PELESTARIAN KAWASAN BENTTENG KERATON BUTON Novesty Noor Azizu, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia
email:
[email protected] ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik kawasan bersejarah, mengidentifikasi dan menganalisis penyebab perubahan kawasan bersejarah dan menentukan arahan pelestarian kawasan. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif (observasi lapangan dan data sekunder), metode evaluatif (analisis faktor) dan metode analisis development. Hasil yang diperoleh, yaitu penggunaan lahan di kawasan saat ini menjadi lebih beragam namun tetap didominasi oleh permukiman dan ruang terbuka. Area sirkulasi yang terkait dengan aktivitas sosial dan budaya masyarakat masih tetap dipertahankan hingga kini. Kondisi bangunan bersejarah sebagian besar telah mengalami perubahan fisik. Faktor penyebab perubahan kawasan, yaitu pembangunan bangunan baru yang tidak selaras, kurang tegasnya pelaksanaan hukum dan peraturan tentang pelestarian, kurangnya peran aktif masyarakat, perubahan bangunan bersejarah, faktor sosial, faktor politik dan ekonomi. Faktor penyebab perubahan fisik bangunan bersejarah di kawasan, yaitu perubahan kepemilikan, kegiatan wisata, kurangnya kesadaran masyarakat, perubahan selera pemilik, kurangnya komitmen pemerintah, material bangunan dan faktor ekonomi. Berdasarkan hasil penilaian makna kultural bangunan diperoleh 6 bangunan bersejarah potensial tinggi, 61 bangunan potensial sedang dan 5 bangunan potensial rendah. Kata kunci: Kawasan bersejarah, Penyebab perubahan, Ppelestarian ABSTRACT The aims of this study are to identify characteristic of historical sites, to identify and analyze the causes of historical sites changes and determines the act of historical sites preservation. This study used descriptive analysis method (observation and secondary data), evaluative method (factor analysis) and development method. The study found that the land use of this historical sites became more heterogent but was still dominated by settlement area and open space. The circulation area for social and culture activity has been still maintained untill now. Most of historical building had physical changes. The causes of historical sites changes were uncompatible development of new building, less of implementation of preservation rules, less of people participation, changes of historical building, social factor, politic and economic factor. The causes of historical building changes were ownership changes, tourist activities, less awareness for preservation, owner preference changes, less of government commitment, building material, and economic factor. Based on the result of culture value scoring, the study showed that there were 6 high potential building, 61 medium potential building and 5 low potential building. Keyword: Historical sites, Causes of changes, Preservation
PENDAHULUAN Kota selalu berkembang dari waktu ke waktu, perkembangan yang dalam hal ini menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik (Yunus, 2000),yang kemudian menyisakan berbagai elemen kota sebagai saksi dari perkembangan yang terjadi. Elemen-elemen yang dimaksud adalah berbagai peninggalan atau aset bersejarah yang dapat berupa bangunan bersejarah, monumen atau benda bersejarah lainnya. Peninggalan atau aset bersejarah tersebut merupakan kekayaan yang tidak dapat tergantikan dan akan memberikan citra terhadap masing-masing kota atau kawasan tersebut. (Widayati, 2000:88)
Pola penggunaan lahan (fungsi bangunan), langgam arsitektur, dan aktivitas kehidupan masyarakat merupakan variabel yang membentuk karakter suatu kawasan menjadi berbeda dan unik (Ebbe dalam Kwanda, 2004: 2). Kawasan Benteng Keraton Buton merupakan kawasan bersejarah eks pusat pemerintahan Kesultanan Buton yang menyimpan banyak peninggalan sejarah Kesultanan Buton baik berupa bangunan maupun situs bersejarah. Kawasan Benteng Keraton Buton merupakan satu-satunya kawasan benteng peninggalan Kesultanan Buton yang masih utuh dan dapat disaksikan hingga kini, sehingga perlu
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
83
PELESTARIAN KAWASAN BENTTENG KERATON BUTON
mendapat tindakan pelestarian untuk melindungi kawasan ini dari perubahan dan kerusakan. Kawasan Benteng Keraton Buton selain merupakan kawasan bersejarah, juga dikenal sebagai kawasan permukiman yang memiliki kekhasan, yaitu bangunan hunian di kawasan mengikuti gaya arsitektur tradisional Buton, hal ini merupakan salah satu ciri khas kawasan yang membedakannya dengan kawasan lain di Kota Bau-bau. Demi mempertahankan karakteristik khas Kawasan Benteng Keraton Buton, Pemerintah Kota Bau-bau melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menganjurkan kepada masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut untuk tidak mendirikan bangunan selain rumah tradisional Buton. Namun, anjuran tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan, hal ini terbukti dengan terdapatnya bangunan baru yang tidak bergaya arsitektur tradisional Buton. Berdasarkan data dari kantor Kelurahan Melai, setiap tahun jumlah bangunan baru bergaya modern di Kawasan Benteng Keraton Buton terus meningkat dan saat ini jumlahnya telah mencapai 25% dari total bangunan baru di kawasan. Jika hal tersebut dibiarkan terus berlangsung maka akan dapat mempengaruhi kekhasan kawasan. Saat ini pengelolaan peninggalan sejarah Kesultanan Buton di Kawasan Benteng Keraton Buton dilakukan oleh pemerintah Kota Bau-bau melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Langkah awal dari upaya pelestarian Kawasan Benteng Keraton Buton telah dilakukan oleh pemerintah Kota Bau-bau diantaranya dengan penetapan Kawasan Benteng Keraton Buton sebagai kawasan khusus peninggalan sejarah yang diatur dalam Surat Keputusan Walikota Bau-bau No. 105 Tahun 2003. Upaya pelestarian yang telah dilaksanakan di kawasan meliputi inventarisasi benda-benda cagar budaya yang terdapat di kawasan serta upaya perawatan benda cagar budaya tersebut. Namun, upaya pelestarian Kawasan Benteng Keraton Buton dinilai masih belum optimal karena tidak mampu melindungi kekhasan Kawasan Benteng Keraton Buton dan bangunan bersejarah yang terdapat di dalamnya dari perubahan, khususnya perubahan fisik. Berbagai kondisi di atas menjadi alasan untuk dilakukan studi pelestarian terhadap kawasan ini. “Pelestarian Kawasan Benteng Keraton Buton” mencakup identifikasi karakteristik fisik kawasan sebagai kawasan bersejarah, identifikasi dan analisis penyebab perubahan fisik bangunan dan kawasan bersejarah Benteng Keraton Buton serta penyusunan arahan pelestarian kawasan. Diharapkan melalui studi ini dapat dihasilkan arahan pelestarian yang sesuai dengan karakteristik kawasan dan penyebab
84
perubahan serta mampu menonjolkan kekhasan Kawasan Benteng Keraton Buton dan nilai-nilai budaya masyarakat setempat. METODE PENELITIAN A. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu survei primer dan survei sekunder. B. Sampel Teknik pengambilan sampel bangunan bersejarah menggunakan metode sensus karena keseluruhan populasi (sebanyak 72 bangunan) dijadikan sebagai objek penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Kawasan Keraton Kesultanan Buton Kawasan Benteng Keraton Buton pada masa lampau merupakan Kawasan Keraton Kesultanan Buton. Sebagaimana halnya kawasan keratin lainnya di nusantara, kawasan ini memiliki beberapa komponen kawasan yang terdiri atas Kamali/kediaman Sultan Buton, masjid, benteng, baruga, pasar, permukiman kerabat dan pegawai Kesultanan. (Gambar 1)
Gambar 1. Skema Kawasan Benteng Keraton Buton Tahun 1927/ Masa Pemerintahan Sultan Muh. Hamid (Sumber: Divisualisasikan dalam bentuk gambar berdasarkan literatur sejarah dan hasil wawancara)
a. Kamali; merupakan tempat tinggal/kediaman Sultan dan keluarganya. Bangunan kamali berupa rumah tradisional Buton namun, yang
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
Novesty Noor Azizu, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani
b.
c.
d.
e. f.
memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan bangunan lainnya yang terdapat di kawasan. Masjid; Terdapat dua buah masjid di Kawasan Benteng Keraton Buton, yaitu masjid agung dan masjid kuba. Keberadaan masjid ini berkaitan erat dengan fungsi kawasan yang selain sebagai pusat pemerintahan, kawasan juga merupakan pusat penyebaran Islam di Pulau Buton. Benteng; Kawasan dikelilingi oleh sebuah benteng sebagai media pertahanan, dibangun pada masa pemerintahan Sultan Kaimuddin. Baruga; Bangunan yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara adat dan tempat pegawai Kesultanan Buton menyampaikan pengumuman penting kepada rakyat. Pasar; terdapat pasar tradisional yang terletak tidak jauh dari masjid agung keraton. Permukiman kerabat dan pegawai Kesultanan.
B. Tinjauan Sejarah Dan Perkembangan Kawasan Benteng Keraton Buton Pada masa Kesultanan Buton Kawasan Benteng Keraton Buton merupakan ibukota kerajaan, selain berfungsi sebagai pusat pemerintahan juga sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, dan dakwah Islam. Sejarah perkembangan Kawasan Benteng Keraton Buton terdiri atas beberapa tahap perkembangan. 1) Periode tahun 1226 – 1246 Periode ini ditandai dengan dibangunnya permukiman awal di Kawasan Benteng Keraton Buton yang didirikan oleh sekelompok orang yang berasal dari semenanjung Melayu, mereka terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama mendirikan perkampungan di sebelah utara (kampung Barangkatopa) dan kelompok kedua mendirikan perkampungan di sebelah selatan (kampung Gundu-gundu). (Zahari, 1977) 2) Periode tahun 1246 – 1332 Periode ini ditandai dengan munculnya dua area permukiman baru, yaitu kampung Siompu dan Dete, sehingga di kawasan terdapat empat kampung. (Zahari, 1977) 3) Periode tahun 1332 - 1511 Periode ini ditandai dengan berdirinya kerajaan Buton. Sejak awal terbentuknya kerajaan Buton, kawasan ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan/ibukota kerajaan. Di kawasan selain terdapat kediaman raja beserta keluarganya, kediaman pegawai tinggi kerajaan serta bangunan penting lainnya, juga dibangun pasar untuk
keperluan kerajaan dan masyarakat di sekitar kawasan. Jenis penggunaan lahan di kawasan terdiri atas permukiman, pasar, serta makam dan RTH. Adapun kondisi sirkulasi saat itu masih menggunakan jalan tanah. (Zahari, 1977) 4) Periode tahun 1511-1634 Periode ini ditandai dengan terbentuknya Kesultanan Buton, yaitu pada saat pelantikan Raja Buton ke VI menjadi Sultan Buton pertama (Sultan Murhum) pada tahun 1511. Setelah terbentuknya Kesultanan Buton kawasan ini tetap berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Sultan Murhum kemudian membagi wilayah Kesultanan Buton dalam beberapa distrik. Adapun jumlah distrik keseluruhan yang merupakan wilayah Kesultanan Buton adalah sebanyak 92 distrik. Di kawasan keraton sendiri terbagi menjadi 9 (sembilan) distrik, yang masing-masing dipimpin oleh satu orang pegawai kerajaan yang disebut limbo. Sembilan distrik tersebut meliputi distrik Barangkatopa, Gundu-gundu, Dete, Siompu, Baluwu, Peropa, Rakia, Melai dan Gama. (Zahari, 1977) 5) Periode tahun 1634 - 1928 Periode ini ditandai dengan dibangunnya benteng Keraton Buton yang mengelilingi kawasan keraton Kesultanan Buton yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Sultan Buton III. Pada masa itu Sultan membangun benteng pertahanan untuk melindungi kawasan sebagai pusat pemerintahan dari serangan musuh. Pada periode ini distrik Baadia telah berkembang menjadi area permukiman penduduk sehingga di Kawasan Benteng Keraton Buton terbagi menjadi 10 (sepuluh) distrik. (Zahari, 1977) 6) Periode tahun 1928 – 1945 Periode ini diawali dengan pembangunan jaringan jalan pertama di kawasan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Sultan Muh.Hamid (Sultan Buton ke-37), pembangunan jaringan jalan dilakukan dengan pemberian perkerasan aspal pada jalan tanah yang terdapat di kawasan, sehingga pola jaringan jalan di kawasan tidak mengalami perubahan, yang mengalami perubahan hanyalah perkerasan jalan dan lebar jalan. Pembangunan jaringan jalan juga dilakukan di sekitar kawasan untuk menghubungkan Kawasan Benteng Keraton Buton sebagai pusat pemerintahan dengan kawasan pelabuhan yang merupakan pusat kegiatan perdagangan pada masa itu. (Zahari,1977)
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
85
PELESTARIAN KAWASAN BENTTENG KERATON BUTON
7) Periode tahun 1945 - 2010 Pada tahun 1945 setelah berakhirnya Kesultanan Buton, Kawasan Benteng Keraton Buton kemudian masuk dalam wilayah desa Melai Kabupaten Buton, pada tahun 2001 setelah terbentuk Kota Bau-bau, kawasan ini kemudian termasuk dalam wilayah Kelurahan Melai Kota Bau-bau, dan terbagi atas 4 (empat) lingkungan, yaitu lingkungan Dete, Baluwu, Peropa dan Baadia. Perubahan yang terjadi di kawasan meliputi perkembangan jaringan jalan, bangunan, sarana prasarana dan fasilitas umum antara lain sekolah dasar dan perkantoran pemerintah. (Gambar 1)
Gambar 2. Perkembangan Kawasan Benteng Keraton Buton (Sumber: divisualisasikan dalam bentuk gambar berdasarkan hasil wawancara dan literatur)
C. Karakteristik Kawasan Benteng Keraton Buton 1) Karakteristik penggunaan lahan Penggunaan lahan di wilayah studi terdiri atas permukiman, perkantoran pemerintah, perdagangan dan jasa, ruang terbuka dan fungsi budaya. Guna lahan yang paling dominan adalah permukiman dan ruang terbuka. (Gambar 3 dan 4)
Gambar 3. Peta Tata Guna Lahan
86
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
amali kara a ± 100 tahun
Novesty Noor Azizu, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani
b.
Fungsi bangunan Bangunan bersejarah di wilayah studi memiliki fungsi sebagai rumah tinggal (85%), museum dan sarana peribadatan (masjid). Sebagian besar bangunan tidak mengalami perubahan fungsi(Gambar 6)
Gambar 4. Proporsi Penggunaan Lahan
2) Karakteristik sirkulasi Pola sirkulasi di Kawasan Benteng Keraton Buton bercampur menjadi satu pada ruas jalan yang ada antara pejalan kaki, kendaraan (mobil dan sepeda motor) dan angkutan umum. Jalur sirkulasi utama dari dan menuju kawasan adalah di jalan Labuke V, jalan Labuke IX dan jalan Baadia. Kondisi sirkulasi pada hari-hari biasa tergolong lancar dan tidak terjadi kemacetan, kecuali pada saat tertentu, yaitu pada saat hari raya Idul fitri dan pada waktu dilaksanakan kegiatan budaya (upacata adat) terjadi kemacetan pada beberapa ruas jalan, yaitu jalan Labuke I dan jalan Labuke IX. Area parkir di Kawasan Benteng Keraton Buton sehari-hari umumnya digunakan untuk parkir kendaraan wisatawan yang berkunjung ke kawasan dan parkir kendaraan masyarakat pada momen tertentu, yaitu pada saat pelaksanaan kegiatan budaya (upacara adat) serta pada pelaksanaan shalat idul fitri, hingga saat ini area parkir yang tersedia masih mampu menampung kendaraan pengunjung maupun masyarakat.
Gambar 6. Fungsi bangunan bersejarah
c.
Status kepemilikan Bangunan bersejarah milik pemerintah berjumlah 11 bangunan dan bangunan kunobersejarah milik individu berjumlah 61 bangunan. d.
Kondisi fisik bangunan Sebagian besar bangunan bersejarah di diwilayah studi telah mengalami perubahan fisik. (Gambar 7 dan 8)
3)
Karakteristik bangunan kuno Bangunan kuno-bersejarah di Kawasan Benteng Keraton Buton memiliki gaya arsitektur tradisional Buton. a. Usia bangunan Usia bangunan di wilayah studi berkisar antara 59 hingga 400 tahun. (Gambar 5)
Benteng Keraton Buton Usia ± 400 tahun
Gambar 5. Bangunan bersejarah Gambar 7. Peta Perubahan Bangunan
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
87
PELESTARIAN KAWASAN BENTTENG KERATON BUTON
a. Faktor I, meliputi pembangunan bangunan baru yang tidak selaras, kurang tegasnya pelaksanaan hukum dan peraturan tentang pelestarian, kurangnya peran aktif masyarakat, perubahan bangunan bersejarah, dan faktor sosial. b. Faktor II, meliputi faktor ekonomi dan politik. Gambar 8. Perubahan Bangunan Bersejarah
4) Karakteristik sosial dan budaya masyarakat Kawasan Benteng Keraton Buton merupakan pusat kegiatan budaya di Kota Bau-bau. Masyarakat di kawasan masih melaksanakan berbagai tradisi dan upacara adat, seperti upacara qunut, bongkaana tao, pekande-kandea, goraana oputa dan sebagainya. (Gambar 9)
Gambar 9. Aktivitas Budaya Masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara kepada tokoh masyarakat dan instansi pemerintah, diketahui bahwa tingkat kepedulian dan peran aktif masyarakat terhadap kegiatan pelestarian kawasan bersejarah masih rendah. D. Penyebab Perubahan Bangunan Fisik Bersejarah dan Kawasan Benteng Keraton Buton 1. Penyebab perubahan Benteng Keraton Buton
kawasan
bersejarah
Tabel 1. Skor Faktor Tiap Variabel Faktor
Variabel
I
Pembangunan baru yang tidak selaras Perangkat hukum Kurangnya peran aktif masyarakat Perubahan bangunan bersejarah Faktor sosial Faktor ekonomi Faktor politik
II
Skor faktor 0,774 0,771 0,743 0,650 0,609 0,850 0,804
Hasil analisis faktor menghasilkan dua faktor yang menjadi penyebab perubahan kawasan bersejarah Benteng Keraton Buton, yaitu sebagai berikut.
88
2. Penyebab perubahan bersejarah di kawasan
fisik
bangunan
Tabel 2. Skor Faktor Tiap Variabel Faktor
Variabel
I
Pergantian kepemilikan Kegiatan wisata Kurangnya kesadaran masyarakat Perubahan selera pemilik Material bangunan Kurangnya komitmen pemerintah Keterbatasan dana pemerintah Faktor ekonomi
II
Skor faktor 0,861 0,803 0,690 0,674 0,780 0,683 0,646 0,610
Hasil analisis faktor menghasilkan dua faktor yang menjadi penyebab perubahan fisik bangunan bersejarah, yaitu sebagai berikut. a. Faktor I, meliputi perubahan kepemilikan, kegiatan wisata, kurangnya kesadaran masyarakat, dan perubahan selera pemilik. b. Faktor II, yaitu material bangunan, kurangnya komitmen pemerintah, keterbatasan dana pemerintah dan faktor ekonomi. E. Arahan pelestarian Kawasan Benteng Keraton Buton 1. Arahan pelestarian kawasan Arahan pelestarian kawasan ditujukan untuk mempertahankan kondisi fisik, ciri khas dan karakter kawasan sebagai kawasan peninggalan sejarah Kesultanan Buton. Arahan pelestarian di Kawasan Benteng Keraton Buton dirumuskan berdasarkan faktor penyebab perubahan kawasan. Adapun arahan pelestarian Kawasan Benteng Keraton secara umum adalah sebagai berikut: a. Penyusunan pedoman desain untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya pendirian bangunan baru dengan desain dan konstruksi yang dinilai tidak selaras dengan bangunan kuno di sekitarnya. Bagi bangunan baru diarahkan agar selaras dengan bangunan kuno di sekitarnya, dengan menyesuaikan ornamen dan bentuk atap mengikuti gaya arsitektur tradisional Buton.
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
Novesty Noor Azizu, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani
b. Perlindungan kawasan bersejarah melalui pemberian batasan dan penetapan zona-zona pelestarian khusus. Adanya aturan zonasi ini melindungi kawasan terhadap kemungkinan terjadinya perubahan fungsi serta pembatasan terhadap pendirian bangunan baru yang tidak sesuai dengan aturan. c. Pelaksanaan hukum dan peraturan pelestarian secara tegas dan adil, pelaksanaan pemberian sanksi bagi yang melanggar, pemberian sanksi yang tegas dan adil diharapkan mampu mengendalikan perubahan kawasan bersejarah. d. Memberikan insentif berupa keringanan retribusi dan bantuan dana perawatan bangunan, penghargaan bagi masyarakat yang telah berperan aktif dalam kegiatan pelestarian kawasan bersejarah Benteng Keraton Buton. e. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik pemilik bangunan bersejarah maupun non bersejarah mengenai pentingnya pelestarian kawasan bersejarah, diharapkan melalui penyuluhan ini dapat mengubah cara pandang masyarakat yang semula memandang negatif terhadap pelestarian kawasan. f. Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat dalam melakukan kegiatan pelestarian serta halhal lain yang berhubungan dengan perlindungan kawasan dan bangunan bersejarah g. Penyusunan Perda yang mengatur tentang pelestarian kawasan bersejarah Benteng Keraton Buton. 2. Arahan pelestarian bangunan Arahan pelestarian bangunan bersejarah di Kawasan Benteng Keraton Buton dirumuskan berdasarkan pertimbangan faktor penyebab perubahan fisik bangunan bersejarah. Adapun arahan pelestarian bangunan bersejarah di Kawasan Benteng Keraton Buton adalah sebagai berikut: a. Penyusunan pedoman tata cara pemeliharaan bangunan kuno-bersejarah termasuk memuat bagian-bagian bangunan yang harus dipertahankan keasliannya. Hal ini bertujuan agar setiap bangunan bersejarah memiliki perlindungan yang jelas, sah dan mengikat sehingga apabila terjadi pergantian kepemilikan, perubahan fisik bangunan oleh pemilik baru dapat dicegah. b. Pemberian sanksi yang tegas kepada pemilik bangunan yang melakukan perubahan pada bangunan bersejarah. c. Memberikan informasi yang jelas mengenai pentingnya pelestarian bangunan bersejarah secara rutin kepada masyarakat melalui publikasi atau penyuluhan dan mengajak pemilik
bangunan untuk ikut berperan aktif dalam pelestarian bangunan bersejarah di Kawasan Benteng Keraton Buton. d. Pemberian insentif kepada pemilik bangunan yang telah berperan serta dalam menjaga kelestarian fisik bangunan dan kawasan, melalui pemberian bantuan dana perawatan bangunan, subsidi atau pemberian keringanan retribusi. e. Pemberian penghargaan dari pemerintah kepada pemilik bangunan atau masyarakat yang telah berperan aktif dalam pelestarian bangunan bersejarah, penghargaan dapat berupa piagam, publikasi, subsidi untuk pemeliharaan bangunan. f. Membangun dan memperkuat kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan pelestarian bangunan bersejarah di Kawasan Benteng Keraton Buton, masyarakat dapat ikut mengawasi dan menjadi mitra pemerintah dalam pelaksanaan tindakan pelestarian bangunan bersejarah. g. Perubahan atau penambahan fungsi baru untuk bangunan bersejarah yang memiliki biaya pemeliharaan tinggi, fungsi baru yang dapat membantu memberikan pemasukan untuk tambahan biaya pemeliharaan bangunan namun fungsi tersebut diupayakan harus tetap sesuai dengan lingkungan sekitarnya dan mendukung pelestarian bangunan. h. Pemerintah dapat mengambil alih kepemilikan serta pengelolaan bangunan kuno yang terbengkalai atau pemilik tidak mampu lagi melakukan perawatan. Penentuan tindakan pelestarian bangunan (Gambar 10) diperoleh dari penilaian dengan menggunakan kriteria makna kultural bangunan kuno. Dari penilaian tersebut diperoleh hasil, adalah sebagai berikut: Enam bangunan kuno tergolong dalam tindakan pelestarian preservasi, yaitu pelestarian menitikberatkan pada pemeliharaan dan perlindungan orisinalitas bentuk bangunan
Gambar 10. Bangunan Kuno dengan Tindakan Pelestarian Preservasi
61 bangunan kuno tergolong dalam tindakan pelestarian konservasi, menitikberatkan pada pemeliharaan, perlindungan dan
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
89
PELESTARIAN KAWASAN BENTTENG KERATON BUTON
pemanfaatan fungsi bangunan guna mempertahankan keberadaan bangunan kuno. (Gambar 11)
Gambar 11. Bangunan Kuno dengan Tindakan Pelestarian Konservasi
Lima bangunan tergolong dalam tindakan rehabilitasi, yaitu bangunan diarahkan untuk pengembalian kondisi bangunan kuno dan pereduksian elemen bangunan yang berciri modern.(Gambar 12)
Gambar 12. Bangunan Kuno dengan Tindakan Pelestarian Rehabilitasi KESIMPULAN 1. Penggunaan lahan di kawasan saat ini menjadi lebih beragam namun tetap didominasi oleh fungsi permukiman dan ruang terbuka. Area sirkulasi yang terkait dengan aktivitas sosial dan budaya masyarakat masih tetap dipertahankan hingga kini. Kondisi bangunan bersejarah sebagian besar telah mengalami perubahan fisik. Terdapat beberapa bangunan bersejarah yang mengalami perubahan fungsi namun, fungsi baru tersebut masih sesuai dengan karakter kawasan sebagai kawasan bersejarah. 2. Faktor penyebab perubahan kawasan, yaitu faktor I meliputi pembangunan baru yang tidak selaras dengan karakter lingkungan bersejarah di kawasan, kurang tegasnya pelaksanaan hukum dan peraturan pelestarian, kurangnya peran aktif masyarakat, perubahan fisik bangunan bersejarah di kawasan dan faktor sosial (pola pikir dan cara pandang masyarakat terhadap kegiatan pelestarian kawasan), dan faktor II meliputi faktor ekonomi dan politik. Faktor penyebab perubahan fisik bangunan bersejarah di kawasan, yaitu faktor I meliputi pergantian kepemilikan bangunan bersejarah, kegiatan wisata di kawasan, kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelestarian bangunan bersejarah, dan perubahan selera pemilik bangunan, dan faktor II meliputi kurangnya
90
komitmen pemerintah, keterbatasan dana pemerintah untuk kegiatan pelestarian bangunan, material bangunan yang semakin langka, serta faktor ekonomi masyarakat. 3. Berdasarkan hasil penilaian makna kultural bangunan di peroleh 72 bangunan potensial untuk dilestarikan yang meliputi, 6 bangunan dengan arahan tindakan preservasi, 61 bangunan dengan arahan tindakan konservasi dan 5 bangunan dengan arahan tindakan rehabilitasi/restorasi. SARAN 1. Peran serta pemerintah serta kerjasama dengan masyarakat hendaknya terjalin dengan baik untuk mendukung pelestarian kawasan dan bangunan bersejarah di dalamnya. Pemerintah sebagai penentu kebijakan hendaknya melibatkan masyarakat dalam kegiatan pelestarian, serta menyusun pedoman baku tentang pelestarian agar lebih mudah dipahami oleh para pelaku kegiatan pelestarian. 2. Masyarakat terutama pemilik maupun pengelola bangunan bersejarah dapat memahami serta mengaplikasikan arahan pelestarian bangunan bersejarah, sebagai upaya perlindungan dan mempertahankan bangunan bersejarah khususnya di Kawasan Benteng Keraton Buton. DAFTAR PUSTAKA Kwanda, Timoticin. 2004. Potensi dan Masalah Kota Bawah Surabaya Sebagai Kawasan Pusaka Budaya, Makalah disampaikan pada The 1st International Urban Conference, Surabaya: tanggal 23-25 Agustus 2004. Widayati, Naniek. 2000. Penyertaan peran serta masyarakat dalam program Revitalisasi kawasan laweyan di Surakarta (sebuah strategi untuk mewujudkan pelaksanaan revitalisasi). Dimensi Teknik Arsitektur 28(2): 88–97. Yunus, Hadi Sabari.2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Bel. Zahari, Abdul Mulku, 1977. Darul Butuni, Sejarah dan Adatnya. Kendari: Pustaka Kurnia.
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011