4
Bab II Dasar Teori
BAB II DASAR TEORI
Keausan dan kelumasan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat. Keausan dapat ditimbulkan oleh pengaruh kelumasan yang buruk. Kelumasan tiap fluida tidaklah sama, hal ini dapat dilihat dari nilai viskositasnya. Kelumasan bahan bakar memiliki nilai viskositas yang lebih kecil dibandingkan dengan kelumasan minyak pelumas atau oli. Namun baik buruknya kualitas kelumasan bahan bakar tidak bisa hanya ditentukan oleh nilai viskositasnya saja, melainkan juga ditentukan oleh kandungan kimia yang dimiliki oleh bahan bakar tersebut. Sebagai contoh pada bahan bakar diesel, tingkat kelumasan dipengaruhi oleh banyaknya kandungan oksigen dan nitrogen terlarut (oxygenated polar species) dan aromatik (bi dan tricyclic aromatics)[1]. Fungsi kelumasan bahan bakar sangat diperlukan oleh komponen-komponen mesin untuk mengurangi gesekan yang terjadi dan mencegah terjadinya keausan. Fenomena keausan akibat kelumasan bahan bakar yang tidak baik banyak dijumpai pada elemen pompa bahan bakar. Udara merupakan salah satu fluida yang mengisi wadah/tempat yang mengalami proses keausan. Temperatur dan kelembaban udara merupakan sifat udara yang mempengaruhi keausan. Pada sub bab berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian yang berkaitan dengan kelembaban udara. 2.1
Kelembaban Udara Udara yang mengandung uap air dinamakan udara lembab atau udara basah.
Sedangkan udara kering adalah udara yang sama sekali tidak mengandung uap air, seperti terlihat pada tabel di bawah ini Tabel 2.1. Komposisi udara kering[3] N2
O2
Ar
CO2
Berat molekul
Volume %
78,09
20,95
0,93
0,03
28,97 L/mol
Berat %
75,53
23,14
1,28
0,05
1,293 kg/m3
5
Bab II Dasar Teori
Sifat termal dari udara basah pada umumnya ditunjukkan dengan menggunakan diagram psikrometri seperti pada Gambar 2.1. Dalam hal tersebut dipakai beberapa istilah dan simbol sebagai berikut[3].
Gambar 2.1. Diagram Psikrometri[4] 2.1.1 Temperatur bola kering, t (oC) Temperatur tersebut dapat dibaca pada termometer dengan sensor kering dan terbuka. Namun, penunjukannya tidaklah tepat karena adanya pengaruh radiasi panas, kecuali jika sensornya memperoleh ventilasi yang cukup baik. (Lihat gambar 2.2) 2.1.2 Temperatur bola basah, t' (oC) Dalam hal ini digunakan termometer dengan sensor yang dibalut dengan kain basah untuk menghilangkan pengaruh radiasi panas, seperti terlihat pada Gambar 2.2. Namun perlu diperhatikan bahwa melalui sensor harus terjadi aliran udara sekurang-kurangnya 5 m/s. Temperatur bola basah kadang-kadang dinamai temperatur jenuh adiabatik (adiabatic saturated temperature).
6
Bab II Dasar Teori
2.1.3 Tekanan parsial uap air, ƒ (mmHg) Hubungan antara tekanan parsial uap air ƒ dan temperatur bola basah t' dapat dilihat dari persamaan berikut ini. ,
0,5
755
2.1
Persamaan di atas biasa disebut persamaan empirik dari Sprung, dimana 10
,
,
,
2.1
Persamaan 2.1a dikenal sebagai persamaan Kosik. Pada persamaan 2.1a, tekanan atmosfir dinyatakan dalam mmHg, dimana 1 atmosfir = 760 mmHg. 2.1.4 Perbandingan kelembaban, x (kg/kg udara kering) Perbandingan kelembaban adalah perbandingan antara berat uap air dan berat udara kering yang ada di dalam udara (lembab). Hubungan antara tekanan uap ƒ dan perbandingan kelembaban x adalah sebagai berikut, 0,6220
2.2
atau 0,6220
.
,
2.2
2.1.5 Kelembaban relatif Kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan parsial uap air yang ada di dalam udara dan tekanan jenuh uap air pada temperatur yang sama. Kelembaban relatif dapat didefinisikan sebagai berikut, 100 .
2.2
Penggolongan Sistem Pelembab Udara[3]
2.2.1 Sistem udara penuh Sistem ini merupakan sistem penyegaran udara yang paling banyak digunakan. Seperti terlihat pada Gambar 2.2, campuran udara luar dan udara ruangan didinginkan dan dilembabkan, kemudian dialirkan kembali ke dalam ruangan melalui saluran udara. Keuntungan dari sistem ini adalah sederhana, mudah dalam perancangan, pemasangan,
7
Bab II Dasar Teori
pemakaian, perawatan, dan biaya awal yang relatif murah. Sedangkan kerugiannya adalah kesulitan pengaturan temperatur dan kelembaban, karena beban kalor dari setiap ruangan berbeda satu sama lain; selain itu saluran utama berukuran besar sehingga memakan banyak tempat.
Gambar 2.2. Skema sistem pelembab udara penuh 2.2.2 Sistem dua-saluran Untuk mengatasi kesulitan dari sistem saluran tunggal, maka digunakan sistem saluran ganda seperti pada Gambar 2.3. Dalam hal ini, udara panas dan udara dingin dihasilkan secara terpisah oleh mesin penyegar udara bersangkutan. Kedua jenis udara disalurkan melalui saluran yang terpisah satu sama lain. Kemudian dicampur sehingga tercapai tingkat keadaan yang sesuai dengan beban kalor dari ruangan yang akan disegarkan. Sesudah itu disalurkan ke dalam ruang yang bersangkutan.
Gambar 2.3. Sistem saluran ganda
8
Bab II Dasar Teori
Dalam sistem ini, alat yang diperlukan untuk mencampur udara panas dan udara dingin, dalam perbandingan jumlah aliran yang ditetapkan untuk memperoleh kondisi akhir yang diinginkan, dinamakan alat pencampur. 2.2.3 Sistem air-udara Dalam sistem air-udara, seperti terlihat pada Gambar 2.4, unit koil-kipas udara atau unit induksi dipasang di dalam ruangan yang akan dilembabkan. Air dialirkan ke dalam unit tersebut, sedangkan udara ruangan dialirkan melalui unit tersebut sehingga menjadi dingin atau panas.
Gambar 2.4. Sistem air-udara (A) Sistem unit induksi (B) Sistem unit koil-kipas udara Oleh karena berat jenis dan kalor spesifik air lebih besar daripada udara, maka baik daya yang diperlukan untuk mengalirkan maupun ukuran pipa yang diperlukan untuk memindahkan kalor yang sama, adalah lebih kecil. Dengan demikian, untuk mengatasi beban kalor dari ruangan yang akan dilembabkan, banyaknya udara yang mengalir dari mesin penyegar udara sentral adalah lebih kecil. Selain itu, ukuran mesin pelembab udara maupun daya yang diperlukan adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan yang diperlukan oleh sistem udara-penuh. 2.2.4 Sistem air-penuh Pada sistem air-penuh, air dingin dialirkan melalui unit koil-kipas udara, untuk penyegaran udara. Dalam hal ini, udara yang diperlukan untuk ventilasi dimasukkan
9
Bab II Dasar Teori
sebagai infiltran melalui celah-celah pintu atau jendela, atau udara luar yang terisap langsung melalui lubang masuk pada dinding, di sebelah belakang unit koil-kipas udara yang bersangkutan. Hal ini akan menyebabkan ventilasi kurang baik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam beberapa hal udara yang diperlukan untuk ventilasi dimasukkan ke dalam ruangan melalui saluran khusus, seperti terlihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Sistem air penuh Mengingat karakteristik unit koil-kipas udara tersebut, sehingga udara ruangan dapat menjadi pengontrolan kelembaban pada sistem air-penuh, sehingga udara ruangan dapat menjadi sangat lembab ataupun sangat kering. 2.3
Penggolongan Sistem Pengering Udara Pada dasarnya proses pengeringan udara dilakukan dengan mengurangi kandungan
uap air pada udara. Udara dengan kandungan uap air yang tinggi memiliki kelembaban udara yang tinggi, sedangkan udara dengan kandungan uap air yang rendah memiliki kelembaban udara yang rendah. Proses pengeringan udara dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan sistem pengering udara menggunakan koil pendingin dan pengeringan udara menggunakan penyerap uap air (absorbent) seperti silica gel atau molecular sieve. 2.3.1 Sistem pengering udara menggunakan koil pendingin[5] Sistem pengeringan udara menggunakan koil pendingin ini didasarkan pada proses pendinginan udara sampai dibawah temperatur kondensasinya (titik embun) pada tekanan konstan. Pada Gambar 2.6 dapat dilihat skema proses pengeringan udara menggunakan prinsip tersebut.
Bab II Dasar Teori
10
Gambar 2.6. Sistem pengering udara menggunakan koil pendingin[4] Udara basah masuk sistem ini pada kondisi 1 dan mengalir melewati koil pendingin (cooling coil), dimana disirkulasikan air dingin/refrigeran di dalamnya. Sebagian dari uap air akan terkondensasi saat melewati koil pendingin, dan sebagian udara lain yang tidak terkondensasi akan masuk pada kondisi 2. Temperatur udara kering pada kondisi 2 ini lebih rendah dari kondisi 1. Untuk itu perlu dilakukan pemanasan pada udara proses agar temperatur keluarnya (kondisi 3) sesuai dengan yang diinginkan. Proses termodinamika yang terjadi dapat dilihat pada representasi diagram psikrometrik Gambar 2.7. 2.3.2 Sistem pengering udara menggunakan penyerap uap air Selain menggunakan sistem pengering udara dengan koil pendingin, proses pengeringan udara juga dapat dilakukan dengan menggunakan penyerap uap air (absorbent) seperti silica gel dan molecular sieve. Silica gel dan molecular sieve ini merupakan material yang dapat menyerap uap air di udara. Bentuk umumnya adalah berupa butiran-butiran kecil dengan diameter rata-rata antara 2 – 5 mm. Silica gel biru (blue silica gel) pada umumnya berwarna biru keunguan (seperti pada Gambar 2.8 bagian kanan). Namun setelah digunakan, silica gel tersebut akan berubah warna menjadi warna merah jambu (seperti pada Gambar 2.8 bagian kiri).
11
Bab II Dasar Teori
Gambar 2.7. Representasi diagram psikrometrik[4]
Gambar 2.8. Silica gel 2.4
Gesekan Gesekan secara umum merupakan resistentsi terhadap gerakan akibat benda tersebut
berkontak langsung dengan permukaan benda lain. Adanya gesekan kadang-kadang membawa kebaikan. Tanpa adanya gesekan manusia tidak dapat berjalan di lantai dan
12
Bab II Dasar Teori
mobil tidak akan bisa melaju di jalanan. Di sisi lain, gesekan juga dapat merugikan. Gesekan menyebabkan komponen-komponen mesin menjadi aus, serta dengan adanya gesekan konsumsi bahan bakar menjadi tidak efisien karena mesin memerlukan daya untuk mengatasi gesekan. Besarnya gaya gesek dapat dihitung dengan mudah melalui persamaan Coulomb. Besarnya gaya tesebut sangat bergantung pada seberapa besar nilai kekasaran permukaan pada suatu permukaan benda. Secara mikroskopis profil permukaan suatu benda tentulah tidak rata. Permukaan tersebut memiliki bentuk seperti gunung-gunung dan lembah-lembah mikro yang jika dilihat dengan mata telanjang tidak akan terlihat perbedannya. Gaya gesek nominal merupakan rata-rata besarnya gaya gesek antara gunung-gunung mikro pada permukaan tadi. Nilai gaya gesek tersebut sebanding dengan besarnya gaya normal yang dialami oleh permukaan benda. Berdasarkan hukum Coulomb, besar gaya gesek yang dialami oleh permukaan sebuah benda dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut, . dengan = gaya gesek (N) µ
koefisien gesek
N = gaya normal (N) Pada persamaan tersebut terdapat besaran
yang menggambarkan besarnya kontak
antara dua permukaan yang bergesekan. Besarnya
tersebut sangat bergantung pada
kekasaran permukaan suatu benda serta jenis material benda yang bergesekan. 2.5
Definisi dan Jenis Keausan Keausan secara umum dapat diartikan sebagai hilangnya bagian dari suatu material
akibat gesekan dan kontak antara dua permukaan. Jenis keausan dapat dibedakan menjadi [6]
: o
Keausan gesek (sliding wear, adhesive wear)
o
Keausan abrasif (abrasive wear)
o
Keausan fretting
o
Keausan erosi
Bab II Dasar Teori
13
Keausan gesek adalah keausan yang terjadi jika dua permukaan logam saling berkontak dan bergerak relatif satu sama lain serta mengalami pembebanan. Keausan abrasif adalah keausan yang terjadi jika permukaan logam berkontak dengan partikel abrasif yang kasar dan keras. Keausan fretting adalah keausan yang terjadi jika dua permukaan logam yang berkontak tersebut saling bergerak bolak-balik. Sedangkan keausan erosi terjadi jika permukaan logam dikenai partikel keras dan kasar dengan kecepatan tertentu.[6] Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa keausan akibat kelumasan bahan bakar dapat terjadi pada komponen pompa. Berikut ini adalah salah satu jenis pompa bahan bakar distribusi.
Gambar 2.9. Kontak fenomena terjadinya keausan pada pompa Bosch[1] Pada gambar 2.9 di atas dapat dilihat adanya fenomena keausan pada beberapa bagian pompa yang berupa keausan sliding yang memiliki tanda lingkaran dan keausan fretting dengan tanda kotak.
14
Bab II Dasar Teori
2.6
Kegagalan pada Pompa Rotari Distribusi Pompa bahan bakar rotari distribusi secara garis besar memiliki dua jenis tipe
kegagalan, yaitu : 1. Kegagalan akibat keausan adhesif, keausan sliding. 2. Kegagalan akibat keausan fretting, yang merupakan campuran antara oksidatif dan keausan lelah. Kegagalan akibat keausan adhesif dapat mengakibatkan menurunnya daya pompa. Kegagalan dapat terjadi kurang dari 8.000 km, hal ini telah dibuktikan oleh Caprotti dan Bovington dengan menggunakan bahan bakar Swedish Class I non additive treated. Sedangkan keausan fretting terjadi pada elemen yang bergerak sliding dengan getaran atau amplitudo yang kecil. Berikut ini adalah tabel tipe dan lokasi keausan pada pompa rotari distribusi. Tabel 2.2. Tipe dan Lokasi Keausan dari Pompa Rotari Distribusi[7] Bagian Pompa yang Berkontak
Mekanisme Keausan
Kondisi Operasi
Fenomena Keausan
Kam
Adhesi
Gerak bolak-balik
Pelapisan permukaan
Pelat Kam
Adhesi
Berputar
Reaksi Tribokimia
Meluncur
Lubang, pelapisan permukaan, celah, pindahnya material, reaksi film
Lelah Permukaan Rol
Adhesi
Berputar
Reaksi Tribokimia
Meluncur
Celah, lubang, reaksi film
Lelah Permukaan Poros Penggerak Bantalan Luncur
Adhesi
Meluncur
Celah, lubang, reaksi lapisan temperatur
Plunyer
Adhesi
Gerak bolak-balik
Pelapisan permukaan
Keausan pada elemen-elemen tersebut secara garis besar diakibatkan oleh keausan adhesif, yang berarti terjadi akibat gesekan antara permukaan logam serta mengalami pembebanan. Sedangkan kondisi operasinya ada yang berputar dan meluncur, seperti pada pelat kam, rol dan poros penggerak. Fenomena keausan di atas tentu saja tidak diinginkan, karena sangat tidak menguntungkan bagi para pengguna kendaraan pada umumnya. Dengan adanya keausan
15
Bab II Dasar Teori
tersebut, maka umur komponen pada pompa semakin berkurang. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, maka kini terdapat beberapa macam cara untuk mengatasinya, diantaranya adalah dengan penambahan aditif (lubricity improver) pada bahan bakar. 2.7
Sifat Bahan Bakar
2.7.1 Viskositas Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dalam satuan Stokes/Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu–viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan, dan atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental, maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang kurang sempurna akan mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal dapat menjadi hal yang penting untuk atomisasi yang tepat. Sifat kelumasan bahan bakar sangat dipengaruhi oleh komposisi kandungan penyusun bahan bakar tersebut. Berikut ini adalah komposisi kandungan bahan bakar diesel. Tabel 2.3. Komposisi kandungan bahan bakar diesel[8] Komponen
Jumlah (%)
Parrafin
39
Naphtenes (cycloparaffines)
35
Monoaromatics
10
Diaromatics
13
Polyar
2
S
0,5
N
0,02
O
0,01
16
Bab II Dasar Teori
2.7.2 Sulfur Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada sumber minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2-4%. Kandungan sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak ditunjukkan pada tabel 2.4. Tabel 2.4. Persentase Sulfur untuk Berbagai Bahan Bakar Minyak Bahan Bakar Minyak
Persen Sulfur
Minyak tanah
0,05 -0,2
Minyak diesel
0,05 – 0,25
L.D.O.
0,5 – 1,8
Minyak furnace
2,0 – 4,0
L.S.H.S.
<0,5
Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara, dan economizer. 2.7.3 Bilangan Setana Motor diesel menggunakan bahan bakar yang dapat terbakar dengan sendirinya ketika diinjeksikan ke dalam ruang bakar dengan udara yang bertekanan tinggi. Kualitas penyalaan dari bahan bakar motor diesel dinyatakan dengan bilangan setana (cetane number). Bilangan cetana merupakan suatu indeks yang umum dipergunakan untuk menunjukkan kualitas bahan bakar motor diesel. Cetana normal (C16H34) dan α-methylnaphtalene (C10H7CH3) digunakan sebagai bahan bakar standar pengukur. C16H34 adalah bahan bakar dengan persiapan pembakaran yang pendek dan memiliki bilangan cetana 100, sedangkan α-methyl-naphtalene mempunyai periode persiapan pembakaran yang panjang (bilangan cetana 0) sehingga tidak baik digunakan sebagai bahan bakar motor diesel. Untuk menentukan bilangan cetana dari suatu jenis bahan bakar motor diesel, digunakan mesin CFR (Coordinating Fuel Research Engine). CFR merupakan mesin yang perbandingan kompresinya dapat diubah–ubah. Bahan bakar yang ingin diketahui bilangan cetananya digunakan sebagai bahan bakar CFR. Kemudian perbandingan kompresi dari
Bab II Dasar Teori
17
CFR ini diatur sehingga diperoleh periode persiapan pembakaran sebesar 13o sudut engkol. Setelah itu, dengan kondisi operasi yang sama, bahan bakar diganti dengan bahan bakar campuran dari C16H34 dengan α-methyl-naphtalene. Perbandingan campuran dari bahan bakar ini diatur sehingga diperoleh periode persiapan pembakaran sebesar 13o sudut engkol. Presentase volume C16H34 dalam campuran bahan bakar tersebut menunjukkan besarnya bilangan cetana bahan bakar yang diuji. Bilangan cetana bahan bakar motor diesel putaran tinggi berkisar antara 40 sampai 60. 2.8
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Keausan
2.8.1 Variabel yang berkaitan dengan metalurgi Faktor yang mempengaruhi keausan ini merupakan variabel yang berkaitan dengan sifat metalurgi material yang bersangkutan. Material yang mengalami keausan tersebut memiliki sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya. Beberapa variabel yang berkaitan dengan metalurgi antara lain[9] : • • • •
Kekerasan Kekuatan Konstitusi dan struktur Komposisi kimiawi
2.8.2 Variabel yang berkaitan dengan pelaksanaan Keausan sangat dipengaruhi oleh keadaan saat terjadinya keausan tersebut. Dalam hal ini terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi keausan berkaitan dengan pelaksanaannya tersebut, antara lain[9] : • • • • •
Material yang berkontak Tekanan Kecepatan Temperatur Permukaan Selain kedua variabel yang mempengaruhi keausan tersebut juga terdapat faktor-
faktor lain yang berkontribusi dalam keausan, yakni lubrikasi/pelumasan dan korosi.
2.9
Hubungan antara keausan dengan kelembaban udara Selain beberapa faktor yang mempengaruhi keausan pada sub bab 2.9, pada beberapa
makalah yang menyimpulkan adanya pengaruh kelembaban udara terhadap keausan yang terjadi. Salah satu makalah yang membuktikan hal tersebut dilakukan oleh D. Klaffke[13]
Bab II Dasar Teori
18
dari BAM, Berlin, Jerman, dengan judul makalah “On the repeatability of friction and wear results and on the influence of humidity in oscillating sliding tests of steel-steel pairings”. Dalam makalah tersebut diselidiki sifat gesekan dan keausan pada material 100Cr6100Cr6 yang menguji keausan bola pada permukaan datar dengan gerakan osilasi tanpa lubrikasi pada temperatur kamar. Kelembaban relatif udara pada ruang uji bervariasi dari 3% - 100%. Dari hasil pengujian disimpulkan koefisien gesek hanya terpengaruh sedikit oleh kelembaban, sementara keausan yang terjadi meningkat drastis pada kelembaban relatif udara diturunkan dibawah 15%. Pada daerah kelembaban relatif yang sedang, hasil pengujian menunjukkan adanya keterulangan yang baik untuk koefisien gesek dan keausan dengan standar deviasi lebih kecil dari 10%. W.Y.H. Liew[14] dari School of Engineering & Information Technology, Universiti Malaysia Sabah dalam makalah berjudul “Effect of relative humidity on the unlubricated wear of metals” melakukan eksperimen untuk menyelidiki efek kelembaban udara pada keausan untuk beberapa kombinasi logam, seperti baja-baja dan aluminium-aluminium. Dari hasil percobaan menunjukkan keausan gesek (sliding wear) meningkat sampai 1,5 kali pada kondisi kelembaban udara lingkungan berkurang dari 80% manjadi 28%. Keausan yang kecil terjadi pada kelembaban tinggi karena hambatan terjadinya mekanisme keausan oleh terbentuknya lapisan pada kedua permukaan. Lapisan tersebut mungkin terbentuk sebagai besi-hidroksida (iron hydroxide) dan ferri-oxide-hydrates dan penyerapan air pada permukaan aus sebagai tambahan oksidasi atmosferik biasa (normal atmospheric oxidation). Hung-Kuk Oh, Kyu-Hyun Yeon, dan Hak Yun Kim[15] dari School of Mechanical and Industrial Engineering, Ajou University, Korea Selatan, dengan judul makalah “The influence of atmospheric humidity on the friction and wear of carbon steel”. Makalah ini mempresentasikan efek kelembaban udara lingkungan pada keausan baja karbon untuk kontak gesek pin pada piringan tanpa lubrikasi dengan kondisi beban dan kecepatan yang konstan. Hasil pengujian tersebut menemukan bahwa pada kelembaban rendah terjadi keausan yang besar, sedangkan pada kelembaban tinggi keausan yang terjadi kecil. Pengaruh kelembaban pada daerah transisi keausan dari kecil menjadi besar dan sebaliknya sangat bergantung pada konsentrasi karbon pada baja tersebut. Pengujian dilakukan untuk
Bab II Dasar Teori
19
tiga baja karbon yang berbeda, yakni baja 1020, baja 1041, dan baja 1045 pada ruang uji yang diatur kelembabannya dengan akurat menggunakan humidifier.