MODEL PEMANTAUAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DI DAS CIDANAU DENGAN PENDEKATAN KERAPATAN TEGAKAN
RAHMI NUR KHAIRIAH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Pemantauan Pelaksanaan Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau dengan Pendekatan Kerapatan Tegakan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014 Rahmi Nur Khairiah NIM E34100020
ABSTRAK RAHMI NUR KHAIRIAH. Model Pemantauan Pelaksanaan Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau dengan Pendekatan Kerapatan Tegakan. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan NANDI KOSMARYANDI. Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) merupakan pemberian imbal jasa berupa pembayaran finansial dan non finansial kepada pengelola lahan atas jasa lingkungan yang dihasilkan. Persyaratan dalam pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau yaitu jumlah tegakan yang ada dan tumbuh dengan baik tidak kurang dari 500 (lima ratus) batang per hektar. Saat ini, pemantauan jumlah tegakan di lahan PJL dilakukan dengan cara menghitung langsung jumlah tegakan per hektar per lahan. Pemantauan dengan metode tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Pemantauan jumlah tegakan pada lahan PJL di DAS Cidanau perlu dilakukan menggunakan metode baru yang lebih efisien. Penelitian dilakukan di DAS Cidanau, Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Model pendugaan kerapatan tegakan dengan leaf area index merupakan model pendugaan terbaik yang dapat digunakan untuk menduga kerapatan tegakan pada lahan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau. Persentase kerapatan kanopi di dua kelompok tani hutan semakin meningkat setelah periode pembayaran jasa lingkungan. Kata kunci: basal area, forest canopy density, kerapatan tegakan, leaf area index ABSTRACT RAHMI NUR KHAIRIAH. Monitoring of Payment for Environmental Service (PES) Implementation in Cidanau Watershed with Stands Density Approach. Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and NANDI KOSMARYANDI. Payment for Environmental Service is a give of reciprocal service in the form of financial or non-financial payment to the land owner for every environmental service which is produced. The requirement of Payment for Environmental Service in Cidanau Watershed is the number of stand which exist and grow well not less than 500 (five hundred) stands per hectare. At this moment, monitoring the number of stands in PES land in Cidanau Watershed done by a direct counting the number of stands per hectare per area. Monitoring with those methods require a quite long time and quite a lot of cost. Monitiring the number of stands in PES land in Cidanau Watershed need a new method which more efficient. This research done in Cidanau Watershed, Serang and Pandeglang, Banten Province. Estimating the Number of stand models with leaf area index is the best estimating models which usable to estimate the stand density in PES land in Cidanau Watershed. The presentage of canopy density in two forest farmer groups are increasing after PES period. Keywords: basal area, forest canopy density, leaf area index, stands density
iii
MODEL PEMANTAUAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DI DAS CIDANAU DENGAN PENDEKATAN KERAPATAN TEGAKAN
RAHMI NUR KHAIRIAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
v
Judul Skripsi : Model Pemantauan Pelaksanaan Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau dengan Pendekatan Kerapatan Tegakan Nama : Rahmi Nur Khairiah NIM : E34100020
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc Pembimbing I
Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 ini adalah pembayaran jasa lingkungan dan remote sensing, dengan judul Model Pemantauan Pelaksanaan Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau dengan Pendekatan Kerapatan Tegakan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF sebagai pembimbing, serta Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc sebagai pembimbing akademik yang tidak pernah lelah menyemangati dan memberikan masukan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Desa Citaman, Desa Cikumbuen, Desa Kadu Kempong, Keluarga besar CA Rawa Danau, Keluarga besar Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), Keluarga besar Rekonvasi Bhumi, dan Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, adik-adik saya, serta seluruh keluarga dan kepada Iska Gushilman atas doa dan kasih sayangnya. Keluarga KSHE 47, Keluarga Lab Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Keluarga Fasttrack KVT IPB 2013, Keluarga besar HIMAKOVA, Arif Prasetyo, Ardhianto Muhammad, Nugrahadi Ramadhan Tohir, Romi Prasetyo, Galang Badadung, Bangkit, Anggit, ventie, Ila, Dimaz, Ali, Dini, Iga D Darmeydi atas motivasi, bantuan, dukungan dan kebersamaan kita selama ini, serta seluruh staf pengajar, tata usaha, laboran, mamang bibi, juga keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehuutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Rahmi Nur Khairiah
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang
vii 1 1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Daerah Aliran Sungai Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau METODE Waktu dan Tempat
2 2 2 4 4
Jenis Data
6
Metode Pengumpulan Data
7
Teknik Pengumpulan Data
7
Pengolahan Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Identifikasi Hubungan Kerapatan Tegakan dengan Forest Canopy Density 12 Identifikasi Hubungan Kerapatan Tegakan dengan Leaf Area Index
17
Identifikasi Hubungan Kerapatan Tegakan dengan Basal Area
18
Kondisi Kerapatan Kanopi Di Lahan Pembayaran Jasa Lingkungan
19
Implikasi Model
19
Uji Asumsi Klasik
20
Dugaan Kerapatan Tegakan pada Lahan Pembayaran Jasa Lingkungan dan Non Pembayaran Jasa Lingkungan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
21 21 21 22 22 25
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Jenis data yang diambil Kondisi kerapatan kanopi di lahan Pembayaran Jasa Lingkungan Model pendugaan kerapatan tegakan Hasil validasi model pendugaan kerapatan tegakan Model pendugaan kerapatan tegakan Hasil uji asumsi klasik Hasil dugaan kerapatan tegakan pada lahan Pembayaran Jasa Lingkungan dan Non Pembayaran Jasa Lingkungan
6 19 20 20 20 20 21
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Lokasi penelitian Petak Ukur Diagram alir pembuatan peta Forest Canopy Density Grafik hubungan antara kerapatan tegakan dengan Forest Canopy Peta pendugaan kerapatan tegakan di DAS Cidanau dengan Forest Canopy Density 6 Peta Forest Canopy Density tahun 2000 7 Peta Forest Canopy Density tahun 2005 8 Peta Forest Canopy Density tahun 2013 9 Grafik hubungan antara kerapatan tegakan dengan Leaf Area Index 10 Grafik hubungan antara kerapatan tegakan dengan Basal Area
5 8 10 12 13 14 15 16 17 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Struktur kepengurusan Forum Komunikasi DAS Cidanau Hasil uji asumsi klasik dengan software IBM SPSS Statistics 21 Validasi model Hemiview photograph
25 26 31 33
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) atau Payment for Environmental Service (PES) merupakan pemberian imbal jasa berupa pembayaran finansial dan non finansial kepada pengelola lahan atas jasa lingkungan yang dihasilkan (Leimona et al. 2011). Beberapa implementasi PJL sudah mulai dilaksanakan di Indonesia, salah satunya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau, Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. PJL yang dilakukan di DAS Cidanau merupakan bagian dari upaya mempertahankan tegakan sebagai jasa pengaturan air. DAS Cidanau merupakan sumber air satu-satunya bagi sekitar 100 industri yang beroperasi di Cilegon (RUPES 2005). PJL di DAS Cidanau dilaksanakan sejak tahun 2005 dengan empat Kelompok Tani Hutan (KTH) sebagai produsen jasa lingkungan (seller), PT Krakatau Tirta Industri (KTI) sebagai pemanfaat jasa lingkungan (buyer) dan Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) sebagai pengelola PJL. Lahan masyarakat KTH yang menjadi anggota PJL di DAS Cidanau harus dipertahankan tegakannya sampai dengan periode kontrak berakhir. Persyaratan dalam pembayaran jasa lingkungan, pada setiap tahapan pembayaran selama masa kontrak, jumlah tegakan yang ada dan tumbuh dengan baik tidak kurang dari 500 (lima ratus) batang per hektar. Potensi kerapatan tegakan pohon merupakan salah satu parameter yang dapat dijadikan indikator keberhasilan pelaksanaan PJL di tingkat lahan. Saat ini, pemantauan jumlah tegakan di lahan PJL dilakukan dengan cara menghitung langsung jumlah tegakan per hektar per lahan oleh Tim Verifikasi dari FKDC. Pemantauan jumlah tegakan dengan metode tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Sehingga pemantauan jumlah tegakan pada lahan PJL di DAS Cidanau perlu dilakukan dengan menggunakan metode baru yang mampu menduga jumlah tegakan per hektar dengan lebih efisien. Remote sensing dapat menjadi metode alternatif yang lebih efisien karena tidak membutuhkan waktu yang lama, biaya yang besar serta dapat dilakukan secara periodik. Salah satu metode remote sensing adalah Forest Canopy Density (FCD) Mapping Model (Tohir 2013). Model pendugaan Kerapatan Tegakan (KT) dengan nilai FCD dapat digunakan untuk menduga kerapatan tegakan di lapangan secara tidak langsung dengan baik (Muhammad 2014; Nugroho et al. 2011). Selain itu, menurut Djumaher (2003) faktor biofisik Leaf Area Index (LAI) dan basal area memiliki pengaruh dalam penentuan potensi tegakan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, yaitu (1) menduga hubungan antara kerapatan tegakan dengan Forest Canopy Desnsity, Leaf Area Index, dan Basal Area di DAS Cidanau; (2) menduga kondisi kerapatan kanopi periode sebelum dan sesudah pelaksanaan PJL di Kelompok Tani Hutan (KTH) Karya Muda II Ciomas dan KTH Alam Lestari Mandalawangi; dan (3) menduga kerapatan tegakan pada lahan Pembayaran Jasa Lingkungan dan Non Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau.
2
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan metode alternatif pemantauan jumlah tegakan yang lebih efisien pada lahan Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di DAS Cidanau, Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dengan pendekatan kerapatan tegakan. Model dengan hubungan terbaik akan dijadikan masukan sebagai metode alternatif pemantauan dalam menduga KT pada lahan PJL di DAS Cidanau. Lokasi dalam pembuatan model mencakup DAS Cidanau, sedangkan untuk pendugaan KT dilakukan di tiga KTH, yakni dua KTH di lahan PJL (KTH Karya Muda II Ciomas dan KTH Alam Lestari Mandalawangi) dan satu KTH di lahan Non PJL (KTH Cibunar Padarincang).
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satuan wilayah tangkapan air (catchment area) yang menerima hujan, menampung dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut serta mengisi air bawah tanah. Menurut Asdak (2002) DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau Model hubungan hulu hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau merupakan konsep pembayaran jasa lingkungan yang diadopsi dari Costa Rica (Fahrizal 2009). Mekanisme PJL di DAS Cidanau diimplementasikan oleh tiga pihak utama yaitu lembaga pengelola transaksi pembayaran jasa lingkungan, pemanfaat jasa lingkungan, dan penyedia jasa lingkungan. Kriteria yang harus dipenuhi oleh rancangan PJL menurut Wunder (2007), yaitu: 1. Merupakan suatu transaksi sukarela. 2. Jasa lingkungan yang terdefinisikan dengan jelas untuk ditransaksikan. 3. Ada pembeli (minimal satu). 4. Ada penjual (minimal satu). 5. Jika dan hanya jika penjual (penyedia jasa) mengamankan ketentuanketentuan jasa secara terus menerus.
3
Lembaga Pengelola Pembayaran Jasa Lingkungan Lembaga pengelola jasa lingkungan (LPJL) adalah lembaga penghubung (fasilitator) bersifat independent, yang berfungsi untuk menghubungkan kepentingan pemanfaat dan penyedia jasa lingkungan dalam transaksi PJL. LPJL di DAS Cidanau adalah Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) yang dibentuk pada tanggal 24 Mei 2002 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Banten Nomor: 124.3/Kep.64-Huk/2002 (FKDC 2013). Struktur kepengurusan terdiri dari berbagai instansi, baik instansi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun masyarakat (Lampiran 1). Peran FKDC diantaranya yaitu untuk mengelola dana hasil PJL dari pemanfaat (buyer) jasa lingkungan DAS Cidanau untuk rehabilitasi dan konservasi lahan di DAS Cidanau, menggalang dana dari potensial pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau, mendorong pemerintah untuk melakukan PJL di DAS Cidanau, membangun kesepakatan kewenangan pengelolaan DAS Cidanau diantara stakeholder DAS Cidanau, melakukan negosiasi dengan PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) untuk PJL, menuangkan hasil negosiasi dalam naskah kesepahaman antara FKDC dan KTI dan mendiskusikan mekanisme PJL melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan masyarakat pemilik hutan di hulu DAS Cidanau (FKDC 2013). Pemanfaat Jasa Lingkungan Pemanfaat jasa lingkungan adalah masyarakat, swasta, pemerintah, lembaga dan/atau negara lain yang menerima manfaat dari produk jasa lingkungan dari DAS Cidanau, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau saat ini yaitu PT Krakatau Tirta Industri (KTI), salah satu anak perusahaan Krakatau Steel yang bergerak di bidang jasa pengolahan air (water treatment company). Jumlah pembayaran yang telah diterima oleh FKDC atas sumberdaya air tersebut didasarkan pada hasil negosiasi antara FKDC dengan KTI pada tahun 2005, 2007, 2010 sebesar Rp 2 200 000 000 (dua milyar dua ratus juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut: 1. Periode kontrak 2005-2009 Rp 950 000 000 2. Periode kontak 2010-2014 Rp 1 250 000 000 Alokasi dana tersebut digunakan untuk memperkuat mekanisme PJL di DAS Cidanau, juga untuk kepentingan pendampingan masyarakat dan pengadaan alatalat untuk mendukung kerja FKDC (FKDC 2013). Penyedia Jasa Lingkungan Penerima transaksi pembayaran jasa lingkungan adalah masyarakat hulu yang dipilih berdasarkan kondisi lahan yang kritis dan berpengaruh terhadap fungsi hutan dan tata air di DAS Cidanau serta kondisi sosio-kapital masyarakat yang tepat (Fahrizal 2009). Periode kontrak pertama (2005-2009), terdapat 4 KTH yang telah diidentifikasi sebagai produsen jasa lingkungan dengan luas 100 ha dengan masing masing luasan KTH 25 ha, dengan rincian: 1. Karya Muda II Ciomas 25 ha sd 29/04/2010 2. Maju Bersama Padarincang 25 ha sd 20/10/2010 3. Alam Lestari Mandalawangi 25 ha sd 06/01/2012
4
4. Agung Lestari Gunungsari 25 ha sd 06/01/2012 KTH Maju Bersama Padarincang dan KTH Agung Lestari Gunungsari mengalami pemutusan Perjanjian PJL karena kedua KTH tersebut telah melanggar perjanjian dengan menebang pohon yang menjadi bagian dari kesepakatan PJL (FKDC 2013). Syarat Penerima Pembayaran Jasa lingkungan Syarat penerima PJL untuk penyedia jasa lingkungan, salah satunya yaitu lahan yang diproyeksikan mendapatkan PJL, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (FKDC 2013): 1. Merupakan milik masyarakat. 2. Berada di dalam wilayah DAS Cidanau. 3. Memiliki jenis dan kriteria tanaman yang ada di atas lahan seperti: a. Bukan jenis tanaman polong-polongan. b. Bukan jenis tanaman yang memiliki akar serabut kecuali aren dan bambu yang dihitung berdasarkan rumpun. c. Semua jenis tanaman buah-buahan kecuali kopi, jeruk, cengkeh dan jambu batu. d. Mempunyai batang minimal 15 cm bagi tanaman yang sudah ada dan minimal 5 cm bagi tanaman baru. e. Tanaman telah diberi notasi atau diberi no pohon per lahan pemilikan. f. Batang tanaman sehat dan terawat. Persyaratan dalam pembayaran jasa lingkungan pada setiap tahapan pembayaran selama masa kontrak jumlah tegakan yang ada dan tumbuh dengan baik per hektar tidak kurang dari 500 (lima ratus) batang per hektar pada akhir kontrak. Apabila jumlah pohon yang terdapat dalam areal mekanisme PJL tidak kurang dari 500 (lima ratus) batang per hektar, maka penyedia jasa lingkungan akan mendapatkan imbalan sebesar Rp. 1 200 000 (satu juta dua ratus ribu rupiah) per hektar per tahun selama masa kontak diluar pajak yang berlaku. Tetapi apabila dinyatakan kurang dari 500 (lima ratus) batang per hektar, maka penyedia jasa lingkungan tidak akan menerima pembayaran jasa lingkungan untuk periode yang sudah jatuh tempo. Apabila penyedia jasa lingkungan tetap melanggar kesepakatan dalam surat perjanjian PJL dan terus mengabaikan peringatanperingatan dari FKDC, maka FKDC dapat memutuskan surat perjanjian PJL secara sepihak. Apabila perjanjian PJL diputus, maka penyedia jasa harus mengembalikan seluruh dana yang telah diterima.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di DAS Cidanau, Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (Gambar 1). Untuk pengolahan dan analisis data penelitian dilaksanakan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
5
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret-April 2014. Secara geografis DAS Cidanau terletak diantara 060 07’ 30” – 060 18’ 00” LS dan 1050 49’ 00”-1060 04’ 00” BT. DAS Cidanau memiliki luas 22.620 Ha, yang mencakup wilayah Kabupaten Pandeglang seluas 999,29 Ha dan Kabupaten Serang seluas 21 620.71 Ha. Wilayah DAS Cidanau secara administratif mancakup 35 desa di 5 wilayah kecamatan, Kabupaten Serang dan 4 desa di satu wilayah kecamatan, Kabupaten Pandeglang.
Gambar 1 Lokasi penelitian DAS Cidanau memiliki peranan penting dalam menyimpan dan mengalirkan air dari daerah hulu ke hilir. Saat ini telah terjadi penurunan kuantitas dan kualitas air baku di DAS Cidanau yang diakibatkan oleh aktivitas masyarakat di daerah hulu DAS yang memanfaatkan hutan maupun lahan untuk memenuhi kehidupannya. Kondisi mata pencaharian penduduk di wilayah DAS Cidanau didominasi oleh sektor pertanian dengan tingkat pendapatan di KTH Karya Muda II berada pada kisaran Rp 100 000 – Rp 800 000/bulan. Fahrizal (2009) menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendapatan KTH Karya Muda II terkait dengan mata pencaharian yang seluruhnya adalah petani kebun. Kondisi ekonomi masyarakat yang lemah tersebut cenderung mengakibatkan penebangan hutan. Terkait dengan hal ini, maka dilakukan upaya untuk mengatasi kondisi ekonomi dan lingkungan dengan konsep PJL. Budhi et al. (2008) dan Fahrizal (2009) menyatakan bahwa melalui mekanisme PJL yang dilakukan di DAS Cidanau, diharapkan dapat mengembalikan laju kerusakan hutan di daerah hulu sekaligus memberdayakan kesejahteraan masyarakat di sekitar DAS agar lebih kompetitif dalam menjaga hutan.
6
van Noordwijk et al. (2004) juga menyatakan bahwa pelaksanaan PJL akan menjembatani tujuan konservasi dan pengentasan kemiskinan. Hasil penelitian Hayati et al. (2009) menunjukan terjadi peningkatan kesejahteraan pada penyedia jasa setelah adanya PJL sebesar 2.01%, namun masih berada dalam kategori kesenjangan tinggi atau dengan kata lain penyedia jasa masih tidak sejahtera. Jenis Data Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data-data seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis data yang diambil No
Jenis data
Sumber
Metode
1
Citra landsat 7 ETM+ tahun 2000 (akusisi 14 April 2000) dan 2005 (akusisi 6 November 2005) Citra landsat 8 OLI dan TIRS tahun 2013 (akusisi 16 Agustus 2013) Hemiview Photograph (Foto Hemiphot)
Earthexplorer.usgs.gov
-
Teknik pengumpulan data Mengunduh
Earthexplorer.usgs.gov
-
Mengunduh
Observasi lapang
Stratified Random Sampling Sensus
4
Kerapatan Tegakan (KT)
Observasi lapang
Stratified Random Sampling
Mengambil Foto Hemiphot Mengambil Foto Hemiphot Petak Ukur (50 x 50 m)
5
Luas Bidang Dasar Tegakan (Basal area)
Observasi lapang
Stratified Random Sampling
Petak Ukur (50 x 50 m)
6
Titik Ground Chek (GCP)
Observasi lapang
Stratified Random Sampling Sensus
Marking dengan GPS
2
3
Observasi lapang
Marking dengan GPS
7
Metode Pengumpulan Data Observasi Lapang Observasi lapang dilakukan untuk mengumpulkan data Foto Hemiphot, KT, basal area dan GCP yang akan digunakan sebagai data dalam membuat model pendugaan guna memprediksi variabel terikat KT terhadap variavel bebas FCD, LAI dan basal area. Pemilihan tiga jenis variabel dalam pengambilan sampel didasarkan atas dugaan variabel tersebut memiliki hubungan terhadap KT. Penentuan titik sampel untuk data pembangun model dilakukan dengan cara membagi 10 kelas tipe kerapatan pada peta FCD. Kemudian titik sampel diletakkan dengan metode stratified random sampling berdasarkan 10 kelas tipe KT. Titik sampel dalam membangun model berjumlah 50 titik, dengan keterwakilan 5 titik pada tiap kelas tipe KT. Sedangkan untuk data pendugaan KT di lahan PJL dan lahan non PJL dilakukan dengan pengambilan titik GCP dan foto hemiphot menggunakan metode sensus pada seluruh lahan. Jumlah titik sampel untuk pendugaan KT berjumlah 90 titik, yaitu 32 titik pada KTH Karya Muda II Ciomas, 33 titik pada KTH Alam Lestari Mandalawangi, dan 25 titik pada KTH Cibunar Padarincang. Ukuran petak ukur di lapangan dengan menggunakan citra resolusi 30 meter x 30 meter adalah dengan ukuran 50 x 50 meter (Huang et al. 2006). Teknik Pengumpulan Data Citra Landsat Citra landsat 7 ETM+ tahun 2000 (akusisi 14 April 2000), Citra landsat 7 ETM+ tahun 2005 (akusisi 6 November 2005) dan Citra landsat 8 Land Imager Operasional (OLI) dan TIRS (Thermal Infrared Sensor) tahun 2013 diperoleh dengan cara mengunduh pada situs Earthexplorer.usgs.gov. Citra landsat tersebut diekstraksi dengan menggunakan Software FCD Mapper v.2 untuk mendapatkan peta FCD. Kerapatan Tegakan
Kerapatan tegakan menunjukan jumlah pohon yang ada dalam suatu luasan hutan. Satuan kerapatan tegakan adalah jumlah pohon per hektar. Data KT diperoleh dengan menghitung seluruh jumlah tegakan yang memiliki diameter 15 cm pada petak ukur. Diameter 15 cm didasarkan atas lahan yang mendapatkan pembayaran jasa lingkungan harus memenuhi persyaratan mempunyai diameter batang 15 cm (FKDC 2013). Basal Area Data luas bidang dasar tegakan (basal area) diperoleh dengan mengukur keliling pohon setinggi dada dengan menggunakan pita ukur 50 m. Menurut Philip (1994) diacu dalam Kurniawan (2004), luas bidang dasar pohon adalah luas area lingkaran batang pohon yang diukur pada ketinggian setinggi dada. Data keliling dikonversi ke diameter (d =m), dan kemudian data (basal area) tiap plot dirataratakan dan dijadikan m2/hektar. Menurut Hardjosoediro (1974) kerapatan tegakan pohon dapat diketahui melalui besarnya basal area.
8
Hemiview Photograph (Foto Hemiphot) Foto hemiphot diambil dengan menggunakan kamera DSLR dengan lensa fisheye, kemudian gambar diolah dengan menggunakan software HemiView Canopy Analysis Software v2 untuk memperoleh nilai LAI. Pengambilan foto hemiphot dilakukan di titik tengah plot dengan arah kamera menghadap kearah atas pada tripod dengan ketinggian ± 1.5 m untuk menghindari semak yang menghalangi pandangan dan monitor kamera menghadap kearah utara kompas (Djumhaer 2003). Menurut Rich et al (1999) kamera harus dinaikkan atau diturunkan dengan tinggi yang tepat. Dalam kasus kamera sangat dekat dengan tanah, dimungkinkan untuk berjongkok atau bahkan berbaring untuk keluar dari bidang pandang lensa. Menurut Rich (1990) ketika hemiphot diambil dari dalam kanopi tanaman menengadah ke atas, foto hemiphot akan mencatat koordinat sudut semua hasil kanopi, seperti yang terlihat dari posisi dari mana foto itu diambil. Kemudian kamera diposisikan dengan benar dan diratakan sebelum foto itu diambil. Posisi yang tepat meliputi lokasi yang horizontal dan memiliki bidang rata, sedangkan orientasi kamera mengacu pada rotasi kamera relatif terhadap utara, hal ini disesuaikan agar utara magnetik terletak langsung menuju bagian atas gambar (Rich 1990). Ground Chek Point (GCP) GCP diperoleh dengan melakukan marking pada GPS dan pengambilan gambar searah empat mata angin pada setiap titik petak ukur yang telah direncanakan (Gambar 2). Pengambilan gambar searah empat mata angin digunakan untuk identifikasi lokasi.
Gambar 2 Petak Ukur
Pengolahan Data Perhitungan Leaf Area Index Hemispherical photograph atau hemiphot merupakan alat yang digunakan untuk menghitung LAI dengan memotret bukaan tajuk melalui kamera fisheye (Setiawan 2006). Perhitungan LAI dengan hemiphot menggunakan metode ambang batas (threshold method) dengan menggunakan HemiView Canopy
9
Analysis Software v2, yang ditentukan oleh pengguna sendiri secara manual. Taraf nilai ambang batas dapat dinaikan atau diturunkan sampai ditemukan kococokan antara gambar hasil klasifikasi dengan gambar asli sehingga didapat batas yang jelas antara bagian yang tertutup kanopi dengan bagian yang terbuka. Untuk mengurangi subyektifitas metode ini maka diperlukan kualitas gambar yang sangat baik dan memiliki batas yang sangat jelas antara bagian tertutup kanopi dan bagian yang terbuka (Rich et al. 1999). Besarnya nilai LAI adalah setengah dari luas total penutupan daun per unit penutupan permukaan dasar (Rich et al. 1999). Pembuatan Peta Forest Canopy Density Peta FCD untuk membangun model, diperoleh dengan mengekstraksi data citra landsat 8 menggunakan software FCD Mapper v.2. FCD model merupakan kombinasi dari index vegetasi, tanah, bayangan hutan dan suhu. Pendugaan model KT dengan FCD, menggunakan citra landsat 2013 yang telah di kalibrasi radiometris (rescale) dari 16 bit menjadi 8 bit. Kalibrasi radiometris menunjukkan berapa banyak bit yang digunakan dalam satu pixel. Citra landsat 2013 yang telah dikalibrasi radiometris dan citra landsat tahun 2005 kemudian dinormalisasikan terhadap citra landsat tahun 2000 sebanyak 100 titik badan air dan pemukiman pada setiap band citra. Normalisasi citra dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Image 9.1. Persamaan yang digunakan dalam normalisasi citra dapat dilihat pada Tabel 2.
Band B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7
Tabel 2 Persamaan normalisasi citra Persamaan citra landsat tahun Persamaan citra landsat tahun 2000-2005 2000-2013 y = 1.3798x – 61.586 y = 2.1825x – 3.1424 y = 1.2427x – 36.903 y = 2.6500x – 28.636 y = 1.1621x – 29.567 y = 1.6533x + 6.7067 y = 0.9869x – 5.9496 y = 1.2463x – 1.6164 y = 0.9511x – 3.1016 y = 2.3666x – 28.343 y = 0.5281x + 62.076 y = 0.8604x – 51.308 y = 0.9863x – 4.2639 y = 2.0542x – 30.406
Keterangan: Y = Citra landsat yang akan dinormalisasikan, X = Citra landsat tahun 2000
Citra landsat tahun 2000, 2005 dan 2013 yang telah dinormalisasi, dianalisis dengan software FCD Mapper v.2 sehingga menghasilkan peta kelas kerapatan kanopi (FCD). Klasifikasi FCD memiliki rentang nilai 0-100 yang menunjukan presentase kerapatan kanopi (JOFCA 2003). Proses pembuatan FCD, diadopsi dari Rikimaru (2002) Gambar 3. Analisis Regresi Linear Menurut Sembiring (1995), model regresi adalah model yang memberikan gambaran mengenai hubungan antara variabel bebas X dengan variabel terikat Y yang dipengeruhi oleh beberapa parameter regresi yang belum diketahui nilainya. Analisis data dilakukan dengan melakukan regresi antara variabel bebas FCD, LAI dan basal area dengan variabel tidak bebas KT. Analisis regresi linier
10
sederhana dalam penelitian ini menggunakan IBM SPSS Statistics 21, dengan model regresi: Y= α + βX Keterangan: Y = variabel terikat, X = variabel bebas, α dan β = konstanta Regresi juga dilakukan dengan menggunakan software Minitab 16 untuk melihat data observasi lapangan dengan standar residual besar (unusual observation). Data dengan nilai residual yang tinggi merupakan data pencilan (Sungkawa 2009). Data tersebut kemudian dikeluarkan agar memenuhi kenormalan, kemudian dilakukan analisis regresi kembali dengan menggunakan IBM SPSS Statistics 21. Hasil uji statistik dinyatakan dengan, koefisien determinan (R2) dan koefisien korelasi (r).
Gambar 3 Diagram alir pembuatan peta Forest Canopy Density Koefisien determinasi menunjukan seberapa besar variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan linier antara variabel bebas dan terikat. Jika nilai koefisien korelasi mendekati satu (r =1), artinya hubungan antara dua variabel itu kuat (Lu et al. 2002).
11
Validasi Model Validasi model pendugaan dilakukan dengan pendekatan ketepatan dari masing-masing model pendugaan. Dilakukan pemisahan 30% data untuk validasi dan 70% data sisanya untuk membangun model regresi (Wibowo et al. 2010). Ketepatan model ditunjukan dengan nilai A, dimana semakin kecil presentase nilai A maka model pendugaan semakin tepat (Muhammad 2014).
Keterangan: A = ketepatan, ȳ = nilai rata-rata dugaan,
= nilai rata-rata aktual
Uji Asumsi Klasik Model regresi dikatakan baik apabila telah terbebas dari masalah normalitas, autokorelasi dan heterokedasitas. Terdapat empat asumsi klasik yang harus terpenuhi yaitu uji normalitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas (Rosadi 2011). Uji multikolinearitas tidak dilakukan pada model regresi linear sederhana. Uji asumsi klasik dianalisis menggunakan software IBM SPSS Statistics 21. Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah residu dari persamaan regresi berdistribusi normal atau tidak (Ghozali 2009). Uji normalitas menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov (K-S). Data dikatakan terdistribusi normal bila nilai Asymp. Sig. (2–tailed) ≥ 0.05. Nilai Asymp. Sig. (2–tailed) diperoleh dari hasil uji statistik (K-S) menggunakan software IBM SPSS Statistics 21 yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Uji Heterokedasitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya ketidaksamaan varian dan residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Penelitian ini menggunakakan Uji Korelasi Pearson dengan hipotesis: Jika nilai Sig < 0.05 terjadi Heterokedastitas. Jika nilai Sig > 0.05 tidak terjadi Heterokedastitas. Nilai Sig diperoleh dari hasil Uji Korelasi Pearson menggunakan software IBM SPSS Statistics 21 yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Uji Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada suatu pengamatan terhadap pengamatan lainnya. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi atau bebas autokorelasi. Pada penelitian ini menggunakan Uji Durbin–Watson (DW test) dengan hipotesis: Jika d < dl, berarti terdapat autokorelasi positif. Jika d > (4 – dl), berarti terdapat autokorelasi negatif. Jika du < d < (4 – dl), berarti tidak terdapat autokorelasi. Jika dl < d < du atau (4 – du), berarti tidak dapat disimpulkan. Nilai d diperoleh dari hasil Uji Durbin–Watson menggunakan software IBM SPSS Statistics 21 yang dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan du dan dl diperoleh dari tabel Durbin–Watson.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hubungan Kerapatan Tegakan dengan Forest Canopy Density Titik GCP yang terkumpulkan dilapangan untuk membangun model pendugaan KT dengan FCD terdapat 50 titik sampel. Berdasarkan hasil analisis menggunakan software Minitab 16, tedapat 1 titik sampel yang merupakan pencilan, sehingga hanya digunakan 49 titik sampel yang dibagi menjadi dua, 34 titik sampel digunakan untuk membangun model dan 15 titik sampel untuk validasi model. Identifikasi hubungan KT dengan FCD di DAS Cidanau dilakukan untuk untuk menduga KT di lapangan secara tidak langsung dengan membuat model regresi antara peubah bebas FCD terhadap peubah terikat KT. Nilai peubah bebas FCD diperoleh dari hasil analisis persentase kerapatan kanopi menggunakan software FCD Mapper v.2 dalam bentuk peta kerapatan kanopi yang disajikan pada Gambar 6, 7 dan 8. Hasil regresi KT dengan FCD didapatkan model pendugaan yaitu KT=(0.865FCD)+186.004. Model pendugaan tersebut memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 2.10% dan koefisien korelasi (r) sebesar 0.146. Hasil regresi dapat dilihat pada Gambar 4 dan peta pendugaan kerapatan tegakan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4 Grafik hubungan antara kerapatan tegakan dengan Forest Canopy Density Koefisien determinasi sebesar 2.10% menunjukan bahwa variabel bebas FCD memiliki pengaruh sebesar 2.10% terhadap terikat KT dan dipengaruhi 97.9% oleh faktor-faktor lain diluar variabel FCD. Hubungan KT dengan FCD dikategorikan lemah karena nilai koefisien korelasi tidak mendekati 1. Menurut
13
Lu et al. (2002), hubungan antara dua variabel dikatakan kuat jika memiliki nilai koefisien mendekati satu (r =1). Model pendugaan dengan menggunakan persentase kerapatan kanopi hutan (FCD), belum dapat digunakan untuk menduga KT di lahan PJL DAS Cidanau karena memiliki koefisien determinasi dan korelasi yang lemah. Kurangnya pengaruh dan hubungan antara KT dengan FCD setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, adanya pengaruh keadaan topografi DAS Cidanau yang curam. Menurut FKDC (2013), secara umum keadaan topografi DAS Cidanau berbentuk seperti cawan terbuka, dimana bagian tengahnya terhampar dataran yang dikelilingi oleh bukit-bukit curam. Kedua yaitu adanya variasi bukaan kanopi dari setiap tegakan tanaman. Variasi bukaan kanopi juga dikemukakan oleh Prasetyo (2014).
Gambar 5 Peta pendugaan kerapatan tegakan di DAS Cidanau dengan Forest Canopy Density Menurut Carolyn et al. (2013) peta FCD hanya menampilkan persentase kerapatan kanopi, tetapi tidak dapat menampilkan perbedaan kondisi tegakan di lapangan. Ketiga yaitu adanya dugaan kesenjangan dalam penggunaan Landsat 8 OLI dan TIRS dalam membangun model. FCD mapper digunakan untuk menganalisis karakteristik pemantulan pada band 1-7 Landsat TM, namun dalam penelitian ini pembuatan model menggunakan band 2,3,4,5,6,7, dan 10 Landsat 8 OLI dan TIRS. Menurut Tohir (2013), kurangnya pengaruh antara FCD dengan KT dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah jarak antara tegakan yang tidak seragam, jenis tegakan yang berbeda dan umur tegakan yang tidak seragam.
14 14
Gambar 6 Peta Forest Canopy Density tahun 2000
15
Gambar 7 Peta Forest Canopy Density tahun 2005
16
16
Gambar 8 Peta Forest Canopy Density tahun 2013
17 Identifikasi Hubungan Kerapatan Tegakan dengan Leaf Area Index Leaf Area Index merupakan presentasi dari penutupan kanopi yang menutupi areal yang berada di bawah penutupan tajuk yang di proyeksikan secara vertikal dengan bidang tepat di bawah penutupan tajuk (Djumaher 2003). Sedangkan Running et al. (1998) mendefinisikan LAI nisbah antara luas daun dengan luas lahan tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap permukaan tajuk. LAI didapatkan dari hasil analisis hemiphot dengan menggunakan HemiView Canopy Analysis Software. Hasil foto hemiphot dapat digunakan untuk menghitung karakteristik tajuk seperti indeks luas daun (Djumhaer 2003). Nilai LAI memiliki satuan desimal (Tohir 2013). Titik GCP yang terkumpulkan dilapangan untuk membangun model pendugaan KT terhadap LAI terdapat 50 titik sampel. Berdasarkan hasil analisis menggunakan software Minitab 16, tedapat 16 titik yang merupakan pencilan, sehingga hanya digunakan 34 titik yang dibagi menjadi dua, 24 titik digunakan untuk membangun model dan 10 titik untuk validasi model. Identifikasi hubungan KT dengan LAI di DAS Cidanau dilakukan untuk menduga KT di lapangan dengan membuat model regresi antara peubah bebas LAI terhadap peubah terikat KT. Dari hasil regresi KT dengan LAI didapatkan model pendugaan KT=(122.025LAI)+77.706. Hasil regresi KT dengan LAI dapat dilihat pada Gambar 9. Model pendugaan tersebut memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 64.60% dan koefisien korelasi (r) sebesar 0.804. Koefisien determinasi sebesar 64.60% menunjukan bahwa variabel bebas LAI memiliki pengaruh sebesar 64.60% terhadap terikat KT. Hubungan KT dengan FCD dikategorikan kuat karena memiliki nilai koefisien korelasi mendekati 1. Sehingga model pendugaan KT dengan LAI dapat digunakan dengan baik untuk menduga KT pada lahan PJL di DAS Cidanau.
Gambar 9 Grafik hubungan antara kerapatan tegakan dengan Leaf Area Index
18 Identifikasi Hubungan Kerapatan Tegakan dengan Basal Area Basal area merupakan parameter yang menggambarkan kerapatan individu dalam suatu tegakan pada luasan tertantu. Luas bidang dasar suatu tegakan berkorelasi dengan kerapatan suatu tegakan (Brack 1999 diacu Kurniawan 2004). Satuan basal area adalah meter persegi per hektar (m2/ha) (Tohir 2013). Titik GCP yang terkumpulkan dilapangan untuk membangun model pendugaan KT terhadap basal area terdapat 50 titik sampel. Berdasarkan hasil analisis menggunakan software Minitab 16, tedapat 5 titik yang merupakan pencilan, sehingga hanya digunakan 45 titik yang dibagi menjadi dua, 32 titik digunakan untuk membangun model dan 13 titik untuk validasi model. Identifikasi hubungan KT dengan basal area di DAS Cidanau dilakukan untuk untuk menduga KT di lapangan dengan membuat model regresi antara peubah bebas basal area terhadap peubah terikat KT. Model regresi antara KT dengan basal area dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Grafik hubungan antara kerapatan tegakan dengan Basal Area Dari hasil regresi KT dengan basal area didapatkan model pendugaan KT=(29.762Basal area)+37.322. Model pendugaan tersebut memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 76.60% dan koefisien korelasi (r) sebesar 0.875. Koefisien determinasi sebesar 76.60% menunjukan bahwa variabel bebas basal area memiliki pengaruh sebesar 76.60% terhadap variabel terikat KT. Hubungan KT dengan basal area dikategorikan kuat karena memiliki nilai koefisien korelasi mendekati 1. Dengan demikian model pendugaan KT=(29.762Basal area)+37.322 dapat digunakan untuk menduga KT pada lahan PJL di DAS Cidanau. Hal yang sama juga telah dikemukakan oleh Hardjosoediro (1974), bahwa kerapatan pohon dapat diketahui melalui besarnya basal area.
19 Kondisi Kerapatan Kanopi Di Lahan Pembayaran Jasa Lingkungan Pemetaan FCD dilakukan untuk mengetahui kondisi kerapatan kanopi di lahan PJL KTH Alam Lestari Mandalawangi dan KTH Karya Muda II Ciomas. Klasifikasi FCD dilakukan terhadap tiga waktu berbeda yakni tahun 2000 (periode sebelum pelaksanaan PJL), tahun 2005 (periode dimulainya pelaksanaan PJL) dan tahun 2013 (periode setelah mengikuti PJL) yang disajiakan dalam Tabel 3. Tabel 3 Kondisi kerapatan kanopi di lahan Pembayaran Jasa Lingkungan Rata-rata Kerapatan Kerapatan Kerapatan Kelompok Tani Hutan kanopi kanopi kanopi Desa (KTH) (FCD) (FCD) (FCD) tahun tahun tahun 2000 2005 2013 Alam Lestari Cikumbuen Mandalawangi 58% 73% 75% Citaman Karya Muda II Ciomas 42% 69% 79% Carolyn et al. (2013) membagi 4 kelas kerapatan tajuk dengan kategori non hutan (kerapatan tajuk 0-10%), kerapatan rendah (11-30%), kerapatan sedang (3150%), dan kerapatan tinggi (51-100%). Hasil klasifikasi FCD pada lokasi penelitian menunjukan bahwa KTH Alam Lestari Mandalawangi masuk kedalam kategori kerapatan tinggi, sedangkan KTH Karya Muda II Ciomas masuk kedalam kategori kerapatan sedang sebelum adanya PJL. Saat PJL dimulai pada tahun 2005, kedua KTH memiliki persentase kerapatan yang tinggi yaitu 73% di KTH Alam Lestari Mandalawangi dan 69% di KTH Alam Lestari Mandalawangi. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua KTH melakukan penanaman di setiap lahan guna memenuhi persyaratan PJL. Dan persentase kerapatan kanopi di dua KTH semakin meningkat setelah periode PJL. Hal ini menunjukan bahwa tanaman yang mati atau ditebang, sudah tergantikan dengan tanaman baru yang ditanam oleh penyedia jasa di kedua KTH.
Implikasi Model Model pendugaan terbaik dalam menduga KT adalah dengan model pendugaan KT=(122.025LAI)+77.706, dengan koefisien determinasi 64.60% dan koefisien korelasi 0.804 (Tabel 4). Variabel LAI memiliki pengaruh dan hubungan yang kuat dengan KT. Berdasarkan hasil validasi model dengan pendekatan nilai ketepatan, model pendugaan KT dengan LAI memiliki nilai ketepatan yang tinggi (0.7) karena mendekati nilai satu. Hasil validasi model dapat dilihat pada Tabel 5. Ketepatan mendekati nilai satu menjelaskan bahwa model memiliki kesamaan atau kedekatan dengan angka atau data yang sebenarnya. Model pendugaan KT=(122.025LAI)+77.706 dapat digunakan sebagai metode baru yang mampu menduga jumlah tegakan per hektar pada lahan PJL di DAS Cidanau dengan lebih efisien.
20 Tabel 4 Model pendugaan kerapatan tegakan Variabel terikat (Y) Kerapatan Tegakan Kerapatan Tegakan Kerapatan Tegakan
Variabel bebas (X)
Model
Forest Canopy KT=(0.865FCD)+186.004 Density Leaf Area KT=(122.025LAI)+77.706 Index Basal area KT=(29.762Basal area)+37.322
r
(R²)
0.146
2.10%
0.804
64.60%
0.875
76.60%
Tabel 5 Hasil validasi model pendugaan kerapatan tegakan Variabel Variabel Model Ketepatan terikat (Y) bebas (X) Kerapatan FCD KT=(0.865FCD)+186.004 Tegakan 1.2 % Kerapatan LAI KT=(122.025LAI)+77.706 Tegakan 0.7 % Kerapatan Basal area KT=(29.762Basal area)+37.322 Tegakan 8.2 % Uji Asumsi Klasik Hasil uji asumsi klasik menunjukan bahwa ketiga model dapat dikatakan baik karena telah terbebas dari masalah normalitas, autokorelasi dan heterokedasitas (Tabel 6). Uji Normalitas menunjukan bahwa ketiga model memiliki distribusi residu normal. Uji Heterokedasitas menunjukan bahwa ketiga model memiliki kesamaan varian dan residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji Autokorelasi menunjukan bahwa ketiga model memiliki korelasi antara kesalahan pengganggu pada suatu pengamatan terhadap pengamatan lainnya. Tabel 6 Hasil uji asumsi klasik Uji Uji Model Normalit Heterokedasitas as (K-S) (Uji Pearson) 0.205 0.911 KT=(0.865FCD)+186.004 (Tidak terjadi (Normal) Heterokedastitas) 0.08 0.856 KT=(122.025LAI)+77.706 (Tidak terjadi (Normal) Heterokedastitas) 0.117 0.858 KT=(29.762Basal area)+37.322 (Tidak terjadi (Normal) Heterokedastitas)
Uji Autokorelasi (DW) 1.661 (Bebas autokol ) 1.463 (Bebas autokol ) 2.017 (Bebas autokol )
21
Dugaan Kerapatan Tegakan pada Lahan Pembayaran Jasa Lingkungan dan Non Pembayaran Jasa Lingkungan Tahap pemantauan dan evaluasi adalah kegiatan periode paska kontrak, dimana kegiatan dititikberatkan pada proses pemantauan dan evaluasi (Pasha et al. 2010). Menurut van Noordwijk et al. (2004), PJL menjembatani tujuan konservasi dan pengentasan kemiskinan, sehingga terdapat dua cara pemantauan dan evaluasi yang dapat dilakukan pada pelaksanaan PJL di DAS Cidanau, yaitu (1) pemantauan dan evaluasi kegiatan konservasi dan (2) pemantauan dan evaluasi tingkat kesejahteraan. Hayati et al. (2009) menyatakan bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan pada penyedia jasa setelah adanya PJL sebesar 2.01%, namun peningkatan tersebut masih menempatkan penyedia jasa dalam kategori kesenjangan tinggi. Pemantauan dan evaluasi kegiatan konservasi dapat dilakukan dengan pemantauan jumlah tegakan per lahan per hektar. Pemantauan jumlah tegakan, baik dilakukan dengan menggunakan model pendekatan KT=(122.025LAI)+77.706. Hasil dugaan KT dengan LAI pada lahan Pembayaran Jasa Lingkungan dan Non pembayaran Jasa Lingkungan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil dugaan Kerapatan Tegakan pada lahan Pembayaran Jasa Lingkungan dan Non Pembayaran Jasa Lingkungan Leaf Area Index Status PJL PJL Non PJL
Desa Cikumbuen Citaman Kadu Kempong
Min
Maks
1.674 1.456
5.317 3.173
1.026
2.938
KT (Ind/ha) Ratarata 2.458 2.286 2.037
Min
Maks
282 255
727 465
Ratarata 378 357
203
436
326
Hasil pendugaan menunjukan bahwa lahan PJL (KTH Karya Muda II Ciomas dan KTH Alam Lestari Mandalawangi) memiliki nilai kerapatan tegakan rata-rata yang lebih tinggi dari pada kerapatan tegakan rata-rata pada lahan non PJL (KTH Cibunar Padarincang). Pelaksaan PJL mampu mendorong KTH untuk melakukan konservasi tegakan. PJL di DAS Cidanau dikatakan cukup berhasil dalam efektifitas konservasi tegakan karena mampu mempertahankan dan menambah jumlah tegakan lebih baik dibandingan pada pada lahan Non PJL.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Model pendugaan kerapatan tegakan dengan forest canopy density di DAS Cidanau belum dapat digunakan untuk memantau kerapatan tegakan di lahan Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau dengan baik. Model pendugaan kerapatan tegakan dengan leaf area index dan basal area dapat digunakan dengan baik untuk menduga kerapatan tegakan pada lahan Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau. Model tebaik dengan
22
2.
3.
ketepatan yang tinggi yaitu model pendugaan kerapatan tegakan dengan leaf area index. Kondisi kerapatan kanopi periode sebelum pelaksanaan Pembayaran Jasa Lingkungan KTH Karya Muda II Ciomas dan KTH Alam Lestari Mandalawangi masuk kedalam kategori kerapatan sedang dan tinggi. Saat Pembayaran Jasa Lingkungan dimulai pada tahun 2005, KTH Karya Muda II Ciomas dan KTH Alam Lestari Mandalawangi memiliki persentase kerapatan yang tinggi. Persentase kerapatan kanopi di dua KTH semakin meningkat setelah periode Pembayaran Jasa Lingkungan. Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan Pembayaran Jasa Lingkungan mampu untuk mendorong masyarakat untuk melakukan konservasi tegakan dilahannya. Terdapat lahan yang lebih dan kurang dari 500 (lima ratus) batang per hektar di lahan Pembayaran Jasa Lingkungan, tetapi lahan Pembayaran Jasa Lingkungan memiliki nilai kerapatan tegakan rata-rata yang lebih tinggi dari pada kerapatan tegakan rata-rata pada lahan Non PJL.
Saran 1. 2. 3. 4.
Perlu dilakukan koreksi topografi (topographic correction) pada citra landsat sebelum melakukan analisis menggunakan software FCD mapper. Perlu dilakukan pengaplikasian model pendugaan kerapatan tegakan dengan leaf area index pada lahan Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau. Perlu kajian mengenai penggunaan Landsat 8 OLI dan TIRS dalam penggunaan software FCD mapper. Perlu kajian-kajian lain terkait model pendugaan kerapatan tegakan dengan Remote Sensing.
DAFTAR PUSTAKA [FKDC] Forum Komunikasi DAS Cidanau Provinsi Banten. 2013. Menuju Pengelolaan Terpadu DAS Cidanau. Serang (ID): FKDC. [JOFCA] Japan Overseas Forestry Consultants Association . 2003. FCD-Mapper Ver. 2. User Guide. Yokohama (JP): International Tropical Timber Organisationand Japan Overseas Forestry Consultants Association. [RUPES] Rewards For Use Of And Shared Invesment In Pro-Poor Environmental Service). 2005. Gagas Kebijakan Konsep Jasa Lingkungan dan Pembayaran Jasa Lingkungan di Indonesia. Bogor (ID): World Agroforestry Center ICRAF Southeast Asia Regional Office. Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Carolyn RD, Baskoro DPT, Prasetyo LB. 2013. Analisis degradasi untuk penyusunan arahan strategi pengendaliannya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat. Globe. 15(1): 39-47.
23
Chen JM, and TA Black. 1992. Defining leaf area index for non-flat leaves. Plant, Cell and Environment. 15:421-429. Djumaher M. 2003. Pendugaan leaf area index dan basal area menggunakan landsat 7 ETM+ [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fahrizal A. 2009. Analisis nilai ekonomi lahan sebagai informasi bagi upaya peningkatan nilai pembayaran jasa lingkungan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ghozali I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi ke4. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Hardjosoediro S. 1974. Kelas Hutan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Hayati GG, Sariyoga S. 2009. Analisis Dampak Pembayaran Jasa Lingkungan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Dan Perkembangan Komoditi Agribisnis. Serang (ID): Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Huang D, Yang W, Tan B, Rautiainen M. Zhang P. 2006. The importance of measurement errors for deriving accurate reference leaf area index maps for validation of moderateoresolution satellite LAI products. J. IEEE Transactions On Geoscience and Remote Sensing. 44:1866-1871. Kurniawan A. 2004. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dalam pendugaan basal area dan kerapatan tegakan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lang ARG. 1991. Application of some of cauchy’s theorems to estimation of surface areas of leaves, needles and branches of plants, and light transmittance. Agric. For. Meteorol. 55:191-212. Leimona B, Munawir, Ahmad NR. 2011. Gagasan Kebijakan Konsep Jasa Lingkungan dan Pembayaran Jasa Lingkungan di Indonesia. Bogor: RUPES-ICRAF. Lu D, Mausel P, Brondizio E, Moran E. 2002. Aboveground Biomass Estimation of Successional and Mature Forests Using TM Images in the Amazon Basin. USA (US): Center for the study of instutions, population and environmental change (CIPEC), Indiana University. Muhammad A. 2014. Pemetaan perubahan forest canopy density di KPH Kuningan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nugroho S, Surati IN, Saleh MB, Wijanarto AB. 2011. Kajian metode deteksi degradasi hutan menggunakan citra satelit landsat di hutan lahan kering taman nasional halimun salak. Jurnal Teknosains. 1(1):1-69. Prasetyo R. 2014. Karakteristik habitat bokkoi di areal IUPHHKHA PT Salaki Summa Sejahtera Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatra Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rich PM, Wood J, Vieglais DA, Burek K, Webb N. 1999. Hemiview User Manual. United of Kingdom: Delta-T Devices LTD. Rich PM. 1990. Characterizing plant canopies with hemispherical photographs. Remote Sensing Reviews 5:13-29. Rikimaru A. 2003. Concept of FCD Mapping Model and Semi-Expert System. Japan (JP): Overseas Forestry Consultants Association. Rosadi D. 2011. Analisis Ekonometrika & Runtun Waktu Terapan dengan R. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
24
Running SW, Nemani RR, Peterson DL, Band LE, Potts DE. 1989. Mapping regional forest evapotranspiration and photosynthesis by Coupling satellite Data with ecosystem simulation. Ecology. 70:1090-1101. Sembiring RK. 1995. Analisis Regresi. Bandung (ID): ITB. Setiawan R. 2006. Metode neraca energi untuk perhitungan Leaf Area Index (LAI) di lahan bervegetasi menggunakan data citra satelit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sungkawa I. 2009. Pendekteksian pencilan (outlier) dan residual pada regresi linear. Informatika Pertanian. 18(2):95-105. Tohir NR. 2013. Pemetaan perubahan kerapatan kanopi hutan di Hutan Rakyat Kabupaten Kuningan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. van Noordwijk M, Chandler F, Tomich TP. 2004. An introduction to the conceptual basis of RUPES. ICRAF-SEA. Bogor: Indonesia. Wibowo A, Ratnasari D, Sukojo BM, Harianto T, Djajadih YS. 2010. Ekstraksi kandungan air kanopi daun tanaman padi dengan data hyperspectral. Geomatika. 1(16): 21-31. Wunder S. 2007. The efficiency of payments for environmental services in Tropical Conservation. Conservation Biology. 21(1):48-58.
25
Lampiran 1 Struktur kepengurusan Forum Komunikasi DAS Cidanau SUSUNAN PENGURUS FORUM KOMUNIKASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIDANAU PROVINSI BANTEN Pelindung
Pengarah
: 1. 2. 3. 4. : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ketua Pelaksana Harian Wakil Ketua
Gubernur Banten; Bupati Pandeglang; Bupati Serang; Walikota Cilegon; Sekretaris Daerah Provinsi Banten; Sekretaris Daerah Kbupaten Pandeglang; Sekretaris Daerah Kabupaten Serang; Sekretaris Kota Cilegon; Prof. Dr. Herman Haeruman Js. MF; Drs. H. Aman Sukarso. MSi;
Sekretaris Jendral
: : 1. 2. :
Kepala Bapedal Banten; Kepala Bapeda Banten; Kepala Dishutbun Banten; Direktur Eksekutif Lambaga Swadaya Masyarakat Rekonvasi Bhumi;
Koordinator Jasa Lingkungan
:
Pengembangan Kemitraan
:
RHL dan Kelembagaan
:
Perlindungan Hutan
:
Perencanaan dan Pemantauan
:
Kabidhut Dinas Pertanian Serang; Direktur Operasi PT. Krakatau Tirta Industri; Balai Pengelolaan (BP) DAS Citarum-Ciliwung; Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sub Seksi Wilayah III Banten; Bapedda Kabupaten Serang.
PELAKSANA TUGAS GUBERNUR BANTEN, Ttd
RATU ATUT CHOSIYAH
26
Lampiran 2 Hasil uji asumsi klasik dengan software IBM SPSS Statistics 21 Model pendugaan kerapatan tegakan dengan Forest Canopy Density Model Summaryb Model R
R Square
Adjusted R Square
1 0.146a 0.021 a. Predictors: (Constant), FCD b. Dependent Variable: KT
-0.009
Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 186.004 45.027 1 0.865 1.035 FCD a. Dependent Variable: KT
Standardized Coefficients Beta 0.146
Std. Error of the Estimate 117.49976
t
Sig.
4.131 0.835
0.000 0.410
Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Mean a,b
Normal Parameters
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Std. Deviation Absolute Positive Negative
Unstandardized Residual 34 0.0000000 115.70576859 0.096 0.089 -0.096 0.561 0.911
27
Lampiran 2 Hasil uji asumsi klasik dengan software IBM SPSS Statistics 21 (lanjutan) Uji Heterokedasitas Pearson Correlations FCD 1
RES_2 -0.223
Pearson Correlation
34 -0.223
0.205 34 1
Sig. (2-tailed) N
0.205 34
34
Pearson Correlation FCD
RES_2
Sig. (2-tailed) N
Uji Autokorelasi Model Summaryb Model Change Statistics R Square F Change Change 1 0.021a 0.698 a. Predictors: (Constant), FCD b. Dependent Variable: KT
df1
df2
1
32
DurbinWatson
Sig. F Change 0.410
1.661
Model pendugaan kerapatan tegakan dengan Leaf Area Index Model Summaryb Model R
R Square
Adjusted R Square
1 0.804a 0.646 a. Predictors: (Constant), LAI b. Dependent Variable: KT Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 77.706 26.703 1 LAI 122.025 19.251 a. Dependent Variable: KT
0.630
Standardized Coefficients Beta 0.804
Std. Error of the Estimate 60.16328
t
Sig.
2.910 6.339
0.008 0.000
28
Lampiran 2 Hasil uji asumsi klasik dengan software IBM SPSS Statistics 21 (lanjutan) Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual 24 0.0000000 58.84084506
N a,b
Normal Parameters
Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
0.124 0.124 -0.091 0.606 0.856
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Uji Heterokedasitas Pearsaon Correlations LAI 1
RES_2 -0.364
Pearson Correlation
24 -0.364
0.080 24 1
Sig. (2-tailed) N
0.080 24
24
Pearson Correlation LAI
RES_2
Sig. (2-tailed) N
Uji Autokorelasi Model Summaryb Model Change Statistics R Square F Change Change 1 0.646a 40.177 a. Predictors: (Constant), LAI b. Dependent Variable: KT
DurbinWatson df1
df2
1
22
Sig. F Change 0.000
1.463
29
Lampiran 2 Hasil uji asumsi klasik dengan software IBM SPSS Statistics 21 (lanjutan) Model pendugaan kerapatan tegakan dengan Basal area Model Summaryb Model R
R Square
Adjusted R Square
1 0.875a 0.766 a. Predictors: (Constant), Basal area b. Dependent Variable: KT
Coefficientsa Model
0.758
Unstandardized Coefficients B Std. Error 37.322 20.405 29.762 3.005
(Constant) 1 Basal area a. Dependent Variable: KT
Standardized Coefficients Beta 0.875
Std. Error of the Estimate 59.47289
t
Sig.
1.829 9.903
0.077 0.000
Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Mean Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Std. Deviation Absolute Positive Negative
Unstandardized Residual 32 0.0000000 58.50578530 0.117 0.097 -0.117 0.663 0.771
30
Lampiran 2 Hasil uji asumsi klasik dengan software IBM SPSS Statistics 21 (lanjutan) Uji Heterokedasitas Pearson Correlations Basal area 1
RES_2 0.283
Pearson Correlation
32 0.283
0.117 32 1
Sig. (2-tailed) N
0.117 32
32
Pearson Correlation Basal area
RES_2
Sig. (2-tailed) N
Uji Autokorelasi Model Summaryb Model Change Statistics R Square F Change df1 Change 1 0.766a 98.069 1 a. Predictors: (Constant), Basal area b. Dependent Variable: KT
DurbinWatson df2 30
Sig. F Change 0.000
2.017
31
Lampiran 3 Validasi model Validasi model pendugaan kerapatan tegakan dengan Forest Canopy Density No
No. Petak
1 12 2 10 2 3 31 4 51 5 61 6 64 7 74 8 81 9 94 10 9 5 11 C 12 D 13 F 14 G 15 K Rata-rata Ketepatan
Aktual
Dugaan
FCD
Kerapatan Tegakan (N/ha)
Kerapatan Tegakan (N/ha)
0 45 41 0 49 0 35 52 42 0 34 62 42 0 61
40 256 0 264 416 64 284 224 420 124 236 220 220 100 284 210
186.004 224.929 221.469 186.004 228.389 186.004 216.279 230.984 222.334 186.004 215.414 239.634 222.334 186.004 238.769 212.703 1.2
Validasi model pendugaan kerapatan tegakan dengan Leaf Area Index No
No. Petak
1 10 3 2 51 3 64 4 81 5 93 6 D 7 K 8 L 9 M 10 O Rata-rata Ketepatan
Aktual LAI 2.02 0.76 0.17 1.03 2.12 0.89 2.19 1.91 0.91 0.32
Dugaan
Kerapatan Tegakan (N/ha) 396 264 64 224 292 220 284 260 164 96 226
Kerapatan Tegakan (N/ha) 324.488 170.282 98.919 203.09 336.59 186.17 345.05 311.36 188.31 116.55 228.08 0.7
32
Lampiran 3 Validasi model (lanjutan) Validasi model pendugaan kerapatan tegakan dengan basal area No. No Petak 1 11 2 51 3 52 4 61 5 63 6 64 7 71 8 82 9 85 10 9 5 11 C 12 F 13 J Rata-rata Ketepatan
Basal area (x) 1,84 8,92 6,67 8,14 6,79 2,43 7,25 3,37 11,44 7,04 6,06 3,04 0,89
Aktual Kerapatan Tegakan (N/ha) (y) 56 264 348 416 200 64 384 260 240 124 236 220 112 224
Dugaan Kerapatan Tegakan (N/ha) 92.212 302.869 235.724 279.532 239.518 109.670 253.203 137.687 377.755 246.862 217.551 127.894 63.847 206.487 8.2
33
Lampiran 4 Hemiview photograph
Leaf Area Index 0.090
Leaf Area Index 1.046
Leaf Area Index 2.913
34
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1992. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Wahyudi dan Ibu Yuliani. Pendidikan formal ditempuh penulis yaitu Pendidikan TK Ar-Rahman Bekasi lulus tahun 1998, SDN 03 Pagi Pondok Ranggon lulus tahun 2004, SMP S Nasional 1 Bekasi lulus tahun 2007, SMA S Nasional 1 Bekasi lulus tahun 2010 dan pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, Himpunan Profesi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) hingga sekarang. Penulis pernah menjadi Bendahara II Himakova periode 20112012 dan Bendahara I Himakova periode 2012-2013. Prestasi yang penulis dapatkan dalam masa studi diantaranya mendapatkan Beasiswa Prestasi Akademik (PPA) IPB dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Pendidikan Konservasi dan mata kuliah Rekreasi Alam dan Ekowisata. Praktek lapang profesi yang telah dilakukan penulis diantaranya Group Project di Kampus IPB Darmaga, Eksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di CA Sukawayana dan Tangkuban Perahu pada tahun 2012, Studi Konservasi lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh tahun 2012 dan di Taman Nasional Manusela tahun 2013, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Pangandaran dan Suaka Margasatwa Gunung Sawal tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi tahun 2013, dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di CA Rawa Danau, Banten tahun 2014. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Model Pemantauan Pembayaran Jasa Lingkungan Di DAS Cidanau Dengan Pendekatan Kerapatan Tegakan” dibawah bimbingan Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Bapak Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF.