MOTOR LISTRIK 3 FASA PADA AUTOCORO DAN DISTRIBUSI DAYA LISTRIKNYA PADA PT. BITRATEX INDUSTRIES SEMARANG Wahyu Ridhani1 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro Semarang Jl. Prof. Sudharto, SH Kampus UNDIP Tembalang, Semarang 50275, Indonesia 1
[email protected]
Abstrak Untuk memenuhi kebutuhan sandang yang semakin hari semakin bertambah, dibutuhkan adanya ketersediaan produksi produk tekstil untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Kelancaran produksi produk tekstil ini salah satunya bergantung pada bekerja optimalnya mesin-mesin produksi tekstil yang ada di pabrik. Apabila mesin produksi mengalami masalah sehingga tidak dapat bekerja secara optimal, tentunya akan membuat hasil produksi menjadi berkurang. Salah satu syarat utama agar kinerja mesin produksi tekstil menjadi optimal adalah pasokan dan distribusi listrik pada mesin tersebut harus bagus dan stabil. Stabilnya distribusi listrik pada mesin-mesin produksi tentunya akan mengurangi resiko terjadinya masalah pada mesin produksi dan optimalisasi kinerja peralatan itu menjadi lebih bagus. Autocoro merupakan salah satu dari banyak jenis mesin produksi yang digunakan untuk menghasilkan benang melalui proses penggulungan benang dengan metode open-end (OE). Pada Autocoro terdapat berbagai macam motor listrik induksi 3 fasa yang digunakan untuk berbagai tujuan, salah satunya adalah untuk proses penggulungan benang.
Kata Kunci : Produk Tekstil, Distribusi Listrik, Autocoro, Motor Listrik. digunakan, Autocoro merupakan salah satunya. Autocoro berfungsi untuk menghasilkan benang melalui proses penggulungan benang. Dengan demikian, keberhasilan suatu pendistribusian daya listrik ke mesin produksi seperti autocoro ini akan berpengaruh terhadap hasil dan kualitas produk tekstil yang dihasilkan. Melihat pentingnya peranan distribusi daya listrik pada proses diatas, maka perlu dijaga dan diperhatikan distribusi listrik ke motor-motor listrik yang digunakan pada mesin produksi tekstil agar hasil dan kualitas produk tekstil yang dihasilkan tetap bagus.
1. Pendahuluan Kebutuhan sandang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain kebutuhan pangan dan perumahan. Semakin meningkatnya permintaan akan kebutuhan sandang harus diikuti dengan ketersediaan produksi produk sandang untuk mencukupi permintaan tersebut. Dalam hal ini, PT. Bitratex Industries sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi bahan tekstil berusaha untuk memenuhi kebutuhan sandang tersebut. Agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut, proses produksi bahan tekstil pada perusahaan harus berjalan dengan lancar. Lancarnya proses produksi bahan tekstil ini salah satunya bergantung pada bekerja optimalnya mesin-mesin produksi tekstil yang digunakan untuk menghasilkan produk tekstil. Apabila terjadi masalah pada mesin produksi sehingga mengakibatkan mesin tidak bekerja secara optimal, tentunya akan membuat proses produksi tekstil menjadi terganggu dan hasil produksi juga berkurang. Oleh karena itu, syarat-syarat agar kinerja mesin produksi menjadi optimal harus senantiasa dipenuhi dan dijaga agar tidak terjadi masalah pada mesin produksi tersebut. Salah satu syarat utama agar kinerja mesin produksi menjadi optimal adalah pasikan dan distribusi listrik yang lancar dan stabil pada mesin produksi tersebut. Dengan stabilnya distribusi listrik ke mesin-mesin produksi, tentunya akan mengurangi resiko masalah yang terjadi pada mesin dan optimalisasi peralatan tersebut menjadi lebih bagus. Diantara banyak mesin produksi yang
Tujuan dari kerja praktek ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui cara pembuatan benang dari serat kapas melalui proses open-end yang menggunakan mesin autocoro. 2. Mengetahui cara kerja mesin autocoro dan distribusi listrik yang ada pada mesin tersebut. Sedangkan untuk menyederhanakan permasalahan dalam makalah ini, maka diberikan batasan-batasan sebagai berikut : 1. Metode pembuatan benang yang dipakai adalah metode Open-End dengan bahan cotton dan campuran cotton dengan polyester. 2. Mesin produksi yang dibahas secara lengkap adalah mesin autocoro (lebih tepatnya merk Schlafhorft), sedangkan mesin-mesin lainnya hanya dibahas secara umum.
1
3.
Distribusi listrik pada autocoro ditekankan pada motormotor listrik yang digunakan untuk proses produksi dan sistem kontrolnya. 4. Distribusi listrik untuk bagian-bagian lain dari autocoro seperti automatic piecer carriage dan package doffer tidak dibahas secara terperinci.
3. Proses Pembuatan Benang dengan Metode Open-End (OE) Proses pembuatan benang yang dilakukan pada proses produksi PT. Bitratex Industries secara umum terdiri dari dua macam yaitu menggunakan metode Open-End (OE) dan Ring-Yarn (RY). Kedua metode ini mempunyai berbagai macam perbedaan diantaranya dari bahan yang digunakan, urutan proses pembuatan benang, peralatan/mesin produksi yang digunakan serta tentunya hasil benang yang dihasilkan. Hasil produk dari kedua proses diatas adalah benang siap pakai yang digulung dalam bentuk cheese dan cone. Cheese adalah alat bantu penggulung benang yang berbentuk silinder, biasanya dihasilkan dari penggulungan benang menggunakan mesin autocoro dan merupakan hasil dari metode open-end. Sedangkan cone adalah alat bantu penggulung benang yang berbentuk kerucut, biasanya dihasilkan dari penggulungan benang menggunakan mesin winding dan merupakan hasil dari metode ring-yarn. Prinsip pembuatan benang pada dasarnya sama, yaitu membuat untiran serat-serat yang kontinyu dengan diameter dan antihan tertentu. Antihan adalah puntiran atau twist yang diberikan pada serat/benang dengan tujuan untuk memberikan kekuatan. Cara pembuatan benang yang dilakukan oleh industri kebanyakan adalah serat-serat dari alam ataupun sintetik mengalami proses sebagai berikut : 1. Pembukaan atau penguraian (Opening) 2. Pembersihan kotoran (Cleaning) 3. Penarikan (Drafting) 4. Pemberihan Antihan (Twisting) 5. Penggulungan (Winding)
2. Profil PT.Bitratex Industries Semarang PT. Bitratex Industries adalah Perusahaan Swasta Asing (PMA) yang bergerak dalam bidang industri pemintalan benang. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1981, yang peresmian penggunaan pabriknya dilaksanakan satu tahun kemudian oleh ketua BPKN Pusat yaitu Bapak Ir. Suhartoyo bersama Wakil Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah yaitu bapak Drs. Sukardijan. Pada awal berdirinya, perusahaan ini hanya terdiri dari satu unit yaitu spinning I, dalam perkembangannya membangun lagi dua unit yaitu spinning II dan TFO section yang terdiri dari dua gudang produksi. Pada perkembangan terakhir ini, PT. Bitratex Industries menambah gedung produksinya lagi yaitu membangun unit III. Struktur organisasi pada perusahaan ini terdiri dari Pimpinan Perusahaan, Bagian Administrasi dan Keuangan, Bagian Produksi, Bagian Pemasaran, Supervisor, Tenaga Kerja. PT. Bitratex Industries Semarang berlokasi di Jl. Brigjen S. Sudiarto km.11, Plamongan, Pedurungan, Semarang. Dasar pemilihan lokasi pabrik ini adalah ketetapan dari Pemerintah Indonesia untuk mendirikan pabrik di provinsi Jawa Tengah, cukup tersedianya fasilitas listrik, air, telepon dsb, adanya pelabuhan laut dan bandar udara di kota Semarang dan banyaknya sumber daya manusia sehingga mudah untuk mendapatkan tenaga kerja. Berdirinya PT. Bitratex Industries ini membawa dampak yang positif bagi perkembangan ekonomi Indonesia dan dapat mengurangi pengangguran dan membuka kesempatan usaha bagi penduduk di sekitarnya. Fasilitas yang terdapat pada perusahaan ini adalah Jamsostek, Poliklinik, Kesehatan, Keluarga Berencana, Koperasi, Asrama, Unit Kerja SPN, Pendidikan buruh dan karyawan. Jam kerja pada PT. Bitratex dibagi menjadi Shift Pagi (jam 06.00-14.00 WIB), Shift Siang (jam 14.00-22.00), Shift Malam (jam 22.00-06.00) dan Shift Umum (jam 08.00-16.00 WIB untuk senin-jum’at dan 08.00-14.00 WIB untuk hari sabtu).
Pembuatan benang / pemintalan benang secara open-end (OE) adalah cara pembuatan benang dimana bahan baku setelah mengalami peregangan seolah-olah terputus (terurai kembali) sebelum menjadi benang. Penyuapan (feeding) dalam sistem ini dilakukan dalam bentuk serat-serat individu yang terbuka, serat yang disuapkan tadi disusun kembali pada alur pengumpulan yang dilakukan dengan aliran udara. Berbeda dengan sistem pemintalan lainnya, pada sistem ini pemberian antihan tidak menggunakan putaran spindel, akan tetapi dengan cara lain yaitu menggunakan gara aerodinamik yang dihasilkan oleh putaran motor. Nama open-end sendiri berasal dari proses mesin terakhir dalam rangkaian proses pemintalan benang ini, yaitu autocoro. Metode open-end ini memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingkan metode lainnya. Hal ini dikarenakan mesin terakhir sistem open-end mampu mengerjakan beberapa tugas sekaligus bila dibandingkan dengan mesin-mesin pada metode lain. Akan tetapi benang hasil dari proses open-end tidak sehalus proses lain semisal ring-yarn, hal ini dikarenakan urutan proses pembukaan benang pada metode open-end tidak sebanyak pada metode ring-yarn. Urutan proses pembuatan benang secara open-end dengan bahan cotton pada PT. Bitratex Industries digambarkan pada diagram sebagai berikut :
Gambar 1. PT. Bitratex Industries Semarang
2
3.2 Blowing Room dan Carding Pada proses blowing ini terdapat berbagai jenis mesin yang digunakan untuk memfilter/menyaring kotoran dan debu yang masih menempel pada serat kapas. Total daya yang diperlukan pada proses blowing ini adalah 29,75 KW. Tujuan proses blowing secara umum adalah sebagai berikut : 1. Membuka gumpalan-gumpalan serat hingga menjadi gumpalan yang lebih kecil (terurai). 2. Membersihkan kotoran yang terdapat pada serat sewaktu serat mengalami pembukaan. 3. Mencampur serat yang berasal dari beberapa serat yang berasal dari beberapa serat yang dimasukkan. 4. Membuat gulungan lap yang rata sebagai hasil akhir pengerjaan pada unit mesin blowing. Diagram proses kerja di blowing room adalah sebagai berikut
Gambar 2. Diagram urutan proses OE dengan bahan cotton
3.1 Bahan Baku dan Blendomat Bahan baku yang digunakan pada proses open-end ini adalah bahan yang berasal dari serat cotton/serat kapas. Serat adalah benda yang memiliki karakteristik panjangnya paling tidak 100 kali dari diameter/lebarnya, permukaannya memungkinkan terjadinya kohesi diantaranya sehingga dapat dibuat menjadi benang. Kapas sendiri adalah serat alam dengan komponen utamanya adalah selulosa yang merupakan polimer glukosa. Kapas banyak digunakan untuk pakaian karena sifatnya yang menyerap keringat sehingga nyaman dipakai dan memiliki stabilitas dimensi yang baik. Sedangkan proses blendomat adalah proses pengambilan material dari mixing secara otomatis menggunakan mesin, menghisap kapas dan menyalurkannya menuju proses blowing (blow room). Material kapas dalam bentuk bal yang belum dibersihkan diletakkan menumpuk di sisi kiri dan kanan mesin blendomat, mesin blendomat lalu berjalan diatas bahan serat kapas tersebut dan menggiling serat kapas yang dilewatinya.
Gambar 4. Diagram proses kerja di blowing room
Setelah melalui proses di dusttex pada blowing room, serat yang sudah dibersihkan akan disalurkan menuju proses carding. Proses carding adalah proses mengubah lap menjadi sliver. Lap hasil proses blowing masih berupa gumpalan kapas yang masih mengandung serat-serat pendek dan kotoran. Gumpalan kapas masih perlu dibuka dan dibersihkan lebih lanjut pada mesin carding. Total daya yang diperlukan untuk proses carding ini adalah 25,82 KW. Hasil dari proses carding adalah kapas yang berbentuk sliver yang diletakkan pada drum besar.
Gambar 5. Mesin Carding
3.3 Drawframe (Proses Drawing) Proses pada mesin drawing merupakan langkah yang sangat penting dalam tahap pembuatan benang dan dilakukan
Gambar 3. Mesin Blendomat berjalan diatas serat kapas
3
setelah proses carding. Proses ini bertujuan untuk meluruskan dan mensejajarkan serat kearah sumbu sliver, sebagai persiapan sebelum serat-serat tersebut akan diregangkan dan dibuat menjadi benang pada mesin pintal. Tujuan dari proses drawing ini adalah sebagai berikut : 1. Meluruskan dan mensejajarkan serat-serat ke arah sumbu dari sliver. 2. Memperbaiki kerataan berat per satuan panjang, campuran dan sifat lainnya dengan jalan perangkapan. 3. Menyesuaikan berat sliver per satuan panjang dengan keperluan pada proses selanjutnya. Pada drawframe breaker, proses yang dilakukan adalah perangkapan beberapa sliver menjadi satu untuk memperbaiki kerataan berat per satuan panjang. Sedangkan pada drawframe finisher, diatur parameter sliver yang diinginkan seperrti berat, ketebalan dsb. Selain itu, proses pelurusan dan pensejajaran juga dilakukan disini. Hasil dari proses drawing adalah sliver yang diletakkan pada drum kecil. Daya total yang diperlukan untuk proses ini adalah 20,2 KW.
Keterangan : 1). Corong, 2). Rol Penyuap, 3). Rol Pengurai, 4). Pipa, 5). Rotor, 6). Saluran, 7). Rol Pelepas, 8). Rol penggulung.
Gambar 6. Proses Drawing
Proses kerjanya adalah sebagai berikut, Bahan berupa sliver masuk melalui corong (1), diambil oleh rol penyuap (2), dimasukkan ke daerah penggilingan/penguraian. Serat-serat yang masuk diuraikan oleh rol pengurai (3). Selanjutnya melalui pipa (4) disalurkan ke rotor. Oleh rotor, serat dikumpulkan sepanjang sudut bagian dalam rotor, kemudian serat-serat masuk ke saluran (6) dimana susunan serat-serat tersebut sudah menjadi benang yang antihannya ditentukan oleh rotor tersebut. Oleh karena perbedaan putaran rotor dengan kecepatan tarikan rol pelepas (7), maka terjadilah antihan (twist) dan penggulungan. Dari rol pelepas, benang digulung pada cheese diatas rol penggulung (8).
Gambar 7. Proses perubahan sliver menjadi benang pada autocoro
3.4 Autocoro (Proses Pemintalan) Proses yang dilakukan di autocoro adalah proses pengolahan sliver menjadi benang dan merupakan proses terakhir dalam rangkaian proses peminyalan benang secara open-end. Sliver hasil dari proses drawing diproses menjadi benang melalui proses peregangan secara mekanik dan pneumatik, pemberian antihan (twist) dan penggulungan benang. Proses perubahan sliver menjadi benang pada autocoro dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Gambar 8. Mesin Autocoro
3.5 Proses Steaming, Ultraviolet dan Packing Benang yang sudah selesai digulung dalam bentuk cheese maupun cone harus melewati proses steaming terlebih dahulu sebelum dipacking. Proses steaming adalah proses penguapan terhadap benang yang memiliki puntiran yang sangat tinggi dengan tujuan menghilangkan puntiran dan memperkuat benang. Proses ini dilakukan dengan cara
4
memasukkan benang ke dalam tabung, kemudian ke dalam tabung dialirkan uap dengan suhu dan waktu steaming yang bervariasi untuk setiap jenis benang. Untuk benang hasil proses open-end biasanya diuapkan selama 30 menit pada suhu 70o C. Setelah melewati proses steaming, benang akan dicek kualitasnya menggunakan sinar ultraviolet. Apabila masih ada kotoran yang menempel ataupun masih ada puntiran pada benang akan kelihatan proses ini. Setelah dipastikan kualitas benang bagus pada proses ultraviolet, benang selanjutnya akan dipacking dan dikirimkan ke konsumen.
ditanahkan untuk masing-masing lilitan primer dan sekundernya. Sisi output trafo akan dihubungkan dengan panel kontrol dan dari sinilah daya listrik akan didistribusikan menuju panel untuk masing-masing kebutuhan. Untuk panel kontrol trafo sendiri dipasang Circuit Breaker (CB) yang berguna untuk mengamankan trafo apabila terjadi gangguan. Trafo 1 akan mensuplai dan mendistribusikan daya ke beberapa peralatan listrik diantaranya mesin ringframe, autocoro 1 dan 2, winding, chiller 2, AWT 1 dan 2, panel penerangan untuk proses spinning dan pompa chiller untuk AWT 1 dan 2. Panel kontrol untuk mesin autocoro 1 dan 2 (ACO 1 & 2) merupakan satu kesatuan unit kontrol. Di panel tersebut juga terdapat circuit breaker yang fungsinya sama dengan yang ada di panel kontrol trafo sebelumnya. Masukan dari panel kontrol ini adalah kabel listrik yang berasal dari trafo 1 dan keluarannya disalurkan menuju mesin autocoro 1 dan 2 lewat ruangan bawah lantai unit produksi. Arus yang diperlukan untuk mesin autocoro adalah 800A dan tegangannya 3 fasa 380V.
Gambar 9. Proses Steaming
Gambar 10. Benang yang sudah di packing
4. Motor Listrik pada Autocoro dan Distribusi Daya Listriknya 4.1 Distribusi Daya Listrik pada Autocoro
Gambar 11. CB pada panel kontrol autocoro 1 dan 2
Berikut adalah nilai arus yang diukur pada 4 panel kontrol mesin autocoro pada PT. Bitratex Industries :
Daya listrik yang mencukupi dan stabil merupakan syarat utama pada proses produksi, tak terkecuali untuk mesin autocoro. Untuk memenuhi kebutuhan daya listrik yang besar ini, unit produksi II PT. Bitratex Industries menggunakan suplai daya dari JTM PLN dengan tegangan listrik 3 fasa 22 KV. Karena mesin-mesin yang ada unit produksi kebanyakan menggunakan tegangan listrik 3 fasa 380V, jadi diperlukan transformator untuk menurunkan nilai tegangannya. Terdapat 5 unit trafo dan semuanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan daya pada unit II ini yang meliputi kebutuhan daya mesin-mesin produksi, penerangan, chiller dan Air Waser Tower (AWT) untuk pendinginan ruangan dan peralatan lainnya. Kapasitas trafo yang digunakan adalah 1600 KVA dengan lilitan delta-bintang
Tabel 1. Nilai arus pada 4 panel kontrol autocoro Fasa / ACO no. 1 (A) 2 (A) 3 (A)
4 (A)
R
194
200
175
171,1
S
188,1
208
174,4
171,2
T
185
213
186,2
186,5
Daya yang didapatkan mesin autocoro dari panel kontrol akan didistribusikan lagi untuk kebutuhan masing-masing peralatan yang ada di dalam autocoro itu sendiri. Tegangan AC 380V akan diturunkan lagi menjadi 220V, 3x19V, 3x42V, oleh trafo yang ada di dalam autocoro untuk berbagai peralatan yang membutuhkan tegangan masukan di
5
bawah 380V. Selain itu, tegangan listrik AC juga akan disearahkan menjadi tegangan DC oleh rectifier untuk kebutuhan peralatan yang memakai tegangan DC sebagai masukannya.
tegangan 220 V dapat dilakukan dengan cara mengambil salah satu fasa dari jaringan 3 fasa 380 V. Karena 1 fasa dari jaringan 3 fasa yang bertegangan 380 V akan bernilai 220 V (380 V / √3). Akan tetapi cara ini tidak begitu efektif karena pengambilan salah satu fasa untuk beban tertentu akan membuat total daya antara 3 fasa ini menjadi tidak seimbang, salah satu fasa bisa menjadi lebih besar nilai dayanya dibanding fasa yang lain. Oleh karena itulah untuk mendapatkan tegangan 220 V diperlukan sebuah trafo yang digunakan untuk mentransformasikan tegangannya dari 380 V menjadi 220 V.Pada line 16 juga tedapat sebuah trafo (T2) yang digunakan untuk mengubah nilai tegangan dari 380 V a.c menjadi 3 x 19 V a.c dan 3 x 42 V a.c. Tegangan 3 x 19 V a.c ini selanjutnya akan disearahkan oleh rectifier (penyearah V1) dan menjadi 24 V d.c. Tegangan 24 V d.c ini digunakan untuk tegangan kontrol pada winding. Terdapat 2 fuse yang diletakkan pada line ini, satu diantara beban dan rectifier yaitu F12 dan satunya lagi diantara rectifier dan trafo T2 yaitu F6. Tegangan 3x42 V a.c akan dipakai untuk berbagai macam keperluan yaitu untuk indicator, travelling blower, Package Doffer, starter winding serta motor-motor untuk kipas (M7, M8 dan M9). Motor untuk kontrol start-up (M10) dan motor sectional suction (2M2) adalah sebuah opsi pada autocoro dan tidak terdapat pada autocoro jenis ini.
Gambar 12. Diagram Rangkaian Peralatan Listrik pada Autocoro
Keterangan : Tegangan Utama (220V / 380V AC) : 4 : Motor Utama (M1), 6 : Motor Suction (M2), 8 : Motor Opening Roller Drive (M3), 10 : Motor Auxiliary Shaft Drive (M4), 12 : Motor Package Conveyor (M5), 16 : Trafo Kontrol (T2), 32 : Trafo Kontrol (T4). Rangkaian Operasi 19/42 V AC : 18 : Pengatur tegangan untuk starter winding, 20 : Indikator, 21 : Traveling Blower, 23 : Package Doffer, 25 : Starter Winding Station, 27-30 : Fan / Kipas. Lambang Peralatan Listrik : F : Fuse, K : Kontaktor, Q : Peralatan Switch, M : Motor, T : Trafo, V : Rectifier (Penyearah).
4.2 Motor-Motor Listrik pada Autocoro Pada mesin autocoro terdapat berbagai motor listrik yang digunakan untuk bermacam-macam tujuan. Jenis motor yang digunakan adalah motor induksi 3 fasa dengan belitan bintang-delta. Daya listrik yang diperlukan untuk mengoperasikan motor berasal dari panel kontrol autocoro 1 dan 2. Untuk mengaktifkan switch utama pada mesin autocoro, switch Q1 diatur posisinya pada posisi “I” dan rangkaian untuk trafo kontrol T2 dan T4 akan menutup. Trafo T2 menyediakan tegangan kontrol 3x42 V a.c dan 3x19 V a.c. Tegangan 3x19 V a.c disearahkan menjadi 24 V d.c yang dibuthkan untuk kontrol tegangan starter dan tegangan lampu pilot. Trafo T4 menyediakan tegangan 220 V a.c untuk seluruh peralatan yang membutuhkan input tegangan sebesar 220 V pada autocoro. Diagram peralatan pada autocoro dan letak untuk masing-masing motor dapat dilihat pada gambar 13 dibawah ini, untuk generator yang ada diatas motor suction (M2) sudah dicabut dan tidak ada lagi. Jadi untuk setiap rangkaian selanjutnya yang memakai sumber dari generator akan digantikan oleh line 380 V a.c yang paralel dengan M2. Pada bagian kiri autocoro terdapat motor suction (M2), motor package conveyor (M5) dan motor untuk kipas (M9). Sedangkan pada bagian kanan autocoro terapat motor-motor sebagai berikut, Motor Utama (M1), Motor Opening Roller Drive (M3), Motor Auxiliary Shaft Drive (M4). Selain itu, motor fan (kipas) M7 dan M8 juga terletak di bagian ini. Panel kontrol dari mesin autocoro terletak di bagian kanan motor utama.
Line 2, merupakan kabel masukan daya listrik yang berasal dari panel kontrol autocoro 1 & 2. Pada line ini akan dilindungi oleh Fuse 1 (F1) dan Switch Q1 yang akan memutuskan aliran arus apabila ada terjadi gangguan pada line 2. Setelah itu aliran daya akan didistribusikan untuk masing-masing motor (dari line 4 sampai line 14). Pada ujung line 4 terdapat motor utama (M1) yang dikontrol oleh Kontaktor K1 dan dilindungi oleh Fuse 2 (F2) dari arus berlebih. Pada line 6 terdapat motor suction (M2) yang dikontrol oleh Kontaktor 2 (K2) dan dilindungi oleh switch Q2. Apabila terjadi gangguan pada line 6, maka Q2 akan memutus aliran arus sehingga tidak mengganggu line yang lain. Untuk line 8, 10 ,12 ,dan 14 relatif sama dengan line 6, dimana di ujung jaringan terdapat motor yang kontrolnya dikendalikan oleh suatu kontaktor (K) dan dilindungi oleh suatu switch (Q) yang memiliki simbol angka yang sama dengan motornya. Peralatan switch ini merupakan suatu proteksi terhadap kelebihan arus (over current) dan kelebihan beban (overload) pada suatu motor listrik 3 fasa. Pada line 32 terdapat sebuah trafo kontrol (T4) yang mengubah tegangan 380 V a.c menjadi 220 V a.c yang akan dipakai untuk semua peralatan yang membutuhkan tegangan 220 V untuk beroperasi. Sebenarnya untuk mendapatkan
6
Data dari motor utama (M1) adalah sebagai berikut : V : 220V/380V (delta/star) I : 152 A P : 45 KW Cos phi : 0,84 F : 50 Hz rpm : 1470 rpm Dari data diatas, kita dapat menentukan jumlah pole/kutub dari motor M1, dengan menggunakan rumus dibawah ini : Gambar 13. Diagram letak motor pada autocoro
Kebanyakan dari motor-motor yang ada pada autocoro menggunakan belitan/lilitan bintang-delta pada proses starting/perngasutannya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar arus start dari motor tersebut dapat dibatasi agar tidak terlalu besar. Apabila motor dihubungkan langsung dengan lilitan delta, maka pada saat start arusnya akan melonjak tinggi dan dapat membahayakan motor tersebut. Oleh karena itulah digunakan lilitan bintang-delta pada motor induksi 3 fasa tersebut, dengan maksud agar nilai arus start menjadi 1/3 dari nilai arus start yang langsung menggunakan lilitan delta.
Dimana : P = jumlah kutub (pole) F = Frekuensi jala-jala (Hz) n = kecepatan putar motor (rpm) 120 = nilai tetap Dengan memasukkan data dari motor utama diatas, maka didapatkan jumlah kutub dari motor ini adalah
Nilai 4,08 dibulatkan menjadi 4. Maka jumlah kutub motor utama (M1) adalah 4. 4.2.2 Motor Suction (M2)
4.2.1 Motor Utama (M1) Motor suction (M2) terletak di bagian kiri pada diagram letak peralatan autocoro, terletak jauh dari motor utama dan motor lainnya. Motor suction berguna untuk menghisap debu dan kotoran yang ada pada saat proses pembuatan benang di combing. Motor suction dihubungkan melalui belt dengan 2 kipas besar diatasnya untuk menyedot debu. Pada desain awalnya, M2 dikopel dengan generator untuk menggerakkan winding head serta mengoperasikan Automatic Piecer Carriage (APC) dan memberikan tegangan masukan untuk informator. Akan tetapi pada prakteknya karena banyaknya gangguan yang terjadi pada saat penggunaan generator tersebut, generator dilepas dari motor suction dan sumber daya listrik untuk peralatan yang sebelumnya disuplai generator dialihkan dari jaringan 380 V yang diparalel dengan sumber daya motor suction tersebut.
Motor utama (M1) pada mesin autocoro terletak di bagian kanan bawah dari diagram letak peralatan autocoro. Motor ini merupakan motor terbesar dari ukuran maupun kapasitas dayanya diantara motor-motor listrik yang terdapat di autocoro. Motor utama digunakan untuk menggerakkan semua rotor yang ada pada proses pembuatan benang. Semua rotor yang digunakan untuk membuat benang dikopel dengan shaft yang digerakkan oleh motor utama sehingga bila motor utama beroperasi dan rotornya berputar, maka semua rotor yang digunakan untuk membuat benang akan bergerak karena terkopel dengan rotor M1. Selain itu, motor M1 juga digunakan untuk menggerakkan belt yang mengoperasikan rol penggulung pada proses pemintalan benang pada cheese. Sama seperti rotor tadi, semua rol penggulung dihubungkan dengan belt yang dikopel dengan motor M1.
Data dari motor suction (M2) adalah sebagai berikut : V : 220V/380V (delta/star) I : 75 A P : 22 KW Cos phi : 0,88 F : 50 Hz rpm : 2940 rpm Jumlah pole / kutub dari motor suction (M2) dapat dihitung berdasarkan data diatas dengan menggunakan rumus yang sama dengan rumus menghitung jumlah kutub dari motor utama sebelumnya :
Nilai 2,04 dibulatkan menjadi 2, maka jumlah kutub dari motor suction (M2) adalah 2.
Gambar 14. Motor Utama (M1) pada autocoro
7
4.2.3 Motor Opening Roller Drive (M3) Motor Opening Roller drive terletak di belakang motor utama (M1) pada autocoro. Motor ini berguna untuk menggerakkan motor untuk proses combing pada pembuatan benang dari sliver, oleh karena itulah motor ini juga sering disebut sebagai motor combing. M3 dihubungkan pada belt dengan rotor diatasnya, dan rotor tersebut dihubungkan dengan shaft yang terhubung dengan semua rol pengurai untuk proses combing. Jadi semua rol pengurai akan bergerak bersamaan ketika motor combing ini bekerja.
Gambar 16. Motor Auxiliary Shaft Drive (M4) pada autocoro
4.2.5 Motor Package Conveyor (M5) Motor package conveyor terletak di atas motor suction, di bagian kiri dari mesin autocoro. Motor ini digunakan untuk menggerakkan roda berjalan yang dipakai untuk menarik / mengambil benang yang sudah selesai proses penggulungannya pada cheese. Motor dihubungkan dengan belt yang berfungsi untuk menarik roda berjalan ketika sudah banyak terkumpul cheese yang ada di atasnya. Gambar 15. Motor Opening Roller Driver (M3) pada autocoro
4.2.6 Motor Fan (Kipas) (M7, M8, M9) Data dari motor opening roller driver (M3) adalah sebagai berikut : V : 220V/380V (delta/star) I : 50 A P : 15 KW Cos phi : 0,88 F : 50 Hz rpm : 1460 rpm Jumlah pole / kutub dari motor suction (M2) dapat dihitung berdasarkan data diatas dengan menggunakan rumus yang sama dengan rumus menghitung jumlah kutub dari motor utama sebelumnya :
Motor untuk menggerakkan kipas ini terletak di berbagai tempat di mesin autocoro. M7 terletak di sebelah motor Motor Opening Roller Drive (M3), M8 terletak di sebelah motor utama (M1) dan M9 terletak di atas motor suction (M2). Semua motor untuk kipas ini berguna untuk menggerakkan kipas yang akan mengalirkan udara yang ada di dalam ruangan tempat motor-motor pada autocoro berada. Dengan adanya perpindahan aliran udara, maka udara panas yang ada di dalam ruangan akan ditarik keluar oleh kipas ini dan digantikan dengan udara yang lebih dingin. Perpindahan aliran udara ini penting untuk menjaga suhu di ruangan tempat motor berada agar tidak naik sehingga motor dapat bekerja secara optimal tanpa terjadi adanya overheating. Motor ini memerlukan masukan tegangan 3x42 V a.c yang didapatkan dari hasil perubahan dari 380 V menjadi 3x42 V oleh trafo T2.
Nilai 4,1 dibulatkan menjadi 4, maka jumlah kutub dari motor combing (M3) adalah 4. 4.2.4 Motor Auxiliary Shaft Drive (M4) Motor auxiliary shaft drive (M4) terletak pada bagian kanan autocoro, tepatnya diatas dari motor opening roller drive (M3). Motor ini berfungsi untuk menggerakkan rol penyuap (feeding) yang berguna untuk menarik / memasukkan sliver yang ada pada can menuju proses combing. Motor M4 menggerakkan shaft yang terhubung dengan semua rol penyuap tadi. Jadi ketika motor M4 bekerja, semua rol penyuap akan bekerja secara bersamaan untuk menarik sliver dari drum. Motor M4 terdiri dari dua jenis yaitu Mesin tanpa kontrol start-up elektris dan Mesin dengan kontrol start-up elektris.
Gambar 17. Kipas yang digerakkan oleh motor M7
8
dan Pembuatan Kain”, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta, 2008. [5] Wildi, Theodore. “Electrical Machines, Drivers and Power Systems”, Prentice-Hall International INC, New York, 2002. [6] ……………., “Manual Electrical Operation for Autocoro”, Schlafhorst Co.Ltd, Germany. [7] ……………., “Manual Electrical Operation for Carding”, Trutzschler Co.Ltd, Germany. [8] ……………., “Manual Electrical Operation for Draw Frame”, Rieter Co.Ltd, Germany. [9] http://egismy.wordpress.com/2008/02/16/bagian-itekstil-dan-produk-tekstil/ [10] http://khanifarifin.blogspot.com/2011/11/prosespemintalan-benang-spinning.htm [11] http://imroee.blogspot.com/2010/11/rangkaian-stardelta-y-motor-induksi.html
5. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh selama melakukan kerja praktek di Unit II produksi PT. Bitratex Industries Semarang adalah sebagai berikut : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pada unit II produksi PT. Bitratex Industries terdapat 2 macam proses penggulungan benang yaitu proses OpenEnd Yarn dengan mesin Autocoro sebagai mesin finishingnya dan proses Ring-Spurn Yarn dengan mesin Ring Frame – Winding sebagai mesin finishingnya. Mesin Autocoro berfungsi untuk mengubah sliver hasil proses drawing menjadi benang melalui proses peregangan secara mekanik dan pnuematik, pemberian puntiran (twist) dan penggulungan benang. Distribusi daya listrik pada mesin autocoro berasal dari trafo yang mengubah tegangan 3 fasa 22 KV dari PLN menjadi tegangan 3 fasa 380 V. Tegangan ini kemudian didistribusikan pada autocoro untuk mengoperasikan peralatan yang membutuhkan tegangan masukan sebesar 380 V. Di dalam mesin autocoro terdapat 5 buah trafo yang berguna untuk menurunkan tegangan 380 V agar peralatan yang membutuhkan tegangan masukan di bawah 380 V bisa beroperasi. Jenis trafo ini adalah trafo step-down atau penurun tegangan. Pada mesin autocoro terdapat 8 buah motor listrik 3 fasa yang mempunyai kegunaan masing-masing. Diantaranya adalah motor utama (M1), motor suction (M2), motor opening roller drive (M3), motor auxiliary shaft drive (M4), motor package conveyor (M5), dan motor untuk menggerakkan kipas (M7, M8,M9). Penggunaan generator untuk sumber daya 220 V pada autocoro ini sudah tidak digunakan lagi karena banyaknya gangguan mekanis yang terjadi. Sumber daya untuk peralatan yang sebelumnya berasal dari generator dialihkan dari line 380 V yang diturunkan tegangannya menjadi 220 V oleh trafo T4. Penggunaan lilitan bintang-delta pada motor listrik saat proses startingnya bertujuan untuk membatasi arus start dari motor tersebut agar tidak terlalu besar. Nilai arusnya menjadi 1/3 dari arus start yang langsung menggunakan lilitan delta.
Biodata Penulis Wahyu Ridhani lahir di Banjarmasin pada 10 November 1989. Saat ini sedang menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro Konsentrasi Energi Listrik
Semarang, Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Djoko Windarto, MT. NIP. 196405261989031002
Referensi [1] [2] [3] [4]
Desember 2012
Lister, Eugene C. “Mesin dan Rangkaian Listrik”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2008 Parwitro, S. “Teknologi Pemintalan Bagian Pertama”, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1973. Parwitro, S. “Teknologi Pemintalan Bagian Kedua”, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1975. Sulam, Abdul Latief, “Teknologi Pembuatan Benang
9