HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Karakteristik Keberadaan KHV Berdasarkan Gejala Klinis
Kehadiran virus di dalam sel inang dapat diketahui dengan munculnya gejala klinis atau kelainan-kelainan pada organ inang yang terinfeksi. Kelainan tersebut dapat merupakan perubahan wama, bentuk maupun perubahan tingkah laku ikan yang terinfeksi. Sebagian infeksi dapat menunjukkan gejala spesifik yang disebabkan oleh patogen tertentu atau munculnya gejala sekunder yang merupakan pengaruh tidak langsung yang sifatnya tidak konsisten. Berdasarkan pengamatan lapangan di keramba jaring apung Waduk Cirata, bahwa ikan mas yang terinfeksi virus KHV menunjukkan gejala klinis utama yaitu insang memutih (nekrosis), wama pucat dan badan kurus. Pada visualisasi hasil
PCR, ikan yang menunjukkan gejala ini selalu positif KHV. Gejala-gejala lain yang sering kelihatan sangat bervariasi seperti permukaan tubuh melepuh, sirip rusakfrobek, pendarahan pada bagian permukaan tubuh atau sirip, warna pucat, namun gejala klinis ini tidak konsisten (tidak selalu muncul). Pada ikan yang tergolong sakit, umumnya menunjukkan kelainan pada organ insang baik wama maupun bentuk. Dari segi wama, insang pucat dan terdapat gumpalan darah pada pqgkal
sirip (menghitam) serta insang memutih secara sebagian atau
menyeluruh. Hal senada dinyatakan Gilad et al. (2002) bahwa insang dan kulit ikan terinfeksi menjadi pucat dan wama tidak beraturan, Miyazaki et al. (2000) menambahkan bahwa ikan sakit menunjukkan erosi dan ulkus panjang dan pendarahan pada permukaan tubuh, sirip dan hidung, selanjutnya Hedrick et al. (2005) menyatakan bahwa gejala ekstemal pada ikan sakit diperlihatkan dengan insang pucat, dan nekrosis filamen insang, produksi mucus ymg berlebihan dan warna pucat pada pern~ukaankulit. Ikan dengan gejala klinis memutih pada insang umumnya sensitif sehingga lebih mudah stres dan mati. Berikut pada gambar 1 merupakan gambaran kelainan insang, gambar 2 merupakan kelainan klinis pada sirip, dan gambar 3 merupakan gambaran klinis pada pemukaan tubuh ikan mas yang terinfeksi KHV.
Gambar 1 Gambaran patdogis insang ikan mas (Cgprirrps aupw) ynng terserang virus koi herpes
Keterangan : a msang sehat, b, c dan d terdapat gumpalan (darah) menghitam pada lamella insang, e, f, g, h, i, j, k, m, n clan o m e n u n j b permukaan insang yang memutih, pucat dan teijadiinya n e h i s insang
Gambar 2 Gambaran klinis pada berbagai bagian sirip ikan mas vang terserang KHV Keterangan : a. sirip normal. b. sirip ekor ikan mulai memucat. c. haemorage ringan pada uiung sirip ekor, d. teriadi haaemorage sedang pada ujung sirip ikan. e dan f. teriadi haemorage berat. sirip mengalami nekrosis, g, h dan i sirip mengalami kepuntungan, i. skip anus teriadi haemorage, k. sirip p u n g m g rusak, 1. sirip perut robek. ~
-
Gambar 3 Gambaran klinis pada bagian tubuh ikan mas vans terserane KHV
Keterangan : a. mata memutih (buta), b, c, d, e, f, g dan h terjadi melepuh pada bagian permukaan tubuh, i dan i.haemorage pada bagian tubuh dan insang, k, 1, m, n dan o memutih nekrosis pada bagian insang.
Berdasarkan pengamatan tingkah laku ikan yang berada di kera~nba.ikanikan yang terserang KHV mempelihatkan pergerakan yang lambat, ikan kecendemngan bergerak ke pinggir keramba dengan kondisi lemah. Tingkah laku ikan ini sangat bewariasi berdasarkan tingkat infeksi. Ikan-ikan yang terinfeksi ringan kecenderungan bergerak aktif (agresif). berespon baik terhadap rangsangan dan pakan serta hidup berkelompok. Sedangkan ikan sekarat (moribun) bergerak sangat lemah, bukaan operkulum lambat. kecenderungan mengumpul di pinggir keramba, tidak berespon baik terhadap pakan maupun rangsangan dari luar. Ikan moribun tersebut biasanya akan mengalami kematian setelah 2 hari. Di dalam akuarium penampungan, ikan-ikan yang menunjukkan gejala klinis insang memutih yang masih ringan kecendemngan sering melompat, pergerakan tidak terkoordinasi dan kecenderungan menyendiri di pinggir akuarium atau dekat sumber aerasi.
Pengamatan Histologi
Berdasarkan pengamatan histologi insang pada ikan mas yang terserang
KHV (sakit dan carrier-laten) dan sehat, terdapat beberapa perbedaan morfologis insang ikan. Pada ikan terserang KHV tejadi kerusakan insang (nekrosis), kerusakan lemella sekunder insang, munculnya hipertropi dan adanya badan inklusi. Sano et al. (2005) menyatakan bahwa sering terjadi hiperplasia pada epitelium insang dimana tejadi nekrosis atau infiltrasi limfosit. Berikut gambar 4 mempakan histopatologi insang ikan mas sehat, carrier-iaten dan sakit. Pada gambar 4 jelas terlihat perbedaan insang ikan mas sehat,canier-laten dan sakit baik dari warna maupun morfologinya. Pada insang ikan sehat warna cerah dan utuh, sedangkan ikan sakit warna pucat dan muncui nekrosis.
Gambar 4 Hitopatologi insang ikan mas (Cyprirms c q i o ) sakit, carrierlaten dan sehat
Keterangan : A. insang ikan sakit; B, C, D. histologi ikan sakit, E insang ikan sehat, F histologi ikan sehat; G. insang ikan sehat, H. histologi insang ikan sehat, a. nekrosis, b. hiperplasia
Pengamatan PCR Virus me~pzikanobligat intraseluler yang sulit dideteksi keberadaamya secara visual maupun mikroskopik. Metode diagnosa yang paling andal adalah melalui deteksi DNA spesifik sebagai unsur penyusun struktur virus dengan menggunakan metode pengamatanpo(vmerase chain reaction (PCR). Untuk mernastikan (konfimasi) kebepdaan KHV pada setiap status kesehatan ikan (sakit, carrier-laten dan sehat) maka dilakukan uji PCR. Masingrnasing 10 sampel diambil untuk mewakili setiap status kesehatan ikan selanjutnya diuji secara PCR dan diikuti pengujian template kontrol positif virus, template negatif virus dan template netral (dHzO). Berdasarkan hasil PCR diperoleh hasil sebagai berikut.
Ikan sakit Tabel 1 Hasil pengamatan PCR pada ikan mas (Cyprinus carpio) sakit Kode
Organ
A1
lnsang
A2
Insang
A3
Insang
A4
Insang
A5 A6
Insang Insang
A7
Insang
A8 A9
lnsang Insang
A10
Insang
Gejala Klinis Memutih pada insang, insang rusak parah, tidak ada gejala pada permukaan tubuh, ikan moribund memutih pada insang, insang rusak parah, moribund, sirip ~ s a dan k melepuh Memutih pada insang, tidak terdapat gejala pada permukaan tubu!! Memutih pada insang, tidak terdapat gejala pada permukaan tubuh Insang memutih Melepuh pada tubuh, ikan lemah, mendekati moribund, terdapat bercak putih pada insang Insang memutih, melepuh pada permukaan tubuh, moribund Memutih pada bagian insang Ikan moribund, bagian punggung melepuh, terdapat haemorage pada ekor ikan Ikan moribund dan memutih pada insang
Hasil Positir positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif
Hasil visualisasi PCR menunjukkan bahwa semua ikan mas yang menunjukkan gejala klinis memutih pada insang 100 % postif terserang KHV. Di bawah ini merupakan gambar visualisasi hasil elektroforesis uji PCR ikan sakit.
Gambar 5 Visualisasi hasil elektroforesis pada uji PCR ikan sakit Zkan Carrier-laten
Pada ikan-ikan yang tidak menunjukkan gejala klinis ditemukan adanya ikan-ikan yang positif terserang virus dengan persentase mencapai 80 %. Sunarto
et al. (2004) menyatakan bahwa kelompok herpervirus umumnya memiliki karakter yang unik, yaitu memiliki kemampuan untuk carrier-laten dalam sel inang dalam jangka waktu yang lama, dan akan menjadi aktif kembali apabila ada pemicu seperti perubahan lingkungan atau stres yang terjadi pada inang Tabel 2 Hasil pengamatan PCR pada ikan mas (Cyprinus carpio) carrierlaten Kode
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10
Organ Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang
Gejala Klinis Insang cerah, terdapat haemorage pada insang Insang normal Insang normal Insangnod Insang normal insang normal Insangnormal Insang normal Insang normal Insang normal
Hasil Positif Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif
Di bawah ini merupakan gambar visualisasi hasil elektroforesis uji PCR ikan sakit.
Gambar 6 Visualisasi hasil elektroforesis pada uji PCR ikan carrier-laten
Pada ikan carrier-laten yang diamati, ditemukan 2 ekor ikan yang negatif
KHV, ini menunjukkan bahwa sampel ikan carrier-laten ini 80 % positif KHV.
Ikan Sehat Dari 10 sampel ikan mas yang digolongkan sehat, menunjukkan bahwa 90 % dinyatakan bebas KHV, namun 10 % masih positif terinfeksi KHV seperti pads
Tabel 3 berikut tabel 3 Hasil pengamatan PCR pada ikan mas (Cyprinus carpio) sehat Kode
Organ
C1 C2 C3 C4
Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang Insang
C5 C6 C7 C8 C9 C10
Gejala Klinii
Insang normal Insang normal Insang normal h a n g normal Insang normal Insang normal Insang normal Insang normal Insang normal Insang normal
Hasil
Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Di bawah ini merupakan gambar visualismi h a i l elektroforesis uji PCR ikan sakit.
Gambar 7 Visualisasi hasil elektroforesis pada uji PCR ikan sehat
Karakteristik Hematologi Ikan Kadar Hemoglobin Hemoglobin merupakan pigmen pada sel darah merah yang mengandung
zat besi untuk pengangkutan oksigen ke seluruh jaringan. Kadar hemoglobin ditentukan berdasarkan warnakepekatan inti sel darah merah. Semakin tua sel darah merah maka kadar hemoglobinnya semakin tinggi. Tingginya kadar hemoglobin d i n a k a n sel darah merah yang ada dalam tubub ikan merupakan sel darah merah tua dan sel darah merah muda yang baru dibentuk oleh jaringan hematopoetik yakni pada ginjal dan hati.
Sakit
Carrier-laten
Sehat
Status Kesehatan lkan
Gambar 8 Rataan hemoglobin ikan setiap status kesehatan ikan mas (Cyprinus carpio)
Gambar 8 memperlihatkan perbedaan status kesehatan ikan diikuti oleh perbedaan kadar hemoglobin. Rataan hemoglobin ikan sakit 5,04 k 1,7 gldl; ikan carrier-laten 5,88
+ 1,l
g/dl dan pada ikan sehat 6,14
+ 0,s
g/dl. Perbedaan
hemoglobin ikan sehat dan carier-laten mencapai 16 % dan 21,8 % terhadap ikan sehat. Hasil pengarnatan ini memperlihatkan perbedaan hemoglobin, meskipun berdasarkan analisis anova one-way (P>0,05) tidak nyata.
Hematokrit
Hematokrit merupakan perbandingan fraksi seluler terhadap total volume
Sakit
Carrier-laten
Sehat
Status Kesehatan l k a n
Gambar 9 Rataan hematokrit ikan pada setiap status kesehatan ikan mas (Cyprinus carpio)
Gambar 9 menunjukkan kadar hematokrit darah ikan berbeda pada setiap status kesehatan ikan yakni sakit, carrier-laten dan sehat masing-masing dengan nilai 26,25
+ 4,71 %; 27,6 + 4,7 % dan 28,06
?r 3,5 %. Perbedaan kadar
hemoglobin antara ikan sehat dan carrier-laten mencapai 1,6 % dan sekitar 6,4 % dengan ikan sakit, meskipun berdasarkan uji anova one-way (P>0,05) tidak menunjukkan perbedaan yang cukup nyata. Eritrosit Eritrosit berperan dalam pengangkutan dan distribusi energi, oksigen ke seluruh jaringan tubuh, sekaligus sebagai sarana pengangkutan karbondioksida dari tubuh. Kenaikan maupun p e n m a n jumlah eritrosit dapat kruPakan suatu
petunjuk adanya kelainan pada ikan. Rendahnya jumlah eritrosit menunjukkan
ikan menderita anemia atau tejadi kerusakan ginjal (Wedemeyer and Yusatake 1977). Di bawah ini merupakan gambaran dan bentuk eritrosit yang ditemukan pada ikan mas sakit,carrier-laten dan what.
Gambar 10 Beutuk eritrosit ikan mas (Cyprinus carpio) Gambar 10 m e ~ p a k a ngambaran variasi ukuran dan bentuk sel darah merah ikan mas dengan pewarnaan gyemsa. Eritrosit ikan mas ini terdiri atas eritrosit muda (EM) berbentuk bulat dan eritrosit tua (ER) berbentuk bulat lonjong. Eritrosit ikan mas yang ditemukan berkuran panjang diamater 6,7-10,5
pm, dengan ukuran paling banyak 8,71 pm seda&an
lebar diameter yakni 6,7-
7,3 pm dengan ukuran paling banyak 7.37 pm. Jumlah eritrosit muda pada ikan sakit lebih besar daripada pada ikan sehat. Tripathi et al. (2004) menyatakan bahwa eritrosit berbentuk bulat dan oval berukuran panjang 10-12 pm dan lebar 3,O-4,O pm. Berikut merupakan grafik rataan eritrosit ikan mas sakit, carrier-laten dan sehat
Sakit
Carrier-laten
Sehat
Status Kesehatan ikan
G a m b a r 11 Rataan eritrosit pada setiap status kesehatan ikan mas (Cyprinus carpio)
Gambar 11 menunjukkan perbedaan rataan eritrosit pada ikan mas. Eritrosit terendah berada pada ikan sakit, lebih tinggi pada ikan laten dan tertinggi pada ikan sehat yakni ikn sakit sakit berkisar 1,5143
+ 9,l
(xlOOsellpl); ikan
carrier-laten berkisar 1,67 f 65,4 (xlOOsellpl) dan ikan sehat 1,735 f 56,s (x1O0 sellpl).. Perbedaan eritrosit ikan sehat dengan carrier laten mencapai 17 % dan 21,4 % terhadap ikan sakit, meskipun berdasarkan uji statistik anova one-way (P>0,05) tidak menunjukkan perbedaan nyata pada setiap status kesehatan ikan. Pada pengamatan Tripathi et al. (2004) diketahui eritrosit ikan koi sehat sebanyak 1,8 1
+ 0,2 (x 10' sellpl) Jumlah darah pada ikan sakit lebih rendah (anemia) daripada ikan canier-
laten dan carrier laten lebih rendah daripada ikan sehat diduga terjadi sebagai akibat pendarahan pada insang dan permukaan tubuh ikan mas terinfeksi KHV. Rendahnya sel darah juga diperlihatkan rnelalui gejala klinis seperti insang dan permukaan tubuh pucat, pendarahan pada insang dan permukaan tubuh, gumpalan
hitam pada insang. Gayton and Hall (1 997) menyatakan bahwa kekurangan darah (anemia) dapat terjadi akibat kehilangan darah.
Total Leukosit
Pada vertebrata, sel darah putih (leukosit) merupakan sel utalna sistim pertahanan tubuh, sehingga salah satu cara menduga sistim imun adalah dengan menyelidiki perubahan jumlah atau gambaran 4 (empat) jenis leukosit pada sirkulasi darah (limfosit, thrombosit, granulosit dan monosit) (Tiemey et nl. 2004). Gambar dibawah merupakan rataan jumlah eritrosit ikan mas sakit, carrierlaten dan sehat.
Sakit
Carrier-latsn S t a t u s K.sehmt.n
Sshat
Ikan
Gambar 12 Rataan jumlah leukosit pada setiap status kesehatan ikan mas (Cyprinus carpio)
Gambar 12 mem~erlihatkanbahwa rata-rata leukosit pada ikan sakit akan mengalami penurunan setelah ikan bersifat carrier-laten dan mengalami penurunan pada ikan sehat. Rataan leukosit pada ikan sakit 386,24 ? 63,90 (x10' sell p1) ; ikan carrier carrier-laten 264
+ 38,39 (x10'
sew pl) dan pada ikan sehat
196,7 ? 51,22 (x10' sell pl). Gambar 12 memperlihatkan kenaikan jumlah leukosit ikan sehat menjadi carrier-laten mencapai 34 % dan 94 % pada ikan sakit. Analisis anova one-way memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nyata jumlah leukosit pada setiap status kesehatan ikan. Ini memperlihatkan ketika ikan terserang KHV, maka tubuh akan terangsang untuk memproduksi leukosit lebih
banyak lagi. Pada ikan salut, tubuh memproduksi lebln banyak lemoslt unrw melawan infeksi virus. Fenomena ini disebut leucoqtosis.
Difrensial Leukosit
Pengamatan difrensial leukosit menunjukkan sel netrofil, eosinofil, basofil, limfosit, monosit dan trombosit. Setiap sel leukosit memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi.
Persentase Netrofil
Fungsi netrofil adalah menghancurkan bahan asing melalui proses fagositosis. Mekanisme ini terjadi melalui beberapa tingkatan yaitu kemotaksis, perlekatan, penelanan dan pencemaan (Tizard 1987). Pada penelitian ini, diketahui bentuk netrofil seperti gambar 13 berikut ini.
Gambar 13 Bentuk netrofil ikan yang terserang virus koi herpes Tizard (1982) menyatakan bahwa netrofil merupakan garis pertahanan pertama, yang memiliki sediaan cadangan energi yang sangat terbatas, yang tidak
dapat diisi kembali. Jadi meskipun netrofil cepat dilepas, namun akan cepat lelah. Netrofil yang rusak juga akan berhngsi untuk merangsang mengumpulkan malcrofag untuk fagosistosis selanjutnya Kresno (2001) menambahkan bahwa masa hidup netrofil dalam a l i i darah adalah 4-8 jam. Berikut ini merupakan
rataan persentase neutrofil pada ikan sakit, carrier-laten clan sehat.
Ukuran monosit pada ikan sakit, khususnya ikan sekarat (moribun) mengalami pembesaran. Secara umum ukuran lebih besar dan bentuk yang tidak teratur. Hal ini senada dengan Tizart (1982) bahwa struktur makopag dapat berubah secara dramatik setelah tejadi tanggap kebal berperantara sel terhadap mikroorganisme tertentu. Secara khusus makropag membesar dan lisosomnya sangat bertambah jumlahnya. Dalam kondisi bahan asing bertahan dalam tubuh, maka makropaga berkumpul dalam jumlah besar di sekitar bahan asing tersebut. Makropag ini relatif berumur panjang, mengganti din dengan kecepatan sekitar 1 % per hari kecuali jika diperlukan untuk menelan benda asing. Di bawah ini
m e ~ p a k a ngambaran berbagai bentuk monosit yang ditemukan pada ikan sakit, carrier-laten dan sehat.
Gambar 15 Bentuk dan ukuran monosit pada ikan mas yang bersifat sakit, carrier-laten dan sehat
Respon leukosit berdasarkan persentase monosit digambarkan pada grafik berikut ini.
Sakit
Carrier-laten
Sehat
Status Kesehatan lkan
Gambar 16 Rataan persentase monosit pada ikan mas (Cyprinus carpio) sakit, carrier-laten dan sehat.
Gambar 16 menunjukkan pola peningkatan jumlah monosit secara drastis pada ikan mas yang terserang KHV. Analisis chi-kwadarat (P>0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata jumlah monosit pada setiap kesehatan ikan. Gambar 19 memperlihatkan jumlah monosit ikan sakit sekitar 40 carrier-laten 11,5 ? 5,94 % dan pada ikan sehat 8,10
+ 16,31 %; ikan
* 6,05 %. Peningkatan
monosit dari ikan sehat mencapai 42 % dibandingkan ikan carrier-laten dan 398 % pada ikan sakit. Kemampuan tubuh untuk merangsang produksi monosit yang besar mengindikasikan peningkatan kemampuan sistim imun ikan melawam serangan KHV. Roitt (1988) menyatakan bahwa kemampuan untuk membunuh obligat intraseluler hanya tejadi ketika sel imun merangsang produksi makropag yang diperantarai makropag activaring fakror seperti pelepasan interferon. Makropag dapat mengenal virus dengan cepat dan membunuhnya.
Limfosit
Tierney el al. (2004) menyatakan ada dua kelas limfosit yaitu bemkuran besar dan kecil. Anderson (1987) menyatakan bahwa limfosit berbentuk bulat, dengan diameter sekitar 8 mikron. Limfosit memiliki jumlah sitoplasma yang
besar, produksi antibodi tampaknya menjadi fungsi utama limfosit. J k r h t hi merupakan gambar bentuk dan ukuran limfosit yang ditemukan pada ikan mas &it,
carrier-laten dan what
Gambar 17 Bentuk dan okrlmn iimfosi? ikan mas (C. carpi01 vane benifat sakit. carrier-late" dan seha! Lkurzrq limfosit ikan. mas bervariasi tereaqtune Dada staQ~s kesehatan &an. Ikan vane bersifat sakit. memiliki limfosit berukuran besar lebih banvak dibandiigkan denean ikan vane bersifat carrier-laten dan sehat. Limfosit vada ~enelitianini berdiameter 3.67
4.02
- 4.7
-
8.04 um. serta didominasi limfosit berdiameter
um. Gjxnbar 18 menuniukkan berava bentuk dan ukuran sel limfosit.
Sel ini memiliki nukelus vang c u k u ~besar berwarna aeak lebih e e l a ~ Berikut . meruoakan mafik rataan Dersentase limfosit ikan mas sakit. carrier-laten dan ~ ~ h l t
Sakit
Carrier-laten
Sehat
Status Kesehatan lkan
Gambar 18 Rataan persentase lvmposit ikan mas (Cvurinrcs camio) yang bersifat sakit. camer-laten dan sehat
Gambar 18 menunjukkan bahwa persentase limfosit pada ikan carrier-laten (60,43
+ 8,61 %)
lebih tinggi daripada ikan sehat (54,36
+ 6,89 %) dan sakit
(41,9 k 15,12 %). Jumlah limfosit ikan carrier-laten naik sebesar 11 % dari ikan sehat dan mengalami penurunan 22,s % pada ikan sakit. Berdasarkan analisis statistik anova one-way tidak menunjukkan perbedaan nyata.
Trombosit Ikan
Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan darah dan juga berfungsi mencegah kehilangan cairan tubuh pada kerusakan-kemsakan di permukaan (Nabib dan Pasaribu 1989). Anderson (1987) menyatakan bahwa trombosit ikan berukuran kecil dengan diameter sekitar 8 mikron. Secara morfologi sama dengan hukleus eritrosit. Berikut mempakan gambaran bentuk dan ukuran trombosit yang ditemukan pada ikan mas sakit, carrier-laten dan sehat.
Gambar 19 Bentuk dan ukuran trombosit ikan mas
Gambar 19 memperlihatkan 2 bentuk trombosit yang ditemukan pada ikan mas baik bentuk bulat dan bentuk memanjang. Berikut merupakan grafik rataan persentase trombosit ikan mas sakit, carrier-laten dan sehat.
Sakit
Carrier-laten
Sehat
Status Kesehatan lkan
Gambar 20 Rataan persentase trombosit pada ikan mas sakit, carrier-laten dan sehat. Gambar 20 menunjukkan adanya kenaikan jumlah trombosit pada ikan mas seiring dengan perubahan status kesehatan ikan. Analisis anova one-way (P>0,05) memperlihatkan adanya perbedaan nyata jurnlah. trombosit pada setiap status kesehatan ikan. Rataan trombosit pada ikan sakit 11,53 f 6,77 %; ikan canier-laten 25,07 f 9,58 % dan pada ikan sehat mencapai 34,90 f 7,08 %. Serangan KHV pada ikan carrier-laten menyebabkan trombosit turun 29 % dari ikan sehat, dan penurunan 67 % ketika ikan sakit.
Karakteristik Virulensi Virus Virulensi virus berkaitan erat dengan kerentanan maupun ketahanan tubuh ikan. Pengujian virulensi virus menunjukkan bahwa virus yang diperoleh dari ikan sakit menunjukkan FIDso.120 jam mencapai titer 10~.'/rnl. Sedangkan virulensi virus yang diperoleh pada ikan carrier-laten mencapai titer
Pengamatan
vimlensi ini didasarkan pada gejala klinis yang terlihat pada ikan secara eksternal dan insang. Gejala umum yang muncul setelah penyuntikan virus adalah pergerakan yang sangat lemah, kemudian insang pucat, terdapat bintik warna putih. Selanjutnya pada hari ke-5 dan ke-6 terjadi kematian ikan dengan gejala awal yakni memutih pada insang, tubuh pucat dan pergerakan sangat lemah..
Pengamatan ini menunjukkan hahwa terjadi penurunan virulensi virus meliputi : 1) pada ikan yang menunjukkan gejala klinis terjadi penurunan virulensi menjadi titer lo6.' iml dari pengamatan Amrullah (2004) yakni titer 10~.'~/ml. 2) 6,7
penurunan virulensi pada ikan sakit yang menunjukkan gejala yakni 10
. tlter
menjadi 105.6/mlpada ikan carrier-laten. Tejadinya penurunan mortalitas ikan mas yang dipelihara di keramba juga disebabkan terjadinya penurunan virulensi virus yang menginfeksi ikan tersehut meskipun penurunnya relatif kecil.
Pengukuran Kualitas Air Kualitas Air Keramba Kualitas air keramba, diukur pada saat sampling ikan sampel. Nilai parameter kualitas air terdiri atas :
Tabel 4 Pengukuran kualitas air di keramba jaring apung Waduk Cirata
Tabel 5 Pengukuran kualitas air di laboratorium kesehatan ikan FPIK IPB
Pembahasan Karakteristik Keberadaan Virus berdasarkan Gejala Klinis Gejala klinis muncul sebagai ekspresi perubahan dan abnormalitas organ akibat serangan KHV melalui tahapan yang panjang dalam menginfeksi jaringan dan sel-sel ikan mas. Awal infeksi dimulai dari perlekatan virus pada pemukaan tubuh maupun insang. Pada permukaan tubuh diduga virus mampu melewati pertahanan awal tubuh ikan mas berupa mukus, sisik dan epitel tubuh, sedangkan di insang virus KHV mampu melewati mukus dan epitel insang. Nat (2001) menyatakan bahwa untuk proteksi ikan terhadap invasi patogen, permukaan epitel (kulit dan insang) penting sebagai pertahanan awal. Virus juga mampu melewati komponen berbagai substansi pertahanan pada mukus. Magnadottir (2006) menyatakan bahwa mukus ikan mengandung parameter immun seperti lectin, pentraxin, lysozym, protein komplemen, peptida antibakterial dan IgM. Virus yang menempel dan masuk ke organ tubuh bisa berasal dari virus yang terdapat pada feces ikan atau perpindahan virus akibat kontak langsung (kohabitasi) dengan ik& terinfeksi (Hartman er al. 2004). Kemudian virus akan masuk ke jaringan pada ruang antar sel. Ligan pada permukaan molekul khusus virion mengikat reseptor pada membran plasma sel (Fenner et al. 1995). Virus mas& ke dalam sel melalui fusi antara glikoprotein selubung virus dengan reseptomya yang terdapat di membran plasma (Daily dan Makes 2002), proses masuknya virus terjadi dengan cara endositosis (endositosis diperantarai sel) (Fenner et al. 1995). Selanjutnya nukleokapsid virus pindah dari sitoplasma ke inti sel, setelah kapsid NS&, genom virus dilepas ke dalam inti sel. Genom DNA yang awalnya linear segera berubah menjadi sirkuler (Daily dan Makes 2002). DNA virus yang masuk ke inti sel, akan merubah peranan DNA sel untuk
kepentingan virus khususnya untuk replikasi. Di sel insang virus memperbanyak diri (Pokorova et al. 2005). Efek awal yang tampak berupa pembesaran nukleoulus dan pergeseran letaknya menuju membran inti sel, tejadi marginasi kromatin dan intinya terdistorsi menjadi beberapa lobus. Marginasi kromosom dapat diikuti oleh pecahnya kromosom tersebut (Daily dan Makes 2002). Perubahan-pembahan sel khusunya sel insang akan mernunculkan adanya badan inklusi. Tizart (1989) menyatakan bahwa virus adalah obligat intraseluler yang
menyerang dan mengubah sifat-sifat sel. Perubahan sel yang terinfeksi dapat meluas dan mengakibatkan lisisnya sel atau tejadinya transformasi malignan. Kerusakan sel yang meluas, menyebabkan kerusakan jaringan dan organ insang hingga mengalami kematian jaringan. Kemsakan jaringan diperlihatkan dengan adanya nekrosis atau memutih pada lamella primer maupun lamella sekunder insang. Virus KHV mengambil alih peranan sel inang yang seharusnya berfungsi untuk metabolisme inang menjadi metabolime untuk keperluan virus. Sel insang yang terinfeksi akan mengalami lisis. Sel insang yang lisis akan menyebabkan terganggunya fungsi sel, yang menyebabkan terjadinya pendarahan (haemorage) sebagai akibat rusak dan terputusnya saluran darah, terjadinya penumpukan darah (menghitam) pada pangkal sel terinfeksi. Kerusakan sel secara terus menerus akan menyebabkan rusaknya jaringan insang, sehingga nekrosis semakin meluas, ha1 ini ditandai dengan insang memutih mencapai 80 %. Kerusakan insang akan mengganggu mekanisme pertukaran gas di insang baik pengikatan oksigen dari luar maupun pelepasan karbondioksida dari dalam darah yang merupakan fungsi utama insang. Untuk mengimbangi suplai oksigen maka ikan akan meningkatkan frekwensi pergerakan operkulum. Gejala yang lebih konsisten ikan pucat dan peningkatan frekwensi pemafasan (Gray et al. 2002), pembengkakan insang, pucat pada insang dan lesi pada kulit (Oh et al. 2000). Infeksi virus yang menyebabkan nekrosis insang, awalnya dapat terjadi pada ujung dan pangkal insang. Ketika infeksi dimulai dari pangkal insang, akan menyebabkan tersumbatnya aliran darah, sehingga distribusi darah pada jaringan insang terganggu, ha1 ini ditandai dengan menumpuknya darah pada bagian tertentu dan pucat pada bagian insang. Pada kondisi sekarat yang ditandai oleh kerusakan (nekrosis) yang semakin meluas, insang pucat akan diikuti dengan penurunan produksi mukus insang dan penurunan frekwensi pergerakan operkulum. Kemsakan insang dan kurangnya suplai oksigen akan menyebabkan kematian ikan mas terinfeksi. Pada umumnya ikan terinfeksi akan memperlihatkan perubahan wama maupun bentuk insang, meskipun gejala-gejala lain tidak muncul. Insang terlihat pucat dan memutih. Noga (2000) menyatakan bahwa pigmentasi melanin pada
kulit dan insang ikan diberada di bawah kontrol neuroendokrin dan dipengaruhi oleh hormon. Ketika ikan mengalami sakit, pola pemeliharaan pigmentasi secara normal mengalami penurunan yang disebabkan respon haemostase terhadap fungsi organ-organ vital ikan. Kelainan-kelainan yang terjadi pada insang, memperlihatkan bahwa insang merupakan salah satu organ target serangan KHV. Preparat histologi (pewamaan hematoksilin dan eosin) menunjukkan ciri infeksi virus herpes, yakni tejadinya hipertropi, hiperplasia dan adanya badan inklusi (inclusion body) dalam inti sel (intranuklear inclussion). Pokorova et al, (2005) mengungkapkan bahwa pengamatan secara histologi memperlihatkan epitel insang dengan perubahan degenerasi dan nekrosis dan munculnya badan inklusi pada sel terinfeksi. (Noga 2000) menambahkan respon paling umum kerusakan insang adalah tejadinya hiperplasia atau hipertropi pada epitel sel, yang akhimya dapat menyebabkan fusi diantara lamella sekunder atau bahkan pada lemella primer. Kondisi ini akan menyebabkan penurunan pertukaran gas dan gangguan respirasi. Nekrosis yang meluas pada insang sangat mengganggu dalam mekanisme fisiologis pada ikan. Noga (2000) menyatakan bahwa insang merupakan organ multifungsi, dengan fungsi utarna sebagai organ respirasi, merupakan bagian penting dalam ekskresi amoniak beracun serta berperan menjaga keseimbangan ionik, pertukaran gas, transpost (mono dan divalen) ion, ekskresi sisa nitrogen (amonia dan urea), pengambilan dan eksresi beberapa xenobiotik (Lawrence and Hemingway 2003). Kajian biopsi insang menjadi alat diagnosa penyakit ikan, Noga (2000) menyatakan bahwa insang sehat benvarna merah cerah, sedangkan pucat kemungkinan anemia atau kelainan pada methemoglobin. Beberapa gejala klinis lain yang mungkin secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan serangan KHV yakni terjadi pendarahan pada bagian sirip atau permukaan tubuh, melepuh pada sirip maupun permukaan tubuh, mata ikan cekung dan buta, badan kurus. Hal yang sama telah diperoleh Hedrick ef al. (2000), Englesma and Heanen (2005) dan Amrullah (2004). Kelaian lain ikan yang terinfeksi KHV memperlihatkan pergerakan ikan yang tidak teratur, mengumpul pada pinggir keramba atau akuarium, tidak ada nafsu makan dan tidak berespon terhadap rangsangan dari luar. Hal senada
diungkapkan Sunarto ef a1 (2004) bahwa tingkah laku ikan terserang KHV memperlihatkan : 1) ikan terlihat megap-megap dan berenang di permukaan atau ke arah aliran air masuk, selanjutnya menjadi lemah dan berkumpul di saluran pengeluaran, dan 2) pergerakan tidak terkoordinasi, sangat lamban dan terpisah dari kelompok ikan yang sehat. Sedangkan pada ikan sehat dan carrier-laten umumnya lebih lincah dan sangat berespon terhadap rangsangan seperti cahaya dan gerakan. Pokorova et al. (2005) menyatakan bahwa menunjukkan pergerakan yang tidak menentu sampai kematian. Ikan-ikan yang terinfeksi berat, umumnya tidak mempunyai nafsu makan. Kekurangan suplai energi dan material penyusun sel tubuh mempakan faktor yang mempercepat tejadinya kemsakan organ dan kematian ikan. Kekurangan suplai makanan ini diperlihatkan dengan tubuh ikan kurus dan mata cekung. Dengan kondisi kekurangan energi dan tubuh yang lemah akan memberi peluang lebih besar masuknya infeksi lain atau terjadinya kerusakan organ lainnya seperti mukus habis, sisik terkelupas dan epeitel terkelupas. Dengan demikian akurnulasi gejala klinis ini akan mempercepat tejadinya kematian pada ikan. Penggolongan status kesehatan ikan menjadi sakit, carrier-laten dan sehat ditentukan berdasarkan munculnya gejala klinis. Penggolongan ikan menjadi ikan sakit, didasarkan pada munculnya gejala klinis atau ketidaknormalan ikan secara morfologi, wama tubuh dan tingkah laku. Ikan-ikan yang tidak menunjukkan gejala klinis digolongkan sebagai ikan carrier-laten yang pada tubuhnya mengandung
virus,
namun
tidak
mengekspresikan gejala
klinis
atau
ketidaknormalan ikan. Ikan sehat digolongkan sebagai ikan bebas KHV dan pembahan gejala klinis setelah dilakukan uji stres untuk menggertak virus terekspresi. Kumpulan ikan mas yang menunjukkan gejala klinis temtama insang mernutih secara menyeluruh (100 %) positif terserang KHV setelah diuji menggunakan PCR. Dengan penggunaan PCR, sekuen DNA spesifik vims KHV dapat dideteksi. PCR merupakan metode selektif untuk menggandakan segmen spesifik DNA (Kamnasagar et al. 1999). Hasil pegamatan ini mempakan salah satu indikasi kuat bahwa gejala klinis yang spesifik dari serangan KHV adalah kemsakan insang sampai memutih atau nekrosis. Pengujian dengan menggunakan
PCR terhadap ikan yang digolongkan sebagai ikan carrier-laten memperlihatkan 80 % positif KHV. Seleksi ikan tanpa gejala klinis setelah uji stres melalui
penurunan dari suhu 2 8 ' ~menjadi 2 4 ' ~menghasilkan 90 % ikan bebas KHV yang digolongkan sebagai ikan sehat. Pada ikan sehat ternyata terdapat 10 % yang masih positif KHV. Hasil pengamatan ini memungkinkan terjadi karena 1) fluktuasi suhu yang digunakan belum tepat sehingga virus belum tergertak untuk bereplikasi, 2) pada ikan sehat terdapat untaian DNA virus yang tidak aktif tetapi masih teramflifikasi dengan PCR, namun dengan uji stres tidak dapat mengekspresikan gejala klinis. Sensitivitas PCR yang tinggi untuk mendeteksi keberadan virus merupakan metode terbaik untuk diagnosa keberadaan KHV. Deteksi KHV pada ikan carrier-laten, memperlihatkan PCR memiliki sensitivitas 80 % yang dapat digunakan sebagaiu acuan untuk deteksi dini keberadaan KHV pada benih-benih baru di lokasi budidaya yang baru.
Karasteristik Hematologi Ikan. Kajian hematologi telah umum dilakukan sebagai acuan diagnosa kesehatan manusia. Metode ini juga telah diterapkan untuk mendiagnosa kesehatan ikan. Pada penelitian ini kajian hernatologi ikan meliputi hemoglobin, hematokrit, total eritrosit, total leukosit, dan difrensial leukosit. Berdasarkan informasi ini, dihampakan dapat diketahui respon hematologi ikan terhadap KHV dan respon ketahanan ikan terhadap serangan KHV. Hemoglobin sangat penting karena memiliki berbagai fungsi dalam tubuh (Negal 1972), seperti transpor dan penyimpanan oksigen (Fujaya 2004), proteksi sel terhadap oksigen toksit (katalase dan peroksidase), transpor elektron, sintesis ATP, metabolisme mikrosomal asam lemak, steroit dan xenosiotik. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa rataan kadar hemoglobin ikan pada ikan penelitian ini memperlihatkan bervariasi yakni pada ikan sakit 5,04 +1,7 gldl, pada ikan carrier-laten 5,88 f 1,l g/dl dan pada ikan sehat 6,14 f 0,83 g/dl. Tripathi el 01. (2004) menyatakan bahwa hemoglobin common carp berkisar 6,94 gldl. Hasil pengamatan mernperlihatkan bahwa hemoglobin ikan sakit lebih kecil,
sedangkan Hb ikan carrier-laten agak mendekati Hb ikan sehat. Penurunan ini dapat tejadi sebagai akibat menurunnya viskositas eritrosit ikan (Hall 1972). Hemoglobin ikan sakit lebih rendah daripada lainnya, ha1 ini sangat relevan dengan jumlah eritrosit yang lebih rendah pada ikan sakit, sehingga hemoglobin yang terikat
pada sel juga rendah. Bukti lain pada ulas darah
menunjukkan bahwa eritrosit muda banyak ditemukan pada ikan, sakit daripada ikan sehat dan carrier-laten. Pendarahan yang tejadi merupakan penyebab tejadinya
penurunan
hemoglobin.
Gejala
klinis
ikan terinfeksi KHV
memperlihatkan nekrosis dan haemorage pada insang. Kandungan oksigen air berkisar antara 4,s - 5,s ppm. Konsentrasi ini berada pada kisaran toleransi ikan mas, namun rendahnya hemoglobin menyebabkan pengikatan dan suplai oksigen ke tubuh menurun, ha1 ini ditandai dengan gejala klinis pucat pada insang dan permukaan tubuh. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, ikan mas meningkatkan frekwensi bukaan operkulum, sehingga difusi oksigen dari lingkungan ke insang tejadi secara terus-menerus dan dapat memenuhi kebutuhan oksigen. Gejala frekwensi gerakan operkulum jelas terlihat pada ikan sakit khususnya infeksi ringan. Sejalan dengan meningkatnya infeksi dan kerusakan insang, kemampuan ikan bertahan menurun termasuk aktivitas pemafasan, ha1 ini ditandai dengan bukaan operkulum yang migat lambat dan lemah. Perbandingan antara plasma dan sel darah dikenal sebagai hematokrit. Data ini sangat berguna untuk menentukan apakah ikan mengalami anemia atau normal. Kadar hematokrit memperlihatkan perbedaan pada setiap status kesehatan ikan. Hematokrit ikan sakit mencapai 26,25 4,73 % dan ikan sehat mencapai 28,05
+ 4,71 %, ikan camer-laten 27,61 it
+
3,s %. Moyle dan Cech (1988)
menyatakan bahwa kadar hematokrit common carp (Cyprinus carpio) mencapai 27,l %. Faktor yang menyebabkan penurunan hemoglobin, diduga juga berkaitan dengan penurunan parameter hematokrit. Perubahan jurnlah sel darah akan merubah persentase sel darah dibandingkan dengan plasma. Rendahnya jumlah eritrosit pada ikan sakit menyebabkan persentase hematokrit mengalami penurunan. Penurunan ini tidak terlepas dari terjadinya haemorage pada insang
Dinamika perubahan paramater hematologi ikan seiring dengan dinamika yang pembahan lingkungan atau tekanan yang dialami oleh ikan. Pembahan ini merupakan reaksi normal tubuh untuk menjaga keseimbangan haemostase ikan terhadap lingkungan. Fluktuasi hematokrit ikan mas dapat dipengamhi oleh musim (Omn et al. 2003), kenaikan karena umur ikan sebesar 26 % pada umur 4 minggu menjadi 35 % pada usia 15 minggu (Hmbec et al. 2001), kenaikan karena rangsangan levamisol dari 30 % menjadi 33 % pada ikan rainbow trout (Ispir and Dorocu 2005), penurunan yang disebabkan toksisitas delmaterina dari 42 % menjadi 36 % (PCV) (Svobodova er al. 2003), Fujaya (2004) menyatakan bahwa ada korelasi yang kuat antara hematokrit dan jumlah hemoglobin darah, semakin rendah jumlah sel-sel darah merah, maka semakin rendah pula kandungan hemoglobin dalam darah. Hematokrit atlantik salmon (Salmo salar) adalah 47 % dan hemoglobinnya 9,6 gldl, sedangkan pada nototheniid, hematokrit 21 % dengan kandungan hemoglobin 2,5 g/dl. Beberapa kajian lain memperlihatkan bahwa tekanan terhadap ikan akan mempengaruhi hemoglobin dan hematokrit. Hasil pengamatan total eritrosit memperlihatkan adanya variasi jumlah pada setiap status kesehatan ikan. Jumlah eritrosit pada ikan sakit mencapai 1,5 14 f 0, 691 x lo6 sellpl; ikan carrier-laten 1,673
+ 0,654 x lo6 seWp1 dan ikan sehat
1,917 f 0,568 x lo6 sellpl. Tripathi et 01. (2004) menyatakan bahwa sel darah common carp (Cyprinus carpio) 1,86 x lo6 seWpl. Rendahnya jumlah eritrosit pada ikan mempakan konsekwensi dari serangan KHV yang dapat menyebabkan tejadinya kemsakan maupun pendarahan pada permukaan tubuh dan insang, yang mempakan penyebab menurunnya status kesehatan ikan. Di dalam
sistim
sirkulasi darah, organ hematopoetik khususnya ginjal akan beke j a secara temsmenems untuk mengganti sel darah merah tua dan membentuk sel darah merah bam. Pada kondisi ikan sakit, tejadi pendarahan terus-menems tanpa adanya fungsi pernbeku yang efektif yang diperlihatkan oleh rendahnya persentase trombosit sebesar 67 % dibandingkan dengan ikan sehat. Pembentukan eritrosit tetap berlangsung, namun eritrosit mnda ini juga diduga tumt keluar dari saluran darah sehingga jumlah eritrosit normal tidak tercapai. Di sisi lain, pemulihan dan pembentukan eritrosit tetap berlangsung namun tidak diikuti oleh suplai energi dan material pembentuk darah yang memadai. Hal ini diperlihatkan oleh tingkah
laku ikan yang tidak memiliki nafsu makan. Pada ikan carrier-laten pembentukan dan pemulihan eritrosit tetap berlangsung serta diikuti suplai energi karena ikan memiliki respon yang baik terhadap makanan. Leukosit sebagai komponen sistim pertahanan tubuh, dapat mengalami fluktuasi jumlah maupun persentase (neutrofil, limfosit, monosit dan trombosit) oleh adanya rangsangan benda-benda asing dalam tubuh. Baratawidjaja (2002) menyatakan bahwa komponen sistim imun yang berperan terhadap infeksi virus yakni antibodi, fogosit, interferon, natural killer dan Tc. Total leukosit pada ikan sakit mencapai 3,862 k 0,639 lo4 sellpl, ikan carrier-laten 2,6435 k 0,3839 lo4 seVp1 dan ikan sehat 1,967
+
0,5122 lo4 sellpl. Hasil pengamatan ini
memperlihatkan bahwa terdapat penurunan jumlah leukosit seiring dengan perubahan status kesehatan ikan. Tingginya total leukosit pada ikan sakit sangat wajar terjadi karena peranannya sebagai pertahanan tubuh. Untuk mengimbangi tingkat virulensi virus yang menginfeksi ikan, maka sistim imun ikan berespon dengan memproduksi
sejumlah leukosit. Pada ikan carrier-laten masih
memperlihatkan jumlah leukosit yang besar, ha1 ini merupakan upaya tubuh untuk mengurangi pengaruh virus dan mempertahankan haemostase tubuh. Tripathi et al. (2004) menyatakan bahwa jumlah leukosit ikan normal mencapai 2,4 x lo4 sel/pl Persentase neutrofil ikan mas sakit, carrier-laten dan sehat relatif kecil yakni 2,6-3,7 %. Data ini sangat relevan dengan fungsi neutrofil sebagai pagositik bakteri dan unsur imunogenik lain non-virus. Neutrofil berbentuk sel bundar dengan diameter mencapai 12 pm, memiliki sitoplasma yang bergranula halus dan ditengahnya terdapat
nukleus
bersegmen.
Fungsi
utarna netofil
adalah
penghancuran bahan asing melalui proses fagositosis. Neutrofil tertarik oleh berbagai produk bakteri (Tizart 1985). Stoksit et al. (2001) menambahkan bahwa terjadi peningkatan secara nyata kemampuan memakan (ingesti) dan aktivitas myleperoksidase (MPO) neutrofil ikan carp (Cyprinus carpio L) yang diinfeksi secara alami terhadap bakteri erythodrmalitis untuk memperoleh ikan carp resisten. Sel monosit memiliki persentase yang cukup besar dibandingkan sel lainnya. Hasil pengamatan menunjukkan monosit ikan sehat mencapai 40,37 k
16,31 % pada ikan sakit, l1,50 k S,94 % pada ikan carrier-laten dan 8,10 f 6,05 % pada ikan sehat. Terdapat penumnan nyata jumlah monosit seiring dengan
perbaikan kesehatan ikan. Makropag (monosit) memiliki aktivitas fagositik yang lama, mengolah antigen untuk memberi tanggap kebal dan secara langsung memperbaiki jaringan msak dengan membuang sel-sel msak. Pada kondisi sehat makropag ditemukan dengan persentase 5 % dari seluruh leukosit. Persentase monosit pada ikan sakit relatif lebih tinggi dari yang laimya, ha1 ini dikarenakan peranan monosit untuk melakukan fagositosis benda asing bempa vims maupun sisa-sisa kerusakan sel. Femer et 01. (1995) menyatakan bahwa makropag memiliki peran utama sebagai penentu kekebalan, karena perannya dalam mengolah dan menyajikan antigen dan kerentanan intrinsiknya tidak tergantung antibodi atau aksi limfokin Pada gambar sel monosit, memperlihatkan adanya pembahan ukuran, ha1 ini me~pcikandifrensiasi monosit untuk mengeliminasi vims dan sel yang dimsak oleh vims, maka sistim imun ikan memproduksi monosit dalam jumlah besar yang diikuti pembesaran ukuran monosit (4,02
-
10,72 pm) sehingga kemampuan
aktivitas fagositiknya tercapai. Tahap akhir pada kerja makropag adala!! penelanan, pencemaan dan menyingkirkan material antigenik (Anderson 1974). Peningkatan jumlah monosit pada ikan sakit m e ~ p a k a nsinkronisasi makropag dan limfosit. Makropag sebagai antigen presenting cell (APC) melakukan pagositosis untuk memecah dan menghamburkan bagian-bagian antigen ke permukaan, kemudian diikuti oleh respon imun spesifik yakni limfosit untuk mengalami proliferasi dan difresiasi sel (Kresno 2001). Baratawidjaja (2002) menambahkan bahwa mikroba intraselluler akan dipecah oleh APC menjadi peptida kecil-kecil yang imunogenik untuk dikenal limfosit T. Selanjutnya makropag akan melakukan pagositosis terhadap antigen yang telah mengalami opsonisasi oleh antibodi yang diproduksi oleh sel limfosit B. Selanjutnya makropag memiliki kemampuan melepaskan interferon. Baratawidjaja (2002) menyatakan bahwa interferon merupakan sitokin bempa glikprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi untuk resisten terhadap infeksi virus. Interferon
mempunyai sifat antiviral, yang dapat menginduksi sel-sel sekitar yang terinfeksi untuk resisten terhadap virus dan juga turut mengaktifkan natural killer. Sel limfosit memiliki persentase yang cukup besar pada setiap kondisi ikan, yakni ikan sakit 41,9 f 15,12 %, ikan carrier-laten 60,43 f 8,61 % dan ikan sehat 54,37 f 6,89 %. Kresno (2001) menyatakan bahwa untuk membatasi penyebaran vims dan mencegah re-infeksi, sistim imun hams mampu menghambat virion masuk ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi. Fujaya (2004) menyatakan bahwa limfosit tidak bersifat fagositik, tetapi memegang peranan penting dalam pembentukan antibodi. Kekurangan limfosit dapat menurunkan konsentrasi antibodi dan menyebabkan meningkatnya serangan penyakit. Limfosit mengalami peningkatan jumlah terjadi sebagai hasil proliferasi dan difrensiasi sel. Kresno (2001) menyatakan untuk melawan mikroorganisme intraseluler seperti vims diperlukan respon imun seluler yang mempakan fungsi limfosit T dengan cara membunuh sel terinfeksi menggunakan sel T sitotoksit atau mengaktivasi sel terinfeksi untuk mampu membunuh mikroorganisme yang menginfeksi. Secara cyata persentase trombosit mengalami peningkatan. Pada ikan sakit ditemukan 11,53 f 6,77 %, ikan carrier-laten 25,03
+ 9,58 % dan pada ikan sehat
mencapai 34,90 it: 7,08 %. Persentase trombosit lebih rendah pada ikan sakit, terjadi karena pernanan trombosit untuk menutup jaringan-jaringan yang mengalami nekrosis dan haemorage. Penumnan ini diduga terjadi akibat rendahnya pembentukan trombosit baru dan yang akan telah digunakan. Selain itu kernungkinan lain, bahwa sebagian besar trombosit telah bermigrasi ke daerahdaerah yang mengalami kemsakan, sehingga persentasenya di dalam aliran darah mengalami penurunan. Fujaya (2004) manyatakan bahwa trombosit penting dalam hemostatis karena rnenjaga kebocoran pembuluh darah. Penurunan mortalitas pada ikan yang terinfeksi di Waduk Cirata merupakan bukti keberhasilan aktivitas (kemampuan) sistirn imun ikan mas yang telah tepapar vims KHV beberapa kali. (Fenner et al. 1995) menyatakan pada spesies yang rentan, ketahanan tiap hewan beragam tidak hanya ditentukan genetik inang (yang dapat kemampuan untuk menimbulkan respon kekebalan), umur, status nutrisi dan lainnya. Faktor genetik dan fisiologi secara bersama-sama
menentukan ketahanan non spesifik atau alami yang timbul sebagai akibat beroperasinya sistim kekebalan terhadap infeksi ulang. Setelah ditelusuri, berdasarkan siklus pengembangan budidaya ikan mas di Waduk Cirata, ternyata secara tidak langsung dan tidak disadari, masyarakat telah membantu ikan mas baik induk maupun benih untuk mampu bertahan terhadap infeksi KHV. Kebiasaan masyarakat pada saat untuk melakukan seleksi ikan yang berukuran lebih besar dan dipelihara sebagai calon induk. Kegiatan ini telah berlangsung cukup lama bahkan sebelurn ada kasus serangan KHV di Waduk Cirata, bahkan ketika terjadi kematian karena serangan KHV. Ikan hidup beukuran besar dari sisa serangan KHV akan dipelihara sebagai calon induk. Ketika induk matang gonad dan dipijahkan, maka benih-benih yang dihasilkan akan dipelihara kembali di keramba Waduk Cirata, dan demikian selanjutnya, setiap masa panen akan dilakukan seleksi seperti sebelumnya untuk mendapatkan calon induk yag lebih baik. Dengan demikian ikan-ikan yang dipelihara di Waduk Cirata telah terpapar berulang kali terhadap KHV. Terpaparnya ikan secara bemiang diindikasikan telah merangsang peningkatan kemampuan sistim ketahanan tubuh ikan baim non-spesifik maupun spesifik serta diiukuti terbentuknya sel memori. Parelberg er al. (2003) menyatakan bahwa ikan resisten didefenisikan sebagai semua ikan yang mampu hidup setelah minimal 2 kali terinfeksi secara alami atau eksperimen. Diduga ikan yang dipelihara kembali di keramba Waduk Cirata telah memperoleh sistim imun bawaan dari induk. Hal ini menyebabkan ikan mas yang terpapar untuk bertahan terhadap serangan KHV dan diikuti dengan peningkatan survivor ikan. Umumnya kematian ikan pada benih lebih besar daripada ukuran besar . Woo et al. (2002) menyatakan bahwa infeksi virus dapat menyebabkan kematian secara massal khusunya pada benih daripada induk karena perkembangan ketahanan Beberapa parameter hematologi ikan carrier-laten memperlihatkan nilai yang hampir sama dengan ikan sehat, dengan demikian ikan ini berpeluang dikembangkan menjadi calon ikan mas tahan KHV. Parameter hemoglobin, hematokrit dan total eritrosit, meskipun lebih rendah, namun nilainya masih pada kisaran ikan sehat, sedangkan berdasarkan parameter yag berhubungan dengan
sistim imun yakni total leukosit dan difrensial leukosit memperlihatkan nilai yang lebih tinggi daripada ikan sehat. Hasil kajian ini merupakan suatu indikasi perkembangan dan kemampuan sistim imun ikan mas melawan serangan KHV meskipun ikan masih bersifat carrier-laten.
Aspek lain yang mungkin
mempengaruhi ketahanan ikan tersebut terjadi perkembangan ketahanan alami secara genetik
Karakteristik Virulensi Virus Dalam ilmu kesehatan ikan, sistim ketahanan tubuh berbanding terbalik dengan virulensi virus, yang artinya bahwa kemampuan virus menginfeksi akan meningkat ketika aktivitas sistim imun menurun dan demikian sebaliknya kerentanan dapat mengalami penurunan ketika virus yang diujikan justru virus yang telah lemah. Kajian nilai vimlensi virus atau fish infected dosis-50 (FID-50) akan menunjukkan kemampuan virus menginfeksi sekaligus memperlihatkan kerentanan tubuh dan kemampuan sistim imun ikan untuk melawan virus. Tingkat virulensi virus dapat mengalami perubahan. Penentu dari virulensi virus biasanya multigenik (oleh banyak gen) (Fenner et al. 1995) Patokan kajian virulensi virus berdasarkan penelitian Amrullah (2004) yang menemukan FID-50 sekitar titer 10"Llml. Nilai FID-50 120 jam pada uji vimlensi virus KHV yang diperoleh dari ikan sakit mencapai 10'" dan 10"' untuk virus dari ikan carrier-laten. Hasil uji ini memperlihatkan tejadinya penurunan virulensi virus KHV. Namun disisi lain, bahwa virus yang diperoleh dari ikan carrier-laten masih memiliki vimlensi yang besar. Kenyataan di lapangan bahwa virus yang masuk ke kawasan baru tetap menyebabkan kematian mencapai 80-90 %. Seperti pada tahun 2002 di Waduk Cirata (Sunarto et al. 2004), tahun 2003 di Danau Singkarak dan di Danau Toba tahun 2004. Penelitian Perelberg et al. (2003) dengan melakukan injeksi secara intraperional ekstrak ginjal yang dihomogenkan dan disaring sebanyak 0,4 ml menunjukkan infeksi 37 % dan 82 % setelah 7-10 hari penginfeksian. Antychowicz et al. (2005) menemukan bahwa sebagian besar ikan mengalami kematian setelah 24-48 munculnya gejala klinis. Fenner et al. (1 995) menyatakan bahwa keganasan virus tergantung kepada perimbangan antara virulensi virus dan
ketahanan inang. Suatu infeksi akut merupakan perlombaan antara kemampuan virus bereplikasi, menyebar dalam tubuh dan menyebabkan penyakit dengan kemampuan inang untuk menangkis dan mengendalikan serangan virus. Hasil uji ini merupakan suatu indikasi bahwa ikan mas yang bebas KHV yang berasal dari luar Waduk Cirata atau yang belum pernah terpapar dengan KHV ternyata masih rentan. Bahkan kerentanan ikan mas juga diperlihatkan dengan munculnya gejala klinis ketika terpapar dengan KHV yang diperoleh dari ikan canier-laten. Penurunan tingkat mortalitas ikan mas yang terserang KHV di Waduk Cirata diduga disebabkan oleh beberapa ha1 yang berkaitan dengan sistim imun dan penurunan virulensi virus. Benih ikan mas yang dipelihara umumnya berasal dari induk ikan mas yang dipelihara di Waduk Cirata dan pemah terpapar dengan KHV dengan demikian benih-benih yang dipelihara telah memiliki imunitas bawaan dari induk sehingga sebagian mampu bertahan. Intensitas serangan virus yang sering muncul diduga menjadi salah satu faktor yang meningkatkan ketahanan ikan, karena sistim imun ikan terlatih untuk melawan serangan KHV, selanjutnya adanya penurunan virulensi virus menjadi salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya mortalias ikan. Iwama and Nakanishi (1996) menyatakan bahwa ikan secara individual dari populasi yang sama memiliki kemampuan yang berbeda untuk menahan bakteri seperti Vibrio angguillarum, Aeromonas salmonicida dan Renibacterium salmonarium
Kualitas Air Kualitas air yang terpantau di keramba Waduk Cirata maupun di laboratorium, rnenunjukkan kualitas yang baik untuk kehidupan ikan mas. Kualitas air Waduk Cirata diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC), yakni Pada pengamatan di keramba Waduk Cirata DO berkisar 4,8
-
5,O ppm, pH 7,8 dan suhu 28-30°C. Sedangkan
hasil pengukuran kualitas di laboratorium diperoleh kandungan oksigen terlarut
(DO) berada pada kisaran toleransi ikan yakni 6,31-6,81 ppm, pH air berkisar 7,89-8,14.