MODEL PENDIDIKAN MA’HAD KEMBANGARUM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA (Perumusan Sistem Seleksi, Penempatan, Kurikulum dan Indikator Keberhasilan Pendidikan)
Skripsi Diajukan Untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: ALI MASKUR NIM: 11109078
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (STAIN) SALATIGA 2013
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
Achamad Maimun, M.Ag DOSEN STAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING Lampiran Hal
: 4 eksemplar : Naskah skripsi Saudara Ali Maskur Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga di Salatiga
Assalamualaikum. Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara: Nama : Ali Maskur NIM : 111 09 078 Jurusan/Progdi : TARBIYAH/PAI Judul : MODEL PENDIDIKAN MA’HAD KEMBANGARUM STAIN SALATIGA (Perumusan Sistem Seleksi, Penempatan, Kurikulum, Dan Indikator Keberhasilan Pendidikan). Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian Wassalamualaikum, Wr. Wb. Salatiga, 02 Agustus 2013 Pembimbing
Achmad Maimun, M.Ag NIP. 19670112 199203 1 005
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bwah ini: Nama
: Ali Maskur
NIM
: 111 09 078
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga,25 Juli 2013 Yang Menyatakan,
Ali Maskur
MOTTO
" “ها أنا ذا: “كان أبي” … ولكن الفتى يقول:”ليس الفتى يقول Bukanlah seorang pemuda sejati, yang berkata: “Itulah ayahku!”. Akan tetapi. Pemuda sejati adalah yang yang berkata: “Inilah Aku!”.
PERSEMBAHAN
1. Buat kedua orang tua tercinta (Amin dan Sa’anah) yang telah memberikan dukungan do’a dan nasehat. 2. Buat kakak ku tersayang (mbak Khamidah dan mas Sohani) yang telah memotivasi untuk terus maju dan berjuang. 3. Buat adik ku (Ivana dan Isma) yang selalu menghibur dan pemberi semangat. 4. Buat orang yang aku cintai (Habibah) yang telah mendukung dan menemani setiap saat. 5. Buat teman seperjuangan (Munawar Said dan Zaenul Wafa) yang selalu menginspirasi buat terus berjuang. 6. Buat teman-teman Ma’had Al-Islah (Sigit, Didin, Khamim, dkk) 7. Buat seluruh keluarga besar di lampung dan Logung yang telah member dukungan dalam belajar. 8. Buat pembaca yang budiman.
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, segala puji bagi-Nya yang senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya. Sholawat salam tersanjung kepada belia nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari jaman jahiliyah menuju jaman Islamiyah yang terang benderang dengan pancaran ilmu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “MODEL PENDIDIKAN MA’HAD KEMBANGARUM STAIN SALATIGA (Perumusan Sistem Seleksi, Penempatan, Kurikulum, Dan Indikator Keberhasilan Pendidikan)”. Selanjutnya pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo. M.Ag selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) STAIN Salatiga. 3. Bapak Achmad Maimun, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik dan pembingbing skripsi yang telah membimbing dan member pengarahan sampai terselsainya penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Farid Abdullah, M.Hum selaku pengasuh Ma’had STAIN Salatiga 5. Semua Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah memberi bekal pengetahuan dan pelayanan kepada penulis.
6. Keluarga besar pondok pesantren Al-Islah Tingkir Lor 7. Ayah dan Ibu yang telah berjasa besar dalam membesarkan dan mendidik sejak kecil hingga sekarang. 8. Keluarga besar kakak ku mbak khamidah dan mas Sohani yang telah banyak membantu dan mendukung pendidikanku. 9. Seluruh teman-teman PAI C angkatan 2009. 10. Seluruh teman-teman Ma’had STAIN Salatiga. 11. Orang yang aku cintai (habibah) 12. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Salatiga, 27 Agustus 2013
Penulis
ABSTRAK Ali Maskur. 2013. Model Pendidikan Ma’had Kembangarum Stain Salatiga (Perumusan Sistem Seleksi, Penempatan, Kurikulum, dan Indikator Keberhasilan Pendidikan). Dosen Pembimbing : Achmad Maimun, M.Ag Kata kunci : Model Pendidikan, Ma’had STAIN Salatiga, Keberadaan ma’had mahasiswa di kampus, diharapkan menjadi satu nilai lebih dalam membimbing dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam proses belajarnya selama di kampus, sehingga kegiatan di ma’had tersebut dapat menunjang dan mencapai kesuksesanya, menyiapkan bekal bagi mereka dalam menghadapi kemajuan globalisasi, serta membantu memecahkan berbagai persoalan di dimasyarakat sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing. Kurangnya perhatian, tanggungjawab dan juga dukungan yang serius dari berbagai pihak dalam membantu dan mengembangkan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, menjadi salah satu faktor kurang maksimalnya fungsi Ma’had Mahasiswa yang sesuai dengan harapan, tujuan visi dan misi Kampus STAIN Salatiga. untuk itu penulis hendak meneliti model pendidikan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, dengan fokus pada penelitian sistem seleksi, penempatan, kurikulum, dan indikator keberhasilan pendidikan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang menggunakan pendekatan fenomenologis, penelitian dilaksanakan dalam jangka 1 bulan mulai dari 01 Juli 2013 sampai 30 Juli 2013, dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi, data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pendidikan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah model pendidikan asrama mahasiswa yang terintegrasikan dengan model pesantren, menyeimbangkan antara pengetahuan agama dan umum, dengan menggunakan metode sorogan, bandongan, diskusi, dan klasikal. Sistem seleksi dan penempatan dibagi kedalam mahasiswa regular, Bidik Misi , dan KKI, sedang dalam pembelajaran di kelas dikelompokan berdasarkan tingkatan angkatan masing-masing. Muatan kurikulum ma’had adalah ta’lim al-quran, ta’lim al-hadis, ta’lim al-afkar al-islamiyah, tanmiyah al-lughah. Sedangakan indikator keberhasilan ma’had adalah, santri mampu membaca al-quran dengan baik dan benar, menghafal dan memahami hadis, memahami kaidah fiqh dan dalil-dalil dalam al-quran dan al-sunnah, dan mampu menerapkan kaidah-kaidah bahasa Arab dan bahasa Inggris dalam tulisan dan komunikasi sehari-hari.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... .................. i HALAMAN LOGO ......................................................................................... .................. ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... .................. iii PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... .................. iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... .................. v MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... .................. vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... .................. vii ABSTRAK ....................................................................................................... .................. ix DAFTAR ISI .................................................................................................... .................. x DAFTAR TABEL ............................................................................................ .................. xv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... .................. xvi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... .................. xvii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. .................. 1 A. Latar belakang masalah .................................................................. .................. 1 B. Rumusan masalah........................................................................... .................. 3 C. Tujuan penelitian ............................................................................ .................. 4 D. Manfaat penelitian .......................................................................... .................. 5 E. Penegasan istilah ............................................................................ .................. 6 F. Metode penelitian ........................................................................... .................. 7 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................... .................. 7
2. Sumber Data ............................................................................. .................. 8 3. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... .................. 9 4. Teknik analisa data ................................................................... .................. 12 G. Sistematika penelitian .................................................................... .................. 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... .................. 20 A. Istilah Ma’had, Pondok, dan Asrama ............................................. .................. 20 B. Pengertian pondok pesantren ......................................................... .................. 24 C. Elemen-elemen dalam pesantren.................................................... .................. 25 1. Pondok ...................................................................................... .................. 25 2. Masjid ....................................................................................... .................. 26 3. Pengajaran Kitab-kitab Klasik .................................................. .................. 27 4. Santri......................................................................................... .................. 28 5. Kyai .......................................................................................... .................. 29 D. Sistem pengajaran di pesantren ...................................................... .................. 30 1. Sorogan ..................................................................................... .................. 31 2. Bandongan ................................................................................ .................. 32 3. Musyawarah (Baths Al-Masail) ............................................... .................. 33 E. Pola-pola Pondok Pesantren ........................................................... .................. 34 1. Pondok Pesantren Pola I ........................................................... .................. 35 2. Pondok Pesantren Pola II.......................................................... .................. 36 3. Pondok Pesantren Pola III ........................................................ .................. 37 4. Pondok Pesantren Pola IV ........................................................ .................. 38
5. Pondok Pesantren Pola V ......................................................... .................. 39 F. Tipologi Pendidikan Pondok Pesantren ......................................... .................. 40 G. Model-model Pendidikan Pondok Pesantren ................................. .................. 41 H. Manajemen pendidikan pesantren .................................................. .................. 42 1. Manajemen Kurikulum Dan Pembelajaran .............................. .................. 43 2. Manajemen Personalia.............................................................. .................. 44 3. Manajemen Peserta Didik......................................................... .................. 45 4. Manajemen Administrasi.......................................................... .................. 46 5. Manajemen Sarana dan Prasarana ............................................ .................. 47 6. Manajemen Keuangan .............................................................. .................. 48 7. Manajemen Hubungan Masyarakat .......................................... .................. 49 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ..................... .................. 50 A. Gambaran Umum Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga .......... 51 1. Sejarah berdirinya Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga ..................................................................................... .................. 52 2. Visi dan Misi ............................................................................ .................. 53 3. Fungsi dan Tujuan .................................................................... .................. 54 4. Kondisi Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga.. .................. 55 5. Gambaran Umum Ma’had Al-Ishlah Tingkir lor ..................... .................. 56 6. Keadaan Sarana dan Prasarana Ma’had Al-Ishlah ................... .................. 57 7. Kurikulum Ma’had Al-Ishlah ................................................... .................. 58 8. Model Pembelajaran Ma’had Al-Ishlah ................................... .................. 59
9. Kegiatan di Ma’had Al-Ishlah .................................................. .................. 60 10. Problematika keadaan di Ma’had Al-Ishlah ............................. .................. 61 a. Masalah Kepengasuhan Ma’had ....................................... .................. 62 b. Masalah Kepengurusan Ma’had ........................................ .................. 63 c. Kegiatan selama di Ma’had Al-Ishlah ............................... .................. 64 d. Masalah Kurikulum Ma’had ............................................. .................. 65 e. Masalah Guru .................................................................... .................. 66 f. Masalah Status Ma’had ..................................................... .................. 67 g. Masalah Penempatan Santri .............................................. .................. 68 h. Masalah Penerimaan Santri Baru ...................................... .................. 69 i. Masalah manajemen Ma’had............................................. .................. 70 11. Keadaan Ma’had Kembangarum Sesudah Kepindahan Ke Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor ............................................................... .................. 7 a. Keadaan Kamar ................................................................. .................. 72 b. Keadaan kamar Mandi danWC ......................................... .................. 73 c. Aula ................................................................................... .................. 73 d. Rumah Pengasuh ............................................................... .................. 73 e. Fasilitas Olahraga .............................................................. .................. 74 12. Keadaan Guru ........................................................................... .................. 74 13. Keadaan Santri ......................................................................... .................. 75 14. Model Pendidikan ..................................................................... .................. 76 15. Kurikulum Ma’had Kembangarum .......................................... .................. 77
16. Indikator keberhasilan Ma’had ................................................. .................. 77 17. Metode Pembelajaran Ma’had .................................................. .................. 77 18. Struktur Organisasi Ma’had Kembangarum ............................. .................. 78 19. Sistem Seleksi Ma’had ............................................................. .................. 79 20. Jadwal Kegiatan Ma’had Kembangarum ................................. .................. 79 21. Kegiatan Ektra Ma’had Kembangarum .................................... .................. 81 BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... .................. 82 A. Dualisme Ma’had Mahasiswa STAIN Salatiga ............................ .................. 82 B. Pembangunan dan Pengembangan Ma’had STAIN Salatiga ........ .................. 99 C. Manajemen Ma’had STAIN Salatiga ............................................ .................. 100 BAB V PENUTUP .......................................................................................... .................. 101 A. Kesimpulan .................................................................................... .................. 102 B. Saran-saran ..................................................................................... .................. 108 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tebel 1. Daftar Dewan Pengajar Tabel 2. Jumlah Santri Tabel 3. Kegiatan Harian Tabel 4. Kegiatan Mingguan Tabel 5. Kegiatan Bulanan Tabel 6. Jumlah Tahunan
DAFTAR GAMBAR
STRUKTUR ORGANISASI MA’HAD MAHASISWA KEMBANGARUM STAIN SALATIGA.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan penilitian Lampitan 2. Surat ijin penelitian Lampiran 3. Daftar riwata hidup Lampiran 4. Pedoman observasi tentang model pendidikan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Lampiran 5. Pedoman wawancara Lampiran 6. Jadwal hasil penelitian Lampiran 7. Daftar SKK Lampiran 8. Lembar konsultasi skripsi Lampiran 9. Tata tertib Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Lampiran 10. Foto-foto kegiatan Lampiran 11. Catatan Observasi dan Wawancara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak awal berdirinya Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, yaitu pada tahun 1970, baru pada tanggal 1 September 2005, Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga berdiri di bawah naungan Yayasan Kerjasama Alumni, Orang Tua Mahasiswa (YAKAOMI) STAIN Salatiga yang dipimpin oleh Bapak H. Jumadi, BA. Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga berlokasi di Kampung Kembangarum, Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Propinsi Jawa Tengah, Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga terdiri dari Ma’had putra dan putri, terletak di dua lokasi yang berdekatan diareal tanah seluas + 2100 m2. Dengan adanya Ma’had mahasiswa di kampus, diharapkan menjadi satu nilai lebih dalam membimbing dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam proses belajarnya selama di kampus, sehingga kegiatan di ma’had tersebut dapat menunjang dan mencapai kesuksesanya, menyiapkan bekal bagi mereka dalam menghadapi kemajuan globalisasi, serta membantu memecahkan berbagai persoalan di dimasyarakat sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing.
Sebagai contoh Ma’had Aly Sunan Ampel yang dirintis dan dikembangkan STAIN (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang sejak tahun 2000, setidaknya telah berhasil menjalankan fungsi Ma’had Mahasiswa sebagai tempat alternatife bagi mahasiswa dalam mengembangkan kualitas akademik dan juga pengetahuan nilai-nilai yang terkandung dalam wawasan agama islam, poin penting dari keberhasilan tersebut terletak pada pada keseriusan, kebersamaan, keikhlasan, dan tanggung jawab semua civitas akademika untuk membina mahasiwa melalui Ma’had Aly, semangat inilah yang kemudian diadopsi oleh STAIN Salatiga untuk mendongkrak kompetensi lulusan yang lebih kompetitif. Santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga sendiri dibagi dalam tiga jenis kelompok, yaitu mahasiswa Khusus Kelas Internasional (KKI), mahasiswa Bidik Misi, dan mahasiswa regular, dengan adanya peraturan baru dari Kampus STAIN Salatiga yang mewajibkan bagi mahasiswa Khusus Kelas Internasional (KKI) dan juga mahasiswa Bidik Misi untuk tinggal di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga selama delapan semester, ternyata menuai masalah yang kontroversional, baik itu kecemburuan sosial sesama mahasiswa, kurangnya sarana gedung, sistem manajemen yang kurang baik, dan minimnya dana operasional ma’had. Meski sudah ada pedoman umum penyelenggaan Ma’had Mahasiswa (Ma’wa) yang disusun dan dirancang oleh STAIN Salatiga, namun belum ada tindakan yang serius dan nyata dalam penerapanya, inilah yang menjadi
masalah dasar munculnya berbagai masalah hingga mengakibatkan kebingungan
dan
ketidak
pastian
tujuan
dari
Ma’had
Mahasiswa
Kembangarum STAIN Salatiga. Kurangnya perhatian, tanggungjawab dan juga dukungan yang serius dari berbagai pihak dalam membantu dan mengembangkan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, menjadi salah satu faktor kurang maksimalnya fungsi Ma’had Mahasiswa yang sesuai dengan harapan, tujuan visi dan misi Kampus STAIN Salatiga Dari permasalahan diatas penulis sangat tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan mengacu pada pedoman umum penyelenggaan Ma’had Mahasiswa (Ma’wa), dan kajian dari berbagai teori yang mendukung, agar nantinya tercapai fungsi ma’had yang sesuai dengan harapan mahasiswa, orangtua, masyarakat dan juga Kampus STAIN Salatiga. Karena itu peniliti
mengambil judul “MODEL PENDIDIKAN
MA’HAD KEMBANG ARUM STAIN SALATIGA (Perumusan Sistem Seleksi, Penempatan, Kurikulum, Dan Indikator Keberhasilan Pendidikan) B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka dapat diambil beberapa masalah pokok yang sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, diantaranya: 1. Bagaimana model Pendidikan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga?
2. Bagimana sistem seleksi di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga? 3. Bagaimana sistem penempatan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga? 4. Apa saja muatan kurikulum yang diajarkan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga? 5. Apa saja indikator keberhasilan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga? 6. Apa faktor pendukung dan juga penghambat pelakasanaan pendidikan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga. C. Tujuan Penelitian Dengan adanya uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah: 1. Mengetahui model Pendidikan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 2. Mengetahui sistim seleksi di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 3. Mengetahui sistim penempatan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 4. Mengetahui
kurikulum
yang
Kembangarum STAIN Salatiga
diajarkan
di
Ma’had
Mahasiswa
5. Mengetahui indikator keberhasilan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 6. Mengetahui faktor pendukung dan juga penghambat pelakasanaan pendidikan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga. D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis a.
Bagi pihak lembaga khususnya kampus STAIN Salatiga, adalah dengan penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang model Pendidikan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menambah kualitas dan daya tampung STAIN Salatiga.
b.
Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa STAIN Salatiga, yakni dapat dijadikan sebagai bahan masukan penting dalam mengetahui model Pendidikan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga.
2. Manfaat Praktis a.
Memberikan masukan pada dunia pendidikan tentang model pendidikan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga
b.
Memberikan masukan pada lembaga, khususnya STAIN Salatiga tentang model Pendidikan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga
E. Penegasan Istilah 1. Model Model adalah pola (contoh, acuan, ragam ,dsb), Kamus besar Bahasa Indonesia (2008: 964). Model ialah suatu abstraksi yang dapat digunakan untuk membantu memahami sesuatu yang tidak bisa dilihat atau dialami secara langsung. Model adalah representasi realitas yang disajikan dengan suatu derajat struktur dan urutan (Seels & Richey,1994). Model ada yang bersifat prosedural, yakni mendeskripsikan bagaimana melakukan tugas-tugas, atau bersifat konseptual, yakni deskripsi verbal realitas dengan menyajikan komponen relevan dan definisi, dengan dukungan data Model bisa menjadi sarana untuk menerjemahkan teori ke dalam dunia kongkret untuk aplikasi ke dalam praktek (model dari). Bisa juga model menjadi sarana memformulasikan teori berdasarkan temuan praktek (model untuk). Model merupakan salah satu tool untuk teorisasi. Arti teorisasi adalah proses empirik dan rasional yang menggunakan bermacam alat, seperti prosedur penelitian, model, logika dan alasan. Tujuannya adalah memberikan penjelasan penuh mengapa suatu peristiwa terjadi sehingga bisa memandu untuk memprediksi hasil Molenda (1996). Menurut Arifin (1995: 243) mengatakan bahwa jika dilihat dari sudut administrasi pendidikan, Ma’had dapat dibedakan dalam 4 kategori model:
a.
Ma’had dengan sistem pendidikan yang lama yang pada umumnya terdapat jauh diluar kota, hanya memberikan pengajian.
b.
Ma’had modern dengan sistem pendidikan klasikal berdasrkan atas kurikulum yang tersusun baik, termasuk pendidikan skill atau vocation (keterampilan).
c.
Ma’had dengan kombinasi yang disamping memberikan pelajaran dengan sistem pengajian, juga madrasah yang diperlengkapi dengan pengetahuan umum menurut tingkat atau jenjangnya, inilah yang terbanyak. Dalam hal ini model yang dimaksud adalah model pendidikan
ma’had berdasarkan dari logika atau analisis dan juga kesimpulan dari obeservasi, sebagai landasan untuk penelitian yang bisa menciptakan teori tentang model Pendidikan yang diterapkan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, yang memiliki ciri khusus dalam kegiatan dan pembelajaranya. 2. Pendidikan Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam, dalam bahasa inggris, pendidikan diistilahkan dengan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Neong Muhadjir, 2000: 20-21). Menurut George F. Kneller (1967: 63), pendidikan memiliki arti luas dan sempit, dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau
pengalaman yang memengaruhi perkembangan jiwa, watak, atupun kemampuan fisik individu, dalam arti sempit, pendidikan adalah suatu proses mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan dari generasi ke generasi, yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembagalembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi, atau lembagalembaga lain. Pada sisi yang lain, pendidikan tinggi -khususnya perguruan tinggisebagai sebuah institusi pendidikan mulai banyak dipertanyakan efektifitasnya, terutama dalam aspek penanaman nilai-nilai moral, susila dan sosial. Banyak pihak menilai bahwa sumber permasalahannya adalah miskinnya orientasi.
Adalah ironi, apabila kuantitas lembaga-lembaga
pendidikan tinggi yang terus melaju tinggi, justru berbanding lurus dengan tingkat kemerosotan moral, susila dan sosial di masyarakat, menambah kompleksnya permasalahan pengangguran terdidik dan kriminalitas pendidikan Khabibi Muhammad Luthfi, (2003:192) Menghadirkan pesantren di kampus maupun mendirikan kampus di pesantren (secara sederhana dapat disebut mempesantrenkan kampus dan mengkampuskan pesantren) adalah sebuah ikhtiar yang masuk akal, aktual dan ideal. Dan agar tidak berhenti pada jargon semata dan sekaligus sebagai sarana untuk menjamin berlangsungnya transformasi nilai-nilai luhur pesantren dari dan kepada nilai-nilai unggul kampus secara integratif maka kehadiran fisik pesantren menjadi sangat urgent. Salah satu ikhtiar
menuju ke sana adalah dengan mendirikan dan mengelola pesantren kampus bernama Ma’had Jami’ah Khabibi Muhammad Luthfi, (2003:193) Dalam hal ini yang di maksud adalah pendidikan yang diterapkan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga dengan tujuan memberikan pendidikan sebagai bekal dan pembentukan watak serta sikap bagi mahasiswa STAIN Salatiga. 3. Ma’had Secara sekilas, penamaan ma’had untuk bangunan tempat tinggal mahasiswa adalah dikarenakan ingin memberikan kesan yang berbeda. Menurut Taufiqurrochman, (2010:169) “asrama” berkonotasi hanya sebagai tempat pindah tidur bagi mahasiswanya. Tidak juga dinamakan dengan “pondok pesantren (ponpes)”. Walaupun secara budaya, term “ma’had” dapat mengacu pada “ponpes”. Penamaan istilah ini lebih ditekankan bahwa “ma’had” itu bukan hanya sekedar “ponpes”, tempat mengaji kitab klasik sebagaimana umumnya. Namun lebih dari itu, yaitu kolaborasi antara sistem salafi dengan sistem modern. Payung makna yang sama dengan term “Ma’had Jami’ah”. Di antaranya adalah “Kos”, “Pondok Pesantren”, “Asrama” dan “Rusunawa (Rumah Susun Mahasiswa)”. Kesemua leksikon tersebut tercakup dalam satu makna besar, “tempat tinggal mahasiswa (TTM)”.
Tabel I: Analisis Komponensial TTM Pembeda TTM Ma’had Ja>mi’ah Kos Asrama Kontrakan Pondok Pesantren
Berbahasa Peraturan Arab
Sistemik
Agamis
+
+
+
+
+ -
-
-
+ + -
+
+
-
+
Sebagaimana yang tertera dalam tabel analisis komponensial, Ma’had Jami’ah mempunyai kesemua fitur pembeda; sistemik, agamis, berbahasa Arab dan peraturan. Maka, dengan adanya keempat fitur pembeda ini, maka semakin jelas pola budaya yang ada dalam Ma’had Jami’ah. Penamaan Ma’had
Jami’ah masih bersifat sangat umum. Dan
tentunya belum mampu dijadikan pegangan. Maka, agar penyamaan nama terjadi, maka penulis mengambilnya dari buku pedoman pendirian Ma’had Jami’ah, yang dimaksud Jami’ah disini adalah Ma’had Mahasiswa STAIN Salatiga. Melihat definisi Ma’had Jami’ah di atas, maka batasan pembahasan Ma’had akan lebih jelas. Yaitu hanya terpaku pada Ma’had yang berada di bawah naungan kampus STAI Salatiga. 4. Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Adalah santri yang tinggal dan belajar di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga berlokasi di Kampung Kembangarum,
Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Propinsi Jawa Tengah, Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga terdiri dari ma’had putra dan putri, terletak di dua lokasi yang berdekatan diareal tanah seluas + 2100 m2. 5. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang akan penulis lakukan penelitian yaitu di Ma’had STAIN Salatiga, dekat kampus 2 STAIN Salatiga Jl. Nakula Sadewa Rt 03 Rw 05 Desa Kembangarum, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Pelaksanaan penelitian ini yaitu mulai awal Bulan Juli sampai akhir Agustus 2013, jadi penelitian ini memakan waktu 2 bulan. G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini, mengunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2008: 4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh. Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan. Dengan
demikian
peneliti
dalam
melakukan
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.
penenlitian
ini
2. Sumber Data Sugiyono (2011: 225) mengatakan bahwa bila di lihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. a.
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dalam hal ini penulis dalam memperoleh dan menggali sumber data melibatkan dari beberapa pihak antara lain: 1) Pengasuh Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 2) Pengurus Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 3) Pengajar Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 4) Santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga
b.
sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen, dalam hal ini penulis mengambil sumber data tidak langsung melalui orang lain berupa dokumen, antara lain: 1) Buku pedoman Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 2) Bagan kepengurusan Ma’had Mahasiswa kembangarum STAIN Salatiga 3) Daftar dewan pengajar Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga
4) Daftar nama santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 5) Jadual pelajaran Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 6) Tata tertib Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 7) Foto-foto Kegiatan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 3.
Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik: a.
Pengamatan Berperanserta Menurut Bogdan (dalam Moleong, 2008: 164) mendefinisikan pengamatan berperanserta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selam itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan. Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik pengamatan berperanserta agar memperoleh gambaran secara umum tentang keberadaan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga yang meliputi:
1) Kondisi kegiatan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 2) Sarana dan prasana Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 3) Keadaaan guru dan santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga. b.
Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Adapun jenis wawancara yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur dengan cara peneliti bebas tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya, pedoman wawancara
yang
digunakan
hanya
berupa
garis-garis
besar
permasalahan yang akan ditanyakan, dan didukung dengan alat-alat penunjang seperti, lembar wawancara, tape recorder, dan vidio. Dalam hal ini tujuan dari wawancara dilakukan guna memperoleh data dan keterangan langsung berkenaan dengan: 1) Sejarah, visi dan misi, tujuan, fungsi, dan fasilitas Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga.
2) Sistem seleksi santri baru Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 3) Model
penempatan/pengkelasan
santri
Ma’had
Mahasiswa
Kembangarum STAIN Salatiga 4) Muatan kurikulum dalam pembelajaran di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 5) Indikator
keberhasilan
pendidikan
Ma’had
Mahasiswa
Kembangarum STAIN Salatiga Adapun sumber data yang akan penulis jadikan sebagai sumber wawancara (Interviewee) adalah: 1) Pengasuh Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 2) Pengajar Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 3) Pengurus Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 4) Santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga c.
Dokumentasi Menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2008: 216) mendefinisikanya seperti berikut: record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting, dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film. Yang meliputi dokumen pribadi, otobiografi, dan dokumen resmi.
Dalam hal ini peneliti akan mengambil mengambil sumber data berupa dokumen penting baik dokumen resmi maupun tidak resmi guna memperoleh data pendukung dalam penelitian tersebut, yang meliputi: 1) Profil Ma’had STAIN Salatiga 2) Struktur organisasi Ma’had STAIN Salatiga 3) Daftar pengajar Ma’had STAIN Salatiga 4) Daftar santri Ma’had STAIN Salatiga 5) Jadual pelajaran Ma’had STAIN Salatiga 6) Tata tertib Ma’had STAIN Salatiga 7) Kegiatan Ektrakulikuler Ma’had STAIN Salatiga 8) Foto-foto kegiatan Ma’had STAIN Salatiga 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan setelah data diperoleh dari observasi dan wawancara, yang dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution (dalam Sugiyono, 2009: 336) menyatakan “Analisis dimulai sejak merumuskan masalah dan menjelaskan masalah, sebelum terjun
kelapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya.” (Sugiyono, 2009: 336). Namun
dalam penelitian ini, analisis data lebih difokuskan selama proses dilapangan bersama pengumpulan data. Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis model interaktife (interactive model of anlysis) yang terdiri dari tiga analisis data yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles, 1992:19) Ketiga komponen tersebut merupakan sebuah siklus yang saling beruntun dan berhubungan serta bersifat beruntun dengan saling susul menyusul. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagia berikut: a.
Reduksi data, merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstaksi data kasar yang didapat dari penelitian. Reduksi data dapat berupa membuat singkatan, koding, memusatkan tema, membuat batasan-batasan persoalan. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sehingga kesimpulan dapat dilakukan.
b.
Penyajian data, suatu rakitan informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif untuk penyajian data.
c.
Penarikan kesimpulan, dilakukan pada setiap data yang diperoleh di akhir masa pengumpulan data. Penarikan kesimpulan yang awalnya
dijadikan
pedoman,
sementara
untuk
menelusuri
gejala
dan
perbandingan dapat dilakukan untuk memperoleh kejelasan. Setiap kesimpulan, senantiasa akan dipertanyakan kembali dalam rangka memperoleh pemahaman yang tepat. H. Garis Besar Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika dalam penulisan skripsi manajemen pembelajaran di mahad STAIN Salatiga. 1. Bab I Pendahuluan Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian 2. Bab II Kajian Pustaka Pada bab ini membahas tentang pengertian pondok pesantren, elemen-elemen pondok pesantren, sistem pengajaran di pesantren, polapola pondok pesantren, tipologi pondok pesantren, model-model pondok pesantren, manajemen pondok pesantren. 3. Bab III Paparan Data Dan Temuan Penelitian Pada bab ini membahas tentang gambaran umum, profil, fasilatas, kegiatan, model pembelajaran, kurikulum, indikator keberhasilan, jumlah santri,
jadual
ektrakulikuler.
pembelajaran,
struktur
kepengurusan,
kegiatan
4. Bab IV Pembahasan Pada bab ini membahas tentang, dualisme Ma’had STAIN Salatiga, Pembangunan dan pengembangan sarana fasilitas Ma’had, kondisi manajemen Ma’had.
5. Bab V Penutup Pada bab ini membahas tentang kesimpulan, saran, penutup, daftra pustaka, dan lampiran-lampiran
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Istilah Ma’had, Pondok dan Asrama Penamaan ma’had untuk bangunan tempat tinggal mahasiswa adalah dikarenakan ingin memberikan kesan yang berbeda. Menurut Imam, “asrama” berkonotasi hanya sebagai tempat pindah tidur bagi mahasiswanya. Tidak juga dinamakan dengan “pondok pesantren (ponpes)”. Walaupun secara budaya, term “ma’had” dapat mengacu pada “ponpes”. Penamaan istilah ini lebih ditekankan bahwa “ma’had” itu bukan hanya sekedar “ponpes”, tempat mengaji kitab klasik sebagaimana umumnya. Namun lebih dari itu, yaitu kolaborasi antara sistem salafi dengan sistem modern Taufiqurrochman, (2010:169). “payung makna” yang sama dengan term “Ma’had Jami’ah”. Di antaranya adalah “Kos”, “Pondok Pesantren”, “Asrama” dan “Rusunawa (Rumah Susun Mahasiswa)”. Kesemua leksikon tersebut tercakup dalam satu makna besar, “tempat tinggal mahasiswa (TTM)”. Tentunya, term-term tersebut bersifat lokal universal. Artinya bisa sangat luas, namun juga dapat bersifat lokalitas, hanya merujuk pada pemakainya. Maka, untuk menyamakan persepsi, sebelum analisis komponen makna dilakukan, terlebih dahulu akan dibahas tentang definisi operasional.
Pertama adalah leksikon kos leksikon ini semakna dengan indekos. Yang dimaksud kos adalah tinggal di rumah orang lain dengan atau tanpa makan (dengan membayar setiap bulan). Kedua adalah leksikon pondok pesantren. Yang dimaksud pondok pesantren adalah madrasah dan asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam). Definisi ini tentu sangat umum, dan mampu mencakup semua varian pondok pesantren. Ketiga adalah asrama. Yang dimaksud asrama adalah bangunan tempat tinggal bagi kelompok orang untuk sementara waktu, terdiri atas sejumlah kamar, dan dipimpin oleh seorang kepala asrama. Keempat adalah leksikon rusunawa (rumah susun mahasiswa). Leksikon ini bermakna gedung atau bangunan bertingkat terbagi atas beberapa tempat tinggal (masing-masing untuk satu keluarga); flat. Namun, tentu yang tinggal di dalamnya bukan sembarang orang, akan tetapi hanya mahasiswa sebuah perguruan tinggi Taufiqurrochman, (2010:169). Tabel I: Analisis Komponensial TTM Pembeda TTM Ma’had Ja>mi’ah Kos Asrama Kontrakan Pondok Pesantren
Berbahasa Peraturan Arab
Sistemik
Agamis
+
+
+
+
+ -
-
-
+ + -
+
+
-
+
Pada sisi yang lain, pendidikan tinggi -khususnya perguruan tinggisebagai
sebuah
institusi
pendidikan
mulai
banyak
dipertanyakan
efektifitasnya, terutama dalam aspek penanaman nilai-nilai moral, susila dan sosial. Banyak pihak menilai bahwa sumber permasalahannya adalah miskinnya orientasi.
Adalah ironi, apabila kuantitas lembaga-lembaga
pendidikan tinggi yang terus melaju tinggi, justru berbanding lurus dengan tingkat kemerosotan moral, susila dan sosial di masyarakat, menambah kompleksnya
permasalahan
pengangguran
terdidik
dan
kriminalitas
pendidikan Taufiqurrochman, (2010:169). Dari dua sisi kenyataan di atas, menghadirkan pesantren di kampus maupun mendirikan kampus di pesantren (secara sederhana dapat disebut mempesantrenkan kampus dan mengkampuskan pesantren) adalah sebuah ikhtiar yang masuk akal, aktual dan ideal. Dan agar tidak berhenti pada jargon semata dan sekaligus sebagai sarana untuk menjamin berlangsungnya transformasi nilai-nilai luhur pesantren dari dan kepada nilai-nilai unggul kampus secara integratif maka kehadiran fisik pesantren menjadi sangat urgent. Salah satu ikhtiar menuju ke sana adalah dengan mendirikan dan mengelola pesantren kampus bernama Ma’had Jami’ah. Sebagaimana yang tertera dalam tabel analisis komponensial, Ma’had Jami’ah mempunyai kesemua fitur pembeda; sistemik, agamis, berbahasa Arab dan peraturan. Maka, dengan adanya keempat fitur pembeda ini, maka semakin jelas pola budaya yang ada dalam Ma’had Jami’ah.
Kata pondok berasal dari funduq (bahasa Arab) yang artinya ruang tidur, asrama atau wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat penampungan sederhana dari para pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya (Zamahsyari Dhofir, 1982: 18). Menurut Manfred dalam Ziemek (1986) kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran -an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Sedangkan menurut Geertz pengertian pesantren diturunkan dari bahasa India Shastri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis, maksudnya pesantren adalah tempat bagi orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Dia menganggap bahwa pesantren dimodifikasi dari para Hindu (Wahjoetomo, 1997: 70). Dalam istilah lain dikatakan pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq ( )فندوقyang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
B. Pengertian Pondok Pesantren Pesantren dalam perjalanan sejarahnya telah menjadi objek para sarjana Barat yang mempelajari Islam. Pesantren berasal dari katan santri yang mendapat awalan pe dan akhiran an, berarti tempat tinggal para santri, istilah santri berasal dari bahasa tamil yang berarti guru ngaji, dan ada juga yang mengatakan bahwa santri mempunyai arti orang yang tahu buku-buku suci, buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan, (Junedi, 2005: 95), jadi istilah pesantren itu masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Hindu, sebelum datangnya Islam. Hal itu berarti metode dan kurikulum di pesantren banyak diwarnai ajaran non Islam. Adapun setelah berkembangnya Islam, maka lembaga pesantren itu mendapat isi ajaran Islam. Pendapat lain mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa jawa, dari kata “cantrik”, berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru pergi menetap. Di Indonesia istilah pesantren lebih popular dengan sebutan pondok pesantren, lain halnya dengan pesantren, pondok berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti hotel, asrama, rumah, dan tempat tinggal sederhana (Madjid, 2002: 62). Dilihat dari fungsi dan kemanfaatan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang memilki cirri khas, maka di daerah (luar Jawa) hidup lembaga pendidikan dengan nama yang berbeda, misalnya mennasah di Aceh, surau di Sumatra, rangkang di Kalimantan. Bahkan menurut pada ahli lain
dikenal dengan sebutan Zawiyah di mana letak bangunannya terpencil dari pusat keramaian dan sistem belajarnya melingkar yang sekarang dikenal dengan sistem bandongan. C. Elemen-elemen dalam Pondok Pesantren Menurut Zamarkhasyari Dhofier (1983:44-55) elemen-elemen pondok pesantren setidaknya terdiri dari beberapa bagian, diantaranya adalah: 1. Pondok Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah pondok asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam lingkungan komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain (Dhofier, 1983: 44). Pondok, asrama bagi santri, merupkan ciri khas tradisi pesantren, yang membedakanya dengan sistem pendidikan tradisional di masjidmasjid yang berkembang dikebanyakan wilayah Islam di Negara-negara lain, bahkan sistem asrama ini pula yang membedakan pesantren dengan sistem pendidikan surau di daerah Minangkabau (Dhofier, 1983: 45). Keadaan kamar-kamar pondok biasanya sangat sederhana, mereka tidur di atas lantai tanpa kasur. Papan-papan dipasang pada dinding untuk menyimpan koper dan barang-barang lain, pesantren pada umumnya tidak
menyediakan kamar khusus untuk santri senior yang kebanyakan juga merangkap sebagai ustad (guru muda), mereka tinggal dan tidur bersamasama santri yunior (Dhofier, 1983: 47). 2. Masjid Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang juma’at, dan pengajaran kitab-kitab klasik. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan menifestasi uviversalisme dari sistem pendidikan Islam tradisonal. Lembaga-lembaga pesantren di Jawa terus memelihara tradisi ini, pak kyai selalu mengajar murid-muridnya di masjid dan menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan disiplin pada murid
dalam
mengerjakan
kewajiban
sembahyang
lima
waktu,
memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban agama yang lain. Seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya pertam-tama akan mendirikan masjid didekat rumahnya, langkah ini biasanya diambil atas perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia sanggup memimpin sebuah pesantren 3. Pengajaran Kitab-kitab Klasik Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab
Islam klasik, terutama
karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah, merupakan
satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren, tujuan utama pengajaran ini adalah untuk mendidik calon-calon ulama (Dhofier, 1983: 50). Sekarang, meskipun kebanyakan pesantren telah memasukan pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu kegiatan penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik tetap diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren mendidik calon-calon ulama, yang setia pada paham Islam tradisonal. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan dipesantren dapat digolongkan kedalam 8 kelompok, yaitu: a.
Nahwu dan shorof
b.
Fiqih
c.
Ushul fiqh
d.
hadis
e.
Tafsir
f.
Tauhid
g.
Tasawuf dan etika
h.
Tarikh dan balaqhah Kesemuanya ini dapat digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu,
kitab-kitab dasar, kitab-kitab menengah, kitab-kitab besar. Seorang kyai yang memimpin pesantren kecil mengajar sejumlah kecil santri tentang beberapa kitab dasar dalam berbagai kelompok pelajaran, dalam pesantren
besar masing-masing kyai mengkhususkan diri dalam mata-mata pelajaran tertentu. 4. Santri Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren, seorang alim bisa disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena itu, santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren, walaupun demikian menurut tradisi pesantren terdapat 2 kelompok santri: a.
Santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren, santri mukim yang paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggungjawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul tanggungjawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah. b.
Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa disekitar pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren, untuk mengikuti pelajaranya di pesantren, mereka bolak balik dari rumahnya sendiri (Dhofier, 1983: 51-52).
5. Kyai Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren, ia sering bahkan merupakan pendirinya, sedah sewajarnya bahwa
pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Menurut asal usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda: a.
Sebagai gelar krhormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, seperti “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta.
b.
Gelar kejormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c.
Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memilki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya, selain gelar kyai, ia juga sering disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya) (Dhofier, 1983: 55).
D. Sistem Pengajaran di Pesantren 1. Sorogan Sistem sorogan adalah Pengajian dasar di rumah-rumah, di langgar dan dimasjid diberikan secara individual. Seorang murid mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris Qur’an atau kitabkitab bahasa Arab dan menerjemahkanya kedalam bahasa Jawa. Pada giliranya murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis
mungkin seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sistem penerjemahan dibuat sedemikian rupa sehingga para murid diharapkan mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa Arab. Dengan demikian para murid dapat belajar tata bahasa arab langsung dari kitabkitab tersebut (Dhofier, 1983: 28). Murid diharuskan menguasai pembacaan dan terjemahan tersebut secara tepat dan hanya bisa mnerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya. Para guru pengajian dalam taraf ini selalu menekankan kualitas dan tidak tertarik untuk mempunyai murid lebih dari 3 atau 4 orang. Sistem individual ini dalam sistem pendidikan Islam tradisional di sebut sistem sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Qur’an. Sistem sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. 2. Bandongan Sistem bandongan atau sering juga disebut sistem weton. Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun
keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqoh yang arti bahasanya lingkaran murid, atau kelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru (Dhofier, 1983: 28). Selain bandongan atau cawisan, banyak pesantren yang juga menerapkan model kelas sebagaimana madrasah atau sekolah, dalam model ini santri dikelompokkan menurut tingkat kemampuan penguasaan ilmu, oleh karena itu, jika pada medtode bandongan tidak terdapat penjenjangan, pengelompokan dalam model kelas dilakukan secara bejenjang, pada umumnya model kelas yang ada di pesantren adalah dalam bentuk madrasah diniyah, yaitu madrasah yang mengkhususkan diri pada penyelenggaraan pembelajaran ilmu-ilmu agama. Penjengjangan yang dilakukan oleh madrasah atau sekolah diterapkan di pesantren seperti, diniyah ula (tingkat dasar), wustho (tingkat menengah), dan ulya (tingkat atas). Meskipun demikian, kurikukulum yang digunakan pada madrasah diniyah merupakan kurikulum yang dikembangkan sendiri oleh pesantren sesuai dengan kemampuan santri dan karakteristik masing-masing pesantren. 3. Musyawarah Atau Baths Al-Masail Sistem pengajaranya sangat berbeda dari sistem sorogan dan bandongan. Para siswa harus mempelajari sendiri kitab-kitab yang ditunjuk, kyai memimpin kelas musyawarah seperti dalam suatu seminar
dan lebih banyak dalam bentuk tanya jawab, biasanya hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa Arab, dan merupakan latihan bagi para siswa untuk menguji keterampilannya dalam menyadap sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab klasik (Dhofier, 1983: 31). Di dalam forum ini biasanya di ikuti oleh para santri, mulai santri pada jenjang menengah, membahas atau mendiskusikan suatu kasus di dalam
kehidupan
masyarakat
sehari-hari
untuk
kemudian
dicari
pemecahannya secara fiqh. Sebelum menghadap kyai, para santri biasanya menyelenggarakan diskusi terlebih dahulu antara mereka sendiri dan menunjuk salah seorang juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah yang disodorkan oleh kyai. Baru setelah itu diikuti dengan diskusi bebas. Mereka yang akan mengajukan pendapat diminta untuk menyebutkan sumber sebagai dasar argumentasi. E. Pola-pola Pendidikan Pondok Pesantren Menurut Haidar putra Daulay (2004: 27-30) mengatakan bahwa Berdasarkan sistem pendidikanya, pondok pesantren dibagi kedalam beberapa pola, diantaranya adalah: 1. Pondok Pesantren Pola I adalah pesantren yang masih terikat kuat dengan sistem pendidikan islam sebelum zaman pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia, ciri-ciri dari pesantren ini adalah: a. Pengkajian kitab-kitab klasik semata-mata.
b. Memakai
metode
sorogan,
wetonan,
dan
hafalan
di
dalam
berlangsungnya proses belajar mengajar. c. Tidak memakai sistem klasikal, pengetahuan seseorang diukur dari jumlah kitab-kitab yang telah pernah dipelajarinya dan kepada ulama mana ia berguru. d. Tujuan pendidikan adalah untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi
semangat,
menghargai
nilai-nilai
spiritual,
dan
kemanusiaan. 2. Pondok Pesantren Pola II Pada pesantren ini pelajaran tetap menggunakan kitab-kitab klasik yang diajarkan dalam bentuk klasikal dan nonklasikal, disamping itu diajarkan ektrakulikuler seperti keterampilan dan praktik keorganisasian. Pada bentuk sistem klasikal, tingkat pendidikan dibagi kepada jenjang pendidikan dasar (ibtidaiyah) 6 tahun, jenjang pendidikan menengah pertama (tsanawiyah) 3 tahun, dan jenjang pendidikan atas (aliyah) 3 tahun, di luar waktu pengajaran klasikal di pesantren ini diprogramkan juga sistem nonklasikal, yakni membaca kitab-kitab klasik dengan metode sorogan, wetonan, pimpin pesantren telah mengatur jadual pengkajian tersebut lengkap dengan waktu, kitab yang akan dibaca dan ustadz yang akan mengajarkannya, para santri bebas memilih kitab apa yang diikutinya untuk dibaca.
Selain dari materi pelajaran ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, di pesantren ini juga diajarkan sedikit pengetahuan umum, keterampilan, latihan berorganisasi, olahraga, dan lain-lain (Daulay, 2004: 28) 3. Pondok Pesantren Pola III Adalah pesantren
yang didalamnya program
keilmuan telah
diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum, ditanamkan sikap positif terhadap kedua jenis ilmu itu kepada santri, selain dari itu penanaman ketrampilan,
berbagai kesenian,
aspek
pendidikan,
kejasmanian,
seperti
kepramukaan,
kemasyarakatan, dan
program
pengembangan masyarakat. Struktur kurikulum yang dipakai pada pesantren ini ada yang mendasarkannya kepada struktur madrasah negeri dengan memodifikasi mata pelajaran agama, dan ada pula yang memakai kurukulum yang dibuat oleh pondok sendiri, pada pesantren seperti ini tidak mesti bersumber dari kitab-kitab klasik (Daulay, 2004: 29). 4. Pondok Pesantren Pola IV Adalah
pesantren
yang
mengutamakan
pengajaran
ilmu-ilmu
keterampilan disamping ilmu-ilmu agama sebagai mata pelajaran pokok. Pesantren ini mendidik para santrinya untuk memahami dan dapat melaksanakan berbagai keterampilan guna dijadikan bekal hidupnya, dengan demikian kegiatan pendidikannya meliputi kegiatan klasikal, praktik di laboratorium, bengkel, kebun/lapangan (Daulay, 2004: 30).
5. Pondok Pesantren Pola V Adalah
pesantren
yang
mengasuh
beraneka
ragam
lembaga
pendidikan yang tergolong formal dan nonformal, pesantren ini juga dapat dikatakan sebagai pesantren yang lebih lengkap dari pesantren yang telah disebutkan di atas, kelengkapannya itu ditinjau dari segi keaneka ragaman bentuk pendidikan yang dikelolanya. Di pesantren ini ditemukan pendidikan madrasah, sekolah, perguruan tinggi, pengkajian kitab-kitab klasik, mejelis taklim, dan pendidikan keterampilan, pengajian kitab-kitab klassik di pesantren ini dijadikan sebagai materi yang wajib diikuti oleh seluruh santri yang mengikuti pelajaran di madrasah, sekolah, dan perguruan tinggi, sementara itu ada santri secara khusus mengikuti pengajian kitab-kitab klasik saja (Daulay, 2004: 30). F. Tipologi Pendidikan Pondok Pesantren Berdasarkan kurikulumnya pondok pesantren dibagi menjadi beberapa tipe, diantaranya adalah: 1. Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas asli sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) bagi para santrinya. Semua materi yang diajarkan dipesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yang ditulis oleh para ulama’ abad pertengahan. Pesantren model ini masih banyak kita jumpai hingga sekarang seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa Timur
beberapa pesantren di daerah Sarang Kabupaten Rembang Jawa tengah dan lain-lain. 2. Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajaran namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tak mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang dikeluarkan tak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal. 3. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalam baik berbentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam berbagai jenjang bahkan ada yang sampai Perguruan Tinggi yang tak hanya meliputi fakultas-fakultas keagamaan melainkan juga fakultasfakultas umum. Contohnya adalah Pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur. 4. Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam dimana para santri belajar disekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi diluarnya. Pendidikan agama dipesantren model ini diberikan diluar jam-jam sekolah sehingga bisa diikuti oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren model inilah yang terbanyak jumlahnya. (http:/mezazainul.blogspot.com/2012/03/model-pendidikan-di-pesantrenstudi.html)
G. Model-model Pendidikan Pondok Pesantren Dilihat dari segi sikapnya, pondok pesantren dibedakan kepada beberapa jenis pesantren diantaranya adalah : 1. Pesantren Salafi yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model pengajarannyapun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf yaitu dengan metode sorogan dan weton. 2. Pesantren Khalafi yaitu pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi) memberikan ilmu umum dan ilmu agama serta juga memberikan pendidikan keterampilan (Madjid, 2002: 70). Menurut Arifin (1995: 243) mengatakan bahwa jika dilihat dari sudut administrasi pendidikan, pondok pesantren dapat dibedakan dalam 4 kategori: d.
Pondok pesantren dengan sistem pendidikan yang lama yang pada umumnya terdapat jauh diluar kota, hanya memberikan pengajian.
e.
Pondok pesantren modern dengan sistem pendidikan klasikal berdasrkan atas kurikulum yang tersusun baik, termasuk pendidikan skill atau vocation (keterampilan).
f.
Pondok pesantren dengan kombinasi yang disamping memberikan pelajaran dengan sistem pengajian, juga madrasah yang diperlengkapi dengan pengetahuan umum menurut tingkat atau jenjangnya, inilah yang terbanyak.
g.
Pondok pesantren yang tidak lebih dari asrama pelajar dari pada pondok pesantren semestinya. Jika dilihat dari keberadannya, asrama mahasiswa di Indonesia dapat
diklasifikasikan menjadi tiga model, yaitu: a.
Asrama mahasiswa sebagai tempat tinggal sebagian mahasiswa aktif dan berprestasi dengan indikasi nilai Indeks Prestasi (IP) tinggi. Kegiatan yang ada di asrama model ini ialah kegiatan yang diprogramkan oleh para penghuninya, sehingga melahirkan kesan terpisah dari cita-cita perguran tinggi.
b.
Asrama mahasiswa sebagai tempat tinggal pengurus atau aktivis intra dan ekstra kampus. Kegiatan yang ada di asrama model kedua ini banyak terkait dengan kegiatan rutinitas intra dan ekstra kampus tanpa ada control dari perguruan tinggi.
c.
Asrama mahsiswa sebagai tempat tinggal sebagian mahasiswa yang memang berkeinginan berdomisili di asrama kampus, tanpa ada persyaratan tertentu. Oleh sebab itu kegiatan yang ada di asrma model ketiga inipun tidak terprogram secara baik dan terkadang kurang mendukung terhadap visi dan misi perguruan tinggi-nya. (http://msaa.uin-malang.ac.id/?page_id=2
H. Manajemen Pondok Pesantren Menurut Baharuddin (2010: 54) mengatakan bahwa secara umum ada beberapa hal yang menjadi subtansi manajemen pengembangan lembaga
pendidikan Islam, yaitu manjemen kurikulum dan pembelajaran, manajmen personalia, manajemen peserta didik, manajemen administrasi madrasah, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan atau pembiayaan, serta manajeman partisipasi masyarakat, adapun uraian lebih lanjut dijabarkan sebagai berikut: 1. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Baharuddin (2010: 55) kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah/madrasah kepada seluruh anak didiknya, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar sekolah/madrasah. Ruang lingkup studi tentang manajemen pengembangan kurikulum menurut Hamalik, (2006:21-22) meliputi beberapa hal, yakni: a.
Manajemen perencanaan dan pengembangan kurikulum Dalam konteks ini dipelajari masalah perencanaan kurikulum, beberapa faktor mendasar dan metologi pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan.
b.
Manajemen pelaksanaan kurikulum Kegiatan ini erat kaitanya dengan seberapa jauh keterlaksanaan kurikulum di sekolah atau lembaga pendidikan dan latihan.
c.
Supervise pelaksanaan kurikulum Bidang ini erat kaitanya dengan upaya pembinaan dan pengembangan kemampuan
personal
sekolah/madrasah,
yang
tanggungjawab dalam proses pelaksanaan kurikulum.
mendapat
d.
Pemantauan dan penilaian kurikulum Bidang ini diperlukan dalam kaitanya dengan peranan dan fungsinya dalam
pengembangan,
pelaksanaan,
supervise
dan
perbaikan
kurikulum. e.
Perbaikan kurikulum Perbaikan kurikulum perlu dilakukan dalam upaya membina relevansi pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
f.
Desentralisasi pengembangan kurikulum Perlu ditelaah lebih lanjut hal-hal yang berkaitan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah.
g.
Masalah ketenagaan Masalah ketenagaan dalam pengembangan kurikulum dan model kepemimpinan yang serasi pada konteks masyrakat yang berkembang dewasa ini.
2. Manajeman Personalia Dalam lembaga pendidikan personalia (sumber daya manusia) terlebih kepala sekolah/madrasah memiliki peran vital. Manajemen personalia di sekolah/madrasah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga (guru, staf administrasi, peserta didik, orang tua, dan stakeholders) dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah/madrasah, (Hasbullah, 2006: 113).
Manajemen sumber daya manusia, meliputi kegiatan: perencanaan, penarikan tenaga dan seleksi personalia, pelatihan dan pengembangan karyawan, dan penilai prestasi, (Baharuddin, 2010: 63). Adapun fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusi secara garis besar dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia Secara umum tujuan strategis perencanaan SDM adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan SDM. Selain itu, juga bertujuan untuk mengembangkan program-program dalam rangka meminimalisir penyimpangan-penyimpangan tas dasr kepentingan individu organisasi. Agar tujuan tersebut tercapai, maka perlu adanya job analysis, yakni proses pendiskripsian dan pencatatn tentang jabatan/pekerjaan yang didasarkan pada uraian pekerjaan (job description) yang meliputi komponen-komponen, seperti; tugas-tugas, tujuan, tanggungjawab, kondisi kerja dan karakteristiknya, setelah itu dibuatlah job specification. b. Pengadaan staf Aktivitas pokok fungsi pengadaan antara lain pelaksanaan rekrutmen calon tenaga (job application), pelaksanaan seleksi calon tenaga sesuai dengan pekerjaan dan karakteristik tenaga yang diperlukan dan penempatan penugasan/penguasaan staf (Baharuddin, 2010: 64).
c. Penilaian ptrestasi kerja dan kompensasi Penilaian prestasi kerja (performance appraisal), menurut Rowland dan Ferris adalah cara menentukan seberapa produktif staf tersebut dan apakah ia dapat bekerja efektif di masa yang akan datang, sehingga baik staf, organisasi dan masyarakat akan mendapat keuntungan (Imron, 2003:77). Atas dasar hasil penilain prestasi tersebut, maka fungsi konpetensi harus dilaksanakan secara sesuai dan tepat, seperti: 1) Mengadministrasikan gaji dan insentif atas dasar hasil penilain pekerjaan. 2) Menyediakan sistem pembayaran gaji berdasarkan prestasi 3) Mengadministrasikan
tunjangan
pendapatan
tambahan
dari
organisasi kepada para personalia (Imron, 2003:77) d.
Pelatihan dan pengembangan Fungsi ini merupakan suatu usaha peningkatan prestasi kerja para personalia saat ini dan masa datang, dengan kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam belajar. Kegiatan pelatihan dan pengembangan tersebut perlu dilandasi prinsip-prinsip dasar pelaksanaan program latihan, dua model program pelatihan dan pengembangan yang dapt dilaksanakan adalah:
1) On the job programs, yakni pelatihan yang dilaksanakan berdasarkan pengalaman langsung dalam bekerja di organisasi tertentu 2) Off the job programs, yakni model pelatihan di luar jabatan yang dilaksanakan secara formal melalui kursus-kursus pendidikan dan pelatihan. e.
Penciptaan dan pembinaan hubungan kerja yang efektif Suatu lembaga pendidikan yang telah memiliki sejumlah personalia perlu
pemeliharaan
dengan
memberikan
penghargaan
dan
menyediakan kondisi kerja yang menarik, sehingga membuat mereka betah ditempat kerja, sebagai bagian dari usaha tersebut, lembaga pendidikan harus menciptakan dan mempertahankan hubungan kerja yang efektif dengan para personalia, sehingga tercipta suasana kerja kondusif. 3. Manajemen Peserta Didik Penerimaan peserta didik adalah salah satu kegiatan manajemen peserta didik yang sangat penting, salah satunya sistem seleksi, seleksi berdasrkan hasil tes masuk ada tiga macam kreteria penerimaan peserta didik, yaitu: a.
Kriteria acauan patokan, yaitu suatu kegiatan penerimaan peserta didik yang didasarkan pada patokan-patokan yang telah ditentukan sebelumnya.
b.
Kriteria acauan norma, yaitu suatu penerimaan calon peserta didik yang didasarkan atas keseluruhan kelompok prestasi calon peserta didik yang mengikuti seleksi.
c.
Kriteria daya tampung adalah suatu penerimaan calon peserta didik yang didasarkan atas daya tampung sekolah atau berapa jumlah siswa baru yang akan diterima. Tim pakar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang
mengidentifikasi beberapa runag lingkup manajemen peserta didik sebagai berikut: a.
Perencanaan peserta didik, termasuk di dalamnya adalah school cencus, school size, dan effective clas.
b.
Penerimaan peserta didik, meliputi penentuan kebijakan penerimaan peserta didik, sistem penerimaan peserta didik, kriteria penerimaan peserta didik, prosedur penerimaan peserta didik, pemecahan problem-problem penerimaan peserta didik.
c.
Orientasi peserta didik baru, meliputi pengaturan, antara lain: hari-hari pertama peserta didik di sekolah/madrasah, pecan orientasi peserta didik, pendekatan yang dipergunakan dalam orientasi peserta didik dan teknik-teknik orientasi peserta didik.
d.
Mengatur
kehadiran
dan
ketidak
hadiran
peserta
didik
di
sekolah/madrasah. Termasuk di dalamnya adalah peserta didik yang
membolos, terlambat datang dan meninggalkan sekolah/madrasah sebelum waktunya. e.
Mengatur pengelompokan peserta didik, baik yang berdasarkan fungsi persamaan maupun berdasarkan fungsi perbedaan.
f.
Mengatur evaluasi peserta didik, baik dalam rangka memperbaiki proses belajar-mengajar, bimbingan dan penyuluhan maupun untuk kepentingan promosi peserta didik.
g.
Mengatur kenaikan tingkat pesrta didik.
h.
Mengatur peserta didik yang mutasi dan droup out.
i.
Mengatur kode etik, pengadilan dan peningkatan displin peserta didik.
j.
Mengatur layanan pendidikan peserta didik.
k.
Mengatur organisasi peserta didik.
4. Manajemen Administrasi Administrasi pendidikan adalah segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personal, spiritual, maupun material, yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. (Baharuddin, 2010: 74) Purawanto mengklasifikasikan
administrasi pendidikan ini
kedalam beberapa bagian, yang meliputi: a.
Administrasi tata laksana sekolah/madrasah
b.
Administrasi pesonalia guru dan pegawai sekolah/madrasah
c.
Administasi peserta didik
d.
Administrasi supervise pengajaran
e.
Administrasi pelaksanaan dan pembinaan kurikulum
f.
Administrasi pendirian dan perencanaan infrastruktur
g.
Hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat Tim pakar Manajemen Universitas Negeri malang membagi
pekerjaan tata usaha kedalam 3 kelompok besar, (Tim Pakar, 2003:239) yaitu: a.
Pembukuan
b.
Surat menyurat
c.
Pengaturan arsip
5. Manajemen Sarana dan Prasarana Manajemen saran dan prasarana adalah suatu kegiatan bagaimana mengatur dan mengelola sarana dan prasarana pendidikan secara efesien dan efektif dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum, proses kegiatan manajemen sarana dan prasarana pendidikan, meliputi
perencanaan,
pengadaaan,
pengawasan,
penyimpanan
inventarisasi, penghapusan dan penataan. Menurut Mulyasa sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar-mengajar (Mulyasa, 2005: 49).
Sarana pendidikan yang dimaksud meliputi: gedung, ruang kelas, meja kursi serta alat-alat dan media pengajaran, sedangkan yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya suatu proses pendidikan atau pengajaran di suatu lembaga pendidikan, seperti halaman, kebun sekolah/madrasah, jalan menuju sekolah/madrasah, dan sebagainya. 6. Manajemen Keuangan Manajemen keuangan atau pembiayaan merupakan serangkaian kegiatan
perencanaan,
melaksanakan
dan
mengevaluasi
serta
mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah (Mulyasa, 2005:47). Secara garis besar, pengeluaran dari suatu sekolah/madrsah dapat dibagi
menjadi
dua,
yakni
pembiayaan
rutin
dan
pembiayaan
pembangunan. Pembiayaan rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji pegawai, biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat pengajaran. Sementara pembiayaan pembangunan misalnya adalah, pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan gedung, penambahan furniture, serta biaya pengeluaran lain untuk barang-barang yang tidak habis pakai. 7. Manajemen Hubungan Masyarakat
kegiatan kehumasan di sekolah/madrasah, tidak hanya cukup menginformasikan fakta-fakta tertentu dari sekolah/madrasah, melaikan juga harus mengemukakan beberapa hal berikut: a.
Melaporkan
tentang
pikiran-pikiran
yang
berkembang
dalam
masyarakat tentang masalah pendidikan. b.
Membantu
kepala
sekolah/madrasah
bagaimana
usaha
untuk
memperoleh bantuan dan kerja sama. c.
Menyusun rencana bagaimana cara-cara memperoleh bantuan. Strategi pelibatan masyarakat dalam kegiatan pendidikan secara
garis besar dibagi menajdi dua, yaitu: ketrlibatan secara individual, seperti membuka kesempatan dan konsultasi seluas-luasnya bagi orang tua didik untuk datang ke sekolah/madrasah, ketrlibatan secara organisatoris terdiri melalui komite sekolah/madrasah, organisasi alumni, dunia usaha/dunia kerja, dan melalui hubungan dengan instansi lain.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga 1. Sejarah Berdirinya Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Jika melihat pada buku pedoman pendirian Ma’had Mahasiswa STAIN Salatiga (2012:8) bahwa Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga berlokasi di Kampung Kembangarum, Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Propinsi jawa Tengah. Ma’had
Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga terdiri dari ma’had putra dan putri, terletak di dua lokasi yang berdekatan di areal tanah seluas + 2100 m2 . Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga di dirikan pada tanggal 1 September 2005, baru kemudian pada tahun 2009 ma’had putri didirikan dibawah naungan Yayasan Kerjasama Alumni, Orang Tua Mahasiswa (YAKAOMI) STAIN Salatiga yang dipimpin oleh bapak H. Jumadi, BA. Sedangkan jika dilihat dari informasi hasil wawancara (25/2013: 09.00) mengatakan bahwa sejarah berdirinya Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga ini berangkat dari rasa kebutuhan dari lembaga, melihat fenomena-fenomena yang terjadi di kampus, melihat kondisi mahasiswa yang tidak di boarding atau semacam kos-kosan, berangkat dari inilah kemudian didirikan ma’had sebagai jawaban dari kebutuhan yang terjadi, meskipun dalam perjalananya membutuhkan proses yang lama. Dari keterangan diatas dapat di simpulkan bahwa sejarah berdirinya Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga berawal dari fenomena yang terjadi dikalangan mahasiswa yang kurang mendapatkan perhatian dalam mengembangkan kemampuannya di luar kampus. Sehingga sebagian orang tua dan civitas kampus perlu menyediakan
sebuah wadah yang dapat membimbing dan juga mengembangkan kecerdasan baik emosional maupun spiritual mahasiswa. 2. Visi dan Misi Visi dan misi Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah sesuai dengan visi dan misi lembaga, jadi tidak hanya cerdas secara
emosional dan spiritual saja, itupun belum dirasa cukup hanya didapatkan dikampus saja, maka perlu di dukung ma’had yang memang menjadi wadah untuk mengasah emosional dan spiritual tersebut, dan itupun memerlukan waktu yang cukup lama dalam membentuk karakter mahasiswa yang berbeda-beda (Catatan Wawancara, 25/2013:09.00). 3. Fungsi Dan Tujuan Fungsi dan tujuan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah penjabaran dari visi dan misi itu, lebih dari itu tujuan dan fungsi ma’had adalah membantu mahasiswa lebih bisa menguasai materi di perkuliahan, disamping tujuan utamanya adalah membentengi dan membekali mahasiswa-santri sehingga visi dan misi lembaga bisa tercapai lebih cepat (Catatan Wawancara, 25/2013:09.00). 4. Selayang Pandang Kondisi Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Dalam perjalanannya Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, telah mengalami beberapa problematika yang mungkin selama ini belum mendapatkan perhatian dan juga penelitian yang secara khusus
memberikan gambaran masalah-masalah real yang terjadi di dalam Ma’had Mahasiswa kembangarum STAIN Salatiga saat ini, dengan ini penulis melakukan penelitian dengan memberikan gambaran secara rinci bagaimana keadaan yang sebenarnya berdasarkan atas pengalaman penulis yang pernah menjadi santri, pengurus dan juga asisten pengajar ma’had saat ini dan di dukung dengan hasil dari keterlibatan langsung penulis selama kurang lebih 4 tahun dalam mengikuti kegiatan di Ma’had putra STAIN Salatiga. Sebelum penulis jelaskan bagaimana keadaan Ma’had STAIN Salatiga, perlu pembaca ketahui bahwa saat ini Ma’had STAIN Salatiga dalam perjalananya 2 tahun terakhir, sempat mengalami masa peralihan sementara kegiatan di Ma’had Al-Ishlah dan masih berlangsung sampai saat ini, dengan begitu disini penulis perlu menjelaskan juga bagaimana keadaan dan proses kegiatan selama di ma’had Al-Ishlah, agar nantinya di ketahuai sejarah dan seluk beluk perjalanan pendidikan di Ma’had STAIN Salatiga saat ini. Seperti keterangan di atas, terlihat bahwa saat ini terdapat dualisme model pendidikan di Ma’had Mahasiswa STAIN Salatiga, yaitu Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, dan juga Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor, dampak dari kebijakan ini sangat besar sekali, hingga berimbas pada hampir seluruh aspek yang ada di ma’had, bahkan sampai berpengaruh terhadap psikologis para santri.
Bagaimana tidak, semenjak awal adanya rencana pembangunan Ma’had Mahasiswa kembangarum STAIN Salatiga, hal ini sudah memberikan dampak yang besar pada santri, satu sisi mereka semua senang dan menyambut rencana tersebut, namun satu sisi, santri di bebani dengan proses perpindahan sementara kegiatan ke tempat lain, ini terasa berat bagi pengasuh, pengurus, maupun santri, karena peralihan sementara itu bukanlah mudah, hampir semua barang dan juga fasiltas ma’had di bawa, butuh dana dan juga waktu yang tidak sedikit, terlebih lagi adalah perasaan dan juga kesiapan mereka dalam menghadapi lingkungan yang baru. Selanjutnya, karena kebijakan tersebut, berarti untuk sementara waktu Ma’had Kembangarum secara totalitas di tinggalkan, baik sarana bangunan maupun kegiatanya, namun pada kenyataanya, semenjak awal adanya kabar rencana pembangunan ma’had, tidak ada bukti satupun yang menunjukan adanya proses awal pembangunan, tidak ditemukan adanya bahan-bahan material pembangunan, atau alat-alat pembangunan, begitu juga bagunan masih di biarkan begitu saja tanpa ada kegiatan pembangunan di ma’had. Hal ini memunculkan kecurigaan di hati para santri, bahkan sempat beberapa kali hal ini di pertanyakan kepada pengasuh hingga ke pihak kampus
yang menangani
pembangunan tersebut,
namun
mereka
memberikan jawaban sementara jika pembangunan masih dalam proses
negosiasi dan penentuan kata sepakat karena masih terjadi beberapa masalah, santri tidak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya menerima dan menjalankan apa yang menjadi keputusan kampus. Kemudian proses awal kedatangan santri di Ma’had Al-Ishlah sendiri melalui rekomendasi dari pengasuh ma’had yaitu Bapak. Farid Abdullah, M.Hum, dengan persiapan dan juga proses kerjasama dengan pengelola Ma’had Al-Ishlah yang di lakukan oleh pihak kampus sebelumnya. Kegiatan awal selama proses penyesuaian dengan lingkungan sekitar tentunya tidak mudah, begitu juga dengan kegiatan yang bakal di lakukan di sana, tentunya Sangatlah berbeda dengan lingkungan sebelumnya, susah dan senang dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi Ma’had STAIN Salatiga di rasakan sangat berat sekali, baik pengasuh, pengurus, terlebih-lebih adalah santri, dengan menempuh jarak dan juga beban kebutuhan sehari-hari yang besar harus mereka terima dan di jalani demi mempertahankan keberadaan bahwa Ma’had STAIN Salatiga masih tetap ada dan memberikan konstribusi terhadap kampus maupun masyarakat sekitar, kebersamaan dan semangat perjuangan menjadi satu-satunya alasan mereka masih tetap bisa bertahan di Ma’had Al-Ishlah, dengan harapan kampus benar-benar memperhatikan jerih payah dan perjuangan mereka selama ini, seluruh pikiran, tenaga dan materi meraka keluarkan dalam memecahkan masalah-masalah yang terjadi.
Namun semangat itu kemudian kendur setelah ternyata sudah selama 1 tahun lebih, penantian akan adanya pembangunan gedung baru tidak kunjung menjadi kenyataan, bahkan ketika melihat kondisi bagunan yang selama ini di tinggalkan terasa menyayat hati, terbengkalai dan tidak terawat, seandainya dulu kebjikan peralihan sementara tidak di lakukan mungkin tidak akan seburuk ini yang terlihat, namun nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin kita akan serta merta menyalahkan kapada satu pihak saja, mungkin ini adalah pelajaran dan juga masukan bagi penangungjawab ma’had, agar lebih memperhatikan nasib para santri dan pendidikan di ma’had STAIN Salatiga. Selanjutkan pefungsian kembali Ma’had Kembangarum setelah 1 tahun tidak ada kejelasan tentang pembangunan, maka kampus kembali mengambil kebijakan agar sebagian santri di tempatkan di sana, keputusan ini kembali menorehkan rasa kekecewaan yang sangat mendalam di hati para santri, seolah santri ini di permainkan dengan kebijakan-kebijakan kampus, tanpa melihat kondisi nyata bagaimana perasaan dan juga kehidupan santri di ma’had. Hingga hal ini berimbas pada penerimaan santri baru, penempatan santri, kepengasuhan, dan kepengurusan ma’had, untuk lebih jelasnya akan di paparkan pada pembahasan probelamtika yang terjadi selama adanya dualisme keberadaan Ma’had di kampus STAIN salatiga. 5. Gambaran Umum Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor
Ma’had Al-Ishlah berada di Dusun Sanggrahan, Desa Tingkir Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Di dirikan sekitar tahun 1980, dengan nama pengasuhnya adalah Kyai. Selamet Idris, beliau adalah sosok seorang pengasuh yang berwibawa, bijaksana, ramah, santun, dan sederhana, dahulunya pondok Al-Ishlah sempat mencapai puncak kejayaannya, dan termasuk salah satu pondok pesantren yang besar di salatiga, dengan jumlah santri yang banyak dan berasal dari berbagai daerah, dan telah melahirkan banyak alumni di berbagai daerah Salatiga dan sekitarnya (Hasil Wawancara, 20/2013:20.30). Namun kemudian lambat laun Ma’had Al-Ishlah mengalami berbagai masalah hingga akhirnya semakin redup dan berkurang jumlah santrinya, puncaknya adalah pada tahun 2000, di mana tidak ada lagi santri yang menetap di ma’had, mereka semua telah kembali pulang ke rumah masing-masing, namun setelah itu tidak ada lagi generasi penerus yang nyantri di Ma’had Al-Ishlah, salah satu penyebabnya adalah, karena Ma’had Al-Ishlah tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, di mana masih mempertahankan model pendidikan salaf, yang tidak memasukan pelajaran umum di dalamnya, atau memenuhi tuntutan dari para santri dan alumni akan adanya lembaga formal sebagai jenjang pendidikan dasar dan lanjutan yang berada di bawah naungan Ma’had Al-Ishlah. Saat ini di lingkungan Ma’had Al-Ishlah hanya tinggal menyisakan pendidikan madrasah diniyah sore yang terdiri dari jenjang pendidikan
diniyah, Tsanawiyah, dan Aliyah, namun pendidikan ini adalah pendidikan non formal, yang mana muatan kurikulumnya di integrasikan dengan materi kepesantrenan, sedangkan untuk Ma’had Al-Ishlah sendiri tidak ada kegiatan yang di lakukan kecuali hanya dalam pertemuan antara sesama alumni pesantren tersebut, dengan melakukan istighosah dan mujahadah 2 kali dalam setahun. Kemudian baru pada tahun 2011 Ma’had Al-Ishlah kedatangan santri dari Ma’had kembangarum STAIN Salatiga, di mana sebelumnya memang sudah melakukan kerjasama antara kedua belah pihak pengelola, dengan alasan untuk sementara waktu santri di alihkan ke Ma’had AlIshlah karena di sana sedang dalam rencana pembangunan, setelah beberapa kali kampus melakukan dan mencari tempat untuk santri Ma’had Kembangarum STAIN Salatiga, seperti di daerah pulutan dan jetis, namun tidak membuahkan hasil, karena kondisinya yang kurang mendukung untuk menampung dan melakukan kegiatan disana, hingga akhirnya kampus memutuskan untuk pindah ke Ma’had Al-Ishlah atas dasar rekomendasi dari pengasuh Ma’had yaitu Bapak. Farid Abdullah, M.Hum, inilah yang kemudian menjadi titik awal perjalanan Ma’had Mahasiswa Kembangarum selama berada di Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor, dengan berbagai kegiatan dan juga masalah-masalah yang muncul selama keberadaannya di sana.. 6. Keadaan Sarana dan Prasarana Ma’had Al-Ishlah
a. Kamar santri Ma’had Al-Ishlah memiliki 8 kamar dengan ukuran kecil yang di gunakan sebagai tempat tinggal santri, kondisinya sudah mulai banyak yang rusak, ini karena memang sudah lama bangunan tersebut tidak di tempati dan di gunakan, sehingga banyak ruangan kamar yang cat temboknya mengelupas, lemari yang sudah kropos, atap dan gentengnya sudah banyak yang bocor, namun setelah kedatangan santri dari Ma’had Kembangarum STAIN Salatiga, kemudian diadakan beberapa pembenahan dan juga renovasi pada beberapa bagian bangunan kamar dan gedung Ma’had Al-Ishlah (Hasil Observasi, 20/2013:13.00)
b. Kamar Mandi Dan WC Sebelum kedatangan santri Ma’had Kembangarum STAIN Salatiga ke Ma’had Al-Ishlah, disana hanya terdapat 2 buah kamar mandi dengan ukuran yang kecil, kondisinya pun terlihat jarang di pakai, terdapat banyak sampah dan airnya yang keruh karena jarang di kuras, dan 1 buah WC dengan kondisi rusak dan kotor, banyak berserakan dedaunan, bahkan pintu WC yang dalam kondisi tidak berfungsi (Hasil Observasi, 20/2013:14.00)
Namun kemudian setelah kedatangan santri Ma’had Kembangarum di Ma’had Al-Ishlah, pihak kampus memberikan bantuan berupa dana untuk pembenahan dan penambahan fasiltas Ma’had yang rusak, di lakukan penambahan 5 sarana kamar mandi dan 4 WC serta pelebaran lahan parkir buat kendaraan santri. c. Ruang Belajar Selama melakukan kegiatan pembelajaran, santri Ma’had Al-Ishlah mengunakan ruangan serambi masjid dan juga serambi depan kamar santri, dengan kondisi seadanya, dimana tempat pembelajaran hanya berupa ruangan terbuka dengan beralaskan karpet dan hanya memilki 1 buah papan tulis, terkadang karena pembelajaran di lakukan di serambi masjid yang terbuka, kegiatan tersebut terganggu dengan suara-suara dari luar, sehingga menggangu konsentrasi dalam belajar (Hasil Observasi, 20/2013:15.00) Namun kemudian karena dirasakan tempat tersebut tidak kondusif maka pengurus Ma’had meminta ijin dengan pengelola madin agar ketika pembelajaran di malam hari, santri bisa menggunakan beberapa kelas sebagai tempat pembelajaran. d. Masjid Di lingkungan Ma’had Al-Ishlah terdapa sebuah masjid berlantai 2 yang di gunakan oleh santri dan masyarakat untuk melakukan solat berjamaah lima waktu, disamping masjid juga di fungsikan sebagai
tempat kegiatan kerohanian dan keislaman, kondisi masjid persis berdekatan dengan Ma’had Al-Ishlah sehingga jarak masjid dan pondok hanya berkisar 15 meter, di sana juga di fasilitasi dengan tempat wudhu yang luas dan bersih, air yang di gunakan adalah langsung dari sumber mata air senjoyo yang dialirkan ke tempat penampungan, sehingga disana pasokan air tidak pernah habis, di bagian samping tempat wudhu terdapat 1 buah kamar mandi dan tempat buang air kecil. Di dalam masjid juga terdapat fasilitas berupa lemari tempat penyimpanan barang berupa mukena, Al-quran dan buku-buku bacaan islami, di bagian belakang terdapat gudang tempat penyimpanan barang-barang inventaris masjid, seperti karpet, soud sistem dan peralatan-peralatan kegiatan masjid, semua tersusun rapih dan terlihat bersih, di bagian serambi masjid terpampang struktur kepengurusan masjid dan juga papan pengumuman, serta di pintu masuk masjid juga terdapat 2 buah kotak amal yang disediakan untuk tempat menyimpan uang dari para jamaah yang ingin bershodaqoh baik ketika solat jumat maupun pada hari-hari biasa (Hasil Obsevasi, 20/2013:16.00) e. Rumah Pengasuh Di Ma’had Al-Ishlah terdapat dua kepengasuhan, yang pertama pengasuh Ma’had Al-Ishlah sendiri yaitu Kyai. Selamet Idris, dan pengasuh Ma’had Kembangarum STAIN Salatiga bapak. Farid
Abdullah, M.Hum yang masih bertanggung jawab secara akademis atas santri Al-Ishlah. Sedangkan tempat tinggal pengasuh Kyai. Selamet Idris sendiri berada persis di depan pondok Al-Ishlah yang berjarak sekitar 15 meter dari depan pondok, dan berdekatan langsung dengan masjid berjarak sekitar 5 meter dari masjid, kondisi rumah beliau terbilang sederhana, bergaya rumah jawa kuno, pada bagian sisi rumah semua terbuat dari papan dan di bagian dalam terdapat papan berukiran yang bermotif jawa, pada dinding rumah terpampang banyak ukiran tulisan arab. Beliau memilki 1 orang istri yang dikaruniai 2 orang anak, dan saat ini usian beliau sudah berumur sekitar 65 tahun, dengan kondisi seperti ini, beliau sudah tidak terlalu aktif dalam mengelola Ma’had Al-Ishlah, kemudian tanggung jawab kepengasuhan di berikan kepada menantu beliau yaitu Ustad. Asyiq Ma’ruf. Dalam keseharianya, beliau hanya melakukan kegiatan sebagai imam di masjid, dan juga mengajar anak-anak di diniyah sore, jika pada malam jumat, beliau mengisi kegiatan istiqhosah bersama santri AlIshlah, namun beliau dalam keseharianya tetap melakukan pengawasan dan juga bimbingan kepada santri Al-Ishlah dengan memberikan nasehat-nasehat di sela-sela pelajaran Al-quran. Adapun tempat tinggal pengasuh Bapak. Farid Abdullah,M.Hum berjarak sekitar 200 meter dari Ma’had Al-Ishlah, rumah beliau berada
tepat di pinggir jalan raya Tingkir-Suruh, dan jalan menuju pasar cengek, beliau memiliki 1 istri dan di karuniai 2 orang anak, dalam kesehariannya beliau di beri tugas sebagai pengasuh Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, di samping itu beliau juga mengajar sebagai dosen bahasa Arab di STAIN Salatiga (Hasil Observasi, 2013:20:16.30) 7. Kurikulum Ma’had Al-Ishlah STAIN Salatiga Adapun kurikulum di Ma’had Al-Ishlah STAIN Salatiga, diantaranya yaitu, pembelajaran intensif bahasa Arab dan Inggris, Ta’lim Al-quran, Ta’lim Al-hadist, fiqh, dan kajian kitab kuning. Jika di jabarkan dalam materi pelajaran diantaranya adalah, materi nahwu dan shorof, grammer dan speaking, setoran Al-quran dan tajwid, hafalan hadist, diskusi fiqh, kajian kitab fathul qorib, kifayatul awam, bidayatul hidayah, dan tukhfatul atfal. 8. Model pembelajaran Ma’had Al-Ishlah STAIN Salatiga Model pembelajaran di Ma’had Al-Ishlah menggunakan beberapa metode pembelajaran, diantaranya adalah model sorogan, bandongan, dan juga klasikal dimana dosen mengajar di kelas dengan menggunakan metode demontrasi, diskusi, ceramah, penugasan dan juga presentasi. 9. Kegiatan Di Ma’had Al-Ishlah STAIN Salatiga adapun kegitan santri sehari-hari di Ma’had Al-Ishlah adalah, dimulai sejak ba’da maghrib solat berjamaah di masjid, kemudian setelah itu
setoran Al-quran, solat isya berjamaah, setelah itu kegiatan pembelajaran di kelas sampai pukul 21.00, dilanjutkan dengan belajar mandiri, kemudian solat subuh berjamaah, diteruskan dengan kegiatan pembelajaran di kelas sampai pukul 06.00. dan setelah itu adalah perkuliahan di kampus sampai menjelang sore. Di hari-hari tertentu terdapat kegiatan tambahan seperti istighosah, tahlil, diba’an, dan pidato 3 bahasa yang dilaksanakan setiap malam jumat ba’da maghrib dan isya, kegiatan pelatihan tilawah Al-quran setiap malam kamis ba’da maghrib, English dan Arabic day setiap sabtu pagi, kegiatan ro’an atau bersih-bersih setiap hari minggu. Kemudian di setiap bulanya diadakan khataman Al-quran yang di ikuti oleh semua santri dan di penghujung acara di isi mauidhoh khasanah oleh salah satu dewan pengajar, pada akhir tahun diadakan akhirusanah Ma’had, dengan mengundang segenap wali santri, dewan guru, alumni ma’had, dan juga masyarakat sekitar, dalam kegiatan tersebut diadakan bazaar, lombalomba dan juga pentas seni. 10. Problematika Keberadaan Ma’had Mahasiswa Al-Ishlah STAIN Salatiga. Berawal dari isu akan di bangunnya Ma’had Mahasiswa Kembangarum pada tahun 2011, mengawali kepindahan sementara seluruh santri baru pada tahun angkatan 2010-2011 ke Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor, sehingga pada awalnya ini menuai pro dan kontra diantara para santri,
ada sebagian yang tetap setuju dan menetap disana, dan ada sebagian lagi yang mengundurkan diri karna alasan jarak Ma’had Al-Ishlah yang lumayan jauh dari kampus kurang lebih berjarak 5 kilo, sehingga tidak sedikit dari santri baru yang kemudian mengundurkan diri dan lebih baik memilih tempat yang dekat dengan kampus. Ketika kampus melakukan kerjasama dengan pihak pengelola pondok pesantren Al-Ishlah Tingkir Lor, memang mereka sangat antusias sekali dalam menerima dan juga menanggapi kerjasama tersebut dengan alasan memang pondok tersebut sudah lama sekali kosong karna tidak ada santri yang belajar disana lagi, kurang lebih sudah 8 tahun pondok tersebut fakum dalam kegiatanya. Sehingga kepindahan mahasiswa kesana menjadi harapan lebih agar kedepanya pesantren tersebut dapat hidup dan juga berjalan kembali. Namun sangat disayangkan sekali, bahwa perpindahan sementara tersebut tidak diiringi dengan adanya dukungan berupa pembangunan fasilatas yang memadai, di karenakan pesantren tersebut terbilang sudah bangunan lama 2 lantai dengan kapasitas 8 kamar dengan ukuran kecil, banyak kondisi barang yang sudah rusak, seperti lemari, atap yang bocor, genteng yang rusak, cat tembok yang kusam dan mengelupas, papan tangga yang sudah mulai rapuh, dan juga fasilitas kamar mandi dan WC yang kurang memadai, lahan parkir yang sempit dan juga penerangan lampu yang minim, sehingga keaadaan tersebut mau tidak mau tetap harus
diterima oleh santri, karena memang hanya itulah satu-satunya tempat sementara yang bisa menampung dan juga bersedia diajak kerjasama oleh kampus. Dengan dilakukanya sedikit bantuan dan juga pembangunan sarana fasilatas Ma’had oleh kampus, seperti penambahan jumlah kamar mandi dan WC, pelebaran lahan parkir, pembenahan fasiltas yang rusak seperti, atap yang bocor dan juga papan yang rusak, setidaknya sedikit menambah kenyaman bagi santri yang menetap disana yang kurang lebih selama 1 tahun. Namun pada awal semester berjalanya kegiatan pembelajaran di pesantren Al-Ishlah, banyak sekali masalah-masalah yang muncul dan baru dirasakan oleh santri, diantaranya adalah, transportasi dari pondok ke kampus yang lumayan jauh, apa lagi bagi santri yang memilki kendaraan bermotor, mereka harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli bensin, begitu juga dengan santri yang menggunakan transportasi umum, mereka harus menambah uang dalam perjalanan yang lebih dari biasanya, disamping itu pengeluaran mereka juga semakin meningkat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka harus membeli makanan diwarung setempat, dikarnakan di pondok Al-Ishlah tidak memilki dapur umum, kalaupun mereka harus masak sendiri dengan menggunakan megicom, maka daya listriknya tidak kuat dan sering terjadi lampunya
mati. Sehingga hal ini membuat kemampuan financial mereka cukup terbebani dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. a. Masalah Kepengasuhan Ma’had Semenjak ke pindahan santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga ke Ma’had Al-Ishlah, ternyata berimbas pada status kepengasuhan di dalam ma’had itu sendiri, diantaranya adalah, terjadi dua kepengasuhan yaitu pengasuh Al-Ishlah dan juga pengasuh Ma’had Mahasiswa
Kembangarum
STAIN
Salatiga,
namun
secara
tanggungjawab akademis di pegang oleh Bapak Farid Abdullah, M.Hum selaku pengasuh yang di angkat oleh kampus. Sedangkan Kyai. Selamet Idris adalah pengasuh asli yang mengelola pondok pesantren Al-Ishlah, sekaligus sebagai pengelola penanggungjawab atas kegiatan di pesantren tersebut. Hal ini mempengaruhi kebijakan dalam pengambilan keputusan di Ma’had, satu sisi dalam menentukan kebijakan dan juga keputusan harus melalui 2 kepengasuhan tersebut sehingga kegiatan di ma’had tidak seratus persen berdasarkan kebijakan salah satu pengasuh, padahal pada awalnya semua pengambilan dan juga kebijakan ma’had di tentukan oleh 1 pengasuh. Belum lagi keberadan pengasuh Ma’had Masiswa Kembangarum STAIN Salatiga (Bapak. Farid Abdullah, M.Hum) tidak secara langsung berada ditengah-tengah santri, akan tetapi berada dirumah yang jaraknya sekitar 200 meter dari Ma’had Al-
Ishlah. Ini mengakibatkan kurangnya pengawasan dan juga perhatian langsung dari pengasuh asli Ma’had STAIN Salatiga. Beliau hanya mengawasi dan juga hadir jika dalam pengajaran di kelas saja, namun dalam mengawasi keberadaan dan juga kegiatan santri sehari-hari justru malah di lakukan oleh pengasuh asli Ma’had Al-Ishlah (Kyai. Selamet Idris). Ini berlangsung sampai sekarang, kurang lebih selama 2 tahun. Masalah ini dirasakan sangat berat oleh santri dan pengurus, dimana mereka masih berstatus bertempat tinggal sementara di Ma’had Al-Ishlah tersebut, dan belum ada kebijakan yang jelas tentang siapa yang sebernarnya menjadi pengasuh, dan juga status mahasiswa yang tinggal, apakah sebagai santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum atau santri Ma’had Al-Ishlah.
b. Masalah Kepengurusan Ma’had seperti di jelaskan diatas, bahwa kepindahan mahasiswa ke Ma’had Al-Ishlah juga mempengaruhi akan keberadaan kepengurusan disana, mereka sebagai senior yang diangkat oleh pengasuh untuk mengawasi dan juga menjalankan kegiatan di ma’had menuai berbagai problem, diantaranya adalah, pertama keadaan lingkungan di sekitar Ma’had AlIshlah yang baru sangat berbeda sekali dengan keaadaan lingkungan di Ma’had Kembangarum, ini berarti pengurus harus bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekitar dalam membuat dan juga menjalankan
kegiatan di ma’had, sehingga tidak terjadi gesekan sosial antara santri dan masyarakat sekitar. Kedua pengurus Ma’had belum memiliki pengalaman yang luas tentang kemasyarakatan sehingga kurang peka terhadap permasalah yang terjadi di masyarakat. Ketiga pengurus dalam menjalankan tugasnya
harus
senantiasa
bertanggung
jawab
kepada
dua
kepengasuhan, sehingga ini menyulitkan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan adminitrasi Ma’had, seperti surat menyurat, mengatur jadwal mengajar, dan juga kegiatan sehari-hari di Ma’had. Keempat bahwa dalam penganngkatan kepengurusan Ma’had tidak dilakukan secara formal yaitu, hanya di pilih dan diangkat oleh pengasuh, tidak ada pelantikan ataupun surat keputusan dari kampus maupun pengasuh dalam memilih dan mengangkat pengurus, sehingga terkesan tidak ada pertanggung jawaban yang resmi kepada kampus dan juga pengasuh, mereka hanya di pilih dan di beri tugas dari pengasuh melaui seleksi dan juga kebijakan pribadi pengasuh. Hal ini lah yang kemudian menimbulkan akan buruknya manajemen kepengurusan di ma’had. c. Kegiatan selama di Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor Kegiatan sehari-hari di Ma’had Al-Ishlah pada dasarnya sangat berbeda sekali dengan ketika di Ma’had Kembangarum, begitu juga dengan suasana lingkungan yang nyaman dan masyarakat yang ramah,
di rasakan sangat mendukung dan menjadikan santri mendapatkan pengalaman yang baru disana, namun di sisi lain, jarak yang cukup jauh menjadikan sedikit beban bagi santri yang tinggal disana. Kegiatan yang dilakukan juga ternyata sedikit banyaknya telah banyak berubah dan berbeda jauh dengan keadaan sebelumnya, terutama dalam kegiatan kemasyarakatan dan juga keagamaan, jika biasanya di Kembangarum solat berjamaah dilakukan di aula, maka sekarang di tingkir solat berjamaah dilakukan di masjid bersama dengan masyarakat, begitu juga dengan kegiatan istiqhosah, mujahadah, diba’an, yasinan dan tahlil, dan peringatan hari-hari besar. Namun banyak juga kegiatan di ma’had yang dirasakan kurang berjalan, diantaranya adalah, kegiatan ro’an atau bersih-bersih, English day dan Arabic day, solat berjamaah di masjid, intensif bahasa Arab dan bahasa Inggris, dan setoran Al-quran. d. Masalah Kurikulum Ma’had Semenjak berada di Ma’had Al-Ishlah kurikulum yang di jalankan untuk sementara waktu adalah tetap menggunakan kurikulum di kembangarum, dimana semua kebijakan tentang pengaturan jadwal dan kegiatan ditentukan oleh pengasuh lama, yaitu Bapak. Farid Abudllah, M.Hum. muatan kurikulumnya meliputi intensif bahasa Arab dan bahas Inggris, ditambah dengan kajian kitab kuning yang diampu oleh sebagian ustad Al-Ishlah, pada awalnya semua berjalan dengan baik,
namun ditengah perjalanan terdapat beberapa masalah yang muncul diantaranya adalah, pertama muatan kurikulum yang dirasakan kurang tepat dengan kondisi dan lingkungan masyarakat sekitar, dimana nilainilai kepesantrenan kurang mendapatkan perhatian yang lebih dari kurikulum tersebut. Kedua, tidak adanya kurikulum baku yang dijadikan sebagai pedoman dalam pembelajaran, semua materi yang disampaikan diserahkan kepada dewan pengajar masing-masing, sehingga terkesan materi tersebut tidak memiliki tujuan yang jelas, begitu juga dengan evaluasi yang dilakukan, pada kenyataanya tidak pernah dilakukan, evaluasi yang dilakukan hanya sebatas melalui bertanya secara lisan saja, dan tidak ada ujian yang dilakukan selama 1 semester pembelajaran, mereka juga tidak diberikan nilai rapot kelulusan dalam mengikuti pembelajaran selama 1 tahun di ma’had, mereka hanya mendapatkan sertifikat keterangan bahwa mereka telah mengikuti kegiatan asrama ma’had selama 1 tahun, tanpa ada keterangan nilai atau indikator pencapaian pembelajaran di ma’had. e. Masalah Guru Dengan adanya kepindahan santri ke Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor, akhirnya terjadi perubahan pada beberapa dewan pengajar ma’had, khususnya pengajar intensif bahasa Arab dan bahasa Inggris, dan beberapa pengajar materi kajian kitab kuning, untuk intensif materi
umum sendiri diberikan 2 kali pertemuan dalam seminggu, sedangkan untuk materi kajian kitab kuning hanya di beri waktu 1 kali pertemuan dalam seminggu. Di ma’had sendiri ada dosen tetap yang diangkat oleh kampus dan ada juga pengajar pembantu yang diminta oleh pengasuh untuk mengajar di ma’had, jika dosen tetap yang diangkat oleh kampus, mereka semua mendapatkan uang insentif dari kampus setiap bulanya, namun jika pengajar pembantu yang mengajar bukan diangkat dari kampus, mereka tidak mendapatkan insentif apapun dari kampus, sehingga terjadi sebuah ketidak adilan dalam pemberian pelayanan oleh kampus kepada seluruh pengajar ma’had. Namun pada kenyataanya dalam pembelajaran para dosen tersebut jarang sekali bisa hadir, dengan alasan kesibukan dan juga kegiatan di luar yang tidak dapat di tinggalkan, hanya beberapa dosen saja yang bisa hadir memberikan materi pelajaran selama di ma’had, kekosongan tersebut sementara waktu di isi oleh asisten pengajar ma’had yang sudah di angkat oleh kampus, namun terkadang antara asisten dan juga dosen pengajar sering terjadi miss communication di karenakan materi yang disampaikan tidak memiliki patokan baku, sehingga terkadang antara dosen dan juga asisten memberikan materi yang berbeda meski pelajaranya sama, sehingga sering terjadi adanya materi yang di ulang, dan ada juga materi yang tidak sesuai dengan kebutuhan santri.
Belum lagi jika melihat dari hasil rapat dan juga evaluasi kepengurusan di ma’had berupa saran dan kritik atas kegiatan di ma’had, mereka semua hampir mengatakan jika dosen pengajar jarang hadir, cara menyampaikan materi sulit di pahami oleh santri, materi yang disampaikan terkadang terlalu berat bagi sebagian santri mengingat latar belakang dan juga pengalaman pendidikan yang berbeda, ada juga yang merasa materi yang disampaikan terlalu ringan, sehingga kurang berbobot, mareka bosan karena materi tersebut sudah pernah mereka pelajari pada pendidikan sebelumnya. Hal ini wajar jika banyak santri yang mengalami kesulitan dalam belajar, diantaranya adalah, karena mereka semua di jadikan satu kelompok besar berdasarkan angkatanya masing-masing, padahal kemampuan santri tentulah berbeda-beda, hal ini tentu tidak seimbang meski dosen yang mengajar sangatlah professional dalam bidangnya, namun kenyataanya santri tetap mengalami kesulitan dalam belajar. f. Masalah Status Ma’had Status Ma’had STAIN Salatiga memang sering di pertanyakan oleh banyak santri maupun kalangan umum lainya, apakah santri di sini di sebut sebagai santri Ma’had Al-Ishlah ataukah santri Ma’had STAIN Salatiga, karena memang keduanya ini adalah dua lembaga yang berbeda, keberadaanya yang dari awal berstatus sementara bertempat tinggal di Ma’had Al-ishlah mengakibatkan pihak pengelola Ma’had
Al-Ishlah tidak berani ikut campur terlalu jauh dalam mengatur dan juga menentukan kebijakan di sana, karna memang semua santri adalah berasal dari kalangan mahasiswa. Hal ini terjadi selama 1 tahun penuh, untuk sementara status Ma’had tetap berstatus Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, namun pada kenyataanya setelah 1 tahun berlalu, dan harapan akan kebalinya santri ke Ma’had lama yaitu Ma’had kembangarum, ternyata menuai masalah, di mana pembangunan yang selama ini di janjikan belum bisa terlaksana, dengan berbagai faktor dan alasan akademis dari kampus, sehingga nasib para santri pada saat itu mengalami kondisi yang terpukul dan kecewa. Begitu juga kapada semua pihak baik pengasuh, pengurus dan juga santri, mereka tidak bisa berbuat apa-apa, karna pada kenyataanya meskipun seandainya seluruh santri di tarik kembali ke Ma’had Kembangarum, kondisi di sana sudah tidak layak untuk di tempati lagi, kondisinya sudah semakin parah dan rusak, karena hampir 1 tahun tidak di gunakan, hanya beberapa orang yang bertempat tinggal di sana sebagai penunggu sementara karena daripada kosong, rumput liar dan juga kondisi ruangan yang tidak terawat, dan kesemerawutan barangbarang ma’had, meninggalkan kesan sebagai tempat yang tidak terpakai.
Hal ini tentunya banyak santri yang tidak mau untuk kembali kesana lagi, meski sudah di berikan kebebasan oleh pengasuh untuk menempati dan pindah kesana, padahal mereka sudah 1 tahun penuh belajar di Ma’had Al-Ishlah, ini beberati secara akademis mereka sudah mengikuti program yang dicanangkan oleh kampus sebagai program pengasramaan mahasiswa, di satu sisi pengasuh Al-Islah memberikan kebebasan kepada santri yang sudah menetap 1 tahun di sana untu tetap melanjutkan dan bertempat tinggal di Ma’had Al-Ishlah. Padahal normalnya kegiatan yang biasa di lakukan ketika di Ma’had Kembangarum adalah, setiap tahunya santri pasti silih berganti dengan santri yang baru, sehingga santri yang lama akan keluar dan di gantikan oleh santri yang baru, dengan begitu kondisi dan juga kapasitas ma’had selalu stabil, tidak ada penumpukan santri yang berimbas pada kapasitas kemampuan daya tampung ma’had, dan juga jumlah penerimaan santri baru. Namun akhirnya kondisi ini terus berlanjut dan menetapkan jika kerjasama dengan pihak Al-Ishlah untuk tetap menerima santri dari mahasiswa STAIN Salatiga kembali di lakukan, agar kegiatan dan juga eksistensi keberadaan Ma’had mahasiswa tetap berjalan, meski bukan pada tempat asalnya, yaitu di kembangarum. g. Masalah Penempatan Santri
dari keterangan di atas kemudian pada tahun kedua di ambil jalan alternatif berupa keputusan dari pengasuh dan kampus, jika santri KKI sesuai dengan kebijakan pengasuh untuk kembali ke Kembangarum dan melaksanakan kegiatan di sana, begitu juga dengan santri regular dan Bidik Misi, mereka tetap tinggal di Ma’had Al-Ishlah, sehingga pada waktu itu sekitar 10 orang santri KKI di pindahkan ke Kembangarum dengan alasan diantaranya adalah, bahwa pertama memang pada dasarnya dalam segi pembelajaran mereka lebih terfokuskan pada materi jurusan mereka, jika di gabungkan dengan santri yang lain maka terjadi kesulitan dalam pembelajaran. Kedua bertujuan kembali menghidupkan
kegiatan
pembelajaran
di
Ma’had
Mahasiswa
Kembangarum STAIN Salatiga agar di sana bisa kembali seperti semula. Namun dengan keputusan ini ternyata berimbas pada masalah akan kebutuhan dosen pengajar Ma’had, di mana antara kurikulum Ma’had Al-Ishlah
dan
juga
Ma’had
Kembangarum
masih
sama-sama
melibatkan dosen pengajar dari STAIN Salatiga dalam memberikan pembelajaran intensif kebahasaan. Begitu juga dengan kepengurusan Ma’had yang terbagi menjadi dua kepengurusan Ma’had, namun anehnya kepengasuhan masih di pegang oleh satu orang pengasuh yang memegang dua tanggungjawab langsung, yaitu Ma’had Al-Ishlah dan juga Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga.
Di mana pada kenyataanya justru pengasuh tidak bisa mengawasi keduanya, pengasuh jarang hadir di Ma’had Kembangarum, hanya sesekali dalam seminggu untuk datang dan menemui santri disana, dan sebaliknya pengasuh juga jarang hadir di Ma’had Al-Ishlah karena memang di sana pengawasan di serahkan kepada pengasuh Al-Ishlah, padahal secara akademis pengasuh lama bertanggung jawab atas keduanya. Kurangnya perhatian, pengawasan dan juga kehadiran pengasuh dalam kegiatan sehari-hari berimbas pada banyaknya kegiatan yang tidak berjalan, begitu juga dengan santri banyak diantaranya luput dari pengawasan pengasuh, mereka banyak yang jarang hadir dan mengikuti kegiatan di ma’had, malah mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar ma’had, meski pengurus sudah berusaha untuk selalu melakukan pengawasan dan juga laporan kepada pengasuh, namun hal ini masih juga sering terjadi, ini di rasa karena kurangnya komunikasi dan begitu lemahnya manajemen dan juga tanggunjawab bersama dalam membangun ma’had. h. Masalah Penerimaan Santri Baru Setiap tahun ajaran baru, ma’had memang selalu membuka penerimaan santri baru Ma’had mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, disamping sudah ada publikasi sebelumnya dari kampus tentang fasilitas asrama bagi mahasiswa baru, sehingga banyak
mahasiswa baru yang berminagt untuk lebih dalam mengetahui dan juga mengikuti program tersebut, namun pada kenyataan justru berbalik, publikasi yang di gencar-gencarkan oleh kampus tentang kegiatan dan juga fasilitas ma’had tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di Ma’had, sehingga kampus hanya terkesan agar ma’had terlihat bagus dan baik, namun pada kenyataanya bayak sekali kelemahan yang terjadi di ma’had, seakan hanya memperhatikan kuantitas saja dan bukan kualitas ma’had. Penerimaan santri baru pada tahun ini di bingungkan dengan adanya dua Ma’had yang sama-sama berorientasi pada penempatan santri baru, padahal pada awalnya santri baru seluruhnya di jadikan satu tempat, sehingga semua kegiatan dan juga pembelajaran berlangsung dengan satu pengawasan, jika ada dua ma’had dalam penerimaan santri baru tentunya akan berimbas pada tingkat pelayanan, fasilitas dan juga sarana yang berbeda, sehingga akan mengakibatkan kecemburuan sosial dan juga kurang maksimalnya tujuan bersama. Sistem seleksi santri baru yang kemudian berimbas pada penempatan santri sangat di sayangkan sekali, pasalnya jika kebijakan tentang hanya santri KKI saja yang tinggal di Ma’had Kembangarum, sedangkan santri regular dan Bidik Misi di Ma’had Al-Ishlah, tentunya ini tidak seimbang antara fasiltas dan juga sarana dan prasana belajar, namun sebaliknya jika santri KKI di tempatkan di Ma’had Al-Ishlah
fasilitas kurang mendukung dalam pembelajaran mereka, begitu juga ketika di jadikan menjadi satu tempat saja, maka kapasitas Ma’had setiap tahunya dalam menerima santri baru akan semakin sedikit, karena memang antara santri yang keluar dan yang masuk tidak seimbang. Dengan begitu secara idealnya seharusnya ada tempat khusus untuk santri KKI, regular dan juga Bidik Misi dengan kapasitas dan juga fasilitas yang sama, agar terjadi kenyaman dan juga kelancaran dalam kegiatan ma’had. i. Manajemen Ma’had Terdapat banyak kekurangan dan kelemahan yang terjadi pada manajemen
Ma’had,
diantaranya
adalah,
pertama
manajemen
pembukuan dan juga pengarsipan kegiatan, selama ini di dalam ma’had tidak ada buku catatan arsip surat masuk maupun surat keluar, dan pencatatan buku induk santri. kedua manajemen sarana prasarana, selama ini di ma’had tidak ada buku pencatatan fasilitas dan juga barang-barang milki ma’had, sehingga itu menjadi acuan akan keaadaan inventaris ma’had, baik itu yang rusak maupun yang masih dalam keaadaan baik. Ketiga manajemen kurikulum, selama ini di ma’had tidak ada kurikulum baku berupa silabus ataupun patokan materi dalam pemberian materi pembelajaran di kelas, begitu juga dengan evaluasi
dalam pembelajaran, tidak pernah di lakukan oleh guru maupun ma’had dalam mengetahui ketercapaian pembelajaran selama di ma’had, hanya terkesan bahwa mereka selama ini di asramakan tanpa ada penilain secara formalitas. Keempat manajemen pelaporan, selama ini di ma’had baik itu pengurus maupun pengasuh tidak ada peloporan secara resmi berupa LPJ kepada kampus STAIN Salatiga, begitu juga dengan rapat kerja, di ma’had tidak memilki agenda tetap dalam melaksanakan rapat bulanan maupun tahunan. Kelima manajemen pengelolaan sumber dana, selama ini ma’had dalam memenuhi kebutuhanya, tidak pernah mendapatkan masukan dana dari kampus, hanya dalam kegiatan akhirusanah, itu pun hanya 1 tahun sekali, sedangkan dalam memenuhi kebutuhan khususnya ketika berada di Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor seperti, kebutuhan membayar uang listrik, pembelian alat-alat kebersihan, kebutuhan dalam pembelajaran, dan kegiatan-kegiatan ma’had lainya, selama ini masih mengandalkan dana yang di ambil dari sumbangan santri. 11. Keadaan Ma’had Mahasiswa Kembangarum Sesudah Kepindahan Ke Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor a.
Keadaan kamar Pasca pindahnya santri Ma’had Kembangarum ke Ma’had Al-Islah
kurang lebih satu tahun setengah, telah menjadikan keadaan di sana
seperti gedung yang tidak terawat dengan baik, kamar santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga terlihat berantakan, dan tidak terawat, sampah, kotoran dan juga pakaian beserakan di manamana, ternit dan juga gentengnya terlihat mulai bocor dan rapuh, terdapat 8 kamar yang dulunya di gunakan sebagai tempat tinggal santri, di mana dari setiap kamar di huni oleh 5-7 orang santri, namun sekarang yang berfungsi dan di gunakan untuk tempat tinggal santri hanya 4 kamar, itu dalam kondisi yang memperihatinkan, keadaan kamar tersebut masih jauh dari kata ideal dengan alasan bahwa kamar tersebut adalah tergolong bangunan tua, yang sudah berumur cukup lama, namun sekarng masih dalam tahap renovasi pada bagian genteng dan juga atap di bagian kamar-kamar santri (Hasil Observasi, 19/2013: 13.00). b. Kamar Mandi dan WC Di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Terdapat 3 kamar mandi yang berukuran kecil, namun saat ini keadanya pun terlihat berlumut dan kotor, banyak sampah dan juga kurang terawat, sedangkan disampingnya terdapat 2 WC yang berukuran kecil dengan keadaan banyak sampah dan juga bau yang kurang sedap, namun saat ini pembenahan dan juga renovasi ulang kamar mandi dan WC sedang di lakukan (Hasil Observasi, 19/2013: 13.15). c. Aula
Di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga terdapat satu unit gedung aula yang digunakan sebagai tempat kegiatan pembelajaran santri, dengan ukuran yang tidak terlalu besar dan terdapat beberapa fasilatas diantaranya adalah white board, meja guru, dan lemari untuk penyimpanan buku. Namun saat ini keadaan aula tersebut sudah tidak di gunakan lagi, sehingga terlihat kotor, berdebu, karna jarang di bersihkan, begitu juga dengan barang yang sebelumnya masih terawat, sekarang sudah banyak yang berantakan, bahkan hilang (Hasil Observasi, 19/2013: 13.30). d. Rumah Pengasuh Di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga terdapat sebuah bagunan rumah yang disediakan sebagai tempat tinggal pengasuh
Ma’had,
dimana
rumah
tersebut
bergandengan
dan
berdekatan langsung dengan tempat tinggal santri. Di dalamnya diberi fasilatas yang memadai seperti kamar tidur, kamar mandi dan juga dapur. Sehingga seluruh kebutuhan pengasuh terpenuhi Namun saat ini rumah pegasuh Ma’had Kembangarum jarang di tempati oleh Bapak. Farid Abdullah, M.Hum, barang-barang pribadi milik beliau pun sebagian besar telah dibawa kembali ke rumah aslinya, dan terlihat di sekitar rumah pengasuh banyak sekali di tumbuhi oleh rumput liar dan sampah dedaunan yang berserakan, beliau saat ini lebih banyak tinggal bersama keluarga di rumah asli beliau yaitu di Tingkir
Lor, dengan alasan bahwa saat ini beliau sangat di butuhkan oleh keluarga untuk tinggal di rumah (Hasil Observasi, 19/2013: 14.00). e. Fasilitas Olahraga Untuk fasiltas olahraga Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga sendiri hanya memilki I unut lapangan tenis meja, lapangan volley, dan 1 set rebana, namun keadaan fasilitas tersebut sudah banyak yang rusak karna jarang di rawat, bahkan sebagian alat-alat olahraga seperti lapangan tenis, bola volley dan rebana sudah tidak ada lagi (Hasil Observasi, 19/2013: 14.30). 12.Keadaan Guru Sejak santri KKI di putuskan untuk kembali ke Ma’had Kembangarum, kegiatan pembelajaran disana di hidupkan kembali, namun keaadaan ini berjalan tidak lancer, pasalnya banyak kegiatan pembelajaran yang kosong, meski sudah ada jadwal pembelajaran dan juga materi yang disusun berdasarkan kebutuhan santri KKI, kenyataanya hanya beberapa kegiatan saja yang aktif di laksanakan, bahkan akhir-akhir ini sama sekali tidak ada kegiatan di sana, dewan pengajar dan juga pengasuh jarang hadir, begitu juga dengan pengurus tidak ada asisten yang menggantikan atau mengisi kekosongan dalam kegiatan pembelajaran. (Hasil Observasi, 19/2013: 15.00). Ma’had Kembangarum STAIN Salatiga Daftar Dewan Pengajar
Tabel. 1 NO
DEWAN
PELAJARAN
PENGAJAR
1
Muhadatsah
Ustad, Irfan Helmy, LC.MA
2
Qowaid
Ustad, Farid Abdullah, M.Hum
3
Grammar
Ustad, Munajad, P.hd
4
Speaking
Hanung Triyoko, M.Ag
5
Kajian kitab
Ustad, Misbahussudur
13.Keadaan Santri Santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga saat ini di isi oleh santri KKI dengan jumlah kurang lebih 10 orang, tapi meski sudah ada peraturan tentang kewajiban untuk semua santri KKI tinggal di Ma’had, pada kenyataanya masih ada beberapa anak yang tidak tinggal di Ma’had, dengan alasan tertentu, ini mengakibatkan tidak tegasnya pihak kampus dalam membuat peraturan tersebut, masih banyak di temukan bahwa santri KKI yang tidak mengikuti program di Ma’had, adapun saat ini meski sudah di tempatkan di Ma’had, mereka tetap dalam kondisi bebas dan tidak ada kegiatan pembelajaran disana, sehari-hari mereka hanya tinggal dan pergi ke kampus, tidur dan juga menghabiskan waktu tanpa ada kegiatan tambahan di Ma’had. Tabel. 2 NO 1
NAMA Ulyadi Saputra
2
Kharis Subkhan
3
Nuryanto
4
Idris Bakhtiar
5
Aris Munandar
6
As’ad
7
Hakim
8
Fuad Abdul Madjid
9
Gunawan
10
Agus
14.Model Pendidikan Selama ini model pembelajaran santri KKI di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah Model boarding (penginapan), dan juga materi yang di titik beratkan adalah penguasaan materi keagamaan dan kebahasaan (Hasil Wawancara, 25/2013: 09.00).
15.Kurikulum Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Kurikulum di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga diantaranya meliputi, Ta’lim Al-Quran, Ta’lim Al-Hadis, Ta’lim AlAfkar Al-Islamiyah, Dan Tanmiyah Al-Lughah (Hasil Wawancara, 27/2013: 21.00) 16. Indikator Keberhasilan Pendidikan Indikator keberhasilan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga diantaranya adalah, santri mampu membaca al-quran
dengan baik dan benar, santri mampu menghafal beberapa hadis yang sudah ditentukan oleh dewan masyayikh, santri mampu memberikan dalil-dalil yang berasal dari al-quran dan al-hadis, santri mampu menerapkan kaidah-kaidah dasar dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris baik di dalam tulisan maupun dalam komunikasi sehari-hari (Hasil Wawancara, 27/2013: 21.00). 17. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah, menggunakan metode sorogan yaitu metode pembelajaran dimana santri berhadapan langsung dengan pak kyai atau ustad, yaitu bisa berupa sotoran, hafalan, atau diberi tugas membaca kitab tertentu, bandongan yaitu pembelajaran yang diikuti oleh banyak santri, dimana
guru
membacakan
kitab,
yang
kemudian
para
santri
mendengarkan atau mengartikan apa yang telah di bacakan atau di jelaskan oleh pak kyai dan ustad, dan diskusi yaitu dimana santri diberi tugas pertanyaan yang kemudian dipresentasikan didalam kelas , serta klasikal yaitu santri dibagi kedalam beberapa kelompok sesuai dengan kemampuanya masing-masing (Hasil Wawancara, 27/2013: 21.00) 18. Struktur Organisasi Struktur organisasi di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah penanggung jawab yaitu langsung dari ketua STAIN Salatiga, setelah itu ada pengasuh ma’had, ketua/lurah ma’had,
sekretaris, bendahara, devisi kegiatan, devisi bahasa Arab, devisi bahasa Inggris, devisi keagamaan, devisi kemanan, devisi olahraga, devisi kebersihan sarana dan prasarana (Hasil Wawancara, 28/2013: 21.00). Penanggungjawab
: Ketua STAIN Salatiga
Pengasuh
: M. Farid Abdullah, M.Hum
Ketua
: Kharis Subkhan
Sekretaris
: Nuryanto
Bendahara
: Andi Widaya
Devisi kegiatan
: Ulyadi Saputra
Devisi Pendidikan
: Agus
Devisi Bahasa Arab : Erlangga Devisi Bahasa Inggris: Fuad Devisi keagamaan
: Gunawan
Devisi kebersihan
: As’ad
Devisi Keamanan
: Hakim
19. Sistem Seleksi Sitem
seleksi
dan
penempatan
di
Ma’had
Mahasiswa
Kembangarum STAIN Salatiga adalah yang pertama mahasiswa harus terdaftar sebagai mahasiswa STAIN salatiga, kedua mahasiswa yang aktif pada semester 1, selanjut mengisi formulir dan mengikuti ujian tertulis meliputi ujian bahasa Arab, bahasa Inggris dan keislaman, ujian lisan meliputi baca tulis al-quran, ujian praktikum ibadah, meliputi
praktek wudhu, solat wajib, tayamum dan solat jenazah. Untuk santri sendiri Ma’had Kembangarum hanya di khususkan bagi santri KKI, (Hasil Wawancara, 28/2013: 21.00). 20. Jadwal Kegiatan Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Jadwal kegiatan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga diantara meliputi, kegiatan harian yang meliputi, solat tahajut, solat berjamaah, kajian kitab, tadarus, dan intensif bahasa Arab dan bahasa Inggris. Untuk kegiatan mingguan meliputi, pidato, khitobah, diba’an, istighosah, ro’an, Eglish and Arabic day, sedangkan kegiatan bulanan meliputi, khataman al-quran, JTQ kampus, dan pelatihan soft skill, untuk kegiatan tahunan meliputi, akhirusanah ma’had, bazaar, lomba-lomba, pelatihan sof skill, dan kegiatan bakti sosial (Hasil Wawancara, 28/2013: 21.00).
a. Kegiatan Harian Tabel. 3 NO
JAM
KEGIATAN
KET
1
03.00-04.00 Tahajut
Berjamaah
2
04.00-04.30 Subuh berjamaah
Di aula
3
04.30-06.00 Pembelajaran intensif
b. Arab, b. Inggris, kitab
4
06.00-07.00 MCK
-
5
07.00-16.30 Perkuliahan
dikampus
6
16.30-17.30 Kajian kitab
Kitab-kitab ahlak
7
17.30-18.00 MCK
-
8
18.00-18.30 Maghrib berjamaah
Di aual
9
18.30-19.00 Tadarus
-
10
19.00-19.30 Isya berjamaah
-
11
19.30-21.00 Pembelajaran Intensif
b. Arab, b. Inggris, kitab
12
21.00-22.00 Belajar pribadi
mandiri
13
22.00-03.00 istirahat
-
b. Kegiatan Mingguan Tabel. 4 NO
WAKTU
KEGIATAN
1
06.00-08.00
Ro’an
Jumat pagi
2
18.30-19.00
Mujahadah
Jumat minggu ke 1
3
20.00-21.00
Diba’an
Jumat minggu ke 2
4
20.00-21.00
Pidato
Jumat minggu ke 3
5
19.30-20.00
Qiro’ah
Malam sabtu
6
20.00-21.00
Diskusi fiqh
Malam senin
7
06.00-07.00
English and Arabic Sabtu pagi day
c. Kegiatan Bulanan Tabel. 5
KET
NO
WAKTU
KEGIATAN
KET
1
06.00-16.30 Khataman Al-qur’an
Minggu terakhir
2
20.00-21.00 Pengajian umum
Minggu awal
3
19.30-21.00 JTQ kampus
Selasa kliwon
4
07.00-12.00 Pelatihan soft skill
Minggu ke 3
d. Kegiatan Tahunan Tabel. 6 NO
WAKTU
KEGIATAN
KET
1
19.30-23.30
Akhirusanah
Akhir semester genap
2
09.00-16.00
Pentas seni
1 hari sebelum acara
3
09.00-12.00
Lomba-lomba
1 minggu sebelum acara
4
07.00-17.00
bazar
1 hari sebelum acara
5
07.00-12.00
Bakti sosial
1 hari sebelum acara
21. Kegiatan Ektra Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Kegiatan ektra di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga diantaranya adalah, , praktikum ibadah, soft skill, olahraga, rebana, silat dan tilawah (Hasil Wawancara, 28/2013: 21.00).
BAB IV ANALISIS DATA
Pada bab ini penulis akan membahas hasil dari paparan informasi temuan data di lokasi penelitian yang kemudian penulis mencoba menganalisis berdasarkan pemikiran penulis di dukung dengan beberapa teori yang disesuaikan pada permasalahan yang ada, diantaranya adalah: A. Dualisme Ma’had Mahasiswa STAIN Salatiga Seperti sudah di jelaskan pada bab sebelumnya, terlihat bahwa saat ini terdapat dualisme model pendidikan di Ma’had Mahasiswa STAIN Salatiga, yaitu Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, dan juga Ma’had Al-Ishlah Tingkir Lor, dampak dari kebijakan ini sangat besar sekali, hingga berimbas pada hampir seluruh aspek yang ada di ma’had, bahkan sampai berpengaruh terhadap psikologis para santri. Hal ini di tanggapi oleh salah satu pengajar Ma’had Al-Ishlah Bapak. Hudaya (Hasil Wawancara, 25/2013:21.00) beliau mengatakan bahwa seharusnya sebelum memutuskan kebijakan tersebut, alangkah baiknya di musyawarahkan dengan mempertimbangkan dampak baik dan buruknya daripada keputusan tersebut, karena supaya tidak ada salah satu pihak yang merasa di rugikan. Menurut tanggapan salah satu santri Al-Ishlah Kang Didin Syamsudin (Hasil Wawancara, 26/2013:19.00) mengatakan bahwa pemisahan Ma’had sebenarnya tidak masalah, asalkan kampus benar-benar memperhatikan
kondisi keduanya, tidak berat sebelah, dan tidak pilih kasih terhadap salah satunya, karna semua memiliki hak yang sama. Menurut hemat penulis dari dua tanggapan di atas memang ada benarnya, bahwa kebijakan tentang pemisahan Ma’had STAIN Salatiga, tentunya perlu di kaji ulang lagi, hal ini dikarenakan jika kemudian Ma’had yang di gunakan sebagai penempatan santri baru di pisahkan, apa lagi pemisahan tersebut sangatlah merugikan dari salah satu pihak, tentunya ini akan menimbulkan gejala kecemburuan sosial, ketidak samaan dalam penerimaan hak dan kewajiban, serta kualitas pelayanan yang berbeda. Sedangkan menurut hemat penulis menengahi dari dua pendapat diatas berdasarkan kondisi saat ini adalah, akan lebih baik jika penempatan santri KKI dan Bidik Misi di tempatkan di Ma’had Al-Ishlah karena memang di sana tidak ada batasan untuk menetap dan tinggal di pesantren tersebut, sehingga dengan kebijakan waktu 4 tahun tersebut tidak mengganggu kegiatan di ma’had, justu mereka sangat membantu akan perkembangan dan juga kontribusi terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, adapun dengan pelayanan dan fasilitas, kita tahu bahwa untuk santri KKI sendiri kegiatan dan juga fasilitas yang diberikan selama pembelajaran di kampus sudah lebih dari cukup dibandingkan dengan mahasiswa yang lain, sehingga untuk kegiatan di ma’had cukuplah sebagai tempat untuk membekali mereka dengan kegiatan yang ringan dan menunjang pembelajaran di kampus.
Sedangkan
untuk
santri
regular
di
tempatkan
di
Ma’had
Kembangarum, karena memang peminat dari santri regular jumlahnya sangat banyak sekali, kondisi ini tentunya memerlukan kapasitas dan pelayanan yang baik, sarana dan fasilitas yang memadai dalam menunjang pembelajaran dan kegiatan di ma’had, karena bisa di bilanag santri regular itu berasal dari latar belakang dan juga kemampuan yang tidak sama, sehingga perlu pengawasan dan juga perhatian yang baik dari kampus, namun karena kebijakan kampus dengan di wajibkanya santri KKI dan Bidik Misi menetap selama 4 tahun di Ma’had hal ini mengurangi jumlah kapasitas penerimaan santri regular, padahal jika di bilang program KKI dan Bidik Misi adalah program yang baru di terapkan di kampus, namun kebijakan tersebut malah berpengaruh besar terhadap keadaan ma’had. Dengan begitu meski jalan tengah ini belum tentu berhasil, setidaknya solusi dan juga jalan keluar yang penulis tawarkan bisa di jadikan pertimbangan oleh kampus dalam membuat kebijakan di ma’had, agar kedepanya ma’had bisa berkembang dengan baik dan semua mahasiswa dapat merasakan haknya dalam mengikuti program asrma di ma’had. B. Pembangunan Dan Pengembangan Fasilitas Ma’had Pada bab III sudah di jelaskan bagaimana kondisi dan juga keadaan sarana dan fasiltas Ma’had STAIN Salatiga, di lihat dari berbagai aspek memang keadaanya masih jauh dari kata ideal sebagai sebuah asrama tempat belajar mahasiswa, padahal setiap tahunya jumlah dan juga peminat dari
mahasiswa sangatlah banyak, namun pembangunan dan pengembangan sarana dan fasilitas kurang dipertimbangkan , hanya sesekali di lakukan pembenahan fasilitas yang rusak dan bukan pembangunan ataupun pengembangan sarana dan fasiltas secara berkala. Tentang hal ini salah satu pengurus ma’had Choirul Amin (Hasil Wawancara, 24/2013:09.00) memberikan tanggapan bahwa selama ini ma’had belum pernah ada pembangunan penambahan sarana gedung dan juga fasilitas ma’had, padahal itu sangat penting sekali mengingat kapasitas daya tampung tempat tinggal santri masih sangat sedikit sekali, begitu juga dengan fasilitas ma’had sepeti, masjid, kantin, perpustakaan, gedung kelas, kamar mandi dan Wc sebagian dalam kondisi yang belum terpenuhi. Kemudian dari hasil observasi (20/2013:13.00) terlihat bahwa masih banyak kondisi kamar santri yang perlu perbaikan, lemari yang sudah rusak, atap dan genteng yang kropos, begitu juga dengan cat tembok yang mulai usang dan mengelupas, kamar mandi yang minim dengan kondisi kotor dan tidak terawat, dan minimnya alat-alat operasioanal, seperti sapu, kotak sampah, penjemuran pakaian, alat pembersih lantai, dan juga alat pemotong rumput. Dari keterangan diatas penulis menyimpulkan bahwa perlu adanya perhatian dari kampus tentang masalah pembangunan dan pengembangan sarana dan fasilitas ma’had, meski ini tidak terlepas daripada kemampuan dana operasional yang di sediakan untuk ma’had, namun kampus bisa
mengadakan kerjasama dengan pihak lain, mungkin dengan lembaga instansi pemerintahan kota, atau mengajukan proposal kepada pihak-pihak yang bersedia memberikan bantuan kepada ma’had, atau dengan cara membuat peluang usaha dalam berbagai bidang, semisal, usaha dalam bidang perdagangan, bidang pertanian, bidang perikanan, bidang jasa, di mana kita melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk memberikan modal yang kemudian di kelola oleh ma’had dan hasilnya dari usaha tersebut sebagian di berikan kepada ma’had, sehingga ma’had mampu menghasilkan sumber dana sendiri, tidak selalu mengandalkan bantuan dari kampus atau pemerintah. C. Manajemen Ma’had Mahasiswa STAIN Salatiga Keberhasilan tujuan sebuah lembaga memang tidak bisa terlepas daripada dukungan manajemen yang baik, dari penjelasan permasalahan sebelumnya dapat kita ketahui memang semuanya terletak pada buruknya sistem manajemen yang ada di Ma’had STAIN Salatiga, baik itu model pendidikan, muatan kurikulum, model pembelajaran, sistem seleksi dan penempatan, sarana dan fasilitas ma’had, dan juga administrasi ma’had. Menurut Baharuddin (2010: 54) mengatakan bahwa secara umum ada beberapa hal yang menjadi subtansi manajemen pengembangan lembaga pendidikan Islam, yaitu manjemen kurikulum dan pembelajaran, manajemen personalia, manajemen peserta didik, manajemen administrasi, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan atau pembiayaan, serta
manajeman partisipasi masyarakat, adapun uraian lebih lanjut dijabarkan sebagai berikut: 1. Manajemen Kurikulum Dan Pembelajaran Baharuddin (2010: 55) kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah/madrasah kepada seluruh anak didiknya, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar sekolah/madrasah. Ruang lingkup studi tentang manajemen pengembangan kurikulum menurut Hamalik, (2006:21-22) meliputi beberapa hal, yakni: a.
Manajemen perencanaan dan pengembangan kurikulum Dalam konteks ini dipelajari masalah perencanaan kurikulum, beberapa faktor mendasar dan metologi pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan.
b.
Manajemen pelaksanaan kurikulum Kegiatan ini erat kaitanya dengan seberapa jauh keterlaksanaan kurikulum di sekolah atau lembaga pendidikan dan latihan.
c.
Supervise pelaksanaan kurikulum Bidang ini erat kaitanya dengan upaya pembinaan dan pengembangan kemampuan
personal
sekolah/madrasah,
yang
tanggungjawab dalam proses pelaksanaan kurikulum. d.
Pemantauan dan penilaian kurikulum
mendapat
Bidang ini diperlukan dalam kaitanya dengan peranan dan fungsinya dalam
pengembangan,
pelaksanaan,
supervise
dan
perbaikan
kurikulum. e.
Perbaikan kurikulum Perbaikan kurikulum perlu dilakukan dalam upaya membina relevansi pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
f.
Desentralisasi pengembangan kurikulum Perlu ditelaah lebih lanjut hal-hal yang berkaitan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah.
g.
Masalah ketenagaan Masalah ketenagaan dalam pengembangan kurikulum dan model kepemimpinan yang serasi pada konteks masyrakat yang berkembang dewasa ini.
2. Manajeman Personalia Dalam lembaga pendidikan personalia (sumber daya manusia) terlebih kepala sekolah/madrasah memiliki peran vital. Manajemen personalia di sekolah/madrasah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga (guru, staf administrasi, peserta didik, orang tua, dan stakeholders) dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah/madrasah, (Hasbullah, 2006: 113).
Manajemen sumber daya manusia, meliputi kegiatan: perencanaan, penarikan tenaga dan seleksi personalia, pelatihan dan pengembangan karyawan, dan penilai prestasi, (Baharuddin, 2010: 63). Adapun fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusi secara garis besar dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia Secara umum tujuan strategis perencanaan SDM adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan SDM. Selain itu, juga bertujuan untuk mengembangkan program-program dalam rangka meminimalisir penyimpangan-penyimpangan atas dasar kepentingan individu organisasi. Agar tujuan tersebut tercapai, maka perlu adanya job analysis, yakni proses pendiskripsian dan pencatatn tentang jabatan/pekerjaan yang didasarkan pada uraian pekerjaan (job description) yang meliputi komponen-komponen, seperti; tugas-tugas, tujuan, tanggungjawab, kondisi kerja dan karakteristiknya, setelah itu dibuatlah job specification. b. Pengadaan staf Aktivitas pokok fungsi pengadaan antara lain pelaksanaan rekrutmen calon tenaga (job application), pelaksanaan seleksi calon tenaga sesuai dengan pekerjaan dan karakteristik tenaga yang diperlukan dan penempatan penugasan/penguasaan staf (Baharuddin, 2010: 64).
c. Penilaian prestasi kerja dan kompensasi Penilaian prestasi kerja (performance appraisal), menurut Rowland dan Ferris adalah cara menentukan seberapa produktif staf tersebut dan apakah ia dapat bekerja efektif di masa yang akan datang, sehingga baik staf, organisasi dan masyarakat akan mendapat keuntungan (Imron, 2003:77). Atas dasar hasil penilain prestasi tersebut, maka fungsi konpetensi harus dilaksanakan secara sesuai dan tepat, seperti: 1) Mengadministrasikan gaji dan insentif atas dasar hasil penilain pekerjaan. 2) Menyediakan sistem pembayaran gaji berdasarkan prestasi 3) Mengadministrasikan
tunjangan
pendapatan
tambahan
dari
organisasi kepada para personalia (Imron, 2003:77) d.
Pelatihan dan pengembangan Fungsi ini merupakan suatu usaha peningkatan prestasi kerja para personalia saat ini dan masa datang, dengan kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam belajar. Kegiatan pelatihan dan pengembangan tersebut perlu dilandasi prinsip-prinsip dasar pelaksanaan program latihan, dua model program pelatihan dan pengembangan yang dapat dilaksanakan adalah:
1) On the job programs, yakni pelatihan yang dilaksanakan berdasarkan pengalaman langsung dalam bekerja di organisasi tertentu 2) Off the job programs, yakni model pelatihan di luar jabatan yang dilaksanakan secara formal melalui kursus-kursus pendidikan dan pelatihan. e.
Penciptaan dan pembinaan hubungan kerja yang efektif Suatu lembaga pendidikan yang telah memiliki sejumlah personalia perlu
pemeliharaan
dengan
memberikan
penghargaan
dan
menyediakan kondisi kerja yang menarik, sehingga membuat mereka betah ditempat kerja, sebagai bagian dari usaha tersebut, lembaga pendidikan harus menciptakan dan mempertahankan hubungan kerja yang efektif dengan para personalia, sehingga tercipta suasana kerja kondusif. 3. Manajemen Peserta Didik Penerimaan peserta didik adalah salah satu kegiatan manajemen peserta didik yang sangat penting, salah satunya sistem seleksi, seleksi berdasrkan hasil tes masuk ada tiga macam kreteria penerimaan peserta didik, yaitu: a.
Kriteria acauan patokan, yaitu suatu kegiatan penerimaan peserta didik yang didasarkan pada patokan-patokan yang telah ditentukan sebelumnya.
b.
Kriteria acauan norma, yaitu suatu penerimaan calon peserta didik yang didasarkan atas keseluruhan kelompok prestasi calon peserta didik yang mengikuti seleksi.
c.
Kriteria daya tampung adalah suatu penerimaan calon peserta didik yang didasarkan atas daya tampung sekolah atau berapa jumlah siswa baru yang akan diterima. Tim pakar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang
mengidentifikasi beberapa runag lingkup manajemen peserta didik sebagai berikut: a.
Perencanaan peserta didik, termasuk di dalamnya adalah school cencus, school size, dan effective clas.
b.
Penerimaan peserta didik, meliputi penentuan kebijakan penerimaan peserta didik, sistem penerimaan peserta didik, kriteria penerimaan peserta didik, prosedur penerimaan peserta didik, pemecahan problem-problem penerimaan peserta didik.
c.
Orientasi peserta didik baru, meliputi pengaturan, antara lain: hari-hari pertama peserta didik di sekolah/madrasah, pecan orientasi peserta didik, pendekatan yang dipergunakan dalam orientasi peserta didik dan teknik-teknik orientasi peserta didik.
d.
Mengatur
kehadiran
dan
ketidak
hadiran
peserta
didik
di
sekolah/madrasah. Termasuk di dalamnya adalah peserta didik yang
membolos, terlambat datang dan meninggalkan sekolah/madrasah sebelum waktunya. e.
Mengatur pengelompokan peserta didik, baik yang berdasarkan fungsi persamaan maupun berdasarkan fungsi perbedaan.
f.
Mengatur evaluasi peserta didik, baik dalam rangka memperbaiki proses belajar-mengajar, bimbingan dan penyuluhan maupun untuk kepentingan promosi peserta didik.
g.
Mengatur kenaikan tingkat pesrta didik.
h.
Mengatur peserta didik yang mutasi dan droup out.
i.
Mengatur kode etik, pengadilan dan peningkatan displin peserta didik.
j.
Mengatur layanan pendidikan peserta didik.
k.
Mengatur organisasi peserta didik.
4. Manajemen Administrasi Administrasi pendidikan adalah segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personal, spiritual, maupun material, yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. (Baharuddin, 2010: 74) Purawanto mengklasifikasikan
administrasi pendidikan ini
kedalam beberapa bagian, yang meliputi: a.
Administrasi tata laksana sekolah/madrasah
b.
Administrasi pesonalia guru dan pegawai sekolah/madrasah
c.
Administasi peserta didik
d.
Administrasi supervise pengajaran
e.
Administrasi pelaksanaan dan pembinaan kurikulum
f.
Administrasi pendirian dan perencanaan infrastruktur
g.
Hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat Tim pakar Manajemen Universitas Negeri malang membagi
pekerjaan tata usaha kedalam 3 kelompok besar, (Tim Pakar, 2003:239) yaitu: a.
Pembukuan
b.
Surat menyurat
c.
Pengaturan arsip
5. Manajemen Sarana dan Prasarana Manajemen saran dan prasarana adalah suatu kegiatan bagaimana mengatur dan mengelola sarana dan prasarana pendidikan secara efesien dan efektif dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum, proses kegiatan manajemen sarana dan prasarana pendidikan, meliputi
perencanaan,
pengadaaan,
pengawasan,
penyimpanan
inventarisasi, penghapusan dan penataan. Menurut Mulyasa sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar-mengajar (Mulyasa, 2005: 49). Sarana pendidikan yang dimaksud meliputi: gedung, ruang kelas, meja kursi serta alat-alat dan media pengajaran, sedangkan yang dimaksud
dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya suatu proses pendidikan atau pengajaran di suatu lembaga pendidikan, seperti halaman, kebun sekolah/madrasah, jalan menuju sekolah/madrasah, dan sebagainya. 6. Manajemen Keuangan Manajemen keuangan atau pembiayaan merupakan serangkaian kegiatan
perencanaan,
melaksanakan
dan
mengevaluasi
serta
mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah (Mulyasa, 2005:47). Secara garis besar, pengeluaran dari suatu sekolah/madrsah dapat dibagi
menjadi
dua,
yakni
pembiayaan
rutin
dan
pembiayaan
pembangunan. Pembiayaan rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji pegawai, biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat pengajaran. Sementara pembiayaan pembangunan misalnya adalah, pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan gedung, penambahan furniture, serta biaya pengeluaran lain untuk barang-barang yang tidak habis pakai. 7. Manajemen Hubungan Masyarakat kegiatan kehumasan di sekolah/madrasah, tidak hanya cukup menginformasikan fakta-fakta tertentu dari sekolah/madrasah, melaikan juga harus mengemukakan beberapa hal berikut:
a.
Melaporkan
tentang
pikiran-pikiran
yang
berkembang
dalam
masyarakat tentang masalah pendidikan. b.
Membantu
kepala
sekolah/madrasah
bagaimana
usaha
untuk
memperoleh bantuan dan kerja sama. c.
Menyusun rencana bagaimana cara-cara memperoleh bantuan. Strategi pelibatan masyarakat dalam kegiatan pendidikan secara
garis besar dibagi menajdi dua, yaitu: ketrlibatan secara individual, seperti membuka kesempatan dan konsultasi seluas-luasnya bagi orang tua didik untuk datang ke sekolah/madrasah, ketrlibatan secara organisatoris terdiri melalui komite sekolah/madrasah, organisasi alumni, dunia usaha/dunia kerja, dan melalui hubungan dengan instansi lain. Dari seluruh penjelasan di atas tentunya sudah jelas bagaimana standar manajemen sebuah lembaga pendidikan dalam mengelola dan melakukan kegiatan, dengan demikian pihak kampus maupun pengelola ma’had di harapkan mampu memperbaiki dan juga mengembangkan potensi ma’had melalui pembenahan dari berbagai aspek yang ada, agar terwujudnya cita-cita dan tujuan kampus yang ideal dan memenuhi harapan seluruh kampus, orang tua, mahasiswa, dan masyarakat.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga dapat dipaparkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Model pendidikan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah model pendidikan Ma’had Jami’ah, dengan model yang sistemik, agamis, memasukan pembelajaran bahasa dan juga terdapat peraturanperaturan di dalamnya yang meliputi sistem seleksi, penempatan dan juga tata tertib santri. 2. Sistem seleksi dan penempatan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah yang pertama mahasiswa harus terdaftar sebagai mahasiswa STAIN salatiga, kedua mahasiswa yang aktif pada semester 1, selanjut mengisi formulir dan mengikuti ujian tertulis meliputi ujian bahasa Arab, bahasa Inggris dan keislaman, ujian lisan meliputi baca tulis al-quran, ujian praktikum ibadah, meliputi praktek wudhu, solat wajib, tayamum dan solat jenazah. Untuk santri sendiri Ma’had Kembangarum hanya di khususkan bagi santri KKI, sedang santri regular dan Bidik Misi di tempatkan di Ma’had Al-Ishlah Tingkir lor.
3. Kurikulum di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah diantaranya meliputi, Ta’lim Al-Quran, Ta’lim Al-Hadis, Ta’lim Al-Afkar Al-Islamiyah, Dan Tanmiyah Al-Lughah. 4. Indikator keberhasilan di Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah santri mampu membaca al-quran dengan baik dan benar, santri mampu menghafal beberapa hadis yang sudah ditentukan oleh dewan masyayikh, santri mampu memberikan dalil-dalil yang berasal dari al-quran dan al-hadis, santri mampu menerapkan kaidah-kaidah dasar dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris baik di dalam tulisan maupun dalam komunikasi sehari-hari. 5. Adapun faktor pendukukung dan penghambat dalam pendidikan di Ma’had Mahasiswa kembangarum STAIN Salatiga adalah: a. Faktor pendukung 1. Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga berada di lingkungan yang strategis yaitu di dekat kampus dua STAIN Salatiga, sehingga memudahkan bagi mahasiswa dalam mengikuti kegiatan di kampus. 2. Berada di dekat pusat kota sehingga mahasiswa dengan mudah untuk mengakses ke tempat-tempat yang dibutuhkan oleh mahasiswa. 3. Berada di lingkungan masyarakat yang agamis dan relegius. 4. Besarnya animo mahasiswa dalam mengikuti program asrama di Ma’had mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga di buktikan
dengan semakin meningkatnya jumlah pendaftar santri baru di ma’had. b. Faktor penghambat 1. Bahwa saat ini asrama kampus STAIN Salatiga memiliki dua Ma’had yaitu Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga, dan juga Ma’had Mahasiswa Al-Ishlah Tingkir Lor, dengan ketentuan bahwa Ma’had Kembangarum di peruntukan bagi Mahasiswa KKI, sedangkan Ma’had Al-Ishlah diperuntukan bagi mahasiswa regular dan Bidik Misi. 2. Masih banyak sarana dan fasilitas ma’had yang belum memenuhi standar ideal, sehingga perlu adanya pembangunan dan juga pengembangan secara berkala, serta perlunya di bangun kerjasama dalam menciptakan peluang usaha agar ma’had bisa mandiri dalam mengelola dan meningkatkan sumber dana operasionalnya. 3. Kondisi manajemen Ma’had STAIN Salatiga yang kurang baik, masih perlu adanya perbaikan dan juga penataan ulang, serta dalam mengambil kebijakan dan keputusan perlu mempertimbangkan kondisi dan keadaan yang ada, perhatian, bimbingan, pengawasan, pertanggungjawaban, serta keterbukaan dari pihak pengelola sangat diperlukan dalam menciptakan manajemen yang baik di ma’had. B. Saran-saran 1. Kepada pengelola Ma’had STAIN Salatiga
Pembangunan dan pengembangan Ma’had saat ini sangat di butukan sekali, dengan demikian diharapkan ada tindakan yang serius dalam mengelola Ma’had STAIN Salatiga, agar terciptanya pendidikan Ma’had yang ideal dan mampu bersaing baik secara kualitas maupun kuantitas. 2. Kepada pengasuh Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga adalah salah satu pendidikan Islam yang memiliki peran yang sangat penting dalam bidang dakwah dan syiar agama, untuk itu dalam rangka membekali para santri perlu dukungan baik spiritual dan material demi terwujudnya pendidikan asrama mahasiswa yang lebih baik kedepanya. 3. Kepada dewan pengajar dan pengurus Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Pembelajaran merupakan sarana pengembangan dan pentransferan ilmu dari seorang guru terhadap peserta didiknya, maka bagi dewan pengajar diharapkan untuk selalu melakukan inovasi metode dalam pembelajaran agar mendapatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik 4. Kepada santri Ma’had Mahasiswa Kembangarum STAIN Salatiga Diharapkan
kepada
semua
santri
Ma’had
Mahasiswa
Kembangarum STAIN Salatiga untuk selalu memnfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, disiplin, rajin belajar, serta selalu mengikuti tata tertib dan peraturan yang telah ditentukan di ma’had.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, Uhbiyati Nur, 1991, Ilmu Pendidikan, Cetakan Pertama, Jakarta: PT Melton Putra. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka. Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 13 Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta. Sukarjo, komarudin Ukim, 2009, Landasan Pendidikan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Suwarno Wiji, 2006, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, cetakan I, Jogjakarta: Ar-ruz Media. H. Baharuddin, Moh Makin, 2010, Manajemen pendidikan Islam, Malang: UINMaliki Press M. Dian Nafi’ Dkk, 2007, Praksis Pembelajaran Pesantren, Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara. Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Studi Tentang pandangan Hidup Kyai: LP3ES Madjid Nurcholish, 2002, Modernisasi Pesantren, Jakarta, Cetakan I, Ciputat Press
M. Junaedi Mahfud, 2005, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Derektorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Tim STAIN Salatiga, 2012, Pedoman Penyelenggaraan Ma’had Mahasiswa (Ma’wa), Salatiga: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Putra Daulay Haidar, 2004, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Prenada Media Arifin, 1995, Kapita Selekta Pendidikan Islam Dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara Umar Farouq, 2011, Ma’had Jami’ah Mathali’ul Falah “. Bandung. Taufiqurrochman, 2010, Narasi Indah Perjalanan Hidup dan Pemikiran Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, Malang: UIN Maliki Press. http://msaa.uin-malang.ac.id/?page_id=2: Selasa, 12/07/2013 19.00. WIB http://mezazainul.blogspot.com/2012/03/model-pendidikan-di-pesantrenstudi.html: Selasa, 12/07/2013 19.30. WIB
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: ALI MASKUR
TTL
: Bangunan, 16 September 1988
Alamat
: Bangunan, Kec. Palas, Kab. Lampung Selatan 35594
Pendidikan MI Maarif Bumirestu lulus tahun 2001 MTs Maarif Bumirestu lulus tahun 2004 SMA Maarif Bumirestu lulus tahun 2007 STAIN Salatiga Jurusan Tarbiyah Progdi PAI angkatan tahun 2013
Salatiga, 17 Juli 2013
Ali Maskur 11109078