Catatan atas Laporan Keuangan Kabupaten Boyolali dan Kota Salatiga untuk Ekonomi Kebijakan Ekonomi Makro, Kebijakan Keuangan, dan Pencapaian Target Kinerja APBD Oleh : Indra Gunawan Dimas Andika James Antony. L. F KABUPATEN BOYOLALI 1. Ekonomi Makro Kabupaten Boyolali terletak di provinsi Jawa Tengah dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 sebanyak 928,164 jiwa kepadatan penduduk sejumlah 914.38 jiwa/km2 dari luas wilayah sebesar 1.105.101 km2. Sedangkan pada tahun 2006 mengalami pertumbuhan penduduk dengan nilai mencapai 947.026 jiwa dengan kepadatan penduduk 933 jiwa/km². Berdasarkan data pada Laporan Keuangan untuk tahun 2007, terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Terjadi peningkartan terhadap Produk Domestik Regional Bruto yang bermimplikasi pada penurunan angka kemiskinan dari 39% ditahun 2006 menjadi 33% ditahun 2007 (Hasil Laporan Pemeriksaan atas LK Pemerintah Kabupaten Boyolali tahun 2007: 15). Kemudian untuk laju inflasi di kabupaten Boyolali juga menunjukkan perbaikan dari tahun 2006 ke 2007, dimana penurunan sebanyak 3% dari tahun sebelumnya.
1
2. Kebijakan Keuangan Pemerintah Kabupaten Boyolali melakukan rencana strategis dengan Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Ada beberapa poin penting dalam RPJMD yang direncanakan dari tahun 2006 hingga 2010 ini: a. Meningkatkan agresifitas pemungutan pajak dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak. b. Memprioritaskan kepentingan dan kebutuhan masyarakat dengan meningkatkan proporsi belanja melalui penajaman APBD. 3. Indikator Pencapaian Target Kinerja APBD a.
Pendapatan Sumber pendapatan daerah dibagi atas beberapa komponen pendapatan,
seperti pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer. Berdasarkan data sekunder (Hasil Laporan Pemeriksaan atas LK Pemerintah Kabupaten Boyolali tahun 2006: 14) yang kami peroleh, ada beberapa pencapaian pemerintah Boyolali berkaitan dengan pendapatan seperti intensifikasi dan optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi dan kajian dan identifikasi pajak atau retribusi daerah baru. Berdasarkan Laporan Keuangan tahun 2006, terjadi kenaikan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya untuk pendapatan pajak daerah, namun berbanding terbalik dengan pendapatan retribusi daerah walaupun tidak terlalu signifikan penurunannya. Kemudian jika dibandingkan dengan tahun 2007 untuk pendapatan pajak daerah menunjukkan tren yang positif dan adanya perbaikan untuk pendapatan retribusi daerah. Berarti indikasi adanya optimalisasi dan intensifikasi dalam rangka menaikkan pendapatan daerah dirasa benar. Pendapatan dari pajak daerah pada tahun 2006 terdiri dari 7 jenis pajak, pajak penerangan jalan umum kemudian pajak pengambilan bahan galian golongan C dan pajak reklame merupakan jenis pajak teratas yang menyumbang pemasukan terbanyak. Sedangkan untuk tahun 2007, didominasi dengan jenis pajak yang sama tapi dengan perubahan kenaikan jumlah yang mengindikasikan adanya tren positif 2
dalam pemungutan pajak. Pendapat retribusi daerah mengalami kenaikan yang lumayan besar. b.
Belanja Berdasarkan kebijakan ekonomi yang tertuang dalam RPJMD 2006‐1010
mengenai belanja adalah menaikkan proporsi belanja modal yang menentuh langsung dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.Berdasarkan data sekunder yang kami peroleh indicator pencapaiannya adalah penyusunan RAPBD berbasis kinerja yang berorientasi pada kepentingan dan kebtuhan masyarakat, dan pengelolaan keuangan administrasi daerah yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika dibandingkan dengan nilai yang terdapat pada laporan keuangan untuk belanja modal, terjadi peningkatan belanja dari tahun 2006 ke tahun 2007, tapi jika melihat anggaran dengan realisasinya, ada indikasi efisiensi penggunaan dana tetapi dilain sisi menjadi bertolak belakang dengan rencana awal walaupun pada akhirnya mampu membuat kondisi perekonomian menjadi semakin baik. Kemudian dalam pelaksanaanya, hasil koreksi BPK yang akhirnya menguluarkan pendapat wajar mengindikasikan bahwa laporan keuangan dari pemerintah kabupaten Boyolali sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. 3
KOTA SALATIGA 1.
Kebijakan Makro Pada tahun 2006 pemerintah kota salatiga mengharapkan agar tingkat inlfasi
bertahan pada tingkat 10%, maka kebijakan‐kebijakan untuk tahun 2006 diarahkan untuk pengembangan‐pengembangan sektor usaha baik milik swasta maupun milik pemerintah, sebagai sumber pendapatan. Sedangkan pada tahun 2007 kebijakan makro diarahkan pada peningkatan pendapatan perkapita melalui pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk menanggulangi kemiskinan serta mengatasi masalah pengangguran 2. Pencapaian Kinerja Keuangan a. Pendapatan Pada tahun 2006 pada PAD kontribusi terbesar dicapai oleh hasil retribusi daerah sebanyak Rp 17.425.939.511,00 atau sebesar 53,69% jika di rangking bedasarkan tingkat pencapaian penerimaan, pajak berada di posisi ketiga dengan hasil pencapaian Rp 6.522.623.307,00 atau sebesar 20,1% dibawah hasil penerimaan lain‐ lain PAD yang sah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian PAD kota Salatiga didapat dari berbagai macam retribusi daerah yang terdiri dari 22 jenis retribusi daerah dimana retribusi tertinggi dihasilkan dari pelayanan kesehatan, sedangkan dari sektor penerimaan pajak dimana penerimaan tertinggi diperoleh dari pajak penerangan jalan. Pada tahun 2007 pada PAD kontribusi terbesar juga dicapai oleh hasil retribusi daerah sebanyak Rp19.427.777.942,00 atau bedasarkan tingkat pencapaian penerimaan, penerimaan pajak berada di posisi ketiga dengan hasil pencapaian Rp7.065.860.976,00 atau dibawah hasil penerimaan lain‐lain PAD yang sah. b. Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan sumber penerimaan terbesar bagi pemerintah Kota Salatiga, Pendapatan Dana Perimbangan tahun 2006 sebesar Rp 240.234.010.983 4
merupakan 88,07% dari total Pendapatan sedangkan untuk tahun 2007 sebesar Rp253.276.996.203,00 . untuk kedua Tahun Anggaran tersebut hasil penerimaan dana perimbangan terbesar diperoleh dari Dana Alokasi Umum. Dilihat dari pertumbuhan ekonomi kota Salatiga masih memiliki beberapa masalah seperti keterbatasan potensi sumber daya alam yang ada di Kota Salatiga, Minimnya Pendapatan Asli Daerah sehingga ketergantungan kepada anggaran dari Pemerintah Pusat sangat besar, Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan penerimaan lain‐lain, Pengelolaan pendapatan daerah yang belum efektif. Permasalahan tersebut kemudian ditanggapi oleh pemerintah sehingga menentukan pemecahan masalah dengan Mencari dan menggali potensi pajak dan retribusi daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah, Merevisi Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pajak dan retribusi daerah yang besaran tarifnya sudah tidak relevan lagi, Mengefektifkan pengelolaan pendapatan daerah. c.
Belanja Pada Tahun Anggaran 2006 Belanja Daerah terbesar yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Salatiga digunakan untuk sektor belanja pelayanan publik mencapai 64,5% dimana belanja terbesar digunakan untuk belanja administrasi umum diikuti dengan belanja modal. Tetapi sayangnya untuk belanja pemeliharaan barang publik ternyata masih kecil dibandingkan administrasi umum yang sebagian besar digunakan untuk kepentingan pegawai/personalia daerah untuk penggajian. Dalam belanja modal sebagian besar digunakan untuk belanja jalan dan jembatan dan belanja bangunan gedung Pada Tahun Anggaran 2007 Belanja Daerah diarahkan untuk memenuhi Kebutuhan Daerah Kota Salatiga dalam rangka melaksanakan Tugas Pemerintahan, Pembangunan dan Pelayanan masyarakat yang dialokasikan melalui Belanja Aparatur Daerah dan Pelayanan Publik baik Belanja Tidak Langsung maupun Belanja Langsung, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan serta Belanja Tidak Tersangka. Dimana pada tahun ini pemerintah dihadang dengan beberapa masalah yaitu Adanya masa transisi 5
peralihan dari Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sehingga mengakibatkan adanya perubahan Penatausahaan Pengelolaan Keuangan Daerah, Perlu penyesuaian dengan rekomendasi hasil pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Daerah Tahun 2006, Adanya beberapa kegiatan yang mendesak tapi belum dianggarkan. Namun pemecahan masalah tersebut adalah bahwa belanja harus difokuskan pada kegiatan‐kegiatan yang mendukung pelayanan dasar, maupun dalam rangka pengentasan kemiskinan. Tetapi jika dilihat dari laporan realisasi belanja kota salatiga hal ini pemecahan masalh tersebut belum nampak. Dapat di simpulkan bahwa realisasi Belanja Daerah kota Salatiga tergolong rendah diakibatkan oleh tidak tepatnya penggunaan anggaran, banyak kepentingan public diabaikan.
6