Itikad Terbaik (Utmost Good Faith) Prinsip utmost good faith (itikad terbaik) merupakan prinsip bahwa setiap tertanggung berkewajiban memberitahukan secara jelas dan teliti mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan serta tidak mengambil untung dari asuransi. Prinsip ini juga berlaku bagi perusahaan asuransi, yaitu kewajiban menjelaskan risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan secara jelas dan teliti. Kewajiban untuk memberikan fakta penting tersebut berlaku:
Sejak perjanjian mengenai asuransi dibicarakan sampai polis keluar. Pada saat perpanjangan polis. Pada saat terjadi perubahan pada polis dan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perubahan itu.
Prinsip ini menjadi sangat penting, karena:
Secara umum tertanggung mengetahui lebih lengkap obyek yang akan diasuransikan dibandingkan dengan penanggung. Perhitungan besarnya premi sangat dipengaruhi oleh beban risiko.
Fakta-fakta yang harus diungkapkan tertanggung
Situasi dan kondisi obyek, secara internal maupun eksternal (lingkungan sekitar); Pengalaman klaim yang pernah ada; Pengalaman penutupan asuransi sebelumnya; Fakta teknis lainnya yang diketahui.
(konstruksi, barang yang ada, dll)
Contoh: Seseorang harus menjelaskan konstruksi bangunan yang sebenarnya pada saat akan menutup asuransi. Sebab konstruksi bangunan dapat dikamuflase dengan wall paper atau cat. Fakta yang harus diungkapkan penanggung (melalui agen)
Menjelaskan risiko yang dijamin dan pengecualiannya; Memberitahukan besarnya premi sesuai dengan peraturan; Memberikan penjelasan tentang prosedur klaim; Informasi lain yang diperlukan.
Pelanggaran prinsip utmost good faith: 1
Pernyataan atau keterangan yang salah tetapi bukan karena kesengajaan; Pernyataan atau keterangan yang salah yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan keuntungan;
PT. Sarana Lindung Upaya | Jl. Kelud Raya No. 58 Semarang
Orang dikatakan memiliki insurable interest atas obyek yang diasuransikan bila orang tersebut menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah atas obyek tersebut. Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa orang tersebut tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka orang tersebut tidak berhak menerima ganti rugi. Contoh: Bapak A mengasuransikan rumah tetangganya (Bapak B). Pada saat terjadi musibah atas rumah tersebut, Bapak A mengajukan klaim ke Asuransi XYZ. Bagaimana penyelesaiannya? XYZ akan menolak klaim tersebut.
Kapan insurable Interest itu harus ada?
Untuk jenis asuransi harta benda (properti), insurable interest harus ada pada saat membeli asuransi dan pada saat terjadi klaim. Untuk asuransi marine cargo, yang status barangnya adalah barang dagangan, insurable interest harus ada pada saat klaim terjadi. Alasannya adalah selama dalam perjalanan, barang dagangan tersebut dapat berganti pemilik karena proses jual beli.
Untuk asuransi jiwa, insurable interest harus ada pada saat membeli asuransi.
Ganti Rugi (Indemnity) Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka penanggung akan memberi ganti rugi kepada tertanggung sesuai dengan prinsip indemnity (indemnitas). Namun demikian, tertanggung tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang diderita. Metode pembayaran/pengganti kerugian bervariasi tergantung dari kerugian yang diderita oleh tertanggung. Jenisnya antara lain: 1. Tunai (cash), misalnya dalam asuransi kecelakaan diri, atau biaya perbaikan kendaraan yang rusak akibat kecelakaan; 2. Perbaikan (repair), misalnya bengkel mobil rekanan asuransi; 3. Reinstate, misalnya membangun kembali bangunan yang rusak akibat kerugian; 3
Mengganti (replace), misalnya untuk mesin-mesin, atau berlaku juga pada asuransi mobil.
PT. Sarana Lindung Upaya | Jl. Kelud Raya No. 58 Semarang
Perwalian (Subrogation) Prinsip subrogration (perwalian) ini berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Dengan kata lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka XYZ, setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. Mekanisme Aplikasi subrogasi
Tertanggung harus memilih salah satu sumber pengantian kerugian, dari pihak ketiga atau dari asuransi. Kalau tertanggung sudah menerima penggantian kerugian dari pihak ketiga, ia tidak akan mendapatkan ganti rugi dari asuransi, kecuali jumlah penggantian dari pihak ketiga tsb tidak sepenuhnya. Kalau tertanggung sudah mendapatkan penggantian dari asuransi ia tidak boleh menuntut pihak ketiga. Karena hak menuntut tersebut sudah dilimpahkan ke perusahaan asuransi.
Contoh: Kendaraan A ditabrak oleh kendaraan B. Kendaraan A diasuransikan ke XYZ. Setelah XYZ membayar klaim ke pihak A, maka XYZ bertindak atas pihak A dapat mengajukan klaim ke pihak B.
Kontribusi (Contribution) Walaupun sudah ditegaskan tidak diperbolehkan, tetapi mungkin saja seseorang mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan, maka secara otomatis berlaku prinsip contribution (kontribusi). Tertanggung tidak mungkin mendapatkan penggantian kerugian dari masingmasing perusahaan asuransi secara penuh. Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila perusahaan asuransi telah membayar ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka perusahaan berhak menuntut perusahaan asuransi lain yang terlibat dalam obyek tersebut untuk membayar bagian kerugian sesuai dengan prinsip kontribusi. 4
Contoh: Bapak A mengasuransikan satu unit rumah tinggal seharga 100 juta kepada tiga perusahaan asuransi:
PT. Sarana Lindung Upaya | Jl. Kelud Raya No. 58 Semarang
Asuransi A Asuransi B Asuransi C Total
= Rp 100.000.000 = Rp 50.000.000 = Rp 50.000.000 = Rp 200.000.000
Bila bangunan tersebut mengalami kerugian total, misalnya habis terbakar, maka maksimum ganti rugi yang Bapak A peroleh adalah dari: Asuransi A= Rp 100.000.000 / 200.000.000 X 100.000.000
= Rp 50.000.000
Asuransi B= Rp 50.000.000 / 200.000.000 X 100.000.000
= Rp 25.000.000
Asuransi C= Rp 50.000.000 / 200.000.000 X 100.000.000
= Rp 25.000.000
Total ganti rugi
= Rp 100.000.000
Dengan demikian jumlah ganti yang harus Bapak A terima dari ketiga perusahaan tersebut bukanlah Rp 200.000.000, melainkan hanya Rp 100.000.000 sesuai dengan harga rumah sebenarnya. Prinsip ini tidak berlaku bagi asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan diri yang berkaitan dengan meninggal dunia atau cacat tetap. Contoh: Bapak. A mempunyai polis Asuransi Jiwa A sebesar Rp 100.000.000, Asuransi Jiwa B sebesar Rp 50.000.000, dan Asuransi Jiwa C sebesar Rp 100.000.000. Kalau Bapak. A meninggal akibat kecelakaan yang dijamin oleh ketiga polis tersebut, maka ahli warisnya akan menerima santunan uang tunai (bukan ganti rugi) sebesar Rp 250.000.000.
Penyebab Yang Saling Berkaitan (Proximate Cause) Dalam praktek asuransi, kadang-kadang sangat sulit menetapkan suatu peristiwa yang dianggap sebagai penyebab yang paling dominan atau paling efisien menimbulkan kerugian, karena sering terjadi peristiwanya tidak merupakan peristiwa tunggal (single perils), tetapi merupakan rangkaian peristiwa yang saling berkaitan sehingga sering terjadi kontroversi dan perdebatan dalam menetapkan kejadian utama penyebab kerugian. Prinsip proximate cause (kausa proksimal) dapat menjadi solusi untuk masalah ini. 5
Contoh: Kapal kandas terkena batu karang di laut dan mengalami kebocoran. Untuk sementara dilakukan tindakan darurat dengan menambal kebocoran tersebut supaya kapal bisa segera menuju ke PT. Sarana Lindung Upaya | Jl. Kelud Raya No. 58 Semarang
pelabuhan terdekat. Namun di tengah jalan, tambalan terlepas dan kapal tenggelam. Faktor manakah yang menyebabkan kapal tenggelam? Peristiwa kandasnya kapal terkena batu karang atau karena tambalan kebocoran yang ada lepas? Penyelesaian :
Penyebab dominan tidak harus selalu penyebab pertama, atau penyebab terakhir. Penyebab yang paling aktif dan efisien menimbulkan kerugianlah yang dijadikan proximate cause. Sering juga terjadi dua peristiwa yang terjadi bersamaan, secara independent (tidak berkaitan) yang menimbulkan suatu kerugian/kerusakan.
Contoh: Terjadinya angin topan bersaman dengan kebakaran, yang tidak berkaitan, namun ada dua jenis kerugian, akibat kebakaran dan akibat angin topan. Ada juga suatu peristiwa kebakaran yang terjadi saat ada huru hara, yang masing-masing tidak berkaitan Penyelesaian :
Kalau dua kerugian tidak bisa dipisahkan, dan keduanya tidak dikecualikan dalam polis, dijamin. Kalau salah satu dikecualikan dan kerugiannya tidak bisa dipisahkan, tidak dijamin. Kalau bisa dipisahkan, hanya yang tidak dikecualikan yang dijamin asuransinya.
Dalam keadaan yang khusus, sering diperlukan suatu bantuan penetapan oleh para ahli atau profesional terkait, misalnya professional claim surveyor kebakaran.
6
PT. Sarana Lindung Upaya | Jl. Kelud Raya No. 58 Semarang