Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
Salmah Said
PEMIKIRAN EKONOM MUSLIM TENTANG PASAR MODAL SYARIAH Salmah Said Jurusan Akuntansi UIN Alauddin Makassar Jln Sultan Alauddin No. 36, Samata Gowa SULSEL Email:
[email protected] Abstract; Islamic financial industry experiences rapid expanding in the recent decades, both in Muslim countries and western ones. This Islamic law-based financial system is thought to be an alternative of conventional financial system which could not overcome economic crisis in 1997 and global financial crises in 2008. In recent years, the Islamic financial institutions have contributed tremendeously in rising funds and profits. Sharia capital market is one of Islamic financial area (sector) that developed significantly in Malaysia, Indonesia, and the Gulf Cooperation Council (GCC) ountries. The sharia capital market is also developed in European countries (such as UK and France) and the USA. In Indonesia, this sharia-based capital market is operated under the conventional act. The main factor should be taken into account is that the activities related to sharia capital market (i.e. mechanism, type of contracts, transactions, and capital market instruments) should not violate the Islamic principles. In other words, sharia-based capital market should not involve riba, gharar, and maysir in all capital market activities. Abstrak; Industri keuangan Islam berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, baik di negara-negara muslim maupun negara barat. Keuangan Islam yang dilandasi prinsip-prinsip Islam dianggap sebagai alternatif dari keuangan konvensional yang tidak mampu mengatasi krisis ekonomi tahun 1997 dan krisis keuangan global di tahun 2008. Dalam beberapa tahun terakhir, lembagalembaga keuangan Islam telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menghimpun dan dan menghasilkan keuntungan. Pasar modal syariah merupakan salah satu sektor keuangan Islam yang mulai berkembang secara signifikan di Malaysia, Indonesia, serta di negara-negara Timur Tengah. Tidak saja itu, pasar modal di Eropa (Inggris dan Perancis) serta Amerika Serikat juga mulai mengembangkan pasar modal syariah. Permasalahan utama yang kemudian perlu diperhatikan bahwa kegiatan di pasar modal syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini menyangkut mekanisme, jenis kontrak yang mendasari, serta produk/instrumen pasar modal syariah itu sendiri tidak melanggar syariah Islam. Dengan kata lain, riba,
AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Salmah Said
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
gharar, dan maysir tidak boleh ada dalam semua kegiatan di pasar modal syariah. Keywords; Islam, Financial Instruments, Financial Market, Financial Industry, Sharia Capital Market I. Pendahuluan
E
konomi syariah dalam beberapa tahun terakhir berkembang cukup pesat, baik di negara-negara muslim (Indonesia, Malaysia, dan negara-negara di Timur Tengah) maupun di negara barat seperti Amerika dan Eropa (Inggris dan Perancis). Sistem ekonomi syariah dianggap sebagai alternatif bagi sistem ekonomi konvensional yang ada sekarang. Terlebih sektor moneter (pasar modal) dianggap berkontribusi meningkatkan penggunaan leverage (hutang) dan tindakan spekulasi yang massif yang akhirnya menimbulkan krisis keuangan global tahun 2008. Perkembangan industri keuangan syariah dimulai dengan booming minyak dunia sekitar tahun 1970an, didominasi sektor perbankan, sektor yang menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan ini dapat dilihat dari pertumbuhan total aset dari bank-bank Islam yang beroperasi di lebih dari 75 negara sebesar $US 300 juta dengan tingkat pertumbuhan melebihi 15%/tahun.1 Perkembangan ini diikuti oleh asuransi syariah (takaful) pada tahun 1980an, serta pasar modal syariah pada tahun 1990an, yang kemudian dianggap sebagai awal perkembangan pasar modal syariah ketika equity fund dan Islamic securitization mulai diperkenalkan sebagai alternatif investasi berbasis syariah. Satu dekade terakhir menunjukkan peningkatan ekspansi keuangan Islam, salah satunya adalah penerbitan sukuk (obligasi syariah) untuk memeroleh modal di pasar modal. Penerbitan sukuk meningkat dari US$7,2 milyar tahun 2004 menjadi US$39 milyar tahun 2007, dengan volume sukuk yang outstanding secara global melebihi nilai US$90 milyar.2 Pasar modal, terutama terdiri dari pasar primer dan sekunder. Setiap perusahaan yang ingin go public harus melakukan penawaran perdana ke masyarakat (Initial Public Offering, IPO) pada pasar primer, yang berfungsi sebagai sarana suplai dana bagi perusahaan emiten. Sedangkan transaksi di pasar sekunder (lantai bursa) merupakan transaksi sekuritas (saham) yang telah melalui pasar primer. Pasar sekunder ini berperan ganda, sebagai sumber dana bagi perusahaan dan keuntungan bagi investor. Pasar sekunder menjadi penting untuk memastikan likuiditas, penentuan harga serta informasi yang relevan dengan sekuritas tersebut, serta menunjukkan tingkat return (keuntungan) dan risiko yang dihadapi investor.3
AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
Salmah Said
II. Pasar Modal Syariah Peran pasar modal adalah meningkatkan sistem keuangan yang efisien karena akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan prekonomian suatu negara.4 Pasar modal berfungsi sebagai intermediasi modal jangka panjang antara investor (surplus unit) dan perusahaan (deficit unit). Modal jangka panjang ini umumnya berbentuk sekuritas (surat-surat berharga) baik dalam bentuk modal ekuitas (saham) maupun dalam bentuk hutang (obligasi). Peran pasar modal dalam sistem keuangan Islam juga sama pentingnya dalam sistem perekonomian konvensional. Berbeda dengan pasar modal konvensional, perkembangan pasar modal syariah masih tergolong baru. Perbedaannya adalah dalam pasar modal konvensional dimungkinkan perdagangan sekuritas berbentuk ekuitas dan hutang. Sedangkan, pada pasar modal syariah, tidak dimungkinkan pengumpulan modal melalui instrumen hutang karena dapat diartikan sebagai bentuk dari jual beli hutang (bai’ aldayn). Menurut Zahiri, jual beli hutang tidak sah dalam transaksi karena mengandung unsur gharar.5 Pasar modal syariah mengalami perkembangan yang cukup pesat di beberapa negara muslim di dunia, utamanya negara-negara Timur Tengah, dan juga di Eropa. Namun, Amerika Serikat adalah negara non-muslim pertama yang meluncurkan the Amana Fund sebagai equity fund syariah pertama oleh The North American Islamic Trust pada tahun 1986.6 Pada Februari 1999, New York Stock Exchange (NYSE) juga menerbitkan DJIMI (Dow Jones Islamic Market Index).7 Di Eropa (termasuk Inggris dan Perancis), pemerintah mengambil langkah hukum untuk mengakomodasi sukuk, bahkan di Inggris terdapat indeks syariah yaitu FTSE Global Islamic Index, seperti halnya negara-negara TImur Tengah, dengan indeks GCC (Gulf Cooperation Council) Islamic Index.8 Sedangkan di Indonesia, pasar modal syariah baru berkembang di awal tahun 2000an dengan diperkenalkannya Jakarta Islamic Index (JII) di BEJ (Bursa Efek Jakarta, sekarang Bursa Efek Indonesia, gabungan dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya). JII ini merupakan indeks dari 30 saham perusahaan yang lolos seleksi dari Dewan Syariah Nasional (DSN) terkait dengan seleksi syariah dari core business perusahaan-perusahaan tersebut. Seleksi ini dilakukan per semester tiap tahun. Evaluasi secara syariah menjadi penilaian penting selain evaluasi keuangan yang ditetapkan oleh BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) bagi perusahaan yang dikategorikan saham syariah.9 Pada tahun 2011, BEI telah mengeluarkan satu indeks syariah lagi, yaitu Indeks Saham Syariah Inddonesia (ISSI) yang berisi saham dari 214 perusahaan. 10 Pelaksanaan kegiatan pasar modal di Indonesia diatur dalam UndangUndang Pasar Modal (UUPM) No. 8 Tahun 1995, yang lahir sebelum pelaksanaan pasar modal syariah sehingga tidak membedakan pelaksanaan kegiatan pasar modal didasarkan pada prinsip syariah atau tidak. Jadi, kegiatan pasar modal di Indonesia dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah dan AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Salmah Said
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
konvensional. Instrumen pasar modal syariah di Indonesia telah berkembang sejak tahun 1997 dengan diterbitkannya reksadana syariah, meskipun secara resmi baru mulai beroperasi sejak tahun 2003.11 Selanjutnya, PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) bekerjasama dengan PT. Dana Reksa Investment Management (DIM) memperkenalkan Jakarta Islmic Index (JII) yang terdiri dari 30 jenis saham dari emiten yang kegiatan usahanya memenuhi ketentuan syariah.12 Reksa Dana indeks yang diperkenalkan tahun 2006 ini menjadikan JII sebagai underlying asset-nya.13 Selain saham, instrumen lain yang diperdagangkan di pasar modal syariah Indonesia adalah: obligasi syariah/sukuk mudharabah, obligasi syariah/sukuk ijarah, reksadana syariah, sukuk negara syariah, dan sukuk negara ritel syariah.14 Sukuk berbeda dengan obligasi konvensional, karena obligasi syariah didasarkan pada akad transaksi mudharabah (konsep bagi hasil). Perkembangan reksadana syariah di Indonesia merupakan rangkaian dari perkembangan Islamic Fund secara global yang dipelopori oleh Global Trade Equity yang diterbitkan oleh National Commercial Bank Saudi Arabia tahun 1995.15 Perkembangan pasar modal di Indonesia lebih lambat dibanding negaranegara ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Singapore. Di Indonesia, peran pasar modal hanya berkontribusi sebesar 36% terhadap nilai Pendapatan Nasional Bruto. Sektor perbankan Indonesia masih mendominasi (sebesar 64%) sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Nilai ini sangat kecil dibanding dengan 133% kapitalisasi pasar modal Malaysia dan 262% pasar modal Singapore masing-masing terhadap Pendapatan Nasional kedua negara tersebut.16 Di Malaysia, obligasi syariah cukup berkembang dan banyak digunakan sebagai pembiayaan kegiatan pemerintah dan industri keuangan syariah.17 III.
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
Pasar modal belum dikenal pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat. Kegiatan ekonomi pada masa itu adalah transaksi pada sektor riil saja. Keikutsertaan modal dalam bentuk kepemilikan suatu perusahaan (syirkah) tidak ditunjukkan dalam bentuk kepemilikan saham seperti saat ini. Dengan demikian, transaksi yang terjadi hanya dalam bentuk transaksi jual beli biasa dengan menggunakan uang atau dengan cara pertukaran antar barang melalui barter. Sistem ekonomi Islam didasarkan pada transaksi asset riil yang produktif pada sektor riil.18 Olehnya, pasar modal syariah juga harus didasarkan pada pasar sekuritas berbasis ekuitas, bukan berbasis pada hutang. Model pasar modal syariah yang memenuhi prinsip syariah Islam belum diformulasikan secara formal. Namun, perlu diidentifikasi beberapa isu penting sehingga dapat dibedakan pasar modal syariah dengan pasar modal AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
Salmah Said
konvensional. Menurut Iqbal dan Mirakhor, setidaknya tiga hal penting yang harus diperhatikan.19 Pertama, mengenai perjanjian kontraktual yang dapat merepresentasikan dengan tepat bagian dalam perusahaan saham gabungan dengan liabilitas (hutang) terbatas. Hal ini menjadi penting terutama terkait dengan legalitas entitas korporasi dan perlakuannya sebagai judicial person, terutama jika terjadi kasus gagal bayar perusahaan atas liabilitas/kewajibannya. Kedua, mengenai jenis kontrak yang sesuai untuk saham biasa sebagai mitra dalam saham perusahaan, berdasarkan musyarakah mulk atau musyarakah aqed.20 Pengklasifikasian saham perusahaan dalam kontrak musyarakah mulk menyebabkan sebagian besar transaksi saham di pasar modal tidak bisa diterima secara syariah.21 Negotiability, transferability dan tradability di pasar primer dan sekunder menjadi isu penting ketiga yang perlu dicermati. Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa ekonomi Islam mendorong transaksi atas asset/barang riil (tangible), yang berarti pelarangan terhadap transaksi hutang (dayn), mata uang, obligasi yang dibatasi dalam barang generik, serta hak kontinjen (seperti options, futures, forward), dimana instrumen-instrumen ini ditransaksikan di pasar modal. Perbedaan mendasar antara pasar modal syariah dan pasar modal konvensional adalah bahwa pelaksanaan pasar modal syariah secara umum tidak hanya ditentukan oleh kondisi bisnis, lingkungan sosial ekonomi, dan politik. Terdapat prinsip penting mengenai apa yang benar dan apa yang tidak benar yang didasarkan pada al-Quran dan Hadis Rasulullah SAW. Prinsip yang dimaksud adalah pelarangan riba, spekulasi serta serangkaian kegiatan yang dilarang yaitu ketidakpastian (gharar), judi (maysir), ketidaktahuan (jahl).22 Prinsip-prinsip tersebut harus dipedomani dalam semua transaksi ekonomi, termasuk pasar modal. 23 Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI Indonesia memastikan bahwa kegiatan transaksi dan investasi di pasar modal syariah Indonesia tidak melibatkan unsur-unsur tersebut di atas. Hal ini berlaku baik untuk instrumen ekuitas (saham) maupun hutang (obligasi) serta derivatif (instrumen turunan) dari saham. Beberapa fatwa telah dikeluarkan oleh DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia) terkait dengan transaksi dan instrumen pasar modal yang memenuhi prinsip syariah. Salah satu diantaranya adalah fatwa nomor 65/DSN_MUI/III/2008 mengenai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue.24 Fatwa ini memastikan kehalalan investasi pada instrumen saham dan juga pada produk turunan (derivatif), yaitu instrumen yang berbentuk rights (hak) yang melekat pada produk induknya (underlying asset). Hak ini merupakan salah satu produk pasar modal yang bersifat hutang, yang dalam prinsip ekonomi Islam tidak diakomodasi. Menurut Ushaimi25, dari aspek hukum, beberapa ekonom muslim (fuqaha) memiliki pendapat yang berbeda dalam menilai apakah transaksi sekuritas dalam pasar modal syariah mengandung unsur-unsur yang dilarang secara syariah. Beberapa alasan tidak diperbolehkannya transaksi (saham) di AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Salmah Said
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
pasar modal.26 Pertama, saham merupakan instrumen yang sama dengan obligasi (yang merepresentasikan hutang), karena perusahaan berhutang pada investor yang suatu saat harus dikembalikan. Bertransaksi saham sama hukumnya dengan bertransaksi hutang yang secara syariah dilarang. Kedua, riba najsy masih banyak terjadi dalam kegiatan transaksi di pasar modal. Ketiga, mobilitas (keluar-masuknya) investor di pasar modal tidak diketahui oleh seluruh pemegang saham. Keempat, adanya percampuran antara harta dan modal perusahaan dengan yang mengandung unsur haram maka semuanya haram. Kelima, harga saham tidak mencerminkan modal awal pada waktu pendirian perusahaan, tetapi ditentukan pada saat awal penerbitannya (IPO = Initial Public Offering). Keenam, transaksi saham tidak memenuhi unsur penyerahan (taqabudh) dan persamaan nilai (tamatsul), yang seharusnya ada dalam kegiatan pertukaran jual beli. Ketujuh, investor tidak mengetahui secara pasti spesifikasi barang yang dibelinya yang direpresentasikan dalam bentuk saham. Dengan kata lain, terdapat unsur ketidaktahuan (jahl) dalam transaksi saham, sehingga transaksinya batal karena salah satu syarat sahnya jual beli adalah bahwa pembeli tahu barang yang hendak dibelinya. Selain itu, harga saham berfluktuasi sesuai kondisi pasar saham, sehingga saham tidak merupakan pembayaran nilai yang sama pada saat perusahaan didirikan (at par value). Selain itu praktik short-selling (menjual saham yang belum dimiliki oleh penjual) yang dilakukan oleh investor, sangat tidak sesuai dengan prinsip Islam. Para ekonom Islam memiliki pendapat yang berbeda pula terkait produk forward dan futures27 yang juga diperdagangkan di pasar modal. Mohammad Obaidullah dan Hakim Muhammad Taqi Uthmani28 menyatakan bahwa perdagangan forward dan futures ini melanggar aturan hukum Islam karena transaksi keduanya hanya perjanjian untuk menyerahkan sejumlah dana dan barang di masa yang akan datang, penyerahan barang yang ditransaksikan umumnya tidak dilakukan dan ketika transaksi berakhir yang terjadi hanyalah penetapan perbedaan harga. 29 Jadi, sebagian besar transaksi futures itu hanya bersifat spekulasi (maysir) di masa yang akan datang. Lebih jauh, tujuan penggunaan transaksi futures dan forward yang bertujuan untuk menghindari (hedge out) ketidakpastian bisnis di masa depan tidak memiliki pengaruh, karena hal ini menurut, Uthmani, tidak diperbolehkan dalam syariah. Abdul Rahim al-Saati juga memiliki argumentasi yang sama dan bahkan menyatakan bahwa ekonom muslim lainnya seperti: Umer Chapra (1992), M. Fahim Khan (1995), M. Akram Khan (1988), A. Muhiaddin (1995), A.Y. Sulayman (1982), Subhi Mahmassani (1983) and Majma’al Fiqh al-Islami (1989) juga menolak kontrak futures.30 Obaidullah juga mendukung pendapat Uthmani dengan menyatakan bahwa transaksi seperti itu adalah transaksi hutang (bai’-al dayn- bi-al-dayn), transaksi yang dilarang dalam syariah, terlebih transaksi futures terhadap komoditas yang tidak dimiliki (short-selling) penjual menimbulkan unsur gharar. Umumnya futures dan forward (terutama untuk AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
Salmah Said
transaksi kurs mata uang) digunakan untuk spekulasi, yang justru akan makin meningkatkan volatilitas nilai kurs mata uang dan akhirnya akan menimbulkan skala ekonomi yang besar. Argumantasi ini merupakan alasan rasional ekonomi tidak dibolehkannya upaya hedging menggunakan futures dan forward dalam syariah.31 Namun beberapa ekonom muslim, membolehkan keberadaan kontrak futures dan forward, seperti Ali Salehabadi dan Mohammad Aram, Muhammed Sahid Ebrahim serta Mohammad Hashim Kamali. Dua ekonom Iran, Ali Salehabadi dan Mohammad Aram, menyatakan bahwa penggunaan kontrak futures untuk mengantisipasi risiko berfluktuasinya harga (dalam hal ini harga minyak mentah, dimana Iran salah satu negara produsen minyak mentah) dapat diterima.32 Negara produsen minyak mentah akan memeroleh keuntungan dengan kontrak futures daripada menjualnya di pasar spot. Tanpa mengabaikan pendapat ekonom muslim lainnya, alasan yang dikemukakan keduanya adalah bahwa kontrak futures dipandang sebagai kontrak yang masih berlanjut di masa depan (undetermined concluding contract) karena adanya kewajiban pada perdagangan di masa depan yang akan efektif di periode tertentu di masa depan, sehingga berbeda dengan konsep jual beli. Menurut Salehabadi dan Aram, kontrak futures adalah bentuk kontrak joalah33, dan karenanya dapat diterima sesuai dengan prinsip Islam. Menurut Muhammad Sahid Ebrahim mengutip pendapat Kamali34, bahwa tidak ada keberatan terhadap kontrak futures karena merupakan kebolehan (ibahah) dalam kerangka hukum Islam, dengan lebih mempertimbangkan kemashalatannya. Lebih jauh, Kamali berpendapat bahwa kontrak futures memberikan manfaat signifikan bagi ekonomi berbasis pertanian untuk bisa bersaing dengan ekonomi berbasisindustri. Futures, menurut Kamali, meningkatkan efisiensi biaya, memberi peluang pelaksanaan perencanaan yang lebih baik, dan sebagai sarana asuransi dalam mengelola risiko dan juga berfungsi sebagai indikator harga.35 Dengan, kata lain, kontrak futures memberikan manfaat bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat, hal mana yang menjadi pertimbangan dalam hukum Islam. Terkait dengan obligasi syariah (sukuk), beberapa pakar syariah menyatakan bahwa sebagian besar sukuk tidak memenuhi prinsip syariah karena melanggar setidaknya satu di antara tiga prinsip.36 Dengan demikian, secara efektif sukuk tidak ada bedanya dengan obligasi konvensional, seperti argumentasi dari Muhammad Taqi Uthmani, Presiden Majelis Syariah AAOIFI (the Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions), Miller, Challoner, Atta (2007), dan Wilson (2008).37 Namun, Cakir dan Raei (2007) berpendapat bahwa sukuk berbeda dengan obligasi konvensional karena memberikan manfaat dalam hal meminimalkan risiko ketika investor membentuk portofolio dari sekuritas berpendapatan tetap (fixed income securities).38 Salah satu instrumen pasar modal yang juga tidak memenuhi prinsip syariah adalah options, yaitu hak untuk menjual (put options) atau membeli (call AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Salmah Said
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
options) sekuritas (utamanya saham) di masa yang akan datang dengan harga yang telah ditentukan saat ini.39 Mahmoud El Gamal, Tariqullah Khan serta Muhammad Taqi Uthmani, memiliki pendapat yang sama bahwa options mengandung unsur gharar, maysir, dan jahl.40 IV.
Penutup
Industri keuangan Islam berkembang cukup pesat dalam dua dekade terakhir, baik secara global maupun nasional. Penyempurnaan mekanisme pasar modal syariah terus diupayakan. Upaya ini ditujukan sebagai pencegahan adanya praktik riba, maysir dan gharar dalam transaksi di pasar modal syariah. Selama ini transaksi di pasar modal tidak dapat dipisahkan dari ketiga praktik ini. Upaya ini tidak berarti menghambat perkembangan pasar modal syariah, karena sektor moneter ini potensial untuk berkembang di masa yang akan datang, dengan pangsa pasar masyarakat muslim di seluruh dunia. Endnotes Chong B.S., Ming-Hua L., “Islamic Banking: Interest Free or Interest-Based?” PacificBasin Finance Journal 17, 2009, 125 – 144. 2 Menurut Jobst, et.al (2008) dalam Christophe J. Godlewski, Rima Turk-Ariss, Laurent Weill, “Do Markets Perceive Sukuk and Conventional Bonds as Different Financing Instruments?” BOFIT Discussion Paper 6/2011, Bank of Finland, BOFIT, Institute for Economies in Transition, http://ssrn.com/abstract=1833344, diakses tanggal 10 Mei 2012. 3 Ibid, h. 218. 4 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik (Jakarta: Kencana, 2008), h. 217. 5 Bambang Saputra, Pasar Modal Syariah Indonesia: Alternatif Instrumen Investasi, (Makassar: ADEI, 2012), h. 112, lihat pula Firdaus NH., Muhammad, dkk.(b), Sistem Kerja Pasar Modal Syariah, Edukasi Profesional Syariah, Cetakan I, (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 30. 6 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Cetakan Pertama (Jakarta: Kencana, 2007), h. 45. 7 Firdaus NH., Muhammad, dkk.(c), Konsep Dasar Obligasi Syariah, Edukasi Profesional Syariah, Cetakan I, (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 19. Lihat pula Michael J.T. McMillen, “Islamic Capital Market: Market Development and Conceptual Evolution in the First Thirteen Years”, http://ssrn.com/abstract=1781112, diakses tanggal 9 Maret 2012. 8 Lihat Christophe J. Godlewski, Rima Turk-Ariss, Laurent Weill, “Do Markets Perceive Sukuk and Conventional Bonds…op.cit., Lihat pula Najeeb, Syed Faiq , Islamic Capital Market: An Exploratory Study on Investor Rationality, University of Nottingham Malaysia, http://ssrn.com/abstract=1910660, diakses tanggal 9 Juni 2012. 9 Muhammad Firdaus HN (c), Sistem Keuangan dan Investasi Syariah, Edukasi Profesional Syariah, Cetakan I, Jakarta: Renaisan, 2005, h. 33 – 35. 10 Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar di Indonesia, Edisi 3, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 184. 11 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, Cetakan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 117. 1
AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
Salmah Said
Irsan Nasaruddin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Cetakan Kedua, (Jakarta: Penerbit Prenada Media, 2004), h. 210, lihat pula Michael J.T. McMillen, “Islamic Capital Market: Market Development…, op.cit., h. 8. 13 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,.. op.cit. 14 Bambang Saputra, Pasar Modal Syariah Indonesia…, op.cit., h. 325 – 333. 15 Firdaus NH., Muhammad, dkk.(d), Investasi Halal di Reksadana Syariah, Edukasi Profesional Syariah, Cetakan I, (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 20. 16 Irwan Abdalloh, “Pasar Modal Syariah Indonesia: Prospek dan Tantangan”, materi seminar Pasar Modal Syariah, diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia tanggal 16 Makassar 2010, di Makassar. 17 Obligasi yang diterbitkan pemerintah Malaysia adalah Government Investment Issues (GIIs) yang bersifat pinjaman kebaikan (qard al-hasan), the Malaysian Global Sukuk didasarkan pada akada ijarah, merupakan asset-backed securities dengan asset real estate milik pemerintah Malaysia, lihat Firdaus NH., Muhammad, dkk.(a), Konsep Dasar Obligasi Syariah, Edukasi Profesional Syariah, Cetakan I, (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 22. 18 Menurut Chapra (2008), Chapra, Ebrahim, Mirakhor, dan Siddiqi (2008), transaksi atas asset/harta riil adalah salah satu dari empat kondisi fundamental dari keuangan Islam yang dapat menekan kelebihan hutang (leverage) dan spekulasi di pasar modal, lebih lanjut lihat Amelie Charles, Olivier Darne, Adrian POP, “Is the Islamic Finance Model More Resilient the Conventional Finance Model? Evidence from Sudden Changes in the Dow Jones Indexes”, jurnal SSRN, http://ssrn.com/abstract=18367651, diakses tanggal 15 April 2012. 19 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam…, op.cit., h. 220 – 223. 20 Musyarakah mulk adalah memberikan hak kepemilikan atas aset riil tertentu kepada mitra usaha, sedangkan musyarakah aqed adalah pemberian hak kepemilikan atas nilai aset tanpa ada kaitan khusus terhadap asset riil tersebut kepada mitra. Pembahasan mengenai hal ini dapat dilihat pada Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam…, ibid. 21 Ibid. 22 Syed Faiq Najeeb, “Islamic Capital Markets: An Exploratory Study…, op.cit. 23 Obiyathullah Ismath Bacha, “Derivative Instruments and Islamic Finance: Some Thoughts for A Reconsideration’, International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 1 No. 1, 1999, p. 8; Mohammed Obaidullah, Islamic Financial Services. (Jeddah, Saudi Arabia: Islamic Economic Research Centre, King Abdulaziz University, 2005), p. 175. 24 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah…, op.cit., h. 153. Beberapa fatwa yang terkait dengan pengembangan pasar modal syariah di Indonesia, telah dikeluarkan oleh DSN-MUI, lihat Burhanuddin Susanto, Pasar Modal Syariah: Tinjauan Hukum, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: UII Press, 2009), h. 12. 25 Saptono Budi Satrio, “Optimasi Portofolio Saham Syariah (Studi Kasus Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004)”, Tesis Program Pascasarjana PSKTTI-UI Jakarta, 2005. 26 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, (Cetakan I, Jakarta: Kencana, 2007), h. 64-65. Lihat pula Bambang Saputra, Pasar Modal Syariah Indonesia…, op.cit., h. 174 – 175 mengenai transaksi efek/sekuritas yang dilarang di pasar modal. Lebih lanjut pembahasan mengenai transaksi di pasar modal syariah yang dilarang dalam fiqh muamalah dapat dilihat pada Burhanuddin Susanto, Pasar Modal Syariah…, op.cit., h. 136 – 144. 27 Transaksi berjangka komoditas (dapat berupa hasil pertanian, hasil tambang), dan juga berupa nilai mata uang, dimana penyerahan barang yang diperjanjikan saat ini diserahkan pada suatu periode waktu tertentu di masa depan, dengan nilai yang telah disepakati pada saat kedua belah pihak memasuki kontrak (predetermined price) 28 Mohammed Obaidullah, Islamic Financial Services…, op.cit. Argumentasi yang sama juga dikemukakan oleh Hakim Muhammad Taqi Uthmani dalam menjawab berbagai 12
AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Salmah Said
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
pertanyaan mengenai instrumen derivatif dalam artikel ‘What Shariah Experts Say: Futures, Options and Swaps.’ International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 1 No. 1, 1999. (Editor); 29 Hal ini dikenal sebagai marking-to-market atau daily settlement dalam pasar futures dan forward. Kegiatan ini dilakukan di akhir perdagangan setiap hari untuk menyeimbangkan posisi semua futures dan ditulis kembali dalam bentuk penetapan harga pada hari tersebut oleh pihak bursa (clearing house). 30 Abdul Rahim Al-Saati, “Sharia Compatible Futures.” J.KAU: Islamic Econ, Vol. 15, pp. 3 – 25, 2002. 31 Mohammed Obaidullah (b), “Financial Options in Islamic Contracts: Potential Tools for Risk Management.” J.KAU: Islamic Econ, Vol. 11, pp. 3 – 26, 1999. 32 Ali Salehabadi and Muhammad Aram. “Islamic Justification of Derivative Instruments.” International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 4 No. 3, 2002. 33 Kontrak joalah adalah kontrak antara dua pihak dimana pembeli menyatakan bahwa ketika penjual menyerahkan barang yang ditransaksikan pada waktu yang telah disepakati di masa yang akan datang, pembeli akan menyerahkan pembayaran atas barang tersebut kepada penjual, lihat Salmah Said, “Derivatives Instruments and Islamic Scholars’ Viewpoint, Jurnal Bisnis dan Manajemen Informatika, Vol. 4. No. 2 Mei 2011, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS. 34 Muhammed Hashim Kamali (a), “Islamic Commercial Law: Analysis of Options’, American Journal of Islamic Social Sciences, Vol. 14, 1997. 35 Muhammed Hashim Kamali (b), Islamic Commercial Law: Analysis of Futures and Options, (United Kingdom, Cambridge: Islamic Texts Society Publisher, 2000), pp. 16 – 20. 36 Mengenai tiga prinsip yang harus dipenuhi obligasi syariah (sukuk) lihat Christophe J. Godlewski, Rima Turk-Ariss, Laurent Weill, “Do Markets Perceive Sukuk and Conventional Bonds…, op.cit. 37 Ibid, argumen yang sama juga dinyatakan oleh Meysam Safari, bahwa sukuk sama dengan obligasi konvensional, kecuali bahwa penerbitan sukuk didasarkan pada implementasi regulasi syariah, lihat Meysam Safari, Are Sukuk Securities the Same as Conventional Bonds?, Working Paper Januari 2011, http://ssrn.com/abstract=1783551, diakses tanggal 6 Juni 2012. 38 Ibid 39 John C. Hull, Fundamental of Options and Options Markets. 5th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc., 2005, h. 181 – 182. 40 Lihat Mahmoud El-Gamal, ‘An Economic Explication of the Prohibition of Gharar in Classical Islamic Jurisprudence’, Paper presented on The 4th International Conference on Islamic Economics in Leicester, UK, 13 – 15 August 2000); Muhammad Taqi Uthmani’ response to a series of questions about these derivative instruments, see ‘What Shariah Experts Say: Futures, Options and Swaps.’ International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 1 No. 1, 1999. (Editor)
DAFTAR PUSTAKA Abdalloh, Irwan, Pasar Modal Syariah Indonesia: Prospek dan Tantangan, materi seminar Pasar Modal Syariah, diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia tanggal 16 Makassar 2010, di Makassar. Al-Saati, Abdul Rahim, ‘Sharia Compatible Futures.’ J.KAU: Islamic Econ, Vol. 15, pp. 3 – 25, 2002. Bacha, Obiyathullah Ismath, “Derivative Instruments and Islamic
Finance: Some Thoughts for A Reconsideration’, International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 1 No. 1, 1999,
AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
Salmah Said
Chong, B.S., Ming-Hua L., “Islamic Banking: Interest Free or Interest-Based?” Pacific-Basin Finance Journal 17, 2009. Charles, Amélie, Olivier Darne, Adrian POP, “Is the Islamic Finance Model More Resilient the Conventional Finance Model?Evidence from Sudden Changes in the Dow Jones Indexes”, http://ssrn.com/abstract=1836751, diakses tanggal 15 April 2012. Darmadji, Tjiptono, dan Hendy M.Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia, Edisi 3, Jakarta: Salemba Empat, 2011. Editor, ‘What Shariah Experts Say: Futures, Options and Swaps.’ International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 1 No. 1, 1999. El-Gamal, Mahmoud, ‘An Economic Explication of the Prohibition of Gharar in Classical Islamic Jurisprudence’, Paper presented on The 4th International Conference on Islamic Economics in Leicester, UK, 13 – 15 August 2000. Firdaus NH., Muhammad, dkk.(a), Konsep Dasar Obligasi Syariah, Edukasi Profesional Syariah, Cetakan I, Jakarta: Renaisan, 2005. ----------- (b), Sistem Kerja Pasar Modal Syariah, Edukasi Profesional Syariah, Cetakan I, Jakarta: Renaisan, 2005. ----------- (c), Sistem Keuangan dan Investasi Syariah, Edukasi Profesional Syariah, Cetakan I, Jakarta: Renaisan, 2005. ----------- (d), Investasi Halal di Reksadana Syariah, Edukasi Profesional Syariah, Cetakan I, Jakarta: Renaisan, 2005. Godlewski, Christophe J., Rima Turk-Asiss and Laurent Weill, “Do Markets Perceive Sukuk and Convetional Bond as Different Financing Instruments?” BOFIT Discussion Paper 6/2011, Bank of Finland, BOFIT, Institute for Economies in Transition, http://ssrn.com/abstract=1833344, diakses tanggal 10 Mei 2012. Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Cetakan I, Jakarta: Kencana, 2007. Hull, John C., Fundamental of Options and Options Markets. 5th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc., 2005 Iqbal, Zamir dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2008. Muhammed Hashim Kamali (a), “Islamic Commercial Law: Analysis of Options’, American Journal of Islamic Social Sciences, Vol. 14, 1997. ------------ (b), Islamic Commercial Law: Analysis of Futures and Options, (United Kingdom, Cambridge: Islamic Texts Society Publisher, 2000), pp. 16 – 20. Jusmaliani, dkk., Investasi Syari’ah: Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, Cetakan I, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008. McMillen, Michael J.T., Islamic Capital Market: Market Development and Conceptual Evolution in the First Thirteen Years, http://ssrn.com/abstract=1781112, diakses tanggal 9 Maret 2012.
AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Salmah Said
Pemikiran Ekonom Muslim tentang Pasar Modal Syariah
Najeeb, Syed Faiq , Islamic Capital Market: An Exploratory Study on Investor Rationality, University of Nottingham Malaysia, http://ssrn.com/abstract=1910660, diakses tanggal 9 Juni 2012. Nasaruddin, Irsan., dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta: Penerbit Prenada Media, 2004. Obaidullah, Mohammed (a), Islamic Financial Services. (Jeddah, Saudi Arabia: Islamic Economic Research Centre, King Abdulaziz University, 2005) --------- (b), ‘Financial Options in Islamic Contracts: Potential Tools for Risk Management.’ J.KAU: Islamic Econ, Vol. 11, pp. 3 – 26, 1999. Safari, Meysam, Are Sukuk Securities the Same as Conventional Bonds?, Working Paper Januari 2011, http://ssrn.com/abstract=1783551, diakses tanggal 6 Juni 2012. Said, Salmah, “Derivatives Instruments and Islamic Scholars’ Viewpoint, Jurnal Bisnis dan Manajemen Informatika, Vol. 4. No. 2, Edisi Mei, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS, 2011. Salehabadi, Ali and Muhammad Aram. ‘Islamic Justification of Derivative Instruments.’ International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 4 No. 3, 2002. Saputra, Bambang, Pasar Modal Syariah Indonesia: Alternatif Instrumen Investasi, Makassar: Penerbit ADEI, 2012. Satrio, Saptono Budi, Optimasi Portofolio Saham Syariah (Studi Kasus Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004), Tesis Program Pascasarjana PSKTTI-UI Jakarta, 2005. Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, Cetakan I, Jakarta: Kencana, 2009. Susanto, Burhanuddin, Pasar Modal Syariah: Tinjauan Hukum, Cetakan Pertama, Yogyakarta: UII Press, 2009.
AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 Tahun 2012