PERAN INFORMASI POLITIK TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PEMULA DALAM PEMILU/PEMILUKADA Siska Sasmita Dosen Jurusan Administrasi Negara Universitas Negeri Padang Email ;
[email protected]
ABSTRACT Political information plays an important role in shaping the political participation of young voters. Young voters who are not informed well have a tendency not to participate in elections because of confusion in their political orientation. Keyword ; Political Information, Political Participation, Young Voters.
PENDAHULUAN
menjadi golput, karena banyak diantara pemilih pemula bingung untuk menggunakan hak pilih mereka dalam pemilu.2
Keberadaan pemilih pemula acap menjadi incaran bagi partai politik untuk mendulang suara. Para pemilih pemula ini umumnya belum terinformasikan serta tidak memiliki pendidikan politik memadai. Dengan asumsi ini partai politik berupaya memengaruhi pilihan politik pemilih pemula melalui berbagai upaya. Dalam kenyataannya partai politik lebih banyak memberdayakan pemilih pemula melalui kampanye dengan melibatkan politik uang.1
Keseriusan pemerintah dan partai politik dalam menggarap pendidikan politik bagi pemilih pemula patut dipertanyakan. Hingga saat ini belum banyak partai politik yang melakukan pendidikan politik serius terhadap pemilih pemula. Pemilih pemula menggantungkan pendidikan politik kepada informasi media massa, sesama teman, orang tua, atau guru di sekolah.3
Selain rentan dimanfaatkan partai politik, pemilih pemula juga rentan golput. Kelompok pemilih pemula adalah kelompok yang lebih kritis dibanding kelompok lainnya sehingga berpeluang
INFORMASI PEMULA
POLITIK
BAGI
PEMILIH
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
1
Ismanto, Ign. Dkk. 2004 (hal 151). Pemilihan Presiden Secara Langsung 2004 Dokumentasi, Analisis dan Kritik. Jakarta: Kementerian Riset dan Teknologi, dan Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS.
2
Saifudin. http://erabaru.net. Hasibuan, Muhammad Umar Syadat dan Yohanes S Widada. 2008 (hal.227).Revolusi Politik Kaum Muda. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 3
217
Siska S ; Peran Informasi Politik 218
menyatakan informasi sebagai keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik maupun nonelektronik. Dengan demikian pemahaman tentang informasi politik mengacu pada definisi tersebut dengan menekankan pada konten politik.
Selain menjadi sumber informasi, media massa juga merupakan saluran komunikasi bagi para aktor politik. Caracara media menampilkan peristiwaperistiwa politik dapat mempengaruhi persepsi para aktor politik dan masyarakat mengenai perkembangan politik. Melalui fungsi kontrol sosialnya, bersama institusi sosial lainnya, secara persuasif media massa bisa menggugah partisipasi publik untuk serta dalam merombak struktur politik.6
Media massa merupakan sarana paling efektif digunakan untuk menyebarkan dan menjaring informasi politik. Dalam hal ini media bukan saja sebagai sumber informasi politik melainkan kerap menjadi faktor pendorong (trigger) terjadinya perubahan politik (Suwardi, 2004).4 Disamping itu media memiliki potensi mentransfer dan mengekspos informasi politik bagi pembentukan opini publik.
Radio merupakan salah satu media yang dimanfaatkan pemilih pemula untuk menjaring informasi politik,7 dikarenakan akses terhadap radio yang cenderung mudah dan murah bagi kalangan muda. Partai-partai politik baru juga memanfaatkan radio sebagai sarana mempublikasikan diri. Dengan alokasi dana kampanye yang terbatas, radio dianggap paling efektif untuk menjangkau semua struktur masyarakat.
Keikutsertaan media dalam membentuk opini publik merupakan upaya membangunkan sikap dan tindakan khalayak mengenai sebuah masalah politik dan/atau aktor politik. Dalam kerangka ini media menyampaikan pembicaraan-pembicaraan politik kepada khalayak. Bentuk pembicaraan politik tersebut dalam media antara lain berupa teks atau berita politik yang di dalamnya terdapat pilihan simbol politik dan fakta politik. Karena kemampuan ini pula media massa sering dijadikan alat propaganda dalam komunikasi politik.5
Media lain yang dimanfaatkan pemilih pemula terbatas pada televisi dan surat kabar karena dua media inilah yang setiap hari gencar menghadirkan informasi seputar politik dan kenegaraan. Sedangkan pemanfaatan internet untuk menjaring informasi politik masih minim. Berbeda dengan negara maju, di negara berkembang seperti Indonesia internet masih dipahami kaum muda sebatas fungsi rekreatif. Internet tidak
4
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa.Jakarta: Granit. 5 Sama dengan catatan kaki no.4
ADMINISTRATIO
6
Sama dengan catatan kaki no.4 Juniarti, Rahmi. 2011. Pendidikan politik bagi Generasi Muda oleh Partai Politik Kota padang (studi pada Partai Golongan Karya, Partai Keadilan Sejahtera, dan partai Demokrat). Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang. Skripsi tidak dipublikasikan. 7
ISSN : 2087-0825
219 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011
meningkatkan pemahaman pemilih pemula terhadap pemilu/pemilukada, melainkan sebatas media yang ditawarkan kepada pemilih pemula untuk mengekspresikan partisipasi politik mereka.8 Fenomena yang juga mengemuka dari cara pemilih pemula menjaring informasi politik adalah melalui keikutsertaan dalam kampanye. Manakala berkampanye sesungguhnya yang dilakukan aktor politik tiada lain mengkonstruksi realitas politik. Para juru kampanye mencoba menguruturutkan realitas sehingga pembicaraan politiknya menarik massa. Kepiawaian seorang juru kampanye justru terletak pada kemampuannya mengemas pesan/informasi saat ia berhadapan dengan massa. Kampanye partai politik menjelang pemilu yang menghadirkan hiburan dari artis-artis ibukota sangat diminati. Sebagian dari pemilih pemula memang memberi perhatian terhadap penyampaian visi misi oleh kader partai politik.9 Namun sebagian lagi cenderung sekedar menikmati acara hiburan. Dalam beberapa kasus, keaktifan pemilih pemula dalam menjaring informasi politik berada dalam kategori cukup baik. Sebagian pemilih pemula memiliki perhatian untuk mengikuti debat-debat politik baik yang diselenggarakan secara langsung maupun melalui media.10 Debat
politik diakui para pemilih pemula sebagai sarana memperoleh gambaran lebih mendalam seputar partai politik dan kader-kadernya. Pemilih pemula yang aktif berorganisasi baik di lingkungan sekolah/kampus maupun dalam organisasi sosial kemasyarakatan cenderung memiliki informasi politik lebih memadai. Posisi di organisasi intra sekolah/kampus dan organisasi sosial kemasyarakatan membuka peluang bagi mereka untuk terlibat dalam beberapa kegiatan yang diselenggarakan partai politik, baik yang berbentuk kampanye maupun kegiatan sosial keagamaan yang diusung partai politik tertentu. Dari beragam kegiatan inilah informasi politik diperoleh para aktivis. Secara keseluruhan pemilih pemula cenderung memperoleh informasi politik melalui saluran informal yakni melalui media dan agen sosialisasi di lingkungan terdekat yakni keluarga dan organisasi sosial kemasyarakatan. Sedangkan informasi politik yang diperoleh secara formal melalui pembelajaran di sekolah teridentifikasi masih terbatas. PARTISIPASI PEMILIH PEMULA DALAM PEMILU/PEMILUKADA Partisipasi politik mengacu pada kegiatan seseorang atau sekelompok orang secara sukarela untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan mengambil bagian dalam proses
8
Buss, Terry F, et al. 2006(hal 297). Modernizing Democracy: Innovation in Citizen Participation. New York: ME.Sharpe. 9 Sama dengan catatan kaki no.7 10 Fitri Yeni. 2011. Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Presiden dan Wakil
ADMINISTRATIO
Presiden 2009 di Kecamatan Padang Utara Kota padang. Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang. Skripsi tidak dipublikasikan.
ISSN : 2087-0825
Siska S ; Peran Informasi Politik 220
pemilihan penguasa atau mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan yang diambil oleh mereka dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.11 Dengan demikian dalam definisi di atas, partisipasi politik lebih mengarah pada tindakan yang bersifat sukarela. Pendapat lain mengemukakan bahwa partisipasi politik dapat bersifat otonom maupun dimobilisasi. Partisipasi otonom merujuk pada aktivitas masyarakat dalam berpolitik yang berdasarkan inisiatif sendiri, spontan dan dilakukan secara sukarela. Sedangkan partisipasi yang dimobilisasi dapat digerakkan dengan imbalan materi atau di bawah ancaman tertentu.12 Peningkatan partisipasi politik pemilih pemula menjadi perhatian utama di beberapa negara maju. Pemilih pemula yang cenderung rendah tingkat 13 partisipasinya dijaring keaktifan mereka melalui pelibatan artis-artis idola kaum muda. Hal ini yang mendasari mengapa partai politik memanfaatkan juru kampanye yang berasal dari kalangan artis. Fenomena ini tak hanya ada di Indonesia namun juga terjadi saat kampanye Partai Buruh di Inggris.14 Meski berbagai upaya telah dikerahkan untuk menjaring partisipasi pemilih pemula dalam pemilu/pemilukada, statistik tetap menunjukkan bahwa 11
Miriam Budiarjo (2005:40). Hutington dan Joan Nelson. 1994 hal. 9-14 13 Furlong, Andy dan Fred Cartmel. 2007 (hal.122). Young people and social change. McGrawHills Company. 14 Sama dengan catatan kaki no.11 12
ADMINISTRATIO
tingkat partisipasi mereka berada pada kategori sedang. Pemilih pemula aktif dalam mencari informasi seputar penyelenggaraan kampanye di daerah tempat mereka bermukim, namun tidak banyak ikut serta dalam menyukseskan kampanye dan mengkritisi jalannya kampanye.15 Sebagian dari mereka juga tidak aktif mengikuti jalannya kampanye via media massa ataupun berdiskusi seputar kampanye yang berlangsung (Patterson, 2001).16 Berbeda dengan partisipasi saat kampanye, pemilih pemula cenderung aktif dalam pemungutan dan perhitungan suara saat pemilu/pemilukada. Keaktifan ini terlihat mulai dari datang ke tempat pemungutan suara (TPS) tepat waktu dan mengajak orang lain untuk turut serta. Sedangkan partisipasi pemilih pemula untuk menjadi saksi salah satu pasangan calon lebih banyak berbentuk partisipasi yang dimobilisasi. Secara keseluruhan, partisipasi pemilih pemula dalam tahapan kampanye dan tahapan pemungutan serta penghitungan suara lebih bersifat partisipasi yang dimobilisasi. Pemilih pemula cenderung aktif jika diajak oleh orang lain, baik untuk ikut kampanye, menyaksikan debat calon, dan mengkritisi jalannya pemilu/pemilukada. Ada beberapa alasan mengapa para pemilih pemula berpartisipasi dalam pemilu/pemilukada. Alasan pertama, sebagian besar pemilih pemula masih menaruh kepercayaan kepada pemerintah
15 16
Sama dengan catatan kaki no.10 Sama dengan catatan kaki no.7
ISSN : 2087-0825
221 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011
untuk mengubah bangsa ini ke arah lebih baik. Alasan kedua, mereka berpartisipasi karena diajak orang lain. Alasan ketiga, karena diiming-imingi honor yang besar, sedangkan alasan keempat hanya sekedar ikut-ikutan. Sedangkan alasan yang mendasari pemilih pemula tidak ikut berpartisipasi dalam pemilu/pemilukada atau golput adalah: ketidakpercayaan kepada partai politik dan kandidat yang ada, kesalahan pada administrasi data pemilih, dan kurangnya sosialisasi yang dilakukan KPU. Sebagai contoh di Kecamatan Padang Utara Kota Padang angka yang tidak menggunakan hak pilih tergolong besar yakni 35,16%. Ini diindikasikan terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat terhadap tata cara dan sistem pelaksanaan pemilihan yang bergeser dari sistem pencoblosan ke sistem mencontreng. PERAN INFORMASI POLITIK TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH PEMULA DALAM PEMILU/PEMILUKADA Informasi politik yang diperoleh pemilih pemula tidak terbatas pada pengetahuan yang mereka dapatkan dari media massa dan sekolah. Keluarga dan teman sepermainan juga turut memberi andil dalam membentuk pemahaman politik mereka. Downs menyatakan meskipun pemilih telah memiliki tujuan tertentu namun informasi yang mereka peroleh dari media massa dan orang di seputar mereka akan dapat mempengaruhi mereka melalui tindakan persuasi.17 Informasi 17
Lihat Grofman, Bernard. 1995 hal.55. Information, participation, and Choice: An
ADMINISTRATIO
yang diperoleh dari keluarga adakalanya mempengaruhi orientasi politik dan partisipasi politik pemilih pemula.18 Ada kecenderungan bahwa pemilih pemula bertipe emosional dan mengikuti pola yang umum berkembang di lingkungan terdekat mereka. Tak dipungkiri jika sebagian pemilih pemula yang tidak terinformasikan secara baik akan memilih untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu/pemilukada. Minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh KPU dan informasi dari partai politik menjadi salah satu alasan keengganan mereka terlibat dalam pesta demokrasi. Memperoleh informasi politik adakalanya memerlukan biaya tertentu (cost of information) dan karenanya pemilih pemula tak hendak mengeluarkan pengorbanan untuk itu. Para ahli meyakini bahwa warga negara yang memiliki pengetahuan merupakan prasyarat bagi kondisi berfungsinya demokrasi di suatu negara (Dahl, 1998:80: Milner, 2002)19. Lebih lanjut Kirchgassner, Feld, dan Savioz (1994:47) menyatakan bahwa informasi level tinggi merupakan kondisi penting bagi stabilitas demokrasi, karena bila para pemilih tidak memiliki pemahaman tentang apa yang akan mereka pilih akan terjadi kesenjangan ekspektasi dari warga negara yang akan mengarah pada erosi kepercayaan dalam demokrasi.20
econoomic Theory of Democracy in Perspective. University of Michigan. 18 Sama dengan catatan kaki no.8. 19 Lutz, George. 2006 Hal 52. Participation, Information, and Democracy. Rutgers University. 20 Sama dengan catatan kaki no.17.
ISSN : 2087-0825
Siska S ; Peran Informasi Politik 222
Rendahnya partisipasi politik pemilih pemula tak hanya terjadi di Indonesia namun hampir di semua belahan dunia termasuk di negara maju. Thomas Jefferson menekankan bahwa pemilih yang terinformasikan perlu mendapat penekanan khusus dalam penyelenggaraan pemerintahan. Secara umum rendahnya partisipasi politik disebabkan rendahnya pengetahuan dan ketertarikan politik yang dimiliki para pemilih utamanya pemilih pemula.21 Padahal dalam perspektif normatif, pemilih yang terinformasikan dengan baik merupakan syarat mutlak pemilihan yang akan mempengaruhi kualitas representasi. Dengan demikian besaran jumlah pemilih dapat diraih melalui peningkatan informasi dan ketertarikan pemilih pemula terhadap politik. Tidak banyak pemilih pemula yang memiliki informasi politik memadai sehingga menjadi pemicu rendahnya partisipasi politik mereka. Disamping itu pemilih pemula juga membatasi dirinya untuk menjadi konsumer informasi politik.22 Langkah yang ditempuh agar pemilih pemula memiliki informasi politik diantaranya adalah mendekatkan pemilih dengan proses pemilihan umum. Pemilih dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pemilu sehingga pemilih pemula tidak sama sekali buta terhadap proses politik. 21
Tambouris, Efthimios. 2010.Hal 212. Electronic participation: Second International Conference. E Part 2010. 22 Fahmy, Eldin. 2006.Hal.145. Young citizens: Young’s people involvement in politics and decision making. Great Britain
ADMINISTRATIO
Lembaga Swadaya Masyarakat juga mengambil alih peran dalam menyediakan informasi politik bagi kaum muda umumnya dan pemilih pemula khususnya. Pada beberapa kasus tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan politik lebih bergantung pada LSM. Sebagai contoh program Civic Engagement in Democratic Governance (Cived) yang menerjemahkan demokrasi dalam karya film dan foto yang dibuat oleh kaum remaja. Kegiatan yang diusung oleh sebuah organisasi nirlaba ini menjadi salah satu sarana informasi bagi kaum remaja dalam memaknai demokrasi sekaligus sebagai wahana sosialisasi politik. Partai politik dapat mengikat pemilih pemula dengan mengusung isu yang menomorsatukan inisiatif kaum muda. Ini adalah cara untuk membuktikan komitmen partai politik terhadap kaum muda. Di negara-negara maju, pemimpin partai politik akan ditanyai komitmennya terhadap kaum muda.23 Hal ini penting mengingat pemilih pemula merupakan sumber daya utama bagi partai politik. Sumber daya tersebut hanya dapat diperoleh jika partai politik memiliki komitmen tinggi untuk menggerakkan inisiatif kaum muda. Akan tetapi untuk kasus Indonesia umumnya dan Kota Padang khususnya komitmen partai politik terhadap kaum muda masih dipertanyakan. Pendidikan politik yang dirancang partai politik selama ini diarahkan pada upaya menarik 23
Youniss, James & Peter Lavine (Ed). 2009. Engaging Young People In Civic Life. Nashville:Vanderbilt University Press.
ISSN : 2087-0825
223 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011
simpati masyarakat agar partai yang bersangkutan memperoleh banyak suara dalam pemilu.24 Jadi bukan program yang sifatnya berkesinambungan. Pelibatan kaum muda pada program sosialisasi dan konsolidasi memang tidak kurang kuantitasnya. Akan tetapi aktivitas tersebut hanya dilakukan insidental menjelang pemilu dan lebih berbentuk kampanye.25 Karena kegiatan tersebut berbentuk kampanye maka lebih bersifat satu arah dari partai politik dan diindikasikan lebih bersifat indoktrinasi. Partai politik tidak memanfaatkan momen tersebut sebagai sarana menjaring aspirasi kaum muda namun lebih untuk kepentingan parpol sendiri. Cara ini tentu tidak efektif untuk menumbuhkan loyalitas pemilih pemula terhadap partai. PENUTUP Pemilih pemula yang terinformasikan dengan baik memiliki kecenderungan berpartisipasi dalam pemilu/pemilukada kendati partisipasi tersebut berbentuk partisipasi yang dimobilisasi. Sebagian besar pemilih pemula memperoleh informasi dari jalur informal seperti media massa, keluarga, dan organisasi sosial politik kemasyarakatan tempat mereka berkecimpung. Informasi yang diperoleh lewat pendidikan politik di sekolah disinyalir masih sangat minim. Meskipun memiliki informasi politik memadai, sebagian pemilih pemula masih dipengaruhi ikatan emosional dan komersial dalam menentukan pilihan 24 25
politiknya. Kecenderungan irrasional dari pemilih pemula ini hendaknya dapat dihindari melalui pendidikan politik yang secara intensif dilakukan pemerintah dan partai politik. Pemerintah tidak bisa melepaskan tanggungjawab pelaksanaan pendidikan politik kepada LSM. Partai politik pun harus mampu membuktikan komitmennya kepada pemilih pemula hingga pemilih pemula tidak enggan berpartisipasi dalam kehidupan politik dan kenegaraan.
DAFTAR PUSTAKA Buss, Terry F, et al. 2006(hal 297). Modernizing Democracy: Innovation in Citizen Participation. New York: ME.Sharpe. Fahmy, Eldin. 2006. Young Citizens: Young’s People Involvement In Politics And Decision Making. Great Britain Furlong, Andy dan Fred Cartmel. 2007. Young People And Social Change. McGrawHills Company. Grofman, Bernard. 1995. Information, Participation, And Choice: An Econoomic Theory Of Democracy In Perspective. University of Michigan Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit Hasibuan, Muhammad Umar Syadat dan Yohanes S Widada. 2008. Revolusi Politik Kaum Muda. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sama dengan catatan kaki no.7 Sama dengan catatan kaki no.7
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825
Siska S ; Peran Informasi Politik 224
Hutington, Samuel & Joan Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Rineka Cipta.
Civic Life. Nashville:Vanderbilt University Press. Fitri
Ismanto, Ign. Dkk. 2004. Pemilihan Presiden Secara Langsung 2004 Dokumentasi, Analisis dan Kritik. Jakarta: Kementerian Riset dan Teknologi, dan Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS. Lutz, George. 2006. Participation, Information, and Democracy. Rutgers University. Miriam Budiardjo. 2005. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT.Gramedia. Tambouris, Efthimios. 2010. Electronic Participation: Second International Conference. E Part 2010.
Yeni. 2011. Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden 2009 Di Kecamatan Padang Utara Kota Padang. Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang. Skripsi tidak dipublikasikan.
Juniarti, Rahmi. 2011. Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda Oleh Partai Politik Kota Padang (Studi Pada Partai Golongan Karya, Partai Keadilan Sejahtera, Dan Partai Demokrat). Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang. Skripsi tidak dipublikasikan.
Youniss, James & Peter Lavine (Ed). 2009. Engaging Young People In
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825