23
Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2000-2004
Pendahuluan Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan suatu negara, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang berpenduduk besar. Perhatian terhadap peningkatan ketahanan pangan (food security) mutlak diperlukan karena terkait erat dengan ketahanan sosial (social security), stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan atau ketahanan nasional (national security). Ketahanan pangan dapat diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan pangan dengan jumlah yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah mudah diperoleh rurnah tangga, aman dikonsumsi serta dengan harga terjangkau. Dengan demikian ketahanan pangan mencakup aspek ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility) dan kehandalannya dalam meredam variasi/siklus musim( reliability). Ketahanan pangan sangat terkait dengan aspek kemiskinan. Kemiskinan mempunyai dimensi yang luas, namun yang utama adalah ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar pangan bagi kehidupan yang layak, sehingga pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu langkah strategis dalam pengentasan kemiskinan. Namun disisi lain, kemiskinan keterbatasan daya beli menyebabkan masyarakat tidak dapat akses terhadap pangan walaupun tersedia di pasar. Pembangunan bidang ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang kompleks, yang bukan hanya mencakup sektor pertanian saja, tetapi bersifat lintas sektor/lembaga, lintas pelaku, lintas daerah dan bahkan terkait langsung dengan perdagangan regional dan internasional. Dilihat dari hirarkinya ketahanan pangan mencakup ketahanan pangan nasional, ketahanan pangan regional/lokal dan ketahanan pangan rurnah tangga. Komoditi pangan dalam arti luas mencakup komoditi sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Salah satu aspek penting dalam ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan. Penyediaan pangan dapat berasal dari produksi dalam negeri atau dari impor. Sebagai suatu negara kepulauan dengan penduduk besar maka penyediaan pangan harus semaksimal mungkin berasal dari produksi dalam negeri (swasembada) dan tidak bergantung kepada pangan impor.
R3_bab_23_Edited.indd 263
02/04/2010 18:48:02
Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2000-2004
Keragaan Sektor Pertanian 2000-2003 Keragaan sektor pertanian selama periode 2000 sampai dengan 2003 telah mengalami pemulihan (dari krisis ekonomi tahun 1997-1998) menuju perturnbuhan yang berkelanjutan. Selama 4 (empat) tahun dalam periode tersebut rata-rata laju pertumbuhan tahunan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian dan peternakan mencapai 1,83%, jauh lebih tinggi dibanding rnasa periode krisis (1998 -1999) yang hanya 0,88%. Bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelum krisis 1,57%. Subsektor tanaman bahan makanan menunjukkan kinerja yang semakin membaik. Pada saat krisis subsektor ini hanya tumbuh sebesar 0,13%, sementara pada periode 20002003 dapat mencapai rata-rata 0,58%. Subsektor perkebunan tumbuh sebesar 5,02%, lebih tinggi dari periode sebelum krisis yang hanya sebesar 4,30%. Hanya subsektor peternakan yang pertumbuhannya lebih rendah dari masa sebelum krisis, yaitu meskipun tumbuh sebesar 3,13%, akan tetapi masih lebih rendah dibanding dengan masa sebelum krisis yang mencapai 5,01%. Menurut ramalan BPS, pada tahun 2004 produksi padi diperkirakan 53.7 juta ton atau meningkat 2,93% dibanding tahun 2003, jagung meningkat 1,59%, kedelai 2,41%, kacang tanah 5,52%, ubi kayu 3,92%. Jumlah penduduk pertanian miskin menurun dari 26 juta orang pada tahun 1999 menjadi 20,6 juta orang pada tahun 2002. Jumlah penduduk pedesaan miskin menurun dari 33 juta orang atau 26% pada tahun 1999 menjadi 25 juta orang atau 21% pada tahun 2002. Untuk produk pertanian secara keseluruhan, surplus neraca perdagangan meningkat dari US $ 1,3 milyar pada tahun 1996 menjadi US $ 3.4 milyar pada tahun 2002 dan US $ 3,7 milyar pada tahun 2003. Volume Impor beras menurun tajam dari 4,8 juta ton pada tahun 1999 menjadi 1,0 juta ton pada tahun 2003, bahkan mungkin pada tahun 2004 kita akan mengalami surplus beras.
Keragaan Ketahanan Pangan Nasional Ketersediaan pangan per kapita per hari dalam bentuk kalori dan protein selama 5 tahun terakhir rata-rata kuantitasnya lebih dari cukup, yakni ratarata 3.000 kilo kalori karbohidrat dan 74 gram protein. Sementara itu berdasarkan rekomendasi Widia Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004, kebutuhan rata-rata masyarakat Indonesia terhadap kalori sebanyak 2.200 kilo kal/kapita/hari dan protein 57 gram/kapita/hari. Pada tahun 2003, ketergantungan terhadap impor (kalori) yang berasal dari bahan pangan
264 264
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_23_Edited.indd 264
02/04/2010 18:48:03
Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2000-2004
berkisar 0 %, untuk daging ayam, telur, ubi jalar dan ubi kayu sampai 1,85% pada beras. Angka ketergantungan yang relatif tinggi adalah gula 2,08%, kedelai 1,88%, dan jagung 1,54%. Walaupun perkembangannya berfluktuasi, akan tetapi menunjukkan tren yang menurun. Pada produk hewani relatif tetap, kecuali susu yang relatif naik sebesar 0,3%. Konsumsi energi tahun 2003 (pasca krisis) berdasar SUSENAS 2003 sebesar 1.990 kkal/kapita/hari, naik 138 kkal/kap/hari atau 7,45% dari konsumsi tahun 1999 (masa krisis) sebesar 1.852 kkal/kap/hari. Konsumsi protein naik 6,7 gram/kap/hari atau 13,77% dari 48,67 gram/kap/hari pada tahun 1999 menjadi 55,37 gram/kap/hari tahun 2003. Kondisi ini telah melebihi angka sebelum krisis moneter (tahun 1996) yang hanya 54,59 gram/ kap/hari. Perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH) juga menunjukkan bahwa kualitas konsumsi tahun 2003 (skor PPH =77,6) lebih baik dari kualitas konsumsi tahun 1999 (skor PPH = 62,6) dan tahun 1996 sebelum krisis moneter (skor PPH =74,8). Meskipun konsumsi energi penduduk baru mencapai 95% dari angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan (2.000 Kkal), akan tetapi hal itu menunjukkan bahwa kualitas konsumsi semakin membaik, semakin terdeversifikasi/beragam dan berimbang. Aksesibilitas terhadap pangan beras dapat dilihat dari stabilitas dan tingkat harga beras. Koefisien variasi harga beras pada periode masa pemulihan krisis ekonomi (2000-2003) lebih rendah dari periode sebelum krisis ekonomi (1998-1999), bahkan juga lebih rendah dari periode sebelum krisis ekonomi (1993-1997). Harga riil beras selama masa pemulihan krisis ekonomi (20002003) cenderung turun. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode 20002003, aksesibilitas masyarakat terhadap pangan beras makin meningkat, merupakan hasil dari berbagai kebijakan perberasan yang telah diambil dalam periode pasca krisis. Situasi ketahanan pangan nasional dalam beberapa tahun terakhir mengalami perbaikan, seperti ditunjukkan oleh beberapa indikator yaitu: (a) kenaikan produksi beberapa komoditas pangan pokok; (b) meningkatnya kualitas konsumsi pangan; (c) lebih stabilnya pergerakan harga-harga pangan; (d) dan meningkatnya pendapatan nilai tukar petani. Selama periode tahun 2000 - 2003, kemandirian pangan Indonesia semakin meningkat seperti tercermin dari semakin mantapnya ketersediaan pangan dan semakin menurunnya rasio impor beberapa bahan pangan penting terhadap total penyedian pangan. Dalam tahun 2002 rasio impor beras terhadap penyediaan Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_23_Edited.indd 265
265 265
02/04/2010 18:48:03
Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2000-2004
sebesar 2,64% rnenurun menjadi 2,16% pada tahun tahun 2003. Demikian juga impor jagung, turun dari 1,42% tahun 2001 menjadi 1,25% tahun 2003. Impor gula juga turun dari 1,77% tahun 2001 menjadi 1,69% tahun 2003. Ketergantungan terhadap impor daging ayam, telur.ubi jalar, dan ubikayu mendekati 0%. Angka ketergantungan yang relatif tinggi adalah gula 1,69%, kedelai 1,51%, dan jagung 1,25%. Aksesibilitas masyarakat terhadap pangan juga semakin baik sebagai hasil perpaduan dari peningkatan pendapatan dan peningkatan produksi pangan nasional. Kondisi tersebut sejalan dengan perbaikan kinerja produksi bahan pangan pokok. Selama periode 2000-2003 produksi padi, jagung, kacang tanah, dan ubi kayu mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,59; 3,67; 1,05 dan 2,82% per tahun, sedangkan komoditas kedele dan ubi jalar mengalami penurunan masing-masing -14,03 dan -1,71% per tahun. Pada tahun 2003, produksi padi mencapai rekor tertinggi yaitu sebesar 52,01 juta ton GKG (gabah kering giling), momentum tersebut terus berlanjut sampai tahun 2004, dengan perkiraan produksi sebesar 53,7 juta ton GKG. Peningkatan produksi terjadi terutama karena peningkatan produktifitas, sementara luas panen cenderung menurun. Peningkatan produktivitas merupakan hasil penerapan inovasi teknologi seperti penemuan bibit unggul baru dan teknologi budidaya, serta efisiensi usahatani. Penurunan luas panen disebabkan oleh konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian, serangan hama, banjir dan kekeringan. Dalam periode tersebut, produktivitas padi, jagung, kedele, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar mengalami pertumbuhan positif masingmasing 1,45; 5,22; 1,40; 1,76; 5,16 dan 2,36% per tahun, sedangkan luas panen keenam komoditas pangan tersebut mengalami penurunan masingmasing -0,86; -1,54; -15,43; -0,71; -2,33 dan -4,07% per tahun.
Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Berbagai keberhasilan selama periode 2000-2003 tidak terlepas dari kebijakan program pemerintah yang memberikan perhatian besar terhadap ketahanan pangan nasional. Beberapa kebijakan yang secara langsung mendorong peningkatan produksi pangan adalah: (a) Penetapan HDPP (Harga Dasar Pembelian Pemerintah) disertai penetapan tarif atau pelarangan import beras; (b) Penyediaan KKP (Kredit Ketahanan Pangan) sebesar Rp. 1,270 milyar dengan bunga yang disubsidi; (c) Subsidi pupuk sebesar Rp. 1,300 milyar; (d) Subsidi benih padi dan kedelai sebesar Rp. 120 milyar.
266 266
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_23_Edited.indd 266
02/04/2010 18:48:03
Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2000-2004
Program peningkatan produksi dilakukan antara lain melalui kegiatan: (a) peningkatan mutu intensifikasi pada lahan andalan produksi pangan dengan menerapkan inovasi, (b) optimalisasi pemanfaatan lahan kering, tadah hujan, lebak dan pasang surut terutama diluar Jawa, (c) pengernbangan usahatani terpadu antara tanaman pangan perkebunan dan ternak, dan (d) pengembangan sumber pangan alternatif dalam rangka diversifikasi produksi dan konsumsi. Program-program tersebut didukung dengan pengembangan kelembagaan layanan yaitu: (a) lembaga layanan saprodi, (b) permodalan, (c) penyuluhan, (d) perlindungan tanaman, serta (e) pemasaran dan pasca panen. Untuk membangun jaringan dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dilakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan program dengan instansi terkait di pusat maupun dengan daerah. Peningkatan produktivitas telah berdampak pada peningkatan pendapatan petani dan pengentasan kemiskinan di pedesaan. Peningkatan produksi juga mempunyai efek ganda bagi tumbuh dan berkembangnya usaha agribisnis hulu dan hilir, yang pada gilirannya meningkatkan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional maupun regional.
Tantangan Kedepan Dari segi komposisi menunjukkan bahwa sumbangan energi masingmasing kelompok pangan pada tahun 2003 terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) masih didominasi oleh kelompok padi-padian sebesar 61,6%, walaupun konsumsi beras turun 5,22 kg/kap/tahun dibandingkan tahun 1999. Proporsi ideal yang diharapkan untuk kelompok padi-padian maksimum 50,0%. Sumbangan delapan kelompok pangan yang lain terhadap konsumsi pangan penduduk pada tahun 2003 sebagian besar naik dibandingkan tahun 1999, terutama untuk kelompok pangan hewani, kelompok sayur dan buah, minyak dan lemak, dan buah biji berminyak, tetapi masih berada di bawah target PPH. Dibandingkan dengan proporsi harapan, kondisi pencapaian konsumsi pangan hewani masih kurang 42,5%, dan kelompok pangan sayur dan buah kurang: 25%. Demikian pula kelompok umbi-umbian, kacangkacangan, serta minyak dan lemak, selisih antara pola konsumsi tahun 2003 dengan PPH adalah -32%, -38%, dan -2%. Untuk kelompok pangan gula, buah biji berminyak, dan pangan lainnya sudah memenuhi target PPH. Permintaan pangan akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi yang masih tergantung kepada beras. Saat ini upaya mempertahankan laju produksi pertanian terkendala oleh beberapa hal, antara lain: (1) konversi lahan pertanian produktif ke non pertanian, Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_23_Edited.indd 267
267 267
02/04/2010 18:48:03
Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2000-2004
(2) semakin langkanya luas baku lahan karena lambatnya pembukaan lahan pertanian baru, sementara konversi lahan pertanian cenderung meningkat, (3) lambatnya pembangunan jaringan irigasi, sementara kualitas jaringan irigasi yang ada cenderung turun, dan (4) ketidakmampuan masyarakat pedesaan mengakses permodalan dan teknologi serta (5) persaingan dengan produk pangan asal impor. Sebagian besar alih fungsi lahan pertanian adalah untuk tapakan pemukiman, industri dan jalan raya, yang ketiganya dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi. Konversi lahan pertanian merupakan fenomena permanen yang terus menjadi ancaman serius terhadap upaya dalam memantapkan ketahanan pangan nasional, meningkatkan kesejahteraan petani serta pengentasan kemiskinan di pedesaan. Selama periode tahun 1994-1999, total luas lahan pertanian yang beralih fungsi mencapai 103.476 ha. Ironisnya, lebih dari separuh lahan yang beralih fungsi tersebut adalah lahan sawah, basis dari usahatani padi, palawija dan tanaman pangan lainnya. Sekitar 70% (73.922 ha), dari total lahan pertanian yang beralih fungsi tersebut terjadi di Jawa, lahan pertanian yang paling subur namun dengan rata-rata luas pemilikan lahan paling kecil secara nasional. Khusus untuk sawah ternyata 48.573 ha atau 84% dari total 57.717 ha lahan sawah yang beralih fungsi juga terjadi di pulau Jawa, lahan yang paling produktif untuk padi. Konversi lahan pertanian merupakan hal yang sulit untuk dihindari sejalan dengan dinamika pembangunan namun perlu upaya pengendalian untuk mengatasi dampak yang ditimbulkannya. Pada masa lalu, langkah yang ditempuh untuk mengatasi lahan ini lebih terfokus pada pendekatan hukum, yaitu dengan membuat peraturan dan perundang-undangan yang bersifat melarang alih fungsi lahan pertanian, khususnya lahan sawah beririgasi teknis. Peraturan dan pengaturan yang banyak itu mungkin berhasil memperlambat proses konversi lahan pertanian, namun pada kenyataan tidak dapat menghentikannya sama sekali. Untuk memperluas lahan pertanian, perlu dilakukan program rehabilitasi dan optimalisasi pemanfaatan lahan pertanian yang pelaksanakan melalui: (a) Upaya rehabilitasi dan pembangunan sistem irigasi; (b) Upaya optimalisasi pemanfaatan lahan tidur dan lahan terlantar; (c) Upaya pencetakan sawah baru. Selain melalui upaya pembangunan fisik program ini hanya dapat berhasil bila ditunjang dengan kebijakan insentif usaha tani, fasilitasi pembiayaan dan penataan kelembagaan kepemilikan lahan. Program perluasan areal pertanian merupakan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kapasitas produksi
268 268
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_23_Edited.indd 268
02/04/2010 18:48:03
Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2000-2004
pertanian dan sekaligus meningkatkan rata-rata luas pemilikan lahan pertanian. Pada masa lalu, peran pemerintah dalam program ini disalurkan melalui program transmigrasi. Sejak tahun 1997 program transmigrasi mengalami hambatan, yang jelas berdampak pada perlambatan perluasan areal lahan petanian. Program perluasan areal pertanian merupakan program jangka menengah-panjang yang memerlukan komitmen politik atau hubungan kebijakan yang memadai. Pada bagian lain, implementasi sistem perdagangan bebas merupakan ancaman dan sekaligus tantangan bagi sistem produksi dalam negeri akibat persaingan dengan produk luar, baik dari segi mutu maupun harga. Pada kondisi usaha agribisnis dalam negeri yang umumnya didominasi oleh usaha skala mikro (UKM), dan upaya yang sedang dilakukan untuk membangkitkan kembali usaha agribisnis yang terpuruk akibat krisis, maka keberpihakan bagi berkembangnya UKM agribisnis tersebut sangat diperlukan. Untuk itu, disamping diperlukan fasilitasi bagi berkembang-kuatnya usaha UKM tersebut, diperlukan pula langkah-langkah perlindungannya, seperti penerapan tarif impor bagi komoditas yang diproduksi di dalam negeri dan menjadi sumber pendapatan dan lapangan kerja sebagian masyarakat (kebijakan promosi dan proteksi).
Agenda yang Perlu Dilanjutkan Agenda jangka menengah (lima tahun) yang kita rumuskan adalah bagaimana mempertahankan dan meningkatkan kinerja yang cukup mengembirakan tersebut. Disadari, potensi pertumbuhan yang ada saat ini sudah hampir termanfaatkan secara optimal. Setidaknya lima upaya yang harus dan segera dilakukan agar momentum akselerasi pertumbuhan sektor pertanian dapat terus dipertahankan secara berkelanjutan yaitu : (a) merenovasi dan memperluas infrastruktur fisik (hard infrastructure), utamanya sistem irigasi, sistem transportasi, sistem telekomunikasi dan kelistrikan pedesaan; (b) revitalisasi sistem inovasi pertanian (penelitian dan pengembangan, penyuluhan dan diseminasi teknologi pertanian); (c) pengembangan kelembagaan agribisnis (tata pemerintahan, organisasi pengusaha dan jejaring usaha); (d) rekonstruksi sistem insentif berproduksi dan investasi; dan (e) pengelolaan pasar input dan output. Peningkatan akses terhadap kredit merupakan aspek penting dalam pengembangan agribisnis. Selama ini akses terhadap kredit terkendala oleh penerapan persyaratan agunan yang sulit dipenuhi oleh pelaku agribisnis. Keberadaan Bank Pertanian yang secara khusus memfasilitasi usaha agribisnis Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_23_Edited.indd 269
269 269
02/04/2010 18:48:03
Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2000-2004
dan pedesaan perlu diwujudkan. Komisi III DPR telah memberikan dukungan yang positif terhadap ide tersebut. Dalam memberikan pelayanan keuangan yang mudah diakses oleh petani tanpa melalui prosedur prudential perbankan, Departemen Pertanian terus mendukung pengembangan dan pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro untuk Agribisnis melalui 2 (dua) pendekatan yaitu: (1) menggunakan LKM yang sudah berjalan dimasyarakat dan sudah berkembang sesuai dengan budaya masyarakat setempat, dan (2) mendorong tumbuhnya LKM Agribisnis dari embrio LKM yang berasal dari program dana bergulir PKP, proyek P4K, serta proyek dana bergulir lainnya yang sudah dilakukan. Departemen Pertanian saat ini telah menyusun Skim Kredit Agribisnis (SKA) yang cakupannya tidak saja pada usaha on-farm (seperti pada skim KKP), tetapi juga mencakup usaha mulai dari hulu sampai ke hilir seperti untuk pengadaan saprodi, pengadaan alat dan mesin, pengolahan hasil pertanian dan sejenisnya. Mengingat usaha agribisnis ini dilakukan oleh petani dan pengusaha kecil maka diharapkan dukungan pemerintah terhadap Skim Kredit Agribisnis yaitu melalui penyediaan subsidi bunga walaupun tidak sebesar pada subsidi bunga KKP. Sektor pertanian merupakan kunci untuk pengentasan kemiskinan dan pemantapan ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, pembangunan sektor pertanian haruslah tetap dijadikan sebagai prioritas pembangunan nasional. Inilah konsensus politik yang masih perlu diperjuangkan bersama. Kinerja sektor pertanian tidaklah semata-mata cermin kinerja Departemen Pertanian, tetapi justru lebih banyak ditentukan oleh pihak-pihak di luar Departemen Pertanian, utamanya kerja keras petani. Oleh karena itu, kalaupun ada perbaikan dalam kinerja sektor pertanian, penghargaan terbesar adalah bagi mereka yang telah berjasa besar, yang pasti bukanlah hanya jajaran Departemen Pertanian. Namun, segala kekurangan yang ada, apapun itu, pasti jajaran Departemen Pertanian turut memikul tanggung jawab.
270 270
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_23_Edited.indd 270
02/04/2010 18:48:03