovirus terdiri dari Coxsackie A virus, Coxsackie B virus, Echovirus dan Enterovirus. Pada umumnya menyerang anak usia di bawah 10 tahun dengan masa inkubasi 3-7 hari dan masa infeksius minggu pertama sejak timbul gejala. Penyebab PTKM di disebabkan oleh Enterovirus, Coxsackie virus atau Echovirus. Penyebab yang paling sering terjadi adalah Coxsackie A16, sedangkan
yang
sering
memerlukan
perawatan
karena
keadaannya lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71. Berbagai enterovirus dapat menyebabkan berbagai penyakit. Infeksi Coxsackievirus atau Enterovirus mungkin sama sekali tidak menunjukkan gejala atau hanya ringan. Bila timbul, bisa berupa lepuh yang bermula dari bintik merah kemudian menjadi bisul. Lepuhnya ada di sebelah dalam pipi, gusi, sisi lidah maupun di tangan dan kaki. Pada bayi kadang-kadang terdapat di tempat popoknya dipasang. Lepuh ini biasanya berlangsung sampai 7-10 hari dan ada kalanya si anak bisa demam sedikit, sakit tenggorokan, lelah, kurang enak badan dan selama 1-2 hari mungkin tak mau makan. Meskipun jarang, Coxsackievirus bisa menyebabkan penyakit lain yang berdampak terhadap jantung, otak, selaput otak (meningitis), paru-paru atau mata. II - 39
Tanda dan Gejala 1) Gejala awal : demam (38-390C), nafsu makan turun dan nyeri menelan 2) Gejala awal : demam (38°-39°C), nafsu makan turun,
nyeri
menelan 3) Vesikel di dalam mulut, lidah, gusi mukosa pipi, telapak tangan, kaki & bokong (bayi). 4) Sal. Cerna : muntah, diare & nyeri perut 5) Mata
: konjungtivitis akut
6) Hati
: hepatitis
7) Timbul vesikel dan ruam di dalam mulut. Vesikel ditemukan di lidah, gusi atau mukosa pipi. Vesikel ini mudah pecah dan menjadi ulkus yang menyebabkan anak tidak mau makan dan ludah meleleh keluar. Ruam dengan vesikel dapat juga ditemukan pada telapak tangan, kaki dan bokong pada bayi. 8) Komplikasi
yang
timbul
akibat
Enterovirus
71
adalah
gangguan neurologi berat yaitu meningitis aseptik, ensepalitis maupun kelumpuhan. 9) Penderita mungkin hanya dengan gejala ruam pada telapak tangan dan ulkus di lidah saja Manifestasi Klinis 1) Mula-mula demam tidak tinggi 2-3 hari 2) Diikuti sakit leher (pharingitis), tidak ada nafsu makan, pilek, gejala
seperti
flu
pada
umumnya
tidak
menimbulkan
kemematian. 3) Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3-10 ulcus di mulut seperti sariawan (lidah, gusi, pipi sebelah dalam) terasa nyeri sehingga sukar untuk menelan. Bersamaan dengan gejala tersebut
timbul
rash/ruam
atau
vesikel
(lepuh
kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal di telapak tangan dan kaki. Kadang-kadang rash/ruam (makulopapel) ada di bokong. 4) Penyakit ini biasanya membaik sendiri dalam waktu 7-10 hari. Bila ada muntah, diare atau dehidrasi dan lemah atau komplikasi lain maka penderita tersebut harus dirawat. Waspadai gejala dan tanda yang berbahaya, diantaranya adalah : 1) Hiperpireksia (suhu lebih dari 39 der. C). II - 40
2) Demam tidak turun-turun (Prolonged Fever) 3) Tachicardia (denyut jantung cepat) 4) Tachypneu (sesak) 5) Tidak mau makan, muntah atau diare sehingga kekurangan cairan dehidrasi. 6) Lethargi atau lemah dan kesadaran menurun 7) Nyeri pada leher,lengan dan kaki. 8) kejang. Komplikasi Dalam keadaan daya tahan tubuh yang sangat rendah atau immunocomprimized dapat terjadi komplikasi yang berbahaya dan mengancam jiwa. Namun hal ini sangat jarang terjadi, diantaranya komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut : 1) Meningitis atau infeksi otak (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bakterial), Encephalitis (bulbar) 2) Myocarditis atau gangguan jantung (Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditiso Paralisis akut flaksid Beberapa penyakit yang juga disebabkan karena virus sejenis ini adalah penyakit ini : 1) Vesicular stomatitis dengan exanthem (KTM) - Cox A 16, EV 71 (Penyakit ini) 2) Vesicular
Pharyngitis
(Herpangina)
-
EV
703.
Acute
Lymphonodular Pharyngitis - Cox A 10 Cara Penularan 1) Secara kontak langsung dengan cairan tubuh penderita (cairan hidung, mulut, vesikel) melalui
batuk, berbicara dan bersin
(droplet), 2) Secara oral fecal melalui tangan, mainan,dan alat-alat lain yang tercemar oleh feses penderita. 3) Penyakit tangan, kaki dan mulut biasanya tersebar melalui hubungan sesama 4) Virus ini tersebar dari kotoran seorang yang terkena ke mulut orang lain 5) Lewat tangan tercemar, tapi bisa juga disebarkan lewat lendir mulut atau system 6) Lewat pernapasan dan sentuhan langsung dengan cairan.
II - 41
7) Berhubungan dengan orang yang terkena, biasanya makan waktu di antara 3-5 hari baru lepuhnya timbul. 8) Selama masih terdapat cairan, lepuh ini bisa menular. 9) Virus ini bisa berminggu-minggu berada di dalam kotoran. Siklus penularan Enterovirus masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran cerna, berkembang biak di orofaring dan banyak ditemukan dalam feses penderita. Replikasi enterovirus dapat terjadi di saluran gastrointestinal atau saluran respiratori. Setelah fase viremia, infeksi akan mengenai jaringan dan beberapa organ sehingga meninbulkan gejala yang bervariasi. Penularan virus melalui faecal-oro route dan dapat pula melalui kontak langsung melalui droplets. Virus akan diekskresi melalui feses selama beberapa minggu. Situasi HFMD di Jawa Tengah Di beberapa Kabupaten/Kota sudah banyak diketemukan kasus HFMD, tetapi semua kasus yang terlaporkan tersebut tidak menimbulkan KLB ataupun meresahkan masyarakat b. Input Tambahan 1) Petugas Mulai
tahun
2012
penyakit
HFMD/PTKM
masuk
dalam
program diare, sehingga untuk petugas di tingkat puskesmas, kabupaten dan provinsi adalah petugas di program diare. 2) Logistik Untuk logistik penyakit HFMD, tidak ada obat, hanya bersifat simptomatis. Laporan masuk dalam laporan W2 di laporan Surveilans c. Proses Ditemukannya kasus secara dini di layanan kesehatan dasar dan perlu dirujuk di layanan lebih lanjut untuk kondisi yang lebih parah pemeriksaan yang lebih lengkap dan diobati sesuai dengan tatalaksana. Untuk kasus yang telah diobati dan dinyatakan sembuh, Rumah Sakit rujukan perlu melakukan feed back ke Puskesmas Wilayah kasus untuk melakukan PE mencari sumber penularan dan faktor risiko dan pengawasan kasus
II - 42
Penemuan Penemuan penderita HFMD ada dua cara yaitu : 1) Penemuan Penderita oleh masyarakat/kader. Penemuan
penderita
berdasarkan
adanya
laporan
dari
masyarakat / kader, perusahaan, media massa dll, yang biasanya bersumber dari bagian katering atau di pengolahan makanannya. 2) Penemuan penderita di sarana Kesehatan Penderita dengan tanda dan gejala hepatitis datang mencari pengobatan ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya. Penegakan Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik 1) Bahan pemeriksaan yang dapat diambil dari tubuh dapat diambil dari tinja, usap rektal, cairan serebrospinal dan usap/swab ulcus di mulut/tenggorokan, vesikel di kulit spesimen atau biopsi otak. 2) Spesimen dibawa dengan Hanks Virus Transport. Isolasi virus dengan cara biakan sel dengan suckling mouse inoculation. Setelah
dilakukan
“Tissue
Culture”,
kemudian
dapat
diidentifikasi strainnya dengan antisera tertentu / IPA, CT, PCR dll. 3) Dapat
dilakukan
pemeriksaan
antibodi
untuk
melihat
peningkatan titer. Diagnosa Laboratorium adalah sebagai berikut : 1) Deteksi
Virus
Immuno
histochemistry
(in
situ)
Imunofluoresensi antibodi (indirek) Isolasi dan identifikasi virus. Pada sel Vero ; RD ; L 2) Uji netralisasi terhadap intersekting pools Antisera (SCHMIDT pools) atau EV-71 (Nagoya) antiserum.2. Deteksi RNA :RTPCRPrimer
:
5
CTACTTTGGGTGTCCGTGTT
35
GGGAACTTCGATTACCATCC 3) Partial DNA sekuensing (PCR Product)3. Serodiagnosis : Serokonversi paired sera dengan uji serum netralisasi terhadap virus EV-71 (BrCr, Nagoya) pada sel Vero. 4) Uji ELISA sedang dikembangkan. Sebenarnya secara klinis sudah cukup untuk mendiagnosis KTM, hanya kita dapat II - 43
mengatahui
apakah
penyebabnya
Coxsackie
A-16
atau
Enterovirus 71. Pemeriksaan laboratorium 1) Isolasi virus dan uji serologi: Dilakukan terutama pada penderita PTKM yang dirawat dengan yang cara klinis cepat memburuk atau mengalami komplikasi. 2) Pemeriksaan uji serologi dilakukan pada fase akut dan konvalesen dengan jarak pengambilan 14 hari. 3) Spesimen yang diambil pada fase akut : a) Feses : virus dapat ditemukan sampai beberapa minggu b) Usap tenggorok : beberapa hari sejak awal penyakit c) Darah dan bahan yang sesuai gejala klinis, seperti cairan vesikel, Liquour Cerebro Spinal (LC), apusan mata dan jaringan 4) Spesimen serum harus diambil berpasangan (paired) 5) Spesimen dikirimkan ke : a) Pemeriksaan Penunjang b) Pengobatan Biasanya tidak perlu diobati. Tidak ada pengobatan khusus hanya
pengobatan suportive
dan menjaga
keseimbangan nutrisi. Paracetamol bisa meringankan demam dan memberi kenyamanan, tapi aspirin jangan diberikan kepada anak. Jika sakit kepalanya parah atau demamnya terus, ya ke dokter. Tata Laksana Pasien rawat jalan 1) Pada umumnya penderita infeksi PTKM bersifat ringan sehingga terapi yang diperlukan hanya bersifat simptomatis. 2) Bila
timbul
tanda
bahaya
(gejala
neurologi,
kejang
mioklonik, iritabel, insomnia, abdomen distensi, muntah berulang, sesak nafas, halusinasi) segera rujuk ke Rumah Sakit Pasien rawat inap 1) Terapi suportif merupakan hal utama. 2) Tidak diperlukan terapi spesifik untuk enterovirus (Anti enteroviral spesifik tidak ada) II - 44
3) Untuk mencegah timbulnya komplikasi lakukan deteksi awal adanya keterlibatan gangguan SSP khususnya batang otak dan monitor denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, saturasi oksigen, keseimbangan cairan dan fungsi ventrikel kiri. 4) Komplikasi yang mungkin terjadi adalah Meningitis aseptik, Ensefalitis, Paralisis, Dekompensasio kardio-pulmonal dan Kegagalan Ventrikel kiri. 5) Bila keadaan memburuk lakukan intubasi endotrakeal karena pasien dapat mengalami Edema Pulmonal dalam waktu singkat. SKD dan penanggulangan KLB SKD adalah salah satu kegiatan dari surveilans epidemiologi yang berguna untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB diare. Kegiatan pengamatan ini adalah sikap tanggap terhadap adanya
suatu
perubahan
atau
penyimpangan
dalam
masyarakat yang berkaitan dengan kecenderungan terjadinya kesakitan dan kematian, sehingga dapat dilakukan tindakan cepat dan tepat untuk mencegah atau mengurangi jatuhnya korban. Kewaspadaan ini ditunjukkan terhadap indikator yang dipantau sebelum terjadinya kasus dan setelah timbul kasus. Sumber informasi dilakukannya SKD ini antara lain : 1) Pencatatan dan pelaporan rutin 2) Laporan dari masyarakat 3) Berita dari mass media 4) Laporan dari instansi/lembaga terkait, misal BMG dan LSM 5) Hasil survei / studi kasus 6) Anak yang terkena penyakit tangan, kaki dan mulut seyogyanya jangan dulu ke sekolah atau pusat penjagaan anak sampai lepuhnya mengering. 7) Penyakit ini seyogyanya dilaporkan kepada pengurus pusat penjagaan anak atau kepala sekolah. Surveilans Epidemiologi 1) Tindakan surveilans dilakukan terhadap penderita, kontak erat, dan faktor risiko potensial. Tindakan surveilans
II - 45
dilengkapi dengan pengambilan sampel untuk konfirmasi laboratorium. 2) Lakukan analisis berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang serta faktor risiko potensial. 3) Hasil analisis disampaikan melalui laporan harian dan mingguan sesuai dengan prosedur yang berlaku. 4) Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. 5) Merupakan
penyakit
umum
atau
biasa
terjadi
pada
kelompok masyarakat yang crowded dan menyerang anakanak usia 2 minggu sampai 5 tahun (kadang sampai 10 tahun). 6) Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus. 7) Penularannya melalui kontak langsung dari orang ke orang yaitu melalui droplet, pilek, air liur (oro-oro), tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang, handuk, baju, peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh sekresi itu. 8) Tidak ada vektor tetapi ada pembawa seperti nyamuk atau lalat . 9) Penyakit ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak dapat terkena KTM lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Masa Inkubasi 2 - 5 hari. Tanda-tanda KLB/Wabah 1) Angka kesakitan dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan mencolok selama 3 kali waktu observasi berturut-turut (harian atau mingguan). 2) Jumlah penderita dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan) dibandingkan dengan angka rata-rata dalam satu tahun terakhir. 3) Peningkatan case fatality rate pada suatu kecamatan, desa/kelurahan dalam waktu 1 bulan dibandingkan dengan case fatality rate bulan lalu. 4) Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu
(mingguan,
bulanan)
II - 46
di
suatu
kecamatan,
desa/kelurahan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun yang lalu. Pencegahan Pribadi 1) Tingkatkan kebersihan pribadi dengan mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan, sesudah BAB, membersihkan feses anak dan membuang ingus 2) Tutup mulut dan hidung bila batuk dan bersin kemudian bersihkan hidung dan mulut dengan tisu. 3) Pisahkan alat makan, alat kebersihan pribadi dan pakaian termasuk kaus kaki & sepatu penderita dengan orang yang sehat. 4) Bersihkan alat-alat yang terkontaminasi dengan air sabun dan bilas dengan pemutih yang mengandung klorin. 5) Observasi ketat kontak serumah. Kebersihan
adalah
perlindungan
terbaik.
Cucilah
tangan
dengan sabun dan air sesudah ke WC, sebelum makan, sesudah membuang ingus dan sesudah mengganti popok atau pakaian kotor. Jangan
pinjam-meminjam
cangkir,
sendok
garpu,
alat
kebersihan pribadi misalnya handuk, lap muka, sikat gigi dan pakaian, terutama sepatu dan kaus kaki. 1) Cucilah pakaian kotor dengan saksama. 2) Kalau batuk dan bersin, tutupilah mulut dan hidung. Bersihkanlah hidung
serta mulut dengan tisu wajah,
sesudah dipakai sekali buanglah, kemudian cucilah tangan. Pencegahan kepada masyarakat 1) Kepada masyarakat, perlu disampaikan upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap penyakit TKM ini dengan : a) meningkatkan higiene/kebersihan perorangan, seperti cuci tangan dengan sabun, menutup mulut dan hidung bila batuk dan bersin, serta tidak menggunakan secara bersama-sama alat-alat rumah tangga (misal cangkir, sendok, garpu) dan alat kebersihan pribadi (misal handuk, lap muka, sikat gigi dan pakaian, terutama sepatu dan kaus kaki); b) membersihkan alat-alat yang terkontaminasi dengan air dan sabun; II - 47
c) melakukan
pengamatan
terhadap
kontak
penderita
dalam satu rumah secara ketat. 2) Tindakan kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan dengan melakukan koordinasi dan advokasi serta respon cepat bagi instansi
yang
berwenang
apabila
ditemukan
adanya
peningkatan penderita penyakit TKM pada suatu lokasi yang sama, seperti : a) meliburkan sekolah (selama 2 kali masa inkubasi terpanjang, + 12 hari); b) melakukan
tindakan
perbaikan
kualitas
sanitasi
lingkungan melalui desinfeksi dan dekontaminasi, baik di lingkungan permukiman maupun sekolah; c) melakukan
tindakan
pengamanan
lingkungan
guna
mencegah kepanikan masyarakat dan hal-hal yang dapat mengganggu upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap penyakit TKM ini. 3) Selanjutnya kejadian penyakit TKM tersebut di atas oleh instansi
kesehatan
setempat
secara
Pengendalian
dilaporkan berjenjang
Penyakit
dan
kepada dan
Kepala
Direktur
Penyehatan
Daerah Jenderal
Lingkungan
Kementerian Kesehatan cq. Subdit Surveilans Epidemiologi. Penanganan
1) Istirahat yang cukup 2) Pengobatan spesifik tidak ada 3) Pengobatan simptomatik atau mengobati gejalanya , tidak perlu pemberian antibiotika 2) Antiseptik di daerah mulut 3) Pemberian obat demam atau penghilang rasa sakit Analgesik misal parasetamol 4) Cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam 5) Pengobatan suportif lainnya 6) Penyakit ini adalah dapat sembuh sendiri atau self limiting diseases. 7) Biasanya akan membaik dalam 7-10 hari, pasien perlu istirahat karena daya tahan tubuh menurun.
II - 48
8) Pasien yang dirawat adalah yang dengan gejala berat dan komplikasi tersebut diatas. 9) Pada penderita dengan kekebalan tubuh yang rendah atau neonatus dapat diberikan : Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatus Pengendalian infeksi di Rumah Sakit 1) Hindari kontak langsung antara pasien PTKM dengan pasien lain 2) Disinfeksi peralatan pasien sesuai protokol Rumah Sakit 3) General precaution bagi tenaga kesehatan : gunakan APD seperti sarung tangan, baju khusus serta masker dan cuci tangan segera setelah menangani penderita, Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit 1) Penyakit ini diduga sering terjadi pada masyarakat dengan sanitasi
yang
kurang
baik.
Tetapi
tampaknya
pada
masyarakat menengah ke atas dengan sanitasi yang baikpun masih sering terjadi. 2) Sering terjadi penularan di tempat yang padat seperti sekolah. 3) Kebersihan Higiene dan Sanitasi dengan memperhatikan kesehatan lingkungan dan perorangan misal cuci tangan, desinfeksi
peralatan
makanan,
mainan,
handuk
yang
memungkinkan terkontaminasi. 4) Bila perlu anak tidak bersekolah selama satu minggu setelah timbul rash sampai panas hilang. 5) Pasien sebenarnya tak perlu diasingkan karena ekskresi virus tetap berlangsung beberapa minggu setelah gejala hilang, yang penting menjaga kebersihan perorangan. 6) Di Rumah sakit “Universal Precaution” harus dilaksanakan. 7) Penyakit ini belum dapat dicegah dengan vaksin (Imunisasi) d. Output Tercapainya target penemuan kasus hepatitis, sumber penularan dan faktor risiko, serta diobati sesuai dengan tatalaksana. Untuk kasus yang diobati adalah 100 %. Dari semua kasus. e. Outcome -
Menurunnya angka kesakitan dan angka kematian
-
Mengurangi transmisi dari berbagai penyebab Hepatitis Virus II - 49
-
Mengurangi dampak sosial ekonomi akibat Hepatitis Virus pada level individu,kelompok masyarakat dan populasi
2.1.1.9. Hepatitis A Hepatitis
berarti
peradangan
atau
pembengkakan
liver
atau
hati.Hepatitis adalah penyakit berbahaya karena menyerang hati, yang merupakan organ penting dengan ratusan fungsi. Penyakit Hepatitis atau yang di kenal dengan penyakit radang hati ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, alcohol, kimia, dan penyakit autoimun, dan penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis. Ada lima virus penyebab hepatitis, yang diberi nama hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Walaupun kelima virus tersebut dapat menghasilkan gejala yang mirip dan memiliki efek yang sama, masing-masing memiliki keunikan dalam cara penularan dan dampaknya terhadap kesehatan. Penyakit Hepatitis biasanya menggunakan
salah
satu
dari
dua
istilah,
“akut”
atau
“kronis”. Penyakit akut mempengaruhi seseorang untuk waktu yang singkat dan bisa sembuh dalam beberapa minggu tanpa efek berkelanjutan. Penyakit kronis berlangsung lama, kadang-kadang seumur hidup seseorang. a. Pengertian, Penyebab, Tanda dan Gejala, Cara Penularan Pengertian Penyakit hepatitis A merupakan penyakit yang menyerang sel hati dan menyebabkan peradangan yang bisa membuat penderitanya menderita gejala yang sangat menganggu dan besar kemungkinan untuk menularkannya kepada orang lain dengan berbagai cara Hepatitis A adalah satu-satunya hepatitis yang tidak serius dan sembuh secara spontan tanpa meninggalkan jejak. Penyakit ini bersifat akut, hanya membuat kita sakit sekitar 1 sampai 2 minggu. Penyebab Penyakit hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). sangat mudah menular, terutama melalui makanan dan air yang II - 50
terkontaminasi oleh tinja orang yang terinfeksi.Kebersihan yang buruk
pada
saat
menyiapkan
dan
menyantap
makanan
memudahkan penularan virus ini.Karena itu, penyakit ini hanya berjangkit di masyarakat yang kesadaran kebersihannya rendah yang menyebabkan terjadinya perubahan pada warna kulit dan warna putih pada bola mata penderita menjadi warna kuning.Pada kondisi tertentu penderita juga bisa mengalami dehidrasi, dan kemungkinan berpengaruh terhadap masalah kesehatan lainnya. Warna urine dan kotoran pada penderita juga akan berwarna coklat gelap, seperti warna teh atau minuman cola. Tanda dan Gejala Hepatitis A dapat menyebabkan pembengkakan hati, tetapi jarang menyebabkan kerusakan permanen. Tanda Hepatitis A antara lain: 1) Menderita rasa sakit pada bagian perut sebelah kanan 2) Demam secara terus-menerus 3) Mengalami penurunan berat badan karena nafsu makan berkurang 4) Lebih mudah lelah. 5) Seperti terkena flu, mual, lemas. 6) Ikterik (mata/kulit berwarna kuning, atau 7) Mungkin tidak merasakan gejala sama sekali. Gejala spesifik Gejala-gejala dari penyakit yang masa inkubasi virusnya sekitar 2 – 6 minggu. Virus hepatitis A biasanya menghilang sendiri setelah beberapa minggu.Untuk mencegah infeksi HAV, ada vaksin hepatitis A untuk menangkalnya. Cara Penularan 1) Penyakit Hepatitis A merupakan penyakit yang biasanya menyerang orang dewasa dan anak-anak. 2) Penyakit ini sangat mudah menular disebabkan kebersihan dan hygienitas yang masih kurang diperhatikan, 3) Sangat tergantung dari tingkat kebersihan lingkungan secara keseluruhan. 4) Penularan
dapat
melalui
makanan
dan
minuman
yang
terkontaminasi dan mengandung virus hepatitis A yang berasal II - 51
dari penderita penyakit hepatitis A. Hal ini bisa disebabkan karena bercampurnya virus hepatitis A dengan makanan atau minuman yang disajikan atau bisa juga bercampurnya virus ini dari penderita ke dalam air yang sering digunakan untuk mengolah makanan. Hal ini dapat terjadi karena virus hepatitis A bersifat stabil sehingga dapat bersembunyi dalam sel hati lalu menyerang ke saluran pencernaan dan akhirnya akan bercampur ke dalam kotoran yang memperbesar kemungkinan penyebaran dan penularan hepatitis A. 5)
Penularan hepatitis A bisa terjadi dengan mengkonsumsi makanan yang diolah oleh penderita penyakit hepatitis A yang tidak mencuci tangan setelah menggunakan kamar mandi. Meminum air yang kurang bersih dan memakan makanan yang dicuci dengan air tersebut juga merupakan sarana penularan hepatitis A.
6) Melalui makanan dan air yang terkontaminasi oleh tinja orang yang terinfeksi. Kebersihan yang buruk pada saat menyiapkan dan menyantap makanan memudahkan penularan virus ini. Karena itu, penyakit ini hanya berjangkit di masyarakat yang kesadaran kebersihannya rendah. 7) Selain itu, memasukkan benda atau jari ke dalam mulut yang mendapatkan kontak dari penderita hepatitis A dapat juga merupakan media penularan hepatitis A. Bahkan air liur pun bisa menjadi media penularan hepatitis A. b. Input Tambahan Mulai tahun 2012 penyakit hepatitis masuk dalam program diare, sehingga untuk petugas di tingkat puskesmas, kabupaten dan provinsi adalah petugas di program diare. Untuk logistik yang utama adalah di Rumah Sakit, karena apabila terdapat gejala penyakit ini di layanan tingkat bawah karena SDM yang belum memadai maka untuk pemeriksaan lebih lanjut perlu dirujuk di layanan lebih tinggi dapat melakukan pemeriksaan. Laporan masuk dalam laporan W2 di laporan Surveilans c. Proses Ditemukannya kasus secara dini dan perlu dirujuk di layanan lebih lanjut untuk pemeriksaan yang lebih lengkap sesuai dengan tata laksana. II - 52
dan diobati
Untuk kasus yang telah diobati dan dinyatakan sembuh, Rumah Sakit rujukan perlu melakukan feed back ke Puskesmas Wilayah kasus untuk melakukan PE mencari sumber penularan dan faktor risiko dan pengawasan kasus Penemuan penderita Penemuan penderita Hepatitis secara garis besar ada dua cara yaitu : 1) Penemuan Penderita oleh masyarakat/kader. Penemuan
penderita
masyarakat/kader,
berdasarkan
perusahaan,
adanya
media
laporan
massa
dll,
dari yang
biasanya bersumber dari bagian katering atau di pengolahan makanannya. 2) Penemuan penderita di sarana Kesehatan Penderita dengan tandan dan gejala hepatitis datang mencari pengobatan ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya. Penegakan Diagnosis Pemeriksaan fisik Penyakit Hepatitis A dapat dilihat dari tanda adanya perubahan pada warna kulit dan warna putih pada bola mata penderita menjadi warna kuning. Pada kondisi tertentu penderita juga bisa mengalami dehidrasi, dan kemungkinan berpengaruh terhadap masalah kesehatan lainnya. Warna urine dan kotoran pada penderita juga akan berwarna coklat gelap, seperti warna teh atau minuman cola. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit hepatitis A didiagnosa dengan melakukan tes darah untuk memastikan apakah si penderita mengidap hepatitis A atau hepatitis
jenis lain.
Penyakit ini lebih mudah dan banyak
berkembang di Negara-negara berkembang,
Pengobatan Tidak ada pengobatan khusus hanya pengobatan suportive dan menjaga keseimbangan nutrisi. Tata Laksana 1) Terapi cairan a) Tentukan derajat dehidrasi : ringan, sedang, berat b) Jenis cairan : ORALIT II - 53
c) Jumlah cairan : jumlah cairan yang diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan. 2) Pemberian Zinc Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis yang sesuai umur. Zinc berfungsi mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja. 3) Pemberian ASI/Makanan Selama diare ASI/ makanan tetap diberikan. Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah penurunan berat badan. 4) Terapi kausal Memberikan antibiotik sesuai indikasi. Antobiotik diberikan pada kasus kolera, diare lebih dari 8 kali per hari, diare dengan demam, diare berlendir dan atau berdarah. SKD dan penanggulangan KLB SKD adalah salah satu kegiatan dari surveilans epidemiologi yang berguna untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB diare. Kegiatan pengamatan ini adalah sikap tanggap terhadap adanya suatu perubahan atau penyimpangan dalam masyarakat yang berkaitan
dengan
kecenderungan
terjadinya
kesakitan
dan
kematian, sehingga dapat dilakukan tindakan cepat dan tepat untuk mencegah atau mengurangi jatuhnya korban. Kewaspadaan ini ditunjukkan terhadap indikator yang dipantau sebelum terjadinya kasus dan setelah timbul kasus. Sumber informasi dilakukannya SKD ini antara lain : 1) Pencatatan dan pelaporan rutin 2) Laporan dari masyarakat 3) Berita dari mass media 4) Laporan dari instansi/lembaga terkait, misal BMG dan LSM 5) Hasil survei / studi kasus Tanda-tanda KLB/Wabah 1) Angka kesakitan dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan mencolok selama 3 kali waktu observasi berturut-turut (harian atau mingguan).
II - 54
2)
Jumlah penderita dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan) dibandingkan dengan angka rata-rata dalam satu tahun terakhir.
3) Peningkatan
case
fatality
rate
pada
suatu
kecamatan,
desa/kelurahan dalam waktu 1 bulan dibandingkan dengan case fatality rate bulan lalu. 4) Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu
(mingguan,
bulanan)
di
suatu
kecamatan,
desa/kelurahan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun yang lalu. Pencegahan 1) Individu a) Minum air dan makan makanan yang sudah masak b) Mencuci buah-buahan dan sayuran yang akan dimakan c) Mencuci tangan sebelum makan d) Membiasakan mencuci alat-alat makan dan minum dengan sabun 2) Kesehatan Masyarakat a) Kebersihan lingkungan sangat penting, mencuci tangan selama 10 detik dengan sabun setelah menggunakan kamar mandi. b) Selain itu memastikan masakan dibersihkan, diolah dan dimasak dengan benar juga membantu untuk mencegah penularan hepatitis A. c) Memberikan vaksin terhadap diri sendiri dan orang-orang terdekat untuk mendapatkan perlindungan sepenuhnya terhadap penyakit ini juga merupakan satu hal yang patut dilakukan dalam mengantisipasi penularan hepatitis A. d. Output Tercapainya target penemuan kasus diare, sumber penularan dan faktor risiko, serta diobati sesuai dengan tatalaksana. Untuk kasus yang diobati adalah 100 %. e. Outcome 1) Menurunnya angka kesakitan dan angka kematian 2) Mengurangi transmisi dari berbagai penyebab Hepatitis Virus II - 55
3) Mengurangi dampak sosial ekonomi akibat Hepatitis Virus pada level individu,kelompok masyarakat dan populasi
2.1.1.10. Hepatitis C a. Pengertian, Tanda dan Gejala, Cara Penularan Pengertian Penyakit Hepatitis C disebabkan virus hepatitis C (HCV) termasuk golongan virus RNA. Sebagai penyebab utama serosis dan kanker hati.
Tanda dan Gejala Masa inkubasi 2-24 minggu,
Gejala : 80 % penderita tidak
memberikan gejala, hanya 20% yang akan memberikan gejala antara lain, lemas, nafsu makan berkurang, mual, muntah, demam dan pembesaran hati. Cara Penularan 1) Melalui darah dan cairan tubuh, 2) Penularan masa perinatal sangat kecil 3) Melalui jarum suntik (IDUs,Tatto) 4) Transplantasi organ, 5) Kecelakaan kerja (Petugas kesehatan), 6) Hubungan sex dapat menularkan tetapi sangat kecil. b. Input Tambahan Diperlukan SDM yang memahami Hepatitis c. Proses Diagnosis untuk menentukan diagnosis diperlukan pemeriksaan 1) Anti HCV dan IgM anti HCV 2) HCV RNA 80 % penderita akut infeksion akan menjadi kronik infeksion. Pengobatan sesuai dengan pedoman yang berlaku Pencegahan 1) Pencegahan Primer : a) Promosi PHBS dan Pengendalian Faktor Risiko b) Imunisasi pada bayi (sejak tahun 1997 sampai sekarang)
II - 56
c) Catch up immunization (Imunisasi pada remaja & dewasa) Perlu skrining serologi untuk mencegah pemberian vaksin yang tidak perlu d) Diprioritaskan pada pekerja kesehatan & kelompok rentan e) Bersifat swadana & kolektif 2) Pencegahan Sekunder : a) Deteksi dini dengan skrining/ penapisan & Surveilans Epidemiologi b) Pemeriksaan tahap I : pemeriksaan HBsAg , anti HBs dan anti HBc c) Penegakan Diagnosa untuk penetapan terapi. d) Pemerilksaan tahap II : tes serologi dan virologi (HBeAg, LFT & HBV DNA) e) Jenis obat dan dosis sesuai dengan pedoman 3) Pencegahan Tersier a) Mencegah keparahan & rehabilitasi b) Monitoring pengobatan untuk mengetahui efektifitas & resistensi terhadap obat pilihan
II - 57