KEDUDUKAN HUKUM TERHADAP PERUBAHAN PT ASKES MENJADI BPJS KESEHATAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT DI KOTA SINGKAWANG
OLEH: ANGGA PRIHATIN, S.H NPM. A2021141015
PROF Dr.H.KAMARULLAH, SH.,M.HUM H. ASIKIN, SH., M.HUM ABSTRAK Tesis ini berjudul “Kedudukan Hukum Terhadap Perubahan PT Askes Menjadi BPJS Kesehatan Dalam Hubungannya Dengan Pelayanan Kepada Masyarakat Di Kota Singkawang”. Masalah yang diteliti adalah Bagaimanakah kedudukan hukum terhadap perubahan PT ASKES menjadi BPJS kesehatan? Dan, Bagaimanakah pengaruh perubahan bentuk PT Askes menjadi BPJS Kesehatan, terhadap jaminan kesehatan kepada masyarakat di Kota Singkawang?. Penelitian ini merupakan penelitian Hukum Normatif yang ditujukan kepada peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan hukum lainnya dengan jenis Pendekatan Perundang-Undangan dan Jenis Pendekatan analisis Konsep Hukum. Berdasarkan Analisis yang dilakukan dalam penelitian, dengan adanya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merubah PT Askes menjadi BPJS Kesehatan yang awalnya merupakan badan hukum privat menjadi Badan Hukum publik bersifat nirlaba yang menjalankan fungsi negara untuk meyelenggarakan jaminan sosial nasional kesehatan dan memiliki kewenangan membentuk peraturan yang mengikat umum. Pengaruh perubahan atau transformasi tersebut terhadap layanan kesehatan kepada masyarakat di Kota Singkawang adalah semakin besarnya cakupan layanan jaminan sosial kesehatan dari kepesertaan yang bersifat wajib. Dalam menunjang sistem jaminan sosial nasional kesehatan, pemerintah pusat dan daerah harus mengupayakan peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana fasilitas kesehatan termasuk didalamnya adalah tenaga medis sebagai pendukung layanan kesehatan, serta dengan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan mengupayakan peningkatkan jumlah peserta, khususnya untuk kalangan yang tidak mampu untuk mengejar tujuan yang yang telah ditetapkan serta menjaga keberlangsungan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial dengan mengingkatkan kepatuhan dan partisipasi pembayaran iuran. Kata Kunci : Transformasi BPJS Kesehatan, PT Askes, Jaminan Sosial Nasional Kesehatan, BPJS Kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional.
1
ABSTRACT This thesis entitled "Legal Transformation or changed form of PT Askes to be BPJS kesehatan In Relation To Service To Community In Singkawang City". The problem studied How does the legal position where PT ASKES changed into BPJS Kesehatan? And how does the effect of transformation of PT Askes into BPJS Kesehatan, to the Social System of Health Bail for the public in Singkawang City?. This study is a Normative Law study aimed at written regulations or other legal materials with the type of Legal Approach and Type of Approach to Legal Concept analysis. Based on the analysis conducted in the research, with the existence of Undang-Undang No. 24 tahun 2011 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional changed the PT Askes into BPJS Health which was originally a private legal entity to become a public legal entity that performs the function of the state to carry out national National Social System of Health Bail and Have the authority to form general binding rules. The effect of such change or transformation on health services to the people in Singkawang City is the greater coverage of health care social security from compulsory membership. In support of the National Social System of Health Bail, central and local governments should strive to improve the quality and quantity of facilities and infrastructure of health facilities, including medical personnel as supporters of health services, and in collaboration with BPJS Kesehatan to increase the number of participants, especially for the poor to pursue the established goals and maintain the continuity of the implementation of the National Social System of Health Bail by increasing compliance and participation of contributions payment Keywords Transformation of BPJS Kesehatan, PT Askes, National Social Bail System, National Bail of Health.
2
1. PENDAHULUAN Negara dalam tataran konsep merupakan sebuah organisasi kekuasaan dari kumpulan orang-orang yang mendiaminya, negara harus mempunyai tujuan yang hendak disepakati bersama oleh seluruh rakyatnya. Tujuan negara dapat bermacam-macam, diantaranya adalah bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum/rakyat1 Dalam mewujudkan tujuan negara untuk mencapai kesejahteraan rakyat, negara mempunyai tanggungjawab yang salah satunya adalah untuk mengusahakan peningkatan pelayanan kesehatan dan kemudahan akses layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 huruf (H) ayat (1), (2) dan (3). Berkaitan dengan pasal diatas diatur juga pada pasal 34 yang menjelaskan tentang kewajiban negara, antara lain yang menyebutkan bahwa : Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, dan Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas layanan umum yang layak. Dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan, maka disusunlah Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya, termasuk didalamnya mengenai jaminan layanan kesehatan. Undang-Undang tersebut juga mengamanatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai penyelenggara Sistem Jaminan Sosial Nasional di bidang Kesehatanyang merupakan perubahan bentuk dari PT ASKES yang sebelumnya berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi BPJS Kesehatan yang berbentuk badan hukum publik dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014. Dengan perubahan tersebut mengakibatkan perubahan orientasi dalam penyelenggaraannya, yang dimana sebelumnya PT ASKES merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki tujuan yang salah satunya untuk mengejar keuntungan, ketika berubah menjadi BPJS Kesehatan yang kemudian hilang tujuan untuk mengejar keuntungannya. Perubahan tersebut berpengaruh pula terhadap seluruh penyelenggaraan organisasi dari BPJS, baik dari organisasi, struktur pengawasan, kepemilikan saham, dan hal-hal lain termasuk didalamnya adalah penyelenggaraan layanan jaminan sosial. Penyelenggaraan program Jaminan Sosial Nasional Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, mempunyai 1
TIM ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan (civic education) : Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, 2007, Prenada Media, Jakarta hal. 45
3
cakupan layanan yang lebih luas. Dalam Undang-Undang no 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 8, yang dimaksud dengan peserta dari jaminan sosial nasional adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Dengan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diselenggarakan Oleh BPJS yang cakupan pesertanya lebih luas, maka seharusnya akan lebih banyak dana yang berasal dari iuran masyarakat yang dihimpun untuk operasional penyelenggaraan BPJS. Akan tetapi pada kenyataannya, menurut pernyataan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menyatakan bahwa akan terjadi kemungkinan defisit sejumlah 7 triliun Rupiah untuk tahun 2016 setelah di tahun 2015 telah mengalami defisit sebesar 5,2 Triliun
Rupiah.
Defisit
tersebut
diakibatkan
terjadinya
mismacth
atau
kesenjangan/perbedaan antara pendapatan BPJS yang berasal dari iuran peserta dengan pengeluaran biaya operasional penyelenggaran Sistem Jaminan Sosial Nasional. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah mengupayakan kucuran anggaran melalui APBN yang disebutkan akan dialokasikan sejumlah 6.8 Triliun 2, upaya lain yang dilakukan adalah dengan cara menaikkan jumlah iuran BPJS pada tanggal 1 April 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Jaminan Kesehatan, Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut merupakan bagian dari kebijakan publik yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan berbeda. Pelaksanaan kenaikan iuran tersebut mendapatkan penolakan dari masyarakat, dan telah di suarakan oleh Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang membidangi masalah kesehatan Menurut Irma Suryani anggota komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, mempunyai empat catatan dan rekomendasi penting yang harus dilakukan sebelum ada kenaikan iuran. Pertama, pelayanan kesehatan yang belum memuaskan. Kedua, kinerja BPJS terkait peningkatan kepesertaan Mandiri. Ketiga, audit investigasi terkait transparansi laporan keuangan/penggunaan anggaran. Keempat, mengenai laporan pendistribusian kartu Penerima Bantuan Iuran (PBI).3 Berkaitan dengan efektifitas dan kepuasan layanan, kualitas dan kuantitas dari masing-masing fasilitas layanan Kesehatan Primer (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dan Rujukan (Fasilitas Kesehatan Rujukan tingkat lanjut) pastinya akan berbeda di masingmasing wilayah Kabupaten/Kota. Seperti di Kota Singkawang, dengan jumlah penduduk 2
M.Tempo.co, 2016 “Defisit Naik jadi 7 triliun, BPJS Terbantu Kenaikan Premi” (di akses 11 Agustus 2016 pukul. 13.00), url : https://m.tempo.co/read/news/2016/04/13/092762358/defisit-naik-jadi-rp-7-triliun-bpjsterbantu-kenaikan-premi 3 nasionalkompas.com, 2016 (diakses tanggal 11 Agustus 2016 Pukul 13.00) url : http://nasional.kompas.com/read/2016/03/17/23040051/DPR.Tolak.Kenaikan.Iuran.BPJS.Kesehatan.dan.Beri.4 .Catatan
4
202.196 Jiwa4, dengan Jumlah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang ada di Kota Singkawang sebanyak 53 Unit, terdiri dari 6 unit rumah sakit, 5 unit puskesmas , 22 unit puskesmas kelurahan, 18 unit poskeskel, dan 2 unit rumah sakit/klinik bersalin. Tampungan untuk tempat tidur yang berjumlah 1.085 tempat tidur, yang terdiri dari 775 tempat tidur di rumah sakit negeri, dan 310 tempat tidur di rumah sakit swasta.5Dengan melihat perbandingan dari jumlah tampungan tempat tidur dan perbandingan jumlah penduduk, tampungan dari ruang tidur di seluruh rumah sakit hanya dapat menampung 0.54% dari seluruh jumlah penduduk Kota Singkawang perhari. Angka tersebut dapat dibilang minim mengingat beberapa Rumah Sakit di Kota Singkawang merupakan rujukan untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) yang menerima layanan BPJS Kesehatan untuk wilayah di luar Kota Singkawang . Hal ini akan berpengaruh kepada layanan dari Sistem jaminan Sosial Oleh BPJS Kesehatan kepada masyarakat, karena dapat menimbulkan kekurangan kapasitas layanan rawat inap ketika terdapat peningkatan jumlah penduduk Kota Singkawang yang berobat melebihi jumlah tampungan rumah sakit yang ada. Hal tersebut merupakan salah satu contoh yang dapat diukur terkait mengenai hambatan yang ada dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional Kesehatan oleh BPJS Kesehatan di Kota Singkawang, terdapat pula hal-hal lain yang akan muncul pada saat proses penelitian berlangsung. Berlatar belakang dari persoalan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan studi ilmiah dalam bentuk Tesis dengan judul “PERUBAHAN PT ASKES MENJADI BPJS KESEHATAN
DALAM
HUBUNGANNYA
DENGAN
PELAYANAN
KEPADA
MASYARAKAT DI KOTA SINGKAWANG.” 1. MASALAH Bertitik tolak dari uraian latar belakang penelitian, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kedudukan hukum terhadap perubahan PT ASKES menjadi BPJS kesehatan? 2. Bagaimanakah pengaruh perubahan bentuk PT Askes menjadi BPJS Kesehatan, terhadap jaminan kesehatan kepada masyarakat di Kota Singkawang? 2. PEMBAHASAN a. Konsep Negara Kesejahteraan dan Layanan Jaminan Sosial Kesehatan. Pengertian negara Menurut Titik Triwulan Tutik, dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, secara etimologi, dan kedua secara formil dan materiil. Secara etimologi negara berasal dari kata „St atus‟ (Latin), Lo Stato (Yunani), E’tat (Perancis), 4 5
Singkawang Dalam Angka 2015, BPS , 2015, Singkawang, Hal. 35 Ibid, Hal. 77-78
5
The State (Inggris), Der Staat (Jerman), De Staat (Belanda), dan „Daulah‟ (Arab). Secara Formil, negara merupakan „Stat-Overheid’ sebagai pemerintahan. Sedangkan secara materiil merupakan „Staat-Gemenschap‟ yang berarti negara merupakan persekutuan hidup. Dalam perspektif Hobbes dan Rousseau, negara merupakan bentuk perserikatan dari orang-orang yang bertujuan untuk melindungi hak-hak mereka, seperti hak hidup, hak atas harta benda miliknya, dan dan atas kemerdekaan.6 Aristoteles mendefinisikan Negara sebagai sebuah persekutuan dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan sebaik-baiknya. Sedangkan Plato Berpendapat bahwa negara adalah entitas yang terdiri dari bagian-bagian yang saling melengkapi tergantung dan bertindak bersama-sama dalam mengejar tujuan bersama.7 Sedangkan menurut Kranenburg “Negara adalah suatu sistem dari tugas-tugas umum dan organisasi yang diatur dalam usaha untuk mencapai tujuan yang juga menjadi tujuan rakyat yang diliputinya sehingga harus ada pemerintahan yang berdaulat.”8 Dalam Bukunya, Jimly Asshidiqie Menyatakan Bahwa; “negara sebenarnya merupakan konstruksi yang diciptakan oleh umat manusia (human creation) tentang pola hubungan antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk maksud memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan bersama. apabila perkumpulan orang bermasyarakat itu diorganisasikan untuk mencapai tujuan sebagai satu unit pemerintahan tertentu, maka perkumpulan itu dapat dinyatakan diorganisasikan secara politik, dan disebut body politic atau negara (state) sebagai a society politically organized.”9 Nasroen, sebagaimana dikutip dari buku Hotma P. Hutapea mengemukakan bahwa suatu negara merupakan bentuk pergaulan hidup manusia yang bertingkat tinggi. Kehidupan berkelompok dalam suatu negara sebagai suatu bentuk pergaulan hidup tingkat tinggi seperti yang dikemukakan Nasroen pada hakikatnya didasari oleh tujuan yang sama dari orang-orang yang menjadi kelompok ini. Tujuan yang sama tersebut adalah merupakan refleksi dari kehendak bersama untuk mencapai satu tujuan dengan sendirinya membawa konsekuensi terhadap seluruh individu yang ikut serta dalam menopang keberlangsungan bentuk pergaulan hidup bersama tersebut. Tujuan bersama tersebut, sebagai gambaran dari kehendak bersama mewakili suatu cita yang disebut cita bersama. 10
6
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, 2010, Prestasi Pustaka, Jakarta Hal. Hal. 3-4 7 Ahmad Sukardja, Hukum tata negara & Hukum Administrasi Negara dalam perspektif fikih siyasah : Cetakan Kedua, Sinar Grafika, 2014, Hal. 40-41 8 Inu Kencana Syafiie, Ilmu Pemerintahan, 2013, Bumi Aksara, Jakarta, Hal.61 9 Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara : jilid 1, 2006, Sekretariat jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Hal. 13 10 Hotma P. Sibuea,, Asas Negara Hukum, peraturan kebijakan, asas-asas umum pemerintahan yang baik, 2010, Penerbit Erlangga, Jakarta . Hal 62
6
Cita bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia, Termuat secara implisit pada Pembukaan atau Preambule Undang-Undang Dasar 1945, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.“ Dapat dipahami, Bahwa „memajukan kesejahteraan‟ umum adalah tujuan Negara Indonesia didirikan, hal ini dikuatkan dengan Ketentuan di Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 34 ayat (2) “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.” Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesi merupakan negara kesejahteraan atau welfare state. Hal yang menjadi ciri dari konsep negara ini adalah, adanya kewajiban negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warga negaranya, yang kemudian menghendaki negara dan pemerintah terlibat aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat sebagai langkah untuk mewuju dkan kesejahteraan umum, disamping menjaga ketertiban dan keamanan negara dan warganegaranya (rust en orde).11 Negara kesejahteraan (welvaartstaat atau welfare state) memiliki karakteristik berorientasi pada pelayanan publik (pelayanan masyarakat). Dengan karakteristik tersebut negara lebih memperhatikan dan memperdulikan nasib atau kemakmuran masyarakat secara keseluruhan dan mengenyampingkan kepentingan individu.12 Husodo menyatakan bahwa “negara kesejahteraan (welfare state) secara singkat didefinisikan
sebagai
suatu
negara
dimana
pemerintahan
negara
dianggap
bertanggungjawab dalam menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap warga negaranya.”13 Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak. Tidak hanya oleh orang perorangan, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang cukup penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan.14 Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, maka diperlukanlah hukum untuk menguraikan dan
11
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, 2006, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal-15 Hotma P. Sibuea, Op.cit., Hal 58-59 13 Lutfi J. Kurniwan, Oman Setiawan, Abdussalam, Masduki, Negara Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial, 2015, Intrans Publishing, Malang,Hal. 57 14 Azrul Azwar: Pengantar Administrasi Kesehatan, edisi ketiga. 2010 Binarupa Aksara, Tangerang hal. 7 12
7
menjelaskan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia mengenai konsep negara kesejahteraan. Hukum adalah sistem terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan bidang politik, ekonomi, dan sosial dalam berbagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat.15 Hukum dapat dipahami sebagai sarana atau alat untuk mengatur masyarakat untuk mencapai tujuantujuan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan konkret dalam masyarakat. Dalam teori utilitas, yang disampaikan oleh Jeremy Bentham, berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyakbanyaknya (the greatest happines of the greatest number). Pada hakikatnya hukum dimanfaatkan untuk menghasilkan sebesar-besarnya kesenangan atau kebahagiaan bagi jumlah orang terbanyak.16 Berkaitan dengan hal tersebut, maka dibentuklah undangundang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak Rakyat Indonesia dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. b. PT Askes PT Askes merupakan BUMN yang bidang usahanya adalah penyelenggaraan Asuransi Sosial kesehatan yang dalam ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1984 tentang Perusahaan Umum (Perum) Bakti Husada yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pemeliharaan kesehatan bagi Peserta dalam program Askes dan anggota keluarganya. Pelayanan pemeliharaan ini dilaksanakan dengan sistem asuransi sosial. PT ASKES merupakan BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (perum) Husada Bakti Menjadi Perusahaan Perseroan (persero).
Mengenai asal
muasal modal pada PT Askes, pada pasal 7 ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1984 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti disebutkan bahwa “Modal Perusahaan adalah kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan tidak terbagi atas saham-saham”. Disebutkan juga Oleh IG Rai Widjaya yang menyebutkan bahwa “modal Perum seluruhnya dimiliki oleh negara yaitu berupa kekayaan Negara yang dipisahkan. Berbeda halnya dengan Perseroan Terbatas yang seluruh modalnya terbagi atas sahma, namun modal PERUM tidak terbagi atas saham.”17
15
H.M. Efran Helmi Juni,Filsafat Hukum, 2012, CV Pustaka Setia, Bandung, Hal. 30 Esmi Warassih, Pranata Hukum: suatu telaahan sosiologis, Hal. 23 17 IG Rai Widjaya, Hukum Perseroan Terbatas, Kesaint Blanc, Jakarta. Hal. 75 16
8
Hal ini berarti bahwa modal yang ada pada PT Askes berasal seluruhnya dari pemerintah, tanpa ada penyertaan modal dari pihak lain, dan kepemilikan PT Askes selaku BUMN sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah.Hal yang membedakan PT Askes dengan BUMN lain terkait dengan orientasi terhadap laba atau keuntungan. Hal ini termuat pada ketentuan Pasal 53 Peraturan pemerintah Nomor 23 tahun 1984 tentang Perusahaan Umum (Perum) Bakti Husada mengenai penggunaan laba tidak sematamata dilakukan dalam prinsip ajaran kapitalisme, akan tetapi terdapat pemanfaatan laba untuk menunjang penyelenggaraan layanan kesehatan kepada pesertanya. Asuransi Sosial menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial yang dimaksud dengan Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. pelayanan kesehatan yang diselenggarakan PT Askes menurut Buku Petunjuk Layanan bagi peserta Askes Sosial, adalah sebagai berikut : I. Pelayanan Kesehatan Tingkat I: a. Peserta berobat di PPK Tingkat I, Puskesmas / Dokter Keluarga/Klinik tempat peserta terdaftar dengan menunjukkan Kartu Peserta.; b. Pelayanan rawat inap dapat dilakukan di Puskesmas Perawatan berdasarkan indikasi medis. II. Pelayanan Kesehatan Lanjutan A. Rumah Sakit: a. Peserta datang ke Askes Center di Rumah Sakit dengan menunjukkan Kartu Peserta dan menyerahkan surat rujukan / surat perintah kontrol yang berlaku.; b. Peserta menerima Surat Jaminan Pelayanan (SJP) untuk mendapatkan pelayanan lanjutan. B. Rumah Sakit Khusus: a. Peserta datang ke Askes Center di Rumah Sakit dengan menunjukkan Kartu Peserta dan menyerahkan surat rujukan dari Rumah Sakit.; b. Peserta menerima Surat Jaminan Pelayanan (SJP) untuk mendapatkan pelayanan lanjutan. C. Pelayanan Gawat Darurat (Emergency): Pelayanan Gawat Darurat (emergency) adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mengurangi resiko kematian atau cacat.: a. Dalam keadaan Gawat Darurat tidak diperlukan surat rujukan, peserta dapat langsung ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit dengan menunjukkan Kartu Peserta.; b. Apabila peserta mendapatkan pelayanan Gawat Darurat di Rumah Sakit yang tidak bekerjasama dengan PT Askes (Persero); maka peserta membayar terlebih dahulu biaya pelayanan dan kemudian dapat diajukan ke PT Askes (Persero) dengan nilai ganti sesuai ketentuan PT Askes (Persero)
9
Yang termasuk ke dalam peserta dalam Asuransi Sosial yang diselenggarakan PT Askes Persero adalah : (1) Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan calon PNS (tidak termasuk PNS/CPNS di Lingkungan Dephan/TNI/POLRI), Pejabat Negara, Penerima Pensiun (Pensiunan PNS, Pensiunan PNS di Lingkungan TNI/Polri, Pensiunan Pejabat Negara) Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarga yang ditanggung. (2) Pegawai Tidak Tetap (Dokter/Dokter gigi/Bidan). Tidak termasuk anggota keluarga. Pengaturan mengenai Organ-organ dalam PT Askes terdapat pada pasal 12 peraturan pemerintah nomor Nomor 23 tahun 1984 tentang Perusahaan Umum (Perum) Bakti Husada disebutkan bahwa “Perusahaan dipimpin dan dikelola oleh suatu Direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Direktur sesuai dengan bidang usahanya”. Para direksi ini diangkat oleh presiden,atas usul Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri Keuangan. Fungsi pengawasan pada saat PT Askes masih berbentuk Perum di pegang oleh Dewan Pengawas, dan Ketika telah menjadi persero dewan pengawas berubah nama menjadi komisaris. Pengaturan mengenai dewan pengawas terdapat pada pasal 24 sampai dengan 45 peraturan pemerintah nomor Nomor 23 tahun 1984 tentang Perusahaan Umum (Perum) Bakti Husada. Dimana ditetapkan jumlahnya pada pasal 32 ayat (1) “Anggota Dewan Pengawas berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang yang terdiri dari Ketua dan Anggota Dewan.”Mengenai RUPS atau rapat umum pemegang saham, dikarenakan PT Askes Sepenuhnya dikuasai pemerintah maka kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan layanan PT Askes dapat dikatakan merupakan cerminan dari RUPS. c. BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau yang biasa di singkat dengan BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik,. Menurut Chidir Ali, yang dimaksudkan dengan Badan Hukum Publik adalah “badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum”
18
dalam ketentuan KUH Perdata pada pasal 1653, bentuk Badan
Hukum Publik BPJS Kesehatan adalah termasuk kepada “zadelijk lichaam op openbaar gezag ingesteld” atau badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum.19 Yang dalam hal ini BPJS kesehatan yang merupakan lembaga yang diamanatkan untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional di bidang kesehatan, dibentuk atau didirikan melalui kekuasaan umum dalam bentuk Undang-Undang. Kriteria yang dapat 18 19
Chidir Ali, Badan Hukum, 2005, PT Alumni, Bandung Hal. 60 Ibid, Hal. 56
10
dijadikan tolak ukur dalam meilihat suatu apakah suatu badan hukum dapat dikategorikan sebagai badan hukum publik adalah dengan kriteria sebagai berikut : a.
Dapat dilihat dari cara pendiriannya / terjadinya, artinya badan hukum tersebut diadakan dengan konstruksi hukum publik yaitu didirikan oleh penguasa (negara) dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, juga meliputi kriteria berikut; b. Lingkungan kerjanya, yaitu apakah dalam pelaksanaan tugasnya badan hukum tersebut pada umumnya dengan publik/umum melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, artinya bertindak dengan kedudukan yang sama dengan publik/umum atau tidak. Jika tidak, maka badan hukum itu merupakan badan hukum publik; demikian pula dengan kriteria ; c. Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan oleh penguasa (negara) itu diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetetapan atau peraturan yang mengikat umum, jika ada wewenang publik, maka ia adalah badan hukum publik.20 Terdapat perbedaan yang signifikan antara BUMN (badan Usaha Milik Negara) dengan BHMN (badan hukum Milik Negara) terletak pada tujuan dan sifat usaha atau kegiatannya. Tujuan BUMN adalah mencari laba dan bersifat komersial, sedangkan tujuan BHMN adalah idiil dan bersifat nirlaba, adapun persamaannya adalah kedua bentuk badan hukum tersebut adalah modal badan hukum yang merupakan kekayaan yang telah dipisahkan. Mengenai penyelenggaraan BPJS Kesehatan disebutkan dalam buku pegangan sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dalam sistem jaminan sosial nasional menyebutkan bahwa : Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan undang-undang No.40 tahun 2004 tentanng Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua Penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.21 Penyelenggaraan Jaminan Sosial kesehatan Nasional mengacu kepada prinsipprinsip yang telah ditentukan dalam sistem jaminan sosial nasional yang termuat pada pasal 4 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial dan Pasal 4 Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang di jabarkan antara lain adalah Prinsip kegotongroyongan, Prinsip nirlaba, Prinsip kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas, Prinsip portabilitas, Prinsip kepesertaan bersifat wajib, Prinsip dana amanat, Prinsip Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial. Pembiayaan untuk program jaminan berasal dari iuran, yang dimaksud dengan iuran adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Besarnya iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditentukan melalui Peraturan 20 21
Ibid, Hal. 61 BPJS Kesehatan, Op.cit., Hal. 18
11
Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak. Adapun layanan yang diperoleh oleh peserta JKN berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi, dan layanan Ambulan yang diberikan untuk pasien peserta JKN rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang dietapkan BPJS Kesehatan. (manfaat non medis). Peserta yang memerlukan layanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, dikecualikan dalam keadaan medis. BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG‟s. Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapatdipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.22 Adapun
yang
menjadi
peserta
dari
jaminan
sosial
nasional
yang
diselenggarakan oleh BPJS menurut ketentuan dalam Pasal Satu Poin (8) UndangUndang Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial adalah “Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.” Yang dipilah antara lain menjadi :
Bagi peserta PBI (penerima bantuan iuran) dibayar oleh pemerintah.
Bagi peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja.
Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja iuran dibayarkan oleh peserta yang bersangkutan.
22
BPJS Kesehatan, Op.cit., Hal. 23-27
12
BPJS kesehatan merupakan badan hukum publik milik negara yang bersifat non profit dan bertanggung jawab kepada presiden. Organ dalam BPJS terdiri atas Dewan Pegawas dan Direksi, mengenai tugas dan wewenangnya, yaitu : a) Dewan Pengawas Dewan Pengawas BPJS memiliki tugas untuk : 1) melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi; 2) melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial oleh Direksi; 3) memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS; dan 4) menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan Kewenangan Dewan Pengawas BPJS Antara lain 1) menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS; 2) mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi; 3) mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS; 4) melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS; dan 5) memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja Direksi. b) Direksi Direksi berfungsi untuk melaksanakan penyelenggaraan operasional BPJS yang menjamin peserta untuk mendapatkan manfaat sesuai dengan haknya. Direksi BPJS bertugas untuk : 1) melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi; 2) mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan; dan 3) menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsinya. Direksi BPJS Berwenang Untuk : 1) melaksanakan wewenang BPJS; 2) menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi, dan sistem kepegawaian; 3) menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkan penghasilan pegawai BPJS; 4) mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi Dewan Pengawas dan Direksi; 5) menetapkan ketentuan dan tata
cara
pengadaan
barang dan jasa dalam rangka
penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas; 6) melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas; 7) melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari
Rp100.000.000.000 (seratus
miliar rupiah) sampai
dengan
13
Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Presiden; dan 8) melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.aksanaan Sistem Jaminan d. Perubahan PT Askes Menjadi BPJS Kesehatan dan pengaruhnya terhadap layanan masyarakat di Kota Singkawang Perubahan dari PT Askes (persero) Menjadi BPJS Kesehatan merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dalam pasal 5 ayat (1) menyebutkan “Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang.” Dan pada ayat (3) “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah” huruf d “Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).” Berdasarkan Undang-Undang tersebut, untuk menyelenggarakan Jaminan Sosial Kesehatan di bidang kesehatan maka dibentuklah salah Satunya adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Mengacu dalam ketentuan pada pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan; b. semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan; dan c. Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembuka dana jaminan kesehatan. PT Askes (persero) menjadi BPJS Kesehatan dalam perspektif Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang BUMN, dilakukan dengan menyimpangi ketentuan-ketentuan mengenai dasar suatu perseroan di bubarkan yang termuat pada pasal 142 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Yang disebutkan bahwa Pembubaran Perseroan terjadi karena : a.
berdasarkan keputusan RUPS;
b.
karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
c.
berdasarkan penetapan pengadilan;
14
d.
dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
e.
karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f.
karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembubaran PT Askes (persero) Menjadi BPJS Kesehatan sebagaimana diketahui adalah melalui amanat undang-undang, akan tetapi pemerintah adalah pemegang seluruh saham dari PT Askes (persero), dan dapat dianggap sebagai keputusan dari RUPS, sehingga dalam pembubaran PT Askes (persero) dilakukan dengan menyimpangi ketentuan pada pasal 64 ayat (1) Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang berbunyi : (1) Pembubaran BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (2) Apabila tidak ditetapkan lain dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa hasil likuidasi atau pembubaran BUMN disetorkan langsung ke Kas Negara. Ketika BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014, PT Askes dinyatakan Bubar tanpa likuidasi. Seluruh asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan. Pada saat itu, Menteri BUMN selaku RUPS pada PT Askes (persero) mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik. Perubahan Perubahan PT Askes (persero) menjadi BPJS Kesehatan dimaknai istilah “transformasi” yang berarti perubahan karakter, kelembagaan, dan mekanisme kerja badan penyelenggara jaminan sosial dari PT Askes (persero) menjadi BPJS Kesehatan. Perubahan bentuk badan hukum tersebut dapat ditinjau dalam beberapa aspek, salah satunya adalah merupakan amanat dari Undang-Undang untuk membentuk suatu badan yang memuliki kewenangan untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam kajian lebih lanjut, perubahan tersebut merupakan perwujudan upaya dari permerintah untuk mewujudkan tujuan negara untuk memberikan jaminan layanan sosial kesehatan kepada masyarakat. Dengan adanya BPJS Kesehatan, diharapkan Pelnyenggaraan Sistem Jaminan Sosial nasional diselenggarakan oleh badan yang berorientasi pada pelayanan, dan mandiri dalam penyelenggaraannya, serta tidak berorientasi kepada
15
keuntungan agar dapat terwujudnya pelayanan jaminan sosial nasional terutama di bidang kesehatan yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal yang membedakan Antara PT Askes (persero) dan BPJS kesehatan terletak pada dasar hukum pembentukannya. PT Askes (persero) merupakan Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh negara (BUMN) yang berbentuk persero, dalam pembentukan dan penyelenggaraannya tunduk kepada Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang BUMN, dan Undang-Undang Perasuransian. BUMN yang berbentuk persero tidak didirikan oleh pemerintah, melainkan didirikan oleh perseorangan seperti pendirian perusahaan umum lainnya, yang didaftarkan ke notaris dan diberi keabsahan oleh kementerian hukum dan HAM. Dalam ketentuan Bab II mengenai Persero dalam bagian pertama mengenai Pendirian pada Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa “ Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.”Sedangkan BPJS Kesehatan berdiri bedasarkan amanat yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang kemudian berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. PT Askes Persero yang merupakan badan hukum privat yang berbentuk BUMN. Seperti hal nya badan hukum perusahaan lainnya, tujuan dari penyelenggaraan perusahaan PT Askes Persero tidak dapat dipisahkan dengan ciri-ciri yang ada dalam perusahaan antara lain :
Merupakan persekutuan modal
Didirikan berdasarkan perjanjian
Melakukan kegiatan usaha
Lahirnya Perseroan Melalui Proses Hukum Dalam Bentuk Pengesahan Pemerintah.
Sedangkan BPJS Kesehatan dalam aspek Badan Hukum Publik mempuyai ciri-ciri merupakan badan yang didirkan berdasarkan hukum publik, yang dalam hal ini adalah undang-undang Nomor 24 tahun 2012 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional yang mempunyai peran untuk menyelenggarakan kepentingan umum khususnya hak konstitusi warga negara untuk mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan asas-asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal lain yang dimiliki oleh badan hukum publik adalah kewenangan untuk dapat mengeluarkan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang dapat mengikat kepada masyarakat umum/publik termasuk didalamnya pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya serta penerapan sanksi adminsitrasi kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajiban
16
sebagai peserta berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sistem jaminan sosial nasional. Perubahan Badan Hukum dari PT Askes (persero) menjadi BPJS Kesehatan, turut mengubah Pelayanan yang ada sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hal-hal utama yang Berubah antara lain adalah : 1. Kepesertaan Perbedaan dari aspek kepesertaan adalah lebih luasnya kualifikasi peserta dari sistem jaminan sosial nasional kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang meliputi seluruh orang, termasuk orang asing yang bekerja selama lebih dari 6 (enam) bulan di Republik Indonesia. 2. Mekanisme Layanan Jaminan Kesehatan Secara konseptual tidak terdapat perubahan dalam alur pelayanan untuk peserta, karena diharuskan untuk mendapatkan layanan kesehatan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama sebelum dirujuk untu k mendapatkan layanan kesehatan tingkat lanjutan. BPJS kesehatan telah menanggung sepenuhnya faskes (fasilitas kesehatan) semua biaya diserahkan kepada BPJS, sedangkan dalam penyelenggaraan ASKES ketentuan mengenai pelayanan obat itu ditagih secara terpisah dengan pelayanan kesehatannya dan fasilitas kesehatan tidak menyediakan pelayanan obat. 3. Pembayaran Klaim oleh Fasilitas Kesehatan Pembayaran Klaim atas layanan Jaminan Kesehatan Mekanisme layanan jaminan kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan yang awalnya pada masa PT Askes (persero) ben tuk pelayanannya diselenggarakan dengan sistem pay per service (biaya yang dibayarkan oleh PT Askes kepada Fasilitas Kesehatan sesuai dengan jumlah layanan yang diberikan kepada pasien), kemudian berubah menjadi sistem paket sesuai dengan INA CBG‟s (Indonesian Case Based Groups) yang membayarkan biaya jaminan sosial kesehatan sesuai dengan
paket yang ada berdasarkan hasil diagnosis dari dokter
terhadap penyakit pasien. Setelah mengetahui perubahan pelayanan jaminan kesehatan antara PT Askes (persero) dan BPJS Kesehatan, kemudian Hal-hal yang mempengaruhi dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional oleh BPJS Kesehatan yaitu didasarkan pada hal-hal di bawah ini : 1. Faktor hukum Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengatur tentang pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional, dan
17
diamanatkan
dalam
Undang-Undang
tersebut
tentang
pembentukan
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional, dan berdasakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2012 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional yang membentuk dua penyelenggara Jaminan Sosial Nasional, yaitu BPJS Kesehatan
yang
melaksanakan Jaminan Sosial di bidang kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan yang melaksanakan Jaminan Sosial di bidang Ketenagakerjaan. Dengan instrumen peraturan perundang-undangan yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2012 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional, BPJS Kesehatan mempunyai kedudukan yang lebih kuat dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional Kesehatan. Dengan Bentuk BPJS Kesehatan yang merupakan badan hukum publik BPJS Kesehatan juga memiliki kewenangan yang diberikan melalui undang-undang untuk membentuk kebijakan atau peraturan yang dapat mengikat kepada masyarakat umum, dengan hal tersebut penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional Kesehatan oleh BPJS Kesehatan memiliki legal standing yang jelas dan jangkauan kewenangan yang lebih maksimal untuk merumuskan kebijakan-kebijakan untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hal tersebut berbeda ketika penyelenggara jaminan sosial dilaksanakan oleh BUMN Persero, tidak adanya kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan untuk membuat peraturanperaturan yang mengikat publik mejadikan ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena akan memberikan hambatan dalam menetapkan peraturan untuk mengatur, mengawasi, maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta,contohnya menjatuhkan dendan kepada peserta BPJS Kesehatan yang terlambat dan menunggak dalam pembayaran iuran. 2. Faktor penegak hukum a.
Pihak yang menerapkan hukum : Dalam
konteks
sistem
jaminan
sosial
nasional
adalah
:
pihak-pihak yang menerapkan Hukum, dalam konteks penerapan sistem jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan adalah : BPJS Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS. Perubahan atau Tranformasi badan pelaksana jaminan sosial nasional dari PT Askes (persero) menjadi BPJS Kesehatan yang merupakan badan hukum publik, merubah tatanan dan sifat organisasi, dimana pada awalnya PT Askes (persero) berjalan dengan karakter perseroan BUMN, kemudian menjadi lembaga badan hukum publik nirlaba yang berorientasi pada kepentingan publik untuk memenuhi hak konstitusi dari warganegara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal yang
18
menjadi pedoman dalam penyelenggaraannya adalah:
(1) Asas penyelenggaraan
jaminan sosial, yaitu asas kemanusian yang terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan jaminan sosial; (3)Pelaksanaan sembilan prinsip penyelenggaraan jaminan sosial; (4) Pemisahan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial untuk memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat dari milik seluruh peserta yang tidak merupakan aset BPJS. (5) Berpedoman pada asas-asas pelayanan publik. BPJS Kesehatan sebagai institusi badan hukum publik hendaknya merubah mindset atas penyelenggaraan layanan jaminan sosial nasionalnya, dengan mengedepankan asas-asas pelayanan publik dalam melaksanakan amanat UndangUndang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sebagai pelaksana dari peraturan perundang-undangan hendaknya juga BPJS Kesehatan dapat menerapkan diskresi menyangkut layanan kepada masyarakat sebagai peserta, untuk menghindari terhambatnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional oleh persoalan yang sifatnya prosedural. Dalam pelaksanaannya BPJS Kesehatan hanyalah menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Kesehatan di bidang administrasi, terkait dengan pelayanan kesehatan tetap tidak dapat dipisahkan dengan fasilitas kesehatan yang ada. Fasilitas kesehatan merupakan pintu awal dalam pelaksanaan jaminan sosial nasional kesehatan, Kuantitas dan kualitas dari fasilitas kesehatan haruslah
menyesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Perlu ditingkatkannya kemampuan tenaga-tenaga medis yang profesional dan kompeten, serta meningkatkan kuantitas jumlah layanan untuk mengantisipasi lonjakan jumlah peserta BPJS Kesehatan yang menggunakan Haknya untuk mendapatkan layanan kesehatan. Hal ini perlu dilaksanakan untuk menunjang dan memberikan pelayanan maksimal terhadap masyarakat dalam mendapatkan akses layanan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. b.
Pihak yang membuat Hukum : Pihak-pihak yang membuat hukum, dalam hal ini adalah unsur legislatif dan
eksekutif yaitu DPR RI dan Presiden, yang secara lebih luas BPJS Kesehatan dapat dikatakan pihak yang membuat hukum, karena dalam penyelenggaraannya mempunyai wewenang untuk membuat kebijakan dan peraturan yang mengikat kepada masyarakat umum. Dalam perjalanannya, peraturan perundang-undangan berkaitan dengan Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial antara lain adalah Undang-Undang Nomor
19
40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengatur mengenai sistem penyelenggaraan jaminan sosial dan menetapkan untuk pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional, Dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang menetapkan mengenai organ pelaksana dari Sistem Jaminan Sosial Nasional yaitu BPJS. Selain itu terdapat peraturan perundang-undangan lain yang hirarkinya dibawah undang-undang sebagai peraturan teknis dari Undang-Undang tentang Jaminan Sosial Nasional dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, selain itu BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara turut berwenang untuk menetapkan peraturan yang mengikat kepada peserta. Pembentukan peraturan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang membuat hukum haruslah memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi sosial serta kondisi ekonomi masyarakat, agar tidak tercipta peraturan dalam
Pelaksanaan Sistem
Jaminan Sosial Nasional Kesehatan oleh BPJS yang implementasinya memberatkan masyarakat sebagai peserta BPJS Kesehatan. 3. Faktor sarana dan fasilitas Faktor sarana dan fasilitas turut berperan dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional di Kota Singkawang, ketersediaan sarana dan fasilitas yang baik secara kuantitas dan kualitas akan memberikan penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional secara maksimal. Sarana dan Fasilitas yang menunjang dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional diantaranya adalah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan. Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan adalah fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional. Berdasarkan hasil wawancara dengan BPJS Kota Singkawang yang diwakili oleh Bapak Victor Daniel Octavian Sitanggang dari Unit Hukum, Kepatuhan & Komunikasi Publik, disampaikan bahwa total Fasilitas Kesehatan Pertama di Kota Singkawang adalah sebanyak 19 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang terdiri dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Klinik Dan untuk Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan sebanyak 5 Fasilitas Kesehatan tingkat Lanjutan. Secara garis besar sarana dan prasarana fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan telah mencukupi dalam rangka untuk pelayanan jaminan sosial kesehatan. 4. Faktor masyarakat Masyarakat atau rakyat dalam penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Kesehatan merupakan salah satu unsur yang paling utama, Masyarakat Indonesia
20
Sebagai peserta dalam sistem jaminan sosial nasional merupakan bagian dalam tujuan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional, yaitu memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak terutama kesehatan. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan sistem Jaminan Sosial Nasional dapat dengan diwujudkan dengan keikutsertaan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Baik sebagai peserta mandiri, Peserta Penerima Bantuan Iuran yang ditanggung oleh pemerintah, maupun Peserta Pekerja Penerima upah , yang iurannya dibayar oleh pemberi kerja. Partisipasi selanjutnya adalah pembayaran iuran secara tepat waktu, untuk melancarkan pengelolaan dana amanat oleh BPJS Kesehatan. Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan dengan pihak BPJS Kesehatan Kota Singkawang, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya program jaminan kesehatan yang dianut oleh Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional masih rendah, dapat dilihat dari kurangnya partisipasi masyarakat untuk mendaftarkan diri untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan, hal lain yang menjadi persoalan adalah kesadaran masyarakat untuk melakukan pembayaran iuran tepat waktu terutama pada peserta dalam kategori Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja. Untuk kategori peserta pekerja penerima upah yang iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja di wilayah Singkawang-Bengkayang-Sambas atau Singbebas perbulan Desember tahun 2016 baru di daftarkan oleh sebesar 44% dari jumlah keseluruhan Perusahaan / Unit Badan Usaha yang ada. Sedangkan untuk kategori Penerima Bantuan Iuran yang berasal dari APBD Kota Singkawang terdapat sejumlah 3.394 Jiwa per Maret 2016, untuk Penerima Bantuan Iuran yang berasal dari APBN tercatat sejumlah 52.877 Jiwa.
3. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian-uraian yang telah dipaparkan dalam Bab III, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan merupakan upaya negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, khususnya di bidang pelayanan jaminan kesehatan untuk mencapai tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Kesehatan. Perubahan PT Askes (persero) menjadi BPJS Kesehatan membawa perubahan kedudukan hukum terhadap pelayanan jaminan sosial dalam bidang kesehatan yang awalnya diselenggarakan oleh badan hukum privat (BUMN) menjadi badan hukum Publik yaitu BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan merupakan
21
badan hukum publik yang dibentuk dengan undang-undang dan penyelenggaraan kegiatannya
juga
berdasarkan
undang-undang
yang
bertujuan
untuk
menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional Kesehatan dengan sistem kegotongroyongan dan nirlaba sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan umum yang terdapat dalam pembukan atau preambule Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan
PT
Askes
(persero)
yang
merupakan
BUMN
yang
dalam
penyelenggaraannya menggunakan prinsip-prinsip perseroan yang salah satunya adalah mendapatkan laba. Perubahan tersebut juga memberikan kewenangan lebih terhadap BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik untuk membuat peraturanperaturan yang mengikat secara umum atau bersifat publik, untuk menjadikan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional Kesehatan Kesehatan oleh BPJS Kesehatan Perubahan organ-organ dalam BPJS Kesehatan juga mengalami perubahan ketika dibandingkan dengan PT Askes (persero), akan tetapi masih memiliki fungsi, tugas, dan kewenangan serupa. Pada BPJS tidak dikenal dengan RUPS, dikarenakan tidak dikenal istilah saham dalam penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional. 2.
Terdapat perubahan bentuk layanan terhadap bentuk
penyelenggaraan jaminan
sosial kesehatan, yang pertama adalah terkait dengan kepesertaan. Kepesertaan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan mempunyai cakupan yang lebih luas yaitu “Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar
iuran.”
Berbeda
dengan
peserta
Asuransi
Kesehatan
yang
diselenggarakan oleh PT Askes (persero), cakupan peserta yang dilayani lebih sempit yaitu pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran dan Perintis Kemerdekaan Beserta keluarganya serta pihak lain yang ikut serta dalam program pemeliharaan kesehatan tersebut. Perubahan terhadap pembayaran layanan kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan yang awalnya pada masa PT Askes (persero) ben tuk pelayanannya diselenggarakan dengan sistem pay per service (biaya yang dibayarkan oleh PT Askes kepada Fasilitas Kesehatan sesuai dengan jumlah layanan yang diberikan kepada pasien), kemudian berubah menjadi sistem paket sesuai dengan INA CBG‟s (Indonesian Case Based Groups) yang membayarkan biaya jaminan sosial kesehatan sesuai dengan paket yang ada berdasarkan hasil diagnosis dari dokter terhadap penyakit pasien. Dalam kaitan tujuan berdirinya BPJS Kesehatan, dan dalam memberikan perbaikan dan perubahan dalam layanan jaminan kesehatan kepada masyarakat di Kota Singkawang dan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasiona Kesehatan,
22
perubahan bentuk PT Askes menjadi BPJS Kesehatan memberikan ruang lebih untuk seluruh masyarakat untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan, tidak hanya terbatas pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya. Sebagai penyelenggara Sistem Jaminan Sosial Nasional Kesehatan, BPJS Kesehatan tidak berdiri sendiri, selain itu peningkatan kuantitas dan kualitas, serta sarana dan prasarana dari fasilitas kesehatan yang berkerjasama dengan BPJS Kesehatan juga perlu diperhatikan, hal ini adalah merupakan tanggung jawab pemerintah karena dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan dalam pasal 34 ayat (3) bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.” Hal ini termasuk dalam menentukan mutu dari fasilitas layanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah partisipasi masyarakat untuk turut berperan aktif untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan atau mendaftarkan pekerjanya untuk menjadi Peserta BPJS Kesehatan untuk kategori pekerja penerima upah, dan membayar iuran secara tepat waktu untuk keberlangsungan pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. B.
Saran Setelah memaparkan kesimpulan maka penulis akan mengemukakan saran sebagai
berikut : 1.
Dalam rangka penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, perlu kerjasama yang sinergis dengan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah khususnya di kota Singkawang. Bukan hanya mengenai peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang ditanggung pemerintah, akan tetapi perlu juga untuk membahas persoalan peserta yang termasuk pada kategori peserta penerima upah untuk memaksimalkan jumlah peserta yang merupakan tanggung jawab dari pemberi kerja. Untuk meningkatkan jumlah peserta kategori peserta pekerja bukan penerima upah atau peserta mandiri BPJS kesehatan perlu bekerjasama dengan pemerintah daerah yang memiliki akses data kependudukan yang valid, serta BPJS Kesehatan Kota Singkawang harus lebih gencar dalam mensosialisasikan manfaat dari Jaminan Sosial Nasional Kesehatan.
Pembuatan kebijakan dalam bentuk
Peraturan Perundang-undangan dan atau peraturan lain yang mengikat peserta mengenai hak dan kewajiban, diperlukan kajian dan pertimbangan yang lebih matang dan bijak agar tidak memberatkan Peserta BPJS Kesehatan, terutama yang berkaitan dengan tarif iuran.
23
2.
Dalam pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan perlu upaya yang lebih dalam memaksimalkan jumlah dari para peserta dalam semua kategori, dengan sosialisasi yang lebih gencar terutama untuk kategori peserta pekerja penerima upah dan peserta bukan penerima upah. Pemerintah Kota Singkawang hendaknya sebagai stakeholder dilibatkan dalam upaya tersebut. hal lain juga yang harus dilakukan adalah peningkatan kuantitas dan kualitas dari fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah, termasuk didalamnya adalah penambahan jumlah tenaga medis yang profesional untuk menunjang pelayanan jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional kesehatan.
24
4. DAFTAR PUSTAKA 1.
Ali, Chidir, 2005, Badan Hukum, PT Alumni, Bandung.
2.
Asshidiqie, Jimly, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Seketariat Jendral & Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta
3.
Widjaya, IG Rai, 2000,Hukum Perseroan Terbatas, Kesaint Blanc, Jakarta.
4.
Azwar, Azrul, 2010, Pengantar Administrasi Kesehatan:edisi ketiga, Binarupa Aksara, Tangerang.
5.
BPS, Singkawang dalam Angka, 2015, BPS, Singkawang
6.
BPJS Kesehatan, 2014, Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.
7.
HR, Ridwan 2006, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
8.
Juni, H.M. Efran Helmi, 2012, Filsafat Hukum, CV Pustaka Setia, Bandung.
9.
Kurniawan, Lutfi J., Oman Setiawan, Abdussalam, Masduki, 2015, Negara Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial, Intrans Publishing, Malang.
10. Sibuea, Hotma P., 2010, Asas Negara Hukum, peraturan kebijakan, asas-asas umum pemerintahan yang baik, Penerbit Erlangga, Jakarta. 11. Sukardja, Ahmad, 2014, Hukum tata negara & Hukum Administrasi Negara dalam perspektif fikih siyasah : Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta. 12. Syafiie, Inu Kencana, 2013, Ilmu Pemerintahan, Bumi Aksara, Jakarta. 13. TIM ICCE UIN Jakarta, 2007, Pendidikan Kewargaan (civic education) : Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, Prenada Media, Jakarta. 14. Tutik, Titik Triwulan, 2010, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta. 15. Warassih, Esmi, 2011, Pranata Hukum: suatu telaahan sosiologis, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Website 1.
M.Tempo.co, 2016 “Defisit Naik jadi 7 triliun, BPJS Terbantu Kenaikan Premi” (di akses
11
Agustus
2016
pukul.
13.00),
url
:
https://m.tempo.co/read/news/2016/04/13/092762358/defisit-naik-jadi-rp-7-triliunbpjs-terbantu-kenaikan-premi
25
2.
nasionalkompas.com, 2016 (diakses tanggal 11 Agustus 2016 Pukul 13.00) url : http://nasional.kompas.com/read/2016/03/17/23040051/DPR.Tolak.Kenaikan.Iuran.BP JS.Kesehatan.dan.Beri.4 .Catatan
26
