PANDANGAN YUSUF QARDHAWI TENTANG ZAKAT PROFESI ( Studi Hadis-hadis Dalam Kitab Fiqh al-Zakat ) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh : Anwar Mustaqim NIM: 102034024801
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010
PANDANGAN YUSUF QARDHAWI TENTANG ZAKAT PROFESI ( Studi Hadis-hadis Dalam Kitab Fiqh al-Zakat )
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh : Anwar Mustaqim NIM : 102034024801
Di Bawah Bimbingan
Muslih, M.Ag. NIP : 19721024 200312 1 002
JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2010
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PANDANGAN YUSUF QARDHAWI TENTANG ZAKAT PROFESI “Studi Hadis-Hadis Dalam Kitab Fiqh al-Zakat”, Telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Maret 2010. Skripsi ini telah diterimaa sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1), pada Jurusan Tafsir Hadis. Jakarta, 18 Maret 2010 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris
Dr. Bustamin, M. Si. NIP. 19630701 199803 1003
Rifqi Muhammad Fathi, MA. NIP. 19710816 199703 2002 Anggota,
Dr. Bustamin, M. Si. NIP. 19630701 199803 1003
Dr. M. Isa HA Salam, MA. NIP. 19531231 198603 1 010
Muslih, M. Ag. NIP. 19721024 200312 1 002
ABSTRAK
Rukun Islam yang dijelaskan salah satunya adalah tentang zakat. Zakat sebenarnya dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah zakat tentang harta dan yang kedua zakat pertanian. Zakat ini berupa emas, perak, hasil pertanian (tanaman dan buah-buahan), barang dagangan, ternak, hasil tambang, barang temuan, dan jasa propesi. Masalah zakat profesi, memang baru muncul pada zaman sekarang, hal ini disebabkan banyaknya ahli-ahli tertentu yang mendapat penghasilan dari keahliannya tersebut. Namun perlu diketahui bahwa di zaman Rosulullah Saw telah ada beragam profesi, namun kondisinya berbeda dengan zaman sekarang dari segi penghasilannya. Di zaman itu penghasilan yang cukup besar dan dapat membuat seseorang menjadi kaya bertolak belakang dengan zaman sekarang. Kondisi tersebut menimbulkan permasalahan apakah penghasilan yang diperoleh mereka dapat dikenakan zakat? permasalahan ini telah dijawab oleh para ulama tradisional maupun modern Berkenaan dengan zakat terhadap harta penghasilan di atas apakah sama wajib dizakati seperti halnya harta benda yang telah jelas dalilnya?, bila merujuk pada kitabkitab klasik tidak akan ditemukan dalil yang sharih (jelas), tentang zakat propesi sehingga mereka (ulama modern), mengistinbat hukum dengan mencari kiasan pada al-Qur’an dan hadis Maka dari itu penulisan ini, diarahkan pada penilitian terhadap hadis-hadis zakat propesi untuk mengetahui kehujjahan suatu hadis.
i
PEDOMAN TRANSLITERASI -
d
b
t
t
z
ts
‘a
j
gh
h
f
kh
q
d
k ل
dz
l
r
m
z
n
s
w
sy
ه
s
H Y
BACAAN PANJANG â (a dibaca panjang
Contoh, اﻟﻤﺎﻟﻚ- al-Mâlik
Î (i dibaca panjang
Contoh, اﻟﺮﺣﯿﻢ- al-Rahîm
Û (u dibaca panjang)
Contoh, – اﻟﻐﻔﻮرal-Ghafûr
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Tiada kata yang paling mulia kecuali ucapan syukur kepada Allah SWT Maha pencipta alam semesta. Atas rahmat dan karunia-nya, serta tak henti-hentinya Dia menyinari penulis sehingga skripsi yang berjudul : “PANDANGAN YUSUF QARDHAWI
TENTANG ZAKAT PROFESI( Studi Hadis-hadis Dalam Kitab Fiqh alZakat ) ” ,akhirnya dapat terselesaikan walaupun ada sedikit kendala. Salawat serta salam, penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW juga Rasul pilihan rahmat bagi seluruh alam. Begitupun bagi keluarga, sahabat-sahabatnya dan umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana (S1) pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa suksesnya penulisan skripsi iniu bukan semata-mata atas upaya penulis sendiri, akan tetapi juga karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, yang senantiasa mencurahkan do’a, dan kasih sayangnya kepada penulis. Dan selalu memberikan dukungan yang tidak ternilai baik moril maupun materiil. 2. Bapak Dr. H. Muhammad Amin Nurdin, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.Bapak Dr.Bustamin, MBA., Selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis, dan Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis Bapak Dr. Edwin Syarif, M.A. beserta para dosen dan staf Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya serta pelayanan dalam proses penyusunan skripsi ini.
iii
3. Bapak Muslih. M.Ag, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya di tengah-tengah kesibukan beliau. Untuk membimbing serta memberikan masukan pada penulis dalam menyusun skripsi ini. 4. Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, dan Perpustakaan Iman Jama’ yang telah memberikan pelayanan dalam memberikan literatur kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 5. Kakanda Siti Arfiyah, Titi Tartila, Nur hasanah dan juga adik penulis Siti Khodijah, yang telah men-Support kepada penulis sehingga skripsi ini selesai. 6. Teman-teman jurusan Tafsir Hadis angkatan 2002, khususnya teman-teman KKN Sukabumi : Nurohman, Junaidi Ismail, Salman Al-Farisi, Muhyidin,
Husni
Mubarraq, Miftah, Juman, Sholahuddin, haidar Dan teman-teman kelas yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu tapi tidak sedikitpun menghilangkan rasa hormat penulis kepada mereka. 7. Kawan-kawan seperjuangan di KMB (Komunitas Mari Berbagi) : Muhyiddin, Zaky Amany, Anwar Turis, Sahrul, Pujo dan teman-teman kostan Nyonk, Idris, Jayadi Amin, Miftah, Amin Medan, Agil, Tio, Ahmad Baihaqi, Asok, lain-lain. 8. Kawan-kawan di Rock n Scooter Zein Fathir, Babay, Indra doyok, Babay, Ijal Jali, dan lain-lain. 9. Kawan-kawan di band NEBULA Wira, Aris, Sarah, Reza, Sykron. Serta Kawankawan di Yess n Roll Tsabit, Markel, Bung Roy dan Damsyit. Kapan kita ngejam lagi. Hasrat untuk menyajikan skrifsi ini dengan baik dan sempurna telah penulis upayakan secara sungguh-sungguh dan maksimal. Namun, penulis menyadari sepenuh hati, bahwa hasil yang dicapai masih jauh dari keinginan dan harapan semua pihak.
iv
Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif guna menyempurnakan karya ini sangat penulis harapkan dan akan diterima dengan hati lapang. Semoga karya yang sederhana ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya perkembangan ilmu Tasir dan Hadis di masa yang akan datang, amien.
Jakarta, 02 Maret 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................... i TRASNLITRASI ................................................................................................. ii KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii DAFTAR ISI........................................................................................................ vi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................. 4 C. Tinjauan Pustaka. .............................................................................. 4 D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6 E. Metodologi Penelitian........................................................................ 6 F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 7
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT A.
Pengertian ...................................................................................... 8 1. Menurut bahasa (etimologi)....................................................... 8 2. Menurut istilah (terminologi) .................................................... 10
B.
Pembagian zakat............................................................................. 11
C.
Tujuan dan manfaaat zakat.............................................................. 15
BAB III HADIS-HADIS TENTANG ZAKAT PROFESI A. Redaksi Hadis..................................................................................... 21 B. Kritik Sanad dan Matan Periwayatan Hadis ........................................ 24 1. Kritik Sanad. ................................................................................... 25 2. Kritik Matan ................................................................................... 57
vi
C. Skema Hadis....................................................................................... 57 BAB IV KAJIAN HADIS-HADIS TENTANG ZAKAT PROFESI A. Subtansi Dasar Zakat Profesi .............................................................. 61 B. Hadis-hadis Zakat Profesi ................................................................... 64 C. Pendapat Para Ulama Tentang Zakat Profesi....................................... 69 D. Analisis .............................................................................................. 72 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 84 B. Saran ................................................................................................. 86 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 88
vii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Islam mempunyai pondasi rukun imam dan rukun Islam yang diyakini
sebagai tolak ukur beragama yang baik dalam ajaran Islam. Sebagai mana firman Allah Swt :
“....Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah: 98/5).
Rukun Islam yang dijelaskan salah satunya adalah tentang zakat. Zakat sebenarnya dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah zakat tentang harta dan yang kedua zakat pertanian.1 Zakat ini berupa emas, perak, hasil pertanian (tanaman dan buah-buahan), barang dagangan, ternak, hasil tambang, barang temuan, jasa profesi.2 Bentuk penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya. Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam, pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri, tanpa tergantung pada orang lain berkat kecekatan tangan ataupun otak. Pengahasilan
1 2
Agil Munawar, Ilmu Fiqh dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos, 2001), Cet. I, h. 243. Said Sabiq, Zakat dan Pembangiannya,( Bandung; Ma’arif, 1983), cet.II, h. 286.
1
2
yang diperoleh dengan cara ini, merupakan penghasilan profesional seperti penghasilan seorang dokter, insiyur, advokat seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lainnya. Yang kedua adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain-baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan dengan tangan, otak ataupun kedua-duanya.3 Masalah zakat profesi, memang baru muncul pada zaman sekarang, hal ini disebabkan banyaknya ahli-ahli tertentu yang mendapat penghasilan dari keahliannya tersebut. Namun perlu diketahui bahwa di zaman Rosulullah Saw telah ada beragam profesi, namun kondisinya berbeda dengan zaman sekarang dari segi penghasilannya. Di zaman itu penghasilan yang cukup besar dan dapat membuat seseorang menjadi kaya bertolak belakang dengan zaman sekarang. Diantaranya adalah berdagang, bertani, dan berternak. Sebaliknya, di zaman sekarang ini berdagang tidak otomatis membuat pelakunya menjadi kaya, sebagaimana juga bertani dan berternak. Bahkan umumnya petani dan peternak di negeri kita ini termasuk kelompok orang miskin yang hidupnya masih kekurangan. Sebaliknya, profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tapi dari sisi pendapatan saat itu tidaklah merupakan kerja yang mendatangkan materi besar. Di zaman sekarang ini justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah besar harta dalam waktu yang singkat. Seperti Dokter Spesialis, Arsitek, Komputer Programer, Pengacara, dan sebagainya. Nilainya bisa ratusan kali lipat dari petani dan peternak miskin di desa-desa.
3
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat,(Bandung:Mizan,1996), Cet. IV, h.459.
3
Perubahan Sosial inilah yang mendasari ijtihad para ulama saat ini untuk melihat kembali cara pandang kita dalam menentukan; siapakah orang kaya dan siapakah orang miskin? intinya zakat itu adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk diberikan pada orang miskin. Dizaman dahulu, orang kaya identik dengan Pedagang, Petani, dan Peternak. Akan tetapi di zaman sekarang ini, orang kaya adalah para profesional yang bergaji besar. Zaman berubah namun prinsip zakat tidak berubah. Yang berubah adalah realitas di masyarakat. Tapi intinya orang kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin. Dan itu adalah intisari Zakat. Dengan demikian, zakat profesi merupakan ijtihad para ulama di masa kini yang nampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang juga cukup kuat. Kondisi tersebut menimbulkan permasalahan apakah penghasilan yang diperoleh mereka dapat dikenakan zakat? permasalahan ini telah dijawab oleh para ulama tradisional maupun modern. Berkenaan dengan zakat terhadap harta penghasilan di atas apakah sama wajib dizakati seperti halnya harta benda yang telah jelas dalilnya?, bila merujuk pada kitab-kitab klasik tidak akan ditemukan dalil yang sharih (jelas)4, tentang zakat profesi sehingga mereka(ulama modern), mengistinbat hukum dengan mencari kiasan pada al-Qur’an dan hadis. Maka dari itu penulisan ini, diarahkan pada penilitian terhadap hadis-hadis zakat profesi untuk mengetahui kehujjahan suatu hadis. Berkaca pada latar belakang masalah diatas penulis memberikan tema pada karya ini Analisa Hadis-
4
Sharih adalah suatu penjelaskan kepada hal-hal sesuatu. Lih Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999) Cet.III. h. 432.
4
hadis tentang Zakat Profesi. Sehingga kita dapat mengambil sikap terhadap hadis tersebut, apakah hadis tersebut dapat diamalkan atau ditinggalkan. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Sebagaimana yang telah kami ungkapkan pada latar belakang masalah di atas, permasalahan yang akan kami bahas dalam penelitian ini berkisar pada : Analisa hadis-hadis Tentang Zakat Profesi yang menimbulkan perdebatan dari golongan ulama tradisional mapun modern, dari segi periwayatannya juga dari segi penafsiran hadis. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “(bagaimana kehujjahan hadis-hadis tentang zakat profesi? )” C. Tinjauan Pustaka Telah ditemukan empat skripsi yang membahas tentang zakat profesi; pertama, dengan judul skripsi "Zakat Profesi Sebagai Salah Satu Usaha Untuk Memberdayakan Ekonomi Umat" yang ditulis oleh Ahmad Sofyan Hasibuan. 5 Kedua, Judul skripsi "Peranan Zakat Profesi Terhadap Pengendalian Sosial Umat": (Studi Kasus Masyarakat Mampang Jakarta Selatan) merupakan karya Shafaul Bariyah.” 6 Ketiga, “Ketentuan Nisab Dan kadar Zakat Profesi Serta Kaitannya Dengan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat” yang ditulis oleh Amrina.7 Keempat, dengan judul skripsi “Pengeloalaan zakat Profesi”: Studi di
5
Ahmad sofyan Hasibuan, Zakat Profesi Sebagai Salah Satu Usaha Untuk Memberdayakan Ekonomi Umat, (Jakarta: Fakultas Syari’ah UIN Syahid, 2005). 6 Shafaul Bariyah, Peranan Zakat Profesi Terhadap Pengendalian Sosial Umat,: Studi Kasus Masyarakat Mampang Jakarta Selatan, (Jakarta, Fakultas Syari’ah UIN Syahid, 2004). 7 Amrina, Ketentuan Nisab Dan kadar Zakat Profesi Serta Kaitannya Dengan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, (Jakarta, Fakultas Syari’ah UIN Syahid, 2005).
5
Kantor DEPAG Kotamadya Pemalang Siantar Sumatera Utara merupakan karya M. Rifa’i Fajrin yang juga pernah membahas tentang “zakat profesi”.8 Keempat skripsi ini menjelaskan tentang “Zakat Profesi Dalam Islam”, dan dilengkapi dengan hadis dan ayat yang berkaitan dengan zakat. Sebuah penelitian dengan judul analisis hadis-hadis zakat profesi yang akan dibahas yang berhubungan dengan zakat profesi. Dalam hal ini peneliti mengamati zakat profesi dari segi analisis hadis. Penelitian ini menjelaskan tentang kajian analisis hadis-hadis zakat profesi
dan mencoba memaparkan
konsep zakat profesi dengan menggunakan pendapat para pakar di bidangnya, selain itu juga penelitian ini mencoba untuk mengungkap pendapat para ulama tentang kehujjahan hadis-hadis zakat profesi. Konsep zakat profesi digunakan untuk melihat bagaimana zakat profesi itu diberdayakan, sehingga diperoleh pengetahuan kenapa ada istilah zakat semacam itu. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa dengan menggunakan analisis hadis, kita akan mengetahui bukan hanya bagaimana cara mengeluarkan zakat, tetapi bagaimana zakat profesi itu diperintahkan (Asbâb al-Wurûd). Bahkan lebih jauh lagi bisa mengungkap hadis-hadis yang kuat untuk dijadikan dalil. Penelitian ini dilengkapi dengan Asbâb al-Wurûd tentang hadis-hadis zakat profesi serta dilengkapi dengan analisis sanad dan matan yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
D. Tujuan Penelitian 8
M. Rifa’i Fajrin, Pengeloalaan zakat Profesi,: Studi di Kantor DEPAG Kotamadya Pemalang Siantar Sumatera Utara, (Jakarta: Fakultas Syari’ah UIN Syahid, 2007).
6
Dalam segala bentuk penelitian, tujuan merupakan landasan utama yang dijadikan ukuran. Tanpa tujuan yang jelas, maka akan simpang siurlah pelakasanaan kegiatan penelitian ini, tujuan yang jelas akan mempermudah cara dan upaya dalam pencapaiannya. Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kehujahan hadis-hadis tentang zakat profesi. 2. Untuk memenuhi persyaratan Program Sarjana S1 E. Metode Penelitian Dalam penyusunan skrpsi ini penulis melakukan penelitian kepustakaan (Library Research), dengan merujuk kepada buku-buku, yang mendukung masalah yang dibahas baik sumber primer dari kitab Sulaiman bin Asy-ats Abu Daud Assajastan Al-Azdi, Sunan Abu Daud (Bairut: Dar Al-Fikri, 1999), juz 2, Bab Zakat asâimah, Muhammad bin Yazid bin Abdullah Al-Quzwaini, Sunan Ibnu Mâjah (Bairut: Dar Al-Fikri, 2004), juz 2, Bab Man Istifada Mâlan, Hukum Zakat”, Yusuf Qardawi,Cet. IV 1996. Juga dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian kritik hadis.hal ini dilakukan sebagai langkah awal penelitian guna untuk mengetahui kualitas dari hadis tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan apakah hadis tersebut laiak atau tidak untuk dijadikan sebagai hujjah suatu hukum Sedang data skunder merupakan sumber pendukung yang masih ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini.
7
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode deskripsi Analitis, yakni melalui pengumpulan data dan pendapat muhadditsin, untuk kemudian dianalisis. Adapun tehnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang disusun oleh tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008, juga Rujukan Penulisan Ayat-ayat Al-Qur’an DEPAG RI. F. Sistematika Penulisan Ada lima bab dalam penulisan ini. Setiap bab terdiri dari sub-sub bab, sebagai penjelasan yang memiliki korelasi dengan pembahasan bab-bab tersebut. Adapun sistematika penulisan ini adalah: Bab pertama adalah bab Pendahuluan yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab kedua menjelaskan Seputar Tentang Zakat Profesi,
Pengertian
(Menurut bahasa (etimologi), Menurut istilah (terminologi), Pembagian Macammacam Zakat, Tujuan dan manfaaat Zakat. Bab ketiga menjelaskan, Hadis-Hadis Tentang Zakat Profesi, Redaksi Hadis, Riwayat Hadis, Perbandingan Sanad dan Matan Hadis, Skema Hadis.. Bab empat menjelaskan, Analisa Hadis-Hadis Tentang Zakat Profesi , Subtansi Dasar Zakat Profesi , Hadis-hadis Zakat Profesi, Pendapat Para Ulama Tentang Zakat Profesi.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT
A. Pengertian Zakat 1. Menurut Bahasa (etimologi) Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu albarakatu "keberkahan", al-namaa, "pertumbuhan dan perkembangan", alTahârah, 'kesucian, dan al-Salâh, "keberesan".1 Dan menurut Abu Malik Kamal bin Al-Sayyid Salim yang dimaksud dengan zakat secara bahasa adalah bentuk Mashdar dari kata"zakâ al-Syai’, apabila ia tumbuh dan bertambah. Karena itu zakat juga berarti keberkahan, pertumbuhan, kesucian dan kebaikan.
2
sedang
menerut Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad al-Husaini dalam kitabnya Kifayatul Akhyar (terj), lafadz zakat menurut bahasa berarti tumbuh dan berkah serta banyaknya kebajikan. Dikatakan zakaz-zar'u tatkala tanaman itu tumbuh. Dan apa bila dikatakan zakaa fulaanun berarti si fulan itu banyak kebajikannya.3 Sedangkan pula menurut pendapat Hasbullah Bakry dalam bukunya yang berjudul Pedoman Islam di Indonesia yang dimaksud zakat menurut bahasa dari awal kata zakka, tuzakki, tazkiyah, zakat yang mempunyai arti membersihkan
1
Majma Lughah al-Arabiyyah, al-Mu'jam al-Wasith, (Mesir: Daar al-Ma'arif, 1972), Juz.
2
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Moderen,(Jakarta: Gema Insani,2002),
I, h.396. Cet.II, h.7 3
Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad al-husaini, Kifayatul Akhyar(terj), (surabaya:Bina Iman,2003), cet. VI, h.386
8
9
atau menyucikan harta kita yang lebih yang bukan haknya.4 Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur'an yang berbunyi:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(alTaubah:103) Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifatsifat
kebaikan
(solidaritas,
kasih
saying)
dalam
hati
mereka
dan
memperkembangkan harta benda mereka. Kalau diartikan secara bahasa zakat propesi di kaitkan menjadi dua elemen. Pertama zakat itu sendiri yang artinya telah penulis utarakan diatas, kedua adalah kata propesi bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan,
yang terkait dengan jasa,
yang diusahakan oleh
manusia, baik itu perorangan juga secara perkelompok, grup seperti dokter, insinyur, disainer, konsultan hukum dan lainnya.5
4
Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1988), cet.V, h. 243 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahsa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet.III, h. 897. 5
10
2. Menurut Istilah (terminologi) Sedangkan kalau dilihat dari Istilah (syari'at), adalah bagian harta wajib yang telah ditentukan baik waktunya (nisab), dan pembagiannya kepada orangorang yang berhak menerimanya. Sedangkan menurut para ulama zakat yang diartikan Istilahan biarpun pendapatnya berbeda redaksi tetapi sama maksudnya ialah harta yang wajib dikeluarkan pada nisabnya dan pembagiannya pun diatur kepada orang-orang yang berhak menerimanya semua itu diatur oleh syari'atnya. Imam Taqiyuddin dalam kitab syarah kifayatul akhyar menembahkan bahwa zakat menurut syara ialah nama dari sejumlah harta yan tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dengan syarat-syarat tertentu. Dinamakan zakat, karena harta itu akan bertambah (tumbuh) disebabkan berkah dikeluarkan zakatnya dan do'a dari orang yang menerimanya. Sebagaimana firman Allah Swt. Dalam al-Qur'an:
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Sedangkan yang dimaksud dengan zakat profesi menurut Yusuf Qardhawi ialah zakat yang berasal dari penghasilan dan pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukan sendiri maupun bersama-sama
11
juga berkelompok dan sebagainya melalui system upah dan gaji, yang sampai nisabnya wajib dikeluarkan6.
B. PEMBAGIAN ZAKAT Kita ketahui awal mulanya zakat dalam garis besarnya terbagi menjadi dua bagian, karena perkembangan fiqh dan syar'inya dalam ijma ulama zakat tumbuh dan berkembang menjadi banyak macamnya. Kedua zakat tersebut ialah zakat tentang harta pribadi berupa(barang berharga, emas,uang, perak, dan perhiasan lainnya) dan zakat pertanian(berupa beras, gandum, kurma, perternakan hewan dan hasil pertanian lainnya. Ijma ulama mengembangkan dunia zakat menjadi bermacam-macam bentuknya sebagai mana ulama sepakat diantaranya ialah:7 1. Zakat Harta dan Barang Berharga Zakat ini berpusat kepada harta yang dianggap berharga baik barang seperti emas, perak, logam mulia, intan permata, mata uang, rumah, mobil dan motor surat-surat berharga
terbagi menjadi beberapa bagian
diantaranya adalah: a. zakat mata uang b. zakat perhiasan c. zakat saham dan obligasi d. zakat property dan kendaraan bermotor 2. Zakat Pertanian dan perternakan 6 7
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Moderen, h. 90. Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Moderen, h. 93-121
12
Zakat ini menghubungkan kepada sektor hasil-hasil perdagangan dari pertanian dan juga pemeliharaan, penjualan hewan ternak yang jatuh nisabnya. Sebagaimana dalam firman Allah Swt:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(al-Baqarah:267). Dan ayat lainnya yang artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacammacam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihlebihan.” Sedangkan dalam al-Qur'an yang menjelaskan tentang zakat peternakan terdapat dalam:
13
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Kemudian pada surat al-Nahl ayat 10 sebagai berikut:
“Dia-lah,
yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.”
Kemudian juga pada surat al-Nahl ayat 68-69
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukitbukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". "kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”
14
3 Zakat Profesi atau Keahlian dan Jasa Zakat profesi terdiri dari dua suku kata yakni zakat dan profesi. Mengenai pengertian tentang kata zakat baik itu dari segi bahasa maupun istilah,
penulis
telah
menjelaskan
pada
pembahasan-pembahasan
sebelumnya. Sedangkan profesi menurut bahasa adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan, keahlian (keterampilan, kejuruan) tertentu. Mengenai zakat profesi para ulama menyebutkan nash-nash yang bersifat umum untuk dijadikan hujjah tentang keberadaan zakat profesi, diantaranya adalah firman Allah dalam surat al-Taubah ayat 103, alBaqarah ayat 267, dan adz-Dzaariyaat ayat 19 yang berbunyi:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Sayyid Quthub (wafat 1965 M) dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur'an ketika menafsirkan tiga ayat tersebut menyatakan bahwa nash-nash itu mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal dan mencakup pula seluruh hasil pertanian, juga pertambangan seperti minyak. Nash ini mencakup semua harta, baik yang terdapat di zaman rasulullah Saw maupun zaman sesudahnya. Semua ini menurut Sayyid Quthub wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan kadar yang ditentukan oleh hukum syara' baik secara langsung maupun yang dikiaskan kepadanya.
15
Al-Qurthubi (wafat 671 H) dalam tafsir al-Jaami' li Ahkaam alQur'an menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-kata haqun ma'lum (hak yang pasti) pada surat adz-Dzaariyaat ayat 19 adalah zakat yang diwajibkan, bagi semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapat dan dicari jika telah memenuhi syarat nisab zakat maka wajib dikeluarkan zakatnya.8
C.
Tujuan dan Manfaat Zakat 1. Tujuan dari zakat Sebagaimana yang telah kita ketahui, zakat adalah salah satu sebagian dari ibadah, dalam rukun Islam yang ke empat. Unsur dari zakat mempunyai tujuan yang paling dasar dan mulia disisi manusia itu sendiri dan tuhan-Nya. Secara global tujuan utama dari zakat adalah mensejahterakan masyarakat khususnya masyarakat islam dan melancarkan sifat pertukaran ekonomi global, dan menciptakan tujuan kasih saying dan iba kepada kaum dluafa. 2. Hikmah dan Manfaat Zakat Sesuatu hal yang baik mempunyai hikmah dan manfaat yang ditujunya. Tak lain zakat pun demikian, hikmah dan manfaat dari zakat ialah :9 Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah Swt dan mensyukuri nikmat-Nya, dan menumbuhkan akhlak mulia dengan 8 9
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Moderen, hal 94-95 Didin Hafidhuddin zakat Dalam Perekonomian Moderen, hal. 9-15.
16
rasa
kemanusiaan
menghilangkan
sifat
yang
tinggi
kikir,
rakus,
batau dan
kesolidaritasan,
materealistis
yang
berlebvihan. Semua itu mengembangkan dan menumbuhkan ketenangan hidup, membersihkan diri dari harta yang bukan miliknya. Sebagaimana firman Allah dalm al-Qur'an surat Ibrahim ayat 7:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Kedua, karena zakat merupakan hak Mustahik atau delapan ashnaf maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka dari kemiskinan. Dan zakat mengarah kepada kehidupan yang lebih baik, layak dan sepadan dengan perekonomian yang memadai dan menghindarkan dari bahaya kekufuran yang nyata menghilangka iri dengki dan hasad dari mereka yang kaya. Selanjutnya fungsi zakat bukan sekedar memenuhi kebutuha para mustahik melainkan memberikan rasa setara dan seimbang dengan si kaya kearah kesejahteraan kehidupan. Sebagaimana firman Allah Azza Wa Jalla dalm surat al-Nisa ayat.: 7 Yang ketiga, sebagai pilar amal bersama(jamai) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan berjihad di jalan Allah. Kesibukan tersebut tidak dia miliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar mencari nafkah diri dan keluarganya. Allah berfirma dalam surat al-Baqarah ayat 273
17
" (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui".
Disamping itu sebagai fungsi social yang kongkrit yang di syariatkan pleh agama islam sebagai tolong menolong kepada sesama. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-Mâidah ayat 2:
18
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalâ’id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan Negara juga sarana prasarana yang harus dimiliki oleh umat islam seperti masjid, tempat pendidikan, kesehatan, jalan dan jembatan yang semua ini didanai oleh sumber dana dari zakat. Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor saja melainkan bagian dari hak orang lain dengan cara itu kita mengusahakan beretika ekonomi yang baik dan benar. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 267:
19
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Keenam, sebagai pembangunan untuk mensejahterakan pemerataan masyarakat umat islam yang dikelola oleh baitul mal dan baitul zakat seperti Baziz hal ini mencegah terjadinya akumulasi harta dalam satu tangan dan kesenjangan social yang dapat menghancurkan sistim umat, bangsa dan Negara. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 7:
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang
20
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” Adapun yang terakhir sebagai dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang yang beriman untuk berzakat, berinfak, bersedekah dan menunjukan umat Islam mampu bekerja keras dan berusaha untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik.
BAB III HADIS-HADIS TENTANG ZAKAT PROFESI
Adapun para ulama yang sepakat tentang perlunya zakat profesi di berlakukan pada saat ini menggunakan landasan hukum, baik itu dari nash alQur’an maupun hadis rasulullah. Berkenaan hujjah atau landasan hukum para ulama tersebut tentang masalah ini, penulis akan memaparkan hadis-hadis yang di jadikan hujjah oleh mereka. Para ulama menggunakan dua tema yang berbeda untuk mendukung pendapatnya, diantaranya al-Haul dan al-Mustafâda. A.
Redaksi Hadis 1. Pertama hadis yang diriwayatkan oleh Abû Dâud dari jalur’Alî Ra,
yaitu:
21
22
1
(
) .ُ
“Telah memberitahu kami Sulaiman bin Dawud Mehri kepada Ibnu Jarir bin memberiku sebuah kabar dari seorang bernama Ishaq Abu Asim al-Harits bin Damra dan Haris al-A’war dari Ali ra bahwa Nabi saw bersabda “jika kamu memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun lalu maka wajib di zakati sebesar lima dirham, dan tidak ada kewajiban membayar zakat bagi hartamu yang berbentuk emas, sehingga kamu memiliki dua puluh dinar dan satu tahun telah berlalu kepemilikannya, maka di dalamnya terdapat kewajiban membayar zakat setengah dinar begitu pula kelipatannya,” (perawi berkata) “aku tidak tahu kata ‘Fabihisabi zalika; apakah Ali yang mengatakan kata tersebut atau di nisbahkan kepada Nabi saw. “dan tidak wajib zakat pada harta kecuali telah sampai satu tahun masa kepemilikan telah berlalu Jarir berkata bahwa Ibn al-Wahab menambahkan dalam hadis Nabi saw ini kata-kata “tidak dalam zakat uang sampai satu tahun telah berlalu” 2. Kedua hadis yang diriwayatkan oleh Dâruqutnî dari jalur Ibn ‘Umar Ra, yaitu:
ﺛﻨﺎ
ﺛﻨﺎ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ
ﺑﻦ ﻋﻤﺮ
.ﻣﻮﻗﻮﻓﺎ
1
ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ
ﻞ
ﻻ: ﻋﻠﻴﻪ ﺳﻠﻢ
ﺻﻠﻰ
ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ
ﻣﻌﺘﻤﺮ
ﺑﻦ ﺛﻨﺎ ﺑﻘﻴﺔ ﻋﻦ
ﺑﻦ
ﺣﺪﺛﻨﺎ
ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﻋﻦ ﻧﺎﻓﻊ ﻋﻦ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻋﻠﻴﻪ
Sulaiman bin Asy-ats Abu Daud Assajastan Al-Azdi, Sunan Abu Daud (Bairut: Dar AlFikri, 1999), juz 2, Bab Zakat asâimah, hal. 100.
23
(2
)
“Kami telah mendapati kabar dari Hassan bin Ahmed bin Saleh Al-Halabi, dari Said Bin Utsman al-wariqy dari Abu at-Tuqa Hisyam bin Abdul Malik Idari Baqiyyah dari Ismail ‘Iyas dari Ubaidillah bin Umar dari Nafi’ dari Umar berkata Rasulullah SAW bersabda tidak ada zakat pada harta kalian sehingga sampai satu tahun telah berlalu masa kepemilikannya Diriwayatkan oleh Mu’tamir dan perawi lain lain dari Ubaidullah dan hadis ini Mauquf”
3.Ketiga hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah dari jalur ‘Âisyah Ra, Yaitu:
ﺑﻦ
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪ
ﺑﻦ
ﺣﺪﺛﻨﺎ
: ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻗﺎﻟﺖ
ﺻﻠﻰ 3
ﻣﺎﺟﻪ
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻧﺼﺮ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ
.
ﻋﻦ
ﻋﻠﻴﻪ
ﻻ:
“Hadis dari Nashr bin Ali al-Jahdhami, dari Syuja’ bin Al-Walid dari Haritsah bin Muhammad dari Amrah dari Aisyah berkata “saya mendengar Rasulullah SAW bersabda “tidak ada kewajiban zakat dalam suatu harta hingga berlalu satu tahun kepemilikan”
4. Keempat hadis yang diriwayatkan oleh Dâruqutnî dari jalur Anas Ra, yaitu:
ﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ ﺛﻨﺎ
ﺑﻦ ﻋﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﻋﻦ
2
ﲟﻜﺔ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺑﻦ
ﺑﻦ ﺛﻨﺎ
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺑﻦ
Alî bin ‘Amr Abû al-Hasan al-Dâruqutnî al-Bagdâdî, Sunan al-Dâruqutnî, (Bairut: Dâr al-Ma’rifah, 1986), Juz II, h.90. 3 Muhammad bin Yazid bin Abdullah Al-Quzwaini, Sunan Ibnu Mâjah (Bairut: Dar AlFikri, 2004), juz 2, Bab Man Istifadu Mâlan, hal. 571.
24
ﻋﻠﻴﻪ
ﻟﻴﺲ:
ﺳﻠﻢ
ﻋﻠﻴﻪ (
4
ﺻﻠﻰ )
“Hijau berkata kepada kami al-Hasan bin Ishaq meriwayatkan mekkah menilai Yunus bin Ibrahim bin Muhammad bin Suleiman berhala al-Asadi EAC Hassan Bin Siah konstan dari Anas bahwa Rasulullah dan saw bersabda: Tidak ada zakat uang sampai satu tahun telah berlalu”
B.
Kritik Sanad dan Matan riwayat Hadis a. Hadis Abû Dâud jalur ‘Alî
No
Nama-nama Sanad
Periwayatan
1
Ke-1
2
Ke-2
3
Ke-3
4
Ke-4
5
Ke-5
6
Ke-6
7
Ke-7
1. Sulaimân bin Dâud al-Mahriyî.(256 H).5 Nama lengkap beliau adalah
4
Alî bin ‘Amr Abû al-Hasan al-Dâruqutnî al-Bagdâdî, Sunan al-Dâruqutnî, Juz. II, h. 92. Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1980), Juz.IV, 388. 5
25
،
، a) Guru-gurunya adalah:
،
، , b) Murid-muridnya adalah:
ﻌﺔ
،
,
c) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
،
:
"
"
،
" ﺜﻘﺔ
Al-Zahabî berkata; "ﻋﺎﻤل
ﺤﺠﺔ
،
،
" "ﺜﻘﺔ
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Sulaimân bin Dâud al-Mahriyî, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Ibnu Wahbi dengan lambang
sanadnya bersambung. 2. Ibnu Wahbi.(197 H).6 6
Tahzîb al-Kamâl, Juz. 16, h.277.
yang berarti
26
Nama lengkap beliau adalah:
، a) Guru-gurunya adalah:
, b) Murid-muridnya adalah: ,
c) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺜﻘﺔ ﺤﺎﻓ Al-Zahabî berkata;
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Ibnu Wahbi, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari
Jarîr bin Hâzim dengan lambang
bersambung. 1. Jarîr bin Hâzim. (170 H).7 Nama lengkap beliau adalah: 7
Tahzîb al-Kamâl, Juz.31, h. 121.
yang berarti sanadnya
27
،
ﻗﻴل
،
(
،
)
d) Guru-gurunya adalah: ,
e) Murid-muridnya adalah:
ﻟﺠﻤﻌﺔ,
f) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﻟﻪ
،
ﻓﻰ
ﺜﻘﺔ
Al-Zahabî berkata;
ﺤﺠﺒﻪ
ﻟﻤﺎ، ﺜﻘﺔ
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Jarîr bin Hâzim, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Abî Ishâq dengan lambang
yang berarti sanadnya bersambung.
3. Abî Ishâq(129 H)8 Nama lengkap beliau adalah: 8
Tahzîb al-Kamâl, Juz. 22, h. 103.
28
،
،
ﻋﻠﻰ
a) Guru-gurunya adalah:
ﺒ
,
b) Murid-muridnya adalah: ,
c) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
،
ﺜﻘﺔ
Al-Zahabî berkata;
ﻓﻰ
،
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Abî Ishâq, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari ‘Âsim bin Damrah dengan lambang bersambung.
yang berarti sanadnya
29
4. ‘Âsim bin Damrah dan al-Hârits bin al-A’war9 Nama lengkap beliau adalah:
)
."(
: ) ﻗﻴل،
،
" " ."( ﻋﻠﻰ
a) Guru-gurunya adalah:
ﻋﻠﻰ b) Murid-muridnya adalah:
ﺠﻤﻌﺔ, c) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
Al-Zahabî berkata;
، ﺒﺘﻠﻴﻴﻨﻪ
ﻗﺎل
،
ﺒﻪ
:
ﻗﺎل
،
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela ‘Âsim bin Damrah, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasnya, dengan
9
Tahzîb al-Kamâl, Juz. 13, h. 496.
30
demikian periwayatan yang menyatakan bahwa beliau telah menerima hadis diatas dari ‘Alî Ra, dengan lambang
yang berarti sanadnya bersambung.
5. “Alî bin Abî Tâlib.(40 H).10 Nama lengkap beliau adalah:
)
،
(
ﻋﻠﻴﻪ
ﺼﻠﻰ
ﻋﻠﻰ
،
a) Guru-gurunya adalah:
(
)
ﻋﻠﻴﻪ
ﺻﻠﻰ
b) Murid-muridnya adalah:
,
ﺑﻦ ﻋﺒﺪ
,
ﻋﺎﺻﻢ ﺑﻦ
c) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
(
ﻫﻮ،
ﻣﻦ
،
ﻣﻦ:
)
:
)
Al-Zahabî berkata;
(
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela ‘Alî Ra, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian
10
Ahmad bin Alî bin Hajar al-Qalânî, Tahzîb al- Tahzîb, Juz. I, h.85.
31
periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Nabi Saw., dengan lambang
yang berarti sanadnya bersambung.
b. Hadis Ibnu Mâjah dari jalur ‘Âisyah Ra: No
Nama –nama Sanad
Periwayatan
1
ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﻧﺼﺮ
Ke-1
2
ﺑﻦ
Ke-2
3
ﺑﻦ
Ke-3
4
Ke-4
ﻋﺎﺋﺸﺔ
5
Ke-5
1. ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﻧﺼﺮ
.(250 H).11
Nama lengkap beliau adalah
(
ﻋﻠﻰ
ﻋﻠﻰ
)
d) Guru-gurunya adalah:
11
Ahmad bin Alî bin Hajar al-Qalânî, Tahzîb al- Tahzîb, Juz. VII, h. 341.
ﻋﻠﻰ
32
, e) Murid-muridnya adalah:
("
"
)
ﻤﺎﺠﺔ ,
f) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau: "ﻓﺎﻤﺘﻨﻊ
" ﺜﻘﺔ
Al-Zahabî berkata;
:
"
ﻗﺎل،
"
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Nasir bin ‘Alî, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Syajâ’ dengan lambang ﺣﺪﺛﻨﺎyang berarti sanadnya bersambung.
ﺑﻦ
. 2 (204 H).12
Nama lengkap beliau adalah:
،
)
12
،
Ahmad bin Alî bin Hajar al-Qalânî, Tahzîb al- Tahzîb, Juz. I, h.90
(
33
g) Guru-gurunya adalah:
, h) Murid-muridnya adalah: ,ﻋﻠﻰ
ﻋﻠﻰ
i) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﻟﻪ Al-Zahabî berkata;
ﺼﺎﻟﺢ Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela ٍSyajâ bin al-Walîd, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari‘Umarah binti ‘Abdul al-Rahman dengan lambang ﺣﺪﺛﻨﺎyang berarti sanadnya bersambung. . 3 (98-106H).13
Nama lengkap beliau adalah:
) ( ﻋﺎﺌﺸﺔ
13
Tahzîb al-Kamâl, Juz. 13, h. 235
ﻓﻰ
34
j) Guru-gurunya adalah:
:
, k) Murid-muridnya adalah:
,
l) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺜﻘﺔ Al-Zahabî berkata;
، ﺜﻘﺔ Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela ‘Umarah, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Hârisah dengan lambang
4.
ﺑﻦ
yang berarti sanadnya bersambung. (148 H)14
Nama lengkap beliau adalah:
،
14
Tahzîb al-Kamâl, Juz. 13, h. 451
:
35
a. Guru-gurunya adalah:
,
ﻋﺎﺌﺸﺔ
b. Murid-muridnya adalah: ,
c. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
Al-Zahabî berkata;
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Hârisah, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari ‘Âisyah Ra, dengan lambang
5.
yang berarti sanadnya bersambung.
( ﻋﺎﺋﺸﺔ57-58 H)15 Nama lengkap beliau adalah:
15
Tahzîb al-Kamâl, Juz. 13, h. 421
36
)
،
،
:
(
" ﻋﺎﺌﺸﺔ
ﻋﺒ
a. Guru-gurunya adalah:
ﻋﻠﻴﻪ
ﺼﻠﻰ
b. Murid-muridnya adalah: ,
c. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
،
،
: (
ﺼﺤﺎﺒﻴﺔ ) ﻗﺎل ﻋﻠﻴﻪ
ﺼﻠﻰ
Al-Zahabî berkata;
،
،
: ﺼﺤﺎﺒﻴﺔ ) ﻗﺎل
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Âisyah Ra, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan
37
demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Nabi Saw, dengan lambang ﻗﺎﻟﺖyang berarti sanadnya bersambung.
2. Hadis dari Dâruqutni jalur Ibnu ‘Unar Ra: No
Nama –nama Sanad
ﺑﻦ
1 2
Periwayatan
ﺑﻦ
Ke-1
ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ
Ke-2
ﺑﻦ ﻋﺒﺪ
3
Ke-3
ﺑﻘﻴﺔ
4
Ke-4
5
Ke-5
6
ﺑﻦ ﻋﻤﺮ
ﻋﺒﻴﺪ
7
ﻧﺎﻓﻊ
Ke-7
8
ﺑﻦ ﻋﻤﺮ
Ke-8
3.
Ke-6
ﺑﻦ
ﺑﻦ
16
Nama lengkap beliau adalah
m) Guru-gurunya adalah:
, n) Murid-muridnya adalah:
16
Tahzîb al-Kamâl, Juz. 13, h. 121
38
, o) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau: "ﻓﺎﻤﺘﻨﻊ
" ﺜﻘﺔ
Al-Zahabî berkata; "
:
ﻗﺎل،
"
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela alHasan bin Ahmad, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Sa’îd bin ‘Utsman al-Warâq dengan lambang ﺣﺪﺛﻨﺎyang berarti sanadnya bersambung.
ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ. 2 (204 H).17 Nama lengkap beliau adalah:
p) Guru-gurunya adalah:
, q) Murid-muridnya adalah: , r) Pernyataannya Para kritikus hadis: 17
Tahzîb al-Kamâl, Juz. 13, h. 478
39
Ibnu Hajar berkata beliau:
ﻟﻪ Al-Zahabî berkata;
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Sa’îd bin ‘Utsman al-Warâq , dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Abû al-Taqi Hisyâm dengan lambang ﺣﺪﺛﻨﺎyang berarti sanadnya bersambung.
ﺑﻦ ﻋﺒﺪ
. 3 (98-106H).18
Nama lengkap beliau adalah:
ﺘﻘﻰ ﺤﻤﺼﻰ
،
s) Guru-gurunya adalah: t) Murid-muridnya adalah: u) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺜﻘﺔ Al-Zahabî berkata;
18
Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1980), Juz. 30, h.223.
40
، ﺜﻘﺔ Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Abû al-Taqi Hisyâm, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Baqiyah dengan lambang
yang berarti sanadnya bersambung.
6. ( ﺑﻘﻴﺔ148 H)19 Nama lengkap beliau adalah:
ﻴ
،
ﺒﻘﻴﺔ a. Guru-gurunya adalah: , b. Murid-muridnya adalah: ,
ﺘﻘﻰ
c. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
Al-Zahabî berkata;
19
h.192.
Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, Juz.4,
41
: ﻗﺎل
:
ﻗﺎل
،
ﻓﻴﻤﺎ ﺴﻤﻌﻪ
، ﺜﻘﺔ
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Baqiyah, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Ismâ’îl bin ‘Ayâsy, dengan lambang
7.
yang berarti sanadnya bersambung.
(57-58 H)20
Nama lengkap beliau adalah:
ﻋﺘﺒﺔ
،
a. Guru-gurunya adalah:
, b. Murid-muridnya adalah: , c. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺜﻘﺔ 20
9, h. 51
Ahmad bin Alî bin Hajar al-Qalânî, Tahzîb al- Tahzîb, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1980), Juz.
42
Al-Zahabî berkata;
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Ismâ’îl bin ‘Ayâsy, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari ‘Ubaidillah bin ‘Umar, dengan lambang ﻗﺎﻟﺖyang berarti sanadnya bersambung. 4. ﺑﻦ ﻋﻤﺮ
(ﻋﺒﻴﺪw. tidak disebutkan)21
Nama lengkap beliau adalah:
(
)
d. Guru-gurunya adalah:
e. Murid-muridnya adalah:
f. Pernyataannya Para kritikus hadis: 21
h. 124.
. Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, Juz.19,
43
Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺜﻘﺔ: Al-Zahabî berkata;
:
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela ‘Ubaidillah bin ‘Umar, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Nâfi’, dengan lambang ﻗﺎﻟﺖyang berarti sanadnya bersambung. 8. (ﻧﺎﻓﻊw. tidak ditemukan)
22
Nama lengkap beliau adalah:
ﻗﻴل
ﻗﻴل
) ﻗﻴل
" ﻨﺎﻓﻊ (
a. Guru-gurunya adalah:
b. Murid-muridnya adalah:
22
Ahmad bin Alî bin Hajar al-Qalânî, Tahzîb al- Tahzîb, juz. I, h. 996.
44
,
c. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﻓﻘﻴﻪ
ﺜﻘﺔ
Al-Zahabî berkata;
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Nâfi’, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Ibnu ‘Umar, dengan lambang ﻗﺎﻟﺖyang berarti sanadnya bersambung. 9.
23
ﺑﻦ ﻋﻤﺮ
Nama lengkap beliau adalah: اﻟﺮﺣﻤﻦ
،
a. Guru-gurunya adalah
ﻋﻠﻴﻪ 23
h. 296.
ﺼﻠﻰ
Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, Juz. IV,
45
b. Murid-muridnya adalah:
ﻨﺎﻓﻊ
,
c. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺼﺤﺎﺒﻰ Al-Zahabî berkata;
":
ﻋﻠﻴﻪ
ﺼﻠﻰ
ﻗﺎل،
: ﺼﺤﺎﺒﻰ ) ﻗﺎل
( " ﺼﺎﻟﺢ
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Ibnu ‘Umar, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Nabi Saw, dengan lambang ﻗﺎﻟﺖyang berarti sanadnya bersambung.
e. Hadis dari Dâruqutni jalur Anas Ra: No
Nama –nama Sanad
Periwayatan
1
ﲟﻜﺔ
Ke-1
2
ﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ
ﺑﻦ
3
ﺑﻦ
4 5 6
ﺛﺎﺑﺖ
ﺑﻦ
Ke-2
ﺑﻦ
Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6
46
1 . ﲟﻜﺔ
ﺑﻦ
Nama lengkap beliau adalah
ﻋﻠﻰ a) Guru-gurunya adalah:
,ﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ
ﺑﻦ
b) Murid-muridnya adalah: ,
c) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau: Al-Zahabî berkata; Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Abu ‘Ali al-Hasan, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Ishâq bin Ibrâhîm dengan lambang ﺣﺪﺛﻨﺎyang berarti sanadnya bersambung.
ﺑﻦ ﻳﻮﻧﺲ
ﺑﻦ
.2
Nama lengkap beliau adalah:
ﻰ
47
d) Guru-gurunya adalah:
, e) Murid-muridnya adalah: ,
ﻋﻠﻰ
f) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau: Al-Zahabî berkata; Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Ishâq bin Ibrâhîm, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Muhammad bin Sulaimân al-Asadî
dengan lambang ﺣﺪﺛﻨﺎyang
berarti sanadnya bersambung.
ﺑﻦ
. 3 (98-106H).
Nama lengkap beliau adalah:
ﺑﻦ g) Guru-gurunya adalah: ,
h) Murid-muridnya adalah:
48
اﻟﺠﻤﻌﺔ, إﺳﺤﺎق ﺑﻦ إﺑﺮاھﯿﻢ ﺑﻦ ﯾﻮﻧﺲ
i) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau: Al-Zahabî berkata; Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Muhammad bin Sulaimân al-Asadî, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari dengan Hasân bin Siâh lambang ﺣﺪﺛﻨﺎyang berarti sanadnya bersambung. 4. Nama lengkap beliau adalah:
d. Guru-gurunya adalah:
,
e. Murid-muridnya adalah: ,
f. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺑﻦ
49
Al-Zahabî berkata;
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Hasân bin Siâh, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Tsâbit bin Aslam, dengan lambang
yang berarti sanadnya
bersambung. 5.
Nama lengkap beliau adalah:
، g. Guru-gurunya adalah:
, h. Murid-muridnya adalah: ,
i. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺜﻘﺔ Al-Zahabî berkata;
ﻓﻰ
50
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Tsâbit bin Aslam, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari
Anas bin Mâlik, dengan lambang
yang berarti sanadnya
bersambung. 6.
Nama lengkap beliau adalah:
، j. Guru-gurunya adalah:
ﻋﻠﻴﻪ
ﺼﻠﻰ
k. Murid-muridnya adalah:
l. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺼﺤﺎﺒﻰ Al-Zahabî berkata;
51
ﺼﺤﺎﺒﻰ Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela Anas bin Mâlik, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari Nabi Saw, dengan lambang ﻗﺎﻟﺖyang berarti sanadnya bersambung. Dibawah ini adalah hadis-hadis yang berkenaan dengan al-Amwâl alMustafâda. Di antaranya adalah: 7.
Hadis riwayat pertama.
)ﺳﻨﻦ .( Beritahu kami Yahya bin Musa bin Saleh Haroun kepada kami Ettalhi sipil ÍÏËäÇ Abdul Rahman bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Ibnu Umar berkata: "Rasulullah saw saw manfaat dari uang zakat tidak sampai satu tahun telah berlalu ketika pintu Tuhan dengan sukacita gadis Nabhan Ghannoip (Sunan At-Tirmidzi).
No
Nama –nama Sanad
Periwayatan
1
Ke-1
2
Ke-2
3
Ke-3
52
4
Ke-4
5
Ke-5
1.
(w. 240 H) Nama lengkap beliau adalah
ﻟﻘﺒﻪ،
،
ﻴﺤﻴﻰ (
،
ﻗﻴل
)
a) Guru-gurunya adalah:
,(
)
ﺼﺎﻟﺢ
b) Murid-muridnya adalah: ,
c) Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺜﻘﺔ Al-Zahabî berkata;
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela ﻴﺤﻴﻰ, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny,
53
dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima ﺼﺎﻟﺢ
hadis diatas dari
dengan lambang
yang berarti sanadnya
bersambung. 2.
ﺼﺎﻟﺢ
(w. 220 H)
Nama lengkap beliau adalah:
ﺼﺎﻟﺢ a. Guru-gurunya adalah:
,(
)
a. Murid-muridnya adalah: ,
ﻴﺤﻴﻰ
b. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
Al-Zahabî berkata;
ﺜﻘﺔ Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela
ﺼﺎﻟﺢ
, dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat
beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan
54
demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari
dengan lambang
yang berarti
sanadnya bersambung. 3. Nama lengkap beliau adalah:
،
، (
)
b. Guru-gurunya adalah:
,(
)(
)
c. Murid-muridnya adalah: ,(
)
d. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
Al-Zahabî berkata;
ﺼﺎﻟﺢ
55
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela , dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota
tempat beliau lahir juga wafatnya akan tetapi ada kejanggalan dengan perawi diatasnya, walaupun demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari
dengan lambang
yang berarti
sanadnya bersambung. 4. Nama lengkap beliau adalah:
،
،
ﻴﻘﺎل
،
(
،
)
c. Guru-gurunya adalah:
,(
)(
)
e. Murid-muridnya adalah: ,
،
f. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
ﺜﻘﺔ Al-Zahabî berkata;
56
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela , dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat
beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari
dengan lambang
yang berarti sanadnya
bersambung. 6.
ﻨﻔﻴل
(w. 23 H).
Nama lengkap beliau adalah:
ﻨﻔﻴل ( d.
)
Guru-gurunya adalah:
,(
)
ﻋﻠﻴﻪ
ﺼﻠﻰ
g. Murid-muridnya adalah:
،
,
,
h. Pernyataannya Para kritikus hadis: Ibnu Hajar berkata beliau:
(
،
: ﺼﺤﺎﺒﻰ ) ﻗﺎل
Al-Zahabî berkata;
(
: ﺼﺤﺎﺒﻰ ) ﻗﺎل
57
Dari pernyataan kritikus hadis diatas, tidak seorangpun yang mencela , dan apabila dilihat dari tahun kelahirannya dan kota tempat
beliau lahir juga wafatnya tidak ada kejanggalan dengan perawi diatasny, dengan demikian periwayatan yang menyatakan bahawa beliau telah menerima hadis diatas dari
dengan lambang
yang berarti sanadnya
bersambung.
c. Kritik Matan Dalam kritik Matan ini, penulis harus menjabarkan sebelumnya pada bagaimana matan itu dianggapa sebagai matan yang shahih atau tidak, dari itu ada beberapa syarat yang harus diikuti sebagai berikut:24 1. Membandingkan matan hadis tidak bertentangan dengan al-Qur’an. 2. Matan hadis tidak bertentangan dengan hadis Sahih lainnya 3. Makna matan hadis tidak bertentangan dengan akal sehat dan sejarah Nabi Saw. 4. Makna matan hadis tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. a.
Matan hadis tidak bertentangan dengan al-Qur’an Kalau dilihat dengan seksama bahwa hadis zakat profesi yang penulis analisa sangat tidak bertentangan dengan al-Qur’an yang mana sumber
24
IV.
Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis, (Jakarta:Bulan Bintang, 1996), h. 128 cet.
58
pertama dari hukum Islam tersebut, yang mana dijelaskan dalam al-Qur’an yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” Maksudnya dari ayat tersebut ialah: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda yang mereka punya. Hal lain dari maksudnya ayat tersebut ialah: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka. Dan pada ayat lain juga dikuatkan bahwa zakat profesi sangatlah berguna dari harta mereka yang diusahakan sebagaimana dalam al-Qur’an Q.S. al-Baqoroh: 267 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
59
b.
Matan hadis tidak bertentangan dengan hadis Sahih lainnya Memang dalam analisis zakat profesi ini matan hadis-hadis diatas tidak berbertolak belakang, dengan hadis sahih lainnya akan tetapi mempunyai perbedaan dalam penentuan kapan zakat profesi itu dikeluarkan sebagai mana hadis yang dimaksud adalah:
) ."ُ
(
"
Hadis ini dalam penetapan zakat profesi yang dimaksud adalah: "
ُ
"
Sedangkan dalam hadis lain ada makna berbeda yaitu:
(
)ﺳﻨﻦ
Hadis ini dalam penetapan zakat profesi yang dimaksud adalah:
" c.
"
Makna matan hadis tidak bertentangan dengan akal sehat dan sejarah Nabi Saw. Dalam hadis zakat profesi ini makna-makna matan hadis tersebut diatas setelah dianalisa tidak sama sekali bertentangan dengan akal sehat dan
60
sejarah Nabi Saw, juga perkembangan dunia Islam, malah sebaliknya searah dengan hakekat perkembangan pemikiran dan keilmuan Islam pada zaman modern sekarang khususnya dalam memberantas kemiskinan. d.
Makna matan hadis tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. Kalau di kaji bahwa matan hadis zakat profesi mempunyai arah yang sama dalam pengetahuan modern khususnya dalam keilmuan sosial dan kebudayaan yang mana memberikan sebuah kemajuan dalam memberantas kemiskinan dan ketimpangan yang tajam dalam struktural sistem masyarakat.
BAB IV KAJIAN HADIS-HADIS TENTANG ZAKAT PROFESI A. Subtansi Dasar Zakat Profesi Zakat profesi atau zakat penghasilan sebenarnya telah dikenal sejak lama. Beberapa riwayat menjelaskan hal tersebut, diantaranya adalah riwayat dari Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah dan Umar bin Abdul Aziz yang menjelaskan bahwa beliau mengambil zakat dari a'thoyat, jawaiz (hadiah) dab al-madholim (barang ghasab yang dikembalikan). Abu Ubaid meriwayatkan, "Adalah Umar bin Abdul Aziz memberi upah kepada pekerjaannya dan mengambil zakatnya, dan apabila mengembalikan al-madholim (barang ghasab yang dikembalikan) diambil zakatnya, dan beliau juga mengambil zakat dari a'toyat (gaji rutin) yang diberikan kepada yang menerimanya". Dasar pengenaan zakat profesi diantaranya adalah QS Al- Baqarah, ayat 267:
............ " Hai orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari (hasil) usaha kamu yang baik ……….". Kemudian juga dijelaskan QS At Taubah : 103. yang berbunyi:
.
61
62
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Fatwa Ulama pada Mu'tamar Internasional I tentang zakat di Kuwait (30 April 1984 M), antara lain juga menyebutkan obyek zakat yang tidak secara spesifik disebutkan dalam hadist yaitu : zakat profesi, perusahaan, dan kegiatan usaha lainnya.1 Berbagai ulama berpendapat bahwa pengenaan zakat profesi dapat diqiyaskan atau dianalogkan dengan dua jenis zakat sekaligus yaitu zakat pertanian dan zakat uang/ emas. Dianalogkan dengan zakat pertanian, karena zakat profesi tidak mempunyai haul. Artinya kalau zakat pertanian wajib dikeluarkan saat panen (QS 6:141), maka zakat profesi juga wajib dikeluarkan saat kita menerima hasil usaha (jerih payah) kita. Dianalogkan dengan zakat uang/emas, karena penghasilan yang kita terima berupa uang tidak dalam bentuk natura. Zakat profesi dianalogkan dengan zakat pertanian untuk nishabnya, yaitu setara dengan 524 kg beras, sehingga jika harga beras Rp 5.000,00/kg berarti nishob zakat profesi sebesar Rp 2.620.000,00 per bulan. Untuk prosentasenya, mengikuti zakat uang/ emas yaitu 2,5% dari hasil yang diterima (bruto). Beberapa alasan Kewajiban Zakat Profesi, antara lain:
1
Halqa—ad-Dirasah al-Ijtima’iyyah hal :248
63
Ayat-ayat Qur'an yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta dikeluarkan zakatnya. Berbagai pendapat para ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian dengan menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu al-amwaal, sementara sebagian lagi secara khusus memberikan istilah dengan istilah al-mustafad seperti terdapat dalam fiqh zakat dan al-fiqh al-Islamy wa 'Adillatuhu. Dari sudut keadilan – yang merupakan ciri utama ajaran Islam – penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditaskomoditas tertentu saja yang konvensional. Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetapi harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nishob. Karena itu sangat adil pula, apabila zakat inipun bersifat wajib pada penghasilan yang didapatkan para dokter, para ahli hukum, konsultan dalam berbagai bidang, para dosen, para pegawai dan karyawan yang memiliki gaji tinggi, dan profesi lainnya. Sejalan dengan perkembangan kehidupan ummat manusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di negara-negara industri sekarang ini. Penetapan kewajiban zakat kepadanya, menunjukkan betapa hukum Islam sangat aspiratif dan responsif terhadap perkembangan zaman. Afif Abdul Fatah Thabari menyatakan bahwa aturan dalam Islam itu bukan saja sekedar berdasarkan pada
64
keadilan bagi seluruh ummat manusia, akan tetapi sejalan dengan kemaslahatan dan kebutuhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zaman itu berbeda dan berkembang dari waktu ke waktu. B. 1. Hadis-hadis zakat profesi Ketentuan setahun itu ditetapkan berdasarkan hadis-hadis dari empat sahabat, yaitu Ali, Ibnu Umar, Anas dan Aisyah r.a. Tetapi hadis-hadis itu lemah, tidak bisa dijadikan landasan hukum. Diantaranya: 1. HADIS DARI ALI Hadis dari Ali diriwayatkan oleh Abu Daud tentang Zakat Ternak. "Kami diberitahu oleh Sulaiman bin Daud al-Mahri, oleh Ibnu Wahab, oleh Jarir bin Hazim, yang lain mengatakan dari Abu Ishaq, dari Ashim bin Dzamra dan Haris 'A'war, dari Ali r.a., dari Nabi s.a.w. Bila engkau mempunyai dua ratus dirham dan sudah mencapai waktu setahun, maka zakatnya adalah 5 (lima) dirham, dan tidak ada suatu kewajiban zakat yaitu atas emas-sampai engkau mempunyai dua puluh dinar dan sudah mencapai masa setahun, yang zakatnya adalah setengah dinar. Lebih dari itu menurut ketentuan di atas, Abu Daud berkata, "Saya tidak tahu apakah Ali yang mengatakan "Lebih dari itu menurut ketentuan" tersebut ataukah yang mengatakannya Nabi sendiri. Begitu juga tentang ketentuan masa setahun bagi wajib zakat, selain ucapan Jarir, "Hadis dari Nabi tersebut bersambung dengan "Tidak ada kewajiban zakat atas satu kekayaan sampai melewati waktu setahun." Demikian hadis Ali yang diriwayatkan oleh Abu Daud2
2
Abu Daud, Sunan Abu Daud , Beirut 1994 Hal:145
65
2. HADIS DARI IBNU UMAR Mengenai hadis dari Ibnu Umar, Ibnu Hajar berkata bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Daruquthni dan Baihaqi, didalamnya terdapat Ismail bin Iyasy yang menerima dari sumber bukan penduduk Syam, adalah lemah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Numair, Mu'tamar, dan lain-lain dari gurunya, yaitu Ubaidillah bin Umar, yang meriwayatkan dari Nafi' kemudian terputus, yang dibenarkan oleh Daruquthni dalam al-'Ilal bahwa hadis tersebut memang mauquf.3 3. HADIS DARI ANAS Mengenai hadis dari Anas, Daruquthni meriwayatkan yang didalamnya ada Hasan bin Siyah yang lemah yang telah meriwayatkan sendiri saja dari Sabit (Talkhish: 175) bahwa Ibnu Hiban berkata dalam kitab adz-Dzu'afa' bahwa ia meragui hadis itu yang tidak diperbolehkannya untuk landasan hokum karena ia meriwayatkannya sendiri saja.4 4. HADIS DARI AISYAH Hadis dari Aisyah diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Daruquthni, Baihaqi, serta Uqaili dalam adz-Dzu'afa' bahwa didalamnya terdapat Harisha bin Abur Rijal, yang lemah.5 B.2. HADIS-HADIS TENTANG "HARTA PENGHASILAN" Hadis khusus tentang "harta penghasilan" diriwayatkan oleh Turmizi dari
3
Abdur
Rahman bin Zaid bin Aslam dari bapanya dari Ibnu Umar,
Daruquthni, al-ilal, Beirut 1990 Hal. 312 Nushbu ar-riwayah, Mesir, 1997 Hal 97 5 Imam ad-Dzahabi, Talhis al Mustadrak, Beirut, 213 4
66
"Rasulullah s.a.w. bersabda, "Siapa yang memperoleh kekayaan maka tidak ada kewajiban zakatnya sampai lewat setahun di sisi Tuhannya." Hadis yang diriwayatkan oleh Turmizi juga dari Ayyub bin Nafi, dari Ibnu Umar, "Siapa yang memperoleh kekayaan maka tidak ada kewajiban zakat atasnya dan seterusnya," tanpa dihubungkan kepada Nabi s.a.w. Turmizi mengatakan bahwa hadis itu lebih shahih daripada hadis Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam, Ayyub, Ubaidillah, dan lainnya yang lebih dari seorang meriwayatkan dari Nafi, dari Ibnu Umar secara mauquf. Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam lemah mengenai hadis, dianggap lemah oleh Ahmad bin Hanbal, Ali Madini, serta ahli hadis lainnya, salahnya.
dan
dia
itu terlalu banyak
Hadis dari Abdur Rahman bin Zaid juga diriwayatkan oleh
Daruquthni dan al-Baihaqi,
tetapi Baihaqi,
Ibnu Jauzi,
menganggapnya mauquf, sebagaimana dikatakan oleh
dan
Turmizi.
yang lain Daruquthni
dalam Gharaibu Malik meriwayatkan dari Ishaq bin Ibrahim Hunaini dari Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar begitu juga Daruquthni mengatakan bahwa hadis tersebut
lemah,
dan
yang shahih menurut Malik adalah mauquf. Baihaqi
meriwayatkan dari Abu Bakr, Ali, dan Aisyah secara mauquf, begitu juga dari Ibnu Umar. Ia mengatakan bahwa yang jadi pegangan dalam masalah tersebut adalah hadis-hadis shahih dari Abu Bakr ash-Shiddiq, Usman bin Affan, Abdullah bin Umar, dan lain-lainnya.6
6
Lihat as-Sunan al-Kubra Jilid 4 Hal.:95
67
Dengan penjelasan ini jelaslah bagi kita bahwa mengenai persyaratan waktu setahun (haul) tidak berdasar hadis yang tegas dan berasal dari Nabi s.a.w, apalagi mengenai "harta penghasilan" seperti dikatakan oleh Baihaqi. Bila benar berasal dari Nabi s.a.w., maka hal itu tentulah mengenai kekayaan yang bukan "harta penghasilan" berdasarkan jalan tengah dan banyak dalil tersebut. Ini bisa diterima, yaitu bahwa harta benda yang sudah dikeluarkan zakatnya tidak wajib zakat lagi sampai setahun berikutnya. Zakat adalah tahunan tidak bisa dipertengahan lagi. Dalam hal ini hadis itu bisa berarti bahwa zakat tidak wajib atas suatu kekayaan sampai lewat setahun. Artinya tidak ada kewajiban zakat lagi atas harta benda yang sudah dikeluarkan zakatnya sampai lewat lagi masanya setahun penuh. Hal ini sudah kita jelaskan dalam fasal pertama bab ini. Petunjuk lain bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan tentang ketentuan setahun atas "harta penghasilan" itu adalah ketidak-sepakatan para sahabat yang akan kita jelaskan. Bila hadis-hadis tersebut shahih, mereka tentu akan mendukungnya. Ketidak-sepakatan para Sahabat dan Tabi'in dan Sesudahnya tentang Harta Benda Hasil Usaha Bila mengenai ketentuan setahun tidak ada nash yang shahih, Tidak pula ada ijmak qauli ataupun sukuti, maka para sahabat dan tabi'in tidak sependapat pula tentang ketentuan setahun pada Diantara yang
"harta
penghasilan."
mereka ada yang memberikan ketentuan setahun itu, dan ada pula
tidak dan
mewajibkan
zakat
dikeluarkan sesaat setelah seseorang
68
memperoleh kekayaan penghasilan tersebut. Ketidak-sepakatan mereka itu tidak berarti bahwa pendapat salah satu pihak lebih kuat dari pendapat yang lain. Persoalannya harus diteropong dengan nash-nash lain danaksioma umum Islam
seperti
kembalikanlah
firman kepada
Allah, Allah
"Bila
dan Rasul."
kalianberselisih dalam sesuatu, (Quran,
4:59).
Qasim
bin
Muhammad bin Abu Bakr ash-Shiddiq mengatakan bahwa Abu Bakr ashShiddiq tidak mengambil zakat dari suatu harta sehingga lewat setahun. Umra binti Abdir Rahman dari Aisyah mengatakan zakat tidak dikeluarkan
sampai
lewat setahun, yaitu zakat "harta penghasilan." Hadis dari Ali bin Abi Thalib, "Siapa yang memperoleh harta, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakatnya sampai lewat setahun." Demikian pula dari Ibnu Umar.7 Hadis-hadis dari para sahabat itu menunjukkan, bahwa zakat tidak wajib atas harta benda sampai berada pada pemiliknya selama setahun, meskipun harta penghasilan. Namun sahabat lainnya tidak menerima pendapat tersebut, dan tidak memberikan syarat satu tahun atas zakat harta penghasilan. Ibnu mengatakan
bahwa
Hazm
Ibnu Syaibah dan Malik meriwayatkan dalam al-
Muwaththa dari Ibnu Abbas, bahwa kewajiban pengeluaran zakat setiap harta benda yang dizakati adalah yang memilikinya adalah seseorang Muslim.8 Mereka yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas tersebut bahwa zakat dari harta penghasilan harus segera dikeluarkan zakatnya tanpa menunggu satu tahun adalah lbnu Mas'ud, Mu'awiyah dari sahabat, Umar bin Abdul Aziz,
7 8
Ibnu Hazm meriwayatkan dalam al-Muhalla, jilid 5 hal :276 Abu Ubaid, Al-Muhalla, Beirut, Jilid 4:83
69
Hasan, dan az-Zuhri dari kalangan tabi'in, yang akan kita jelaskan dalam fasalfasal berikut. C.
Pendapat Para Ulama Tentang Zakat Profesi
C.1. Pandangan Fikih Tentang Penghasilan Dan Profesi Pendapat Mutakhir Guru-guru seperti Abdur Rahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf telah mengemukakan persoalan ini dalam ceramahnya tentang zakat di Damaskus pada tahun 1952. Ceramah mereka tersebut sampai pada suatu kesimpulan yang teksnya sebagai berikut: "Penghasilan dan profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun dan cukup senisab. Jika kita berpegang kepada pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bahwa nisab tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengahtengah
kita
dapat
menyimpulkan
bahwa
dengan penafsiran tersebut
memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas hasil penghasilan setiap tahun, karena hasil itu jarang terhenti sepanjang tahun bahkan kebanyakan mencapai kedua sisi ujung tahun tersebut. Berdasar hal itu, kita dapat menetapkan hasil penghasilan sebagai sumber zakat, karena terdapatnya illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama fikih sah, dan nisab, yang merupakan landasan wajib zakat." "Dan karena Islam mempunyai ukuran bagi
seseorang – untuk bisa
dianggap kaya - yaitu 12 Junaih emas menurut ukuran Junaih Mesir lama maka ukuran itu harus terpenuhi pula buat seseorang untuk terkena kewajiban zakat,
70
sehingga jelas perbedaan antara orang kaya yang wajib zakat dan orang miskin penerima zakat. Dalam hal ini, mazhab Hanafi lebih jelas, yaitu bahwa jumlah senisab itu cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus terdapat di pertengahan tahun. Ketentuan itu harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat atas hasil penghasilan dan profesi ini, supaya dapat jelas siapa yang tergolong kaya dan siapa yang tergolong miskin, seorang pekerja profesi jarang tidak memenuhi ketentuan tersebut." Mengenai besar zakat, mereka mengatakan, "Penghasilan dan profesi, kita tidak menemukan contohnya dalam fikih, selain masalah khusus mengenai penyewaan yang dibicarakan Ahmad. Ia dilaporkan berpendapat
tentang
seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya menerimanya
tanpa
persyaratan
menyerupai mata penghasilan, dan
setahun.
Hal
itu
ketika
pada hakikatnya
wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah
mencapai satu nisab." Hal itu sesuai dengan apa yang telah kita tegaskan lebih dahulu, bahwa jarang seseorang pekerja yang penghasilannya tidak mencapai nisab seperti yang telah kita tetapkan, meskipun tidak cukup di pertengahan tahun tetapi cukup pada akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab yang telah berumur setahun.
71
C.2.GAJI DAN UPAH ADALAH HARTA PENDAPATAN Akibat dari tafsiran itu, kecuali yang menentang, - adalah bahwa zakat wajib dipungut dari gaji atau semacamnya sebulan dari dua belas bulan. Karena ketentuan wajib zakat adalah cukup nisab penuh pada awal tahun atau akhir tahun. Yang menarik adalah pendapat guru-guru besar tentang hasil penghasilan dan profesi dan pendapatan dari gaji atau lain-lainnya
di
atas,
bahwa
mereka tidak menemukan persamaannya dalam fikih selain apa yang dilaporkan tentang pendapat Ahmad tentang sewa rumah diatas. Tetapi sesungguhnya persamaan itu ada yang perlu disebutkan di sini, yaitu bahwa kekayaan tersebut dapat digolongkan kepada kekayaan penghasilan, "yaitu
kekayaan
yang
diperoleh seseorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Jadi pandangan fikih tentang bentuk penghasilan itu adalah, bahwa ia adalah "harta penghasilan." Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun. Diantara mereka adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud, dan diriwayatkan juga Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auza'i. Pendapat-pendapat dan sanggahan-sanggahan terhadap pendapat-pendapat itu telah pernah ditulis dalam buku-buku yang sudah berada
di
kalangan para
peneliti, misalnya al-Muhalla oleh Ibnu Hazm, jilid 4: 83 dan seterusnya alMughni oleh Ibnu Qudamah jilid 2: 6 Nail-Authar jilid 4: 148 Rudz an-Nadzir jilid 2; 41 dan Subul as-Salam jilid 2: 129.
72
D. Analisis Yang mendesak, mengingat zaman sekarang, adalah menemukan hukum pasti "harta penghasilan" itu, oleh karena terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa hasil penghasilan,
profesi,
dan
dagang dapat digolongkan kepada "harta penghasilan" kekayaan
dari
satu
kekayaan
non-
tersebut.
Bila
kekayaan, yang sudah dikeluarkan zakatnya, yang di
dalamnya terdapat "harta penghasilan" itu, mengalami perkembangan, misalnya laba perdagangan dan produksi binatang ternak maka perhitungan tahunnya disamakan dengan
perhitungan
tahun induknya. Hal itu karena hubungan
keuntungan dengan induknya itu sangat erat. Berdasarkan hal itu, bila seseorang sudah memiliki satu nisab binatang ternak atau harta perdagangan, maka dasar dan labanya bersama-sama dikeluarkan zakatnya pada akhir tahun. Ini jelas. Berbeda dengan hal itu, "harta penghasilan" dalam bentuk uang dari kekayaan wajib zakat yang belum cukup masanya setahun, misalnya seseorang yang menjual hasil tanamannya yang sudah dikeluarkan zakatnya 1/10 atau 1/20, begitu juga seseorang menjual produksi ternak yang sudah dikeluarkan zakatnya, maka uang yang didapat dari harga barang
tersebut
tidak dikeluarkan zakatnya waktu itu juga. Hal itu untuk
menghindari adanya zakat ganda, yang dalam perpajakan dinamakan "Tumpang Tindih Pajak." Yang
kita
bicarakan
disini,
adalah
tentang "harta penghasilan,"
yang berkembang bukan dari kekayaan lain, tetapi karena penyebab bebas,
73
seperti upah kerja, investasi modal, pemberian, atau semacamnya, baik dari sejenis dengan kekayaan lain yang ada padanya atau tidak. Berlaku jugakah ketentuan setahun penuh bagi zakat kekayaan hasil kerja ini? Ataukah digabungkan dengan zakat hartanya yang sejenis dan ketentuan waktunya mengikuti waktu setahun harta lainnya yang sejenis itu? Atau wajib zakat terhitung saat harta tersebut diperoleh dan susah terpenuhi syaratsyarat zakat yang berlaku seperti cukup senisab, bersih dari hutang, dan lebih dari kebutuhan kebutuhan pokok? Yang jelas ketiga pendapat tersebut diatas adalah pendapat ulama- ulama fikih meskipun yang terkenal banyak di kalangan para ulama fikih itu adalah bahwa masa setahun merupakan syarat mutlak setiap harta benda wajib zakat, harta benda perolehan maupun
bukan.
Hal
itu
berdasarkan
hadis-hadis
mengenai ketentuan masa setahun tersebut dan penilaian bahwa hadis-hadis tersebut berlaku bagi semua kekayaan termasuk harta hasil usaha. Di bawah ini dijelaskan tingkatan kebenaran hadis-hadis tentang ketentuan setahun tersebut dan sejauh mana para imam hadis membenarkannya. Setelah diperbandingkan pendapat-pendapat di atas dengan alasan masingmasing, diteliti nash-nash yang berhubungan dengan
status
zakat
dalam
bermacam-macam kekayaan, diperhatikan hikmah dan maksud pembuat syariat mewajibkan zakat, dan diperhatikan pula kebutuhan Islam dan umat Islam pada masa sekarang ini, maka saya berpendapat harta hasil usaha
seperti gaji
pegawai, upah karyawan, pendapatan dokter, insinyur, advokat dan yang lain
74
yang mengerjakan profesi tertentu dan juga seperti pendapatan yang diperoleh dari modal yang diinvestasikan di luar sektor perdagangan, seperti pada mobil, kapal, kapal terbang, percetakan, tempat- tempat hiburan, dan lain-lainnya, wajib terkena zakat persyaratan satu tahun dan dikeluarkan pada waktu diterima. Sebagai penjelasan dari pendapat kami dalam masalah yang sensitif itu, kami mengemukakan beberapa butir alasan di bawah ini, supaya kebenaran dapat jelas yang dikuatkan dengan dalil:
1. Persyaratan satu tahun dalam seluruh harta termasuk harta penghasilan tidak berdasar nash yang mencapai tingkat shahih atau hasan yang darinya bisa diambil ketentuan hukum Syara' yang berlaku umum bagi umat. Hal itu berdasarkan ketegasan para ulama hadis dan pendapat sebagian para sahabat yang diakui kebenarannya sebagaimana telah kita terangkan. 2. Para sahabat dan tabi'in memang berbeda pendapat dalam harta penghasilan: sebagian mempersyaratkan adanya masa setahun, sedangkan sebagian lain tidak mempersyaratkan satu tahun itu sebagai syarat wajib zakat tetapi wajib pada waktu harta penghasilan tersebut diterima oleh seorang Muslim. Perbedaan mereka itu tidak berarti bahwa salah satu lebih baik daripada yang lain, oleh karena itu maka persoalannya dikembalikan pada nash-nash yang lain dan kaedahkaedah yang lebih umum, misalnya firman Allah: "Bila kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Quran) dan kepada Rasul (hadis)." (An-Nisa,: 59).
75
3. Ketiadaan nash ataupun ijmak dalam penentuan hukum zakat harta penghasilan membuat mazhab-mazhab yang ada berselisih pendapat tajam sekali, yang mengakibatkan Ibnu Hazm sampai menilainya sebagai dugaan-dugaan saja, merupakan
pertentangan-pertentangan
dan
bagian-
bagian
yang
saling
bertentangan yang tidak ada dasar kebenarannya, tidak dari Quran atau hadis shahih atau riwayat yang ada cela sekalipun, maupun dari Ijmak dan Qias, dan dari pemikiran dan pendapat yang kira-kira dapat diterima. Saya sudah melakukan penjajagan atas perbedaan-perbedaan pendapat antara mazhab-mazhab, metode dan perbedaan pentashihan dan pentarjihan masing-masing mazhab. Saya menemukan pula berpuluh-puluh persoalan dan persoalan lebih jauh yang ditimbulkannya mengenai harta penghasilan itu, digabungkankah penghasilan itu dengan harta induknya atau tidak, ataukah sebagian digabungkan dan sebagian lagi tidak. Penggabungan tersebut dalam hal nisab, tahun, ataukah dalam keduanya. Beberapa diskusi berkisar mengenai masalah itu dalam hal zakat binatang, zakat uang, zakat perdagangan, dan persoalan-persoalan kecil lainnya Semuanya itu membuat saya menilai bahwa adalah tidak mungkin syariat yang sederhana dan berbicara untuk seluruh umat manusia membawa persoalanpersoalan kecil yang sulit dilaksanakan sebagai kewajiban bagi seluruh umat. 4. Mereka yang tidak mempersyaratkan satu tahun bagi syarat harta penghasilan wajib zakat lebih dekat kepada nash yang
berlaku umum dan tegas di atas
daripada mereka yang mempersyaratkannya, karena nash-nash yang mewajibkan zakat baik dalam Quran maupun dalam sunnah datang secara umum dan tegas dan tidak terdapat di dalamnya persyaratan setahun. Misalnya, "Berikanlah
76
seperempat puluh harta benda kalian,"
Harta tunai mengandung kewajiban
seperempat puluh dan dikuatkan oleh keumuman firman Allah "Hai orang-orang yang beriman keluarkanlah sebagian hasil usaha kalian." (al-Baqarah: 267) Kata ma Kasabtum merupakan kata umum yang usaha: perdagangan, atau
artinya mencakup segala macam
pekerjaan dan profesi. Para ulama fikih berpegang
kepada keumuman maksud ayat tersebut sebagai landasan zakat
perdagangan,
yang oleh karena itu kita tidak perlu ragu memakainya sebagai landasan zakat penghasilan dan profesi. Bila para ulama fikih telah menetapkan setahun sebagai syarat wajib zakat perdagangan, maka itu berarti bahwa
antara pokok harta
dengan laba yang dihasilkan tidak boleh dipisahkan karena laba dihasilkan dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam. Lain halnya dengan gaji atau sebangsanya yang diperoleh secara utuh, tertentu dan pasti. 5. Disamping nash yang berlaku umum dan mutlak memberikan landasan kepada pendapat mereka yang tidak menjadikan satu tahun sebagai syarat harta penghasilan wajib zakat, qias yang benar juga mendukungnya. Kewajiban zakat uang atau sejenisnya pada saat diterima seorang Muslim diqiaskan dengan kewajiban zakat pada tanaman dan buah-buahan pada waktu panen. Maka bila kita memungut dari petani meskipun sebagai penyewa, sebanyak sepersepuluh atau seperdua puluh hasil tanaman atau buah-buahannya, mengapakah kita tidak boleh memungut dari seorang pegawai atau seorang dokter, umpamanya, sebanyak seperempat puluh penghasilannya? Bila Allah menyatukan penghasilan yang diterima seseorang Muslim dengan hasil yang dikeluarkan Allah dari tanah dalam satu ayat, yaitu "Hai orang- orang yang beriman keluarkanlah sebagian
77
penghasilan kalian dan sebagian yang kami keluarkan untuk kalian dari tanah," mengapakah kita membeda-bedakan dua masalah yang di atur Allah dalam satu aturan sedangkan kedua-duanya adalah rezeki dan nikmat dari Allah? Benar, bahwa nikmat Allah dalam hasil tanaman dan buah-buahan lebih kentara dan mensyukurinya lebih wajib, namun demikian tidak berarti bahwa salah satu pendapatan tersebut tegas wajib zakat sedangkan yang satu lagi tidak. Perbedaannya cukup dengan bahwa pembuat syariat mewajibkan zakat dari hasil tanah sebesar sepersepuluh atau seperdua puluh sedangkan pada harta penghasilan berupa uang atau yang senilai dengan uang-sebanyak seperempat puluh. 6. Pemberlakuan syarat satu tahun bagi zakat harta
penghasilan berarti
membebaskan sekian banyak pegawai dan pekerja profesi dari kewajiban membayar zakat atas
pendapatan mereka yang besar, karena mereka itu akan
menjadi dua golongan saja: menginvestasikan pendapatan mereka terlebih dahulu dalam berbagai sektor, atau berfoya-foya bahkan menghamburkan semua penghasilannya itu kesana-sini
sehingga tidak mencapai masa wajib zakatnya.
Itu berarti hanya membebankan zakat pada orang-orang yang hemat dan ekonomis saja, yang membelanjakan kekayaannya seperlunya, tidak berlebih-lebihan tetapi tidak pula kikir, yang berarti mencapai masa
mereka menyimpan penghasilan mereka sehingga
zakatnya. Hal itu jauh sekali dari maksud kedatangan syariat
yang adil dan bijak, yaitu memperingan beban orang-orang pemboros dan memperbuat beban orang-orang yang hemat. 7. Pendapat yang menetapkan setahun sebagai syarat harta penghasilan jelas terlihat saling kontradiksi yang tidak bisa diterima oleh keadilan dan hikmat Islam
78
mewajibkan zakat Misalnya: Seorang petani yang menanam tanaman pada tanah sewaan, hasilnya dikenakan zakat sebanyak 10% atau 5% bila sudah mencapai 50 kila Mesir, berdasarkan fatwa-fatwa dalam mazhab-mazhab yang ada, sedangkan pemilik tanah yang dalam sejam kadang-kadang memperoleh beratus-ratus atau beribu- ribu dinar berupa uang sewa tanah tersebut, tidak dikenakan zakat, berdasarkan fatwa-fatwa dalam mazhab-mazhab yang ada, karena adanya persyaratan setahun bagi penghasilan tersebut sedangkan jumlah itu jarang bisa terjadi di akhir tahun. Begitu pula halnya dengan seorang dokter, insinyur, advokat, pemilik mobil angkutan, pemilik hotel, dan lain-lainnya. Sebab pertentangan itu adalah sikap yang terlalu mengagungkan pendapat-pendapat fikih yang tidak terjamin dan tidak terkontrol berupa hasil ijtihad para ulama. Kita tidak yakin, bila mereka hidup pada zaman sekarang dan menyaksikan apa yang kita saksikan, apakah mereka akan meralat ijtihad mereka dalam banyak masalah, seperti yang hanyak kita temukan dalam riwayat para imam . 8. Pengeluaran zakat penghasilan setelah diterima, diantaranya gaji, upah, penghasilan dari modal yang ditanamkan pada sektor selain perdagangan, dan pendapatan para ahli, akan lebih menguntungkan fakir miskin dan orang yang berhak lainnya, menambah besar perbendaharaan zakat,
disamping menambah
perbendaharaan negara dan pemiliknya dapat dengan mudah mengeluarkan zakatnya. Hal itu dengan pemungutan zakat gaji para pegawai dan karyawan tersebut
oleh pemerintah atau yayasan-yayasan melalui cara yang dinamakan
oleh para ahli perpajakan dengan "Penahanan pada
Sumber," seperti yang
dilakukan oleh Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah serta Umar bin Abdul Aziz dalam,
79
memotong pemberian yang mereka berikan. Maksud kata "pemberian" disini adalah gaji para tentara dan orang-orang yang di bawah kekuasaan negara pada masa itu. Abu Walid Baji mengatakan bahwa "Pemberian menurut syara' adalah pemberian dari kepala negara kepada seseorang dari Baitul-mal berbentuk nafkah hidup (gaji). Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Hubaira bahwa Ibnu Mas'ud memotong pemberian yang mereka terima sebesar dua puluh lima dari tiap seribu. Hal itu diriwayatkan pula oleh at-Tabrani darinya juga.
Dari'Aun dari
Muhammad, "Saya melihat para penguasa bila memberikan gaji, memotong zakatnya. Dari Umar bin Abdul Aziz, bahwa ia mengeluarkan zakat pemberian dan hadiah. Malik meriwayatkan dalam al-Muwaththa dari Ibnu Syihab, bahwa: Orang yang pertama kali memungut zakat dari pemberian adalah Mu'awiyah bin Abi Sufyan.
Tampaknya yang ia maksudkan adalah khalifah pertama yang
memungut zakat
pemberian, sedangkan sebenarnya sudah ada orang yang
mengambil zakat pemberian sebelum itu, yaitu Abdullah bin Mas'ud sebagaimana kita jelaskan. 9. Menegaskan bahwa zakat wajib atas penghasilan sesuai dengan tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan,
kemauan berkorban, belas kasihan dan
suka memberi dalam jiwa seorang Muslim, sesuai pula dengan kemanusiaan yang harus ada dalam masyarakat, ikut merasakan beban orang lain, dan menanamkan agama tersebut menjadi sifat pribadi unsur pokok kepribadiannya. Allah berfirman tentang sifat-sifat orang yang bertakwa, "Dan sebagian apa yang kami berikan kepada mereka, mereka nafkahkan.
80
" Allah juga berfirman, "Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah sebagian apa-apa yang kami berikan kepada kalian.". Untuk itu Nabi s.a.w. mewajibkan kepada setiap orang Muslim mengorbankan sebagian
hartanya, penghasilannya, atau apa saja yang ia korbankan.
Bukhari
meriwayatkan dari Abu Musa Asyari dari Nabi s.a.w.: "Setiap orang Muslim wajib bersedekah." Mereka bertanya, "Hai Nabi Allah, bagaimana yang tidak berpunya? Beliau menjawab, "Bekerjalah untuk mendapat sesuatu untuk dirinya,
lalu bersedekah." Mereka bertanya, "Kalau tidak punya
pekerjaan?" Beliau bersabda, "Tolong orang yang meminta pertolongan." Mereka bertanya, "Bagaimana bila tidak bisa?" Beliau menjawab, "Kerjakan kebaikan dan tinggalkan kejelekan, hal itu merupakan sedekahnya."
Pembebasan penghasilan-penghasilan yang berkembang sekarang tersebut dari sedekah wajib atau zakat dengan menunggu masa setahunnya, berarti membuat orang-orang hanya bekerja,
berbelanja, dan bersenang-senang, tanpa harus
mengeluarkan rezeki pemberian Tuhan dan tidak merasa kasihan kepada orang yang tidak diberi nikmat kekayaan itu dan kemampuan berusaha. 10. Tanpa persyaratan setahun bagi harta penghasilan akan lebih menguntungkan pemasukan zakat secara pasti dan pengelolaannya dilihat dari pihak orang yang wajib mengeluarkan zakat dan dari segi administrasi pemungutan zakat. Hal itu oleh karena bagi yang berpendapat satu tahun sebagai syarat zakat, menyebabkan setiap orang yang mendapatkan penghasilan sedikit atau banyak berupa gaji, honorarium atau penghasilan kekayaan tak bergerak, atau jenis pendapatan yang
81
lain-harus menentukan masa jatuh tempo pengeluaran setiap jumlah kekayaannya lalu bila sampai masa tempo setahunnya itu dikeluarkanlah zakatnya. Ini berarti, bahwa seorang Muslim kadang-kadang bisa mempunyai berpuluh-puluh masa tempo masing-masing kekayaan yang diperoleh pada waktu yang berbedabeda. Ini sulit sekali dilakukan, dan sulit pula bagi pemerintah memungut dan mengatur zakat yang dengan demikian zakat tidak bisa terpungut dan sulit dilaksanakan. 7.Pendapat Ulama Masa Modern Adalah bijaksana bila kita menyebutkan disini, bahwa seorang penulis
Islam
yang terkenal, Muhammad Ghazali, telah membahas masalah ini dalam bukunya Islam wa al-Audza' al-Iqtishadiya. Lebih daripada dua puluh tahun yang lalu. Setelah menyebutkan bahwa dasar penetapan wajib zakat dalam Islam hanyalah modal, bertambah, berkurang atau tetap, setelah lewat setahun, seperti zakat uang, dan perdagangan yang zakatnya seperempat puluh, atau atas dasar ukuran penghasilan tanpa melihat modalnya seperti zakat pertanian dan buah buahan yang zakatnya sepersepuluh atau seperdua puluh, maka beliau mengatakan; "Dari sini kita mengambil kesimpulan, bahwa siapa yang mempunyai pendapatan tidak kurang dari pendapatan seorang petani yang wajib zakat, maka ia wajib mengeluarkan zakat yang sama dengan zakat petani tersebut, tanpa mempertimbangkan sama sekali keadaan modal dan
persyaratan- persyaratannya." Berdasarkan hal itu,
seorang dokter, advokat, insinyur, pengusaha, dan sebangsanya wajib mengeluarkan zakat
pekerja, karyawan, pegawai,
82
dari pendapatannya yang besar. Hal itu berdasarkan atas dalil: 1. Keumuman nash Quran: "Hai orang-orang yang beriman keluarkanlah sebagian hasil yang kalian peroleh." (al-Baqarah: 267) Tidak perlu diragukan lagi bahwa jenis-jenis pendapatan di atas termasuk hasil yang wajib dikeluarkan zakatnya, yang dengan demikian mereka masuk dalam hitungan orang-orang Mu'min yang disebutkan Quran: "Yaitu orang-orang yang percaya kepada yang ghaib, mendirikan salat, serta mengeluarkan sebagian yang kami berikan." (al-Baqarah: 3).
2. Islam tidak memiliki konsepsi mewajibkan zakat atas petani yang memiliki lima faddan (1 faddan = 1/2 ha). Sedangkan atas pemilik usaha yang memiliki penghasilan lima puluh faddan tidak mewajibkannya, atau tidak mewajibkan seorang dokter yang penghasilannya sehari sama dengan penghasilan seorang petani dalam setahun dari tanahnya yan atasnya diwajibkan zakat pada waktu panen jika mencapai nisab. Untuk itu, harus ada ukuran wajib zakat atas semua kaum profesi, dan pekerja tersebut, dan selama sebab (illat) dari dua hal memungkinkan diambil hukum qias, maka tidak benar untuk tidak memberlakukan qias tersebut dan tidak meneriina hasilnya. Dan kadang-kadang dipertanyakan, bagaimana zakatnya?
Jawabnya
mudah,
kita
menentukan besar
karena Islam telah menentukan besar zakat
buah-buahan antara sepersepuluh dan seperdua puluh sesuai dengan ukuran
83
beban petani dalam mengairi tanahnya. Maka berarti ukuran beban zakat setiap pendapatan sesuai dengan ukuran beban pekerjaan atau pengusahaannya. Persoalan
tersebut
sebenarnya
dapat
diterangkan sejelas-jelasnya, bila
pokok persoalan yang sensitif tersebut sudah duduk. Tetapi persoalan tersebut tidak bisa dijelaskan dengan pemikiran seseorang, tetapi membutuhkan kerja sama para ulama dan ilmuwan. Diskusi-diskusi tentang hal itu menarik
sekali,
yang menunjukkan bahwa
mereka memiliki pemahaman yang tajam terhadap dasar-dasar ajaran Islam. Dua
landasan
yang dikemukakan oleh Muhammad Ghazali tidak ada
kelemahannya, karena beliau telah menggunakan landasan keumuman nash Quran dan qias. Tetapi pendekatan yang kita pergunakan dalam memakai landasanlandasan
itu
disini
lebih
mendasar
ke sumbernya
dari
pendekatan
Muhammad Ghazali, yaitu memakai pendapat para sahabat, tabiiin dan para ahli fikih sesudah mereka. Dan bila hal itu berlainan dari pendapat empat mazhab yang ada, maka tidak satu pun nash dari Allah atau dari Rasul s.a.w. tidak pula dari imam- imam mazhab tersebut yang mewajibkan
pendapat
mereka
diikuti
sepenuhnya,
mengekor kepada mereka, dan melarang orang berlainan pendapat dari ijtihad mereka.
Tetapi mereka
sebaliknya,
melarang
orang mengekor
sebagaimana telah kita sebutkan dalam pendahuluan buku ini.
mereka,
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah
diperbandingkan
pendapat-pendapat
di
atas dengan alasan
masing-masing yang sudah kami paparkan dalam beberapa bab di atas, dan setelah meneliti nash-nash yang berhubungan dengan
status
zakat
dalam
bermacam-macam kekayaan, diperhatikan hikmah dan maksud pembuat syariat mewajibkan zakat, dan diperhatikan pula kebutuhan Islam dan umat Islam pada masa sekarang ini, kesimpulan yang bisa dipaparkan dalam skripsi ini adalah: 1.
Persyaratan satu tahun dalam seluruh harta termasuk harta penghasilan tidak berdasar nash yang mencapai tingkat shahih atau hasan yang darinya bisa diambil ketentuan hukum Syara' yang berlaku umum bagi umat.
2.
Hadis- hadis yang berbicara tentang harus adanya haul sebagai syarat untuk mengeluarkan zakat, semuanya memiliki kualitas yang lemah dari sisi sanad. Akan tetapi, dikarenakan hadis-hadis tersebut saling mendukung satu sama lainnya, maka penulis menyimpulkan bahwa hadis-hadis tersebut naik tingkat menjadi hasan lighairihi dan berhujjah dengannya adalah boleh.
3.
Para sahabat dan tabi'in memang berbeda pendapat dalam harta penghasilan oleh karena itu maka persoalannya dikembalikan pada nash-nash yang lain dan kaedah- kaedah yang lebih umum, misalnya firman Allah: "Bila kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Quran) dan kepada Rasul (hadis)." (An-Nisa,: 59).
84
85
4.
Mereka yang tidak mempersyaratkan satu tahun bagi syarat harta penghasilan wajib zakat lebih dekat kepada nash yang berlaku umum dan tegas di atas daripada mereka yang mempersyaratkannya, karena nash-nash yang mewajibkan zakat
baik dalam Quran maupun dalam sunnah datang
secara umum 5.
Pemberlakuan syarat satu tahun bagi zakat harta
penghasilan berarti
membebaskan sekian banyak pegawai dan pekerja profesi dari kewajiban membayar zakat atas
pendapatan mereka yang besar, karena mereka itu
akan menjadi dua golongan saja: menginvestasikan pendapatan mereka terlebih dahulu dalam berbagai sektor, atau berfoya-foya bahkan menghamburkan semua penghasilannya itu kesana-sini
sehingga tidak
mencapai masa wajib zakatnya. Itu berarti hanya membebankan zakat pada orang-orang yang hemat dan ekonomis saja, yang membelanjakan kekayaannya seperlunya, tidak berlebih-lebihan tetapi tidak pula kikir, yang berarti
mereka menyimpan penghasilan mereka sehingga mencapai masa
zakatnya. Hal itu jauh sekali dari maksud kedatangan syariat yang adil dan bijak, yaitu memperingan beban orang-orang pemboros dan memperbuat beban orang-orang yang hemat. 6.
Pengeluaran zakat penghasilan setelah diterima, diantaranya gaji, upah, penghasilan dari modal yang ditanamkan pada sektor selain perdagangan, dan pendapatan
para ahli, akan lebih menguntungkan fakir miskin dan
orang yang berhak lainnya.
86
7.
Menegaskan bahwa zakat wajib atas penghasilan sesuai dengan tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan,
kemauan berkorban, belas
kasihan dan suka memberi dalam jiwa seorang Muslim, sesuai pula dengan kemanusiaan yang harus ada dalam masyarakat, ikut merasakan beban orang lain, dan menanamkan agama tersebut menjadi sifat pribadi unsur pokok kepribadiannya. B. Saran Pembahasan dalam skripsi ini adalah menegaskan bahwa zakat wajib atas penghasilan sesuai dengan tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan, kemauan berkorban, belas kasihan dan suka memberi dalam jiwa seorang Muslim, sesuai pula dengan kemanusiaan yang harus ada dalam masyarakat, ikut merasakan beban orang lain, dan menanamkan agama tersebut menjadi sifat pribadi unsur pokok kepribadiannya. Allah berfirman tentang sifat-sifat orang yang bertakwa, "Dan sebagian apa yang kami berikan kepada mereka, mereka nafkahkan. " Allah juga berfirman, "Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah sebagian apa-apa yang kami berikan kepada kalian.". Untuk itu Nabi s.a.w. sebagian
mewajibkan kepada setiap orang Muslim mengorbankan
hartanya, penghasilannya, atau apa saja yang ia korbankan.
Bukhari
meriwayatkan dari Abu Musa Asyari dari Nabi s.a.w.: "Setiap orang Muslim wajib bersedekah." Mereka bertanya, "Hai Nabi Allah, bagaimana yang tidak berpunya? Beliau menjawab, "Bekerjalah untuk mendapat sesuatu untuk dirinya,
lalu bersedekah." Mereka bertanya, "Kalau tidak punya
87
pekerjaan?" Beliau bersabda, "Tolong orang yang meminta pertolongan." Mereka bertanya, "Bagaimana bila tidak bisa?" Beliau menjawab, "Kerjakan kebaikan dan tinggalkan kejelekan, hal itu merupakan sedekahnya." Pembebasan penghasilan-penghasilan yang berkembang sekarang tersebut dari sedekah wajib atau zakat dengan menunggu masa setahunnya, berarti membuat orang-orang hanya bekerja,
berbelanja, dan bersenang-senang, tanpa harus
mengeluarkan rezeki pemberian Tuhan dan tidak merasa kasihan kepada orang yang tidak diberi nikmat kekayaan itu dan kemampuan berusaha.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’an al-Karim, Departemen Agama RI, tahun2000. 2. Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999) Cet.III. h. 432. 3. al-Qordawi, Yusuf, Hukum dan Fungsi Zakat, (Bandung: Mizan,1991), Cet. I. 4. ........................., Fatwa-fatwa Kontemporer, (Bandung: Mizan 1996)Cet. V 5. al-Thayyib, Muhammad Syams al-Haq al-Adlzim Abbadi Abu, Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Dawud, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1415 H. 6. Laporan III Majlis Tarjih Muhammadiyah.Tentang ZIS (2005). 7. Muhammad bin Yazid bin Abdullah Al-Quzwaini, Sunan Ibnu Mâjah (Bairut: Dar Al-Fikri, 2004), juz 2, Bab Man Istifadu Mâlan. 8. Sabiq, Said, Zakat dan Pembagiannya, (Bandung; Ma’arif, 1983), Cet.II 9. Surat Keputusan Dewan Hisbah Persis, Tentang ZIS,(2003). 10. Hafiduddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002. 11. Hasan, Adi, Zakat Dan Infak Salah Satu Solusi Mengatasi Probelematika Sosial Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006. 12. Permono, Sechjul Hadi, Sumber-Sumber Penggalan Zakat, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1993. 13. Azzuhaili, Wahbah, Zakat Kajian Madzhab, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.
88
89
14. Syauqi Ismail Syahhatih, Al-Thathbiq al-Ma^ashir li al-Zakat, Penerapan Zakat di Dunia Moderen,terjemahan : Ansari Umar Sitanggal, Jakarta : Pustaka Media dan Antar Kota, 1987. 15. Ahmad Warson Al-Munawwir, Al-Munawwir Ibrahim Mustafa dkk, Mu^jam alWasit, Tehran : Al-Maktabah al-Ilmiyah, Yusuf al-Qardhawi, Fiqh alZakah , Beirut : Muassasah al-Risalah, 1994, Juz I. 16. Didin Hafiduddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, dan Sedekah, Jakarta : Gema Insani Press, 2001.
17. M.Amin Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, Bandung : Mizan, 1999. 18. Abdullah, Syarifuddin, Zakat Profesi, Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2003. 19. Afzalurrahman. Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996. 20. Baqai, Muhammad Yusuf. 1995. al-Qamus al-Muhith. Beirut: Dar al-Fikri. 21. Baqi, Muhammad Fuad Abdul. 1994. al-Mu’jam al-Mufahris li Alfadh AlQur’an. Cet. IV. Beirut: Dar al-Fikr. 22. Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat. Jakarta: Nuansa Madani. 23. Analisa Peringkat Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota”. Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. XIX No. 4. 24. Al-Junaidal, Hamad Ibn Abdirrahman, Manahij al-Bahisin fi al-Iqtisad alIslami, Riyad: Syarikan al-al-‘Abikan, cet. I,
90
25. Mannan, Teori Wakaf dan Praktik Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti 1997. 26. Al-Qardhawi,Yusuf`, Fiqhu al-Zakat (Dirasah Muqaranah Liahkamiha wa Falsafatiha fi Dhau’ al-Qur’an wa al-Sunnah, Beirut: Muassasah alRisalah, , 1997. Cet. XXIV. 27. Al-Qosimi, Mujahid al-Islam, Buhus Fiqhiyah min al-Hind, Beirut: Dar alKutub al-‘Ilmiyah, 2003, Cet. I. 28. Sumarto,
Sudarno.
“Tata
Kelola
Pemerintahan
dan
Penanggulangan
Kemiskinan: Bukti-Bukti Awal Desentralisasi di Indonesia.” Kertas Kerja SMERU. 2004 29. Syaltut, Muhammad. Aqidah dan Syariah Islam. Terj. Fachruddin Hs dan Nashruddin Thaha, Jakarta: Bumi Aksara,1994. 30. Yafie, Ali. Menggagas Fiqih Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1994. 31. Al-Zarqa’ Mustofa Ahmad, al-Madkhal al-Fiqhi al-‘Am, Beirut: Dar al-Fikr, 1387. 32. Sulaiman bin Asy-ats Abu Daud Assajastan Al-Azdi, Sunan Abu Daud (Bairut: Dar Al-Fikri, 1999), juz 2, Bab Zakat asâimah, hal. 100. 33. Alî bin ‘Amr Abû al-Hasan al-Dâruqutnî al-Bagdâdî, Sunan al-Dâruqutnî, (Bairut: Dâr al-Ma’rifah, 1986), Juz II, h.90. 34. Muhammad bin Yazid bin Abdullah Al-Quzwaini, Sunan Ibnu Mâjah (Bairut: Dar Al-Fikri, 2004), juz 2, Bab Man Istifadu Mâlan, hal. 571. 35. Alî bin ‘Amr Abû al-Hasan al-Dâruqutnî al-Bagdâdî, Sunan al-Dâruqutnî, Juz.
91
II. 36. Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1980), Juz.IV
37Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, Beirut:1996.
38. Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, Juz. 4. 39. Ahmad bin Alî bin Hajar al-Qalânî, Tahzîb al- Tahzîb, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1980), Juz. 9 40. Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, Juz.19 41. Ahmad bin Alî bin Hajar al-Qalânî, Tahzîb al- Tahzîb, juz. I 42. Yûsuf bin al-Zakkî Abdu al-Rahmân Abû al-Hajjâj al-Mizî, Tahzîb al-Kamâl, Juz. IV 43. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis, (Jakarta:Bulan Bintang, 1996) 44. Halqa—ad-Dirasah al-Ijtima’iyyah 45. Abu Daud, Sunan Abu Daud , Beirut 1994 46. Daruquthni, al-ilal, Beirut 1990 47. Nushbu ar-riwayah, Mesir, 1997 48. Imam ad-Dzahabi, Talhis al Mustadrak, Beirut: 1982 49. Lihat as-Sunan al-Kubra Jilid 4.
92
50. Ibnu Hazm meriwayatkan dalam al-Muhalla, jilid 5. 51. Abu Ubaid, Al-Muhalla, Beirut:1985, Jilid 4.