NASKAH PUBLIKASI
PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN TERHADAP MASA DEPAN PADA REMAJA PANTI ASUHAN
Oleh: Akhmad Wahyudi Qurotul Uyun
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
NASKAH PUBLIKASI
Penerimaan Diri Dengan Kecemasan Terhadap Masa Depan Pada Remaja Panti Asuhan
Telah disetujui pada tanggal
___________________________
Dosen Pembimbing
(Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si)
PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN TERHADAP MASA DEPAN PADA REMAJA PANTI ASUHAN Akhmad Wahyudi Qurotul Uyun INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan. Semakin tinggi penerimaan diri remaja panti asuhan, maka semakin rendah tingkat kecemasan terhadap masa depan. Sebaliknya semakin rendah penerimaan diri remaja panti asuhan, maka semakin tinggi tingkat kecemasan terhadap masa depan remaja panti asuhan. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja panti asuhan usia 13-15 tahun. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah menggunakan skala. Adapun skala yang digunakan adalah skala penerimaan diri yang berjumlah 27 aitem dengan modifikasi alat ukur dari Shereer dan skala kecemasan terhadap masa depan yang berjumlah 15 aitem dengan modifikasi alat ukur dari Daradjat. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS Versi 14,0 for windows untuk menguji apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan. Korelasi product moment dari Spearman menunjukkan korelasi sebesar rxy = 0,034 dan p=0,393 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan. Jadi hipotesis yang diajukan peneliti ditolak. Kata kunci: Penerimaan Diri, Kecemasan Terhadap Masa Depan.
Pengantar Remaja pada umumnya membutuhkan keluarga yang utuh untuk membantu mereka melewati fase-fase kehidupan mereka yang sarat akan gejolak, terutama pada peralihan dari satu fase ke fase berikutnya. Namun, realitas sosial ternyata tidak selalu sesuai dengan harapan. Tidak semua remaja yang cukup beruntung untuk memiliki keluarga utuh yang dapat menemani mereka melewati fase-fase perkembangannya. Banyak remaja yang karena berbagai macam alasan atau peristiwa akhirnya harus berpisah dari kedua orang tuanya bahkan dari keluarga besarnya hingga akhirnya harus menjalani kehidupannya tanpa dukungan dan kasih sayang keluarganya, (Kurniawaty, 2005). Di kota-kota besar banyak dijumpai para pekerja, pedagang asongan ataupun pengamen yang sebagian besar adalah remaja. Mereka adalah para remaja yang berjuang mengatasi kesulitan sosial dan ekonomi. Permasalahan ekonomi banyak melatari banyaknya remaja putus sekolah serta anak terlantar. Badan Pusat statistik pada tahun 1998 melaporkan bahwa terdapat sebanyak 2.767.629 anakanak terlantar di Indonesia. Departemen Sosial mendefinisikan anak terlantar sebagai anak yang karena sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tersebut tidak dapat terpenuhi dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Keterlantaran juga dapat diartikan sebagai tidak adanya atau kurangnya pemberian rasa aman, tempat yang tenteram, perhatian dan kasih sayang yang nyata guna memperoleh peluang untuk mewujudkan dan mencapai kemampuan diri sesuai tuntutan umur anak (Kurniawaty, 2005).
Menurut Margareth dalam laporan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa perawatan anak dan remaja di yayasan atau panti asuhan sangat tidak baik, karena mereka dipandang sebagai makhluk biologis bukan sebagai makhluk psikologis dan makhluk sosial. Padahal selain pemenuhan kebutuhan fisiologis, mereka membutuhkan kasih sayang bagi perkembangan psikis yang sehat seperti halnya vitamin dan protein bagi perkembangan biologisnya. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa jumlah remaja yang terlantar semakin meningkat, sementara hanya sebagian kecil dari mereka (kira-kira 15%) yang mampu ditampung di panti asuhan, baik swasta maupun pemerintah. Realitas juga menunjukkan bahwa mereka yang beruntung (diasuh di panti asuhan) saja menunjukkan perkembangan kepribadian dan penyesuaian sosial yang kurang memuaskan, dapat dibayangkan keadaan yang lebih memprihatinkan lagi pada remaja terlantar yang belum terjangkau penanganan dari pihak yang berwenang. Sementara masyarakat sering memberi cap negatif pada mereka penghuni panti asuhan tanpa melihat lebih jauh, kenapa atau bagaimana hal-hal negatif itu bisa terjadi. Oleh karenanya, dengan mendasarkan diri pada persepsi masyarakat dan pendapat beberapa ahli bahwa dalam kehidupan di panti asuhan, mereka tidak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi perkembangan psikologisnya, maka kiranya kita perlu mengetahui kebutuhan-kebutuhan psikologis mereka di panti asuhan agar mereka mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan psikologis yang mereka butuhkan, sehingga perkembangan fisiknya sejalan dengan perkembangan psikologis dan sosialnya. Karena, perkembangan yang sehat dalam hal perkembangan fisik, psikologis dan sosial remaja panti asuhan
sangatlah diperlukan agar mereka mampu hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat luas terutama setelah mereka harus melampaui pasca terminasi (harus keluar dari lingkungan panti asuhan setelah mampu hidup mandiri/setamat SMU), (J. Penelit. Din. Sos. Vol. 1 No. 1 April 2000: 76-86). Dalam kaitannya dengan pasca terminasi di atas, remaja panti asuhan juga mengalami hal yang sama dengan remaja pada umumnya, yaitu sama-sama mengalami perkembangan kepribadian, hal yang membedakan adalah situasi dan keadaannya antara remaja pada umumnya dengan remaja panti asuhan. Pada umumnya masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Secara jelas, masa anak dapat dibedakan dari masa dewasa dan masa orang tua, karena seorang anak masih belum selesai perkembangannya, orang dewasa sudah dapat dianggap sudah berkembang penuh, dan masa orang tua pada umumnya telah terjadi kemunduran-kemunduran terutama dalam fungsi-fungsi fisiknya. Namun pada saat remaja tidaklah demikian, remaja tidak memiliki status yang jelas karena dirinya bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang yang dewasa. Agar nantinya remaja bisa menjadi individu yang berhasil di perkembangan kepribadian selanjutnya maka remaja harus bisa melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang sebaiknya di penuhi. Salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dipenuhinya adalah mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang (Rola, 2006). Begitu pula dengan remaja panti asuhan yang juga harus mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang. Perbedaannya adalah situasi dan keadaan remaja panti asuhan yang sangat memerlukan dukungan dan perhatian dari masyarakat
untuk mempersiapkan masa depannya karena remaja panti asuhan tidak mendapatkan pengasuhan yang baik untuk mempersiapkan dirinya dikemudian hari dan tidak adanya kepastian dari kebijakan panti asuhan untuk memberi mereka modal dan keterampilan bagi mereka untuk kehidupan mereka di masa depan. Berdasarkan tugas perkembangan remaja di atas, maka remaja panti asuhan merasakan ketidakpastian terhadap masa depannya. Hal ini berkaitan dengan model kognitif tentang kecemasan pada remaja. Laugesen dalam studinya tentang empat model kognitif yang digagas oleh Dugas, Gagnon, Ladouceur dan Freeston menemukan bahwa empat model kognitif tersebut efektif bagi pencegahan dan perlakuan terhadap kecemasan pada remaja. Kecemasan merupakan fenomena kognitif, fokus pada hasil negatif dan ketidakjelasan hasil di depan. Empat model kognitif itu ialah; 1. Tidak toleran (intoleransi) terhadap ketidakpastian, intoleransi terhadap ketidakpastian merupakan bias kognitif yang mempengaruhi bagaimana seseorang menerima, menginterpretasi dan merespons ketidakpastian situasi pada tataran kognitif, emosi dan perilaku. 2. Keyakinan positif tentang kecemasan, sejumlah studi menunjukkan bahwa orang yang meyakini bahwa perasaan cemas dapat membimbing pada hasil positif seperti solusi yang lebih baik dari masalah, meningkatkan motivasi atau mencegah dan meminimalisir hasil negatif, dapat membantu mereka dalam menghadapi ketakutan dan kegelisahan.
3. Orientasi negatif terhadap masalah, orientasi negatif terhadap masalah merupakan seperangkat kognitif negatif yang meliputi kecenderungan untuk menganggap masalah sebagai ancaman, memandangnya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipecahkan, meragukan kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah, menjadi merasa frustrasi dan sangat terganggu ketika masalah muncul. 4. Penghindaran kognitif. penghindaran kognitif dikonsepsikan dalam dua cara: a. Proses otomatis dalam menghindari bayangan mental yang mengancam. b. Strategi untuk menekan pikiran-pikiran yang tidak diinginkan. Studi Laugesen secara khusus menunjukkan intoleransi terhadap ketidakpastian dan orientasi negatif terhadap masalah merupakan target utama baik dalam pencegahan maupun perlakuan pada kecemasan yang berlebihan dan tidak terkendali pada remaja, intoleransi terhadap ketidakpastian juga menjadi konstruk utama dalam kecemasan remaja. Hal ini menunjukkan bahwa intoleransi dan kecemasan sebagai konstruk yang unik. Intoleransi menjadi kunci penting dalam memahami kecemasan pada remaja. Secara logika bisa dipahami bahwa ketidakmampuan individu dalam menerima ketidakpastian sebagai salah satu kenyataan yang akan dihadapi cukup menggambarkan diri orang tersebut, (www.e-psikologi.com, 29-09-2007).
Berdasarkan data-data di lapangan yang didapatkan, remaja panti asuhan ternyata mengalami kecemasan terhadap masa depannya, hal ini didapatkan dari pengalaman remaja panti asuhan berikut ini, pengalaman yang pertama, dirasakan oleh Mursida, Zulfan dan Nurul Hayati yang kini menghuni panti asuhan di Pidie,
Aceh. Mereka bertiga merupakan korban dari tsunami yang mengakibatkan mereka kehilangan keluarganya sehingga mereka menjadi penghuni di sebuah panti asuhan. Mereka bertiga menghabiskan sebagian waktu mereka dengan menekuni hobi mereka, yaitu fotografi. Mereka baru saja mengadakan pameran fotografi di Banda Aceh dan Jakarta. Di sela-sela pameran tersebut, reporter republika mewawancarai mereka bertiga. Dari wawancara tersebut, mereka menuturkan bahwa mereka telah terbiasa hidup di panti asuhan, tapi hal tetap tak bisa menghalau rasa rindu terhadap keluarga dan teman-temannya. Kendati demikian, sosok pengganti mereka temukan pada pengelola panti. Mereka memendam harapan pada karya foto mereka agar yang melihatnya merasa terkesan. Mereka ingin senda gurau, kesedihan, ataupun kerja sama anak panti diketahui masyarakat luas. Kegalauan dan kecemasan akan masa depan sebetulnya juga menguntit mereka. Tetapi, mereka mencoba tegar. Kata Nurul, ''Kalau menyedihkan, pasti banyak yang tidak mau tinggal di panti asuhan'' (www.republika.co.id, 05-10-2007). Sedangkan pengalaman yang kedua yang menunjukkan bahwa remaja panti asuhan mengalami kecemasan terhadap masa depan, terjadi pada Firdaus. Ia merupakan Ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Remaja Masa Depan di kawasan Gudang Peluru Barat, Tebet, Jakarta Selatan, ia mendirikan sebuah pusat belajar gratis bagi mereka yang tidak bisa atau tidak sempat menikmati bangku sekolah formal. Ia berprinsip, orang miskin berhak punya cita-cita dan kejelasan masa depan. Ilmu dan keterampilan bukan cuma milik kaum berpunya, golongan masyarakat yang tak beruntung secara ekonomi pun berharap dapat menuai manfaatnya. Ia mendirikan
pusat belajar PKBM Remaja Masa Depan, karena ia melihat lingkungannya yang banyak terdapat anak putus sekolah, anak-anak terlantar dan anak-anak panti asuhan yang tidak dapat melanjutkan sekolah. Salah satu anak asuh Firdaus adalah Yuli Astuti, salah seorang warga belajar sekaligus anak asuh Panti Asuhan Yayasan Remaja Masa Depan. Yuli yang baru berusia 16 tahun dan duduk di kelas I Kelompok Belajar (Kejar) Paket C (setara SMA) itu selama ini mengikuti pelajaran tambahan komputer. Yuli memiliki catatan prestasi akademik yang cukup baik. Remaja yang sudah yatim ini berangkat ke Jakarta bersama humas panti asuhan tempat ia tinggal selama di Bandung. Penyebabnya, panti asuhan ditutup karena bangkrut sehingga harus memulangkan anak-anak asuh ke orangtua masing-masing. Mereka yang selama ini sekolahnya dibiayai panti asuhan akhirnya terpaksa berhenti, termasuk Yuli. Yuli menuturkan bahwa sewaktu ia berada di panti asuhan ia merasa khawatir dan cemas terhadap masa depannya karena panti asuhan yang ia tempati akan bangkrut karena masalah dana. Dan ketika panti asuhan tersebut benar-benar bangkrut dan memulangkan ia dan teman-temannya, ia merasa bingung harus bagaimana dan berbuat apa untuk menjalani hidup kedepannya. Beruntung ia bertemu Monika, humas panti asuhan tempat ia tinggal di Bandung, sehingga ia dapat melanjutkan pendidikannya di Yayasan Remaja Panti Asuhan tersebut, (www. mirifica.net, 05-10-2007).
Kondisi ketidakpastian dalam kecemasan remaja di atas merupakan kondisi yang dilami oleh remaja panti asuhan yang tidak pasti menghadapi masa depannya. Idealnya remaja panti asuhan dapat berperilaku layaknya remaja pada umumnya dalam mempersiapkan masa depannya karena hal tersebut merupakan
tugas dalam perkembangan remaja, tetapi kenyataannya remaja panti asuhan mengalami ketidakpastian situasi yang tentu saja berbeda dengan remaja pada umumnya, sehingga hal ini membuat remaja panti asuhan mengalami kecemasan terhadap masa depannya atas ketidakpastian situasi yang mereka hadapi. Berkaitan dengan ketidakpastian masa depan maka hal ini berhubungan dengan orientasi masa depan remaja, karena orientasi masa depan merupakan salah satu fenomena perkembangan kognitif yang tejadi pada masa remaja. Sebagai individu yang sedang mengalami proses peralihan dari masa anak-anak mencapai kedewasaan, remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada persiapannya memenuhi tuntutan dan harapan perasaan sebagai orang dewasa. Oleh sebab itu sebagaimana dikemukakan Hurlock (Desmita, 2005), remaja mulai memikirkan tentang masa depan mereka secara sungguhsungguh. Remaja mulai memberikan perhatian yang besar terhadap berbagai lapangan kehidupan yang akan dijalaninya sebagai manusia dewasa di masa mendatang. Diantara lapangan kehidupan di masa depan yang banyak mendapat perhatian remaja adalah lapangan pendidikan, dunia kerja dan berumah tangga. Daradjat (1976) juga menambahkan bahwa usia remaja adalah usia persiapan untuk menjadi dewasa yang matang dan sehat. Kegoncangan emosi, kebimbangan dalam mencari bekal pengetahuan dan kepandaian untuk menjadi senajata dalam usia dewasa. Menurut Lazarus, kecemasan dapat dianggap sebagai suatu respon sebagai unpleasant affective state atau suatu keadaan perasaan yang tidak menyenangkan. Perasaan ini ditandai oleh adanya rasa was-was, gelisah, khawatir, bingung dan
perasaan tertekan sehingga sukar di mengerti dengan pasti. Kecemasan sebagai respon dibedakan menjadi state anxiety dan trait anxiety. State anxiety adalah gejala-gejala kecemasan yang timbul bilamana individu dihadapkan pada situasisituasi tertentu. Situasi-situasi ini akan menyebabkan individu mengalami kecemasan dan gejalanya akan selalu tampak jika situasi penyebab kecemasan itu tetap ada. Trait anxiety adalah kecemasan sebagai suatu sifat yang menetap pada diri individu atau kecenderungan bawaan yang ada pada individu untuk menjadi lebih cemas dalam menghadapai suatu situasi tertentu, (Arijani, 1998). Dalam kaitannya dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai state anxiety karena remaja panti asuhan mengalami situasi masa depan yang tidak pasti yang mengakibatkan remaja panti asuhan mengalaimi kecemasan jika dihadapkan pada situasi yang tidak menentu pada masa depannya. Kecemasan pada remaja panti asuhan terhadap masa depannya tidak akan terjadi dan dapat diredam apabila remaja tersebut memiliki rasa penerimaan diri yang tinggi, sehingga masing-masing mereka sadar dan menerima kondisinya. Hal ini dikarenakan remaja panti asuhan merasa mereka mengalami nasib buruk sebagai anak panti asuhan yang terlantar. Hal ini yang membuat mereka tidak menerima dengan keadaan mereka, terlebih lagi adanya ketidakpastian dalam menghadapi kehidupan di masa datang, apakah mereka mampu hidup layak setelah keluar atau menjalani masa transisi dari panti asuhan kembali ke tengahtengah masyarakat. Berkaiatan dengan hal tersebut maka untuk menghadapi masalah gangguan hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain
maka diperlukan adanya kebutuhan akan kasih sayang dan penerimaan diri (Alwisol, 2004). Selain itu, penerimaan diri juga merupakan faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan (Hurlock, 1972). Menurut Pannes (Purwanto, 2004) penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Individu yang dapat menerima diri diartikan sebagai individu yang tidak bermasalah dengan diri sendiri. Individu ini tidak akan malu dengan kekurangan dan kelemahan yang ada pada dirinya, serta tidak menyalahkan kondisi-kondisi yang tidak dapat dirubah. Individu tersebut merasa bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki adalah bagian diri yang tidak terpisah yang selanjutnya dihayati sebagai anugerah. Segala apa yang ada dalam dirinya dirasakan sebagai suatu yang menyenangkan, sehingga individu tersebut memiliki keinginan untuk terus dapat menikmati kehidupan berupa apapun yang terjadi. Penerimaan diri akan lebih baik apabila remaja panti asuhan dapat melepaskan diri dari keterpakuannya dan mengubah pemikiran negatif terhadap keadaan dirinya, namun hal ini tidak terlepas dari peranan dan dukungan dari keluarga, teman dan masyarakat dilingkungannya. Penerimaan diri juga dapat menumbuhkan kondisi emosi pada remaja panti asuhan sehingga menumbuhkan empati dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek baru dalam menjalani hidup ditengah-tengah masyarakat. Sebaliknya remaja panti asuhan yang memiliki penerimaan diri rendah akan merasakan kecemasan karena tidak mampu berpikir positif terhadap keadaan dirinya untuk menghadapi ketidakpastian masa depannya. Begitu juga dalam berinteraksi dengan masyarakat, remaja panti asuhan
merasa sulit menerima dirinya karena melihat realita kehidupan di masyarakat tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan, hal ini akan menambah tingkat kecemasan pada remaja panti asuhan yang dituntut mampu mengubah citra negatif yang melekat pada dirinya sehingga mampu hidup berdampingan dengan masyarakat untuk menjalani masa depannya.
Metode Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah remaja panti asuhan di Panti Asuhan Sinar Melati Yogyakarta, Panti Sosial Anak Asuh Yatim Piatu Putri-Islam NurFadhillah Bantul Yogyakarta, Panti Asuhan Yatim Putri ‘Aisyiyah Serangan Yogyakarta, jumlah subjek adalah 65 orang remaja, dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Remaja putra dan putri yang berpendidikan SMP dan setingkatnya. 2. Usia 13-15 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam skala yaitu skala kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan dan skala penerimaan diri. Data tingkat kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan dalam penelitian ini diungkap melalui skala kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan (selanjutnya diberi nama skala A), yang disusun oleh penulis dengan mengacu pada skala serupa yang disusun oleh Hapsari (1999) dengan memodifikasi beberapa aitem yang diperlukan berdasarkan aspek-aspek kecemasan dari Daradjat. Aspek-aspek tersebut terdiri (1) gejala fisiologis dan; (2) gejala psikologis.
Data mengenai penerimaan diri dalam penelitian ini diungkap melalui skala penerimaan diri (selanjutnya diberi nama skala B), yang disusun oleh penulis dengan mengacu pada skala serupa yang disusun oleh Purwanto (2004) dengan memodifikasi beberapa aitem yang diperlukan berdasarkan aspek-aspek yang mengidentifikasikan orientasi subjek terhadap penerimaan diri dari teori Sheerer. Aspek-aspek tersebut terdiri dari: (1) mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi kehidupan; (2) menganggap dirinya berharga sebagai seseorang manusia dan sederajat dengan orang lain; (3) individu yang menyadari dan tidak merasa malu (self conscious); (4) menempatkan dirinya sebagaimana manusia yang lain; (5) berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya; (6) tidak menyalahkan diri sendiri atas keterbatasan yang dimilikinya; (7) individu lebih suka mengikuti standarnya sendiri daripada bersikap kompromi terhadap tekanan sosial; (8) individu yang menerima dirinya. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik uji korelasi Product Moment, dengan alat bantu yang digunakan untuk analisis adalah program komputer SPSS 14,0 for windows.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil olah data uji korelasional Spearman, ternyata diketahui tidak ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan dengan rxy = 0,034 dan p=0,393 (p>0,05). Selain itu sebelumnya telah dilakukan uji asumsi normalitas dan linieritas, dengan hasil
uji linieritas tidak terpenuhi. Data kecemasan terhadap masa depan dengan nilai Kolmogorov-Smirnov Z (KS-Z) sebesar 0,796 normal karena nilai p=0,551 (p>0,05), dan data penerimaan diri dengan nilai Kolmogorov-Smirnov Z (KS-Z) sebesar 0,996 normal karena nilai p=0,274 (p>0,05). Sedangkan uji linieritas membuktikan bahwa kedua data tidak linier dengan nilai Linearity F = 0,267 dan p=0,608 (p>0,05) tidak linier. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, adanya hubungan yang negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan, ditolak. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan. Ada faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab hal tersebut, antara lain dukungan sosial. Hal ini dikarenakan dukungan sosial berhubungan erat dengan kecemasan. Menurut Sarason (Puspitorini, 1992) dukungan sosial dapat diperoleh individu melalui ikatan sosial yang bersifat positif, yaitu orang-orang yang dipercaya dapat membantu, dapat menghargai, serta mencintai ketika orang tersebut menghadapi masalah. Dengan demikian remaja panti asuhan mengetahui bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya sehingga remaja panti asuhan merasa berharga, walaupun tinggal di panti asuhan remaja tersebut menerima kenyataan ini karena adanya dukungan sosial dan hal ini telah mengurangi kecemasan remaja panti asuhan. Menurut Cobb (Puspitorini, 1992) menyatakan bahwa setiap informasi apapun dari lingkungan sosial yang menimbulkan persepsi
individu bahwa ia menerima efek positif, penegasan ataupun bantuan menandakan suatu ungkapan dari adanya dukungan sosial. Sedangkan penerimaan diri memiliki hubungan yang erat dengan penyesuaian diri dan harga diri, individu yang dapat menerima dirinya cenderung akan memiliki tingkat penyesuaian diri dan penyesuaian sosial yang tinggi serta memiliki harga diri yang positif, begitu pula sebaliknya. Menurut, Robinson dan Shaver (Purwanto, 2004) penerimaan diri merupakan rangkaian bagian dari totalitas diri yang senantiasa berkaitan dengan konsep diri dan tidak akan terlepas dari bagian diri, percaya diri dan harga diri. Adanya faktor-faktor lain seperti dukungan sosial, penyesuaian diri, penyesuaian sosial, harga diri dan konsep diri yang mempengaruhi penerimaan diri dan kecemasan terhadap masa depan, hal ini diperkuat dengan adanya hasil penelitian terdahulu yang telah meneliti faktorfaktor tersebut sehingga menguatkan hasil penelitian ini. Dukungan sosial dan persepsi masa depan pada remaja, merupakan penelitian dari Puspitorini, sedangkan penyesuaian diri remaja putus sekolah ditinjau dari dukungan sosial dan konsep diri di panti sosial bina remaja Bambu Apus Jakarta merupakan penelitian dari Pudjianto dan hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan psikologis dalam menghadapi masa pensiun pada pegawai balai pelestarian peninggalan purbakala Yogyakarta merupakan penelitian dari Purwanto. Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu tersebut, diketahui bahwa dukungan sosial, penyesuaian diri, penyesuaian sosial, harga diri dan konsep diri telah mempengaruhi hasil dari variabel penerimaan diri dan variabel kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan pada penelitian ini.
Jika dilihat pada hasil kategorisasi menunjukkan bahwa 52,30% responden yang kecemasan terhadap masa depannya tinggi dan 67,69% responden yang penerimaan dirinya sangat tinggi, hal ini memperlihatkan bahwa ada variabel lain yang mempengaruhi penerimaan diri responden. Berdasarkan wawancara peneliti terhadap subjek, didapatkan beberapa hal antara lain pertama, adanya kemungkinan bahwa subjek sudah tinggal lama di panti asuhan dan adanya perasaan senasib dengan teman-teman di lingkungan panti asuhan sehingga mereka merasa nyaman dengan lingkungan panti asuhan. Hal tersebut tidak lepas dari adanya peranan dan dukungan dari keluarga, teman dan lingkungan panti asuhan maupun lingkungan di luar panti asuhan. Kedua, metode yang digunakan di panti asuhan sekarang ini lebih modern dengan memperhatikan pendidikan dan keterampilan sebagai bekal dikemudian hari. Ketiga, suasana dilingkungan panti asuhan sekarang ini sudah terbina dengan baik dengan adanya konselor, aktivitas keagamaan, organisasi, menjaga kesehatan seperti olah raga dan kebiasaan makan teratur. Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain pertama, jumlah subjek dalam penelitian ini jumlahnya masih terbatas sehingga kurang mewakili populasi yang diinginkan. Kedua, tingkat usia subjek yang cenderung masih remaja atau belum dewasa sehingga dalam memandang masa depan masih jauh dari pemahaman dan pemikiran subjek. Ketiga, adanya variabel-variabel lainnya yang berkaitan dengan penerimaan diri. Hal ini menggambarkan bahwa dalam penelitian ini masih banyak variabel-variabel utama lain yang masih belum terkontrol dan belum mendapatkan ulasan yang menyeluruh. Variabel tersebut
diantaranya, dukungan sosial, penyesuaian diri, penyesuaian sosial, harga diri, konsep diri, peranan dan dukungan keluarga.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian beserta pembahasan yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan ditolak, dimana hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan.
Saran Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang ditemukan, ada beberapa hal yang dapat disarankan, antara lain : 1. Bagi remaja panti asuhan Remaja panti asuhan atau penghuni panti asuhan hendaknya lebih giat mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan panti asuhan sehingga hari-hari mereka terisi dengan kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat. Hal ini berdampak baik terhadap penerimaan diri mereka karena dengan banyak kegiatan, mereka lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman sesama penghuni panti asuhan maupun masayarakat luas.
2. Bagi panti asuhan Bagi panti asuhan agar senantiasa meningkatkan perhatian, kasih sayang, kepercayaan dan penghargaan terhadap remaja panti asuhan agar remaja panti asuhan merasa bahwa dirinya berharga. Peningkatan fasilitas sangat diperlukan bagi remaja panti asuhan maupun pengasuh panti asuhan yang selalu mencurahkan waktu dan tenaga untuk memberikan perhatian dan kasih sayang terhadap remaja panti asuhan. 3. Bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya terutama yang berminat dalam kajian Psikologi Sosial, khususnya kajian tentang penerimaan diri dan kecemasan dalam kajian Psikologi klinis, agar mencoba mengaitkan salah satu atau kedua variabel tersebut dengan variabel-variabel lainnya atau mencoba meneliti terhadap subjek yang lain, seperti remaja yang cacat, remaja dengan kebutuhan khusus, anak jalanan maupun remaja yang bermasalah dengan hukum.
DAFTAR PUSTAKA Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press Arijani, E. B. 1998. Kecemasan dan Kreativitas Pada Anak-Anak. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Brandibas, G. dkk. 2004. Truancy, School and Anxiety. Journal of School Psychology International, 25, 1, 117-126. Calhoun. J. F. & Accocella, J. R. 1990. Psychology of Adjustment and Human Relationship. New York: Mc Graw Hill Publishing Company Daradjat, Z. 1976. Perawatan Jiwa Untuk Anak-Anak. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang Depkes. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesian III (Cetakan Pertama). Jakarta: Depkes Desmita, 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya Effendi, Y. 2005. Hubungan Antara Kemampuan Berwirausaha Dengan Kecemasan Menghadapi Pensiun Dini. Naskah Publikasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia English, S. O. & Finch, M. S. 1957. Introduction to Psychiatry. New York: W. W. Norton & Company. Inc Garcia, M. S. 2004. Effectiveness of Cognitive-Behavioural Group Therapy in Patients With Anxiety Disorder. Journal of Psychology in Spain, 8, 1, 89-97. Gerhardt, C. A. dkk. 1999. Association of a Mixed Anxiety-Depression Syndrome and Symptoms of Major Depressive Disorder During Adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 28, 3, 305-323. Hapsari, D. T. 1999. Hubungan Antara Kecemasan Dengan Perilaku Coping Pada Wanita Yang Melahirkan Bayi Prematur. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Hartini, N. dkk. Karaktersitik Kebutuhan Psikologis Anak Panti Asuhan. Jurnal Penelitian Dinas Sosial, Vol. 1 No. 1 April 2000: 76-86
Hurlock, E. B. 1972. Child Development(Fifth Edition). USA: Mc. Graw Hill. Inc ----------------- 1974. Personality Development. New Delhi: Tata Mc Graw hill Publishing Company L.t.d. ----------------- 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Diterjemahkan oleh Istiwidayanti dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga. Jersild, A.T. 1974. The Psychology of Adolescent. New York: The Mc Millan. Kendall, dkk. 2004. Child Anxiety Treatment: Outcomes in Adolescence and Impact on Substance Use and Depression at 7.4-Year Follow-Up. Journal of Consulting and Clinical Psychology,72, 2, 276-287. Kurniawaty, A. 2005. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan penerimaan Diri pada Remaja di Panti Asuhan. Naskah Publikasi.Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Lazarus, R. 1976. Pattern of Adjusment and Human Effectiveness. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha Lindgren. 1979. Psychology of Personality. Mc Graw-Hill Companies Inc. Locker, J. and Cropley, M. 2004. Anxiety, Depression and Self-Esteem in Secondary School Children. Journal of School Psychology International, 25, 3, 333-345. Maramis, F. W. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Universitas Airlangga Moscovitch, dkk. 2005. Mediation of Changes in Anxiety and Depression During Treatment of Social Phobia. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 73, 5, 945-952. Pudjianto, B. 2000. Penyesuaian Diri Remaja Putus Sekolah Ditinjau dari Dukungan Sosial dan Konsep Diri di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta. Tesis (tidak diterbitkan). Pasca Sarjana. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Purwanto, A. S. 2004. Hubungan Antara penerimaan Diri Dengan Kecemasan Psikologis Dalam Menghadapi Masa Pensiun Pada pegawai Bali Pelestarian Peninggalan PurbakalaYogyakarta. Naskah Publikasi.Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Puspitorini, S. 1992. Dukungan sosial dan Persepsi Masa Depan Pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Putri, R. L. 2006. Bagaimana Lebih Memahami Seorang Diri Remaja?. Skripsi (tidak diterbitkan). Surabaya: Univeristas Airlangga Rola, F. 2006. Hubungan Konsep Diri Dengan Motivasi Berprestasi pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Universitas Sumatera Utara Sartain, Nort, Strang & Chapman. 1973. Psychology: Understanding Human Behavior. Singapore: Mc Graw Hill. Inc Shaw, M. E. 1971. Group Dinamics. New York: Mc Graw-Hill, Inc Suryabrata, S. 2002. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada A Yunita. 2006. Perbedaan Kecemasan Terhadap Malpraktek Dokter di Tinjau Dari Tingkat Pendidikan. Naskah Publikasi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Dari Internet: Astuti P & Rosalina. Diantara Idealisme www.mirifica.net/wmview.php?artID=4214/05/10/2007 Pitaloka, A. Menelusuri Kecemasan Pada psikologi.com/remaja/080107.html.29/09/2007
Dan
Remaja.
Realitas.
www.e-
-----------------. Potret Keseharian Anak Panti. www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=297765&kat_id/05/10/2007 Identitas Penulis Nama
: Akhmad Wahyudi
Alamat
: Jl. Sindoro No. 19 RT. 01, RW. IX Bintoro Demak Jawa Tengah
No. Telp. : 0817263642