TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.011/PUUIII/2005 DAN NO.012/PUU-III/2005 TERHADAP SINKRONISASI PASAL 49 UNDANG UNDANG NO. 20 TAHUN 2003 TENTANG SISDIKNAS DAN UNDANG UNDANG NO. 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 Oleh: Anggit Setianto
*Staf Bank Mualamat Kabupaten Banyuwangi* Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Pasal 49 Undang Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Undang Undang No. 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 terkait dengan adanya alokasi anggaran pendidikan dalam Undang Undang No. 36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun Anggaran 2005 yang kurang dari 20 persen adalah bertentangan dengan perintah Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, yang menyatakan bahwa anggaran tersebut diprioritaskan sekurang-kurangnya 20 persen dan tidak dilakukan secara bertahap. Dalam ketentuan Undang - Undang No. 36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun 2005 hanya menetapkan anggaran pendidikan sebesar 7 % sedangkan dalam Undang Undang No.20 Tahun 2003 menetapkan bahwa anggaran pendidikan ditetapkan secara bertahap, sehingga kedua pasal dalam Undang Undang tersebut bertentangan dengan pasal 31 ayat (4) UUD 1945. Dengan adanya kedua putusan tersebut membawa implikasi terhadap kemajuan dan perkembangan pendidikan di Indonesia, dimana dana pendidikan di negara Indonesia kurang memadai dan menjadi mahal bagi masyarakat, yang dapat menghambat kemuajuan dan perkembangan pendidikan. Implementasinya, putusan Mahkamah Konstitusi ternyata tidak dijalankan, sebab pemerintah beralasan tidak dapat merealisasikan anggaran pendidikan 20 % karena dilakukan bertahap. Kata kunci: kekuasaan kehakiman Indonesia, Hak menguji, Mahkamah konstitusi Abstract Constitutional Court ruling against Article 49 of Law No.20 of 2003 on National Education System and Law No. 36 Year 2004 on the State Budget for Fiscal Year 2005 relating to the allocation of the education budget in Law No.. 36 Year 2004 on the State Budget for Fiscal Year 2005, which is less than 20 percent is contrary to the provisions of Article 31 paragraph (4) of the 1945 Constitution, which states that the budget is prioritized at least 20 percent and not done gradually. In the provisions of Law No.. 36 Year 2004 on the State Budget of 2005 just set the education budget by 7%, while in Act 20 of 2003 stipulates that the education budget is set in stages, so that the second article in Law is contrary to Article 31 paragraph (4) of the 1945 Constitution. With the second decision has implications for the progress and development of education in Indonesia, which funds education in the country of Indonesia to be inadequate and costly to society, which could inhibit kemuajuan and educational development. Implementation, the Constitutional Court's decision was not implemented because the government can not realize the reason 20% of the education budget because it is done gradually. Keywords: Indonesian judiciary,judicial review, the Constitution Court
I.
PENDAHULUAN
kemajuan pendidikan nasional kita,
1.1
Latar Belakang
tidak
Salah satu faktor yang menjadi
anggaran
penentu utama bagi perkembangan dan
lain
Ketentuan
adalah di
faktor
alokasi
bidang
pendidikan.
mengenai
anggaran 171
pendidikan telah diamanatkan secara
Akan
tetapi,
Sisdiknas
Negara RI Tahun 1945 (UUD Negara
tanggal 8 Juni 2003, realitas yang
RI 1945) dalam Pasal 31 ayat (4) yang
terjadi di lapangan justru berkata lain.
berbunyi “Negara memperioritaskan
Penyusunan
anggaran
sekurang-
anggaran pendidikan baik di tingkat
kurangnya dua puluh persen dari
Pusat maupun Daerah, ternyata tidak
anggaran
sejalan
pendapatan
dan
belanja
disahkan
UU
langsung oleh Undang-Undang Dasar
pendidikan
tersebut
semenjak
dan
dengan
pada
pengalokasian
apa
yang
telah
negara serta dari anggaran pendapatan
diamanatkan oleh UUD 1945 dan
dan belanja daerah untuk memenuhi
Undang
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
karena itu, beberapa warga negara yang
nasional”.
merasa
Undang
hak
Sisdiknas.
Oleh
konstitutionalnya
Bahkan terhadap pengalokasian
dirugikan, mengajukan permohonan
anggaran pendidikan tersebut telah
kepada Mahkamah Konstitusi untuk
ditegaskan kembali pada Pasal 49 ayat
melakukan Judicial Review Undang -
(1) Undang-undang No. 20 Tahun 2003
Undang No.20 Tahun 2003 tentang
tentang Sistem Pendidikan Nasional
Sistem
(UU Sisdiknas) yang berbunyi “Dana
(Sisdiknas) dan Anggaran Pendapatan
pendidikan selain gaji pendidik dan
Belanja Negara (APBN) terhadap UUD
biaya
Negara Republik Indonesia Tahun
pendidikan
dialokasikan
kedinasan
minimal
20%
dari
(APBN)
pada
sektor
Nasional
1945.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pendidikan
Mahkamah Konstitusi kembali memutus
dua
perkara
Pengujian
pendidikan dan minimal 20% dari
Undang Undang (Judicial Review)
Anggaran Pendapatan dan Belanja
terhadap Undang-Undang Dasar 1945,
Daerah
ini
yaitu perkara No. 011/PUU-III/2005
telah
dan perkara No. 012/PUU-III/2005.
20
Dua undang-undang yang dimohonkan
(APBD)”.
ketentuan
Dalam
tersebut
menggariskan
bahwa
hal
berarti anggaran
persen harus benar-benar murni di luar
oleh
gaji
Undang-undang No. 20 Tahun 2003
guru
dan
kedinasan lainnya.
biaya
pendidikan
pemohon
yang
sama,
yaitu
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang No. 36 Tahun
172
2004 tentang Anggaran Pendapatan dan
tentang Sistem Pendidikan Nasional
Belanja Negara Tahun Anggaran 2005,
menyebutkan:
merupakan
1. Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 2. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 3. Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Dana pendidikan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
menjadi
undang-undang pondasi
dasar
pengembangan
yang bagi
pembangunan
berkelanjutan di negari ini. Oleh karena itu, putusan Mahkamah Konstitusi terhadap kedua putusan yang saling terkait
erat
tersebut,
tentunya
mempunyai implikasi serta membawa pengaruh
yang cukup besar bagi
perkembangan kehidupan
pendidikan
segenap
warga
dan negara
Indonesia. Undang
Undang
Undang-
undang No. 36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun 2005 menetapkan alokasi anggaran untuk pendidikan sebesar 7% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Isi
ketentuan
tersebut
bertentangan dengan ketentuan pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi, “Negara memprioritaskan anggaran
Di
pendidikan sekurang-kurangnya 20%
011/PUU-III/2005
dari anggaran pendapatan dan belanja
Review
negara
anggaran
memohon pengujian secara materiil
pendapatan dan belanja daerah untuk
konstitusionalitas Pasal 17 ayat (1) dan
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
ayat (2), serta Penjelasan Pasal 49 ayat
pendidikan nasional”.
(1) Undang Undang Sisdiknas. Putusan
serta
dari
dalam
UU
perkara tentang
Sisdiknas,
No. Judicial
Pemohon
Di dalam ketentuan pasal 49
Mahkamah yang dibacakan dalam
Undang Undang No. 20 Tahun 2003
sidang yang terbuka untuk umum pada tanggal 19 Oktober 2005 yang amarnya
173
“Mengabulkan Pemohon
untuk
permohonan
para
”Menyatakan
permohonan
para
sebagian”,
telah
Pemohon tidak dapat diterima (niet Terhadap
menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 49
ontvantkelijk
ayat (1) UU Sisdiknas bertentangan
dalil para Pemohon yang menyatakan
dengan Undang-Undang Dasar Negara
bahwa UU APBN bertentangan dengan
RI
lagi
Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2)
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
dan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3)
Untuk perkara No. 012/PUU-
UUD 1945, Mahkamah berpendapat
III/2005 tentang Judicial Review UU
bahwa dalil para Pemohon tersebut
APBN 2005, pemohon mendalilkan
tidak beralasan, karena seandainya pun
bahwa Pasal 49 Undang Undang
benar para Pemohon dirugikan oleh
APBN Tahun 2005 yang menetapkan
UU APBN, kerugian tersebut bukanlah
alokasi anggaran untuk pendidikan
kerugian konstitusional;
1945
sehingga
tidak
sebesar 7% dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja
Negara
bertentangan
verklaard)”.
Dengan adanya uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih lanjut lagi
dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D
tentang
ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan ayat
Konstitusi
(3), dan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945,
kewenangannya
serta Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang
Undang terhadap UUD 1945 atau
berbunyi, “Negara memprioritaskan
judicial review dalam bentuk penulisan
anggaran
pendidikan
sekurang-
hukum dengan judul : Tinjauan Yuridis
kurangnya
20%
anggaran
Putusan
dari
dua
putusan
tersebut
Mahkamah
terkait
menguji
Mahkamah
dengan Undang
Konstitusi
pendapatan dan belanja negara serta
No.011/PUU-III/2005
Dan
dari anggaran pendapatan dan belanja
No.012/PUU-III/2005
Terhadap
daerah untuk memenuhi kebutuhan
Sinkronisasi Pasal 49 Undang Undang
penyelenggaraan
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
pendidikan
nasional”;
Dan Undang Undang No. 36 Tahun
Perkara keterkaitan
erat
yang
mempunyai
terhadap
putusan
2004 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran
Judicial Review UU Sisdiknas ini, telah
2005
diputus oleh Mahkamah juga pada
1.2 Rumusan Masalah
tanggal 19 Oktober 2005 yang amarnya
174
Berdasarkan
uraian
latar
pendapatan dan belanja negara serta
belakang tersebut di atas, penulis
dari anggaran pendapatan dan belanja
tertarik untuk mengangkat rumusan
daerah untuk memenuhi kebutuhan
pokok masalah yaitu bagaimanakah
penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Implikasi dan Implementasi Putusan
Bahkan
terhadap
telah
ketentuan
Mahkamah Konstitusi Terhadap Pasal
tersebut
49 Undang-Undang No. 23 Tahun 2003
dalam Pasal 49 ayat (1) Undang
tentang Sisdiknas dan Undang-Undang
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
No. 36 Tahun 2004 tentang Anggaran
Sistem
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Sisdiknas)
Anggaran 2005?
pendidikan selain gaji pendidik dan
Pendidikan
biaya
yang
dialokasikan
Implikasi dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Pasal 49 Undang Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Undang Undang No. 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 Sebagaimana telah disebutkan
Negara
penentu utama bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan nasional, adalah faktor alokasi anggaran di bidang pendidikan.
Ketentuan
mengenai
anggaran pendidikan disebutkan dalam ketentuan pasal 31 ayat (4) UndangUndang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20 %) dari anggaran
kembali
Nasional berbunyi
pendidikan
II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
bahwa salah satu faktor yang menjadi
ditegaskan
(UU “Dana
kedinasan
minimal
20%
dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN)
pada
sektor
pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD)”.
ketentuan
Dalam
tersebut
menggariskan
hal
berarti
bahwa
anggaran
ini telah 20
persen harus benar-benar murni diluar gaji
guru
dan
biaya
pendidikan
kedinasan lainnya. Akan tetapi, realitas yang terjadi di lapangan justru berkata lain. Penyusunan dan pengalokasian anggaran pendidikan baik di tingkat Pusat maupun Daerah, ternyata tidak sejalan
dengan
apa
yang
telah
diamanatkan oleh UUD 1945 dan Undang-Undang
Sisdiknas.
Oleh
karena itu, beberapa warga negara yang merasa
hak
konstitutionalnya
175
dirugikan, mengajukan permohonan
perkembangan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk
kehidupan
melakukan Judicial Review Undang-
Indonesia.
Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional
pendidikan
segenap
Berikut sedikit
ini
dan
warga
negara
penulis uraikan
gambaran
dua
putusan
(Sisdiknas) dan Anggaran Pendapatan
Mahkamah Konstitusi tersebut, yaitu
Belanja Negara (APBN) terhadap UUD
perkara No. 011/PUU-III/2005 tentang
Negara Republik Indonesia Tahun
Judicial
1945.
Undang No.20 Tahun 2003 tentang Terkait dengan hal tersebut,
Mahkamah memutus
Konstitusi
kembali
perkara
Pengujian
dua
Undang-Undang
(Judicial
Review)
Review
Sistem
terhadap
Pendidikan
Undang
Nasional
(Sisdiknas) dan perkara No. 012/PUUIII/2005
tentang
Judicial
Review
terhadap Undang Undang No. 36
terhadap Undang-Undang Dasar 1945,
Tahun
yaitu perkara No. 011/PUU-III/2005
Pendapatan
dan perkara No. 012/PUU-III/2005.
(APBN) Tahun Anggaran 2005 :
Dua
A. Perkara No. 011/PUU-III/2005
Undang-Undang
yang
2004
tentang
dan
Belanja
Anggaran Negara
dimohonkan oleh pemohon yang sama,
tentang Judicial Review UU
yaitu Undang-undang No. 20 Tahun
SISDIKNAS
2003
tentang
Sistem
Pendidikan Dalam perkara No. 011/PUU-
Nasional dan Undang-undang No. 36 Tahun
2004
tentang
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005, merupakan Undang Undang yang menjadi pondasi dasar bagi
pengembangan
pembangunan
pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, putusan Mahkamah Konstitusi terhadap kedua putusan yang saling terkait
erat
tersebut,
tentunya
mempunyai implikasi serta membawa pengaruh
yang cukup besar bagi
III/2005 tentang Judicial Review UU Sisdiknas,
Pemohon
memohon
pengujian
secara
materiil
konstitusionalitas Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), serta Penjelasan Pasal 49 ayat (1)
UU
Sisdiknas
yang berbunyi
sebagai berikut : a) Pasal 17 ayat (1), ”Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah”; b) Pasal 17 ayat (2), ”Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) 176
atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat”; Penjelasan Pasal 49 ayat (1), ”Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap”
dengan undang-undang mengenai sistem
pendidikan
nasional.
Sehingga dalil pemohon dianggap tidak cukup beralasan ; b) Sedangkan dalil pemohon yang menyatakan penjelasan ketentuan
Putusan Mahkamah Konstitusi
Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas
yang dibacakan dalam sidang yang
bertentangan dengan Pasal 31 ayat
terbuka untuk umum pada tanggal 19
(4) UUD 1945 dianggap cukup
Oktober
beralasan. Hal ini didasarkan bahwa
2005
“Mengabulkan Pemohon
untuk
yang
amarnya
permohonan
para
Mahkamah Konstitusi berpendapat
sebagian”,
telah
bahwa
pada
hakikatnya
menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 49
pelaksanaan ketentuan Konstitusi
ayat (1) UU Sisdiknas bertentangan
tidak boleh ditunda-tunda. UUD
dengan Undang-Undang Dasar Negara
1945 secara expressis verbis telah
RI
menentukan
1945
sehingga
tidak
lagi
bahwa
anggaran
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
pendidikan minimal 20% harus
Adapun pertimbangan hukum yang
diprioritaskan
mendasari putusan tersebut yaitu :
dalam APBN dan APBD tidak
a) Dalil pemohon yang menyatakan
boleh
yang
direduksi
tercermin
oleh peraturan
Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) UU
perundang-perundangan
Sisdiknas
secara
bertentangan
dengan
hierarkis
berada
yang di
Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, hanya
bawahnya. Penjelasan Pasal 49 ayat
didasarkan atas asumsi yang tidak
(1)
didukung alat bukti dan juga tidak
membentuk
didukung oleh keterangan pihak-
mengaburkan
pihak terkait. Selain itu, Pasal 31
terkandung dalam Pasal 49 ayat (1)
ayat (2) UUD 1945 juga tidak
yang ingin dijelaskannya, sehingga
mengatur secara limitatif tentang
ketentuan dalam Penjelasan Pasal
apa
49
yang
pendidikan menyerahkan
dimaksud dasar,
dengan
UU
ayat
Sisdiknas
juga
telah
norma
baru
yang
norma
(1)
tersebut
yang
juga
tetapi
bertentangan dengan prinsip-prinsip
pengaturannya
dan teori perundang-undangan yang
177
sudah lazim diterima dalam ilmu
Hakim Konsitusi yang mempunyai
hukum yang kemudian dituangkan
pendapat
dalam Undang-undang Republik
Opinion).
berbeda
(Dissenting
Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan (vide Putusan Mahkamah
Konstitusi
Nomor
005/PUU-III/2005
Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Indonesia
Nomor
32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). Terlebih lagi pendidikan di
Indonesia
sudah
sangat
tertinggal,
sehingga
sudah
waktunya
pendidikan
harus
menjadi
prioritas
utama
pembangunan di Indonesia yang perwujudannya antara lain adalah pemberian
prioritas
di
bidang
anggaran. Adanya Penjelasan Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas menjadi alasan
bagi
Pemerintah
Pemerintah, Pusat
pemerintah daerah
baik
maupun untuk
tidak
memenuhi alokasi 20% anggaran pendidikan APBD, Pemohon
tentang Judicial Review UU APBN 2005.
dalam
permohonan pengujian Penjelasan
Republik
B. Perkara No. 012/PUU-III/2005
dalam
sehingga
APBN
dan
dalil
para
dinyatakan
cukup
beralasan c) Catatan : Terhadap Putusan No. 011/PUU-III/2005, terdapat 3 (tiga)
Untuk perkara No. 012/PUUIII/2005 tentang Judicial Review UU APBN 2005, pemohon mendalilkan bahwa Undang Undang APBN Tahun 2005
yang
menetapkan
alokasi
anggaran untuk pendidikan sebesar 7% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, serta Pasal 31 ayat (4) UUD 1945. Undang Undang No.36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun 2005 menetapkan alokasi anggaran untuk pendidikan sebesar 7% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Isi
ketentuan
tersebut
bertentangan dengan ketentuan pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yaitu 20 %. Perkara keterkaitan Judicial
yang
mempunyai
erat
terhadap
putusan
Review
Undang
Undang
Sisdiknas Mahkamah
ini,
telah
Konstitusi
diputus
oleh
juga
pada
tanggal 19 Oktober 2005 yang amarnya 178
”Menyatakan
permohonan
para
Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvantkelijk
verklaard)”.
secara progresif dalam penyusunan APBN seterusnya.
Adapun
c) Akan tetapi apabila Mahkamah
pertimbangan hukum yang mendasari
memutuskan untuk menyatakan UU
putusan tersebut yaitu :
APBN
a) Terhadap dalil para Pemohon yang
kekuatan hukum mengikat, maka
menyatakan bahwa UU APBN
sebagai akibat hukumnya adalah
bertentangan dengan Pasal 27 ayat
seluruh rencana pendapatan dan
(2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal
belanja negara yang tertuang dalam
28H ayat (1) dan ayat (3) UUD
APBN tidak mengikat lagi kepada
1945,
Presiden
Mahkamah
berpendapat
2005
tidak
dan
mempunyai
seluruh
realisasi
bahwa dalil para Pemohon tersebut
pendapatan dan belanja negara
tidak beralasan, karena seandainya
yang didasarkan atas UU APBN
pun benar para Pemohon dirugikan
tidak mempunyai dasar hukum lagi,
oleh UU APBN, kerugian tersebut
sehingga
bukanlah kerugian konstitusional ;
ketidakpastian
b) Adanya
alokasi
anggaran
akan
realisasi
menimbulkan hukum
belanja
pada
yang
telah
pendidikan dalam UU APBN yang
dikeluarkan oleh sektor lain yang
kurang dari 20 persen adalah
anggarannya harus dikurangi.
bertentangan dengan perintah Pasal
d) Apalagi ternyata bahwa anggaran
31 ayat (4) UUD 1945, yang
pendidikan tahun sebelumnya lebih
menyatakan
sedikit
bahwa
anggaran
nilai
atau
tersebut diprioritaskan sekurang-
nominalnya
kurangnya 20 persen dan tidak
yang sedang berjalan, sekiranya
dilakukan secara bertahap (Vide
permohonan
putusan Mahkamah No. 011/PUU-
justru para Pemohon dan segenap
III/2005), meskipun telah ternyata
warga negara yang mempunyai
bahwa DPR bersama Presiden telah
kepentingan yang sama dengan
dengan itikad baik memanfaatkan
para
sumber daya secara maksimal serta
dirugikan
bertekad untuk melakukan realisasi
daripada
jumlah anggaran
dikabulkan
Pemohon
akan
maka
semakin
Di dalam pasal 56 ayat (1) UU No.24 tahun 2003 tentang Mahkamah
179
Konstitusi dalam hal perkara pengujian
dan 2 (dua) Hakim Konstitusi yang
UU, apabila Mahkamah Konstitusi
mempunyai
berpendapat
(Dissenting Opinion).
permohonan
beralasan,
pendapat
berbeda
maka amar putusannya menyatakan
Keluarnya Putusan Mahkamah
permohonan dikabulkan. Dengan dasar
Konstitusi yang mengabulkan sebagian
uraian
permohonan Pemohon dalam perkara
pertimbangan
tersebut
di
Mahkamah
sebagaimana
atas,
pada
Konstitusi
intinya
berpendapat
Judicial Review UU Sisdiknas, telah membawa
implikasi
bagi
bahwa permohonan para Pemohon
perkembangan Pendidikan Nasional.
adalah
apabila
Ketentuan yang menjelaskan bahwa
menyatakan
alokasi anggaran pendidikan harus
beralasan,
Mahkamah
namun
Konstitusi
permohonan
dikabulkan,
maka
diprioritaskan sekurang-kurangnya 20
berdasarkan Pasal 23 ayat (3) UUD
persen dari APBN, tidak dapat lagi
1945 akan berlaku ketentuan APBN
dilakukan secara bertahap. Akan tetapi
tahun yang lalu. Hal tersebut tidak
lain halnya dengan putusan Judicial
mungkin diterapkan pada permohonan
Review UU APBN 2005, telah timbul
aquo,
pro kontra di banyak kalangan yang
karena
kekacauan
akan
menimbulkan
(governmental
disaster)
mempertanyakan kembali alasan dan
dalam administrasi keuangan negara,
pertimbangan hukum yang diambil
yang
oleh Majelis dalam memutus perkara
dapat
mengakibatkan
ketidakpastian
hukum
(rechtsonzekerheid)
terebut.
dan
Berdasarkan Pasal 56 Undang-
mengakibatkan anggaran pendidikan
Undang No.24 Tahun 2003 tentang
pada
Mahkamah
APBN
2004
lebih
kecil
Konstitusi
dalam
perkara
dijelaskan
jumlahnya daripada APBN 2005, yaitu
bahwa
6,6 % dari APBN pada tahun 2004 dan
Undang- Undang terhadap Undang-
7 % dari APBN untuk tahun 2005.
Undang
Catatan :
Mahkamah
Dasar,
Pengujian
amar
putusan
Konstitusi
hanya
Terhadap Putusan No. 012/PUU-
menyatakan :
III/2005, terdapat 2 (dua) Hakim
1) Permohonan tidak dapat diterima, apabila pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 (sudah tidak
Konsitusi yang mempunyai alasan berbeda
(Concurring
Opinion),
180
mempunyai kekuatan hukum mengikat vide Putusan MKRI No. 066/PUU-II/2004) dan Pasal 51 mengenai legal standing pemohon. 2) Permohonan dikabulkan, apabila permohonan beralasan atau pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undangundang berdasarkan UUD 1945. Mahkamah kemudian menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undangundang yang bertentangan dengan UUD 1945. 3) Permohonan ditolak, apabila undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan UUD 1945, baik menegani pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan. Jika kita melihat kembali
yang menjadikan satu titik kontras
putusan
tentang
berpendapat
putusan Mahkamah Konstitusi. Pro dan kontra tersebut adalah terlihat dengan jelas bahwa Mahkamah Konstitusi dengan
mendasarkan
putusannya
mempertimbangkan
faktor-
faktor lain di luar ketentuan hukum positif yang telah digariskan, yaitu mempertimbangkan
terhadap
faktor
perekonomian dan kerugian yang akan diderita oleh negara. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, bolehkan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memasukan
pertimbangan-
Judicial
Review
pertimbangan ekonomi, sosial, budaya,
APBN
2005,
dan/atau politik kedalam putusannya?
Konstitusi
telah
Memang selama ini, di pengadilan
Undang-Undang Mahkamah
timbulnya pro kontra akan hadirnya
bahwa
permohonan
manapun
tidak
seyogyanya
beralasan. Jika memang Mahkamah
memasukkan
Konstitusi
terhadap
pertimbangan lain di luar pertimbangan
ketentuan yang diatur dalam Pasal 58
hukum sebagai dasar pengambilan
Undang-Undang No.24 Tahun 2004
putusannya. Akan tetapi hemat penulis,
tersebut,
harus
konsisten
tentunya
Putusan
akan
dapat
pertimbangan-
kita
bedakan
mempunyai amar yang menyatakan
Mahkamah
bahwa permohonan dikabulkan. Akan
pengadilan-pengadilan lainnya, seperti
tetapi
pengadilan pidana, perdata, Tata Usaha
yang
Konstitusi Putusan
terjadi, justru
dengan
mengeluarkan
Negara,
militer,
dan
dengan
sebagainya.
menyatakan
Perbedaan yang mendasar dan utama
permohonan para Pemohon tidak dapat
adalah bahwa pada hakikat perkara di
diterima
Mahkamah Konstitusi tidaklah bersifat
atau
amar
Mahkamah
Konstitusi
antara
niet
ontvantkelijk
verklaard. Di sinilah menurut penulis
adversarial
atau
contentious
yang
181
berkenaan dengan pihak-pihak yang
pengadilannya yang khas harus selalu
saling bertabrakan kepentingan satu
menjadi corong dari Undang Undang.
sama lain seperti dalam perkara perdata ataupun Tata Usaha Negara. Kepentingan digugat
dalam
undang-undang
adalah
berbagai
uraian
tersebut di atas berikut ini penulis
yang
perkara
Berdasarkan
sedang pengujian
kepentingan
berikan pembahasan terkait implikasi dan
implementasi
kedua
putusan
tersebut di atas dikeluarkannya putusan
yang luas menyangkut kepentingan
Mahkamah
semua
kehidupan
menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 49
bersama. Undang-undang yang digugat
Undang-undang No. 20 Tahun 2003
adalah undang-undang yang mengikat
tidak lagi mempunyai kekuatan hukum
umum terhadap segenap warga negara.
mengikat, membawa implikasi bahwa
Oleh sebab itu, perkara yang diajukan
pengalokasian
tidak dalam bentuk gugatan, melainkan
harus mempunyai besaran 20 persen
permohonan.
dari APBN dan APBD, dan tidak bisa
orang
dalam
Oleh karena itu tidak bisa tidak,
lagi
Konstitusi
anggaran
dilakukan
secara
yang
pendidikan
bertahap
jika dipandang perlu maka Majelis
sebagaimana diartikan selama ini oleh
Hakim dapat mempertimbangkan hal-
berbagai kalangan. Akan tetapi yang
hal lain guna memberikan keputusan
menjadi kekhawatiran penulis adalah,
yang seadil-adilnya bagi segenap warga
sejauh manakah putusan Mahkamah
negara bangsa ini dan meminimalisir
Konstitusi tersebut dapat dilaksanakan
kemungkinan kerugian yang mungkin
oleh pihak-pihak terkait yang dalam
akan timbul dan diderita oleh pihak-
perkara ini berarti para legislatif yang
pihak
yang
akan menyusun UU APBN selanjutnya.
Mahkamah
Ketidakpatuhan melaksanakan putusan
Konstitusi. Selain itu, penulis juga
Mahkamah Konstitusi oleh pihak-pihak
beranggapan bahwa sistem hukum
yang terkait dengan suatu perkara
Indonesia
pengujian undang-undang, seringkali
tertentu
dikeluarkan
atas oleh
yang
putusan
sebenarnya
masih
berada pada posisi grey area antara
menjadikan
sistem Common Law ataupun Civil
Konstitusi menjadi tidak bermakna.
Law,
maka
tidak
serta
merta
Mahkamah Konstitusi dengan sistem
putusan
Mahkamah
Hal itupun terjadi kembali tidak lama
setelah
putusan
Mahkamah
182
Konstitusi mengenai Judicial Review
Sangat mungkin, pemohon yang sama
UU Sisdiknas dan UU APBN 2005
atas perkara Judicial Review kedua
dikeluarkan. Belum genap 10 (sepuluh)
undang-undang
hari
mengajukan
dari
tersebut,
dikeluarkannya sebagaimana
Putusan
akan
permohonan
kembali
di
dengan materi substansi yang tidak
berbagai media massa, tepat pada
jauh berbeda. Lalu, bagaimanakah
tanggal 28 Oktober 2005 melalui Rapat
putusan yang akan kembali dikeluarkan
Paripurna
telah
oleh Mahkamah Konstitusi ? paling
menyetujui pengesahan RUU APBN
tidak, putusan yang akan diambil tidak
2006 menjadi Undang Undang, padahal
akan
alokasi anggaran pendidikan dalam
sebelumnya.
APBN tersebut hanya berkisar kurang
tertentu, alokasi anggaran pendidikan
lebih 8 persen dari APBN. Terkait
lebih besar ketimbang anggaran tahun
dengan alokasi anggaran pendidikan
sebelumnya maka permohonan dapat
yang masih jauh di bawah 20 persen
saja dikabulkan, itupun masih sulit dan
dari
kecil kemungkinannya untuk dapat
para
APBN,
Menteri
dilansir
tersebut,
legislator
Pemerintah
Keuangan
melalui
memberikan
jauh
berbeda
dari
Kecuali
putusan
pada
tahun
dikabulkan.
penjelasan bahwa pengesahan RUU
Amandemen UUD 1945 yang
APBN 2006 menjadi Undang Undang
memasukan secara teknis jumlah angka
diambil
dalam
dengan
keuangan
pertimbangan
negara
memungkinkan,
dan
alokasi
penganggaran
belum
pendidikan telah disepakati. Terlepas
bahkan
dari latar belakang, strategi, ataupun
menurutnya keputusan tersebut diambil
mungkin
setelah berkonsultasi terlebih dahulu
dianggap suatu kecerobohan, maka
kepada Mahkamah Konstitusi.
ketentuan
Terlepas
dari
benar
atau
(dibeberapa
tersebut
dilaksanakan.
kalangan)
tetap
Dilematis
harus memang
tidaknya pernyataan yang disampaikan
mempunyai ketentuan dalam konstitusi
oleh para legislator tersebut, satu hal
yang baik dalam segi substansial,
yang harus kita temukan jawabannya
namun
yaitu
diimplementasikan
sejauhmanakah
sebenarnya
sangat
untuk
pelaksanaanya.
politik keputusan yang diinginkan oleh
Begitulah
Mahkamah
ketentuan Konstitusi yang mengatur
Konstitusi
itu
sendiri.
yang
sulit
terjadi
dengan
183
minimal
20
persen
anggaran
Ataukah kita harus mundur untuk
pendidikan di dalam APBN dan APBD.
mempertimbangkan kembali ketentuan
Hingga hari ini, selain Indonesia dan
Konstitusi mengenai besaran anggaran
Taiwan, rasa-rasanya hanya negara
pendidikan? Yang jelas, jika hal ini
Brazil yang dalam Konstitusinya berani
terus dibiarkan berlarut-larut, dimana
menentukan jumlah dan kisaran yang
setiap tahunnya anggaran pendidiakan
wajib dialokasikan untuk anggaran
20 persen tidak pernah terpenuhi, maka
pendidikannya,
18
jika demikian halnya dapat kita katakan
(delapan belas) persen untuk anggaran
bahwa sebenarnya Konstitusi telah
tingkat pusat dan 25 persen untuk
menyayat-nyayat dagingnya sendiri (de
tingkat
constitutie snijdt zign eigen vless).
yaitu
daerah,
itupun
minimal
sebenarnya
sudah termasuk biaya pengelolaan dan
Penulis
pengembangannya, dimana keduanya
sebagai hal yang bertentangan dengan
hanya diambil dari pendapatan pajak
kenyataan.
penghasilan penduduknya bukan dari
memandang
hal
Pendidikan
tersebut
merupakan
APBN ataupun APBD (Article 212 -
kebutuhan sepanjang hayat. Setiap
Constitution 1988).
manusia
Lalu,
bagaimanakah
pendidikan negara mencita-citakan
Indonesia
membutuhkan
pendidikan,
nasib
sampai kapanpun dan dimanapun ia
yang
berada. Pendidikan sangat
anggaran
artinya,
sebab
tanpa
penting
pendidikan
pendidikannya berjumlah 20% dalam
manusia akan sulit berkembang dan
APBN dan APBD yang tidak boleh
bahkan
dilakukan secara bertahap ? Pergulatan
demikian pendidikan harus betul-betul
untuk mewujudkan cita tersebut telah
diarahkan untuk menghasilkan manusia
dilakukan melalui jalur Judicial Review
yang berkualitas dan mampu bersaing
di hadapan Mahkamah Konsititusi
serta memiliki budi pekerti yang luhur
selaku salah satu pemegang kekuasaan
dan moral yang baik.
kehakiman, tetapi ternyata belum juga
akan
terbelakang.
Profesor
Toshiko
Besar
Universitas
Dengan
Kinosita,
memberikan hasil yang memuaskan.
Guru
Haruskah kita meletakkan harapan dan
Jepang, mengemukakan bahwa :
kepercayaan sepenuhnya kepada wakilwakil kita di Lembaga Legislatif?
Waseda
Sumber daya manusia Indonesia masihlah sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri 184
dan ekonomi. Penyebab dasarnya karena pemerintah Indonesia selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting. Menurutnya, tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting dikarenakan masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar materi untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang dan jauh ke depan.1
together
(belajar
untuk
menjalani
kehidupan bersama). Terhadap kondisi pendidikan yang semakin terpuruk tersebut, C.E. Beeby mencatat ada 2 (dua) hambatan utama
dalam
upaya
meningkatkan
bidang pendidikan di Indonesia : Pertama, kurangnya biaya dan perlengkapan yang bisa dibeli dengan uang. Kedua, hambatan-
Nilai penting pendidikan adalah
hambatan yang bukan material
suatu investasi sumber daya manusia
sifatnya, di mana penambahan
yang dengan sendirinya akan memberi
uang
manfaat moneter ataupun non-moneter.
memperlihatkan
Itulah sebabnya investasi pendidikan
tersebut sejalan dengan salah satu
yang diperlukan bagi bangsa Indonesia
temuan penting dari studi empiris
sebenarnya
terhadap
harus
terlebih
dahulu
tidak
akan
segera
efeknya.
referensi
Hal
pencapaian
mengarah pada pendidikan dasar dan
Human Development Index versi
bukan pendidikan yang super canggih.
UNDP,
Berpedoman pada apa yang telah
pendidikan di suatu
dicanangkan oleh UNESCO, proses
negara
pendidikan
dasar
pengaruh
setidaknya harus bertumpu pada 4
signifikan
(empat) pilar, yaitu learning to know
pendidikan nasional di negara-
(belajar untuk mengetahui), learning to
negara bersangkutan.2
pada
pendidikan
yaitu
terbukti sangat
pembiayaan
memberikan positif
terhadap
dan
kinerja
do (belajar untuk melakukan sesuatu), Satu dari sekian masalah utama
learning to be (belajar untuk menjadi seseorang),
dan
learning
to
live
namun klasik yang selalu membelit sistem pendidikan di Indonesia adalah 2
1
Toshiko Kinosita dalam Pan Mohammad Faiz, Quo Vadis Pendidikan Indonesia, Internet : www.jurnalhukumpanmohammadfaiz.com
C.E. Beeby dalam Pan Mohammad Faiz, Quo Vadis Pendidikan Indonesia, Internet : www.jurnalhukumpanmohammadfaiz.com
185
rendahnya anggaran pendidikan yang
Pemerintah hanya akan menaikkan
disediakan oleh negara. Rendahnya
anggaran
anggaran
menjadi 10 persen dari APBN. Hal
pendidikan
itu
diyakini
pendidikan
sebagian kalangan sebagai akar utama
itupun
buruknya pendidikan nasional. Alokasi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dana yang rendah untuk pendidikan, di
dalam pidatonya dihadapan anggota
mana penganggaran selalu dialokasikan
DPR dan DPD bahwa pada tahun 2007
dibawah 10% dari APBN, dinilai
nanti sektor pendidikan hanya akan
sebagai cermin tidak adanya political
mendapatkan
will
persen dari total belanja pemerintah
pemerintah
terhadap
dunia
ditegaskan
maksimal
kembali
alokasi
pusat.
ayat (4) UUD 1945, secara jelas
diambil dengan berlindung pada salah
pemerintah
satu
kewajiban
konstitusi
suatu
(constitutional
obligation)
untuk
memprioritaskan
anggaran
pendidikan
kebijakan
10,3
pendidikan. Padahal dalam Pasal 31
mempunyai
Rencana
sebesar
oleh
argumentasi
pemerintah
utama
sudah
tersebut
bahwa
mendasarkan
komitmen untuk tidak menaikkan tarif
sekurang-
dasar listrik (TDL) untuk periode 2006
kurangnya 20% dari APBN dan APBD
sehingga anggaran pendidikan tidak
guna
dapat seluruhnya dipenuhi.
memenuhi
kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Demikian pula ditegaskan kembali
III.
dalam UU organiknya yaitu UU No. 20
4.1 Kesimpulan
Tahun
2003
tentang
PENUTUP
SISDIKNAS
Berdasarkan uraian-uraian pada
bahwa dana pendidikan selain gaji
bab-bab sebelumnya dalam kaitannya
pendidik
dengan pokok permasalahan yang ada,
dan
biaya
pendidikan
kedinasan harus dialokasikan minimal
maka
20%
sebagai berikut :
dari
APBN
pada
sektor
pendidikan dan minimal 20% dari APBD.
dapat
diambil
kesimpulan
Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Pasal 49 Undang Undang
Bahkan, terkait dengan alokasi
No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
anggaran pendidikan pada tahun 2007,
dan Undang Undang No. 36 Tahun
Menteri
Mulyani
2004 tentang Anggaran Pendapatan dan
Indrawati telah mengatakan bahwa
Belanja Negara Tahun Anggaran 2005
Keuangan
Sri
186
terkait dengan adanya alokasi anggaran
pendidikan 20 % karena dilakukan
pendidikan dalam Undang Undang No.
bertahap.
36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun
4.2 Saran-Saran
Anggaran 2005 yang kurang dari 20
Bertitik
tolak
kepada
persen adalah bertentangan dengan
permasalahan yang ada dan dikaitkan
perintah Pasal 31 ayat (4) UUD 1945,
dengan
yang menyatakan bahwa anggaran
dikemukakan
tersebut
penulis berikan saran sebagai berikut :
kurangnya dilakukan
diprioritaskan 20
persen
secara
sekurangdan
bertahap.
tidak Dalam
kesimpulan
Hendaknya
diatas,
perlu
Undang-Undang
yang
telah
maka
dapat
ada Sistem
revisi
atas
Pendidikan
ketentuan Undang-Undang No. 36
Nasional (Sisdiknas) dan hendaknya
Tahun 2004 tentang APBN Tahun
dalam
2005
Pendapatan dan Belanja Negara di
hanya
menetapkan
anggaran
pembentukan
pendidikan sebesar 7 % sedangkan
masa
dalam Undang Undang No.20 Tahun
Perwakilan Rakyat dan Pemerintah
2003 menetapkan bahwa anggaran
harus konsekwen terhadap tata urutan
pendidikan ditetapkan secara bertahap,
peraturan perundang-undangan, yaitu
sehingga kedua pasal dalam Undang
Undang
Undang tersebut bertentangan dengan
Indonesia Tahun 1945,
pasal 31 ayat (4) UUD 1945.
yang
Berdasarkan
kedua
putusan
yang
akan
Anggaran
Undang
menyangkut
datang,
Dasar
dana
Dewan
Republik khususnya anggaran
pendidikan sebesar 20 %..
tersebut membawa implikasi terhadap kemajuan
dan
perkembangan
DAFTAR PUSTAKA
pendidikan di Indonesia, dimana dana pendidikan di negara Indonesia kurang memadai dan menjadi mahal bagi masyarakat, yang dapat menghambat kemuajuan
dan
perkembangan
pendidikan. Implementasinya, putusan Mahkamah Konstitusi ternyata tidak dijalankan, sebab pemerintah beralasan tidak dapat merealisasikan anggaran
Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi, Malang, In Trans, 2004 Firmansyah Arifin & Julius Wardi, Merambah Jalan Pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, Jakarta, KRHN, 2003 Hans Kelsen dalam Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang Undangan : Dasar Dasar dan 187
Pembentukannya, Yogyakarta, 1998
Kanisius,
Joeniarto, Ilmu Hukum Tata Negara dan Sumber Sumber Hukum Tata Negara, Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta, 1988 Margono, Pendidikan Pancasila; Topik Aktual Kenegaraan dan Kebangsaan, Malang, Universitas Negeri Malang, 2004 Soehino, Azas Azas Hukum Tata Pemerintahan, Yogyakarta, Liberty, 1984 Stahl dalam Marwan Effendy, Kejaksaan RI ; Posisi dan Fungsinya Dari Perspektif Hukum, Jakarta, Gramedia Pustaka Tama, 2005 Toshiko Kinosita dalam Pan Mohammad Faiz, Quo Vadis Pendidikan Indonesia, Internet : www.jurnalhukumpanmohammadfaiz.com C.E. Beeby dalam Pan Mohammad Faiz, Quo Vadis Pendidikan Indonesia, Internet : www.jurnalhukumpanmohammadfaiz.com Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Undang-undang No. 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 Undang Undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
188