BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Ruang Lingkup di Proses Produksi Casting Ruang lingkup observasi yang dilakukan pada saat kegiatan kerja praktek adalah Proses Produksi casting dan Proses Melting Line Di PT. TMMIN ini memiliki beberapa tahapan proses yang dilakukan satu persatu dengan menggunakan mesinmesin yang berbeda dan memiliki fungsinya masing-masing untuk memproses bahan baku menjadi bahan jadi, pengamatan dilakukan pada setiap jenis tahapan proses secara teliti. Produksi casting memproduksi dua jenis product, yaitu block cylinder dan camshaft. Untuk product block cylinder di bagi dua jenis yaitu 1 TR (INNOVA) dan 2 TR (FORTUNER). Untuk camshaft juga di bagi dua jenis product 1 TR (INNOVA) dan 2 TR (FORTUNER).
Gambar 4.1. hasil produk casting (Sumber: Data Perusahaan)
29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.2.
Flow Chart prosess Casting ke dua product
SAND PREP.
MOULDING
CORE SETTING
POURING
CORE MAKING
MELTING
DIS ASSY
COOLING
FINISHING
DELIVERY RCS
Gambar 4.2. Flow Chart prosess Casting (Sumber: Data perusahaan)
Flow diatas menjelaskan tahapan-tahapan proses produksi yang terdiri dari proses Casting, proses Melting proses Moulding, proses Pouring dan yang terakhir adalah poses finishing. 4.3. Proses Produksi Secara Umum Proses
casting
adalah
merupakan
proses
pengecoran
logam
dalam
memproduksi block sylinder dan camshaft memerlukan suatu langkah menggunakan mesin-mesin untuk mendukung. Adapun tahapan-tahapan pembuatan block sylinder dan camshaft antara lain : 1. Proses Melting 2. Proses Pembuatan cetakan (Moulding) 3. Proses Pembuatan cetakan Inti (Core Making) 4. Proses Persiapan pasir cetak (Sand Preparation) 5. Proses Penuangan (Pouring) 6. Fetling 7. Proses Daur ulang Pasir (RCS) 8. Proses Finishing
30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.3.1. Proses Melting Bahan baku sebagai raw material dari sisa body press di stamping plant dilebur didapur listrik (Induction Furnace), kemudian ditambahkan material penambah (Additive material) berupa ferro - silicon, ferro mangan carburizer, dengan temperatur operasi yang memadai. Pengontrolan komposisi kimia dari cairan diatur dengan standar yang berlaku, termasuk kebutuhan sarana atau peralatan serta kompetensi.
Gambar 4.3. Mesin Furnace (Sumber: Data Pribadi, Agustus 2015)
4.3.2. Proses Pembuatan cetakan (Moulding) Pasir cetak yang sudah diolah sesuai standar yang telah ditetapkan, dibuat cetakan (moulding) dengan mesin moulding automatic, dengan menggunakan jenis die (pattern) tertentu. Untuk meningkatkan mampu telusur, maka pada die ini dibuatkan data dari jenis produk yang dibuat, tanggal produksi serta nomor lot, untuk masing-masing jenis benda kerja. Untuk pembuatan cetakan di die press casting dilakukan secara manual. Pasir cetak dicampur dengan resin dan hardener kemudian dipadatkan, setelah kurun waktu tertentu pasir cetak tersebut akan mengeras dan siap untuk proses selanjutnya.
31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 4.4. Mesin Cetakan (Sumber: Data Perusahaan)
4.3.3. Proses Pembuatan cetakan Inti (Core Making) Khusus pembuatan jenis produk block cylinder dibutuhkan cetakan inti (core making) yang gunanya untuk membentuk rongga rongga pada cylinder block. Cetakan inti ini bahan bakunya dari resin coated sand (RCS) dan pembuatannya dengan cara dimasukkan kedalam cetakan logam (die) yang telah dipanaskan. Pengontrolan kualitas dari produk cetakan inti diatur sedemikian rupa sehingga hasil akhir dari proses pembuatan produk silinder blok sesuai dengan yang diharapkan. Sistem pengontrolan kualitas ini meliputi area, item standar, frekuensi pengecekan serta personil yang terlibat, yang mana telah termaktub di dalam QC-Standar yang telah ditetapkan.
32 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 4.5. Mesin Core (Sumber: Data Pribadi, Agustus 2015)
4.3.4. Proses Persiapan pasir cetak (Sand Preparation) Pasir cetak sebelum dikirim kebagian proses pembuatan cetakan pasir (moulding) diolah terlebih dahulu dibagian proses persiapan pasir cetak ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik pasir cetak yang optimal, sehingga produk akhir yang dihasilkan sesuai dengan tujuan serta sasaran mutu, standar dari karakteristik pasir cetak ini bersumber dari QC-Standar yang berlaku serta bagaimana cara mengendalikan atau mengontrolnya. 4.3.5. Proses Penuangan (Pouring) Prosess pouring adalah proses penuangan cairan dari furnace (1430 0C) ke cetakan bedan kerja, pouring di casting. Proses Pouring merupakan proses kelanjutan dari proses peleburan cairan logam (melting). Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pouring adalah temperatur tuang dan pembersihan kerak dari cairan logam, karena hal ini merupakan point pengontrolan kualitas di line pouring, karena selain masalah kualitas yang menjadi sasaran adalah juga faktor keselamatan (safety) karena di line ini potensi kecelakaan cukup besar, untuk itu sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menjamin kualitas dan keselamatan kerja senantiasa selalu disiapkan di tempat kerja. disamping itu untuk membenarkan proses di line pouring
sebelum hasil produk diklarifikasi, maka dibuatkan metode dan
kriteria tertentu serta acuan-acuan standar yang telah ditetapkan yang dipakai sebagai pedoman bagi personil di lapangan (QC-Standar untuk line pouring). 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 4.6. Pouring (Sumber: Data Pribadi, Agustus 2015)
4.3.6. Fetling Proses fetling adalah proses pembongkaran cetakan di mesin barashi untuk memisahkan benda kerja, saluran tuang dan pasir cetak, dalam proses ini waktu handling benda kerja ke pallet tidak boleh melampaui batas waktu yang distandarkan.
Gambar 4.7. Mesin Barashi (Sumber: Data Pribadi, Agustus 2015)
34 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.3.7. Proses Daur ulang Pasir (RCS) Sisa-Sisa pasir dari barashi atau pembongkaran cetakan bisa di daur ulang pasir masuk ke core making, pasir sisa hasil proses dari semua line yang masih memenuhi standar dipisahkan dari “bari“ dan kotoran kotoran lainnya serta pengaturan besar bongkahan pasir untuk proses selanjutnya. 4.3.8. Proses Finishing Pengerjaan akhir di proses casting adalah proses finishing, yaitu proses pembersihan hasil coran sisa–sisa pasir serta sirip-sirip yang terjadi pada benda kerja, jaminan kualitas dari proses akhir (visual check) sebelum produk diserahkan pelanggan sangat dipengaruhi oleh personil yang memadai. Benda kerja yang dikerjakan adalah block sylinder 1TR dan 2TR benda kerja tersebut merupakan komponen pada mesin kendaraan Toyota, Proses yang dilakukan mulai dari proses baritori (pembersihan bari / sirip) yang masih menempel pada benda kerja setelah proses pelepasan cetakkan. Kemudian hingga proses pengecatan (spray booth) dan handling untuk di kirim ke next proses.
Gambar 4.8. Proses Finishing (Sumber: Data Pribadi, Agustus 2015)
35 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 4.9. Block cylinder dan camshaft 1TR 2TR (Sumber: Data Pribadi)
36 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 4.1. Proses Produksi Pengecoran (Casting). (Sumber: Data Pribadi)
No 1.
Nama Proses
Foto Proses
Casting 1.1 Core Making
Penjelasan Proses
Proses membuat percetakan inti bagian dalem.
1.2 Molding
Penjelasan Proses
Proses pembuatan cetakan luar.
1.3 Melting
Penjelasan Proses
Proses Penuangan cairan logam ke dalam cetakan block sylinder.
37 http://digilib.mercubuana.ac.id/
1.4 Pouring
Penjelasan Proses
Proses Penuangan cairan logam ke dalam cetakan.
1.5 Finishing
Penjelasan Proses
Proses penghalusan blcok sylinder pada bagian yang tidak rata atau kotoran yang menempel.
1.6 Products
Penjelasan Proses
Delivery Assembly product engine
38 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.4. Pengertian dan Proses Peleburan (Melting) Prosess melting adalah prosess peleburan material (Scrap, Return, Kiriko dan Ingot) Material tersebut di leburkan di dalam furnace, Sampai temeratur 1470 0C. Total furnace yang ada di casting plant itu ada 6 unit. 5 operational 1 stanbay. Kapasitas dari furnace tersebut 3 ton perjam, bahan baku sebagai raw material dari sisa body Press di Stamping Plant dilebur didapur listrik (Induction Furnace), kemudian ditambahkan material penambah (Additive material) berupa ferro-silicon, ferro mangan carburizer, dengan temperatur operasi yang memadai. Pengontrolan komposisi kimia dari cairan diatur dengan standar yang berlaku, termasuk kebutuhan sarana atau peralatan serta kompetensi. Flow Chart prosess peleburan (melting)
Gambar 4.10. Flow Chart prosess peleburan (Sumber: Data perusahaan)
4.4.1. Bahan Baku Peleburan a. Scrap atau ballaer Material scrap di PT. TMMIN sisa-sisa Potongan dari proses Stamping Produksi body Mobil Fortuner dan Kijang Inova, di daur ulang menjadi bahan baku peleburan, Sisa scrap yang panjang di press dengan balling mesin untuk menghasilkan baller ukuran 25 x 25.
39 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 4.11. Material Scrap (Sumber: Data Pribadi, Agustus 2015)
b. Return dan Agari Material return dan Angri dari proses barashi pembongkaran cetakan block sylinder, return di teken pake mesin Zet bliker dan Agari di getok menggunakan besi poros. c. Kiriko Material kiriko hasil penghalusan dari proses finishing block sylinder dan cansaf, maka sisa nya bisa di daur ulang menjadi bahan baku peleburan. d. Ingot Setelah molten metal di tuang ke Pouring cercetakan block sylinder, Maka sisa moltel metal dari ladle di tuangkan ke dalam cetakan ingot, proses pendinginan ( pembekuan ) nya berlangsung secara bertahap, yakni dimulai dari permukaan cetakan menuju ke bagian tengah nya. Pada peristiwa pendinginan baja cair, akan bisa terjadi penyusunan yang cukup signifikan. Volume logam mengecil.
40 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 4.12. Material ingot (Sumber: Data Pribadi, Agustus 2015)
4.4.2. Langkah Kerja Mesin balling pembuatan baller a. Ambil pengait scrap ( Stick ) Ambil pengait scrap dengan tangan kanan memegang handle Belakang & tangan kiri memegang handle bagian depan seperti gambar di bawah.
Gambar 4.13. Alat Stick pengait scrap (Sumber: Data Pribadi, Agustus 2015)
b. Tarik scrap Panjang scrap maximal 600 mm. Tebal scrap max 1.6 mm. 41 http://digilib.mercubuana.ac.id/
c. Rapihkan scrap Pastikan scrap tidak ada yang keluar dari bak pengepresan. Offkan mesin bila ada scrap yang mengganjal. Bersihkan scrap yang mengganja. d. Tekan tombol press Tekan kedua tangan berbarengan seperti gambar di bawah. Pengoperasian balling machine, dilakukan oleh satu orang operator Saja.
Gambar 4.14. Panel Mesin Ballng (Sumber : Data Perusahaan)
e. Ukuran baller yang di pres Standard ukuran Baller = 25 X 25 ( cm )
Gambar 4.15. Ukuran Baller (Sumber: Data Pribadi, Agustus 2015)
42 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.5. Penggunaan furnace induksi Furnace Induksi secara umum tanur induksi digolongkan sebagai tanur peleburan (melting furnace) dengan frekuensi kerja jala-jala (50 Hz) sampai frekuensi tinggi (10000 Hz) dan tanur penahan panas (holding furnace) yang bekerja pada frekuensi jala-jala. Furnace induksi listrik adalah furnace yang melebur logam dengan medanelektromagnet yang dihasilkan oleh induksi listrik, baik yang berfrekuensi rendahmaupun yang berfrekuensi tinggi. Furnace induksi biasanya berbentuk crucible yangdapat dimiringkan, furnace ini dipakai untuk melebur baja paduan tinggi, baja perkakas,baja untuk cetakan, baja tahan karat,dan baja tahan panas yang tinggi. pengecoran logam ini telah semakin berkembang. Hal ini terutama karena furnace induksi menjanjikan beberapa kelebihan antara lain:
Hasil peleburan bersih.
Mudah dalam mengatur atau mengendalikan temperatur.
Komposisi cairan homogen.
Efisiensi penggunaan energi panas tinggi.
Dapat digunakan untuk melebur berbagai jenis material.
Namun demikian terdapat pula hambatan atau kendala yang perlu diperhatikan yaitu:
Infestasi biaya beban tetap yang cukup besar menuntut loading yang tinggi.
Biaya operasi yang besar menuntut tingkat kegagalan yang rendah.
Dibutuhkan operator maupun teknisi berpengalaman dalam mengoperasikannya.
Tingkat bahaya besar, mengingat tanur ini menggunakan enerji listrik yang sangat besar.
Biaya perawatan besar.
Dengan demikian walaupun furnace induksi menjanjikan banyak keuntungan namun menuntut perlakuan dan pengoperasian yang benar meliputi:
Keterampilan operator.
Penggunaan bahan baku dengan spesifikasi jelas.
Preventive maintenance yang intensiv.
43 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.5.1. Furnace Induksi Secara umum konstruksi dari dapur induksi bentuknya tidak jauh beda dengan dapur-dapur peleburan lainnya. Akan tetapi bagian-bagian dalam furnace induksi tentuberbeda sesuai fungsi dan perannya.
Gambar 4.16. Kostruksi dari furnace induksi (Sumber: Data https://id.scribd.com)
4.5.2. Bagian - bagian furnace induksi terdiri dari 1. Spot : biasa disebut juga dengan corong yang berfungsi sebagai tempat keluarnya cairan logam yang sudah dileburkan. 2. Crusible : sebagai tempat pemanasan logam 3. Lining : lapisan pada diding bagian dalam yang tahan panas , berfungsi sebagai krus. 4. Antena : memiliki peranan penting sebagai sensor kebocoran yang berfungsi untuk mendeteksi kebocoran cairan logam pada lining 44 http://digilib.mercubuana.ac.id/
(lapisan pada dinding bagian dalam induction furnace), apabila terdapat kerusakan pada lining dikarenakan crack (retak), erosi, serta lining tergerus yang menyebabkan cairan logam bisa keluar menembus ke plat bajanya dan bisa terus melelehkannya serta cairan logam bisa sampai terus merusak induktor tembaga yang didalamnya terdapat air, maka akan terjadi ledakan pada induction furnace. 5. Coil (Induktor) : komponen yang tersusun dari lilitan kawat berfungsi menimbulkan arus listrik. 6. Refaktori : merupakan material yang mempunyai ketahanan dalam temperatur tinggi dan material yang mampu mempertahankan sifatnya terhadap tegangan mekanik maupun serangan kimia dari gas-gas panas, cairan logam dan slag. 4.5.3. Prinsip proses peleburan dengan furnace induksi Furnace induksi bekerja dengan prinsip transformator dengan kumparan primer dialiri arus AC dari sumber tenaga dan kumparan sekunder. Kumparan sekunder yang diletakkan didalam medan mahnit kumparan primer akan menghasilkan arus induksi. Berbeda dengan transformator, kumparan sekunder digantikan oleh bahan baku peleburan serta dirancang sedemikian rupa agar arus induksi tersebut berubah menjadi panas yang sanggup mencairkannya. Sesuai dengan frekuensi kerja yang digunakan, furnace induksi dikatagorikan sebagai furnace induksi frekuensi jala-jala (50 Hz – 60 Hz) dengan kapasitas lebur 3 ton/jam dan furnace induksi frekuensi menengah (150 Hz – 10000 Hz) untuk tanur dengan kapasitas lebur rendah. Frekuensi jala-jala pada furnace induksi frekuensi menengah diubah terlebih dahulu dengan menggunakan thyristor menjadi frekuensi yang lebih tinggi sebelum dialirkan kekumparan primer.
45 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 4.17. Skema tanur induksi frekuensi menengah (Sumber: Data https://id.scribd.com)
4.5.4. Secara umum furnace induksi terdiri dari dua jenis 1. Furnace induksi jenis saluran Furnace induksi jenis saluran, yang digunakan sebagai holding furnace (hanya berfungsi untuk menahan temperatur cairan agar tidak turun).
.
Gambar 4.18. Dapur induksi jenis saluran potongan melintang (Sumber: Data https://id.scribd.com)
46 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Prinsip pemanasan furnace induksi jenis saluran Pemanasan hanya dilakukan pada bagian saluran cairan. Bahan cair yang panas akan bergerak keatas, sedangkan bahan cair yang dinggin bergerak kebawah mengisi saluran. Dengan demikian cairan didalam tunggu furnace akan mengalami sirkulasi.
Gambar 4.19. Prinsip pemanasan dapur induksi jenis saluran (Sumber: Data https://id.scribd.com)
2. Prinsip pemanasan dapur Induksi jenis krus
Gambar 4.20. Dapur induksi jenis krus (Sumber: Data https://id.scribd.com)
47 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Untuk tungku jenis ini digunakan sebagai tungku peleburan, furnace induksi jenis krus dikonstruksi sedemikian rupa disesuaikan dengan ukuran dan jenisbahan yang dilebur, sehingga terdapat furnace induksi frekuensi jala-jala, furnace induksi frekuensi menengah dan furnace induksi frekuensi tinggi.
Gambar 4.21. Prinsip dapur induksi (Sumber: Data https://id.scribd.com)
Gambar 4.22. Frekuensi kerja kapasitas muat furnace (Sumber: Data https://id.scribd.com)
Daerah kerja frekuensi terhadap kapasitas muat furnace. 48 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih frekuensi kerja furnace induksi adalah hubungannya dengan ukuran minimum bahan baku yang dapat ditembus oleh frekuensi tersebut, sebagai berikut:
dimana: δ = Kedalaman penetrasi elektromagnetik [m]. K = Konstanta bahan baku. f = Frekuensi kerja [Hz]. Ukuran minimum bahan baku yang dapat dilebur tanpa bantuan cairan adalah: D = 3,5 x δ Pada furnace induksi frekuensi jala-jala (50 Hz), mengingat dimensi bahan baku minimumnya sedemikian besar, maka peleburan pertama selalu dimulai dengan bahanberukuran besar sebagai starting-block serta selalu disisakan sekurang-kurangnya 1/3 cairan didalam furnace untuk membantu proses peleburan berikutnya. Tabel 4.2. Ukuran minimum bahan baku. (Sumber: Data https://id.scribd.com)
49 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dimensi minimum bahan baku [mm] Dengan demikian bahan baku peleburan pada furnace induksi dengan frekuensi kerja terpasang yang memiliki dimensi lebih kecil dari harga yang tertulis pada tabel diatas, harus dilebur dengan bantuan sisa cairan didalam tanur. Akibat dari adanya arus induksi yang terus menerus mengalir didalam cairan maka akan terjadi pergerakan cairan yang disebut sebagai stirring. Kualitas dan kuantitas stirring ditentukan oleh tinggi atau rendahnya frekuensi kerja dan jumlah fasa listrik yang digunakan.
Gambar 4.23. Stirring pada 1 fasa (a) dan 3 (Sumber: Data https://id.scribd.com)
fasa (b).
Sedangkan frekuensi kerja yang semakin rendah akan mengakibatkan stirring secara kualitatif menjadi semakin besar namun kuantitatif sedikit sehingga akan muncull sebagai gejolak cairan. Frekuensi kerja yang semakin tinggi akan mengakibatkan stirring yang terjadi kecil namun merata disetiap bagian dari cairan, sehingga cairan akan tampak lebih tenang. 4.5.5.
Lining furnace induksi Hal utama yang perlu sangat diperhatikan disamping prinsip pemanasan
dan pencairan pada penggunaan furnace induksi adalah lapisan bahan tahan panas (lining) yang berfugsi sebagai krus, kualitas lining ini sangat berperan
50 http://digilib.mercubuana.ac.id/
terhadap fungsi, keselamatan kerja, metalurgi peleburan dan efisiensi, bebanbeban yang harus dapat diatasi oleh lining adalah : a. Temperatur tinggi selama proses peleburan dan perubahan temperatur dari tinggi kerendah yang sangat cepat (temperatur shock) dan berulang-ulang khususnyaketika bahan baku dimuatkan. b. Gaya-gaya mekanik yang dihasilkan oleh tekanan cairan, benturan bahan bakudan gesekan baik ketika bahan masih beku ataupun telah mencair. c. Efek-efek metalurgi dari reaksi-reaksi yang berlangsung antara lining dengan bahan dan terak cair, unsur-unsur asing serta merusak yang berasal dari bahan baku (Zn, Pb) yang pada temperatur peleburan besi berada dalam keadaan sangat cair sehingga mampu menyusup diantara celahcelah lining. memperpanjang umur lining furnace induksi, maka perlakuannya adalah: a. Pemilihan bahan lining yang sesuai dengan peruntukannya. b. Setting lining induksi dengan benar. c. Proses peleburan sesuai dengan SOP yang benar. d. Perawatan lining. Spesifik cara-cara perawatan lining Merawat lining pada prinsipnya adalah menghindari hal-hal yang bisa merusak lining, misalnya: a. Tidak meninggalkan sisa cairan setelah tapping yang terakhir. Sisa cairan dapat memperlambat pendinginan didaerahnya, sementara yang lain mendingin dengan cepat. Perbedaan ini dapat menimbulkan keretakan. b. Pendinginan lambat dan seragam untuk menghindari thermal shock. c. Pengukuran rutin ketebalan tersisa, sekaligus pemeriksaan kondisi lining, resintering bila melting temperature selalu lebih rendah dari sintering temperatur yang dianjurkan oleh spesifikasi bahan liningnya. 4.5.6. Pemuatan bahan peleburan Proses peleburan dengan furnace induksi akan semakin efisien bila menggunakan bahan baku yang masif (berukuran besar) dan kompak. Keuntungan yang diperoleh dari bahan masif adalah: 51 http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Bahan yang dilewati oleh medan induksi lebih banyak sehingga menghasilkan enerji panas yang lebih besar. 2. Permukaan bahan yang bersentuhan dengan udara sedikit sehingga mengurangi efek oksidasi. 3. Bahan homogen dengan komposisi yang serupa sehingga mengurangi Faktor kesalahan peramuan. 4. Mengurangi kemungkinan bahan asing dan kotoran ikut terbawa pada Saat pemuatan sehingga lebih dapat menjamin pencapaian komposisi yang dikehendaki serta mengurangi terak ataupun bahayabahaya lain yang ditimbulkannya. Ketersediaan cairan didalam tanur juga akan dapat meningkatkan kecepatan peleburan. Maka dalam hal pemuatan bahan kedalam furnace indsuksi berlaku urutan sebagai berikut: Furnace induksi frekuensi jala-jala: 1.
Sarting blok atau ingot untuk awal peleburan.
2.
Sisa cairan, yaitu 1/3 dari kapasitas furnace untuk peleburan lanjutan.
3.
Besi kasar.
4.
Bahan daur ulang.
5.
Besi bekas.
6.
Baja bekas.
7.
Carburisher (bersama baja bekas).
8.
Bahan paduan, dimana padfuan dengan kehilangan terbakar (melting loss) tinggi dimuatkan paling akhir. Poin 1 merupakan tuntutan wajib bagi furnace induksi frekuensi
jaringan, sebab tanpa starting block proses peleburan tidak dapat berlangsung. Sedangkan poin 2 adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi enerji peleburan. Poin 3 sampai 8 merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut digunakan. Furnace induksi frekuensi menengah dan tinggi: 1.
Sarting blok atau ingot untuk awal peleburan (bila tersedia).
2.
Besi kasar.
3.
Bahan daur ulang.
4.
Besi bekas. 52 http://digilib.mercubuana.ac.id/
5.
Baja bekas.
6.
Carburisher (bersama baja bekas).
7.
Bahan paduan, dimana padfuan dengan kehilangan terbakar (melting loss) tinggi dimuatkan paling akhir. Poin 1 lebih baik dilakukan walaupun tanpa sarting blck proses
peleburan dengan tanur induksi frekuensi menengah sampai tinggi tetap dapat dilakukan. Sedangkan poin 2 sampai 7 merupakan urutan prioritas bila bahanbahan tersebut digunakan. 4.5.7. kelebihan dan kekurangan antara furnace listrik & furnace induksi: kedua jenis tanur ini mampu menghasilkan cairan logam dengan kualitas yang sama baiknya. Kelebihan tanur induksi dalam hal ini hanya karena stirring yang terjadi akan menghasilkan cairan yang lebih homogeny serta efisiensi penggunaan enerjinya lebih baik, namun demikian tanur induksi memerlukan infrastruktur yang lebih kompleks dibandingkan furnace listrik sehingga menuntut investasi dan utilisasi yang lebih tinggi. Untuk memperpanjang umur induction furnace memperpanjang umur mesinnya, tentu perlakuannya tidak berbeda dengan mesin-mesin lain pada umumnya, antara lain: a. Gunakan secara proporsional, artinya tidak melampaui kemampuan mesin yang ditentukan oleh pabrikannya. b. Preventive maintenance yang terencana. c. Pengoperasian dengan benar sesuai dengan SOP. 4.5.8. Peleburan logam di furnace induksi Material yang mudah didapat untuk mengikat atau membersihkan terak pada permukaan cairan logam, pada prinsipnya, slag removing pada besi cor dan baja sama saja, dengan dibantu slag remover, hanya saja karena melting temperature peleburan baja jauh lebih tinggi, maka slag yang terjadipun lebih cair dan lebih sukar untuk di removal Slag muncul dari: a. Lining furnace yang terkikis dan atau bereaksi dengan cairan. 53 http://digilib.mercubuana.ac.id/
b. Kotoran yang berasal dari bahan baku dan c. Reaksi antara O2 diudara dengan unsur logam dalam cairan. Jadi untuk memudahkan penyingkiran slag, maka langkah awal adalah dengan cara menyedikitkan produksi slag, yaitu : a. Memilih lining tanur yang sesuai dengan bahan yang dilebur b. Menggunakan bahan baku yang bersih dan mengurangi oksidasi (misalnya: mengeliminasi kontak antara cairan dengan udara, frekuensi kerja tanur maupun daya harus tinggi dsb). Pada peleburan dengan furnace induksi, semakin sedikit slag yang terjadi, maka removalnya akan lebih mudah. 4.6. Macam-macam dapur induksi menurut frekuensi dibagi menjadi tiga 1. Tinggi 2. Menengah dan 3. Rendah. Masing-masing jenis tersebut berkisar antara berapa frekuensinya : Pada umumnya furnace induksi didesign dengan frekuensi kerja 1. Tinggi (>10000 Hz) biasanya digunakan di laboratorium penelitian bahan. 2. Menengah (500-10000 Hz) untuk baja dan non ferro) dan 3. Rendah (50-150 Hz) untuk besi cor. Robuta (Top Cap), sebagai penutup furnace ketika charging. Fungsi robuta (top cap) furnace adalah: a. Mengurangi luapan (heat loss) keatas. b. Mengurangi kontaminasi udara ke cairan (O2, H2, N2) c. Safety. Dengan menggunakan top cup maka: a. Efisiensi penggunaan enerji panas naik, sehingga biaya proses lebih murah. b. Kandungan O2, H2 dan N2 dalam cairan (khususnya logam) rendah sehingga mengurangi proses deoksodasi, degassing serta mencegah terjadinya banyak senyawa. d. Bagi operator tentu meningkatkan kenyamanan dan jaminan keamanan dalam bekerja. Jadi, gunakan top cap jika memang tersedia pada furnacenya. 54 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pengaruhnya terhadap baja yaitu Kalor peleburan yang rendah akan mengakibatkan proses pemanasan menjadi lama, dengan demikian akan memberikan peluang oksidasi yang lebih banyak. Jadi efeknya: a. Terbentuk oksida yang lebih banyak baik itu berupa terak yang naik kepermukaan ataupun partikel-partikel inklusi. b. Losses yang juga banyak, sehingga unsur-unsur terkandung yang mudah teroksidasi akan susut lebih banyak. Pada proses peleburan baja, dituntut kecepatan melting yang tinggi jadi butuh kalor (atau daya listrik) yang besar, dengan demikian cairan akan lebih bersih dan losses lebih rendah (murah). Tujuan adjusment furnace induksi dengan pig iron a. Bahan baku peleburan besi cor pig iron, return scrap kiriko dan besi tua (disortir berdasarkan ketebalan). Adapun steel scrap hanya digunakan bila kita butuh menurunkan kandungan C. b. Penggunaan steel scrap yang berlebihan, karena kandungan unsurnya yang sangat bermacam-macam, akan menambah unsur-unsur kandungan yang tidak dikehendaki oleh besi cor, sehingga (karena return scrapnya digunakan kembali) pada suatu saat akan menjadi terlalu tinggi dan membuat komposisi besi cor kita tidak sesuai lagi dengan standar-standarnya. c. Proses peleburan dengan menggunakan bahan baku utama steel scrap, disebut dengan sinthetic melting, tampaknya bersih namun biayanya tinggi serta membuat komposisi besi cor menjadi tidak hanya C, Si, Mn, P dan S. Ladle tromol pada furnace induksi dan kapasitasnya furnace induksi merupakan salah satu jenis dari tanur berbahan bakar listrik. Digunakan untuk melebur semua material yang dapat dialiri oleh medan magnet induksi. Medan magnet tersebut diubah menjadi arus listrik (Edy crrent) yang karena adanya tahanan listrik pada material, maka terjadilah panas. Material tersebut adalah logam. Jadi, mengingat slag Tin (SnO) bukan logam, maka dia tidak dapat dialiri medan magnet induksi sehingga tidak akan terjadi panas.
55 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Proses kerja Induction Furnace HF (High Frekuensi) 50-400 HZ. 3 ton 2000KW dengan trafo 20 KV/625V kapasitas trafo 2500KVA induksi dengan frequensi 50-400 Hz masih tergolong pada low freq. Daya 2000 kW untuk kapasitas 3 ton termasuk besar, mengingat furnace jenis ini hanya baik digunakan untuk peleburan besi cor (karena stirring yang besar) dan secara empirik besi cor membutuhkan Tanur enerji peleburan sebesar 650 kWh/ton. Tentu bila ferquensi dinaikkan maka kw akan ikut naik sebab sebagian daya akan digunakan untuk menaikkan frequensi tersebut. Menentukan suhu lebur dan di titik tuang. Ada dua cara untuk menentukan suhu yaitu dihitung berdasarkan komposisi bahan paduan Anda atau diperkirakan berdasarkan diagram fasanya (lihat ASM Metals Handbook vol 15). Dari perhitungan maupun perkiraan tersebut Q memperoleh temperatur liquidus, yaitu temperatur paduan pada saat mulai mengalami pengintian atau pembekuan serta temperatur solidus, yaitu temperatur paduan pada saat seluruh cairan telah membeku. Untuk menetapkan suhu tuang, harus Anda perhatikan kondisi proses, karena sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembekuan. Misalnya produk tipis, komposisi dengan C rendah, kondisi cetakan yang sangat padat ataupun dingin dan jumlah cetakan yang akan dicor tentu menuntut suhu cor yang tinggi. Untuk baja biasanya saya tambahkan 150 oC dari suhu liquidusnya. Sebaliknya untuk produk tebal dst tentu Anda bisa tambahkan hanya 50 oC. Jdi untuk menetapkannya sangat tergantung dari proses Anda.Mengukur suhu cairan logam dapat dilakukan dengan menggunakan thermocouple yang untuk suhu 1400 oC tentu harus menggunakan jenis PtRh-Pt atau secara optik dengan menggunakan optical thermometer yang membandingkan warna pijar cairan dengan pijar kawat wolfram.
56 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.6.1
Rumus-rumus untuk perhitungan frekuensi pencapaian panas dalam furnace induksi Rumus peleburan sebagai berikut : Q = Q1 + Q2 + Q3 Dimana Q1 adalah kalor pemanasan dari T ruang sampai T lebur, Q2 adalah kalor yang dibutuhkan untuk mengubah fasa padat logam menjadi cair, dan Q3 adalah kalor pemanasan dari T lebur sampai T tapping yang dibutuhkan. Untuk menghitung Q1, Q2, Q3 gunakan rumus: Q1 = m.C1.DT1 Dimana m adalah masa bahan yang dilebur, C1 adalah kalor spesifik bahan dan DT1 adalah kenaikan suhu dari suhu ruang s/d suhu lebur. Q2 = m.L Dimana L adalah kalor laten bahan yang dilebur Q3 = m.C2.DT2 Dimana C2 adalah kalor spesifik bahan dalam keadaan cair dan DT2 adalah kenaikan suhu dari suhu lebur ke suhu tapping.
4.7. Problem pada melting line dibuat A3 report untuk diminta pihak perusahaan dan syarat untuk pengajuan surat keterangan kerja praktek.
57 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 4.3. Problem pada melting line. (Sumber: Data Pribadi)
No
1
Problem
Ilustrasi
Baller pada saat diangkat dengan hanger kadangkadang jatuh.
Hanger Baller (Scrap yg sudah di pres)
Tumpul
2
Saat membuka robuta, Molten metal memercik ke luar furnace.
Cairan Molten Metal
3 Ton
Scrap ke luar pagar
3
Scrap
Scrap menonjol keluar area bunker. Bunker
No
Saran
1
Ujung hanger yang bersentuhan langsung dengan baller harus tajam.
Ilustrasi
Status
Hanger
Tajam
Volume molten metal di kurangi dan di standarkan.
Tajam
Baller (Scrap yg sudah di pres)
Tutup robuta terbuka
2
Furnace
Cover bunker diganti plate
3
Pagar di ganti dengan plate. Bunker
58 http://digilib.mercubuana.ac.id/