FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KESIAPSIAGAAN BENCANA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
Manuscript
Oleh: BENI SUDIASTONO NIM: G2A213048
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2015
http://jurma.unimus.ac.id
2
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Manuscript dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Dan Sikap Kesiapsiagaan Bencana Pada Mahasiswa Keperawatan Universitas MuhammadiyahSemarang
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan Semarang, April 2015
Pembimbing I
Ns. Yunie Armiyati, M.Kep, Sp.KMB
Pembimbing II
Ns. Ernawati, S.Kep, M.Kes
http://jurma.unimus.ac.id
3
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan bencana pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang Beni Sudiastono 1), Yunie Armiyati 2), Ernawati 3) 1)
Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes UNIMUS,
2,3)
Dosen prodi Keperawatan Fikkes Unimus
Email:
[email protected].
[email protected].
[email protected]
Abstrak Pelaksanaan kesiapsiagaan bencana merupakan bagian yang penting bagi perawat secara khusus di Indonesia yang merupakan daerah rawan bencana. Pengetahuan dan sikap adalah hal penting yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan kesiapsiagaan bencanadan bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan faktor-faktor karakteristik pada mahasiswa lalu menghubungkannya dengan pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan bencana. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 40 mahasiswa keperawatan, dengan metode total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87.5% responden memiliki pengetahuan kesiapsiagaan bencana yang cukup dan sebagian besar memiliki sikap yang mendukung terhadap pelaksanaan kesiapsiagaan bencana. Hasil ujiChi-Square menujukkan tidak ada hubungan antara varibel jenis kelamin, pendidikan kesiapsiagaan bencana, asal tempat tinggal, pengalaman kesiapsiagaan bencana, dan latar belakang informasional kesiapsiagaan bencana dengan variebel pengetahuan dan sikap dengan p>0.05. Berdasarkan hasil penelitian rekomendasi yang dapat diberikan adalah perlunya materi kesiapsiagaan bencana di dalam kurikulum kegawat daruratan untuk membantu mahasiswa agar mampu menganalisa resiko ancaman bencana di suatu daerah. Kata Kunci
: Kesiapsiagaan, bencana, pengetahuan, sikap
Abstract Implementation of disaster preparedness is an important part for nurses especially in Indonesia, which most of the area are prone to suffer from a disaster. Knowledge and attitudes are key aspects related to personal practices in disaster preparedness, but yet it also influenced by several factors. The purpose of this study was to describe the charactheristic factors of student correlate with their knowledge and attitude to disaster preparedness. This study took a sample of 40 nursing students, with a total sampling method. The results showed that 87.5% of the respondent has enough knowledge of disaster preparedness and most them have a positive attitude towards disaster preparedness practices. Chi-Square test results also showed no correlation between respondent demographic variables gender, education, disaster preparedness, the origin place of residence, experience of disaster preparedness, and disaster preparedness informational background with variebel of knowledge and attitudes with p> 0.05. The recommendation can be given based on this research is necessity to include materials of disaster preparedness in the curriculum of emergencies perhaps it will assists the students to be able to analyze the risk of disaster hazards in an area. Keywords: disaster, preparedness, knowledge, attitude
http://jurma.unimus.ac.id
4
PENDAHULUAN Semarang sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah dengan jumlah penduduk yang padat dan rawan terhadap bencana. Menurut BNPB (2011), Kota Semarang memiliki indeks rawan bencana 87 (tinggi: Skor > 35). Indeks ini dinilai dari beberapa elemen seperti kerawanan pada daerah tersebut terhadap resiko bencana, jumlah kepadatan penduduk, potensi korban jiwa dan perkiraan fasilitas yang hancur saat terjadi bencana. Data informasi bencana Indonesia (DIBI) mulai tahun 1815 – 2014, pada Lampiran 4 tercatat banyak kejadian bencana di Semarang, mulai dari banjir, tanah longsor, kebakaran pemukiman, angin kencang, dan gelombang pasang. Namun yang paling banyak menimbulkan korban jiwa bagi masyarakat kota Semarang adalah banjir dan tanah longsor (Data & Informasi Bencana Indonesia, 2014).
Potensi bahaya lain yang juga sering terjadi di daerah urban atau perkotaan adalah bahaya kebakaran bangunan terutama gedung bertingkat. Proses penyelamatan korban pada saat kejadian bencana di dalam gedung bertingkat tidaklah mudah, apalagi bila bangunan tersebut tidak memiliki prosedur evakuasi yang jelas dan dimengerti oleh penghuninya. Proses penanganan jumlah korban jiwa yang besar pada fasilitas gedung bertingkat memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Pengetahuan pribadi dalam kesiapan bencana belum menjamin kesiapan mereka dalam melakukan aplikasinya di lapangaan.Seperti yang dikatakan oleh Pangesti (2012), tentang gambaran tingkat pengetahuan dengan aplikasi kesiapan bencana pada mahasiswa keperawatan di sebuah universitas di Indonesia, yaitu bahwa tingkat pendidikan tidak menjamin kemampuan mereka dalam mengaplikasikan langkah-langkah tersebut di lapangan.
Salah satu cara untuk memutus rantai kemungkinan tingginya jumlah korban jiwa saat terjadi bencana adalah dengan mempersiapkan sumber daya manusia, termasuk didalamnya tenaga kesehatan dalam pelaksanaan kesiapsiagaan bencana. Ketidakmampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi kejadian bencana ini terlihat dari banyaknya tenaga kesehatan dan keluarganya yang menjadi korban sehingga upaya penanggulangan krisis terhambat. Hal ini dijelaskan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 066/MENKES/SK/II/2006 (p:12).
Tenaga kesehatan perlu meningkatkan kemampuan mereka di dalam melakukan observasi tentang potensi bahaya bencana apa saja yang bisa terjadi di lingkungan mereka. Namun untuk
http://jurma.unimus.ac.id
5
bisa melakukan suatu observasi yang baik sangat bergantng pada seberapa jauh persepsi dan sikap setiap individu untuk menerima informasi mengenai langkah-langkah kesiapsiagaan bencana.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membentuk kesiapsiagaan perawat dalam manajemen bencana.Pertama, adalah pelatihan, praktek periodik, termasuk pendidikan resmi sangat esensial dalam suksesnya kesiapsiagaan bencana (Adelman & Legg, 2009).Kedua, adalah tenaga perawat harus benar-benar sadar bahwa mereka sedang dipersiapkan untuk penanganan suatu bencana, dan peran mereka adalah sangat penting dalam rantai penanganan bencana (Fung, Loke & Lai, 2008).Pemahaman yang baik akan tahapan persiapan dan manajemen bencana sangat perlu untuk diketahui oleh seluruh mahasiswa program studi keperawatan UNIMUS demi meningkatkan efektifitas dalam proses observasi, perencanaan, mitigasi dan penyelamatan seluruh pengguna bangunan kampus. Pola pikir yang tepat dari setiap mahasiswa akan menunjukan kesiapan dan ketangguhan mahasiswa tersebut dalam menghadapi situasi apapun baik di keluarga, di dalam dan luar fasilitas kampus UNIMUS. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan dengan sikap kesiapsiagaan bencana pada mahasiswa program studi ilmu keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS).
METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasionaluntuk menggambarkan pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan bencana pada mahasiswa program studi keperawatan UNIMUS. Sampel yang dipilih untuk penelitian kali ini adalah mahasiswa semester 8 program studi S1 keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS), yang berjumlah 40 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode seluruh sampel (total sampling), pada seluruh mahasiswa S1 keperawatan UNIMUS.
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisa secara univariat dan bivariat(Chi Square) untuk mendapatkan seberapa besar hubungan korelasional antar variabel. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Chi Squaredikarenakan seluruh data yang diperoleh adalah data yang bersifat kategorik.
http://jurma.unimus.ac.id
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian di dapatkan bahwa karakteristik mahasiswa program studi S1 keperawatan UNIMUS, adalah sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 23 orang dengan prosentasi 57.5%, dengan rentang usia antara 20-24 tahun, serta mayoritas berasal dari kota-kota dengan indeks rawan bencana yang tinggi yaitu 47.5%.
Penelitian berdasarkan penerimaan pendidikan bencana pada mahasiswa program studi S1 keperawatan UNIMUS menunjukan bahwa 97,5% telah mendapatkan pendidikan tentang kebencanaan sebelumnya, namun sebagian besar belum pernah memiliki pengalaman berhadapan secara langsung dengan kejadian bencana sebelumnya, yaitu 55%. Peningkatan pengetahuan dan informasi personal mengenai bencana, sebanyak 55% dari mahasiswa masih menggunakan media komunikasi lain seperti media televisi (TV), radio, ataupun melalui kursus dan pelatihan pada lembaga non pendidikan.
Pengukuran hasil penelitian tentang pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan bencana pada mahasiswa program studi keperawatan UNIMUS menunjukan bahwa 35 responden atau 87.5% termasuk di dalam kelompok dengan pengetahuan cukup, dengan perbandingan antara sikap yang mendukung dan tidak mendukung adalah merata 50% (Tabel 1) Tabel 1 Distribusi Responden Mahasiswa S1 Keperawatan UNIMUS Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Kesiapsiagaan Bencana, April 2015 (n=40)
Variabel Pengetahuan
Sikap
Kelompok Kelompok atas (Baik) Kelompok sedang (Cukup) Kelompok bawah (Kurang) Mendukung Tidak Mendukung
Nilai Frekwensi 3 35 2 20 20
Persentase (%) 7.5 87.5 5 50 50
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin, penerimaan pendidikan bencana sebelumnya, asal tempat tinggal, pengalaman menghadapi bencana sebelumnya dan sumber nformasi yang digunakan dengan pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan bencana mahasiswa UNIMUS, yang dilihat dari nilai p value>0.05 (Tabel 2 dan 3).
http://jurma.unimus.ac.id
7
Tabel 2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan kesiapsiagaan bencana mahasiswa keperawatan UNIMUS, April 2015 (n=40)
Variabel Independen Jenis kelamin Pendidikan bencana Kota asal tinggal Pengalaman bencana Sumber informasi kebencanaan
Variabel Dependen
Baik 7 7 6 6 6
Pengetahuan
Nilai f Kurang 33 33 34 34 34
Nilai p 0.373 1.000 0.629 1.000 0.398
Hasil peneltian diperoleh bahwa perbedaan proporsi jenis kelamin belum membawa pengaruh yang signifkan terhadap peningkatan pengetahuan kesiapsiagaan bencana (p > 0.05).Namun peneliti masih berpendapat bahwa hal ini tidaklah mutlak karena selain itu jumlah sampel yang sedikit, juga karena masih ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan mahasiswa, baik itu pengalaman maupun juga budaya keseharian mahasiswa tersebut. Melihat kenyataan ini tidak berarti bahwa setiap perawat tidak perlu dipersiapkan untuk menghadapi bencana. Nugroho, Kristanto, Andari dan kawan-kawan (2012) mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan sesuatu yang bersifat permanen dan tidak bisa dijadikan sebagai alat analisis untuk memprediksi realita kehidupan. Sebaiknya agar kedua kelompok tersebut dapat bergotongroyong dalam mengurangi efek akibat bencana.
Hasil penelitian disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan kesiapsiagaan bencana yang berarti antara mahasiswa yang belum dengan yang sudah menerima pendidikan bencana sebelumnya. Keadaan ini sangat beralasan karena apabila dilihat kembali hampir sebagian besar latar belakang pendidikan kebencanaan
responden berbicara tentang seputar masalah
manajemen penanganan korban bencana seperti BLS, BTCLS, dan Disaster Manajemen, sedangkan Kurikulum kegawatdaruratan (KGD) sendiripun yang diajarkan di bangku kuliah lebih banyak membahas pada bagian manajemen respon dan penanganan korban bencana, mulai dari bagaimana mengaktifasi respon darurat hingga manajemen korban di penampungan. Pandangan ini menyebabkan pengertian mahasiswa akan penanganan bencana hanya terfokus pada fase respon dan penanganan korban (tunnel vision), dan melupakan elemen lain yang juga bisa menyelamatkan banyak jiwa di lapangan, yaitu kesiapsiagaan bencana.
http://jurma.unimus.ac.id
8
Hasil penelitian kali ini ditemukan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan kesiapsiagaan bencana yang signifikan antara mahasiswa yang berasal dari Semarang maupun dari luar kota Semarang, hal ini dilihat dari nilai p = 0.629>0.05. Bila melihat persentase jumlah mahasiswa yang bertempat tinggal didaerah rawan bencana, yaitu 47.5% dan 45% diantaranya pernah menghadapi situasi bencana sebelumnya. Keadaan ini sudah barang tentu akan membentuk karakter kuat dalam melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan bencana. Tetapi kebanyakan dari kita terkadang lantas menjadi lebih percaya pada kondisi yang aman yang lama dan menunggu hingga kejadian bencana terjadi lalu baru melakukan tindakan, sebagai contoh di setiap instansi pemerintah masih jarang kita jumpai tempat berkumpul darurat bila sewaktu-waktu terjadi bencana.Hal ini juga seperti yang diungkapkan oleh Maarif, Pramono, Kinseng dan kawankawan (2012) yang meneliti tentang pengetahuan masyarakat di sekitar gunung merapi. Adanya bendungan penahan lahar (SABO), dan teknologi mitigasi bencana lainnya membuat mereka semakin nyaman akan keamanan daerahnya
Penulis secara khusus melihat bagaimana norma yang dikembangkan di wilayah kampus dan tempat tinggal mahasiswa tentang sikap mereka terhadap resiko ancaman bencana. Pada sesi dengar pendapat setelah pengambilan data, didapatkan bahwa kebanyakan dari mahasiswa masih belum mengetahui budaya pengenalan akan resiko ancaman bencana yang baik, sebagai contoh mereka tidak mengetahui berapa pintu darurat yang mereka miliki di gedung kuliah. Faktor kenyamanan dan keamanan di kampus juga daerah sekitarnya, penulis anggap sebagai faktor yang bisa membuat mahasiswa menjadi terlena.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana yang signifikan antara yang sudah pernah menghadapi situasi bencana dengan yang belum pernah, yaitu dengan nilai p = 1.000 (p>0.05). Penulis berkeyakinan bahwa hal ini terjadi karena efek dari bencana itu sendiri tidak sampai menimbulkan dampak negatif yang besar pada mahasiswa itu sendiri. Oleh sebab itu kesempatan untuk ikut serta di dalam pelatihan-pelatihan evakuasi bencana ataupun menjadi sukarelawan ditempat-tempat bencana secara nyata akan sangat berguna untuk mendapatkan gambaran tentang langkah-langkah kesiapsiagaan bencana.
http://jurma.unimus.ac.id
9
Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa p value adalah 0.398 artinya nilai p>0.05. Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dari mana mahasiswa mendapatkan informasi tentang kebencanaan dengan pengetahuan kesiapsiagaan bencana. Menurut peneliti hasil ini juga masih dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor teknis penggunaan media informasi sebagai sumber informasi bencana. Faktor sosial adalah apakah yang dilakukan mahasiswa tersebut dengan akses terhadap sumber informasi yang ia miliki. Kebanyakan masih menggunakan hanya sebatas hiburan dan media sosial.Faktor teknis adalah apakah mahasiswa mengerti tentang pesan yang disampaikan. Karena terkadang media berita bisa menimbulkan persepsi yang salah pada pendengarnya Motoyoshi (2012).
Tabel 3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap kesiapsiagaan bencana mahasiswa keperawatan UNIMUS, April 2015 (n=40)
Variabel Independen Jenis kelamin Pendidikan bencana Kota asal tinggal Pengalaman bencana Sumber informasi
Variabel Dependen Sikap
Nilai f Mendukung Tidak Mendukung 20 20 20 20 20 20 6 34 6 34
Nilai p 0.523 1.000 0.273 0.341 0.111
Hasil penelitian terhadap hubungan jenis kelamin dengan sikap kesiapsiagaan bencana pada mahasiswa S1 program studi keperawatan UNIMUS didapatkan nilai p value = 0,523(p >0.05). Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin mahasiswa keperawatan UNIMUS dengan sikap kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi bencana.
Penulis memiliki pandangan bahwa kejadian ini juga terpengaruh oleh kultur kebudayaan masyarakat Indonesia yang masih menyerahkan sepenuhnya urusan rumah tangga kepada perempuan. Hal ini merupakan tantangan khususnya bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan pola pendidikan kesiapsiagaan bencana berbasis keluarga, sehingga selain akan meningkatkan ketahanan masyarakat menghadapi bencana, hal ini juga akan membantu pemerintah karena hampir sebagian besar tenaga perawat kesehatan adalah perempuan.
http://jurma.unimus.ac.id
10
Hasil penelitian terhadap hubungan antara menerima pendidikan bencana sebelumnya dengan sikap kesiapsiagaan bencana menunjukkan bahwa p value adalah 1.000 artinya nilai p>0.05.Disimpulkan bahwa Sikap kesiapsiagaan bencanamahasiswa yang pernah menerima pendidikan tidak jauh berbeda dengan yang belum menerima pendidikan kesiapsiagaan bencana.
Penulis berkeyakinan bahwa pendidikan kurikulum kebencanaan saat ini yang masih berfokus pada pendidikan yang membahas tentang proses penyelamatan dan evakuasi korban, namun tidak pada fase persiapan pra-bencana, kemungkinan menjadi penyebab kurangnya sikap kesiapsiagaan pada mahasiswa S1 keperawatan UNIMUS. Selain itu kondisi ini juga bisa disebabkan karena belum adanya pelatihan-pelatihan kesiapsiagan bencana di lokasi kampus baik mulai dari table top exercise maupun langsung di lapangan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tempat tinggal asal dengan sikap kesiapsiagaan bencananilai p valueadalah 0.273 (p>0.05). Menurut pandangan penulis tidak adanya hubungan antara sikap kesiapsiagaan bencana dengan asal tempat tinggal disini, lebih cenderung dipengaruhi oleh beberapa faktor.Pertama, belum banyaknya sosialisasi kegiatan kesiapsiagaan bencana oleh pemerintah daerah, ditambah kegiatan pelatihan menghadapi situasi bencana masih belum pernah dilakukan di UNIMUS sendiri.
Kedua, karena rata-rata usia mahasiswa yang diteliti berkisar dri umur 21-24 tahun. Usia ini merupakan peralihan dari masa remaja menuju dewasa yang bisa mengemban tanggung jawab. Hasil penelitian hubungan antara pengalaman menghadapi bencana di masa lalu dengan sikap kesiapsiagaan bencana menunjukan nilai p = 0.341 atau tidak ada hubungan yang berarti antara kedua variabel. Sikap kesiapsiagaan bencana mahasiswa dengan pengalaman mengalami bencana di masa lalu dalam kebencanaan tidak jauh berbeda dengan yang belum.
Motoyoshi (2012) mengatakan bahwa pelaksanaan langkah kesiapsiagaan bencana bergantung kepada sikap seseorang untuk menerima atau menyadari resiko bencana dan tanggung jawab diri dalam menghadapi bencana. Hal ini terlihat dari beberapa alasan mengapa penduduk tidak mengikuti pelatihan bencana 18.1% diantaranya mengatakan bahwa mereka tidak hadir karena tidak tertarik, dan 4.2% tidak merespon sama sekali.
http://jurma.unimus.ac.id
11
Jadi kesimpulan penulis disini adalah kemungkinan besar aktivitas pengalaman bencana mahasiswa masih belum bisa menyampaikan pesan resiko bencana yang sebenarnya bagi mahasiswa. Hal tersebut mungkin bisa terjadi karena mereka tidak terdampak secara fisik langsung oleh bencana tersebut atau karena pada usia mereka antara 21-24 tahun belum menyadari akan peran tanggung jawab diri dalam kesiapsiagaan bencana.
Hasil uji Continuity Correction didapatkan hasil p = 0.111, artinya sumber informasi yang digunakan oleh mahasiswa keperawatan UNIMUS tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan sikap kesiapsiagaan bencana. Sikap kesiapsiagaan bencana mahasiswa yang memanfaatkan berita dan informasi dari media masa tidak jauh berbeda dengan memanfaatkan dunia internet. Hal yang sama juga ditemukan oleh Motoyoshi (2012) yang menemukan bahwa penduduk tidak bisa mempercayai adanya ancaman bahaya banjir dilingkungan mereka karena mereka begitu percaya dengan berita di media sosial tentang pembangunan fasilitas pengaman banjir. Penulis yakin bahwa hal ini disebabkan oleh karena pengaruh pemberitaan media masa elektronik seperti TV, Radio terkadang tidak proporsional atau hanya menjadi sarana bagi sponsor untuk menyampaikan pesannya, hal itu terkadang menyebabkan seseorang memiliki pengertian yang salah akan realita yang sebenarnya. Faktor kedua yang ditekankan penulis disini adalah usia peralihan dari remaja ke dewasa yang mungkin menyebabkan belum tingginya kesadaran mahasiswa terhadap peran tanggung jawab mereka dalam keadaan bencana.
PENUTUP Penulis dalam penelitian kali ini memberikan perhatian khusus terutama di dalam perbaikan kurikulum pendidikan perawat tentang kebencanaan di Indonesia.Institusi perlu melakukan perbaikan kurikulum pengajaran tentang kegawat daruratan juga memasukan material tambahan tentang konsep kesiapsiagaan bencana. Pokok materi yang perlu ditekankan yaitu 1) konsep kesiapsiagaan bencana, 2) pengetahuan tentang bencana dan klasifikasinya, efek, dan periode bencana, 3) fase dasar bencana dan kegiatan di dalamnya dan 4) pengkajian resiko, identifikasi ancaman dan analisa kerentanan terhadap bencana, tanpa pengenalan Peningkatan kemampuan perawat di dalam kesiapsiagaan bencana juga tidak terlepas dari seberapa jauh mahasiswa dilibatkan
secara aktif di lapangan atau praktek darurat riil (mock dril) di dalam fasilitas
kampus, dengan mengemban tanggung jawab tertentu disertai dengan pengawasan dari institusi pendidikan.
http://jurma.unimus.ac.id
12
DAFTAR PUSTAKA Adelman, D., & Legg, T. (2009). Disaster nursing: A handbook for practice. (pp: 138) Jones & Bartlett Publishers. BNPB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012). Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana,Jakarta, 2-20. Fung, O. W., Loke, A. Y., & Lai, C. K. (2008). Disaster preparedness among Hong Kong nurses. Journal of advanced nursing, 62(6), 698-703. Indonesia, Data & Informasi Bencana. "DesInventar." (2014). bnpb Web Site. http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id&continue=y&lang=ID Diunduh 25 November 2014. Ma'arif, S., Pramono., dkk (2008). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana; (pp: 2). Jakarta. Motoyoshi, T. (2006). Public perception of flood risk and community-based disaster preparedness. A better integrated management of disaster risks: Toward resilient society to emerging disaster risks in megacities. Tokyo, Japan: Terrapub, 121-134.
http://jurma.unimus.ac.id