ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran I PEDOMAN WAWANCARA Untuk: Masyarakat “Kampung Idiot” (Dalam Kategori Normal) I.
IDENTITAS DIRI 1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Usia
:
4. Jenis Kelamin
:
5. Pekerjaan
:
6. Riwayat Pendidikan : 7. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini? 8. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini? 9. Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak pindah ke desa lain)? 10. Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat lain, khususnya dengan orang-orang yang berkebutuhan khusus di desa ini? 11. Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)? 12. Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)? 13. Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai warga masyarakat Desa Sidoharjo/ “Kampung Idiot” ini? II.
STIGMATISASI 14. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang Retardasi Mental/keterbelakangan mental? 15. Apa tanggapan bapak/ibu mengenai julukan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? 16. Pernahkah anggota keluarga bapak/ibu memberikan stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal kepada orang yang mengalami keterbelakangan mental?
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17. Jika pernah(soal no.9), seperti apa bentuk stigma, baik bentuk verbal maupun non-verbal yang pernah anda berikan? 18. Ketika bapak/ibu berhubungan dengan masyarakat luar Desa Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak/ibu terima terhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo? III.
DISKRIMINASI 19. Jika, bapak/ibu mempunyai hajatan (seperti: hajatan pernikahan, ulang tahun anak, selamatan dan lain sebagainya) Apakah bapak/ibu juga mengundang orang yang mengalami keterbelakangan mental? 20. Ketika hari raya idhul fitri tiba, apakah bapak/ibu juga bersilaturrahmi dengan warga yang mengalami keterbelakangan mental? 21. Ketika bapak/ibu membutuhkan pekerja seperti saat musim tanam maupun masim
panen,
akankah/pernahkan
bapak/ibu
mempekerjakan
warga/tetangga yang mengalami keterbelakangan mental(kategori ringan)? 22. Ketika salah satu masyarakat/tetangga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental terkena musibah(seperti: meninggal dunia, sakit, kecelakaan dan lain sebagainya) apa yang bapak/ibu lakukan? 23. Ketika, ada sebuah acara seperti hajatan, selamatan, membangun rumah dan lain sebagai pada keluarga yang mempunyai keterbelakangan mental, akankah/pernahkah
bapak/ibu
berkunjung/ikut
membantu
keluarga
tersebut? IV. RESPON 24. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, tetangga bapak/ibu yang mengalami
keterbelakangan
mental
tersebut
menerima
perlakuan
diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal? 25. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, mendengar orang menyebutkan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? 26. Bagaimana tanggapan/penilaian bapak/ibu, sebagai masyarakat Desa Sidoharjo
terhadap
warganya
yang
mengalami
keterbelakangan
mental/retardasi mental, dilihat dari beberapa aspek seperti:
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
a. Aspek Ekonomi, misalnya pekerjaan? b. Aspek Sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain, seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam kegiatan di desa? c. Aspek Politik, misalnya hak politik(pemilu)? 27. Kemudian, bagaimana bapak/ibu sendiri sebagai masyarakat di desa ini memperlakukan warganya/tetangganya yang mengalami keterbelakngan mental?
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PEDOMAN WAWANCARA Untuk: Pihak Keluarga (dari Retardasi Mental) I.
IDENTITAS DIRI 1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Usia
:
4. Jenis Kelamin
:
5. Pekerjaan
:
6. Riwayat Pendidikan : 7. Jumlah Keluarga yang: retardasi mental 8. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini? 9. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini? 10. Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak pindah)? 11. Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat maupun dengan tokoh masyarakat disini? 12. Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)? 13. Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)? 14. Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai keluarga/orang tua dari anak yang berkebutuhan khusus? II.
STIGMATISASI 15. Apa
yang
bapak/ibu
ketahui
tentang
Retardasi
Mental/keterbelakangan mental? 16. Apa tanggapan bapak/ibu mengenai julukan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? 17. Bagaimana tanggapan/penilaian masyarakat lain melihat keluarga bapak/ibu?
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18. Pernahkah
anggota
keluarga
bapak/ibu
yang
mengalami
keterbelakangan mental tersebut menerima stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal(misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll)? 19. Jika pernah(soal no.11), seperti apa sajakah bentuk-bentuk stigma, baik bentuk verbal maupun non-verbal yang pernah diterima? III.
DISKRIMINASI 20. Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba Agustusan) atau kegiatan lainnya, akankah keluarga bapak/ibu ikut/diikutsertakan dalam acara tersebut? 21. Ketika keluarga bapak/ibu mengalami musibah seperti ada anggota keluarganya yang meninggal dunia, sakit, kecelakaan dan lain sebagainya, bentuk bantuan apa yang diberikan masyarakat pada keluarga bapak/ibu? 22. Ketika
keluarga
bapak/ibu
sedang
mempunyai
hajatan,
membangun rumah, panen dan lain sebagainya, bentuk bantuan apa yang diberikan oleh masyarakat pada keluarga bapak/ibu? 23. Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah keluarga ibu yang mengalami
retardasi
mental
diikutsertakan
dalam
pemilihan/didaftarkan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap)? 24. Pernahkah, keluarga ibu yang mengalami retardasi mental mendapat tawaran pekerjaan dari
tetangga(misalnya:
mencari
rumput, mencangkul disawah, membantu saat masa panen dll)? 25. Pernahkah, anggota keluarga bapak/ibu ditolak dalam melamar pekerjaan, dengan alasan keluarga bapak/ibu dari Desa Sidoharjo/ karena mengalami keterbelakangan mental? IV.
RESPON 26. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, keluarga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima stigma baik bentuk verbal maupun non-verbal dari orang lain? 27. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, keluarga bapak/ibu yang mengalami keterbelakangan mental tersebut menerima perlakuan
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
diskriminatif(perbedaan perlakuan) dalam bidang sosial, politik maupun ekonomi? 28. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika, mendengar orang menyebutkan Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”?
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PEDOMAN WAWANCARA Untuk: I.
Tokoh Masyarakat (formal maupun informal)
IDENTITAS DIRI 1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Usia
:
4. Jenis Kelamin
:
5. Jabatan di Desa
:
6. Pekerjaan
:
7. Riwayat Pendidikan : 8. Apa bapak/ibu orang asli atau pendatang di Desa Sidoharjo ini? 9. Apa alasan bapak/ibu tinggal di desa ini? 10. Kenapa memilih untuk tetap bertahan tinggal di desa ini (kenapa tidak pindah ke desa lain)? 11. Bagaimana relasi bapak/ibu dengan masyarakat, khususnya dengan orang-orang yang berkebutuhan khusus di desa ini? 12. Apa keuntungan bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)? 13. Apa kerugian bapak/ibu tinggal di desa ini (dengan stigma sebagai “Kampung Idiot”)? 14. Bagaimana bapak/ibu memaknai dirinya sebagai warga masyarakat sekaligus sebagai tokoh masyarakat Desa Sidoharjo/”Kampung Idiot” ini? II.
STIGMATISASI 15. Apa
yang
bapak/ibu
ketahui
tentang
Retardasi
Mental/keterbelakangan mental? 16. Apa yang bapak/ibu ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak/ibu tentang label/julukan tersebut?
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17. Ketika bapak/ibu bertemu dengan orang lain diluar kampung ini, bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak/ibu? 18. Ketika bapak/ibu berhubungan dengan masyarakat luar Desa Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak/ibu terimaterhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo? III.
DISKRIMINASI 19. Ketika di desa ini mengadakankegiatan/acara (misalnya:lomba Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan warganya mengalami keterbelakangan mental? 20. Apa peran bapak dalam acara/kegiatan tersebut(soal no.11) misalnya: ikut dalam kepanitiaan dan mengurus segala keperluan dan kebutuhannya, sebagai
partisipan
dalam
acara
tersebut,
hanya sebagai penonton/orang yang menikmati acara tersebut dan atau lain sebagainya? 21. Ketika ada salah satu warga
yang
retardasi
mentalmengalami
musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal dunia atau kecelakaan, apa
yang bapak/ibu
lakukan
sebagai
tokoh masyarakat disini? 22. Ketika ada salah satu keluarga
(retardasi
mental)sedang
mempunyai hajatan, apa yang bapak/ibu lakukan sebagai tokoh masyarakat disini? 23. Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang mengalami
keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam
DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala desa, pemilihan kepada daerah dan
lain sebagainya?
24. Ketika bapak/ibu sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai suatu kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak/ibu menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain?
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25. Jika pernah(soal no.17), seperti apakah bentuk perlakuan yang pernah diterima oleh bapak/ibu? IV.
RESPON 26. Bagaimana tanggapan/penilaian bapak/ibu terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari beberapa aspek seperti: a. Aspek Ekonomi, misalnya pekerjaan? b. Aspek Sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain, seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam kegiatan di desa? c. Aspek Politik, misalnya hak politik(pemilu)? 20. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu jika melihat warganya yang keterbelakangan
mental
tersebut
mendapat
perlakuan
diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal maupun non-verbal dari orang lain? 21. Bagaimana respon/reaksi bapak/ibu, jika mendengar masyarakat lain menjuluki Desa Sidoharjo dengan “Kampung Idiot”? 22. Bagaimana bapak/ibu sendiri sebagai tokoh masyarakat di desa ini memperlakukan
warganya
yang
mengalami
keterbelakngan
mental? 23. Kemudian, menurut bapak/ibu solusi apa yang harus dilakukan mengenai permasalahan yang dialami oleh warganya ini?
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran II TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :Tokoh Masyarakat Tanggal/Waktu interview :2 Oktober 2015/Pukul 15:45 WIB. Kode Informan :ME Kode Interviewer :MAD I. IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) :MAD 2. Alamat :Dukuh Gupah Warak, Desa Krebet RT.03/RW.05 3. Usia :30 Tahun 4. Jenis Kelamin :Laki-laki 5. Jabatan di Desa :Sekretaris Desa/Carek 6. Pekerjaan :Petani 7. Riwayat Pendidikan :- SD MI Krebet - SMP Negeri 1 Jambon - SMK Negeri 1 Jenangan Ponorogo - Universitas Merdeka Ponorogo Hasil Observasi Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di balai Desa Sidoharjo. Karena sebelumnya saya temui di rumahnya, saya hanya bertemui istri dan anak beliau, dan menurut istri beliau disuruh langsung menemuinya di balai desa. Dibalai desa tidak ada kesibukan yang berarti, hanya ada beberapa pegawai yang sedang mengerjakan sesuatu. Akhirnya saya dan informan wawancara di ruang tamu, kondisinya sepi dan wawancara berlangsung sangat kondusif. Keadaan Informan secara umum Informan adalah salah satu tokoh masyarakat, dengan jabatan sebagai sekretaris desa atau carek. Beliau orangnya sangat terbuka, ramah dan sangat komunikatif. Perilaku Informan secara umum pada Wawancara berlangsung sangat lancar saat interview dan informan juga sangat komunikatif, karena sebelumnya saya sudah beberapa kali bertemu beliau pada waktu penusunan proposal skripsi semester lalu. Sehingga beliau saya jadikan salah satu informan kunci
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dalam penelitian ini. II. STIGMATISASI ME “Apa yang bapak ketahui tentang Retardasi Mental/keterbelakangan mental?” MAD “ emmm..dadi kulo mbedakne niku enek mental kaleh jiwa, nek jiwa niku ke secara mental niku ke normal, karna beban kehidupan dadi perilakune rodok aneh, niku mental nek ku ngarani, ehh gangguan jiwa, nek gangguan mental, niku kulo nganggepe sejak lahir, sejak lahir punya kelainan kebatinan, mulai lahir punya tenger-tenger rodok aneh bedo karo liyani, iku tak arani keterbelakangan mental. Sing lahir normal karena beban kehidupan perilaku radak aneh saya nganggepnya jiwa, duaduanya ditangani dan dikelompokkan secara beda. ME “Apa yang bapak ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak tentang label/julukan tersebut?” MAD “Sejarah penyebutan kampong idiot niku..temen-temen media yang menggulirkan, dulu sebelum ada terbukaan informasi tementemen media merasa mereka dibungkam untuk menyuarakan keadaan disini, akhirnya secara informasi kebebasan pers dijamin, mereka merasa bahwa dunia berhutang kepada sidoharjo, mereka hutang..hutang atas informasi yang dulunya terbungkam, sehingga ada sedikit dendam di hati temen-temen media itu untuk menyuarakan desa sidoharjo, dulu masih krebet sehingga mereka membuat sesuatu sing ini nanti harus mendapat perhatian, akhirnya muncul penyebutan kampong idiot, nek mboten diarani kampong ngoten kesannya kurang menohok, kurang.kurang menarik, sehingga mereka membuat istilah kampong idiot, kompak ndilalah ki media elektronik nyebute nggeh ngoten, media cetak nyebute nggeh ngoten, akhirnya tujuan mereka terlaksana, ini sudah terekspost sesuai harapan mereka sejak dulu, sejak sebelum kebebasan pers keadaan disini harus diketahui dunia. Dulu kan ada disensor-sensor sekarang kan mboten, sebenarnya gitu pengistilahan karna mereka meng istilahkan dendam juga, neng iki wes wayah e dibuka”. ME “Ketika bapak bertemu dengan orang lain diluar kampung ini, bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak?” MAD “Nggeh dari penyebutan kampong itu, kampong idiot itu banyak orang-orang diluar yang salah menafsirkan, jenenge kampong idiot niku pikiranne sekampung itu idiot semua, geser niate awal niku, sekampung idiot semua, gak tau yang sebenarnya. Penafsiran pembaca lain, seolah-olah disini sekampung idiot semua, emm kalau diambil sisi positifnya ok akhirnya seluruh dunia jadi tahu keadan disini. Tapi, sisi negatifnya mereka menjustifikasi tanpa mengklarifikasinya. Dianggep sak kampong ngono kabeh, terus emm seolah-olah kami tutup mata, banyak yang nganggep gitu, iki mestine wes suwi la wong wes tuwek-
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
MAD
ME
tuwek, sebenarnya gak demikian, kami berupaya, syukur bagi mereka yang tahu kemudian kesini tersentuh hatinya untuk kesini, pengen tahu dan akhirnya mereka tahu keadaan sebenarnya. Bagi yang tidak mau kesini terus mereka Tanya dan meneruskan berita itu, ke temennya ke orang lain, berita semakn tidak jelas, ditambahi dikurangi(sambil tertawa)”. “Ketika bapak berhubungan dengan masyarakat luar Desa Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak terima terhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo?” “Biasane kaleh masyarakat, nek kaleh kul mboten wani. Tapi, riyen sebelum saya kerja disini, sering..sering, nek akhir-akhir ini tak tanggepi santai mawon. Nek jaman riyen pas desa nii dereng pisah kaleh krebet, begitu ngerti kulo ngoten nggeh pas sekolah teng kito, ngerti omahku krebet ngono, layak mendho(sambil ketawa) ngonten niku. Jane nggeh mboten mendho. Terus pomo aku rodok ngantuk ngono ke, nek nggojloki emm besok sarapan yang agak bergizi ya..(sambil ketawa). Biyen pas koncoku sekolah ke, lain sekolah..lain sekolah tapi sak angkaten ki, kulo teng SMKN Jenangan, nah niku SMA Badegan, niku sampek dijuluki Robet, Orang Krebet, semua temen-temen saya yang sekolah disitu, temen-temen disitu manggile Robet. Itu sebagai beban tersendiri Robet ini wes sak elek-elek e wong. Jane Orbet asline, Orang Krebet, orang-orang krebet lo ya orang medho lah. Nyek-nyek an, kesakitan nek nyang komunitas nongkronge cahcah”. “Terus tanggapannya atau reaksi bapak bagaimana dengan julukan-julukan tersebut?”
“Nek kulo Pede mawon, karena saya nggak pernah belum ranking satu, dadi kulo nanggepine, terah wong krebet iki mendho, gek kulo sing paling mendho. Nek kulo wes sing paling mendho gek sampean luweh mendho songko aku berarti kon yooo…(sambil ketawa) saya nanggepine biasane ngoten, Krebet iku memang mendho dan saya yang paling mendho di Krebet”. III. DISKRIMINASI ME “Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan warganya mengalami keterbelakangan mental?” MAD “Kalau untuk acara-acara yang bersifat umum yaa welcome siapapun boleh ikut, boleh dating tidak membeda-bedakan, kalau acara khusus untuk mereka tidak ada, tapi kalau untuk acara umum welcome, nek untuk lomba-lomba aku yo ra tek nggatekne to,,melu opo ora, nek pas enek wayangan yo ernah mereka dilok, melu dilok. Melu nopo jenenge emmm jogged-joged niku biasa pernah ngerti kulo, nek lomba kulo mboten niteni mergine mriki lombane tidak terpusat satu desa satu kegiatan ngoten mboten, MAD
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
MAD
ME
MAD
ME
MAD
ME
SKRIPSI
dukuh-dukuh ngadakne kegiatan secara terpisah. Dadose kulo dereng terlalu bias memonitor, kalau dijadwal disini dating jadwal disini dating ngoten, kulo mboten tek ngamati. Gak iso ngikuti kabeh. “Apa peran bapak dalam acara/kegiatan tersebut? misalnya: ikut dalam kepanitiaan dan mengurus segala keperluan dan kebutuhannya, sebagai partisipan dalam acara tersebut, hanya sebagai penonton/orang yang menikmati acara tersebut dan atau lain sebagainya?” “Saya malah nunjuk panitia khusus, ya juga berdasarkan musyawarah. Kulo klumpukne tokoh-tokoh masyarakat niku, terutama perangkat kaleh ketua RT kaleh tokoh-tokoh yang lain niku diklumpukne dijelasne bahwa ada, arep enek kegiatan ngeten monggo sinten sing ajeng ngelola, msyawarah lahh, setelah musyawarak kulo kantun nerbetne SK”. “Ketika ada salah satu warga yang retardasi mental mengalami musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal dunia atau kecelakaan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?” “Sama, sama dengan yang lain. Malah justru banyak yang memperhatikan soale dari keluargane kan yo ngono keadaanne,. Nek sakit yoo sering dijenguk, kemarin niku ada digowo nek rumah sakit, gangguan jiwa tapi, iyaa kita bawa kesana, dan seluruh biayanya disuwonne teng Dinas Kesehatan, terus biaya yang lain-lain, wira-wirine keluarga ditanggung, dicukupi Pemerintah Desa. Terus pendampingan wonten, kulo ngutus kaur kesra untuk mendampingi sampek sembuh, dan alhamdulilah sudah sembuh. Iya iya saya ikut ngurusi itu, tapi ya gak harus wira-wiri ke rumah sakit terus, kan punya anak buah. Sak kobere ya ke Sidowayah, tapi kan yo ngeten nek eneng keluhan pasti enek sing lapor. Tapi nek mung ngurusi ngono tok malah gak mlaku, kulo wonten orang-orang khusus yang dekat dengan mereka, dados slamet pumpone kaleh punari(orang yang menderita keterbelakangan mental), saya mempercayakan dua orang untuk ngurusi mereka, jadi sebelum bahan makananya habis mereka lapor dadi mriki kulo nggolekne, slamet loro pak, o iyoo nggolekne bidan. Ngoten niku dadi mboten gek kulo mbendino lono, malah ora kecak an. Dadi ada orang-orang yang saya percayakan celak mriki”. “Ketika ada salah satu keluarga(retardasimental)sedang mempunyai hajatan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?” “Nek diundang yo nggeh, nek ora yo gak. Paling mantu, sunatan ngonten niku, nek mboten diundang tapi nyang yo koyok kesripahan ngono kui yon yang”. “Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang mengalami keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
MAD
ME
MAD
SKRIPSI
desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?” “Masuk, malah menjadi perhatian utama, karna itu pasti disorot. Terus mereka mempunyai hak yang sama, walaupun toh nantinya mereka itu berkenan atau tidak, yoo sebisa mungkin mereka diajak menyalurkan suaranya. Tapi, sing utama mereka harus masuk dulu, hak mereka harus terpenuhi. Walaupun kadang niku yo dilematis, dilematis se ngeten, sebagian dari mereka tidak punya identidas sing pas, meniko sangat maklum karna biasa secara ngeten dinalar ngoten sebagian besar sing bapak, ibuk e sing punya putra ngoten mboten ndang didamelne surat kelahiran akhirnya, mereka lahir kapan niku kita tidak punya data yang pasti. Tapi berusaha sebisa mungkin mereka harus masuk DPT, yang sudah menjadi hak mereka. Kalau untuk pendampingan dari KPU, pernah enten..pernah enten menggunakan suarana nggeh wonten sing didampingi keluarganya. Kalau saya mgajak ndampingi mboten nate. Tapi kita sosialisasikan umum aja, bahwa semua orang yang punya hak pilih mbok niu berkebutuhan khusus, utawi mboten niku dijak ayo-ayo menggunakan hak pilihnya, nek enten sing kesulitan menyalurkan, dimohon untuk melaporkan ke KKPS, untuk dibantu. Kalau perlakuan khusus untuk mereka ya, nek ngurusi sing berkebutuhan saja yo ra rampung. Sing penting kita tidak mendiskriminasi hak mereka saya rasa itu sudah cukup. Pomone mereka tidak bias mendatangi KPS, terus dari keluarganya itu menghendaki kami untuk mendekat memberi kesempatan untuk ke rumah tak roso yo temen-temen gak keberatan. Intinya kami tidak membedakan mereka punya hak yang sama. Tapi nek kulo ajak-ajak, ayo nyoblos malah berbahaya. Yaa..jenenge kulo figure public niku, kula anggepane cedhek karo calon A cedhek karo calon B. Aji mumpung iki wong sing ra jowo diajak I karo pak carek iki, dijak nyoblos iki kan yo ngoten. Njagani niku”. “Ketika bapak sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai suatu kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain?” “Nek sing kulon Kecamatan Jambon, roto-roto mereka tidak memandang buruk, mereka memandang beratnya tugas pemerintah desa ngoten, mereka memandang beratnya pemerintah desa, desa lain tidak terbebani dengan orang idiot, yang special mriki kaleh krebet. Terutama mriki karena down syndromnya paling banyak. Mereka malah bersimpati, tapi nek di daerahdaerah agak jauh karena rata-rata mereka tahunya dari media yang sudah lain lagi. Sidoharjoo iki anggepi kampong sing terrrbeelaakaanggg ngoten(sambil ketawa), dadi di lingkungan Kecamatan Jambon, mereka tahu dengan beban, beban pemerintah desa untuk mengatasi hal itu, secara prestasi Desa Sidoharjo tidak kalah dengan desa-desa lain di sekitar kecamatan
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
IV. ME
MAD
ME MAD
ME
MAD
SKRIPSI
Jambon, jadi mereka justru simpati. Tapi kalau untuk masalahmasalah seperti ini tidak pernah saya buka di forum, karena kasian nanti menunggu kasus saya, biasanya setelah forum selesai saya langsung bertemu dengan pimpinan rapatnya langsung, jadi langsung ada solusinya. Dinas social umpamane, langsung ke kepala, saya punya warga iki-iki iki butuhe ngeten njenengan saged usahakne opo gak? Langsung ditanggepi positif, tapi yo gak secepat jawapane(sambil ketawa) RESPON/REAKSI “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek ekonomi, misalnya pekerjaan? “Sebagian besar niku buruh tani, sebagian besar dari ekonomi miskin, walaupun ada sing ibuk e TKI, dadi nek dianggap miskin mboten lah nek TKI niku miskin yo sedang ngono ae. Tapi yo sebagian besar miskin. Yang bisa kerja ya kerja, masyarakat nggeh pun biasa. Niku Bagong(salah satu nama penyandang Retardasi Mental), ada tiga bagong sing semuanya pekerja teng mriki. Bagong sing mriki niku biasane sadean godong jati, nek pas kesulitan godong jati, regane murah soko pasar mesti mampir rene(ke balai desa), critooo..critoo ngono kui yo disangoni karo cah-cah, dijak ngopi lah(sambil ketawa) niku sing Bagong mriki sing tukang adol godong. Bagong sing Klitik kaleh Bagong sing Sidowayah niku nek dikongkon macul jan macule sae mbak niku karo wong biasa ngono menurut kulo apik niku. Mereka juga punya jiwa social juga, mboh iku diniati mbantu nopo diniati hobi macul nggeh duko nek mboten pas di kongkon wong ngoten rumongso longgar ngoten ngerti tonggone macul ngewangi ngono ae. Saya promosi itu sebagai bentuk kepedulian mereka untuk membantu tetangga, lha wong koyo ngene ae…. Ngoten. Iyo dibayar,,ora dikongkon rithek yo tetep dibayar”. “Tapi sing mboten purun nyambut damel wonten pak?” “Nggeh wonten. Tapi yo sing tukang njalok yo eneng mriki, niki sing repot. Opo maneh wong sing ra tau eroh, sing rumongso asing bagi dia. Pas mriki terus mriki enteng tamu yo mesti kabeh disuwuni. Ngeten(sambil mengadahkan kedua tangan) karo mesam-mesem ngoten(sambil tertawa)”. “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek sosial, misalnya interaksinya dengan masyarakat lain, seperti hari raya idhul fitri dan idhul adha, keikutsertaan dalam kegiatan di desa? “Masyrakate yo biasa, yo bedane ngeten nek wong podo normale omong sok serius nek wong koyo ngono iku sebagian besar yang dibicarakan guyon, bedane niku. Koyo pamane neng cakruk ngono ya(handphone pak carek berdering, saya pun mempersilahkan untuk mengangkat teleponnya terlebih dahulu), selang beberapa menitpun beliau melanjutkannya kembali.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME MAD
ME
MAD
ME
MAD
SKRIPSI
“Nek lebaran nggeh silaturahmi pak?” “Iya mereka nggeh bersilaturahmi, beasane nggeh tonggone sing cedek-cedek kono ae, gak sampek teng griyo kulo, griyo kulo kan Krebet. Mriki nggone pak wo ngono mesti, podo rene pak koyo Bagong ngono? Rene, nek urung cethok kulo yo rene sesok e neh, ngono (sambil ketawa).” “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek politik, misalnya hak politik(pemilu)?” “Nek menurut saya, sing penting mereka terakomodir haknya, dan menurut saya, mereka tidak perlu dipaksa menggunakan hak pilihnya, dadi ben bebas soale opo..hemmm bayangne mikir PILKADA iki aku yo ra cetho nek bayangne engko sing arep di coblos sing endi. Sing penting mereka pertama masuk DPT, jadi mereka punya hak untuk itu. Sing kedua nek kancane grudukgruduk nyang TPS mereka….jadi punya hak juga untuk grudukgruduk nyang TPS. Perkoro sing di coblos opo sing penting melu ngoten mawon. Tapi nek ora kerso melu..yoo mboten kulo ayoayo, maksud e mboten kulo pekso, artine sing penting hak mereka tidak terlewatkan ngoten mawon. Anggape iku hak mboten kewajiban, benten kaleh wong normal iso nyobls gak iso nyoblos kulo lok-lok ne biasane, tak anggep iku wong sombong. Biasane wong normal gak nyoblos iki alasane, aaa..wes nyoblas-nyoblos iku pok ae paling yo ra maleh. Aaa iku wong sombong iku. Mereka merasa semua calon iku jelek, dadi dia sendiri…nek wong berkebutuhan khusus yo terutama hak mereka, hak pilih mereka jo sampek klewat, perkoro engko pengen ngenggo gak pengen ngenggo gak usah dipekso, pengen ngenggo yo..emm intine paling mung pengen awur kancane niku, opo yo enek wong idiot mikire aku tak pengen bupati iki yo ra cetho kiro-kiro, ben nasibku malih yo ra mungkin.” “Bagaimana respon/reaksi bapak jika melihat warganya yang keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal maupun non-verbal dari orang lain?” “Sing kerep kulo eroh i nggeh diusir niku wau umpamane, neng rejan-rejan ngono kae nyedek ngono kui dikon ngaleh. Dadi biasne langsung tak jak omong, kuncinya saya ingin menularkan rasa empati bahwa, mereka sama dengan kita, mereka punya kebutuhan yang sama dengan kita, artinya butuh e bukan hanya mangan kaleh ngombe, tapi yo butuh awor konco, butuh diregani niku. Aku langsung omong: Selama ora ngganggu ora sah dikon ngaleh, kui yo podho menungsane yo mung butuh awor kancane, untunge sing ngono kok dudu dulur e awak e dewe. Nek dikonokne sing durung dong, untunge kok ora koe sing ngono, lha lak yo wes jeru nek ngono kui. Nek sing dadi ngono kui awakmu ngono terus..(sambil ketawa). Dadi penekanan yang pertama bahwa mereka sama dengan kita sama sebagai manusia
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME MAD
ME MAD
ME
MAD
SKRIPSI
mempunyai kebutuhan sosialisasi yang sama. Nek ngono sek durung empan , untunge iku dudu batihmu ora mbebani awakmu. Biasane yo acara mantenan, kumpul-kumpul ngono kui umpamane reg kan”. “Bagaimana respon/reaksi bapak, jika mendengar masyarakat lain menjuluki Desa Sidoharjo dengan “Kampung Idiot”?” “Saya gak masalah mereka mengistilahkan kampong idiot, tapi yang penting mereka tahu kondisi sebenarnya. Mereka tetap menyebutnya kampong idiot pun gak masalah. Enjing wau nggeh wonten, enjing wau dari IKIP Madiun. Saya tidak keberatan disebut kampong idiot, tapi saya punya permintaan mereka harus paham kondisi desa yang mereka sebut kampong didiot itu, jadi walaupun penyebutnya kampong idiot tapi, gambaran mereka sudah lain dari sebelum kesini dan sesudah kesini, yang dimaksud kampong idiot ini bukane sak kuampung idiot niu mboten naming karna sak deso niu sing keterbelakangan mental niku rodok akeh moko dijuluki kampong idiot. Yo owes katakanlah kampong rambutan gak mungkin to sak kampong rambutan kabeh, artinya dikampung itu rambutannya banyak ngoten, yang saya tekankan niku. Nek istilah kampong idiot tetep dipakai nggeh monggo. Sing penting dunia tahu bahwa yang dimaksud kampong idiot niku seperti ini. “Pernah wonten sebutan napa pak?” “Pernah ada yang menyebut nah iki sak kampong idiot kabeh? Aku yo omong, loh nggeh akulo niki nggeh idiot, aku yo ngono(sambil ketawa), pas acara baksos waktu itu, langsung meneng cep wonge. Artinya mereka nggak berpikir. Dari situ mereka sudah sadar bahwa mereka salah. Artinya bahwa yang keterbelakangan itu jumlahnya banyak disbanding desa lain ngoten. Mboten kok sebagian idiot mboten, apalagi kok semuanya idiot. Jadi cukup kulo jawab kulo nggeh idiot. Kados sing wau jaman kulo sekolah niku. Wong krebet iku mendho-mendho lo nggeh, saya yang paling mendho. Selesai nyatane kulo ranking siji terus, arep omong opo neh ngoten. Sebenernya niku motivasi bagi saya, jaman sekolah riyen, kulo pun kadung diarani wong krebet niku mendho-mendho menjadi motivasi bahwa saya ingin mereka tahu bahwa saya bias lebih dari mereka. Nek coro kulo mboten dilok-lok ne niku kiro-kiro kulo tidak bisa seperti itu. Motivasi saya menjadi besar(sambil tertawa).” “Bagaimana bapak sendiri sebagai tokoh masyarakat di desa ini memperlakukan warganya yang mengalami keterbelakngan mental?” “Secara umum diperlakukan sama, untuk hal-hal tertentu mereka diperlakukan istimewa memang, karna yaaa namanya berkebutuhan khusus, jadi ada hal-hal tertentu yang perlu penanganan khusus. Koyo conto umpamane ada lembagalembaga yang ingin..ada kegiatan social umpamane mereka saya utamakan, pampane sasaranne keluarga miskin ngono ya, yang
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME MAD
ME MAD
ME MAD
SKRIPSI
saya utamakan pertama kali ya keluarga miskin yang punya keluarga berkebutuhan khusus. Dadi podo-podo miskine sing tak disek ne meski sing punya keluarga berkebutuhan khusus. Kenapa begitu, karena secara beban podo-podi miskine ritek luweh abot sing ngopeni ngoten niku. Perlakuan khusus e ngoten niku. “Kemudian, menurut bapak solusi apa yang harus dilakukan mengenai permasalahan yang dialami oleh warganya ini?” “Nek penyebab utamanya kulo dereng saged merumuskan, tapi nek factor-faktor yang mempengaruhi banyak factor-faktor yang mempengaruhi dari factor-faktor yang dianggep mempengaruhi niku akhirnya kami membuat kegiatan yang tujuan utamanya satu, ojo sampek tukulan anyar, ojo sampek ada tukulan baru sing ngoten niku. Yang kedua sing wes kadung ngoten niku yo diopeni sak apik-apik e, di berdayakan semampunya. Di berdayakan semampunya ke contho pamane adus dewe gak iso ngono, iso o di belajari adus dewe itu kan wes lumayan pemberdaya an mengurangi beban para keluarga, pomone mau ne maem di dulang dilatehlah ampriye iso maem dewe ora ketang morat-marit disek(sambil tertawa). Sulit mbak kulo riyen ada pelatihan ngoten niku, dari Dinas Sosial itu membentuk.. riyen niku wonten rumah kasih sayang, perangkat nggeh terlibat, mboten kok ngurusi ngoten niku mawon, artine yo membentuk kader-kader khusus. mbedakne sabun cuci kaleh sabun mandi mawon suwii nekngenalne niku mawon, antara ne sampu kaleh… itu juga gak mudah. Yo enek sing akire bisa, banyak sing akhire nganggur. Tapi terus, penting sing wes kadung niku yo.. emm setidaknya ada level peningkatan lah, timbang membebani keluarganya. Terus ojo sampek muncul anyar.” “Terus solusinya menurut bapak apa?” “Salah satu sing dianggap mempengaruhi niku asupan yodium, asupan yodium rendah mempengaruhi niku. Niku…alhamdulilah pemerintah propinsi welcome, dua tahun niki asupan yodium daerah Sidoharjo terpenuhi mulai tahun 2014 2015 niki, pun di cukupi pemerintah propinsi. Terus sing kedua asupan gizi bagi ibu hamil, menyusui dan balita niku sing disinyalir berpengaruh. Dadi ajakan niku, sosialisasi niku ibu hamil, ibu menyusui dan balita itu butuh asupan gizi yang baik. Perlu diketahui mbiyen niku akeh wong ngandut niku sing tarak poso mutih ngoten niku, bar babaran nggeh ngoten niku tarak ….niku nggeh berpengaruh asupan gizi bayi. Alon-alon niku nggeh dirubah”. “Awalnya kejadian niki tahun berapa pak?” “Nek awale niku delok umure sing paling sepuh niku.., pun lama jaman mbah kulo sek dadi modin, nek keputusane pemerintah kabupaten niku dimulai sejak jaman tikus, taun ne pinten ya..tujuh puluh tahun yang lalu kro-kiro. Riyen kan hama tikus meraja lela sehingga larang pangan. Nek delok dari umur mereka..umur niki nggeh umur perkiraan lo mbak, kan yo kulo atur ne wau, nek keluarga ngoten niku nek arep ngurus surat-surat identitas kan yo
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME MAD
ME MAD
SKRIPSI
…kan langka umur-umure mereka yo perkiraan. Niku yo diperkirakan lahir jaman tikus, tapi yo gak semuanya, niki nggeh wonten usia sing arah-arah niku tujuh belas tahun nggeh wonten, arah-arah lo dilok biyen lahir barengane sopo ngoten. Dugaan sementara sing paling utama nggeh ..sing dugaan kuat penelitian nggeh niku yodium, kedua niku nggeh asupan gizi”. “Niki kok tirose sumber airnya yang bermasalah gitu ya pak?” “Nek wonten sumber air sing marahi idiot niku nggeh mboten, niku ke kandunganne yodium pertama ne nol, sing kedua enek sing mengatakan ada unsur-unsur mineral sing tidak baik, tapi sing niku tidak tertulis sing pernyataan ada unsur-unsur mineral yang tidak baik niku, sing resmi yo niku kandungan yodiumnya nol, maksud e nggeh sumur-sumur yang ada disini, mboten kok ada satu sumur yang kayak gitu, yaa air-air sumur yang dikonsumsi masyarakat sampek hari ini”. “Iya pak, saya juga pernah baca hasil penelitiannya itu.” “Nek kulo tidak yakin sih niku, tidak yakine pripun, asupan mineral niku nek sak roh kulo, lha wong kulo niku ke wong tekhnik uduk wong kesehatan, itu malah yang banyak dibutuhkan dari makanan bukan dari minuman, dari minuman malah banyak indikasi nitrogen sing gak bisa dicerna tubuh, dadi dibuang karo air seni. Tapi nek dari gizi kulo yakin ada pengaruhnya nek dari gizi, wong ke nek neng kandungane kurang gizi, yo dadine koyo ngopo ngoten mawon lo. Niku saya yakin berpengaruh. Banyak hasil penelitian mriku niku sing bedo-bedo niku hanya beberapa yang saya yakini, karna tidak semua peneliti niku jujur, maksud kulo jujur banyak sing artine sing asline niku tidak interview, asline tidak meneliti mereka hanya mengumpulkan data-data wes disimpulne neng omah, banyak sing ngoten niku. Mungkin banyak yang baca-baca di internet ada yang mengatakan perkawinan sedarah, pengen roh aku buktine sing ngono kui enek ra. Kulo sering baca di internet perkawinan sedarah itu,. Y owes tok ne ae nek tertarik rene. Malah wau yo enten yang mempertanyakan itu, itu karna perkawinan sedarah. Niki enten kejadian maleh sing gangguan jiwa sing kulo critakne sampek digowo teng dokter bar niu kecelakaan, kecelakan dalam tanda kutip(“) ngandung suamine gak enek, iki ki selama ngandung, menyusui diopeni, dari dinas social nggeh turun tangan, dari dinas kesehatan nggeh turun tangan, kebutuhan gizinya diperhatikan dinas social, dari bidan nggeh sering, lahire nggeh pinter niku bocah e, sekolah nggeh pinter, TK nopo Playgroup ngoten lo. Enten meleh keterbelakangan mental Sidowayah, kasus sing kecelakan, gak mungkin dirabekne lha sopo sing gelem ngrabi kiro-kiro, tapi dilalah kok yo enek sing gelem ngumpuli, sak niki pun kelas kaleh SD, ndilalah nggeh pinter. Sampek hari ini saya masih meyakini bahwa, kebutuhan gizi niku pengaruh e agak besar, kontribusi untuk munculnya down syndrome besar. Terutama saya tekankan kehamilan, menyusuhi dan selama balita.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kulo sing paling getol kampanye untuk ASI, ASI eksklusif selama empat bulan sampai lima bulan, itu pengaruh soale jaman biyen urung sampek wayah e dikenal ne panganan dikenalne panganan, pisang dijemek ne. Enek sing sing sak keluarga iku sing normal mek ibu e tok sak iki wes ora enek, enek sing gangguan jiwa ibuk e wes ora enek, kebutuhan hidup e niku nggeh sing nangguh nggeh kula kaleh konco-konco. Enten maleh sing satu rumah niku bapak ibuk e normal, anak e pertama normal sing kedua yo wes rodok ketiga sampek kenam niku nggeh ngoten, y owes konco-konco sing nanggung”.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA
Kategori Tanggal/Waktu interview Kode Informan Kode Interviewer I.
:Tokoh Masyarakat :2 Oktober 2015/Pukul 16:21 WIB. :ME :INU
IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) 2. Alamat
:INU :Dukuh Klitik, Desa Sidoharjo RT.01/RW.01 3. Usia 55 Tahun 4. Jenis Kelamin :Laki-laki 5. Jabatan di Desa :Mantan Lurah(Tokoh Masyarakat) 6. Pekerjaan :Petani 7. Riwayat Pendidikan :- SD Negeri 1 Krebet - SMP Negeri 1 Badegan Hasil Observasi Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di rumah informan, di ruang tamu dengan ruang tamu yang sangat luas. Keadaan rumah informan sangat sepi sehingga wawancara bisa dilakukan secara kondusif. Keadaan Informan secara umum Informan adalah salah satu tokoh masyarakat dan kepala desa pertama di Desa Sidoharjo tersebut. Namun, sekarang masa jabatannya sudah berakhir dan belum ada pemilihan kepala desa lagi. Perilaku Informan secara umum Wawancara pada awalnya berlangsung pada saat interview lancar dan informan juga sangat komunikatif, namun pada saat ditengahtengah wawancara, informan mulai kurang nyaman dengan pertanyan-pertanyaan wawancara saya. Dirasa cukup dengan informasi yang saya dapat, akhirnya setelah tiga puluh menit wawancara berjalan serta waktu semakin sore, wawancara saya akhiri.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
II. STIGMATISASI ME “Apa yang bapak ketahui tentang Retardasi Mental/keterbelakangan mental?” INU “ Wong-wong sing keterbelakangan mental niku ta mbak? Wongwong keterbelakangan mental, sing jelas yo wong-wong sing ora iso mikir secara normal. Artine serba kendho, niku wong keterbelakangan mental, intine niku”. ME “Penyebab sebenarnya itu apa ya pak?” INU “Penyebab niku, nopo yo…dari kacamata wong-wong seje yo seje-seje. Wong-wong sing opo, wong sing njuruse neng kesehatan jare kurang, kekurangan yodium kuwi, tapi nek e soko kacamatane wong paranormal iku jare e soko keturunan, tapi koyo e yo ra mungkin, ora nek iku aku yakin ora gak.” ME “Awalnya itu tahun berapa pak?” INU “Mula ne ke tahun piro ya.. 62, 63 mbak mngkin. Biyen kan yo larang pangan mriki, seng jelas yo kekurangan gizi, itu dampak e nyang wong-wong hamil, wong-wong hamil dampak e kan yo akhir e ndue anak kan yon due keturunan ora mampu mikir secara normal kui maeng. Tapi sakik kok tak rasa wes ra pati eneng kok mbak” ME “Apa yang bapak ketahui tentang label Desa Sidoharjo sebagai “Kampung Idiot”? Dan bagaimana pendapat bapak tentang label/julukan tersebut?” INU “Yo ra masalah, nek coro kula yo ra masalah, nyapo kok ditutaptutupi. Justru barang-barang sing ditutupi ngono kui ora iso anu ora iso nylesekne masalah. Nek ditutupi niku barang koyo ngono kok ditutup, terus akhire piye nek arep nylesaikan.” ME “Ketika bapak bertemu dengan orang lain diluar kampung ini, bagaimana orang diluar kampung ini memandang desa bapak?” INU “Yo pada dasarnya wong sak kecamatan ki ngerti mbak, kampong idiot kan yo jenenge deso key o ndue karep, memang seng njuluk ne kampong idiot deso iki dewe pemerintah desa dewe, supaya bab-bab iku ben tersebar luas, disebar luasne malahan, ora kok justru ditutup-tutupi. Nek wes disebar luasne kan yo akhir e enek wong-wong sing peduli, terutama pemerintah. Niku kan yo mesti enek kepedulian. Nek malah tak tutuptutupi yo malah…diarani kampong idiot yo selama onok deso iki, mau-maune nggeh mboten. Utawo iki nek diteliti tenan ngono sak jane karo opo yo karo kenyataan sing tertulis yo bedo adoh mbak. Kesanne rodok di gedhe-gedhek ne ngono. Berbuat untuk mendapatkan sesuatu lah, deso iki ndue karep ngoten niku, ngene iki nek aku wes leren wegah ngomong ngene iki. Mbiyen pas sek dadi lurah yo wegah ngomong ngene iki. Emang ngene-ngene meyakinkan. Berbuat untuk mendapatkan sesuatu demi kanggo masyarakat sing memang yo membutuhkan mergo nek ora tak ngonok ne sing jelas yo ra enek kepedulian, ora enek kepedulian soko pemerintah.Sak jane sing tercatat nek kono berapa ratus pomo no di cek tenan ngono yo separone ngono mboh eneng mboh ora. Memang yo tak
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
INU
SKRIPSI
gae memang yo digae kesepakatan karo yo warga neng kene memang nek kampong iki dienekne biar nek ngene piye..ngono, y owes ra masalah ngono. Kene anggarane sing jelas yo ora eneng anggaran sing pasti kango wong sing ngono kui, sebab e deso isone mong njalok. Nah iku sak durungo njalok iki wes enek suoro-suoro sing ngono kui kan enteng njaluk e. Sing jelas kuwi harapan ne. Yo ra bedho kaleh kampong-kampung nggene njenengan sakjane, nek masalah warga masalah masyarakat. Umpamane nggone neng kuto yo eneng wong sing goblok ngono kui yo eneng. Karna kita melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu, yo akhir e enek sing nyebutne kampong gila, kampong idiot enek sing nyebut kampong nopo, koyo njenangan enek sing nyebut kampong gila, akhir e oleh pukesmas sing khusus ngurusi wong-wong sing stress, jane niko yo podho mawon sak deso niku kok yo ora stress kabeh utowo yo 30% ne nggeh mboten wonten, sami niku. Utowo pemerintah dewe wong saumpamane soko pemerintah kabupaten nopo daerah umpomo nek ken ewes kesebut kampong ngono kui pemerintah, pomo pemerintah kene ora iso nangani yo dinas social njalok rono kan yo enteng mawon ngoten lo asline ngoten niku(berusaha meyakinkan dan menekankan).” “Kan yo wong ke pandangane bedho-pedho kan yo mbak, enek sing mandang halah ngono kui paling kor yo digae-gae, eneng wong sing peduli memang opo yo tenan mbutekne terus rene ki karna yo ndelok didudoh ne, halah sampel le piro ngono ae, terus akhire nge I bantuan ngono yo eneng, tapi yo njenenge wong okeh iku yo memang bedho-bedho, bedho ni ke yo, okeh e karo jumlah e wong wi engke. Dadi andangan niku mboten sami. ” “Ketika bapak berhubungan dengan masyarakat luar Desa Sidoharjo, bentuk stigma: baik bentuk verbal maupun non-verbal (misalnya: perlakuaan yang tidak menyenangkan, ejekan, sindiran dll) apa yang pernah bapak terima terhadap warga masyarakat Desa Sidoharjo?” “Enten mawon, yo ngono kui engke, njenenge alah terah wong pinggiran kan yo eneng mawon, utawo ngono kui nek deso ne bagian ketengahan wes kethok maju utowo wong kui ke yo, wong kui wong sombong ngono kui yo..halahh deso, ngono kui kan yo biasa lah, dianggep wong mriki niku wong nge goblok kabeh, dianggep wong ra ndue kabeh kan yo enek to, wong sing koyo ngono niku enten, okeh mbah pandangan-pandangan ngono kui okeh ora kor sepihak. Enek sing mandang positif enek sing mandang negative ngoten niku jenenge wong okeh. Tapi nek coro kulo nyapo ngono kui kok tak etung ngoten. Aku ra ngetung nek masalah ngono iku diwarah oono enlek ora tak piker ora tak etung, lha wong diaranono apik aku yo ra bangga, sing jelas terah ne enek masyarakat sing eneng sing koyo ngono iki ora perlu nggolek i masalah e solusine iki lo ayo podo digarap nggolek I masalah e iki masalah e wes ora karu-karuan pandangane dewe-
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dewe nggeh to? Ngoten, ngoten niku dados kados panjenengan, nuwun sewu nggeh mbak?, kados panjenengan mencari-cari wong sing ngono-ngono iku yo, nek iso panjenengan niku budidoyo piye yo solusine ngoten, dadi ojok kor golek-golek masalah ojo gor golek-golek opo yo crito ojo kor golek-golek…iku yo perlu di golek i nek wes temu cetok masalah e piye solusine, nek kor golek masalah mawon okeh tunggale mbak ngoten(sedikit kurang mengenak kan peneliti), okeh wong nduwur ngono kui masalah e opo…masalah e opo..nyapo we golekk masalah e, aku yo ngono ae, terah trah kowe pengen mbantu piye nggolek i solusine nek terus wong ngono kui terus piyengono nek coro kulo ngoten, ndak perlu nggolek i masalah, masalah iku benten, masalah niu mboten sami, enten sing ngarani ngene enten sing ngarani ngeno lha wes monggo lah nek ngarani, tapi yo ojo kor ngarani tok, nek wes ngarani ngene iki pomo kurang zat yodium yo bantuen barang yodium kan yo ngonten, nek enek sing ngarani kurang piye kurang gizi opo kurang opo yo bantuen ngoten nek coro kula ngoten(sedikit marah, tersinggung terhadap pernyataanpernyataan ini)”. (Akhirnya beliau cerita hal lain lagi mengenai penyebab) “Dari anak kedokteran, yo sering mbak mbiyen rene nek sak iki wes ra patek, rumongso wes opo y owes rumangso berbuat enten riki nggeh, rumangso berbuat akhir e sak niki niki nggeh wes ora koyo mbiyen mbak. Sebab nek bantuan garam yodium tetep enten, per tahun mriki niki tetep enten karna e sing okeh-okeh dari kacamata medis istilah e ngoten memang banyune mriki niki, niki memang anu ngopo yo ngandung kokean ngandung zat besi opo piye ngono lo gek terus kurang kandungan yodium niku. Niku ngaleh-ngaleh kok okeh sing ngomong ngoten niku terus, terus sing ngono-ngono i uterus ngecek niku nek sing ngecek sing ahline mungkin yo bener nek niku, mungkin yo bener mula ne mriki niki terus e per tahun niku diparingi bantuan garam yodium niku per orang mboten naming per keluarga, per orang. Tapi nek sakng nggen-nggen kulo niku mawon nggeh kurang piye ya mbak ya kurang sek-sek mboh ngoten maksu e ki opo yo tenan ngono tenan opo ora ki sakjane ngono yo lha umpamane nek soko sumur kurang yodium, lha dek biyen ke sumur sitok, satu sumur niku sing ngonsumsi sak deso patute, lha gini yo kok ra kenek kabeh nek memang kurang ngoten lo. Niku neng ngoten niku mung tak batin ae, kulo niku nek ngomongne karo wong yo ra sido dibantu garam, ora sido.” III. DISKRIMINASI ME “Ketika di desa ini mengadakan kegiatan/acara (misalnya:lomba Agustusan, perayaaan hari-hari besar dll) apakah juga melibatkan warganya mengalami keterbelakangan mental?” INU “Yo sing jelas nek masalah agustusan niku mboten mbak, mboten nek agustusan piye ya nek umpomo lomba opo khusus e wong cacat pamane ngoten yo ra penak lah rasane, tapi nek kegiatan-
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
INU
SKRIPSI
kegiatan tingkat lingkungan pammane koyo yasinan, amane koyo wong hajatan tetep di disamakan lah, disamakan dianggep sama karo orang-orang sing biasa ngoten lo, wargane niku dianggep podho, tapi nek kegiatan-kegiatan lomba-lomba nopo ngoten niku ngantos sak meniko mriki nik sak meniko dereng enten. Pomo nek neng lingkungan jelas malah dipenting ne mbak pmamane koyo ken endue perlu nyapo pammane terus wong-wong sing biasa diaturi jagongan biasane ngoten niko lo, ngono iku tetep diaturi, tetep diomongi, tetep dilibatne ngeten niki. Ngoten niku. Yo dugi mbak, malah biasane ngoten niku yo karo seng ndue omah ke yo, dikon mbantu sesuai karo porsine, istilahe ke patute cah iki ke neng mburi opo neng ngarep, melok isah-isah opo melok nopo ngoten, disesuaikan karo opo isane, malah seneng bocah ngoten niku biasane. Dadi tetep dilibatne mbak walaupu niku..laa.Yo mikire ora koyo wong normal. Pamane koyo yasianan walaupu kor meneng yo,,,tetep di jak. Nek di kopyok oleh nek emang kono, yo tetep warga liyane yo tetep teko”. “Ketika ada salah satu warga yang retardasi mental mengalami musibah seperti ada anggota keluarganya yang sakit, meninggal dunia atau kecelakaan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?” “Nggeh ngeten nggeh, ee..kalau tingkat kegotong-royongan, tingkat nek teng deso niku kentel banget mbak, dadi nek upamane enek sing kesusahan opo, sesusahan lah, ojo kok sing keadaane kados ngoten, lha wong nek sing wong norman mawon niu nek kesusahan niku nggeh ee coro kepeduliane tonggo-tonggo teparo niku nggeh sangat peduli sekali, opo meneh kok sing ndue warga sing kados ngoten. Biasane mbak, biasane yo ra kabeh nggeh, ora kabeh biasane sing wong-wong seng ngoten niku memang nggeh secara ekonomi memang yo tingkat ekonomine niku yo rendah banget dadi yo piye yo ora masalah bab loro bab mangane bab nopo nggeh seng jelas niku yo koyo seakan-akan tonggo teparo niku y owes wes dadi tanggungjawabe tonggo teparo, koyo niki mriki niki(nunjuk belakang rumahnya) sak keluarga niku meh kabeh ngoten niku dadi niku walaupun ngoten niku nggeh dijamin aman kaleh manganne ngoten mawon nggeh mesti nek aman mboten samar nek keluwen, masalah e sing mikr niku terus lingkungan, nek lingkungan pun mboten oleh mikir terus piye lakone lha sing sing produktif sing iso golek nopo-nopo pun mboten enten. Dadi yo kepeulian lingkungan niku, biasane, nuwun sewu biasane mbak tapi yo ra bener neng aturan yo ra bener, pamane nek metu raskn ngoten niko nggeh, raskin ngoten niku memang didewek ne mbak dadi begitu nompo pak RT nggeh, pak RT selama durung di dom niku wes dijupuk kanggo niku plek. Nikusing bayar nggeh wong okeh, sing bayar yo wong okeh ngoten. Padahal mriki niki wonten rong keluarga sing ngoten niku, dadi mriki niki yo dengan tidak disadari niki yo setiap bulan mesti enten partisipasi kangge niku, mergo diliwatne
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
INU
SKRIPSI
mriku sembako pomo raskin njujuke mesti nggone pak RT, ngoten niko di dom, sak urunge di dom niku dijupuk kanggo iki sekian, kanggo iki sekian untuk hidup selama satu bulan ngonten”. “Ketika ada salah satu keluarga(retardasi mental)sedang mempunyai hajatan, apa yang bapak lakukan sebagai tokoh masyarakat disini?” “Nek koyo yasinan yo sing jelas kene niki per RT, yo ngitung rata sing jelas ngono. Sedoyo tumut per RT se Sidoharjo niku memang nek kegiatan yasinan niku putra putri, mboten naming putra tok, walaupun sak jane mriki niki yo istilah e opo yo mbak yo memang agamane islam wong kebanyakan niku sakjane warga mriki niki penghayat kepercayaan sak jane. Penghayat kepercayaan niku piye yo mbak y owes ilmu jowo, istilah e ngoten, ilmu jowo dadi budaya-budaya jowo sing dikembangne, sing dikembangne iku budaya jowo pitutur yo pitutur jowo masalah e nuwon sewu mbak, jenenge wong deso niku kebanyakan niku mboten pinter koyo wong-wong kuto, koyo wong-wong terpelajar, kebanyakan kan wong mriki niku petani, dadi nek pamane.. pamane agamis pamane pituduh lewat al-quran pamane, ngoten niko nggeh niku kan cara terjemahanne kan de e yo ra patek mengetahui tenan dadi kor ikut-ikutan asline piye kan mboten ngerti, ayat ngene iki asline piye, asline piye kan mboten ngerti nek e, nek penghayat kepercayaan nek sing di ngge ngilm jowo niku kan begitu di tuturi enek petunjuk ngene enek pitutur ngene kan langsung iso nompo selama niku yo ra ngorak-ngarek ampatan ora ngorak-ngarek karo jalur e agomo, asline sami, asline sami mawon memang yo podo tujuane sami yo mung dalane mawon sing rodok benten, asline sami. Dadi semua agama dan penghayat kepercayaan niku sama…..(ada suara kendaraan bermotor, suara tidak terlalu jelas), walaupun koyo ngono, walaupun asline wong akeh sing penghayat kepercayaan lha wong iyo ora ninggal karo kui pamane enek yasinan yo tetep moro, tetep teko teko tetepan, senaoso kor asline ke tujuane ki, kan yo bahasa-bahasa arab to mbak, kan yo bingung ditompo kan yo maksud e ke ngoten bahasa arab, bingung nek nompo, walaupun key o kor ikut-ikutan neng tetepe key o tetep moro tetep ngrukuni lah tetep awor mergo yo kui engke, nek iso key o pada umume yo ora wong terpelajar neng mugo-mogo niku mengke yo wong sing sepuh koyo kulo-kulo niki wes ra jowo bahasa arab pamane mugo-mogo anak-anak niki mengke karna yo di didik kawet cilik terus engko enengo perkembangan lah, artine piye yo ngerti o neng bahasa arab, neng bahasa arab niku, dadi nek wes ngerti teng bahasa arab niku pitudoh sing pitutur seng terkandung neng alquran kan ngerti, la nek bahasane ora ngerti moco o kan yo nganggur, mboten ngertos. Mogo-mogo anak outune kulo maksud e ngeten lo nek kulo mawon mboten ngerti bahasa arab, neng mogo-mogo anak putu kulo niki ke pinter-pinter teng bahasa arab
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
INU
ME
INU
SKRIPSI
sing umpomo moco quean ngerti maksude, nek ora ngerti maksud e po‟ae angor moco koran niku ngerti maksud e karoan.(bapaknya tetep berlanjut bercerita ini), tapi mriki niki kerukunan antar umat niku sae mbak, walaupun senaose islam teng mriki niku sak jane yo ra kor NU ora kor Muhammadyah bahkan yo campur-campur. Enten she nopo nggeh, nek didumuk ora nopo niku..ora salim ora nopo niko..enten niki, sing nek wong kene niki pondok e neng lamongan. Tapi awak e dew era perlu mbedakne lah, nk wes ngerti niku yo, sing ngerti ke ojo elok-elok sing ra ngerti, ora masalah terah tradisine ngono kok budaya sing perlu dikembangne ngoten niku kok, dadi wong wedhok salaman karo wong lanang ngoten niko mboten oleh, maem daharan sing wes di dumak-dumok wong liyo ngono mboten kerso, malah niku nggeh sae niku mesti resik e, nggeh to? Mesti resek daharan seng rong didumok wong liyo mesti resek, malah njogo kesehatan sing tenan makane kulo niku tetep menghargai. “Niku ke maune naming sak keluarga, berhubung keluarga niku sampun pecah dadi okeh pamane ndue anak nek kono, ndue anak nek kono, akhire seduoyo akeh sing penganut niku tapi nggeh mboten nopo-nopo sing muhammadyan wonten, sing NU yo kuatah, nek rukun tetep rukun. Koyo kulo niki termasuk NU.” “Ketika ada PEMILU atau PILKADA, apakah warga desa yang mengalami keterbelakangan mental tetap di ikutsertakan dalam DPT(Daftar Pemilih Tetap) seperti misalnya: pemilihan kepala desa, pemilihan kepada daerah dan lain sebagainya?” “Sing ngoten niku? tetep no mbak yo tetep ndue hak, tetep ndue hak, tetep ditulis walaupun mengke nek teko hari H niku saged rawuh nopo mboten.” “Nek pendampingan yo sosok mbak sosok karek event ne, nek event ne pomo pemilihan caleg pamane kan yo jauh lah istilah e, kui biasane ora, tapi nek PILKADES, nek PILKADES ngene iki biasane digawani karo wong-wong jagone niku, nek PILKADES niku kan skup pe lingkupe kan ciut sak deso, pomo nek pilihan bupati, pilhan presiden niku mboten yo walaupun di daftar namung yo ora eneng sing ngetutne neng nggone TPS, nyo nyobloso didampingi mboten enten. Mboten. Ditok ne mawon. Karna ketambahono sithok utowo kelng ngo sitok tiyang niku yo kan liyane tasek katah ngoten lo, lha nek PILKADES niki termasuk tetep pamamne kulo jagone nggeh bersaing kalih A nopo B niku ngroso lingkunganku yo tak warahi kalih tim kulo terus mbenjeng nggeh didampingi kaleh, biasane ngoten”. “Ketika bapak sedang mengadakan pertemuan/rapat bersama kepala-kepada desa lainnya/aparatur pemerintahan mengenai suatu kebijakan tertentu terhadap daerah, pernahkan desa bapak menerima suatu perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain?” “Mboten mbak, mboten kantun rapate niku ngrembuk nopo ngoten mawon, nek sipate umum kanggo semua deso nggeh
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
IV. ME
INU
ME
INU
ME INU
SKRIPSI
biasa-biasa mawon. Tapi nek e sing rawuh niku saking dinasdinas social pammine memang yo memang prioritas. Untuk satu kecamatan niku kan wonten dua desa sing ngoten niku dadi yo biasane kulokaleh deso sing sanes sing ngoten niku kuerep dipanggil teng dinas social ngoten niku yo kuerep mawon, sering. Nek teng kecamatan teng kabupaten biasane nggeh secara umum nggeh biasa-biasa mawon, mng diperlakukan khusus niku nggeh artine disendirikan dipanggil ngoten, dipanggil secara pribadi panggilan ngoten nek urusan kaleh ngoten.” RESPON/REAKSI “Bagaimana respon/reaksi bapak jika melihat warganya yang keterbelakangan mental tersebut mendapat perlakuan diskriminatif(perbedaan perlakuan) dan stigma baik verbal maupun non-verbal dari orang lain?” “Mboten mbak, mboten, biasane ngoten niku sampun dipersiapne nggone, yo karna yo kahanan ne koyo ngono kui yo nggak mungkin nek neng ngarep yo ra mungkin, pokok e sing penting yo di ajeni dihormati mung yo nggone ke radok nisih ngoten”. “Justru sing ngono kui malah didisek ne mbak, pomo urung oeh opo malah di disekne, malah diperhatikan, umpamane bature urung oleh maem umpamane yowes malah ndang dikek I maem disek, pamane ngono iku,. Setiaplingkungan jane yo eneng sing ngono kui mbak, Klitik yo eneng, Karangsengon yo enten, tapi yo gak sebanyak Sidowayah”. “Bagaimana tanggapan/penilaian bapak terhadap warganya yang mengalami keterbelakangan mental/retardasi mental, dilihat dari aspek ekonomi, misalnya pekerjaan?” “Secara ekonomine memang yo rodok anu mbak, yo piye ya yo kelas ekonomi-ekonomi lemah yo istilah e ngoten, nek memperlakukan wong-wong niku yo kan niku yo wong-wong, wong nopo nggeh wong ngoten niku kan yo enek sing ukur-ukur enek sing sedengan enek sing wes ora iso nyapo-nyapo ngoten kan yo enten. Yo menurut keadaanne niku mawon. Tapi nek sajak e iso napo ketimbang neng omah meneng nyapo yo kon ngaret nopo kon nyapo.” “Wonten sing gelem nyambut damel nggeh pak?” “ooohh,, katah, katah, mbak”.(bapak/narasumber sudah mulai gusar dan waktu sudah mulai sore, akhirnya wawancara saya akhiri)
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :Tokoh Masyarakat Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 09:40-10:23 WIB Kode Informan :ME Kode Interviewer :DEV I. IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) :DEV 2. Alamat :Dukuh Karangsengon 3. Usia :34 Tahun 4. Jenis Kelamin :Laki-laki 5. Jabatan di Desa :Kaur Kesra 6. Pekerjaan :Pengurus Yayasan Sekolah 7. Riwayat Pendidikan :S1 di Universitas Islam di Jakarta S2 di Universitas Muhammadyah Ponorogo(Masih masa kuliah) Hasil Observasi Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan di yayasan sekolah yang beliau bangun, sekaligus beliau adalah pemilik dari yayasan tersebut. Wawancara dilakukan di ruang guru dengan kondisi awalnya sepi, namun selang beberapa menit ada beberapa murid yang masuk ruang guru tersebut, sehingga wawancara sempat terhenti sejenak. Keadaan Informan secara umum Informan sebernya bukan asli lahir di Desa Sidoharjo, beliau dari Blitar adalah salah satu tokoh masyarakat sebagai kaur kesra di Desa Sidoharjo yang sekaligus dia mengelola sebuah yayasan pendidikan MI(Madrasah Iftidaiyah) beliau juga sebagai pemiliknya. Beliau juga salah satu orang yang dekat dengan beberapa penyandang keterbelakangan mental. Perilaku Informan secara umum Informan sangat terbuka dengan kehadiran pada saat interview peneliti. Beliau juga banyak memberikan saran-saran dan masukan kepada peneliti. Beliau adalah salah satu yang dapat dijadikan informan kunci dalam penelitian ini.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
II.
STIGMATISASI& RESPON “Apa yang bapak ketahui tentang keterbelakangan mental itu pak?” DEV “Keterbelakangan mental, menurut saya atau sepengetahuan saya adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami keterbatasan yang mana itu bisa kita lihat dengan keadaan dia senantiasa membutuhkan bantuan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari”. ME “Kalau mengenai julukan atau label Desa Sidoharjo ini sebagai maaf ya pak, sebagai “Kampung Idiot”, nah, pendapat bapak mengenai julukan tersebut seperti apa pak?” DEV “Menurut pendapat saya, tentang sebutan bawasannya Desa Sidoharjo adalah desa atau kampong idiot, kurang terlalu tepat kurang tepat karena dilihat dari satu komponen saja yakni jumlah penduduk kita bisa melihat bawasannya jumlah penyandang itu prosentasenya kecil dibandingkan dengan jumlah populasi jiwa yang ada di Desa Sidoharjo dan real dilapangan jumlah penyandang itu sendiri tidak seperti jumlah yang dipublikasikan di media maka dari itu sebutan kampong idiot menurut kami kurang pas untuk satu komponen saja untuk komponen lain itu berpengaruh besar terhadap psikologi warga pada umumnya karena mereka mempunyai anggapan bawasannya dengan pola pikir yang baguspun pola piker yang majupun mereka tetep dapat sebutan itu, jadi itu sangat mempengaruhi artinya baik itu aspek pembangunannya pola pikir masyarakatnya pola pikirnya akan tetapi kita bisa melihat sebenarnya bukan hanya saat ini dari dulu memang tidak semaju saat ini tidak sebagus sekarang ini dari dulu sebenarnya sudah kita tekankan kita sudah mengangkat mengenai hal ini bawasannya tidak layak. Yaa kurang sependapat dengan julukan itu”. ME “Terus, apa pak kata-kata yang sering bapak denger, tetang orang menyebut kampong idiot, ataupun kata-kata yang kurang menyenangkan? Terus respon bapak sendiri seperti apa pak biasanya?” DEV “Sebenernya masyarakat luar yang belum mengetahui secara persis kondisi desa kami adalah mereka menganggap bawasannya desa ini karna ada sebutan bawasannya kampong idiot saya yakin pada umumnya masyarakat mengira bawasannya jumlahnya banyak tetapi setelah kita kelapangan akhirnya kita kan menjadi bimbang namun, demikian karna stigma atau sebutan itu sudah disematkan ke desa kami yang mau tidak mau kita harus berusaha atau kita harus berupaya memberikan pemahaman informasi yang sebenar-benarnya bawasannya sebutan itu kurang tepat mengingat secara historisnya ataupun secara…apa ya..emm bahasa yang tepat untuk menggambarkan keadaannya ini masyarakat komunitas yang ada di Desa Sidoharjo ini jumlahnya sangat banyak dari ME
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME DEV
ME
DEV
SKRIPSI
jumlah itu ada jumlah itu ada warga kami yang mengalami keterbelakangan mental, namun jumlah mereka sangat kecil kecil ini yang tidak kami tutup-tutupi artinya kita juga tidak, artinya tidak berusaha untuk menghilangkan warga kami yang mengalami keterbelakangan itu dengan keinginan masyarakat untuk mengetahui sejauhmana seperti apa kampong idiot itu, hanya saja kita berniat untuk memberikan pemahaman kepada mereka bawasannya anggapan mereka selama ini, itu kurang benar, terus kondisi social yang sering didengar itu juga kurang benar, maka dari itu warga lain ketemu dengan orang luar mereka pasti ditanya seperti itu dan seharusnya mereka bisa menjawab menjelaskan sesuai dengan kenyataan yang ada di Desa Sidoharjo.” “Kalau pengalaman bapak sendiri, pernah menerima perlakuan yang kurang menyenangkan seperti apa pak?” “Kalau saya sendiri pernah, ditanya pak darimana? Dari Jambon. Jambon mana? Sidoharjo. Sidoharjo mana? Oooh Krebet. Krebetnya mana lo pak? Gitu. Sidowayah. Ohh Sidowayah. Orang sudah tahu tidak hanya Ponorogo, disuruh duniapun sudah tahu. Karna dengan kemajuan teknologi informasi demikian cepatnya. Nah itu langkah saya mendapatkan pertanyaan seperti itu saya yaa…secara bijaksana itu juga menurut saya juga sudah bijaksana memberikan informasi nggehh, tanpa kita menutup-nutupi memang ada warga kami yang mengalami keterbelakangan mental kondisinya seperti ini kondisinya seperti ini. Namun, kita jelaskan lebih lanjut, kalau sekirana mereka tertarik ya, tertarik dengan ini, dan kebanyakan yang bertanya seperti itu sangat tertarik sekali akhirnya setelah kita menjelaskan kepada e penanya pada saat itu tadi kita bisa berbesar hati mereka akhirnya tahu informasi yang sebenarnya meskipun ada beberapa teman kita ya itu dengan tujuan yang berbedabeda terhadap fenomena retardasi mental yang ada di Desa Sidoharjo. Tapi kalau saya sendiri itu dadi saya ulangi bawasannya saya lebih suka atau lebih cenderung memberikan informasi yang sebaik-baiknya dan fakta, tanpa ada maksud untuk mempublikasikan, mengharap sesuatu e e terhadap orang lain untuk . . .(ada anak murid yang masuk ke ruang guru), untuk memberikan gambaran-gambaran yang kurang pas jadi kalau informasi yang mereka terima itu tepat insyallah mereka akan merubah pandangan mereka terhadap kampong idiot itu sendiri harapan saya seperti itu. “Pengalaman bapak sendiri ni, pernahkah bapak sendiri melihat orang yang Retardasi Mental disini yang menerima perlakuan yang kurang menyenangkan, mungkin berupa ejekan, sindiran atau panggilan-panggilan yang kurang menyenangkan mungkin?” “Dalam kehidupan bermasyarakat pasti pernah ya”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
“Kalau bentuknya seperti apa pak?” “Bentuknya? Kalau bentuknya berupa kata-kata ya, sebutan yang mungkin sangat kasar ya, bagi saya itu kasar sekali ya, seperti sebutan goblok, pekok, mendho. Nah ini seperti itu sebutannya, kurang lebih seperti itu.” ME “Kemudian pak, respon bapak pada saat itu seperti apa melihat sebutan-sebutan seperti itu?” DEV “Yaa respon kita kalau pada saat itu kalau melihat langsung ketemu ya, berdasarkan pengalaman saya secara langsung ya, ketemu dengan orang yang mengatakan seperti itu, saya lebih cenderung ini karna ada juga yang ndak, maaf misalnya remaja itu yang kita ngomong baik-baik dengan remajanya itu sendiri bawasannya perbuatan itu sendiri tidak baik, memberikan sebutan kepada orang lain, memberikan apa panggilan kepada orang lain yang mana itu bukan namanya sendiri kan itu sendiri tidak baik, apalagi ini sebutan yang buruk seperti kata-kata kasar itu tadi, saya rasayang sudahsudah saya lakukan dan temen-temen yang lain insyaallah sama dan ini mengingatkan bawasannya sudah biar mereka juga sama, sama seperti kita hanya saja keadaan mereka seperti itu jadi kitalah orang yang normal ya, diberikan hidayah oleh Allah sehat, sehat fisik dan juga mentalnya jadi seharusnya lebih bisa apa memberikan pelayanan terbaik kepada saudara-saudara kita yang mengalami keterbelakangan mental biasanya seperti itu”. III. DISKRIMINASI& RESPON ME “Kalau bapak sendiri memperlakukan orang yang keterbelakangan mental itu seperti apa pak?” DEV “Dalam pelayanan tertentu, mungkin sama ya, ada pelayanan khusus bagi mereka karna mereka sendiri merupakan keluarga yang membutuhkan ya, istilahnya pelayanan khusus jadi dalam beberapa hal mungkin ada yang berbeda. Kalau di hal-hal yang lain misalkan hak kewajiban di tingkat masyarakat insyallah sama namun pelayanannya bisa berbeda-beda karna ya keterbatasannya itu sendiri, misalkan kalau yang lain diberikan informasi ini tentang kewajiban mereka dilingkungan masyarakat seperti contoh kerja bakti, nah kerja bakti yang sudah kita lakukan adalah memberikan informasi lewat pengeras suara, karna mereka keterbatasan akhirnya kita berpesan kepada saudaranya atau keluarganya besok kerja bakti seperti itu, jadi kan yang lain cukup dengan pengeras suara di masjidmasjid atau disarana umum, tapi kalau untuk mereka harus kita datangi. Nah itu sebagai bentuk pelayanan kita dan penghormatan kita juga kepada masyarakat yang keterbelakangan itu sendiri, supaya mereka menjadi bagian kepada masyarakat itu sendiri itu. Jadi ada perbedaannya ada pelayanan khususnya seperti itu”. ME DEV
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
DEV
ME
DEV
SKRIPSI
“Kalau ada lomba agustusan atau perayaan hari besar seperti itu ikut disertakan nggak pak, atau mereka diberikan acara khusus untuk mereka sendiri atau apa pak?” “Kalau untuk acara khusus kita biasanya lebih cenderung ke bakti social, jadi kegiatan masyarakat yang sifatnya ee hiburan apa keleluasaan bagi semua pihak tanpa ada pengelompokan ini penyandang tunagrahita atau retardasi mental atau tidak jadi itu. Pelayanan public, nah untuk acara-acara khusus seperti apa lomba-lomba kita memberikan layanan kepada mereka juga akan tetapi keluarganya ini, bagi pihak keluarga seringnya agak keberatan karna ya ada perasan malu mungkin, takutnya nanti jadi bahan tertawaan atau apa pokoknya udahlah biar jadi penonton saja itu saya rasa respon dari pihak keluarga, kalau dari kita masyarakat yang menginginkan mereka ikut tetep ada keinginan untuk ada partisipasi dalam kegiatan seperti lomba-lomba itu tetep ada, nah itu tadi biasanya dari pihak keluarga ada keberatan. Engganlah, udahlah biar yang lain aja itu seperti itu”. “Kalau untuk bapak sendiri sebagai salah satu tokoh masyarakat disini, peran bapak sendiri biasanya seperti apa di masyarakat ini?” “Jadi program nyata yang kita lakukan ini sebenarnya merupakan pengembangan dari progam-progam yang terdahulu sebenarnya, hanya kita modifikasi kita tambahkan mana sisi dimana yang kurang., alhamdulilaah untuk beberapa tahun ini, saya sebagai relawan BASNAS Provinsi Jawa Timur, itu diberikan amanah untuk memberikan progam bantuan kepada para penyandang tunagrahita tersebut dan kaum duafa yang ada di Desa Sidoharjo yakni berupa progam perbaikan rumah tinggal atau yang disingkat property kita bisa lihat rumah-rumah bantuan dari BASNAS dengan struktur dan bentuk yang sama itu bisa kita lihat sebanyak 62 rumah, diseluruh Desa Sidoharjo ini, yang insyaallah tahun kedepan bisa bertambah lagi bantuannya. Yang kedua adalah progam kerja kita penanganan tentang air bersih, penanganan tentang air bersih ini juga kita respon, kebutuhan air bersih juga kita e apa kita pedulikan kerjasama denagn BASNAS Jatim juga saya juga sebagai relawannya juga itu memberikan bantuan pembuatan sumur, yang mana sumur itu nanti dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan air dimasyarakat, artinya kebutuhan sehari-hari untuk mandi, masak dan mencuci. Karna dulu sudah ada progam-progam yang dahulu berjalan namun tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat karna kendala teknis seperti jalurnya rusak kan ngambilnya dari pegunungan pipanya rusak pada waktu ada kebakaran hutan seperti itu, nah
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME DEV
ME DEV
SKRIPSI
pemeliharaan instalasi yang cukupberat, medannya juga sulit, akhirnya memaksa masyarakat harus kembali lagi mengambil air di belik ataupun sumber-sumber atau resapan-resapan yang ada di aliran sungai. Nah kita memberikan bantuan itu dasar landasanya adalah itu tadi, untuk mencukupi kebutuhan air bersih itu yang kedua. Dan yang ketiganya adalah untuk memajukan pendidikan, pendidikan masyarakat baik pendidikan formal maupun non formal.Sehingga diadakan, sebenernya sudah ada pendidikan itu sudah ada hanya saja kita tingkatkan intensitasnya, kita tata administrasinya supaya tujuan ini lebih mudah dicapai, yakni seperti pengadaan majelis taklim, taman pendidikan al-quran, madrasah diniyah lha ini yang terbaru adalah madrasah iftidaiyah untuk melengkapi lembaga pendidikan tingkat dasar di Desa Sidoharjo ini, yang sudah ada.. dari yang sudah ada. Kebetulan yang untuk lembaga pendidikan seperti SD itu sudah ada 3 TK juga sudah ada 3.” “Itu ada yang inklusi pak, untuk anak yang keterbelakangan bisa masuk juga pak?” “Kalau yang inklusi kita tidak bisa menjawab sepenuhnya, artinya begini, memang inklusi ini membutuhkan penanganan dan layanan khusus ya, jadi harus ada guru khusus yang ahli dibidangnya, memang ada disekolahan SD Sidowayah itu SD 4 memang ada, SD 4 itu jadi SD inklusi. Namun, kita sendiri agak kesulitan dengan inklusi kita belum bisa mengetahui batasan, sampek mana anak ini dikatakan berkebutuhan khusus kita ndak tahu karna kita ndak punya ilmunya mungkin. Kalau menurut kita kita serahkan ke ahlinya yaitu di SD 4”. “Kalau di Desa Krebet itu ada Rumah Kasih Sayang, nah kalau di Desa Sidoharjo sendiri ada atau tidak pak?” “Rumah Kasih Sayang yang ada di Desa Krebet itu sendiri adalah bentuk kepedulian pemerintah terhadap para penyandang yang ada di Ponorogo sebenarnya, itu mencangkup lima desa, eh tiga kecamatan malah, yakni Kecamatan Badegan, Kecamatan Jambon dan Kecamatan Balong. Nah, kalau yang ada di Karangpatihan memang ada Ruah Kasih Sayang itu yang dibentuk yang dibangun oleh warga nah ini betul-betul berjalan, saya melihat lebih baik, lebih baik daripada Rumah Kasih Sayang yang dibentuk oleh pemerintah. Nah semuanya kembali kepada kepengurusannya kan? Seperti itu. Cuma fasilitas disini sudah ada, sudah difasilitasi pemerintah, dananya sudah ada namun, saya belum melihat itikat baik dari pelayanan kepada para penyandang ini. Saya belum tahu sejauh ini saya belum tahu, dua tahun ini saya sudah ndak tahu”.(wawancara berhenti sebentar ada yang mau bertemu
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
DEV
ME
DEV
ME DEV
SKRIPSI
bapaknya sebentar). “Kalau seperti warga yang retardasi tersebut mengalami musibah, sakit, kecelakaan atau ayang lainnya, apa yang biasanya bapak lakukan?” “Kalau pengalaman saya sendiri takutnya nggak mewakili dari warga yang lain, tapi menurut saya sama saja, yang namanya mahkluk social itu pasti bisa merespon dengan baik, dan orang yang mengalami keterbelakangan mental itu kita perhatikan dengan baik, artinya jika mereka dalam suatu kondisi sakit atau membutuhkan bantuan kita bantu mbak, kita bantu sesuai dengan kemampuan kita, kalau saya sendiri biasanya sampai tuntas, ya kalau sakit kita antarkan ke pukesmas atau layanan kesehatan terdekat atau sampek ke rumah sakit, terus biayanya ya kita tanggung saya sendiri yang nanggung yang sudah-sudah itu. Karna itu bukan berarti saya ingin mendapatkan apa-apa namun saya lebih cenderung kepada kepedulian terhadap sesame, itu kalau saya pengalaman saya sendiri. Untuk yang lainlain saya rasa juga akan melakukan hal yang sama. Saya belum pernah melihat ada orang yang keterbelakangan mental sakit terus masyarakat sekitar itu tidak peduli, itu belum pernah saya temkan”. “Kalau masyarakat yang mempunyai keluarga yang retardasi mental itu masih mengadakan kegiatan-kegiatan seperti genduri, yasinan atau yang lainnya pak?” “Kalau keluarganya ini, ada beberapa keluarga yang mengadakan ada keluarga yang tidak, karna mengingat kebanyakan dari mereka adalah keluarga miskin dan duafa fakir jadi untuk kebutuhan seharai-hari mereka sulit yang mana ini berpengaruh kepada kegiatan-kegiatan yang disebutkan tadi tasyakuran dan sebagainya, tetapi kalau misalkan mereka ada kelonggaran mereka bisa ikut seperti bersih desa, itu bawa ambeng atau apa maulidan mereka juga ikut terlibat, ikut terlibat saya melihat sering mereka juga antusias karna juga merasa bagian dari lingkungan masyarakat sini, tapi kalau warga yang lain mengadakan hajatan seperti mantenan hajatan yang lain atau apalah yang ada dimasyarakat disini mereka juga dilibatkan secara langsung maupun tidak langsung mereka juga kita undang untuk ikut acara bersama dengan yang lain, secara tidak langsung mereka juga kita kasih tahu bawasannya pengen mereka bisa bantu ke kita sesuai dengan kemampuan mereka”. “Bapak juga sering datang kerumahnya, mungkin jika diundang hajatan atau apa gitu pak?” “Saya? Sering datang mbak, sering dating. Kadang-kadang ya mimpin do‟a, tapi seringnya ya mimpin do‟a ya. Sebenernya banyak sekali yang bisa mimpin do‟a, cuman
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
DEV
ME DEV
ME DEV
SKRIPSI
karna di masyarakat pedesaan sini itu ada komunitaskomunitas ya, rombongan genduren itu banyak sebenernya, ndak..ndak, ndak monoton saya gitu ndak. Artinya bisa di rombongan ini rombongan RT 2, RT 3 ini kana da sendiri berbeda dengan kegiatan itu yang sifatnya besar.” “Kalau saat PEMILU-PEMILU seperti PILKADA seperti itu yang warga retardasi tetap dimasukkan DPT atau tidak pak?” “Jelas masuk, iya masuk. Jadi semua warga itu yang memenuhi kriteria, mempunyai hak pilih dan dipilih baik itu yang kondisinya keterbelakangan mental, mereka juga tetep masuk dalam DPT maupun DPS, dan mereka juga mempunyai hak pilih, meskipun pada kenyataannya ada diantara mereka yang tidak bisa menghadiri pada waktu pelaksanaaan pemungutan suara karna kondisinya mereka, seperti yang kondisinya berat kan ya gak mungkin untuk didatangkan da nada kewenangan dari pihak KKPS sendiri untuk mendatanginya. Sebenarnya sudah ada, namun saya sendiri belum pernah melihat apakah bagi para penyandang ini harus didatangi atau tidak saya belum tahu karna saya tidak terlibat dijajaran pengurusan atau panitia di KKPS itu sendiri, selama ini belum pernah tahu, hanya saja setahu saya mereka memiliki hak yang sama dengan masyarakat lain saya melihat sendiri dari DPT di daftar pemilih tetap itu nama mereka tercantum”. “Jadi pendampingan atau apa dari panitia atau keluarga sendiri sering ada nggak pak, kejadian seperti itu?” “Sebenarnya keluarga yang mendampingi itu keluarga ya, mendampingi disini artinya baik itu prosesnya, pemungutan suaranya dibilik suara itu sebenarnya didampingi oleh keluarganya biasanya begitu dan itu memang sudah diatur didalam undang-undang kan, harus ada pendampingan bagi orang yang berkebutuhan kusus tentunya harus diawasi oleh para saksi-saksi supaya tidak terjadi hal-hal yang mengganggu jalannya proses pemungutan suara”. “Tapi belum ada kejadian kasus seperti itu ya pak ya disini?” “Sepengetahuan saya sendir belum ada, sepengetahuan saya lo ya, tapi ndak tahu kalau yang lain. Tapi saya rasa ada ya, memang ada meskipun kadang-kadang itu mereka ya di antarkan atau apa atau datang sendiri juga ada, ada yang datang sendiri saya pernah melihat dating sendiri, itu juga ikut memberian hak suaranya itu dibilik suara sendiri, itu yang retardasi mentalnya ringan kalau yang sedang biasanya sama keluarganya, itupun misalkan ya dipapah ataun dituntun ya, karna kondisi mereka berbeda-beda mbak. Nah ini berbeda-beda pula penanganan atau bentuk penanganan yang diberikan kepada beliaunya”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
DEV
ME DEV
ME DEV ME
SKRIPSI
“Kalau bapak sendiri kuliah di UMNUH atau apa gitu rekan-rekan teman bapak pernah ada gak pak yang memberikan perlakuan yang kurang menyenangkan atau memberikan stigma apa, terkait bapak berasal dari desa sini mungkin?” “Kalau perlakuan kurang menyenangkan, tidak ernah mbak justru mereka itu segan, segan dan sangat berhati-hati dalam bertanya itu, karna takut menyinggung, bukan takut gak berani apa ini takut menyinggung mereka sangat berhati-hati sekali dengan harapan mereka lebih bisa mengetahui keadaan yang sebenarnya didaerah saya. Justru yang seperti bukan perlakuan yang kurang menyenangkan tidak pernah kita alami dan ditempat-tempat yang lain untuk warga yang biasanya kan komunitasnya juga berbeda-beda ada yang memang mengalaminya ada yang responnya ada yang marah ada yang sampek adu mulut seperti itu memang ada.” “Ada ya pak ya?” “Ada, saya pernah denger cerita itu dari, warga ya ditanya rumahnya mana? Gitu, bahkan, dari mungkin ndak tahu ya ini cerita dari warga ini cerita bohongan atau rekayasa atau mungkin hanya humor itu pernah diberhentikan sama petugas kepolisian itu, naik motor itu ugal-ugalan lampu merah diterobos aja hah begitu di berhentikan oleh petugas ditanya, alasannya apa menerobos lampu merah? Ndak tau pak, tadi masih hijau kan gitu, ceritanya begitu. Nah, ini tetep merah. Ndak pak. Setelah itu mau ditilang, dia bilang saya ndak salah pak. Ndak salah gimana la wong kamu nrobos lampu merah, kamu jelas-jelas salah lampu merah diterobos, terus kamu jalannya juga zig-zag, ugal-ugalan membahayakan pengendara yang lain, nah gitu bilangnya. Diem dia itu, akhirnya yang terakhir ditanya rumahnya mana? Krebet pak, gitu. Ngakunya krebet. Ohhh. . . Ya sudah lanusung jalan aja. Loh kenapa pak? Terah yo idiot lo we ke. Kan gitu. Dalam benak Si pengendara tadi mungkin bersyukur satu sisi bersyukur tidak jadi ditilang. Tapi di sisi yang lain tidak bisa dipungkiri bawasannya petugas itu sudah menganggap bawasannya kalau kampong idiot warganya nggak tahu aturan, sering melanggar aturan yang sudah ada. Nah inilah yang tidak menguntungkan buat kami, sebenernya itu.” “Terus respon dia seperti apa pak, setelah langsung disuruh pergi sama polisi tadi?” “Dia yaa langsung ngacir pergi. Hanya ceritanya setelah kejadian itu.” “Menurut bapak sendiri, kalau melihat masyarakatnya yang keterbelakangan ini dari dari aspek ekonomi mereka bagaimana pak?”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DEV
“Kalau dari aspek ekonominya sebagian besar mereka itu dari golongan duafa mbak, miskin ya. Lebih dari miskin ya, duafa fakir, mereka menghidupi keluarganya mencari penghasilan untuk kebutuhan keluarganya itu juga asalasalan. Satu hari saja kadang gak cukup. Bekerja satu hari untuk makan sehari itu, bagaimana, ya seperti itu. Yawes parah keadaannya. Kadang-kadang itu kesehatannya juga(sambil menghela nafas). Tapi ya alhamdulliah samapai saat ini belum pernah yang. . .kadang itu kita melihat kondisi mereka itu sangat memperhatikan, kita ndak bisa berbuat apa-apa, padahal kita bisa. Tapi juga juga terbatas juga, karna jumlah mereka lebih banyak dari kita yang peduli gitu. Kalau toh kita peduli bisa bantu mereka itu belum seberapa, inilah yang membuat kita itu kadangkadang miris dalam hati kita ingin membantu mereka pengin sekali memberdayakan mereka, meringankan beban mereka, tapi karna keterbatasan kita juga, belum dengan apa..(berhenti sejenak, ada beberapa murid yang sedang mengambil buku dikantor itu) seperti itu”.
ME
“Tapi mereka yang keterbelakangan itu masih ada yang bisa bekerja ya pak ya?” “Ada. Warga sekitar bersedia kok, bersedia memberikan pekerjaan atau memberikan kesempatan kepada warga yang mengalami keterbelakangan itu untuk membantu pekerjaan mereka. Bahkan hamper semuanya kok, hamper semuanya entah itu disuruh secara langsung atau memang karena kebiasaan nah itu., kan ada yang karna kebiasaan setiap hari disitu rutinitasnya disitu meskipun bukan karna keluarganya, tanpa disuruhpun mengerjakan. Contohnya pada waktu panen jagung ya itu sampek berhari-hari yang disitu. Disalah satu rumah warga kita itu mbantu untuk ngupas jagung, sampek seperti itu. Yaaa ada juga yang sengaja untuk kita minta tolong itu ada. Macem-macem mbak sesuai dengan kemampuan mereka itu. Kalau yang debil itu, kan gak bisa diajak komunikasi sama sekali yang debil itu, yaaa wess dikasih tau ini, caranya begini sampekkk malam pun bahkan kalau disuruh makan kadangkadang nggak mau gitu lo kalau nggak kemauanna sendiri begitu, jadi meskipun disitu ada jarang disentuh malahan, begitu”. “Kalau dari aspek, sosialnya pak, hubungan dengan masyarakat gimana?” “Masyarakat yang lain dengan sebagian warga yang keterbelakangan itu biasa-biasa saja mbak. Artinya kita tidak mengucilkan mereka kita rangkul mereka ya kita layani mereka seperti warga-warga yang lain kita anggap itu mereka sama tidak ada perbedaan. Hanya perbedaan itu
DEV
ME DEV
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
DEV
ME
DEV
SKRIPSI
pelayanannya saja mereka khusus daripada yang lain. Karna ya itu tadi karna yang lain itu dengan lisan saja sudah cukup bisa memahami itu harus dengan cara ya unik ya, seperti diajak untuk apa diajari dulu.” “Kalau dari aspek politiknya seperti PEMILU, kesamaan hak didepan hukum seperti itu , gimana menurut bapak sendiri?” “Selama ini untuk aspek politiknya saya melihat sudah cukup baik mbak, artinya mereka juga masuk di Daftar Pemilih Tetap mereka juga memiliki hak pilih saya rasa itu sudah cukup bai sekali jadi itu, harapan kita itu lebih cenderung kepada pelayanan yang lebih spesifik lagi yakni adanya pendampingan pada waktu pelaksanaan apa pemungutan suara seperti kesediaan panitia itu eemm apa isyilahya jemput bola. Namun, tidak menutup kemungkinan jika hal itu memberatkan, ya karna kondisinya. Yaa harapannya gini dengan adanya pendampingan itu tidak menimbulkan atau tidak mengurangi lancarnya kegiatan pesta politik sendiri atau pemilihan suara karna kita juga tahu secara politis kan praktek itu memang berbeda kita berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan atauran hukum yang sudah di berlakukan namun, dalam praktiknya kita seringnya menjadi masalah ada beberapa pihak yang kurang bisa menerima atau mersa dirugikan itu aja mbak”. “Kalau menurut bapak sendiri ni solusi apa yang dapat bapak berikan mengenai permasalahan-permasalahan warga yang mengalami retardasi mental ini?” “Harapan kita, solusinya itu untuk para penyandang retardasi mental itu sebenarnya kita sudah melakukannya yakni berupa pemberian JADUP atau jatah hidup untuk mereka dari kementerian (berhenti sebentar ada anak murid yang masuk kantor dan sedikit rame, selang beberapa detik mulai kembali wawancara kami) “Solusi yang sudah kita lakukan untuk para penyandang tunagrahita itu adalah dengan memberikan bimbingan pelayanan dan pelatihan yang focus kepada ini bantuan aktifitas keseharian mereka itu yang pertama yang menjadi dasar pokok kegiatan progam ataupun pelayanan itu, yakni dengan memberikan pendampingan, pelatihan itu bagi para penyandang dalam kehidupannya sehari-hari seperti mengurus dirinya sendiri, mengurus dirinya dan lingkungannya yang kedua mengurus dirina dan masyarakat itu sudah semua aspek sudah termasuk disitu mbak. Jadi mulai dari aspek ekonomi, aspek pendidikan, aspek social, aspek masyarakatan, aspek keagamaan semua sudah masuk disitu. Dalam satu paket progam pembinaan aktifitas keseharian mereka nah untuk secara terperincinya
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
singkatnya kita ambil satu contoh bagaimana cara mandi, bagaimana cara membersihkan rumah, bagaimana cara membersihkan halaman, itu contohnya. Kalau yang untuk di social kemasyarakatan bagaimana jika kita kedatangan tamu atau bertamu, bagaimana apa yang harus dilakukan nah itu, dan bagaimana saat kita mengikuti pengajian atau kegiatan masyarakat yang lain itu kita harus seperti apa itu ada dalam social kemasyarakatan dan keagamaan mereka jga kita ajak supaya mereka lebih terbiasa berkumpul dengan warga-warga yang lain jadi ini juga membantu mereka membantu semangat mereka karna secara tidak langsung mereka tidak merasa dikucilkan terus bagaimana saat kita mengikuti pengajian, atau kegiatan masyarakat yang lain itu kita harus seperti apaitu ada dalam social kemasyarakatan social keagamaan mereka juga kita ajak supaya mereka lebih terbiasa berkumpul dengan wargawarga yang lain jadi ini membantu mereka membantu semangat mereka karena secara langsung mereka tidak merasa dikucilkan gitu. Mereka jarang berbica mereka jarang komunikasi dengan orang lain karna orang lain menganggap itu ndak perlu. Sebenarnya salah, kalau kita dekati mereka kita sering ajak komunikasi mereka juga respon ke kita bahkan untuk pemberdayaan ekonomi kita berikan bantuan dari pemerintah kita salurkan yakni berupa ternak kambing, ada yang ternak ayam, dan yang lainnya ini sudah berjalan ada yang bagus ada yang kurang bagus ada yang sama sekali tidak ada perubahanya, ya tadi kendalanya banyak sekali karna harus senantiasa dipantau. Kan temen-temen itu memantau setiap bulan. Kambingnya bagaimana? Sudah kawin apa belum? Kalau sudah beranak anaknya berapa? Nah gitu. Ceritanya akan lain kalau ini dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi tadi kadang-kadang mereka jual itu bantuannya, akhirnya putus gak bisa beli lagi itu dari keluarganya. Kalau dari penyandang sendiri nggak ada keinginan untuk menjual mereka dikasih tahu untuk nyari pakan ternak ya sudah tiap hari ya itu kegiatannya, kalau mereka berpikir ini nanti dijual, bukan mereka ndak ada kepikiran nyampek kesitu gak ada. Ya ada mereka itu dikasih kambing atau apa ternak untuk dia, terus dia itu memberikan pemeliharaan yakni berupa pakan membersihkan dan sebagainya dan ini membutuhkan bantuan orang lain. Kategori retardasi mental itu bagaimana kondisinya membutuhkan bantuan orang lain dalam kesehariannya senantiasa lo ya, kalau kita ndak ada kata senantiasa iyaa, mungkin seperti itu itu”.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :Masyarakat Desa Sidoharjo Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 11:36 WIB Kode Informan :ME Kode Interviewer :ARI I. IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) :ARI 2. Alamat :Dukuh Karangsengon, Desa Sidoharjo 3. Usia :26 Tahun 4. Jenis Kelamin :Perempuan 5. Pekerjaan :Pedagang/Warung 6. Riwayat Pendidikan :SDN 3 Krebet Desa Sidoharjo Hasil Observasi Kondisi tempat wawancara
Wawancara dilakukan di ruang tamu rumah informan, karena mempunyai sebuah warung di depan rumah informan ada beberapa laki-laki yang sedang bersantai sambil minum kopi. Sedangkan kondisi di ruang tamu informan sangat sepi dan wawancara berlangsung sangat sanatai. Rumah informan ini pas didepan keluarga yang mempunyai keterbelakangan mental. Keadaan Informan secara umum Informan adalah ibu satu anak yang berumur enam tahun, kelas satu SD. Selain mengurus rumah tangga, informan juga sibuk mengurus warung kecilnya. Tidak jarang juga beliau pergi ke sawah untuk menggarap sawahnya. Pada saat wawancara berlangsung ibu informan sempat menyapa peneliti dengan membawakan makanan ringan dengan the panas. Perilaku Informan secara umum Informan sangat terbuka dan bersedia pada saat interview menjawab dengan semua pertanyaan saat wawancara berlangsung, selain itu juga beliau sangat komunikatif saat wawancara.
II.
STIGMATISASI ME “Mbak, apa yang mbak ketahui tentang keterbelakangan mental itu apa sih mbak?” ARI “Maksudte pripun?” ME “Ini mbak seperti orang-orang yang ada di Desa ini? Atau mungkin mbak punya sebutan lain?” ARI “Ohh, kalau disini sebutanne ya idiot ngono mbak.”
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
“Nah, apa sih mbak yang mbak ketahui ni mengenai itu mbak?” ARI “Nopo nggeh mbak, nek riyen sebab e niku anu keng nopo perkawinan sedarah nopo niku, bar niku nggeh pernikahan dini, riyen kan nggeh mriki(menunjuk belakang rumah, yang mempunyai keluarga keterbelakangan mental) kan tasek dulur, wingkeng mriku.” ME “Ohh nggeh to mbak?” ARI “Nggeh wingkeng mriku tasek dulur, bar ngoten niku nggeh.. kan riyen niku kan dijodohne ngoten lo, sajakne niku ke jarak e mboten nopo, mboten mboten tebeh ngoten lo. Ora kok kembar tapi modele niku ke koyo wong kembar mbak, modele koyo wong kembar gek lek koyo epek banyu koyo golek rambanan ngono iso tapi nek dijak komunikasi gak iso”. ME “Oo itu terus tanggapan ibuk kalau di desa-desa lain memandang desa Sidoharjo atau Desa Krebet itu sebagi Kampung Idiot, gitu kan mbak banyak yang nyebut kayak gitu, nah tanggapan ibuk dengan julukan seperti itu gimana mbak?” ARI “Nggeh nek saged ke mboten nopo, mboten sah diparingi julukan ngoten niku, nggeh nek saged ke nggeh masyarakate mboten enten sing koyo niku maleh, kan niki kan nate didatengi saking dinas kesehatan kan nek iso nggeh dibrantas sing idiot-idiot niku, makane sak niki wonten enten progam satu bulan sekali nopo nopo ngoten lo nggeh, pengobatan gratis nopo nopo niku, gek tirose damel mencegah penambahan orang yang idiot niku ke nggeh kelahiran sing riyen-riyen ngoten niku”. ME “Dadi nek dengan julukan seperti itu merasa bagaimana?” ARI “Nggeh kurang pas mbak(sambil ketawa) enggeh”. ME “Biasanya pas mbak lagi diluar kayak gitu pernah gak mbak e menerima sindiran, ejekan dari orang lain?” ARI “kalau menerima sindiran belum mbak. Paling-paling yo omahmu karo kampong idiot ngendi? Yowes kono ngono mbak nekku jawab”. ME “Kalau mbak sindiri ni punya atau biasanya njuluki apa sama orang-orang yang mempunyai keterbelakangan tersebut?” ARI “Kalau kulo niku mboten nate nyebut kampong idiot ngoten niku, nggeh nggeh gak pernah”. ME “Kalau julukan pada orangna gitu mbak?” ARI “Nggak ada belum pernah, ndelalah kersanengalah niku nggeh karo wong-wong idiot iku malah pengen mbantu ngono lo mbak, dadi yo gak ndue kroso pegel opo piye ngono.” III. DISKRIMINASI ME “Kalau disini mbak mengadakan yasinan, genduri atau ME
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ARI
ME ARI
ME ARI ME ARI ME ARI ME ARI ME ARI ME ARI
ME ARI ME
Ari
ME ARI
SKRIPSI
selamatan ngoten juga mengundang orang-orang itu atau tidak mbak?” “Sebagian iya sebagian enggak, kalau mayoritas sisni kan kalau genduri cowok, laki-laki kalau yasinan niku kadang iya kadang enggak”. “Biasanya gimana mbak apa diundang secara langsung atau gimana?” “Enggak mbak gak diundang secara langsung, karna takutte nek keluar malem kan ilang, kan dulu juga ernah hilang sampek Desa Mblembem sana”. “Kalau ngundang secara langsung gak pernah ya mbak ya?” “Belum pernah, paling-paling ngasih makanan ke rumahnya gitu”. “Tapi kalau gak diundang tapi dating, ada gak mbak kayak gitu kasusnya?” “Ada banyak, kalau ada orang pengantinan atau apa resepsia apa mesti ada, minta nasia atau minta jajan ada.” “Mbak kalau waktu lebaran itu biasanya mbak juga datang silaturahmi ke rumahya?” “Iya, malah yang idiot itu kesini. Nanti kalau ketem dijalan disuruh mampir, gitu aja”. “Kalau mbaknya langsung ndatengi kerumahnya?” “Belum pernah”. “Kalau rumah sini panen atau butuh orang macul gitu, cari rumput sering gak mbak memperkejakan mereka?” “Ngak nggak pernah, Cuma ngasih panenan apa sedikit sedikit gitu”. “Kalau bagong itu mbak katanya bisa macula tau apa gitu?” “Iya kalau bagong itu kalau gak kerja gak mau dikasih uang gak mau dikasih makan, pokok e pengenne pengen ngewangi kerjo terus njaluk maem, kadang neng ngemper kono nyisik I kayu, nek eneng watu ngono di li-li I di sisihne, mbubuti suket, sak karep e dewe, terus engko njaluk maem, njaluk wedang. Moro ngono ae soalle gak bisa bicara to.” “ Terkadang minta apa buk atau ibuk ngasih kana pa?” “Tergantung minta e, tapi nek dikasih uang gak mau, yo kor maem, mimik, rokok kalau bagong itu.” “Kalau seandainya mereka sakit seperti yang tinggal dibelakang rumah ibuk ini sakit, atau kecelakaan atau lainnya respon ibuk biasanya bagaimana?” “Alhamdulilah orangna itu gak pernah sakit e mbak, kalau dia ngroso rodok mumet ngono mlaku dewe neng pukesmas nyuwun obat ngono, gak pernah sakit”. “Kalau untuk yasinan, genduri itu mereka tetep ikut gak buk?” “ohh iya tetap, tetap ikut.”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME ARI ME ARI ME
ARI ME
ARI
IV.
“Mbak juga sering datang?” “Iya sering sering datang”. “Jadi mereka tetep ikut ya mbak genduri, yasianan itu?” “Iya iya tetep soalle sing jowo kan yo enek mbak, enten sing setunggal, mboten kok minder atau ngeten-ngeten mboten”. “Pernah kah ibuk sendiri melihat mungkin mereka yang penandang mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain gitu?” “Belum belum pernah, alhamdulilah ya belum ada”. “Kalau waktu ada salah satu warga disini yang mantenan gitu mbak, terus mereka datang dan mungkin mendapat perlakuan yang khusus gitu?” “Iya iya pernah, kalau ada yang mantenan gitu mereka kan tiba-tiba datang, ya diperlakukan ya dikasih makanan dikasih snakc dan disuruh duduk dikursi”.
RESPON ME “Kalau mungkin ada orang luar yang menyebut kampong mbak sebagai kampong idiot gitu sikap mbak pada sat ini bagaimana?” ARI “Ya Cuma yo kurang marem lah. Lha nyapo kok ndadak dikek kampong idiot barang ki kan yo sebagian gak semuanya ngono lo maksud e kan Cuma sedikit kok dijuluki kampong idiot, opo peh ne kampong idiot ke terkenal ngono, dulu kan belum ada kampong idiot kan belum terkenal terus dijuluki itu kan terus semua bantuan kan meluncur kesini gitu lo. Apa karna itu ya gak tau”. ME “Mbak punya pengalaman apa mbak terkait mbak tinggal disini gitu?” ARI “Pengalamanne nggeh ditangkleti nopo, daleme pundi kaleh kampong idiot? Nggeh termasuk e lo nggen kulo termasuk e la nggen kulo ler e ae kok”.(Tiba-tiba ibuknya mbak ini mengantarkan the panas dan singkong goring). ME “Terus mbak langsung gimana respon jawab e lagi?” ARI “Lha jawab e kan wong ngge takok: lha nyapo nggonmu kok yo dijuluki ngono? Lha yo gak ngerti wong duwuran iku, yo ra ngerti pengen piye, paling yo pengen desone iki pengen maju gek modelle ngono yo ra ngerti. Kan mayoritas kalau ada penyuluhan apa yang dituju kan yang idiot.” ME “Kalau dilihat dari aspek ekonomi mbak orang-orang yang mempunyai keterbelakangan seperti itu melihat dari pekerjaan mereka, keluarga mereka secara ekonomi gimana mbak?” ARI “Yo kekurangan mbak, yo soalle seumpama yang kerja satu yang cacat mental dua kan yo kekurangan sangat kekurangan. Misal e hasil le sedino telong puluh y owes ngge mangan mbendino ngono kui mbak yo kekurangan masalah ekonomi.Nggeh kulo akoni mawon teng pundipundi teng kidul kan mayoritas satu keluarga satu tuna niku,
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME ARI ME ARI ME
ARI
ME ARI ME ARI ME ARI
ME
ARI ME ARI ME ARI ME
ARI
ME
SKRIPSI
sing nambut damel naming setunggal, nek masalah ekonomi sangat kurang mriki niku sing cacat mental niku lo.” “Tapia da yang bisa dan mau kerja kan mbak?” “Iya ada kalau daerah sidowayah banyak. Macul tarek-tarek nopo-nopo”. “Biasanya mereka disuruh atau nyari kerja sendiri?” “Disuruh. Kan nggak bisa ngomong”. “Kalau dari aspek sosial ni mbak, mungkin bagaimana mereka ngobrol berhubungan dengan masyarakat lain yang normal bagaimana mbak?” “Mereka itu pakai bahasa isyarat mbak, iya bahasa isyarat, saumpama nek perlu nggeh Tanya nek mboten perlu nggeh mboten. Kadang kan sing tangklet nggeh sing anu niku”. “Hubungan dengan masyarakat yang normal itu bagaimana mbak?” “Ya mayoritas mbak kadang nggeh wonten sing nyaci maki sing mboten seneng ngoten niku ki.” “Seperti apa mbak biasanya?” “Yowes ngelok-ngelokne mandak . . . wes neng kono ae wes ra sah amor wong-wong ngene iki. Mayoritas mbak.” “Mereka pernah memberikan julukan-julukan gitu mbak?” “Nek julukan niku mboten enten, paling nggeh ngoten niku, bab-bab ngoten niku. Mandak koyo ngono ae kerjone piye…kadang kan ngenyek ngoten niku lo. Mboten nek koyo njuluki iki ke wong ngene ngoten niku mboten. Kula dereng miring”. “Kalau dari aspek politik mbak mungkin waktu pemilu atau pilkada gitu mereka masuk dalam DPT atau tidak mbak biasanya?” “Masuk, tapi nggak milih, kan nggak bisa”. “Nggak ada pendampingan dari panitia atau keluarganya mbak mungkin?” “Nggak. Didata tapi nggak bisa milih.” “Kalau pemilihan kepala desa gitu mbak?” “Sama, pokok e nek gak bisa kesana yo wes teng ngriyo ae”. “Kalau mbak sendiri ni sebagai warga disini memperlakukan orang yang keterbelakangan dengan mereka yang normal itu seperti apa mbak?” “Nek kula niku sami mawon kok mbak, mboten kok dibedo. Nggeh kados nek nyopo-nyopo tiyang biasa ngoten, nggeh mengke nek butuh nopo ngoten nggeh kulo sanjangi, engko lek butuh ngene-ngene engko rinio yo, ngono mbak. Biasa kulo niku mboten kok memperlakukan khusus nopo mboten, sama-sama.” “Emm kalau mbak sendiri ini, pernah gak mbak tiba-tiba tetangganya tersebut sakit dan mungkin mengantarkannya ke rumah sakit gitu?”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ARI
ME
ARI
ME ARI
ME ARI
ME ARI ME ARI
ME ARI
SKRIPSI
“Gak pernah mbak, paling ngasih saran gitu, tapi terkadang keluarganya menolak, wes berobat jalan neng omah ae. Ya mungkin karna biayanya juga mbak”. “Kalau menurut mbak sendiri ni, kepedulian perangkat desa sendiri terhadap warganya yang keterbelakangan mengenai kesehatan para penyandang gimana mbak, seperti mungkin sampek membawanya ke rumah sakit begitu, menurut mbak seperti apa?” “Ya,,kurang mbak, seharusnya ya begitu, tapi sini juga banyak yang gak dapet Jamkesmas lo mbak, yo seharus e didata maleh, yo mesakne sing un sepuh-sepuh niku nek saumpamane sakit keras ngoten kan mboten saged mbeto teng rumah sakit perkorone kan mboten gadah biaya ngoten niku ngeh. . . adate ngoten niku lo mbak mriki ke sing gadah niku ke mboten sedoyo arang kading nek sing ndue niku, mriki niku mboten sedanten lo salak mboten angsal”. “Kalau yang untuk warga yang keterbelakangan ya pasti ada ya mbak sepengetahuan mbak?” “Duko nggeh mbak neng wingkeng mri ke(menunjuk belakang rumah salah satu penyandang) sing cacat kaleh dereng angsal lo mbak, dereng gadah Jamkesmas, gek niki ke di usulne teng bidan praktek niku ke diusulne, kan KTP nopo kan dereng angsal gek dereng masuk KK nopo pripun ngoten lo, niki diusulne mogo-mogo saged ngoten”. “Lha menurut mbak sendiri ini respon perangkat sendiri seperti apa mbak, mengenai kasus-kasus seperti ini?” “Ya, kurang mbak, nek mriki ke sing mines-mines niki lo ya harus diperhatikan mbak, saumpami rondo anak e wes cacat gek ora iso kerjo, nek riyen niku satu bulan niku dikasih bantuan tapi kok yo mandek ngoten lo”. “Tapi kalau untuk bantuan garam yodium dari Dinas Kesehatan masih rutin diperoleh kan mbak?” “Garam niku ta? Nggeh niku rutin niku satu tahun sekali niku mbak”. “Bantuan apalagi mabak yang rutin selain garam ini?” “Ndak ada, ndak ada. Dulu itu apa satu bulan sekali itu kayak susu, roti, biscuit kayak gitu lo. Tapi sekarang nggak ada.” “Kalau untuk pengobatan gratis gimana mbak?masih rutin kah?” “Dulu itu ada dari mahasiswa IKIP Madiun belum lama ini, niku ada pengobatan gratis selama seminggu, di balai di Sidowayah itu, ya yang dapat undangan aja, yang gak dapat ya gak bisa, rumah ini pernah dapat sekali dulu.”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :Pihak Keluarga (Dari Retardasi Mental) Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 12:02 WIB Kode Informan :ME Kode Interviewer :TIN I. IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) :TIN 2. Alamat :Dukuh Karangsengon, Desa Sidoharjo 3. Usia :23 Tahun 4. Jenis Kelamin :Perempuan 5. Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga 6. Riwayat Pendidikan :SDN 4 Sidowayah 7. Jumlah Keluarga :2 orang yang Retardasi Mental HasilObservasi Kondisitempatwawancara Wawancara dilakukan di rumah informan di ruang tamu dengan menggelar tikar dibawah. Pada saat wawancara berlangsung beliau sedang bersama anaknya. Selang beberapa menit ibu informan ikut bergabung dengan wawancara kami, namun begitu beliau tidak banyak mempengaruhi jawaban informan. Di ruang tamu tidak terlihat barang-barang elektronik seperti TV atau apapun, hanya terlihat dua kursi, satu meja dan dampar. KeadaanInformansecaraumum Informan adalah seorang ibu rumah tangga yang telah menikah muda yang sekarang dikaruniai seorang anak perempuan berusia tiga tahun. Beliau tinggal bersama ibu, anak dan kedua keluarga perempuan informan yang keterbelakangan mental, sedangkan suami beliau bekerja sebagai buruh bangunan di Jakarta sudah sekitar tiga bulan. PerilakuInformansecaraumumpadasaat Informan tidak banyak bicara, yang interview terkadang sangat sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan pada saat
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
wawancara berlangsung. Beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti sangat simple. Sehingga bisa dikatakan informan kurang komunikatif saat wawancara.
II. ME TIN ME TIN ME TIN ME
TIN ME TIN ME TIN ME TIN TIN III. ME TIN ME
SKRIPSI
STIGMATISASI “Mbak apa yang mbak pahami mengenai keterbelakangan mental, seperti kasus yang dialami keluarga mbak ini?” “Opo. .Opoya. . .Mboten sumerep lo kula ke, nopo nggeh”. “Nopo mbak sak ngertine mbak niku nopo ngoten mawon”. “Koyo budhe neniki to?” (menunjuk putrid beliau) “Nggeh”. “Nopo nggeh, nggeh kurang gizi ngoten sak ngertos kula”. “Kan tiyang njawi niku njuluki desa niki Kampung Idiot, nopo julukan sing kurang penak di rungokne ngoten mbak, pripun pendapat mbak?” “Eemm…Yo mosok men ngono, dijuk i kampong idiot, nopo nggeh (sambil ketawa halus) nggeh kurang penak mbak, di miringne kados nduusuun ngoten”. “Nek wongn jobo niku mandang keluarga mbak sendiri pripun mbak?” “Nggeh, kasian ngoten mbak dilok e. Kados budhe ne niki” (sambil mengelus rambut putrinya). “Nggeh”. “Pernah kan mbak, bulek e adek ini koyo disinder, dicelok jeneng sing kurang penak dirungokne ngoten, pernah mbak ngalami kejadian kados ngoten?” “Kadang-kadang nggeh, dijuluki peko‟, budge ngoten. Kan nggeh terah sudho rungon ta mbak”. “Nek koyo‟ perlakuan sampek di kongkon ngaleh, pas arep nyedek neng mantenan atau pas arep melu wong ngumpul ngoten pernah gak mbak?” “Duko nggeh, nek sak ngerti ku gak pernah mbak”. DISKRIMINASI “Nek koyo acara-acara 17.an lomba-lomba ngoten pernah ikut atau diikutkan gak mbak?” “Mboten, mboten”. “Nek mbak sijem (keluarganya yang retardasi mental), sakit atau kenapa gitu, pripun tonggo-tonggo dekete mriki mbak, koyo mung ditumbasne obat nopo diterne teng Pukesmas ngoten mbak?”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN IV. ME
TIN
ME
SKRIPSI
“Mboten, mboten mbak. Nek sakit nggeh kadang teng Pukesmas piyambak”. “Neng teng Pukesmas ngoten niku, kaleh sinten mbak? Diterne tonggo, nopo keluarga mriki?” “Nggeh keluarga mriki mbak. Tapi juarang sakit lo mabk nikuke”. “Oalah nggeh, emm, nek perangkat pripun mbak? Pernah di gawakne teng rumah sakit ngoten mbak, mungkin mboten budhe Sijem niki sing wong liyone mungkin mbak?” “Mboten, mbotennate. Nek wong liyo nggeh mboten nate ngertos mbak”. “Nek mriki niki taseh ikut yasinan ngoten mbak?” “Nggeh tumut bapak e, mriki nggeh yasianan”. “Nek mriki yasinan sing dugi katah mbak?” “Nggeh katah, katah mbak”. “Nek PEMILU ngoten niki budhene niki taseh terdaftar jadi pimilih nopo mboten mbak?” “Pernah, pernah disukani riyin niko, riyin nggeh pernah di kawal ngoten, tapi nggeh mboten saged mbak nek sak niki, ringin pernah milih tapi duko bener nopo mboten”. “Sing ndampingi sinten mbak?” “Nggeh keluargane mriki.” “Pernah di kongkon tanggane kerjo ewang-ewang nopo ngoten mbak? Pipil jagung nopo oncek jagung ngoten mbak?” “Nek riyen nggeh pernah di kongkon mendhet toyo riyen, nek sakniki mboten, wonten sanyo punan. Paling teng Pukesmas mriku nyapokne latarre.” “Oalah nyapu teng mriku?” “Nggeh”. “Nek nyapu ngoten niku biasane dikasih nopo mbak?” “Kadang nggeh yotro ngoten, teng bu Ipin mriku”. RESPON “Iki mbak maaf ya mbak, nek Lek Sijem niku diceluk Peko‟, goblok nopo-nopo ngoten, pripun reaksi keluarga nopo mbak piyammbak ngoten nopo Lek Sijem niku pripun?” “Biasa mawon mbak saking pun kulino, kadang nek tiyangge miring ngoten kadang nggeh nesu, ngamuk biasane, nguuumengg mawon, ngremeng ngoten”. “Respon mbak gimana nek bulek e niki diperlakukan oleh masyarakat mriki bedho, dijuluk-juluki ngoten niku, arep milih pas pemilu yo gak enek pendampingan, nak hal-hal koyok ngoten niku pripun mbak?”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN ME TIN
SKRIPSI
“Pripun nggeh emang keadaane ngoten niku, terbatas yowess mbak, biasaae”. “Nah mbak nek Desa Sidoharjo niki terkenal sebagai Kampung Idiot ngoten niki, respon mbak pripun? Pendapat mbak pripun?” “Pripun nggeh. Sakjane niku nggeh isin ngoten mbak, dijuluki kampong idiot ngoten mbak”. “Nek harapane niku nopo tetep dijuluk i kampong idiot, ben akeh sing mbantu nopo ngoten mbak?” “Nggeh mboten mbak sakjane, harapanne nggeh ilang julukane”. “Nek kinerjane perangkat menurut mbak pripun pun sae nopo dereng?” “Nggeh pun sak jane. Pun wonten perkembanganne”. “Nek riyen pripun mbak emangnge?” “Nggeh kaleh riyen sak niki pun luweh apik kepedulianne”. “Kan bulek e wau pernah dijuluk I sing kurang menak sering nggeh mbak koyo peko‟, budge ngoten niku?” “Nggeh sering, sering mbak.” “Nah, respon mbak saat ndilok kejadian niku pripun mbak?” “Nggeh nopo nggeh, nggeh ngalah ngoten mawon, kann ngeselne to mbak, mboten kadang-kadang niku pripun nggeh, niku ke mboten nyadar nek mriku niku terbatas ngoten. Nggeh kados wong normal ngoten niki nek di anu nggeh mboten purun”. “Pernah main tangan ngoten mbak?” “Mboten mboten nate, nggeh ngremeng ngoten mawon mbak”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :Masyarakat Desa Sidoharjo Tanggal/Waktu interview : 17 Oktober 2015/Pukul 12:27 WIB. Kode Informan :ME Kode Interviewer :IIM I. IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) :IIM 2. Alamat :Dukuh Karangsengon, Desa Sidoharjo 3. Usia :50 Tahun 4. Jenis Kelamin :Perempuan 5. Pekerjaan :Ibu Rumah tangga 6. Riwayat Pendidikan :SDN 3 Krebet Hasil Observasi Kondisi tempat wawancara
Wawancara dilakukan di ruang tamu rumah informan yang sangat luas. Pada saat peneliti datang hanya ada suara TV yang ada di ruang tamu. Informan berada di belakang. Wawancara berlangsung sangat baik, karena keadaan rumah beliau pada saat itu sepi hanya ada suara TV yang menyala. Keadaan Informan secara umum Informan adalah seorang ibu rumah tangga dengan dua orang putra dengan satu orang putrid, informan terkadang juga membantu suaminya di sawah. Pada saat peneliti datang ke rumah informan, informan sepertinya dari sawah. Saat wawancara berlangsung ibuknya sedikit kurang komunikatif, mungkin karena usia juga. Perilaku Informan secara umum pada Pada saat wawancara berlangsung saat interview informan pada awalnya sangat bingung dengan kedatangan peneliti, setelah sedikit peneliti jelaskan maksud dan tujuan datang ke rumah beliau, akhirnya beliau sedikit mengerti dengan kedatangan peneliti. Kemudian wawancara dapat berlangsung dengan komunikatif, walaupun tidak dengan waktu yang lama.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
II.
SKRIPSI
STIGMATISASI ME “Apa sih yang ibu ketahui tentang keterbelakangan mental seperti apa yang terjadi disebagian masyarakat sini ini buk?” IIM “Nopo nggeh mbak(ibunya sedikit bingung menjawabnya), neng mriki niki nggeh tiyang miskin ngoten mbak sing disuwun-suwunne bantuan. Mboten saged ngomong, tangan kaleh sikille niku nopo nggeh, tekor ngoten. Kadang-kadang nggeh mboten saged ngomong bisu ngoten niko.” ME “Kan mriki niku dijuluki maaf nggeh buk Kampung Idiot ngoten nggeh buk, nah tanggapanne ibuk kaleh julukan niku pripun buk?” IIM “Nggeh mboten sekeco, nggeh radii sin ngono mbak” ME “Ibuk mempunyai julukan tertentu gak buk kepada salah salah maaf penandang disini gitu buk?” IIM “Mboten, nggeh kadang niku mriki niku tiyangnge katah wonten lare kadang niku nyuwun nopo ngoten kadangkadang nek mboten disukani niku nesu kadang niku larelare niku, ndang gek diweh i gek ngaleh. ngoten mbak ngoten niku mbak paling”. ME “Pernah gak buk ibuk mendengar mungkin tetangga ibu, atau keluarga ibuk mungkin mendengar panggilanpanggilan tertentu yang kurang menyenangkan untuk warga penyandang gitu buk?” IIM “Nggeh wonten mawon miring mawon”. ME “Pripun buk, kadang dijuluk I nopo?” IIM “Nggeh ngoten niku, pamane mriki wonten tiyang mriki ngoten, ngeten mbak wong goblok bolak-balik njaluk ae diweh ora ngaleh ngoten. Kan Painah niku lo mbak Sidowayah niku sampean pun ngertos? Niku mbendinten mriki mawon nyuwun, pun disukani nopo nek dereng disukani glepung gaplek lebut niku tasek nyuwun mawon”. ME “Seandainya ibuk dolan teng desa liyo ngoten buk teng Ponorogo nopo teng nggenne sederek e ngoten niku di takok-takoki soal kampong idiot nopo pripun soal asal le ibuk ngoten pernah buk?” IIM “Nggeh pernah mbak.” ME “Pripun buk biasane?” IIM “Dalemme njenengan niku pundi? Krebet. Terus Krebet niku kaleh Sidowayah celak? Kaleh Sidowayah niku triose katah tiyang idiot, ngoten niku neng nangkleti ngoten niku”. ME “Terus ibuk e jawab e pripun?” IIM “Nggeh nek kaleh nggen kula tebeh ngoten mawon.” ME “Terus tangklet-tangklet nopo maleh buk?”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
“Nggeh ngoten niku pammine nangkleti, karo kampong idiot nggonmu iku ngenti. Nggeh tebeh sing katah niku tasek nuanjak maleh. Kan kreteg ndawe niku nuanjak to mabk, ler re Dusun Sidowayah ngoten jawaban kula”. III. DISKRIMINASI ME “Seandainya mriki enten hajatan, nopo yasinan nopo selamatan genduren, niku ngundang tiyang sing niku maaf penyandang nopo mboten buk?” IIM “Mboten. Mboten “. ME “Kadang niku neng tiyangnge moro mriki sakarep e, mboten dikengken ngoten pernah buk?” IIM “Nggeh pernah. Kadang niku mecele kayu, niku mbantu, namine Bagong niku. Urug-urug. Nek pun rampung mengke nyuwun arto kaleh ewu”. ME “Nggeh jelas njaluk rong ewu ngoten buk?” IIM “Nggeh, ngoten(sambil mempraktekkan dengan ibu jari angka 2).” ME “Nek tetanggane ibuk sing keterbelakangan niku sakit, nopo kecelakaan kenek musibah ngoten, nopo sing ibuk lakukan biasane?” IIM “Nggeh paling maringi arto mawon mbak”. ME “Nek mungkin masyarakat liyane nggeh arto buk biasane, sak ngertose ibuk?” IIM “Nggeh kadang-kadang nggeh mboten mbak, kan niku nek sing masyarakat lintune niku mboten. Nggeh enten sing maringi enten sing mboten maringi nopo-nopo. Nek wancine panen nopo ngoten kadang nggeh maringi. Usum jagung nggeh maringi jagung, usum gaplek nggeh maringi gaplek teng wong idiot ngoten niku nek mriki”. ME “Buk, nek keluarga sing mempunyai anggota keluarga sing keterbelakangan niku taseh sering ngadakne yasinan, nopo hajatan nikahan nopo ngoten buk?” IIM “Nggenne tiyang idiot niku?” ME “Nggeh, ibuk sering dating nggean?”. IIM “Nggeh tasek, kula nggeh gadah sederek ler re mbak lis mriko(nunjuk kearah barat) niku lo, ler mushola niku sederek kula, niku nek sekolah pun wancine lulus SD kelas sekawan mawon. Ngomong mawon. . .huruf mawon sakniki mboten tek paham.” ME “Ibuk nek wonten hajatan, nopo undanagan hajatan ngoten teng nggen ne tiyang yang keterbelakangan nggeh dugi buk?” IIM “Ngeh dugi”. ME Sing dugi nggeh kathah buk?” IIM “Nggeh kathah”. IV. RESPON ME “Nek wonten tiyang sing nyinder nopo njuluki IIM
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
IIM ME IIM
ME IIM ME
IIM
ME
IIM
ME IIM
ME IIM
ME
SKRIPSI
masyarakat sing keterbelakangan niku sing kasar nopo mboten penak niku, respon nopo tanggapan ibuk secara langsung ngoten pripun?” “Nggeh sering mbak ngoten niku”. “Ibuk langsung nanggepi pripun, ngomong nopo buk?” “Hee. . . kowe opo seneng nek koyo ngono kui, ora iso omong iku yo pawaue sing kuoso kok, kula nggeh ngoten. Kan leres ta mbak, tiyang ngoten niku nek. . . prayo isin to mbak”. “Ohh ngoten nggeh buk, njenengan”. “Nggeh, kowe opo gelem nek koyo kui, ngoten”. “Nek respon ibuk wong liyo njuluki desa ibuk kampong idiot ngoten pripun tanggapanne nopo responne ibuk ngoten pripun?” “Tanggapan kulo nggeh ngoten. Nek tikakok I, tiyang Sidowayah niku kok kathah sing idiot ta bu, niku nopo sakeng..,.nopo niku nek mriku niku ngaranine dayangngan. Wong Sidowayah niku opo dayangnge okeh sing bisu? Ngoten. Nanggap kulo nggeh ngoten, nggeh duko kula mboten ngertos, niku nggeh mboten sak Sidowayah niku idiot ngoten. Kadang-kadang niku sak keluarga kaleh mbak sing idiot”. “Nek saking ekonomine tiyang-tiyang penyandang niku pripun buk? kan wonten sing saged nyambut danel, koyo Bagong ngoten niku.” “Nggeh wonten. Nggeh kurang mbak. Nek sing kados Bagong niku tunggale kaleh mbak iso nyambut damel, nggeh podho mboten saged ngomong disukani nggeh dimaem mboten disukani nggeh empun ngoten. Nek Bagong niku maem e teng pundi mecel kayu nopo ngusungngi lemah damel urug jogan, nglumpukne kayu, mbenteli kayu gek mengke diparingi kopi diparingi maem diparingi arto, bayare niku nyuwunne mung kaleh ewu ndudeng ngeten(sambil mempraktekkan dengan jari) niku Bagong niku”. “Emm, ngoten niku ndadak dikengken rumiyen nopo sakkarep e dewe buk?” “Yo nek didudoi kadang nesu lo mbak, mengke nek saumpamine mriki mbangun gek nopo niku kan wonten to pasir sing . . .Bagong niku ngirek pasir, nek Bagong mboten wonten nek diganteni liyone niku Bagong nggeh nesu. Mergi sak rampunge niku Bagong”. “Nek hubunganne kaleh masyarakat pripun buk neng teng masyarakat niku?” “Nek mriki niku nggeh mboten anu…, pokok e omongane niku nggeh penak nggeh saleng membantu mbak”. “Nek pemilu ngoten niku tasek masuk DPT buk,
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
IIM ME
IIM ME IIM
SKRIPSI
masyarakat sing ngoten niku?” “Nggeh mboten”. “Nek ibuk piyambak niku nek memperlakukan tiyang atau masyarakat sing normal kaleh sing mboten normal sing keterbelakanagn ngoten pripun buk, di anggep podo kaleh sing normal nopo pripun buk?” “Nggeh sami mawon, tapi nggeh benten”. “Nopo buk contoh e niku sing menurut ibuk dibenten?” “Nek sing idiot niku neng wonten acara nopo mboten saged nglampahi, tapi nek sing tiyang normal ngeten niki kan nek mboten enten halangan saged nglampahi ngoten to mbak”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori Tanggal/Waktu interview Kode Informan Kode Interviewer I.
:Tokoh Masyarakat :23 Oktober 2015/Pukul 10:15 WIB :ME :WAR
IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) 2. Alamat 3. 4. 5. 6. 7.
:WAR :Dukuh Klitik, Desa Sidoharjo RT.08/RW.02 Usia :46 Tahun Jenis Kelamin :Laki-laki Jabatan di Desa :Modin Pekerjaan :Riwayat Pendidikan :- SDN 1 Tanjung Rejo, Kec. Badegan
Hasil Observasi Kondisi tempat wawancara
Wawancara berlangsung di Balai Desa, diruang tamu, pada saat itu banyak para pekerja yang sedang pasang terop, karena hari minggunya tanggal 25 Oktober 2015 Balai Desa mau mengundang anak-anak yatim Piatu. Tidak banyak para pegawai dsa yang berada di Kantor, beberapa telah sibuk menyiapkan acara untuk hari minggu tersebut. Disana mungkin hanya terdengar suara-suara martil para pekerja disitu. Keadaan Informan secara umum Informan adalah ayah tiga anak yang berasal adari Kecamatan Badegan, Desa Tanjung Rejo yang menikah dengan orang Desa Sidoharjo yang semenjak menikah tinggal di Desa Sidoharjo yang sekarang menjadi seorang modin dan dulu juga pernah menjadi pengurus RKS(Rumah Kasih Sayang). Informan pada saat itu sedang berada di kantor. Orangnya sangat terbuka dan salah satu orang yang sering berhubungan dengan warganya yang mengalami keterbelakangan mental. Perilaku Informan secara umum Secara umum Informan sangat terbuka pada saat interview serta pada saat wawancara berlangsung sangat komuniatif dan menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti dengan lancar.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
II. STIGMATISASI ME “Yang bapak ketahu tentang keterbelakangan mental atau Retardasi Mental itu apa sih pak?” WAR “Sebenarnya yaa, terutama yang penderita dari sini disebabkan oleh kekurangan yodium kurang gizi itu yang tapi kalau yang istilahnya dari perkawinan sedarah sini sebetulnya gak ada yang disebabkan oleh perkawinan sedarah itu gak ada”. ME “kalau menurut bapak sendiri itu sebenarnya penyakit atau apa sih pak?” WAR “Sebetulnya itu adalah penyakit menurun itu ciri-cirinya orang yang penderita itu kekurangan mental, mentalnya lemah, seperti diajak komunikasi lemah, variasi mbak itu yang jenis kekurangan cacat mental itu sendiri kan banyak sebetulnya. Sulit diajak komunikasi yang jelas itu selain itu memang nopo niku nggak ada yang diajak bekerja itu ada tapi yang sama sekali nggak bisa diajak bekerja ya ada, kana da yang ringan ada yang sedang, ada yang berat gitu kelas-kelasnya penyandang cacat itu seperti itu.” ME “Kalau menurut bapak ini mengenai label Desa Sidoharjo sebgai kampong idiot ini pendapat bapak seperti apa?” WAR “Ya sebenarnya dari kalau saya sendiri ya nggak masalah mbak, memang yo kondisinya seperti itu, memang waktu dulu itu kan ada julukan itu kan memang ada salah satu LSM yang masuk yang memang dalam satu dukuh itu banyak sekali yang menderita tapi itu seumuran tahun 90.an keatas yang masih muda itu ada tapi yo nggak banyak paling-paling satu dua gitu aja yang masih umur muda, tapi rata-rata yowes umur 30 keatas yang mengalami pendrita itu”. ME “Dengan julukan seperti itu gimana pendapat bapak?” WAR “Ya kalau saya sendiri yo nggak istilahna malu atau apa enggak, terah memang keadaannya yo seperti itu apa boleh buat gitu kan”. ME “Kalau seandainya pas bapak rapat atau mengadakan pertemuan dengan orang di luar desa ini kadang julukan apa yang pernah bapak terima?” WAR “Saya sendiri juga menyadari, bahwa terah memang desa ini terah memang kondisinya seperti itu saya pun sudah biasa mendengar kata-kata seperti itu saya nggak istilahnya merasa malu atau apa saya sendiri juga gak punya keluarga idiot saya sendiri Cuma yang biasa jadi pengurusnya untuk menangani anak-anak itu, ya kalau nggak ada yang mengurusi kan yo istilahnya kan yo mesakne banget gitu lo mbak sama orang-orang seperti itu kalau nggak ada yang istilahnya punya jiwa sosial untuk mengurus orang-orang seperti itu, jadi nggak ada rasa malu”. ME “Bagaimana sih pak orang luar itu memandang desa ini?” WAR “Kalau se lingkup kecamatan sudah tahu sendiri yo ndak istilahnya ndak merasa apa-apa, kan bukan hanya Desa Sidoharjo saja yang ada penderita itu hamper rata-rata semuanya ada setiap
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
desa pasti ada yang punya penderita seperti itu tapi yang paling banyak memang dari Desa Sidoharjo sama Krebet untuk Kecamatan Jambon itu. Saya rasa kalau kecamatan-kecamatan lain mandang desa ini sudah biasa mbak karna selalu…seperti RKS itu kan yang di Desa Krebet itu kan meliputi tiga kecamatan seperti kecamatan Balong, jambon, Badegan itu kan sebenarnya mempunyai suatu LSM yang untuk mengurusi anak-anak penderita itu tapi sampai sekarang itu sudah ndak di berfungsikan sama lembaga sana, istilahnya kalau sekarang sudah tidak kalau ada apa-apa gitu sudah ndak memanggil dari desa lain itu akhirnya putus hubungan dengan RKS yang ada di Desa Krebet. Sebenarnya itu RKS rumahnya orang-orang idiot se Kabupaten Ponorogo tapi akhirnya kan dari lembaganya situ seakan-akan di Krebet itu dimiliki sendiri akhirnya kan putus hubungan sebenarnya dulu pas baru-barunya itu kan semua bantuan lewatnya RKS itu, Rumah Kasih Sayang yang didirikan oeh bapak menteri sosial dulu kan mbak itu. Kalau saya sendiri memandang kalau ada kecamatan lain terah memang keadaannya gitu saya sendiri ya gak gimana-gimana, istilahnya kok malu atau gimana saya nggak malu malu”. ME “Bapak pernah menemui kejadian orang yang keterbelakangan itu dipanggil dengan panggilan yang mungkin bukan namanya, panggilan lain julukan gitu pak?” WAR “Saya sendiri belum pernah melihat mbak dan belum pernah menjumpai orang yang menanyakan masalah panggilan yang istilahnya yang jelek itu mbak, selama saya mengurus itu dulu ngak pernah mendengar panggilan yang jelek atau apa, ya paling ya kalau panngilannya orang-orang disekitar sini paling yo namanya atau julukannya itu aja”. ME “Misalnya apa pak?” WAR “Ya seperti umpamanya namanya Nardi tapi dipanggil Bagong karna memang panggilannya tiap hari ya gitu. Tapi kalau nama di identitas sebenarnya kan bukan itu”. ME “Kalau misalnya bentuk perlakuan pak, misalnya saat diacara hajatan atau apa gitu pak, mungkin dispesialkan atau dikhususkan gitu?” WAR “Ya kalau itu sudah tidak asing lagi mbak ya tetap dihormati mbak ya kalau di wilayah sini karna itu ya memang yo penderita mau tidak mau diapa-apakan yo warga kita sendiri jadi suda tidak diasingkan tidak mbak, walaupun ditempat hajatan ya tetep disamakan dengan undangan yang lain”. III. DISKRIMINASI ME “Kalau seandainya lomba atau apa gitu pernah nggak pak seperti 17.an dilibatkan gitu?” WAR “Kalau sampek sekarang belum ada belum melibatkan orangorang seperti itu. Kalu melibatkan orang-orang seperti itu ya harus punya, harus punya orang yang ahli dalam pengelolaan orangorang yang seperti itu, soalnya kan penderita sini kan variasi ada
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME WAR
ME WAR
ME WAR ME WAR
ME WAR
ME
WAR
ME
WAR
SKRIPSI
yang ringan ada yang berat ada yang sedang kalau itu nanti kalau dilibatkan kan perlu ahli yang bisa menguasai orang-orang yang menguasai orang-orang yang seperti itu”. “Kalau Rumah Kasih Sayang itu kan adanya di Krebet pak, nah warga penyandang sini masih ada yang ikut kesana pak?” “Untuk sementara ini sudah tidak dilibatkan di RKS itu mbak, akhirnya dari desa sendiri ya mengupayakan untuk membina warganya sendiri-sendiri gitu mbak. Ya umpama ada bantuan itu ya kita menyalurkan ke penderita yang khusus desa sini gitu aja mbak”. “kalau yang di Krebet itu sendiri masih jalan ya pak RKSnya?” “Masih-masih, tapi jalannya seperti apa saya sudah ndak tahu, sudah lam tidak ikut mengurusinya. Saya sendiri sudah ndak begitu paham”. “Kalau sini bentuk-bentuk pelatihanna seperti apa ak?” “Untuk penyandang disini?” “Iya”. “Belum-belum ada mbak, biasanya dulu ya pas waktu masih gabung dengan RKS itu, sebenarnya ya ditawari ndak ada yang berangkat orang-orang penderita itu. Biasanya takut mbak orang itu, takut atau malu biasanya kalau diajak pertemuan, sedangkan itu saja kalau ndak didampingi keluarganya itu, ada pertemuan di RKS itu yo nggak mau, kalau sama orang lain itu yo nggak mau harus ada keluargana yang mendampingi gitu”. “Kalau bapak sendiri ini, kalau seandainya ada keluarga penyandang yang sakit atau apa apa yang bapak lakukan ini?” “Ya, harus menolong orang yang sakit itu dulu mbak, masalah biaya nanti bisa dikoordinasikan dengan desa atau lingkungan gitu mbak. Kalau mungkin keluarganya gak ada yang mengurusi gitu lo mbak. Jadi pertama ya nanti ya nanti dsa yang menangani itu mbak. Biasanya ada laporan dari lingkungannya mbak kalau ada yang sakit, langsung lapor ke Pak Wo atau Pak RTnya, kalau memang orang itu sangat membutuhkan tetangga, tapi kalau yang penderita itu keluarganya ada yang mampu ada yang istilahnya ada yang mau berkorban untuk saudaranya biasanya ya diurusi oleh keluarganya sendiri”. “Bapak sendiri punya pengalaman gak pak, ada tetangga atau warga penyandang yang sakit terus bapak bawa ke pukesmas atau kerumah sakit gitu?” “Untuk sampai saat ini belum, belum pernah mbak dan belum pernah mendengar sakit. Biasanya kan penderita-penderita itu cuma sakit-sakit ringan yang sampek sementara niki yang penderita yang serius nggak ada mbak, kadang-kadang ada yo sudah tua gitu ya memang sudah tua itu”. “Kalau keluarga penyandang itu masih ikut atau masih mengadakan yasianan atau genduri selamatan kayak gitu nggak pak?” “Masih mbak, masih”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME WAR ME WAR ME
WAR
ME WAR ME WAR
IV. ME WAR
ME WAR
ME WAR
SKRIPSI
“Bapak juga sering datang?” “Iya mbak, sering”. “kalau mau pemilu kayak gitu pak, para penyandang masih dimasukkan di DPT pak?” “Masih mbak, walaupun itu orang bisa memilih atau enggak itu tetap dimasukkan karna bagaimanapun dia juga punya hak pilih”. “Kalau KPUnya melakukan pendampingan untuk warganya yang keterbelakangan untuk milih ke sana ke TPU gitu, ada rencana pak?” “Ada mbak, itu tiap pemilu pasti ada mbak, istilahnya pendampinagan kalau memang yang masih bisa dan masih mau memberikan hak suaranya itu TPS maupun KKPS siap membantu, kadang-kadang ya langsung dikunjungi kerumahnya gitu mbak suruh menyoblos di rumahnya gitu kalau ada yang minat terus nggak bisa datang ke KPS”. “Jadi gak apa-apa pak kalau surat suaranya dibawa ke rumahnya gitu?” “Nggak papa itu kan disaksiakan sama saksinya dan KKPSnya mbak”. “Diajari nyoblos ini yang ini, itu paham pak nanti?” “Ya, tinggal yang milih itu penderita yang seperti apa gitu mabk, kalau memang orang yang penderita buta gitu yak an ada alatnya untuk memilih, kalau penderitanya itu nggak bisa apa-apa itu biasanya ya ditunjukkan gitu aja disuruh untuk memilih sendiri gitu kan disaksikan dengan angota-anggota KKPS saksinya gitu”. RESPON “Disaat bapak ke kampung halamannya bapak, pernah gak ditanya-tanya mengenai tempat tinggal bapak sekarang?” “Alhamdulilah saya belum pernah, soalnya kalau kampoung saya ini kan bersebelahan, sudah tahu persis keadaan daerah sini, memang seperti itu sudah sama tahu kan mbak, biasanya ya kadang-kadang mau tanya ya istilahnya yang gak enak sendiri gitu kemungkinan.” “Tanggapan bapak keluarga seperti itu dari aspek ekonominya itu gimana pak?” “Yowes rata-rata para penderita itu aspek ekonominya kurang ya orang-orang yang min memang mbak. Yowes rata-rata ya seperti itu. Masalahnya ya kan penderita itu memang kan dulunya memang kekurangan zat atau gizi atau kurang zat yodium itu tadi. Akhirnya anaknya ya seperti itu, waktu mengandung dulu mungkin ya ndak mau dipreksakan ndak ada biaya ya seperti itu gejalanya”. “kalau yang masih bekerja ada pak?” “Ada juga yang masih bisa bekerja ada yang nggak bisa bekerja ya ada, yang bisa bekerja itu ya cuma merumput, cari makan apa gitu, bersih-bersih rumah atau ada juga yang bekerja cari upah ya ada”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME WAR ME
WAR
ME WAR
ME
WAR
ME WAR
ME WAR ME WAR
ME
WAR
SKRIPSI
“Kalau bapak sendiri pernah memperkerjakan mereka?” “Belum pernah saya mbak, belum pernah. Karna saya sendiri melihat kondisinya saya sudah nggak, istilahnya kasian gitu”. “Kalau dari aspek sosialnya pak, mngkin interaksi dengan masyarakatnya seperti apa pak dengan masyarakatnya yang normal gitu seperti apa pak?” “Biasanya kalau ada istilahnya gotong royong gitu ya ada yang ikut juga gotong-royong biasanya ya entah itu kerjan seperti apa yang penting bisa bergabung dengan masyarakat yang lain”. “Kalau interaksinya dengan masyarakat masih baik pak?” “Masih, masih malah sama masyarakat itu malah diajak guyon biasanya kan seneng kalau ..biasanya kan malah ramai kalau orang-orang seperti itu kan(sambil ketawa kecil) untuk humor kan biasa”. “Ada nggak pak yang penyandang tapi perilakunya kurang bagus, jadi kayak apa yang misalnya senengane molo atau gimana gitu pak?” “Ada, ada juga sini. Itu memang kalau orang seperti itu perilakunya, memang agak dibedakan mbak sama lingkungan karna khawatir kalau orang yang mau menangani orang lain gitu saja, ngamuk yang ditakuti kan itu.” “Biasanya karna apa pak sampek ngamuk gitu?” “Ya biasanya karna, karna anu ya mungkin ya karna tekanan batin atau apa gitu lo mbak, kadang-kadang ya yang namanya ya bisa dikatakan stress kalau orang-orang yang mau seperti itu mbak, jadi kalau kadang-kadang kalau atinya gak enak itu bisa-bisa ngamuk atau apa kurang makan gitu kadang-kadang bisa ngamuk gitu bisa juga”. “Bapak sering melihat seperti itu pak? Terus respon keluarganya seperti apa pak?” “Iya melihat sendiri itu saya mbak. Terus kalau respon keluarganya ya cuma menenangkan biasanya”. “Nggak ada bentakan atau pa pak?” “Gak mbak, gak dibentak, la mau dibentak kalau seperti itu, mau apalagi, kalau keluargana biasanya menenangkan atau menyembunyikan orang itu dirumahnya tau dimana. Tapi kadangkadang kalau orang penderita seperti itu, sama keluarganya gak boleh untuk jalan jauh dari rumah gitu. Dikhawatirkan nanti kalau menangani orang lain diluar kan gitu”. “Kalau aspek politik pak, contohnya kayak pemilu sekarang ini, kan tentunya penyandang kan sulit untuk memilih bingung, susah kayak gitu gimana menurut bapak?” “Istilahnya kalau mau disuruhpun itu pun nggak, nggak tahu itu ya cuma diberi pengarahan nanti kalau mau milih tempatnya disana, terus nanti ada yang membantu kalau ditempat pemilihan gitu aja, terus diberi tahu tanggal pemilihannya kapan, gitu aja. Itu nanti dari temen-temen pemungutan suara ya biasanya keluarganya dulu yang di kasih tahu nanti, nanti untu keluarga
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME
WAR
ME WAR
ME
WAR
ME WAR
ME WAR ME
SKRIPSI
yang penderita ya di kasih tahu keluarganya kan yang lebih tahu cara menyampaikan ke orang tersebut kan biasanya kan keluarganya gitu lo”. “Kalau bapak sendiri ini pak, memperlakukan orang yang normal dengan orang yang maaf nggak normal seperti penyandang ini seperti apa pak? Apakah diperlakukan seperti orang normal biasa atau diberikan perlakuan khusus atau gimana pak?” “Ya, kalau untuk yang penderita tetep diberi perlakuan khusus no mbak, kalau disamakan dengan orang-orang yang normal ya jelas nggak mungkin bisa mengikuti sepertiorang normal gitu. Ya biasanya kalau waktu pemilu atau dimana gitu kalau orang penderita itu mesti ada didampingi gitu, entah dari keluarganya entah dari panitianya pasti didampingi”. “Perlakuan khusus lainnya seperti apa lagi pak?” “Ya pasti kalau ada kegiatan-kegiatan yang khususna menyangkut masalah penyandang ya pasti yang diutamakan ya penyandang, seperti masalah kesehatan penderita itu sendiri mbak, seperti pengobatan gratis itu harus diutamakan, entah bagaimana bisa orang tersebut datang ketempat lokasi ya entah didampingi keluarganya, tetangganya atau perangkatnya gitu, pasti ada yang mendampingi kalau ada penderita yang sangat memerlukan bantuan tersebut ”. “Menurut bapak ini solusinya apa terkait permasalahanpermasalahan yang ada di desa ini khususnya terkait para penyandangnya mungkin?” “Solusinya itu perlu ada sosialisasi ke warga-warga setempat yang mungkin terutama yang wilayahnya banyak yang penderita terutama masalah kesehatan bagi calon anak harus ada penyuluhan entah itu dari dinas kesehatan, atau dari pihak-pihak lain gitu, harus ada penyuluhan itu biasanya sini kan lewat posyantu itu, terutama kepada ibu-ibu yang hamil atau yang mempunyai anak kecil, tapi alhamdulilah untuk kelahiran yang baru-baru ini sudah kurang istilahnya sudah tidak ada gitu aja, ya ada satu dua tiga gitu aja, sekitar tahu 2000 nan itu sampek sekarang ini sekitar paling cuma satu atau dua yang ada yang terkena”. “Sekarang kan sudah mulai berkurang, apa yang dilakukan sini pak, sehingga sudah bisa ditekan jmlahnya?” “Karna karna se, . perkembangan ekonomi dari masyarakat sendiri mbak yang jelas karna bisa berkurang. Disamping itu ya penmerintah sendiri mengupayakan untuk bisa mengurangi dengan cara pemberian garam yodium itu, pemerintah propinsi juga, hamper tiap bulan di stok garam yodium, disamping itu ada pengobatan gratis dari Dinas Kesehatan atau dari instansi lain gitu memang sini sering sering ada gitu mbak”. “Kalau disini karang tarunanya jalan ya pak?” “Alhamdulilah jalan mbak, jalan”. “Mungkin untuk karang tarunanya pernah mengadakan acara
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
WAR
SKRIPSI
untuk para penyandang, entah progam kerja mengenai apa gitu untuk penyandang gitu pak?” “Sampai sekarang ini belum-belum pernah ada. Ya mungkin karena belum ada biaya untuk mengadakan kegiatan-kegiatan kemungkinan seperti itu”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :PihakKeluarga(Dari Retardasi Mental) Tanggal/Waktu interview : 23 Oktober 2015/Pukul 10:40 WIB KodeInforman :ME Kode Interviewer :SOI I. IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) :SOI 2. Alamat :Dukuh Karangsengon, DesaSidoharjo 3. Usia :50 Tahun 4. JenisKelamin :Laki-Laki 5. Pekerjaan :Buruh tani 6. RiwayatPendidikan :Sampek SD kelas 1 7. Jumlah Keluarga :2 orang Yang Retardasi Mental HasilObservasi Kondisi tempat wawancara Wawancara dilakukan dirumah informan. Pada saat peneliti datang informan sedang memasak didapur. Sedangkan putrinya yang keterbelakangan mental sedang tidur diluar disamping kandang kambing milik tetangganya. Sedangkan keponakannya di dalam rumah diruang tamu sendiri. Kondisi rumah informan begitu sederhana berdindingkan anyaman bamb dan beralaskan tanah. Tidak ada barang mewah atau barang elektronik yang ada hanya beberapa kursi dan meja dari kayu. Keadaan Informan Secara Umum Informan adalah seorang duda, yang pekerjaan sehari-hari tidak pasti sebagai buruh tani. Dia bekerja disawah orang lain jika ada yang menyuruhnya untuk bekerja. Kesehariannya mengurus kedua anggota keluarganya yang keterbelakangan mental seorang diri. Mantan istrinya yang sekarang bekerja di Surabaya sesekali menjenguk anaknya. Perilaku Informan secara umum pada Informan adalah tipe orang yang saat interview terbuka dan komunikatif saat wawancara dengan peneliti. Walaupun data yang peneliti dapatkan tidak terlalu banyak. Namun, peneliti cukup
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
memahami informan. ME SOI
ME SOI
ME SOI
ME SOI ME SOI
ME SOI ME SOI
ME
SOI
ME SOI ME SOI ME
SKRIPSI
keadaan
keluarga
“Maaf, sak ngertose bapak niki koyo sing dialami Aulia niki nopo seh pak sebenere?” “Riyen kananu kawet sek alit niku bar bayi pitu pitung wulan niku kengeng panas banter la dadose ngoten niku setep niku”. “Oalahhh. . . riyen mboten cepet ditangani ngoten nggeh pak?” “Nggeh mboten cepet ditangani ngoten niku, mbok niku ibuk e niku nggeh kesah lo niku, kaleh kulo niku mboten dadi”. “Oalahh nggeh, sak niki teng pundi pak kesah e?” “Teng Suroboyo, riyen nggeh teng Malaysia. Teng Malaysia mboten gadah yotro terus sakniki teng Suroboyo niku”. “Terus pak, tasek hubungan kontak-kontakan mboten?” “Mboten mbak, kulo mboten gadah HP”. “Mulai kapan pak?” “Pun dangu, lha niki(menunjuk anaknya yang sedang tidur disamping kami) sakniki pun tigo welas niku umure nggeh”. “Aulia pun ditinggal ibuk e niki kawet usia pinten pak?” “Kawet umur kaleh taun mbak”. “Mboten pernah ending pak?” “Nggeh pernah, pernah nggeh sok-sok ngendangi mriki. Ninggali yotro, ninggali sandangan, kadang-kadang nggeh beras niku. Ninggali ngoten niku”. “Pak, biasane kan tiyang njobo niku juluki desa mriki sing mboten tek sekeco ngoten, missal le kan dijuluki kampong idiot ngoten. Pendapate bapak pripun pak?” “Lahh niki nggeh niki(bapaknya menjawab dengan keadaan Aulia) teng Pakes niki nggeh termasuk idiot niki. Teng Pakis niku sering kulo pijetne teng mriku, saking negoro niku anune, dadi di jupuk diterne-dijupuk diterne niku. Neng sakniki mboten, pun dangu”. “Pernah gak pak dijuluki sing ora penak kaleh tonggone nopo koncone ngoten?” “Mboten, mboten mbak. Nggeh diceluk jenenge Lia ngono”. “Nek sederek e niki pak?” “Anu, ponak an niki?(menunjuk keponaannya yang ada didalam rumah) Mesemi”. “Mbak Mesemi nggeh mboten nate pak dijuluki julukan sing ora penak ngoten? Julukan-julukan nopo ngoten pak?”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SOI
ME SOI
ME SOI ME SOI
ME SOI ME SOI ME SOI ME
SOI ME SOI ME SOI ME SOI ME SOI ME SOI ME SOI
SKRIPSI
“Mboten, mboten pernah. Nggeh jenenge Mesemi, nggeh Mesemi, namine niki Mesemi niki, ngoten mbak, pak mbok e nggeh pun mboten wonten”. “Usia ne pinten niku pak?” “Nggeh duko niku umure, pak buk e pun ninggal sedoyo, dulure setunggal nggeh pun ninggal gek melok kulo niki lek e, kulo niki lik e”. “Lia niku pernah sekolah nopo mboten pak?” “Dereeng, umure pitung wulan niku langsung step niku.” “Pun pernah diobat-obat ne ngoten pak?” “Haalahh pun teng anu, teng njarakan peng kaleh, gek teng Mediun nggeh peng kaleh, wes wongsal-wangsul gek dukon teng deso-deso niku pun wongsal-wangsul jane, tapi nggeh mboten wonten perubahanne, enten Mediun nggeh mboten enten perubahanne nggeh mboten enten. Enten njarak niki nggeh mboten enten, jane pun diterapi niku teng mediun”. “Sinten pak sing mbeto mriko?” “Nggeh deso, enggeh”. “Ohhh, deso nggeh pak?” “Nggeh, ampri e mari niku negoro nggeh piye ampri e mari”. “Kaleh deso angsal bantuan nopo maleh pak, selain dibetakne teng rumah sakit?” “Nek iki wes suwi ra diobati”. “Nek ponakane njenengan niku, nek PEMILU masuk DPT pak ngih an? Pun pernah angsal surat undangan milih pak?” “Pun nek niku, nggeh dibetani surat keng milih mriko.” “Pernah milih pak niku?” “Nggeh pernah niku jane,”. “Saged pak? Nggeh genah ngoten”. “Saged, nggeh pernah, sek cetho niku”. “Niku nek di kengken kerjo koyo mipil jagung nopo nopo ngoten saged nggeh pak?” “Ngeh saged oncek telo, mipil jagung nggeh saged” Niki nggeh pados rambanan terus kok”. “Kaleh tetanggi mriki, nggeh sering dikengken kerjo oncek jagung nopo nopo ngoten nggeh pak?” “Nggeh, nggeh purun tasek an mbak”. “Nggeh ditawani nopo bute melu ngoten pak?‟ “Nggeh ditawani karo sing panen jagung”. “Nek masyarakate niki pripun pak kaleh keluargane njenengan? Koyo to kepeduliane ngoten?” “Yo nek kono adang sego beras kene ora ngono yo kene diteri mbak(sambil ketawa), lha dulur kabeh lo ken eke
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
piye(bapaknya ketawa lepas), sak reettt iki dulur kabeh(menunjuk beberapa rumah disampingnya)”. ME “Nek dengan julukan sebagai kampong idiot niki tanggapanne bapak pripun?” SOI “Ken ike wes terkenal mbak kampong miskin mangan karat ngono, tapi yo akhirre akeh sumbangansumbangan, bantuan-bantuan ngoten niku, koyo niku(menunjuk anaknya yang sedang tidur) per bulan nggeh tasek bayaran 300 rutin per bulan”. ME “Mriki niki seng gadang keluarga penyandang sedoyo angsal nggeh pak perbulan niku?” SOI “Mboten, mboten mesti, nggeh dipilihi seng nemennemen niku. Niku anak e Pardi mbubuh niku nggeh penere oleh bantuan soko negoro nggeh mboten angsal niku, buktine kui lo jane yo nemen anak e Pardi kae karo iki. Ka eke wes ora iso nyapo-nyapo, tapi sek kerep nesu. Iki sek iso ndorong turu-ndorong turu, tapi ora gelem nesu”. Wawancara Tanggal 18 November 2015 Pukul 13:27 WIB SELF “Bagaimana bapak memaknai kejadian yang menimpa ME Aulia ini pak?” “Pripun nggeh mbak, nek diomongne cobaan soko gusti SOI Allah ke, bocah iki lahir ke keadaanne sehat lo mbak. Wiwite kejang ke bayi umur 7 sasi to mbak”. “Step niku wau nggeh pak, terus penanganane sing ME kurang cepet niku wau?” “Nggeh mbak, pahamku nggeh niku goro-goro ne SOI nggeh kesalahan kulo rumiyen sing kurang cepet nggowo neng rumah sakit”. ME “dadi niki bapak e memahamine nggoten?” “Nggeh, nggeh nek kersane gusti Allah kan kawet SOI ceprot niko, gek niku kan nemene pitung wulan bayi niku nemene. Alitte kan mboten patek”.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :TokohMasyarakat Tanggal/Waktu interview : 18Oktober 2015/Pukul 10:55 WIB KodeInforman :ME Kode Interviewer :LAN I. IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) :LAN 2. Alamat :Dukuh Klitik 3. Usia :48Tahun 4. JenisKelamin :Laki-laki 5. Jabatan di Desa :Ketua RT 6. Pekerjaan :Petani 7. RiwayatPendidikan : SMP HasilObservasi Kondisi tempat wawancara
Keadaan Informan secara umum
Wawancara dilakukan di ruang tamu informan, keadaannya sangat sepi tidak banyak aktivitas. Namun ada istri informan yang sedang masak didapur. Hanya sebentar istri informan masuk kedalam rumah menemui peneliti untuk membawakan teh panas. Dan sedikit menanyakan darimana peneliti berasal dan keperluan peneliti disini. Informan adalah warga asli Desa Sidoharjo ini. Sekarang beliau menjabat sebagai ketua RT disini.
Perilaku Informan secara umum Informan adalah seorang yang sangat pada saat interview terbuka dengan kehadiran peneliti disini. Beliau sangat baik menjawab semua pertanyaan-pertanyaan peneliti. Selain itu juga informan bersedia mengantar peneliti kesalah satu informan yang peneliti cari.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SELF ME LAN
ME
LAN
ME LAN ME
LAN
ME LAN
ME LAN
ME
SKRIPSI
“Bagaimana Pendapat bapak mengenai sebutan “Kampung Idiot” di desa ini?” “Lha memang kenyataan lo mbak. Jaman riyen niku. Jamane lurah e sing melu Krebet iku, tumut krebet lha memang niku kenyataan. Memang katah sing idiot, riyen kan memang katah sing idiot, katah sing kekurangan gizi, sak derenge kula simah. Sak alitan kulo riyen niko kan panganane nopo paling nggeh telo ngoten niku, mboten enten roti, lha sekolah kulo niku sangu paling mek limang repes, niku mawon sek aji. Sekolah teng SD 1 mriko mlampah dereng enten sepedah. Memang jaman semonten niko kebanyakan idiot seng bagean Sidowayah. Mriki nggeh wonten tapi mboten katah tapi kan nggeh kenyataan. Kenyataanne nggeh ngoten”. “Pernah nggak bapak menerima pertanyaan atau pernyataan-pernyataan dari orang diluar sana mengenai desa ini?” “Nggeh pernah. Jamane kulo teng Malaysia niko, ditengkleti ngeten, Krebet niku wonten Kampung Idiot niku nopo nggeh to pak? Sak jane ngeten, sak temene kulo nggeh wong Krebet ngeten, nggeh wonten sing idiot tapi nggeh wonten sing mboten idiot kulo nggeh ngoten.” “Terus bagaimana sikap bapak waktu itu?” “Jane nggeh rodhok isin. Tapi nggeh niku tapi waktu ngoten,ajeng diilak i nopo saged lo mbak”. “Tapi menurut bapak ini, dengan terkenalnya desa ini sebagai Kampung Idiot ada keuntungan tersediri nopo mboten pak?” “Nggeh jaman semono wonten sumbangan-sumbangan , kados sak niki kan sumbangan saking kota mlebet te kan teng Sidowayah mriki, mriki nggeh wonteng tiyang piro ya siji, loro, telu, papat, lima, eneng wong limo lahh sing kerep oleh sumbangan. Nggeh ngoten niku”. “Mriki sing celak wonten nggeh pak?” “wonten wingkeng mriku. Nggeh tiyangge mboten saged dijak omong. Tapi pinter nganam-nganap ngoten, kyo nganam tompo, tampah ngono kuwi”. “Ohhh, nggeh”. “Jaman semonten niko pernah sakit mripat niko, sing madosne surat-surat teng kito nggeh kulo. Wonten gambar foto ngoten kulo sodorne teng Siman mriko. Celak e kantor pertanahan niko lo. Kantor nopo ngehh lali mbak wes suwi”. “Ada kesulitan tersendiri nggak pak, mungkin kan bapak sendiri ini sebagai salah satu tokoh masyarakat sebagai ketua RT ni, ada kesulitan-kesulitan untuk menangani warganya yang seperti ini nggak?”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAN
ME
LAN
ME
LAN
ME
LAN
ME LAN
SKRIPSI
“Emmm, kados wau, kulo ngurusi tiyang niku, mboten enten kesulitan seng penteng enek surat saking RT kaleh deso, tok kecamatan langsung teng kabupaten. Niku sodorne ngoten Kor ditakoni jaler nopo estri, ngoten mawon”. “Ohh, nggeh. Lha kados musim Pemilu niki pak, ada kesulitan mengenai rekapitulasi identitas masyarakat nggak pak, khususnya bagi masyarakat penyandang itu sendiri?” “Nek sing ngoten niku kebanyakan mboten gadah akte. Jaman semonten dereng enten wong poto mawon mung awur-awuran ngoten. Teng sekolahan mriku riyen fotone. Umure pinten ngoten kor awur-awuran riyen niku. Mbah kulo mawon riyen dikon gae ktp, wes wegah, wes tuwek ngge opo. Yo tak pekso ngono yo ra eleng kelahiran tahun pinten, bulan, tanggal pinten, dino mawon mboten paham. Marahi niku bingung kolo. Ajeng kolo awur ke yo piye. Jamanne KTP gratis riyen niku. Jaman semonten nggeh wonten perubahan KTP kaleh KK niku nggeh mboten sami”. “Kalau menurut bapak piyambak niki, memaknai atau memahami kejadian atau keadaan masyarakat desa sini, yang memang banyak warganya yang mengalami keterbelakangan niki pripun?” “Nek kulo mandange nggeh selain kekurangan gizi nggeh miskin pancene. Omah-omah sing disumbangi kolo mben niku nggeh memang bener-bener, tumbas kain mawon mboten saged lo. Tumbas kayu mawon mboten saged. Ibarate nopo nggeh ibarate tiyang setunggal gadah pitek sitok nggeh kolo mangsane sing sehat mboten saged nyambut gawe, melu-melu sing ora sahat, mbiyen yo enek sing kerjo oncek telo, tapi sakiki ra enek sing nandor telo, masalah pertanian terah angel mbak mriki”. “Mungkin bapak sendiri mempunyai cerita tersendiri untuk memahami kejadian di desa ini, seperti cerita mitos-mitos orang dulu gitu pak?” “Pahami nggeh pun mancek dewasa niki mbak. Nggeh kulo jane kumpulane kaleh tiyang sepuh-sepuh cumak e, beritane kulo pen ne sing pengalaman kulo tok. Jaman rumiyen niko enten tiyang sing omah teng pinggiran alas niko, enteng sing tilem kaleh lelembut, sing jarene bojone, lha bojone lo lungo. Nggeh niku gadah yogo nggeh peko‟ niku. Jaman riyen niku nggoreng tempe malek e karo tangan, nggeh mboten mlonyoh. Tapi nek mangan sek di uluk-uluk lemah sek. Mergo nek ra ngono ra arep”. “Nek wonten baksos teng mriki ngoten, dipukul rata pak? Sedoyo angsal?” “Nek baksos niku nggeh delok-delok baksos e mbak, nek gak okeh yo dipilih-pilihi seng nemen-nemen niku. Teng
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ME LAN
SKRIPSI
deso niku nggeh diatur seng kulo jujuk nggeh niku wau seng penyandang karo sing ra nduwe bumi, papan pangan. Nek niku rampung nggeh sak duwure ngono. Dadi mboten kulo pukul rata ngoten. Tapi yo eneng mbak sing ra seneng kaleh kulo, jenenge wong ndeso ngene iki, ijer ngono mbak. Aku yo ngono nek terah e pengen oleh yo ijolo karo wong kui ngono. Gek kowe tak weh i, tapi omahmu ijollo kui sak lemahmu. Kulo ngoten ne. Yo maklum lo wong ndeso kui, baturre oleh ora oleh ke.. ngono kui”. “Nek ajeng pimilu ngeten niki, sing penyandang tasek mlebet DPT pak?” “Nek seng nemen mbak, niku mboten. Nek seng rodok cetho yo masuk mbak. Nek seng nemen ora iso omong, ra roh opo-opo niku mboten mbak.”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :PihakKeluarga(Dari Retardasi Mental) Tanggal/Waktu interview : 18November 2015/Pukul 11:38 WIB KodeInforman :ME Kode Interviewer :TUN I. IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) :TUN 2. Alamat :Dukuh Klitik 3. Usia :54 Tahun 4. JenisKelamin :Laki-Laki 5. Pekerjaan :Petani 6. RiwayatPendidikan :SD 7. Jumlah Keluarga :2 orang yang Retardasi Mental HasilObservasi Kondisitempatwawancara Wawancara berlangsung di ruang tamu informan. Keadaan ruang tamu ada banyak jagung, karena informan disaat itu sedang panen jagung. Tidak banyak panenan yang didapat informan. Disaat itu juga kami wawancara berlangsung ada kedua anggota keluarga informan yang penyandang keterbelakangan mental tersebut. KeadaanInformansecaraumum Informan adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai empat orang anak yang semuanya sudah berkeluarga. Informan tinggal bersama suaminya dan kedua adek suaminya yang keduanya penyandang keterbelakangan mental. PerilakuInformansecaraumumpadasaat Wawancara berlangsung sangat interview komunikatif, walaupun sesekali informan sedikit kesulitan memahami beberapa pertanyaan peneliti. Namun secara keselurahan informan sangat terbuka dengan kehadiran peneliti disini.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SELF ME TUN
ME
TUN
ME TUN ME TUN ME TUN ME TUN
ME TUN
SKRIPSI
“Bagaimana pendapat ibu mengenai sebutan desa ini sebagai Kampung Idiot?” “Emmmm,, pripun nggeh mbak. Sing idiot ke sepiro lo, kan mlebu Sidowayah kono sing paling okeh. Pengenne yo disebut Desa Sidoharjo ngoten mawon”. “Kalau ibu piyambak niki buk, maaf ya buk sebelumnya, dengan keadaan saudara ibu ini pak sukiman dan saudara ibu yang lain ini. Bagaimana ibu sendiri memahami/memaknai keadan yang menimpa keluar ibuk tersebut?” “Nggeh ngoten niku, kados ngoten niku. Lha pripun nggeh keadaanne ngoten niku. Sederek e niku nggeh seng setunggel niku mendho, budeg, nggeh bisu. Ya piye ya mbak, yo soko kersane Allah niku mbak. Lha nggeh kawet alit lo niku ke. Ya nggeh kersane Allah ngoten niku. Yo coro anune ke wes kat bayi”. “Kalau menurut ibu piyambak niki, wonten untunge nopo mboten buk kaleh sebutan deso niki Kampung Idiot?” “Nek riyen niko nopo disukani sembako kaleh nopo ngoten”. “Kalau rugine nopo buk?” “Arep isin yo ora. Lha keadaanne terah yo ngono kuwi e mbak”. “Tasek mlebet DPT buk? Tasek ikut milih pas pemilu?” “Taseh, gadah KTP kok mbak. Sedoyo niku gadah KTP. Nggeh milih kaleh pak e niku mengke”. “Tasek saged nyambut damel nggeh buk? Tasek kerep dikongkon tonggo-tonggo mriki?” “Kerep. Nggeh ken nopo ngoten saged. Nggeh damel tompo, gedek nggeh ngoten niku sing diisoni. Nek seng sitok kui pernah ilang barang lo mbak. Yo ra iso nyapo-nyapo lo mbak, kon neng sawah yo ra iso. Nek sing sitok kui kadang yo kon mijeti wong ngono, jare okeh sing jodo mbak”. “Pernah gak buk saudara e ibuk niki diperlakukan kurang penak karo wong liyo nopo tonggone ngoten?” “Mboten mbak. Paling biyen iku bocah cilik-cilik cah sekolah ngono kui, jamane sek kerep udo ngono kui. Tapi yo dek e nesu karep e. Mbiyen tahu nesu nggowo gaman lo mbak. Pak e tasek niko sering nesu. Kerep nedi reno-reno gek pak e ke ra cetho. Pak e ninggal pas tasek alit kok”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :Masyarakat Tanggal/Waktu interview :18November 2015/Pukul 11:58 WIB KodeInforman :ME Kode Interviewer :MAN I. IDENTITAS DIRI 1. Nama (Inisial) :MAN 2. Alamat :Dukuh Klitik 3. Usia :26 Tahun 4. JenisKelamin :Laki-Laki 5. Pekerjaan :Sopir 6. RiwayatPendidikan :SMA HasilObservasi Kondisitempatwawancara
KeadaanInformansecaraumum
PerilakuInformansecaraumumpadasaat interview
SKRIPSI
Wawancara dilakukan di ruang tamu rumah informan. Rumah informan tidak terlalu besar. Di ruang tamu tersebut tidak terlihat banyak perabotan rumah. Dirumah tersebut ada istri, anak perempuan informan yang masih berusia 3 tahun dan ibu dari istri informan. Informan adalah seorang sopir kendaraan angkutan barang, yang hanya sesekali disuruh oleh orang untuk membawakan kendaraaannya. Sehingga pekerjaan informan tidak menentu. Tidak ada pekerjaan lain yang dilakukan informan selain menjadi sopir tersebut. Karena lahan pertanianpun beliau tidak punya. Informan sangat terbuka dengan kehadiran peneliti. Namun terkadang informan sedikit kebingungan untuk menjawab pertanyaan dari peneliti. Dengan alasan informan bukan asli penduduk Desa Sidoharjo tersebut.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SELF ME
MAN ME
MAN
ME MAN ME MAN
ME MAN
ME
MAN
SKRIPSI
“Ini pak, bagaimana hubungan bapak dengan masyarakat sini terutama mereka-mereka penyandang keterbelakangan mental?” “Mboten nate lo mbak. Ngobrol nggeh mboten nate. Lha mboten nate teng griyo lo mbak”. “Pernah kah bapak menerima pernyataan atau mungkin pertanyaan-pertanyaan mengenai tempat tinggal bapak sekarang ini?” “Nggeh pernah, nggeh ngoten niku mbak, asal pundi? Sidowayah ngoten gek ngeten sing terkenal Kampung Idiot niku to? Ngoten mbak”. “Terus respon atau tanggapan bapak pripun?” “Nggeh pripun nggeh mbak, mboten pripun-pripun, yo tak iya ni ngono ae mbak, terah yo kenyataanne ngono mbak”. “Terus pak, menurut bapak niki, ada keuntungan tersendiri gak mbak, dengan sebutan Kampung Idiot niku?” “Nopo nggeh mbak, mboten enten. Tapi mriko ke tambah mapan lo mbak dukuh ane, sidowayah niku. Soalle sak iki cah-cah kono ke sekolah e podo wes duwur-duwur lo mbak. Mergo podo ra seneng nek dijuluki kampung idiot, dadi podo mapan-mapan sakiki”. “Kalau untuk kerugianne pak, nopo?” “Nggeh nopo lo mbak ra eneng. Tapi yo ra seneng ae nek dijuluki Kampung Idiot, pengenne yo dijuluki Desa Sidoharjo ngono ae”. “Kalau pendapat bapak ini, bagaimana bapak memaknai atau memahami kondisi atau keadaan yang ada di Desa Sidoharjo ini pak?” “Nggeh duko lo mbak, kulo niku pendatang ra patek paham lo, kawet lahir wes ngono kuwi keadaanne, gek sing ngono kui kebanyakan mbah-mbak seng wes sepuh-sepuh ngono kuwi lo mbak. Nek cerito sing aneh-aneh kulo mboten mireng. Tapi nggeh niku mereka niku kebanyakan keluarga sing kekurangan lo mbak, kan daerah pinggiran”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP WAWANCARA Kategori :Tokoh masyarakat Tanggal/Waktu interview : 18November 2015/Pukul 14:16 WIB KodeInforman :ME Kode Interviewer :DAR I. IDENTITAS DIRI 8. Nama (Inisial) :DAR 9. Alamat :DukuhKarangsengon, DesaSidoharjo 10. Usia :29 Tahun 11. Jabatan di Desa :Kamituwo 12. JenisKelamin :Laki-laki 13. Pekerjaan :Fotografer 14. RiwayatPendidikan :- SDN Krebet 4 - SMP 1 Jambon - SMA 1... - Pernah kuliah di UNMER Ponorogo Hasil Observasi Kondisitempatwawancara
KeadaanInformansecaraumum
PerilakuInformansecaraumumpadasaat interview
SKRIPSI
Wawancara berlangsung di Kantor Desa Sidoharjo, tepatnya diruang tamu kantor desa. Karena hari sudah menunjukkan pukul 14:00 lebih tidak banyak aktivitas yang ada di Kantor Desa tersebut. Hanya ada beberapa perangkat yang ada di situ dan beberapa tukang yang sibuk membangun kantor tersebut, karena ada renovasi balai desa, pada waktu itu. Informan adalah warga asli desa tersebut. Pekerjaan sampingan beliau sebagai fotografer acara nikahan maupun foto keluarga. Informan sekarang dikaruniai satu orang putri Informan sangat komunikatif sangat wawancara dengan peneliti.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SELF ME
DAR
ME DAR
ME DAR
ME
ME
DAR
ME
SKRIPSI
“Begini pak, diluar sana kan banyak yang menyebut desa ini sebagai “Kampung Idiot” apakah ada keuntungan tersendiri dengan sebutan tersebut pak?” “Kalau keuntungan secara pribadi tidak ada mbak, tapi kalau keuntungan secara lingkungan masyarakat itu memang wonten, dadosipun tiyang yang awalnya ndak tahu dengan kondisi wilayah sini otomatis kan sekarang sudah banyak yang tahu. Keuntungan untuk masyarakat kan wonten warga yang peduli untuk baksos, bagi pejabat yang tahu dengan kondisi sini kan ada perhatian seperti itu”. “kalau kerugiannya pak?” “Kerugiannya nek bagi saya kan sak jane ndak ada, tapi secara umum mental mbak, artinya ketika tahu kita keluar kita jalan keluar gitu ada yang nanya, rumahnya mana? Kita bilang Sidoharjo. Ohh Sidoharjo yang kampung idiot itu to? Biasanya kan begitu, mental itu kan bisa. Kalau yang sudah pengalaman punya peduli dengan lingkungan itu kan ndak masalah. Tapi kalau anak-anak yang muda itu kan biasanya ya mentalnya agak drop ya malu mungkin. Kan yang awalnya desa yang bisa dibanggakan akhirnya dengan julukan yang semacam itu secara otomatis ya nggak tataklah”. “Kalau secara administratif pak, mungkin seperti rekapitulasi identitas warga masyarakat sendiri pak bagaimana?” “Ohh kalau itu yang jelas iya mbak, kesulitan dalam pendataan identitas mereka. Bahkan masyarakat yang tidak mengalami gangguan seperti itu pun banyak yang tidak mempunyai kesadaran untuk mengurus akta, KK bahkan untuk yang sekarangpun banyak yang tidak punya KTP. Sebenarnya kita sudah bersosialisasi berkali-kali lewat pak RT, lewat jamaah yasin dan sebagainya tapi mungkin karna kurang kesadaran masyarakat. Tapi kalau butuh baru mau mengurus misalkan menikahkan anaknya seperti itu baru mereka mau mengurus”. “Kalau untuk masuk dalam DPT mereka yang penyandang tetep masuk dalam DPT atau tidak pak?” “Kalau yang masih bisa jalan, masih dapat berfikir ya masuk, tapi yang nemen ya enggak mbak”. “Jadi mereka yang walaupun secara administrasi masuk tapi kalau mereka dalam kategori berat gak dimasukkan dalam DPT pak?” “Enggak mbak, nggak dapat. Walaupun salah satu tolak ukur keberhasilan Pemilu itu, ramai banyak yang datang dan antusias, tapi kalau mereka yang sama sekali nggak bisa apaapa kalau dimasukkan ya bingung. Kalau yang bisa jalan tetep masuk”. “Bagaimana bapak memahami dan memakanai keadaan yang ada di desa ini pak?”
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAR
SKRIPSI
“Kalau menurut beberapa ulama memang itu sebagai hukuman dari Tuhan, karena dulunya berani sama orang tua, sehingga seperti itu. Kalau secara umum menurut cerita dulu pas jaman tikus itu kan semua bahan makanan semua tanaman dihabiskan tikus itu. Jadi makanan yang dimakan setiap hari itu jauh dari gizi, pada waktu itu pun jauh dari pelayanan kesehatan, ada tapi jauh di Sumoroto sana, dan banyak masyarakat yang tidak bisa menjangkaunya. Tapi setelah ada penelitian dari dinas kesehatan Surabaya itu katanya kandungan airnya 0 (nol) yodium, jadi banyak masyarakatnya yang kekurangan zat yodium tersebut”.
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TRANSKRIP
NO. 1.
INFORMAN INA
USIA 40 Tahun
2.
WAN
35 Tahun
3.
ENA
25 Tahun
4.
YAH
50 Tahun
SKRIPSI
Masyarakat di Luar “Kampung Idiot” “Identity” IDENTITY “Faktor keterbelakangan ekonomi lo mbak, bisa karna kurang gizi juga akhirnya produknya orang-orang seperti itu. Itu juga karna faktor keturunan juga kan mbak, incest juga karna kan anu to mbak yo wes sak klupek kuwi gak mau keluar dari komunitas itu. Enek e yo kuwi, idiot karo idiot oleh e anak akhir e idiot”. “Disana itu kejadiannya turun-temurun to, disana itu letaknya di daerah Jambonlah. Di Sidoharjo Jambon itu, ya turun-temurun itu waktu dulu yo sudah ada yang dikatakan kampung idiot dadi disana itu ya turun-temurun aja. Penyebab yang pasti itu tidak ada yang pasti ya dari nennek moyang aja, sejak dulu memang kampung itu terjadi terus sampek saat ini. Kalau soal perkawinan sedarah saya tidak percaya, ya itu karna yang maha kuasa saja, ya katakanlah kalau ada seperti itu tidak benar ya kabar angin saja. Ya mungkin ada kesalahan aja di daerah situ, ada langgaran di desa itu aja, kayak pantanganlah jadi terjadi juga sampek saat ini. Misalnya tidak boleh makan ini, atau tidak boleh bersih-bersih di disana kan ada kayak pemakaman yang tidak boleh dibersihkan, akhirnya dibersihkan ya akhirnya terjadi seperti itu. Jadi pantangannya kayak gitu”. “Kalau saya denger-denger dari sananya sih katanya kutukan, walaupun saya tidak terlalu percaya. Tapi kalau menurut saya karena takdirnya dari yang diatas seperti itu. Hee.hee.. Iya mungkin bisa juga kutukan itu tadi mbak, kan itu satu kampung kebanyakan seperti itu kan mbak, sehingga banyak yang menyebutnya Kampung Idiot. Tapi sekarang berkurang karena diberdayakan dipekerjakan setiap harinya itu semakin berkurang”. “Pokok e iku keturunan, aku yo ra tek paham lo, poko e sak kampung iku idiot kabeh soko keturunan. Mbah-mbah e buyute mbiyen iku ngono kuwi, soko lek rabi opo ngono ngono lo. Aku ngerti desane kuwi sak kampung idiot kabeh. Mergo aku tahu mborong jeruk neng kono mbiyen, omahe pinggir alas-alas ngono kuwi, padas-
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
padas ngono kuwi. Tunggal darah lah iso ngono kuwi, dadi keturunanne idiot kabeh”.
SKRIPSI
STIGMA MASYARAKAT PONOROGO...
RIZA DIAN A