NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI WIWIT DAN TINGKEBAN PERTANIAN DI DESA WONOKERTO KECAMATAN BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014
SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam Pada Jurusan Tarbiyah
Disusun Oleh
MUHAMMAD TAUFIQUR RIYADI NIM. 111 10 042
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2015
NOTA PEMBIMBING Lamp Hal
: 5 Eks : Naskah Skripsi Saudara Muhammad Taufiqur Riyadi
Kepada Yth: Ketua STAIN Salatiga Di Salatiga ASSALAMU’ALAIKUM, WR. WB Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : Muhammad Taufiqur Riyadi NIM : 11110042 Jurusan : Tarbiyah/ Pendidikan Agama Islam Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI WIWIT DAN TINGKEBAN PERTANIAN DESA WONOKERTO KECAMATAN BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 Dengan ini mohon agar skripsi saudara tersebut diatas segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. WASSALAMU’ALAIKUM, WR.WB
Salatiga, Nopember 2014 Pembimbing
Drs. Juz'an, M.Hum NIP 19611024 198903 1 002
ii
SKRIPSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI WIWIT DAN TINGKEBAN PERTANIAN DI DESA WONOKERTO KECAMATAN BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014
DISUSUN OLEH MUHAMMAD TAUFIQUR RIYADI NIM. 11110042
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tanggal ...................... dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
:
________________
Sekretaris Penguji
:
________________
Penguji I
:
________________
Penguji II
:
________________
Penguji III
:
________________
Salatiga, Ketua STAIN Salatiga
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd NIP. 196701121992031005
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: MUHAMMAD TAUFIQUR RIYADI
NIM
: 11110042
Judul Skripsi
: NILAI-NILAI
PENDIDIKAN
ISLAM
DALAM
TRADISI WIWIT DAN TINGKEBAN PERTANIAN DESA WONOKERTO KECAMATAN BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak ada karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis di dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Salatiga, Yang Menyatakan
Muhammad Taufiqur R.
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
…… Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS Al Baqarah: 197)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Bapak dan Ibuku tercinta, yang selalu mendukung, mendo'akan dan memberikan segalanya baik moral maupun spritual bagi kelancaran studi, semoga Allah senantiasa meridhoinya. 2. Sahabat terdekatku Helmi dan Amalia yang selalu membantu dan mendorong belajar bersama selama masa kuliah. 3. Teman hatiku Venia dan Sekeluarga yang setiap saat mendoakan dan memberi semangat dalam pembuatan skripsi sampai dengan selesai, semoga Allah memberi sesuatu yang terbaik untuk semuanya baik dunia maupun akhirat nanti. 4. Rekan-rekan Mahasiswa STAIN Salatiga
v
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb yang Maha Rahman dan Rahim yang telah mengangkat manusia dengan berbagai keistimewaan. Dan dengan hanya petunjuk serta tuntunan-Nya, penulis mempunyai kemampuan dan kemauan sehingga penulisan skripsi ini bisa terselesaikan. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Uswatun Khasanah Nabi Muhammad SAW, semoga beliau senantiasa dirahmati Allah SWT. Amin. Sebagai insan yang lemah, penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini bukanlah merupakan tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan serta kemauan dan bantuan dari berbagai pihak, maka terselesaikanlah skripsi yang sederhanan ini dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI WIWIT DAN TINGKEBAN PERTANIAN DESA WONOKERTO KECAMATAN BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014” Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih yang tiada taranya kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. 3. Bapak Rasimin, S.PdI, M.Pd, selaku Kaprodi PAI Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. 4. Bapak Drs. Juz'an, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing, yang dengan keikhlasannya telah memberikan bimbingan hingga tersusunnya skripsi ini. 5. Karyawan Perpustakaan STAIN Salatiga yang telah menyediakan fasilitasnya.
vi
Atas segala hal tersebut, penulis hanya bisa berdo‟a, semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal sholeh yang akan mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin. Akhirnya penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki keterbatasan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan rasa senang hati dan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi pembaca pada umumnya. Amin – amin yarobbal ‘alamin
Salatiga, 10 November 2014 Penulis
Muhammad Taufiqur R.
vii
ABSTRAK Muhammad Taufiqur R. 2014. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Wiwit Dan Tingkeban Pertanian Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014. Skripsi, Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing. Drs. Juz‟an, M.Hum Kata Kunci
: Nilai Pendidikan Islam, Wiwit dan Tingkeban
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014? Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014? Apa sajakah Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014. Untuk mengetahui Nilainilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam untuk mengkaji masalah yang diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di Dusun Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang. Pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan. Analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi wiwit dan tingkeban pertanian merupakan wujud syukur kepada Sang Rabbi Illahi yang merupakan bentuk warisan budaya yang sampai saat ini masih dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa tradisi wiwit dan tingkeban pertanian menganggap penting akan dilaksanakannya tradisi tersebut karena merupakan kegiatan untuk memanjatkan doa agar tanaman padi menghasilkan panen berlimpah ruah. Nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam adat wiwit dan tingkeban pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang adalah: Nilai aqidah, yaitu meyakini bahwa Allah SWT merupakan satu-satunya dzat yang memberikan keselamatan kepada manusia, Nilai ibadah, yaitu dilakukan upacara berdo‟a untuk mendoakan keselamatan warga dan arwah sebagai wujud ibadah; Nilai syukur yaitu masyarakat bisa terbebas dari pagebluk dan seluruh desa akan merasa aman. Namun demikian dalam tradisi wiwit dan tingkeban pertanian juga masih terdapat beberapa hal negatif seperti adanya sesaji yang masih ada, menunjukkan budaya leluhur yang masih mempercayai kekuatan di luar Allah dan budaya pemborosan. viii
Saran yang dapat disampaikan adalah pentingnya nilai pendidikan Islam yang ada dalam acara wiwit dan tingkeban pertanian tersebut perlu adanya pelestarian dari generasi penerus, terutama dalam memahami aspek-aspek nilai pendidikan Islam yang ada di dalam acara tersebut, sehingga tidak akan mudah tergerus oleh perkembangan zaman. Dalam melestarikan harus memperhatikan kaidah- kaidah tauhid supaya tidak terkena unsur syirik.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
NOTA PEMBIMBING ................................................................................
ii
PENGESAHAN ...........................................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...............................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Rumusan Masalah...................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
6
D. Kegunaan Penelitian ...............................................................
6
E. Definisi Operasional ...............................................................
7
F. Metode Penelitian ...................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Nilai Pendidikan Islam ...........................................................
14
B. Wiwit dan Tingkeban .............................................................
28
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Letak Geografis ......................................................................
32
B. Upacara Wiwit dan Tingkeban...............................................
36
C. Tanggapan Masyarakat terhadap Wiwit dan Tingkeban ........
47
x
BAB IV PEMBAHASAN ..........................................................................
49
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................
60
B. Saran .......................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
62
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Menurut Umur .......................................
32
Tabel 3.2
Data Pemeluk Agama ..........................................................
33
Tabel 3.3.
Tingkat Pendidikan Masyarakat ..........................................
34
Tabel 3.4
Data Sarana Pendidikan ......................................................
34
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pertanyaan 2. Surat Ijin Penelitian 3. Surat Keterangan Penelitian 4. Daftar Riwayat Hidup 5. Transkrip Wawancara
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Islam lebih banyak dikenal dengan menggunakan istilah al-tarbiyah, al-ta`lim, al-ta`dib dan al-riyadlah. Setiap terminologi tersebut mempunyai makna yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan teks dan kontek kalimatnya dan pendidikan Islam memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan pengertian pendidikan secara umum (Widodo, 2007: 170). Beberapa pakar pendidikan Islam memberikan rumusan pendidikan Islam, di antaranya Yusuf Qardhawi, mengatakan pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan aman maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya (Saebani, 2009: 14). Salah satu upaya untuk membentuk kepribadian adalah melalui sarana kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan dengan baik akan memberikan dampak terhadap perilaku anak. Pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka membentuk perilaku yang baik dapat dilakukan dengan melalui berbagai cara. Umpamanya adalah dengan menggunakan kebudayaan atau tradisi yang isinya berupa petuah atau ajaran yang baik, sehingga siapa yang memahami makna tradisi atau kebudayaan itu dapat mengambil hikmah sebagai sebuah bentuk pendidikan. 1
Suatu tradisi merupakan pewarisan serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai yang diwariskan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai yang diwariskan berupa nilai-nilai yang oleh masyarakat pendukungnya masih dianggap baik, serta relevan dengan kebutuhan kelompok. Dalam suatu tradisi selalu ada hubungannya dengan upacara tradisional. Oleh karena itu upacara tradisional merupakan warisan budaya leluhur yang dipandang sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah para leluhur. Pada umumnya mereka masih mempunyai anggapan bahwa roh para leluhur dianggap masih dapat memberikan keselamatan dan perlindungan kepada keluarga yang ditinggalkan. Agar tujuannya dapat tercapai maka mereka mengadakan pendekatan melalui berbagai bentuk upacara. Dalam upacara ini dapat dipakai untuk mengukuhkan
kembali
nilai-nilai
dan
keyakinan
yang
berlaku
dalam
masyarakat. Oleh karena itu upacara merupakan salah satu kegiatan social yang sangat diperhatikan, dalam rangka menggali tradisi atau kebudayaan daerah dan pengembangankebudayaan nasional. Dengan demikian dalam setiap kebudayaan terdapat norma-norma atau nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi masing-masing warga masyarakat pendukungnya dalam bertingkah laku atau bergaul dengan sesamanya. Norma-norma atau nilai-nilai dapat dimengerti oleh warga masyarakat selaku pendukung kebudayaan tersebut melalui belajar, baik secara formal maupun non formal. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Peursen (2004: 4) bahwa kebudayaan merupakan semacam sekolah di mana manusia belajar. 2
Sumber-sumber informasi yang tak tertulis dapat diperoleh misalnya dengan memperhatikan tingkah laku yang ditujukan untuk kegiatan teknis sehari-hari mempunyai kaitan dengan kepercayaan tertentu ataupun dalam bentuk hasil karya masyarakat pendukungnya. Kebudayaan yang merupakan warisan leluhur, sebenarnya oleh warga masyarakat masih ada yang memegang teguh serta terikat adanya tradisi yang berlaku dalam kelompoknya. Kunci penting dalam pelestarian kebudayaan adalah tidak menyimpang dari ajaran Islam, sebagaimana perintah Allah dalam Surat Luqman ayat 13
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Seringkali ada banyak asumsi masyarakat yang keliru mengenai peringatan atau kegiatan tradisi budaya tersebut. Ada yang menganggap sebagai bentuk mempersekutukan Allah, ada juga yang menilai sebagai bid‟ah yang melanggar ajaran rosulullah Muhammad saw. Namun demikian, tidak semua orang yang memahami kegiatan tradisi tersebut sebagai bentuk yang melanggar ajaran Islam, sehingga banyak di kalangan masyarakat yang masih melestarikan kebudayaan yang turun-temurun dalam masyarakat. Demikian pula kebudayaan yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia masih banyak yang disampaikan secara lisan maupun masih diakui oleh 3
masyarakat pendukungnya, sehingga perlu dipertahankan. Menurut Peursen (2004: 12) upacara tradisional lebih dari sebuah mitos di mana fungsinya tidak hanya sekedar memberikan hiburan tetapi yang penting upacara itu dapat mengukuhkan nilai-nilai tradisi tentang kebaikan, kehidupan, kesuburan, juga penyucian. Selain itu upacara berfungsi pula untuk mengukuhkan ikatan solidaritas. Sehingga upacara tradisional mempunyai fungsi sosial, kultural dan religi. Dalam masyarakat agraris dapat dijumpai beberapa tradisi yang masih dilakukan dan dilestarikan oleh pendukungnya sampai saat ini. Salah satu tradisi yang masih dilakukan sampai saat ini adalah tradisi wiwit dan tingkeban. Tradisi ini digelar masyarakat sebagai wujud rasa percaya kepada Tuhan agar tanaman padi yang akan ditanam selamat dari serangan hama hingga musim panen tiba. Tradisi wiwit dan tingkeban pertanian berkaitan dengan kepercayaan dan merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang sampai sekarang masih tetap dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat, termasuk masyarakat di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang. Pada hakekatnya tradisi tersebut merupakan kegiatan wujud syukur dan harapan agar tanaman yang akan ditanam terbebas dari gangguan hama dan wujud permohonan agar mendapatkan keselamatan, ketenteraman bersama yang biasanya dilakukan setelah panen tiba. Namun demikian, perkembangan peradaban serta tingkat pengetahuan serta perekonomian saat ini telah banyak mengikis sedikit demi sedikit tradisi bahkan kebudayaan yang dahulu berkembang dalam masyarakat. Bahkan karena ketidaktahuan tentang budayanya menganggap bahwa tradisi atau budaya tersebut 4
sebagai bagian yang tidak perlu dilestarikan dengan berbagai macam alasan. Demikian halnya dengan tradisi wiwit dan tingkeban di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak. Dahulu semua warga setiap akan memulai musim tanam maupun akan panen selalu mengadakan kegiatan upacara wiwit dan tingkeban. Namun akhir-akhir ini peringatan tersebut jarang sekali yang mengadakan. Bahkan para pemuda sendiri banyak yang tidak mengetahui makna peringatan tradisi tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti mengajukan penelitian berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI WIWIT DAN TINGKEBAN PERTANIAN DI DESA WONOKERTO KECAMATAN BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014”
B. Rumusan Masalah Pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014? 2. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014? 3. Apa sajakah Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014?
5
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014. 2. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014. 3. Untuk mengetahui Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Wiwit dan Tingkeban Pertanian di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014.
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademik maupun manfaat praktis sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi pendidikan Islam terkait dengan strategi pendidikan Islam melalui kebudayaan. 2. Manfaat praktis Sebagai masukan bagi orang tua untuk memberikan perhatian kepada anakanaknya, terutama dalam hal pendidikan.
6
E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami pengertian yang sebenarnya dari judul tersebut, penulis jelaskan pengertian istilah-istilah yang ada di dalamnya hingga membentuk suatu pengertian yang utuh sebagai berikut : 1. Nilai Pendidikan Islam Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda atau hal untuk memuaskan manusia (Surayin, 2007: 374). Nilai juga diartikan kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai dan dapat menjadi objek kepentingan (Sjarkawi, 2009: 29). Prof. Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam
masyarakat.
(Asy-Syaibany,
2009:
399).
Pengertian
tersebut
memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain itu, pengertian tersebut menekankan pada aspekaspek produktivitas dan kreatifitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan masyarakat dan alam semesta. 2. Wiwit dan Tingkeban Upaca wiwit merupakan upacara ritual yaitu rasa terima kasih kepada Tuhan,
karena
tanaman
padi
yang
akan
dipanen
tampak
sangat
membanggakan hati. Dengan harapan setiap penanaman padi sampai waktu 7
panen selalu diberikan panen yang banyak dijauhkan dari penyakit atau hama (Hadiwiyono, 2004: 22) Tingkeban merupakan upacara tradisi yang dilakukan dalam pertanian saat tanaman padi yang ditanam sudah akan berbuah (meteng = Jawa) dengan harapan tanaman padinya dapat menghasilkan buah yang lebat sehingga hasil panennya bagus (Hadiwiyono, 2004: 22).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam untuk mengkaji masalah yang diteliti (Sugiyono, 2009: 4).
2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Wonokerto Kecamatan BancakKabupaten Semarang. Waktu penelitian dimulai bulan Maret 2014 sampai dengan September 2014. 3. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini dipilih sebanyak 10 orang warga, 2 orang perangkat desa, yaitu kepala dusun dan modin, serta 4 orang tokoh masyarakat sebagai subjek penelitian. Subjek yang telah dipilih tersebut diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
4. Metode Pengumpulan Data 8
Keberhasilan suatu penelitian terutama penelitian kualitatif, tergantung beberapa faktor. Paling tidak ditentukan oleh faktor kejelasan tujuan dan permasalahan penelitian, ketepatan pemilihan pendekatan/ metodologi, ketelitian dan kelengkapan data/ informasi itu sendiri. Dalam penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif ini dipergunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara dan studi dokumentasi. Kedua teknik akan dijelaskan berikut ini, digunakan peneliti dalam rangka memperoleh informasi saling melengkapi. a. Wawancara;
yaitu
dengan
melakukan
tanya
jawab
atau
mengkonfirmasikan kepada subjek penelitian dengan sistematis (wawancara terstruktur). Dalam wawancara ini, pertanyaan dan jawaban akan bersifat verbal atau semacam percakapan yang bertujuan memperoleh data atau informasi. Dalam penelitian ini, yang menjadi sasaran dari wawancara adalah warga, kepala desa, tokoh masyarakat dan sumber lainnya yang relevan. b. Studi dokumentasi; yaitu suatu alat penelitian yang bertujuan untuk melengkapi data (sebagai bukti pendukung), yang bersumber bukan dari manusia yang memungkinkan dilakukannya pengecekan untuk mengetahui kesesuiannya. Sumber data yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah dokumentasi pelaksanaan tingkeban. c. Selain dengan wawancara dan dokumentasi juga menggunakan observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap proses/
9
tahapan dalam pelaksanaan wiwit dan tingkeban di Dusun Wonokerto Kecamatan Bancak. Dalam penelitian kualitatif tidak terdapat prosedur pengumpulan data yang memiliki pola yang pasti. Rianse (2009:6) mengatakan “masing- masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran berdasarkan pengalaman masing-masing”, namun demikian Lincoln dan Guba (Rianse, 2009) mengatakan terdapat rangkaian prosedur dasar yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif, prosedur itu meliputi tahap
orientasi,
explorasi,
dan
member
check.
Pelaksanaan
pengumpulan data dalam penelitian ini melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Tahap Orientasi Pada saat ini peneliti melakukan kegiatan: Pendekatan kelembagalembaga yang menjadi lokasi penelitian, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang lokasi dan fokus masalah penelitian, serta memilih jumlah informan awal yang memadai untuk memperoleh informan yang tepat. Melakukan pendalaman terhadap sumber-sumber
bacaan
yang
berhubungan
dengan
masalah
penelitian, guna menyusun kerangka penelitian dan teori-teori. Melakukan wawancara awal untuk memperoleh informasi yang bersifat umum yang berkenaan dengan ruang lingkup penelitian ini. 2) Tahap Eksplorasi Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan: Mengadakan wawancara secara intensif dengan subjek penelitian, yaitu kepala desa, tokoh 10
masyarakat, dan masyarakat yang mengetahui tradisi wiwit dan tingkeban yang dilaksanakan secara turun temurun. 3) Tahap Member check Pada tahap ini, semua data dan informasi yang telah dikumpulkan dan dicek ulang dengan metode triangulasi, untuk melihat kelengkapan atau kesempurnaan serta validitas data. Pengecekan data-data ini dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: Mengecek ulang data-data yang sudah terkumpul, baik data yang terkumpul dari wawancara, hasil observasi maupun dokumen. Meminta data atau informasi ulang kepada subjek penelitian apabila ternyata data yang
terkumpul
tersebut
belum
lengkap.
Meminta penjelasan kepada pihak terkait tentang data siswa yang melanjutkan serta data lain yang berhubungan dengan penelitian. 5. Teknik Analisis Data Tujuan utama penelitian ini adalah memahami perilaku manusia dalam konteks tertentu. Sebagai konsekuensi dari tujuan, sifat dan pendekatan penelitian kualitatif tersebut, maka proses dan teknik analisa data yang ditempuh peneliti cenderung beragam. Kualitas konseptual, kreativitas dan intuisi peneliti menentukan keberhasilan analisanya. Sesuai dengan sifat penelitian yang naturalistic-fenomenologis kualitatif, tentunya semua informasi yang dijaring dengan berbagai macam alat dalam studi ini berupa uraian yang penuh deskripsi mengenai subjek yang diteliti, pendapat, pengetahuan, pengalaman dan aspek lainya yang berkaitan. Tentu tidak 11
semua data itu dipindahkan dalam laporan penelitian, melainkan dianalisis dengan menggunakan prosedur menurut Sugiyono (2009) yaitu: (1) reduksi data, (2) display data, (3) mengambil keputusan dan verifikasi. Analisis data dalam penelitian naturalisti kualitatif menurut Rianse (2009) adalah proses mengatur data untuk ditafsirkan dan diketahui maknanya. a) Reduksi Data Tahap ini dilakukan dengan menelah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen, sehingga dapat ditemukan hal- hal pokok dari proyek yang diteliti yang berkenaan dengan fokus penelitian. b) Display Data Pada tahap ini, dilakukan dengan merangkum hal- hal pokok yang ditemukan dalam susunan yang sismatis, yaitu data disusun dengan cara menggolongkannya ke dalam pola, tema, unit atau katagori, sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah, kemudian diberi makna sesuai materi penelitian. Lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan analisis dan interpretasi data adalah merupakan proses penyederhanaan dan trasformasi timbunan data mentah, sehingga menjadi kesimpulankesimpulan yang singkat, padat dan bermakna (Sugiyono, 2009: 16). 2. Verifikasi Pada tahap ini dilakukan pengujian tentang kesimpulan yang telah diambil dengan data pembandingan yang bersumber dari hasil pengumpulan data dan penunjang lainnya. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat 12
kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan kesimpulan yang diambil dilakukan dengan menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil- hasil penelitian dengan teori- teori para ahli (Sugiyono, 2009: 17). Terutama teori yang menjadi kerangka acuan peneliti dan keterkaitannya dengan temuan- temuan dari penelitian lainnya yang relevan, melakukan proses member-chek mulai dari tahap orientasi sampai dengan kebenaran data terakhir, dan akhirnya membuat kesimpulan untuk dilaporkan sebagai hasil penelitian.
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Nilai Pendidikan Islam Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia (Koentjaraningrat, 2004: 12). Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan nilai instrumental. Dr.
Muhammad
Fadhil
Al-Jamali
memberikan
pengertian
pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih 14
sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan (Widodo, 2007: 46). Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya melalui para Rasul. Dalam Islam memuat sejumlah ajaran, yang tidak sebatas pada aspek ritual, tetapi juga mencakup aspek peradaban. Dengan misi utamanya adalah sebagai rahmatan lil ‘alamin, Islam hadir dengan menyuguhkan tata nilai yang bersifat plural dan inklusif yang merambah ke dalam semua ranah kehidupan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Pendidikan Islam menurut Tadjab secara sederhana dapat diartikan sebagai pendidikan yang dilaksanakan dengan bersumber dan berdasar atas ajaran agama Islam. Menurut Hery Noer Aly (2009: 18), pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Sedangkan menurut Endang Saipuddin Anshari, ia mendefinisikan pendidikan Islam menjadi dua bagian; pertama dalam arti yang luas adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, dan asuhan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dan lain sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan metode tertentu. Dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam. Kedua, pendidikan Islam dalam arti khusus adalah pendidikan yang materi 15
didiknya adalah Al-Islam, akidah, syari‟ah (ibadah dan muamalah) dan akhlak Islam, seperti pendidikan agama Islam di perguruan tinggi. Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari beberapa pengertian tersebut yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian Muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup, yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya. Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaranajarannya ke dalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur‟an dan As-Sunah. Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni Al-Qur‟an dan As-Sunnah
16
yang sahih juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Nilainilai luhur tersebut diuraikan sebagai berikut: (Aly, 2009: 26) 1.
Al-Qur‟an Di dalam Al-Qur‟an terdapat ajaran yang berisi prinsip-prinsip yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca dalam kisah Luqman yang mengajari anaknya dalam surat Luqman. Al-Qur‟an adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan menjadi pikiran rasa dan karsa mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.
2.
As-Sunah Setelah Al-Qur‟an, pendidikan Islam menjadikan As-Sunnah sebagai dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah ‟sunnah‟ berarti jalan, metode dan program. Secara istilah ‟sunnah‟ adalah perkara yang dijelaskan melalui sanad yang sahih baik itu berupa perkataan, perbuatan atau sifat Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana Al-Qur‟an, sunnah berisi petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina manusia menjadi Muslim yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunnah memiliki dua faedah yang sangat besar, yakni:
17
a. Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam AlQur‟an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya. b. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah SAW bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan ke dalam jiwa yang dilakukannya. Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Secara umum menurut Hery Noer Aly, tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya, maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup. Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Imam Al-Ghazali, ialah kesempurnaan insani di dunia dan akhirat. Manusia akan mencapai kesempurnaan melalui pencarian keutamaan dengan menggunakan ilmu. Keutamaan
itu
akan
memberinya
kebahagiaan
di
dunia
serta
mendekatkannya kepada Allah SWT, sehingga dia juga akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Sedangkan menurut Muhammad Munir Mursa, tujuan terpenting pendidikan Islam adalah tercapainya kesempurnaan insani,
karena
Islam
sendiri
merupakan
manifestasi
tercapainya
kesempurnaan agamawi. Dan menurut pendapat Abdul Fattah Jalal, tujuan akhir pendidikan Islam adalah menjadikan manusia sebagai abdi atau 18
hamba Allah SWT. Di dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah ”membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT dan khalifah-Nya, untuk membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah (untuk bertaqwa kepada-Nya).” Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an surat Adz-Dzariyat ayat 56:
نس إِالَّ لِيَ ْعبُدُو ِن َ اإل ِ َو َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنَّ َو Artinya: Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan nilai pendidikan Islam adalah sebagai berikut: (Saebani, 2009: 59) a)
Menyiapkan dan membiasakan anak dengan ajaran Islam sejak kecil agar menjadi hamba Allah SWT yang beriman.
b)
Membentuk anak Muslim dengan perawatan, bimbingan, asuhan, dan pendidikan pra natal sehingga dalam dirinya tertanam kuat nilai-nilai keislaman yang sesuai dengan fitrahnya.
3.
Mengembangkan potensi, bakat, dan kecerdasan anak sehingga mereka dapat merealisasikan dirinya sebagai pribadi Muslim.
2.
Memperluas pandangan hidup dan wawasan keilmuan bagi anak sebagai makhluk individu dan social Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai, dan nilai itu
selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui 19
upaya pendidikan. Pada hakikatnya pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai, baik sebagai proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai. Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai dienul Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga di semua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak kecil agar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya. Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai islami yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaian atau sistem di dalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan mengemukakan nilai-nilai pendidikan Islam secara umum menurut yang dikemukakan oleh Dr. Zulkarnain (2008: 38), yakni; nilai tauhid/aqidah, ibadah (‟ubudiyah), Akhlak, dan nilai kemasyarakatan, yang merupakan dasar pokok dan harus ditanamkan pada anak sejak dini. a)
Nilai Tauhid/Aqidah (Keimanan) Tauhid atau aqidah (iman) adalah kepercayaan yang terhujam ke dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak ada perasaan syak (ragu-ragu), serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian. Al-Ghazali mengatakan iman adalah megucapkan dengan 20
lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan. Pendidikan keimanan termasuk aspek pendidikan yang patut mendapat perhatian yang pertama dan utama dari orang tua. Memberikan pendidikan ini pada anak merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Pasalnya iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang. Aqidah (iman) yang kuat dan tertanam dalam jiwa seseorang merupakan hal yang penting dalam perkembangan pendidikan. Salah satu yang bisa menguatkan aqidah adalah memiliki nilai pengorbanan dalam dirinya demi membela aqidah yang diyakini kebenarannya. Semakin kuat nilai pengorbanannnya akan semakin kokoh aqidah yang ia miliki.Keimanan merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia, karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengalami dan mempercayai adanya Tuhan. Oleh karena itu penanaman keimanan harus diperhatikan dan tidak boleh dilupakan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 30:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
21
fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, Dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagaimana dalam ayat di atas, maka manusia mempunyai kewajiban untuk memelihara fitrah dan mengembangkannya. b)
Nilai Ibadah Ibadah yang dimaksud adalah pengabdian ritual sebagaimana diperintahkan dan diatur di dalam Al-Qur‟an dan Sunnah. Aspek ibadah ini di samping bermanfaat bagi kehidupan duniawi, tetapi yang paling utama adalah sebagai bukti dari kepatuhan manusia memenuhi perintah-perintah Allah SWT. Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang Muslim dalam meyakini dan mempedomani aqidah Islamiyah. Pedidikan ibadah merupakan salah satu aspek pendidikan Islam yang perlu diperhatikan. Semua ibadah dalam Islam bertujuan membawa manusia supaya selalu ingat kepada Allah SWT. Oleh karena itu ibadah merupakan tujuan hidup manusia diciptakan-Nya di muka bumi. Ibadah yang dimaksud bukan ibadah ritual saja tetapi ibadah yang dimaksud di sini adalah ibadah dalam arti umum dan khusus. Ibadah umum yaitu segala amalan yang dizinkan Allah SWT, sedangan ibadah khusus yaitu segala sesuatu (apa) yang telah ditetapkan Allah SWT dengan perincian-perinciannya, tingkat, dan cara-caranya yang tertentu. Usia balig merupakan batas Taklif (pembebanan hukum syar‟i) apa yang diwajibkan syari‟at pada seorang
22
Muslim maka wajib dilakukannya, sedang yang diharamkan wajib menjauhinya. Salah satu kewajiban yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari adalah shalat lima waktu. Orang tua wajib mendidik anak-anaknya untuk melaksanakan shalat, apabila ia tidak melaksanakan maka orang tua wajib memukulnya. Luqman menanamkan nilai-nilai ibadah kepada anak-anaknya sejak dini. Dia bermaksud agar anak-anaknya mengenal tujuan hidup manusia, yaitu menghambakan diri kepada Allah SWT bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah SWT. Apa yang dilakukan Luqman kepada anak-anaknya bisa dicontoh orang tua zaman sekarang ini. Oleh karena itu, nilai ibadah yang benar-benar Islamiyyah mesti dijadikan salah satu pokok dalam pendidikan, khususnya pendidikan anak. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai ibadah pada anak dan berharap nantinya ia akan tumbuh menjadi insan yang tekun beribadah secara benar sesuai dengan ajaran Islam. Muatan ibadah dalam pendidikan Islam diorientasikan kepada bagaimana manusia mampu memenuhi hal-hal sebagai berikut: ”Pertama, menjalin hubungan utuh dan langsung dengan Allah SWT. Kedua, menjaga hubungan dengan sesama insan. Ketiga, kemampuan menjaga dan menyerahkan dirinya sendiri.” Dengan demikian, aspek ibadah dapat dikatakan sebagai alat untuk digunakan oleh manusia
23
dalam rangka memperbaiki akhlak dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. c)
Nilai Akhlak Tidak dapat diragukan lagi bahwa akhlak yang baik dan tingkah laku yang bagus merupakan buah dari iman yang mantap dan pertumbuhan agama yang benar. Akhlak menjadi masalah yang penting dalam perjalanan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Sebab akhlak memberi norma-norma atau aturan baik dan buruk yang menentukan kualitas
pribadi
manusia
dalam
menjalani
kehidupan.
Dalam akhlak Islam, norma-norma atau aturan baik dan buruk telah ditentukan oleh Al-Qur‟an dan Hadits. Oleh karena itu, Islam tidak merekomendasikan kebebasan manusia untuk menentukan normanorma akhlak secara otonom (pribadi). Islam menegaskan bahwa hati nurani senantiasa mengajak manusia mengikuti yang baik dan menjauhkan yang buruk. Dengan demikian, hati dapat menjadi ukuran baik dan buruk pribadi manusia. Pentingnya akhlak, dalam hal ini tidak terbatas pada perseorangan saja, melainkan penting untuk masyarakat, umat, dan kemanusiaan seluruhnya. Akhlak dalam diri manusia timbul dan tumbuh dari dalam jiwa, kemudian berbuah ke segenap anggota yang menggerakkan amalamal serta menghasilkan sifat-sifat yang baik serta menjauhi segala larangan terhadap sesuatu yang buruk yang membawa manusia ke dalam kesesatan. Puncak dari akhlak tersebut adalah pencapaian; 1) 24
Irsyad, yakni kemampuan membedakan antara amal yang baik dan buruk; 2) Taufiq, yaitu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dengan akal sehat; dan 3) Hidayah, yakni gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela. d)
Nilai Kemasyarakatan Bidang kemasyarakatan ini mencakup pengaturan pergaulan hidup manusia di
atas bumi, misalnya pengaturan tentang benda,
ketatanegaraan, hubungan antarnegara, hubungan antarmanusia dalam dimensi sosial, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dapat dikatakan sebagai kaidah muamalah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Endang Saifuddin Anshari di atas, mencakup dua bagian; a) Al-Qanunul Khas ‟hukum perdata‟ yang meliputi; (1) muamalah dalam arti sempit sama dengan hukum niaga, (2) munakahah (hukum nikah), (3) waratsah (hukum waris), dan lain sebagainya. b) Al-Qanunul ‟Am ‟hukum publik‟ yang meliputi; (1) jinayah (hukum pidana), (2) khilafah (hukum kenegaraan), (3) jihad (hukum perang dan damai), dan lain sebagainya. Dengan demikian, sesungguhnya pendidikan islam tidak saja fokus pada education for the brain, tetapi juga pada education for the heart. Dalam pandangan islam, karena salah satu misi utama pendidikan islam adalah dalam rangka membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin, maka ia harus seimbang, sebab bila ia hanya focus pada pengembangan kreatifiats 25
rasional semata tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional, maka manusia tidak akan dapat menikmati nilai kemajuan itu sendiri, bahkan yang terjadi adalah demartabatisasi yang menyebabkan manusia kehilangan identitasnya dan mengalami kegersangan psikologis, dia hanya meraksasa dalam tehnik tapi merayap dalam etik. Demikian pula pendidikan islam mesti bersifat integralitik, artinya ia harus memandang manusia sebagai satu kesatuan utuh, kesatuan jasmani rohani, kesatuan intelektual, emosional dan spiritual, kesatuan pribadi dan sosial
dan
kesatuan
dalam
melangsungkan,
mempertahankan
dan
mengembangkan hidup dan kehidupannya. Ruang lingkup pendidikan Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara (Saebani, 2009: 46): a) Hubungan manusia dengan Allah SWT b) Hubungan manusia dengan sesama manusia c) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri d) Hubungan manusia dengan mahluk lain dan lingkungannya. Adapun ruang lingkup pendidikan Islam meliputi lima unsur pokok yaitu: Al-Qur‟an, Aqidah, Syari‟ah, Akhlak, dan Tarikh (sejarah). Ruang lingkup ajaran Islam mencakup tiga domain yaitu (Saebani, 2009: 47): 1. Kepercayaan (i’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman, sepert iman kepada Allah SWT, malaikat, kitabullah, Rasulullah, hari kebangkitan dan takdir;
26
2. Perbuatan (‘amaliyah), yang terbagi dalam dua bagian: (1) masalah Ibadah, berkaitan dengan rukun Islam, seperti syahadat, shalat, zakat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.; (2) masalah Mu‟amalah, berkaitan dengan interaksi manusia dengan sesamanya, baik perseorangan maupun kelompok seperti akad, pembelajaran, hukuman, hukum jinayah (hukum pidana dan perdata); 3. Etika (khulukiyah), berkaitan dengan kesusilaan, budi pekerti, adab atau sopan santun yang menjadi perhiasan bagi seseorang dalam rangka mencapai kutamaan. Nilai-nilai seperti jujur (siddiq), terpercaya (amanah), adil, sabar, syukur, pemaaf, tidak tergantung pada materi (zuhud), menerima apa adanya (qana’ah), berserah diri kepada Allah (tawakal), malu berbuat buruk (haya), persaudaraan (ukhuwah), toleransi
(tasamuh),
tolong
menolong
(ta’awun),
dan
saling
menanggung (akaful), adalah serangkaian bentuk dari budi pekerti yang luhur (akhlaq al karimah). Materi merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran (subject centered teaching). Dalam kondisi semacam ini, maka penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak diperlukan. Guru perlu memahami secara detail isi materi 27
pelajaran yang harus dikuasai siswa, sebab peran dan tugas guru adalah sebagai sumber belajar.
B.
Wiwit dan Tingkeban dalam Pertanian Masyarakat Jawa Dalam
siklus
pertanian
Sejak
berabad-abad
yang
lampau
masyarakat pedesaan Jawa sudah mengenal kehidupan agraris. Pada umumnya mata pencaharian pokok masyarakat Jawa adalah bercocok tanam. Jadi masyarakat Jawa sangat paham bagaimana memperlakukan tanah garapannya yaitu dalam mengolah, memelihara, dan memanen. Demikian juga usaha-usaha bagaimana agar hasil sawah dapat melimpah, dan membasmi hama-hama penyakit yang menyerang tanaman mereka dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan ritual. Berkaitan dengan hal itu mitologi mengenai Dewi Sri mengungkapkan mengenai asal-usul padi, memelihara, melindungi, dan menjaga kesuburan padi, yang semuanya itu menjadi kekuasaan Dewi Sri. Untuk menjaga hubungan ini pada umumnya petani melakukan ritus-ritus pemujaan terhadap Dewi Sri. Cara hidup bertani pada masyarakat Jawa sejak dahulu sampai sekarang pada umumnya masih menggunakan cara-cara tradisional baik dalam hal pelaksanaan teknis mengolah pertanian maupun yang berkaitan dengan sistem kepercayaan mereka yaitu penyelenggaraan upacara-upacara yang berkaitan dengan pertanian. Sampai sekarang proses tahap-tahap penanaman padi di Jawa belum kehilangan sifat religiusnya dan masih dirayakan dengan disertai slametan. Kepekaan orang Jawa terhadap dimensi empiris dunia gaib menemukan ungkapannya dalam berbagai cara misalnya 28
dalam upacara-upacara adat. Dalam tradisi itu termuat bagaimana harus bersikap untuk tetap dalam keselarasan dengan alam raya dan dengan rohroh
yang
mengelilinginya.
Walaupun
ritus-ritus
atau
upacara
tersebut sekarang ini semakin berkurang tetapi petani dalam manifestasi penghormatan terhadap Dewi Padi masih dilakukan dengan membuat sesaji secara sederhana. Upacara ritual atau slametan yang masih dilaksanakan terkait dengan penghormatan kepada Dewi Sri antara lain adalah Tingkeb Tandur dan Methik. Ritual yang dilakukan ketika padi berumur dua bulan oleh sebagian masyarakat petani adalah slametan Tingkeb Tandur (Hadiwiyono. 2004: 25). Secara harafiah kata tingkeb berarti slametan mitoni. Istilah mitoni adalah upacara yang dilakukan pada saat usia kandungan seorang wanita genap tujuh bulan. Slametan ini bertujuan agar bayi lahir dengan selamat. Jadi kata „tingkeb‟ yang artinya slametan mitoni, dan kata tandur yang artinya menanam dimaksudkan sebagai upacara yang terkait dengan usia hamil tanaman padi. Upacara Tingkeb Tandur dilaksanakan oleh masyarakat petani dilatarbelakangi oleh kondisi lahan di desa tersebut yang rawan terhadap bencana banjir dan kekeringan. Oleh kondisi lahan seperti itu, petani di dalam mengolah sawahnya harus telaten dan selalu berharap alam lingkungan memihak kepadanya. Oleh sebab itu keberhasilan petani di dalam mengolah sawahnya, dari proses menanam padi sampai padi akan mrekatak (keluar malainya secara bersamasama) dan kemudian meteng atau hamil, dianggap merupakan anugerah dari 29
Yang Di Atas dan perlindungan dari Dewi Sri. Atas dasar itu kemudian ditingkebi supaya padi yang hamil selamat sampai panen nanti. Jadi upacara Tingkeb Tandur merupakan ungkapan rasa syukur petani kepada Yang Di Atas, pencipta alam semesta yang telah memberikan rezeki dan perlindungan kepada petani. Ungkapan rasa syukur karena tanaman padi mereka sudah berbuah juga ditujukan kepada Dewi Sri, dewi padi. Dewi Sri adalah tokoh mitos yang lekat dengan kehidupan petani, yang diyakini sebagai pelindung dan penjaga padi milik petani. Oleh karenanya masyarakat petani meyakini bahwa melaksanakan upacara ini merupakan syarat untuk keberhasilan panen (Hadiwiyono, 2004: 26). Dalam prosesi upacara tersebut disertakan sesaji dan perlengkapan upacara. Upacara methik atau panen padi pertama dilakukan sebagai penghormatan kepada Dewi Sri yang telah menjaga padi sampai lahir atau panen. Upacara menuai padi yang pertama kali (atau disebut wiwit atau methik) ini, dilakukan dengan prosesi upacara memotong tangkai padi dan kemudian dibalut dengan kain putih seperti pengantin. Padi yang dipotong tersebut dinamakan parijatha. Tangkai padi kemudian dibawa ke empat sudut petak sawah yang akan dituai setelah itu padi dibawa pulang dan disimpan ke dalam lumbung. Ritual methik pada umumnya dilaksanakan dengan pola umum yang hampir sama dari daerah ke daerah. Satu atau dua hari sebelum panen dimulai, dhukun methik membawa sesajian ke sawah dan mengitari sawah tersebut satu kali putaran searah jarum jam, lalu menuju ke bagian tengah di mana dipilih suatu tempat sebagai titik fokus 30
ritus methik. Setelah membaca suatu mantra ia segera memotong beberapa tangkai padi dan menganyamnya. Kepangan atau anyaman tangkai padi tersebut lalu digendong oleh dhukun, dipayungi layaknya seperti bayi.
31
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A.
Letak Geografis Dusun Wonokerto Desa Wonokerto Dusun Wonokerto Desa Wonokerto merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ± 15 km arah utara dari Kota Salatiga. Adapun desa-desa yang berbatasan dengan Desa Wonokerto sebagai berikut. 1. Sebelah utara berbatasan dengan Dusun Pelem Desa Wiru Kec. Bringin. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Boto. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sendang Kecamatan Bringin. Luas Desa Wonokerto ± 1237 ha yang terdiri dari tanah sawah, tanah pekarangan, tanah pemukiman, jalan serta sungai. Dilihat dari kondisi geografis, Desa Wonokerto merupakan desa yang berada pada ketinggian ± 224 meter dari permukaan laut, sehingga desa ini termasuk dataran sedang. Berdasarkan data di Kantor Kepala Desa Wonokerto pada bulan April 2012, Desa Wonokerto terdiri dari 5 dusun yaitu Dusun Wonokerto, Dusun Santren, Dusun Galeh, Dusun Jetis, dan Dusun Jumbleng.
32
Menurut Data monografi bulan April 2012, penduduk Desa Wonokerto terdiri dari 880 Kepala Keluarga dengan jumlah 3190 jiwa, dikelompokkan berdasarkan tingkat usia dan jenis kelamin sebagai berikut: Tabel 3.1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur No
Kelompok Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
0-1 tahun
69
65
134
2
1-5 tahun
74
158
232
3
6-10 tahun
179
175
354
4
11-15 tahun
132
237
369
5
16-20 tahun
264
190
454
6
21-25 tahun
157
232
389
7
26-30 tahun
116
118
234
8
31-40 tahun
264
110
374
9
41-50 tahun
121
127
248
10
51-60 tahun
134
160
294
11
60 tahun ke atas
30
70
108
1548
1642
3190
Jumlah
Sumber: Kepala Desa Wonokerto Agama yang dianut oleh masyarakat Desa Wonokerto adalah sebagai berikut:
33
Tabel 3.2 Data Pemeluk Agama No
Agama
Jumlah
Prosentase
3190
100%
1
Islam
2
Kristen
-
-
3
Katholik
-
-
4
Budha
-
-
5
Hindu
-
-
Sumber: Kepala Desa Wonokerto Taraf pendidikan dan mata pencaharian warga Desa Wonokerto Walaupun letaknya cukup jauh dari ibu kota kabupaten dan berdekatan dengan kota Salatiga, namun masyarakat Desa Wonokerto memiliki motivasi untuk memperoleh pendidikan sangat besar, hal ini terbukti bahwa masyarakat Desa Wonokerto telah dinyatakan Bebas dari Tiga Buta sejak 1990. Hal ini berarti bahwa para orang tua memiliki kemauan yang tinggi untuk memasukkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi walaupun harus ke luar kota. Menurut tingkat pendidikan yang ditempuh oleh penduduk Desa Wonokerto dapat digambarkan sebagai berikut.
34
Tabel 3.3. Pendidikan Masyarakat Desa Wonokerto No
Jenis Pendidikan
Jumlah
1
Tamat Perguruan Tinggi
80
2
Tamat SMA
654
3
Tamat SMP
780
4
Tamat SD
502
5
Belum Tamat SD
584
6
Tidak Tamat SD
319
7
Tidak Sekolah
271
Sumber: Kepala Desa Wonokerto Adapun Sarana Pendidikan yang Ada di Desa Wonokerto. Tabel 3.4. Sarana Pendidikan No
Jenis Sarana
Jumlah
Jumlah Murid
1
PAUD
1
32
2
Taman Kanak-Kanak
3
78
3
Sekolah Dasar/MI
3
270
4
SMP
-
-
Sumber: Kepala Desa Wonokerto Perekonomian masyarakat Desa Wonokerto dapat digolongkan maju, terbukti sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, pegawai negeri, pedagang, buruh dan pengemudi.
35
Melihat dari letak geografis Desa Wonokerto masih jauh dari pusat kota dan mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar petani, maka pola pikir masyarakat Desa Wonokerto masih dipengaruhi oleh budaya dan kepercayaan Jawa yang sudah turun temurun, antara lain mereka masih melaksanakan budaya wiwit dan tingkeban yang dilaksanakan secara rutin tiap akan menanam padi dan saat padi akan mulai berisi.
B.
Upacara Wiwit dan Tingkeban di Dusun Wonokerto Desa Wonokerto Upacara wiwit dan tingkeban, dalam pengertian sebagai sebuah upacara yang mempunyai makna rasa syukur atas panen yang diberikan dan bagaimana masa tanam yang akan datang diberi keselamatan dengan berjalan waktu memberikan dampak terjadinya akulturasi dari masa Hindu Budha dan beralih ke Islam, dimana bentuk ritual semacam wiwit dan tingkeban, tetap namun maknanya sebagai ucapan rasa syukur itu kepada Allah SWT. Ini merupakan perpaduan alam dan Hindu Jawa. Kebiasaan yang dilaksanakan masyarakat terutama berkaitan dengan ritual semacam itu memang berasal dari kebudayaan Hindu Jawa yang masih dilaksanakan mengingat saat pengaruh Islam masuk ke wilayah Jawa Tengah, khususnya ke Desa Wonokerto, tidak semua adat kebiasaan yang ada dihilangkan, namun memakai filosofinya Sunan Kalijaga dan Walisongo yang lain dengan tetap melestarikan budaya yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang didalamnya dilakukan dengan caracara yang bersifat islami. 36
Seiring
dengan
banyaknya
warga
Desa
Wonokerto
yang
menempuh pendidikan di pondok pesantren, tradisi wiwit dan tingkeban yang dahulunya rutin dilaksanakan, bagi sebagian masyarakat sudah tidak dilakukan lagi. Selain karena factor pertimbangan masalah biaya, juga ada factor kalau hal tersebut dilakukan kurang sesuai dengan ajaran Islam. Namun demikian, masyarakat Desa Wonokerto yang merupakan nahdliyin atau warga Nahdlatul „Ulama, masih ada yang melaksanakan tradisi wiwit dan tingkeban sampai dengan sekarang. Desa Wonokerto era modernisasi dalam dunia petani baik segi penanaman, pengolahan dan pemanenan serba praktis cepat dan tidak memerlukan banyak tenaga. Seperti adanya mesin-mesin pertanian untuk lebih mempermudah seperti traktor yang bertenaga, penggilingan padi mencetak beras dan bertenaga masih dengan kelebihan mempermudah dan mempercepat pekerjaan. Tidak banyak memakai orang dalam pekerja ini. Dalam modernisasi pendidikan sangat dibutuhkan dalam masyarakat dan pendidikan ini petani didesa Wonokerto memanfaatkan alat-alat tani yang bertenaga mesin, yang sebelum alat-alat bertenaga hewan untuk pengolah tanahnya. Dipasang pada bajak biasa, karena bisa dipakai pada tanah agak lunak dan ringan karena mengandung abu gunung berapi. Sehingga kurang cocok untuk dikerjakan dengan bajak biasa. Hasil wawancara dengan Kepala Desa Wonokerto Bapak Muh Zuhdi “Alat yang dipakai petani waktu derep (panen padi) mulai dari aniani berkembang menjadi sabit didalam panen sendiri banyak nilai-nilai kebersamaan seperti gotong-royong dimana ini ada karena masyarakat agraris dengan berkembangnya dan di era modernisasi nilai-nilai inipun 37
pudar di desa Wonokerto. Dituntut harus lebih efisien mungkin menghemat tenaga yang dipakai dan hasil lebih banyak karena tidak memakan tenaga. Bibit unggul pun dipakai petani dimana petani bisa panen setahun 2 kali dan padi yang dihasilkan lebih banyak.” Petani di Jawa, namun dalam fakta bertani dalam era modern di desa Wonokerto justru ketergantungan pada pupuk kimia. Belum musim yang mulai tidak dapat diperhitungkan. Petani dituntut lebih inovatif mengatasi segala hal dalam masalah yang ada. Pembentukan kelompok tani di desa Wonokerto untuk mengatasi satu masalah kelangkaan pupuk. Namun dalam era modernisasi gejolak para petani semakin banyak dimana musim hujan dan musim kemarau mulai tidak menentu, bahkan ketika hujan lebat terlalu banyak air melimpah dan adanya angin merusak tanam padi. Belum faktor pupuk, hama dan factor paling krusial adalah harga pasar yang mendukung. Petani semakin terhimpit dimana tanah yang subur belum tentu menjadi jaminan petani desa bertahan, makin lama lahan pertanian desa Wonokerto dengan bertambah penduduk yang pesat pembangunan rumah-rumah tinggal semakin banyak. Tekanan petani semakin komplek. Banyak peralihan profesi dimana dia akan kerja diluar kota dimana ketika bekerja menjadi petani sebagai mata pencaharian pokok hanya bisa memenuhi kebutuhan pokok saja. Terjadi urbanisasi desa Wonokerto, salah satu dampak dunia pertanian mengalami tekanan. Tekanan yang ada diantaranya adalah masalah lapangan pekerjaan yang ada di Desa Wonokerto, yang menyebabkan banyak penduduk yang mengadu nasib dengan meninggalkan pekerjaan sebagai petani dan buruh tani. Masyarakat sebagian urbanisasi ke wilayah perkotaan dengan menjadi 38
buruh bangunan atau transmigrasi ke Pulau Sumatra. Hal tersebut menjadikan tradisi yang secara turun menurun menjadi terputus karena banyak yang meninggalkan Desa Wonokerto. Dimulai dari banyak tekanan ini dilihat dari makna upacara wiwit dan tingkeban dalam dunia pertanian dimana di era modernisasi ini upacara wiwit dan tingkeban. Di desa Wonokerto dari segi pola bahasa masih tetap menggunakan bahasa Jawa dalam segi makna mulai bergeser dimana dalam kemajuan teknologi ini petani menggunakan mesin yang mulanya dari tenaga hewan dimana masyarakat Wonokerto mengadakan ritual hanya sebagai bentuk upacara yang makna, agar nanti musim tanam sampai panen tidak ada halangan. Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Wiwit adalah tradisi leluhur keluarga petani, yang dilaksanakan menjelang panen atau di awal musim panen padi. Secara etimologi wiwit artinya memulai, maksudnya memulai panen. Disebut sebagai „wiwitan‟ karena arti „wiwit‟ adalah „mulai‟, jadi memulai memotong padi sebelum panen diselenggarakan.Sejatinya wiwit bermakna ungkapan doa dan syukur atas limpahan hasil panen yang telah diberikan oleh Tuhan Sang Rabbi Illahi (SRI). Dari kaca mata yang berbeda, dari sisi sosiologis dalam prosesi wiwit terdapat interaksi sosial. Wiwit merupakan simbol hubungan yang harmonis sebagai wujud interaksi sosial antarapara petani, serta hubungan keselarasan antara petani pemilik lahan dengan alam yang telah menyediakan dan mencukupi kebutuhan petani padi. 39
Hal yang sama juga bisa dilihat dalam konteks orang Jawa memaknai tradisi wiwit sebagai wujud terimakasih dan wujud syukur kepada bumi sebagai sedulur sikep dan Dewi Sri ( Dewi Padi ) yang telah menumbuhkan padi yang ditanam sebelum panen. Dewi Sri (Sinansari) sendiri merupakan tokoh dalam kepercayaan umat Hindu / Jawa yang dipercaya memberika kenikmatan berupa tanaman padi / beras, dikenal dengan Dewi Padi. Maka tak heran jika terdapat varietas padi, merk kemasa beras, nama usaha penggilingan padi maupun usaha dagang toko sembako memberi nama dengan “ SRI” atau “Dewi Sri”. SRI sendiri bisa dimaknai sebagai “Sang Rabbi Illahi”, sehingga niat untuk memanjatkan wujud syukur atas limpahan nikmat panen padi yang sudah di depan mata tetap lurus, hanya untuk Tuhan Yang Maha Esa. Yang disebut bumi adalah sedulur sikep bagi orang Jawa karena bumi dianggap sebagai saudara manusia yang harus dihormati dan dijaga kelestariannya untuk kehidupan. Dalam tradisi Jawa, konsep meminta kepada sedulur sikep tidak ada atau tidak sopan, kepada sedulur sikep kita harus memberi sekaligus menerima, bukan meminta. Jika hormat kita berkurang kepada bumi, atau kita tidak menjaga kelestarian alam, maka bumi akan memberi balasan dengan situasi yang buruk yang disebut pagebluk, ditandai dengan hasil panen yang buruk, padi tidak berisi (gabug) kekeringan, cuaca tak menentu, dll. Hasil wawancara dengan Bapak Modin Miftahudin “Tradisi Wiwit merupakan wujud kebudayaan turun temurun leluhur masyarakat Jawa. Wiwit adalah adalah tradisi petani yang diadakan 40
menjelang panen padi saat bulir padi menguning dan siap panen (Jawa : mekatak). Dalam tradisi wiwit dan tingkeban terdapat ubarampe (perlengkapan) yang harus disiapkan (biasa disebut sesaji / sajen). Sesaji atau orang Jawa menyebutnya dengan sajen adalah sarana/ perlengkapan yang ditujukan dalam rangka permohonan kepada Sang Pencipta Yang Maha Pemberi atas dasar kepercayaan kepada “Yang Berkuasa“ di tempat tersebut atau “Yang Menjaga” dan yang menguasai daerah tersebut” Sedangkan menurut R.Suwardanijaya (2009), bagi kita sebagai makhluk yang percaya dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebenarnya ada hubungan dan interaksi antara Kula ( Saya, manusia), Alam Donya (Dunia) dan Allah. Hubungan tersebut diwujudkan oleh masyarakat Jawa dengan sarana / perlengkapan berupa sesaji tersebut. Sehingga orang –
orang memperbanyak sesaji sebagai salah satu sarana penghubung
kepada Sang Pangeran yang tidak terlihat mata ( ghaib). Dengan kata lain, sesaji bertujuan untuk memohon pertolongan supaya apa yang diharapkan lancar dan berhasil tanpa ada gangguan maupun hambatan. Sarana / sesaji tersebut pun berbeda – beda tergantung tujuannya untuk apa. Dalam hal wiwit dan tingkeban ini, sesaji / persembahan kepada Yang Maha Kuasa berbeda dengan sesaji dalam gamelan, prosesi pernikahan, dll. Adapun wujud sesaji antara lain berwujud tumpeng, nasi, jenang ( bubur ), jajan pasar, makanan kecil, buah – buahan, bahkan binatang ternak. Sesaji dalam tradisi wiwit dan tingkeban berupa makanan dan lauk pauk serta ubarampe lainnya yang ditujukan kepada Dewi Sri. Prosesi wiwit dan tingkeban biasanya diawali dengan membuat sesaji yang nantinya dibawa ke sawah yang siap panen. Berikut ubarampe/sesaji didominasi oleh makanan antara lain : 41
1. Makanan dalam pelaksanaan wiwit dan tingkeban a. Nasi Gudhangan Bumbu Megono Nasi dicampur
gudhangan bumbu megono
(campuran
sayur-
sayuran yang direbus) yang dibumbui. Sayur- sayurannya
terdiri
dari kacang panjang, wortel, kubis, bayam, kangkung dan tauge. Sedangkan bumbu megono terdiri dari parutan kelapa muda, cabai, bawang merah, bawang putih, garam, terese ( campuran petai dan rese), dan sedikit gula, serta ikan asin/ gereh/teri. Bumbu – bumbu tersebut dihaluskan, dibungkus daun pisang kemudian dikukus. Setelah matang, bumbu dicampurkan dengan sayur rebus tadi. Gudhang adalah tempat menaruh beraneka barang, sehingga karena banyaknya sayur dan bumbu, maka disebut dengan gudhangan. Ada sebagian nasi yang dibentuk menjadi tumpeng / gunungan. Tumpeng bermakna
tumekaning penggayuh, yang artinya keinginan yang
ingin diraih. Tumpeng berbentuk kerucut / piramida, dengan puncak seperti gunung. Hal ini bermakna keinginan yang memuncak/tinggi tadi yang harus diraih. b. Lauknya terdiri dari telur rebus dan gereh ( ikan asin atau teri). Biasanya nasi gudhangan dan lauk ditempatkan pada suatu wadah / bejana yang disebut dengan basi. Kemudian ditutup dengan daun pisang. c. Sambel
Gepeng, merupakan
campuran kacang tholo (kacang
tanaman lembayung) yang digoreng, kemudian dihaluskan bersama 42
kencur dan sedikit gula jawa. Sambel Gepeng ditempatkan dalam wadah bernama suru (dari daun pisang). d. Ubarampe lainnya yaitu penggilingan padi
dedak (
bubuk kulit padi sisa hasil
yang masih kasar dan biasanya dimanfaatkan
untuk ternak ), cabai merah, bawang merah dan bawang putih serta uang receh yang ditempatkan dalam bathok ( tempurung kelapa). e. Keris yang terbuat dari cabai merah panjang, bawang putih, telur rebus. Bahan – bahan tersebut disusun dan ditusuk menggunakan lidi sedemikian rupa sehingga menyerupai keris. Lebih mirip dengan sate cabai, bawang putih dan telur. Keris tersebut diletakkan jadi satu dengan nasi gudhangan. f. Dedaunan yang teridiri dari daun
pulutan, daun turi, daun janur
kuning (daun kelapa), daun salak, daun dadap sirep. Dedaunan tersebut diuntai/diikat jadi satu seperti untaian bunga. g. Jadah jenang (makanan khas terbuat dari ketan). h. Kembang setaman (mawar merah, mawar putih, kenangan, melati, kanthil) i. Kemenyan, cempol ( serabut kelapa), korek api. j. Air dadap sirep yang ditempatkan dalam kendhi. k. Untuk sawah plungguh (sawah milik Kas Desa/Kelurahan yang dikelola oleh perangkat desa/pamong/dukuh, Carik (Sekretaris Desa) dan Kepala Desa / Lurah, biasanya ditambah dengan tukon pasar yaitu makanan seperti buah- buahan misal pisang, jambu, salak atau 43
yang lainnya dan makanan kecil/snack. Selain itu nasi ditambah sega gurih (nasi uduk) dan ingkung (olahan daging ayam). Dalam kembang setaman ditambah injet.
2. Waktu Pelaksanaan Wiwit dan Tingkeban Pelaksanaan wiwit untuk memulai menanam atau pun memulai memanen dilaksanakan pada hari Minggu Legi. Dipilih hari tersebut dikarenakan hari Minggu di Desa Wonokerto dimaknai hari dimana masyarakat dapat berkumpul. Hasil wawancara dengan Bapak Modin Miftahudin “Wiwit biasanya dilaksanakan tiap Minggu legi saat akan tandur atau menanam padi dan saat akan memanen hasil panenan. Namun, sekarang ini yang masih banyak dan sering dilakukan masyarakat adalah untuk upacara wiwit nya menjelang musim tanam, sedangkan untuk wiwit saat akan panen sudah jarang sekali dilaksanakan masyarakat Desa Wonokerto” Wiwit biasanya diselenggarakan menjelang panen padi saat sore hari (sebelum petang). Jadi, ketika hari ini wiwit dilaksanakan, keesokan harinya atau beberapa hari kemudian padi dipanen. Namun, seiring perkembangan pola perilaku masyarakat karena kepraktisannya, tradisi wiwit sering dibarengkan dengan beberapa saat sebelum panen. Tingkeban biasa dilaksanakan ketika umur padi sudah mulai aka nada buahnya (meteng). Pelaksanaan tingkeban ini merupakan upaya wujud syukur bahwa tanamannya sudah mulai berisi dengan harapan isinya berbulir banyak sehingga hasil panennya melimpah ruah. Hasil wawancara dengan Bapak Miftahudin 44
Tingkeban dilaksanakan saat padi sudah akan berbuah, istilah jawanya meteng yang dimaksudkan agar buah yang dihasilkan berkualitas. Masyarakat Desa Wonokerto berharap dengan adanya tingkeban ini hasil panen dapat melimpah ruah dan dapat menjadi rezeki bagi warga yang menanam padi
3. Prosesi Wiwit dan Tingkeban Ubarampe yang telah disiapkan dibawa ke sawah. Rombongan keluarga petani
dan anak–anak biasanya mendominasi dan ikut serta
dalam wiwit. Biasanya dipilih tempat dipinggir sawah/di pinggir batas sawah (Jawa : galengan). Beberapa tanaman padi dibuka untuk menempatkan ubarampe dan ada yang dijadikan satu. Di sini terdapat prosesi
kenduri
dalam skala kecil.
Kenduri
diartikan
kekendelan
ingkang diudhari (keberanian yang dibuka, disampaikan). Pemilik sawah duduk bersila atau lenggah kenduri (duduk bersila, posisi duduk saat prosesi kenduri dan berdoa). “Amit pasang paliman tabik, Ilo-ilo dino linepatno saking siku Gusti kang hakaryo bhawono Danyang Sri Semara Bumi kang mbaureksi sabin … (nama sawah atau desa) Mbok Dewi Sri pepitu, Kang lumpuh gendongen, kang wuto tuntunen, kulo aturi nglempak saklebeting sabin, ingak sampun kulo ancer-anceri sak pucuking blarak. Sak sampunipun nglempak, kulo caosi daharan ngabekti; sekul petak gandha arum, gereh pethek sambel gepeng, untub-untub lan sak panunggalanipun. Gandeng anggen kulo titip wiji gugut sewu, wonten ing tegal kabenteran sampun wancinipun sepuh, badhe kulo boyong wonten soko domas bale kencono. Kaki markukuhan, Nyai markukuhan, kukuhana kang dadi rejekiku. Nyai pakeh lan kaki Pakeh, akehono kang dadi rejekiku, yen ana kekurangane, tukuo neng pasar, lan seksenono ing dino … (nama hari) minggu legi punika” (Wawancara dengan Bapak Asmui) Setelah memanjatkan doa, tanaman padi disiram air kendhi yang dicampur daun dari pohon dadap sirep sebagai simbol untuk menenangkan 45
hati dan pikiran setelah sekian lama berjuang menumbuhkan padi. Rep kedhep dadap sirep. Juga menyebar beberapa makanan ke tengah sawah. sebagian nasi gudhangan dan lauk diambil kemudian ditempatkan dalam wadah/dibungkus
dari daun pisang atau
dipincuk
sebanyak empat
buah.Bungkusan empat bungkusan hidangan yang akan ditaruh di empat sudut sawah, itu adalah simbol kiblat papat siji pancer; kakang kawah, adi ari-ari, getih, lan puser, kang nyawiji dadi siji. Setelah itu, beberapa helai padi dipotong dengan ani-ani untuk dibawa pulang. Biasanya potongan padi tadi digantung di atas pintu. Nasi gudhangan dan lainnya pun dibagi-bagikan ke rombongan keluarga petani yang ikut tadi beserta anak– anak yang ikut serta dalam wiwit dan tingkeban. Piring daun pisang menjadi wadah untuk tempat nasi gudhangan. Secara bersama–sama menikmati hidangan wiwit dan tingkeban di pematang sawah. Sedangkan dalam acara tingkeban dilaksanakan hampir sama dengan acara wiwit, namun untuk di Desa Wonokerto untuk tingkeban hanya lebih menekankan pada berdoa di sawah kepada Allah, mendoakan leluhur dan tanamannya agar dijaga dari serangan hama dan ucapan rasa syukur atas tanamannya yang mulai berbuah agar panennya dapat berlimpah ruah.
46
C. Tanggapan Masyarakat Desa Wonokerto terhadap tradisi Wiwit dan Tingkeban Seiring dengan berkembangnya keadaan, baik informasi maupun teknologi, pelaksanaan tradisi wiwit dan tingkeban mendapatkan berbagai penilaian dari masyarakat. Hasil wawancara dengan Bapak Miftahudin misalnya “Wiwit dan tingkeban sekarang berbeda dengan wiwit dan tingkeban sewaktu saya kecil dulu. Dahulu wiwit dan tingkeban dilaksanakan oleh setiap pemilik atau penggarap sawah dan tidak dilakukan bersama-sama, karena tanam maupun panennya tidak pada hari yang sama. Namun karena perubahan zaman, maka untuk menghemat waktu dan biaya dilaksanakan secara bersama-sama, namun tidak mengurangi maksud dan tujuan diadakannya selametan wiwit dan tingkeban tersebut”. Hasil wawancara lainnya dengan Bapak Sukandar menyatakan bahwa “Untuk wiwit dan tingkeban di Wonokerto masih dilaksanakan dan terjaga dengan baik, namun masalah pelaksanaannya lebih banyak mempertimbangkan factor biaya pelaksanaan, sehingga sekarang dilaksanakan secara bersama-sama, karena apa-apa sekarang biayanya lebih mahal sedangkan harga jual beras atau gabah dari petani masih rendah” Hasil wawancara dengan Bapak Miftahudin mengenai pelaksanaan tradisi wiwit dan tingkeban masih ada dalam masyarakat Wonokerto “tradisi ini masih ada dalam masyarakat Wonokerto karena nilai aqidahnya adalah meyakini kekuatan do‟a. Perbedaan yang paling mencolok yaitu pada doanya, jika pada masa Hindu-Budha doa ditujukan kepada tokoh Sri atau Dewi Sri, maka setelah Islam menjadi agama masyarakat Jawa, doa tersebut berubah menjadi doa syukur kepada Allah SWT. Dan ditambah juga dengan membagi-bagikan nasi wiwit yang diberikan kepada para petani lainnya, yang itu merupakan bentuk rasa kesosialan antar petani dan sebagai bentuk syukur kita kepada Allah SWT yang telah memberikan rizqi berlimpah.” 47
Namun dengan berubahnya pelaksanaan wiwit pada masa HinduBudha dibanding dengan setelah Islam masuk ke wilayah Nusantara, tujuan wiwit itu tetap sama, yaitu agar mendapatkan hasil panen yang baik dan banyak. Oleh karena itu upacara ritual wiwit tetap berlangsung sampai saat ini di masyarakat Wonokerto. Berdasarkan hal tersebut dapat dimaknai bahwa pelaksanaan tradisi wiwit dan tingkeban pertanian masih dilestarikan oleh masyarakat Wonokerto dan diyakini sebagai sebuah ucapan permohonan atau syukur terhadap tanaman yang akan ditanam maupun yang akan dipanen, hanya dalam pelaksanaanya sudah mengalami perbedaan baik dari segi jenis makanan maupun tatacara pelaksanaannya.
48
BAB IV PEMBAHASAN
Pelaksanaan tradisi wiwit dan tingkeban di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang berdasarkan hasil penelitian dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Tradisi Wiwit dan Tingkeban di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Dalam era modernisasi gejolak para petani semakin banyak dimana musim hujan dan musim kemarau mulai tidak menentu, bahkan ketika hujan lebat terlalu banyak air melimpah dan adanya angin merusak tanam padi. Belum faktor pupuk, hama dan faktor paling krusial adalah harga pasar yang mendukung. Petani semakin terhimpit dimana tanah yang subur belum tentu menjadi jaminan petani desa bertahan, makin lama lahan pertanian desa Wonokerto dengan bertambah penduduk yang pesat pembangunan rumahrumah tinggal semakin banyak. Tekanan petani semakin komplek. Banyak peralihan profesi dimana dia akan kerja diluar kota dimana ketika bekerja menjadi petani sebagai mata pencaharian pokok hanya bisa memenuhi kebutuhan pokok saja. Terjadi urbanisasi desa Jarit, salah satu dampak dunia pertanian mengalami tekanan. Dimulai dari banyak tekanan ini dilihat dari makna upacara wiwit dalam dunia pertanian dimana di era modernisasi ini upacara wiwit tidak selengkap pelaksanaan saat-saat belum adanya pengaruh modernisasi. Di desa 49
Wonokerto dari segi pola bahasa masih tetap menggunakan bahasa Jawa dalam segi makna mulai bergeser dimana dalam kemajuan teknologi ini petani menggunakan mesin yang mulanya dari tenaga hewan dimana masyarakat mengadakan ritual hanya sebagai bentuk upacara yang penuh makna, agar nanti musim tanam sampai panen tidak ada halangan. Hanya sebagai ritual yang terus berulang tapi makna didalam masyarakat, jika tidak melakukan upacara dirasa tabu, tidak memberikan keterangan pada sang petani. Sementara jika dilihat dari sebuah mitos Dewi Sri sebagai ular dan Raden Sendana sebagai burung. Ini merupakan bentuk dari sebuah ekosistem pengontrol alam seperti ular sebagai pemakan tikus, tikus merupakan hama dari tanaman padi dan ulat. Belalang sebagai makanan burung. Dari mitos ini bahwa makna wiwit sebagai penghormatan Dewi Sri dan dimaknai lebih dalam kita sebentar harus menjaga ekosistem yang ada dimana ular sawah pemakan tikus mulai jarang ditemukan dan burung mulai dipelihara dirumah sebagai ocehan. Pergeseran nilai makna terhadap upacara wiwit dikarenakan beberapa faktor dari kemajuan teknologi, masalah yang komplek dalam masyarakat petani.
2. Tanggapan masyarakat terhadap Tradisi Wiwit dan Tingkeban di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Modernisasi dan pembangunan berasal dari paradigma yang sama yaitu fungsionalisme dan positivisme, serta menggunakan kerangka teoritis dan ideologis yang sama sebagaimana digunakan oleh modernisasi. Asumsi 50
dasar modernisasi dikaitkan dengan proses perubahan dari struktur yang disebut tradisional menuju modern (Fakih, 2000: 72). Bias lain dari modernisasi adalah metaphor pertumbuhan, dengan suatu filosofi bahwa modrnisasi dianggap sebagai tubuh atau organism yang senantiasa berkembang, yang seakan-akan secara linier bergerak dari masyarakat tradisional itu buruk dan harus diganti dengan yang modern. Modernisasi pada hakekatnya merupakan serangkaian perkembangan dan perubahan nilai-nilai dasar, meliputi nilai teori, nilai social, ekonomi, kekuasaan, atau politik, nilai estetika dan nilai agama.secara harafiah, kata modern berartisesuatu yang baru menggantikan sesuatu yang lama berlaku (Mustopo, 2003: 133). Dalam pengertian sesuatu yang baru ini belum tentu baik dari yang lama dan apabila perubahan itu tidak menjadi lebih baik, terjadi disharmonis dan sebaliknya perubahan menjadi lebih akan terjadi nilai harmonis baik dari masyarakat ataupun individu. Dalam hal tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan tradisi wiwit dan tingkeban di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak pada hakikatnya masyarakat Desa Wonokerto yang penduduknya adalah nahdliyin atau warga NU masih melestarikan tradisi wiwit dan tingkeban, namun pelaksanaannya yang dahulunya dilaksanakan oleh setiap pemilik sawah, sekarang secara dilaksanakan secara bersama-sama dalam waktu yang sama oleh pemilik atau penggarap sawah. Masyarakat seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi lebih berpikiran praktis dan ekonomis. Selain waktu masalah nilai
51
ekonomis dalam pelaksanaan wiwit dan tingkeban ini merupakan factor besar sehingga pelaksanaanya tidak dilaksanakan sendiri-sendiri oleh pemilik lahan.
3. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Wiwit dan Tingkeban di Desa Wonokerto Kecamatan Bancak Keyakinan bahwa yang memberikan rezeki dan telah menjaga keselamatan hasil tanaman adalah Allah merupakan nilai aqidah dalam acara wiwit dan tingkeban di Desa Wonokerto. Nilai aqidah ini menjadi sangat penting, karena masyarakat Jawa yang dahulu mengadakan wiwit dan tingkeban karena faktor agama Hindhu dan Budha, setelah masuknya ajaran Islam, masyarakat meyakini bahwa wiwit dan tingkeban merupakan suatu bentuk keyakinan bahwa yang memberikan keselamatan atas hasil panennya adalah Allah SWT. Dalam acara wiwit dan tingkeban di Desa Wonokerto, saat dilaksanakannya ambengan dilakukan acara tahlilan atau membaca do‟a. Tahlil untuk mendo‟akan arwah masing-masing keluarga dan sesepuh desa merupakan suatu bentuk ibadah, menghargai orangtua yang telah mendahului warga masyarakat. Ungkapan rasa syukur atas akan dimulainya penanaman dan panen yang berhasil melalui acara wiwit dan tingkeban tersebut diwujudkan dengan melakukan kegiatan tahlil dan pengajian sebagai ungkapan atas karunia dan berkah Allah SWT kepada masyarakat Desa Wonokerto.
52
Nilai gotong royong dalam upacara Wiwit dan tingkeban ini terlihat dalam pelaksanaan atau penyelenggaraan yang dilakukan bersama-sama antara warga masyarakat Desa Wonokerto dan sekitarnya. Misalnya dalam hal biaya penyelenggaraan ditanggung bersama dengan warga masyarakat. Demikian pula dalam hal gotong royong yang dilakukan warga masyarakat pada waktu diadakan kerja bakti di tempat penyelenggaraan upacara. Pada waktu pembersihan fasilitas berupa masjid, jalan, makam dan sumber air kegotongroyongan
jelas
terlihat,
mereka
dengan
suka
rela
membantu sampai selesai. Mereka membantu secara suka rela, sehingga merasa puas, dan gotong royong yang menjadi ciri khas warga masyarakat dapat dilestarikan atau dipertahankan. Tradisi Wiwit dan tingkeban yang diselenggarakan di Desa Wonokerto ternyata dapat berperan untuk menggalang persatuan dan kesatuan warga setempat. Persatuan dan kesatuan warga masyarakat tersebut dinyatakan adanya pembagian makanan dan makan bersama yang dilakukan pejabat desa, tamu undangan dan warga masyarakat. Oleh karena itu dorongan untuk melaksanakan tradisi Wiwit dan tingkeban merupakan dasar yang kuat bagi warga masyarakat Desa Wonokerto dalam melakukan tugastugas yang dibebankan kepada mereka. Sebagai contoh dalam membuat sesaji, dalam kerja bakti dan persiapan minuman atau makanan untuk suatu pelaksanaan upacara. Bahkan pada saat pelaksanaan upacara telah selesai, mereka bersama-sama membersihkan tempat-tempat yang telah digunakan dan mengembalikan ke tempat semula. Sebagai warga Desa Wonokerto yang 53
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, mempunyai anggapan bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, tetapi selalu tergantung kepada sesamanya. Oleh karena itu tradisi Wiwit dan tingkeban yang menyangkut kegiatan seluruh warga ditujukan untuk kepentingan bersama. Hal ini disebabkan pada dasarnya
tradisi
tersebut
untuk
kepentingan
bersama,
memberikan
kesejahteraan, ketenteraman dan keselamatan warga Desa Wonokerto Desa Tukang. Nilai persatuan dan kesatuan yang ada sehubungan dengan adanya tradisi Wiwit dan tingkeban dapat pula dilihat pada waktu pelaksanaan upacara. Penduduk sekitar tempat pelaksanaan tradisi Wiwit dan tingkeban dilaksanakan mereka dengan senang hati membuka pintu rumahnya dan menyediakan makan dan minum bagi siapa saja yang mampir dirumahnya untuk istirahat sejenak. Dalam penyelenggaraan tradisi Wiwit dan tingkeban sangat menjunjung tinggi nilai musyawarah. Hal ini ditunjukkan dalam pelaksanaan tradisi Wiwit dan tingkeban. Sebelum diselenggarakan, dibentuk panitia secara musyawarah, yang dinamakan rembug dusun, antara warga masyarakat dengan aparat desa. Dalam musyawarah tersebut dibicarakan bagaimana cara mencari dana untuk penyelenggaraan. Tradisi Wiwit dan tingkeban selain merupakan suatu upaya warga masyarakat Desa Wonokerto dan sekaligus memberikan penghormatan dan ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga merupakan upaya pelestarian tradisi yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat Desa Wonokerto. Berbagai pantangan yang berlaku dalam penyelenggaraan tradisi 54
tersebut membuktikan ketaatan masyarakat terhadap tradisi Wiwit dan tingkeban yang telah diyakininya. Hal tersebut nampak saat dilakukan pengajian, dimana pembicara/ kyai menyampaikan nilai agama dan sosial terkait dengan pelaksanaan wiwit dan tingkeban dan hal yang berkembang dalam masyarakat. Tradisi Wiwit dan tingkeban yang dilakukan masyarakat Desa Wonokerto mempunyai kearifan lokal tradisi yang dapat dilestarikan. Sebelum pelaksanaan wiwit dan tingkeban pada hari Rabu Wage diadakan kerja bakti membersihkan lingkungan. Dengan mengamati berbagai kegiatan yang ada pada acara adat Wiwit dan tingkeban di Desa Wonokerto tersebut kiranya dapat kita ambil maknanya: 1.
Adanya rasa takwa dan hormat terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ini dapat dilihat adanya kegiatan doa bersama dalam kenduri yang dilakukan di dekat sawah secara bersama sebagai ungkapan syukur atas keberhasilan para petani.
2.
Adanya perilaku rasa penghormatan terhadap orang yang lebih tua atau yang lebih dulu ada. Ini memberikan suatu teladan bahwa yang muda sudah sewajarnya memberi hormat kepada yang lebih tua. Bagaimanapun orang yang lebih tua itu sebagai panutan.
3.
Adanya
rasa
kebersamaan
persatuan,
gotong-royong
berarti
menghilangkan individualisme dan egoistis. Ini dapat kita lihat dalam kerja sama dalam mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan pelaksanaan wiwit dan tingkeban. 55
4.
Adanya sikap perilaku kemanusiaan ini bisa kita lihat dengan cara membagi sedekah/makanan saat waktu kenduri bersama.
5.
Mengajarkan
tentang
kehidupan
yang
teratur,
penghematan
dan
pemanfaatan. Penyimpangan hasil panen padi ke dalam lumbung dengan maksud agar para petani tidak mengalami kekurangan, sehingga akan tercapai pengaturan ekonomi yang baik. Namun demikian, kegiatan wiwit dan tingkeban selain mengandung nilainilai positif juga masih banyak nilai-nilai negatif yang timbul dari kegiatan yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat, diantaranya adalah 1. Masih adanya pemberian sesaji di area pertanian tertentu di Desa Wonokerto masih menunjukkan budaya leluhur, yang menunjukkan bahwa ada kepercayaan yang menyekutukan Allah SWT dengan selainnya. Hal tersebut seharusnya perlu dihindari sehingga nilai-nilai Islam lah yang harus dikembangkan melalui kegiatan wiwit dan tingkeban. Apabila hal ini dipahami oleh generasi penerus secara turun temurun akan menyebabkan hilangnya nilai-nilai aqidah, berganti pada nilai-nilai takhayul yang berkembang dalam masyarakat. 2. Kemenyan yang dibakar, tentunya dipandang sebagai rangkaian prosesi dalam wiwit itu. Dalam menjalankan “ritual” ini harus bisa meluruskan niat bahwa membakar kemenyan tidak ditujukan kepada arwah/ danyang yang mbaurekso (menguasai) sawah tersebut (atau Dewi Sri). Ini adalah wujud wewangian untuk menambah nilai kesakralan dalam tradisi wiwit dan sesuatu yang wangi tentunya sedap dirasakan. Meskipun dalam mantra atau doa tersebut 56
disebutkan ada kata “danyang”. Dalam ajaran agama tentunya kita tidak diperbolehkan berdoa kepada selain Tuhan Yang Maha Esa. Alangkah lebih baiknya jika berdoa sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama supaya kita tidak keluar dari nilai – nilai agama tanpa mengurangi nilai / makna dalam prosesi pelestarian tradisi wiwit. Secara bersama–sama menikmati hidangan wiwit di pematang sawah dan menikmati hidangan tingkeban di rumah Bapak Modin. Nasi gudhangan, tidak ada sekat mana itu pemilik sawah atau buruh tani, semua membaur. Menikmati rezeki pemberian Sang Rabbi Illahi dengan perantara pemilik sawah atau petani. Proses interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam sebagai sedulur sikep dan manusia dengan SRI - Sang Rabbi Illahi terjalin dan saling berkaitan satu sama lain. Pada sisi inilah terkandung local wisdom atau kearifan lokal dari Upacara Wiwit dan tingkeban, yang pada intinya mengajarkan bahwa hasil panen tidak pantas dinikmati seorang diri. Bahwa kelimpahan sebaiknya juga dapat dinikmati oleh orang lain (tetangga). Kelimpahan (seperti panen padi) yang dinikmati sendirian bagi masyarakat Jawa masa lalu dianggap saru, tidak pantas. Tradisi wiwit ini sungguh menggambarkan wujud terima kasih dan wujud syukur petani terhadap segala nikmat, salah satunya padi yang menguning dan siap panen.
Wujud syukur tersebut disampaikan melalui
sedekah terhadap alam dan manusia. Proses berdoa sebelum memulai acara, berdoa sebelum makan, dan pembagian nasi gudhangan kepada yang lain dimaknai bahwa segala sesuatunya, harus diiringi dengan usaha. Setelah 57
berusaha, maka kita berdoa dan serahkan kepada Sang Pencipta. Tak lupa dengan manusia yang lain bahwa sejatinya apa yang Tuhan telah berikan kepada kita, ada milik/rezeki atau bagian orang lain yang membutuhkan. Wujud amalan berbagi rezeki melalui sedekah, tentu merupakan amalan yang lebih dari sekedar wujud pelestarian budaya saja. Di sinilah dari kaca mata budaya, melestarikan tradisi wiwit dan tingkeban yang berkembang di Suku Jawa khususnya para petani penuh makna dan
ternyata sejalan
dengan nilai – nilai religius. Tentunya jika diniatkan dan berdoa hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hanya sebagai ritual yang terus berulang tapi makna didalam masyarakat, jika tidak melakukan upacara dirasa tabu, tidak memberikan keterangan pada sang petani. Sementara jika dilihat dari sebuah mitos Dewi Sri sebagai ular dan Raden Sendana sebagai burung. Ini merupakan bentuk dari sebuah ekosistem pengontrol alam seperti ular sebagai pemakan tikus, tikus merupakan hama dari tanaman padi dan ulat. Belalang sebagai makanan burung. Dari mitos ini bahwa makna wiwit sebagai penghormatan Dewi Sri dan dimaknai lebih dalam kita sebentar harus menjaga ekosistem yang ada dimana ular sawah pemakan tikus mulai jarang ditemukan dan burung mulai dipelihara dirumah sebagai ocehan. Pergeseran nilai makna terhadap upacara wiwit dikarenakan beberapa faktor dari kemajuan teknologi, masalah yang komplek dalam masyarakat petani. Bagi masyarakat Jawa seperti di daerah Jawa Tengah, padi merupakan tanaman yang menjadi penghidupan para petani. Petani Jawa 58
khususnya yang menanam padi menempatkan tanaman padi sebagai sumber rezeki dan kehidupan selain sebagai pemuas kebutuhan makan. Sebagai wujud syukur menjelang panen dengan harapan panen padi yang melimpah, terdapat tradisi Wiwit atau Wiwitan.
59
BAB V PENUTUP
B. nalupmiseK 1. Tradisi wiwit dan tingkeban berkaitan dengan kepercayaan dan merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang sampai sekarang masih tetap dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat Dusun Wonokerto Desa Wonokerto Kecamatan Bancak. 2. Masyarakat sebagian masih menganggap penting akan dilaksanakannya tradisi wiwit dan tingkeban karena pada hakekatnya tradisi tersebut merupakan kegiatan untuk memanjatkan do‟a agar tanaman padi diberikan keselamatan dari serangan hama dan panen dapat berlimpah ruah. 3. Nilai pendidikan Islam yang terungkap dalam tradisi wiwit dan tingkeban antara lain : 1. Nilai ubudiyah, yaitu meyakini bahwa Allah SWT merupakan satusatunya Tuhan yang Maha Merawat, Memberikan rizki, keselamatan. Bentuk ubudiyah dengan adanya upacara berdo‟a untuk mendoakan keselamatan tanaman padi dan petani. 2. Nilai Muamalah yaitu masyarakat bergotong royong untuk memulai kegiatan
menanam
padi
dan
rasa
kebersamaan
menyelenggarakan kegiatan tradisi wiwit dan tingkeban.
60
dalam
C. nereK Pada akhir penulisan ini penulis memberikan saran yang mungkin dapat membantu dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan orang lain: 1. Masyarakat Dusun Wonokerto Desa Wonokerto Kecamatan Bancak agar tetap menjaga, melestarikan mempertahankan tradisi yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai pendidikan Islam dapat terus dilestarikan dari generasi ke generasi. 2. Agar dalam pelaksanaan tradisi wiwit dan tingkeban meskipun sekarang dilaksanakan secara bersama-sama, hendaknya tidak mengurangi jenis makanan yang disediakan serta tata urutan pelaksanaannya, sehingga tidak hanya sekedar makan di pinggir sawah sedangkan nilai pendidikan Islamnya tidak pernah tersentuh apalagi nilai tradisinya menjadi hilang. 3. Perlunya masyarakat memupuk kesadaran untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah serta senantiasa bersabar atas ujian yang diberikan.
61
DAFTAR PUSTAKA
Akhdiyat, Hendra. 2009. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia Aly, Hery Noer. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia Darmadi, Hamid. 2009. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta Depag RI. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI Hadiwiyono. 2004. Adat Tatacara Jawa. Jakarta: Sunurat Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Remaja Rosda Karya Hamid, Abdul. 2009. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia Koentjaraningrat. 2005. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Bumi Aksara Murgiyanto. 2008. Sejarah dan Pertumbuhan Antropologi Budaya. Jakarta: Bumi Aksara Mustopo, H, dkk. 2003. Sejarah dan Budaya Dari Masa Kuno Sampai Kontemporer. Malang: Universitas Negeri Malang Poerwadarminto, WJS. 2002. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Puersen, 2004. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Rianse, Usman. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Alfabeta Saebani, Beni Ahmad. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia Sagala, Syaiful. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Nimas Multima Sjarkawi. 2009. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara Sugiyono. 2009. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Surayin. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Yrama Widya Suwardi. 2006. Mistisme dalam Seni Tradisional Bersih Desa. Semarang: FBS Unnes 62
Tafsir, Ahmad. 2001. Ilmu Agama. Bandung: Pustaka Setia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Widodo, Sembodo Ari. 2007. Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada
63
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Responden
:
Nomor Urut
:
Jabatan
:
Jawablah pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya, jawaban saudara tidak akan memberikan pengaruh terhadap jabatan/kedudukan Saudara, karena hanya digunakan untuk penelitian
1.
Bagaimana selama ini adat wiwit dan tingkepan di wonokerto?
2.
Apa yang mendasari adat istiadat tersebut?
3.
Bagaimana pelaksanaannya sekarang?
4.
Apa saja yang dipersiapkan untuk kegiatan tersebut?
5.
Siapa saja yang terlibat didalamnya?
6.
Apa saja nilai-nilai keagamaan yang terkandung dalam pelaksanaan adat tersebut?
7.
Adakah pengaruh negatifnya terhadap masyarakat?
2
TRAKSKRIP WAWANCARA
Nama Responden
: Miftahudin
Nomor Urut
:
Jabatan
: Modin
Jawablah pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya, jawaban saudara tidak akan memberikan pengaruh terhadap jabatan/kedudukan Saudara, karena hanya digunakan untuk penelitian
1.
Bagaimana selama ini adat wiwit dan tingkepan di wonokerto? Dahulunya hamper semua warga masyarakat yang memiliki tanah sawah atau petani penggarap melaksanakan tradisi tersebut sebelum pelaksanaan musim tanam untuk wiwit dan saat padi mulai berisi, namun seiring dengan perkembangan zaman dan semakin berkembangnya budaya serta kebutuhan ekonomi yang semakin sulit, hanya beberapa warga saja yang masih melestarikan budaya tersebut. Budaya tersebut merupakan warisan nenek moyang atau leluhur yang sampai saat ini masih ada, yang konon katanya wujud budaya Hindhu yang sudah disesuaikan dengan budaya Islam.
2.
Apa yang mendasari adat istiadat tersebut? Kalau saat ini budaya tersebut dilakukan sebagai bentuk do‟a agar dalam pelaksanaan musim panen diberikan keselamatan terhadap tanaman dari hama atau kegagalan panen serta wujud syukur , karena masyarakat Wonokerto meyakini bahwa orang yang bersyukur akan ditambah nikmatnya.
3.
Bagaimana pelaksanaannya sekarang? Pelaksanaannya hanya dibeberapa warga saja, ya dilaksanakan menjelang akan mengerjakan lahan pertanian khususnya menjelang tandur atau menanam padi. Biasanya dilaksanakan pada hari tertentu dengan persiapan terlebih dahulu untuk uborampenya.
4.
Apa saja yang dipersiapkan untuk kegiatan tersebut? Persiapannya berupa makanan-makanan istilahnya ambengan yang berupa nasi gudangan lengkap beserta ingkung atau ayam panggang 1 ekor dengan berbagai kelengkapannya. Kemudian di bawa ke lokasi pertanian dan dilakukan doa di sana kemudian ambengannya dimakan bersama di area pertanian
5.
Siapa saja yang terlibat didalamnya? Antara dahulu dengan sekarang sudah banyak mengalami perbedaan, kalau dahulu karena banyak yang melaksanakan, sehingga seluruh warga dan perangkat desa dan tokoh hadir di area pertanian, namun karena sekarang yang melaksanakan hanya beberapa warga, maka yang datang atau diundang hanya warga terdekat.
6.
Apa saja nilai-nilai keagamaan yang terkandung dalam pelaksanaan adat tersebut? Nilai keagamaan yang ada ya ada nilai aqidah, nilai syukur dan nilai kebersamaan.
7.
Adakah pengaruh negatifnya terhadap masyarakat? Kalau dihitung secara ekonomi ya memang agak boros, tetapi masyarakat meyakini bahwa bukan hal borosnya karena tidak dilakukan setiap waktu. Itupun ya hanya sebatas ungkapan rasa syukur pada Allah
TRAKSKRIP WAWANCARA
Nama Responden
:
Nomor Urut
:
Jabatan
: Warga Masyarakat
Jawablah pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya, jawaban saudara tidak akan memberikan pengaruh terhadap jabatan/kedudukan Saudara, karena hanya digunakan untuk penelitian
1.
Bagaimana selama ini adat wiwit dan tingkepan di wonokerto? Hampir semua warga masyarakat yang memiliki tanah sawah atau petani penggarap melaksanakan tradisi tersebut sebelum pelaksanaan musim tanam untuk wiwit dan saat padi mulai berisi, namun seiring dengan perkembangan zaman dan semakin berkembangnya budaya serta kebutuhan ekonomi yang semakin sulit, hanya beberapa warga saja yang masih melestarikan budaya tersebut. Budaya tersebut merupakan warisan nenek moyang atau leluhur yang sampai saat ini masih ada, yang konon katanya wujud budaya Hindhu yang sudah disesuaikan dengan budaya Islam.
2.
Apa yang mendasari adat istiadat tersebut? Kalau saat ini budaya tersebut dilakukan sebagai bentuk do‟a agar dalam pelaksanaan musim panen diberikan keselamatan terhadap tanaman dari hama atau kegagalan panen serta wujud syukur , karena masyarakat Wonokerto meyakini bahwa orang yang bersyukur akan ditambah nikmatnya.
3.
Bagaimana pelaksanaannya sekarang? Dilaksanakan menjelang akan mengerjakan lahan pertanian khususnya menjelang tandur atau menanam padi. Biasanya dilaksanakan pada hari tertentu dengan persiapan terlebih dahulu untuk uborampenya.
4.
Apa saja yang dipersiapkan untuk kegiatan tersebut? Persiapannya berupa makanan-makanan istilahnya ambengan yang berupa nasi gudangan lengkap beserta ingkung atau ayam panggang 1 ekor dengan berbagai kelengkapannya. Kemudian di bawa ke lokasi pertanian dan dilakukan doa di sana kemudian ambengannya dimakan bersama di area pertanian
5.
Siapa saja yang terlibat didalamnya? Antara dahulu dengan sekarang sudah banyak mengalami perbedaan, kalau dahulu karena banyak yang melaksanakan, sehingga seluruh warga dan perangkat desa dan tokoh hadir di area pertanian, namun karena sekarang yang melaksanakan hanya beberapa warga, maka yang datang atau diundang hanya warga terdekat.
6.
Apa saja nilai-nilai keagamaan yang terkandung dalam pelaksanaan adat tersebut? Nilai keagamaan yang ada ya ada nilai aqidah, nilai syukur dan nilai kebersamaan.
7.
Adakah pengaruh negatifnya terhadap masyarakat? Jika dihitung secara ekonomi ya memang agak boros, tetapi masyarakat meyakini bahwa bukan hal borosnya karena tidak dilakukan setiap waktu. Itupun ya hanya sebatas ungkapan rasa syukur pada Allah SWT
PERNYATAAN PUBLIKASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Muhammad Taufiqur Riyadi
Nim
: 111 10 042
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini biasa dipublikasikan oleh STAIN Salatiga. Salatiga 24 Maret 2015 Yang Menyatakan
Muhammad Taufiiqur Riyadi NIM. 11110042