Nilai-Nilai Budaya Organisasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Tim Penyusun Budaya Organisasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Halaman 1
DAFTAR ISI
EXECUTIVE SUMMARY ...................................................................
3
B. PENTINGNYA BUDAYA ORGANISASI DJPBN......................
6
A. DEFINISI BUDAYA ORGANISASI.............................................. C. PENYUSUNAN BUDAYA ORGANISASI...................................
C.1. MODEL BUDAYA ORGANISASI DARI QUINN, ROBERT E. (2004)......................................
C.2. PEROLEHAN DATA.................................................................
4 7 7
9
C.3. PETA KUADRAN ORIENTASI BUDAYA............................ 10 C.4. PETA “DO MORE DO LESS”.................................................. 13
C.5. RUMUSAN DEFINISI DAN INDIKATOR PERILAKU BUDAYA ORGANISASI............................................................ 17
D. STRATEGI KOMUNIKASI DAN INTERNALISASI................ 19 APPENDIX.............................................................................................. 21 APP.1. PATTERN PER-KELOMPOK RESPONDEN............... 22 APP.2. DO MORE DO LESS............................................................ 23 APP.3. CORE VALUES...................................................................... 24
Halaman 2
EXECUTIVE SUMMARY
B
udaya organisasi didefinisikan sebagai “serangkaian nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai jiwa dan ciri pembeda suatu organisasi, dibakukan dan tercermin dalam perilaku tiap-tiap anggota serta gerak-laku organisasi”. Dengan demikian, budaya organisasi DJPBN idealnya dapat diimplementasikan sebagai: • Standar sikap dan perilaku pegawai DJPBN : bagaimana seharusnya pegawai DJPBN bersikap dan berperilaku. • Identitas/karakter pegawai DJPBN: ciri khusus/jati diri pegawai DJPBN yang membedakan dan mengunggulkan pegawai DJPBN dibanding anggota organisasi/instansi lain. DJPBN memerlukan suatu budaya organisasi yang terdefinisikan secara baku, diuraikan secara jelas dan diterapkan secara konsisten, karena:
“
nilai yang harus dimiliki untuk menjadi pengelola keuangan negara yang handal adalah memiliki kemampuan yang mumpuni dan juga memiliki sikap amanah dalam menjalankan tanggung jawabnya
“
• Tantangan perubahan lingkungan ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan pola relasi instansi pemerintah selaku pelayan publik dengan masyarakat selaku stakeholders-nya (perubahan eksternal). • Dinamika internal keorganisasian seperti restrukturisasi dan reorganisasi, adanya proses regenerasi, serta perubahan paradigma dan pola tindak pegawai sebagai dampak perubahan eksternal. • Tuntutanpeningkatan kinerja selaku instansi publik untuk mengimbangi
Halaman 3
dinamika eksternal dan meningkatkan kredibilitas organisasi, termasuk dalam hal efisiensi dan efektifitas organisasi. • Baik/buruk atau kuat/lemahnya kultur suatu organisasi dapat menjadi faktor yang menentukan eksistensi organisasi di masa depan. Metode penyusunan budaya organisasi berdasarkan model budaya organisasi dari Quinn (2004). Dari hasil survey budaya organisasi yang dilakukan dan mempertimbangkan visi dan misi DJPBN dan perkembangan organisasi kedepan (dalam hal ini SPAN diperhitungkan sebagai salah satu perubahan besar) maka diperoleh satu share value DJPBN yakni : “mampu dan amanah”, artinya bahwa nilai yang harus dimiliki untuk menjadi pengelola keuangan negara yang handal adalah memiliki kemampuan yang mumpuni dan juga memiliki sikap amanah dalam menjalankan tanggung jawabnya. Sedangkan 5 nilai value yang diperoleh adalah : Inovatif, Kemitraan, Akuntabel, Konsisten dan Profesional. Kelima nilai tersebut juga telah dilengkapi dengan indikator perilaku masing-masing. Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah penyusunan strategi komunikasi untuk sosialisasi dan upaya internalisasi budaya organisasi tersebut.
Halaman 4
A. DEFINISI BUDAYA ORGANISASI
D
ari sejumlah definisi teoretik budaya organisasi ( organizational culture/corporate culture ), dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi budaya organisasi pada intinya menjelaskan dan mencakup sejumlah hal berikut: • Nilai-nilai bersama dan utama dalam organisasi ( Values )
“
Asumsi-asumsi bersama yang absah dan valid sebagai cara berpikir ( mindset Schein, 1992), “ informal rules systems ” bagaimana seharusnya individu berpikir dan bertindak (Deal dan Kennedy, 1982), nilai-nilai spesifik suatu organisasi yang bernilai keunggulan (Eldridge dan Crombie, 1974)
Serangkaian nilainilai yang disepakati bersama sebagai jiwa dan ciri pembeda suatu organisasi, dibakukan dan • “Jiwa” organisasi tercermin dalam “ Rules systems ” yang mendasari cara pikir perilaku tiap-tiap dan cara tindak (Deal dan Kennedy, 1982), anggota serta gerakjati diri/karakter organisasi (Eldridge dan laku organisasi Crombie, 1974),
“
• Terwujud organisasi
dalam
perilaku
anggota
Cara tindak anggota organisasi (Schein, 1992; Deal dan Kennedy, 1982)
Atas dasar sejumlah hal di atas, budaya organisasi didefinisikan sebagai: “Serangkaian nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai jiwa dan ciri pembeda suatu organisasi, dibakukan dan tercermin dalam perilaku tiap-tiap anggota serta gerak-laku organisasi”
Halaman 5
Selanjutnya, dengan mengacu pada pendapat Quinn (2004), secara praktikal budaya organisasi diterjemahkan dalam sejumlah sisi keorganisasian meliputi: • Praktek-praktek keorganisasian ( organizational practices ) • Eksistensi dan tampilan organisasi ( the way things “are” ) • Cara bertindak ( how we do things around here ) Dengan demikian, budaya organisasi DJPBN idealnya dapat diimplementasikan sebagai: 1. Standar sikap dan perilaku pegawai DJPBN: bagaimana seharusnya pegawai DJPBN bersikap dan berperilaku 2. Identitas/karakter pegawai DJPBN: ciri khusus/jati diri pegawai DJPBN yang membedakan dan mengunggulkan pegawai DJPBN dibanding anggota organisasi/instansi lain. Budaya organisasi yang mencakup seluruh organisasi sesungguhnya berakar pada diri individu setiap anggota organisasi. Tiap individu (pegawai) pasti memiliki keyakinan akan hal-hal tertentu yang diyakininya benar ( beliefs ), yang bila selanjutnya terkonfirmasi dalam kehidupannya sehari-hari akan menjadi nilainilai individu yang dipedomaninya sebagai baik untuk dilakukan ( values ). Jika kumpulan nilai-nilai dari individuindividu ini bergabung dan berpadu menjadi keyakinan
Halaman 6
Keyakinan akan sesuatu hal (beliefs)
akumulasi
aksentuasi Nilai-nilai (values) individual
Keyakinan bersama (shared/common values) formulasi & internalisasi
Budaya organisasi (org. Culture)
Perilaku (behavior)
Gb.1. PROSES PEMBENTUKAN BUDAYA ORGANISASI
bersama ( common values ), selanjutnya terformulasi dan terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari organisasi, maka terbentuklah budaya organisasi. Lebih penting lagi, budaya organisasi tersebut bila benar terbentuk melalui proses di atas dapat dikatakan mewujud secara baik apabila teraktualisasikan dalam perilaku anggota-anggota organisasi tersebut sehari-harinyamenjadi ( behavior ) dan menjadi pola kebiasaan ( habit ). Pada intinya, budaya organisasi DJPBN nantinya akan berfokus pada dua tema utama, yaitu nilai-nilai utama serta indikator perilaku dari tiap-tiap nilai utama budaya organisasi DJPBN.
Halaman 7
B. PENTINGNYA BUDAYA ORGANISASI DJPBN
S
ejumlah hal dapat disebut menjadi alasan mengapa DJPBN memerlukan budaya organisasi yang terdefinisikan secara baku, diuraikan secara jelas dan diterapkan secara konsisten, di antaranya adalah: • Tantangan perubahan lingkungan ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan pola relasi instansi pemerintah selaku pelayan publik dengan masyarakat selaku stakeholders-nya (perubahan eksternal). • Dinamika internal keorganisasian seperti restrukturisasi dan reorganisasi, adanya proses regenerasi, serta perubahan paradigma dan pola tindak pegawai sebagai dampak perubahan eksternal. • Tuntutan peningkatan kinerja selaku instansi publik untuk mengimbangi dinamika eksternal dan meningkatkan kredibilitas organisasi, termasuk dalam hal efisiensi dan efektifitas organisasi. • Baik/buruk atau kuat/lemahnya kultur suatu organisasi dapat menjadi faktor yang menentukan eksistensi organisasi di masa depan.
Halaman 8
Semua hal di atas butuh karakter organisasi yang mampu memberi kekuatan bagi DJPBN selaku organisasi sehingga mampu mengantisipasinya secara baik. Lebih spesifik lagi, sejumlah alasan di atas memperoleh aksentuasi pada konteks DJPBN saat ini yang sedang mengakrabi dua tema besar, yakni: • Reformasi birokrasi, dengan fokus utama adalah peningkatan efisiensi dan efektifitas serta kredibilitas DJPBN dalam memperbaiki kualitas kepemerintahan ( governance ) di bidang pengelolaan keuangan negara. • Implementasi SPAN pada tahun 2012, SPAN merupakan program bersama antara DJPBN dan DJA. Tujuan SPAN adalah menerapkan suatu sistem pengelolaan keuangan yang terintegrasi dan meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara. Dampak perubaahn yang timbul akibat diterapkannya SPAN juga cukup besar terhadap proses bisnis, sistem IT dan juga dari sisi keorganisasian dan SDM.
Halaman 9
C. PENYUSUNAN BUDAYA ORGANISASI DJPBN
S
esuai latar belakang, eksplorasi teoretik, pendefinisian budaya organisasi DJPBN, dan masukan ( advice ) dari konsultan, atas dasar pertimbangan kelayakan, relevansi dan feasibilitas penerapannya, dipilih metode penyusunan budaya organisasi berdasar model budaya organisasi dari Quinn (2004).
C.1. MODEL BUDAYA ORGANISASI DARI QUINN, ROBERT E. (2004) Quinn menyatakan bahwa pada dasarnya seluruh organisasi baik sektor swasta maupun publik memiliki empat orientasi budaya. Ke-empat budaya organisasi tersebut bersifat dinamis, dimana pasti ada sejumlah orientasi budaya tertentu yang dominan, dan orientasi budaya selebihnya akan menjadi subordinat, dan pola dominan-subordinat ini dapat berubah sesuai kondisi organisasi tertentu. Keempat budaya tersebut adalah: 1. The Clan Culture Anggota-anggota organisasi dengan orientasi Clan cenderung menginginkan tempat kerja sebagai tempat “yang menyenangkan”, penuh kedekatan personal dan kehangatan. Pola relasi yang terbentuk adalah paternalistik, mentoring, serta mengutamakan kebersamaan, loyalitas dan komitmen bersama. 2. The Adhocracy Orientasi budaya ini mencerminkan dinamisme dan kreatifitas yang besar. Ide,
Halaman 10
inovasi dan keberanian mengambil resiko merupakan hal-hal yang dipentingkan oleh anggota organisasi semacam ini, didorong oleh progresifitas mereka yang selalu berorientasi ke masa depan dan mendambakan pertumbuhan yang terusmenerus. 3. The Market Pada orientasi market, pelayanan dan kepuasan pelanggan menjadi acuan bagi organisasi. Dengan berorientasi pada pelayanan, organisasi (tentu saja beserta anggotanya) sangat peduli pada pencapaian sasaran, kualitas hasil kerja ( product ), serta pencapaian prestasi kerja. Kesemua hal ini pada akhirnya mencerminkan bahwa kekuatan organisasi (daya saing) menurut orientasi budaya ini akan ditentukan pada kualitas layanan yang diberikannya. 4. The Hierarchy Pada orientasi hierarchy, formalitas, struktur organisasi, prosedur kerja serta mekanisme/sistem pengorganisasian merupakan hal terpenting. Koordinasi, efisiensi dan kelancaran gerak-roda organisasi menjadi acuan yang diupayakan dicapai melalui disiplin, ketaatan serta menuntut anggota organisasi untuk mementingkan pengembangan kualitas dirinya. Quinn menggambarkan keempat orientasi budaya tersebut dalam satu diagram yang mencakup empat kwadran sebagaimana terlihat berikut ini:
Halaman 11
The Clan
Fleksibilitas & keleluasaan
The Adhocracy meningkatkan orientasi
mengurangi orientasi Kondisi saat ini (current) Berfokus internal & integrasi
Berfokus eksternal & diferensiasi Kondisi yg diinginkan (preferred)
The Market The Hierarchy
Stabilitas dan pengendalian
Gb.2. MODEL BUDAYA ORGANISASI - QUINN (2004)
Sesuai definisi masing-masing orientasi budaya, pada sumbu vertikal, budaya Adhocracy dan Clan mencerminkan fleksibilitas dan keleluasaan (independensi individual), dan sebaliknya, Market dan Hierarchy mencerminkan stabilitas dan pengendalian (dependensi, pada pelanggan dan sistem yang berlaku). Pada sumbu horisontal, budaya Adhocracy dan Market mencerminkan fokus pada aspek eksternal organisasi (lingkungan dan pelanggan), dan sebaliknya, Clan dan Hierarchy mencerminkan fokus internal (pegawai dan sistem yang berlaku). Pergeseran atau perubahan orientasi (biasanya berupa meningkatnya orientasi budaya tertentu dari kondisi saat ini ke arah kondisi yang diinginkan) akan membawa konsekuensi berkurangnya orientasi pada orientasi budaya lain terutama yang berlawanan berdasar sumbu vertikal maupun horisontal.
Halaman 12
C.2. PEROLEHAN DATA
Perumusan model budaya organisasi dari Quinn ini dilakukan dengan kombinasi analitis kualitatif dan kuantitatif berdasar data yang terkumpul melalui survei data primer (responden). Survey dilakukan dengan dua metode, yakni pengisian kuesioner secara online dan wawancara. Survey online dilaksanakan pada hari kerja mulai tanggal 28 Desember 2009 hingga 20 Januari 2010 melaluli website intranet Ditjen Perbendaharaan dengan responden sebesar 22% dari total pegawai Ditjen PBN atau sejumlah 2148 responden (1471 orang pelaksana, 448 orang eselon 4, 199 orang eselon 3, 29 orang eselon 2, dan 1 orang eselon 1) yang merupakan sampel representative dari tiap unit. Dalam hal responden, terdapat 4 (empat) kriteria demografik yang diterapkan, yakni: • berdasarkan umur (>50 tahun, 36 – 50 (tahun), dan <=35 tahun) • pendidikan (<=SMA, D1 – D3, D4 – S1, dan S2 – S3) • jenjang eselon (Eselon I, II, III, IV dan Pelaksana) • tipe kantor (Kantor Pusat, Kanwil dan KPPN) Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner bermetode skoring, yang menghasilkan skor-skor tiap orientasi budaya, berupa peta kwadran orientasi budaya yang menjadi masukan berupa: • Ranking budaya tertinggi dan terendah untuk tiap kelompok responden • Pola/komposisi orientasi budaya pada saat ini dan yang diinginkan ke depan menurut tiap kelompok responden
Halaman 13
• Besar peningkatan/penurunan budaya untuk setiap orientasi budaya Jika disinkronisasi dan dipadukan, peta kwadran dari seluruh kelompok responden akan menghasilkan pola acuan yang dapat dijadikan rekomendasi mengenai orientasi budaya apa yang diinginkan menjadi dominan serta orientasi budaya mana saja yang meningkat dan turun. Masukan data ini akan dipadukan dengan peta “ do more do less ” (dijelaskan pada uraian selanjutnya) untuk mencari nilai-nilai apa, pada kuadran orientasi budaya mana, yang akan diangkat menjadi nilai-nilai budaya organisasi. Data kualitatif diperoleh dari survei isian kuesioner terbuka (menjadi satu kesatuan dengan kuesioner kuantitatif ) serta wawancara terhadap sampel responden pejabat di level manajemen puncak sampai dengan menengah, terutama tentang hal-hal apa pada organisasi ini yang sudah baik (perlu dipertahankan) atau justru masih kurang baik (perlu ditingkatkan), hal-hal apa yang dapat menjadi potensi/kekuatan organisasi/perlu dikembangkan, atau justru menjadi kelemahan/masalah/harus dihilangkan. Hal-hal ini selanjutnya melalui ekstraksi berjenjang akan menjadi cikal-bakal nilai-nilai utama budaya organisasi. Dua kriteria yaitu tipe kantor (pusat, wilayah dan KPPN) serta jenjang jabatan (eselon I s.d. pelaksana) menjadi kriteria yang paling relevan untuk mengelompokkan responden berdasar demografis dan bobot asupan data. Tipe kantor sangat menggambarkan pola interaksional dan kondisi lingkungan sehari-hari dari tugas dan pekerjaan DJPBN berdasar struktur dan tupoksi masingmasing unit. Sedangkan jenjang jabatan sangat relevan menggambarkan perbedaan dalam hal keluasan wawasan, proyeksi ke depan, kedalaman analisis kebijakan dan
Halaman 14
bobot otoritas, yang kesemuanya sangat mewarnai dan menentukan signifikansi budaya organisasi yang terumuskan. Secara ringkas, sistematika perumusan budaya organisasi dapat dilihat pada skema berikut ini:
Survei Kuantitatif (Kuesioner on-line)
Survei Kualitatif (Wawancara terstruktur)
Mapping kuadran Budaya organisasi - Quinn
Mapping “Do more/do less”
Aspek-aspek yg signifikan dan krusial untuk dicermati BUDAYA ORGANISASI DJPBN •Orientasi tipe budaya utama •Rumusan nilai-nilai (values) utama • Rumusan indikator perilaku Strategi pengkomunikasian & implementasi Gb.3. SISTEMATIKA PERUMUSAN BUDAYA ORGANISASI
Halaman 15
C.3. PETA KUADRAN ORIENTASI BUDAYA
Dari keseluruhan kelompok responden berdasar tipe kantor dan jenjang jabatan, untuk peta kwadran orientasi budaya ternyata secara umum menunjukkan hasil yang relatif serupa dalam hal: 1. Hierarchy atau Market merupakan orientasi budaya yang dianggap dominan saat ini, disusul oleh Clan dan Adhocracy yang dianggap paling kecil orientasinya. 2. Ke depan, ada kecenderungan Market atau Adhocracy diharapkan menjadi orientasi budaya yang dominan, disusul Clan dan terakhir Hierarchy 3. Adhocracy merupakan orientasi budaya yang diharapkan meningkat secara relatif tajam (signifikan), Market juga meningkat tetapi relatif tidak terlalu besar (moderat), Clan cenderung turun moderat, sedangkan Hierarchy diharapkan berkurang secara signifikan. Pola ini relatif dapat diterima menjadi acuan setidaknya karena dua hal penting sebagai berikut : • Konsisten dan sesuai secara filosofis dengan model budaya organisasi Quinn, dimana peningkatan pada orientasi eksternal (Market, Adhocracy) akan membawa penurunan pada orientasi internal (Clan, Adhocracy). Demikian juga, peningkatan orientasi fleksibilitas (Adhocracy) diiringi penurunan orientasi stabilitas pada Hierarchy. Kebalikannya juga terjadi pada Market dan Clan. • Cenderung serupa pada hampir seluruh kelompok responden, baik pada kategori tipe kantor maupun jenjang jabatan.
Halaman 16
Atas dasar hal tersebut, pola orientasi budaya yang diajukan/ direkomendasikan adalah: • Adhocracy dan Market menjadi orientasi budaya yang dominan • Adhocracy meningkat secara relatif tajam (signifikan), Market juga meningkat tetapi relatif tidak terlalu besar (moderat), Clan turun relatif tajam (signifikan), sedangkan Hierarchy berkurang secara moderat. Pola ini akan menjadi acuan untuk menjaga keselarasan
REKOMENDASI The Clan
The Adhocracy
The Market The Hierarchy Gb.4. REKOMENDASI BUDAYA ORGANISASI DJPBN
nilai-nilai yang diperoleh pada pemetaan “ do more do less ” agar tetap sejalan dengan cerminan apa-apa yang diharapkan pegawai melalui peta kwadran orientasi budaya ini.
Halaman 17
Catatan atas hasil mapping kwadran orientasi budaya: Jika dicermati, ada sejumlah temuan menarik dari hasil peta kwadran orientasi budaya organisasi. 1. Orientasi budaya yang secara umum menurut pegawai DJPBN saat ini dirasa dominan adalah pada hierarchy dan market, sedangkan yang rendah orientasinya adalah clan dan adhocracy. Hal ini menyiratkan adanya persepsi para pegawai bahwa sepertinya organisasi relatif lebih berfokus pada kepentingan eksternal (market) dan pemenuhan sistem (hierarchy), dibandingkan kepada aspek-aspek personalitas (clan) dan ruang gerak pegawai (adhocracy). Suasana keorganisasian yang muncul adalah bahwa sistem kerja DJPBN saat ini dirasa cenderung kental dengan keterikatan/ keterbebanan (dependency) dan ketegangan (strictness). Ini sesuai dengan peta kwadran dari Quinn (2004) yang meletakkan market dan hierarchy pada area stabilitas dan pengendalian. 2. Analisa di atas diperkuat pula dengan orientasi budaya yang diinginkan di masa datang, yaitu peningkatan adhocracy dan penurunan hierarchy. Dalam hal ini ada indikasi bahwa para pegawai menginginkan suasana keorganisasian dan sistem yang lebih memberi “ruanggerak”, bernuansa lebih “ loose ” dan lebih mengarah pada personalitas. Khususnya pada adhocracy, tidak semata mengindikasikan keinginan keleluasaan,
Halaman 18
peningkatan orientasi budaya ini yang besar dapat dilihat sebagai indikasi keinginan untuk maju yang besar, dan ini sesungguhnya dapat disikapi sebagai suatu potensi yang cukup positif. 3. Di sisi lain, orientasi market yang diinginkan tetap meningkat (walaupun relatif kecil) dan penurunan hierarchy yang relatif kecil mengindikasikan bahwa para pegawai DJPBN sebenarnya menyadari bahwa pelayanan publik tetap harus menjadi “nafas” organisasi dan menentukan eksistensi DJPBN sendiri. Juga, bahwa orientasi pada hirarki-sistem sesungguhnya merupakan kaidah yang tidak bisa (dan tidak boleh) ditinggalkan selaku bagian dari birokrasi, apalagi untuk mewujudkan tata-kepemerintahan yang baik (good governance). 4. Sedangkan untuk clan, jika di masa lalu (terutama pada fase transisireorganisasi yang cukup panjang dan kompleks) orientasi dirasa sangat penting menjalankan fungsi “perekat” elemen organisasi (sehingga mendapat penilaian sebagai orientasi yang cukup tinggi pada saat ini), ke depan, orientasi diharapkan berkurang dengan relatif drastis. Di sini sepertinya tersirat pula pemahaman para pegawai DJPBN bahwa sejumlah problem keorganisasian (seperti KKN dan rendahnya kompetensi) justru berpotensi muncul dari “kekeluargaan” yang melampaui batas dan berkonotasi negatif pada kuadran orientasi budaya ini.
Halaman 19
C.4. PETA “DO MORE DO LESS”
Pada penyusunan peta ”do more do less”, data wawancara dan isian terbuka pada kuesioner setelah terkumpul menjalani sejumlah prosedur sebagai berikut: • Kompilasi secara tematis, pernyataan-pernyataan dengan tema yang sama dijadikan satu pernyataan rangkuman, disertai penyortiran pernyataan-pernyataan yang tidak jelas atau tidak relevan supaya tidak mengurangi kualitas data dan analisa • Pemeringkatan berdasar intensitas kemunculan dari tema-tema kompilasi • Klasifikasi dan pengelompokkan tema-tema kompilasi ke dalam kwadran-kwadran peta orientasi budaya yang relevan, antara isi dan makna tiap-tiap tema kompilasi dengan definisi tiap-tiap orientasi budaya yang bersangkutan Setelah dilakukan, peta ” do more do less ” akan menggambarkan : • Pada kwadran orientasi budaya yang akan ditingkatkan (Adhocracy dan Market): aspek-aspek apa yang harus ditingkatkan agar membawa pengaruh positif, dan aspek-aspek apa yang “jangan sampai” dilakukan /terjadi yang dapat menghambat peningkatan dimaksud.
Halaman 20
• Pada kwadran orientasi budaya yang akan dikurangi orientasinya (Clan dan Hierarchy) : aspekaspek apa yang harus dihilangkan/ dikurangi secara signifikan agar ke depan tidak menghambat dan merugikan organisasi, serta aspekaspek apa yang harus ditingkatkan untuk memperbaiki kondisi yang ada saat ini. Hasil pemetaan “ do more-do les s” menunjukkan sejumlah tema sebagai berikut: CLAN Do More: 1. Meningkatkan integritas pegawai sebagai pengelola keuangan Negara yang professional 2. Dukungan kondisi lingkungan kerja yang optimal (appropriate environmental support : saranaprasarana, kenyamanan dan kerapihan) 3. Kepemimpinan yang menginspirasi dan memotivasi 4. Menciptakan esprit du corps Do less: 1. Mengurangi hambatan komunikasi dan kerjasama antar pegawai 2. Mengurangi ketidakmerataan kompetensi (kesenjangan kompetensi)
Halaman 21
3. Mengurangi gaya kepemimpinan yang kaku dan kurang berani mengambil keputusan 4. Mengurangi pelaksanaan organisasi yang kurang adil dan tidak transparan terhadap pegawai. MARKET Do more: 1. Memberikan layanan spesifik yang menjamin kepastian, kejelasan, dan transparansi 2. Menciptakan feedback system yang dapat mengakomodasi keluhan stakeholder dan cara penanganannya 3. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk kepuasan stakeholder 4. Pembinaan SDM stakeholder untuk mendukung pelayanan berorientasi pelanggan dan peningkatan pemahaman atas pekerjaan (pengelolaan keuangan negara) ADHOCRACY Do more: 1. Mendorong kreativitas dan inovasi mulai dari level pimpinan hingga pelaksana dalam menghadapi dinamika tugas
Halaman 22
2. Mendorong pegawai untuk terus mengembangkan diri ( continuous improvement ) 3. Membentuk pola pikir yang proaktif 4. Menciptakan budaya saling berbagi pengetahuan dan pemahaman 5. Meningkatkan kemampuan manajerial konseptual dan analisa HIERARCHY Do More: 1. menciptakan sistem yang baik melalui peningkatan kualitas sistem (Pengelolaan SDM, Prosedur Kerja, Kelembagaan Kewenangan, Monitoring dan Evaluasi) 2. Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan pemahaman atas sistem kerja yang berlaku 3. Penyamaan persepsi antar semua stakeholder 4. Mengarahkan sistem pada efisiensi, bukan fleksibilitas Daftar “ do more-do less ” di atas selanjutnya dicek, dikelompokkan kembali, dan diekstraksi menjadi nilai-nilai ( values ) yang terkandung pada tiap orientasi budaya dengan sesuai isi dan makna pernyataan-pernyataan dalam peta “ do more-do less ”, sebagai berikut :
Halaman 23
CLAN • Komunikasi : Adanya penyampaian informasi dan pendapat yg terbuka, bebas dari bias, menghargai pendapat orang lain, serta membina hubungan interpersonal yang sehat, mewarnai gaya kepemimpinan yang memotivasi. • Kerjasama : Kesadaran akan keberadaan diri sebagai bagian organisasi sehingga mau berkontribusi maksimal bagi kepentingan organisasi, yang juga bernuansa dedikasi, komitmen, dan jiwa corsa. • Self development : Kemauan untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan, pengetauan, dan sikap positif, sebagai prasyarat pewujudan kompetensi guna mencapai profesionalisme. • Fairness : Sikap mengutamakan keterbukaan, konsistensi perlakuan, serta menjunjung tinggi penunaian hak dan kewajiban pada tempatnya.
Halaman 24
MARKET • Customer Focus : Memberikan pelayanan kepada stakeholder secara optimal, berkesinambungan yang mencerminkan kepastian dan transparansi dengan pemanfaatan teknologi informasi • Responsiveness : Mampu memenuhi ekspektasi stakeholder atas permasalahan yang dihadapinya melalui sistem informasi yang efektif ADHOCRACY • Inovatif : Kreatif dalam mencari/ menciptakan cara baru dalam mencapai tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien. • Adaptasi : Kemampuan menyesuaikan diri didasari oleh respons positif terhadap perubahan, dengan berorientasi pada kemajuan/ prbaikan berkesinambungan. Mencakup pula sikap mau berbagi pengetahuan, wawasan dan pemahaman. • Proaktif : Bersikap aktif untuk mengantisipasi permasalahan maupun kesempatan, termasuk kepedulian terhadap masa depan organisasi.
Halaman 25
HIERARCHY • Konsisten : Keteguhan yang dibangun atas dasar pemahaman dalam mematuhi sistem yang handal. Kesepuluh nilai inilah yang menjadi cikal-bakal nilai-nilai utama budaya organisasi DJPBN. Untuk menjaga agar budaya organisasi yang tersusun nantinya tidak terlepas dari konteks keorganisasian yang berlangsung, cikal-bakal ini dicek silang pula dengan sejumlah sumber ( sources ) nilai-nilai budaya yang ada dan berkaitan dengan DJPBN, yaitu : • Visi DJPBN : profesional, transparan dan akuntabel sebagai pengelola keuangan negara. • Konteks implementasi SPAN pada tahun 2012 : penerapan sistem pengelolaan keuangan negara yang sistematik, terintegrasi dan akuntabel. • Tentunya, peta kwadran orientasi budaya organisasi dengan adhocracy dan market sebagai orientasi budaya utama.
Halaman 26
Berikut adalah pembentukan sejumlah nilai-nilai dari peta orientasi budaya, visi DJPBN, konteks SPAN, dan peta “ do more-do less ”. Mapping “Do More Do Less” ADHOCRACY 1. Inovatif 2. Kemampuan beradaptasi 3. Proaktif
5 “VALUES” UTAMA
HIERARCHY 4. Konsistensi
• KEMITRAAN
• INOVATIF
MARKET 5. Responsiveness 6. Customer Focus CLAN : 7. Komunikasi 8. Kerjasama 9. Fairness 10. Pengembangan diri
• KONSISTEN • AKUNTABEL • PROFESIONAL
“VALUES” PRIORITAS DARI MAP OB • Adhocracy • Market
SUMBER EKSTERNAL “VALUES” VISI DJPBN • Profesional • Transparan • Akuntabel KONTEKS SPAN • Sistematik • Terintegrasi • Akuntabilitas
Gb.5. PERUMUSAN NILAI-NILAI UTAMA
Ternyata ada pula nilai-nilai pada peta “ do more-do less ” yang terkomodir dalam dua nilai utama. Contohnya adalah konsistensi, yang selain memang berasal dari orientasi budaya hierarchy, juga relevan dan mengandung unsur yang dikandung nilai utama akuntabilitas (karena menjalankan sistem dengan konsisten, mengandung juga arti siap mempertanggungjawabkannya). Ada pula nilai-nilai yg menyeberang antar orientasi budaya karena lebih relevan. Contohnya adalah fairness. Karena yang muncul dari orientasi budaya clan adalah nilai-nilai profesional, maka fairness lebih relevan masuk ke dalam nilai utama “Konsisten” yang berasal dari orientasi budaya hierarchy.
Halaman 27
C.5. RUMUSAN DEFINISI DAN INDIKATOR PERILAKU BUDAYA ORGANISASI
Selanjutnya, lima nilai utama yang telah terbentuk (inovasi, kemitraan, konsisten, akuntabel dan profesional) dirumuskan definisinya dengan mengakomodasi cakupan makna dari sepuluh nilai-nilai dari seluruh orientasi budaya pada peta “ do more-do less ”. Rumusan definisi dari kelima nilai utama itu adalah: 1. Inovatif : Mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dinamis, dan kreatif dalam menciptakan cara-cara baru yang lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Kemitraan : Menjadikan para pihak yang berkepentingan sebagai mitra kerja dengan memberikan pelayanan yang prima berdasarkan pola kesetaraan. 3. Konsisten Memiliki sikap konsisten melalui pemahaman yang kuat dalam mematuhi sistem yang handal. 4. Akuntabel Mempertanggungjawabkan hasil kerja secara andal dan terbuka. 5. Profesional Mampu melaksanakan tugas dengan penuh keyakinan, tanggung jawab, menjunjung tinggi kejujuran serta membangun komunikasi dan kerja sama yang solid.
Halaman 28
Terakhir, sebagai acuan aktualisasi nilai-nilai utama budaya organisasi DJPBN dalam aktivitas sehari-hari, disusun pula rumusan indikator perilaku dari tiap-tiap nilai utama. Indikatorindikator ini pada dasarnya merupakan cerminan perilaku-perilaku apa dari pegawai yang mewakili dan menggambarkan nilai-nilai utama tertentu secara kasat mata, dapat diamati, dan dinilai oleh orang lain di sekitarnya. Indikator-indikator perilaku untuk tiap-tiap nilai utama diperoleh dan dirumuskan melalui eksplorasi ulang terhadap pengelompokkan nilai-nilai pada peta "do more do less" dan daftar sepuluh cikal-bakal nilai-nilai utama (lihat skema perumusan budaya organisasi DJPBN), yang disesuaikan dengan cakupan definisi nilainilai utama yg ditetapkan. Indikator-indikator tersebut adalah: Inovatif • Mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan kerja • Proaktif dalam mengatasi permasalahan dan mengantisipasi perubahan yang terjadi • Kreatif dalam menciptakan caracara baru yang lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi
Halaman 29
Kemitraan • Memberikan layanan yang cepat, tepat, jelas, pasti dan santun (pelayanan prima) • Memahami kepentingan mitra kerja dan berupaya memenuhinya secara memuaskan • Membantu mitra kerja dalam mengembangkan diri untuk memenuhi tuntutan tugas Konsisten • Memastikan sistem yang dihasilkan berkualitas dan handal • Memahami secara benar aturan, pedoman dan sistem yang berlaku • Mematuhi dan mentaati aturan dan sistem yang berlaku dalam menjalankan tugas Akuntabel • Bekerja secara cermat dan tepat untuk menghasilkan pertanggungjawaban yang andal • Siap memberikan pertanggungjawaban secara terbuka kepada para pihak yang berkepentingan Profesional • Bekerja sungguh-sungguh dengan didasari oleh motivasi positif • Berkomunikasi dengan santun dan mudah dipahami
Halaman 30
• Bekerjasama dengan itikad baik untuk mencapai tujuan organisasi • Senantiasa mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan sikap positif • Melaksanakan tugas yang diemban dengan penuh tanggung jawab • Selaras antara perkataan dan perbuatan Yang terpenting adalah bahwa secara umum, kelima nilai utama budaya organisasi DJPBN ini sepertinya relevan dan relatif dapat diterapkan pada (setidaknya) hampir seluruh unit kerja, bidang tugas, serta level jabatan pada DJPBN. Tentunya, dengan penyesuaian seperlunya sesuai karakteristik dan kondisi spesifik unit kerja, bidang tugas, dan level jabatan yang bersangkutan.
Halaman 31
D. STRATEGI KOMUNIKASI DAN INTERNALISASI
S
etelah dirumuskan, nilai-nilai budaya organisasi DJPBN harus disampaikan kepada seluruh pegawai secara efektif agar dapat mewujud pada perilaku/habit DJPBN seharihari. Tahapan pengkomunikasian terdiri dari 3 tahapan mengacu pada tingkat penerimaan ( level of acceptancy ) pegawai meliputi tahapantahapan berikut : 1. Membuat pegawai mengetahui adanya budaya organisasi DJPBN (membangun awareness ) melalui publikasi/promosi. 2. Membuat pegawai memahami esensi (arti, nilai-nilai utama dan perilaku) budaya organisasi DJPBN (membangun pemahaman/ knowledge ) melalui sosialisasi dan edukasi. 3. Membuat pegawai menjalankan dan berperilaku sesuai nilainilai budaya organisasi DJPBN (membentuk perilaku/ habit ) melalui strategi internalisasi. Sejauh ini, telah diinventarisir sejumlah alternatif strategi yang dapat ditempuh untuk menjalankan ketiga tahapan pengkomunikasian di atas dengan memanfaatkan pula media komunikasi (cetak dan audio-visual, jaringan internet/komputer), atribut-atribut dan events /kegiatan/program kerja keorganisasian, diantaranya:
Halaman 32
Publikasi/promosi • Penyebaran banner/poster/leaflet/ brosur/sticker/buku saku bertema Nilai-nilai Utama Budaya Organisasi (NUBO) DJPBN • Penyisipan lembaran NUBO-DJPBN pada buku agenda, kalender atau block-note • Pencantuman NUBO DJPBN pada nametag, Pin, seragam dan ATK • Pencantuman NUBO sebagai atribut pada e-mail, surat dinas/ dokumen kedinasan lainnya • Liputan NUBO-DJPBN pada majalah Treasury Indonesia dan Buletin Kabar SPAN • Publikasi pada website DJPBN • Local Announce dan gerakan pemasangan screensaver bertema NUBO • Publikasi melalui pesan singkat : pop-up message dan SMS • Penyampaian NUBO dalam setiap events kedinasan (rapat, pelatihan, dll.) • Official Launching NUBO-DJPBN Sosialisasi/edukasi • Rubrikasi NUBO-DJPBN pada majalah Treasuri Indonesia dan Buletin Kabar SPAN • Pengadaan dan pencetakan modul NUBO-DJPBN
Halaman 33
• Rubrikasi NUBO-DJPBN content website DJPBN
sebagai
• Pembuatan video mengenai NUBODJPBN yang diperankan oleh pegawai sebagai model. • Penyusunan kurikulum pelatihan NUBO-DJPBN untuk pembentukan dan penguatan NUBO • Pelatihan, mengenai DJPBN
workshop, seminar implementasi NUBO-
Internalisasi • Pelatihan, mengenai DJPBN
workshop, seminar implementasi NUBO-
• Sesi briefing “ Keeping Core Values Alive ” oleh pimpinan dan tim kerja NUBO-DJPBN • Penyusunan daftar aktivitas standar bulanan untuk penguatan tiap-tiap nilai utama • Menyusun “ link ” nilai-nilai dan indikator perilaku budaya organisasi dengan elemen dan sistem penilaian kinerja
Halaman 34
APPENDIX
APP.1. PATTERN PER-KELOMPOK RESPONDEN APP.2. DO MORE DO LESS APP.3. CORE VALUES
Halaman 35
APP.1. PATTERN PER-KELOMPOK
Kantor Pusat H M C M A C > >> <
A H <<
Kanwil H M M A > >>
C C <
A H <<
KPPN H M M A << >>
C C >>
A H <
ES. I C H =
H A >>
M M >
A C <<
ES. II H M >
M A >
C C <
A H <
ES. III M H M A > >>
C C <
A H <<
ES. IV M H M A > >>
C C <
A H <<
PELAKSANA H M C C M H >> << <<
A A >>
PATTERN UMUM H M C M A C > >> <
A H <<
PATTERN UMUM The Clan
The Adhocracy
The Market The Hierarchy
Halaman 36
APP.2. DO MORE DO LESS
CLAN Do More : 1. Meningkatkan integritas pegawai sebagai pengelola keuangan negara yang professional 2. Appropriate environment supporting (sarpras, kenyamanan dan kerapian) 3. Inspiring dan motivational leader 4. Menciptakan esprit du corps Do Less : 1. Mengurangi hambatan komunikasi dan kerjasama antar pegawai 2. Mengurangi ketidakmerataan kompetensi (kesenjangan kompetensi) 3. Mengurangi gaya kepemimpinan yang kaku dan kurang berani mengambil keputusan 4. Mengurangi pelaksanaan organisasi yang kurang adil dan tidak transparan terhadap pegawai.
MARKET Do More : 1. Memberikan layanan spesifik yang menjamin kepastian, kejelasan, dan transparansi 2. Menciptakan feedback system yang dapat mengakomodasi keluhan stakeholder dan cara penanganannya 3. Optimalisasi pemanfaatan IT untuk kepuasan stakeholder 4. Pembinaan SDM Eksternal untuk menjamin paradigma yang mendukung customer orientation dan peningkatan pemahaman atas pekerjaan (pengelolaan keuangan negara)
Halaman 37
ADHOCRACY Do More: 1. Mendorong kreativitas dan inovasi mulai dari level pimpinan hingga pelaksana dalam menghadapi dinamika tugas 2. Mendorong pegawai untuk memiliki sikap “ continuous improvement ” 3. Membentuk pola pikir yang pro-active 4. Menciptakan budaya “ sharing knowledge ” 5. Meningkatkan kemampuan manajerial konseptual dan analisa
HIERARCHY Do More: 1. Good System (meningkatkan kualitas sistem (Pengelolaan SDM,Prosedur Kerja, Kelembagaan Kewenangan, Monitoring dan Evaluasi) 2. Meningkatkan Kepatuhan/compliance (Pemahaman) 3. Standarisasi Persepsi (Penyamaan persepsi antar semua stakeholder) 4. Mengarahkan system pada efisiensi, bukan fleksibilitas
Halaman 38
APP.3. CORE VALUES
CLAN Communication : Adanya penyampaian informasi dan pendapat yg terbuka, bebas dari bias, menghargai pendapat orang lain, serta membina hubungan interpersonal yang sehat. -> leadership style, inspiring and motivational leader
Teamwork : Kesadaran akan keberadaan diri sebagai bagian organisasi sehingga mau berkontribusi maksimal bagi kepentingan organisasi. ->kerjasama, dedikasi, komitmen, esprit du corps
Self development: kemauan untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap positif. -> kompetensi, profesionalisme Fairness : sikap mengutamakan keterbukaan, konsistensi perlakuan, serta menjunjung tinggi penunaian hak dan kewajiban pada tempatnya -> internal : integritas internal, penyediaan
MARKET Customer Focus : Memberikan pelayanan kepada stakeholder secara optimal, berkesinambungan yang mencerminkan kepastian dan transparansi dengan pemanfaatan IT
Halaman 39
Responsiveness : Mampu memenuhi ekspektasi stakeholder atas permasalahan yang dihadapinya melalui sistem informasi yang efektif ADHOCRACY Readiness to Change : Kesiapan untuk menerima perubahan secara positif Innovative : Kreatif dalam mencari/menciptakan cara baru dalam mencapai tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien Continuous Improvement : Perbaikan secara bertahap dan berkelanjutan dalam proses kerja untuk mencapai output dengan kualitas yang lebih baik Pro-active : Bersikap aktif untuk menyelesaikan ataupun mencegah terjadinya permasalahan Sharing Knowledge : Saling berbagi pengetahuan dan keahlian baik antar sesama pegawai atau antar atasan dan bawahan Strategic Thinking : Cara berfikir atau cara pandang terhadap keberlanjutan atau masa depan organisasi, atau berfikir secara jangka panjang dan strategis termasuk permasalahan dan kesempatan yang mungkin terjadi di masa depan. HIERARCHY Consistent : Keteguhan yang dibangun atas dasar pemahaman dalam mematuhi sistem yang handal
Halaman 40