MODAL SOSIAL, DUKUNGAN SOSIAL, DAN KETAHANAN SOSIAL KELUARGA DI DAERAH PEMUKIMAN MARJINAL KOTA BOGOR
RIDHA VIVIANTI SAM ACHMAD
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marjinal Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014
Ridha Vivianti Sam Achmad NIM I24100010
ABSTRAK RIDHA VIVIANTI SAM ACHMAD. Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan Ketahanan Sosial Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI. Modal sosial dan dukungan sosial menjadi penting dalam pemberdayaan keluarga marginal. Beberapa peneliti menyatakan bahwa modal sosial dan dukungan sosial berperan penting dalam meningkatkan ketahanan sosial keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal Kota Bogor. Disain penelitian ini adalah cross sectional dengan lokasi penelitian di Kelurahan Paledang dan Kelurahan Babakan Pasar, Kota Bogor. Contoh dalam penelitian ini adalah 126 keluarga lengkap dengan teknik simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan antara modal sosial (solidaritas), dukungan sosial (dukungan keluarga, dukungan tetangga, dan dukungan pemerintah), dan lama pendidikan suami-istri dengan ketahanan sosial keluarga. Faktor yang mempengaruhi ketahanan sosial keluarga adalah modal sosial, dukungan sosial (dukungan sosial, keluarga luas, dukungan sosial pemerintah), umur istri, dan lama pendidikan istri. Kata Kunci: modal sosial, dukungan sosial, ketahanan sosial keluarga
ABSTRACT RIDHA VIVIANTI SAM ACHMAD. Social Capital, Social Support, and Family Social Strength in areas marginal Bogor city. Supervised by EUIS SUNARTI. The importance of social capital and social support in marginal family empowerment. Some researchers stated that social capital and social support has significant role in increasing family social strength. The aims of this study was to analyze the influence of social capital and social support toward family social strength in areas marginal Bogor city. The design of this study was a cross sectional and the research location were in Paledang and Babakan Pasar village in Bogor City. The sample of this study was 126 intact family and selected by random sampling. The result showed a positive significant relationship between social capital (solidarity), social support (family support, neighbors support, and government support), and the education of husband and wife with family social strength. Factor that affect of social strength is social capital, social support (extended family support, government support), wife’s age, and the education of husband and wife. Keywords : social capital, social support, family social strength
MODAL SOSIAL, DUKUNGAN SOSIAL, DAN KETAHANAN SOSIAL KELUARGA DI DAERAH PEMUKIMAN MARJINAL KOTA BOGOR
RIDHA VIVIANTI SAM ACHMAD
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Nama NIM
: Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan Ketahanan Sosial Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor : Ridha Vivianti Sam Achmad : I24100010
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir Euis Sunarti, M.Si Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M. Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Pengesahan:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan karunia rahmat, berkah, hidayah dan kesehatan dari-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan Ketahanan Sosial Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan program sarjana (S1) Jurusan Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan saran, masukan, serta arahan dalam proses penyusunan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 2. Alfiasari SP, M.Si dan Megawati Simanjuntak SP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberi arahan dan saran dalam proses penyusunan skripsi. 3. Seluruh dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan banyak ilmu dan pemahamannya kepada penulis. 4. Orang tua, kakak, dan saudara-saudara atas doa, dorongan dan semangat selama penulis menempuh dan menyelesaikan studi di IPB. 5. Teman-teman seperjuangan penulis dalam penelitian payung S1 (Dwifeny Ramadhany, Winny Faramuli, Nurul Fatwa, dan Zulfa Rahmawati) yang telah bekerja sama selama penyusunan dan penyelesaian skripsi 6. Teman-teman asal Makassar dan teman-teman IKK yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, karenanya penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Masukan, saran, dan arahan sangat penulis harapkan untuk menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juli 2014
Ridha Vivianti Sam Achmad
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
4
KERANGKA PIKIR
5
METODE PENELITIAN
7
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
7
Teknik pengambilan contoh
7
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
8
Pengolahan dan Analisis Data
9
Definisi Operasional
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Hasil
11
Pembahasan
24
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15
Variabel, skala, dan sumber kuisioner Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi karakteristik keluarga Sebaran contoh menurut jumlah asosiasi lokal yang diikuti Sebaran contoh menurut partisipasi anggota keluarga dalam asosiasi lokal Sebaran contoh menurut partisipasi anggota keluarga pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal Sebaran contoh menurut manfaat asosiasi lokal Sebaran contoh menurut kepercayaan masyarakat Sebaran contoh menurut solidaritas dan semangat kerja masyarakat Sebaran pencapaian menurut indikator dukungan sosial keluarga luas Sebaran pencapaian menurut indikator dukungan sosial tetangga Sebaran pencapaian menurut indikator dukungan sosial pemerintah Sebaran pencapaian menurut indikator ketahanan sosial keluarga Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial dengan ketahanan sosial keluarga Koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan modal sosial Koefisien regresi hasil ringkasan model pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial yang signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga
8 11 12 13 13 14 14 15 17 18 19 20 21 22 23
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka pikir karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman majinal Gambar 2 Cara pengambilan contoh
6
7
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga Lampiran 2 Pengaruh komponen modal sosial dan komponen dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga Lampiran 3 Pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga Lampiran 4 Pengaruh karakteristik keluarga, komponen modal sosial dan komponen dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga
30 30 30 31
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kepadatan penduduk merupakan salah satu masalah dalam pertumbuhan ekonomi. Kepadatan penduduk mempengaruhi jumlah penduduk miskin yang ada di negara Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2012) jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2012 mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen) dan sebagian besar berada pada Pulau Jawa dengan jumlah 15,82 juta orang. Jawa Barat adalah provinsi ketiga terpadat di Pulau Jawa dengan kepadatan penduduk yang mencapai angka 4.42 juta orang dan Kota Bogor merupakan kota dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Jawa Barat dengan angka mencapai lebih dari 50.000 keluarga. Kepadatan ini tidak merata di beberapa wilayah Kota Bogor sehingga menimbulkan kondisi yang kurang akomodatif dalam pembangunan ekonomi, pertahanan keamanan dan keadilan sosial (Prawirosentono 1994). Ketidakmerataan ini diiringi dengan arus urbanisasi yang juga terus meningkat. Masyarakat rural yang melakukan urbanisasi ke kota pada umumnya kurang memiliki keterampilan hidup sehingga banyak yang hanya menjadi pengangguran dan tergolong kategori miskin. Hal tersebut menjadi sebab munculnya kawasan pinggiran urban/pemukiman marjinal yang menjadi tempat pemukiman mereka. Pemukiman marjinal adalah pemukiman yang berada di sepanjang sungai dan bantaran sungai, stasiun kereta api, penghuninya merupakan pendatang, dan memimiliki bangunan permanen yang cukup baik (Yudhohusodo dalam Poedjioetami 2005). Penelitian lain juga menambahkan bahwa pemukiman marjinal adalah zona perumahan yang sewanya murah, karena kondisi tanah yang paling tidak menguntungkan dari motivasi ekonomi, misalnya di pinggiran bantaran sungai; atau secara geografis wilayah-wilayah kota yang sering tergenang banjir di musim hujan dan yang tidak ditunjang fasilitas kota (Sulistyawati 2007). Kondisi pada pemukiman marjinal diduga kurang kondusif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan seluruh anggota keluarga yang meliputi kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), sosial, dan psikologis. Pemukiman marginal kurang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan optimal, karena minimnya upaya yang mendukung pencapaian ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga mengolah sumber daya dan menyelesaikan masalah guna mencapai kesejahteraan sosial keluarga, sedangkan kersejahteraan sosial keluarga adalah penghargaan (self esteem) dan dukungan sosial (Sunarti 2001). Komponen ketahanan keluarga terdiri dari ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis. Ketahanan fisik dan ketahanan psikologis dewasa ini telah mampu diukur dengan melihat sumber daya fisik keluarga serta kepuasan terhadap penanggulangan masalah fisik (Sunarti dan Fitriani 2010). Ketahanan sosial merupakan komponen yang saat ini masih sulit untuk ditingkatkan, sebab kemampuan keluarga relatif berubah atau tidak stabil dalam pemenuhan kebutuhan, pelaksanaan fungsi keluarga, pengolahan sumber daya, dan pengolahan masalah keluarga. Ketahanan sosial keluarga adalah kekuatan keluarga dalam penerapan nilai agama, pemeliharaan ikatan dan komitmen,
2
komunikasi efektif, pembagian peran dan penerimaan peran, penetapan tujuan, serta dorongan untuk maju yang akan menjadi kekuatan dalam menghadapi masalah keluarga (termasuk masalah perkawinan) dan memiliki hubungan sosial yang sehat (Sunarti 2001). Perhatian pada peningkatan ketahanan sosial keluaga menjadi penting untuk dimanfaatkan secara optimal dalam proses pembangunan di Indonesia demi mencapai kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, untuk mencapai kesejahteraan keluarga harus mampu mencapai ketahanan sosial terlebih dahulu. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan sosial keluarga diantaranya perbaikan lingkungan internal dan eksternal keluarga seperti modal sosial dan dukungan sosial (Sunarti dan Fitriani 2010). Alfiasari (2008) menyatakan bahwa keberadaan modal sosial berupa kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga miskin. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa modal sosial mampu menjembatani status individu yang berbeda-beda dan menyediakan akses ke arah kekuasaan serta dapat mendistribusikan sumber daya yang langka (Daniel 2011). Selanjutnya, ketahanan sosial keluarga mampu dicapai melalui peningkatan dukungan sosial. Dukungan sosial dapat bersumber dari keluarga, teman, tetangga, masyarakat luas, dan pemerintah. Terkait dengan hal tersebut, penting dilakukan kajian yang mengelaborasi modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marjinal. Perumusan Masalah Pengangguran menambah angka kemiskinan daerah perkotaan. Masalah kemiskinan merupakan salah satu permasalahan dalam proses pembangunan ekonomi. Hampir setiap negara mengalami permasalahan kemiskinan, baik negara maju maupun negara berkembang. Kemiskinan menyebabkan berbagai persoalan hidup yang harus dihadapi oleh individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan lingkungan yang prestatif. Hal ini sejalan dengan pandangan Sunarti (2001) bahwa keluarga berkaitan dengan banyak masalah sosial yang berkaitan dengan dampak peningkatan tingkat perceraian, dampak kekerasan, gerakan atau tuntutan hak memilih wanita, dan dampak industrialisasi. Masyarakat rural yang melakukan urbanisasi ke kota berhubungan dengan bertambahnya angka kemiskinan yang mendorong lahirnya kawasan terpinggirkan/marjinal. Masyarakat urban marjinal memiliki ciri-ciri interaksi sosial yang berbeda dengan masyarakat rural. Menurut Soekanto (1987) interaksi sosial masyarakat pedesaan rural ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. Masyarakat desa atau juga bisa disebut sebagai masyarakat tradisonal manakala dilihat dari aspek kulturnya. Masyarakat pedesaan lebih bisa bersosialisasi dengan orang orang di sekitarnya. Pola interaksi masyarakat desa adalah kebersamaan, sedangkan pola interaksi masyarakat urban marjinal adalah individual. Pola interaksi masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan,
3
sedangkan masyarakat urban marjinal lebih ke motif ekonomi, politik, pendidikan, dan kadang hierarki. Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan, sedangkan masyarakat urban marjinal terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat. Lemahnya interaksi sosial pada masyarakat urban marjinal menggambarkan lemahnya sistem nilai yang ada. Sistem nilai tersebut bersumber pada pola budaya yang terdiri atas sistem kepercayaan, sistem simbolik dan standar orientasi yang sama, yang memungkinkan hubungan sosial, interaksi sosial dan proses sosial berjalan lancar. Proses sosial yang telah diformat sedemikian rupa oleh sistem budaya dan sistem kepercayaan yang ada, menjadikan setiap orang mengerti bagaimana hubungan dengan orang lain. Setiap anggota masyarakat berusaha mengintregasikan diri dengan sistem nilai yang ada melalui proses sosialisasi dan institusionalisasi tersebut (Parson 1955). Permasalahan tersebut menjadi alasan untuk meningkatkan modal sosial masyarakat urban marjinal. Menurut Coleman (1988) modal sosial memiliki tiga pilar utama, yaitu kepercayaan, jaringan sosial, dan norma-norma sosial yang terjalin dalam sistem sosial. Modal sosial lemah oleh proses-proses yang merusak kekerabatan, seperti perceraian dan perpisahan, atau migrasi. Ketika keluarga meninggalkan jaringan-jaringan kekerabatan mereka yang sudah ada, temanteman dan kontak-kontak yang lainnya, maka nilai dari modal sosial mereka akan jatuh. Dukungan sosial dari keluarga inti, keluarga besar dan masyarakat sekitar adalah hal yang sangat penting untuk meningkatkan modal sosial masyarakat khusunya kelompok sosial marjinal. Dukungan sosial dari keluarga besar dan tetangga dalam bentuk dukungan moril, material, dan emosional yang ditampilkan melalui sikap penuh pengertian, perhatian, kerjasama, bantuan materi, dan pemberian informasi dapat memberikan kekuatan dan mengurangi konsekuensikonsekuensi negatif akibat adanya tekanan ekonomi (Sunarti et al. 2005). Hal ini didukung oleh penelitian Dieh (2005) yang mengatakan bahwa rendahnya dukungan sosial yang diterima dapat menyebabkan depresi, keterasingan, dan kecemasan. Selanjutnya, menurut Natalya dan Shelly (2009), dukungan yang nampak maupun yang tidak nampak tidak selamanya buruk dan tidak selamanya menguntungkan. Berbagai masalah yang dihadapi keluarga mendorong mereka untuk meningkatkan modal sosial dan dukungan sosial sepanjang kehidupannya, sehingga keluarga harus bisa mempersiapkan sumber daya dan mengolahnya dengan baik agar mencapai ketahanan sosial keluarga. Pengelolaan sumber daya non-fisik, mekanisme penanggulangan masalah yang baik, orientasi terhadap nilai-nilai agama, efektif dalam berkomunikasi, senantiasa memelihara hubungan sosial, serta dapat menanggulangi krisis adalah upaya mewujudkan ketahanan sosial keluarga (Sunarti 2001). Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti sangat tertarik melakukan penelitian tentang modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal. Dengan demikian dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal?
4
2. Bagaimana hubungan modal sosial dan dukungan sosial dengan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal? 3. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menganalisis pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal Kota Bogor. Tujuan Khusus 1. Menganalisis karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal; 2. Menganalisis hubungan modal sosial dan dukungan sosial dengan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal; 3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah serta pengetahuan individu tentang pemanfaatan modal sosial dan dukungan sosial dalam meningkatkan pencapaian ketahanan sosial keluarga. Penelitian ini juga diharapkan mampu memperkaya pengetahuan ilmu keluarga dan memperluas wawasan masyarakat serta lembaga pemerintah yang bergerak di bidang keluarga, kependudukan, dan sosial kemasyarakatan.
5
KERANGKA PIKIR Kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1 yang menjelaskan tentang ketahanan sosial sebagai salah satu komponen ketahanan keluarga. Ketahanan sosial keluarga adalah kekuatan keluarga dalam penerapan nilai agama, pemeliharaan ikatan dan komitmen, komunikasi efektif, pembagian peran dan penerimaan peran, penetapan tujuan, serta dorongan untuk maju yang akan menjadi kekuatan dalam menghadapi masalah keluarga (termasuk masalah perkawinan) dan memiliki hubungan sosial yang sehat (Sunarti 2001). Keluarga merupakan lapisan masyarakat terkecil yang memiliki peranan penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Keluarga merupakan wadah bagi individu untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup. Keluarga mempunyai berbagai fungsi peran yang menentukan kualitas kehidupan baik kehidupan individu, keluarga, bahkan kehidupan sosial (kemasyarakatan). Teori struktur fungsional menjelaskan tentang sistem, struktur sosial, fungsi, dan keseimbangan di dalam keluarga. Teori ini membahas bagaimana perilaku seseorang dipengaruhi orang lain dan oleh institusi sosial, dan bagaimana perilaku tersebut pada gilirannya mempengaruhi orang lain dalam proses aksi-reaksi berkelanjutan (Sunarti 2001). Berangkat dari teori ini lahirlah berbagai kebijakan dan program-program peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Menurut Undang-Undang No.52 tahun 2009, ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisikmateril guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin. Pemukiman marjinal diduga sulit mencapai kesejahteraan keluarga, karena pemukiman ini kurang kondusif untuk membantu keluarga mengolah masalah dan pembagian tugas dalam keluarga. Oleh karena itu, kesejahteraan keluarga dapat dicapai melalui ketahanan sosial keluarga. Peningkatan ketahanan sosial keluarga dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya adalah perbaikan lingkungan eksternal dan internal keluarga seperti dukungan sosial dan modal sosial keluarga (Sunarti dan Fitriani 2010). Modal sosial melihat tiga komponen penting, yaitu kepercayaan (trust), jaringan sosial (network), dan norma sosial (social norm). Tiga komponen ini mencakup dua dimensi penting, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat. Asosiasi lokal dapat dilihat dari partisipasi anggota keluarga dalam pertemuan asosiasi lokal, partisipasi anggota keluarga dalam pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi lokal, dan manfaat asosiasi lokal yang dirasakan anggota keluarga, sedangkan karakter masyarakat dapat dilihat dari kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja masyarakat. Modal sosial sebagai salah satu faktor pendukung ketahanan sosial keluarga, juga didukung oleh dukungan sosial. Dukungan sosial yang diperoleh keluarga terdiri dari dukungan keluarga luas, dukungan tetangga, dan dukungan pemerintah. Selanjutnya, karakteristik keluarga yang beragam diduga akan mempengaruhi ketahanan sosial keluarga melalui modal sosial dan dukungan sosial. Sunarti dan Fitriani (2010) menyatakan bahwa komponen dukungan sosial bepengaruh positif signifikan dalam meningkatkan ketahanan sosial keluarga, tetapi komponen modal sosial tidak memiliki pengaruh terhadap ketahanan sosial
6
keluarga, sebab keragaan yang relatif tidak beragam. Berdasarkan hal tersebut, maka diperoleh model kerangka pemikiran untuk melihat pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marjinal.
Karakteristik Keluarga 1. Usia (suami, istri, dan anak) 2. Pendidikan (suamiistri) 3. Besar keluarga 4. Pendapatan per kapita 5. Lama menetap
Modal Sosial 1. Asosiasi Lokal: - Jumlah asosiasi - Tingkat partisipasi - Manfaat asosiasi 2. Karakter masyarakat: - Kepercayaan - Solidaritas - Semangat kerja
Dukungan Sosial 1. Dukungan sosial keluarga (emosi, instrument, informasi) 2. Dukungan sosial tetangga (emosi, instrument, informasi) 3. Dukungan sosial pemerintah (emosi, instrument, informasi)
Ketahanan Sosial Keluarga - Pengelolaan sumber daya non fisik - Pemeliharaan hubungan sosial - Penanggulangan masalah non fisik
Gambar 1 Kerangka pemikiran karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga di daerah pemukiman marginal
7
METODE PENELITIAN
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Lingkungan Spasial, Modal Sosial, Perkembangan Anak, dan Ketahanan Sosial Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor”. Disain penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan metode wawancara dibantu dengan menggunakan kuisioner. Disain penelitian ini dilakukan untuk melihat Modal Sosial, Dukungan Sosial, dan Ketahanan Sosial Keluarga di Daerah Pemukiman Marjinal Kota Bogor. Lokasi penelitian adalah Kelurahan Paledang dan Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan lokasi tersebut memenuhi kriteria pemukiman marjinal. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juli 2014. Teknik Pengambilan Contoh Populasi dalam penilitian ini adalah keluarga lengkap yang memiliki anak usia 3-5 tahun yang bertempat tinggal di pinggiran sungai atau bantaran rel kereta api. Contoh dalam penelitian ini adalah 126 keluarga dengan teknik simple random sampling. Adapun kerangka teknik penarikan contoh dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Kota Bogor
Purposive
Kecamatan Bogor Tengah
Purposive
Kelurahan Paledang dan Kelurahan Babakan Pasar
Purposive
338 Keluarga lengkap
Purposive
126 Keluarga
Simple
Gambar 2 Cara pengambilan contoh
random sampling
8
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian kuisioner sebagai data kuantitatif dan wawancara sebagai data kualitatif untuk menunjang data kuantitatif, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen lembaga/instansi yang berhubungan dengan penelitian ini. Jenis atau variabel penelitian dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu ketahanan sosial keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan karakteristik keluarga. Aspek ketahanan sosial keluarga mencakup: sumber daya non fisik, penanggulangan masalah keluarga non fisik, dan kesejahteraan sosial non fisik. Aspek modal sosial mencakup jumlah asosiasi lokal yang diikuti, tingkat partisipasi keluarga dalam asosiasi lokal, tingkat pengambilan keputusan saat pertemuan asosiasi lokal, manfaat asosiasi lokal, kepercayaan masyarakat, solidaritas masyarakat, dan semangat kerja masyarakat. Selanjutnya, aspek dukungan sosial mencakup dukungan sosial keluarga luas, dukungan sosial tetangga, dan dukungan sosial pemerintah. Sementara itu, aspek karakteristik keluarga meliputi usia suami-istri, besar keluarga, lama pendidikan suami-istri, pendapatan perkapita per bulan, dan lama menetap di tempat tinggal. Untuk karakteristik keluarga terdapat beberapa pengkategorian. Usia suami dan istri dikategorikan menjadi dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa akhir (> 60 tahun). Selanjutnya, lama pendidikan suami dan istri dikategorikan menjadi < 9 tahun dan ≥ 9 tahun. Besar keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil 0-4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar ≥ 8 orang. Pendapatan per kapita per bulan suami dan istri dikategorikan menjadi < Rp 308570 dan ≥ Rp 308570. Kuesioner modal sosial diacu dan dimodifikasi dari Suandi (2007) dengan nilai Cronbach alpha sebesar 0,664. Kuesioner dukungan sosial diacu dan dimodifikasi dari penelitian Sunarti et al. (2005) dengan nilai Cronbach alpha sebesar 0,781. Ketahanan sosial keluarga diukur menggunakan kuesioner yang diacu dan dimodifikasi dari Sunarti (2001) dengan nilai Cronbach alpha sebesar 0,604. Tabel 1 Variabel, skala, dan sumber kuisioner Variabel Modal Sosial Asosiasi lokal Karakter masyarakat Dukungan sosial Dukungan sosial keluarga (emosi, instrumen, informasi) Dukungan sosial tetangga (emosi, instrumen, informasi) Dukungan sosial pemerintah (emosi, instrumen, informasi) Ketahanan Sosial Keluarga
Skala Interval
Sumber Instrument Diacu dan dimodifikasi dari Suandi (2007)
Diacu dan dimodifikasi dari Sunarti et al. (2005) Interval
Interval
Diacu dan dimodifikasi dari Sunarti (2001)
9
Pengolahan dan Analisis Data Data primer yang diperoleh melalui pengisian kuisioner akan diinput, dan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for windows. Kegiatan yang dilakukan mulai dari pengambilan data primer, transfer data, coding, editing, data entry, data cleaning, dan analisis data. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif (rata-rata, standar deviasi, nilai mimum-maksimum, dan presentase) digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan sosial keluarga. Jumlah pertanyaan yang berbeda pada setiap dimensi variabel dikompositkan dengan mentransformasi nilai skor yang telah didapatkan menjadi skor indeks. Indeks presentase dihitung dengan rumus: Y = nilai yang didapatkan-nilai minimum x100% nilai maksismum – nilai minimum 2. Analisis inferensia yaitu uji korelasi dan uji regresi. Uji korelasi digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga, modal sosial, dukungan sosial, dengan ketahanan sosial keluarga. Sedangkan uji regresi digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial, terhadap ketahanan sosial keluarga. Model regresi: Y1= α + β1X1 + β2X2 + ε Y2= α + β1X11 + β2X12 + β3X13 + β4X14 + β5X15 + β6X16 + β7X21 + β8X22 + β9X23 + ε Y3= α + β1X1+ β2X2 + β3X3+ β4X4+ β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + ε Y4= α + β1X11 + β2X12 + β3X13 + β4X14 + β5X15 + β6X16 + β7X21 + β8X22 + β9X23 + β10X3+ β11X4+ β12X5 + β13X6 + β14X7 + β15X8 + ε Keterangan: Y = Ketahanan sosial keluarga α = Konstanta regresi β1- β15 = Koefisien regresi X1 = Modal sosial X11 = Partisipasi anggota keluarga pada pertemuan asosiasi lokal X12 = Partisipasi anggota keluarga dalam pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi lokal X13 = Manfaat asosiasi lokal X14 = Kepercayaan masyarakat X15 = Solidaritas masyarakat X16 = Semangat kerja masyarakat X2 = Dukungan sosial X21 = Dukungan sosial keluarga luas X22 = Dukungan sosial tetangga X23 = Dukungan sosial pemerintah X3-X6 = Usia suami-istri, lama pendidikan suami-istri, besar keluarga, pendapatan per kapita, dan lama menetap
10
Definisi Operasional Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh keluarga yang tinggal di daerah marjinal yang meliputi usia suami-istri, besar keluarga, pendidikan suami-istri, pendapatan perkapita per bulan, dan lama menetap di tempat tinggal. Pemukiman marjinal adalah pemukiman yang berada di bantaran sungai, dimana penduduknya sebagian besar bekerja di sektor informal, memiliki jarak antar rumah kurang dari 1 meter, dan rawan bencana, termasuk di dalamnya pemukiman kumuh dan pemukiman liar. Usia adalah usia suami dan isteri saat dilakukan wawancara dan dinyatakan dalam tahun. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah atau yang masih menjadi tanggungan orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup. Lama Pendidikan adalah lama waktu pendidikan yang ditempuh oleh suami atau istri. Pendapatan per kapita keluarga adalah rata-rata penghasilan per bulan yang diperoleh dari pekerjaan utama maupun tambahan ayah dan ibu yang dinilai dengan uang. Lama menetap di tempat tinggal adalah jangka waktu atau lama menetap sebuah keluarga di suatu wilayah saat dilakukan wawancara dan dinyatakan dalam tahun. Modal sosial adalah bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Besarnya modal sosial diukur melalui dua dimensi, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat. Asosiasi lokal adalah organisasi lokal yang diikuti oleh anggota keluarga yang teridri dari tingkat partisipasi dan tingkat pengambilan keputusan anggota dalam pertemuan asosiasi lokal. Karakter masyarakat adalah pola hidup masyarakat sehari-hari yang terdiri dari kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja masyarakat. Dukungan sosial adalah dukungan yang diperoleh keluarga baik dari keluarga luas, tetangga maupun pemerintah. Dukungan tersebut terdiri dari: dukungan emosi, dukungan instrumen, dan dukungan informasi. Ketahanan sosial keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola sumber daya non-fisik, mekanisme penanggulangan masalah yang baik, orientasi terhadap nilai-nilai agama, efektif dalam berkomunikasi, dan senantiasa memelihara hubungan sosial.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik Keluarga Data pada Tabel 2 menunjukkan rata-rata usia contoh dan suami berada pada kategori dewasa awal (18-40 tahun). Rata-rata lama pendidikan contoh dan suami telah mencapai pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Rata-rata jumlah anggota keluarga termasuk dalam kategori kecil (0-4 orang). Rata-rata pendapatan per kapita keluarga per bulan lebih dari Rp305.870. Selanjutnya, satu per tiga keluarga telah menetap di tempat tinggal mereka lebih dari 30 tahun, satu per tiga keluarga lagi telah menetap 15 sampai 30 tahun, dan satu per tiga keluarga lainnya baru menetap kurang dari 15 tahun. Tabel 2 Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi karakteristik keluarga Karakteristik Keluarga Usia suami (tahun) Usia istri (tahun) Lama pendidikan suami (tahun) Lama pendidikan istri (tahun) Besar keluarga (orang) Pendapatan perkapita (rupiah) Lama menetap di tempat tinggal (tahun)
Min-Maks
Rata-rata±sd
22-59 19-48 6-17 4-15 3-10 45000-5250000 1-47
36.63±7.31 32.80±6.48 10.41±2.44 9.86±2.71 4.31±1.30 674502.49±712988.34 23.49-12.34
Modal Sosial Modal sosial adalah bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antar individu dan kelompok baik formal maupun informal yang bermanfaat dan menguntungkan. Besarnya modal sosial diukur melalui dua dimensi, yaitu asosiasi lokal dan karakter masyarakat (Suandi 2007). Dimensi asosiasi lokal terdiri dari: jumlah asosiasi lokal yang diikuti, tingkat partisipasi anggota keluarga, tingkat pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi lokal, dan manfaat asosiasi lokal. Sedangkan dimensi karakter masyarakat terdiri dari: kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja masyarakat. Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti Modal sosial digambarkan dari kepadatan jaringan kerja masayarakat, yaitu jumlah organisasi yang ada dalam suatu masyarakat di mana seseorang terlibat di dalamnya (Fadli dalam Fitriani 2010). Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari 38 persen keluarga tergolong kategori rendah, karena hanya mengikuti asosiasi lokal sebanyak 1-2 asosiasi. Hal ini karena sebagian besar keluarga hanya mengikuti asosiasi lokal yang menurut mereka bermanfaat untuk anak atau untuk menambah pendapatan keluarga. Sedangkan satu per tiga lainnya (34.13%) tergolong tinggi, karena mengikuti lebih dari dua asosiasi lokal.
12
Asosiasi lokal yang diikuti keluarga antara lain Kelompok Simpan Pinjam, Kelompok Sistem Kerja Upahan, PKK, Kelompok arisan, Kelompok Keagamaan, Majelis Taklim, Organisasi Olahraga, Kelompok Budaya/Seni, dan Koperasi Unit Desa. Hal ini didukung oleh penelitian Suandi (2007) yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh anggota keluarga diharapkan dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat kebersamaan dan solidaritas sesama anggota masyarakat sehingga pada gilirannya akan berdampak terhadap kesejahteraan dan kemajuan desa. Sementara itu, masih terdapat 20 persen lebih keluarga yang tidak sama sekali mengikuti asosiasi lokal, karena menurut mereka mengurus anak dan keluarga lebih penting daripada mengikuti kegiatan asosiasi lokal. Tabel 3 Sebaran contoh menurut jumlah asosiasi lokal yang diikuti Jumlah Asosiasi Lokal yang Diikuti Tidak ada (0) Rendah (1-2) Tinggi (>2) Total Rata-rata
Sebaran Contoh (%) 27.78 38.09 34.13 100.00 2.17±0.95
Tingkat Partisipasi Anggota Keluarga Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa 70 persen lebih keluarga aktif berpartisipasi dalam asosiasi lokal. Hal ini menggambarkan adanya keterkaitan yang kuat antara asosiasi lokal dengan partisipasi anggota keluarga. Mereka menganggap asosiasi lokal berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, baik itu di bidang sosial, ekonomi, agama, maupun tumbuh kembang anak. Hanya masih ada sebagian kecil keluarga yang kurang aktif (19.48%) maupun yang tidak berpartisipasi dalam asosiasi lokal (5.48%). Hal ini dikarenakan mereka menganggap bahwa kehadiran mereka dalam acara atau rapat asosiasi lokal tidak lah terlalu penting, sebab kebanyakan dari mereka hanya anggota biasa. Di samping itu, mereka juga belum merasakan manfaat dari asosiasi lokal yang diikuti, sehingga mereka sangat jarang hadir dalam pertemuan asosiasi lokal. Tabel 4 Sebaran contoh menurut partisipasi anggota keluarga dalam asosiasi lokal Partisipasi dalam Asosiasi Lokal
Sebaran Contoh (%)
Tidak aktif Kurang aktif Aktif Sangat aktif
5.48 19.48 42.15 32.90
Total Rata-rata±sd
100.00 2.64±1.87
13
Tingkat Pengambilan Keputusan pada Pertemuan Asosiasi Lokal Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hampir sebagian keluarga (44.66%) tidak aktif pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal dan hanya sebagian kecil keluarga yang aktif pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal. Hal ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa kehadiran dalam asosiasi lokal sudah cukup mewakili keaktifan mereka, ikut berdiskusi untuk mengambil suatu keputusan dalam pertemuan tidak lah terlalu penting, mereka hanya setuju pada apa pun hasil rapat atau diskusi dalam pertemuan tersebut. Tabel 5 Sebaran contoh menurut partisipasi anggota keluarga pada pengambilan keputusan dalam pertemuan asosiasi lokal Pengambilan Keputusan dalam Pertemuan Asosiasi Lokal
Sebaran Contoh (%)
Tidak aktif Kurang aktif Aktif Sangat aktif
44.66 30.27 18.28 6.79
Total Rata-rata±sd
100.00 2.41±2.04
Manfaat Asosiasi Lokal Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil keluarga yang mengatakan bahwa asosiasi lokal kurang bermanfaat bagi keluarga, tetapi 90 persen lebih keluarga mengatakan bahwa asosiasi lokal bermanfaat bagi keluarga. Hal ini mereka rasakan, karena asosiasi lokal yang diikuti sangat membantu keluarga terutama ibu rumah tangga dalam menunjang ilmu agama, tumbuh kembang anak, pendapatan ekonomi, dan hubungan kekerabatan (Suandi 2007). Manfaat asosiasi lokal mendorong masyarakat untuk mengembangkan kelembagaan yang lebih baik. Tabel 6 Sebaran contoh menurut manfaat asosiasi lokal Manfaat Asosiasi Lokal Tidak bermanfaat Kurang bermanfaat Bermanfaat Sangat bermanfaat Total Rata-rata±sd
Sebaran Contoh (%) 1.60 1.14 60.35 37.71 100.00 5.35±2.47
14
Kepercayaan Masyarakat Kepercayaan adalah suatu konsep abstrak yang sulit diukur, karena mungkin akan diartikan berbeda-beda di antara masing-masing orang (Sunarti dan Fitriani 2010). Tingkat kepercayaan seseorang dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu tingkat komitmen, kejujuran, dan tanggung jawab. Hasil penelitian berdasarkan item pertanyaan menunjukkan kepercayaan masyarakat relatif baik. Lebih dari separuh keluarga menunjukkan kepercayaan yang tinggi dalam berbagai hal, yakni kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap masyarakat yang lain untuk saling bantu-membantu ketika tertimpa sakit/cobaan, kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap norma/aturan yang berlaku di masyarakat, dan kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap masyarakat lain yang dapat bertanggung jawab apabila mengemban amanah (pimpinan). Kepercayaan ini muncul karena seringnya terjadi interaksi dan komunikasi antara masyarakat baik dalam hal keagamaan, ekonomi, maupun pendidikan. Sementara itu, masih terdapat 50 persen keluarga yang memiliki tingkat kepercayaan yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sikap masyarakat yang kurang mempercayai masyarakat lain terkait masalah uang dan masalah percakapan yang kadang kala tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagian masyarakat hanya mendekati masyarakat yang lain, jika ada kepentingan atau tujuan tertentu. Penelitian ini sejalan dengan Sunarti dan Fitriani (2010) bahwa masyarakat akan bekerja sama atau bantu-membantu jika terdapat kepentingan yang sama atau tujuan pribadi. Tabel 7 Sebaran contoh menurut kepercayaan masyarakat Kepercayaan Masyarakat Umumnya masyarakat saling bantu membantu ketika tertimpa sakit atau cobaan Umumnya masyarakat saling mempercayai orang lain jika berkaitan dengan masalah uang Umumnya masyarakat saling mempercayai setiap percakapan masyarakat sesuai dengan kenyataannya Umumnya masyarakat mempercayai norma/aturan yang berlaku di masyarakat Umumnya masyarakat dapat bertanggung jawab apabila mengemban amanah (pimpinan) Umumnya masyarakat masih mempercayai sifat tolong-menolong
Sangat Rendah %
Rendah
Tinggi
%
%
Sangat Tinggi %
7.14
26.98
59.53
6.35
26.00
47.00
25.00
2.00
26.00
54.00
18.00
2.00
4.76
18.26
74.60
2.38
6.35
34.92
53.97
4.76
0.79
20.64
72.22
6.35
15
Solidaritas dan Semangat Kerja Masyarakat Solidaritas masyarakat merupakan kemauan dan kondisi masyarakat untuk sama-sama ingin saling membantu dan saling percaya sehingga mencapai keinginan bersama. Tinggi rendahnya tingkat solidaritas masyarakat dilihat dari tiga dimensi: ketergantungan satu sama lainnya, saling bantu-membantu, dan adanya kepekaan terhadap kemajuan desa (Suandi 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa solidaritas masyarakat relatif baik dalam hal kontribusi pada pembangunan desa dan dalam hal saling bantu-membantu. Hal ini karena mereka menyadari bahwa lingkungan tempat tinggal adalah bagian dari kehidupan mereka sehari-hari yang memerlukan perhatian baik secara materi maupun psikologis. Sementara itu, masih terdapat hampir separuh keluarga (46.03%) yang memiliki solidaritas rendah dalam hal kontribusi untuk kelompok/organisasi, hal ini terjadi karena sebagian anggota masyarakat masih belum merasakan manfaat organisasi lokal yang ada di sekitar tempat tinggal mereka, sehingga mereka tidak memiliki inisiatif ataupun kemauan untuk memberi sumbangan kepada organisasi tersebut. Pada komponen semangat kerja masyarakat, hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh keluarga (45.24%) memiliki tingkat semangat kerja yang tinggi. Hal ini dilihat dari kemauan dan etos kerja mereka dalam menambah pendapatan keluarga demi memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan hidup kesehari-hari. Selanjutnya, dapat dilihat juga bahwa lebih dari separuh keluarga (54.76%) selalu melakukan kegiatan dengan disiplin (ulet, pantang menyerah) dan melakukan pekerjaan dengan segera. Hal ini mereka lakukan, karena mereka percaya bahwa memanfaatkan waktu dengan bijak akan membantu keluarga dalam mengolah waktu dan kuangan. Sementara itu, masih terdapat 3 persen lebih keluarga yang memiliki semangat kerja yang rendah. Hal ini terjadi karena mereka tidak mendapat dorongan dari istri atau suami atau pun hanya menggantungkan hidup keluarga kepada keluarga besar. Total rata-rata capaian modal sosial masih 61.79 persen, hal ini disebabkan karena banyak anggota keluarga yang tidak mengikuti kegiatan asosiasi lokal atau pun tidak ikut dalam pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi. Tabel 8 Sebaran contoh menurut solidaritas dan semangat kerja masyarakat Pernyataan
Rendah %
Sedang %
Tinggi %
9.52
61.11
29.37
31.75
44.44
23.81
46.03
34.13
19.84
1.59
55.56
42.85
4.76 3.17
50.00 42.07
45.24 54.76
Solidaritas Manyarakat Umumnya masyarakat berkontribusi dalam pembangunan desa Umumnya masyarakat saling bantu-membantu jika ada acara tertentu Umumnya masyarakat berkontribusi untuk kelompok/organisasi sekitar Umumnya masyarakat saling bantu dalam berbagai hal Semangat Kerja Masyarakat Umumnya masyarakat suka bekerja keras Jika ada pekerjaan, selalu dikerjakan dengan segera Total rata-rata capaian modal sosial
61.79
16
Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah dukungan yang diperoleh keluarga baik dari keluarga luas, tetangga maupun pemerintah. Dukungan tersebut terdiri dari: dukungan emosi, dukungan instrumen, dan dukungan informasi (Sunarti et al. 2005). Dukungan Sosial Keluarga Luas Dukungan sosial keluarga luas adalah dukungan yang diterima keluarga dari keluarga luas baik keluarga besar istri maupun keluarga besar suami (Sunarti dan Fitriani 2010). Dimensi dukungan sosial keluarga luas berupa dukungan instrumen, dan dukungan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan emosi telah diberikan oleh keluarga luas. Dukungan yang paling yang banyak diberikan keluarga besar berdasarkan dimensi emosi adalah kesediaan keluarga besar dalam berkata dan berbuat sesuatu untuk menghargai keluarga contoh (94.83%). Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan keluarga luas membantu dan menghadiri acara dari keluarga contoh dan adanya norma tidak tertulis untuk menghargai keluarga luas atau orang yang lebih tua dengan sikap ramah dan santun. Pada dimensi instrumen, dukungan yang paling yang banyak di terima keluarga adalah kesediaan keluarga luas untuk memberi solusi terhadap masalah yang ada pada keluarga (84.10%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga luas berperan penting dalam memberi saran dan membantu keluarga menyelesaikan masalah. Sementara itu, masih terdapat lebih dari separuh keluarga contoh yang tidak menerima dukungan instrumen dari keluarga besar dalam hal bantuan keuangan dan bantuan barang. Mereka mengatakan bahwa keluarga luas hampir tidak pernah peduli soal bantuan tersebut, sehingga hubungan antara keluarga luas kadang kala renggang dan kurang akrab. Hal ini sejalan dengan penelitian Heather dan Margie (2000) yang mengatakan bahwa seorang teman atau anggota keluarga mungkin memberikan kita dukungan, mungkin juga memberikan kita tekanan yang menyebabkan timbulnya regangan. Selanjutnya, lebih dari 80 persen keluarga merasa mendapat dukungan informasi apabila terdapat tanda bahaya bencana. Selain itu, keluarga luas tidak pernah menyembunyikan informasi apapun yang berkaitan dengan keluarga, misalnya tidak menyembunyikan kabar jika ada keluarga yang sakit. Dukungan informasi dari keluarga luas merupakan sumber informasi utama bagi keluarga. Secara umum sebagian besar keluarga (81.45%) telah menerima dukungan dari keluarga luas. Dukungan yang paling banyak diterima adalah dukungan emosi dan dukungan informasi, sedangkan dukungan instrumen yang diterima keluarga contoh masih sedikit (65.08%).
17
Tabel 9 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial keluarga Pernyataan Dukungan Sosial Keluarga Luas
No
Total %
Dukungan Emosi 1 2 3 4 5
Keluarga besar bersedia mendengarkan masalah Keluarga besar berusaha memperlihatkan kepedulian Keluarga besar berusaha menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari Keluarga besar senantiasa berkata sesuatu untuk menghargai Keluarga besar senantiasa berbuat sesuatu untuk menghargai
Rata-rata dimensi emosi Dukungan Instrumen 1 2 3 4
Keluarga besar memberi bantuan keuangan Keluarga besar memberi bantuan barang Keluarga besar membantu dalam mengasuh anak Keluarga besar selalu memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi
Rata-rata dimensi instrumen
88.85 85.75 91.25 94.45 95.20 91.10 65.90 43.65 66.65 84.10 65.08
Dukungan Informasi 1 2
Keluarga besar selalu memberi informasi apabila terdapat tanda bahaya bencana Keluarga besar tidak pernah menyembunyikan informasi apapun
89.65 90.50
Rata-rata dimensi informasi
90.08
Total rata-rata capaian dukungan sosial keluarga luas
81.45
Dukungan Sosial Tetangga Berdasarkan data pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa lebih dari 80 persen keluarga memperoleh dukunagn emosi berupa sikap tetangga yang senantiasa berkata dan berbuat sesuatu untuk menghargai keluarga contoh, serta kehidupan dalam masyarakat yang selalu memberi rasa aman dan nyaman. Hal ini ditunjukkan dengan sikap tetangga yang selalu santun dan ramah, serta kebiasaan menghargai tetangga lain dengan membantu jika ada acara tertentu. Sementara itu, masih terdapat hampir separuh keluarga yang tidak menerima dukungan emosi dari tetangga. Tetangga kurang peduli dalam membantu keluarga menyelesaikan masalah, bertukar pikiran, atau pun memberikan saran. Selanjutnya, pada dukungan instrumen, dukungan sosial tetangga yang paling banyak adalah sikap tetangga yang selalu siap menolong jika keluarga contoh mendapatkan kesulitan (84.92%). Hal ini mengindikasikan bahwa tetangga merupakan orang-orang terpenting setelah keluarga yang berperan membantu mengatasi masalah atau kesulitan keluarga. Di sisi lain, masih ada sebagian besar keluarga yang tidak menerima dukungan sosial dari tetangga dalam hal bantuan keuangan, bantuan barang, dan bantuan mengasuh anak. Hal ini karena tetangga juga kurang mumpuni dalam hal memberikan uang atau pun barang dan tidak dapat membantu mengasuh anak, sebab mereka juga memiliki kesibukan di rumah atau pun di tempat kerja. Pada dukungan informasi, dukungan informasi yang paling banyak diberikan tetangga adalah sikap tetangga yang selalu memberi tahu
18
jika ada kegiatan sosial masyarakat/kegiatan pemerintah (92.06%). Sementara itu, masih ada dua per tiga keluarga yang tidak bertukar informasi apa pun dengan tetangganya. Hal ini karena mereka cenderung berbicara ke tetangga jika ada kepentingan tertentu saja. Secara umum dua per tiga keluarga (60.51%) telah menerima dukungan dari tetangga. Dukungan yang paling banyak diterima adalah dukungan informasi (79.76%), sedangkan dukungan emosi dan dukungan instrumen yang diterima keluarga contoh masih rendah. Tabel 10 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial tetangga Pernyataan Dukungan Sosial Tetangga
No
Total %
Dukungan Emosi 1 2 3 4
Tetangga bersedia mendengarkan masalah Tetangga berusaha memperlihatkan kepedulian Tetangga senantiasa berkata sesuatu untuk menghargai Tetangga senantiasa berbuat sesuatu untuk menghargai Tetangga berusaha menjadi bagian penting dalam kehidupan 5 sehari-hari Senantiasa saling berbagi masalah / bertukar pikiran dengan 6 tetangga Tetangga memberikan dukungan, kritik, dan saran untuk 7 membantu dalam menyelesaikan masalah 8 Kehidupan dalam masyarakat memberi rasa aman dan nyaman Rata-rata dimensi emosi
55.56 68.25 88.89 87.30 44.45 62.70 60.32 88.09 69.46
Dukungan Instrumen 1 2 3 4 5 6
Tetangga memberi bantuan keuangan Tetangga memberi bantuan keuangan Tetangga membantu dalam mengasuh anak Tetangga selalu memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi Jika sakit atau terkena musibah,tetangga selalu menjenguk dan membantu Tetangga selalu siap menolong jika mendapatkan kesulitan
Rata-rata dukungan instrument
8.73 7.94 29.37 43.65 78.58 84.92 42.19
Dukungan Informasi 1
Selalu bertukar informasi terkait apapun dengan tetangga Tetangga selalu memberi tahu jika ada kegiatan sosial 2 masyarakat/kegiatan pemerintah Rata-rata dukungan informasi
67.46 92.06
Total rata-rata capaian dukungan sosial tetangga
60.51
79.76
Dukungan Sosial Pemerintah Dukungan sosial pemerintah adalah dukungan yang diterima keluarga dari lembaga masyarakat/pemerintah. Dukungan tersebut terdiri dari: dukungan emosi, dukunga instrumen, dan dukunga informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosi yang paling banyak dirasakan oleh keluarga contoh adalah sikap yang ramah dan santun petugas lembaga masyarakat dalam melayani masyarakat
19
(92.07%). Dukungan ini sangat membantu masyarakat, karena membuat mereka merasa nyaman dengan pelayanan pemerintah. Di sisi lain, dua per tiga keluarga mengatakan bahwa pemerintah masih belum optimal dalam mendengarkan masalah masyarakat. Hal ini karena mereka merasa keluhan mereka selama ini kepada pemerintah setempat sangat jarang diberikan solusi atau jalan keluar. Selanjutnya, pada dimensi instrumen, dukungan pemerintah yang paling banyak dirasakan oleh lebih dari separuh keluarga contoh adalah penyediaan fasilitas lengkap oleh pemerintah untuk menolong masyarakat saat terjadi bencana. Bantuan ini sangatlah berharga bagi keluarga, sebab sangat membantu meringankan beban mereka pasca terjadinya bencana. Tetapi, hanya satu per tiga keluarga yang menerima bantuan keuangan maupun bantuan barang dari pemerintah. Hal ini karena sebagian keluarga yang tercatat kurang mampu ternyata tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Selanjutnya, sebagian besar keluarga telah menerima dukungan informasi dari pemerintah dalam hal info tanda bahaya untuk kewaspadaan akan terjadinya bencana dan kesediaan pemerintah untuk selalu siap melayani pertanyaan warga seputar bencana atau lainnya. Dukungan informasi tersebut sangat penting bagi keselamatan masyarakat. Secara umum dua per tiga keluarga (61.64%) telah menerima dukungan dari pemerintah. Dukungan yang paling banyak diterima adalah dukungan emosi dan informasi, sedangkan dukungan instrumen yang diterima keluarga contoh masih sangat rendah (35.52%). Tabel 11 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator dukungan sosial pemerintah No
Pernyataan Dukungan Sosial Pemerintah
Total %
Dukungan Emosi 1 2
Pemerintah bersedia mendengarkan masalah Pemerintah berusaha memperlihatkan kepedulian Petugas Lembaga Masyarakat menunjukkan sikap yang ramah 3 dan santun dalam melayani masyarakat Rata-rata dukungan emosi
69.05 80.16 92.07 80.43
Dukungan Instrumen 1 2
Pemerintah memberikan bantuan keuangan Pemerintah memberikan bantuan barang Pemerintah menyediakan fasilitas lengkap untuk menolong 3 masyarakat saat terjadi bencana Pemerintah selalu memberikan solusi terhadap masalah yang 4 dihadapi Rata-rata dukungan instrumen
23.01 14.29 56.35 48.42 35.52
Dukungan Sosial Pemerintah selalu memberi info tanda bahaya untuk kewaspadaan akan terjadinya bencana Pemerintah selalu siap melayani pertanyaan warga seputar 2 bencana atau lainnya Rata-rata dukungan sosial
84.93
Total rata-rata capaian dukungan sosial pemerintah
61.64
1
86.51 85.72
20
Ketahanan Sosial Keluarga Secara umum sebagian besar keluarga (83.77%) telah memiliki ketahanan sosial keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh keluarga (100%) menyatakan bahwa mengurus anak merupakan hal yang sangat penting. Hal ini mengindikasikan bahwa anak merupakan aset keluarga yang harus didampingi dan dididik oleh ibu demi mempersiapkan individu yang bermanfaat bagi keluarga dan negara. Selanjutnya lebih dari 80 persen keluarga menyatakan bahwa keluarga harus memiliki tujuan yang ingin dicapai, bermusyawarah untuk mengambil suatu keputusan, saling mendukung untuk meningkatkan pendapatan keluarga, saling menghargai satu sama lain, dan keluarga sering berkomunikasi setiap hari. Hampir seluruhnya keluarga contoh memiliki ketahanan sosial yang tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Sunarti (2001) bahwa ketahanan sosial merupakan kekuatan keluarga dalam penerapan nilai agama, pemeliharaan ikatan dan komitmen, komunikasi efektif, pembagian peran dan penerimaan peran, penetapan tujuan, serta dorongan untuk maju yang akan menjadi kekuatan dalam menghadapi masalah keluarga (termasuk masalah perkawinan) dan memiliki hubungan sosial yang sehat. Di sisi lain, masih ada item ketahanan sosial yang memiliki persentase yang kecil, yakni 30 persen lebih keluarga masih belum melakukan pembagian tugas dalam keluarga serta tidak aktif dalam kegiatan sosial di lingkungan sekitar. Hampir separuh keluarga masih belum memiliki waktu khusus untuk berkumpul bersama keluarga. Hal ini karena mereka telah disibukkan dengan kegiatan masing-masing di luar rumah. Selanjutnya, lebih dari 80 persen keluarga yang memilih untuk tidak menceritakan masalah perkawinan kepada tetangga, sehingga tetangga tidak dapat meringankan masalah dan memberikan nasehat mengenai masalah perkawinan keluarga contoh. Hal ini karena menurut contoh masalah perkawinan merupakan masalah pribadi yang tidak baik untuk diceritakan ke orang lain. Tabel 12 Sebaran pencapaian (%) menurut indikator ketahanan sosial keluarga No
Pernyataan Ketahanan Sosial Keluarga
Total (%)
1 2 3
Keluarga memiliki cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai Keluarga bermusyawarah untuk mengambil suatu keputusan Terdapat pembagian tugas dalam keluarga Anggota keluarga menerima dengan senang hati setiap tugas yang diterimanya Keluarga saling mendukung untuk meningkatkan pendapatan keluarga Setiap anggota keluarga memiliki sikap saling menghargai satu sama lain Setiap anggota keluarga saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing anggota keluarga Keluarga sering berkomunikasi setiap hari Keluarga sering berkomunikasi saat mau tidur
95.24 93.65 63.20 87.30
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keluarga sering berkomunikasi waktu nonton televisi Keluarga memiliki waktu khusus untuk berkumpul bersama setiap hari Keluarga dapat melihat sisi baik dari setiap kejadian yang terjadi
95.65 96.83 97.62 92.07 77.78 84.13 56.35 97.62
21
No 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Pernyataan Ketahanan Sosial Keluarga Keluarga bekerja sama dalam menyelesaikan masalah Ibu yakin bahwa keutuhan keluarga merupakan hal yang sangat penting Ibu yakin bahwa mengurus anak merupakan hal yang sangat penting Ibu yakin bahwa pekerjaan suami itu sangat penting Ibu taat menjalani ibadah Ibu berinisiatif meminta nasehat kepada orang lain yang dipercaya jika ada masalah Keluarga besar memberi nasehat mengenai masalah perkawinan Tetangga memberi nasehat atau bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan Keluarga aktif dalam kegiatan sosial di lingkungan sekitar Ibu senang membantu tetangga atau orang lain
Total rata-rata capaian ketahanan sosial keluarga
Total (%) 95.24 99.21 100.00 99.21 87.31 73.02 75.39 17.46 65.88 92.86 83.77
Hubungan Antar Variabel Hubungan antara Dukungan sosial dengan Modal sosial Data pada Tabel 14 menunjukkan hubungan positif signifikan antara kepercayaan (r=0.304, p<0.005) dan solidaritas (r=0.215, p<0.005) dengan dukungan sosial tetangga. Hal ini berarti, semakin tinggi kepercayaan dan solidaritas masyarakat, maka akan semakin tinggi pula dukungan sosial tetangga Terdapat pula hubungan yang positif signifikan antara kepercayaan (r=0.207, p<0.005) dan semangat kerja masyarakat (r=0.192, p<0.005) dengan dukungan sosial pemerintah. Semakin tinggi kepercayaan masyarakat dan semangat kerja masyarakat, maka makin tinggi pula dukungan sosial pemerintah/lembaga masyarakat. Tabel 14 Koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan modal sosial Variabel
Dukungan Keluarga Luas
Dukungan Tetangga
Jumlah asosiasi lokal yang -0.175 diikuti Partisipasi anggota dalam 0.153 asosiasi Partisipasi anggota dalam 0.193* pertemuan Manfaat asosiasi 0.178* Kepercayaan -0.011 Solidaritas -0.039 Semangat kerja 0.126 Ket: *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01
Dukungan Pemerintah
0.096
0.024
0.027
0.041
0.039
-0.021
0.097 0.304** 0.215* 0.109
0.071 0.207* 0.081 0.192*
22
Hubungan Karakteristik Keluarga, Dukungan Sosial dan Modal Sosial, dengan Ketahanan Sosial Keluarga Data pada Tabel 13 menunjukkan hubungan yang positif signifikan antara ketahanan sosial keluarga dengan lama pendidikan suami (r=-0.178, p<0.005) dan lama pendidikan istri (r=0.286, p<0.005). Hal ini berarti, semakin tinggi lama pendidikan suami dan istri, maka semakin tinggi pula ketahanan sosial keluarga, sebab mereka memiliki tujuan keluarga yang ingin dicapai dan makin luas jangkauan sosialisasi keluarga dengan lingkungan sekitarnya. Terdapat pula hubungan yang positif signifikan antara ketahanan sosial keluarga dengan solidaritas (r=0.215, p<0.005). Hal ini berarti, semakin tinggi solidaritas masyarakat maka semakin tinggi pula ketahanan sosial keluarga, sebab pada solidaritas yang tinggi terdapat frekuensi interaksi antara satu individu dengan individu lainnya merujuk pada seberapa jauh individu melakukan kontak langsung antara satu dengan lainnya atau pun memperluas hubungan sosial (Suandi 2007). Selanjutnya, terdapat hubungan yang positif signifikan antara ketahanan sosial keluarga dengan dukungan sosial keluarga luas (r=0.335, p<0.005), dukungan sosial tetangga (r=0.277, p<0.005), dan dukungan sosial pemerintah (r=0.216, p<0.005). Artinya, semakin tinggi dukungan sosial keluarga luas, dukungan sosial tetangga, dan dukungan sosial pemerintah, maka semakin tinggi pula ketahanan sosial keluarga. Tabel 13 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial dengan ketahanan sosial Variabel Umur suami (tahun) Umur istri (tahun) Lama pendidikan suami (tahun) Lama pendidikan istri (tahun) Pendapatan perkapita (rupiah) Besar keluarga (orang) Lama menetap di daerah tempat tinggal (tahun) Jumlah asosiasi lokal yang diikuti Partisipasi anggota dalam asosiasi Partisipasi anggota dalam pertemuan Manfaat asosiasi Kepercayaan Solidaritas Semangat kerja Dukungan keluarga Dukungan tetangga Dukungan pemerintah Ket: *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01
Ketahanan Sosial Keluarga -0.113 -0.130 0.178* 0.286** 0.135 -0.098 -0.078 0.138 -0.030 0.107 0.039 0.121 0.215* 0.171 0.335** 0.277** 0.216*
23
Pengaruh Karakteristik Keluarga, Modal Sosial, dan Dukungan Sosial terhadap Ketahanan Sosial Keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari empat model regresi, komponen dukungan sosial secara konsisten berpengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga di semua model. Selanjutnya, untuk modal sosial, hanya total modal sosial yang konsisten berpengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga pada dua model regresi, sedangkan untuk karakteristik keluarga hanya lama pendidikan istri yang konsisten berpengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga pada dua model regresi. Tabel 15 Koefisien regresi hasil ringkasan model pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial yang signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga (penjabaran tabel pada lampiran) Beta
Sig.
F
Adj. R2
Konstanta regresi Modal sosial Dukungan sosial
0.000 0.022 0.000
14.067
0.173
0.190 0.364
Konstanta regresi Dukungan keluarga luas
0.000 0.000
4.213
0.188
0.329
Konstanta regresi Lama pendidikan istri Modal sosial Dukungan sosial
0.000 0.028 0.016 0.000
4.721
0.211
0.217 0.200 0.310
Konstanta regresi Umur istri Lama pendidikan istri Dukungan keluarga luas Dukungan pemerintah
0.000 0.034 0.023 0.002 0.044
3.591
0.237
-0.318 0.227 0.281 0.187
Variabel
Berdasarkan hasil uji regresi modal sosial dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga, diperoleh nilai adjusted R-square sebesar 0.173, artinya model yang digunakan pada penelitian ini dapat menjelaskan sebesar 17.3 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Modal sosial berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta 0.190. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan modal sosial, maka akan meningkatkan ketahanan sosial keluarga sebesar 0.190 point. Selanjutnya dukungan sosial berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta 0.364. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan dukungan sosial, maka akan meningkatkan ketahanan sosial keluarga sebesar 0.364 point. Selanjutnya, berdasarkan hasil uji regresi komponen modal sosial dan komponen dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga, diperoleh nilai adjusted R-square sebesar 0.188, artinya model yang digunakan pada penelitian ini dapat menjelaskan sebesar 18.8 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Dukungan sosial keluarga luas berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta 0.329. Hal ini berarti setiap
24
kenaikan 1 satuan dukungan sosial keluarga luas, maka akan meningkatkan ketahanan sosial keluarga sebesar 0.329 point. Untuk hasil uji regresi modal sosial, dukungan sosial, dan karakteristik keluarga terhadap ketahanan sosial keluarga, diperoleh nilai adjusted R-square sebesar 0.211, artinya model yang digunakan pada penelitian ini dapat menjelaskan sebesar 21.1 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Lama pendidikan istri berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta 0.217. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan lama pendidikan istri, maka akan meningkatkan ketahanan sosial keluarga sebesar 0.217 point. Modal sosial berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta 0.200. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan modal sosial, maka akan meningkatkan ketahanan sosial keluarga sebesar 0.200 point. Selanjutnya dukungan sosial berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta 0.310. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan dukungan sosial, maka akan meningkatkan ketahanan sosial keluarga sebesar 0.310 point. Sementara itu, berdasarkan hasil uji regresi karakteristik keluarga, komponen modal sosial, dan komponen dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga diperoleh nilai adjusted R-square sebesar 0.237, artinya model yang digunakan pada penelitian ini dapat menjelaskan sebesar 23.7 persen faktorfaktor yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Umur istri berpengaruh negatif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta -0.318. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan umur istri, maka akan mengurangi ketahanan sosial keluarga sebesar 0.318 point. Lama pendidikan istri berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta 0.227. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan lama pendidikan istri, maka akan meningkatkan ketahanan sosial keluarga sebesar 0.227 point. Dukungan sosial keluarga luas juga berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta 0.281. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan dukungan sosial keluarga luas, maka akan meningkatkan ketahanan sosial keluarga sebesar 0.281 point. Selanjutnya, dukungan sosial pemerintah juga berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga dengan nilai beta 0.187. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan dukungan sosial pemerintah, maka akan meningkatkan ketahanan sosial keluarga sebesar 0.187 point. Komponen modal sosial tidak menunjukkan pengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga, hal ini diduga karena kuisioner modal sosial yang digunakan belum optimal sehingga perlu didukung atau dilengkapi dengan sumber kuisioner lain.
PEMBAHASAN Ketahanan sosial keluarga adalah salah satu komponen ketahanan keluarga. Peningkatan ketahanan sosial keluarga dapat dilakukan dengan perbaikan lingkungan internal dan eksternal keluarga seperti modal sosial dan dukungan sosial terhadap keluarga (Sunarti dan Fitriani 2010). Komponen modal sosial dalam penelitian ini adalah asosiasi lokal dan karakter masyarakat (Suandi
25
2007). Jumlah asosiasi lokal yang diikuti masyarkat berkisar antara tidak satu pun sampai dengan lima asosiasi lokal. Asosiasi lokal yang diikuti keluarga antara lain Kelompok Simpan Pinjam, Kelompok Sistem Kerja Upahan, PKK, Kelompok arisan, Kelompok Keagamaan, Majelis Taklim, Organisasi Olahraga, Kelompok Budaya/Seni, dan Koperasi Unit Desa. Tingkat partisipasi anggota pada asosiasi lokal yang diikuti tergolong aktif, sedangkan untuk tingkat pengambilan keputusan anggota pada pertemuan asosiasi lokal tergolong kurang aktif. Hal ini sejalan dengan penelitian Suandi (2007), yang menyatakan bahwa tingkat pengambilan keputusan tergolong kurang aktif, sebab lebih banyak didominasi oleh pimpinan rapat/diskusi sehingga mereka hanya memiliki sedikit peluang dalam mengambil keputusan. Selanjutnya, asosiasi lokal yang diikuti keluarga bermanfaat membantu keluarga terutama ibu rumah tangga dalam menunjang ilmu agama, kekerabatan sosial, peningkatan ekonomi, serta pengetahuan tumbuh kembang anak. Cerminan karakter masyarakat yang baik salah satunya dapat dilihat dari kehidupan sosial mereka sehari-hari yang dalam konteks ini terdiri dari: kepercayaan, solidaritas, dan semangat kerja. Kepercayaan masyarakat meliputi: komitmen, kejujuran, dan tanggung jawab (Suandi 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat relatif baik. Hal ini ditunjukkan dengan kepercayaan masyarakat yang tinggi kepada masyarakat yang lain untuk saling bantu-membantu ketika tertimpa sakit/cobaan, kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap norma/aturan yang berlaku di masyarakat, kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap masyarakat lain yang dapat bertanggung jawab apabila mengemban amanah (pimpinan), serta kepercayaan yang tinggi masyarakat terhadap sifat tolong-menolong yang ada di sekitar mereka. Kepercayaan ini muncul karena seringnya terjadi interaksi dan komunikasi antara masyarakat baik dalam hal keagamaan, ekonomi, maupun pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Putnam et al. dalam Luoma-aho (2009) yang menyatakan bahwa modal sosial adalah penampilan organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma, dan jaringan (dari ikatan-ikatan masyarakat), yang dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Di sisi lain, masih ada juga masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sikap masyarakat yang kurang mempercayai masyarakat lain terkait masalah uang dan masalah percakapan yang kadang kala tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini sejalan dengan penelitian Sunarti dan Fitriani (2010) bahwa keluarga tidak dapat sepenuhnya mempercayai masyarakat di sekitarnya, sebab mereka tidak dapat sepenuhnya mengikuti informasi atau kondisi, yang menurut mereka merugikan. Pada komponen solidaritas masyarakat, hasil penelitian menunjukkan bahwa solidaritas masyarakat relatif baik dalam hal kontribusi pada pembangunan desa dan dalam hal saling bantu-membantu. Hal ini karena mereka menyadari bahwa lingkungan tempat tinggal adalah bagian dari kehidupan mereka sehari-hari yang memerlukan perhatian baik secara materi maupun psikologis. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sunarti dan Fitriani 2010) bahwa tingginya solidaritas masyarakat dapat ditunjukkan dari tingkat dukungan masyarakat dalam situasi krisis pada komponen modal sosial struktural. Tetapi masih terdapat hampir separuh keluarga (46.03%) yang memiliki solidaritas rendah dalam hal kontribusi untuk kelompok/organisasi, hal ini terjadi karena mereka masih belum merasakan
26
manfaat organisasi lokal yang ada di sekitar tempat tinggal, sehingga mereka tidak memiliki inisiatif ataupun kemauan untuk memberi sumbangan kepada organisasi tersebut. Selanjutnya adalah komponen semangat kerja masyarakat yang dapat dilihat dari semangat masyarakat dalam meningkatkan pendapatan dan semangat masyarakat dalam mengerjakan kewajiban/tanggung jawab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat semangat kerja masyarakat tergolong tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Suandi (2007) bahwa semangat kerja yang tinggi ditunjukkan dengan tingginya pemanfaatan waktu kerja dan tingginya kesungguhan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Secara umum rata-rata capaian modal sosial masih 61.79 persen, hal ini disebabkan karena banyak anggota keluarga yang tidak mengikuti kegiatan asosiasi lokal atau pun tidak ikut dalam pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi. Sementara itu, hanya 60 persen lebih contoh yang menerima dukungan sosial dari tetangga maupun pemerintah, tetapi 81.45 persen contoh telah menerima dukungan dari keluarga luas. Selanjutnya, sebagian besar keluarga (83.77%) telah memiliki ketahanan sosial keluarga yang digunakan untuk mengelolah masalah, berbagi peran dan fungsi, serta digunakan untuk mencapai cita-cita keluarga. Berdasarkan hasil uji korelasi, terdapat hubungan positif signifikan antara dukungan sosial (dukungan keluarga luas, tetangga, dan pemerintah) dengan modal sosial. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial keluarga, maka semakin tinggi pula modal sosial keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diperoleh keluarga mampu meningkatkan partisipasi keluarga dalam pengambilan keputusan pada pertemuan asosiasi, manfaat asosiasi yang dirasakan keluarga, kepercayaan kepada masyarakat, serta rasa solidaritas dan semangat kerja masyarakat. Hal ini sesuai dengan Almedom dalam Jackson (2010) yang mengatakan bahwa modal sosial adalah istilah umum yang merangkul kohesi sosial, dukungan sosial, integrasi sosial, dan beberapa faktor penentu sosial lainnya. Berdasarkan hasil uji korelasi, terdapat hubungan yang positif signifikan antara ketahanan sosial keluarga dengan modal sosial yang dalam hal ini solidaritas masyarakat. Hal ini berarti semakin tinggi solidaritas masyarakat, maka makin tinggi pula ketahanan sosial keluarga. Hal ini didukung oleh Penelitian Suandi (2007) yang menyatakan bahwa semakin positif sifat interrelasi diantara anggota masyarakat yang berupa solidaritas, maka semakin besar kecenderungan untuk saling memperhatikan keinginan masing-masing dalam mencari jalan ke arah saling memberi kepuasan dan kerjasama. Terdapat pula hubungan positif yang signifikan antara ketahanan sosial keluarga dengan dukungan sosial (dukungan keluarga luas, tetangga, dan pemerintah). Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial keluarga, maka semakin tinggi pula ketahanan sosial keluarga. Hasil penelitian ini didukung oleh Maguellati, Roslan, dan Nor (2014) bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara dukungan sosial dengan ketahanan keluarga. Selanjutnya, hal ini juga sejalan dengan penelitian Herawati et al. (2012) bahwa dukungan setiap anggota keluarga akan memberikan kontribusi yang sangat bermakna bagi anggota keluarga yang sedang menghadapi suatu masalah. Selanjutnya, terdapat hubungan yang positif signifikan antara ketahanan sosial keluarga dengan lama pendidikan suami dan lama pendidikan istri. Hal ini berarti
27
semakin tinggi lama pendidikan suami dan istri maka semakin tinggi pula ketahanan sosial keluarga (Sunarti dan Fitriani 2010). Berdasarkan hasil uji regresi, umur istri berpengaruh negatif terhadap ketahanan sosial keluarga. Artinya, semakin bertambah umur istri, maka peluang untuk meningkatkan ketahanan sosial keluarga semakin rendah. Hal ini didukung dengan penelitian Budiantari dan Rustayuni (2013) bahwa usia produktif bisa bekerja lebih lama daripada dengan pekerja yang berusia nonproduktif, sehingga juga berpengaruh pada ketahanan sosial sebuah keluarga. Selanjutnya, lama pendidikan istri berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan sosial keluarga. Artinya, ibu yang memiliki lama pendidikan yang tinggi, maka akan berpeluang lebih tinggi untuk meningkatkan ketahanan sosial keluarga (Sunarti dan Fitriani 2010). Dukungan sosial keluarga luas dan dukungan sosial pemerintah juga berpengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herawati et al. (2012) bahwa dukungan sosial yang diterima oleh keluarga akan membantu dalam mengatasi permasalahan keluarga, sehingga ketahanan keluarga yang menjadi output keluarga akan tercapai. Sementara itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa modal sosial dan dukungan sosial berpengaruh terhadap ketahanan sosial keluarga. Hal ini menjawab pernyataan Sumini dalam Anggoro (2009) bahwa ketahanan sosial suatu komunitas erat kaitannya dengan ketersediaan modal sosial, karena modal sosial diprediksi mampu mempengaruhi ketahanan sosial masyarakat. Penelitian lain juga menyatakan bahwa anggota keluarga biasanya bergantung pada berbagai macam sumber bantuan yang mendukung mereka dalam kehidupan mereka sehari-hari (Rodrigo et al. 2011). Masih banyak faktor-faktor lain yang tidak diteliti yang dapat meningkatkan ketahanan sosial keluarga. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan sosial keluarga menurut Herawati et al. (2012) adalah motivasi suami/istri, kesadaran dan kebutuhan dalam meningkatkan kemandirian nilai, kemandirian ekonomi, kemampuan dalam menghadapi masalah, dan peran sosial dalam masyarakat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar contoh (83.77%) telah memiliki ketahanan sosial keluarga. Dua per tiga contoh (61.79%) telah memiliki dan menggunakan komponen modal sosial berupa asosiasi lokal dan karakter masyarakat dalam menjalin hubungan sosial. Sementara itu sebagian besar contoh (81.45%) telah memperoleh dukungan sosial dari keluarga luas, dua per tiga contoh (60.51%) telah memperoleh dukungan sosial tetangga, dan 61.64 persen contoh telah memperoleh dukungan sosial dari pemerintah. Dukungan tersebut sangat membantu keluarga dalam mengatasi masalah keluarga dan kebutuhan hidup sehari-hari. Pada umumnya usia suami dan usia istri dari keseluruhan keluarga tergolong dewasa muda (18-40 tahun) dan lama pendidikan suami dan istri sebagian besar ≥ 9 tahun. Selanjutnya, dua per tiga besar keluarga terdiri dari 4-6 orang dan sebagian besar pendapatan perkapita per bulan keluarga rata-rata lebih dari Rp305870. Satu per tiga keluarga telah menetap di tempat tinggal mereka lebih dari 30 tahun, satu per tiga keluarga
28
lagi telah menetap 15 sampai 30 tahun, dan satu per tiga keluarga lainnya baru menetap kurang dari 15 tahun. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi kepercayaan dan solidaritas masyarakat, maka makin tinggi pula dukungan sosial tetangga. Semakin tinggi kepercayaan dan semangat kerja masyarakat, maka makin tinggi pula dukungan sosial pemerintah. Selanjutnya, solidaritas, dukungan sosial, dan lama pendidikan suami-istri yang semakin tinggi berhubungan dengan makin tingginya ketahanan sosial keluarga. Sementara itu, hasil uji regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi modal sosial, dukungan sosial (dukungan keluarga luas, dukungan sosial pemerintah), dan lama pendidikan istri, maka semakin tinggi pula ketahanan sosial keluarga. Sebaliknya, semakin tua umur istri atau semakin bertambah umur istri, maka akan menurunkan ketahanan sosial keluarga. Saran Diperlukan program pemeliharaan, perbaikan atau peningkatan dukungan sosial dan modal sosial oleh pemerintah/dinas terkait yang berhubungan dengan ketahanan sosial keluarga. Untuk stakeholder penanggulangan bencana diharapkan untuk meningkatkan program pengurangan resiko bencana khususnya keluarga yang tinggal di lingkungan marjinal sehingga dapat mengoptimalkan dukungan sosial pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Anggoro AD. 2009. Pengaruh modal sosial, pemberdayaan masyarakat, dan bantuan sosial terhadap ketahanan usaha [skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Alfiasari. 2008. Analisis modal sosial dalam pemberdayaan ekonomi keluarga miskin di Kelurahan Kedung Jaya, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 1(1). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Budiantari, Rustayuni. 2013. Pengaruh faktor sosial demografi terhadap curahan jam kerja pekerja perempuan pada keluarga miskin di Desa Pemecutan Kaja Kecamatan Denpasar Utara. Jurnal EP Unud. 2(11): 539-546. Denpasar: Universitas Udayana. Coleman, James S. 1988. Sosial capital in the creation of human capital. Journal of American Journal of Sociology. Daniel P. 2011. The externalities of strong social capital: post-tsunami recovery in Southeast India. Journal of Civil Society. Department of Political Science, Purdue University USA. Dieh Krzysztof. 2005. Social support and traumatic support. Journal of PTSD Research Quaterly. 16(2). Indiana University of Pennsylvania and Opole University (Poland).
29
Herawati T, Diah Krisnatuti, Ina Yanuar. 2013. Dukungan sosial dan ketahanan keluarga peserta dan bukan peserta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 5(1). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jackson S. 2010. Pets as Generators of Social Capital: A Preliminary Review Of Primary Evidenve. Journal of Interdiciplinary Perspective on Science and Humanitarianism. Tufts University. Karen L, Siedlecki, Timothy A, Shigehiro Oisho, Sheena Jeswani. 2013. The Relationship Between Social Support and Subjective Well Being Across Age. Journal for Quality of Life Measurement. New York. Luoma-aho V. 2009. Bowling Together – Applyinh Robert Putnam’s Theories of Community and Social Capital to Public Relations. Findland: Departement of Communication, Univesity of Jyvaskyla. Maguellati Achour, Mohd Roslan, Mohd Nur. 2014. The effects of social support and resilience on life satisfaction of secondary school students. Journal of Academic and Applied Studies. 4 (1): 12-20. University Malaya. Natalya C, Shelly L. 2009. The paradox of received social support: the importance of responsiveness. Journal of Psychological Science. 2(8). University California. Parsons T, Bales J, Olds, M. Zelditch, PE Slater. 1955. Socialization and Interaction Process. New York: Free Press. Poedjioetami. 2005. Lokasi strategis sebagai potensi ketahanan hidup di pemukiman marjinal. Jurnal Rekayasa Perncanaan. Surabaya (ID): (2:1) Prawirosentono. 1994. Model Pendekatan Atas Sumber Daya Manusia Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Rodrigo, Maria Jose, Byrne, Sonia. 2011. Social Support and Personal Agency in At-Risk Mothers. Journal Psychosocial Intervention. 20 (1): 13-24. Portugal. Suandi. 2007. Modal sosial dan kesejahteraan ekonomi keluarga daerah pedesaan provinsi Jambi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sulistyawati. 2007. Arsitektur dan pemukiman kelompok sosial terpinggirkan di Kota Denpasar. Jurnal pemukiman natah.5(2) edisi Agustus. Denpasar. Sunarti E. 2001. Ketahanan keluarga dan pengaruhnya terhadap kualitas kehamilan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sunarti E, Fitriani 2010. Kajian modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan keluarga nelayan di daerah rawan bemcana. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3 (2): 93-100 edisi Agustus. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sunarti E, Tati, Atat SN, Noorhaisma, Lembayung DP. 2005. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial, kualitas perkawinan, pengasuhan, dan kecerdasan emosi anak terhadap prestasi belajar anak. Jurnal media gizi dan keluarga. 29(1): 34-40. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Surjono Soekanto. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. 29 0ktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 161. Jakarta.
LAMPIRAN Lampiran 1 Pengaruh modal sosial dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga Ketahanan Sosial Keluarga Beta Sig. Modal sosial 0.190 0.022* Dukungan sosial 0.364 0.000** F 14.067 Sig. 0.000 Adjusted R-square 0.173 Ket: *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01 Variabel
Lampiran 2 Pengaruh komponen dukungan sosial dan komponen modal sosial terhadap ketahanan sosial keluarga Variabel Dukungan sosial Dukungan keluarga Dukungan tetangga Dukungan pemerintah Modal sosial Partisipasi anggota dalam asosiasi Partisipasi anggota dalam pertemuan Manfaat asosiasi Kepercayaan Solidaritas Semangat kerja F Sig Adjusted R-square
Ketahanan sosial keluarga Beta Sig. 0.329 0.121 0.106
0.000 0.190 0.240
-0.015 0.076 0.175 -0.042 0.147 0.083
0.897 0.432 0.170 0.645 0.084 0.344 4.213 0.000 0.188
Lampiran 3 Pengaruh karakteristik keluarga, modal sosial, dan dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga Variabel Umur istri (tahun) Umur suami (tahun) Lama pendidikan suami (tahun) Lama pendidikan istri (tahun) Besar keluarga (orang) Pendapatan perkapita (rupiah) Modal sosial Dukungan sosial F Sig Adjusted R-square Ket: *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01
Ketahanan Sosial Keluarga Beta Sig. -0.213 0.156 0.042 0.743 0.050 0.598 0.217 0.028* 0.120 0.309 0.075 0.368 0.200 0.016* 0.310 0.000** 4.721 0.000 0.268
Lampiran 4 Pengaruh karakteristik keluarga, komponen modal sosial, dan komponen dukungan sosial terhadap ketahanan sosial keluarga Variabel Umur istri (tahun) Umur suami (tahun) Lama pendidikan suami (tahun) Lama pendidikan istri (tahun) Besar keluarga (orang) Pendapatan perkapita (rupiah) Dukungan keluarga Dukungan tetangga Dukungan pemerintah Partisipasi anggota dalam asosiasi Partisipasi anggota dalam pertemuan Manfaat asosiasi Kepercayaan Solidaritas Semangat kerja F Sig Adjusted R-square Ket: *nyata pada p-value<0.05
Ketahanan Sosial Keluarga Beta Sig. -0.318 0.034* 0.136 0.299 0.039 0.685 0.227 0.023* 0.040 0.736 0.024 0.784 0.281 0.002* 0.081 0.379 0.187 0.044* 0.104 0.276 -0.102 0.391 0.235 0.062 -0.071 0.438 0.144 0.091 0.042 0.631 3.591 0.000 0.237
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 4 Maret 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Amin Muhammad dan Suarni Zainuddin. Pada tahun 2010, penulis menamatkan sekolah menengah atas di SMA negeri 5 Makassar. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program Mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Selain itu, penulis juga melengkapi mandat dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen dengan mengambil program Minor Pengembangan Masyarakat di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai macam kegiatan di kampus baik organisasi maupun kepanitian, seperti menjadi anggota Departemen Sosial dan Lingkungan BEM FEMA IPB (2012-2013), sekretaris dari “Child Development Club” HIMAIKO IPB (2012-2013), anggota divisi logstran dalam kegiatan “Family and Consumer Day” HIMAIKO (2012), anggota divisi acara dalam Seminar Nasional Indonesian Ecology Expo (2012). Ketua divisi desain dan dokumentasi dalam kegiatan masa perkenalan departemen “FAMOUS 48” (2012), ketua Fieldtrip Ilmu Keluarga dan Konsumen (2013), anggota divisi konsumsi dalam kegiatan “Hari Keluarga” (2013), anggota divisi acara “Hari Anak Ceria” (2013), anggota divisi acara dalam acara Green Living Movement (2013), anggota divisi acara “Deklarasi Keluarga Indonesia” (2014), peserta PKM Nasional bidang kewirausahaan (2012), dan finalis mahasiswa berprestasi (2013).